BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logam Berat pada Perairan II.pdf · tumbuh normal sekitar 5-20 mg/kg,...

18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logam Berat pada Perairan Keberadaan logam berat diperairan berasal dari sumber alamiah dan aktivitas manusia. Sumber alamiah masuk ke dalam perairan bisa dari pengikisan batuan mineral. Disamping itu partikel logam yang ada di udara, karena adanya hujan dapat menjadi sumber logam di perairan. Adapun logam yang berasal dari aktivitas manusia dapat berupa buangan industri, kegiatan pertambangan, limbah pertanian, dan buangan dari rumah tangga. Dari keempat jenis limbah tersebut, limbah yang umumnya paling banyak mengandung logam berat adalah limbah industri. Hal ini disebabkan senyawa logam berat sering digunakan dalam industri, baik sebagai bahan baku, bahan tambahan maupun katalis (Fardiaz, 1995). Logam berat yang masuk ke perairan baik sungai maupun laut akan dipindahkan dari badan airnya melalui tiga proses, yaitu pengendapan, adsorbsi, dan absorbsi oleh organisme-organisme perairan (Bryan, 1976). Logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan menyatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan dalam air (Hutagalung, 1991). Pada penelitian sebelumnya, Sumekar (2014) menyebutkan bahwa kandungan Pb dan Hg yang terakumulasi dalam sedimen di Muara Sungai Mati, Kabupaten Badung, Bali berturut-turut sekitar 99,9567 mg/Kg dan 154,2972 mg/Kg. Dwijani 5

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logam Berat pada Perairan II.pdf · tumbuh normal sekitar 5-20 mg/kg,...

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Logam Berat pada Perairan

Keberadaan logam berat diperairan berasal dari sumber alamiah dan aktivitas

manusia. Sumber alamiah masuk ke dalam perairan bisa dari pengikisan batuan

mineral. Disamping itu partikel logam yang ada di udara, karena adanya hujan dapat

menjadi sumber logam di perairan. Adapun logam yang berasal dari aktivitas manusia

dapat berupa buangan industri, kegiatan pertambangan, limbah pertanian, dan

buangan dari rumah tangga. Dari keempat jenis limbah tersebut, limbah yang

umumnya paling banyak mengandung logam berat adalah limbah industri. Hal ini

disebabkan senyawa logam berat sering digunakan dalam industri, baik sebagai bahan

baku, bahan tambahan maupun katalis (Fardiaz, 1995).

Logam berat yang masuk ke perairan baik sungai maupun laut akan

dipindahkan dari badan airnya melalui tiga proses, yaitu pengendapan, adsorbsi, dan

absorbsi oleh organisme-organisme perairan (Bryan, 1976). Logam berat mempunyai

sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan

menyatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi

dibandingkan dalam air (Hutagalung, 1991).

Pada penelitian sebelumnya, Sumekar (2014) menyebutkan bahwa kandungan

Pb dan Hg yang terakumulasi dalam sedimen di Muara Sungai Mati, Kabupaten

Badung, Bali berturut-turut sekitar 99,9567 mg/Kg dan 154,2972 mg/Kg. Dwijani

5

6

dan Suprihatin (2006) juga menyebutkan bahwa pada uji bioakumulasi logam Pb, Cu,

dan Cd pada ikan dan sedimen di daerah sungai Badung didapatkan konsentrasi

logam-logam tersebut sebesar 0,26 mg Pb/kg sedimen basah dan 0,58 mg Cu/kg

sedimen basah. Sementara dalam daging ikan konsentrasinya 0,6 mg Pb/kg berat

sampel basah dan 1,3 mg Cd/kg berat sampel basah. Konsentrasi logam-logam dalam

kedua jenis sampel tersebut mencerminkan bukan hanya saat pencemaran sesaat,

melainkan akumulasi historis.

Pada penelitian terhadap air sungai Badung oleh Armadi dan Kunti (2009),

kadar logam Pb berkisar 0,026-0,054 ppm, Cr berkisar antara 0,002-0,016 ppm, dan

Cd berkisar antara 0,003-0,040 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi logam-

logam dalam sedimen maupun ikan (biota) jauh lebih tinggi daripada dalam air.

