BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Semen - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/2229/3/BAB II_IKHSAN...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Semen - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/2229/3/BAB II_IKHSAN...
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Semen
Semen adalah perekat hidraulis bahan bangunan, artinya akan jadi perekat
bila bercampur dengan air. Bahan dasar semen pada umumnya ada 3 macam yaitu
clinker / terak semen (70% hingga 95%, merupakan hasil olahan pembakaran batu
kapur, pasir silika, pasir besi dan tanah liat), gypsum (sekitar 5%, sebagai zat
pelambat pengerasan) dan material ketiga seperti batu kapur, pozzolan, abu
terbang (fly ash), dan lain-lain. Jika unsur ketiga tersebut tidak lebih dari sekitar 3
% umumnya masih memenuhi kualitas OPC (Ordinary Portland Cement). Namun
bila kandungan material ketiga lebih tinggi hingga sekitar 25% maksimum, maka
semen tersebut akan berganti tipe menjadi PCC (Portland Composite Cement).
2.1.1 Jenis Semen Berdasarkan Aplikasinya
Berdasarkan aplikasinya, semen dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu
sebagai berikut :
1. Portland Cement Type I (Ordinary Portland Cement)
Semen portland tipe I merupakan jenis semen yang paling banyak
dibutuhkan oleh masyarakat luas dan dapat digunakan untuk seluruh aplikasi yang
tidak membutuhkan persyaratan khusus. Contohnya, ketika pemilik rumah atau
tukang batu yang sedang mengerjakan proyek atau merenovasi rumah tinggal
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
7
akan membeli semen di toko bangunan, mereka hanya menyebut semen, tanpa
menyebut jenis semen apa yang seharusnya digunakan atau cocok dengan
lingkungan pemukiman mereka berada. antara lain bangunan, perumahan, gedung
– gedung bertingkat, jembatan, landasan pacu dan jalan raya.
Standarisasi mutu OPC diatur dalam standar Indonesia SNI 15-2049-2004
standar Amerika ASTM C 150-04a dan standar Eropa EN 197-1:2000
Ordinary Portland Cement adalah Semen Portland yang dipakai untuk
segala macam kontruksi apabila tidak diperlukan sifat–sifat khusus, misalnya
ketahanan terhadap sulfat, panas hidrasi, dan sebagainya.
Ordinary Portland Cement mempunyai kandungan senyawa utama kurang
lebihnya seperti pada tabel di bawah ini.
2. Portland Cement Type II (Moderate Sulfat Resistance)
Semen Portland Tipe II merupakan semen dengan panas hidrasi sedang
atau di bawah semen Portland Tipe I serta tahan terhadap sulfat. Semen ini cocok
digunakan untuk daerah yang memiliki cuaca dengan suhu yang cukup tinggi serta
Tabel 2.1 Komposisi Senyawa Utama Semen Portland
(S. Mindesss, Francis Y. dan D. Darwin,2003)
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
8
pada struktur drainase. Semen Portland tipe II ini disarankan untuk dipakai pada
bangunan seperti bendungan, dermaga dan landasan berat yang ditandai adanya
kolom-kolom dan dimana proses hidrasi rendah juga merupakan pertimbangan
utama.
3. Portland Cement Type III (High Early Strength Portland Cement)
Jenis ini memperoleh kekuatan besar dalam waktu singkat, sehingga dapat
digunakan untuk perbaikan bangunan beton yang perlu segera digunakan atau
yang acuannya perlu segera dilepas. Selain itu juga dapat dipergunakan pada
daerah yang memiliki temperatur rendah, terutama pada daerah yang mempunyai
musim dingin. Kegunaan pembuatan jalan beton, landasan lapangan udara,
bangunan tingkat tinggi, bangunan dalam air yang tidak memerlukan ketahanan
terhadap sulfat
4. Portland Cement Type IV (Low Heat Of Hydration)
Tipe semen dengan panas hidrasi rendah.Semen tipe ini digunakan untuk
keperluan konstruksi yang memerlukan jumlah dan kenaikan panas harus
diminimalkan. Oleh karena itu semen jenis ini akan memperoleh tingkat kuat
beton dengan lebih lambat ketimbang Portland tipe I. Tipe semen seperti ini
digunakan untuk struktur beton masif seperti dam dengan gravitasi besar dimana
kenaikan temperatur akibat panas yang dihasilkan selama proses curing
merupakan faktor kritis. Cocok digunakan untuk daerah yang bersuhu panas.
5. Portland Cement Type V (Sulfat Resistance Cement)
Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan tinggi
terhadap sulfat. Cocok digunakan untuk pembuatan beton pada daerah yang tanah
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
9
dan airnya mempunyai kandungan garam sulfat tinggi. Sangat cocok untuk
instalasi pengolahan limbah pabrik, konstruksi dalam air, jembatan, terowongan,
pelabuhan,dan pembangkit tenaga nuklir.
2.1.2 Jenis Semen Berdasarkan Proses Produksinya
1. Semen Portland Pozolan (SPP) / Portland Pozzolan Cement
Semen ini merupakan hasil dari semen Portland di tambah dengan
pozzolan dengan proporsi sekitar 10-30%. Nama lain dari semen ini Traz Portland
Cement, semen ini sering dipakai di Negara Jerman. Tras yang di gunakan adalah
Tras Andernach.
2. Semen Putih
Campuran semen ini memiliki kadar Fe2O3-nya rendah, karna warna abu-
abu pada semen portland disebabkan oleh serbuk besi. Semen ini dibuat dari batu
kapur dan tanah liat putih (kaolin), kadar Fe2O3 tidak boleh lebih dari 1,5%.
Pengolahannya sama dengan pengolahan semen biasa, tapi tidak menggunakan
alat-alat yang mengandung besi.
3. Mansory cement
Semen ini berfungsi untuk pasangan tembok dan plasteran. Semen ini
dibuat dari semen Portland dan di campur dengan hasil gilingan batu kapur.
Namun, semen tipe I lebih baik dibandingkan dengan semen ini.
