BAB II TINJAUAN PUSTAKA a. Administrasi Publik 1 ...repository.ub.ac.id/3904/3/BAB II.pdf · 3....

47
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA a. Administrasi Publik 1. Pengertian Administrasi Publik Administrasi Menurut Leonard D. White (1958) Administrasi adalah proses yang umum di semua upaya kelompok di kedua perusahaan publik atau swasta. Menurut Wiliaw H. Newman (1963) Administrasi adalah kepemimpinan dan pengawasan kelompok usaha individu untuk mencapai tujuan bersama. Pengertian-pengertian yang telah disampaikan diatas dapat disimpulkan bahwa administrasi adalah ketika terdapat dua orang atau lebih melakukan suatu kerjasama untuk menghasilkan suatu hasil dan manfaat yan berguna. Istilah publik berasal dari bahasa inggris “public” yang berarti umum, masyarakat atau Negara. Menurut Syafiie (1999:18) arti dari publik itu sendiri adalah sejumlah manusia yan memiliki kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki. Pada intinya, menurut Rosenbloom (2012:8) mengartikan administrasi publik adalah pemanfaatan teori-teori dan proses-proses manajemen, politik dan hukum untuk memenuhi keinginan pemerintah di bidang legislatif, dalam rangka fungsi pengaturan dan pelayanan masyarakat secara keseluruhan atau sebagian. Sedangkan menurut Siagian (1996:8) administrasi publik adalah keseluruhan

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA a. Administrasi Publik 1 ...repository.ub.ac.id/3904/3/BAB II.pdf · 3....

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

a. Administrasi Publik

1. Pengertian Administrasi Publik

Administrasi Menurut Leonard D. White (1958) Administrasi adalah proses yang

umum di semua upaya kelompok di kedua perusahaan publik atau swasta.

Menurut Wiliaw H. Newman (1963) Administrasi adalah kepemimpinan dan

pengawasan kelompok usaha individu untuk mencapai tujuan bersama.

Pengertian-pengertian yang telah disampaikan diatas dapat disimpulkan

bahwa administrasi adalah ketika terdapat dua orang atau lebih melakukan suatu

kerjasama untuk menghasilkan suatu hasil dan manfaat yan berguna.

Istilah publik berasal dari bahasa inggris “public” yang berarti umum,

masyarakat atau Negara. Menurut Syafiie (1999:18) arti dari publik itu sendiri

adalah sejumlah manusia yan memiliki kebersamaan berpikir, perasaan, harapan,

sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang

mereka miliki.

Pada intinya, menurut Rosenbloom (2012:8) mengartikan administrasi

publik adalah pemanfaatan teori-teori dan proses-proses manajemen, politik dan

hukum untuk memenuhi keinginan pemerintah di bidang legislatif, dalam rangka

fungsi pengaturan dan pelayanan masyarakat secara keseluruhan atau sebagian.

Sedangkan menurut Siagian (1996:8) administrasi publik adalah keseluruhan

10

kegiatan yang dilakukan oleh seluruh aparatur pemerintahan dari suatu negara

dalam usaha mencapai tujuan negara.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa administrasi

publik adalah kerjasama apapun antara dua orang atau lebih yan memiliki tujuan

bersama untuk menghasilkan sesuatu dimana hasilnya dapat berguna bagi

seseorang ataupun kelompok.

Gambar 2. Sistem Administrasi Publik

Sumber: Zauhar 1996:38

Dari Gambar 1 jelas bahwa daya guna dan hasil guna Administrasi Publik dapat

dicapai melalui suatu proses dengan melibatkan 5 komponen utama, yaitu:

a. Environment (lingkungan) yang merangsang dan menerima kerja

administrator, baik yang bersifat fisik maupun sosial;

b. Inputs (Masukan) yang membawa rangsangan dari lingkungan kepada

administrator;

INPUT DARI LINGKUNGAN MENCAKUP : -Tuntutan -Sumber kekayaan -Dukungan, Oposisi dan Masa Bodoh dari rakyat dan pejabat

PROSES KONVERSI (INPUT DARI DALAM) MENCAKUP:

-Struktur -Prosedur -Pengalaman dan kecenderungan Administrator

OUTPUT KEPADA LINGKUNGAN: Mencakup barang dan jasa yang diberikan kepada masyarakat dan pejabat

FEEDBACK Mewakili pengaruh output kepada lingkungan sedemikian rupa hingga menjadi input pada masa mendatang

11

c. Through puts (Konversi) yang mentransformasikan atau mengolah

masukan menjadi keluaran (hasil)

d. Outputs (Keluaran) yang berwujud barang dan jasa yang merupakan hasil

kerja administrator; dan

e. Feedback (Umpan Balik) yang mentransformasikan keluaran ke dalam

proses konversi melalui masukan. Dengan kata lain feedback ini menjadi

masukan bagi proses konversi selanjutnya.

2. Peranan Administrasi Publik

Administrasi publik adalah kerjasama kelompok dalam pemerintahan.

Menurut Nigro dan Lloyd (1999:25) administrasi publik meliputi ketiga caban

pemerintahan: eksekutif, leislatif dan yudikatif serta serta hubunan diantara

mereka. Administrasi publik mempunyai peranan penting dalam perumusan

kebijaksanaan pemerintah, dan karenanya merupakan sebagian dari proses politik.

Administrasi publik sanat erat berkaitan dengan berbagai macam kelompok

swasta dan perorangan dalam menyajikan pelayanan kepada masyarakat.

Menurut Widjaja (2005:4), “peranan administrasi publik tidak cukup

hanya dalam konsep dan teori semata, tetapi benar-benar dapat mewujudkan suatu

disiplin ilmu (ilmu administrasi) yan mampu memecahkan masalah yan semakin

kompleks dan rumit, khususnya dalam penyelengaraan otonomi daerah”. Secara

ekonomi, peranan administrasi publik adalah menjamin adanya kemampuan

ekonomi nasional untuk menhadapi dan mengatasi persaingan global. Pada

intinya, administrasi memiliki peranan penting dalam pengambilan sebuah

keputusan dan kebijakan didalam menentukan strategi pengelolaan pemerintah

12

dalam penyelengaraan ekonomi daerah. Adanya berbagai macam permasalahan

yang muncul, menandakan perlu adanya evaluasi secara mendalam agar

pelaksanaan ekonomi daerah dapat berjalan dengan baik dan sesuai denan tujuan.

3. Kegiatan Administrasi Publik

Dalam rangka proses administrasi yang diartikan sebagai pemerintahan

dan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan maka, administrasi mempunyai

kegiatan dimana kegiatan tersebut berjutuan untuk melayani dan melayani dan

meyelesaikan permasalahn publik seperti yang diungkapkan oleh para ahli sebagai

berikut:

Warsito dalam Thoha (2008:52-53) mengemukakan pendapatnya dalam

perkembangan konsep Ilmu Administrasi Negara maka telah terjadi pergeseran

titik tekan dari Administration of Publicyang mana negara sebagai agen tunggal

atau satu-satunya implementasi fungsi negara/pemerintahan, Administration of

Public yang menekankan fungsi negara/pemerintahan yang bertugas dalam public

service, ke Administration by Public yang berorientasi bahwa public demand are

differentiated, dalam arti fungsi negara/pemerintah hanyalah sebagai fasilitator,

katalisator yang bertitik tekan pada putting the customers in the driver seat, yang

mana determinasi negara/pemerintah tidak lagi merupakan faktor atau aktor utama

atau sebagai driving forces. Dalam hal ini sesungguhnya juga telah terjadi

perubahan makna publik sebagai Negara, menjadi publik sebagai Masyarakat.

Bukan lagi terlalu berorientasi kepada aktivitas oleh negara, tetapi oleh, untuk dan

kepada mayarakat. Approach atau pendekatan tidak lagi kepada negara tetapi

lebih kepada masyarakat atau customer’s oriented atau customer’s approach. Dan

13

hal ini juga sesuai dengan tuntutan perubahan dari government yang lebih

menitikberatkan kepala “otoritas” menjadi governance yang menitikberatkan

kepada “kompatibilitas” diantara para aktornya, yaitu State (Pemerintah), Private

(Sektor swasta), dan Civil Society (Masyarakat madani)

Keban (2004:5) berangapan bahwa apa yang dikeerjakan di dalam dunia

administrasi publik adalah berkenaan denan jumlah dan jenis yan sanat banyak

dan variatif, baik menyankut pemberian pelayanan di berbagai kehidupan (public

service), maupun yang berkenaan dengan mengejar ketertinggalan lewat program-

program pembangunan. Kegiatan adminstrasi publik sebagai pemberi pelayanan

yang dimaksud terkait dengan pemberian kehidupan yang nyaman bagi warga

negaranya demi kesejahteraan dan kemakmuran masyrakat serta generasi

kedepannya.

