BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu II.pdf · 11 Misalkan dalam wawancara terhadap...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu II.pdf · 11 Misalkan dalam wawancara terhadap...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Sukarto (2006) melakukan penelitian mengenai pemilihan model
transportasi yang sesuai dalam usaha memecahkan masalah kemacetan dengan
judul penelitian ”Pemilihan Model Transportasi di DKI Jakarta dengan Analisis
Kebijakan Proses Hirarki Analitik”. Teknik analisis yang digunakan adalah
analisis hirarki proses. Analisis dilakukan terhadap tujuh model transportasi terdiri
dari: penyediaan busway, konsep pembatasan penumpang, pembatasan mobil
pribadi, pembatasan kendaraan umum, menambah jaringan jalan dan pembuatan
jalan layang, penyediaan sarana angkutan umum massal, serta pembenahan
angkutan umum. Penelitian tersebut menggunakan empat kriteria yaitu: aspek
ekonomi, aspek sosial budaya, aspek lingkungan, dan aspek pengelolaan
(manajemen). Dari hasil analisis dalam penelitian tersebut diperoleh bahwa
pembenahan angkutan umum, dalam hal ini bis kota menjadi prioritas utama
dalam upaya menurunkan tingkat kepadatan lalu lintas kendaraan bermotor.
Septiana dan Hendarto (2012) melakukan penelitian mengenai usulan
kebijakan yang dapat digunakan sebagai solusi kemacetan lalu lintas dengan judul
penelitian ”Analisis Usulan Kebijakan Solusi Kemacetan Lalu lintas di Kawasan
Tembalang Semarang”. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis hirarki
proses. Analisis dilakukan terhadap sepuluh alternatif solusi yang terdiri atas:
mengenakan tarif parkir di halaman kampus, kebijakan erp (electronic road
6
7
pricing, subsidi bahan bakar minyak diberikan kepada transportasi umum,
membuka akses jalan baru, jalan prof. soedarto diperlebar, penyediaan bus rapid
transit koridor ii dengan jurusan Semut-Terboyo, penyediaan feeder sebagai
sarana angkutan masuk kampus, mengubah perilaku dosen dan mahasiswa untuk
mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan menggunakan kendaraan
transportasi massal, etika berlalu lintas bagi pemakai jalan, meningkatkan
kesadaran keselamatan dalam berlalu lintas para pengguna jalan agar tidak terjadi
kecelakaan lalu lintas. Dari hasil analisis dalam penelitian tersebut diperoleh
bahwa membuka akses jalan baru menjadi prioritas utama dalam upaya
menurunkan tingkat kepadatan lalu lintas kendaraan bermotor.
2.2. Kemacetan Lalu Lintas
Kemacetan lalu lintas didefinisikan sebagai suatu kondisi ketika
meningkatnya penggunaan terhadap ruas jalan dan ditandai dengan kecepatan
kendaraan yang lebih lambat, waktu perjalanan yang lebih panjang dan
meningkatkan antrian kendaraan (Gqaji, 2010). Menurut (Downs, 2004, hal.
196) kemacetan lalu lintas disebabkan karena terlalu banyak orang yang
berpergian pada waktu yang sama dan melewati jalan yang sama. Kemacetan lalu
lintas memiliki berbagai dampak negatif diantaranya meningkatkan waktu tempuh
perjalanan sehingga menyebabkan meningkatnya konsumsi bahan bakar, polusi
udara serta menyebabkan kelambatan yang mengakibatkan kerugian pribadi.
Kemacetan juga membuat pengendara menjadi tertekan serta menghalangi
kendaraan kendaraan gawat darurat (Gqaji, 2010).
