BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - sinta.unud.ac.id II.pdf · 6 Gambar 2.1. babi American Landrace...

13
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Babi Babi adalah ternak monogastrik dan bersifat prolifik (banyak anak tiap kelahiran), pertumbuhannya cepat dan dalam umur enam bulan sudah dapat dipasarkan. Selain itu ternak babi efisien dalam mengkonversi berbagai sisa pertanian dan restoran menjadi daging (Ensminger, 1991). Menurut Sihombing (1997), semua babi memiliki karakteristik yang sama kedudukannya dalam sistematika hewan, yaitu : Filum : Chordata Sub Filum : Vertebrata (bertulang belakang) Marga : Gnatosmata (mempunyai rahang) Kelas : Mamalia (menyusui) Ordo : Artiodactyla (berjari/berkuku genap) Genus : Sus Species : Sus scrofa, Sus vittatus/Sus strozzli, Sus cristatus, Sus leucomtstax, Sus celebensi, Sus verrucosus, Sus barbatus Secara umum dapat dikenal tiga tipe babi yaitu babi lemak “lard type”, tipe sedang “bacon type”, dan tipe daging “meat type(Mangisah, 2003). Babi memiliki sifat-sifat fisik yang tampak, diantaranya warna tubuh, besar dan gemuk serta cepat dewasa. Sifat fisik berdasarkan warna bulu digolongkan menjadi 5, yakni: putih, hitam, coklat atau kemerah-merahan, berselempang (belted) dan bercak-bercak (spotted). Sifat fisik yang tampak pada babi berdasarkan besar dan kegemukan dapat dibagi menjadi 2, yakni: tipe babi besar yaitu bila babi besar dan lambat dewasa (cold blood atau tipe rainbow), dan babi kecil yaitu bila babi kecil dan cepat dewasa digolongkan dalam babi berdarah panas (Tanaka et al., 1980). Babi merupakan penghasil sumber daging dan untuk pemenuhan gizi yang sangat efisien di antara ternak-ternak yang lain karena babi memiliki konversi terhadap pakan yang cukup tinggi, semua bahan pakan bisa diubah menjadi

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - sinta.unud.ac.id II.pdf · 6 Gambar 2.1. babi American Landrace...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - sinta.unud.ac.id II.pdf · 6 Gambar 2.1. babi American Landrace (Kitsteiner, 2014) 2.2. Eceng Gondok Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan salah

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Babi

Babi adalah ternak monogastrik dan bersifat prolifik (banyak anak tiap

kelahiran), pertumbuhannya cepat dan dalam umur enam bulan sudah dapat

dipasarkan. Selain itu ternak babi efisien dalam mengkonversi berbagai sisa

pertanian dan restoran menjadi daging (Ensminger, 1991).

Menurut Sihombing (1997), semua babi memiliki karakteristik yang sama

kedudukannya dalam sistematika hewan, yaitu :

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata (bertulang belakang)

Marga : Gnatosmata (mempunyai rahang)

Kelas : Mamalia (menyusui)

Ordo : Artiodactyla (berjari/berkuku genap)

Genus : Sus

Species : Sus scrofa, Sus vittatus/Sus strozzli, Sus cristatus, Sus leucomtstax,

Sus celebensi, Sus verrucosus, Sus barbatus

Secara umum dapat dikenal tiga tipe babi yaitu babi lemak “lard type”, tipe

sedang “bacon type”, dan tipe daging “meat type” (Mangisah, 2003). Babi

memiliki sifat-sifat fisik yang tampak, diantaranya warna tubuh, besar dan gemuk

serta cepat dewasa. Sifat fisik berdasarkan warna bulu digolongkan menjadi 5,

yakni: putih, hitam, coklat atau kemerah-merahan, berselempang (belted) dan

bercak-bercak (spotted). Sifat fisik yang tampak pada babi berdasarkan besar dan

kegemukan dapat dibagi menjadi 2, yakni: tipe babi besar yaitu bila babi besar

dan lambat dewasa (cold blood atau tipe rainbow), dan babi kecil yaitu bila babi

kecil dan cepat dewasa digolongkan dalam babi berdarah panas (Tanaka et al.,

1980).

