BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akulturasi 1. Definisi...

25
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akulturasi 1. Definisi Akulturasi Akulturasi merupakan sebuah istilah yang pertama kali diperkenalkan lewat disiplin ilmu antropologi lewat Redfield, Linton dan Herskovitz (1939, dalam Berry, 2005). Akulturasi didefinisikan sebagai fenomena yang terjadi tatkala kelompok kelompok individu yang memiliki budaya berbeda terlibat dalam kontak yang terjadi secara langsung, disertai perubahan terus menerus, sejalan dengan pola-pola budaya asal dari kelompok itu atau dari kedua kelompok itu. Beberapa penulis lain mendefinisikan akulturasi sebagai proses belajar dari sosok individu yang memasuki budaya baru yang berbeda dari budaya yang telah dimilikinya (Berry, 2005). Mengacu pada Zane dan Mak (2003), akulturasi “merefleksikan seberapa dalam individu mempelajari nilai, perilaku, gaya hidup dan bahasa dari budaya orang lain”. Hazuda (1988) mendefinisikan akulturasi sebagai “proses multidimensional dari hasil kontak antar kelompok dimana individu yang telah memiliki hasil pembelajaran budaya asli mengambil alih karakteristik tentang cara hidup budaya lain. Social Science Research Council (1954), mendeskripsikan akulturasi sebagai perubahan dan adaptasi. Perubahan akulturasi bisa jadi merupakan konsekuensi dari transmisi/persinggungan budaya yang terjadi secara

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akulturasi 1. Definisi...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akulturasi 1. Definisi Akulturasieprints.mercubuana-yogya.ac.id/2530/3/BAB II.pdf · lewat disiplin ilmu antropologi lewat Redfield, Linton dan Herskovitz

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Akulturasi

1. Definisi Akulturasi

Akulturasi merupakan sebuah istilah yang pertama kali diperkenalkan

lewat disiplin ilmu antropologi lewat Redfield, Linton dan Herskovitz (1939,

dalam Berry, 2005). Akulturasi didefinisikan sebagai fenomena yang terjadi

tatkala kelompok kelompok individu yang memiliki budaya berbeda terlibat

dalam kontak yang terjadi secara langsung, disertai perubahan terus

menerus, sejalan dengan pola-pola budaya asal dari kelompok itu atau dari

kedua kelompok itu. Beberapa penulis lain mendefinisikan akulturasi

sebagai proses belajar dari sosok individu yang memasuki budaya baru yang

berbeda dari budaya yang telah dimilikinya (Berry, 2005). Mengacu pada

Zane dan Mak (2003), akulturasi “merefleksikan seberapa dalam individu

mempelajari nilai, perilaku, gaya hidup dan bahasa dari budaya orang lain”.

Hazuda (1988) mendefinisikan akulturasi sebagai “proses multidimensional

dari hasil kontak antar kelompok dimana individu yang telah memiliki hasil

pembelajaran budaya asli mengambil alih karakteristik tentang cara hidup

budaya lain.

Social Science Research Council (1954), mendeskripsikan akulturasi

sebagai perubahan dan adaptasi. Perubahan akulturasi bisa jadi merupakan

konsekuensi dari transmisi/persinggungan budaya yang terjadi secara

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akulturasi 1. Definisi Akulturasieprints.mercubuana-yogya.ac.id/2530/3/BAB II.pdf · lewat disiplin ilmu antropologi lewat Redfield, Linton dan Herskovitz

2

langsung; penyebab perubahan ini bisa saja berkembang dari faktor non-

kultural, seperti modifikasi lingkungan dan demografi yang dibawa melalui

pergeseran budaya. Perubahannya bisa saja tertunda, tergantung dari

penyesuaian kondisi internal individu ketika mengikuti penerimaan sebuah

trait atau pola asing; atau perubahannnya bisa saja merupakan adaptasi

reaktif atas kecenderungan cara hidup tradisional.

Dari definisi akulturasi yang disajikan dimuka, unsur-unsur kunci

tentang akulturasi dapat teridentifikasi. Berry (2005) mengemukakan:

pertama, ada kebutuhan untuk melakukan kontak atau interaksi yang terus

menerus dan berhadapan langsung antar dua kutub budaya yang berbeda.

Sejalan dengan kunci pertama, Bochner (1982, dalam Berry, 2005)

menyatakan bahwa hal ini mengesampingkan kontak jangka pendek,

aksidental, dan jangka panjang. Kedua, akibatnya berupa perubahan dalam

fenomena budaya atau psikologis di antara orang-orang dalam kontak, biasa

berlanjut untuk generasi-generasi berikutnya. Ketiga, ada proses dinamis

selama dan sesudah kontak dan ada suatu hasil proses yang mungkin relatif

stabil. Keluaran ini boleh jadi mencangkup tidak hanya perubahan-

perubahan fenomena yang menampak, namun juga beberapa fenomena baru

yang terbawa proses interaksi budaya (Berry, 2005).

Dilihat dari asasnya, setiap budaya dapat mempengaruhi budaya

lainnya secara sama, tetapi dalam praktek, budaya yang satu cenderung

menguasai budaya lain, yang akhirnya menggiring ke arah pembedaan

antara “kelompok dominan” dan “kelompok berakulturasi”. Istilah

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akulturasi 1. Definisi Akulturasieprints.mercubuana-yogya.ac.id/2530/3/BAB II.pdf · lewat disiplin ilmu antropologi lewat Redfield, Linton dan Herskovitz

3

penggolongan kedua kelompok tersebut menggunakan model mainstream-

minority (Berry, 1992). Yang pertama diandaikan sebagai suatu budaya

dominan tunggal (“mainstream”), dan sejumlah kelompok satelit atau

subordinasi (“minoritas”), dan barangkali beberapa kelompok “pinggiran”

(seperti kelompok setempat dan pengungsi). Dalam konteks penelitian,

kelompok berakulturasi merupakan istilah bagi klasifikasi kelompok minor

yang mengalami perubahan budaya akibat kontak dengan kelompok

dominan. Akibat kontak dan pengaruh itu, aspek-aspek kelompok menjadi

tertransformasikan sedemikian rupa sehingga ciri-ciri budaya menjadi tidak

sepadan dengan ciri-ciri dalam kelompok asal pada saat pertama kali kontak.

