BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/41495/3/BAB II.pdfHasil analisa...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/41495/3/BAB II.pdfHasil analisa...
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Kurniati (2012) menganalisis variabel lahan, benih, tenaga kerja, urea, tsp, dan
herbisida dengan metode analisis koefisien variasi dan regresi model multiplicative
heteroscedasticity. Hasil analisa menunjukkan bahwa risiko produksi pada lahan < 1
Ha lebih tinggi dibandingkan luas lahan 1 Ha. Variabel bebas tenaga kerja berpengaruh
nyata menurunkan produksi jagung dan berpengaruh nyata menurunkan risiko
produksi. Penelitian ini berbeda dalam hal komoditas, sedikit perbedaan variabel
dependen (tsp dan herbisida) dan ada penambahan analisis koefisien variasi.
Darwanto et al (2011) menganalisis variabel benih, pupuk urea, pupuk SP36,
pupuk KCL, pupuk organik, pestisida, tenaga kerja, jarak dari sawah, jarak dari sarana
produksi, dummy musim tanam, dummy varietas kedelai, dummy jarak tanam, dummy
tipe lahan, dan dummy status lahan dengan metode analisis koefisien variasi dan regresi
model multiplicative heteroscedasticity. Hasil analisa menunjukkan bahwa pada lahan
produktivitas tinggi (≥ 1,5 ton/ha) variabel pupuk KCL dan penerapan jarak tanam
(40 x 10 cm) pada sawah irigasi, variabel benih kedelai pada sawah tadah hujan, dan
variabel pupuk urea pada tegalan, secara nyata berpengaruh pada peningkatan produksi
dan menurunkan risiko produksi kedelai. Lahan produktivitas sedang (1,00 – 1,49
ton/ha) variabel bebas yang berpengaruh nyata dalam meningkatkan produksi dan
menurunkan risiko adalah pupuk urea dan jarak tanam (40 x 15 cm) pada sawah irigasi,
10
penggunaan varietas unggul pada sawah tadah hujan, dan jarak tanam (40 x 10 cm)
pada tegalan. Lahan produktivitas rendah (≤1.0 tan/ha) variabel bebas yang
berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi dan penurunan risiko produksi
adalah benih kedelai, varietas unggul, dan status lahan bagi hasil pada sawah tadah
hujan dan pupuk KCL, tenaga kerja, dan status lahan bagi hasil pada tegalan sedangkan
untuk sawah irigasi variabel bebas tidak berpengaruh nyata dalam meningkatkan
produksi namun secara nyata menurunkan risiko produksi adalah benih kedelai,
varietas unggul, jarak tanam (40 x 10 cm), dan status lahan bagi hasil. Perbedaan
penelitian ini adalah komoditas yang diteliti, beberapa perbedaan variabel bebas yang
diuji dan penambahan analisis koefisien variasi.
Rinaldy et al (2015) menganalisis variabel luas lahan, benih, pupuk NPK, pupuk
organik, pestisida, dan tenaga kerja dengan metode koefisien variasi dan regresi model
multiplicative heteroscedasticity. Hasil analisa menunjukkan bahwa risiko produksi
padi pada saat musim hujan lebih tinggi dari pada musim kemarau, dan risiko produksi
sawah lebih tinggi pada lahan milik sendiri dibandingkan lahan sewa. Faktor yang
secara nyata meningkatkan produksi padi dan menurunkan risiko produksi adalah
variabel lahan dan pupuk organik. Perbedaan penelitian ini adalah komoditas yang
digunakan padi dan penambahan analisa koefisien variasi.
