BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisau Potong (Cutting...

27
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisau Potong (Cutting Tool) Pisau adalah salah satu alat yang sudah ada dalam sejarah peradaban. Para manusia Gua mempertajam batu atau batu untuk digunakan sebagai alat pemotong. Awal pedang yang terbuat dari perunggu dan dengan perkembangan baja datang revolusi industri. Paduan baja dimulai sebagai paduan sederhana. Selama 80 tahun terakhir, baja perkakas telah berevolusi dengan perkembangan teknologi dalam proses pembuatan baja. Nilai baja perkakas selama periode awal terdiri atas, O-1 O-2, W-1, W-2, W-3, L-6 dan kecepatan tinggi seperti, M-1 M-2 dan T-1. Dengan munculnya tungku busur listrik, nilai paduan tinggi mampu dikembangkan dan kualitas baja perkakas membaik. Perkembangan ini memungkinkan untuk pengenalan nilai fo seperti A-2, A-6, D-2, D-7, S-5, S-7, Vascowear, 154CM ®, dan sebagian besar baja stainless. (Crucible Industries, 2009). Salah satu aplikasi dari baja adalah pembuatan pisau potong, dimana dalam pengembanganya adalah untuk mesin crusher. Berikut beberapa tipe dan jenis mesin crusher dan kegunaanya (PMJN, 2010) : 1. Jaw Crusher Jaw crusher adalah tipe crusher yang paling umum, dimana sistem kerjanya memampatkan/menghimpit material hingga hancur, biasa digunakan untuk menghancurkan batu jenis batu yang keras. 2. Impact Crusher Impact crusher adalah tipe crusher dengan sistem pukul rotary dengan kecepatan rpm yang cukup tinggi, impact crusher biasa digunakan untuk menghancurkan batu kali dan batu gunung. 3. Roll crusher Roll crusher adalah tipe crusher dengan sistem gilas rotary dengan kecepatan rpm yang relatif lebih rendah dari impact crusher. Roll crusher biasa banyak digunakan didunia pertambangan, yaitu untuk menghancurkan batuan dengan tingkat kekerasan & keuletan yang relatif

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisau Potong (Cutting...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisau Potong (Cutting Tool)digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-faisholmuh... · Diagram fasa besi dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pisau Potong (Cutting Tool)

Pisau adalah salah satu alat yang sudah ada dalam sejarah peradaban.

Para manusia Gua mempertajam batu atau batu untuk digunakan sebagai alat

pemotong. Awal pedang yang terbuat dari perunggu dan dengan

perkembangan baja datang revolusi industri. Paduan baja dimulai sebagai

paduan sederhana. Selama 80 tahun terakhir, baja perkakas telah berevolusi

dengan perkembangan teknologi dalam proses pembuatan baja. Nilai baja

perkakas selama periode awal terdiri atas, O-1 O-2, W-1, W-2, W-3, L-6 dan

kecepatan tinggi seperti, M-1 M-2 dan T-1. Dengan munculnya tungku busur

listrik, nilai paduan tinggi mampu dikembangkan dan kualitas baja perkakas

membaik. Perkembangan ini memungkinkan untuk pengenalan nilai fo seperti

A-2, A-6, D-2, D-7, S-5, S-7, Vascowear, 154CM ®, dan sebagian besar baja

stainless. (Crucible Industries, 2009).

Salah satu aplikasi dari baja adalah pembuatan pisau potong, dimana

dalam pengembanganya adalah untuk mesin crusher. Berikut beberapa tipe

dan jenis mesin crusher dan kegunaanya (PMJN, 2010) :

1. Jaw Crusher

Jaw crusher adalah tipe crusher yang paling umum, dimana sistem

kerjanya memampatkan/menghimpit material hingga hancur, biasa

digunakan untuk menghancurkan batu jenis batu yang keras.

2. Impact Crusher

Impact crusher adalah tipe crusher dengan sistem pukul rotary dengan

kecepatan rpm yang cukup tinggi, impact crusher biasa digunakan untuk

menghancurkan batu kali dan batu gunung.

3. Roll crusher

Roll crusher adalah tipe crusher dengan sistem gilas rotary dengan

kecepatan rpm yang relatif lebih rendah dari impact crusher. Roll crusher

biasa banyak digunakan didunia pertambangan, yaitu untuk

menghancurkan batuan dengan tingkat kekerasan & keuletan yang relatif

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisau Potong (Cutting Tool)digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-faisholmuh... · Diagram fasa besi dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan

7

rendah, seperti batu bara, batu kapur, bahan semen, batu tembaga,

belerang, dan sebagainya.

4. Cone crusher

Cone crusher ini biasa digunakan sebagai secundery crusher/crusher

lanjutan yaitu menghancurkan batuan sehingga bisa menghasilkan struktur

pecahan batu yang relatif homogen dengan bentuk cubical ( kotak).

5. Shredder/crusher potong

Crusher potong/shredder adalah tipe crusher yang berfungsi multiguna,

bekerja dengan prinsip memotong material dengan sistem rotary dan terdiri

dari gigi pisau yang jumlahnya relatif banyak. Mesin crusher ini biasa

digunakan untuk menghancurkan/mereduksi ukuran menjadi serpihan

kecil-kecil dari berbagai jenis limbah industri, seperti limbah otomotif,

limbah elektronik, limbah cat, limbah kertas karton, limbah logam plant,

dan sebagainya.

6. Crusher plastik.

Crusher ini merupakan tipe crusher potong juga, tetapi memiliki konstruksi

yang agak berbeda, berkerja dengan sistem potong rotari dengan kecepatan

rpm yg cukup tinggi. Biasa digunakan untuk menghancurkan segala jenis

material yang terbuat dari bahan plastik menjadi serpihan dengan ukuran

sekitar 1 cm2. Gambar 2.1 adalah salah satu jenis dari mesin crusher

plastik yang ada.

