BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sampaheprints.umm.ac.id/53894/9/BAB II.pdf · Kebiasaan...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sampaheprints.umm.ac.id/53894/9/BAB II.pdf · Kebiasaan...
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Sampah
Sedangkan menurut UURI No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan
Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat. Menurut Damanhuri (2010), semua buangan yang dihasilkan
oleh aktivitas manusia dan hewan yang berbentuk padat, lumpur (sludge), cair
maupun gas yang dibuang karena tidak dibutuhkan atau tidak diinginkan lagi.
Walaupun sudah dianggap tidak berguna dan tidak dikehendaki lagi, namun
bahan tersebut kadang-kadang masih dapat dimanfaatkan kembali dan dijadikan
bahan baku. Dengan demikian sampah mengandung prinsip sebagai berikut :
1. Adanya sesuatu benda atau bahan padat
2. Adanya hubungan langsung/tidak langsung dengan kegiatan manusia
3. Benda atau bahan tersebut tidak dipakai lagi (Notoatmojo, 2003)
Definisi lain dikemukakan (Radyastuti, 1996) sampah adalah sumber yang tidak
siap dipakai. UU No.18 Tahun 2008 sampah adalah kegiatan sehari-hari manusia
atau proses alam yang berbentuk padat. Pengelolan sampah sangat membutuhkan
peranan seluruh masyarakat. Kebiasaan buruk masyarakat membuang sampah
sembaranagan entah itu dijalan, sungai parit akan menyebabkan masalah-masalah
antara lain :
1. Pencemaran udara yang akan menimbulkian aroma yang tidak sedap
2. Timbul nya berbagai penyakit seperti penyakit kulit, kolera, demam
berdarah dll
3. Dapat menjadi penyebab banjir karena membuang sampah sembarangan di
sungai
5
Pengertian sampah organik lebih bersifat untuk mempermudah pengertian
umum, untuk menggambarkan komponen sampah yang cepat terdegradasi (cepat
membusuk), terutama yang berasal dari sisa makanan. Sampah yang membusuk (
garbage ) adalah sampah yang dengan mudah terdekomposisi karena aktivitas
mikroorganisme. Dengan demikian pengelolaannya menghendaki kecepatan, baik
dalam pengumpulan, pemerosesan, maupun pengangkutannya. Pembusukan
sampah ini dapat menghasilkan yang berbau tidak enak, seperti ammoniak dan
asam-as m volatil lainnya. Selain itu, dihasilkan pula gas-gas hasil dekomposisi,
seperti gas metan dan sejenisnya, yang dapat membahaykan keselamatan bila tidak
ditangani secara baik. Penumpukan sampah yang cepat membusuk perlu dihindari.
Sampah kelompok ini kadang dikenal sebagai sampah basah, atau juga dikenal
sebagai sampah organik. Kelompok inilah yang berpotensi untuk diproses dengan
bantuan mikroorganisme, misalnya dalam pengomposan atau gasifikasi, atau cara-
cara lain seperti sebagai pakan ternak.
2.2 Permasalahan sampah di Indonesia
Sebagian besar penduduk Indonesia semakin bertambah, pemerintah
menyadari akan timbul nya permasalahan sampah yang kian meningkat. Hampir
semua kota mengalami peningkatan dalam menghadapi masalah sampah,
meningkat nya pembangunan kota, pertambahan penduduk, meningkatnya aktifitas
dan tingkat sosial ekonomi masyarakat membuat dampak terhadap meningkatnya
volume timbulan sampah yang dihasilkan masyrakat dari hari kehari.kondisi ini di
perparah dengan kurang nya sarana dan prasarana pengolahan sampah yang terbatas
sehingga permasalahan sampah semakin hari semakin kompleks dan diperlukan
nya dana yang tidak sedikit dalam pengolahan sampah tersebut.Tabel 2.1
menunjukan proporsi pelayanan sampah yang ada di Indonesia
6
Tabel 2.1 : Proporsi pelayanan sampah di Indonesia
Pulau Penduduk
(juta- jiwa)
Penduduk
dilayani
(juta-jiwa)
% penduduk
dilayani
Sumatra 49,3 23,5 48
Jawa 137,2 80,8 59
Bali dan Nusa Tenggara 12,6 6,0 47
Kalimantan 12,9 6,0 46
Sulawesi, Maluku, dan Papua 20,8 14,2 68
Total 232,7 130,3 56
Sumber : Damanhuri, 2010
Masalah yang sering muncul dalam penanganan sampah juga meliputi
masalah biaya operasional yang tinggi dan semakin sulitnya ruang yang pantas
untuk pembuangan. Sebagai akibat biaya operasional yang tinggi membuat
kebanyakan hanya bisa mengumpulkan dan membuang, sebagian besar ditangani
dan dibuang dengan cara yang tidak saniter, boros dan mencemari lingkungan.
2.3 Jenis Sampah dan Sumber Sampah
Undang-Undang No 18 Tahun 2008 sumber sampah adalah asal timbulan
sampah. Menurut Damanhuri (2010), sumber sampah yang berasal dari rumah
tinggal merupakan sampah yang dihasilkan dari kegiatan atau lingkungan rumah
tangga atau sering disebut dengan istilah sampah domestik. Menurut Direktur
Pengembangan PLP (2011), sumber sampah dapat diklasifikasikan sebagai sumber
sampah yang berasal dari daerah perumahan, komersial, umum, dan sosial. Sumber
sampah yang berasal dari perumahan dibagi atas perumahan masyarakat
berpenghasilan tinggi, perumahan masyarakat berpenghasilan menengah, dan
perumahan masyarakat berpenghasilan rendah. Sumber sampah dari daerah
komersial adalah sumber sampah yang berasal dari kawasan perniagaan, dan
hiburan dan lain-lain. Yang termasuk kategori komersial adalah pasra, pertokoan,
7
hotel, restauran, bioskop dan lain-lain. Sumber sampah dari fasilitas umum adalah
sarana/prasarana perkotaan yang dipergunakan untuk kepentingan umum. Yang
termasuk dalam kategori fasilitas umum adalah perkantoran, sekolahan, rumah
sakit, gedung olah raga, museum, taman, jalan dan lain sebagainya. Sumber sampah
dari fasilitas sosial merupakan sarana prasarana perkotaan yang digunakan untuk
kepentingan sosial atau bersifat sosial seperti panti-panti sosial rumah jompo, panti
asuhan, dan tempat tempat ibadah seperti masjid, gereja, puradan lainnya. Sumber
sampah lain dapat dikembangkan lagi jenis sumber-sumber sampah yang lain sesuai
dengan kondisi kotanya atau peruntuka tatguna lahannya. Sebagai contoh samppah
dari tempat pemotongan hewan atau limbah pertanian ataupun bunagn dari linstansi
pengolahan air limbah.
Sumber : Direktur Pengembangan PLP (2011),
Pada saat ini di kota Blitar jumlah sampah yang dihasilkan adalah sebesar
78,.41 ton/hari, sampah tersebut berasal dari pasar tradisional sebesar 10.2 ton/hari,
dari pusar perniagaan dan perkantoransebesar 6.91 ton/hari, sampah dari fasilitas
publik dan dari sektor atau kawasan lain sebesar 3.1 ton/hari.
Ditinjau dari tempat dihasilkannya (sumbernya), sampah dibedakan menjadi :
1. Sampah Domestik Merupakan sampah daerah permukiman yang
sampahnya berupa sampah-sampah hasil kegiatan rumah tangga seperti
samaph dapur, kertas, tekstil, kulit, logam, kaca, kayu dan sebagainya.
2. Sampah Daerah Komersil Daerah komersil meliputi pertokoan, pasar,
supermarket, perkantoran, perhotelan, rumah makan, dan lain
sebagainya. Jenis sampah yang dihasilkan kertas, kardus, plastik, kayu,
sisa makanan, kaca, logam, limbah berbahaya dan beracun, dan
sebagainya.
3. Sampah Institusi Yaitu sekolah, rumah sakit, penjara, pusat
pemerintahan, dan lan-lain. Jenis sampah yang ditimbulkan sama
dengan jenis sampah pada daerah komersial.
4. Sampah Konstruksi atau Pembongkaran Bangunan meliputi pembuatan
konstruksi baru, perbaikan jalan, dan lain-lain. Jenis sampah yang
ditimbulkan antara lain kayu, baja, beton, debu, dan lain-lain.
8
5. Sampah Daerah Fasilitas Umum seperti penyapuan jalan, taman, pantai,
tempat rekreasi, dan lain-lain. Jenis sampah yang ditimbulkan antara
lain : rubbish, sampah taman, ranting, daun, dan sebagainya
6. Sampah Pengolah Limbah Domestik Pengolah limbah domestik seperti
Instalasi pengolahan air minum, Instalasi pengolahan air buangan, dan
insinerator. Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain lumpur hasil
pengolahan, debu, dan sebagainya.
7. Sampah Kawasan Industri jenis sampah yang dihasilkan oleh daerah
kawasan industri antara lain sisa proses produksi, buangan non industri,
dan sebagainya.
8. Sampah Pertanian Jenis sampah yang dihasilkan antara lain sisa
makanan busuk, sisa pertanian.
Berdasarkan cara penanganan dan pengolahannya, jenis sampah secara
umum dapat dibagi menjadi 3 (tiga) jenis (Damanhuri, 2010) yaitu :
a. Sampah basah (garbage), adalah sampah yang susunannya terdiri atas
bahan organik yang mempiliki sifat cepat membusuk jika dibiarkan dalam
keadaan basah. Contohnya adalah sisa makanan, sayuran, buah-buahan,
dedaunan, dsb.
b. Sampah kering (rubbish), adalah sampah yang terdiri dari bahan anorganik
yang sebagian besar atau seluruh bagiannya sulit membusuk. Sampah ini
dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu :
1. Sampah kering logam, contohnya : kaleng, pipa besi tua, seng dan
segala jenis logam yang sudah usang.