Babi merupakan penghasil sumber daging dan untuk pemenuhan gizi yang

sangat efisien di antara ternak-ternak yang lain karena babi memiliki konversi

terhadap pakan yang cukup tinggi, semua bahan pakan bisa diubah menjadi

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - sinta.unud.ac.id II.pdf · 6 Gambar 2.1. babi American Landrace (Kitsteiner, 2014) 2.2. Eceng Gondok Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan salah

5

daging dan lemak dengan sangat efisien. Ternak babi membutuhkan ransum yang

imbangan nutrisinya baik atau sempurna, untuk memperoleh reproduksi dan

produksi daging yang optimal. Ternak babi membutuhkan energi, protein,

mineral, vitamin dan air. Setiap zat mempunyai fungsi dan keterkaitan yang

spesifik di dalam tubuh. Kekurangan atau ketidakseimbangan zat-zat makanan

dapat memperlambat pertumbuhan dan berdampak pada performans. Faktor-

faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum yaitu cara pemberian pakan, aroma

pakan, kondisi lingkungan atau suhu kandang, ketersedian air minum, jumlah

ternak dan kesehatan ternak (Sihombing, 1997).

Babi Landrace merupakan salah satu babi yang umum dipelihara. Babi

Landrace merupakan babi yang berasal dari Denmark, termasuk jenis babi bacon

yang berkualitas tingi. Babi Landrace sangat populer sehingga dikembangkan juga

di Amerika Serikat, Australia, dan Indonesia. Babi Landrace berasal dari

persilangan antara pejantan babi Large white dengan babi lokal Denmark. Babi

Landrace juga banyak digunakan untuk program persilangan babi-babi di daerah

tropik, terutama di Asia Tenggara (Reksohadiprodjo, 1995).

Babi Landrace berwarna putih, terkenal babi bertubuh panjang seperti busur,

besar, lebar, bulu halus, dan juga kakinya panjang. Babi ini terkenal sangat

prolifik hingga kini babi ini juga yang terbukti paling banyak per kelahiran, serta

presentase dagingnya tinggi. Tulang rusuknya 16-17 pasang dan sampai kini

puting susu babi inilah yang terbanyak diantara bangsa babi unggul. Babi jantan

dewasa berbobot sekitar 320-410 kg dan induk berbobot 250-340 kg. Kelemahan

babi ini adalah kaki belakang yang lemah terutama saat induk bunting, dan warna

daging yang pucat (Sihombing, 2006).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - sinta.unud.ac.id II.pdf · 6 Gambar 2.1. babi American Landrace (Kitsteiner, 2014) 2.2. Eceng Gondok Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan salah

6

Gambar 2.1. babi American Landrace (Kitsteiner, 2014)

2.2. Eceng Gondok

Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan salah satu tumbuhan yang

sering ditemukan di rawa-rawa, waduk, dan sungai. Enceng gondok adalah gulma

air yang sangat cepat pertumbuhannya dan sangat susah pengendaliannya. Tetapi

enceng gondok mampu menyerap berbagai zat yang berbahaya yang mencemari

perairan, contohnya yaitu logam beracun, cemaran organik, buangan industri,

buangan pertanian dan buangan rumah tangga (Rahmawati, et al., 2003).

Enceng gondok di Indonesia pada mulanya diperkenalkan oleh Kebun Raya

Bogor pada tahun 1894 yang akhirnya berkembang di Sungai Ciliwung sebagai

tanaman pengganggu. Namun, dewasa ini banyak dimanfaatkan sebagai filter air

dari polusi logam-logam berat. Bahkan sudah dimanfaatkan sebagai bahan

kerajinan dan pakan ternak (Don, et al., 2010). Kecepatan pertumbuhan eceng

gondok tergantung dari berbagai faktor lingkungan, seperti kandungan hara

perairan, kedalaman air, salinitas, pH dan intesitas cahaya. Suhu air yang paling

cocok untuk pertumbuhan eceng gondok adalah 28-30oC dan pH 7 (Fuskhah,

2000).