Memang, jika kontak masih diutamakan, pengaruh budaya dominan akan

dialami lebih jauh. Suatu fenomena sejajar adalah para individu dalam

kelompok-kelompok yang berakulturasi mengalami perubahan psikologis

(sebagai akibat baik pengaruh perubahan dalam kelompok mereka sendiri

atau dari kelompok dominan) dan kembali jika ada sesuatu kontak yang

berkelanjutan, perubahan-perubahan psikologis lebih lanjut boleh

mengambil tempat.

Berdasarkan definisi dan asas akulturasi diatas peneliti kemudian

mendefinisikan akulturasi sebagai kontak antar individu dari kelompok

budaya berbeda yang mengakibatkan salah satu kelompok mengalami

perubahan ciri-ciri budaya. Mengesampingkan lamanya kontak, setiap

budaya dapat saling mempengaruhi budaya lainnya secara sama, tetapi

dalam prakteknya budaya yang satu cenderung menguasai budaya lain.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akulturasi 1. Definisi Akulturasieprints.mercubuana-yogya.ac.id/2530/3/BAB II.pdf · lewat disiplin ilmu antropologi lewat Redfield, Linton dan Herskovitz

4

Penyebab perubahan ciri-ciri budaya terjadi akibat proses mempelajari

budaya baru dan upaya individu untuk menyesuaikan diri ketika mengikuti

penerimaan sebuah trait atau pola asing.

Perlu ditambahkan, perubahan yang terjadi dalam akulturasi menyentuh

dua aras, yaitu aras kelompok dan individu. Dalam psikologi lintas budaya,

penting membedakan antara akulturasi pada aras kelompok dan pada aras

individu. Akulturasi pada aras kelompok menyebabkan terjadinya perubahan

dalam struktur sosial, landasan ekonomi, dan organisasi politik kadang

terjadi. Sementara, pada aras individual, perubahan-perubahan terjadi pada

fenomen semacam jati diri, nilai dan sikap. Pembatasan akulturasi pada

penelitian ini terletak pada perubahan aras individu. T.D. Graves (1967,

dalam Berry 2005) menyodorkan istilah akulturasi psikologis untuk

menunjuk perubahan yang dialami individu akibat kontak dengan budaya

lain dan akibat keikutsertaannya dalam proses akulturasi yang

memungkinkan budaya dan kelompok etniknya menyesuaikan diri. Tidak

semua individu yang berakulturasi berpartisipasi dalam perubahan-

perubahan kolektif yang sedang berlangsung untuk banyak hal dalam cara

yang sama. Kita juga perlu menyadari bahwa akulturasi individu

(sebagaimana fenomena pada tingkat kelompok) tidak lebur sebagai satu

kemasan yang merupakan gugusan beraturan (Omelda dalam Berry, 2005).

Artinya, Kelompok dan individu tidak hanya akan bervariasi menurut

keikutsertaan dan tanggapan mereka terhadap pengaruh akulturasi, beberapa

ranah budaya dan perilaku boleh jadi bergeser tanpa perubahan yang dapat

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akulturasi 1. Definisi Akulturasieprints.mercubuana-yogya.ac.id/2530/3/BAB II.pdf · lewat disiplin ilmu antropologi lewat Redfield, Linton dan Herskovitz

5

dibandingkan dengan ranah lain. Jadi, proses bersifat tidak menentu dan

tidak berpengaruh pada semua fenomena budaya dan psikologis secara

seragam.

2. Sikap Terhadap Akulturasi

Salah satu bentuk akulturasi pada aras individu (psikologis) adalah

pembentukan sikap yang diakibatkan akulturasi. Sikap individu yang

berakulturasi terhadap masyarakat dominan akan memiliki beberapa kaitan

dengan cara ia masuk kedalam proses akulturasi. Jika sikap-sikap terhadap

kelompok itu sendiri sangat positif dan sikap terhadap kelompok luar sangat

negatif maka pengaruh akulturasi mungkin sudah tersaring, tertahan, tertolak,

atau apa saja yang dapat ditafsirkan sebagai kurang efektif. Di pihak lain, jika

pola sikap yang berlawanan cocok di antara individu-individu yang

mengalami akulturasi maka ragam pengaruh akulturatif mungkin lebih dapat

diterima.

Cara-cara individu (atau kelompok) yang sedang berakulturasi ingin

berhubungan dengan masyarakat dominan diistilahkan dengan strategi

akulturasi (Berry, 2005). Secara psikologis, individu akan dihadapkan dua

persoalan inti ketika memilih strategi akulturasi. Persoalan inti pertama

mengenai derajat sikap yang memungkinkan orang menginginkan tinggal

secara budaya ketika telah merangkul budaya itu bila dihadapkan dengan

keadaan berhenti menjadi bagian dari budaya yang lebih besar. Yang kedua,

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akulturasi 1. Definisi Akulturasieprints.mercubuana-yogya.ac.id/2530/3/BAB II.pdf · lewat disiplin ilmu antropologi lewat Redfield, Linton dan Herskovitz

6

persoalan intinya, sejauh mana seseorang ingin menjalin interaksi sehari-hari

dengan anggota kelompok lain dalam masyarakat yang lebih besar (kelompok

dominan) ketika dilawankan dengan menjauh dari kelompok lain dan hanya

berhubungan dengan kelompok sendiri. Tatkala kedua persoalan inti ini

disajikan bersama, suatu kerangka konseptual diberlakukan. Berry (2005)

menunjukkan kerangka konseptual tersebut sebagai varietas akulturasi,

skemanya dapat ditunjukan pada halaman selanjutnya.

SOAL I

SOAL II

Gambar 1. Empat varietas akulturasi, yang dikemukakan oleh Berry (2005)

Ketika individu tidak ingin memelihara budaya dan jati dirinya dan

melakukan interaksi sehari-hari dengan masyarakat dominan, maka jalur atau

strategi asimilasi didefinisikan. Sebaliknya, kalau ada suatu nilai yang

Apakah soal melestarikan jati diri dan ciri

budaya menjadi hal yang bernilai?