2. Sampah kering non logam, contohnya :
i. Sampah kering yang mudah terbakar (combustible rubbish),
Misalnya : kertas, karton, plastik, kayu, kain bekas, dsb.
ii. Sampah kering sulit terbakar (non combustible rubbish),
contohnya : pecahan gelas, botol, kaca, dll.
9
c. Sampah lembut, adalah sampah yang terdiri atas partikel-partikel kecil,
ringan dan mempunyai sifat mudah beterbangan serta membahayakan atau
menggangu pernapasan dan mata. Sampah tersebut terdiri atas :
1. Debu, yaitu partikel-partikel kecil yang berasal dari proses mekanis,
Misalnya serbuk dari penggergajian kayu, debu dari aktifitas pabrik,
dll.
2. Abu yaitu partikel-partikel yang berasal dari proses pembakaran,
Misalnya abu kayu, abu gunung berapi , abu dari hasil pembakaran
sampah (incinerator), dll.
2.4 Dampak pencemaran akibat sampah
Menurut Direktorat Jenderal Cipta Karya, Direktorat Pengembangan
Penyehatan Lingkungan Permukiman (2011) banyak permasalahan yang dapat
ditemui dalam pengelolaan kebersihan seperti tidak tersedianya sarana dan
prasarana, sumber daya manusia, peraturan dan anggaran dana yang memadai,
sehingga membuat tidak dapat menyediakan pelayanan yang baik sesuai dengan
ketentuan teknis akibatnya pencemaran lingkungan menjadi meningkat. Berbagai
potensi yang dapat ditimbulkan oleh pencemaran akibat sampah meliputi :
1. Perkembangan vektor penyakit
Tempat sampah yang didalamnya masih terdapat sisa makanan merupakan
sumber tempat yang sangat ideal bagi pertumbuhan vektor penyakit seperti
lalat dan tikus. Perkembangan vektor penyakit pada TPA disebabkan oleh
frekwensi penutupan sampah yang tidak dilakukan sesuai ketentuan.
Gangguan akibat lalat umumya dapat ditemukan hingga radius 1-2 km dari
lokasi TPA.
2. Pencemaran udara
Sampah yang menumpuk serta tidak tertutup dan tidak segera terangkut
merupakan sumber bau yang tidak sedap. Selain itu proses dekomposisi
sampah di TPA secara kontinu akan menghasilkan gas seperti CO, CO2,
CH4, H2S dan lain-lain yang secara langsung akan mencemari udara serta
10
mendorong terjadinya emisi gas rumah kaca yang memiliki kontribusi
terhadap pemanasan global.
3. Pencemaran air
Prasarana dan sarana pengumpulan yang terbuka sangat potensial
menghasilkan leachate terutama pada saat turun hujan. Aliran leachate yang
mengalir kesaluran atau tanah sekitarnya akan menyebabkan terjadinya
pencemaran air dan air tanah.
4. Pencemaran tanah
Pembuangan sampah yang tidak dilakukan dengan baik akan membuat
lahan setempat mengalami pencemaran akibat tertumpuknya sampah
organik dan mungkin juga mengandung bahan buangan berbahaya (B3)
yang membutuhkan waktu yang cukup lama sampai terdegradasi.
5. Gangguan estetika
Lahan yang terisi sampah secara terbuka akan menimbulkan kesan
pandangan yang sangat buruk dan tidak enak sehingga mempengaruhi
estetika lingkungan sekitarnya. Sarana pengumpulan dan pengangkutan
yang tidak terawat dengan baik merupakan sumber pandangan yang tidak
baik.
6. Kemacetan lalu lintas
Lokasi penempatan sarana prasarana pengumpulan sampah yang berdekatan
dengan sumber potensial seperti pasar, pertokoan dan lain-lain berpotensi
menimbulkan gangguan terhadap arus lalu lintas akibat kegiatan bongkar
muat sampah yang dilakukan.
7. Gangguan kebisingan
Gangguan kebisingan ini lebih disebabkan karena adanya kegiatan operasi
kendaraan alat berat dalam TPA (baik angkutan pengangkut sampah
11
maupun kendaraan yang digunakan meratakan dan atau memadatkan
sampah).
8. Dampak sosial
Hampir tidak ada orang yang akan merasa senang dengan adanya
pembangunan tempat pembuangan sampah di dekat permukimannya.
Keresahan warga setempat diakibatkan oleh gangguan-gangguan yang telah
disebutkan diatas.
2.5 Pengolahan sampah
Pengolahan Sampah merupakan bagian dari penanganan sampah dan
menurut UU No. 18 Tahun 2008 didefinisikan sebagai proses perubahan bentuk
sampah dengan mengubah karakteristik, dan jumlah sampah. Pengolahan sampah
merupakan kegiatan yang dimnaksud untuk mengurangi jumlah sampah, disamping
memanfaatkan nilai yang masih terkandung dalam sampah itu sendiri (bahan daur
ulang, produk lain dan energi). Pengolahan sampah dapat dilakukan berupa
pengomposan, recycling/daur ulang, pembakaran (insinersi), dan lain-lain.
Pengolahan sampah secara umum merupakan proses transformasi sampah baik
secara fisik, kimia, maupun biologi. Masing- masing definisi dari proses
transformasi tersebut adalah
1. Transformasi fisik
Perubahan sampah secara fisik melalui beberapa cara yaitu :
− Pemisahan komponen sampah dilakukan secara manual atau mekanis,
sampah yang bersifatheterogen dipisahkan menjadi komponen –
komponennya, sehingga bersifat lebih homogen. Langkah ini dilakukan
untuk keperluan daur ulang.demikian pula sampah yang bersifat berbahaya
dan beracun (misalnya sampah laboratorium berupa sisa-sisa zat kimia)
sedapat mungkin dipisahkan dari jenis sampah lainnya, untuk kemudian
diangkut ketempat pembuangan khusus.
12
− Mengurangi volume sampah dengan pemadatan atau kompaksi dilakukan
dengan tekanan / kompaksi bertujuan unuk menekan kebutuhan ruang
sehingga mempermudah penyimpanan, pengangkutan, dan pembuangan,
Reduksi volume juga bermkanfaat untyuk mengurangi biaya pengangkutan
dan pembuangan. Jenis sampah yang perlu reduksi volume antara lain :
kiertas, karton, plastic, kaleng
− Mereduksi ukuran dari sampah dengan proses pencacahan bertujuan
hamper sama dengan proses kompaksi dan bertujuan memperluas
permukaan kontak dari komponen sampah.
2. Transformasi kimia
− Perubahan bentuk sampah secara kimiawi dengan menggunakan prinsip
proses pembakaran atau insenerasi. Proses pembakaran sampah dapat
didefinisikan sebagai pengubahan bentuk sampah padat menjadi fase gas,
cair, dan produk padat yang terkonversi, dengan pelepasan energi panas
proses pembakaaran ini sangat dipengaruhi oleh karekteristik dan komposisi
sampah yaitu
1. Nilai kalor dari sampah, dimana semakin tnggi nilai kalor sampah maka
akan semakin mudah proses pembakaran berlangsung
2. Kadar air sampah, semakin kecil kadar air maka akan semakin mudah
prosespembakaran berlangsung.
3. Ukuran partikel, semakin luas permukan kontak dari partikel sampah maka
semakin mudah sampah terbakar.
Jenis pembakaran dapat dibedakan atas :
• Pembakaran Stoikhiometrik, yaitu pembakaran yang dilakukan dengan
suplai udara / oksigen yang sesuai dengan kebutuhan untuk pembakaran
sempurna.
• Pembakaran dengan udara berlebih, yaitu pembakaran yang dilakukan
dengan suplai udara yang melebihi kebutuhan untuk berlangsungnya
pembakaran sempurna.
13
• Gasifikasi, yaitu proses pembakaran dengan cara parsial pada kondisi
substoikhiometrik, dimana produknya adalah gas-gas CO, H2, dan
hidrokarbon.
3. Transformasi Biologi
Perubahan bentuk sampah dengan memanfaatkan aktifitas
mikroorganisme untuk mendekomposisikan sampah menjadi bahan stabil
yaitu kompos. Teknik biotransformasi yang umum dikenal adalah :
• Komposting secara aerobic ( produk berupa kompos )
• Penguraian secara anaerobic ( produk berupa gas metana, CO₂, dan gas-gas
lain, humus atau lumpur).
2.6 Timbulan Sampah
Timbulan sampah menurut Undang-Undang No 18 Tahun 2008 adalah
setiap orang dan atau akibat proses alam yang menghasilkan sampah sehingga
menghasilkan timbulan sampah. Menurut Damanhuri (2010), timbulan sampah
adalah banyaknya sampah dalam satuan berat: kilogram per orang per hari
(Kg/Orang/Hari) atau kilogram per meter-persegi bangunan perhari (Kg/m2/h) atau
kilogram per tempat tidur per hari (Kg/bed/hari), dalam satuan volume:
liter/orang/hari (L/Orang/hari), liter per meter-persegi bangunan per hari
(L/m2/hari), liter per tempat tidur perhari (L/bed/hari). Menurut Direktur
Pengembangan PLP (2011), timbulan sampah merupakan jumlah volume sampah
yang dihasilkan perkapita. Banyaknya sampah yang dihasilkan dalam satuan berat
(kilogram per orang per hari, atau kilogram per tempat tidur per hari) dan dalam
satuan volume (liter/orang/hari, liter/m2/hari.