Jadi dapat disimpulkan bahwasanya kegiatan administrasi merupakan

penyelenggaraan tentang pemerintahan yang memiliki lebih dari satu tugas demi

masyarakatnya, namun juga dapat di definisikan bahwasanya kegiatan

administrasi dalam pemerintahan adalah kegiatan yang lengkap atau kompleks

dan bertujuan untuk memberikan kenyamanan, melayani masyarakat dan

mengutamakan kepentingan masyarakatnya dalam suatu penyelenggaraan

pemerintahan dan mengacu pada pembentukan kebijakan dan juga tidak lepas dari

proses politik.

14

B. Pelayanan Publik

1. Konsep Pelayanan Publik

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan pelayanan sebagai

perihal cara melayani, servise/jasa, cara atau hasil pekerjaan melayani.Sedangkan

melayani adalah menyuguhi (orang)dengan makanan dan minuman, menyediakan

keperluan orang, menerima atau menggunakan.Pada dasarnya pelayanan dapat

didefinisikan sebagai aktivitas seseorang, sekelompok orang dan/atau organisasi

baik langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan. Setiap

manusia pada dasarnya membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat

dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia.

Pelayanan merupakan suatu pemecahan permasalahan antara manusia sebagai

konsumen dan perusahaan sebagai penyelenggara pelayanan.Budiman Ruslidalam

Sinambella(2006:3) berpendapat bahwa selama hidupnya manusia selalu

membutuhkan pelayanan, pelayanan menurutnya sesuai dengan life cycle theory

of leadership(LCTL) bahwa padaawal kehidupan manusia pelayanan secara fisik

sangat tinggi, tetapi seiring dengan usia manusia pelayanan yang dibutuhkan akan

semakin menurun. Pelayanan adalah cara melayani , membantu, menyiapkan, dan

mengurus, menyelesaikan keperluan, kebutuhan sesorang atau sekelompok orang,

artinya obyek yang dilayani adalah individu, pribadi, kelompok organisasi

(Sianipar,1998), sedangkan publik dapat diartikan sebagai masyarakat atau rakyat

(Ahmad Ainur Rohman, 2010:25).

15

2. Definisi Pelayanan Publik

Undang –Undang No. 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik

mendefinisikan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam

rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau

pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor

63/KEP/M.PAN/7/2003, pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang

dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan

kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan perundang-

undangan.

Pada hakekatnya, pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima

kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur negara

sebagai abdi masyarakat.Kurniawan dalam Sinambella (2006:5) menyebutkan

Pelayanan publik diartikan, pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau

masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi sesuai dengan aturan

pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.Pelayanan publik adalah suatu bentuk

pelayanan ataupemberian terhadap masyarakat yang berupa penggunaan fasilitas-

fasilitas umum, baik jasa maupun non jasa, yang dilakukan oleh organisasi publik

dalam hal ini adalah suatu pemerintah. Lewis dan Gilman mendefinisikan

pelayanan publik sebagai kepercayaan publik.

Warga Negara berharap pelayanan publik dapat melayani dengan

kejujuran dan pengelolaan sumber penghasilan secara tepat, dan dapat

16

dipertanggungjawabkan kepada publik. Pelayanan publik yang adil dan dapat

dipertanggungjawabkan menghasilkan kepercayaan publik. Dibutuhkan etika

pelayanan publik sebagai pilar dan kepercayaan publik sebagai dasar untuk

mewujudkan pemerintah yang baik. Pelayanan publik (public service) adalah

suatu pelayanan atau pemberian terhadap masyarakat yang berupa penggunaan

fasilitas –fasilitas umum, baik jasa maupun non jasa, yang dilakukan oleh

organisasi publik dalam hal ini suatu pemerintahan. Dalam pemerintahan pihak

yang memberikan pelayanan adalah aparatur pemerintahan beserta segenap

kelengkapan kelembagaannya (Ahmad Ainur Rohman,2010:3). Menurut Pandji

Santosa (2008:57) pelayanan publik adalah pemberian jasa, baik oleh pemerintah,

pihak swasta atas nama pemerintah, ataupun pihak swasta kepada masyarakat,

dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan atau kepentingan

masyarakat.

Pelayanan publik dimaknai sebagai usaha pemenuhan hak-hak dasar

masyarakat dan merupakan kewajiban pemerintah untuk melakukan pemenuhan

hak-hak tersebut. Pelayanan publik merupakan bentuk kegiatan pelayanan yang

diselenggarakan oleh pemerintah baik dalam bentuk jasa maupun barang untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat dan dalam rangka pelaksanaan undang-

undang.Di Indonesia berbagai konsep pelayanan publik pernah dikenalkan.

Misalnya dalam SK Menpan No. 81/1993 yang cukup terkenal itu dijelaskan

mengenai :

17

1.Pola pelayanan fungsional, yaitu pola pelayanan yang diberikan oleh

suatu instansi pemerintah sesuai dengan tugas, fungsi, dan

wewenangnya.

2.Pola pelayanan satu pintu, yaitu pola pelayanan yang diberikan oleh

secara tunggal oleh suatu instansi pemerintah terkerait lainnya.

3.Pola pelayanan satu atap, yaitu pola pelayanan yang dilakukan secara

terpadu pada suatu tempat/lokasi oleh beberapa instansi pemerintah

sesuai dengan kewenangan masing-masing.

4.Pola pelayanan secara terpusat, yaitu pola pelayanan publik yang oleh

suatu instansi pemerintah lainnya yang terkait bidang pelayanan publik.

Atau juga disebut “pelayanan prima”.

Kualitas pelayanan publik yang baik menjamin keberhasilan pelayanan

tersebut, sebaiknya kualitas yang rendah kurang menjamin keberhasilan

pelayanan publik tersebut. Keadaan ini menyebabkan setiap negara berusaha

meningkatkan kualitas pelayanan publiknya.

3. Jenis-Jenis Pelayanan Publik

Bentuk pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dapat dibedakan

dalam beberapa jenis pelayanan, yaitu :

a.Pelayanan administratif

Pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa pencatatan,

penelitian, dokumentasi dan kegiatan tata usaha lainnya yang secara keseluruhan

menghasilkan produk akhir berupa dokumen, misalnya sertifikat, rekomendasi,

keterangan, dan lain-lain. Contoh pelayanan ini, antara lain : Sertifikat tanah,

18

IMB, pelayanan administrasi kependudukan (KTP, akte kelahiran, akte kematian),

dan lain sebagainya.

b.Pelayanan barang

Pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa kegiatan penyediaan

dan atau pengolahan bahan berwujud fisik termasuk distribusi termasuk

penyampaiannya kepada konsumen langsung (sebagai unit/individu) dalam suatu

sistem. Secara keseluruhan kegiatan tersebut menghasilkan produk akhir

berwujud benda atau yang dianggap benda yang memberikan nilai tambah secara

langsung bagi penggunanya. Contoh pelayanan ini, antara lain : Listrik, pelayanan

air bersih, pelayanan telepon, dan lain sebagianya.

c.Pelayanan jasa

Pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa sarana dan prasarana

serta penunjangnya. Pengoperasiannya berdasarkan suatu sistem pengoperasian

tertentu dan pasti. Produk akhirnya berupa jasa yang mendatangkan manfaat bagi

penerimanya secara langsung dan habis terpakai dalam jangka waktu

tertentu.Contoh pelayanan ini, antara lain : Pelayanan angkutan darat/air/udara,

pelayanan kesehatan, perbankan, pos, dan lain sebagainya.Ketiga jenis pelayanan

tersebut, orientasinya adalah pelanggan atau masyarakat (publik). Artinya, kinerja

pelayanan publik instansi pemerintah harus berorientasikan publik sehingga dapat

mengubah paradigma aparatur dari “dilayani” menjadi “melayani. Selain itu pula,

beberapa jenis pelayanan publik yang lainnya seperti (Badu Ahmad, 2013 : 30-

31):

19

a. Pelayanan pemerintah, adalah jenis pelayanan masyarakat yang terkait

tugas-tugas umum pemerintah seperti pelayanan KTP, SIM, pajak, dan

keimigrasian

b. Pelayanan pembangunan, yaitu suatu jenis pelayanan masyarakat yang

terkait dengan penyediaan sarana dan prasarana untuk memberikan

fasilitasi kepada masyarakat dalam melakukan aktifitasnya sebagai warga

Negara.

c. Pelayanan utilitas, yaitu jenis pelayanan yang terkait utilitas bagi

masyarakat.

d. Pelayanan sandang, pangan, dan papan, merupakan jenis pelayanan yang

menyediakan bahan kebutuhan pokok masyarakat dan kebutuhan

perumahan

e. Pelayanan kemasyarakatan, yaitu jenis pelayanan masyarakat yang dilihat

dari sifat dan kepentingannya lebih ditekankan pada kegiatan-kegiatan

social kemasyarakatan.

