BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Perdagangan Internasional

13
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Perdagangan Internasional Perdagangan internasional bersumber dari teori klasik liberal dimana teori tersebut menyampaikan mengenai hubungan internasional melalui perdagangan internasional. Teori liberalisme klasik dikembangkan lebih jauh oleh Adam Smith dalam bukunya yang berjudul The Wealth of Nation dimana Smith mengembangkan pandangan liberalisme ke dalam ilmu ekonomi politik yakni perdagangan internasional. Konsep perdagangan internasional sendiri berakar dari paham kebijakan perdagangan bebas yang mengasumsikan jika suatu negara akan sejahtera apabila menghapuskan hambatan-hambatan perdagangan. Hal yang paling mudah untuk menjelaskan hal ini adalah model dampak penurunan tarif, dimana model ini menjelaskan jika perdagangan bebas dapat membawa keuntungan bagi perekonomian negara. Pengurangan bahkan penghapusan perdagangan dapat meningkatkan surplus konsumen (consumer surplus) terhadap hilangnya surplus produsen ( producer loss) dan pendapatan pemerintah (government revenue) dan dapat menanggulangi eksternalitas yang ditimbulkan oleh perekonomian (Krugman dan Obstfeld, 2003). Asumsi yang digunakan oleh teori di atas adalah, dengan dihilangkannya hambatan-hambatan perdagangan otomatis akan membuat harga penjualan cenderung menjadi murah. Semakin murahnya harga produk akan menigkatkan penawaran atas produk tersebut dan meningkatkan produksi, produksi yang meningkat akan membawa surplus bagi konsumen, produsen dan negara. Bagi produsen akan mengganti nilai producer loss karena biaya produksi dan transortasi, bagi konsumen keuntungannya adalah harga produk murah dengan kualitas bagus dan bagi negara adalah keuntungan ekonomi berupa pajak, devisa, investasi dan berputarnya roda perekonomian.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Perdagangan Internasional

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional bersumber dari teori klasik liberal dimana teori

tersebut menyampaikan mengenai hubungan internasional melalui perdagangan

internasional. Teori liberalisme klasik dikembangkan lebih jauh oleh Adam

Smith dalam bukunya yang berjudul The Wealth of Nation dimana Smith

mengembangkan pandangan liberalisme ke dalam ilmu ekonomi politik yakni

perdagangan internasional. Konsep perdagangan internasional sendiri berakar

dari paham kebijakan perdagangan bebas yang mengasumsikan jika suatu

negara akan sejahtera apabila menghapuskan hambatan-hambatan perdagangan.

Hal yang paling mudah untuk menjelaskan hal ini adalah model dampak

penurunan tarif, dimana model ini menjelaskan jika perdagangan bebas dapat

membawa keuntungan bagi perekonomian negara. Pengurangan bahkan

penghapusan perdagangan dapat meningkatkan surplus konsumen (consumer

surplus) terhadap hilangnya surplus produsen (producer loss) dan pendapatan

pemerintah (government revenue) dan dapat menanggulangi eksternalitas yang

ditimbulkan oleh perekonomian (Krugman dan Obstfeld, 2003).

Asumsi yang digunakan oleh teori di atas adalah, dengan dihilangkannya

hambatan-hambatan perdagangan otomatis akan membuat harga penjualan

cenderung menjadi murah. Semakin murahnya harga produk akan menigkatkan

penawaran atas produk tersebut dan meningkatkan produksi, produksi yang

meningkat akan membawa surplus bagi konsumen, produsen dan negara. Bagi

produsen akan mengganti nilai producer loss karena biaya produksi dan

transortasi, bagi konsumen keuntungannya adalah harga produk murah dengan

kualitas bagus dan bagi negara adalah keuntungan ekonomi berupa pajak,

devisa, investasi dan berputarnya roda perekonomian.

7

2.1.1.Teori Comparative Advantage

Berakar dari aliran yang sama, David Ricardo dalam bukunya On The

Principles of Political Economy and Taxation juga menjelaskan menjelaskan

mengenai perdagangan internasional melalui teori keunggulan komparatif

(comparative advantage). Teori keunggulan komparatif adalah teori

perdagangan internasional dimana dua negara atau lebih melakukan

perdagangan dengan mengekspor produk yang menjadi keunggulan

komparatifnya. Lebih jauh, teori ini juga menjelaskan mengenai bagaimana

sebuah negara, yang walaupun tidak dapat memproduksi komoditas jauh lebih

efektif dan efisien dari segi biaya dan waktu daripada negara lainnya

(keunggulan mutlak), tetap dapat melakukan transaksi perdagangan dengan

negara mitranya dengan cara melakukan spesialiasi produksi komoditas.

