BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. -...

15
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Hakekat Pajak Pajak adalah iuran rakyat pada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) langsung yang dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk pengeluaran umum (Rochmat Sumitro, Dalam Nurlan Darise, 2006 ; 44). Menurut Prof. PJA. Adriani pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan (Y. Sri Pudyatmoko, 2009;3). Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur sebagai berikut (Nurlan Darise, 2006 ; 44) : 1) iuran dari rakyat kepada negara yaitu yang berhak hanyalah Negara, iuran tersebut berupa uang (bukan barang). 2) berdasarkan undang-undang yaitu pajak dipungut berdasarkan atau dengan ketentuan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 3) tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjukan. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual dari pemerintah. 4) digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara yakni : pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. 2. Pembagian Pajak Pembagian pajak dapat dilakukan berdasarkan golongan, wewenang pemungut, dan sifatnya (Erly Suandy, 2011 ; 35) : a. Pajak berdasarkan golongan Pajak dibagi menjadi dua golongan, yaitu (Erly Suandy, 2011 ;36) : 1) Pajak langsung ialah pajak yang harus dipikul sendiri oleh si wajib pajak dan tidak

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. -...

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pajak

1. Hakekat Pajak

Pajak adalah iuran rakyat pada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang

dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) langsung

yang dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk pengeluaran umum (Rochmat

Sumitro, Dalam Nurlan Darise, 2006 ; 44). Menurut Prof. PJA. Adriani pajak

adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang

wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi

kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk

membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk

menyelenggarakan pemerintahan (Y. Sri Pudyatmoko, 2009;3).

Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur sebagai

berikut (Nurlan Darise, 2006 ; 44) : 1) iuran dari rakyat kepada negara yaitu yang

berhak hanyalah Negara, iuran tersebut berupa uang (bukan barang). 2)

berdasarkan undang-undang yaitu pajak dipungut berdasarkan atau dengan

ketentuan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 3) tanpa jasa timbal balik

atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjukan. Dalam

pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual dari

pemerintah. 4) digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara yakni :

pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

2. Pembagian Pajak

Pembagian pajak dapat dilakukan berdasarkan golongan, wewenang

pemungut, dan sifatnya (Erly Suandy, 2011 ; 35) :

a. Pajak berdasarkan golongan

Pajak dibagi menjadi dua golongan, yaitu (Erly Suandy, 2011 ;36) : 1) Pajak

langsung ialah pajak yang harus dipikul sendiri oleh si wajib pajak dan tidak

7

dilimpahkan kepada orang lain, misalnya pajak penghasilan. 2) Pajak tidak

langsung ialah pajak yang dibayar oleh si wajib pajak tetapi oleh wajib pajak ini

dibebankan kepada orang lain yang membeli barang-barang yang dihasilkan

olehnya.

b. Pajak berdasarkan wewenang pemungut

Berdasarkan wewenang pemungutnya pajak dapat dibagi menjadi dua, adalah

sebagai berikut (Erly Suandy, 2011 ;36) : 1) pajak pusat/pajak Negara adalah pajak

yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya

dilakukan oleh Departemen Keuangan melalui direktorat jendral pajak. Pajak pusat

diatur dalam undang-undang dan hasilnya masuk ke anggaran pendapatan dan

belanja Negara (APBN). 2) pajak daerah adalah pajak yang wewenang

pemungutannya ada pada pemerintah daerah yang pelakanaanya dilakukan oleh

dinas pendapatan daerah. Pajak daerah diataur dalam undang-undang dan hasilnya

akan masuk ke anggaran pendapatan dan belanja daerah(APBD).

c. Pajak berdasarkan sifatnya

Berdasarkan sifatnya pajak dapat dibagi menjadi dua, adalah sebagai berikut

(Erly Suandy, 2011 ;38) : 1) pajak subjektif adalah pajak yang memperhatikan

kondisi/keadaan wajib pajak. Dalam menentukan pajaknya harus ada alas an-

alasan objektif yang berhubungan erat dengan keadaan materianya, yaitu gaya

pikul. 2) pajak objektif adalah pajak yang pada awalnya memperhatikan objek

yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar, kemudian baru dicari

subjeknya baik orang pribadi maupun badan. Jadi, dengan kata lain pajak objektif

adalah pengenaan pajak yang hanya memperhatikan kondisi objeknya saja.