Menurut Fahmi (2009) klasifikasi dari tanaman eceng gondok, sebagai

berikut :

Kingdom : Embryophytasi phonogama

Filum : magnoliophyta

Class : Liliopsida

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - sinta.unud.ac.id II.pdf · 6 Gambar 2.1. babi American Landrace (Kitsteiner, 2014) 2.2. Eceng Gondok Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan salah

7

Ordo : Liliales

Famili : Pontederiaciae

Genus : Eichornia

Spesies : Eichornia crassipes

Gambar 2.2. Eceng gondok (Eichornia crassipes) (Surya Mina Farm, 2014)

2.2.1. Morfologi Eceng Gondok

Eceng gondok merupakan tumbuhan yang hidup di perairan terbuka,

mengapung di air. Tingginya sekitar 0,4 – 0,8 meter, batangnya berbuku pendek,

mempunyai diameter 1-2,5 cm dan panjang batang mencapai 30 cm (Barton,

1951). Daun eceng gondok mempunyai garis tengah sampai 15 cm berbentuk telur

agak bulat, berwarna hijau terang dan berkilau di bawah sinar matahari. Kelopak

bunga berwarna ungu muda atau agak kebiruan. Setiap bunga mempunyai kepala

putik yang dapat menghasilkan 500 bakal biji setiap tangkai (Soedarmadji, 1991).

2.2.2. Kandungan Eceng Gondok

Eceng gondok bisa menjadi salah satu alternetif bahan ransum ternak,

karena eceng gondok memiliki nilai nutrisi yang cukup baik, yaitu energi

metabolis 2029 kkal/kg, kandungan protein kasar 13% dan kandungan serat kasar

21,3% (Radjiman et al., 1999). Menurut analisis yang dilakukan oleh

Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak

Fakultas Peternakan Universitas Diponogoro Semarang tahun 2005, melaporkan

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - sinta.unud.ac.id II.pdf · 6 Gambar 2.1. babi American Landrace (Kitsteiner, 2014) 2.2. Eceng Gondok Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan salah

8

bahwa eceng gondok mengandung protein kasar (PK) 11,2% dan bahan ekstrak

tiada nitrogen (BETN) sekitar 20% berdasarkan bahan kering (100% BK).

2.3 Logam Timbal (Pb)

Logam berasal dari bumi yang bisa berupa bahan organik dan bahan

anorganik. Diantara sekian banyak logam, ada yang keberadaannya di dalam

tubuh mahluk hidup baik pada tanaman, hewan atau ternak dan manusia

merugikan bahkan bersifat beracun. Logam yang dimaksud umumnya

digolongkan pada logam berat. Menurut Saeni (1989) yang dimaksud dengan

logam berat adalah unsur yang mempunyai bobot jenis lebih dari 5 g/cm3 yang

biasanya terletak di bagian kanan bawah sistem periodik unsur-unsur kimia.

Contoh logam berat yang dinyatakan oleh Saeni (1989) diantaranya: Fe, Pb,

Cr, Cd, Zn, Cu, Hg, Mn dan As. Dari logam-logam berat tersebut, menurut

Anggorodi (1979) Fe, Cr, Zn, Cu dan Mn termasuk dalam kelompok logam berat

dan merupakan mineral yang esensial dan tergolong mineral mikro bagi ternak,

maka logam berat yang tergolong nonesensial dan bersifat racun bagi ternak

adalah kelompok logam: Pb, Cd, Hg, dan As.

Timbal (Pb) memiliki titik lebur rendah, mudah dibentuk, memiliki sifat

kimia yang aktif, sehingga bisa digunakan untuk melapisi logam agar tidak timbul

perkaratan. Pb adalah logam lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat serat

mudah dimurnikan dari pertambangan. Timbal meleleh pada suhu 328° C titik

didih 1740° C dan memiliki gravitasi 11,34 dengan berat atom 207,20 (Widowati

et al., 2008).

Salah satu logam berat yang banyak mencemari air sungai adalah timbal

(Pb). Tercemarnya air sungai oleh limbah pabrik yang mengandung Pb

menyebabkan tanaman konsumsi yang tumbuh di daerah sungai menjadi tercemar

oleh Pb (Kohar et al. 2004). Timbal (Pb) merupakan salah satu pencemar yang

dipermasalahkan karena bersifat sangat toksik dan tergolong sebagai bahan

buangan beracun dan berbahaya (Purnomo dan Muchyiddin, 2007).