Zakirin et al (2013) menganalisis variabel lahan, benih, urea, SP36, KCL,
herbisida, umur petani, dan pendidikan dengan metode regresi linier berganda model
fungsi produksi Cobb-Douglass dan fungsi produksi Just and Pope dan analisis one
way anova. Hasil analisa menunjukkan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi
11
produksi padi secara nyata adalah lahan, benih, urea, herbisida, tenaga kerja, umur
petani, dan dummy tipe luapan B sedangkan untuk faktor-faktor yang mempengaruhi
penurunan risiko secara nyata adalah lahan dan benih. Berdasarkan uji LSD dan
standar deviasi risiko produksi luapan tipe B lebih rendah dibandingkan tipe A maupun
C. Perbedaan penelitian ini adalah beberapa variabel bebas yang digunakan adalah
urea, SP36, KCL, herbisida, umur petani, dan pendidikan, penambahan analisa one way
anova, serta komoditas yang diteliti padi
Astaningrum et al (2015) menganalisis variabel sumber risiko pada pembibitan,
persiapan lahan, pemeliharaan, pemanenan, dan pasca panen dengan metode FMEA
(Failure Mode and Effect Analysis). Hasil menunjukkan bahwa sumber risiko
dikarenakan perubahan cuaca dan iklim, fluktuasi permintaan pasar lokal, kerusakan
greenhouse, produk yang mudah rusak, tingkat kesuburan lahan, dan keterbatasan
SDM oleh karena itu seharusnya ada pengolahan risiko seperti mengembangkan
kemampuan SDM, membuat perencanaan produksi agar sesuai dengan permintaan, dan
penyemprotan pestisida lebih awal, ada beberapa strategi yang didapat yaitu
memperbaiki greenhouse yang rusak, penyitaan asset, dan melakukan pembayaran di
awal. Perbedaan penelitian ini adalah variabel yang diteliti sangatlah berbeda dan alat
analisa yang digunakan juga sangat berbeda yaitu FMEA
Fanani et al (2015) menganalisis variabel bibit, luas lahan, pupuk NPK, pupuk
urea, pupuk tsp, pestisida, tenaga kerja, dummy (kemitraan dan non kemitraan) dengan
metode fungsi produksi Just and Pope dan koefisien variasi. Hasil menunjukkan bahwa
petani yang bermitra memiliki risiko harga lebih rendah dari petani non mitra serta
12
risiko produksi yang dialami petani bermitra lebih rendah dibandingkan dengan petani
non mitra, dan kemitraan mempunyai pengaruh yang nyata dalam mengurangi risiko
produksi tembakau. Perbedaan penelitian ini adalah variabel bebas yang diteliti
sebagian berbeda yaitu pupuk urea, pupuk tsp, dan dummy, ada penambahan analisis
koefisien variasi serta komoditas yang diteliti adalah tembakau
Rama et al (2016) menganalisis variabel lahan, benih, urea, NPK, herbisida,
tenaga kerja, umur, dan pendidikan dengan metode fungsi produksi Just and Pope dan
koefisien variasi. Hasil menunjukkan bahwa risiko produksi pada lahan basah lebih
besar jika dibandingkan dengan risiko produksi lahan kering. Variabel luas lahan pada
lahan basah secara nyata dapat meningkatkan produksi padi dan menurunkan risiko
produksi padi, serta pada lahan kering luas lahan, herbisisda, dan tenaga kerja keluarga
secara nyata dapat meningkatkan produksi padi. Perbedaan penelitian ini adalah
variabel bebas yang diteliti beberapa ada yang berbeda yaitu urea, herbisida, umur, dan
pendididkan, lalu penambahan analisis koefisien variasi ,serta komoditas yang diteliti
padi.
Darmansyah et al (2017) menganalisis variabel luas lahan, jumlah tanaman,
tenaga kerja, pupuk urea, pupuk NPK, dan pestisida dengan metode fungsi produksi
Just and Pope. Hasil menunjukkan bahwa variabel yang secara nyata meningkatkan
produksi jeruk siam adalah jumlah tanaman dan pupuk urea sedangkan variabel luas
lahan, tenaga kerja, pupuk urea merupakan faktor-faktor menurunkan risiko produksi
jeruk siam namun tidak berpengaruh nyata. Perbedaan penelitian ini adalah variabel
bebas yang diteliti dan komoditas yang diteliti jurnal ini adalah jeruk siam Pontianak.