“YA” “TIDAK”

Apakah soal memelihara “YA

hubungan dengan kelompok lain

menjadi hal yang bernilai? “TIDAK”

INTEGRASI ASIMILASI

SEPARASI MARJINALISASI

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akulturasi 1. Definisi Akulturasieprints.mercubuana-yogya.ac.id/2530/3/BAB II.pdf · lewat disiplin ilmu antropologi lewat Redfield, Linton dan Herskovitz

7

ditepatkan pada pengukuhan budaya asal seseorang dan suatu keinginan

untuk menghindari interaksi dengan orang dari kelompok lain, maka

alternatif separasi didefinisikan. Kalau ada minat dalam keduanya, baik

memelihara budaya asal dan melakukan interaksi dengan orang dari

kelompok lain, integrasi adalah opsinya. Disini ada beberapa derajat

integritas budaya diutamakan seraya bergerak berpartisipasi sebagai suatu

bagian utuh dari jaringan sosial yang lebih besar. Integrasi merupakan

strategi yang berusaha “membuat yang terbaik dari kedua dunia (yang

berbeda)”. Akhirnya, kalau ada keniscayaan kecil atau minat kecil untuk

pelestarian budaya (kadang karena alasan kehilangan budaya menjadi

sandaran) dan sedikit keniscayaan atau minat melakukan hubungan dengan

orang diluar kelompok (karena alasan pengucilan atau diskriminasi,

marjinalisasi didefinisikan.

B. Budaya dan Definisinya

Kata budaya digunakan dalam berbagai diskursus lintas pengetahuan dan

ini diakui karena luasnya aspek kehidupan yang disentuh. Istilah budaya sangat

umum dipergunakan dalam bahasa sehari-hari. Paling sering budaya dikaitkan

dengan pengertian ras, bangsa atau etnis. Kata budaya juga kadang dikaitkan

dengan seni, musik, tradisi-ritual, ataupun artefak peninggalan masa lalu

(Dayakisni, 2003). Sementara dalam konsep Koentjaraningrat (dalam

Dayakisni, 2003) kebudayaan diartikan sebagai wujudnya, yaitu mencangkup

keseluruhan dari: (1) gagasan; (2) kelakuan; dan (3) hasil-hasil kelakuan.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akulturasi 1. Definisi Akulturasieprints.mercubuana-yogya.ac.id/2530/3/BAB II.pdf · lewat disiplin ilmu antropologi lewat Redfield, Linton dan Herskovitz

8

Dengan demikian, disini kebudayaan diyakini sebagai produk, baik itu berupa

gagasan ataupun sudah berwujud suatu perilaku tampak maupun material.

Ahli lainnya, Lonner dan Malpass (1994) menggunakan istilah budaya

untuk mengkarakteristikan berbagai macam cara dari sekumpulan individu

dalam menjalani hidup, dan bagaimana cara mereka mewariskannya pada

generasi penerus. Hal ini meliputi segala aspek luas pada kehidupan manusia,

mulai dari benda yang dimiliki, cara membuat dan mentransaksikannya dalam

aktivitas jual beli, struktur keluarga, prinsip dalam menjalani hidup, cara

mengambil keputusan, alat dan cara memainkannya, cara seseorang melakukan

aktivitas peribadatan sampai pada cara mereka menggunakan sistem sanitasi

(toilet). Berry (2005, dalam Dayakisni, 2003) mengkategorikan budaya dalam

delapan aktifitas kehidupan, meliputi: (1) karakteristik umum; (2) makanan dan

pakaian; (3) rumah dan teknologi; (4) ekonomi dan transportasi; (5) aktivitas

individual dan keluarga; (6) komunitas dan pemerintahan; (7) kesejahteraan,

religi, dan ilmu pengetahuan; (8) seks dan lingkaran kehidupan. Berdasarkan

pendapat para ahli diatas terdapat beberapa kesamaan yang dapat ditarik dari

pemaparan tentang definisi serta kategori budaya. Secara umum budaya

menyentuh pada semua aspek hidup dan kehidupan. Beberapa dari aspek

tersebut merujuk pada hal yang sifatnya material, seperti: makanan, pakaian,

alat atau kepemilikan benda. Beberapa yang lain merujuk pada hal yang

bersifat sosial kemasyarakatan dan strukturnya, seperti: organisasi

pemerintahan, struktur

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akulturasi 1. Definisi Akulturasieprints.mercubuana-yogya.ac.id/2530/3/BAB II.pdf · lewat disiplin ilmu antropologi lewat Redfield, Linton dan Herskovitz

9

keluarga, dan struktur pemerintahan. Yang lain merujuk pada perilaku individu,

seperti: religi, pengetahuan, reproduksi, penggunaan sanitasi dan aktivitas

perekonomian.

Luasnya pengertian budaya sebagai konsep yang menyentuh semua aspek

kehidupan sehingga mungkin menjadi kehidupan sendiri membuka peluang

untuk turut ditelaah dari sudut pandang yang bersifat lebih manifes melalui

perspektif psikologi, terutama untuk menjelaskan kemunculan kelakuan atau

perilaku dari gagasan yang dimiliki oleh manusia. Definisi dari Matsumoto

(1996) kiranya dapat memberikan pemahaman komprehensif tentang isitilah

budaya yang terpaparkan diatas dari tinjauan ilmu psikologi. Disini apa yang

disebut budaya adalah seperangkat fenomena psikologis seperti sikap, nilai,

keyakinan dan perilaku yang muncul dalam konstruk sosiopsikologis, yakni

suatu kesamaan dalam sekelompok orang dalam fenomena psikologis. Akan

tetapi, ada derajat perbedaan pada setiap individu, dan dikomunikasikan dari

satu generasi ke generasi berikutnya. Definisi Matsumoto diatas kompatibel

dalam menyatakan budaya sebagai gagasan, baik yang muncul sebagai perilaku

maupun ide seperti nilai dan keyakinan, sekaligus sebagai material, budaya

sebagai produk maupun sesuatu yang hidup dan menjadi panduan bagi individu

anggota kelompok. Selain itu, definisi tersebut juga mampu menggambarkan

budaya sebagai konstruk sosial sekaligus konstruk individu. Ada dua hal yang

ditekankan, pertama tentang sesuatu yang dimiliki dan kedua tentang

pembagian atau penyebaran kepemilikan dari aspek-aspek kehidupan dan

perilaku.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akulturasi 1. Definisi Akulturasieprints.mercubuana-yogya.ac.id/2530/3/BAB II.pdf · lewat disiplin ilmu antropologi lewat Redfield, Linton dan Herskovitz

