BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. -...
-
Upload
duongtuong -
Category
Documents
-
view
214 -
download
0
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. -...
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pajak
1. Hakekat Pajak
Pajak adalah iuran rakyat pada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) langsung
yang dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk pengeluaran umum (Rochmat
Sumitro, Dalam Nurlan Darise, 2006 ; 44). Menurut Prof. PJA. Adriani pajak
adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang
wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi
kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan (Y. Sri Pudyatmoko, 2009;3).
Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur sebagai
berikut (Nurlan Darise, 2006 ; 44) : 1) iuran dari rakyat kepada negara yaitu yang
berhak hanyalah Negara, iuran tersebut berupa uang (bukan barang). 2)
berdasarkan undang-undang yaitu pajak dipungut berdasarkan atau dengan
ketentuan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 3) tanpa jasa timbal balik
atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjukan. Dalam
pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual dari
pemerintah. 4) digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara yakni :
pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2. Pembagian Pajak
Pembagian pajak dapat dilakukan berdasarkan golongan, wewenang
pemungut, dan sifatnya (Erly Suandy, 2011 ; 35) :
a. Pajak berdasarkan golongan
Pajak dibagi menjadi dua golongan, yaitu (Erly Suandy, 2011 ;36) : 1) Pajak
langsung ialah pajak yang harus dipikul sendiri oleh si wajib pajak dan tidak
7
dilimpahkan kepada orang lain, misalnya pajak penghasilan. 2) Pajak tidak
langsung ialah pajak yang dibayar oleh si wajib pajak tetapi oleh wajib pajak ini
dibebankan kepada orang lain yang membeli barang-barang yang dihasilkan
olehnya.
b. Pajak berdasarkan wewenang pemungut
Berdasarkan wewenang pemungutnya pajak dapat dibagi menjadi dua, adalah
sebagai berikut (Erly Suandy, 2011 ;36) : 1) pajak pusat/pajak Negara adalah pajak
yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya
dilakukan oleh Departemen Keuangan melalui direktorat jendral pajak. Pajak pusat
diatur dalam undang-undang dan hasilnya masuk ke anggaran pendapatan dan
belanja Negara (APBN). 2) pajak daerah adalah pajak yang wewenang
pemungutannya ada pada pemerintah daerah yang pelakanaanya dilakukan oleh
dinas pendapatan daerah. Pajak daerah diataur dalam undang-undang dan hasilnya
akan masuk ke anggaran pendapatan dan belanja daerah(APBD).
c. Pajak berdasarkan sifatnya
Berdasarkan sifatnya pajak dapat dibagi menjadi dua, adalah sebagai berikut
(Erly Suandy, 2011 ;38) : 1) pajak subjektif adalah pajak yang memperhatikan
kondisi/keadaan wajib pajak. Dalam menentukan pajaknya harus ada alas an-
alasan objektif yang berhubungan erat dengan keadaan materianya, yaitu gaya
pikul. 2) pajak objektif adalah pajak yang pada awalnya memperhatikan objek
yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar, kemudian baru dicari
subjeknya baik orang pribadi maupun badan. Jadi, dengan kata lain pajak objektif
adalah pengenaan pajak yang hanya memperhatikan kondisi objeknya saja.
3. Peran dan Fungsi Pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara,
khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber
pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran
pembangunan (Wikipedia bahasa indonesia).
8
Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, fungsi pajak
menurut Rochmat Soemitro (dalam Rona Rositawati, 2009:19) ada 3, yaitu : 1)
Fungsi Budgeter yaitu : pajak mempunyai tujuan untuk memasukkan uang
sebanyak-banyaknya dalam kas negara, dengan maksud untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara. Dikatakan bahwa pajak dalam hal demikian
mempunyai fungsi budgeter. Untuk menguatkan pendapat tersebut, ditunjukkan
bahwa dalam APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah), pajak-pajak
Daerah dan pajak Pemerintah Pusat yang diserahkan kepada Daerah, disamping
subsidi, merupakan sumber pendapatan daerah yang penting. 2) Fungsi Mengatur
yaitu : alat untuk mencapai tujuan tertentu, seperti alat untuk menarik modal, yaitu
dengan menerbitkan undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman
Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman
Modal Dalam Negeri (sekarang kedua undang-undang tersebut telah diganti
dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal);memberikan pembebasan pajak (tax holiday) atau dengan memberikan
Keringanan Pajak, dengan tarif yang lebih rendah daripada biasanya;alat untuk
mendorong digunakannya bentuk Koperasi sebagai bentuk usaha dengan cara
membebaskan dari pengenaan pajak untuk jangka waktu 10 tahun dihitung sejak
saat didirikannya; untuk memberikan proteksi terhadap barang-barang industri
produksi dalam negeri, dengan mengenakan barang-barang import dengan pajak
yang tinggi. 3) Untuk menanggulangi Inflasi yaitu : pajak juga dapat digunakan
untuk menanggulangi inflasi ini, dimana dapat dilakukan apabila tepat
penggunaannya, sehingga merupakan alat yang ampuh untuk mengatur
perekonomian negara.