3. Peran dan Fungsi Pajak

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara,

khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber

pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran

pembangunan (Wikipedia bahasa indonesia).

8

Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, fungsi pajak

menurut Rochmat Soemitro (dalam Rona Rositawati, 2009:19) ada 3, yaitu : 1)

Fungsi Budgeter yaitu : pajak mempunyai tujuan untuk memasukkan uang

sebanyak-banyaknya dalam kas negara, dengan maksud untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran negara. Dikatakan bahwa pajak dalam hal demikian

mempunyai fungsi budgeter. Untuk menguatkan pendapat tersebut, ditunjukkan

bahwa dalam APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah), pajak-pajak

Daerah dan pajak Pemerintah Pusat yang diserahkan kepada Daerah, disamping

subsidi, merupakan sumber pendapatan daerah yang penting. 2) Fungsi Mengatur

yaitu : alat untuk mencapai tujuan tertentu, seperti alat untuk menarik modal, yaitu

dengan menerbitkan undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman

Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman

Modal Dalam Negeri (sekarang kedua undang-undang tersebut telah diganti

dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman

Modal);memberikan pembebasan pajak (tax holiday) atau dengan memberikan

Keringanan Pajak, dengan tarif yang lebih rendah daripada biasanya;alat untuk

mendorong digunakannya bentuk Koperasi sebagai bentuk usaha dengan cara

membebaskan dari pengenaan pajak untuk jangka waktu 10 tahun dihitung sejak

saat didirikannya; untuk memberikan proteksi terhadap barang-barang industri

produksi dalam negeri, dengan mengenakan barang-barang import dengan pajak

yang tinggi. 3) Untuk menanggulangi Inflasi yaitu : pajak juga dapat digunakan

untuk menanggulangi inflasi ini, dimana dapat dilakukan apabila tepat

penggunaannya, sehingga merupakan alat yang ampuh untuk mengatur

perekonomian negara.

4. Pajak Daerah

a. Pengertian Pajak Daerah

Dalam UU No. 28 Tahun 2009 point 10 tentang pajak dan retribusi daerah,

disebutkan bahwa Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah

9

kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan

yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah

dan kemakmuran rakyat. Pajak daerah untuk masing - masing Kabupaten atau

Kota dapat dilihat dari pos PAD dalam Laporan Realisasi APBD. Menurut

Basuki S.H, pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang

pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang,

yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan peraturan perundang-undangan

yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggraaan pemerintah

daerah dan pembangunan daerah (Basuki, 2008 ; 71). Secara umum, pajak

daerah memberikan kontribusi terbesar terhadap Pendapatan Asli Daerah.

Kontribusi pajak daerah terhadap total penerimaan juga terus mengalami

peningkatan.

Dari penegrtian pajak diatas, maka pajak juga memilik beberapa prinsip

umum perpajakan daerah yang baik yaitu (Devas, 1989; Dalam Mahmudi,

2010; 21) : 1) Prinsip elastisitas, pajak daerah harus memberikan pendapatan

cukup dan elastis, artinya mudah naik turun memngikuti naik dan turunnya

tingkat pendapatan maysrakat. 2) Prinsip keadilan, pajak harus memberikan

keadilan, baik adil secara vertikal dalam arti sesuai dengan tingkatan sosial

kelompok masyarakat maupun adil secara horizontal dalam arti berlaku sama

bagi setiap anggota kelompok masyarakat. 3) Prinsip kemudahan administrasi,

administrasi pajak daerah harus fleksibel, sederhana, mudah dihitung dan

mudah memberikan pelayanan yang memuaskan bagi wajib pajak. 4) Prinsip

keberterimaan politiis, pajak daerah harus dapat diterima secara politis oleh

masyarakat, sehingga masyarakat sadar untuk membayar pajak. 5) Prinsip

nondistorsi terhadap perekonomian, pajak daerah tidak boleh menimbulkan

dampak negatif terhadap perekonomian. Karena pada dasarnya setiap pajak

10

atau pungutan akan menimbulkan suatu beban bagi konsumen maupun

produsen.