Timbulan sampah baik untuk sekarang mupun dimasa mendatang merupakan
dasar dari perncanaan,perancangan,dan pengkajian sistem pengelolaan
persampahan. Apabila pengamatan lapangan belum tersedia, maka untuk
menghitung besaran sistem, dapat digunakan angka timbulan sampah sebagai
berikut (Damanhuri,2010):
14
1. Satuan timbulan sampah kota besar = 2-2,5 l/orang/hari, atau 0,4-0,5
kg/orang/hari.
2. Satuan timbulan sampah kota sedang/kecil = 1,5 -2 l/orang/hari, atau 0,3-0,4
kg/orang/hari.
Berdasarkan kriteria pada SNI 19-3964-1994, Ukuran kota di klasifikasikan
atas ukuran kecil, sedang dan besar. Kota kecil adalah kota dengan penduduk
kurang dari 100.000 jiwa, kota sedang dengan dengan penduduk lebih besar dari
100.000 jiwa dan kurang dari 500.000 jiwa dan kota besar adalah kota dengan
penduduk lebih dari 500.000 jiwa. Dengan acuan kriteria ini maka Kota Blitar
masuk dalam kriteria Kota sedang/kecil. Untuk itu sebagai acuan dalam
memperkirakan volume sampah dapat digunakan sebesar 0,3-0,4 kg/orang/hari.
Volume timbulan sampah rata-rata perkapita perhari menurut Direktur
Pengembangan PLP (2011), dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :
• Timbulan sampah perkapita
V = 𝑽𝒔
𝒑
Dengan :
• V = Volume timbulan sampah per orang (m³/orang/hari)
• Vs = Total Volume sampah yang terkumpul (m³ /hari)
• P = Jumlah Penduduk (orang)
Adapun untuk memproyeksikan volume sampah harian digunakan
pendekatan sebagai berikut :
• Volume sampah = jumlah penduduk x timbulan sampah perkapita
(kg)
• Volume sampah pasar dll = 10% x jumlah sampah penduduk asli
• Volume sampah total = volume sampah + volume sampah pasar dll
Qn = Pn x V
Dimana:
Qn = Timbulan Sampah per hari pada tahun ke n.
Pn = Jumlah penduduk pada tahun ke n.
15
V = Volume timbulan sampah rata-rata per orang per hari.
Tabel 2.2 : Timbulan Sampah di Beberapa Negara
Kota Timbulan (Kg/orang/hari)
Paris 1,100
Damaskus 0,635
Fes 0,625
Rabat 0,550
Konakry 0,440
Karachi 0,550
Singapura 0,870
Manila 0,550
Jakarta 0,650
Sumber : Diktat Kuliah TL- 3104 FTSL ITB
Tabel 2.3 : Timbulan Sampah di Beberapa Kota di Indonesia
Kota Liter/o/hari Kg/o/hari
Jakarta 2,60 0,65
Surabaya 2,40 0,60
Semarang 1,80 0,45
Bandung 3,30 0,83
Surakarta 3,20 0,60
U.Pandang 2,40 0,60
Sumber : Diktat Kuliah TL – 3104 FTSL ITB
Data timbulan sampah sangat penting untuk diketahui karena berpengaruh
untuk menentukan fasilitas pengelolaan sampah beserta kapasitasnya contoh
fasilitas peralatan, kendaraan pengankut, rute angkutan, fasilitas daur ulang, luas
dan jenis TPA.
Menurut Damanhuri dan Padmi (2010) sumber timbulan sampah dapat
dibagi sebagai berikut.
16
1. Sampah yang berasal dari pemukiman
Sam pah ini terdiri dari ;limbah kegiatan rumah tangga baik keluarga besar
ataupun keluarga kecil. Sampah ini terdiri dari sampah makanan, plastik,
kertas, kayu,kaleng, kaca,alumunium, sampah elektronik, dan ban
2. Sampah pusat perdagangan
Sampah ini terdiri dari sampah-sampah hasil aktifitas di pusat kota seperti
toko, pasar, restoran, kantor, hotel dan sebagainya yang dihasilkan sampah
seperti kertas, plastik, kayu logam, limbah pemukiman dan sampah sisa
makanan
3. Sampah institusional
Sampah ini terdiri dari limbah-limbah hasil aktifitas institusi seperti
sekolah, rumah sakit, puskesmas, penjara, pusat pemerintahan, dan
sebagainya yang umum nya menghasilokan sampah sama dengan pada
sampah yang ada di pemukiman. Khusus untuk sampah rumah sakit dan
puskesmas biasa nya di tangani khusus dan diproses secara terpisah dengan
sampah lain.
4. Sampah konstruksi
Sampah iui terdiri dari limbah hasil aktifitas konstruksi seprti sampah dari
pembangunan konstruksi, perbaikan jalan, perbaikan bangunan, dan
sebagainya sampah yang dihasilkan adalah sampah kayu, beton dan puing-
puing sisa perbaikan.
5. Sampah pelayanan umum
Sampah ini berasal dari limbah hasil akttifitas pelayanan umum seperti
tempat ibadah, tempat rekreasi, tempat olahraga, dan sebagainya yang
umum nya menghasilkan sampah organik.
6. Sampah instalasi pengolahan
Sampah ini berasal dari limbah hasil aktifitas instalasi pengolahan contoh
instalasi pengolahan air bersih, air kotor, dan limbah industri yang biasa nya
berupa lumpur ataupun limbah buangan yang telah diolah.
17
7. Sampah industri
Sampah ini berasal dari limbah hasil aktifitas pabrik, konstruksi, industri,
berat dan ringan, instalasi kimia, pusat pembangkit listrik dan lain lain
8. Sampah perkebunan.
Sampah ini berasal dari perkebunan pertanian dan peternakan contoh
jerami, sisa sayuran, dan kotoran hewan yang biasa nya bisa diolah menjadi
pupuk.
2.7 Pertumbuhan Penduduk
Metode ini dilakukan dengan cara mengukur langsung satuan timbulan
sampah dari sejumlah sampel (rumah tangga dan non rumah tangga) yang
ditentukan secara random-proporsional selama 8 hari berturut-turut. Metode ini
sesuai dengan SNI 19-3964-1994 tentang pengambilan dan pengukuran contoh
timbulan dan komposisi sampah perkotaan. Untuk penentuan jumlah pemukiman
atau jumlah rumah yang akan dibuat sampling selama 8 hari sebagai berikut :
1. Perhitungan jumlah contoh jiwa dan kepala keluarga (KK) yang dihitung
berdasarkan rumus persamaan 2.1 dan persamaan 2.2.
S = Cd . √𝑷𝒔 ……….……….……….……….……….……….……….
Keterangan :
S = Jumlah contoh (jiwa)
Cd = Koefisien perumahan
1.0 = Kota Besar
0.5 = Kota kecil / Kota sedang
Ps = Populasi (jiwa)
Kemudian hasil S dimasukkan dalam persamaan berikut:
K = 𝑺
𝑵 ……….……….……….……….……….……….……………….
Keterangan :
18
K = Jumlah contoh (KK)
N = Jumlah jiwa per keluarga (5)
2. Jumlah contoh timbulan sampah dari perumahan.
(1) contoh dari perumahan permanen = (S1 × K) keluarga
(2) contoh dari perumahan semi permanen = (S2 × K) keluarga
(3) contoh dari perumahan non permanen = (S3 × K ) keluarga
dimana: S1 = Proporsi jumlah KK perumahan permanen dalam (25%)
S2 = Proporsi jumlah KK perumahan semi permanen dalam (30%)
S3 = Proporsi jumlah KK perumahan non permanen dalam (45%)
S = Jumlah contoh jiwa
N = Jumlah jiwa per keluarga
K = Jumlah KK
Alat yang dipergunakan dalam pengambilan sampel timbulan sampah
dilakukan dengan menggunakan kotak berukuran 20 cm x 20 cm x 100 cm dengan
diangkat setinggi ± 30 cm dan dijatuhkan sebanyak tiga kali. Kemudian beberapa
hal yang akan didata meliputi berat alat, berat sampel sampah, tinggi sampah dalam
alat dan tinggi sampah setelah dilakukan kompaksi.
Besarnya timbulan sampah yang dihasilkan dipengaruhi oleh jumlah
penduduk dan laju produksi sampah per orang per harinya. Sehingga untuk
memperkirakan volume timbulan sampah sampai akhir periode desain perlu
memperkirakan jumlah penduduk yang dilayani hingga akhir tahun periode desain
tersebut yaitu selama 10 tahun kedepan.
Menurut Direktorat Jenderal Cipta Karya, Direktorat Pengembangan
Penyehatan Lingkungan Permukiman (2011) proyeksi jumlah penduduk dapat
dihitung dengan tiga metode, yaitu :
19
a. Metode Aritmatika
Metode ini cocok digunakan untuk daerah yang perkembangan penduduk
nya relatif konstan. Perhitungan perkembangan penduduk pada tahun-tahun
berikutnya dapat dilakukan dengan menggunakan Persamaan 2.3.
Pn = Po + r.n ……….……….……….……….……….……….……….
Pn = jumlah penduduk pada tahun ke-n,
Po = jumlah penduduk pada tahun dasar,
r = rata-rata pertambahan penduduk pertahun,
n = periode waktu proyeksi,
b. Metode Geometri
Metode ini menganggap bahwa perkembangan penduduk akan segera
otomatis berlipat ganda dengan sendirinya. Metode ini tidak memperhatikan adanya
penurunan tingkat perkembangan penduduk. Perhitungan perkembangan penduduk
pada tahun-tahun berikutnya dapat dilakukan dengan menggunakan Persamaan 2.4.
Pn = Po (1+r)n ……….……….……….……….……….……….……….