4. Pajak Daerah
a. Pengertian Pajak Daerah
Dalam UU No. 28 Tahun 2009 point 10 tentang pajak dan retribusi daerah,
disebutkan bahwa Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah
9
kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah
dan kemakmuran rakyat. Pajak daerah untuk masing - masing Kabupaten atau
Kota dapat dilihat dari pos PAD dalam Laporan Realisasi APBD. Menurut
Basuki S.H, pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang
pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang,
yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggraaan pemerintah
daerah dan pembangunan daerah (Basuki, 2008 ; 71). Secara umum, pajak
daerah memberikan kontribusi terbesar terhadap Pendapatan Asli Daerah.
Kontribusi pajak daerah terhadap total penerimaan juga terus mengalami
peningkatan.
Dari penegrtian pajak diatas, maka pajak juga memilik beberapa prinsip
umum perpajakan daerah yang baik yaitu (Devas, 1989; Dalam Mahmudi,
2010; 21) : 1) Prinsip elastisitas, pajak daerah harus memberikan pendapatan
cukup dan elastis, artinya mudah naik turun memngikuti naik dan turunnya
tingkat pendapatan maysrakat. 2) Prinsip keadilan, pajak harus memberikan
keadilan, baik adil secara vertikal dalam arti sesuai dengan tingkatan sosial
kelompok masyarakat maupun adil secara horizontal dalam arti berlaku sama
bagi setiap anggota kelompok masyarakat. 3) Prinsip kemudahan administrasi,
administrasi pajak daerah harus fleksibel, sederhana, mudah dihitung dan
mudah memberikan pelayanan yang memuaskan bagi wajib pajak. 4) Prinsip
keberterimaan politiis, pajak daerah harus dapat diterima secara politis oleh
masyarakat, sehingga masyarakat sadar untuk membayar pajak. 5) Prinsip
nondistorsi terhadap perekonomian, pajak daerah tidak boleh menimbulkan
dampak negatif terhadap perekonomian. Karena pada dasarnya setiap pajak
10
atau pungutan akan menimbulkan suatu beban bagi konsumen maupun
produsen.
Berdasarkan prinsip-prinsip pajak tersebut, maka manajemen pemerintah
daerah harus mampu menciptakan system pemungutan yang ekonomis,
efesien, dan efektif (Mahmudi, 2010; 22).
b. Jenis-Jenis Pajak Daerah
Berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2009 jenis-jenis pajak daerah
adalah sebagai berikut :
a) Pajak Hotel
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, pajak hotel adalah pajak atas pelayanan yang
disediakan oleh hotel. Pada pajak hotel yang menjadi subjek pajak adalah
orang pribadi yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel atau
konsumen hotel. Sedangkan yang menjadi wajib pajak adalah orang pribadi
atau badan usaha yang melakukan usaha dalam bidang penginapan. Objek
pajak hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan
pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang
sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, serta fasilitas olahraga
dan hiburan. Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran atau
yang seharusnya dibayar kepada hotel yaitu ditetapkan paling tinggi
sebesar 10% (sepuluh persen) dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
b) Pajak Restoran
Berdasarkan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, pajak restoran adalah pajak atas pelayanan
yang disediakan oleh restoran. Pada pajak restoran yang menjadi subjek
pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang membeli makanan dan
atau minuman dari restoran. Sedangkan yang menjadi wajib pajak restoran
adalah orang pribadi atau badan yang melakukan usaha dalam bidang
11
restoran. Objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh
restoran. Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang
diterima atau yang seharusnya diterima restoran yaitu ditetapkan paling
tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan ditetapkan dengan peraturan
daerah.
c) Pajak Hiburan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, pajak hiburan adalah pajak atas
penyelenggaraan hiburan. Pada pajak hiburan yang menjadi subjek pajak
hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menikmati hiburan.