10

Ragam paparan diatas dapat membantu peneliti untuk menarik suatu

pemahaman tentang budaya. Disini budaya dapat dipahami sebagai sebuah

konsep abstrak berisikan ideasional, nilai, sikap, dan keyakinan yang hasilnya

dapat terlihat dalam bentuk material dan perilaku, misalnya: artefak, aktivitas

perekonomian, seni, tradisi-ritual, cara ber-reproduksi dan ilmu pengetahuan.

Dalam menjelaskan kemunculan perilaku, budaya sebagai konstruk sosial

menjadi faktor pemberi pengaruh yang bersifat eksternal terhadap individu.

Keberadaaannya menjadi bagian dari individu karena kepemilikan atas budaya

diwariskan lintas generasi.

C. Abdi Dalem Keraton Yogyakarta

1. Pengertian Abdi Dalem

Abdi Dalem Keraton Yogyakarta adalah semua orang, baik laki-laki

maupun perempuan, yang bekerja di dalam lingkungan Keraton Yogyakarta,

lebih dari sekedar pembantu rumah tangga. Mereka mencakup juga aparat

pemerintahan yang mendukung seluruh aktivitas di Keraton Yogyakarta.Pada

zaman pemerintahan Hamengku Buwono VIII, Abdi Dalem Kraton

Yogyakarta secara umum dibagi ke dalam dua golongan.Pertama adalah Abdi

Dalem perempuan, yang biasa disebut Abdi Dalem Keparak, dan kedua

adalah Abdi Dalem laki-laki. Khusus Abdi Dalem laki-laki tidak ada sebutan

khusus, cukup dengan sebutan Abdi Dalem. Abdi Dalem adalah orang-orang

yang dengan suka rela memberikan pelayanannya pada keraton, Sultan dan

keluarga keraton. Mereka menyiapkan hampir semua kebutuhan keseharian

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akulturasi 1. Definisi Akulturasieprints.mercubuana-yogya.ac.id/2530/3/BAB II.pdf · lewat disiplin ilmu antropologi lewat Redfield, Linton dan Herskovitz

11

Sultan dan menjalankan upacara tradisional Jawa baik di dalam kraton

maupun di luar kraton. Abdi Dalem diorganisir berdasarkan pelayanan

fungsionalnya. Abdi Dalem tidak sekedar pesuruh atau pembantu, tapi

merupakan ujung tombak dalam mempromosikan keraton, mensosialisasikan

sejarah keraton, dan mentransformasikan pernak-pernik keraton pada

masyarakat. Abdi Dalem merupakan living monument (monument hidup). Ia

menjadi saksi hidup dari rangkaian sejarah yang terukir dari zaman ke zaman,

hingga saat ini. Keterkaitan Abdi Dalem dengan kraton sudah berlangsung

lama yaitu sejak berdirinya Kasultanan Yogyakarta dan sejak itulah istilah

Abdi Dalem lahir (Joyokusumo, dalam Kabare Jogja edisi XIV 2003).

Bagi mereka imbalan berupa gaji bukanlah ukuran sehingga mereka

tertarik menjadi Abdi Dalem. Bagi mereka, pengakuan sebagai Abdi Dalem

oleh pihak Kraton Yogyakarta merupakan anugerah karena mereka bisa

ngabehi dan lelabuh kepada raja atau sering disebut Ngarso Dalem.Untuk

menjadi Abdi Dalem Keraton Yogyakarta terbuka bagi siapa saja, baik laki-

laki maupun perempuan. Bagi laki-laki yang ingin mendaftarkan diri menjadi

Abdi Dalem bisa mendaftarkan diri di kantor Kawedanan Ageng Punokawan

Puraraksa, sedang bagi wanita mendaftarkan diri di kantor Keparak Sebelum

diangkat menjadi Abdi Dalem kraton, calon yang memenuhi syarat harus

menempuh masa magang terlebih dahulu selama kurang lebih dua tahun.

Dalam masa pengabdiannya selama magang tersebut prestasi kerja calon

akan dinilai. Para magang yang dinilai memenuhi syarat dan bekerja dengan

baik mempunyai kesempatan untuk diangkat secara resmi menjadi Abdi

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akulturasi 1. Definisi Akulturasieprints.mercubuana-yogya.ac.id/2530/3/BAB II.pdf · lewat disiplin ilmu antropologi lewat Redfield, Linton dan Herskovitz

12

Dalem Keraton Yogyakarta. Pengangkatan seorang magang menjadi Abdi

Dalem resmi di Keraton Yogyakarta, ditandai dengan surat kekancingan

yang ditandatangani langsung oleh Sri Sultan yang sedang berkuasa. Surat

kekancingan yang dikeluarkan tersebut hanya bersifat sementara. Surat

kekancingan yang asli baru akan dikeluarkan pada saat Tingalan Dalem Sri

Sultan yang berkuasa pada saat itu (Joyokusumo, dalam Kabare Jogja edisi

XIV 2003).

Berdasarkan beberapa pengertian Abdi Dalem tersebut dapat disimpulkan

bahwa Abdi Dalem ialah semua orang yang bekerja untuk mendukung

seluruh aktivitas kraton yang pengangkatannya ditandai dengan surat

kekancingan yang ditandatangani oleh Sri Sultan yang

sedang berkuasa pada masanya (Joyokusumo, dalam Kabare Jogja edisi XIV

2003).