13
Hidayati et al (2015) menganalisis variabel luas lahan, benih, pupuk kandang,
pupuk kompos, pupuk nabati, pestisida organik, tenaga kerja dengan metode analisa
preferensi risiko petani. Hasil menunjukkan bahwa variabel lahan, benih, pupuk
kandang, pupuk kompos, dan bubur cikam adalah risk averse (petani cenderung
menahan penggunaan input tersebut) sedangkan variabel pestisida organik dan tenaga
kerja adalah risk taker (petani berani mengalokasikan input kedalam jumlah yang besar
untuk meningkatkan produksi). Perbedaan penelitian pada ini adalah komoditas yang
diteliti adalah kubis, dan sedikit variabel bebas yang berbeda (pupuk kompos dan
pupuk nabati) dan analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa
preferensi risiko petani, kumbhakar 2002.
Lawalata et al (2017) menganalisis variabel luas lahan, umur petani, pendidikan
petani, pengalaman berusahatani, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan usahatani
bawang merah, dan pendapatan luar usahatani bawang merah dengan metode koefisien
variasi dan metode Moscardi dan de Janvry menggunakan analisis regresi OLS. Hasil
menunjukkan bahwa risiko produksi sebesar 85,18% dan risiko pendapatan sebesar
124,16%. Sebanyak 73,33% atau 44 petani yang memiliki perilaku menolak risiko
walaupun usahatani bawang merah berisiko. Variabel umur petani, pendidikan,
pendapatan usahatani bawang merah dan pendapatan luar usahatani bawang merah,
berpengaruh nyata mempengaruhi perilaku petani terhadap risiko. Perbedaan penelitian
ini adalah variabel bebas yang diteliti sangat berbeda, alat analisa yang digunakan juga
sangat berbeda, dan komoditi yang diteliti berbeda yaitu bawang merah
14
2.2 Budidaya Krisan Potong
Krisan bukanlah tanaman bunga asli Indonesia menurut penelusuran para ahli
botani, krisan berasal dari dataran cina karena mereka menemukan sumber genetik
tanaman krisan yaitu jenis chrysanthemum Indicum (berbunga kuning), C. morifolium
(ungu dan pink),dan C.daisy (bulat, pompon) aneka jenis krisan yang pertama kali
ditemukan ini dinamakan “krisan kuno”. Cina merintis budidaya bunga krisan sebagai
tanaman hias sekitas 500 tahun sebelum masehi, namun jenis atau varietas krisan yang
dikembangkan di Cina ternyata berasal dari Jepang. Negara Jepang sangat berjasa
dalam memperkenalkan dan mengembangkan bunga krisan, sehingga pada tahun 797
bunga krisan dijadikan symbol atau lambang kekaisaran jepang dengan sebutan Queen
of The East (Sang Ratu dari Negeri Timur).
Perkembangan selanjutnya tanaman krisan yang berasal di Cina dan Jepang
menyebar luas ke kawasan Eropa. Pada tahun 1789 Kapten Blancard dari Marseilles
Prancis mempopulerkan krisan dari Cina untuk di kembangkan di negara – negara
Eropa lainnya, sehingga pada tahun 1795 bunga krisan sudah mulai intensif di
budidayakan disana. Abad ke-17 para ahli tanaman melakukan sebuah seleksi dan
hibridasi untuk menghasilkan jenis atau varietas krisan baru yang lebih modern,
kemudian hasilnya disebarluaskan ke Amerika, Eropa, dan Asia. Belum ditemukan
informasi secara pasti kapan krisan masuk di Indonesia namun pada tahun 1800 bunga
krisan sudah mulai dikoleksi dan pada tahun 1940 krisan dikembangkan sebagai
15
tanaman hias potensial di Indonesia. Varietas krisan yang dikembangkan di Indonesia
umumnya merupakan krisan hibrida asal negeri Belanda, Amerika Serikat, dan jepang.
Faktor iklim yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan pembungaan bunga
krisan diantaranya adalah:
1. Cahaya
Indonesia terletak di daerah katulistiwa sehingga mempunyai hari panjang sekitar
12 jam. Kondisi ini sangat cocok untuk pertumbuhan tanaman krisan, namun kurang
produktif bagi pembungaan bunga krisan. Untuk mendapatkan hasil bunga yang
berkualitas baik, tanaman krisan membutuhkan cahaya yang lebih lama dari hari
panjang normal, sehingga membutuhkan bantuan cahaya seperti lampu pijar untuk
digunakan setelah matahari terbenam atau selama periode gelap. Penambahan cahaya
dapat berfungsi sebagai manipulasi fotoperiode dan meningkatkan laju fotosintesis.