Gambar 2.1 Crusher Plastik (PMJN, 2010)

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisau Potong (Cutting Tool)digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-faisholmuh... · Diagram fasa besi dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan

8

7. Hammer mill

Mesin crusher jenis hammer mill ini adalah mesin crusher yang bekerja

dengan prinsip pukul rotari dengan kecepatan rpm yang tinggi. Hampir

sama dengan impact crusher. Mesin hammer mill ini biasa digunakan untuk

memproduksi pasir halus, konsentrat mineral, mineral ore, tepung batu-

batuan yg unsur2 pembentuknya berupa butiran halus seperti kapur,

dolomite, zeolit, dan sebagainya.

8. Hammer roller mill

Mesin crusher jenis ini prinsip kerja nya sama seperti mesin hammer mill,

hanya saja proses nya dilanjutkan dengan roll mill. Mesin hammer roller

mill digunakan untuk membuat konsentrat dari batu mineral dgn kekerasan

tinggi, dan mampu menghasilkan produk dengan tingkat kehalusan tinggi.

Sangat cocok utk digunakan dalam penambangan emas, penampangan

tembaga, supplier pupuk, produksi dolomite, zeolit, batu kapur, dan

sebagainya.

2.2 Material Pisau

Terdapat Banyak sekali jenis bahan yang di gunakan untuk alat

potong, mulai dari baja karbon tinggi, keramik dan berlian, yang digunakan

sebagai alat pemotong dalam industri pengerjaan logam hari ini. Adalah

penting untuk menyadari bahwa perbedaan ada di antara bahan dari alat

potong tersebut, apa perbedaannya, dan aplikasi yang benar untuk setiap jenis

bahan. Dimana Sebuah alat pemotong harus memiliki karakteristik tertentu

untuk menghasilkan kualitas pemotongan yang baik dan ekonomis. Berikut

adalah karakteristik dari alat potong (Schneider Jr, 2009) :

a. Keras.

b. Tangguh dan tahan terhadap beban pukul (benturan).

c. Tahan terhadap panas kejut (tiba-tiba).

d. Tahan pakai atau awet.

e. Stabilitas dan bereaksi dengan bahan-bahan kimia.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisau Potong (Cutting Tool)digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-faisholmuh... · Diagram fasa besi dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan

9

2.2.1 Macam-Macam Material Pisau Potong

Bahan yang digunakan untuk pisau potong sangat beragam

disesuaikan jenis bahan yang akan di pototng berikut adalah beberapa

jenis material dari pisau potong. (Marinov, 2012)

1. Baja Karbon

Kandungan karbon antara 0,6 ~ 1,5% dengan sejumlah kecil dari

silikon, kromium, mangan, vanadium dan untuk memperbaiki

ukuran butir. Kekerasan maksimal adalah sekitar 62 HRC. Bahan

ini memiliki ketahanan aus rendah dan kekerasan panas rendah.

Penggunaan bahan-bahan ini sekarang sangat terbatas.

2. Baja Kecepatan Tinggi (HSS)

Terdiri dari paduan vanadium yang tinggi, kobalt, molibdenum,

tungsten dan kromium ditambahkan untuk meningkatkan kekerasan

panas dan ketahanan aus. HSS dapat dikeraskan dalam berbagai

kedalaman dengan pemaanasan dan pendinginan yang tepat,

kekerasan dingin di kisaran 63-65 HRC.

3. Semen Karbida

Merupakan bahan yang cukup penting hari ini, karena kekrasan

yang tinggi dan ketahanan aus yang baik. Kerugian utama dari

karbida disemen adalah ketangguhan yang rendah. Bahan-bahan ini

diproduksi dengan metode serbuk metalurgi, sintering butir carbide

tungsten dalam sebuah cobalt (Co) matriks (untuk memberikan

ketangguhan). dimungkinkan ada karbida lainnya dalam campuran,

seperti titanium karbida (TiC) dan / atau tantalum karbida (TAC) di

samping carbide tungsten.

4. Keramik

Keramik terdiri dari bahan utama oksida halus, aluminium(Al2O3),

dengan tingkat kemurnian yang tinggi, yang bahan pengikatnya

tanpa menggunakan Cubic boron nitride (CBN) dan berlian

sintetik.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisau Potong (Cutting Tool)digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-faisholmuh... · Diagram fasa besi dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan

10

5. Diamond

Merupakan substansi yang paling keras dari semua material yang

diketahui, pemotong jenis ini paling populer semua bahan. Bahan

ini juga biasa digunakan sebagai bahan pelapis dalam bentuk

polikristalin, atau sebagai alat berlian kristal tunggal untuk aplikasi

khusus, seperti finishing cermin non-ferrous

2.3 Struktur Logam

Sifat-sifat yang dimiliki logam akan berpengaruh dalam penggunaan

logam, hal inilah yang merupakan dasar dari pemilihan bahan. Sifat-sifat

yang dimiliki setiap logam sangatlah berbeda karena adanya perbedaan unsur-

unsur penyusun serta paduan yang akan membentuk struktur mikronya.

Bentuk geometri dari persenyawaan logam besi dan baja biasanya berupa

kubus, yang tersusun dari atom-atomnya. Bentuk geometris inti adalah BCC

(Body Center Cubic), FCC (Face Center Cubic), HCP (Hexagonal Close

Pocked) (Arifin, 2006). Seperti terdapat pada Gambar 2.2 berikut:

Gambar 2.2 Bentuk Geometris Kristal Logam (Arifin, 2006)

Macam-macam struktur logam antara lain:

1. Struktur Austenite

Austenite disebut juga besi gamma (γ) seperti Gambar 2.3 dibawah, fase ini

terjadi diatas tempratur 723oC, sifat dari austenite adalah lunak, tidak

magnetis, dan dapat di tempa. Austenite merupakan pemanasan lanjut dari

ferrite dan pearlite (Arifin, 2006)

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisau Potong (Cutting Tool)digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-faisholmuh... · Diagram fasa besi dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan

11

Gambar 2.3 Struktur austenite (http://www.worldautosteel.org)

2. Struktur Ferrite

Struktur ferrite sering juga disebut besi alpha (α) seperti Gambar 2.4

dibawah yang merupakan larutan karbon pada besi murni, fase ini terjadi

pada tempratur 723oC ≥ 910oC. kandungan C sebesar 0.025, sifat dari baja

ini adalah lunak, ulet, magnetis dan baik untuk di tempa.