2.2 Distribusi Logam Berat dan Pengaruhnya pada Tanaman

Tumbuhan memiliki kemampuan untuk menyerap ion-ion dari lingkungannya

melalui membran sel. Menurut Fitter dan Hay (1991), ada dua sifat penyerapan ion

oleh tumbuhan, yaitu: (1) faktor konsentrasi, yaitu kemampuan tumbuhan dalam

mengakumulasi ion sampai ke tingkat konsentrasi tertentu, bahkan dapat mencapai

tingkat lebih besar dari konsentrasi ion di dalam mediumnya, dan (2) perbedaan

kuantitatif akan kebutuhan hara yang berbeda pada tiap jenis tumbuhan.

Proses absorpsi racun pada tumbuhan, termasuk unsur logam berat dapat

terjadi lewat beberapa bagian, zat organik dan zat hidrofilik melalui akar, zat yang

lipofilik diserap melalui daun, sedangkan stomata untuk jalan masuk gas. Transport

zat yang terabsorpsi ini terjadi dari sel ke sel melalui jaringan vaskuler agar dapat

7

didistribusikan ke seluruh bagian tumbuhan. Difusi katalik terjadi dengan ikatan

benang sitoplasma yang disebut plasmadesmata, misalnya transport zat hara dari akar

ke daunnya dan sebaliknya, makanan atau hidrat karbon dari daun ke akar (Soemirat,

2003).

Beraneka ragam unsur dapat ditemukan di tumbuhan, tetapi tidak berarti

unsur-unsur tersebut dibutuhkan oleh tumbuhan untuk kelangsungan hidupnya.

Beberapa unsur yang ditemukan dalam tumbuhan ternyata dapat mengganggu

metabolisme atau meracuni tumbuhan, sebagai contohnya adalah beberapa jenis

logam berat seperti Cu, Cd, dan Pb. Unsur hara yang mungkin mengandung unsur

logam dapat kontak dengan akar melalui 3 cara, yaitu: (1) secara difusi larutan tanah,

(2) secara pasif oleh aliran air tanah, dan (3) akar tumbuh kearah posisi dalam matriks

tanah. Serapan hara oleh akar dapat bersifat akumulatif, selektif, satu arah (unit

directional), dan tidak dapat jenuh. Penyerapan hara dalam waktu lama dapat

menyebabkan konsentrasi hara dalam sel jauh lebih tinggi (Lakitan, 2001).

Ada 3 jalan yang ditempuh oleh air dan ion-ion yang terlarut bergerak menuju

sel-sel xylem dalam akar, yaitu: (1) melalui dinding sel (apoplas) epidermis dan sel-

sel korteks, (2) melalui sistem sitoplasma (simplas) yang bergerak dari sel ke sel, dan

(3) melalui sel hidup pada akar, yang mana sitosol tiap sel membentuk suatu jalur

(Rosmarkam dan Nasih, 2002).

Menurut Luncang (2005), tumbuhan yang tumbuh di air akan terganggu oleh

bahan kimia toksik dalam limbah (sianida, fenol, derivate benzol, klorin, hipoklorat,

dan campuran logam berat). Pengaruh polutan terhadap tumbuhan tergantung pada

8

jenis polutan, konsentrasinya, dan lama polutan itu berada. Gejala pencemaran pada

tumbuhan sangat bervariasi dan tidak spesifik. Pada konsentrasi tinggi tumbuhan

akan mengalami kerusakan akut dengan gejala seperti klorisis, perubahan warna,

nekrosis, dan kematian seluruh bagian tumbuhan. Disamping perubahan morfologi

juga akan terjadi perubahan kimia, biokimia, fisiologi, dan struktur tumbuhan.

2.3 Logam Tembaga

Tembaga dengan nama kimia cuprum dilambangkan dengan Cu. Unsur logam

ini berbentuk kristal dengan warna kemerahan. Dalam tabel periodik, tembaga

menempati posisi dengan nomor atom (NA) 29 dan mempunyai bobot atau berat

atom (BA) 63,546 sma. Densitas tembaga ialah 8,90 𝑔

𝑐𝑚−3⁄ dan titik lelehnya 1084

(Cotton dan Wilkinson, 1989). Tembaga merupakan salah satu logam non-ferrous

yang paling penting dan banyak dipakai mulai dari industri sederhana sampai industri

berteknologi tinggi. Hal ini digunakan baik murni atau paduan dengan logam lain.