Pn = jumlah penduduk pada tahun ke-n,
Po = jumlah penduduk pada tahun dasar,
r = rata-rata pertambahan penduduk pertahun,
n = periode waktu proyeksi,
c. Metode Least Square
Metode ini menganggap dengan menggunakan asumsi bahwa y adalah
jumlah penduduk tahun ke-n, dan x adalah nomor data tahun ke-n. Metode ini
menganggap garis regresi yang dibuat akan memberikan penyimpangan nilai data
atas penduduk masa lalu dan juga karakteristik perkembangan penduduk di masa
20
lalu maupun masa mendatang. Perhitungan perkembangan penduduk pada tahun-
tahun berikutnya dapat dilakukan dengan menggunakan Persamaan 2.5 – 2.7.
Pn = a + b.x ……….……….……….……….……….……….…………
Pn = jumlah penduduk pada tahun ke-n,
x = beda yang dihitung pada tahun dasar,
a/b = dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
a = ∑p . ∑x2 - ∑x . ∑x.p …..…………………………...……….
n . ∑x2 – (∑x)2
b = n . ∑x.p - ∑x . ∑p …………………………………….…….
n . ∑x2 – (∑x)2
Nantinya proyeksi pertumbuhan penduduk dipilih berdasarkan nilai Sd
(standar deviasi / sample standard deviation) yang nilainya paling kecil dari ketiga
metode yang digunakan. Rumus standar deviasi (Sd) adalah :
(Sd) = √Σ ( 𝑌𝑖−𝑌𝑚𝑒𝑎𝑛)2
𝑛−1…………………………………………….
Timbulan sampah menurut SNI 19-3964-1994 di klasifikasikan menjadi 3
jenis yaitu ukuran kecil, sedang dan besar. Kota kecil yang berpenduduk kurang
dari 100.000 jiwa kota sedang berada lebih besar dari 100.000 jiwa dan kurang
dari 500.000 dan kota besar adalah kota dengan penduduk lebih dari 500.000
jiwa. Dengan begitu desa sitirejo yang berpenduduk 8045 jiwa termasuk dalam
golongan kota kecil yang dimana
1. Satuan timbulan sampah kota besar = 2- 2,5 l/orang/hari atau 0,4 - 0,5
kg/org/hari
2. Satuan timbulan sampah kota sedang/kecil = 1,5 – 2 l/orang/hari atau 0,3 –
0,4 kg/orang hari
Dalam menghitung timbulan sampah yang perlu kita ketahui terlebih
dahulu adalah
1. Laju generasi sampah (Ltr/orang/hari atau kg/orang/hari)
21
2. Laju generasi sampah setiap sumber (Ltr/unit/hari)
Volume timbulan sampah rata rata per hari digunakan pendekatan sebagai
berikut
V = 𝑽𝒔
𝒑
dimana
V = volume timbulan sampah per orang (m3/orang/hari)
Vs = Total Volume sampah yang terkumpul (m3/hari)
P = jumlah penduduk
Adapun untuk memproyeksikan volume sampah harian digunakan
pendekatan sebagai berikut
Qn = Pn x V
Dimana
Qn = timbulan sampah per hari pada tahun ke n
Pn = jumlah penduduk pada tahun ke n
V = Volume timbulan sampah rata – rata per orang per hari
2.8 Komposisi
Pengelompokan berikutnya yang juga sering dilakukan adalah berdasarkan
komposisinya, misalnya dinyatakan sebagai % berat (biasanya berat basah) atau %
volume (basah) dari kertas, kayu, kulit, karet, plastik, logam, kaca, kain, makanan,
dan lain-lain. Komposisi dan sifat -sifat sampah menggambarkan keanekaragaman
aktivitas manusia.Berdasarkan sifat-sifat biologis dan kimianya, sampah dapat
digolongkan sebagai berikut:
• Sampah yang dapat membusuk (garbage), seperti sisa makanan, daun,
sampah kebun, sampah pasar, sampah pertanian, dan lain-lain
• Sampah yang tidak membusuk (refuse), seperti plastik, kertas, karet, gelas,
logam, kaca, dan sebagainya
• Sampah yang berupa debu dan abu
22
Sampah yang mengandung zat-zat kimia atau zat fisis yang berbahaya. Disamping
berasal dari industri atau pabrik-pabrik, sampah jenis ini banyak pula dihasilkan
dari kegiatan kota termasuk dari rumah tangga.
Dalam damanhuri dan padmi (2010) menggambarkan tipikal komposisi sampah
pemukiman atau sampah domestik dikota negara maju,dapat dilihat pada tabel 2.4.
Tabel 2.4 : Komposisi Sampah Domestik
Sumber : Diktat Kuliah TL- 3104 FTSL ITB
Sampah yang tidak membusuk atau refuse pada umumnya terdiri atas
bahan-bahan kertas, logam, plastik, gelas, kaca, dan lain-lain. Refuse sebaiknya
didaur ulang, apabila tidak maka diperlukan proses lain untuk memusnahkannya,
seperti pembakaran. Namun pembakaran refuse ini juga memerlukan penanganan
lebih lanjut, dan berpotensi sebagai sumber pencemaran udara yang bermasalah,
khususnya bila mengandung plastik. Kelompok sampah ini dikenal pula sebagai
sampah kering, atau sering pula disebut sebagai sampah anorganik.
Di negara beriklim dingin, sampah berupa debu dan abu banyak dihasilkan sebagai
produk hasil pembakaran, baik pembakaran bahan bakar untuk pemanas ruangan,
maupun abu hasil pembakaran sampah dari insinerator. Abu debu di negara tropis
seperti Indonesia, banyak berasal dari penyapuan jalan-jalan umum. Selama tidak
mengandung zat beracun, abu tidak terlalu berbahaya terhadap lingkungan dan
Kategori Sampah % Berat % Volume
Kertas dan bahan- bahan kertas 32,98 62,61
Kayu / produksi kayu 0,38 0,15
Plastik, kulit, dan produk karet 6,84 9,06
Kain dan produksi tekstil 6,36 5,1
Gelas 16,06 5,31
Logam 10,74 9,12
Bahan batu, pasir 0,26 0,07
Sampah Organik 26,38 8,58
23
masyarakat. Namun, abu yang berukuran <10 µm dapat memasuki saluran
pernafasan dan menyebabkan penyakit pneumoconiosis.
Sampah berbahaya adalah semua sampah yang mengandung bahan beracun bagi
manusia, flora, dan fauna. Sampah ini pada umumnya terdiri atas zat kimia organik
maupun anorganik serta logam – log a m berat, yang kebanyakan merupakan
buangan industri. Sampah jenis ini sebaiknya dikelola oleh suatu badan yang
berwenang dan dikeluarkan ke lingkungan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Sampah jenis ini tidak dapat dicampurkan dengan sampah kota biasa.
Komposisi sampah juga dipengaruhi oleh beberapa faktor:
• Cuaca: di daerah yang kandungan airnya tinggi, kelembaban sampah juga
akan cukup tinggi
• Frekuensi pengumpulan: semakin sering sampah dikumpulkan maka
semakin tinggi tumpukan sampah terbentuk. Tetapi sampah organik akan
berkurang karena membusuk, dan yang akan terus bertambah adalah kertas
dan dan sampah kering lainnya yang sulit terdegradasi
• Musim: jenis sampah akan ditentukan oleh musim buah-buahan yang
sedang berlangsung
• Tingkat sosial ekonomi: Daerah ekonomi tinggi pada umumnya
menghasilkan sampah yang terdiri atas bahan kaleng, kertas, dsb
• Pendapatan per kapita: Masyarakat dari tingkat ekonomi lemah akan
menghasilkan total sampah yang lebih sedikit dan homogen
• Kemasan produk: kemasan produk bahan kebutuhan sehari-hari juga akan
mempengaruhi. Negara maju seperti Amer ika tambah banyak yang
menggunakan kertas sebagai pengemas, sedangkan negara berkembang
seperti Indonesia banyak menggunakan plastik sebagai pengemas.
Dengan mengetahui komposisi sampah dapat ditentukan cara pengolahan yang
tepat dan yang paling efisien sehingga dapat diterapkan proses pengolahannya.
Tambah sederhana pola hidup masyarakatnya, tambah banyak komponen sampah
24
organik (sisa makanan, dsb). Suatu penelitian (1989) yang dilakukan di beberapa
kota di Jawa Barat menggambarkan hal tersebut dalam skala kota. Tambah besar
dan beraneka ragam aktivitas sebuah kota, maka tambah kecil proporsi sampah
yang berasal dari kegiatan rumah tangga, yang umumnya didominasi sampah
organik. Pemukiman merupakan sumber sampah terbesar dengan komposisi
sampah basah atau sampah organik sebesar 73-78%. Dengan kondisi seperti itu
disertai kelembaban sampah yang tinggi, maka sampah akan sangat cepat
membusuk.