2. Motivasi atau Faktor Pendorong Menjadi Abdi Dalem

a. Ketentraman atau Ketenangan Hidup

Fenomena Kehidupan masyarakt Jawa yang menitikberatkan pada

kesederhanaan, harmoni selaras dengan alam akhir-akhir ini semakin

ditinggalkan. Hal ini karena orang lebih cenderung mengutamakan

kehidupan duniawi daripada rohani. Para Abdi Dalem yang masih kental

filsafat hidup kejawaannya tidak mau larut dalam kehidupan duniawi yang

hanya memikirkan materi atau harta semata. Bagi mereka ada kehidupan

yang lebih berarti yaitu memperkaya rohani atau kehidupan batin. Dalam

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akulturasi 1. Definisi Akulturasieprints.mercubuana-yogya.ac.id/2530/3/BAB II.pdf · lewat disiplin ilmu antropologi lewat Redfield, Linton dan Herskovitz

13

Upaya mewujudkan kehidupan batin tersebut ketentraman dan ketenangan

jiwa menjadi utama. Pengabdian mereka terhadap Keraton umumnya

dilandasi pemikiran akan perlunya ketentraman dan ketenangan dalam

hidup. Walaupun rejeki dari Keraton jumlahnya kecil namun mereka

percaya bahwa aka nada suatu jalan lain untuk mendapatkan rejeki, baik

melalui keterampilan maupun jasa/kepandaian yang mereka punyai.

Kebanyakan para Abdi Dalem ini menjadi menyadari bahwa urip mung

mampir ngombe (hidup manusia itu ibarat hanya numpang minum) sehingga

mereka dalam hidupnya dapat tenang dan tentram.Sikap dan pandangan

yang seperti ini mengakibatkan mereka menjadi narima ing pandum. Hal ini

selaras dengan peribahasa Jawa yang menyatakan bahwa bandhaiku mung

titipan,anak titipan lan nyawa gadhuhan (harta itu hanya titipan, anak

titipan dan nyawa pinjaman). Dengan begitu, Abdi Dalem memahami bahwa

seseorang akan kaya atau miskin itu sudah suratan takdir masing-masing

individu. Keadaan hidup berbeda antara orang satu dengan lainnya itu

merupakah sunatulah (Hukum Allah). Prinsip nerima ing pandum

(menerima takdir secara iklas) ini tampaknya menjadi motor pengerak dan

motivator mereka sehingga hari dan pikiran akan menjadi tenang dalam

menghadapi masalah kehidupan (Sudaryanto, 2008).

b. Berkah

Berkah atau sawab (Jawa) adalah kata kunci untuk memahami

motivasi dan pendorong Abdi Dalem dalam mengabdi di kraton.Berkah

sifatnya abstrak tetapi nilainya begitu kuat dan dijadikan pengangan para

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akulturasi 1. Definisi Akulturasieprints.mercubuana-yogya.ac.id/2530/3/BAB II.pdf · lewat disiplin ilmu antropologi lewat Redfield, Linton dan Herskovitz

14

Abdi Dalem. Mereka bekerja karena mengharapkan berkah dari

sultan.Berkah merupakan sesuatu yang sifatnya non material, yaitu

berupa kedamaian dan ketentraman hidup. Berkah selalu dicari dalam

hidup orang Jawa, karena hal ini berarti ada pengaruh yang akan

menuntun manusia untuk hidup tenang, kecukupan, dan selamat.

Para Abdi Dalem meyakini, bahwa apabila seseorang telah

mendapat berkah dari sultan, maka masalah kecukupan materi tidak lagi

menjadi prioritas mereka.Ketentraman hati dan keselamatan itulah yang

mereka cari karena hal ini nilainya lebih tinggi dari pada masalah materi.

Jika dilihat dari gaji, maka dapat dikatakan tidak akan cukup untuk

ongkos perjalanan pulang pergi dari rumah ke Keraton. Semua Abdi

Dalem menyatakan bahkan masalah gaji yang besar bukan merupakan

tujuan tetapi ketentraman hati dan keselamatan merupakan hal lebih

penting sebagai modal utama hidup.Seseorang tidak akan mampu

menjalani hidup dengan baik jika hatinya tidak semeleh (iklas pada

takdir), tenang, dan kecukupan. Oleh karena harapan bagi para Abdi

Dalem adalah berkah sultan akan membawa implikasi pada keselamatan

dan kebahagiaan hidupnya (Sudaryanto, 2008).

c. Mempertahankan Identitas Diri dan Pelestarian Budaya

Salah satu alasan menjadi Abdi Dalem adalah agar mereka dapat

memahami dan menjalani sopan santun (unggah-ungguh) menurut

budaya Jawa. Para Abdi Dalem ini menyadari bahwa sekarang ini

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akulturasi 1. Definisi Akulturasieprints.mercubuana-yogya.ac.id/2530/3/BAB II.pdf · lewat disiplin ilmu antropologi lewat Redfield, Linton dan Herskovitz

15

sopan santun yang bersumber dari budaya Jawa sudah mulai luntur dan

banyak yang tidak dimengerti oleh orang Jawa itu sendiri.Padahal

sopan santun yang ada di kalangan orang Jawa itu sebenarnya sangat

halus dan mempunyai nilai luhur. Hal ini dikarenakan orang Jawa

selalu berpegang pada rasa dalam sikap dan tindakannya (wong Jawa

kuwi papaning rasa).

Sopan santun atau tatakrama (suba sita) tidak dapat dipisahkan

dengan masalah budi pekerti.Orang Jawa dikatakan berbudi pekerti

luhur bila mampu menerapkan tatakrama secara baik dan benar. Jika

penerapan tatakrama kurang tepat, maka dapat dikatakan bahwa

seseorang itu sudah tidak atau belum berjiwa Jawa (wong Jawa ning

ora njawani atau ilang Jawane). Sebagai orang Jawa hendaknya mau

merendahkan diri, merasa bodoh, dan berwatak menerima.Hal ini tidak

berarti bodoh itu tidak tahu, orang yang tahu dirinya bodoh

sesungguhnya seseorang itu cerdas. Apalagi didasari watak dan

perilaku mau mengakui diri, mau menerima kenyataan bahwa semua

kejadian yang dijalani dan menimpa kepada manusia itu sesungguhnya

kehendak Tuhan. Dengan bersikap begitu, maka pasrah merupakan

bagian budi pekerti dasar yang sangat ensensial dalam kehidupan.