Tembaga adalah bahan penting dan sangat diperlukan dalam banyak aplikasi karena

sifat fisik dan mekanis, termasuk konduktivitas listrik dan ketahanan terhadap korosi

yang tinggi (Palar, 1994).

Potensial elektroda standar tembaga positif (+0,34 V untuk pasangan

Cu/Cu2+), sehingga tembaga tidak mudah teroksidasi dan dengan demikian tak larut

dalam asam klorida dan asam sulfat encer, meskipun dengan adanya oksigen tembaga

bisa larut sedikit. Diperlukan asam klorida dan asam sulfat dengan konsentrasi tinggi

untuk mengoksidasi tembaga. Asam nitrat yang sedang pekatnya (8M) dengan mudah

melarutkan tembaga. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

9

3Cu + 8HNO3 3Cu2+ + 6NO- + 2NO + 4H2O

Asam sulfat pekat panas juga melarutkan tembaga dengan reaksi sebagai berikut.

Cu + 2H2SO4 Cu2+ +SO42- + SO2 +2H2O

Tembaga mudah pula larut dalam air raja dengan reaksi sebagai berikut.

3Cu + 6HCl + 2HNO3 3Cu2+ + 6Cl- + 2NO + 4H2O

Ada dua valensi senyawa tembaga. Senyawa-senyawa tembaga(I) diturunkan

dari tembaga(I) oksida Cu2O yang merah dan mengandung ion tembaga (I), Cu+.

Senyawa-senyawa ini tak berwarna, kebanyakan garamnya tak larut dalam air dan

sifatnya mirip senyawa perak (I). Tembaga (I) mudah dioksidasi menjadi tembaga

(II), yang dapat diturunkan dari tembaga (II) oksida, CuO hitam. Garam-garam

tembaga (II) umumnya berwarna biru, baik dalam bentuk hidrat, padat maupun dalam

larutan-air. Garam-garam tembaga (II) dalam larutan-air yang berwarna biru khas

untuk ion tetraakuokuprat (II), [Cu(H2O)4]2+ saja. Garam-garam tembaga anhidrat

seperti tembaga (II) anhidrat, CuSO4, berwarna putih (atau sedikit kuning) (Vogel,

1985).

Logam Cu merupakan salah satu logam berat esensial untuk mahluk hidup.

Logam ini dibutuhkan sebagai unsur yang berperan dalam pembentukan enzim

oksidatif dan pembentukan kompleks Cu-protein yang dibutuhkan untuk

pembentukan hemoglobin, kolagen, pembuluh darah dan myelin (Darmono, 1995).

Kebutuhan harian Cu untuk manusia yang dianjurkan oleh WHO (1973) dalam Palar

(1994) adalah 30 mg Cu per kilogram berat tubuh untuk orang dewasa, 40 mg Cu per

10

kilogram berat tubuh untuk anak-anak dan 80 mg Cu per kilogram berat tubuh untuk

bayi.

Logam Cu berpotensi toksik terhadap tanaman dan berbahaya bagi manusia

karena bersifat karsinogenik. Kandungan logam Cu dalam jaringan tanaman yang

tumbuh normal sekitar 5-20 mg/kg, sedangkan pada kondisi kritis dalam media 60-

120 mg/kg dan dalam jaringan tanaman 5-60 mg/kg. Pada kondisi kritis pertumbuhan

tanaman mulai terhambat sebagai akibat keracunan Cu (Alloway, 1995) dan menurut

Lasat (2007) konsentrasi lebih dari 10 ppm dapat menjadi racun terhadap tanaman.

Absorpsi logam Cu oleh tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara

lain: konsentrasi logam berat di lingkungan, tipe tumbuhan, pH tanah, curah hujan,

dan lain-lain. Kemampuan untuk mengakumulasi logam berat juga berbeda-beda

pada tiap tanaman (Allen, 1989).

Logam Cu dapat terakumulasi dalam jaringan tubuh, sehingga apabila

konsentrasinya cukup besar logam berat akan meracuni manusia tersebut. Pengaruh

racun yang ditimbulkan dapat berupa muntah-muntah, rasa terbakar di daerah

esopagus dan lambung, kolik, diare, yang kemudian disusul dengan hipotensi, nekrosi

hati dan koma (Supriharyono, 2000).