8
2.3. Analytic Network Process (ANP)
Analytic Network Process (ANP) merupakan suatu teori pengukuran
multikriteria yang digunakan untuk mendapatkan skala prioritas dari suatu
penilaian individual yang termasuk dalam sebuah skala fundamental dari suatu
nilai absolut (Saaty, 2004). Skala fundamental yang merepresentasikan intensitas
penilaian termuat dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Tabel Skala Fundamental
Intensitas Kepentingan
Definisi Penjelasan
1 Equal Importance
Dua aktivitas berkontribusi secara sama besar
3 Moderate importance
Kontribusi suatu aktivitas sedikit lebih besar dibandingkan yang lain
5 Strong
importance
Kontribusi suatu aktivitas lebih besar
dibandingkan yang lain 7 Very strong
demonstrated importance
Kontribusi suatu aktivitas jauh lebih besar
dibandingkan yang lain, aktivitas ini lebih dominan dilakukan dalam kenyataan
9 Extreme
importance
Fakta menunjukkan bahwa suatu aktivitas
merupakan urutan tertinggi yang mungkin dalam suatu penegasan
2,4,6,8 Untuk kompromi nilai-nilai di atas
Resiprokal Jika aktivitas i memiliki satu dari nilai di atas, ketika aktivitas i
dibandingkan dengan aktivitas j maka aktivitas j akan memiliki
nilai yang merupakan kebalikan dari nilai dimiliki aktivitas i Perbandingan timbul dari skala
ANP menyediakan kerangka umum untuk menangani keputusan tanpa perlu
membuat asumsi elemen yang tingkatnya lebih tinggi dan elemen yang tingkatnya
lebih rendah, dalam penggunaannya ANP menggunakan jaringan (network) tanpa
perlu menetapkan tingkat (level) (Saaty, 2004). Adapun beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penggunaan metode ANP antara lain:
9
2.3.1. Pembuatan Kontruksi Model
Salah satu langkah awal dalam penggunaan ANP adalah membuat
konstruksi model dari masalah yang akan dievaluasi. Model yang dibuat adalah
berupa jaringan yang menghubungkan komponen dan elemen-elemen di dalamnya
dengan komponen lain berdasarkan pengaruh ketergantungan komponen tersebut
terhadap komponen lain atau dirinya sendiri. Hubungan antar komponen dibagi
menjadi dua yaitu inner dependence dan outer dependence. Hubungan inner
dependence adalah hubungan yang terjadi antar elemen yang berada dalam satu
komponen sedangkan hubungan outer dependence adalah hubungan yang terjadi
antara elemen dari suatu komponen dengan elemen lain dari komponen yang
berbeda. Ilustrasi dari hubungan antar komponen diperlihatkan pada Gambar 2.1.
Jaringan timbal balik yang memiliki ketergantungan dari dalam dan luar elemen
Tanda panah dari C4 ke C2 menunjukkan ketergantungan elemen C2 pada elemen yang terdapat pada C4
C4 ..
C3 ..C2 ..
C1 ..feedback
Putaran dalam komponen menunjukan ketergantungan dari elemen elemen dalam suatu
komponen Gambar 2.1. Hubungan Antar Komponen
10
Gambar 2.1 memperlihatkan bahwa komponen yang berada di pangkal tanda
panah memberikan pengaruh terhadap komponen yang berada di ujung tanda
panah.
nnnn
n
n
nn
ccc
ccc
ccc
C
21
22221
11211
Gambar 2.2 Matriks Representasi Model
Ketergantungan setiap komponen pada suatu sistem dapat dibentuk
dalam suatu matriks nol-satu C dengan sifat nilai 1 pada matriks diberikan
apabila terdapat pengaruh yang diberikan komponen ic terhadap komponen
jc dan
nilai 0 diberikan apabila tidak ada pengaruh yang diberikan komponen ic terhadap
komponen jc . Dalam hal ini
ijc adalah nilai ketergantungan komponen ic
terhadap komponen jc yang berisi nilai 0 atau 1,
ic adalah komponen yang
memberikan pengaruh dan jc adalah komponen yang dipengaruhi.
2.3.2. Group Judgments
Pada penelitian yang menggunakan metode ANP seringkali penilaian
dilakukan oleh lebih dari satu narasumber. Penilaian yang dilakukan oleh lebih
dari satu narasumber akan menghasilkan beberapa pendapat yang berbeda. Akan
tetapi ANP hanya memerlukan satu model dan satu jawaban untuk membentuk
matriks perbandingan.