4. Semen Sumur Minyak (Oil Well Cement)
Berfungsi untuk menyemen pipa pengeboran minyak, melapisi bocoran air
atau gas. Semen ini di pakai dalam bentuk bubur cair yang di pompakan dengan
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
10
tekanan tinggi yang mencapai 1200 kg/cm2 dengan suhu rata-rata lebih dari
170°C dalam keadaan belum mengeras.
5. Hidropobic cement
Hidrophobic cement adalah klinker yang di giling dengan tambahan asam
oleat atau asam streat.
6. Waterproofed cement
Semen yang digunakan di Inggris yang terbuat dari semen Portland yang
ditambahkan calsium, aluminium, atau serat logam lainnya.
7. Semen alumina
Semen alumina tebuat dari batu kapur dicampur dengan bauksit dengan
kadar campuran 60-70% (batu kapur), dan 30-40% (bauksit). Campuran dibakar
pada suhu 1600oC dalam tungku listrik sampai cair, kemudian hasil pembakaran
tadi di tambahkan gips.
8. Portland Composite Cement ( PCC)
Semen PCC memiliki syarat kualitas yang tercantum dalam SNI 15-7064-
2004. Semen ini dapat digunakan secara luas untuk konstruksi umum pada semua
beton, struktur bangunan bertingkat, struktur jembatan, struktur jalan beton, bahan
bangunan, beton pra tekan dan pra cetak, pasangan bata, plesteran dan acian,
panel beton, paving block, hollow brick, batako, genteng, potongan ubin, lebih
mudah dikerjakan, suhu beton lebih rendah sehingga tidak mudah retak, lebih
tahan terhadap sulfat, lebih kedap air dan permukaan acian lebih halus.
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
11
9. Super Portland Pozzolan Cement (SPPC)
Semen jenis ini memenuhi persyaratan mutu semen Portland Pozzoland
SNI 15-0302-2004 dan ASTM C 595 M-05 s. Penggunaannya biasanya pada
konstruksi beton untuk bendungan, dam dan irigasi, beton yang digunakan di area
dengan serangan sulfat seperti bangunan tepi pantai dan di rawa, bangunan yang
kekedapannya harus tinggi serta pasangan dan plesteran.
2.1.3 Semen PCC (Portland Composite Cement)
Semen PCC memiliki spesifikasi sesuai standar Indonesia SNI 15-7064-
2004 dan standar Eropa EN 197-1:2000 (42.5 N & 42.5 R) serta standar Amerika
ASTM C 595-03.
PCC (Portland Composite Cement) digunakan untuk bangunan-bangunan
pada umumnya, sama dengan penggunaan Semen OPC dengan kuat tekan yang
sama. PCC mempunyai panas hidrasi yang lebih rendah selama proses
pendinginan dibandingkan dengan Semen Portland OPC, sehingga pengerjaannya
akan lebih mudah dan menghasilkan permukaan beton/plester yang lebih rapat
dan lebih halus.
Semen PCC merupakan bahan pengikat hidrolis hasil penggilingan
bersama-sama klinker semen Portland dan gipsum dengan satu atau lebih bahan
anorganik. Bahan anorganik tersebut antara lain terak tanur tinggi (blast furnace
slag), pozolan, senyawa silikat, dengan kadar total bahan anorganik 6 % – 35 %.
Jadi, berdasrkan keterangan di atas kalau kita hanya butuh semen untuk
bangunan biasa dengan lantai tidak terlalu tinggi serta bukan untuk tiang dan
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
12
balok beton, tipe PCC barangkali cukup memadai. Namun untuk yang
memerlukan kekuatan tinggi sebaiknya pakai OPC. Plesteran dan pasangan bata
bisa memakai PCC sedang tiang, balok dan lantai coran sebaiknya pakai OPC
Tipe I. Yang jelas dengan memakai PCC berarti pula menghemat sumber daya
alam dan energi karena dalam proses produksinya kebutuhan energi lebih
rendahdari OPC.
Dalam SNI 15-7064-2004 tercantum syarat kimia yang harus dimiliki
semen PCC adalah kandungan SO3 yang tidak lebih dari 4 %.
Sedangkan standar kualitas fisika yang harus dimiliki oleh produk semen
type I PCC sesuai SNI 15-7064-2004 dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2 Standar kualitas semen PCC Tipe 1 (SNI 15-7064-2004)
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
13
2.1.4 Bahan Baku Semen
Pada prinsipnya bahan baku utama dalam proses pembuatan semen hanya
ada 2 yaitu batu kapur dan tanah liat sebab semua senyawa – senyawa utama
dalam semen berasal dari kedua bahan tersebut. Bila digunakan bahan lainnya,
maka bahan tersebut hanya sebagai bahan pengoreksi komposisi saja
Batu Kapur
Batu Kapur merupakan sumber utama senyawa Kalsium. Batu kapur
murni umumnya merupakan kalsit atau aragonit yang secara kimia keduanya
dinamakan CaCO3. Senyawa Karbonat dan Magnesium dalam batu Kapur
umumnya berupa dolomite (CaMg(CO3)2. Dalam proses pembuatan Semen,
CaCO3 akan berubah menjadi oksida Kalsium (CaO) dan dolomite berubah bentuk
menjadi kristal oksida magnesium (MgO) bebas / Periclase yang dapat
merendahkan mutu semen yang dihasilkan, sebab jika jumlah MgO bebas
melebihi 5% (berdasarkan SNI No. 15-2049 tahun 2004) maka bangunan yang
menggunakan semen tersebut hasilnya akan pecah – pecah.
Tanah Liat
Tanah Liat merupakan sumber utama senyawa silikat. Disamping itu, juga
merupakan sumber senyawa – senyawa penting lainnya seperti senyawa besi dan
alumina. Dalam jumlah amat kecil kadang – kadang juga didapati senyawa –
senyawa alkali (Na dan K) yang dapat mempengaruhi mutu semen. Senyawa-
senyawa tersebut diatas dalam tanah liat umumnya terdapat dalam bentuk
kelompok-kelompok mineral, seperti :
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
14
1. Kelompok kaolomit (Al2O3.2SiO2.2H2O) terdiri dari kaolinit,
dickit,rakit dan alloysit.