4. Unsur-Unsur Pelayanan Publik

Menurut Barata (2004:11) terdapat empat unsur penting dalam proses

pelayanan publik, yaitu :

a. Penyedia layanan, yaitu pihak yang dapat memberikan suatu layanan

tertentu kepada konsumen, baik berupa layanan dalam bentuk penyediaan

dan penyerahan barang (goods) atau jasa-jasa (services).

20

b. Penerima layanan, yaitu mereka yang disebut sebagai konsumen

(costomer) atau customer yang menerima berbagai layanan dari penyedia

layanan.

c. Jenis layanan, yaitu layanan yang dapat diberikan oleh penyedia layanan

kepada pihak yang membutuhkan layanan.

d. Kepuasan pelanggan, dalam memberikan layanan penyedia layanan harus

mengacu pada tujuan utama pelayanan, yaitu kepuasan pelanggan. Hal ini

sangat penting dilakukan karena tingkat kepuasan yang diperoleh para

pelanggan itu biasanya sangat berkaitan erat dengan standar kualitas

barang dan atau jasa yang mereka nikmati.

5. Prinsip-Prinsip Pelayanan Publik

Menurut UU no.25 tahun 2009 pasal 4 bahwa Penyelenggaraan pelayanan

publik berasaskan :

a.kepentingan umum

b.kepastian hukum;

c.kesamaan hak;

d.keseimbangan hak dan kewajiban;

e.keprofesionalan;

f.partisipatif;

g.persarnaan perlakuan/ tidak diskriminatif;

h.keterbukaan;

i.akuntabilitas;

j.fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok

21

k.rentan;

l.ketepatan waktu; dan

m.kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan

(Ratminto dan Winarsih, 2006:245) mengemukakan bahwa terdapat

beberapa asas dalam penyelenggaraan pelayanan pemerintahan dan perizinan

yang harus diperhatikan, yaitu :

1.Empati dengan customers

Pegawai yang melayani urusan perizinan dari instansi penyelenggara jasa

perizinan harus dapat berempati dengan masyarakat pengguna jasa

pelayanan.

2.Pembatasan prosedur

Prosedur harus dirancang sependek mungkin, dengan demikian konsep one

stop shop benar-benar diterapkan.

3.Kejelasan tatacara pelayanan

Tatacara pelayanan harus didesain sesederhana mungkin dan

dikomunikasikan kepada masyarakat pengguna jasa pelayanan.

4.Minimalisasi persyaratan pelayanan

Persyaratan dalam mengurus pelayanan harus dibatasi sesedikit mungkin

dan sebanyak yang benar-benar diperlukan.

5.Kejelasan kewenangan

Kewenangan pegawai yang melayani masyarakat pengguna jasa pelayanan

harus dirumuskan sejelas mungkin dengan membuat bagan tugas dan

distribusi kewenangan.

22

6.Transparansi biaya

Biaya pelayanan harus ditetapkan seminimal mungkin dan setransparan

mungkin.

7.Kepastian jadwal dan durasi pelayanan

Jadwal dan durasi pelayanan juga harus pasti, sehingga masyarakat

memiliki gambaran yang jelas dan tidak resah.

8.Minimalisasi formulir

Formulir-formulir harus dirancang secara efisien, sehingga akan dihasilkan

formulir komposit (satu formulir yang dapat dipakai untuk berbagai

keperluan).

9.Maksimalisasi masa berlakunya izin

Untuk menghindarkan terlalu seringnya masyarakat mengurus izin, maka

masa berlakunya izin harus ditetapkan selama mungkin.

10.Kejelasan hak dan kewajiban providers dan curtomers

Hak-hak dan kewajiban-kewajiban baik bagi providers maupun bagi

customers harus dirumuskan secara jelas, dan dilengkapi dengan sanksi

serta ketentuan ganti rugi.

11.Efektivitas penanganan keluhan

Pelayanan yang baik sedapat mungkin harus menghindarkan terjadinya

keluhan. Akan tetapi jika muncul keluhan, maka harus dirancang suatu

mekanisme yangdapat memastikan bahwa keluhan tersebut akan ditangani

secara efektif sehingga permasalahan yang ada dapat segera diselesaikan

dengan baik.

23

Penyelenggaraan pelayanan publik juga harus memenuhi beberapa prinsip

pelayanan sebagaimana yang disebutkan dalam Kepmenpan No. 63 Tahun 2003

yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik harus memenuhi

beberapa prinsip sebagai berikut :

a.Kesederhanaan

Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan

mudah dilaksanakan.

b.Kejelasan

Kejelasan ini mencakup kejelasan dalam hal :

1.Persyaratan teknis dan aministratif pelayanan publik.

2.Unit kerja / pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam

memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/

sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik.

3.Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.

4.Kepastian waktu

Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu

yang telah ditentukan.

c.Akurasi

Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.

d.Keamanan

Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian

hukum.

e.Tanggung jawab

24

Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk

bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian

keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.

f.Kelengkapan sarana dan prasarana

Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung

lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi

telekomunikasi dan informatika (telematika).

g.Kemudahan akses

Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah

dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi

telekomunikasi dan informatika.

h.Kedisplinan, kesopanan dan keramahan

Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta

memberikan pelayanan dengan ikhlas.

i.Kenyamanan

Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu

yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta

dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet,

tempat ibadah dan lain-lain.

6. Kualitas Pelayanan Publik

Kualitas pelayanan menurut Evans and Lindsay (2005) adalah suatu

kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan

lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Kualitas pelayanan juga

25

diartikan sebagai sesuatu yang berhubungan atau kebutuhan pelanggan, dimana

pelayanan berkualitas apabila dapat menyediakan produk dan jasa sesuai dengan

kebutuhan dan harapan pelanggan.Secara teoritis, tujuan pelayanan publik pada

dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut

kualitas pelayanan prima yang tercermin dari:

a. Transparansi , yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat

diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara

memadai serta mudah dimengerti.

b. Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan

pemberi dan penerima layanan dengan tetap berpegang pada prinsip

efisiensi dan efektivitas.

d. Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat

dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan memperhatikan aspirasi

kebutuhan, dan harapan masyarakat.

e. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminatif dilihat

dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial,

dan lain-lain.

f. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang

mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima

layanan.(Sinambella, 2008:6). Kualitas layanan adalah penawaran nilai

tambah yang menyediakan rasa kepuasan yang lebih sehingga membuat

26

customer ingin kembali untuk merasakan kepuasan lebih. Kualitas

menurut Tjiptono dalam Pasolong (2008) adalah suatu kondisi dimana

terdapat atau terjadi hal-hal sebagai berikut :

a. Kesesuaian dengan persyaratan/tututan.

b. Kecocokan pemakaian.

c. Perbaikan atau penyempurnaan keberlanjutan

d. Bebas dari kerusakan

e. Pemenuhan kebutuhan pelanggan semenjak awal dan setiap saat.

f. Melakukan segala sesuatu secara benar semenjak awal

g. Sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan.