Kemampuan memproduksi komoditas tersebut tidak terlepas dari faktor

sumberdaya alam dan sumberdaya manusianya. Sebuah negara yang memiliki

keunggulan mutlak pun tetap memerlukan spesialisasi produksi untuk dapat

melakukan perdagangan internasional.

Dalam teori keunggulan komparatif, dua negara yang, meskipun tidak

memiliki keunggulan mutlak, tetapi tetap dapat melakukan perdagangan

internasional dengan mengandalkan keunggulan komparatif masing-masing.

Caranya adalah dengan melakukan spesialisasi produksi komoditas komparatif

oleh masing-masing negara, Sebagai contoh, negara A memiliki keunggulan

komparatif dalam produk minyak bumi terhadap negara B sedangkan negara B

tidak memiliki keunggulan komparatif dalam produk mesin maupun minyak

terhadap negara A. Perdagangan internasional yang ideal tetap dapat terjadi jika

negara A berfokus memproduksi produk mesin dan kemudian mengekspor

komoditas yang memiliki keunggulan komparatif ke negara B dan mengimpor

produk yang tidak memiliki keunggulan komparatif. Begitupun sebaliknya

dimana negara B membuat kerjasama perdagangan dengan negara A dan

berfokus dalam spesialisasi produk mesin dan tetap mengimpor minyak dari

negara A mengingat negara B memiliki sumber minyak yang lebih sedikit dari

negara A. Dengan adanya perjanjian perdagangan, kedua negara bisa

8

menyepakati syarat dalam melakukan perdagangan, yakni adanya fokus

tertentu dalam memproduksi komoditas tertentu. Fokus tersebut dapat

membawa manfaat dari segi efisiensi waktu, biaya dan tenaga kerja. Hal yang

paling utama adalah kedua negara sama-sama menemukan mitra kerjasama

perdagangan dan dapat menentukan pasar yang tepat dalam memasarkan

produknya. Hal ini lah yang tidak dapat ditemukan dalam perdagangan

internasional pada umumnya.

Dalam mengetahui produk mana yang merupakan keunggulan masing-

masing negara, harus dibuat sebuah perbandingan produk kedua negara dengan

cara membagi produk minyak dengan produk mesin.

Negara/Produk Mesin/tahun Minyak/tahun

Negara A 200 1000

Negara B 200 400

Negara/Produk Mesin Minyak

Negara A 1 5

Negara B 1 2

Dari perbandingan di atas dapat dilihat jika harga 5 minyak adalah sebesar

satu buah harga mesin di negara A, sedangkan di negara B harga 2 minyak

adalah sebesar 1 mesin. Harga minyak di negara A jauh lebih murah daripada

di negara B. Namun jika dilihat dari harga mesin, negara B jauh lebih murah

karena harga sebuah mesin di negara B hanya seharga 2 minyak, sedangkan di

negara A harga sebuah mesin adalah 5 minyak. Dilihat dari perbandingan ini,

bentuk ideal perdagangan di antara kedua negara dapat dicapai jika negara A

berfokus pada produk minyak dan negara B melakukan spesialisasi pada

produk mesin.

9

Tiap-tiap negara yang akan berkompetisi dalam arena perdagangan

internasional, perlu mempersiapkan modal-modal utama sebelum melakukan

penetrasi pasar, baik atas produk, tenaga kerja dan persiapan pendukung

lainnya. Semakin maksimal usaha yang dilakukan oleh sebuah negara, maka

akan semakin besar persentase keuntungan yang dapat diraih. Indonesia sendiri

jika ingin dibandingkan dengan negara-negara ASEAN terbilang cukup maju.

Baik dari kualitas produk maupun tenaga kerja. Tetapi jika ingin dibandingkan

dengan negara-negara maju seperti Singapura dan Jepang, Indonesia masih

belum bisa dikatakan setara bahkan meski hanya dinilai dari satu faktor seperti

pendidikannya saja. Karena itu pemerintah Indonesia masih harus berjuang

memajukan perdagangannya untuk mencapai hasil yang baik.