2. Kelompok montmorillonit terdiri dari :
a) Montmorillonit (Al2O3.4SiO2.H2O + NH2)
b) Nontronit ( Na0.3Fe3+
2Si3AlO10(OH)2•4(H2O) )
c) Saponit (2MgO. 3SiO2. NH2)
3. Kelompok illit (K2O. MgO. Al2O3. SiO2)
Selain mineral-mineral tersebut diatas, dalam tanah liat sering dijumpai
juga SiO2 bebas dalam bentuk kuarsa, kalsit, pirit dan lemonit.
Bahan Baku Korektif
Bahan Baku korektif adalah bahan baku yang dipakai hanya apabila pada
pencampuran bahan baku utama komposisi oksida – oksidanya belum memenuhi
persyaratan secara kualitatif dan kuantitatif.
Pada umumnya, bahan baku korektif yang digunakan mengandung oksida
silika, oksida alumina dan oksida yang diperoleh dari pasir Silika (Sand), Tanah
Liat (Clay), dan Pasir Besi/Iron ore/ pyrite cinder. Misalnya, kekurangan :
1. CaO : bisa ditambahkan limestone, Marble (90% CaCO3)
2. Al2O3 : bisa ditambahkan tanah liat
3. SiO2 : bisa ditambahkan quartz dan sand
4. Fe2O3 : bisa ditambahkan pasir besi, pyrite
Pasir Silika biasa digunakan sebagai pengoreksi kadar SiO2 yang rendah
dalamtanah liat, sedangkan pasir besi digunakan sebagai pengoreksi kadar Fe2O3
atau pengoreksi perbandingan antara Al2O3 dan Fe2O3.
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
15
Gypsum juga biasanya ditambahkan sebagai bahan tambahan setelah
terbentuk klinker untuk mengatur waktu ikat / waktu pengerasan dari semen yang
dihasilkan.
2.1.5 Fungsi Senyawa Kimia Dalam Bahan Baku
Jika dinyatakan dalam bentuk oksidanya, ada 8 senyawa kimia penting
yang terdapat dalam bentuk bahan baku. Senyawa kimia tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Oksida Kalsium (CaO)
Sumber utama oksida kalsium adalah CaCO3 dalam batu kapur. Dalam
proses semen CaO merupakan oksida terpenting, sebab disamping merupakan
senyawa yang terbesar jumlahnya juga merupakan senyawa bereaksi dengan
senyawa-senyawa silikat, aluminat dan besi membentuk senyawa-potensial
penyusun senyawa semen. CaO dalam batu kapur tidak semuanya berikatan
membentuk mineral potensial biasanya tidak berikatan dengan senyawa lain yang
biasa disebut CaO bebas (free lime).
2. Oksida Silika (SiO2)
Oksida Silika (SiO2) terutama diperoleh dari peruraian mineral-mineral
kelompok montmorillonit yang berasal dari tanah liat. Disamping itu juga SiO2
bebas yang berasal dari pasir silika. Dalam semen, SiO2 selalu terdapat dalam
keadaan berikatan dengan CaO.
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
16
3. Oksida Alumunium (Al2O3)
Oksida Alumunium (Al2O3) juga terdapat di dalam tanah liat yaitu pada
kelompok mineral nontronik, bersama CaO merupakan oksida pembentuk mineral
potensial kalsium alumina, bersama CaO dan Fe2O3 akan membentuk senyawa
alumina ferri. Al2O3 berperan sebagai fluks (penurunan titik leleh) campuran
bahan-bahan baku.
4. Oksida ferrum (Fe2O3)
Oksida ferrum / besi (Fe2O3) juga terdapat dalam tanah liat yaitu dalam
kelompok mineral kaolonit. Bersama-sama CaO dan Al2O3, Fe2O3 akan bereaksi
membentuk senyawa alumina ferrit. Selain berperan dalam reaksi pembentuk
mineral potensial juga berperan sebagai fluks.
5. Oksida Magnesium (MgO)
Oksida magnesium (MgO) terutama diperoleh dari peruraian dolomite
(CaCO3) kadang-kadang MgO bisa juga berasal dari mineral-mieneral tanah liat.
MgO tidak berfungsi sebagai salah satu mineral potensial sebab dalam proses
pembuatan semen, MgO tidak bereaksi dengan oksida-oksida lainnya. Peranannya
hanya sebagai fluks dan pewarna semen.
6. Oksida alkali (Na2O dan K2O)
Oksida alkali umumnya berasal dari dekomposisi mineral-mineral tanah
liat yaitu kelompok illit dan jumlahnya relative kecil. Oksida alkali bukan
merupakan pembentuk mineral potensial tetapi sebagai fluks saja.
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
17
7. Oksida belerang (SO3)
Oksida belerang dalam semen terutama diperoleh dari penambahan
senyawa CaSO4.2H2O. Selain itu ada juga SO3 yag berasal dari bahan bakar yang
digunakan dalam proses pembuatan semen. Senyawa oksida belerang sama sekali
tidak berpengaruh dalam pembentukan mineral potensial penyusun semen, tetapi
fungsinya terutama pada pemakaian semen.
8. Oksida Fosfar (P2O5)
Umumnya kandungan P2O5 pada semen tidak lebih dari 0,2%. Adanya
P2O5dapat memperlambat pengerasan semen, karena turunnya kadar C3S dimana
terbentuk P2O5 dan CaO. Kadar P2O5 yang tinggi dapat menyebabkan
unsoundness karena terbentuknya kapur bebas pada P2O5 2,5%.
Sedangkan senyawa – senyawa utama semen (mineral – mineral potensial)
yang menjadi penyusun semen adalah:
1. Trikalsium Silikat (C3S)
Merupakan komponen penentu utama kekuatan awal semen. Hal ini
disebabkan karena selain jumlah yang besar, reaksi hidrasinya juga berlangsung
cepat. Pemuaian C3S lebih kecil dibanding dengan C3A tetapi lebih besar bila
dibanding dengan C4AF. Panas Hidrasi yang ditimbulkan oleh C3S adalah kedua
terbesar setelah C3A.