Menurut zeithaml dan Bitner, kualitas pelayanan (jasa) adalah tingkat

keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut

untuk memenuhi keinginan pelanggan.Dalam upaya meningkatkan kualitas

pelayanan, Mustofadidjaja dalam Badu Achmad (2013:53) mengemukakan

beberapa prinsip dalam penyediaan pelayanan pada sektor publik :

a. Menetapkan standar pelayanan, artinya standar tidak hanya menyangkut

standar atas produk pelayanan, tetapi juga standar prosedur pelayanan

dalam kaitan dengan pemberian pelayanan berkualitas.

b. Terbuka terhadap kritik dan saran maupun keluhan, dan menyediakan

seluruh infomasi yang diperlukan dalam pelayanan.

c. Memperlakukan seluruh masyarakat seagai pelanggan secara adil.

d. Mempermudah akses terhadap seluruh pelanggan.

27

e. Membenakan sesuatu hal dalam proses pelayanan ketika hal tersebut

menyimpang.

f. Menggunakan semua sumber yang digunakan untuk melayani masyarakat

pelanggan secara efektif dan efisien.

g. Selalu mencari pembaharuan dan mengupayakan peningkatan kualitas

pelayanan.

Sepuluh faktor utama yang menentukan kualitas kepuasan pelanggan

(jasa) yang di kembangkan pertama kali pada tahun 1985 oleh Zeithaml, Berry

dan Parasuramanmeliputi 10 dimensi, yaitu :

a. Tangibles : keberadaan fisik pemberi pelayanan, meliputi tempat parkir,

fasilitas gedung, tata letak dan tampilan barang, kenyamanan fasilitas fisik,

peralatan dan perlengkapan modern.

b. Reliability : mencakup 2 hal pokok,yaitu konsistensi kerja (performance)

dan kemampuan untuk dipercaya (dependability).Hal ini berarti

perusahaan memberikan pelayanan (jasa) nya secara tepat sejak saat

pertama (right in the firts time). Selain itu juga berarti bahwa perusahaan

yang bersangkutan memenuhi janjinya.

c. Responsiveness : pelayanan yang baik harus disertai dengan tingkat

keikutsertaan /keterlibatan dan daya adaptasi yang tinggi, yaitu membantu

dengan segera memecahkan masalah.

d. Competence : pelayanan yang baik harus di dasarkan kepada

kecakapan/keterampilan yang tinggi.

28

e. Access : meliputi memberikan/menyediakan keinginan pelanggan dan

pelayanan yang mudah dihubungi.

f. Courtesy : pelayananyang baik harus disertai dengan sikap keramahan,

kesopanan kepada pihak yang dilayani.

g. Communication : pelayanan yang baik harus didasarkan kepada

kemampuan berkomunikasi yang baik dengan pihak yang di layani.

h. Credibility : pelayanan yang baik harus dapat memberikan rasa

kepercayaan yang tinggi kepada pihak yang di layani.

i. Security : pelayanan yang baik harus memberikan rasa aman kepada pihak

yang di layani dan membebaskan dari segala resiko atau keragu-raguan

pelanggan.

j. Understanding The Customer : pelayanan yang baik harus didasarkan

kepada kemampuan menanggapi atau rasa pengertian kepada keinginan

pihak yang dilayani.

Dalam memenuhi kualitas pelayanan atau pelayanan yang berkualitas

terdapat standar pelayanan yang harus ditetapkan. Standar pelayanan adalahtolok

ukur yang dipergunakansebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan

penelitian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada

masyarakat dalam rangka pelayananan yang berkualitas, cepat, mudah,

terjangkau,dan terukur. Dalam setiap penyelenggaraan pelayanan harus

didasarkan pada standar pelayanan sebagai ukuran yang dibakukan dan wajib

ditaati oleh penyelenggara pelayanan maupun penerima pelayanan.Pedoman

penyusunan standar pelayanan publik didasarkan pada peraturan Menpan Nomor

29

20 tahun 2006. Komponen standar pelayanan publik menurut peraturan Menteri

Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 20 tahun 2006 sekurang-

kurangnya meliputi :

a. Jenis pelayanan, yaitu: pelayanan-pelayanan yang dihasilkan oleh unit

penyelenggara pelayanan

b. Dasar hukum pelayanan, yaitu: peraturan perundang-undangan yang

menjadi dasar penyelenggaraan pelayanan

c. Persyaratan pelayanan, yaitu: syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam

pengurusan sesuatu jenis pelayanan, baik persyaratan teknis maupun

administratif

d. Prosedur pelayanan, yaitu: tata cara pelayanan yang dibakukan bagi

pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan

e. Waktu penyelesaian pelayanan, Yaitu: jangka waktu yang diperlukan

untuk menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan

f. Biaya pelayanan, yaitu: besaran biaya/tarif pelayanan yang harus

dibayarkan oleh penerima pelayanan

g. Produk pelayanan, yaitu: hasil pelayanan yang akan diterima sesuai

dengan ketentuan yang telah ditetapkan

h. Sarana dan prasarana, yaitu: fasilitas yang diperlukan dalam

penyelenggaraan pelayanan termasuk fasilitas pelayanan bagi penyandang

cacat

i. Mekanisme penanganan pengaduan, Yaitu: tata cara pelaksanaan

penanganan pengaduan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

30

C. Proses Fasilitasi

1. Pengertian Proses

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), proses merupakan suatu

runtutan perubahan atau peristiwa dalam perkembangan sesuatu. Dalam suatu

proses dapat dikenali oleh perubahan yang dibuat pada sifat-sifat dari satu atau

lebih objek di bawah proses itu sendiri. Setiap proses yang telah berjalan selalu

menghasilkan sesuatu, hasil yang diciptakan tersebut bisa berupa hasil yang

memang diinginkan atau hasil yang tidak diinginkan.

2. Pengertian Fasilitasi

Fasilitasidapat diartikan sebagai kelancaran atau peningkatan kualitas

kerja karena disaksikan anggota kelompok yang lain. Kelompokmempengaruhi

pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. (Robert Zajonz: 2004:12) menjelaskan

bahwa kehadiran orang lain dianggap menimbulkan efek pembangkit energi pada

perilaku individu. Efek ini terjadi pada berbagai situasi sosial, bukan hanya

didepan orang yang memotivasi kelompok. Energi yang meningkat akan

mempertingi kemungkinan dikeluarkannya respon yang dominan. Respon

dominan adalah perilaku yang harus guru kuasai. Bila respon yang dominan itu

adalah yang respon yang positif, akan terjadi peningkatan prestasi. Bila respon

dominan itu adalah yang negatif, maka akan terjadi penurunan prestasi. Oleh

karena itu, peneliti melihat bahwa segala macam aktivitas kelompokdapat

mempertinggi kualitas individu.

Fasilitasi merupakan suatu kegiatan yang menjelaskan pemahaman,

tindakan, keputusan yang dilakukan seseorang dengan atau bersama orang lain

31

untuk mempermudah tugas merupakan proses. Fasilitasi berasal dari kata latin

“Fasilis” yang artinya “mempermudah”. Ada beberapa definisi yang tercantum di

dalam kamus diantaranya : “Membebaskan kesulitan dan hambatan, membuatnya

menjadi mudah, mengurangi pekerjaan, membantu”. Sehingga bila diadaptasi

dalam proses pemberdayaan, fasilitasi mengandung pengertian membantu dan

menguatkan seseorang atau kelompok agar dapat memecahkan masalah dan

memenuhi kebutuhannya sendiri sesuai potensi yang dimilikinya. Pengertian ini

yang dirasa tepat untuk menggambarkan pemahaman fasilitasi.

Pola pendukungan dan bantuan dalam konteks pemberdayaan masyarakat

dikenal dengan istilah “pendampingan”. Secara harfiah pengertian ini merujuk

pada upaya memberikan kemudahan, kepada siapa saja untuk memecahkan

masalah yang dihadapinya. Biasanya tindakan ini diikuti dengan pengadaan

personil, tenaga pendamping, relawan atau pihak lain yang berperan memberikan

penerangan, bimbingan, terapi psikologis, dan penyadaran agar masyarakat yang

tidak tahu menjadi tahu dan sadar untuk berubah.

Dalam situasi kritis, peran pendampingan tidak hanya memberikan kemudahan

terhadap berbagai akses bantuan saja tetapi secara proaktif melakukan intervensi

langsung kepada masyarakat. Di sisi inilah fasilitator mencoba mengambil peran

sebagai perantara atau katarsis untuk mempercepat proses belajar dan peningkatan

kesejahteraan.

