BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi...

23
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pangan Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki dan pemenuhan akan kebutuhan pangan merupakan hak asasi setiap orang, dengan demikian, pangan bagi penduduk harus tersedia setiap saat dimana saja penduduk membutuhkannya (Fardiaz dan Fardiaz, 2003). Hal serupa juga dinyatakan oleh Wirakartakusumah (2001) bahwa pangan adalah kebutuhan dasar bagi manusia dan pemenuhannya merupakan hak asasi setiap warga masyarakat, sehingga pangan harus tersedia dalam jumlah yang cukup, aman, bermutu, bergizi, beragam dengan harga yang terjangkau oleh kemampuan daya beli masyarakat. Pangan memiliki pengertian yang luas, mulai dari pangan esensial bagi kehidupan manusia yang sehat dan produktif (keseimbangan kalori, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, serat, dan zat esensial lain) serta pangan yang dikonsumsi atas kepentingan sosial dan budaya seperti untuk kesenangan, kebugaran, kecantikan dan sebagainya. Jadi pangan tidak hanya berarti pangan pokok dan jelas tidak hanya berarti beras, melainkan pangan yang terkait dengan berbagai hal lain (Krisnamurti, 2003). Dalam pemenuhannya, saat ini manusia tidak hanya bergantung dari makanan segar, namun juga memilih dan mengkonsumsi makanan kemasan sudah menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari hari. B. Makanan Kemasan Definisi makanan kemasan memang tidak ada yang baku, sehingga setiap orang dapat mendefinisikan makanan kemasan dengan pengertian apa saja. Kamus besar bahasa Indonesia mendefinisikan kemasan yaitu

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi...

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Pangan

Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang

paling hakiki dan pemenuhan akan kebutuhan pangan merupakan hak asasi

setiap orang, dengan demikian, pangan bagi penduduk harus tersedia

setiap saat dimana saja penduduk membutuhkannya (Fardiaz dan Fardiaz,

2003). Hal serupa juga dinyatakan oleh Wirakartakusumah (2001) bahwa

pangan adalah kebutuhan dasar bagi manusia dan pemenuhannya

merupakan hak asasi setiap warga masyarakat, sehingga pangan harus

tersedia dalam jumlah yang cukup, aman, bermutu, bergizi, beragam

dengan harga yang terjangkau oleh kemampuan daya beli masyarakat.

Pangan memiliki pengertian yang luas, mulai dari pangan esensial

bagi kehidupan manusia yang sehat dan produktif (keseimbangan kalori,

karbohidrat, protein, lemak, vitamin, serat, dan zat esensial lain) serta

pangan yang dikonsumsi atas kepentingan sosial dan budaya seperti untuk

kesenangan, kebugaran, kecantikan dan sebagainya. Jadi pangan tidak

hanya berarti pangan pokok dan jelas tidak hanya berarti beras, melainkan

pangan yang terkait dengan berbagai hal lain (Krisnamurti, 2003).

Dalam pemenuhannya, saat ini manusia tidak hanya bergantung

dari makanan segar, namun juga memilih dan mengkonsumsi makanan

kemasan sudah menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari – hari.

B. Makanan Kemasan

Definisi makanan kemasan memang tidak ada yang baku, sehingga

setiap orang dapat mendefinisikan makanan kemasan dengan pengertian

apa saja. Kamus besar bahasa Indonesia mendefinisikan kemasan yaitu

6

teratur, bersih dan rapi. Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang

Pangan, dalam Pasal 1 ayat (10) mendefinisikan kemasan pangan yaitu

bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau membungkus pangan,

baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak.

Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa makanan

kemasan adalah makanan yang terbungkus dengan teratur, bersih, rapi, dan

mempunyai label kemasan serta masa kadaluarsa untuk dijual dalam waktu

yang diperkirakan.

C. Label Kemasan Pangan

Semua informasi tentang sebuah produk umumnya berada pada

label yang tercantum pada produk tersebut. Label dapat didefinisikan

sebagai tulisan, tag, gambar atau pengertian lain yang tertulis, dicetak,

distensil, diukir, dihias atau dicantumkan dengan cara apapun, pemberi

kesan yang terdapat pada suatu wadah atau pengemas (Wijaya, 2001).

Secara garis besar, tujuan pelabelan adalah sebagai berikut:

1. Memberi informasi tentang isi produk yang diberi kemasan

tanpa harus membuka kemasan.

2. Memberi petunjuk yang tepat bagi konsumen sehingga

diperoleh fungsi produk yang optimum.

3. Berfungsi sebagai sarana komunikasi produsen kepada

konsumen tentang hal - hal yang perlu diketahui oleh

konsumen tentang produk tersebut, terutama hal - hal yang

tak dapat diketahui secara fisik.