Peningkatan hasil fotosintesis dapat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan generatif,
yaitu pembentukan promordia atau pembungaan. Sumber cahaya buatan yang umum
digunakan adalah lampu pijar dan TL. Hasil penelitian membuktikan lampu TL dapat
mempercepat pertumbuhan tanaman krisan daripada lampu pijar. Penambahan
penyinaran terbaik yaitu Tengah malam antara pukul 22.30–01.00 dengan lampu 150
watt untuk luas area 9 𝑚2dan lampu dipasang setinggi 1,5 m dari permukaan tanah.
Periode pemasangan lampu yaitu sampai fase vegetatif (2–8 minggu) untuk mendorong
pembungaan.
16
2. Suhu Udara (Temperatur)
Daerah tropis seperti Indonesia ini membutuhkan suhu udara terbaik untuk
pertumbuhan krisan yaitu antara 20–26 derajat celcius (siang hari). Toleransi untuk
tetap tumbuh baik adalah antara 17–30 derajat celcius. Suhu udara ideal untuk
pembungaan adalah antara 16–18 derajat celcius. Bunga krisan akan cenderung
berwarna kusam apabila suhu udara lebih dari 18 derajat celcius, sedangkan untuk suhu
rendah kurang dari 16 derajat celcius dapat berpengaruh baik terhadap warna bunga
dan cenderung berwarna cerah.
3. Kelembapan Udara
Tanaman bunga krisan membutuhkan kelembapan udara tinggi. Pada fase
pertumbuhan awal seperti perkecambahan benih atau pembentukan akar bibit stek
diperlukan kelembapan udara antara 90%-95%. Kelembaban udara yang dibutuhkan
untuk tanaman krisan muda sampai dewasa agar tumbuh dengan baik, maka
dibutuhkan kelembapan antara 70%-80%. Kelembapan udara yang tinggi harus
diimbangi dengan sirkulasi udara yang lancar, karena jika kelembapan tinggi dan
sirkulasi udara jelek dapat menyebabkan berkembangnya organisme penyakit seperti
cendawan (jamur).
4. Curah Hujan
Air hujan merupakan salah satu sumber air yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
krisan agar tumbuh dengan bagus, namun untuk curah hujan yang deras dan langsung
menerpa krisan dapat mengakibatkan tanaman roboh dan rusak, serta kualitas bunga
17
nya rendah. Oleh karena itu pembudidayaan krisan pada daerah curah hujan tinggi
dapat melakukan penanaman didalam bangunan rumah plastic maupun greenhouse.
5. Karbondioksida
Karbondioksida berperan penting dalam proses fotosintesis. Kadar
karbondioksida yang ideal dan dianjurkan untuk fotosintesis bunga krisan yaitu antara
600 ppm–900 ppm. Oleh karena itu pembudidayaan krisan dilakukan di bangunan
tertutup seperti rumah plastik dan greenhouse karena agar dapat ditambahkan
karbondioksida sesuai kadar yang dianjurkan.
6. Ketinggian Tempat
Keadaan suhu di Indonesia ditentukan oleh ketinggian tempat dari atas
permukaan laut. Daerah berketinggian 1.230 m–3000 m dpl mempunyai suhu antara
10–18 derajat celcius, sedangkan untuk ketinggian 700 m–1.500 m dpl suhu udaranya
antara 18–22 derajat celcius. Tanaman krisan membutuhkan suhu udara untuk
pertumbuhan antara 20–26 derajat celcius dan pembungaan pada suhu antara 16–18
derajat celcius. Maka lokasi yang cocok untuk budidaya tanaman krisan ini adalah di
daerah dengan ketinggian 700m–1.200m dpl.
2.3 Agribisnis Krisan
Tanaman hias merupakan tanaman yang memiliki nilai keindahan dan daya tarik
tertentu. Tanaman hias juga mempunyai nilai ekonomis untuk hiasan diluar maupun
didalam ruangan, sehingga tanaman ini dapat diusahakan menjadi bisnis yang
menjanjikan dengan keuntungan yang besar. Sebagai negara ber iklim tropis Indonesia
18
merupakan negara yang memberi kemudahan bagi pengusaha tanaman hias, selain itu
ragam tanamannya sangat banyak dan jika di padukan dengan teknologi yang tepat
tidak menutup kemungkinan bisnis tanaman hias dapat menyamai bisnis sayuran
maupun buah – buahan yang sampai saat ini berada di peringkat atas.