2. Dikalsium Silikat (C2S)
Merupakan Komponen penentu kekuatan akhir semen. Reaksi Hidrasinya
yang lambat menyebabkan pengembangan kekuatan juga berlangsung lambat,
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
18
yakni baru terlihat 28 hari setelah pengikatan. Seperti C3S, C2S juga tidak
memberi pengaruh yang berarti pada pemuaian semen. Panas hidrasinya adalah
yang terendah dibandingkan dengan komponen-komponen lainnya.
3. Trikalsium Aluminat (C3A)
Merupakan komponen yang sangat menentukan ketahanan semen terhadap
senyawa-senyawa sulfat. Makin rendah kadar C3A dalam semen, makin tahan
semen terhadap serangan sulfat. Reaksi hidrasi C3A merupakan sumber panas
terbesar diantara reaksi hidrasi senyawa-senyawa lainnya.
4. Tetrakalsium Aluminoferrit (C4AF)
C4AF hampir tidak berpengaruh terhadap kekuatan semen. Panas hidrasi
yasng ditimbulkan C4AF rendah, hanya sekitar 420 joule per gram.C4AF
merupakan komponen yang menentukan warna semen.Nilai C4AF dapat dihitung
menurut persamaan sebagai berikut:
C4AF = 3,043·Fe2O3
Bentuk senyawa dan oksida yang ada dalam partikel semen dapat dilihat
pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Senyawa dan oksida dalam partikel semen
(http://cnx.org/contents/1hULTvih@9/Chemical-Composition-of-Portla)
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
19
2.1.6 Proses Produksi Semen
Ada beberapa jenis proses produksi semen, yaitu :
1. Proses Basah
Pada proses ini, bahan baku dipecah kemudian dengan menambahkan air
dalam jumlah tertentu serta dicampurkan dengan luluhan tanah liat. Bubur halus
dengan kadar air 25-40% (slurry) dikalsinasi dalam tungku panjang (long rotary
kiln).
2. Proses Semi Basah
Pada proses ini penyediaan umpan tanur hampir sama seperti proses basah.
Hanya saja disini umpan tanur disaring dulu dengan filter press. Filter cake
dengan kadar 15- 25 % digunakan sebagai umpan tanur. Konsumsi panas pada
proses ini sekitar 1000-1200 Kcal / Kg klinker.
3. Proses Semi Kering
Proses ini dikenal sebagai grate process dan merupakan transisi dari
prosess basah dan proses kering dalam produksi semen. Pada proses ini umpan
tanur disemprot dengan air oleh alat yang disebut granulator (pelletizer) untuk
diubah menjadi granular atau nodule dengan kandungan air 10-12 % dan
ukurannya 10-12 mm. Proses ini menggunakan tungku tegak (shaft kiln) atau long
rotary kiln. Konsumsi panasnya sekitar 1000 Kcal / Kg klinker.
4. Proses Kering
Pada proses ini bahan baku diolah (dihancurkan) di dalam Raw Mill
dalam keadaan kering dan halus, dan hasil penggilingan (tepungbaku) dengan
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
20
kadar air 0,5-1% dikalsinasi dalam rotari kiln. Proses ini menggunakan panas
sekitar 1500-1900 Kcal /Kg kilnker.
Proses yang kini banyak dipakai adalah proses kering karena efisiensi
bahan bakarnya lebih tinggi.
Proses produksi semen yang akan di bahas adalah proses produksi semen
di PT Holcim Indonesia, Tbk. Pabrik Cilacap. Proses manufaktur ini terdiri dari
beberapa tahapan :
1. Penghancuran (crushing) bahan baku
2. Penyimpanan dan pengumpanan bahan baku
3. Penggilingan dan pengeringan bahan baku
4. Pencampuran (blending) dan homegenisasi
5. Pemanasan awal (pre-heating)
6. Pembakaran (firing)
7. Pendinginan (cooling)
8. Penggilingan akhir (finish grinding)
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
21
Skema proses produksi semen dapat dilihat pada gambar 2.2
Tahap penghancuran / crushing bahan baku yang telah ditambang dari
quarry (area tambang) dilakukan dengan alat berupa hammer crusher (untuk batu
kapur) dan roller crusher (untuk tanah liat) sampai didapatkan ukuran yang lebih
kecil (sekitar 50 mm). Hammer crusher memiliki struktur tipikal seperti
ditunjukkan pada gambar 2.3.
Quarry Stockpile
Raw Mill
Coal Mill
Kiln (Pyro Process)
Ball Mill Finish Grinding
Gambar 2.2 Skema proses produksi semen (CMC 2001)
Gambar 2.3 Bagan alat hammer crusher (CMC 2001)
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
22
Bahan baku yang telah dihacurkan kemudian dikirim ke area stockpile
untuk penyimpanan. Bahan baku kemudian diumpankan ke dalam penggilingan
dengan takaran tertentu tergantung jenis bahan baku menggunakan alat berupa
weight feeder. Di dalam alat penggiling bahan baku (Raw Mill) yang berupa
vertical roller mill berkapasitas 600 ton per jam bahan baku digiling sampai
menjadi tepung baku sambil dikeringkan menggunakan gas panas untuk
mengurangi kandungan airnya. Tepung baku kemudian disaring dengan alat
berupa cyclone dan electrostatic precipitator dari aliran gas. Bentuk umum alat
penggiling berupa vertical roller mill dapat dilihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.4 Vertical roller mill dan bagian – bagiannya (CMC 2001)
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
23
Setelah tersaring, tepung baku kemudian dimasukkan ke dalam blending
silo untuk tahap blending dan homogenisasi agar komposisi kimianya menjadi
seragam. Blending silo merupakan tempat penampungan tepung baku yang terbuat
dari beton berupa silinder berkapasitas 2 x 20.000 Ton.