.

Gambar 2.4 Struktur ferrite pada baja lunak (Arifin, 2006)

3. Struktur Cementite

Cementite disebut juga karbid besi atau Fe3C, Struktur Cementite adalah

struktur yang sifatnya sangat keras, yang mengandung 6.67% C. sifat dari

besi ini adalah keras, rapuh dan magnetis sampai pemanasan pada suhu

210oC. (Arifin, 2006). Struktur sementite seperti pada Gambar 2.5

berikut:

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisau Potong (Cutting Tool)digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-faisholmuh... · Diagram fasa besi dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan

12

Gambar 2.5 Struktur sementite pada baja karbon tinggi

(http://www.sciencedirect.com)

4. Struktur Pearlite

Struktur pearlite adalah struktur yang terbentuk karena persenyawaan

antara struktur ferrite dan struktur cementite yang seimbang, Struktur

pearlite jika dipanaskan sampai suhu 723 oC akan berubah menjadi

struktur austenite. Sifat dari pearlite adalah keras, dan lebih kuat dari pada

ferrite, tetapi kurang ulet, dan tidak magnetis. Struktur pearlite seperti

terdapat pada Gambar 2.6 berikut:

Gambar 2.6 Struktur pearlite pada baja karbon rendah (0,25% C) (Arifin,

2006)

5. Sruktur martensite

Struktur martensite sifatnya sangat keras dengan susunan kristalnya

berbentuk kubus pusat tetragonal (BCT). Sruktur martensite seperti

terlihat pada Gambar 2.7 dibawah ini.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisau Potong (Cutting Tool)digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-faisholmuh... · Diagram fasa besi dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan

13

Gambar 2.7 Struktur Martensite Pada Baja Karbon (www.worldautosteel.org)

2.4 Baja

Besi atau baja dihasilkan dari campuran antara besi (Fe) dan elemen

pemadu, elemen pemadu utama besi atau karbon adalah karbon (C) dan juga

ditambahkan unsur-unsur lain (S, P, Mg, Si, dll), namun unsur-unsur ini

hanya dalam prosentase yang kecil. Kandungan karbon di dalam baja sekitar

0,1% sampai 1,7%, sedangkan unsur lainnya dibatasi oleh prosentasenya

(Amanto, 2003).

2.4.1 Klasifikasi Baja Karbon

Menurut persentase karbonya baja komersial diklasifikasikan

menjadi 3 jenis yaitu:

1. Baja karbon rendah

Baja ini disebut baja ringan (Mild Steel) atau baja perkakas,

baja ini bukan baja yang keras karena kandungan karbonya rendah

yaitu kurang dari 0.3%. Baja ini dapat dijadikan mur, baut, ulir skrup

dan lain-lain. Baja jenis karbon rendah mempunyai sifat tidak terlalu

keras, cukup kuat, ulet, mudah dibentuk dan ditempa, tetapi karena

kurangnya kadar karbon maka tidak dapat disepuh keras. (Amanto,

2003).

2. Baja karbon sedang

Baja karbon sedang merupakan baja dengan kandungan karbon

0,3–0,6%, cukup keras dibandingkan dengan baja karbon rendah.

Baja ini memungkinkan untuk dikeraskan sebagian dengan

pengerjaan panas (heat treatment) yang sesuai. Baja karbon sedang

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisau Potong (Cutting Tool)digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-faisholmuh... · Diagram fasa besi dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan

14

digunakan untuk roda gigi, poros engkol, sekrup dan sebagainya.

(Amanto, 2003).

3. Baja karbon tinggi

Baja karbon tinggi mempunyai kandungan karbon 0,6–1,5%,

baja ini sangat keras namun keuletannya rendah, biasanya digunakan

untuk alat potong seperti gergaji, pahat, kikir, pegas dan lain

sebagainya. Karena baja karbon tinggi sangat keras, maka jika

digunakan untuk produksi harus dikerjakan dalam keadaan panas.

(Amanto, 2003).

2.4.2 Diagram Fe3C

Gambar 2.8 dibawah adalah Diagram Fe3C, yang menampilkan

hubungan antara temperatur dimana terjadi perubahan fasa selama

proses pendinginan lambat dan pemanasan lambat dengan

kandungan karbon (%C). Diagram fasa besi dan karbida besi Fe3C

ini menjadi landasan untuk laku panas kebanyakan jenis baja yang

kita kenal (Lawrench, 1989)

Gambar 2.8 Diagram Fe– C (Tata Surdia, 1999)

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisau Potong (Cutting Tool)digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-faisholmuh... · Diagram fasa besi dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan

15

Dengan memperhatikan diagram fasa tersebut maka baja karbon

yang karbonnya <0.83 % adalah jenis baja hypoeutektoid, sedangkan

baja dengan kadar karbon 0.83-2.14 adalah jenis baja hypereutectoid

2.4.3 Mata Pisau Crusher

Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan

teknologi sekarang ini, jenis logam yang digunakan untuk alat potong

semakin bervariasi, salah satunya adalah baja karbon tinggi akan

tetapi kekerasan dan keuletanya harus disesuaikan dengan bahan yang

akan di potong. Salah satu bahan pembuat mata pisau yang biasa

digunakan untuk pemotongan sampah plastik adalah jenis D2 dengan

kekerasan mula 210 HB (17 HRC) (Uddeholm, 2010). Seperti di

tunjukan pada Tabel 2.2 dan Tabel 2.3 dibawah ini. Sedangkan

Gambar 2.9 dibawah adalah salah satu jenis mata pisau untuk crusher

plastic

Tabel 2.2 D2 Standart Condition (Uddeholm, 2010)

Typical Analysis C 1.55 Si 0.3 Mn 0.4 Cr 11.8 Mo 0.8 V 0.8

Standard Specification AISI D2, W.-Nr. 1.2379

Delivery Condition Soft Annealed To Approx. 210 HB

Color Code Yellow/White

Tabel 2.3 Aplikasi AISI D2 (Uddeholm, 2010)

Cutting

Tools for:

Material thickness Material hardness (HB)

<180 HRC >180 HRC

Blanking, fine-blanking, punching, cropping.