Timbal (Pb) merupakan logam yang bersifat neurotoksin yang dapat masuk

dan terakumulasi dalam tubuh manusia ataupun hewan, sehingga bahayanya

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - sinta.unud.ac.id II.pdf · 6 Gambar 2.1. babi American Landrace (Kitsteiner, 2014) 2.2. Eceng Gondok Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan salah

9

terhadap tubuh semakin meningkat (Lu, 1995 dan Kusnoputranto, 2006). Menurut

Underwood dan Suttle (1999), Pb biasanya dianggap sebagai racun yang bersifat

akumulatif dan akumulasinya tergantung levelnya. Hal itu menunjukkan bahwa

terdapat pengaruh pada ternak jika terdapat pada jumlah di atas batas ambang.

Konsentrasi logam berat yang dikonsumsi oleh hewan bervariasi. Badan

penelitian nasional Kanada (National Researh Council, NRC) menentukan jumlah

maksimum kandungan logam yang diperbolehkan untuk konsumsi hewan disebut

Maximum Tolerable Level (MTL). Adapun MTL merupakan kandungan logam

yang aman bagi hewan dan manusia yang mengkonsumsi produk hewan tersebut.

Batas toleransi logam berat Pb dalam pakan menurut NRC untuk sapi adalah

100mg/kg. Underwood dan Suttle (1999) mencantumkan batas ambang untuk

ternak unggas dalam pakannya, yaitu: batas ambang normal sebesar 1 – 10 ppm,

batas ambang tinggi sebesar 20 – 200 ppm dan batas ambang toksik sebesar lebih

dari 0,02%. Disisi lain Darmono (1995) mencantumkan dosis keracunan Pb pada

beberapa ternak, seperti terlihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Dosis Keracunan Timbal pada Beberapa Ternak

Jenis Ternak Toksik dalam Pakan (mg/kg)

Babi 1.000

Pedet 200 – 400

Domba ` 200 – 400

Sumber: Darmono (1995)

2.3.1. Reaksi Timbal (Pb) terhadap Eritrosit dan Hemoglobin

Timbal (Pb) merupakan logam yang bersifat neurotoksin yang dapat

menyebabkan anemia, paling sedikit 3 enzim yang terlibat dalam biosintesis heme

akan dihambat oleh Pb di dalam mitokondria dan sitoplasma sel eritroid. Ketiga

enzim tersebut adalah 5-aminolevulinat dehidratase, feroselatase (FERRO-C) dan

koproporfirinogen oksidase (KOPRO-O). Enzim d-ALAD merupakan enzim yang

berperan dalam sintesis heme yang paling sensitif terhadap Pb.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - sinta.unud.ac.id II.pdf · 6 Gambar 2.1. babi American Landrace (Kitsteiner, 2014) 2.2. Eceng Gondok Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan salah

10

Pb juga menghambat enzim feroselatase (hemesintetase) dengan mengikat

pada ikatan sulfidril (-SH) sehingga akan muncul sel eritrosit muda yang masih

berinti di dalam sirkulasi perifer. Gangguan sistem enzim ini akan menurunkan

kemampuan tubuh untuk mensintesis Hb sebagai pembawa oksigen yang

diperlukan dalam proses respirasi. Anemia pada keracunan Pb terjadi akibat

gangguan sintesis heme.

Keracunan Pb juga diperkirakan menghambat enzim pirimidin-5’

nukleotidase sehingga masa hidup eritrosit lebih singkat, suatu kondisi yang

memicu terjadinya anemia hemolitika akibat destruksi eritrosit. Terhambatnya

jalur sintesis heme ini tidak hanya mempengaruhi sintesis eritrosit atau sel darah

yang lain, tetapi juga sistem sitokrom dan respirasi seluler. Efek Pb juga dapat

menghambat pompa Na+/K+-ATP dan menempel pada membrane eritrosit

sehingga melisiskannya (Budiman et al., 2010).

2.4.Sel Darah pada Babi

Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma darah

dan sel darah. Sedangkan sel darah itu sendiri terdiri atas tiga jenis yaitu eritrosit,

leukosit dan trombosit. Volume darah secara keseluruhan adalah 8. 33% , 55%

plasma darah dan 45% terdiri atas sel darah (Pearce, 2006). Menurut Colville dan

Bassert (2002), darah memiliki tiga fungsi yang sangat penting yaitu : sebagai

sistem transportasi, sistem regulasi, dan sistem pertahanan.