Pengelompokan sampah yang sering dilakukan adalah menurut komposisinya
contoh, dinyatakan sebagai % berat atau % volume dari kertas, kayu, karet, kulit
plastik, logam, kaca, kain makanan, dan lain-lain. Cara pengolahan yang tepat dan
yang yang paling efisien dapat ditentukan apabila diketahui komposisi sampahnya,
sehingga dapat didapatkan proses yang tepat. Tipikal komposisi sampah menurut
tingkat pendapatan dapat dilihat pada tabel 2.5
Tabel 2.5 : Tipikal komposisi sampah domestik (%berat basah)
Sumber : damanhuri dan padmi, 2010
komposisi
Pemukiman
(low income)
Pemukiman
(Midle income)
Pemukiman
(High income)
Kertas 1-10 15-40 15-40
Kaca, keramik 1-10 1-10 4-10
Logam 1-5 1-5 3-13
Plastik 1-5 2-6 2-10
Kulit, karet 1-5 - -
Kayu 1-5 - -
Tekstil 1-5 2-10 2-10
Sisa makanan 40-85 20-65 20-50
Lain-lain 1-40 1-30 1-20
25
2.9 Karakteristik sampah
Selain komposisi, maka karakteristik lain yang biasa ditampilkan dalam
penanganan sampah adalah karakteritik fisika dan kimia. Karakteristik tersebut
sangat bervariasi, tergantung pada komponen-komponen sampah. Kekhasan
sampah dari berbagai tempat/daerah serta jenisnya yang berbeda-beda
memungkinkan sifat-sifat yang berbeda pula. Sampah kota di negara-negara yang
sedang berkembang akan berbeda susunannya dengan sampah kota di negara-
negara maju (damanhuri dan padmi, 2010). Menurut Sulistyoweni (2002)
karakteristik sampah perlu diketahui untuk mengevaluasi kebutuhan alat, sistem
manajemen dan rencana, terutama penerapan pembuangan dan perlindungan
sumber daya dan energi. Sampah di klasifikasikan menurut karakteristiknya sebagai
berikut:
1. Karakteristik Fisik
Dinyatakan sebagai berat per unit (Kg/m³).dalam pengukuran berat jenis
sampah harus disebut dimana dan dalam keadaan bagaimana sampah diambil
sebagai sampling untuk menghitung berat spesifik sampah. Berat spesifik juga
dipengaruhi oleh geografis, lokasi, musim, dan lama waktu penyimpanan. Hal ini
juga sangat penting untuk mengetahui volume sampah yang diolah.
2.10 Penanganan Sampah Tingkat Kota
Menurut damanhuri (2010), Penanganan sampah kota merupakan
penanganan sampah yang dilakukan oleh pengelola kebersihan kota, baik
dilaksanakan oleh pemerintah daerah, atau dilaksanakan oleh institusi lain yang
ditunjuk untuk itu. Beberapa ciri penanganan sampah ditingkat ini:
1. Pengelolaan sampah diposisikan sebagai bagian dari insfrastruktur perkotaan
2. Bila dikelola langsung oleh pemerintah daerah, maka bentuk pengelolaan dapat
berupa perusahaan Daerah, Dinas, UPTD, atau sebagai seksi dari sebuah dinas.
3. Terdapat kemungkinan bahwa pengelolaan tersebut dilaksanakan oleh pihak
luar atau swasta.
26
4. Ciri khas dari level ini adalah bagaimana memperlihatkan agar kota itu terlihat
bersih, sehingga area yang merupakan wajah sebuah kota akan lebih
diprioritaskan pelayanannya. (damanhuri 2010).
2.11 Daerah pelayanan
Daerah pelayanan merupakan daerah yang berada dalam tanggung jawab
pengelola sebuah kota, yang dilayani pengelolaan sampahnya, paling tidak sampah
didaerah tersebut diangkut menuju pengolahan atau pemrosesan akhir. Damanhuri
(2010).
Daerah pelayanan merupakan daerah yang berada dalam tanggung jawab
pengelola sebuah kota, yang dilayani pengelolaan sampahnya, paling tidak sampah
di daerah tersebut diangkut menuju pengolahan atau pemrosesan akhir. Daerah
yang tidak dilayani diharapkan menangani sampahnya secara mandiri baik secara
individu, maupun secara komunanl. (Damanhuri 2010).
Beberapa pertimbangan yang biasa digunakan di Indonesia adalah sebagai
berikut :
a. Daerah dengan kepadatan rendah dianggap masih memiliki daya dulung
lingkungan yang tinggi sehingga dapat menerapkan pola penanganan sampah
setempat yang mandiri.
b. Daerah dengan tingkat kepadatan diatas 50 jiwa/ha perlu mendapatkan
pelayanan persampahan karena penerapan pola penangnanan sampah setempat
akan berpotensi menimbulkan gangguan lingkunagn.
c. Prioritas daerah pelayanan dimulai dari daerah pusat kota, daerah komersial,
pemukiman dengan kepadatan tinggi, daerah pemukiman baru, kawasan
strategis atau kawasan andalan.
d. Pengembangan daerah pelayanan diarahkan dengan menerapkan model “rumah
tumbuh” yaitu pengembangan ke wilayah yang berdekatan atau berbatasan
langsung dengan wilayah yang telah mendapat pelayanan. (Damanhuri 2010).
27
Tabel 2.6 : Proporsi pelayanan sampah di Indonesia menurut Damanhuri 2010
Pulau Penduduk
(juta-
jiwa)
Penduduk
dilayani
(juta-jiwa)
% Penduduk
Dilayani
Sumatera 49,3 23,5 48
Jawa 137,2 80,8 59
Bali dan Nusa Tenggara 12,6 6,0 47
Kalimantan 12,9 6,0 46
Sulawesi, Maluku, dan Papua 20,8 14,2 68
Total 232,7 130,3 56
Sumber : Damanhuri 2010
2.11.1 Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan meliputi frekuensi pengumpulan dan pengangkutan,
dukungan dan kondisi prasarana/sarana, serta estetika hasil pelayanan. Frekuensi
pengumpulan dan pengangkutan akan terkait dengan sistem pelayanan yang ada
serta jenis sampah yang akan dikelola. Sampah basah sangat dianjurkan untuk
diangkut minimal 2 hari sekali, sedangkan sampah kering dapat dilakukan 1-2 kali
seminggu. (Damanhuri 2010).
2.11.2 Jenis pelayanan
Berdasarkan penentuan skala kepentingan daerah pelayanan, frekuensi
pelayanan dapat dibagi dalam berbagai kondis:
a. Kondisi 1 : wilayah dengan pelayanan intensif, adalah daerah dijalan protokol,
pusat kota, kawasan pemukiman tidak teratur, dan daerah komersial.
b. Kondisi 2 : wilayah dengan penanganan menengah adalah kawasan pemukiman
teratur.
c. Kondisi 3 : wilayah dengan pelayanan rendah adalah daerah pinggir kota.
d. Kondisi 4 : wilayah tanpa pelayanan, misalnya karena lokasinya terlalu jauh,
dan belum terjangkau oleh trukpengangkut sampah.
Sumber : Damanhuri (2010).
28
2.12 Teknik Pengumpulan dan Pengangkutan Sampah
2.12.1 Sistem Pengumpulan Sampah
Sistem pengumpulan sampah adalah proses pengambilan sampah yang
dihasilkan oleh kegiatan dari setiap beberapa sumber sampah yang kemudian
diangkut menuju tempat pembuangan sementara atau langsung menuju ke tempat
pemrosesan akhir tanpa mengalami perpindahan. Operasional persampahan
ditunjukkan pada Gambar 2.1
Gambar 2.1
Skema Teknik Operasional Persampahan (Damanhuri, 2010)
Menurut Damanhuri (2010), pola pengumpulan dapat dibagi menjadi 5 pola,
yaitu:
1. Pola individual
Pengumpulan sampah dilakukan dari rumah ke rumah dengan alat
angkut jarak pendek seperti gerobak atau yang lainnya untuk diangkut ke
penampungan sementara. Pola ini dapat dilakukan juga dengan cara door-to-
29
door menggunakan truk sampah untuk langsung diangkut ke
pengolahan/pemrosesan sampah.
2. Pola Komunal
Pada pola ini pengumpulan sampah dari beberapa rumah dilakukan pada
satu titik pengumpulan, yang dilakukan langsung oleh penghasil sampah untuk
kemudian diangkut ke TPA.
Aspek penyimpanan dan pengumpulan membutuhkan pengetahuan
dasar tentang karakteristik masing-masing sampah agar tidak menimbulkan
permasalahan, baik dari sudut biaya operasi maupun keselamatan kerja dan
lingkungan. Subsistem pemindahan menerima sampah yang berasal dari
sumber, untuk kemudian diangkut ke TPA. Dikenal dua pola yaitu sistem yang
permanen dan yang dapat diangkut (dipindahkan). Subsistem pemindahan
mempunyai sasaran-sasaran sebagai berikut:
a. Sebagai peredam tingkat ketergantungan fase pengumpulan dengan fase
pengangkutan
b. Pos pengendalian tingkat kebersihan wilayah yang bersangkutan.
Subsistem pengangkutan terdiri atas tiga jenis, yaitu:
a. Pengangkutan dari satu lokasi pemindahan ke TPA
b. Pengangkutan dari kelompok pemindahan menuju ke TPA
c. Pengangkutan dengan pola door-to-door.
Aspek pengangkutan sampah kadang dilupakan dan dianggap dapat berjalan
dengan sendirinya sehingga menjadi permasalahan besar apabila sampah harus
diangkut ke luar dari sumber asalnya guna diproses lebih jauh. Hal ini terutama
menyangkut pengamanan selama perjalanannya. (Sumber Damanhuri 2010).
30
2.12.2 Sistem Pengangkutan Sampah
Pengangkutan sampah adalah sub-sistem yang bersasaran membawa
sampah dari lokasi pemindahan atau dari sumber sampah secara langsung menuju
tempat pemrosesan akhir, atau TPA. Pengangkutan sampah merupakan salah satu
komponen penting dan membutuhkan perhitungan yang cukup teliti, dengan sasran
mengoptimalkan waktu angkut yang diperlukan dalam sistem tersebut, khususnya
bila terdapat sarana pemindahan sampah dalam skala cukup besar, lokasi titik
tujuan sampah relatif jauh, sarana pemindahan merupakan titik pertemuan
masuknya sampah dari berbagai area, ritasi perlu diperhitungkan secara teliti,
masalah lalu lintas jalur menuju titik sasaran tujuan sampah. Damanhuri(2010).