<1/8" (3mm) 60–62 58–60

shearing, trimming, clipping 1/8–1/4"(3–6 mm) 58–60 54–56

Short, cold shears. Shredding knives for waste plastics. Granulator knives 56–60

Circular shears 58–60

Clipping, trimming tools for forgings Hot 58–60 Cold 56–58

Wood milling cutters, reamers, broaches 58–60

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisau Potong (Cutting Tool)digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-faisholmuh... · Diagram fasa besi dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan

16

Gambar 2.9 Pisau Crusher Plastik (http://jinhengli01.en)

2.5 Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Baja

Baja yang hanya mengandung unsur C tidak akan memiliki sifat

seperti yang diinginkan, dengan penambahan unsur-unsur paduan seperti Si,

Mn, Ni, Cr, V, W, dan lain sebagainya dapat menolong untuk mencapai sifat-

sifat yang diinginkan (Amanto, 2003).

Penambahan beberapa unsur paduan spesifikasi terhadap sifat baja antara

lain (Amanto, 2003) :

a. Unsur Silikon (Si)

Silikon merupakan unsur paduan yang ada pada setiap baja dengan jumlah

kandungan lebih dari 0,4% yang mempunyai pengaruh kenaikan tegangan

tarik dan menurunkan kecepatan pendinginan kritis (laju pendinginan

minimal yang dapat menghasilkan 100% martensite)

b. Unsur Mangan (Mn)

Unsur Mangan dalam proses pembuatan baja berfungsi sebagai deoxider

(pengikat O2) sehingga proses peleburan dapat berlangsung baik. Kadar

Mn yang rendah dapat menurunkan kecepatan pendinginan kritis.

c. Nikel (Ni)

Nikel memberi pengaruh sama seperti Mn yaitu menurunkan suhu kritis

dan kecepatan pendinginan kritis. Ni membuat struktur butiran menjadi

halus dan menambah keuletan.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisau Potong (Cutting Tool)digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-faisholmuh... · Diagram fasa besi dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan

17

d. Unsur Krom (Cr)

Unsur krom meningkatkan kekuatan tarik dan keplastisan, kekerasan,

mungurangi korosif dan tahan suhu tinggi.

e. Unsur Vanadium (V) dan Wolfram (W)

Unsur Vanadium dan Wolfram membentuk karbida yang sangat keras dan

meningkatkan keekrasan baja, kemampuan potong dan daya tahan panas,

untuk pahat potong dengan kecepatan tinggi.

2.6 Perlakuan Panas

Perlakuan panas (heat treatment) didifinisikan sebagai kombinasi

operasi pemanasan dan pendinginan yang terkontrol dalam keadaan padat

untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu pada baja/logam atau paduan.

Terjadinya perubahan sifat tersebut dikarenakan terjadi perubahan struktur

mikro selama proses pemanasan dan pendinginan, di mana sifat baja/logam

atau paduan sangat dipengaruhi oleh struktur mikronya. (Arifin, 2006).

Secara umum perlakukan panas (Heat treatment) diklasifikasikan dalam 2

jenis (Suhardi, 2011) :

1. Near Equilibrium (Mendekati Kesetimbangan)

Tujuan umum dari perlakuan panas jenis Near Equilibrium ini

diantaranya adalah untuk : melunakkan struktur kristal, menghaluskan butir,

menghilangkan tegangan dalam dan memperbaiki machineability.

2. Non Equilirium (Tidak setimbang)

Tujuan umum dari perlakuan panas jenis Non Equilibrium ini

adalah untuk mendapatkan kekerasan dan kekuatan yang lebih tinggi. Jenis

dari perlakukan panas Non Equibrium, misalnya : Hardening,

Martempering, Austempering, Surface Hardening (Carburizing, Nitriding,

Cyaniding, Flame hardening, Induction hardening)

2.6.1 Near Equilibrium

Jenis dari perlakukan panas Near Equibrium antara lain Process

annealing Normalizing dan Homogenizing.

.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisau Potong (Cutting Tool)digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-faisholmuh... · Diagram fasa besi dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan

18

a. Annealing : Baja dipanaskan sampai suhu austenit kemudian

didinginkan dalam tungku sehingga temperaturnya turun. Annealing

mempunyai sifat melunakkan, menghilangkan tegangan dalam dan

membentuk butiran yang kasar dengan sifat lunak, Pada proses full

annealing ini biasanya dilakukan dengan memanaskan logam

sampai keatas temperature kritis (untuk baja hypoeutectoid, 25

derajat hingga 50 derajat celcius diatas garis a3 sedang untuk baja

hypereutectoid 25 derajat hingga 50 derajat celcius diatas garis A1)

(ASM Vol 4, 1991)

b. Normalising : Memanaskan baja sampai sedikit di atas suhu kritis

kemudian setelah suhu merata didinginkan diudara. Normalising

mempunyai tujuan menghaluskan struktur butir, menambah

kekerasan dibandingkan annealing. (untuk baja hypoeutectoid , 50

Derajat Celcius diatas garis A3 sedang untuk baja hypereutectoid 50

Derajat Celcius diatas garis Acm). Kemudian dilanjutkan dengan

pendinginan pada udara) (ASM Vol 4, 1991) a. Homoginizing (Penyamarataan) adalah pelunakan yang dilakukan

pada suhu tinggi (di atas Ac3 untuk baja hipotektoid) dengan selang

waktu penahanan pada suhu tersebut yang cukup lama, kemudian

diikuti oleh pendinginan yang sesuai untuk mendapatkan distribusi

yang merata dari konstituen yang terlarut (BSN, 2005)