2.4.1. Eritrosit

Sel darah merah atau yang disebut juga dengan nama eritrosit berasal dari

bahasa Yunani, yaitu erythro yang berarti merah dan cyte yang berarti sel.

Eritrosit memiliki diameter rerata 7,5 mm dan merupakan jenis sel yang paling

umum dan berfungsi untuk pengangkutan oksigen (Dharmawan, 2002).

Eritrosit merupakan sel darah yang tidak memiliki inti, tidak mempunyai

organel seperti sel-sel lain, serta tidak dapat bergerak. Sel ini tidak dapat

melakukan mitosis dan pembentukan protein. Eritrosit bisa dianggap seolah-olah

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - sinta.unud.ac.id II.pdf · 6 Gambar 2.1. babi American Landrace (Kitsteiner, 2014) 2.2. Eceng Gondok Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan salah

11

merupakan kantong dari hemoglobin (Kirana, 2012). Sekitar 60% volume eritrosit

terdiri atas air dan 40% terdiri atas konjugasi protein yang berbentuk globin dan

hem (heme) (Dharmawan, 2002). Pada hewan dewasa pembentukan eritrosit

terjadi di sum - sum tulang belakang, sedangkan pada waktu masih janin

dihasilkan oleh limpa, hati dan nodus limfatikus (Frandson, 1992).

2.4.2. Total Eritrosit

Total eritrosit pada setiap hewan berbeda-beda, hal ini tidak hanya

dipengaruhi oleh jenis hewannya, tetapi perbedaan bangsa, kondisi nutrisi,

aktivitas fisik, dan umur hewan juga dapat mempengaruhi jumlah eritrosit.

Erithropoiesis merupakan suatu proses yang berlanjut dan sebanding dengan

tingkat pengrusakan sel darah merah. Erithropoiesis diatur oleh mekanisme

umpan balik dimana prosesnya dihambat oleh peningkatan level sel darah merah

yang bersirkulasi dan dirangsang oleh anemia (Yusuf, 2011). Total eritrosit

normal babi adalah 5,0-8,0x106/mm3 (Dharmawan, 2002).

2.4.3. Hemoglobin (Hb)

Hemoglobin (Hb) merupakan substansi protein yang terdapat pada sel darah

merah yang kaya akan zat besi, yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari

paru-paru ke jaringan. Hemoglobin juga berfungsi sebagai pigmen respiratoris

darah dan sebagai bagian dari sistem buffer intrinsik darah. Oksigen tersedia dan

dibebaskan secara mudah oleh kandungan atom Fe dalam molekul hemoglobin

sambil darah melintasi kapiler paru-paru (Yusuf, 2011).

Produksi hemoglobin dipengaruhi oleh kadar besi (Fe) dalam tubuh karena

besi merupakan komponen penting dalam pembentukan molekul heme. Molekul

hemoglobin tersusun atas dua cincin haem dan globin yang disintesis sendiri-

sendiri. Rantai haem mengandung besi dan merupakan tempat pengikatan

oksigen. Molekul ini mempunyai kemampuan untuk mengambil dan

menggantikan oksigen dengan tekanan yang relatif tipis (Guyton,1997). Kadar

hemoglobin normal babi adalah 10,0-16,0 gr/100 ml (Dharmawan, 2002).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - sinta.unud.ac.id II.pdf · 6 Gambar 2.1. babi American Landrace (Kitsteiner, 2014) 2.2. Eceng Gondok Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan salah

12

2.4.4. Hematokrit

Hematokrit merupakan presentase volume eritrosit dalam darah yang

dimampatkan (Packed Cell Volume) dengan cara diputar pada kecepatan tertentu

dan dalam waktu tertentu. Nilai hematokrit ini sangat berhubungan dengan sel

darah merah, nilai dapat berubah-ubah tergantung dengan faktor yang

mempengaruhi yaitu ras, jenis kelamin, nutrisi dan umur. Uji hematokrit

dilakukan untuk mengetahui konsentrasi eritrosit dalam darah (Kumala, 2010).