2.4 Buah Lindur (Bruguiera gymnorrhiza)

Lindur (Bruguiera gymnorrhiza) adalah salah satu tumbuhan mangrove yang

biasanya dikenal sebagai bakau daun besar. Secara morfologi tanaman ini mempunyai

bentuk adaptif khusus (bentuk akar dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove

dan mempunyai mekanisme fisiologi dalam mengontrol garam. Bruguiera

11

gymnorrhiza tersebar di daerah tropis Afrika Selatan dan Timur dan Madagaskar, ke

Asia Tenggara dan Selatan (termasuk Indonesia dan negara di kawasan Malaysia),

sampai timurlaut Australia, Mikronesia, Polinesian dan kepulauan Ryukyu (Duke dan

Allen 2006). Lindur (Bruguiera gymnorrhiza) memiliki klasifikasi sebagai berikut.

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Myrtales

Family : Rhizophoraceae

Genus : Bruguiera

Species : Bruguiera gymnorrhiza

Lindur tumbuh di daerah mangrove bagian sampai bagian dalam dengan

salinitas rendah. Pohon lindur yang kadang-kadang mencapai ketinggian 30 – 35m

dengan lebar batang 15 – 35cm. Akarnya membentuk akar papan dan melebar ke

samping tetapi juga memiliki sejumlah akar lutut. Batang dari tumbuhan ini

umumnya berwarna abu-abu sampai hitam, memiliki lentisel yang besar dengan

percabangan simpodial. Kulit kayu memiliki lentisel, permukaannya halus hingga

kasar dengan warna abu-abu tua sampai coklat. Tumbuhan lindur memiliki daun yang

umumnya berwarna hijau tua, berbentuk elips, licin, dan tebal dengan panjang 8 –

22cm dan lebar 5 – 8cm. Ujung daun meruncing, berwarna hijau pada bagian atas dan

hijau kekuningan pada bagian bawah tanpa bercak-bercak hitam. Letak daun tunggal

dengan posisi menyilang (Kitamura dkk, 2003).

12

Bunga tumbuhan lindur terletak di ujung buah dengan kelopak berwarna

merah muda hingga merah sebanyak 10 – 14 helai serta panjang bunga 3 – 5 cm. Tiap

mahkota berbentuk runcing, masing-masing terdiri dari 3 tangkai benang sari. Buah

lindur berwarna hijau gelap hingga ungu dengan bercak coklat, permukaan buah licin,

buah berbentuk silinder memanjang 20 – 30 cm dengan diameter 1,7 – 2,0 cm (Duke

dan Allen 2006).

Buah lindur dapat diolah menjadi tepung sebagai pengganti tepung terigu

dalam pembuatan kue (BPHM I, 2007). Tepung buah lindur memiliki kadar air

11,63%, abu 1,40%, lemak 3,21%, protein 1,85%, dan karbohidrat 81,89% dalam

tepung buah lindur (Handayani dan Kartika, 2009). Gambar 2.1 menunjukkan buah

lindur (Bruguieragymnorrhiza)

Gambar 2.1 Buah Lindur (Bruguieragymnorrhiza)

2.5 Buah Pedada (Sonneratia caseolaris)

Tumbuhan pedada (Sonneratia) adalah sejenis pohon penghuni rawa-rawa

tepi sungai dan bagian dari vegetasi mangrove. Secara lokal pohon ini sering disebut

13

dengan sebutan perapat. Secara ekologi tumbuhan ini hidup di daerah pasang surut

yang berlumpur dan rawa-rawa. Tumbuhan ini mampu tumbuh hingga ketinggian 5-

20 meter, dengan struktur batang terdiri dari, akar, batang, ranting, daun, bunga, dan

buah (BPHM I, 2014).

Pedada tumbuh pada tanah berlumpur yang dalam dan disekitar muara Sungai

Badung dan Sungai Mati dengan salinitas rendah. Pedada memiliki akar nafas

(pneumatophores), akar yang terkena udara secara langsung, berbentuk seperti pensil

atau kerucut yang menonjol keatas, terbentuk dari perluasan akar yang tumbuh secara

horizontal. Daunnya tunggal, bersilangan, bentuk jorong sampai oblong, panjangnya

4 – 8 cm, ujung daun membundar dengan bengkokan tajam yang menonjol (Kitamura

dkk, 2003).