Dari blending silo, tepung baku dimasukkan ke dalam alat pre-heater
berupa cyclone (co-current heat exchange) dan pre-claciner (counter current heat
exchange) untuk tahap pemanasan awal sebelum masuk ke rotary kiln (tanur
putar). Ada 2 jalur pre-heater yang digunakan yaitu ILC (In Line Calciner) dan
SLC (Separated Line Calciner). Pre-heater dan pre-calciner memanaskan tepung
baku sampai suhu sekitar 800 °C.
Proses selanjutnya yaitu proses pembakaran (firing) tepung baku
dilakukan dalam rotary kiln / tanur putar berkapasitas 8000 ton per hari dengan
diameter 5,6 m dan panjang 84 m.
Rotary kiln terbagi menjadi 4 bagian :
1. Daerah transisi (transition zone)
2. Daerah pembakaran (burning zone)
3. Daerah pelelehan (sintering zone)
4. Daerah pendinginan (cooling zone)
Di dalam rotary kiln terjadi proses kalsinasi hingga 100 % lalu terjadi
proses sintering dan clinkering (pembentukan klinker). Klinker yang keluar dari
rotary kiln memiliki suhu sekitar 1400 °C.
Setelah dibakar di rotary kiln, klinker yang terbentuk kemudian
didinginkan dengan alat pendingin (cooler) yaitu Grate cooler yang memiliki 9
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
24
kompartemen. Grate cooler terdiri dari plat-plat berlubang yang disusun di atas
batang-batang baja yang digerakkan bolak-balik (reciprocating grate) untuk
membawa klinker yang keluar dari rotary kiln. Dari bawah plate dialirkan udara
dingin untuk menurunkan suhu klinker sampai sekitar 120 °C.Setelah didinginkan,
klinker lalu dikurangi ukurannya dengan hammer crusher agar lebih mudah di
proses. Klinker yang dihasilkan oleh rotary kiln disebut juga terak semen
merupakan bahan setengah jadi dari semen yang masih perlu pengolahan tahap
selanjutnya. Bagan proses di pre-heater dan kiln sampai cooler dapat dilihat pada
gambar 2.5.
Gambar 2.5 Bagan Proses di Pre-heater, Kiln dan Cooler (CMC 2001)
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
25
Tahap terakhir dari proses produksi semen adalah tahap penggilingan akhir
(finish grinding) untuk menghaluskan material klinker/ terak semen bersama
dengan bahan lain berupa gypsum, additive (berupa limestone, pozzolan atau
bahan lainnya). Peralatan yang digunakan dalam tahap ini yaitu pre-grinding
system berupa vertical roller mill dan ball mill sebagai alat penggiling utama yang
berdiameter 4,8 m dan memiliki panjang 13 m. Skema proses di tahap
penggilingan akhir semen dapat dilihat pada gambar 2.6.
Ball mill yang terdapat di Pabrik Cilacap PT Holcim Indonesia Tbk,
memiliki 2 kompartemen, kompartemen pertama berfungsi untuk menghancurkan
klinker, gypsum dan material additive lainnya (pozzolan). Kompartemen 1
memiliki panjang 4 meter dan berisi bola-bola baja ukuran besar (diameter 50 mm
– 90 mm) dan pada sisi dalamnya ditempeli plat pengaduk / pengangkat (lifting
Gambar 2.6 Skema proses tahap penggilingan akhir semen (CMC 2001)
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
26
liner) agar bola baja bisa berjatuhan untuk menumbuk material. Sedangkan
kompartemen kedua berfungsi untuk menghaluskan material hasil penggilingan di
kompartemen 1, kompartemen 2 berdimensi panjang 9 meter dan berisi bola - bola
ukuran kecil (diameter 17 – 40 mm). Detail alat Ball mill ditunjukan dalam
gambar 2.7.
Gambar 2.7 Detail ball mill dan unit ball mill di PT Holcim Indonesia Tbk. Pabrik Cilacap
(CMC 2001)
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
27
Proses penumbukan dalam menggiling material di dalam ball mill
digambarkan dalam gambar 2.8.
Pabrik Cilacap 2 PT Holcim Indonesia Tbk. memiliki 2 unit ball mill yang
masing – masing berkapasitas produksi 210 ton per jam. Operasi penggilingan di
ball mill dikendalikan melalui layar di central control room (CCR). Gambar 2.9
menunjukan layar untuk pengendali operasi penggilingan.
Pada penelitian ini akan dikaji proses penggilingan di tahap akhir / finish
grinding dengan mencampurkan fly ash dengan semen hasil penggilingan ball
mill. Di pabrik, fly ash dicampur dengan semen PPC (Portland pozzolan cement)
pada titik keluar dari ball mill yang kemudian dibawa ke atas oleh bucket elevator
lalu di aduk oleh turbulensi udara di separator sampai menjadi produk semen
PCC (Portland Composite Cement) yang siap dikemas dan dipasarkan. Titik
pencampuran fly ash dalam penggilingan akhir semen ditunjukan pada gambar
2.10.
Gambar 2.8 Proses penggilingan material di dalam ball mill (CMC 2001)
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
28
Fly ash yang dicampurkan dengan semen PPC sebelumnya dibongkar dari
truk pengangkut lalu di tampung dulu dalam bin berkapasitas 208 Ton (gambar
2.11) dan kemudian ditakar dengan menggunakan weight feeder dengan
Gambar 2.9 Layar pada sistem kendali ball mill di Central Control Room
Gambar 2.10 Layar pada sistem kendali ball mill yang menunjukan titik pencampuran
fly ash dengan semen (lingkaran merah)
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
29
presentase 6-14 % dari umpan ball mill (gambar 2.12). Layar kendali weight
feeder fly ash ditunjukkan pada gambar 2.13. Presentase ini yang akan dikaji
korelasinya dengan kualitas semen PCC yang dihasilkan.