11
Misalkan dalam wawancara terhadap beberapa narasumber diperoleh
suatu penilaian model seperti Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Contoh penilaian model
4321 CCCC
4
3
2
1
C
C
C
C
0110
*1011
1001
1110
Tabel 2.2 memperlihatkan bahwa beberapa narasumber berpendapat bahwa 3C
memberi pengaruh pada 4C tetapi narasumber lainnya berpendapat
3C tidak
memberi pengaruh pada 4C . Apabila terjadi hal seperti di atas maka hasil
wawancara terhadap narasumber harus digabungkan untuk menentukan ada
tidaknya pengaruh yang diberikan 3C kepada
4C , dengan menggunakan rumus:
2
NQ (2.1)
Jika ijV ≥ Q maka ada pengaruh yang diberikan
3C kepada 4C
Jika ijV < Q maka tidak ada pengaruh yang diberikan
3C kepada 4C
Keterangan:
Q : setengah dari jumlah narasumber
12
ijV
: jumlah narasumber yang berpendapat terdapat pengaruh yang diberikan
3C kepada 4C
N : jumlah seluruh narasumber .
Pembobotan yang dilakukan oleh lebih dari satu narasumber akan
menghasilkan lebih dari satu nilai perbandingan. Akan tetapi, seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, ANP hanya memerlukan satu jawaban untuk membentuk
matriks perbandingan. Apabila bobot-bobot yang diberikan oleh para narasumber
berbeda, maka bobot-bobot tersebut harus dirata-ratakan dengan menggunakan
geometric mean (Saaty & Vargas, 2006, hal. 23). Berikut adalah rumus dari
geometric mean:
nnij zzza
1
21 )...( (2.2)
dengan
ija
: nilai rata-rata perbandingan berpasangan kriteria iA dengan
jA
kZ
: nilai perbandingan yang diberikan narasumber ke k , k =1,2,..., n
n : banyak narasumber
2.3.3. Matriks Perbandingan Berpasangan
Perbandingan berpasangan yang dilakukan antara elemen-elemen yang
terdapat pada suatu komponen dimana elemen-elemen tersebut memberikan
pengaruh pada suatu elemen lainnya, perbandingan ini akan membentuk suatu
13
matriks berukuran nn . Misalkan terdapat suatu komponen 1C yang berisi
elemen 1
11211 ,...,, neee dan elemen-elemen tersebut memberikan pengaruh terhadap
elemen 21e pada komponen
2C , maka matriks perbandingan yang terbentuk
adalah seperti Gambar.2.3
1
1
1
21
221
112
nn
n
n
aa
aa
aa
A
Gambar 2.3 Ilustrasi Matriks Perbandingan Berpasangan
Nilai ija pada perbandingan berpasangan mereprensentasikan nilai kepentingan
dari elemen ke i terhadap elemen ke j pada komponen 1C berkaitan dengan
21e sebagai faktor kontrol. Nilai yang dimasukkan ke dalam perbandingan
merupakan nilai yang terdapat pada Tabel 2.1 dan pengisiannya dilakukan dengan
prinsip resiprokal. Maksud dari resiprokal adalah jika diketahui nilai dari ija
maka secara otomatis nilai dari jia akan sama dengan kebalikan dari
ija .
2.3.4. Vektor Prioritas
Setelah membentuk suatu matriks perbandingan A , selanjutnya akan
dilakukan suatu proses pencarian eigen vector. Eigen vector diperoleh dari
persamaan:
wwA .. max (2.3)
dengan
14
w : eigen vector
max : eigen value terbesar
A : matriks perbandingan berpasangan
Eigen vector yang diperoleh dari proses ini akan menjadi vektor prioritas dari
elemen-elemen yang dibandingkan dalam matriks A terhadap suatu faktor kontrol
tertentu.
2.3.5. Konsistensi
Konsistensi nilai perbandingan yang dimasukkan ke dalam matriks
perbandingan berpasangan harus diuji. Berikut adalah rumus untuk memperoleh
rasio konsistensi dari suatu matriks perbandingan:
RI
CICR (2.4)
Keterangan:
CR : rasio konsistensi
CI : index konsistensi
RI : random consistency index
Index konsistensi diperoleh dengan rumus:
15
1
)max(
n
nCI
(2.5)
Nilai-nilai dari RI dapat dilihat pada Tabel 2.3
Tabel 2.3. Tabel Random Consistency Index
Orde matriks 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
RI 0 0 0,52 0,89 1,11 1,25 1,35 1,40 1,45 1,49
Sumber: Saaty & Vargas, 2001, hal.9
Semakin kecil nilai CR , maka konsistensi suatu penilaian dalam matriks
perbandingan dikatakan semakin baik. Menurut (Saaty & Vargas, 2001, hal.9)
suatu matriks perbandingan dikatakan konsisten apabila nilai CR tidak lebih dari
10%.