Berdasarkan prinsip-prinsip pajak tersebut, maka manajemen pemerintah

daerah harus mampu menciptakan system pemungutan yang ekonomis,

efesien, dan efektif (Mahmudi, 2010; 22).

b. Jenis-Jenis Pajak Daerah

Berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2009 jenis-jenis pajak daerah

adalah sebagai berikut :

a) Pajak Hotel

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah, pajak hotel adalah pajak atas pelayanan yang

disediakan oleh hotel. Pada pajak hotel yang menjadi subjek pajak adalah

orang pribadi yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel atau

konsumen hotel. Sedangkan yang menjadi wajib pajak adalah orang pribadi

atau badan usaha yang melakukan usaha dalam bidang penginapan. Objek

pajak hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan

pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang

sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, serta fasilitas olahraga

dan hiburan. Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran atau

yang seharusnya dibayar kepada hotel yaitu ditetapkan paling tinggi

sebesar 10% (sepuluh persen) dan ditetapkan dengan peraturan daerah.

b) Pajak Restoran

Berdasarkan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah, pajak restoran adalah pajak atas pelayanan

yang disediakan oleh restoran. Pada pajak restoran yang menjadi subjek

pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang membeli makanan dan

atau minuman dari restoran. Sedangkan yang menjadi wajib pajak restoran

adalah orang pribadi atau badan yang melakukan usaha dalam bidang

11

restoran. Objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh

restoran. Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang

diterima atau yang seharusnya diterima restoran yaitu ditetapkan paling

tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan ditetapkan dengan peraturan

daerah.

c) Pajak Hiburan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah, pajak hiburan adalah pajak atas

penyelenggaraan hiburan. Pada pajak hiburan yang menjadi subjek pajak

hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menikmati hiburan.

Sedangkan yang menjadi wajib pajak hiburan adalah orang pribadi atau

badan yang menyelenggarakan hiburan. Objek pajak hiburan adalah jasa

penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran yaitu diantaranya

tontonan film, pagelaran kesenian, pameran, diskotik, karaoke, sirkus,

pusat kebugaran, pertandingan olahraga dan lain-lain. Dasar pengenaan

pajak hiburan adalah jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya

diterima oleh penyelenggara hiburan yaitu ditetapkan paling tinggi sebesar

35% (tiga puluh lima persen) dan ditetapkan dengan peraturan daerah.

Khusus untuk hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan,

diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan

mandi uap atau spa, tarif pajak hiburan dapat ditetapkan paling tinggi

sebesar 75% (tujuh puluh lima persen). Khusus hiburan kesenian rakyat

atau tradisional dikenakan tariff pajak hiburan ditetapkan paling tinggi

sebesar 10% (sepuluh persen).

d) Pajak Reklame

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah, pajak reklame adalah pajak atas

penyelenggaraan reklame. Pada pajak rekalme yang menjadi subjek pajak

12

reklame adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan reklame.

Sedangkan yang menjadi wajib pajak reklame adalah orang pribadi atau

badan yang menyelenggarakan reklame. Objek pajak reklame adalah

semua penyelenggaraan reklame yaitu rekalme papan, reklame kain,

reklane udara, reklame slide atau film dan lain-lain. Dasar pengenaan pajak

reklame adalah nilai sewa reklame yaitu ditetapkan paling tinggi sebesar

25% (dua puluh lima persen) dan ditetapkan dengan peraturan daerah.

e) Pajak Penerangan Jalan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah, pajak penerangan jalan adalah pajak atas

penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh

dari sumber lain. Pada pajak penerangan jalan yang menjadi subjek pajak

penerangan jalan adalah orang pribadi atau badan yang dapat menggunakan

tenaga listrik. Sedangkan yang menjadi wajib pajak penerangan jalan

adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik. Objek

pajak penerangan jalan adalah penggunaan tenaga listrik, baik yang

dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain. Dasar

pengenaan pajak penerangan jalan adalah nilai jual tenaga listrik yaitu

ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan ditetapkan

dengan peraturan daerah. Untuk penggunaan tenaga listrik dari sumber lain

oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, tarif pajak

penerangan jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 3% (tiga persen).