Gambar 2.11 Proses bongkar fly ash dari truk pengangkut
Gambar 2.12 Weight feeder untuk menakar fly ash sebelum dicampur dengan semen
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
30
2.2 Fly Ash
Ash atau abu sesuai yang tercantum dalam “Condensed Chemical
Dictionary” adalah serbuk abu yang sangat halus yang dihasilkan dari sisa
pembakaran batubara bubuk. Bentuk fisik fly ash dapat dilihat pada gambar di
bawah ini
Gambar 2.13 Layar kendali weight feeder fly ash
Gambar 2.14 Fly ash (Portland Cement Association)
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
31
Kecenderungan dewasa ini akibat naiknya harga minyak diesel industri,
maka banyak pembangkit listrik yang beralih menggunakan batubara sebagai
bahan bakar dalam menghasilkan steam (uap). Sisa hasil pembakaran dengan
batubara menghasilkan abu yang disebut dengan fly ash dan bottom ash (5-10%).
Presentase abu (fly ash dan bottom ash) yang dihasilkan adalah fly ash (80%-
90%) bottom ash (10%-20%).Pembakaran batubara akan menghasilkan abu, gas-
gas oksida belerang (SOX), oksida nitrogen (NOX), gas hidrokarbon, karbon
monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2). Proses produksi fly ash di system
boiler dapat dilihat pada gambar 2.15.
Fly Ash merupakan campuran dari senyawa alumina, silika, karbon yang
tidak terbakar dan bermacam-macam oksida logam. Fly ash adalah bagian dari
sisa pembakaran batubara pada boiler pembangkit listrik tenaga uap yang
berbentuk partikel halus amorf dan bersifat pozzolan, berarti abu tersebut dapat
bereaksi dengan kapur pada suhu kamar dengan media air membentuk senyawa
yang bersifat mengikat. Dengan adanya sifat pozzolan tersebut, fly ash
Gambar 2.15 Diagram proses di system furnace yang menghasilkan fly ash
(Portland Cement Association)
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
32
mempunyai prospek untuk digunakan dalam berbagai keperluan bangunan.
Komponen yang terkandung dalam fly ash bervariasi bergantung pada sumber
batubara yang dibakar, tetapi semua fly ash mengandung SiO2,CaO, MgO dan
secara kimia abu terbang merupakan material oksida anorganik mengandung
silika dan alumina aktif karena sudah melalui proses pembakaran pada suhu
tinggi. Bersifat aktif yaitu dapat bereaksi dengan komponen lain dalam
kompositnya untuk membentuk material baru (mulite) yang tahan suhu tinggi.
Sifat pozzolan fly ash digunakan untuk menghemat penggunaan klinker sehingga
biaya produksi semen bisa dikurangi serta memanfaatkan sisa pembakaran batu
bara bisa agar tidak dibuang langsung ke lingkungan. Partikel fly ash yang
berbentuk spherical ditunjukkan pada gambar 2.16.
Abu terbang atau yang biasa kita sebut dengan fly ash terdiri dari unsur-
unsur silikat dan atau aluminat yang reaktif. Komposisi kimia masing-masing
jenis abu terbang sedikit berbeda dengan komposisi kimia semen. Fly ash
mempunyai prospek untuk digunakan berbagai keperluan bangunan.
Abu terbang sepertinya cukup baik untuk digunakan sebagai bahan ikat
karena bahan penyusun utamanya adalah silikon dioksida (SiO2), alumunium
Gambar 2.16 Tampilan mikrografi partikel fly ash (Portland Cement Association)
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
33
(Al2O3) dan Ferrum oksida (Fe2O3). Oksida-oksida tersebut dapat bereaksi dengan
kapur bebas yang dilepaskan semen ketika bereaksi dengan air. Clarence (1966:
24) menjelaskan dengan pemakaian abu terbang sebesar 20 – 30% terhadap berat
semen maka jumlah semen akan berkurang secara signifikan dan dapat
menambah kuat tekan beton. Pengurangan jumlah semen akan menurunkan biaya
material sehingga efisiensi dapat ditingkatkan.
Secara fisik sifat-sifat fly ash adalah :
- kehalusannya tinggi
- bentuk butir bulat
- tidak porous
Fly ash juga mengandung racun-racun lingkungan dalam jumlah yang
banyak, termasuk arsenik (43,4 ppm); barium (806 ppm); berilium (5 ppm); boron
(311 ppm); kadmium (3,4 ppm); kromium (136 ppm); krom VI ( 90 ppm); kobalt
(35,9 ppm); tembaga (112 ppm); fluor (29 ppm); mangan (250 ppm); nikel (77,6
ppm); selenium (7,7 ppm); strontium (775 ppm ); talium (9 ppm); vanadium (252
ppm), dan seng (178 ppm)
Dengan sifat dan karakteristik dari fly ash batubara, maka fly ash dapat
digunakan untuk berbagai macam keperluan seperti:
Fly ash clay brick
Konstituen dalam semen Portland
Pengganti semen dalam concrete
Pengganti semen dalam produk concrete
Sebagai pozolan dalam Semen Portland Pozolan
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
34
Sebagai pozolan dalam stabilisasi tanah (soil stabilization)
Sebagai grouping agent dalam Oil Well Cement
Raw Material untuk ligthweight agregate
Filler dalam aspalt paving
Sebagai pengisi untuk land development atau compacted embankments
Lain-lain, yaitu, absorbent pada oil spilt (silicone-coated), pengganti
lime untuk scrubbing sulfur dari flue gas, sebagai filler dalam plastik,
katalis untuk liquifaction batubara dan lain-lain.
Dalam ASTM C618-96 volume 04.02 fly ash dikategorikan menjadi 3 dan
pembagiannya dapat dilihat dalam tabel 2.3.
2.3 Kehalusan Semen
Penggilingan campuran klinker dan gypsum menjadi partikel halus,
dimaksudkan untuk mendapatkan sifat – sifat semen yang diperlukan atau
disyaratkan. Kehalusan material setelah keluar dari cement mill umumnya
dilakukan dengan memantau luas spesifik permukaan material (spesific surface).
