BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/638/3/BAB...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/638/3/BAB...
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori keagenan (agency theory) merupakan suatu bentuk hubungan
kontraktual antara seorang atau beberapa orang yang bertindak sebagai principal
dan seseorang atau beberapa orang lainnya yang bertindak sebagai agent, untuk
melakukan pelayanan bagi kepentingan principal dan mencakup pendelegasian
wewenang dalam pembuatan keputusan dari principal kepada agent. Dalam
perekonomian modern, manajemen dan pengendalian perusahaan semakin
terpisah dari kepemilikan. Manager bertanggung jawab terhadap pemilik yang
kemudian berimbas dengan pendanaan perusahaan baik dari investor atau
kreditor.
Tujuan dari sistem pemisahan ini adalah untuk menciptakan efisiensi dan
efektivitas dengan memperkerjakan agen-agen profesional dalam mengelola
perusahaan. Penguasaan kendali perusahaan dipegang oleh agent sehingga agent
dituntut untuk selalu transparan dalam melaksanakan kendali perusahaan di
bawah principal. Salah satu bentuk pertanggung jawabannya adalah dengan
mengajukan laporan keuangan. Laporan keuangan disusun untuk melaporkan
kondisi keuangan perusahaan pada periode waktu tertentu.
Informasi dari laporan keuangan tersebut dapat dijadikan pihak eksternal
perusahaan untuk menilai kondisi keuangan perusahaan, jika laba yang diperoleh
perusahaan nilainya tinggi dalam jangka waktu yang relatif lama, maka dapat
12
dikatakan bahwa perusahaan dapat menjalankan kegiatan operasinya dengan baik.
Hal ini juga mengindikasikan bahwa dari nilai laba bersih yang diperoleh,
perusahaan dapat melakukan pembagian deviden kepada setiap investornya.
Selain itu, dapat dilihat juga dari nilai arus kas yang diperoleh perusahaan.
Jika arus kas yang diperoleh perusahaan nilainya tinggi dalam jangka waktu yang
relatif lama, maka perusahaan dinilai dapat melakukan pengembalian atas kredit
yang diberikan oleh pihak kreditor. Oleh karena itu, kepercayaan yang diberikan
kepada perusahaan akan semakin kuat dan perusahaan pun akan mendapatkan
kredit dengan mudah dalam setiap kegiatan operasinya.
Sebaliknya, jika nilai laba dan arus kas suatu perusahaan bernilai kecil
dalam jangka waktu yang relatif lama, maka dapat dilihat dari nilai tersebut
bahwa pihak eksternal akan menganggap perusahaan tidak mampu dalam
menjalankan kegiatan operasinya dengan baik. Kondisi tersebut akan
mengakibatkan perusahaan mengalami permasalahan keuangan atau kondisi
financial distress. Hal ini menjadikan pihak eksternal tidak akan mempercayakan
dananya untuk dikelola dalam kegiatan perusahaan tersebut.
Kondisi financial distress tergambar dari ketidak mampuan untuk
membayar kewajiban yang telah jatuh tempo. Laju arus kas dan besarnya laba
sangat berhubungan dengan kondisi financial distress. Didasarkan pada teori
keagenan, diharapkan dapat berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan
kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah
mereka investasikan. Hal ini berkaitan dengan bagaimana para investor yakin
bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka. Sebaliknya, dari
adanya laporan keuangan yang buruk dalam pelaporan laba dan arus kasnya, hal
ini dapat menunjukkan kondisi financial distress. Kondisi tersebut dapat
menciptakan keraguan dari pihak investor dan kreditor untuk memberikan
dananya karena tidak adanya kepastian atas return dana yang telah diberikan.
13
2.1.2 Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan kombinasi dari data keuangan suatu
perusahaan yang menggambarkan kemajuan perusahaan dan dibuat secara
periodik. Ada beberapa pengertian laporan keuangan di antaranya sebagai berikut:
Menurut IAI (2009) dalam Srengga (2016), laporan keuangan merupakan
bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya
meliputi neraca, laporan laba rugi laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat
disajikan dalam berbagi cara seperti misalnya sebagai laporan arus kas atau
laporan arus dana), catatan-catatan dan bagian dari integral dari laporan keuangan.