Sedangkan penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif pajak

penerangan jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 1,5% (satu koma lima

persen).

f) Pajak Parkir

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah, pajak parkir adalah pajak atas

13

penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan

berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu

usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Pada

pajak parkir yang menjadi subjek pajak parkir adalah orang pribadi atau

badan yang melakukan parkir kendaraan bermotor. Sedangkan yang

menjadi wajib pajak parkir adalah orang pribadi atau badan yang

menyelenggarakan tempat parkir. Dasar pengenaan pajak parkir adalah

jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada penyelenggara

tempat parkir yaitu ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh

persen) dan ditetapkan dengan peraturan daerah.

B. Pendapatan Asli Daerah

1. Sistem Otonomi Daerah

Otonomi daerah dapat diartikan sebagai kewenangan yang diberikan kepada

daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk

meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam

rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia

bebas). Menurut UU No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, otonomi

daerah adalah wewenang daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan yang diserahkan oleh pemerintah pusat dan kepentingan masyarakat

setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

Menurut UU No 32 Tahun 2004 prinsip penyelenggaran pemerintahan daerah

menggunakan asa-asas sebagai berikut : 1) asas desentralisasi yaitu penyerahan

wewenang oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus urusan pemerintahan dalam system NKRI. 2) asas dekonsentrasi yaitu

pelimpahan wewenang oleh pemerintah pusat kepada Gubernur sebagai wakil

14

pemerintah pusat dan/kepala instansi vertical diwilayah tertentu untuk mengurus

urusan pemerintahan. 3) asas tugas pembantuan yaitu penugasan dari pemerintah

pusat kepada daerah dan/desa dan dari pemerintah provinsi kepada kabupaten

dan/kota dan desa serta dari pemerintah kabupaten atau kota ke desa untuk

melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu disertai pendanaan

dalam hal tertentu disertai sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan

kewajiban melaporkan pelakasanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang

menugaskan.

Meskipun pemerintah daerah telah diberi otonomi secara luas dan

desentralisasi fiskal, namun pelaksanaan otonomi tersebut harus tetap berada

dalam koridor hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

(Mahmudi,2010;16). Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan

hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan

dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan

bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali

sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.

Tugas dan kewajiban dalam pelaksanaan otonomi daerah berupa peningkatan

pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi,

penegakan keadilan dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi

antara pusat dan daerah serta antardaerah dalam kerangka Negara Kesatuan

Republik Indonesia (Hari Sabarno,MBA,M.M. 2007;7).

Salah satu tugas yang sangat penting dalam pelaksanaan otonomi daerah

adalah menciptakan lapangan kerja yang merupakan masalah yang sangat esensial

karena “multiplier effect”nya tinngi (Syaukani, Afan Gaffar, dan M. Ryaas Rasyid,

2009;223). Lapangan kerja atau kesempatan kerja berkaitan erat dengan dua

dimensi ekonomi yang sangat esensial yaitu peningkatan daya beli dan

kecendrungan untuk menabung. Daya beli meningkat artinya pajak penjualan atas

barang dan jasa juga meningkat, dan itu berarti pendapatan daerah dan Negara

15

akan meningkat, yang semuanya akan dikembalikan kepada masyrakat dalam

bentuk proyek dan sejumlah insentif lainnya.

2. Sumber Pendapatan Daerah

Pendapatan daerah jika dibandingkan dengan sektor bisnis, sumber

pendapatan pemerintah daerah relatif terprediksi dan lebih stabil sebab pendapatan

tersebut diatur oleh undang-undang dan peraturan daerah yang bersifat mengikat

dan dapat dipaksakan (Mahmudi, 2010 ; 16). Menurut Undang-undang No 32

Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah Pendapatan daerah adalah semua hak

daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode

anggaran tertentu.

Manajemen penerimaan daerah sangat erat kaitannya dengan kemampuan

pemerintah dalam mengolah potensi fiscal daerah. Potensi fiscal adalah

kemampuan daerah dalam menghimpun sumber-sumber pendapatan yang sah,

berhasil tidaknya pemerintah daerah dalam memperoleh pendapatan daerah sangat

dipengaruhi oleh sistem manajemen yang digunakan (Mahmudi, 2010;17).