Menurut Indrawati (2011) nilai PCV merupakan petunjuk yang sangat baik dalam

menentukan volume total eritrosit dalam sirkulasi darah. Presentase hematokrit

babi secara normal adalah 32-50% (Dharmawan, 2002).

2.4.5. Indeks Eritrosit

Indeks eritrosit adalah batasan untuk ukuran dan isi hemoglobin eritrosit.

Istilah lain untuk indeks eritrosit adalah indeks korpuskuler. Indeks eritrosit terdiri

atas: isi/voulume atau ukuran eritrosit (MCV: mean corpuscular volume atau

volume eritrosit rerata), berat (MCH: mean corpuscular hemoglobin atau

hemoglobin eritrosit rerata), konsentrasi (MCHC: mean corpuscular hemoglobin

atau kadar hemoglobin eritrosit rerata) (Riswanto, 2009). Volume satu sel darah

merah (MCV) pada babi secara normal berkisar 50-68fl, berat hemoglobin dalam

tiap selnya (MCH) adalah 17,0-21pg, dan konsentrasi hemoglobin dalam tiap

selnya (MCHC) adalah 30,0-34,0% (Dharmawan, 2002).

2.5.Anemia

Menurut Dharmawan (2002) anemia bukanlah suatu penyakit melainkan

suatu gejala sebagai akibat adanya suatu proses penyakit. Anemia adalah

penurunan jumlah eritrosit, hemoglobin, atau kedua-duanya dalam sirkulasi darah.

Tanda-tanda klinik dapat sama sekali tidak ada. Tubuh dapat menyesuaikan diri

terhadap merosotnya daya angkut oksigen dari darah sedemikian efisiennya

sehingga tidak timbul symptom meskipun anemianya cukup berat. Umumnya

gejala yang menyertai anemia adalah pucatnya membrane mukosa konjungtiva

maupun mulut, sesak nafas (dyspnea), dan denyut nadi yang cepat (tachycardia).

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - sinta.unud.ac.id II.pdf · 6 Gambar 2.1. babi American Landrace (Kitsteiner, 2014) 2.2. Eceng Gondok Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan salah

13

2.5.1. Klasifikasi Anemia

Anemia berdasarkan etiologinya digolongkan menjadi dua, yaitu :

1. Anemia regeneratif

Anemia regeneratif terjadi disebabkan karena perdarahan yang

berlebihan atau karena destruksi darah (anemia hemolitika). Bahaya

perdarahan yang berlebihan tergantung dari: jumlah darah yang keluar,

lokasi perdarahan, dan tipe perdarahan tersebut (Dharmawan, 2002).

2. Anemia non-regeneratif

Anemia non-regeneratif terjadi disebabkan karena penurunan

produksi eritrosit. Anemia ini bisa timbul akibat beberapa sebab, seperti

nutrisi, penyakit ginjal kronis, infeksi, dan kegagalan atau depresi sumsum

tulang. Biasanya anemia non-regeneratif berlangsung dalam tahap sedang

atau ringan sehingga sulit untuk segera diketahui. Kasus anemia seperti ini

sering merupakan akibat sekunder dari adanya penyakit lain (Dharmawan,

2002).

Anemia menurut morfologi, mikro dan makronya menunjukkan ukuran dari

sel darah merah, sedangkan menurut kromiknya menunjukkan warna dari sel

darah merah. Sudah dikenal tiga klasifikasi besar, yaitu :

1. Anemia normositik normokromik

Kondisi sel darah merah memiliki ukuran dan bentuk-bentuk sel

yang normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal

tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia ini adalah kehilangan

darah akut, hemolysis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan

endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum, dan penyakit-penyakit

infiltratif metastatik pada sumsum tulang.

2. Anemia makrositik normokromik

Dimana sel darah merah memiliki ukuran sel yang lebih besar dari

normal tetapi konsentrasi hemoglobinnya normal. Penyebab anemia ini

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - sinta.unud.ac.id II.pdf · 6 Gambar 2.1. babi American Landrace (Kitsteiner, 2014) 2.2. Eceng Gondok Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan salah

14

diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sitesis asam nukleat DNA

antara lain yang ditemukan pada defisiensi Vitamin B12, asam folat, dan

cobalt (ruminansia), mielosis eritremik (kucing), dan makrositosis

(anjing).