4. Sarana periklanan bagi produsen.

5. Memberi “rasa aman” pada konsumen. (Wijaya, 2001)

Berdasarkan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 7 tahun

1996 tentang Pangan pasal 30 ayat 1, “Setiap orang yang memproduksi

atau memasukkan ke dalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk

7

diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, di dalam, dan atau di

kemasan pangan.” Pada pasal yang sama ayat 2, “Label memuat sekurang

– kurangnya keterangan mengenai nama produk, daftar bahan yang

digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang

memproduksi atau memasukkan pangan ke wilayah Indonesia, keterangan

tentang halal, tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa”. Menurut Wijaya

(2001) kriteria penulisan label mencakup:

1. Tulisan menggunakan huruf latin atau arab.

2. Ditulis dengan bahasa Indonesia dengan huruf latin.

3. Ditulis jelas, lengkap, mudah dibaca (ukuran minimal 0,75

mm dan warna kontras).

4. Tidak boleh mencantumkan segala hal baik kata, tanda,

atau gambar yang menyesatkan.

5. Tidak boleh mencantumkan nasihat, referensi, pernyataan

dari siapapun dengan tujuan menaikkan penjualan.

Adapun isi label mencakup:

1. Informasi yang harus dicantumkan pada label yaitu nama

makanan/produk, komposisi atau daftar ingredient, isi

netto, nama dan alamat pabrik/importir, nomor pendaftaran,

kode produksi, tanggal kadaluarsa, petunjuk atau cara

penggunaan, nilai gizi, tulisan atau pernyataan khusus.

2. Pernyataan (claim) pada label dan periklanan yaitu

pernyataan tentang gizi dan pernyataan tentang kondisi dan

penyakit tertentu (theurapetic claim)

3. Gambar pada label atau iklan.

Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang

berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang

disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau

merupakan bagian kemasan pangan. Label makanan seharusnya

mencantumkan nama makanan atau nama produk, komposisi atau daftar

8

ingredient, isi netto, nama dan alamat pabrik atau importir, nomor

pendaftaran, kode produksi, tanggal kadaluarsa, petunjuk atau cara

penyimpanan, petunjuk atau cara penggunaan, nilai gizi, tulisan atau

pernyataan khusus. Nama makanan memberikan informasi mengenai sifat

atau keadaan makanan yang sebenarnya. Nama makanan untuk produk

dalam negeri ditulis menggunakan bahasa Indonesia dan dapat ditambah

dengan bahasa Inggris. Begitu pula nama makanan bagi produk impor,

menggunakan nama Indonesia atau nama Inggris.

Tanggal kadaluarsa memberikan informasi mengenai waktu atau

tanggal yang menunjukkan suatu produk makanan masih memenuhi syarat

mutu dan keamanan untuk dikonsumsi. Komposisi makanan memberikan

informasi daftar lengkap ingredient penyusun makanan termasuk bahan

tambahan makanan dengan urutan menurun mulai dari bagian yang

terbanyak, kecuali vitamin dan mineral. Bahan tambahan makanan harus

mencantumkan nama golongan, misalnya pemanis buatan, antioksidan,

anti kempal, pengukur keasaman dan lainlain. Khusus untuk pewarna

disebutkan nomor indeksnya. Penyedap rasa alamiah identik dan sintetik

harus ditulis berbeda. Nilai gizi yang harus dicantumkan pada label

makanan yaitu nilai gizi makanan yang diperkaya, nilai gizi makanan diet,

dan makanan lain yang ditentukan Menteri Kesehatan, mencakup jumlah

energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral atau kadar

komponen tertentu. Petunjuk atau cara penyimpanan memberikan

informasi mengenai hal yang mungkin mempengaruhi sifat dan mutu dari

produk makanan, seperti produk susu, daging, dan lain - lain (POM, 2004).

Menurut Engel et. Al., (1995), konsumen memberikan perhatian

pada label kemasan dengan anggapan bahwa informasi yang tertera dalam

label mungkin benar, namun informasi pada kemasan tersebut lebih

banyak digunakan oleh konsumen dengan status sosio ekonomi tinggi.

Status sosio ekonomi diantaranya ditunjukkan dari pendidikan, pekerjaan

dan pendapatan yang dimiliki konsumen. Konsumen yang memiliki

9

pendidikan lebih tinggi biasanya lebih terbuka menerima informasi yang

baru dalam hal ini konsumen akan memiliki perhatian yang lebih terhadap

label. Disamping itu konsumen, konsumen akan memiliki kesempatan

memperoleh pekerjaan yang lebih layak dan penghasilan lebih baik.

Namun demikian, label biasanya tidak digunakan setuntas mungkin oleh

konsumen, sehingga tidak jarang informasi pada label dipandang secara

keliru, digunakan sebagian atau di abaikan sama sekali.

Peranan label pada suatu produk sangat penting untuk memperoleh

produk yang sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Label produk yang

dijamin kebenarannya akan memudahkan konsumen dalam menentukan

beragam produk dan subtitusi di pasaran. Selain sebagai sarana pendidikan

pada masyarakat, label juga dapat memberikan nilai tambah bagi produk.