Menurut Damanhuri (2010), metode pengangkutan sampah dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
1. Hauled container system (HCS)
Adalah sistem pengumpulan sampah yang wadah pengumpulannya dapat
dipindah-pindah dan ikut dibawa ke tempat pembuangan akhir. HCS ini
merupakan sistem wadah angkut untuk daerah komersial. Hauled container
system dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a. Konvensional
Wadah sampah yang telah terisi penuh akan diangkut ke tempat
pembongkaran, kemudian setelah dikosongkan wadah sampah tersebut
dikembalikan ke tempatnya semula.
b. Stationary container system (SCS)
Wadah sampah yang telah terisi penuh akan diangkut dan tempatnya
akan langsung diganti oleh wadah kosong yang telah dibawa.
2. Stationary container system (SCS)
Adalah sistem pengumpulan sampah yang wadah pengumpulannya
tidak dibawa berpindah-pindah (tetap). Wadah pengumpulan ini dapat berupa
wadah yang dapat diangkat atau yang tidak dapat diangkat. SCS merupakan
sistem wadah tinggal ditujukan untuk melayani daerah pemukiman.
31
2.12.3 Pola Pengangkutan Sampah
Pola pengangkutan sampah menurut Damanhuri (2010) adalah :
1. Pola individual langsung (door to door)
Dapat dilakukan dengan cara truk pengangkut sampah berangkat dari
pool menuju titik sumber sampah pertama untuk mengambil sampah,
selanjutnya truk tersebut mengambil sampah pada titik-titik sumber sampah
berikutnya sampai truk penuh sesuai dengan kapasitasnya. Sampah diangkut ke
lokasi pemrosesan atau ke TPA, setelah pengosongan sampah di lokasi tersebut,
truk menuju kembali ke lokasi sumber sampah berikutnya sampai terpenuhi
ritasi yang telah ditetapkan (Gambar 2.2)
Gambar 2.2
Pengangkutan Sampah Pola Individual Langsung (door to door)
(Damanhuri, 2010)
2. Pola Pengangkutan dengan system pengosongan kontainer
a. Cara 1
Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk
mengangkut sampah ke pemrosesanatau ke TPA. Kontainer kosong
dikembalikan ke tempat semula. Menuju ke kontainer isi berikutnya untuk
diangkut ke pemrosesan atau ke TPA. Kontainer kosong dikembalikan ke
tempat semula. Demikian seterusnya sampai rit terakhir (ditunjukkan
Gambar 2.3)
32
Gambar 2.3
Pola Pengangkutan dengan Sistem Pengosongan Kontainer Cara-1
Keterangan gambar: angka 1,2,3,…,10 adalah rute alat angkut.
(Damanhuri, 2010)
b. Cara 2
Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk
mengangkut sampah ke pemrosesan dari sana kendaraan tersebut dengan
kontainer kosong menuju ke lokasi kedua untuk menurunkan kontainer
kosong dan membawa kontainer isi untuk diangkut ke pemrosesan.
Demikian seterusnya sampai pada rit terakhir. Pada rit terakhir dengan
kontainer kosong dari pemrosesan atau TPA menuju ke lokasi container
pertama. Sistem ini diberlakukan pada kondisi tertentu, misal pengambilan
pada jam tertentu atau mengurangi kemacetan lalu lintas (ditunjukkan
Gambar 2.4)
Gambar 2.4
Pola Pengangkutan dengan Sistem Pengosongan Kontainer Cara-2.
(Sumber: Damanhuri 2010)
33
c. Cara 3
Kendaraan dari pool dengan membawa kontainer kosong menuju ke
lokasi kontainer isi untuk mengganti/mengambil dan langsung
membawanya ke Pemrosesan atau ke TPA. Kendaraan dengan membawa
kontainer kosong dari TPA menuju ke kontainer isi berikutnya. Demikian
seterusnya sampai dengan rit terakhir (ditunjukkan Gambar 2.5).
Gambar 2.5
Pola Pengangkutan dengan Sistem Pengosongan Kontainer Cara-3
(Sumber: Damanhuri 2010)
d. Pola pengangkutan sampah dengan sistem kontainer tetap
Kontainer tetap biasanya untuk kontainer kecil serta alat angkut
berupa truk compactor. Kendaraan dari pool menuju kontainer pertama,
sampah dituangkan ke dalam truk compactor dan meletakkan kembali
kontainer yang kosong. Kendaraan menuju ke kontainer berikutnya
sehingga truk penuh, untuk kemudian langsung ke pemrosesan atau ke TPA.
Demikian seterusnya sampai dengan rit terakhir. Pengangkutan sampah
hasil pemilahan yang bernilai ekonomi dilakukan sesuai dengan jadwal
yang telah disepakati (ditunjukkan pada Gambar 2.6)
34
Gambar 2.6
Pola Pengangkutan dengan Sistem Pengosongan Kontainer Tetap
(Sumber: Damanhuri 2010)
2.13 Pengolahan Sampah dan Penanganan Sampah
Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 pengelolaan sampah
adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi
pengurangan dan penanganan sampah. Pengelolaan sampah adalah usaha untuk
mengatur atau mengelola sampah dari proses pengumpulan, pemisahan,
pemindahan, pengangkutan, sampai pengolahan dan pembuangan akhir.
Penanganan sampah adalah perlakuan terhadap sampah untuk memperkecil
atau menghilangkan masalah-masalah yang ada kaitannya dengan lingkungan, yang
dapat berbentuk membuang sampah saja atau mengembalikan (recycling) sampah
menjadi bahan-bahan yang bermanfaat. Berdasarkan cara pengolahan dan
pemanfaatannya, jenis sampah secara umum dapat dibagi menjadi 3 (tiga) jenis
(Damanhuri, 2010) yaitu :
1. Sampah basah (garbage), yaitu sampah ysng susunannya terdiri atas bahan
organik yang mempunyai sifat mudah membusuk jika dibiarkan dalam keadaan
basah. Yang termasuk jenis sampah ini adalah sisa makanan, sayuran, buah-
buahan, dedaunan, dsb.
2. Sampah kering (Rubbish), yaitu sampah yang terdiri atas bahan anorganik yang
sebagian besar atau seluruh bagiannya sulit membusuk. Sampah ini dapat dibagi
menjadi 2 (dua) jenis, yaitu :
a. Sampah kering logam, misalnya : kaleng, pipa besi tua, seng dan segala jenis
logam yang sudah using.
35
b. Sampah kering non logam, yang terdiri atas :
1) Sampah kering yang mudah terbakar (Combustible Rubbish), Misalnya
: kertas, karton, kayu, kain bekas,dsb.
2) Sampah kering sulit terbakar (Non Combustible Rubbish), Misalnya :
pecahan gelas, botol, kaca, dll.
3. Sampah lembut, yaitu sampah yang susunannya terdiri atas partikel-partikel
kecil yang memiliki sifat mudah beterbangan serta membahayakan atau
mengganggu pernapasan dan mata. Sampah tersebut terdiri atas :
a. Debu, yaitu partikel-partikel kecil yang berasal dari proses mekanis,
misalnya serbuk dari penggergajian kayu, debu dari pabrik semen, dll.
b. Abu yaitu partikel-partikel yang berasal dari proses pembakaran misalnya
abu kayu, abu dari hasil pembakaran sampah (incinerator), dll.
Selain jenis-jenis tersebut, pembagian golongan sampah secara khusus
diantaranya :
1. Sampah berbahaya, terdiri atas :
a. Sampah Patogen : Sampah dari rumah sakit dan poliklinik.
b. Sampah beracun : pembusukan pestisida, insektidsida, racun dll.
c. Sampah ledakan: : petasan, mesin, sampah perang, botol parfum dll.
d. Sampah radioaktif : sampah nuklir.
2. Sampah khusus, yaitu sampah dari benda- benda berharga seperti surat-surat
rahasia negara dan dokumen penting lainnya.
3. Sampah kandang dan pemotongan hewan, yaitu sisa makanan ternak, kulit, sisa-
sisa daging, tulang, dll (Damanhuri, 2010).
36
2.14 Peran Serta Masyarakat
Menurut UU No.18 Tahun 2008 masyarakat dapat berperan dalam
pengelolaan sampah dengan cara pemberian usul, pertimbangan, dan saran kepada
pemerintah dan atau pemerintah daerah. Masyarakat dapat melakukan perumusan
kebijakan pengelolaan sampah dan atau pemberian saran dan dapat dalam
penyelesaian sengketa persampahan.
Salah satu pendekatan kepada masyarakat untuk dapat membantu program
pemerintah dalam kebersihan adalah bagaimana membiasakan masyarakat kepada
tingkah laku yang sesuai dengan tujuan program tersebut, yang menyangkut:
1. Bagaimana merubah persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sampah yang
tertib, lancar, dan merata.
2. Faktor-faktor sosial, struktur, dan budaya setempat.
3. Kebiasaan dalam pengelolaan sampah selama ini.
Tanpa adanya partisipasi masyarakat, semua program pengelolaan sampah
(kebersihan) yang direncanakan akan sia-sia.
2.15 Kebutuhan Lahan
2.15.1 Prediksi Kebutuhan Lahan
Kebutuhan lahan merupakan hal yang harus direncanakan dengan baik.