Tabel 2.3 Kategori fly ash dan sifat-sifat kimianya (Ratmaya Urip, 2003)
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
35
Proses hidrasi dari semen diawali dari permukaan partikel semen, semakin
besar luas permukaan specific dari semen akan meningkatkan kecepatan hidrasi
yang pada akhirnya akan mempercepat proses pengikatan dan pengerasan semen.
Dalam industri semen untuk mempercepat proses hidrasi dan
meningkatkan perkembangan kuat tekan dari produk semen, maka pada umumnya
dilakukan dengan menggiling lebih halus. Cara cara ini biasanya dipilih jika dari
satu macam jenis klinker akan digunakan sebagai bahan dasar untuk pembuatan
semen dengan beberapa klasifikasi kuat tekan, sehingga akan dihasilkan dengan
kehalusan yang berbeda beda.
Namun dengan memprodukasi semen dengan menggrinding ekstra halus
yang bertujuan untuk menaikkan kuat tekan menjadi tidak ekonomis lagi, sebab
dengan semen yang ekstra halus hanya efisien menaikkan kuat tekan pada umur
umur awal saja , sedang energi yang diperlukan untuk mengrinding berkisar ½
dari konsumsi total yang dibutuhkan pabrik semen.
Pengujian Luas permukaan (spesific Surface) dilakukan dengan
menggunakan alat Blaine Air Permeability oleh sebeb itu maka kahalusan semen
lebih dikenal dengan Blaine.
Nilai kehalusan (Blaine) dihitung dari permeability udara terhadap sample
semen yang dipadatkan pada kondisi tertentu. Biasanya hambatan/tahanan
terhadap aliran udara pada sample semen yang dipadatkan tergantung dari
permukaan spesifiknya. Semakin besar nilai hambatannya akan menunjukkan
semakin besarnya luas permukaan spesifik dari semen, demikian pula sebaliknya.
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
36
Satuan dari kehalusan semen Portland dinyatakan dalam cm2/gram atau
m2/kg. Ini dapat juga diartikan sebagai jumlah luas muka total dibagi dengan
berat sample.
Pengertian dari satuaan blaine cm2/gram adalah setiap gram semen apabila
ditebar diatas permukaan yang rata maka akan membentuk luasan seluas 1 cm
2.4 Kuat Tekan Semen
Kekuatan tekan mortar semen Portland adalah gaya maksimum per satuan
luas yang bekerja ada benda uji mortar semen Portland berbentuk kubus dengan
ukuran tertentu serta berumur tertentu.
Gaya maksimum adalah gaya yang bekerja pada saat benda uji kubus
pecah. Mortar semen Portland adalah campuran antara pasir kwarsa, air suling dan
semen Portland dengan komposisi tertentu. Pasir kwarsa adalah pasir yang
mengandung mineral silika > 90%, serta memenuhi persyartan standar ASTM
No.C 190; 5. Air suling adalah air yang diperoleh dari hasil proses penyulingan
air.
Benda uji yang digunakan berbentuk kubus dengan ukuran sisi 5 cm
dibuat dan mortar campuran semen Portland, pasir kwarsa, dan air suling dengan
komposisi tertentu.
Kuat tekan semen salah satunya ditentukan oleh komponen penyusun,
terutama oleh kalsium silikat. Pada pengembangan kuat tekan awal (misalnya
sampai umur 28 hari), didominasi oleh hidrasi C3S yang didukung oleh C3A.
Untuk C2S dan C4AF akan memberikan kontribusi terhadap kuat tekan untuk
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
37
umur yang lebih lama. Selain itu yang mempengaruhi pengembangan kuat tekan
adalah kehalusan semen terhadap pengembangan kuat tekan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pengembangan kuat tekan semen
berasal dari pengembangan kuat tekan masing – masing komponen penyusun
semen. Secara statistik, kuat tekan semen dapat diperkirakan dengan mencari
persamaan hubungan antara variabel yang berpengaruh terhadap kuat tekan semen
dengan regresi linear variabel yaitu:
P = a(C3S) + b(C2S) + c(C3A) + d(C4AF) + e(FCaO) + .......
Dengan :
P = kuat tekan
a,b,c,.... = konstanta regresi multi variabel
C3S,C2S,... = Fraksi Komponen
2.5 Hidrasi Semen
Ketika digunakan, semen akan dicampur air dan pada saat itulah terjadi
reaksi hidrasi senyawa dalam semen yang berlangsung ke arah luar dan dalam inti.
Hasil hidrasi mengendap di luar dan di bagian dalam belum mengendap. Produk
hidrasi lalu menyelimuti inti senyawa C3S dan menghalangi masuknya air ke
dalam inti. Lalu air berusaha masuk dengan proases difusi. Selama proses itu tidak
terjadi hidrasi sehingga semen tetap plastis. Setelah beberapa saat air bisa masuk
ke inti dan terjadi hidrasi lagi dan kemudian senyawa hasil hidrasi membentuk
rangkaian senyawa tiga dimensi dan saling melekat secara random untuk mengisi
ruangan yang tadinya diisi air dan menjadi kaku lalu mengeras.
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
38
Reaksi yang terjadi saat hidrasi semen yaitu :
2C3S + 6H2O ==> C3S2H3 + 3Ca (OH)2 + energi panas
2C2S + 4H2O ==> C3S2H3 + Ca (OH)2 + energi panas
Persenyawaan air dengan semen akan menghasilkan panas yang
mempercepat proses hidrasi namun setelah terjadi pengerasan bagian yang telah
mengeras menyalurkan panas dengan lambat.
2.6 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian tentang fly ash dan semen telah dilakukan sebelumnya
dan telah dipublikasikan dalam bentuk karya tulis ataupun jurnal. Potensi
penggunaan fly ash untuk material cementitious pelengkap dalam beton sudah
dikenal sejak awal abad 19 (Anon, 1914). Dalam sejarahnya penggunaan fly ash
dalam beton menggunakan fly ash sebanyak 15 – 25% dari berat bahan semen.