Kompetitor produk di pasaran yang semakin bertambah dapat menjadikan

label sebagai strategi yang menarik dalam pemasaran. Meskipun dengan

label pula, pihak produsen dapat secara sadar atau tidak sadar mengelabui

atau bahkan mengorbankan konsumen.

D. Undang – Undang (UU) Republik Indonesia (RI) dan Peraturan

Pemerintah (PP) tentang Label Pangan

a. Undang – undang RI no 7 tahun 1996 tentang pangan pasal 30 ayat

1 : “Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan ke dalam

wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan

wajib mencantumkan label pada, di dalam, dan atau di kemasan

pangan.” Penjelasan pasal 30 ayat 1 menyatakan bahwa tujuan

pemberian label pada pangan dikemas adalah agar masyarakat

yang membeli atau mengkonsumsi pangan memperoleh informasi

yang benar dan jelas tentang setiap produk pangan yang dikemas

baik menyangkut asal, keamanan, mutu, kandungan gizi, maupun

keterangan lain yang diperlukan sebelum memutuskan akan

membeli atau mengkonsumsi pangan. Undang – undang RI no 7

10

tahun 1996 tentang pangan pasal 30 ayat 1 menyatakan bahwa

label memuat sekurang – kurangnya keterangan mengenai nama

produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih,

nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan

pangan ke wilayah Indonesia, keterangan tentang halal, tanggal,

bulan, dan tahun kadaluarsa.

b. Peraturan Pemerintah no 69 tahun 1999 tentang label dan iklan

pangan menyatakan bahwa label pada produk pangan merupakan

keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan,

kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada, atau

merupakan bagian kemasan pangan, baik yang berupa makanan

maupun minimum hasil dari cara dan metode produksi tertentu.

Peraturan ini juga menyatakan bahwa tujuan pencantuman label

adalah sebagai berikut:

1. Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan

bertanggung jawab.

2. Label dan iklan merupakan sarana yang penting, sehingga

perlu diatur agar informasinya benar dan tidak

menyesatkan.

3. Masyarakat berhak mendapatkan informasi yang benar dan

tidak menyesatkan mengenai pangan yang akan

dikonsumsinya, khususnya yang disampaikan melalui label

dan iklan pangan.

Peraturan Pemerintah no 69 tahun 1999 bab II mengenai label

pangan pada pasal 2 menyebutkan bahwa produsen atau importir

wajib mencantumkan label dan label harus tidak mudah lepas,

luntur atau rusak dan terletak pada bagian kemasan yang mudah

dilihat dan dibaca. Pasal 3 menyebutkan bahwa:

1. Label berisi tentang keterangan pangan.

11

2. Syarat minimum keterangan mencakup nama produk, daftar

bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama

dan alamat produsen/importir, tanggal, bulan, dan tahun

kadaluarsa.

c. Undang – Undang RI no 8 tahun 1999 tentang perlindungan

konsumen. Pada pasal 4 ayat 3 yang berisi tentang hak dan

kewajiban konsumen menyatakan bahwa “konsumen memiliki hak

untuk hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”. Penjelasan dari pasal

tersebut adalah setiap konsumen memiliki hak untuk mengetahui

semua informasi yang ada pada barang atau jasa dalam hal ini

adalah makanan dengan benar, jelas, dan jujur. Untuk itulah, label

kemasan yang ada pada makanan kemasan seharusnya

mencantumkan informasi dengan benar, jelas, dan jujur mengenai

apa saja yang terkandung di dalamnya.

d. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 180/Menkes/Per/IV/1985

tentang makanan daluarsa. Pada pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa

“Pada label dari makanan tertentu yang diproduksi, diimpor dan

diedarkan harus dicantumkan tanggal daluarsa secara jelas”.

Penjelasan dari pasal tersebut adalah untuk label dari makanan

kemasan sebaiknya mencantumkan tanggal daluarsa, karena

dengan adanya tanggal daluarsa yang tercatum pada kemasan

secara tidak langsung produsen akan melindungi konsumen dari

bahaya yang dapat ditimbulkan dari makanan daluarsa. Selain itu,

sebaiknya pula konsumen untuk bisa lebih teliti dalam memilih

bahan makanan terutama bahan makanan kemasan

.

E. Peran Label Pangan dalam Pemilihan Produk Makanan Kemasan

yang Aman, Sehat, dan Bergizi Seimbang

Di Indonesia, kebijakan dan peraturan pelabelan produk pangan

olahan termaktub dalam undang-undang pangan No. 7 tahun 1996, Bab I,

12

Pasal 1 (15) tentang label pangan, Bab I, pasal 1 (14) tentang gizi pangan,

dan pasal 1 (16) tentang iklan pangan, Bab IV, pasal 30 – 35 tentang label

dan iklan pangan. Peraturan lainnya tertera dalam peraturan Menteri

Kesehatan RI no 79/Menkes/PER/III/1979, dan Peraturan Pemerintah (PP)

No. 69 tahun 1996 tentang labelisasi pangan. Dalam peraturan tentang

label dan periklanan makanan ini diatur tentang tata cara pelabelan serta

ketentuan-ketentuan yang menyertainya. Peraturan ini telah dilengkapi

dengan keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan

(Dirjen POM).