Menurut Hery (2009), laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi
yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengkomunikasikan data keuangan atau
aktivitas perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Laporan keuangan
merupakan output dan hasil akhir dari proses akuntansi. Laporan keuangan inilah
yang menjadi bahan informasi bagi para pemakainya sebagai salah satu bahan
dalam proses pengaambilan keputusan. Selain itu, laporan keuangan juga sebagai
pertanggung jawaban atau accountability. Sekaligus menggambarkan indikator
kesuksesan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya (Harahap, 2007).
Kasmir (2012), menyatakan bahwa dalam praktiknya laporan keuangan
oleh perusahaan tidak dibuat serampangan, tetapi harus dibuat dan disusun sesuai
dengan aturan atau standar yang berlaku. Hal ini perlu dilakukan agar laporan
keuangan mudah dibaca dan dimengerti. Laporan keuangan yang disajikan
perusahaan sangat penting bagi manajemen dan pemilik perusahaan. Di samping
itu, banyak pihak yang memerlukan dan berkepentingan terhadap laporan
keuangan yang dibuat perusahaan seperti pemerintah, kreditor, investor, maupun
supplier.
Secara umum laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi
keuangan suatu perusahaan, baik pada saat tertentu maupun pada periode tertentu.
Laporan keuangan juga dapat disusun secara mendadak sesuai kebutuhan
perusahaan maupun secara berkala. Jelasnya adalah laporan keuangan mampu
14
memberikan informasi keuangan kepada pihak dalam dan luar perusahaan yang
memiliki kepentingan terhadap perusahaan (Kasmir, 2012).
Menurut Kasmir (2012), beberapa tujuan pembuatan atau penyusunan laporan
keuangan yaitu:
a. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah aktiva (harta) yang
dimiliki perusahaan pada saat ini.
b. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban dan modal
yang dimiliki perusahaan pada saat ini.
c. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah pendapatan yang
diperoleh pada suatu periode tertentu.
d. Memberikan informasi tentang jumlah biaya dan jenis biaya yang
dikeluarkan perusahaan dalam suatu periode tertentu.
e. Memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi
terhadap aktiva, pasiva, dan modal perusahaan.
f. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen perusahaan dalam
suatu periode.
g. Memberikan informasi tentang catatan-catatan atas laporan keuangan.
h. Informasi keuangan lainnya.
Jenis laporan keuangan menurut Kasmir (2012) secara umum ada lima
macam laporan keuangan yang biasa disusun, yaitu:
a. Neraca
Neraca (balance sheet) merupakan laporan yang menunjukkan posisi
keuangan perusahaan pada tanggal tertentu. Arti dari posisi keuangan
dimaksudkan adalah posisi jumlah dan jenis aktiva (harta) dan pasiva
(kewajiban dan ekuitas) suatu perusahaan. Penyusunan komponen di dalam
neraca didasarkan pada tingkat likuiditas dan jatuh tempo. Artinya
15
penyusunan komponen neraca harus didasarkan likuiditasnya atau komponen
yang paling mudah dicairkan.
b. Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi (income statement) merupakan laporan keuangan yang
menggambarkan hasil usaha perusahaan dalam suatu periode tertentu. Dalam
laporan laba rugi ini tergambar jumlah pendapatan dan sumber-sumber
pendapatan yang diperoleh. Kemudian, juga tergambar jumlah biaya dan
jenis-jenis biaya yang dikeluarkan selama periode tertentu. Dari jumlah
pendapatan dan jumlah biaya ini terdapat selisih yang disebut laba atau rugi.