Sedangkan yang menjadi wajib pajak hiburan adalah orang pribadi atau
badan yang menyelenggarakan hiburan. Objek pajak hiburan adalah jasa
penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran yaitu diantaranya
tontonan film, pagelaran kesenian, pameran, diskotik, karaoke, sirkus,
pusat kebugaran, pertandingan olahraga dan lain-lain. Dasar pengenaan
pajak hiburan adalah jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya
diterima oleh penyelenggara hiburan yaitu ditetapkan paling tinggi sebesar
35% (tiga puluh lima persen) dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Khusus untuk hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan,
diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan
mandi uap atau spa, tarif pajak hiburan dapat ditetapkan paling tinggi
sebesar 75% (tujuh puluh lima persen). Khusus hiburan kesenian rakyat
atau tradisional dikenakan tariff pajak hiburan ditetapkan paling tinggi
sebesar 10% (sepuluh persen).
d) Pajak Reklame
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, pajak reklame adalah pajak atas
penyelenggaraan reklame. Pada pajak rekalme yang menjadi subjek pajak
12
reklame adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan reklame.
Sedangkan yang menjadi wajib pajak reklame adalah orang pribadi atau
badan yang menyelenggarakan reklame. Objek pajak reklame adalah
semua penyelenggaraan reklame yaitu rekalme papan, reklame kain,
reklane udara, reklame slide atau film dan lain-lain. Dasar pengenaan pajak
reklame adalah nilai sewa reklame yaitu ditetapkan paling tinggi sebesar
25% (dua puluh lima persen) dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
e) Pajak Penerangan Jalan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, pajak penerangan jalan adalah pajak atas
penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh
dari sumber lain. Pada pajak penerangan jalan yang menjadi subjek pajak
penerangan jalan adalah orang pribadi atau badan yang dapat menggunakan
tenaga listrik. Sedangkan yang menjadi wajib pajak penerangan jalan
adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik. Objek
pajak penerangan jalan adalah penggunaan tenaga listrik, baik yang
dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain. Dasar
pengenaan pajak penerangan jalan adalah nilai jual tenaga listrik yaitu
ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan ditetapkan
dengan peraturan daerah. Untuk penggunaan tenaga listrik dari sumber lain
oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, tarif pajak
penerangan jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 3% (tiga persen).
Sedangkan penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif pajak
penerangan jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 1,5% (satu koma lima
persen).
f) Pajak Parkir
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, pajak parkir adalah pajak atas
13
penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan
berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu
usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Pada
pajak parkir yang menjadi subjek pajak parkir adalah orang pribadi atau
badan yang melakukan parkir kendaraan bermotor. Sedangkan yang
menjadi wajib pajak parkir adalah orang pribadi atau badan yang
menyelenggarakan tempat parkir. Dasar pengenaan pajak parkir adalah
jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada penyelenggara
tempat parkir yaitu ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh
persen) dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
B. Pendapatan Asli Daerah
1. Sistem Otonomi Daerah
Otonomi daerah dapat diartikan sebagai kewenangan yang diberikan kepada
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk
meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam
rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia
bebas). Menurut UU No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, otonomi
daerah adalah wewenang daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan yang diserahkan oleh pemerintah pusat dan kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Menurut UU No 32 Tahun 2004 prinsip penyelenggaran pemerintahan daerah
menggunakan asa-asas sebagai berikut : 1) asas desentralisasi yaitu penyerahan
wewenang oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dalam system NKRI. 2) asas dekonsentrasi yaitu
pelimpahan wewenang oleh pemerintah pusat kepada Gubernur sebagai wakil
14
pemerintah pusat dan/kepala instansi vertical diwilayah tertentu untuk mengurus
urusan pemerintahan. 3) asas tugas pembantuan yaitu penugasan dari pemerintah
pusat kepada daerah dan/desa dan dari pemerintah provinsi kepada kabupaten
dan/kota dan desa serta dari pemerintah kabupaten atau kota ke desa untuk
melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu disertai pendanaan
dalam hal tertentu disertai sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan
kewajiban melaporkan pelakasanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang
menugaskan.
Meskipun pemerintah daerah telah diberi otonomi secara luas dan
desentralisasi fiskal, namun pelaksanaan otonomi tersebut harus tetap berada
dalam koridor hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
(Mahmudi,2010;16). Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan
hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan
dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan
bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali
sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.
Tugas dan kewajiban dalam pelaksanaan otonomi daerah berupa peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi,
penegakan keadilan dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi
antara pusat dan daerah serta antardaerah dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia (Hari Sabarno,MBA,M.M. 2007;7).