Identitas diri orang Jawa yang berdasarkan pada perasaan dan mau

menjalani kehidupan apa adanya sebagaimana yang ditentukan oleh

Yang Maha Kuasa ini dalam perkembangan menemui erosi budaya

dari budaya Instan (pragmatis). Atmosfer Yogyakarta yang mulanya

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akulturasi 1. Definisi Akulturasieprints.mercubuana-yogya.ac.id/2530/3/BAB II.pdf · lewat disiplin ilmu antropologi lewat Redfield, Linton dan Herskovitz

16

bernuansa spiritual telah didesak oleh semangat pragmatism. Hal-hal

yang menyangkut kepentingan fisik (materi) menjadi penting. Predikat

Yogyakarta sebagai kota budaya menjadi tergoncang. Menurut

Joyokusumo semakin lama budaya instan semakin merasuki generasi

muda, banyak yang bersifat dhahirriyah, bersifat kulit semata.Para

pemuda inipun dalam memahami budaya Islam atau Jawa juga bersifat

kulit belaka. Sikap hidup, tatakrama dan budi pekerti yang merupakan

warisan masa lalu (heritage) tersebut. Jika dimungkinakan

dikompromikan dengan budaya pendatang. Dengan demikian nantinya

akan tampak suatu pacific penetration antara kedua budaya yang ada

(Sudaryanto, 2008).

d. Tanah Magersari

Motivasi menjadi Abdi Dalem yang lain adalah karena mereka

menempati tanah milik sultan (Sultan Ground). Hal ini berkaitan dengan

nilai yang terdapat pada budaya Jawa mengajarkan adanya balas budi.

Ada suatu kewajiban bagi seseorang yang telah menerima kebaikan untuk

mbales budi. Pembalasan kebaikan kepada orang lain, seseorang tidak

harus diperhitungkan secara kaku tentang kesetaraan nilai suatu kebaikan.

Nilai budaya Jawa mengajarkan bahwa membalas kebaikan

hendaknya disesuaikan dengan kemampuan yang menerima bantuan Para

Abdi Dalem yang mendapat kebaikan dari sultan untuk mengunakan

tanah sultan baik sebagai tempat kediaman maupun sebagai lahan

pertanian merasa berhutang budi pada Keraton. Dalam hutang budi ini

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akulturasi 1. Definisi Akulturasieprints.mercubuana-yogya.ac.id/2530/3/BAB II.pdf · lewat disiplin ilmu antropologi lewat Redfield, Linton dan Herskovitz

17

orang akan merasa tidak enak jika belum dapat membalas kebaikan pihak

yang memberi. Masalah tersebut mengindikasikan bahwa pengaruh nafsu

kebendaan dan mementingkan pribadi masih terkendali.

Apabila diamati hubungan antara Abdi Dalem dengan Keraton didominasi

interaksi yang bersifat resiprokal. Para pihak secara timbal balik masing-

masing mempertukarkan sumber daya (exchange of resources) yang

dimilikinya. Abdi Dalem memberikan tenaga dan pikiran pada keraton

sedangkan keraton memberikan tanah magersari kepada Abdi Dalem

untuk digunakan sebagai tempat tinggal atau lahan usaha.Interaksi timbal

balik ini sejalan dengan prinsip tolong-menolong yang menjadi dasar

hubungan kemasyarakatan. Para pengguna tanah magersari atau indung

ini sudah sewajarnya membantu dan membalas kepentingan atau

keperluan pemiliknya. Menurut Hadikusuma Abdi Dalem sebagai

pengguna tanah magersari tersebut, sudah selayaknya mempunyai

kewajiban moral untuk membalas kebaikan pihak Keraton (Sudaryanto,

2008).

e. Meneruskan Tradisi Orangtua

Biasanya Abdi Dalem bertempat tinggal tidak jauh dari lokasi Keraton

Yogyakarta. Abdi Dalem menyatakan bahwa pengabdiannya dilakukan

dalam rangka menjaga nama baik keturunan serta kebiasaan yang telah

turun temurun dari nenek moyangnya menjadi Abdi Dalem (Sudaryanto,

2008).

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akulturasi 1. Definisi Akulturasieprints.mercubuana-yogya.ac.id/2530/3/BAB II.pdf · lewat disiplin ilmu antropologi lewat Redfield, Linton dan Herskovitz

18

3. Kewajiban Abdi Dalem

a. Caos

Hak dan kewajiban bukanlah merupakan kumpulan peraturan atau kaedah

melainkan merupakan perimbangan kekuasaan dalam bentuk hal individu

di satu pihak yang tercermin pada kewajiban pada pihak lain. Kalau ada

hak maka ada kewajiban, tanpa ada hak tentunya tidak ada kewajiban.

Kewajiban atara satu Abdi Dalem dengan Abdi Dalem yang lain berbeda

dan sangat bervariasi. Hal tersebut tergantung kepada kelompok, tugas,

dan pangkat yang dimiliki Abdi Dalem. Bagi Abdi Dalem Punakawan

terdapat dua tipe atau jenis, yaitu Punakawan caos dan punakawan tepas.