Volume sampah yang terus meningkat membutuhkan lahan yang cukup juga untuk
menampung sampah tersebut. Kebutuhan lahan menurut Direktur Pengembangan
PLP (2011), dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Kebutuhan Lahan (m2/tahun) = volume sampah x 365 hari/tahun
kedalaman sampah terkompaksi
Dimana :
Volume sampah (m3/hari) = sampah yang dihasilkan ton/hari x 1000 kg/ton
massa jenis sampah terkompaksi
Sampah yang dihasilkan (ton/hari) =
populasi penduduk x sampah yang dihasilkan Kg/perkapita hari
1000 Kg/ton
37
2.15.2 Nilai Guna Usia Lahan
Nilai guna usia lahan dapat dihitung dengan cara sebagai berikut
1. Usia lahan dengan ketinggian rencana 13 meter (lahan kosong).
Usia guna lahan = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑘𝑎𝑛
𝑘𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
2. Usia lahan dengan ketinggian rencana 4 meter (lahan aktif).
a. Volume yang dihasilkan = volume sampah yang masuk
massa jenis sampah terkompaksi
Massa jenis sampah terkompaksi = 1.000 Kg/m3 (Damanhuri 2010)
b. Kebutuhan lahan (m3/tahun) = luas lahan yang dibutuhkan perharix 365 hari
tinggi rencana tumpukan sampah
c. Usia guna lahan tahun =𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑘𝑎𝑛
𝑘𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
2.16 Alat Berat
Alat berat digunakan untuk membantu manusia dalam melakukan pekerjaan
pembangunan suatu struktur bangunan (Rostiyanti 2014). Fungsi alat berat yang
digunakan di TPA sampah terdiri dari 3 fungsi utama yaitu :
1. Pembuangan, penumpukan, penyebaran, perataan, pemadatan, dan pengurukan
sampah dengan tanah urukan adalah pekerjaan utama dari Traktor Roda Rantai,
Loader Roda Rantai, Kompaktor pemadatan sampah.
2. Peralatan berat yang menangani tanah urukan sampah akan melakukan
pengurukan sampah dengan tanah setiap hari. Bila pengurukan tanah menjadi
pekerjaan utama alat berat, maka pemilihannya dapat dilakukan dengan
memilih alat-alat berat khusus yang dilengkapi dengan peralatan pengurukan
tanah.
3. Alat-alat pendukung termasuk didalamnya Motor Grader, Back Hoe Loader,
Hydraulic Excavator, Mobil tangki air, Air compressor, Mobil service, Pompa
Air, Generating Set dan lain lainnya, perlu diadakan sebagai alat bantu TPA.
Alat berat yang biasa digunakan dalam pengurukan sampah adalah
excavator, bulldozer dan vibra compactor. Sumber : (menurut Direktur
Pengembangan PLP 2011).
38
Produktivitas alat berat adalah perbandingan antara hasil yang dicapai
dengan seluruh sumber daya yang digunakan. Faktor yang mempengaruhi
produktivitas alat berat adalah kapasitas dan waktu siklus alat menurut Rostiyanti
(2014). Secara umum produktivitas alat dapat dihitung dengan menggunakan cara
sebagai berikut
Produktivitas alat = 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠
𝐶𝑇
Produktivitas alat = 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑥 60
𝐶𝑇 𝑥 𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖
Mengenai produktivitas masing – masing alat berat adalah sebagai berikut :
2.16.1 Excavator
Excavator adalah alat serba guna yang digunakan untuk menggali tanah,
memuat material ke dump truck, mengangkat material, mengikis tebing, dan
meratakan (Buntarto, 2016). Produktivitas dari backhoe dapat dihitung dengan cara
sebagai berikut:
Produktivitas (m3/jam) = 𝑉 𝑥 60
𝐶𝑇 𝑥 𝑆𝑥 𝐵𝐹𝐹 𝑥 𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖
Dimana CT = waktu siklus
S = faktor koreksi untuk kedalaman dan sudut putar
Tabel mengenai waktu siklus (Tabel 2.2), faktor koreksi (Tabel 2.3), dan BFF (Tabel
2.4) adalah sebagai berikut :
Tabel 2.7 : Waktu Siklus Backhoe
Jenis Material Ukuran Alat
£ 0,76 m3 0,94 – 1,72 m3 1,72 m3
Kerikil, pasir, tanah organik 0,24 0,30 0,40
Tanah, Lempung lunak 0,30 0,375 0,50
Batuan, lempung keras 0,375s 0,462 0,60
Sumber: Rostiyanti (2014)
39
Tabel 2.8 : Faktor Koreksi (S) untuk Kedalaman dan Sudut Putar
Kedalaman
penggalian (%
dari maks.)
Sudut Putar (o)
45 60 75 90 120 180
30 1,33 1,26 1,21 1,15 1,08 0,95
50 1,28 1,21 1,16 1,10 1,03 0,91
70 1,16 1,10 1,05 1,00 0,94 0,83
90 1,04 1,00 0,95 0,90 0,85 0,75
Sumber: Rostiyanti (2014)
Kapasitas bucket front shovel tergantung dari jenis material. Oleh sebab
itu ada faktor koreksi di dalam menentukan kapasitas bucket. Faktor koreksi
tersebut dukalikan dengan kapasitas bucket. Sumber : Rostiyanti (2014).
Tabel 2.9 : Faktor Koreksi BFF untuk Alat Gali
Material BFF (%)
Tanah dan tanah organic 80 – 110
Pasir dan kerikil 90 – 100
Lempung keras 65 – 95
Lempung basah 50 – 90
Batuan dengan peledakan buruk 40 – 70
Batuan dengan peledakan baik 70 – 90
Sumber: Rostiyanti (2014)
2.16.2 Bulldozer
Bulldozer adalah alat yang berfungsi sebagai pembersih lapangan, dan
menggunakan alat traktor sebagai penggerak utama. Sumber : (Rohmanhadi 1994).
Produktivitas dari bulldozer dapat dihitung dengan cara sebgai berikut:
Produktivitas = VI x 60
𝐶𝑇 x efisiensi
Dimana :
V1 : Kapasitas alat
CT : Waktu siklus
E : efisiensi
40
Sumber : Rostiyanti (2014).
Dimana :
• Kapasitas alat :
V1 = (𝑊 𝑥 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢)𝑥 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑥 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢
2
• Perhitungan Waktu Siklus
HT + RT = 50 𝑥60
1000 𝑥 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑖𝑠𝑖𝑎𝑛 +
50 𝑥60
1000 𝑥 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑚𝑏𝑎𝑙𝑖
CT = (HT+RT) + Waktu tetap alat
Sumber: Rostiyanti (2014)
Tabel 2.10 : Pisau Bulldozer
Ukuran mesin (hp) 60 – 70 100 -150 200 300 400
Berat mesin (ton) 5 - 8 10 -12 16 25 35
Panjang pisau (m) 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0
Tinggi pisau (m) 0,8 1,0 1,2 1,5 1,8
Sumber: Rostiyanti (2014)
41
Tabel 2.11 : Perkiraan Kapasitas Pisau
Perkiraan ukuran
(m x m)
Kapasitas ( lcm ) Model
Dozer A-
blade
S-
blade
U-
blade
4,16 x 1,033 3,18 - - D6H
3,36 x 1,257 - 3,89 - D6H
4,50 x 1,111 3,89 - - D7H
3,90 x 1,363 - 5,16 - D7H
3,98 x 1,553 - - 8,34 D7H
4,96 x 1,174 4,66 - - D8N
4,26 x 1,740 - - 11,70 D8N
3,88 x 0,910 2,5 - - D6D
3,21 x 1,127 - 3,77 - D6D
4,26 x 0,960 2,90 - - D7G
3,65 x 1,274 - 4,2 - D7G
3,82 x 1,274 - - 5,80 D7G
Sumber: Rostiyanti (2014)
2.16.3 Whell Loader
Loader adalah alat yang umum digunakan proyek kontruksi untuk pekerjaan
pemuatan material hasil penggalihan kedalam truk atau membuat timbunan
material. Klasifikasi loader adalah sebagai roda di crawler atau ban.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penentuan produktivitas loader
adalah sebagai birikut :
1. Kondisi material
2. Tipe bucket dan kapasitasnya
3. Area pergerakan Loader
4. Waktu siklus Loader
5. Waktu efisien Loader
Sumber: Rostiyanti (2014)
42
Karena beberapa material tmenyebabkan alat tidak dapat mengangkut
material secara maksimal maka dibuat tabel untuk menentukan faktor pemuatan
bucket : Sumber: Rostiyanti (2014)
Tabel 2.12 : Faktor Pemuatan Bucket
Material Faktor
Material seragam atau campuran 0,95 – 1,00
Batu kerikil 0,85 – 0,90
Batuan hasil peledakan (baik) 0,80 – 0,95
Batuan hasil peledakan (rata-rata) 0,75 – 0,90
Batuan hasil peledakan (buruk) 0,60 – 0,75
Batuan berlumpur 1,00 – 1,20
Lanau basah 1,00 – 1,10
Material berbeton 0,85 – 0,95
Sumber: Rostiyanti (2014)
Cara menghitung produktivitas adalah dengan menggunakan tabel-tabel
waktu yang tergantung pada beberapa faktor. Waktu muat tergantung pada jenis
material yang diangkut. Selain itu diperlukan koreksi terhadap waktu siklus :
Sumber: Rostiyanti (2014)
Tabel 2.13 : Waktu Muat (menit)
Material LT
Berbutir seragam 0,03 – 0,05
Berbutir campuran dan basah 0,03 – 0,06
Lanau basah 0,03 – 0,07
Tanah atau kerikil 0,04 – 0,20
Material berbeton 0,05 – 0,20
Sumber: Rostiyanti (2014)
43
Untuk pembuangan juga diperlukan waktu oreksi, apakan pembuangan
dilakukan langsung dibuang pada tanah, atau pada truk : Sumber: Rostiyanti
(2014)
Tabel 2.14 : Waktu Buang (menit)
Pemuatan DT
Ditumpah diatas tanah < 0,10
Dimuat kedalam truk 0,04 – 0,07
Sumber: Rostiyanti (2014)
Tabel 2.15 : Faktor Penambahan dan Penguranagn Untuk CT (Menit)
Uraian Faktor
Kondisi tanah
Berbutir campuran
diameter < 3mm
diameter 3 – 20 mm
diameter 20 – 150 mm
diameter > 150 mm
Kondisi tanah asli atau lepas
+ 0,02
+ 0,02
-0,02
0
+ 0,03
+0,04
Timbunan:
Timbunan dengan tinggi > 3 m
Timbunan dengan tinggi < 3 m
Pembongkaran dari truk
0
+0,01
+0,02
Lain – lain:
Pengoperasian tetap
Pengoperasian tidak tetap
Target sedikit
Target beresiko
-0,04
+0,04
+0,04
+0,05
Sumber: Rostiyanti (2014)
44
Untuk menentukan kapasitas yang sesuai dengan apa yang dikerjakan
diperlukan perkiraan seperti pada tabel 2.11 dibawah ini : Sumber: Rostiyanti
(2014)
Tabel 2.16 : Kapasitas Bucket
Tipe Loader Heaped Kapasiti m3(yd3) Struck Kapasiti m3(yd3)
910 F 1,20 (1,60) 1,02 (1,33)
918 F 1,70 (2,25) 1,40 (1,80)
928 F 2,00 (2,60) 1,70 (2,25)
930 T 1,72 (2,25) 1,29 (1,69)
Sumber: Rostiyanti (2014)
Produktivitas wheel loader dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
Prod = uk. Bucket x 60
𝐶𝑇 x BFF x efisiensi
Sumber: Rostiyanti (2014)
2.17 Biaya Penggunaan Alat Berat
Biaya terbesar dalam pengoperasian sampah adalah penyediaan dan
pengoperasian alat-alat berat dan alat-alat angkut persampahan mulai dari biaya
pembelian, pengoperasian (termasuk gaji operator, bahan bakar dan lain-lain), serta
pemeliharaan (seperti mekanik, spare part dll). Ketidak cocokan pemilihan alat-alat
berat dan alat-alat angkut persampahan, kurang baiknya pemeliharaan dan kurang
telitinya operator dalam mengoperasikan alat dapat sering menimbulkan terjadinya
kerusakan-kerusakan pada alat sehingga kesediaan alat berat yang beroperasi
menjadi sangat rendah dan menimbulkan biaya-biaya untuk perbaikan. Oleh karena
itu, penting untuk mengetahui pemilihan dan cara pengoperasian yang benar untuk
alat berat persampahan. (Sumber : Direktur Pengembangan PLP 2011).