Batang berukuran kecil hingga besar, di ujung batang terdapat ranting yang

tumbuh menyebar. Daun-daunnya tunggal, berhadapan, bundar telur terbalik atau

memanjang, 5–13 cm × 2–5 cm, dengan pangkal bentuk baji dan ujung membulat

atau tumpul. Tangkai daun pendek dan seringkali kemerahan. Bunga sendirian atau

berkelompok hingga 3 kuntum di ujung ranting. Kelopak bertaju 6 – 8 helai, runcing,

panjang 3–4,5cm dengan tabung kelopak serupa cawan dangkal di bawahnya, hijau di

bagian luar dan putih kehijauan atau kekuningan di dalamnya. Mahkota berwarna

merah, sempit, dengan ukuran 17 – 35mm × 1,5-3,5mm. Benangsari sangat banyak

dengan panjang 2,5–3,5cm, putih dengan pangkal kemerahan yang cepat rontok.

Tangkai putik besar dan panjang, tetap tinggal sampai lama. Buah berbiji banyak

berbentuk bola pipih, berwarna hijau kekuning-kuningan diameternya 6 – 8 cm dan

14

tinggi 3–4 cm, permukaan mengkilap, dan terletak di atas taju kelopak yang hampir

datar (Gambar 2.2). Daging buahnya kekuningan, masam asin, dan berbau busuk

(BPHM I, 2014).

Pedada (Sonneratia caseolaris) memiliki klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Myrtales

Family : Soneratiaceae

Genus : Soneratia

Spesies : Soneratia caseolaris

Varghese dan kawan-kawan (2010) menyatakan bahwa buah pedada memiliki

24 komponen termasuk delapan steroid, sembilan triterpenoid, tiga flavonoid,dan

empat turunan karboksil benzene.

Gambar 2.2 Buah Pedada (Soneratia caseolaris)

Buah pedada memiliki kadar air 84,76%, abu 8,4%, lemak 4,82%, protein

9,21% dan karbohidrat 77,57% (Manalu, 2011). Buah pedada dapat dimakan untuk

15

beberapa tujuan seperti rujak, bahan baku pembuatan sirup, pudding, sabun, dodol,

dan selai (BPHM I, 2007).

2.6 Buah Nyirih (Xylocarpus granatum)

Nyirih (Xylocarpus granatum) merupakan salah satu spesies tanaman bakau

dalam famili Meliaceae yang diklasifikasikan sebagai salah satu jenis mangrove sejati

dengan komponen minor. Jenis ini sangat mudah dijumpai di Indonesia, bahkan Asia

Tenggara. Penyebaran lainnya terdapat di Madagaskar, Afrika Timur, dan Mauritania

(BPHM I, 2014).

Nyirih (Xylocarpus granatum) memiliki klasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Tracheophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Sapindales

Family : Maliaceae

Genus : Xylocarpus

Spesies : Xylocarpus mucronata

Gambar 2.3 Buah Nyirih (Xylocarpus granatum)

16

Nyirih (Xylocarpus granatum) tumbuh di sepanjang pinggiran daratan

mangrove dengan salinitas rendah. Nyirih memiliki akar papan (plank root) yang

tumbuh secara horizontal, berbentuk seperti pita diatas permukaan tanah,

bergelombang dan berliku-liku kearah samping seperti ular, dan banin (buttress),

yang mana struktur akar seperti papan dan memanjang secara radial dari pangkal

batang (Kitamura dkk, 2003).

Jenis ini tumbuh dengan ketinggian mencapai 8 meter. Letak daunnya

majemuk, berseling yang mana anak daun biasanya terdiri dari 2 pasang. Daunnya

berbentuk elips sampai bulat telur sungsang dengan panjang 7 – 12 cm.

Bunga nyirih memiliki 8 – 20 rangkai pertangkai, petal berjumlah 4 dengan

warna krem sampai putih kehijauan, kelopak bunga berjumlah 4 dengan warna hijau

kekuningan, benang sarinya menyatu dengan pembuluh (tube), berwarna putih

kekrem dengan ukuran diameter bunga 1,0 – 1,2 cm. Buah nyirih berbentuk bulat

seperti melon berwarna coklat kekuningan, berisi 6 – 16 biji dengan berat 1 – 2 kg

dan panjang diameter 15 – 20 cm (BPHM I, 2014).