3. Anemia makrositik hipokromik

Dimana sel darah merah memiliki ukuran yang lebih besar dari

normal dan mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang dari

normal. Penyebab anemia ini adalah perdarahan luka atau adanya

gangguan koagulasi darah, destruksi eritrosit secara masif karena infeksi.

4. Anemia mikrositik hipokromik

Dimana sel darah merah ini memiliki ukuran yang lebih kecil dari

normal dan memiliki konsentrasi yang kurang dari normal. Penyebab

anemia ini adalah defisiensi Fe bisa karena kurangnya asupan Fe pada

makanan atau karena perdarahan kronis, defisiensi Cu dan B6, serta

keracunan molybdenum (Dharmawan, 2002).

Pada klasifikasi Anemia akibat gangguan Eritropoiesis dibagi menjadi

empat, yaitu :

1. Anemia defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi adalah anemia mikrositik hipokromik yang

terjadi akibat defisiensi besi dalam gizi, atau hilangnya darah secara

lambat dan kronik. Anemia defisiensi besi disebabkan oleh karena

rendahnya asupan besi, gangguan absobrsi, serta kehilangan besi akibat

perdarahan menahun yaitu kehilangan besi sebagai akibat dari perdarahan

menahun yang dapat berasal dari saluran cerna. Kehilangan besi juga dapat

disebabkan oleh faktor nutrisi. Perdarahan menyebabkan kehilangan besi

sehingga cadangan besi makin menurun. Apabila kekurangan besi

berlanjut terus, maka cadangan besi menjadi kosong. Penyediaan besi

untuk eritropoiesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada

bentuk eritrosit, tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Apabila jumlah

besi menurun terus maka eritropoiesis semakin terganggu sehingga kadar

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - sinta.unud.ac.id II.pdf · 6 Gambar 2.1. babi American Landrace (Kitsteiner, 2014) 2.2. Eceng Gondok Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan salah

15

hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul anemia

hipokromikmikrositer. Anemia defisiensi Fe dicegah dengan memelihara

keseimbangan antara asupan Fe.

2. Anemia megaloblastik

Defisiensi folat atau vitamin B12 mengakibatkan gangguan pada

sintesis timidin dan defek pada replikasi DNA, efek yang timbul adalah

pembesaran precursor sel darah (megaloblas) di sumsum tulang,

hematopoiesis yang tidak efektif, dan pansitopenia.

3. Anemia aplastik

Sumsum tulang gagal memproduksi sel darah akibat hiposelularitis,

hiposelularitis ini dapat terjadi akibat paparan racun, radiasi, reaksi

terhadap obat atau virus, dan defek pada perbaikan DNA serta gen.

4. Anemia mieloptisik

Anemia yang terjadi akibat penggantian sumsum tulang oleh

infiltrate sel-sel tumor, kelianan granuloma, yang menyebabkan pelepasan

eritroid pada tahap awal (Ifan, 2010).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - sinta.unud.ac.id II.pdf · 6 Gambar 2.1. babi American Landrace (Kitsteiner, 2014) 2.2. Eceng Gondok Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan salah

16

2.6. Kerangka Konsep

2.7 Hipotesis

Hipotesis yang dapat diajukan pada penelitian ini adalah pemberian eceng gondok

yang berasal dari perairan tercemar Pb dapat menurunkan total eritrosit, kadar

hemoglobin, dan nilai hematokrit babi tersebut.

Pemberian eceng godok dari perairan tercemar Pb

dalam ransum dapat menurunkan total eritrosit,

kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit.

Ransum ditambahkan eceng

gondok dari perairan tercemar

timbal (Pb)

Timbal (Pb) merupakan logam

berat yang bersifat neurotoksin

dan terakumulasi dalam darah

Pb menghambat biosintesis heme, menghambat

pompa Na+/K+-ATP dan mempengaruhi proses

eritropoiesis, sehingga menyebabkan terganggunya

proses pembentukan eritrosit dan hemoglobin di

dalam sumsum tulang dan menyebabkan anemia

Eceng gondok mampu

menyerap logam beracun