Label berfungsi sebagai alat penyampai informasi, alat promosi

perusahaan, sebagai sarana komunikasi produsen dan konsumen. Oleh

karena itu sudah selayaknya informasi yang dimuat pada label adalah

sebenar-benarnya dan tidak menyesatkan. Hanya saja, mengingat label

dapat berfungsi sebagai iklan, disamping sudah menjadi sifat manusia

untuk mudah jatuh dalam kekhilafan dan berbuat kecurangan baik yang

disengaja maupun tidak sengaja. Seharusnya fungsi label adalah juga

memberi rasa aman dan percaya konsumen.

Informasi yang harus dicantumkan pada label adalah sebagai

berikut: nama makanan/nama produk, komposisi atau ingredient, isi netto,

nama dan alamat pabrik/importer, nomor pendaftaran, kode produksi,

tanggal kadaluarsa, petunjuk atau cara penggunaannya, petunjuk atau cara

penyimpanannya, nilai gizi, tulisan atau pernyataan lain. Bahan tambahan

pangan (BTP) juga harus dicantumkan secara lengkap.

F. Perilaku Konsumen

Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap

rangsangan atau lingkungan (Depdiknas, 2005). Dari pandangan biologis

perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktifitas organisme yang

bersangkutan. Robert Kwick (1974), menyatakan bahwa perilaku adalah

13

tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan

dapat dipelajari. (dikutip dari Notoatmodjo, 2003).

Perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan yang langsung

terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk

dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului tindakan ini (Engel

et. al, 1995). Sikap biasanya memainkan peranan utama dalam membentuk

perilaku. Sikap yang positif akan menimbulkan perilaku yang positif dan

sikap yang negatif akan menimbulkan perilaku yang negatif. Perilaku

muncul sebagai hasil interaksi antara individu dan lingkungannya.

Sehingga perilaku juga bisa dikatakan sebagai reaksi yang terjadi karena

adanya stimulus atau interaksi antara individu dengan lingkungannya dan

benar – benar dilakukan seseorang dalam bentuk tindakan.

Tahapan ini meliputi pengenalan kebutuhan, pencarian informasi,

evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan terakhir yaitu hasil penilaian

konsumen terhadap produk yang telah dibeli. Tahapan – tahapan ini tidak

selalu dilakukan oleh konsumen, kecuali untuk produk - produk yang

relatif baru di pasaran, sedangkan untuk produk – produk yang sudah biasa

dikonsumsi oleh konsumen biasanya ada proses yang tidak dilakukan,

seperti pencarian informasi.

Perilaku konsumen dalam memilih produk selalu berbeda - beda,

jika dicermati, perilaku konsumen dipusat – pusat perbelanjaan modern

atau tempat lainnya, akan didapatkan setidaknya tiga kelompok. Pertama,

konsumen yang hanya mempertimbangkan faktor harga (murah atau

tidak). Kedua, konsumen yang hati – hati dalam memilih produk karena

dorongan agama. Ketiga, konsumen yang membeli karena faktor

kesehatan, atau karena kualitas dan lebih tertarik pada tabel komposisi

bahan yang tertera pada kemasan produk (AlAsyhar, 2002).

Tindakan membeli yang dilakukan oleh konsumen berwujud pada

pilihan – pilihan konsumen terhadap merk, jumlah produk, tempat, waktu

dan frekuensi pembelian. Keputusan konsumen yang dilaksanakan dalam

14

bentuk tindakan membeli tidak muncul begitu saja, tetapi melalui suatu

tahapan tertentu seperti telah dijelaskan di atas. Selain itu keputusan

pembelian oleh konsumen juga dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Menurut Lawrence Green, perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor

utama, yaitu:

1. Faktor – faktor Predisposisi (pre disposing factors)

Yaitu, pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap

kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap

hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang

dianut oleh masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial

ekonomi dan lain sebagainya. Ikhwal ini dapat dijelaskan

sebagai berikut. Untuk perilaku kesehatan misalnya:

pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil diperlukan

pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang manfaat

periksa hamil, baik bagi kesehatan ibu sendiri dan janinnya.

disamping itu kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan

sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong atau

menghambat ibu tersebut untuk periksa kehamilan.

Misalnya orang hamil tidak boleh di suntik (periksa hamil

termasuk suntik anti tetanus), karena suntikan bisa

menyebabkan anak cacat. Faktor-faktor ini terutama yang

positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering

disebut faktor pemudah.