2.6.2 Non Equilirium

Jenis dari perlakukan panas Non Equibrium, adalah Hardening,

Martempering, Austempering, Surface Hardening (Carburizing,

Nitriding, Cyaniding, Flame hardening, Induction hardening)

a. Hardening : Baja dipanaskan mencapai suhu tertentu antara 770oC

– 830oC, kemudian di tahan pada suhu tersebut selama beberapa

saat dan didinginkan secara mendadak dengan mencelupkan ke

dalam air, air garam, oli atau media pendingin lainnya. Hardening

(berpendingin air) mempunyai fasa martensit dimana fasa ini

mempunyai sifat keras dan getas juga rapuh. Hardening

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisau Potong (Cutting Tool)digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-faisholmuh... · Diagram fasa besi dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan

19

(berpendingin oli) mempunyai fasa martensit dan bainit dimana

fasa ini mempunyai sifat yang kurang dari fasa martensit.

b. Martempering : merupakan proses perlakuan panas dengan celup

terputus yang diikuti denlgan proses agar terbelntuk martensit

temper. Dalam proses ini baja yang telahl diaustenisasi dicelup

dengan cepat ke dalam lelehan garam atau minyak yang memiliki

temperatur sekitar 200 - 400oC. Pendinginan cepat terjadi tanpa

memotong hidung kurva transformasi. Hal ini dilakukan untuk

menghindari terbentukuya ferit dan sementit. Temperatur ditahan

sedikit di atas temperatur Ms, temperatur mulai terbentuknya fasa

martensit untuk beberapa lama agar diperoleh distribusi temperatur

yang seragam pada seluruh bagian benda kerja. Kondisi ini

memungkinkan transfornasi berlangsung dengan serempak

sehingga retak kerena celup cepat dapat dihindari. Selanjutnya

pendinginan diteruskan dengan lebih lambat menggunakan udara

dingin Samlpai temperatur ruang untuk mencapai transformasi

martensit.

c. Austempering adalah transformasi isotermal dari paduan besi pada

suhu di bawah pembentukan perlit dan di atas bahwa pembentukan

martensit (biasanya 790-915 ° C) (ASM Vol 4, 1991)

d. Surface Hardening adalah sebuah metode yang digunakan untuk

meningkatkan ketahanan aus pada luar bagian tanpa mempengaruhi

interior.

2.7 Baja Fasa Ganda

Baja fasa ganda merupakan hasil proses perlakuan panas pada

temperature pemanasan daerah (α dan y) dan ditahan beberapa waktu

kemudian didinginkan dengan laju pendinginan yang lebih besar dari laju

pendinginan kritis, sehingga diperoleh kombinasi struktur mikro martensite

yang keras dengan ferrite yang ulet. Baja hypoeutektoid dipanaskan di antara

temperatur kritis atas (A3) dan temperatur kritis bawah (A

1). Kemudian

didinginkan dengan cepat melebihi laju pendinginan kritisnya. Pendinginan

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisau Potong (Cutting Tool)digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-faisholmuh... · Diagram fasa besi dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan

20

cepat dari temperatur tersebut akan menghasilkan struktur 10-20% martensit

dalam matrik ferrit, di mana butir ferrit yang terbentuk setelah proses

pembentukan fasa ganda adalah poligonal (memiliki sisi banyak). (ASM Vol

4, 2002). Gambar 2.10 dibawah menjelaskan laju pendingan terhadap waktu

Gambar 2.10 Continues Cooling Transformations (CCT), Diagram Baja Hypoeutektoid (Tri Joko, 2005)

Struktur martensit dalam bentuk matrik ferrit memiliki ciri atau

sifat tegangan luluhnya rendah akibat adanya tegangan sisa dari proses

transformasi austenite ke martensite dan penguatan regang yang mengikat

(Thelning, 1984)

Pada temperatur kamar, baja hypoeutektoid terdiri dari butiran

kristal ferite dan pearlite. Apabila temperatur pemanasan mencapai

tempertaur kritis bawah A, maka pearlite akan mengalami reaksi eutektoid

sehingga laurel-laurel ferite dan sementite dari pearlite akan bereaksi

menjadi austenite. Transformasi austenite didahului dengan pengintian

yang selanjutnya diikuti pertumbuhan kristal austenite (ferrit BCC menjadi

austenit FCC) dan setelah temperatur mencapai A3 seluruh ferite akan

menjadi austenite, lihat Gambar 2.11 dibawah, skema perubahan struktur

mikro selama pemanasan. (Tri Joko, 2005)

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisau Potong (Cutting Tool)digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-faisholmuh... · Diagram fasa besi dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan

21

Gambar 2.11 Skema Perubahan Struktur Mikro Selama Pemanasan (Tri Joko, 2005)

Proses annealing untuk baja hypoeutektoid dilakukan dengan

memanaskan sampai temperatur sedikit di atas temperatur kritisnya A3,

lihat Gambar Diagram fe3C (25oC–50

oC di atas temperatur A

3), dan

ditahan beberapa saat pada temperatur tersebut, kemudian didinginkan

dengan laju pendinginan lambat di dalam dapur. Sifat baja hasil proses

annealing adalah menjadi lebih lunak dan ulet (tegangan tarik dan

kekerasannya menurun). Proses normalising untuk baja hypoeutektoid

dilakukan dengan memanaskan sampai temperatur sedikit di atas

temperatur proses annealing yaitu mencapai 50oC di atas temperatur kritis

A3, dengan laju pendinginan lebih cepat dari annealing yaitu pendinginan

dengan udara terbuka. Hasil proses normalising baja akan berbutir lebih

halus, lebih homogen dan lebih keras dari hasil annealing. Proses

pengerasan atau hardening untuk baja hypoeutektoid temperatur

pemanasannya diatas temperatur kritisnya atau berada di fase austenite dan

pendinginannya sangat cepat menggunakan media pendingin zat cair,

seperti air, oli dan sejenisnya, sehingga hasilnya diperoleh struktur

martensite yang keras dan menjadikan sifat baja tersebut keras dan rapuh.