Salah satu tugas yang sangat penting dalam pelaksanaan otonomi daerah
adalah menciptakan lapangan kerja yang merupakan masalah yang sangat esensial
karena “multiplier effect”nya tinngi (Syaukani, Afan Gaffar, dan M. Ryaas Rasyid,
2009;223). Lapangan kerja atau kesempatan kerja berkaitan erat dengan dua
dimensi ekonomi yang sangat esensial yaitu peningkatan daya beli dan
kecendrungan untuk menabung. Daya beli meningkat artinya pajak penjualan atas
barang dan jasa juga meningkat, dan itu berarti pendapatan daerah dan Negara
15
akan meningkat, yang semuanya akan dikembalikan kepada masyrakat dalam
bentuk proyek dan sejumlah insentif lainnya.
2. Sumber Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah jika dibandingkan dengan sektor bisnis, sumber
pendapatan pemerintah daerah relatif terprediksi dan lebih stabil sebab pendapatan
tersebut diatur oleh undang-undang dan peraturan daerah yang bersifat mengikat
dan dapat dipaksakan (Mahmudi, 2010 ; 16). Menurut Undang-undang No 32
Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah Pendapatan daerah adalah semua hak
daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode
anggaran tertentu.
Manajemen penerimaan daerah sangat erat kaitannya dengan kemampuan
pemerintah dalam mengolah potensi fiscal daerah. Potensi fiscal adalah
kemampuan daerah dalam menghimpun sumber-sumber pendapatan yang sah,
berhasil tidaknya pemerintah daerah dalam memperoleh pendapatan daerah sangat
dipengaruhi oleh sistem manajemen yang digunakan (Mahmudi, 2010;17).
Pendapatan daerah berasal dari penerimaan dari dana perimbangan pusat dan
daerah, juga yang berasal dari daerah itu sendiri yaitu pendapatan asli daerah serta
lain-lain pendapatan yang sah. pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang
diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah,
hasil pengeloalaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah.
Adapun sumber-sumber pendapatan daerah menurut Undang-Undang RI
No.32 Tahun 2004 yaitu :
1) Hasil pajak daerah yaitu Pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan
oleh daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum publik.
Pajak daerah sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah daerah yang
hasilnya digunakan untuk pengeluaran umum yang balas jasanya tidak
langsung diberikan sedang pelaksanannya bisa dapat dipaksakan.
16
2) Hasil retribusi daerah yaitu pungutan yang telah secara sah menjadi pungutan
daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa atau
karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik pemerintah daerah
bersangkutan. Retribusi daerah mempunyai sifat-sifat yaitu pelaksanaannya
bersifat ekonomis, ada imbalan langsung walau harus memenuhi persyaratan-
persyaratan formil dan materiil, tetapi ada alternatif untuk mau tidak
membayar, merupakan pungutan yang sifatnya budgetetairnya tidak menonjol,
dalam hal-hal tertentu retribusi daerah adalah pengembalian biaya yang telah
dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan anggota
masyarakat.
3) Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan. Hasil perusahaan milik daerah merupakan pendapatan daerah dari
keuntungan bersih perusahaan daerah yang berupa dana pembangunan daerah
dan bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke kas daerah, baik
perusahaan daerah yang dipisahkan,sesuai dengan motif pendirian dan
pengelolaan, maka sifat perusahaan dareah adalah suatu kesatuan produksi
yang bersifat menambah pendapatan daerah, memberi jasa, menyelenggarakan
kemamfaatan umum, dan memperkembangkan perekonomian daerah.
4) Lain-lain pendapatan daerah yang sah ialah adalah pendapatan daerah dari
sumber lain misalnya sumbangan pihak ketiga kepada daerah yang
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku
atau pendapatan-pendapatan yang tidak termasuk dalam jenis-jenis pajak
daerah, retribusi daerah, pendapatan dinas-dinas. Lain-lain usaha daerah yang
sah mempunyai sifat yang pembuka bagi pemerintah daerah untuk melakukan
kegiatan yang menghasilkan baik berupa materi dalam kegitan tersebut
bertujuan untuk menunjang, melapangkan, atau memantapkan suatu kebijakan
daerah disuatu bidang tertentu.
17
5) Dana perimbangan diperoleh melalui bagian pendapatan daerah dari
penerimaan pajak bumi dan bangunan baik dari pedesaan, perkotaan,
pertambangan sumber daya alam dan serta bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan. Dana perimbangan terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum,
dan dana alokasi khusus.
3. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang
dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan (Nurlan Darise, 2006 ; 43). Pendapatan asli daerah sebagai sumber
penerimaan daerah perlu terus ditingkatkan agar dapat menanggung sebagaian
beban belanja yang diperlukan untuk penyelenggaraan pemerintah daerah dan
kegiatan pembanguanan daerah yang setiap tahun meningkat sehingga
kemandirian otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggungjawab dapat
dilaksanakan.