Dalam konteks pembangunan masyarakat (civil society) kegiatan fasilitasi

dilakukan oleh tenaga khusus yang bertugas :

32

a. Pertama, membina kelompok masyarakat yang terkena krisis sehingga

menjadi suatu kebersamaan tujuan dan kegiatan yang berorientasi pada

upaya perbaikan kehidupan.

b. Kedua, sebagai pemandu atau fasilitator, penghubung dan penggerak

(dinamisator) dalam pembentukan kelompok masyarakat dan

pembimbing pengembangan kegiatan kelompok. Dalam upaya

mewujudkan otonomi dan kemandirian masyarakat perlu bimbingan

atau pendampingan. Fasilitator biasanya identik dengan tugas

pendampingan tersebut.

3. Fasilitasi dan Pendampingan

Fasilitasi seringkali digunakan secara bersamaan dengan pendampingan

yang merujuk pada bentuk dukungan tenaga dan metodologi dalam berbagai

program pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Fasilitasi menjadi inti dari

kegiatan pendampingan yang dilakukan oleh tenaga khusus untuk membantu

masyarkat dalam berbagai sektor pembangunan. Kegiatan pendampingan

dilakukan dalam upaya mendorong partisipasi dan kemandirian masyarakat.

Kegiatan pendampingan menjadi salah satu bagian dalam proses pemberdayaan

masyarakat. Dalam pendampingan dibutuhkan tenaga yang memiliki kemampuan

untuk mentransfer pengetahuan. Sikap dan perilaku tertentu kepada masyarakat.

Disamping itu, perlu dukungan dan sarana pengembangan diri dalam bentuk

latihan bagi para pendamping.Di Indonesia, kegiatan pendampingan dilakukan

melalui :

33

a. Pendampingan lokal yang terdiri dari tokoh masyarakat, kader PKK,

aparat desa, pemuda, Kader Pembangunan Desa (KPD) dan pihak lain

yang peduli terhadap masalah kemiskinan, seperti perguruan tinggi,

organisasi masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat.

b. Pendamping teknis yang dipilih dari tenaga penyuluh departemen teknis,

diantaranya; Departemen Kehutanan, Departemen Pertanian (Penyuluhan

Pertanian Lapangan atau PPL), dan penyuluhan pertanian spesialis atau

PPS, Departemen Sosial, Petugas Sosial Kecamatan atau PSK dan Karang

Taruna, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sarjana Penggerak

Pembangunan Pedesaan atau SP3) dan lainnya.

c. Pendamping khusus disediakan bagi masyarakat miskin di desa tertinggal

dengan pembinaan khusus. Pendamping ini diprogramkan malalui program

khusus seperti; Konsultan Pendamping untuk Proyek P3DT Swakelola

dengan koordinasi Bappenas, Bangda, dan PMD. Penanganan masalah

pengungsi, seperti pengadaan tenaga lapangan atau relawan untuk

penanganan konflik, bimbingan khusus pengungsi.

4. Prinsip-Prinsip Fasilitasi

a. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat dalam pemberdayaan dipahami sebagai upaya

membangun ikatan atau hubungan yang menekankan pada tiga aspek :

1) Pertama, partisipasi diarahkan pada fungsi. Kemandirian, termasuk sumber-

sumber, tenaga serta manajemen lokal.

34

2) Kedua, penekanan pada penyatuan masyarakat sebagai suatu kesatuan;

terlihat dari adanya pembentukan organisasi lokal termasuk di dalamnya

lembaga adat yang bertanggungjawab atas masalah sosial kemasyarakatan.

3) Ketiga, keyakinan umum mengenai situasi dan arah perubahan sosial serta

masalah-masalah yang ditimbulkannya. Aspek khusus dalam perubahan

sosial yang menjadi pemikiran pokok berbagai program pembangunan

masyarakat, yaitu adanya ketimpangan baik di dalam maupun di antara

komunitas tersebut.

. Pendampingan sosial tidak saja berkaitan dengan terpenuhinya kebutuhan

dasar. Pengembangan sumber daya manusia, atau penguatan kelembagaan tetapi

juga berkaitan dengan pengembangan kapasitas masyarakat untuk melepaskan diri

dari belenggu perbedaan rasial, ketidakseimbangan kelas dan gender, serta

menghapuskan penindasan mayoritas.

b. Berbasis Nilai dan Moral

Pendampingan tidak hanya dipandang sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dasar

hidup yang bersifat material seperti penyediaan lapangan kerja, pemenuhan

pangan, pendapatan, infrastruktur dan fasilitas sosial lainnya. Pendamping harus

dipandang sebagai upaya meningkatkan kapasitas intelektual, keterampilan dan

“sikap” atau nilai yang dijunjung tinggi. Pendampingan dilakukan melalui

pendekatan “manusiawi” dan beradab untuk mencapai tujuan pembangunan.

Artinya, dapat saja sekelompok orang telah terbangun dalam arti berada pada

standar hidup layak, tetapi dengan cara-cara yang “tak pantas” dilihat dari

35

perspektif peningkatan kapasitas masyarakat. Jadi jelas bahwa pemberdayaan

merupakan cara-cara yang beradab dalam membangun masyarakat.

c. Penguatan Jejaring Sosial

Dalam konteks pendampingan sosial, aspirasi dan partisipasi masyarakat dapat

diperkuat melalui interaksi dan komunikasi saling menguntungkan dalam bentuk

jejaring (nerworking). Peningkatan kapasitas suatu kelompok sulit berhasil jika

tidak melibatkan komunitas lain yang memiliki kepentingan dan hubungan yang

sama. Pengembangan jejaring perlu dilandasi pada pemahaman terhadap sistem

relasi antar pelaku berbasis komunitas dan lokalitas dengan asumsi bahwa pelaku

memiliki pemahaman yang sama tentang pengembangan jejaring. Dengan kata

lain, perlu dibangun pemahaman bersama antarpelaku seperti LSM, Perguruaan

Tinggi, Ormas, Bank, Lembaga Sosial, Pemerintah dan Lembaga Internasional

untuk membangun jejaring sosial.

Proses jejaring membutuhkan implementasi prinsip-prinsip kesetaraan, bersifat

informal, partisipatif, komitmen yang kuat, sinergisitas dan upaya membangun

kekuatan untuk membantu masyarakat memecahkan permasalahan dan

menemukan solusi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan.Kegiatan usaha

produktif berbasis komunitas dan lokalitas diharapkan dapat melibatkan pelaku

atau lembaga lain, seperti organisasi pemerintah. Keberhasilan jejaring sebagai

media untuk perumusan kebijakan menjadi sangat penting tetapi ini semua

tergantung kepada komitmen semua pelaku dalam jejaring tersebut.

Peranan pemerintah lokal lebih bersifat sebagai fasilitator bukan hanya sebagai

donatur. Pemerintah lokal perlu mengalokasikan dana untuk masyarakat lapisan

36

bawah atau pengusaha kecil di kawasan ini. Dalam hal ini penguatan kelembagaan

merupakan hal penting dalam pemberdayaan masyarakat.

d. Pemerintah sebagai Fasilitator

Peran dan fungsi pemerintah dalam konsep pendampingan sosial berubah tidak

sekedar sebagai institusi pelayanan masyarakat tetapi dalam masyarakat yang

demokratis memiliki peran pokok sebagai fasilitator. Pemerintah tidak hanya

bertugas memberikan pelayanan umum saja tetapi lebih ditekankan pada upaya

mendorong kemampuan masyarakat untuk memutuskan dan bertindak didasarkan

pada pertimbangan lingkungan, kebutuhan dan tantangan ke depan. Fasilitator

tidak sekedar dituntut untuk menguasai teknik tertentu untuk memfasilitasi tetapi

juga harus mampu membangun kemampuan pelaku lainnya mengenai program

secara keseluruhan.

5. Peran dan Fungsi Fasilitator

ASTD (1998) mengemukakan empat fungsi utama pendamping atau fasilitator

kegiatan pemberdayaan masyarakat yaitu ; (a) nara sumber, (b) pelatih, (c)

mediator, dan (d) penggerak. Fasilitator sebagai nara sumber (resource person)

karena keahliannya berperan sebagai sumber informasi sekaligus mengelola,

menganalisis dan mendesiminasikan dalam berbagai cara atau pendekatan yang

dianggap efektif. Fasilitator sebagai pelatih (trainer) melakukan tugas

pembimbingan, konsultasi dan penyampaian materi untuk peningkatan kapasitas

dan perubahan perilaku pembelajar. Tugas fasilitator sebagai pelatih sangat

menonjol dalam setiap kegiatan training, lokakarya, seminar dan diskusi.