Sama hal nya dengan Jepang dan Indonesia dalam perjanjian IJEPA dimana

Jepang memiliki keunggulan mutlak dibanding Indonesia dalam hal komoditas

industri manufakturnya, sedangkan Indonesia memiliki keunggulan mutlak dari

segi komoditas mineral, gas alam dan minyak bumi yang mana hal ini sangat

dibutuhkan oleh industri Jepang. Sadar akan hal ini, Jepang kemudian

mengajukan kerjasama ekonomi dengan Indonesia dimana harapannya

kerjasama ini dapat membuka pasar bagi kedua negara dan semakin

menstabilkan perekonomian karena di satu sisi, pihak yang paling

berkepentingan dalam menjaga pasokan sumber energi bagi industri nya adalah

Jepang dan Jepang jugalah pihak yang dinilai lebih bisa memanfaatkan

perjanjian IJEPA, karena itu Jepang pun menawarkan program pengembangan

industri manufaktur (MIDEC) dan menjanjikan bentuk-bentuk investasi kepada

Indonesia khususnya dalam bidang infrastruktur.

2.3. Konsep Perdagangan Bilateral

Definisi kerja sama menurut Holsti dapat dibagi menjadi lima (Holsti,

1987:652-653, yaitu:

1. Pandangan yang menyatakan adanya kepentingan-kepentingan, nilai

dan tujuan yang hadir dan bertemu dan dapat menghasilkan sesuatu,

dipromosikan oleh semua pihak,

10

2. Bentuk persetujuan terhadap masalah tertentu dari dua negara atau

lebih dalam rangka memanfaatkan persamaan benturan kepentingan,

3. Pandangan yang menyatakan bahwa kebijakan yang diputuskan oleh

negara lainnya membantu sebuah negara dalam mencapai

kepentingannya,

4. Aturan resmi atau tidak resmi mengenai transaksi di masa depan dalam

mencapai tujuan,

5. Transaksi antara negara dalam menjalankan persetujuan mereka.

Hubungan bilateral sendiri menggambarkan keadaan atau hubungan timbal

balik antar dua pihak, dalam hal ini negara. (Perwita dan Yani, 2005:28).

Proses dalam hubungan bilateral dijalankan berdasarkan 3 alasan utama, yaitu:

• Menjalankan kepentingan nasional

• Memelihara perdamaian

• Meningkatkan kesejahteraan ekonomi.

Perdagangan bilateral pada dasarnya adalah hubungan perdagangan antar

dua negara. Konsep ini muncul pada pemikiran Ricardo tentang penyebab

terjadinya perdagangan antar negara yang pada prinsipnya sama dengan dasar

pemikiran dari Adam Smith (teori keunggulan mutlak), namun berbeda pada

cara pengukuran keunggulan suatu negara, yakni dilihat komparatif biayanya,

bukan perbedaan absolutnya.

Teori perdagangan internasional diasumsikan oleh David Ricardo ibarat dua

negara yang sama-sama memiliki faktor produksi tetapi memiliki perbedaan

dalam perbandingan harga (harga komparatif). Meskipun sama-sama tidak

memiliki keunggulan mutlak atas suatu komoditas satu sama lain, perdagangan

internasional masih dapat terjadi antar kedua negara selama keduanya memiliki

prinsip untuk mengutamakan impor produk komoditas yang memiliki faktor

produksi lebih besar untuk efisiensi biaya dan jam kerja. Ricardo beranggapan

jika sebuah negara berfokus kepada keunggulan komparatif dari produk yang

mereka miliki dan mengimpor komoditas yang memiliki kerugian komparatif

11

maka perdagangan internasional akan menguntungkan kedua negara tersebut

karena adanya bentuk interdependensi dari keduanya (Mahyus, 2015).

Dalam teori nya, David Ricardo memberlakukan beberapa asumsi, yaitu:

1) Hanya terdapat dua negara dan dua komoditi (bilateral).

2) Terdapat perdagangan bebas (Free Trade Area).

3) Adanya mobilitas tenaga kerja yang sempurna (perfect mobility), biaya

produksi konstan, tidak ada biaya transportasi.

4) Teknologi tetap.