Punakawan caos ini berkerja secara normal sesuai aturan pada umumnya,

yaitu sowan atau kerja normal 12 hari sekali dan datang pada Hari Selasa

Wage saat wiyosipun dalem.Bagi para Abdi Dalem Punakawan Tepas

berkerja di kantor pemerintahan Keraton, maka sowan atau datangnya

datangnya setiap hari, contohnya seperti membersihkan museum kereta

Keraton atau di bagian administrasi pemerintah Keraton Yogyakarta. Pada

saat Abdi Dalem caosatau menjalankan tugas, maka mereka diwajibkan

memakai pakaian mataraman/ Jawa (pranakan). Bagi Abdi Dalem

kaprajan, jika masih aktif sebagai PNS maka kewajibannya hanya caos

(datang) dalam upacara-upacara adat yang dilakukan oleh pihak keraton;

seperti syawalan, labuhan, siraman pusaka, Selasa Wage (penobatan

Sultan), dan Mauludan atau Grebegan. Jika sudah pension atau tidak aktif

sebagai PNS dan diminta membantu di kantor (tepas) pemerintahan

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akulturasi 1. Definisi Akulturasieprints.mercubuana-yogya.ac.id/2530/3/BAB II.pdf · lewat disiplin ilmu antropologi lewat Redfield, Linton dan Herskovitz

19

Keraton, maka selain diwajibkan mengikuti upacara-upacara adat tersebut

diwajibkan juga caos atau sowanbakti lebih intensif lagi. Pada abdi dale

mini paling tidak mempunyai kewajiban datang ke Keraton 1-3 kali dalam

seminggu dari jam 09.00 sampai dengan 12.00 WIB (Sudaryanto, 2008).

b. Presensi

Untuk mengetahui Abdi Dalem datang atau tidak, maka pihak Keraton

dapat melihat daftar presensi yang disediakan.Adapun bukti kedatangan

para Abdi Dalem Keraton diketahui oleh atasannya (pengirit) atau teman

pada waktu tugas yang dipercaya oleh atasan untuk memberikan presensi

bagi Abdi Dalem yang datang.Dalam hal ini presensi cukup penting, karena

bukti kedatangan ini sangat signifikan terhadap kelancaran kenaikan

pangkat. Jika sudah menduduki pangkat selama lima tahun dan persyaratan

yang berkaitan dengan ketaatan, kedisiplinan maupun tata kramanya

memadai, maka Abdi Dalem tersebut pada prinsipnya berhak mengajukan

kenaikan pangkat (weling ngunjuk).

Adapun kenaikan pangkat ini diajukan oleh kedua kelompok, bukan oleh

Abdi Dalem sendiri. Dengan demikian, masalah presensi merupakan hal

yang esensial dalam pembuktian tentang ketaaan dan kedisiplinan pada

Keraton bagi para Abdi Dalem (Sudaryanto, 2008).

c. Mengikuti Upacara Adat

Sebagai penjaga dan penyangga budaya Keraton, maka keberadaan Abdi

Dalem sama penting nilainya dengan berlangsungnya upacara adat. Raja

atau kerabat Keraton sendiri

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akulturasi 1. Definisi Akulturasieprints.mercubuana-yogya.ac.id/2530/3/BAB II.pdf · lewat disiplin ilmu antropologi lewat Redfield, Linton dan Herskovitz

20

tidak mampu melaksanakan upacara adat tanpa keikutsertaan para Abdi

Dalem. Dalam kaitan ini proses pelembagaan terhadap upacara adat

Keraton hendaknya terus dijalankan agar norma tersebut diterima oleh para

pihak. Adapun proses agar berbagai upacara adat menjadi melembaga,

maka norma itu perlu diketahui, dipahami, ditaati dan dihargai ole para

stakeholder. Berbagai upacara adat ini idealnya tidak hanya dilembagakan

(institutionalized) tetapi lebih dari itu yaitu diperlukan diinternalisasikan

(internalized). Upacara adat yang dilakukan oleh pihak Keraton adalah:

Gerebeg Besar (Hari Raya „Idul Adha), Gerebeg Mulud (memperingati

kelahiran Nabi Muhammad SAW), Gerebeg Syawal (Hari Raya „Idul Fitri),

Siraman Pusaka (membersihkan pusaka Keraton, Labuhan (membuang

barang ke tempat yang dianggap suci, yaitu laut atau gunung). Berbagai

macam upacara adat tersebut, secara moral wajib dihadiri oleh semua Abdi

Dalem Keraton, baik Abdi Dalem Punakawan maupun Abdi Dalem

Kaprajan. Apabila Abdi Dalem tidak aktif datang pada upacara adat ini

dapat dikatakan masalah

kepatuhannya pada Keraton dipandang masih kurang memadai. Akibatnya

nanti akan berpengaruh terhadap proses kelancaran kenaikan pangkat para

Abdi Dalem. Pihak Keraton memandang sangat penting keterlibatan para

Abdi Dalem dalam upacara ini, karena diharapkan agar Abdi Dalem ini

memahami dan menjalankan ajaran Pangeran Samber Nyawa yang dikenal

sebagai Tri Darma, yaitu mulat sarira, hangrasa wani (Introspeksi),

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akulturasi 1. Definisi Akulturasieprints.mercubuana-yogya.ac.id/2530/3/BAB II.pdf · lewat disiplin ilmu antropologi lewat Redfield, Linton dan Herskovitz

21

rumangsa melu handarbeni (merasa memiliki) dan wajib melu hanggodeli

(ikut mempertahankan) (Sudaryanto, 2008).

4. Manfaat yang didapatkan Abdi Dalem dari Keraton Yogyakarta

a. Gaji

Gaji terendah Abdi Dalem berpangkat jajar caos sebesar Rp.

8.000,00, untuk Abdi Dalem berpangkat bupati caos menerima sekitar

Rp. 34.000,00 ditambah uang makan sekali sehari sebesar Rp. 150,00

sekali caos (bekerja), sedangkan gaji tertinggi yang

diberikan kepada Abdi Dalem sebesar Rp.40.000,00 untuk Abdi Dalem

yang berpangkat bupati tepas seseorang yang sudah menjadi Abdi Dalem

Kraton Yogyakarta kedudukannya berlaku selama dia masih hidup atau

masih kuat dan tidak mengenal masa pensiun. Abdi Dalem yang dari sisi

usia sudah tidak kuat menjalankan tugasnya namun masih menunjukkan

kesetiaan kepada keraton digolongkan menjadi Miji Sadana Mulya.

Golongan ini mendapatkan 45 persen gaji dengan kalenggahan

tetap.Bagi yang tidak melaksanakan tugas atau mengabaikan kewajiban

digolongkan ke dalam Miji Tumpukan.Untuk golongan ini mendapatkan

25 persen gaji dengan kedudukan yang tetap, tetapi tidak ada pekerjaan.