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan

prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat,

misalnya: air bersih, temapat pembuangan sampah, tempat

pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi dan

sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan

15

seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu,

polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta,

dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat

memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya:

perilaku pemeriksaan kehamilan. ibu hamil yang mau

periksa hamil tidak hanya karena dia tahu dan sadar

manfaat periksa hamil saja, melainkan ibu tersebut dengan

mudah harus dapat memperoleh fasilitas atau tempat

periksa hamil, misalnya: puskesmas, polindes, bidan

praktek, ataupun rumah sakit. fasilitas ini pada hakekatnya

mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku

kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung,

atau faktor pemungkin.

3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)

Faktor-faktor ini meliputi sikap dan perilaku tokoh

masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku

para petugas kesehatan. termasuk juga disini undang-

undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun

pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. untuk

berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya

perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas

saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari

para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-

lebih pada petugas kesehatan. disamping itu undang-

undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku

masyarakat tersebut seperti perilaku periksa hamil, serta

kemudahan memperoleh fasilitas periksa hamil, juga

diperlukan peraturan atau perundang-undangan yang

mengharuskan ibu hamil periksa hamil (Notoatmodjo,

2003).

16

Menurut Engel et. al. (1995) ada dua faktor yang menentukan

pembelian oleh konsumen, yaitu pengaruh lingkungan dan perbedaan

individu

1. Faktor individu konsumen

Faktor individu (karakteristik demografi konsumen) terdiri dari

jenis kelamin, usia, dan pengetahuan konsumen. Karakteristik

demografi konsumen akan menggambarkan adanya pertukaran nilai,

kebutuhan, kebiasaan maupun perilaku yang berbeda antara suatu

kelompok konsumen dengan lainnya (Mowen dan Minor, 2002).

a) Jenis kelamin.

Jenis kelamin terdiri atas pria dan wanita. Faktor jenis kelamin

mempunyai pengaruh dalam keputusan pembelian oleh konsumen.

Konsumen wanita umumnya memiliki lebih banyak kriteria dalam

membeli suatu produk.

b) Usia.

Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun,

dikatakan masa awal dewasa adalah usia 18 tahun sampai 40 tahun,

dewasa Madya adalah 41 sampai 60 tahun, dewasa lanjut >60

tahun, umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang dihitung

sejak dilahirkan (Harlock, 2004).

Konsumen melakukan pembelian sepanjang hidupnya dan setiap

tahapan kehidupan dari mulai bayi hingga dewasa akan membeli

barang atau jasa sesuai dengan adanya perbedaan kebutuhan.

Pemilihan dan selera terhadap pangan dan barang lainnya

dipengaruhi oleh faktor usia (Kotler, 2002).

c) Pengetahuan.

Pengetahuan yang dimiliki konsumen dapat meningkatkan

kemampuan konsumen untuk mengerti suatu pesan, membantu

mengamati logika yang salah, dan dapat menghindari penafsiaran

yang tidak benar (Engel et al., 1995). Menurut Setiadi (2003),

pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan unsur dari

17

kepribadiannya. Semakin tinggi pengetahuan yang dimiliki

seseorang maka akan semakin mantap serta lebih berhati - hati

dalam menentukan keputusan.

Pengetahuan merupakan hasil dari usaha manusia untuk tahu.

Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, insaf, mengerti, dan

pandai (Salam, 2003). Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan

(knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar

menjawab pertanyaan “What”. Pengetahuan merupakan hasil dari

tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan

terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan, penciuman, rasa, dan

raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat

penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui, segala sesuatu

yang diketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran) (Tim

penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002).

Menurut Bloom dan Skinner pengetahuan adalah kemampuan

seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya

dalam bentuk bukti jawaban baik lisan atau tulisan, bukti atau

tulisan tersebut merupakan suatu reaksi dari suatu stimulasi yang

berupa pertanyaan baik lisan atau tulisan (Notoatmodjo, 2003).

a. Kategori Pengetahuan

Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam 3

kategori, yaitu:

1. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan

benar 76% - 100% dari seluruh petanyaan

2. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan

benar 56% - 75% dari seluruh pertanyaan

3. Kurang: Bila subyek mampu menjawab dengan

benar 40% - 55% dari seluruh pertanyaan

18

Sedangkan menurut Ali Khomsan (2000), yaitu :

1. Baik, jika > 80%

2. Sedang, jika 60% - 80%

3. Kurang, jika < 60%

2. Faktor lingkungan

Pengaruh lingkungan merupakan faktor diluar individu yang akan

mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan. Berbagai

rangsangan ataupun stimulus diluar individu tersebut dapat berupa

iklan ataupun promosi yang dapat dijadikan sumber informasi bagi

konsumen (Kotler, 2002).

a) Sumber informasi.