(Tri Joko, 2005)

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisau Potong (Cutting Tool)digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-faisholmuh... · Diagram fasa besi dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan

22

Proses tempering adalah pemanasan kembali hasil proses

hardening, pemberian panas 50oC–100

oC di bawah temperatur kritis A1

dan membiarkannya atau menahan temperatur tersebut beberapa saat,

kemudian didinginkan dengan pendinginan lambat yaitu pada media udara

terbuka. Hasil proses tempering adalah menghilangkan tegangan sisa dan

mengembalikan sebagian keuletan dan ketangguhan bahan meskipun

kekerasan dan tegangan tariknya menurun (Tri Joko, 2005)

2.8 Pengujian Kekerasan

Kekerasan yaitu ketahanan bahan terhadap indentasi secara kualitatif

menunjukan kekuatannya (Shackelford, 1976). Skala yang lazim dalam

pengujian kekerasan antara lain skala Brinell, Vickers, Rockwell dan Knop

a. Uji kekerasan Brinell

Pengujian kekerasan Brinell merupakan pengujian standard

secara industri, tetapi karena penekannya memakai bola baja yang

diperkeras (hardened steel ball) dengan beban dan waktu indentasi

tertentu, sebagaimana penekanan bola baja ditunjukkan oleh Gambar 2.13

di halaman selanjutnya. Hasil penekanan adalah jejak berbentuk lingkaran

bulat, yang harus dihitung diameternya di bawah mikroskop khusus

pengukur jejak. Contoh pengukuran hasil penjejakan diberikan oleh

Gambar 2.12 Sedangkan pengukuran nilai kekerasan suatu material

hitung menggunakan rumus sebagai berikut:

BHN = (2.1)

dimana P : Beban (kg)

D : Diameter indentor (mm)

d : Diameter jejak (mm)

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisau Potong (Cutting Tool)digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-faisholmuh... · Diagram fasa besi dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan

23

Gambar 2.12 Ilustrasi Indentasi Metode Brinell (Akhmad, 2009)

Walaupun demikian pengaturan beban dan waktu indentasi untuk

setiap material dapat pula ditentukan oleh karakteristik alat penguji. Nilai

kekerasan suatu material yang dinotasikan dengan ‘HB’ tanpa tambahan

angka di belakangnya menyatakan kondisi pengujian standar dengan

indentor bola baja 10 mm (Gambar 2.13 dibawah), beban 3000 kg selama

waktu 1—15 detik. Untuk kondisi yang lain, nilai kekerasan HB diikuti

angka-angka yang menyatakan kondisi pengujian. Contoh: 75 HB

10/500/30 menyatakan nilai kekerasan Brinell sebesar 75 dihasilkan oleh

suatu pengujian dengan indentor 10 mm, pembebanan 500 kg selama 30

detik.

Gambar 2.13 Hasil Indentasi Brinell Berupa Jejak Berbentuk Lingkaran Dengan

Ukuran Diameter Dalam Skala Mm. (Akhmad, 2009)

b. Metode Rockwell

Metode Rockwell Berbeda dengan metode Brinell dan Vickers

dimana kekerasan suatu bahan dinilai dari diameter atau diagonal jejak

yang dihasilkan maka metode Rockwell merupakan uji kekerasan dengan

pembacaan langsung (direct-reading). Metode ini banyak dipakai dalam

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisau Potong (Cutting Tool)digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-faisholmuh... · Diagram fasa besi dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan

24

industri karena pertimbangan praktis. Variasi dalam beban dan indetor

yang digunakan membuat metode ini memiliki banyak macamnya.

Metode yang paling umum dipakai adalah Rockwell B dengan

referensi ASTM E 18 memakai indentor bola baja berdiameter 1/6 inci dan

beban 100 kg dan Rockwell C memakai indentor intan dengan beban

150kg. Sedangkan untuk bahan lunak menggunakan penetrator yang

digunakan adalah bola Baja (Ball) yang kemudian dikenal dengan skala B

dan untuk bahan yang keras penetrator yang digunakan adalah kerucut

intan (Cone) dengan sudut pncak 1200, yang bisa dilihat pada Gambar

2.14 di bawah, kemudian dikenal dengan skala C.

Gambar 2.14 Identer Kerucut Pada Ujung Diamon (ASM Vol.8, 2008)

Walaupun demikian metode Rockwell lainnya juga biasa dipakai.

Oleh karenanya skala kekerasan Rockwell suatu material harus

dispesifikasikan dengan jelas. Contohnya 82 HRB, yang menyatakan

material diukur dengan skala B. Indentor 1/6 inci dan beban 100 kg.

Berikut ini diberikan Tabel 2.4 yang memperlihatkan perbedaan skala dan

range uji dalam skala Rockwell.