Status ini akan berlangsung sekitar enam bulan. Apabila selama enam

bulam tidak ada klarifikasi atau perbaikan maka pangkat dan kedudukan

yang bersangkutan akan ditarik. Pemecatan dilakukan apabila seorang

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akulturasi 1. Definisi Akulturasieprints.mercubuana-yogya.ac.id/2530/3/BAB II.pdf · lewat disiplin ilmu antropologi lewat Redfield, Linton dan Herskovitz

22

Abdi Dalem telah mencemarkan nama kraton (Joyokusumo, dalam

Kabare Jogja edisi XIV 2003).

b. Jaminan Kesehatan, Asuransi Kematian, dan Tunjangan

Pendidikan

Keraton Yogyakarta memberikan hak dan jaminan kepada para Abdi

Dalem yang dibagi dalam tiga bidang, yaitu Banda Kasmolo atau jaminan

kesehatan, Banda Pralaya atau semacam asuransi jiwa dan Banda

Pasinaon atau bantuan dana bagi anakanak Abdi Dalem untuk sekolah Bagi

Abdi Dalem yang sakit dan berobat di rumah sakit pemerintah akan

mendapatkan jaminan biaya dari keraton. Abdi Dalem yang sakit dan

berobat di rumah sakit pemerintah ini hanya diberikan bagi mereka yang

sakit tidak menahun sebesar seratus persenBagi Abdi Dalem yang

meninggal akan mendapat jaminan sebesar Rp. 100.000,00, sementara jika

istri Abdi Dalem yang meninggal akan mendapat bantuan dana sebesar Rp.

25.000,00. Banda Pasinaon diberikan kepada Abdi Dalem yang anak-

anaknya membutuhkan bantuan dana untuk proses belajar mengajar.

Bantuan diberikan dalam bentuk pinjaman yang diangsur tanpa bunga, yang

besar pinjamannya disesuaikan dengan kedudukan Abdi Dalem Keraton

Yogyakarta memberikan gaji pada Abdi Dalem sesuai dengan jenjang

kepangkatannya (Joyokusumo, dalam Kabare Jogja edisi XIV 2003).

c. Jenjang Karier

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akulturasi 1. Definisi Akulturasieprints.mercubuana-yogya.ac.id/2530/3/BAB II.pdf · lewat disiplin ilmu antropologi lewat Redfield, Linton dan Herskovitz

23

Jika dilihat dari jenjang kepangkatannya terdapat (kalenggahan) terdapat

sebelas macam yang berhak disandang oleh abdi dalam, baik Abdi Dalem

Punakawan maupun Kaprajan.

Adapun macan atau Jenis kepangkatan tersebut adalah jajar, bekel, luruh ,

penewu, wedana, riyo bupati anom, bupati anom, bupati sepuh, bupati

kliwon, bupati nayoko, dan Kanjeng Pangeran Haryo (KPH). Penetapan

pangkat dan gelar itu merupakan hak prerogative sultan tepati dalam

prosedur pelaksanaannya melalui dan diketahui terlebih dahulu oleh adik

sultan. Abdi Dalem mempunyai kesempatan menyandang pangkat dari jajar

sampai KPH. Pada umumnya masa magang (calon Abdi Dalem) berkisar

antara 2-5 tahun dan masa ini dijadikan pertimbangan tentang kedisiplinan

serta kesetiaannya pada Keraton Yogyakarta.Kenaikan pangkat dari satu

pangkat ke pangkat lainnya kurang lebih 4-5 tahun.Walaupun demikian jika

Sultan sedang berkenan, maka kepangkatan seorang

Abdi Dalem dapat dipercepat maupun melompat (Sudaryanto, 2008).

d. Gelar

Para Abdi Dalem selain berhak menyandang suatu pangkat tertentu juga

mempunyai hak untuk mendapatkan gelar nama yang diselaraskan dengan

bidang pekerjaan atau keahliannya. Pemberian gelar nama ini diberikan

kepada Abdi Dalem atas nama Sultan yang diketahui dan ditandatangani

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akulturasi 1. Definisi Akulturasieprints.mercubuana-yogya.ac.id/2530/3/BAB II.pdf · lewat disiplin ilmu antropologi lewat Redfield, Linton dan Herskovitz

24

oleh kepala bagian kerjanya (Kawedanan atau tepas) dan Parentah Hageng

Kraton (Sudaryanto, 2008).

e. Tanah Magersari

Tanah magersari dapat diberikan oleh Keraton Yogyakarta kepada Abdi

Dalem sebagai balas jika Abdi Dalem keraton mempunyai kontribusi yang

besar bagi keraton.Namun manfaat berupa pemberian tanah magersari ini

sudah jarang dilakukan oleh Keraton karena untuk mendapatkan atau

memakai tanah magersari ini biasanya diperhitungkan atau melalui

pertimbangan khusus Sultan yang berkuasa pada saat itu (Sudaryanto,

2008).

D. Pertanyaan Penelitian

1. Pertanyaan utama dalam penelitian ini adalah

Bagaimana dinamika proses akulturasi para abdi dalem Keraton

Yogyakarta berdasarkan strategi asimilasi, separasi, integrasi, dan

marginalisasi?

2. Pertanyaan tambahan

a. Pelestarian Jati diri

Bagaimana proses pelestarian jati diri dan ciri budaya

sendiri?

b. Hubungan dengan kelompok lain

Bagaimana hubungan abdi dalem Keraton Yogyakarta

dengan para pendatang dan generasi muda?

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akulturasi 1. Definisi Akulturasieprints.mercubuana-yogya.ac.id/2530/3/BAB II.pdf · lewat disiplin ilmu antropologi lewat Redfield, Linton dan Herskovitz

25

Apa pandangan abdi dalem Keraton Yogyakarta dengan

para pendatang dan generasi muda sekarang?

c. Strategi akulturasi apakah yang digunakan oleh abdi dalem

Keraton Yogyakarta?