2.3.6. Supermatriks
Pembuatan supermatriks merupakan salah satu tahap yang penting dalam
penggunaan metode ANP. Supermatriks berisikan blok-blok supermatriks yang
menghimpun seluruh vektor prioritas yang terbentuk pada proses sebelumnya.
Misalkan suatu sistem memilikiN komponen yaituNCCC ,,, 21 dan
setiap komponen memiliki beberapa elemen, seperti yang diilustrasikan pada
Gambar 2.3
16
.
.
.
C1
e11
e12
e1n1
C2
e21
e22
e2n2
.
.
.
.
.
.
eNnN
CN
en1
en2
.
.
.
Gambar 2.4 Komponen dan Elemennya
Keterangan :
jie : elemen ke j dari komponen ke i dari sistem dengan inj ,,2,1
in : banyak seluruh elemen dari komponen ke i
Komponen-komponen tersebut dihubungkan satu sama lain hingga
terbentuk suatu model jaringan dari sistem yang diinginkan. Dari model tersebut
akan dibentuk matriks-matriks perbandingan berpasangan yang masing-masing
akan menghasilkan vektor prioritas. Nilai vektor prioritas dari setiap perbandingan
17
dimasukkan pada kolom blok supermatriks yang bersesuaian. Blok-blok
supermatriks tersebut akan disusun menjadi satu supermatriks seperti Gambar 2.5.
NNNN
N
N
WWW
WWW
WWW
W
21
22221
11211
Gambar 2.5 Ilustrasi Supermatriks W
Keterangan:
W : supermatriks yang terbentuk
ijW
: matriks yang berisi bobot prioritas elemen-elemen dalam komponen ke
i terhadap elemen-elemen dalam komponen ke j .
Submatriks ijW yang terdapat dalam supermatriks disebut blok
supermatriks. ijW merupakan sebuah matriks berukuran
ji nn seperti yang
ditampilkan pada Gambar 2.6
)()()(
)(
2
)(
2
)(
2
)(
1
)(
1
)(
1
21
21
21
jn
iii
jn
jn
j
in
j
in
j
in
j
i
j
i
j
i
j
i
j
i
j
i
ij
www
www
www
W
Gambar 2.6 Bentuk Blok Supermatriks
Keterangan:
ijW
: blok supermatriks W yang berukuran ji nn
18
)( lj
ikw : nilai prioritas elemen ke k dari komponen ke i terhadap elemen ke
l komponen ke j .
Setiap kolom dalam ijW berisikan vektor prioritas elemen-elemen pada
komponen ke i terhadap elemen elemen pada komponen ke j . Sebagai contoh
pada Gambar 2.7 akan diperlihatkan blok supermatriks 21W yang merupakan blok
supermatriks yang berisi vektor-vektor prioritas elemen-elemen 2C terhadap
elemen-elemen 1C .
)(
2
)2(
2
)1(
2
)(
22
)2(
22
)1(
22
)(
21
)2(
21
)1(
21
21
1
122
1
1
n
nnn
n
n
www
www
www
W
Gambar 2.7 Contoh Blok Supermatriks
Keterangan:
21W : contoh blok supermatriks W , yang merupakan matriks berukuran
12 nn yang berisi bobot prioritas elemen-elemen komponen
2C terhadap
elemen-elemen komponen 1C .
)(
2
l
kw : nilai prioritas dari elemen ke k komponen 2C terhadap elemen ke l
komponen 1C . Nilai-nilai ini diperoleh dari proses perhitungan pada
matriks perbandingan .
2.4. Perangkat Lunak Superdecision
Perangkat lunak superdecision merupakan perangkat lunak yang
digunakan untuk menunjang suatu pengambilan keputusan, dimana pengambilan
19
keputusan tersebut mengimplementasikan konsep AHP (Analytic Hierarchy
Process) atau ANP (Analytic Network Process) (www.superdecisions.com,
2013).