Pendapatan daerah berasal dari penerimaan dari dana perimbangan pusat dan

daerah, juga yang berasal dari daerah itu sendiri yaitu pendapatan asli daerah serta

lain-lain pendapatan yang sah. pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang

diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah,

hasil pengeloalaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli

daerah yang sah.

Adapun sumber-sumber pendapatan daerah menurut Undang-Undang RI

No.32 Tahun 2004 yaitu :

1) Hasil pajak daerah yaitu Pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan

oleh daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum publik.

Pajak daerah sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah daerah yang

hasilnya digunakan untuk pengeluaran umum yang balas jasanya tidak

langsung diberikan sedang pelaksanannya bisa dapat dipaksakan.

16

2) Hasil retribusi daerah yaitu pungutan yang telah secara sah menjadi pungutan

daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa atau

karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik pemerintah daerah

bersangkutan. Retribusi daerah mempunyai sifat-sifat yaitu pelaksanaannya

bersifat ekonomis, ada imbalan langsung walau harus memenuhi persyaratan-

persyaratan formil dan materiil, tetapi ada alternatif untuk mau tidak

membayar, merupakan pungutan yang sifatnya budgetetairnya tidak menonjol,

dalam hal-hal tertentu retribusi daerah adalah pengembalian biaya yang telah

dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan anggota

masyarakat.

3) Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang

dipisahkan. Hasil perusahaan milik daerah merupakan pendapatan daerah dari

keuntungan bersih perusahaan daerah yang berupa dana pembangunan daerah

dan bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke kas daerah, baik

perusahaan daerah yang dipisahkan,sesuai dengan motif pendirian dan

pengelolaan, maka sifat perusahaan dareah adalah suatu kesatuan produksi

yang bersifat menambah pendapatan daerah, memberi jasa, menyelenggarakan

kemamfaatan umum, dan memperkembangkan perekonomian daerah.

4) Lain-lain pendapatan daerah yang sah ialah adalah pendapatan daerah dari

sumber lain misalnya sumbangan pihak ketiga kepada daerah yang

dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku

atau pendapatan-pendapatan yang tidak termasuk dalam jenis-jenis pajak

daerah, retribusi daerah, pendapatan dinas-dinas. Lain-lain usaha daerah yang

sah mempunyai sifat yang pembuka bagi pemerintah daerah untuk melakukan

kegiatan yang menghasilkan baik berupa materi dalam kegitan tersebut

bertujuan untuk menunjang, melapangkan, atau memantapkan suatu kebijakan

daerah disuatu bidang tertentu.

17

5) Dana perimbangan diperoleh melalui bagian pendapatan daerah dari

penerimaan pajak bumi dan bangunan baik dari pedesaan, perkotaan,

pertambangan sumber daya alam dan serta bea perolehan hak atas tanah dan

bangunan. Dana perimbangan terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum,

dan dana alokasi khusus.

3. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang

dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-

undangan (Nurlan Darise, 2006 ; 43). Pendapatan asli daerah sebagai sumber

penerimaan daerah perlu terus ditingkatkan agar dapat menanggung sebagaian

beban belanja yang diperlukan untuk penyelenggaraan pemerintah daerah dan

kegiatan pembanguanan daerah yang setiap tahun meningkat sehingga

kemandirian otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggungjawab dapat

dilaksanakan.

Sebagaimana diatur dalam pasal 6 Undang-undang nomor 33 Tahun 2004

Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari Pajak daerah, Retribusi daerah, hasil

pengolahan kekayaan yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.

C. Pajak Daerah Sebagai Pendapatan Asli Daerah

Pembangunan daerah saat ini meliputi segala bidang dan tentunya perlu

mendapatkan perhatian serius baik dari pihak pemerintah daerah pada khususnya

maupun masyarakat pada umumnya. Pembangunan itu sendiri hanya dapat

dilaksanakan apabila ada dana yang tersedia. Dana tersebut dapat diperoleh dari

berbagai sumber baik dari dalam daerah itu sendiri atau dari pemerintah pusat, dan

juga sektor swasta. Salah satu sumber penerimaan dari daerah adalah dari sektor

pajak daerah yang merupakan bentuk pengabdian dan peran serta langsung

masyarakat dalam rangka mensukseskan pembangunan daerah, juga merupakan

salah satu bentuk pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Berdasarkan Undang-

Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

18

Pusat dan Pemerintah Daerah, sumber penerimaan daerah terdiri dari Pendapatan

Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.