Dalam pengujian kekerasan Rockwell perlu memperhatikan nilai

minimum ketebalan material pengujian. nilai ketebalan minimum material

pengujian mengikuti rasio 1:10 tetapi ini berdasarkan akumulasi data

pengujian untuk berbagai macam ketebalan pada baja karbon rendah,

tinggi dan baja temper.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisau Potong (Cutting Tool)digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-faisholmuh... · Diagram fasa besi dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan

25

Tabel 2.4 Skala Pada Metode Uji Kekerasan Rockwell (ASM Vol.8, 1998)

Skala Beban Mayor (Kg) Tipe Indentor Tipe Material Uji

A 60 1/16” bola intan kerucut Sangat keras, tungsten, karbida

B 100 1/16” bola Kekerasan sedang, baja karbon rendah dan sedang, kuningan,

perunggu

C 150 Intan kerucut Baja keras, paduan yang

dikeraskan, baja hasil tempering

D 100 1/8” bola Besi cor, paduan alumunium, magnesium yg dianealing

E 100 Intan Kerucut Baja kawakan

F 60 1/16” bola Kuningan yang dianealing dan tembaga

G 150 1/8” bola Tembaga, berilium, fosfor, perunggu

H 60 1/8” bola Pelat alumunium, timah

K 150 ¼” bola Besi cor, paduan alumunium, timah

L 60 ¼” bola Plastik, logam lunak

M 100 ¼” bola Plastik, logam lunak

R 60 ¼” bola Plastik, logam lunak

S 100 ½” bola Plastik, logam lunak

V 150 ½” bola Plastik, logam lunak

Pengujian kekerasan Rockwell memiliki tiga metode yang biasa

digunakan yaitu:

1) Metode dengan Kerucut (HRC)

Pada percobaan dengan metode ini menggunakan identer

kerucut untuk penekanan ke material diperlihatkan pada Gambar

2.15 dibawah, dengan besar nilai kekerasan HRC. Skala HRC

memiliki nilai kekerasan 0 sampai 100.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisau Potong (Cutting Tool)digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-faisholmuh... · Diagram fasa besi dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan

26

Gambar 2.15. Ilustrasi Uji Kekerasan Rockwell (ASM Vol.8, 1998)

Namun pengujian untuk material tersebut dapat dilakukan

dengan menggunakan mesin khusus yang memiliki kapasitas beban

1-30 kg. Metode ini hanya cocok untuk bahan-bahan dengan susunan

yang homogen. Gambar 2.16 dibawah menunjukan bagan pengujian

Rockwell Cone atau HRC:

Gambar 2.16. Bagan Pengujian HRC

2) Metode dengan Peluru (HRB)

Metode ini pada dasarnya sama dengan metode kerucut.

Hanya saja metode ini menggunakan penetrator sebuah peluru.

Berikut ini adalah bagan pengujian Rockwell Ball atau HRB yang

dilustrasikan pada Gambar 2.17 sebagai berikut:

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisau Potong (Cutting Tool)digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-faisholmuh... · Diagram fasa besi dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan

27

Gambar 2.17. Bagan Pengujian HRB

3) Metode Rockwell Superficial

Perbedaannya dengan Rockwell biasa adalah dalam beban

minor dan beban mayor. Pada Rockwell Superficial, beban minor

adalah 3 kg, sedangkan beban mayor adalah 15, 30 dan 45 kg untuk

mengetahui besarnya beban dan dan jenis identor bisa dilihat pada

Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Skala Superficial Rockwell (ASM Vol.8, 1998)

Simbol Identor Besar beban (Kg)

15 N Diamond 15 30 N Diamond 30 45 N Diamond 45 15 T 1/16 in ball 15 30 T 1/16 1n ball 30 45 T 1/16 in ball 45 15 W 1/8 in ball 15 30 W 1/8 in ball 30 45 W 1/18 in ball 45

c. Metode Vickers

Banyak masalah metalurgi yang membutuhkan penentuan

kekerasan pada permukaan yang sangat kecil misalnya penentuan

kekerasan pada permukaan terkarburasi, daerah sambungan, daerah difusi

dua material yang berbeda dan penentuan kekerasan pada part jam tangan.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisau Potong (Cutting Tool)digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-faisholmuh... · Diagram fasa besi dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan

28

Untuk pengujian spesimen-spesimen sangat kecil ini, mengunakan uji

Vickers dan untuk prosedur pengujian menggunakan referensi ASTM E

384

Pada metode ini, digunakan indentor intan berbentuk piramida

dengan sudut 136o, seperti diperlihatkan oleh Gambar 2.18. Prinsip

pengujian adalah sama dengan metode Brinell, walaupun jejak yang

dihasilkan berbentuk bujur sangkar berdiagonal. Panjang diagonal diukur

dengan skala pada mikroskop pengujur jejak. Untuk menghitung nilai

kekerasan suatu material menggunakan rumus sebagai berikut:

VHN = (2.2)

Dimana P = Besar beban (kg)

d = Rata-rata diameter pijakan identer d1 dan d2 (mm)

Gambar 2.18 Indentasi Dengan Metode Vickers (Akhmad, 2009)

2.9 Pengujian Struktur Mikro

Untuk mengetahui struktur mikro dari suatu logam pada umumnya

pengujian dilakukan dengan reflek pemendaran (sinar), pada pemolisan atau

etsa, tergantung pada permukaan logam uji polis, dan diperiksa langsung di

bawah mikroskop atau dietsa lebih dulu, baru diperiksa di bawah mikroskop,

dibawah ini Gambar 2.19 adalah alat yang di gunakan untuk pengujian

struktur mikro.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisau Potong (Cutting Tool)digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-faisholmuh... · Diagram fasa besi dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan

29

Gambar 2.19 Mikroskop Olympus BX 416

Adapun beberapa tahap yang perlu dilakukan sebelum melakukan

pengujian struktur mikro, yaitu:

1. Pemotongan (Sectioning)

Pemilihan sampel yang tepat dari suatu benda uji studi

mikroskopik merupakan hal yang sangat penting. Pemilihan sampel

tersebut didasarkan pada tujuan pengamatan yang hendak dilakukan. Pada

umumnya bahan komersil tidak homogen, sehingga satu sampel yang

diambil dari suatu volume besar tidak dapat dianggap representatif.

Pengambilan sampel harus direncanakan sedemikian sehingga

menghasilkan sampel yang sesuai dengan kondisi rata-rata bahan atau

kondisi di tempat-tempat tertentu (kritis), dengan memperhatikan

kemudahan pemotongan pula.