Sumber informasi diartikan sebagai subjek ataupun karakter

penyampai pesan. Keahlian dan validitas sumber informasi

sangat mempengaruhi konsumen. Semakin ahli dan terpercaya

sumber informasi maka konsumen akan semakin percaya

(Mowen dan Minor, 2002). Menurut Kotler (2002), sumber

informasi dapat dikelompokkan menjadi empat:

a) Sumber pribadi, yaitu informasi yang berasal dari

keluarga, teman, tetangga maupun kenalan.

b) Sumber komersial, yaitu informasi yang berasal dari

iklan, wiraniaga, distributor, kemasan maupun model

produk yang dipajang.

c) Sumber publik, yaitu media massa maupun organisasi.

d) Sumber pengalaman, yaitu evaluasi dan pemakaian

produk.

Karakteristik konsumen dan produk akan memberikan pengaruh

yang berbeda terhadap sumber informasi yang digunakan.

Sebagian besar konsumen memperoleh informasi dari sumber

komersial. Akan tetapi sumber informasi yang efektif berasal dari

sumber pribadi. Sumber komersial umumnya berperan sebagai

pemberi informasi, sedangkan sumber pribadi berperan sebagai

19

evaluator. Pada kondisi tertentu, konsumen mencari informasi

secara aktif yaitu dengan mencari bahan bacaan, menelpon teman,

maupun mengevaluasi produk dengan berkunjung ke toko (Kotler,

2002)

G. Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan teknik dalam pengambilan sampling.

Pada dasarnya teknik sampling dikelompokkan menjadi dua (Sukardi,

2003), yaitu:

1. Probability Sampling

Probability sampling adalah teknik sampling yang memberikan

peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi

untuk dipilih menjadi anggota sampel. Pemilihan sampel dengan cara

probabilitas (probability) ini sangat dianjurkan pada penelitian

kuantitatif.

Dalam Probability sampling, ada 4 macam teknik yang dapat

digunakan (Sukardi, 2003), antara lain:

a. Sampling Acak (Random Sampling)

Sampling acak adalah sampling dimana elemen – elemen

sampelnya ditentukan atau dipilih berdasarkan nilai probabilitas dan

pemilihannya dilakukan secara acak (Supranto, 1998). Sampling acak

ini mempunyai kelemahan (Nasution, 2003), antara lain: sampling

jenis ini sukar atau sulit, ada kalanya tidak mungkin memperoleh data

lengkap tentang keseluruhan populasi. Sedangkan ciri sampling acak

yaitu, setiap unsure dari keseluruhan populasi mempunyai kesempatan

yang sama untuk dipilih (Nasution, 2003).

Dalam penelitian hal penting yang harus diperhatikan untuk

mendapatkan responden yang akan dijadikan sempel, maka peneliti

20

harus mengetahui jumlah responden yang ada dalam populasi. Teknik

memilih sampling acak ini dapat dilakukan dengan beberapa cara

(Sukardi,2003), antara lain:

1. Cara manual atau tradisional

2. Menggunakan tabel random

Langkah – langkah dalam penarikan sampel adalah menetapkan

ciri – ciri populasi yang menjadi sasaran dan akan diwakili oleh sampel

di dalam penyelidikan. Penarikan sampel dalam penelitian bertujuan

untuk memperoleh informasi mengenai populasi tersebut. Dalam

teknik acak ini ada beberapa macam sampling acak (Nana Syaodih,

2009), yaitu:

1. Sampling Acakan yang Sederhana (Simple Random Sampling)

Dalam pengambilan acakan sederhana (Simple Random

Sampling) seluruh individu yang menjadi anggota populasi

memiliki peluang yang sama dan bebas dipilih sebagai anggota

sampel. Setiap individu memiliki peluang yang sama untuk diambil

sebagai sampel, karena individu – individu tersebut memiliki

karakteristik yang sama. Setiap individu juga bebas dipilih karena

pemilihan individu – individu tersebut tidak akan mempengaruhi

individu yang lain.

2. Sampling Acakan dengan Stratifikasi (Stratified Random

Sampling)

Populasi biasanya perlu digolongkan menurut ciri

(stratifikasi) tertentu untuk keperluan penelitian.

3. Sampling Acakan secara Proporsional (Proportionate Stratified

Random Sampling)

4. Sampling Acakan secara tak Proporsional menurut Stratifikasi

(Disproportionate Stratified Random Sampling)

21

Sampling ini hampir sama dengan sampling stratifikasi,

bedanya proporsi sub kategori – kategorinya tidak didasarkan atas

proporsi yang sebenarnya dalam populasi. Hal ini dilakukan karena

sub kategori tertentu terlampau sedikit jumlah sampelnya.

5. Sampling Acak Klaster-Berstrata (Stratified-Cluster)

Random ini merupakan gabungan atau perpaduan dari cara

pengambilan sampel acak berstrata dengan sampel acak cluster.