PAD merupakan salah satu indikator yang menentukan derajat kemandirian suatu

daerah. Komponen PAD itu sendiri terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah,

bagian laba usaha daerah, dan lain-lain PAD yang sah.

Salah satu pos Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah (APBD) adalah pajak daerah. Pajak daerah adalah iuran wajib

yang dibayarkan oleh orang pribadi atau suatu badan ke pemerintah daerah tanpa

imbalan langsung yang nantinya iuran tersebut digunakan untuk membiayai

pelaksanaan pemerintah daerah, sebagaimana yang diutarakan Kesit Bambang

Prakosa (2005:2), pajak daerah adalah pungutan wajib atas orang pribadi atau

badan yang dilakukan oleh pemerintah daerah tanpa imbalan langsung yang

seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah

daerah dan pembangunan daerah.

D. Efektivitas Realisasi Pajak Daerah dan Kontribusinya Terhadap PAD

1. Efektivitas Realisasi Pajak Daerah Terhadap PAD

Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya

keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas selalu

terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang

sesungguhnya dicapai. Seperti menurut Ndraha (2005:163) Efektivitas

(effectiveness) yang didefinisikan secara abstrak sebagai tingkat pencapaian

tujuan, diukur dengan rumus hasil dibagi dengan (per) tujuan. Tujuan yang

bermula pada visi yang bersifat abstrak itu dapat dideduksi sampai menjadi

kongkrit, yaitu sasaran (strategi). Sasaran adalah tujuan yang terukur, Konsep hasil

relatif, bergantung pada pertanyaan, pada mata rantai mana dalam proses dan

siklus pemerintahan, hasil didefinisikan.

19

Untuk mengetahui efektivitas realisasi pajak daerah terhadap pendapatan asli

daerah maka cara yang digunakan yaitu menghitung rasio efektivitas. Rasio

efektivitas adalah rasio yang menggambarkan kemampuan pemerintah daerah

dalam merealisasikan pendapatan asli daerah yang didapatkan dibandingkan

dengan anggaran yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Semakin tinggi

rasio efektivitas, maka semakin baik kinerja pemerintah daerah. Rasio efektivitas

pajak daerah dihitung dengan cara membandingkan realisasi PAD dengan target

(anggaran). Rasio efektivitas menunjukan kemampuan daerah dalam memobilisasi

penerimaan pajak daerah esuai yang ditargetkan (PEMKOT Salatiga, Profil

keuangan Daerah, DPPAD, 2010, 90). Apabila hasil perhitungan efektivitas pajak

daerah menghasilkan angka atau persentase mendekati 100%, maka pajak daerah

semakin efektif dan untuk melihat efektivitasnya adalah dengan membandingkan

efektivitas pada tahun bersangkutan dengan efektivitas tahun sebelumnya.

2. Kontribusi Pajak Daerah Terhadap PAD

Perhitungan kontribusi merupakan salah satu indikator untuk melihat

perkembangan pendapatan daerah, proporsi penerimaan pajak, retribusi daerah

terhadap pendapatan asli daerah.

Dengan semakin besarnya proporsi penerimaan pajak dari total pajak atau

PAD, maka semakin layak pajak berkontribusi pajak daerah terhadap PAD.

Kontribusi juga merupakan suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui

seberapa besar kontribusi yang dapat disumbangkan dari penerimaan pajak daerah

terhadap pendapatan asli daerah, maka dibandingkan antara realisasi penerimaan

pajak daerah terhadap PAD.

20

E. Kerangka Penelitian

Gambar 2.1. Kerangka berpikir

Efektivitas

Pendapatan Asli

Daerah Pajak

Daerah

Kontribusi

Target

Realisasi

Realisasi

PAD