Penguasaan terhadap pola perubahan perilaku baik pengetahuan keterampilan dan

37

sikap menjadi penting untuk menentukan proses (metodologi) dan hasil dari suatu

pembelajaran. Peran mediator dilakukan ketika terjadi ketegangan dan konflik

antar kelompok yang berlawanan. Peran mediasi akan dilakukan oleh fasilitator

untuk menjembatani perbedaan dan mengoptimalisasikan berbagai sumber daya

yang mendukung terciptanya perdamaian. Oleh karena itu fasilitator dapat

diartikan sebagai ”penggerak” lebih berperan sebagai pihak yang memberikan

dorongan atau motivasi kerja kepada kelompok untuk berpartisipasi dalam

pembangunan. Secara khusus fungsi tersebut tergambar dalam aspek kegiatan

sebagai berikut :

a. Menggali potensi dan kebutuhan

Upaya pemberdayaan dilakukan melaui proses analisis awal terhadap situasi dan

kondisi masyarakat melalui observasi mendalam. Informasi yang dikumpulkan

mencerminkan kondisi nyata tentang jenis kebutuhan dan bentuk dukungan yang

diperlukan. Fasilitator akan banyak melibatkan berbagai elemen masyarakat

dalam menyusum rencana, menetapkan instrumen dan langkah-langkah

pengumpulan data. Kegiatan ini dilakukan agar masyarakat secara mandiri

mengenal potensi dan kebutuhan nyata yang dihadapinya. Dalam proses ini,

sebaiknya fasilitataor melibatkan peran aktif tokoh masyarakat, pimpinan agama,

organisasi kepemudaan, unit usaha dan lembaga terkait lainnya. Menggali potensi

baik sumber daya manusia dan sumber daya alam dapat dilakukan melalui

observasi langsung atau berdialog dengan masyarakat setempat serta pemanfaatan

data sekunder seperti demografi desa, statistik, status kesehatan dan rencana tata

ruang.

38

b. Memecahkan Masalah

Fasilitasi dilakukan untuk memberikan kemudahan belajar kepada masyarakat

untuk meningkatkan kapasitas berfikir ilmiah dan kemampuan mengantisipasi

perubahan. Fasilitator bukan sebagai penentu keputusan atas persoalan yang

dipilih, tetapi lebih pada upaya membantu secara sistematis proses belajar

masyarakat untuk menentukan sendiri kebutuhan dan memecahkan masalah yang

dihadapinya . Masyarakat diposisikan sebagai subjek sekaligus objek dari proses

penyelesaian masalah. Fasilitator berperan memberikan kesempatan yang luas

agar masyarakat secara mandiri menentukan keputusan. Hindari dominasi

fasilitator dalam mengambil solusi, melainkan sebagai penyeimbang dan pengarah

saja, agar solusi yang diambul efektif. Apabila dalam implementasi program

terjadi berbagai masalah, sebaiknya fasilitator selalu melibatkan masyarakat

melalui musyawarah serta koordinasi dengan pihak terkait. Posisikan diri sebagai

pihak yang mempermudah masyarakat menemukan sendiri jawabanya.

c. Memposisikan Peran dan Tindakan

Bagaimana memposisikan masyarakat agar mampu mengambil peran dan

tindakan sesuai dengan fungsi dan kedudukannya ? Pertanyaan ini sangat

mendasar, ketika suatu komunitas tidak mampu melindungi dirinya akibat

kelemahannya. Dalam situasi ini, fasilitator akan lebih dominan memimpin dan

berada di garis depan. Masyarakat membutuhkan instruksi, arahan, aturan dan

bimbingan secara langsung. Namun demikian, fasilitator tetap memberikan peran

yang cukup kepada masyarakat untuk menentukan keputusan penting dan pola

tindak yang diperlukan. Pada saat masyarakat mulai menunjukan peningkatan

39

kapasitas dan mampu mengelolanya, maka fasilitator akan mengambil posisi

sebagai mitra atau pendamping untuk mempermudah kerja masyarakat. Hal ini

dapat dilakukan dengan memberikan kemudahan terhadap akses informasi,

melatih peran, pembagian tugas yang jelas dalam setiap kegiatan, menempatkan

orang sesuai dengan keahlian. Posisi ini akan berubah sesuai kebutuhan dan

kondisi masyarakat yang didampinginya.

d. Mengajak masyarakat untuk berfikir

Fasilitasi merupakan proses belajar masyarakat untuk menentukan pilihan dan

tindakan terukur terhadap perubahan yang dihadapinya. Landasan filosofis

fasilitasi adalah perubahan paradigma dan proses berfikir logis (logical

framework) dan terstruktur sebagai bentuk respon terhadap lingkungan. Oleh

karena itu, fasilitasi dilakukan untuk membantu individu, kelompok atau

organisasi agar menggunakan daya nalar dalam mencapai tujuan. Fasilitasi

merupakan suatu proses membangun masyarakat kritis dan rasional atau dengan

menggunakan tesis Paulo Freire bahwa pemberdayaan adalah strategi pembebasan

dari keterbelengguan. Masyarakat memahami berbagai fenomena hidup dengan

mengajak masyarkat untuk “berfikir”: menggunakan daya nalar dan kreativitas

untuk memecahkan masalah dan menyusun perencanaan ke depan. Mengajak

masyarakat berfikir tentang potensi, kebutuhan dan masalah yang dihadapinya

merupakan agenda penting dalam kegiatan fasilitasi. Ajaklah masyarakat untuk

melakukan pemetaan konsep, situasi dan kondisi secara kritis menggunakan

informasi dan sumber lain kemudian diwujudkan dalam bentuk tindakan atau

kegiatan nyata.

40

e. Memberikan kepercayaan

Kepercayaan merupakan salah satu kunci keberhasilan fasilitasi dan menjadi

indikator penting dalam proses pemberdayaan. Sebuah tatanan masyarakat madani

(civil society) dibangun diatas pilar transparansi, dimana masyarakat dengan

mudah mengakses dan memutuskan berbagai kebijakan menyangkut nasib

hidupnya. Tranparansi pelaku pembangunan dan distribusi kewenangan antar

pemerintah, legislatif, dan grassroot harus jelas dan terbuka.

Keterlibatan masyarakat dengan institusi yang ada dalam perencanaan,

melaksanakan sekaligus mengontrol berbagai keputusan yang telah dibuat

mencerminkan bentuk komunikasi dan interaksi stakeholders yang dibangun atas

dasar kepercayaan. Membangun kepercayaan kepada masyarakat tidak sebatas

sosialisasi strategi program saja, tetapi harus melibatkan peran aktif masyarakat

sebagai pelaku utama. Fasilitasi dilakukan untuk menempatkan masyarakat

sebagai pelaku sekaligus objek pembangunan. Fasilitator hendaknya memberikan

kepercayaan kepada masyarakat untuk mengambil peran dan melaksanakan

program sesuai dengan kemampuannya. Pada dasarnya bantuan merupakan

stimulan untuk merangsang pertumbuhan dan rasa percaya diri bahwa masyarakat

mampu memecahkan permasalahan yang dihadapi.

f. Kemandirian dan Pengambilan Keputusan

Salah satu indikator keberhasilan dari kegiatan fasilitasi yaitu menumbuhkan

kemandirian (otonomi) dalam membimbing dan mengarahkan pada upaya

pencapaian tujuan. Kemandirian menjadi salah satu paradigma pembangunan

yang mengilhami upaya pelimpahan wewenang dari pusat ke daerah Proses ini

41

perlu didukung oleh institusi lokal dan masyarakat sipil yang kuat, sehingga tidak

berakibat pada penyalahgunaan wewenang pemerintahan lokal tetapi lebih

meningkatkan keterlibatan institusi masyarakat dalam menentukan kebijakan di

daerahnya. Artinya masyarakat diberikan ruang cukup untuk menentukan pilihan

atas sejumlah alternatif dan menetapkan visi dirinya ke depan. Keputusan

sepenuhnya di tangan masyarakat sendiri sebagai perencana, pelaksana, pengawas

dan evaluator. Kemampuan masyarakat dalam mengambil keputusan harus terus

dikembangkan. Fasilitasi harus mampu mengurangi bentuk intervensi yang tidak

perlu yang dapat menghambat kemandirian masyarakat, sehingga masyarakat

benar-benar tahu dan ikut menentukan jenis kebijakan yang dianggap tepat

tentang dirinya sendiri.

g. Membangun Jaringan Kerja

Fasilitasi yang dilakukan oleh pendamping baik dikalangan pemerintah, LSM atau

institusi lain harus menyentuh aspek penguatan jaringan dari tingkat institusi

nasional hingga masyarakat. Penguatan jaringan sangat penting dalam

membangun kebersamaan, keberlanjutan dan kesiapan masyarakat mengantisipasi

perubahan. Jaringan yang dibangun harus mengacu pada optimalisasi program,

dimana keterlibatan organisasi masyarakat, LSM, pemerintah, dan institusi lain

berjalan secara sinergis. Berikan peran yang luas kepada masyarakat untuk dapat

menjalin hubungan kemitraan dengan pihak terkait. Tugas pengembangan

jaringan bukan saja menjadi tanggung jawab fasilitator melainkan masyarakat

sendiri. Jaringan yang dibangun oleh masyarakat sendiri akan lebih optimal dan

memiliki nilai strategis dalam proses pemberdayaan.