Setiap populasi memiliki karakteristik yang berbeda. Populasi yang

memiliki strata saja terjadi karena peneliti sendiri sudah membatasi

populasinya pada klaster tertentu tapi klaster ini masih cukup luas.

b. Teknik Klaser/Sampling Daerah/Area sampling (Cluster Sampling)

Area sampling ini merupakan sampling menurut daerah atau

pengelompokannya (Nasution, 2003). Teknik klaser ini memilih

sample berdasarkan pada kelompok, daerah, atau kelompok subjek

secara alami berkumpul bersama. Teknik klaser atau yang sering

disebut dengan area sampling ini mempunyai beberapa keuntungan

dan kelemahan (Nasution, 2003), antara lain:

i. Keuntungan:

1. Teknik ini dapat digunakan peneliti yang melibatkan

jumlah populasi yang besar dan tersebar di daerah yang

luas.

2. Pelaksanaanya lebih mudah, biaya yang digunakan

lebih murah kerana berpusat pada daerah yang terbatas.

3. Generalisasi yang diperoleh berdasarkan penelitian

daerah – daerah tertentu dapat berlaku pada daerah –

daerah diluar sampel.

ii. Kelemahan: jumlah individu dalam setiap daerah tidak sama.

22

c. Teknik Secara Stratifikasi

Teknik stratifikasi ini harus digunakan sejak awal, ketika

peneliti mengetahui bahwa kondisi populasi terdiri atas beberapa

anggota yang memiliki stratifikasi atau lapisan yang berbeda antara

satu dengan lainnya. Ketepatan teknik stratifikasi dapat ditingkatkan

dengan menggunakan proporsional besar kecilnya anggota lapisan dari

populasi ditentukan oleh besar kecilnya jumlah anggota populasi

dalam lapisan yang ada (Sukardi, 2003).

d. Teknik Secara Sistematis (Systematic Sampling)

Teknik pemilihan sampel ini menggunakan prinsip

proporsional, dengan cara menentukan pilihan sampel pada setiap 1/k

dimana k adalah suatu angka pembagi yang telah ditentukan (misal:

5,6 atau 10) (Sukardi, 2003)

2. Non Probability Sampling

Teknik non probability sampling merupakan cara pengambilan

sampel yang pada prinsipnya menggunakan pertimbangan tertentu yang

digunakan oleh peneliti. Teknik ini dapat dalakukan dengan mudah dalam

waktu yang sangat singkat. Tapi kelemahan tehnik ini adalah hasilnya

tidak dapat diterima dan berlaku bagi seluruh populasi, karena sebagian

besar dari populasi tidak dilibatkan dalam penelitian (Nasution, 2003).

Dalam teknik non probability sampling ini ada 6 macam teknik memilih

sampel (Nasution, 2003), yaitu:

a. Teknik memilih sampel secara kebetulan (Accidental Sampling)

Teknik ini dikatakan secara kebetulan karena peneliti memang

sengaja memilih sampel kepada siapapun yang ditemui peneliti atau by

accident pada tempat, waktu, dan cara yang telah ditentukan (Sukardi,

2003). Sampel aksidental adalah sampel yang diambil dari siapa saja

yang kebetulan ada (Nasution, 2003).

23

Teknik ini juga mempunyai kelebihan, metode ini sangat

mudah, murah, dan cepat untuk dilakukan. Sedangkan kekurangan

teknik ini adalah sampel ini sama sekali tidak representatif tentu saja

tak mungkin diambil suatu kesimpulan yang bersifat generalisasi.

Teknik ini mempunyai kekurangan dan kelebihan, kelebihan

dari teknik ini adalah mudah untuk dilakukan dan mudah memperoleh

informasi yang diinginkan, sedangkan kekurangan dari teknik ini jika

orang yang lewat bukan orang yang diharapkan dipilih sabagai sampel,

sehingga akan terjadi bias responden dan bias informasi.

b. Teknik Sampling Sistematis

Sampling sistematis yaitu memilih sampel dari suatu

daftar menurut urutan tertentu (Nasution, 2003). Misal, tiap

individu yang ke-10 atau ke-n dalam anggota perkumpulan

buruh.