5) Penerapan teori tenaga kerja (Labor Theory) teori ini menyatakan

bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang

digunakan untuk menghasilkan barang tertentu.5

Tulisan ini membahas keunggulan komparatif bagi Indonesia terhadap

Jepang dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi perdagangan Indonesia dan

membahas kerja sama perdagangan bilateral antara Jepang dan Indonesia dalam

skema IJEPA Hal ini dilakukan untuk memahami faktor-faktor yang

mempengaruhi perdagangan tersebut.

2.4.Konsep Integrasi Ekonomi

Teori yang melandasi integrasi ekonomi kawasan adalah teori Optimum

Currency Area yang dikenalkan pertama kali oleh Mundell pada 1961 dan

dilanjutkan oleh Bela Balassa. Konsep ini menjelaskan tahapan-tahapan

integrasi ekonomi negara-negara yang berada dalam suatu kawasan yakni

sebagai berikut :

1. Preferential Trade Agreement (PTA) perjanjian antara negara anggota yang

meniadakan batasan perdagangan berupa tarif tetapi masih membedakannya

dengan negara anggota.

2. Free Trade Area (FTA) dimana tarif dan kuota perdagangan antar negara

dalam satu kawasan dikurangi atau dihapuskan tetapi anggota perjanjian

5 Ekananda Mahyus. 2014. Ekonomi Internasional. Jakarta. Erlangga. Hal : 25

12

memiliki pilihan untuk tetap mempertahankan bentuk hambatan kepada

negara non anggota.

3. Custom Union, atau FTA yang menghapuskan hambatan tarif dan non tarif

dan juga menyamaratakan kebijakan perdagangan mereka kepada negara

non anggota.

4. Common Market yang merupakan bentuk lanjutan dari Custom Union,

tetapi tidak terbatas hanya pada komoditas barang dan adanya

penyamarataan harga untuk menghasilkan alokasi sumberdaya semaksimal

mungkin dengan cara membebaskan pergerakan faktor produksi seperti

modal dan tenaga kerja.

5. Economic Union Integration yang merupakan sebuah pasar tunggal dengan

tingkat harmonisasi kebijakan ekonomi yang spesifik, baku dan struktural

seperti penyamaan kebijakan fiskal dan moneter.

Meskipun IJEPA menganut model kerjasama kemperhensif, tetapi IJEPA

masih berada dalam kategori atau tahapan Free Trade Area karena bentuk

perjanjian ini adalah perjanjian bilateral dimana hanya dua pihak yang terlibat

dan saling menyetujui adanya kelonggaran dalam aktivitas perdagangan

diantara keduanya dan bukan dengan negara lain diluar perjanjian. IJEPA juga

tidak memiliki pengaturan tarif tertentu dalam perjanjiannya selain dari

pengurangan tarif bea masuk.

13

2.5.Penulisan Terdahulu

No Peneliti Judul

penelitian

Tujuan

Penelitian

Hasil Penelitian

1 Septika Tri

Ardiyanti

Dampak

Perjanjian

Perdagangan

Indonesia-

Jepang (IJEPA)

Terhadap

Kinerja

Perdagangan

Bilateral

Mengkaji

dampak

perjanjian

Indonesia-Japan

Economic

Partnership

Agreement

(IJEPA) terhadap

perdagangan

bilateral

Indonesia-

Jepang dari sisi

ekspor maupun

impor

Penelitian ini

menunjukkan bahwa

kerjasama IJEPA

memberikan

pengaruh positif

signifikan terhadap

peningkatan ekspor

non migas Indonesia

ke Jepang

14

2 Hika

Dayama

Peran Jepang

Meningkatkan

Kerjasama

Perdagangan

Dengan

Indonesia

Dalam

Kerangka

Indonesia-japan

Economic

Partnership

(IJEPA) tahun

2010-2011

Menganalisa apa

yang menjadi

faktor-faktor

utama

mendorong

mengapa Jepang

meningkatkan

kerjasama

perdagangan

dengan

Indonesia dan

menjelaskan

bagaimana peran

Jepang

meningkatkan

kerjasama

perdagangan

dengan Indonesia

dalam kerangka

Indonesia-Japan

Economic

Partnership

Agreement

(IJEPA)