42

D. Pengadaan Barang/Jasa

1. Pengertian Pengadaan

Pengadaan menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70

Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun

2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pengadaan Barang atau Jasa

Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang dan Jasa adalah

kegiatan untuk memperoleh Barang dan Jasa oleh Kementerian atau Lembaga

atau Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Institusi yang prosesnya dimulai dari

perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk

memperoleh Barang dan Jasa.

2. Prinsip Pengadaan

Prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa menurut Willem (2012: 11-12)

yaitu:

a. Efisien

Pengadaan barang dan jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana,

daya dan fasilitas yang sekecil-kecilnya untuk mencapai sasaran yang

ditetapkan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan dapat

dipertanggungjawabkan dalam rangka memberikan kontribusi yang

sebesar-besarnya bagi keuntungan negara.

b. Efektif

Sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan

manfaat yan sebesar-besarnya bagi keuntungan negara.

c. Kompetitif

43

Dilakukan melalui seleksi dan persaingan yang sehat diantara penyedia

barang dan jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu

berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas serta transparan.

d. Semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang dan jasa,

termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil

evaluasi, penetapan calon penyedia barang atau jasa, sifatnya terbuka bagi

peserta penyedia barang atau jasa yang berminat serta bagi masyarakat

luas pada umumnya.

e. Adil

Tidak diskriminatif dalam memberikan perlakuan yang sama bagi semua

calon penyedia barang dan jasa dan tidak mengarah untuk memberi

keuntunan kepada pihak tertentu, dengan cara dan atau alasan apapun.

f. Bertanggungjawab

Mencapai sasaran baik fisik, keuanan maupun manfaat bagi kelancaran

pelaksanaan prinsip-prinsip dan kebijakan serta ketentuan yan berlaku

dalam pengelolaan rantai suplai.

g. Berpihak kepada produk dalam negeri

Menudukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional untuk

lebih mampu bersaing ditingkat regional, nasional dan internasional.

h. Berwawasan lingkungan

Mendukung dan mengembangkan kegiatan dengan memperhatikan

kemampuan dan dampak lingkungan.

44

3. Etika Pengadaan

Dalam pelaksanaan prinsip-prinsip dasar pengadaan barang dan jasa, adapun

pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaannya, Perpres No.54 Tahun 2010

Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah mengamanatkan bahwa dalam

melakukan semua langkahnya harus berdasarkan pada Etika Pengadaan Barang

dan Jasa, penyedia barang dan jasa harus memenuhi etika pengadaan sebagai

berikut:

a. melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk

mencapai sasaran, kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan

Pengadaan Barang/Jasa;

b. bekerja secara profesional dan mandiri, serta menjaga kerahasiaan

Dokumen Pengadaan Barang/Jasa yang menurut sifatnya harus

dirahasiakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam

Pengadaan Barang/Jasa;

c. tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang

berakibat terjadinya persaingan tidak sehat;

d. menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang

ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis para pihak;

e. menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para

pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam

proses Pengadaan Barang/Jasa;

f. menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran

keuangan negara dalam Pengadaan Barang/Jasa;

45

g. menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi

dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang

secara langsung atau tidak langsung merugikan negara; dan

h. tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk

memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa

saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga

berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa.

4. Kebijakan Pengadaan

Dalam pelaksanaan kegiatan pengadaan harus menerapkan kebijakan

pengadaan, kebijakan pengadaan menurut Willem (2012: 12-14):

a. Melaksanakan pengadaan baran dan jasa berdasarkan kebutuhan sesuai

peraturan yan berlaku secara efektif dan efisien.

b. Melaksanakan pengadaan barang dan jasa berdasarkan prinsip QCD

(Quality, Cost dan Delivery).

c. Melaksanakan pengadaan baran dan jasa berbasis Procurement One

(satu regulasi, satu interpretasi dan satu implementasi)

d. Melaksanakan pengadaan barang dan jasa langsung ke produsen,

dengan mengutmakan produsen dalam negeri atau melalui distributor

yang ditunjuk oleh produsen dalam negeri.

e. Melaksanakan pengadaan sendiri barang dan jasa secara swakelola atau

melalui pemasok (penyedia barang dan jasa)

46

f. Melaksanakan pengadaan barang dan jasa di dalam wilayah negara

Republik Indonesia sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku

dinegara Republik Indonesia.

g. Mengutmakan pengguna produk dalam negeri dan peningkatan potensi

nasional.

h. Menjamin kepastian peraturan dan kepastian usaha serta memberi

kesempatan berusaha bagi produsen dan perusahaan dalam negeri,

terutama usaha kecil termasuk koperasi kecil.

i. Menciptakan iklim persaingan yang sehat, tertib dan terkendali dengan

cara meningkatkan transparansi dalam pelaksanaan pengadaan barang

dan jasa.

j. Mempercepat proses pelaksanaan dan memperpendek waktu proses dan

birokrasi dengan pengadaan barang dan jasa.

5. Para Pihak dalam Pengadaan

a. Organisasi Pengadaan

Organisasi Pengadaan Barang/Jasa untuk Pengadaan melalui Penyedia

Barang/Jasa terdiri atas:

1) PA/KPA;

2) PPK;

3) ULP/Pejabat Pengadaan; dan

4) Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan.

47

Organisasi Pengadaan Barang/Jasa untuk Pengadaan melalui Swakelola

terdiri atas:

1) PA/KPA;

2) PPK; dan

3) Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan.

PPK dapat dibantu oleh tim pendukung yang diperlukan untuk

pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. Perangkat organisasi ULP ditetapkan

sesuai kebutuhan yang paling kurang terdiri atas:

1) kepala;

2) sekretariat;

3) staf pendukung; dan

4) kelompok kerja.

b. Pengguna Anggaran

PA memiliki tugas dan kewenangan sebagai berikut:

1) menetapkan Rencana Umum Pengadaan;

2) mengumumkan secara luas Rencana Umum Pengadaan

3) paling kurang di website K/L/D/I;

4) menetapkan PPK;

5) menetapkan Pejabat Pengadaan;

6) menetapkan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan;

7) mengawasi pelaksanaan anggaran;

48

8) menyampaikan laporan keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan;

9) menyelesaikan perselisihan antara PPK dengan ULP/ Pejabat Pengadaan,

dalam hal terjadi perbedaan pendapat; dan

10) mengawasi penyimpanan dan pemeliharaan seluruh Dokumen Pengadaan

Barang/Jasa.

Pemenang pada Pelelangan atau penyedia pada Penunjukan Langsung

untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai

diatas Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) atau pemenang pada Seleksi

atau penyedia pada Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa

Konsultansi dengan nilai diatas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Selain tugas pokok dan kewenangan sebagaimana dimaksud diatas hal diperlukan,

PA dapat:

1) menetapkan tim teknis; dan/atau

2) menetapkan tim juri/tim ahli untuk pelaksanaan Pengadaan melalui

Sayembara/Kontes.