Sampling sistematis ini mempunyai keuntungan dan

kekurangan (Nasution, 2003), yaitu:

i. Keuntungan, cara ini mudah dalam pelaksanaannya dan

cepat diselesaikan serta kesalahan tentang memilih

individu mudah diketahui dan tidak mempengaruhi hasil.

ii. Kerugian, bahwa individu yang berada diantara yang

kesekian dan kesekian dikesampingkan, sehingga cara ini

tidak sebaik sampling acakan.

c. Memilih Sampel dengan Teknik Bertujuan (Purposive Sampling)

Penelitian tertentu dilakukan secara intensif untuk

memperoleh gambaran utuh tentang suatu kasus. Teknik ini biasanya

dilakukan dalam penelitian kualitatif, penelitian ini bertujuan

mempelajari kasus-kasus tertentu. Teknik ini mempunyai beberapa

kelebihan dan kekurangan, (Nasution, 2003), yaitu:

24

i. Kelebihan

a) Sampel ini dipilih sedemikian rupa, sehingga relevan

dengan desain penelitian.

b) Cara ini relatif mudah dan murah untuk dilaksanakan.

c) Sampel yang dipilih adalah individu yang menurut

pertimbangan penelitian dapat didekati.

ii. Kekurangan

a) Tidak ada jaminan sepenuhnya bahwa sampel itu

representatif seperti halnya dengan sampel acakan atau

random.

b) Setiap sampling yang acakan atau random yang tidak

memberikan kesempatan yang sama untuk dipilih kepada

semua anggota populasi .

c) Tidak dapat dipakai penggolongan statistik guna

mengambil kesimpulan.

d. Memilih Sampel dengan Kuota atau Jatah (Quota Sampling)

Sampling kuota ini merupakan metode memilih sampel yang

mempunyai ciri – ciri tertentu dalam jumlah atau kuota yang

diinginkan (Nasution, 2003). Teknik ini juga mempunyai kekurangan

dan kelebihan (Nasution, 2003), yaitu:

i. Kelebihan

a) Dalam pelaksanaannya mudah, murah, dan cepat.

b) Hasilnya berupa kesan-kesan umum yang masih kasar yang

tak dapat dipandang sebagai generalisasi umum.

c) Dalam sampel dapat dengan sengaja kita masukan orang-

orang yang mempunyai ciri – ciri yang kita inginkan

ii. Kekurangan,

a) Kecenderungan memilih orang yang mungkin didekati

bahkan yang dekat pada kita yang mungkin ada biasnya.

25

b) Memiliki ciri yang tidak dimiliki populasi dalam

keseluruhannya.

e. Memilih Sampel dengan Cara ”Getok Tular” (Snowball Sampling)

Sampling ini digunakan untuyk menyelidiki hubungan antar

manusia dalam kelompok yang akrab atau menyelidiki cara-cara

informasi tersebar dikalangan tertentu (Nasution, 2003). Sampling ini

mempunyai kelebihan dan kekurangan (Nasution, 2003), yaitu:

i. Kelebihan

a) Sampling ini digunakan untuk meneliti penyebaran informasi

tertentu dikalangan kelompok terbatas sampling serupa ini

sangat bermanfaat.

ii. Kekurangan

a) Dalam penentuan kelompok bermula ada unsur subyektif,

jadi tidak dipilih secara random atau acak.

b) Penanganannya sukar sekali dikendalikan jika jumlah

sampel melebihi 100 orang.

f. Sampling Jenuh dan Padat

Sampling dikatakan jenuh (tuntas) bila seluruh populasi

dijadikan sampel (Nasution, 2003). Sedangkan dikatakan padat bila

jumlah sampel lebih dari setengah dari populasi (Nasution, 2003).

Sampling jenuh baik digunakan jika julah populasinya dibawah 1000

orang. Tetapi, apabila jumlah samplingnya lebih dari 1000 orang

maka sampling jenuh tidak praktis lagi dikarenakan biaya dan waktu

yang digunakan sangat banyak.

26

H. Kerangka Teori

Faktor – faktor yang mempengaruhi dalam memilih produk makanan

kemasan

Sumber: Mowen and Minor, Kotler (2002) dan Lawrence Green dalam

Notoatmodjo (2010)

FAKTOR ENABLING:

A. Kondisi Fisik

Makanan Kemasan

B. Keanekaragaman

Produk

C. Kemudahan

Mendapat

FAKTOR

PREDISPOSISI:

A. Pengetahuan

Tentang Makanan

Kemasan:

a. Label

Makanan

Kemasan

b. Kualitas

c. Jenis Bahan

d. Berat Bahan

e. Kemasan

B. Karakteristik

Konsumen:

a. Usia

b. Jenis

Kelamin

c. Ras/Suku

d. Agama

FAKTOR REINFORCING:

A. Sumber Informasi

Pribadi Dari Keluarga,

Teman, Tetangga,

Kenalan

B. Media

Massa/Organisasi

C. Sumber Pengalaman

Pemakaian Produk

D. Harga dan Iklan

KEPUTUSAN

MEMILIH

27

I. Kerangka Konsep

J. Hipotesis

a. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan konsumen tentang label

makanan kemasan dengan praktek pemilihan makanan kemasan.

b. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan praktek pemilihan

makanan kemasan.

c. Ada hubungan antara usia dengan praktek pemilihan makanan

kemasan.

TINGKAT

PENGETAHUAN

TENTANG LABEL

MAKANAN KEMASAN PRAKTEK

PEMILIHAN

MAKANAN

KEMASAN JENIS KELAMIN

USIA KONSUMEN