Biji buah nyirih dapat dimanfaatkan untuk bedak lulur. Minyak dari bijinya

bisa untuk minyak rambut. Bijinya juga bermanfaat sebagai obat gatal, obat luka, dan

pereda demam (BPHM I, 2007).

2.7 Buah Bakau (Rhizophora mucronata)

Bakau (Rhizophora mucronata) merupakan salah satu spesies tanaman bakau

dalam famili rhizhophoraceae yang diklasifikasikan sebagai salah satu jenis

mangrove sejati dengan komponen mayor. Secara morfologi tanaman ini mempunyai

17

bentuk adaptif khusus (bentuk akar dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove

dan mempunyai mekanisme fisiologi dalam mengontrol garam. Jenis ini sangat

mudah dijumpai di Indonesia, bahkan Asia Tenggara. Penyebaran lainnya terdapat di

Madagaskar, Afrika Timur, dan Mauritania (BPHM I, 2014).

Bakau (Rhizophora mucronata) memiliki klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Malpighiales

Family : Rhizophoraceae

Genus : Rhizophora

Spesies : Rhizophora mucronata

Gambar 2.4 Buah Bakau (Rhizophora mucronata)

Bakau (Rhizophora mucronata) tumbuh di daerah mangrove bagian tengan

dengan salinitas tinggi. Bakau memiliki akar tunjang (stilt root) yang tumbuh diatas

permukaan tanah, mencuat dari batang dan dahan paling bawah, serta memanjang

keluar dan menuju permukaan tanah. Jenis ini mempunyai spesialisasi morfologis

18

berupa akar udara (aerial root) yang apabila terkena udara maka secara langsung

akan berfungsi untuk menangkap karbon dan oksigen diudara (Kitamura dkk, 2003)

Jenis ini tumbuh optimal dengan ketinggian 25 meter dengan diameter 70

sentimeter pada areal yang tergenang yang kaya akan humus. Letak daunnya

bersilangan, yang mana dua daun terletak berlawanan satu sama lain pada setiap buku

batang pada ranting yang sama. Daunnya berbentuk elips yang melebar pada bagian

tengah, dengan ujung daun menyempit dan panjang 15 – 20 cm.

Bunga bakau berwarna kuning krem sampai hijau kekuningan, memiliki 4 – 8

rangkai pertangkai, petal dan kelopak bunga masing-masing berjumlah 4, benang

sarinya berjumlah 8, panjang bunga 1,5 – 2 cm dengan diameter 3 – 4 cm. Buah

bakau berbentuk silinder berwarna hijau kekuningan, kotiledon kuning, panjang 50 –

70 cm dengan diameter 2 – 2,3 cm (BPHM I, 2014).

2.8 Penentuan Logam dengan Spektrofotometri Serapan Atom (AAS)

Spektrofotometri serapan atom (AAS) adalah suatu metode yang digunakan

untuk mendeteksi atom-atom logam dalam fase gas. Metode ini menggunakan nyala

untuk mengubah logam dalam larutan sampel menjadi atom-atom logam berbentuk

gas (Rohman, 2007).

2.8.1 Prinsip kerja Spektrofotometri Serapan Atom (AAS)

Spektrofotometri serapan atom merupakan metode analisis yang tepat untuk

analisis analit terutama logam-logam dengan konsentrasi rendah (Pecsok dkk, 1976).

Prinsip dari spektrofotometri adalah terjadinya interaksi antara energi dan materi.

Pada spektroskopi serapan atom terjadi penyerapan energi oleh atom sehingga atom

19

mengalami transisi elektronik dari keadaan dasar ke keadaan tereksitasi. Dalam

metode ini, analisis didasarkan pada pengukuran intensitas sinar yang diserap oleh

atom sehingga terjadi eksitasi. Untuk dapat terjadinya proses absorbsi diperlukan

sumber radiasi monokromatik dan alat untuk menguapkan sampel sehingga diperoleh

atom dalam keadaan dasar.

2.8.2 Sumber radiasi Spektrofotometri Serapan Atom (AAS)

Suatu spektrofotometri serapan atom memiliki suatu sumber radiasi yang

panjang gelombangnya tepat sama dengan atom yang diharapkan tereksitasi dalam

nyala yang disebut lampu hollow cathode. Pada flame photometry, energi yang

diserap adalah energi panas dari nyala dan energi dari pembakaran molekular. Ini

sangat tidak efisien karena banyak energi tersedia tapi hanya sedikit yang

akanmengeksitasi atom netral. Disinilah keefektifan dari lampu hollow cathode yaitu

menyediakan radiasi yang tepat. Contoh: jika magnesium yang akan ditentukan, maka

digunakan lampu hollow cathode magnesium (Khopkar, 1990).