Atas dasar pertimbangan besaran beban pekerjaan atau rentangkendali organisasi:

1) PA pada Kementerian/Lembaga/Institusi pusat lainnya menetapkan

seorang atau beberapa orang KPA;

2) PA pada Pemerintah Daerah mengusulkan 1 (satu) atau beberapa orang

KPA kepada Kepala Daerah untuk ditetapkan.

c. Kuasa Pengguna Anggaran

49

1) KPA pada Kementerian/Lembaga/Institusi pusat lainnya merupakan

Pejabat yang ditetapkan oleh PA.

2) KPA pada Pemerintah Daerah merupakan Pejabat yang ditetapkan oleh

Kepala Daerah atas usul PA.

3) KPA untuk dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan

4) ditetapkan oleh PA pada Kementerian/Lembaga/Institusi pusat

5) lainnya atas usul Kepala Daerah.

6) KPA memiliki kewenangan sesuai pelimpahan oleh PA.

d. Pejabat Pembuat Komitmen

PPK memiliki tugas pokok dan kewenangan sebagai berikut:

1) menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang meliputi:

a) spesifikasi teknis Barang/Jasa;

b) Harga Perkiraan Sendiri (HPS); dan

c) rancangan Kontrak.

2) menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;

3) menandatangani Kontrak;

4) melaksanakan Kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa;

5) mengendalikan pelaksanaan Kontrak;

6) melaporkan pelaksanaan/penyelesaian Pengadaan Barang/Jasa kepada

PA/KPA;

7) menyerahkan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA

dengan Berita Acara Penyerahan;

50

8) melaporkan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan

hambatan pelaksanaan pekerjaan kepada PA/KPA setiap triwulan; dan

9) menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan

Pengadaan Barang/Jasa.

Selain tugas pokok dan kewenangan sebagaimana dimaksud diatas dalam hal

tersebut diperlukan, PPK dapat:

1) mengusulkan kepada PA/KPA:

a) perubahan paket pekerjaan; dan/atau

b) perubahan jadwal kegiatan pengadaan;

c) menetapkan tim pendukung;

d) menetapkan tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis

(aanwijzer) untuk membantu pelaksanaan tugas ULP; dan

e) menetapkan besaran Uang Muka yang akan dibayarkan kepada

Penyedia Barang/Jasa.

PPK merupakan Pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA untuk

melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa. Untuk ditetapkan sebagai PPK harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1) memiliki integritas;

2) memiliki disiplin tinggi;

3) memiliki tanggung jawab dan kualifikasi teknis serta

4) manajerial untuk melaksanakan tugas;

51

5) mampu mengambil keputusan, bertindak tegas dan memiliki

keteladanan dalam sikap perilaku serta tidak pernah terlibat KKN;

6) menandatangani Pakta Integritas;

7) tidak menjabat sebagai pengelola keuangan; dan

8) memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa.

6. Metode Pemilihan Penyedia

ULP/Pejabat Pengadaan menyusun dan menetapkan metode pemilihan

Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya. Pemilihan Penyedia

Barang/Jasa lainnya dilakukan dengan:

1) Pelelangan yang terdiri atas Pelelangan Umum dan Pelelangan

Sederhana;

2) Penunjukan Langsung;

3) Pengadaan Langsung; atau

4) Kontes/Sayembara.

Pemilihan Penyedia Pekerjaan Konstruksi dilakukan dengan:

1) Pelelangan Umum;

2) Pelelangan Terbatas;

3) Pemilihan Langsung;

4) Penunjukan Langsung; atau

5) Pengadaan Langsung.

Kontes/Sayembara dilakukan khusus untuk pemilihan Penyedia Barang/Jasa

lainnya yang merupakan hasil Industri Kreatif, inovatif dan budaya dalam negeri.

52

7. Konsep Lelang

a. Pengertian Lelang

Pasal 1 ayat 1 Keputusan Menteri Keuangan (Kepmenkeu) nomor

304/KMK.0172002 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang (Juklak Lelang)

dikatakan lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum baik

secara langsung maupun melalui media elektronik dengan cara penawaran

harga secara lisan dan atau tertulis yang didahului dengan usaha

mengumpulkan peminat. Pengertian lelang yang telah disebutkan di atas,

unsur pokoknya yaitu:

1. Saat dan tempat tertentu.

2. Dilakukan di depan umum dengan mengumpulkan peminat melalui cara

pengumuman.

3. Dilaksanakan dengan cara penawaran yang khusus, yaitu tertulis dan

ataulisan.

4. Penawaran tertinggi dinyatakan sebagai pemenang.

5. Dilakukan di hadapan Pejabat Lelang

b. Syarat Lelang

Syarat utama lelang adalah menghimpun para peminat untuk

mengadakaan perjanjianjual beli yang paling menguntungkan si penjual.

Dengan demikian syaratnya ada 3, yaitu:

1. Penjualan umum harus selengkap mungkin (volledigheid).

53

2. Ada kehendak untuk mengikat diri.

3. Bahwa pihak lainnya yang akan mengadakan perjanjian tidak dapat

ditunjuk sebelumnya.

c. Pihak dalam Lelang

Dalam jual beli secara lelang, harus terdapat pihak-pihak dalam lelang yaitu:

1. Penjual

Pasal I ayat 8 Kepmenkeu Nomor 304/KMK.01/2002 Tentang Juklak Lelang

menyatakan Penjual adalah perseorangan, badan atau instansi yang berdasarkan

peraturan perundang-undangan atau perjanjian berwenang melakukan penjualan

secara lelang.

2. Pembeli

Pasal 1 ayat 9 Kepmenkeu Nomor 304/KMK.01/2002 tentang Juklak Lelang

menyatakan Pembeli adalah orang atau badan yang mengajukan penawaran

tertinggi yang mencapai atau melampaui nilai limit yang disahkan sebagai

pemenang lelang oleh Pejabat Lelang.

3. Pejabat Lelang

Pasal 1 ayat 5 Kepmenkeu Nomor 304/KMK.01/2002 tentang Juklak Lelang

memberikan pengertian Pejabat Lelang (Vendumeester sebagaimana dimaksud

dalam VR) adalah orang yang khusus diberi wewenang oleh Menteri Keuangan

54

untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

d. Tata Cara Lelang

Tata cara lelang ditetapkan Direktur Piutang dan Lelang Negara dalam

Keputusan Nomor 38/PL/2002 tentang Tata Cara Administrasi dan Lelang

Negara yang meliputi tahapan:

a. Persiapan Lelang

Berdasarkan Pasal 1 (a) Penjual mengajukan permohonan lelang secara

tertulis kepada Kepala KP2LN dengan dilampiri dokumen persyaratan lelang.

Berdasarkan Pasal 2 keputusan DJPLN Nomor 35/PL/2002 dokumen persyaratan

lelang yang bersifat umum terdiri dari salinan/fotocopy Surat Keputusan

Penunjukan Penjual, syarat lelang dari Penjual (apabila ada) dan daftar barang

yang akan dilelang.

b. Pelaksanaan Lelang

Pasal 12 berisi bahwa Pejabat Lelang melaksanakan lelang dengan tata

cara membuka pelaksanaan lelang, apabila dipandang perlu kepada Penjual diberi

kesempatan untuk memberi penjelasan tambahan, membacakan Kepala Risalah

Lelang, menerima Nilai Limit dalam amplop tertutup dari Penjual, memberi

kesempatan kepada peserta lelang, obyek lelang dan lain-lain. Di dalam hal lelang

dilaksanakan secara tertulis, Pejabat Lelang membagi formulir surat penawaran

55

kepada peserta lelang untuk diisi penawarannya oleh peserta lelang. Di dalam hal

tentang dilaksanakan secara lisan, Pejabat Lelang menawarkan objek lelang

kepada peserta lelang dengan cara nail-naik dimulai dari Nilai Limit. Peserta

lelang yang mengajukan penawaran tertinggi dan telah mencapai nilai Limit

disahkan sebagai Pembeli oleh Pejabat Lelang.

c. Kegiatan Setelah Lelang

Berdasarkan Pasal 19 dibuat Daftar Penyetoran dan Pengembalian Uang

Jaminan Penawaran Lelang dan Peserta Lelang, Peserta Lelang yang tidak

ditunjuk sebagai Pembeli Lelang mengambil Uang Jaminan Penawaran Lelang

dengan menandatangani Daftar Penyetor dan Pengambilan Uang Jaminan Lelang,

pengembalian dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sejak diterimanya

permintaan pengembalian uang jaminan dari peserta lelang.