Biaya penggunaan alat berat akan muncul setiap alat berat tersebut
digunakan. Biaya tersebut meliputi bahan bakar, pelumas, perawatan, dan
perbaikan alat berat. Selain beberapa hal tersebut dalam biaya penggunaan alat
berat tersebut meliputi pengadaan dan pengembalian alat berat. Untuk mendapat
45
biaya total penggunaan alat berat dilakukan beberapa langkah yaitu penentuan
biaya. (Sumber : Rostiyanti, 2014)
2.17.1 Bahan Bakar Alat Berat dengan Roda Besi
a. Bahan Bakar
Bensin : konsumsi BBM perjam = 0.06 x HP x eff
Solar : konsumsi BBM perjam = 0.04 x eff
Sumber : (Rostiyanti, 2014)
b. Pelumas
Konsumsi pelumas perjam = Qp = 𝑓 x ℎ𝑝 x 0.006
7.4+
c
𝑡
Dimana f = faktor pengoperasian
hp = horse – power
c = kapasitas crankcase
t = lama penggunaan pelumas
Sumber : (Rostiyanti, 2014)
c. Perawatan Alat Berat
Biaya perawatan perjam = harga alat : 5 (dikalikan asumsi pemeliharaan
dari deperesiasi)
Sumber : (Rostiyanti, 2014)
d. Biaya Kepemilikan Alat Berat
A = P (A I P,i%,n)
Jika nilai sisa alat diperhitungkan, maka nilai S pun diubah menjadi nilai
tahunan dan rumusnya adalah :
A = P(𝑖(1+𝑖)ˆ𝑛
(1+𝑖)ˆ𝑛−1) – s(
𝑖
(1+𝑖)ˆ𝑛−1)
Atau jika menggunakan simbol yang ada maka rumusnya adalah :
A = P( A I P, i%, n) - S(A I F, i%,n )
Untuk menghitung biaya kepemilikan tahunan tanpa memperhitungkan
bunga ditentukan oleh rumus :
A = 𝑃 (𝑛+1)
2𝑛ˆ2
46
Jika nilai sisa diperhitungkan :
A = (𝑃(𝑛+1)+ 𝑆(𝑛−1)
2𝑛ˆ2)
Biaya pengoperasian = BBM + Pelumas + pemeliharaan dan perawatan
+ Gemuk
Biaya total/jam = total biaya pengoperasian + biaya kepemilikan perjam
Sumber : (Rostiyanti, 2014)
2.17.2 Biaya Pengoperasian pada Alat Berat dengan Roda Ban
a. Bahan Bakar
Bensin : konsumsi BBM perjam = 0.06 x HP x eff
Solar : konsumsi BBM perjam = 0.04 x eff
Sumber : (Rostiyanti, 2014)
b. Pelumas
Konsumsi pelumas perjam Qp = 𝑓 x ℎ𝑝 x 0.006
7.4+
c
𝑡
Dimana :
f = faktor pengoperasian
hp = horse – power
c = kapasitas crankcase
t = lama penggunaan pelumas
Sumber : (Rostiyanti, 2014)
c. Biaya kepemilikan pertahun
A = (𝑃(𝑛+1)+ 𝑆(𝑛−1)
2𝑛ˆ2)
Dimana :
P = harga alat
S = nilai sisa
Sumber : (Rostiyanti, 2014)
d. Biaya kepimilikan perjam
Biaya kepemilikan perjam = 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑘𝑒𝑝𝑒𝑚𝑖𝑙𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
𝑢𝑠𝑖𝑎 𝑔𝑢𝑛𝑎/𝑗𝑎𝑚
Sumber : (Rostiyanti, 2014)
47
e. Biaya perawatan ban
Biaya untuk penggantian ban sangat berbeda-beda tergantung dari metode
operasi dan keadaan lapangan antara lain :
1) Faktor cuaca
2) Keadaan permukaan lapangan
3) Ketrampilan operator
Usia guna ban 5.000 jam
Dalam 1 tahun ban maksimal digunakan 1.400 jam
Umur = 𝑢𝑠𝑖𝑎 𝑔𝑢𝑛𝑎 𝑏𝑎𝑛
𝑘𝑒𝑔𝑢𝑛𝑎𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑛 1 𝑡𝑎𝐻𝑢𝑛
= 5.000
1.400
=3,57 tahun
Biaya = ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑏𝑎𝑛 𝑥 (𝑢𝑚𝑢𝑟+1)
2 𝑥 𝑢𝑚𝑢𝑟^2 x
1
1.400
Biaya pengoperasian = BBM + Pelumas + pemeliharaan dan perawatan
+ pemeliharaan dan perawatan ban + Gemuk
Biaya total/jam = Biaya pengoperasian alat perjam + biaya kepemilikanban
+ biaya kepemilikan alat perjam
Sumber : (Rostiyanti, 2014)
2.18 Metode
Pengurukan sampah sangat penting dalam mengurangi timbunan sampah di
kota Blitar yang dari tahun ketahun meningkat. Metode pengurukan sampah
diantaranya adalah
2.18.1 Open Dumping
Open dumping adalah cara pembuangan sampah yang dilakukan secara
sederhana dengan menghamparkan sampah pada suatu lokasi dalam keadaan
terbuka tanpa pengamanan dan tidak digunakan lagi setelah lokasi tersebut penuh
(Damanhuri 2010). Metode ini memiliki banyak kekurangan diantaranya adalah
membutuhkan lahan yang cukup luas untuk menampung jumlah sampah yang terus
48
akan meningkat, polusi udara oleh bau dan gas yang dihasilkan dari sampah,
estetika lingkungan yang buruk, polusi air akibat banyaknya lindi yang timbul, dan
sumber penyakit, namun demikian metode ini masih banyak digunakan dengan
alasan keterbatasan sumber daya baik manusia maupun dana. (Damanhuri 2010).
2.18.2 Control Landfill
Control landfill peningkatan dari metode open dumping (Damanhuri 2010).
Pembuangan sampah dilakukan dengan cara menutup sampah yang telah diratakan,
dipadatkan dan tertimbun dengan lapisan tanah. Penggunaaan metode ini
dianjurkan diterapkan pada kota kecil (jumlah penduduk <100.000) dan kota sedang
(jumlah penduduk 100.000<p<500.000). (Damanhuri 2010).
2.18.3 Sanitary landfill
Sanitary landfill adalah pembuangan sampah yang dilakukan dengan
memanfaatkan luas area lahan atau peningkatan dari controlled tipping, lahan
penimbunan dibagi menjadi beberapa area yang dibatasi oleh tanggul atau parit
(Damanhuri 2010). Pembuangan dilakukan dengan cara membuat lubang kemudian
diisikan sampah kemudian ditimbun, dipadatkan, dan diatas timbunan sampah
tersebut ditempatkan sampah lagi kemudian ditimbun kembali sampai diperoleh
beberapa lapisan dan ditutup tanah dengan tebal minimal 60 cm.
Metode ini merupakan metode standar internasional. Penerapan metode ini
memerlukan penyediaan sarana dan prasarana yang cukup, metode ini sangat
dianjurkan untuk kota besar. (Damanhuri 2010).