Kerjasama Jepang

Indonesia dinilai

mampu

mempertahankan

tingkat pertumbuhan

ekonomi Jepang

melalui peningkatan

investasi FDI, LNG,

ODA dan kerjasama

ekspor dan impor

yang dapat

meningkatkan

pertumbuhan

perekonomian

Jepang

3 Nuthaila

Rahmah

Hubungan

Indonesia-

Jepang Dalam

Perjanjian

Indonesia-Japan

Economic

Mengetahui

efektivitas

hubungan

kerjasama

Indonesia-

Jepang dalam

IJEPA memberikan

keuntungan di mana

Jepang dapat

memperkuat bahkan

meningkatkan akses

pasarnya di

15

Partnership

Agreement di

Bidang

Pertanian

kerangka

Indonesia-Japan

Economic

Partnership

Agreement atau

IJEPA di bidang

pertanian pada

ekspor komoditi

karet Indonesia

ke Jepang.

Indonesia dengan

menjadi negara

tujuan utama ekspor

karet Indonesia yang

berada diurutan

kedua mengalahkan

China

4 Intan Kurnia

Sari Ramlin

Analisis

Kebijakan

Penurunan Tarif

Bea Masuk

Impor Tuna ke

Jepang

Terhadap

Neraca

Perdagangan

Indonesia –

Japan Economic

Partnership

Agreement.

Mengetahui

berapa persen

komoditas ikan

tuna

berkontribusi

terhadap neraca

perdagangan

Indonesia

Pertumbuhan ekspor

ikan tuna sebesar

439% setelah IJEPA

di terapkan

16

2.5.1 Signifikansi Penelitian

Tulisan ini membahas faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan

Indonesia dan Jepang pada tahun 2009-2013 kaitannya dengan IJEPA. Hal ini

belum dijelaskan oleh penelitian-penelitian sebelumnya. Perjanjian IJEPA

memiliki banyak fasilitas yang diberikan tetapi masih belum banyak dijelaskan

bagaimana dari fasilitas tersebut dapat membawa keuntungan bagi ekonomi

dan perdagangan Indonesia. Faktor-faktor yang dimaksudkan disini adalah

dalam bentuk internal dan eksternal. Faktor-faktor eksternal seperti kebijakan-

kebijakan pemerintah dan juga strategi perdagangan Indonesia sedangkan

faktor internal adalah faktor yang berasal dari perjanjian IJEPA sendiri. Dengan

mengetahui faktor-faktor dan bagaiman faktor tersebut mempengaruhi

perdagangan Indonesia, maka dapat dirumuskan pula strategi-strategi dalam

memanfaatkan faktor tersebut untuk meningkatkan perdagangan Indonesia.

17

2.6.Kerangka Pikir

Konsep Hubungan Bilateral

Teori Keunggulan Komparatif

Perdagangan Indonesia-

Jepang

Kepentingan Indonesia

Kepentingan Jepang

Japan Regional

Economic

Integration

Indonesia Japan

Economic Partnership

Agreement

Faktor Pengaruh

Perdagangan

Gempa Bumi Jepang 2011

Kesadaran Pelaku Usaha

Ledakan Harga Komoditas

Perdagangan Indonesia-

Jepang tahun 2009-2013

18

Dinamika perdagangan Indonesia dan Jepang pada tahun 2009 hingga tahun

2013 terjadi dikarenakan kesamaan kepentingan antara Indonesia dan Jepang

dalam mengembalikan kondisi perekonomian setelah terjadinya krisis ekonomi

tahun 2008 dimana kedua negara setuju untuk menghapuskan tarif perdagangan

barang yang saat itu memiliki nilai jual yang cukup tinggi seperti Indonesia

yang menjual komoditas minyak bumi, gas alam, karet dan batu bara ataupun

Jepang yang saat itu sedang gencar-gencarnya memajukan industri

manufakturnya, mengekspor sejumlah komoditas otomotif ke Indonesia.

Terjadinya fluktuasi neraca perdagangan di antara kedua negara tidak terlepas

dari adanya faktor yang mempengaruhi, baik faktor eksternal seperti nilai tukar

dan harga minyak maupun faktor internal seperti rezim ekonomi pemerintah

saat itu, seberapa jauh liberalisasi pasar daat dicapai dengan segala fasilitasnya

hingga yang lebih spesifik seperti daya saing komoditas.