Jumlah sebenarnya fly ash yang dicampurkan bervariasi tergantung pada
penggunaannya, sifat fly ash itu sendiri, batasan spesifikasi, lokasi geografis dan
iklim. Level dosis yang lebih tinggi (30 – 50%) telah dipakai pada struktur yang
masif (besar sekali) seperti pada pondasi dan bendungan untuk mengendalikan
kenaikan suhu. Dalam beberapa dekade ini beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa dosis tinggi dari fly ash (40 – 60%) telah diterapkan dalam
penggunaan struktural dan menghasilkan beton dengan sifat mekanis yang baik
dan ketahanan yang bagus (Marceau, 2000)
Dalam Jurnal Teknik Sipil & Perencanaan Nomor 2 Volume 10 – Juli
2008 terdapat hasil penelitian dosen Program Studi Sipil Fakultas Sains dan
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
39
Teknik Universitas Jenderal Soedirman, Bapak Agus Maryoto. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh abu terbang (fly ash) terhadap kuat tekan
dan efisiensi biaya pada pasangan batu dan plesteran (mortar). Benda uji kaut
tekan berbentuk kubus ukuran 50 mm x 50 mm x 50 mm. Pengujian kuat tekan
dilakukan pada saat mortar berumur 7 dan 28 hari dengan kadar penambahan fly
ash sebesar 30 %, 40 % dan 50 %. Perbandingan semen dan pasir yang digunakan
adalah 1 : 6, 1 : 8 dan 1:10. Hasil penelitian menunjukkan kuat tekan mortar
dengan perbandingan semen dan pasir sebesar 1 : 6 memenuhi kuat tekan standar
mortar tipe N. Mortar dengan perbandingan semen : pasir = 1 : 8 dan 1 : 10 tidak
memenuhi standar kuat tekan standar mortar tipe N. Mortar dengan perbandingan
semen dan pasir = 1 : 6 dengan kadar fly ash 50 % mempunyai efisiensi biaya Rp
58.030,- atau sekitar 32% dari harga mortar tanpa fly ash.
Mahasiswa Laboratorium Kimia Analitik, Jurusan Kimia FMIPA,
Universitas Andalas (Gifyul Refnita, Zamzibar Zuki, Yulizar Yusuf) juga pernah
melakukan penelitian tentang pengaruh penambahan abu terbang (fly ash)
terhadap kuat tekan mortar semen tipe PCC serta analisis air laut yang digunakan
untuk perendaman yang dimuat pada Jurnal Kimia UNAND, Volume 1 Nomor 2
Tahun 2012. Hasil penelitian tersebut menunjukkan kuat tekan mortar semakin
naik dengan bertambahnya umur mortar tersebut dan tertinggi pada umur 28 hari.
Kekuatan tekan mortar semakin menurun dengan ditingkatkannya persentase
penambahan bahan aditif fly ash. Hasil penelitian ini bertentangan dengan
pernyataan yang menyatakan bahwa abu terbang (fly ash) dinilai dapat
meningkatkan kualitas beton dalam hal kekuatan, kekedapan air, ketahanan
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
40
terhadap sulfat dan kemudahan dalam pengerjaan (workability) beton/mortar.
Pendapat lain yang juga bertentangan dengan hasil penelitian ini menyatakan
bahwa penggunaan abu terbang (fly ash) sebagai bahan bangunan yang paling
baik adalah 20%-30%. Sedangkan pada penelitian ini penambahan abu terbang
(fly ash) paling besar hanya 6% dan itu telah menyebabkan kuat tekan mortar
menurun. Kemungkinan lain yang menyebabkan turunnya kuat tekan mortar
dengan penambahan fly ash adalah karena laju kenaikan kuat tekan dengan bahan
ikat fly ash dan semen bersifat lambat sebab ia bersifat pozolan. Kapur sebagai
bahan ikat hidrolik memiliki butiran yang terlalu besar sehingga tidak mampu
bereaksi dengan abu terbang (fly ash), sedangkan yang mampu bereaksi dengan
fly ash adalah kapur bebas yang merupakan hasil sampingan dari reaksi hidrasi
semen. Kenaikan kuat tekan mortar kemungkinan akan bertambah seiring dengan
umur mortar yang semakin bertambah setelah 28 hari keatas, sementara penelitian
ini hanya sampai pada umur mortar 28 hari. Kemungkinan ini didukung oleh
pernyataan yang menyatakan bahwa kuat tekan beton dengan bahan tambah fly
ash mengalami peningkatan yang lambat dan baru mencapai kuat tekan optimal
pada umur 90 hari. Hal ini terjadi karena kalsium silikat hidrat (C-S-H) yang
dihasilkan melalui reaksi pozolanik akan bertambah keras dan kuat seiring
berjalannya waktu. Menurunnya kuat tekan mortar dengan penambahan fly ash
juga disebabkan oleh pengaruh perendaman dalam air laut, namun pengaruh ini
tidak terlalu besar karena mortar yang direndam dalam akuades pun mengalami
penurunan kuat tekan.
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016
41
Pengaruh penambahan fly ash terhadap kualitas semen juga pernah diteliti
dalam tugas akhir mahasiswi Teknik Industri Program Diploma (D3) Fakultas
Teknik dan Sains Universitas Jenderal Soedirman, Lucia Sri Rudatin pada tahun
2010. Dalam penelitian itu, kadar fly ash yang dicampurkan dengan semen jenis
OPC bervariasi dari 2 – 20 %. Hasil dari penelitian itu menyebutkan bahwa kuat
tekan 3 hari dan 7 hari dari semen yang dicampur fly ash lebih rendah dari semen
tanpa fly ash (blank). Fly ash mengandung silika aktif yang tidak bereaksi pada
masa pengembangan kuat tekan awal. Pada 28 hari, kuat tekan semen yang
dicampur fly ash mulai meningkat namun masih relatif sama dengan semen blank.
Setelah 28 hari terjadi reaksi pozzolanic sehingga kuat tekan meningkat dan pada
56 hari terlihat nilai yang signifikan untuk pengembangan kuat tekan.
Pengaruh Penambahan Fly…, Ikhsan Sefri Priambodo, Fakultas Teknik UMP, 2016