Krisan merupakan bunga popular di Indonesia karena bunga ini memiliki warna
bunga yang beragam seperti hijau, kuning, putih, merah tua, ungu, pink, dan masih
banyak lagi warna lainnya.
Berdasarkan data produksi krisan yang diterbitkan oleh BPS tahun 2016 terdapat
3 provinsi sentra produksi dengan kontribusi kumulatif hingga mencapai 94.71% yaitu
Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Jawa Barat memberikan kotribusi terbesar
terhadap total produksi krisan Indonesia yaitu 32,87% atau setara dengan 142.377.413
tangkai bunga krisan. Jawa Tengah memberikan kontribusi terbesar ke dua terhadap
total produksi krisan Indonesia yaitu sebesar 31,86% (137.970.928 tangkai), dan Jawa
Timur sebesar 29,98% (129.829.313 tangkai). Sisa nya diproduksi oleh provinsi
lainnya dan hanya memberi kontribusi sebesar 5,29% atau setara dengan 22.910.998
tangkai krisan.
Ekspor dan impor krisan Indonesia adalah dalam bentuk bunga segar dan satuan
kilogram. Pada tahun 2015 ekspor bunga krisan Indonesia sebesar 59.625kg dan pada
tahun 2016 ekspor bunga krisan segar mengalami peningkatan yaitu sebesar 60.648kg
(BPS). Peningkatan ini mengindikasikan bahwa krisan Indonesia banyak di minati oleh
warga luar negeri. Negara tujuan ekspor krisan Indonesia adalah Jepang, Singapura,
dan Australia. Pada tahun 2015 Impor bunga krisan sebesar 5.250kg, sedangkan pada
19
tahun 2016 impor bunga krisan mengalami peningkatan yaitu sebesar 6.975kg (BPS).
Negara tempat pengimporan bunga Krisan adalah Cina dan Singapura. Berdasarkan
data diatas dapat disimpulkan bahwa krisan untuk di ekspor lebih besar dari Pada
Krisan yang impor, hal ini mengindikasikan bahwa berbisnis krisan di Indonesia
sangatlah menguntungkan jika dilihat dari kebutuhan ekspor maupun kebutuhan
masyarakat Indonesia sendiri.
Agribisnis krisan di Jawa Tengah khususnya di Kabupaten semarang yang
merupakan pusat produksi krisan di Jawa Tengah selama 10 tahun ini mengalami
perkembangan yang pesat karna dukungan sarana dan pasar yang memadai serta petani
yang sudah terbiasa menanam tanaman hias. Desa Jetis merupakan salah satu sentra
prosuksi bunga potong di Ambarawa. Krisan baru dikembangkan didesa ini pada tahun
1995. Jenis krisan yang ditanam sangat beragam sekitar 20 varietas salah satunya
adalah town talk, cat eye dan Fiji dengan harga bibitnya sekita Rp 180-Rp200 per setek.
Desa Sumowono dulu nya merupakan sentra sayuran, namun pada tahun 2001 krisan
mulai dikembangkan di wilayah ini. Para petani wilayah ini beranggapan bahwa krisan
mempunyai prospek yang lebih baik dan memberikan penghasilan yang lebih
menjanjikan dibandingkan usahatani sayuran.