Sebagaimana diatur dalam pasal 6 Undang-undang nomor 33 Tahun 2004
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari Pajak daerah, Retribusi daerah, hasil
pengolahan kekayaan yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
C. Pajak Daerah Sebagai Pendapatan Asli Daerah
Pembangunan daerah saat ini meliputi segala bidang dan tentunya perlu
mendapatkan perhatian serius baik dari pihak pemerintah daerah pada khususnya
maupun masyarakat pada umumnya. Pembangunan itu sendiri hanya dapat
dilaksanakan apabila ada dana yang tersedia. Dana tersebut dapat diperoleh dari
berbagai sumber baik dari dalam daerah itu sendiri atau dari pemerintah pusat, dan
juga sektor swasta. Salah satu sumber penerimaan dari daerah adalah dari sektor
pajak daerah yang merupakan bentuk pengabdian dan peran serta langsung
masyarakat dalam rangka mensukseskan pembangunan daerah, juga merupakan
salah satu bentuk pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
18
Pusat dan Pemerintah Daerah, sumber penerimaan daerah terdiri dari Pendapatan
Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
PAD merupakan salah satu indikator yang menentukan derajat kemandirian suatu
daerah. Komponen PAD itu sendiri terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah,
bagian laba usaha daerah, dan lain-lain PAD yang sah.
Salah satu pos Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) adalah pajak daerah. Pajak daerah adalah iuran wajib
yang dibayarkan oleh orang pribadi atau suatu badan ke pemerintah daerah tanpa
imbalan langsung yang nantinya iuran tersebut digunakan untuk membiayai
pelaksanaan pemerintah daerah, sebagaimana yang diutarakan Kesit Bambang
Prakosa (2005:2), pajak daerah adalah pungutan wajib atas orang pribadi atau
badan yang dilakukan oleh pemerintah daerah tanpa imbalan langsung yang
seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah
daerah dan pembangunan daerah.
D. Efektivitas Realisasi Pajak Daerah dan Kontribusinya Terhadap PAD
1. Efektivitas Realisasi Pajak Daerah Terhadap PAD
Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya
keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas selalu
terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang
sesungguhnya dicapai. Seperti menurut Ndraha (2005:163) Efektivitas
(effectiveness) yang didefinisikan secara abstrak sebagai tingkat pencapaian
tujuan, diukur dengan rumus hasil dibagi dengan (per) tujuan. Tujuan yang
bermula pada visi yang bersifat abstrak itu dapat dideduksi sampai menjadi
kongkrit, yaitu sasaran (strategi). Sasaran adalah tujuan yang terukur, Konsep hasil
relatif, bergantung pada pertanyaan, pada mata rantai mana dalam proses dan
siklus pemerintahan, hasil didefinisikan.
19
Untuk mengetahui efektivitas realisasi pajak daerah terhadap pendapatan asli
daerah maka cara yang digunakan yaitu menghitung rasio efektivitas. Rasio
efektivitas adalah rasio yang menggambarkan kemampuan pemerintah daerah
dalam merealisasikan pendapatan asli daerah yang didapatkan dibandingkan
dengan anggaran yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Semakin tinggi
rasio efektivitas, maka semakin baik kinerja pemerintah daerah. Rasio efektivitas
pajak daerah dihitung dengan cara membandingkan realisasi PAD dengan target
(anggaran). Rasio efektivitas menunjukan kemampuan daerah dalam memobilisasi
penerimaan pajak daerah esuai yang ditargetkan (PEMKOT Salatiga, Profil
keuangan Daerah, DPPAD, 2010, 90). Apabila hasil perhitungan efektivitas pajak
daerah menghasilkan angka atau persentase mendekati 100%, maka pajak daerah
semakin efektif dan untuk melihat efektivitasnya adalah dengan membandingkan
efektivitas pada tahun bersangkutan dengan efektivitas tahun sebelumnya.
2. Kontribusi Pajak Daerah Terhadap PAD
Perhitungan kontribusi merupakan salah satu indikator untuk melihat
perkembangan pendapatan daerah, proporsi penerimaan pajak, retribusi daerah
terhadap pendapatan asli daerah.
Dengan semakin besarnya proporsi penerimaan pajak dari total pajak atau
PAD, maka semakin layak pajak berkontribusi pajak daerah terhadap PAD.
Kontribusi juga merupakan suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui
seberapa besar kontribusi yang dapat disumbangkan dari penerimaan pajak daerah
terhadap pendapatan asli daerah, maka dibandingkan antara realisasi penerimaan
pajak daerah terhadap PAD.