2.8.3 Teknik analisis kurva kalibrasi

Kurva kalibrasi yang dapat disebut juga dengan kurva standar diperoleh

dengan mengukur absorbansi dari sederetan konsentrasi larutan standar. Untuk

senyawa atau zat yang mengikuti hukum Lambert-Beer, kurva antara konsentrasi

terhadap absorbansi garis lurus yang mengikuti persamaan linier, y = a + bx, yang

mana y = absorbansi, x = konsentrasi, b = slope dan a = intersep. Nilai serapan

larutan sampel kemudian diekstrapolasi sehingga memotong sumbu x (sumbu

konsentrasi), sehingga kadar sampel dapat ditentukan (Ewing, 1985).

20

Gambar 2.5 Grafik Hubungan Absorbansi dengan Konsentrasi

Kurva kalibrasi yang ideal adalah yang mempunyai intersep (a) sama dengan

nol, karena larutan tanpa sampel idealnya tidak menyerap cahaya pada panjang

gelombang diukur.

2.8.4 Teknik analisis adisi standar

Teknik ini banyak digunakan dalam analisis menggunakan AAS. Apabila

matriks sampel kompleks dan atau konsentrasi analit sangat rendah, maka teknik ini

lebih tepat digunakan daripada kalibrasi. Pada teknik ini beberapa larutan sampel

dengan volume yang sama ditambah larutan standar dengan konsentrasi yang

berbeda. Absorbansi dari masing-masing larutan diukur setelah diencerkan sampai

volume tertentu (Sadiq, 1992).

Jika terdapat hubungan linier antara absorbans dan konsentrasi maka,

………………………………………………..……………………... (2.1)

Dan …...…………………………………………….……..… (2.2)

Dimana = konsentrasi unsur dalam larutan sampel (𝑚𝑔

𝐿⁄ )

= konsentrasi unsur dalam larutan standar yang ditambahkan (𝑚𝑔

𝐿⁄ )

21

= absorbans larutan sampel

= absorbans larutan sampel dan standar

K = b, slope

Dari persamaan (2.1) dan (2.2) akan diperoleh :

Atau,

..……………………………………………………….……… (2.3)

Konsentrasi unsur dalam larutan sampel dapat dihitung dengan cara

ekstrapolasi sampai At = 0. Dari persamaan (2.3) terlihat jika At = 0 maka,

…………………………………………………………………..…… (2.4)

Hubungan antara konsentrasi unsur yang ditambahkan dengan absorbans dapat dilihat

pada Gambar 2.6, yaitu :

Gambar 2.6 Grafik Kurva Adisi Standar

22

2.9 Metode Destruksi

2.9.1 Destruksi kering

Destruksi kering merupakan perombakan organik logam dalam sampel

menjadi logam anorganik dengan cara pengabuan sampel dalam furnace dan

memerlukan suhu pemanasan tertentu. Umumnya diperlukan suhu 400-800 ,

tapisuhu ini sangat tergantung pada jenis sampel yang akan dianalisis. Bila oksida

logam yang terbentuk kurang stabil maka perlakuan ini tidak memberikan hasil yang

baik. Untuk oksida logam yang stabil, setelah pengabuan kemudian dilarutkan dalam

pelarut asam encer, baik tunggal maupun campuran kemudian dianalisis (Raimon,

1993).

2.9.2 Destruksi basah

Destruksi basah yaitu pemanasan sampel (organik atau biologis) dengan

adanya pengoksidasi kuat seperti asam-asam mineral baik tunggal maupun campuran.

Jika dalam sampel dimasukkan zat pengoksidasi, lalu dipanaskan pada temperatur

yang cukup tinggi dan jika pemanasan dilakukan secara kontinu pada waktu yang

cukup lama, maka senyawa-senyawa dalam sampel yang mudah teroksidasi akan

teroksidasi sempurna sehingga meninggalkan berbagai elemen-elemen pada larutan

asam dalam bentuk senyawa anorganik yang sesuai untuk dianalisis (Anderson,

1987).