2.4 Teori Risiko Usahatani
Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam ekonomi Indonesia
diantaranya yaitu sebagai penyumbang nilai produk domestik bruto (PDB), penyedia
lapangan pekerjaan, serta merupakan sektor penyedia bahan pangan. Sektor pertanian
20
atau agribisnis selalu dihadapkan pada suatu ketidakpastian dan risiko dalam
pengembangannya. Ketidakpastian merupakan faktor eksternal yang sulit dikendalikan
oleh produsen dikarenakan nilai peluang terjadinya risiko tidak diketahui sehingga
produsen bertindak gambling pada saat penanaman. Risiko merupakan faktor internal
yang besar kecil peluang risikonya dapat dihitung atau diketahui, sehingga produsen
dapat mengetahui seberapa besar hasil atau output yang akan berkurang
Menurut (Harwood et al, 1999) beberapa risiko yang unik didalam pertanian
diantaranya adalah risiko cuaca yang signifikan dapat mengurangi hasil pertanian, lalu
risiko lainnya seperti risiko harga, risiko produksi, risiko kelembagaan, risiko SDM,
dan risiko keuangan yang akan dibahas dibawah ini. beberapa sumber risiko yang
sering dihadapi oleh petani diantaranya :
1. Risiko Produksi
Risiko produksi dapat menurunkan hasil pertanian yang akan didapat oleh
petani. Risiko ini dipengaruhi oleh banyak kejadian yang tidak dapat dikendalikan
seperti cuaca, curah hujan yang berlebihan, kekeringan, suhu ekstrim, hama
serangga dan penyakit.
2. Risiko Harga
Risiko yang berhubungan dengan perubahan harga input dan output saat
melakukan produksi.
21
3. Risiko Kelembagaan
Risiko ini disebabkan adanya perubahan kebijakan dan regulasi yang
mempengaruhi pertanian seperti kebijakan harga input dan output, kebijakan
penggunaan lahan, pajak, dan kredit.
4. Risiko Sumber Daya Manusia
Kejadian yang merugikan seperti kecelakaan, perceraian, meninggal, dan
kondisi kesehatan tubuh yang menurun dapat mempengaruhi hasil dari kegiatan
usaha, selain itu adanya pencurian, kebakaran, karena kelalaian pekerja dapat juga
mempengaruhi hasil perusahaan.
5. Risiko finansial
Petani menghadapi persoalan peminjaman seperti besarnya suku bunga
pinjaman atau menghadapi kesulitan dalam membayar pinjaman.
Adapun beberapa metodelogi untuk menganalisis risiko produksi, salah satunya
adalah model risiko produksi Just and Pope. Model ini dapat menjadikan fungsi
produksi dan fungsi risiko dalam satu persamaan matematis. Beberapa penelitian yang
menggunakan model Just and Pope diantaranya dilakukan oleh Dewi (2012), Abd.
Gaffar (2011), dan Erik (2017). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mereka
bahwa peningkatan penggunaan input tenaga kerja dapat mengurangi risiko produksi
yang dapat dilihat dari penurunan variance produksi apabila jumlah input ditingkatkan.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ahamd Fanani (2015) bahwa
peningkatan penggunaan input tenaga kerja dapat meningkatkan risiko produksi yang
ditunjukkan oleh peningkatan nilai variance produksi ketika jumlah input ditingkatkan.
22
Pengujian hipotesis mengenai risiko produksi menggunakan model yang
dikembangkan oleh Just and Pope pada tahun 1979. Model ini sudah dapat
mengakomodasi adanya risiko dalam persamaan produksi yaitu dengan memasukkan
varians dari persamaan produksi. Tveterås, (1999) menjelaskan bahwa fungsi produksi
dalam model Just and Pope (1979) yang menggunakan prosedur dua langkah adalah
fungsi produksi Cobb- Douglas dalam bentuk logaritma natural. Model fungsi produksi
Just and Pope (1979) yang memasukkan unsur risiko didalamnya adalah sebagai
berikut:
Y = f( 𝑋, 𝛽) + h(𝑋, 𝜃) 𝜀
Keterangan:
Y = Produktivitas krisan potong
F = Fungsi produksi rata – rata
H = Fungsi produksi variance
X = Faktor – faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi (input)
𝛽, 𝜃 = Besaran yang akan diduga
𝜀 = Error
2.5 Teori Pendapatan
Stuktur penerimaan usahatani
Penerimaan terbagi menjadi dua aspek yaitu penerimaan tunai dan penerimaan
tidak tunai (diperhitungkan). Penerimaan tunai merupakan uang yang diterima oleh
23
penjual dari hasil penjualan produk usahataninya, sedangkan penerimaan tidak tunai
merupakan pendapatan yang bukan dalam bentuk uang.