Secara garis besar, pengambilan sampel dilakukan pada daerah

yang akan diamati mikrostruktur maupun makrostrukturnya. Sebagai

contoh, untuk pengamatan mikrostruktur material yang mengalami

kegagalan, maka sampel diambil sedekat mungkin pada daerah kegagalan

(pada daerah kritis dengan kondisi terparah), untuk kemudian

dibandingkan dengan sampel yang diambil dari daerah yang jauh dari

daerah gagal. Perlu diperhatikan juga bahwa dalam proses memotong,

harus dicegah kemungkinan deformasi dan panas yang berlebihan. Oleh

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisau Potong (Cutting Tool)digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-faisholmuh... · Diagram fasa besi dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan

30

karena itu, setiap proses pemotongan harus diberi pendinginan yang

memadai.

2. Pemegangan (Mounting)

Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak

beraturan akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan

pengamplasan dan pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang

berupa kawat, spesimen lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dll.

Untuk memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut

harus ditempatkan pada suatu media (mounting). Secara umum syarat-

syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah:

Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa)

Sifat eksoterimis rendah

Viskositas rendah

Penyusutan linier rendah

Sifat adhesi baik

Memiliki kekerasan yang sama dengan sampel

Flowabilitas baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk

ketidakteraturan yang terdapat pada sampel

Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan mounting

harus kondusif

Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan

jenis reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting

menggunakan material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin

(castable resin) yang dicampur dengan hardener, atau bakelit. Penggunaan

castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana

dibandingkan bakelite, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan.

Namun bahan castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik

(lunak) sehingga kurang cocok untuk material-material yang keras.

3. Pengamplasan kasar (Grinding)

Grinding dilakukan dengan menggunakan disc pengamplasan yg

ditutup dengan Silicon carbide kertas dan air. Ada sejumlah ukuran

amplas, yaitu 180, 240, 400, 1200, butir Silicon carbide per inci persegi.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisau Potong (Cutting Tool)digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-faisholmuh... · Diagram fasa besi dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan

31

Ukuran 180, menunjukkan kekasaran dan partikel ini adalah ukuran untuk

memulai operasi pengamplasan. Selalu menggunakan tekanan langsung di

pusat sampel. Lanjutkan pengamplasan hingga semua noda kasar telah

dihapus, permukaan sampel rata, dan semua goresan yang pada satu posisi.

Hal ini membuat mudah untuk dilihat ketika goresan semuanya telah

dihapus.

Setelah operasi pengamplasan selesai pada ukuran amplas 1200, cuci

sampel dengan air diikuti oleh alkohol dan keringkan sebelum dipindah ke

polish. Atau juga dapat tahap ini ukurannya 240, 800, 1000, 1500. Berikut

adalah beberapa tahap dalam pengampelasan, yaitu:

Persiapan, tahap ini adalah tahap dimana melakukan pemilihan amplas

yang dimulai dengan menggunakan amplas dengan nomor yang paling

rendah (kasar) dan juga ditambah dengan penggunaan air dengan

tujuan supaya tidak terjadi gesekan antara permukaan spesimen dengan

amplas yang dapat mengakibatkan percikan bunga api.

Abrasion damage, adalah tahap menghaluskan permukaan dari

spesimen dengan menggunakan amplas dari nomor rendah (nomor

360) ke nomor yang paling tinggi (nomor 2000) sampai permukaan

dari spesimen yang diuji rata dan tidak ada lagi scratch pada material

bila dilihat di mikroskop.

4. Pemolisan (Polishing)

Tahap polishing bertujuan untuk menghasilkan permukaan

spesimen yang rata dan mengkilap, tidak boleh ada goresan yang

merintangi selama pengujian. finish lap merupakan tahap penghalusan

akhir material dengan menggunakan kain yang telah diolesi polisher agar

permukaan mengkilap dan rata atau bias disebut juga dengan polishing.

Polish yang terdiri dari disc pengamplasan ditutup dengan kain lembut

penuh dengan partikel berlian (ukuran 6 dan 1 mikron) dan minyak

pelumas yang berminyak. Mulai dengan ukuran 6 mikron dan terus

menggosok sampai goresan hilang

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisau Potong (Cutting Tool)digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-faisholmuh... · Diagram fasa besi dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan

32

5. Etsa (Etching).

Etching digunakan dalam metallography untuk memperlihatkan

mikrostruktur dari spesimen dengan menggunaka mikroskop. Specimen

yang akan dietching harus dipolish secara teliti dan rata serta bebas dari

perubahan yang disebabkan deformasi pada permukaan specimen, alur

material, pullout, dan goresan.

Meskipun dalam mikrography beberapa informasi sudah dapat

diketahui tanpa proses etching, tetapi mikrostruktur suatu material

biasanya baru dapat terlihat setelah dilakukan pengetsaan. Hanya sekitar

10% informasi yang dapat terlihat tanpa proses etching. Hanya reaktan,

pori, celah, dan unsur non-metalik lainya yang dapat diamati hanya

dengan polishing, selebihnya diperlukan etching. Secara umum tujuan

dari etching adalah:

Memberi warna pada permukaan benda uji sehingga tampak jelas

ketika diamati dengan mikoskop (color enhancement)

Menimbulkan korosi sehingga memperjelas batas butir

Meningkatkan kontras antar butir dan batas butir (optical

enhancement of contrast)

Mengidentifikasi fasa pada suatu spesimen (anodizing process)

6. Pemotretan (Photo)

Dimaksudkan untuk mendapatkan gambar dari struktur kristal

yang dimaksud. Untuk mendapatkan foto mikrografi yang tajam,

variabel berikut harus terkontrol yaitu penghilangan getaran, pelurusan

pencahayaan, penyesuaian warna cahaya terhadap korelasi objek,

menjaga kejernihan objek, penyesuaian daerah pengamatan, dan lubang

diagram serta kecepatan fokus.