Total penerimaan merupakan nilai produk total yang diterima oleh petani atau
pengusaha yang hasilnya diperoleh dari penjumlahan total produk yang dikalikan
dengan harga jual atau harga pasar produk, secara matematis, total penerimaan (total
revenue) dapat dirumuskan sebagai berikut (Debertin, 1986):
TR= y x p
Keterangan:
TR = Total Penerimaan (Rp)
Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani (satuan)
p = Harga pasar (Rp)
Struktur Biaya Usahatani
Biaya Total (total cost) adalah biaya untuk menghasilkan tingkat output tertentu,
biaya total terdiri dari biaya tetap total (total fixed cost) dan biaya variabel total (total
variable cost). Biaya tetap merupakan biaya yang tidak berubah meskipun output
bertambah maupun berkurang, sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang
berkaitan langsung dengan banyaknya output yang akan dihasilkan, jika output yang
digunakan bertambah maka hasil produksi bertambah dan jika output yang digunakan
berkurang, maka produksi yang dihasilkan berkurang. Secara matematis biaya total
(TC) dapat dirumuskan sebagai berikut (lipsey et, al, 1994)
24
TC = TFC + TVC
Keterangan :
TC = Total Biaya
TFC = Total Biaya tetap
TVC = Total Biaya variable
Struktur Pendapatan Usahatani
Pendapatan bersih atau keuntungan (profit) yang akan diterima petani dapat
diketahui dari pehitungan total penerimaan yang dikurangi dengan total biaya yang
dikeluarkan oleh petani selama proses produksi berlangsung. Pendapatan bersih atau
keuntungan dapat dirumuskan sebagai berikut (Debertin 1986) :
𝜋 = 𝑇𝑅 − 𝑇𝐶
Keterangan:
𝜋 = Pendapatan bersih / Keuntungan (Rp)
TR = Total Penerimaan (Rp)
TC = Total Biaya (Rp)
Untuk memperjelas persoalan pendapatan, berikut merupakan grafik yang
menggambarkan total biaya (TC) dan total penerimaan (TR). Jika kurva TR berada
diatas kurva TC maka usaha tersebut akan mengalami keuntungan, jika kurva TR
berada dibawah kurva TC maka usaha tersebut mengalami kerugian.
25
2.6 Kerangka Pemikiran
Input – input yang diidentifikasi dapat mempengaruhi hasil produktivitas dapat
diidentifikasi dengan model Just and Pope karena model ini dapan menjelaskan secara
rinci input apasaja yang mempengaruhi budidaya bunga krisan potong. Berikut adalah
kerangka pemikiran operasional bunga krisan potong Desa Sidomulyo:
Gambar 2.1 Langkah–Langkah Pemikiran Operasional Analisis Risiko Produksi
Bunga Krisan Potong di Desa Sidomulyo Kota Batu.
Kegiatan Produksi Bunga Krisan Potong di Desa Sidomulyo Kec. Batu Kota Batu
Risiko produksi
Sumber risiko internal
penggunaan input produksi:
1. Bibit
2. Pupuk kandang
3. Pupuk Kimia
4. Pestisida
5. Tenaga kerja
Analisis fungsi produksi
Just and Pope
Risiko produksi bunga
krisan potong
Sumber risiko
eksternal penggunaan
input produksi:
1. Hama dan
penyakit
2. Cuaca dan iklim
3. Human error
Harga Output
Harga Input
Pendapatan petani bunga krisan potong di Desa Sidomulyo Kota Batu
26
Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran dan identifikasi masalah, maka hipotesis yang
dapat di di ajukan untuk tujuan dari masalah 1 dan 2 adalah sebagai berikut:
1. Hipotesis untuk fungsi produktivitas
Di duga faktor – faktor bibit, pupuk kandang, pupuk kimia, pestisida, dan
tenaga kerja, berpengaruh secara signifikan terhadap produktivitas bunga krisan
potong
2. Hipotesis untuk fungsi risiko produksi
Di duga faktor – faktor bibit, bibit, pupuk kandang, pupuk kimia, pestisida, dan
tenaga kerja berpengaruh secara signifikan terhadap risiko produksi bunga
krisan potong