Jika jumlah pendapatan lebih besar dari jumlah biaya, perusahaan dikatakan
laba. Sebaliknya bila jumlah pendapatan lebih kecil dari jumlah biaya,
perusahaan dikatakan rugi.
c. Laporan Perubahan Modal
Laporan perubahan modal merupakan laporan yang berisi jumlah dan
jenis modal yang dimiliki pada saat ini. Kemudian laporan ini juga
menjelaskan perubahan modal dan sebab-sebab terjadinya perubahan modal
di perusahaan. Laporan perubahan modal jarang dibuat bila tidak terjadi
perubahan modal. Artinya laporan ini baru dibuat bila memang ada
perubahan modal.
d. Laporan Arus Kas
Laporan arus kas merupakan laporan yang menunjukkan semua aspek
yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan, baik yang berpengaruh langsung
atau tidak langsung terhadap kas. Laporan arus kas disusun berdasarkan
konsep kas selama periode laporan. Laporan kas terdiri dari arus kas masuk
(cash in) dan arus keluar (cash out) selama periode tertentu.
e. Catatan Atas Laporan Keuangan
Catatan atas laporan keuangan merupakan laporan yang memberikan
informasi apabila ada laporan keuangan yang memerlukan penjelasan
16
tertentu. Artinya terkadang ada komponen atau nilai dalam laporan yang
perludiberi penjelasan terlebih dulu sehingga jelas. Hal ini perlu dilakukan
agar pihak-pihak yang berkepentingan tidak salah dalam menafsirkannya.
2.1.3 Analisis Laporan Keuangan
Laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan agar menjadi lebih berarti
sehingga dapat dimengerti dan dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan,
perlu dilakukan analisis laporan keuangan.
2.1.3.1 Pengertian Analisis Laporan Keuangan
Informasi tentang kelemahan dan kekuatan perusahaan diketahui melalui
analisis laporan keuangan. Sehingga yang menjadi kekuatan perusahaan harus
dipertahankan dan ditingkatkan dan yang menjadi kelemahan perusahaan maka
manejemen dapat memperbaiki atau menutupi kelemahan tersebut (Kasmir,
2014).
Harahap, (2009) mendefinisikan analisis laporan keuangan adalah uraian
pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat
hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara satu
dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun data non-kuantitatif dengan
tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting
dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat.
Jadi, dengan melakukan analisis laporan keuangan perusahaan dapat
mengetahui perkembangan keuangan perusahaan, kekuatan dan kelemahan
perusahaan, dengan mengetahui kelemahan perusahaan maka dapat dilakukan
pencegahan untuk menghindari potensi terjadinya financial distress.
17
2.1.3.2 Tujuan Analisis Laporan Keuangan
Laporan keuangan yang dibuat akan memberikan informasi tambahan
kepada pihak-pihak berkepentingan setelah dilakukan analisis laporan keuangan.
Secara lengkap Harahap (2009) mengemukakan tujuan dan kegunaan analisis
laporan keuangan:
a. Memberikan informasi yang lebih luas, lebih dalam daripada yang
terdapat dari laporan keuangan biasa.
b. Dapat menggali informasi yang tidak tampak secara kasat mata dari suatu
laporan keuangan atau yang berada di balik laporan keuangan.
c. Dapat mengetahui kesalahan yang terkandung dalam laporan keuangan.
d. Dapat membongkar hal-hal yang bersifat tidak konsisten dalam
hubungannya dengan suatu laporan keuangan baik dikaitkan dengan
komponen intern laporan keuangan maupun kaitannya dengan informasi
yang diperoleh dari luar perusahaan.
e. Mengetahui sifat-sifat hubungan yang akhirnya dapat melahirkan model-
model dan teori-teori yag terdapat di lapangan seperti untuk prediksi,
peningkatan (rating).
f. Dapat memberikan informasi yang diinginkan oleh para pengambil
keputusan.
g. Dapat menentukan peringkat (rating) perusahaan menurut criteria tertentu
yang sudah dikenal dalam dunia bisnis.
h. Dapat membandingkan situasi perusahaan dengan perusahaan lain
dengan periode sebelumnya atau dengan standar industry normal atau
standar ideal.
i. Dapat memahami situasi dan kondisi keuangan yang dialami perusahaan,
baik posisi keuangan, hasil usaha, struktur keuangan, dsb.
18
j. Bisa juga memprediksi potensi apa yang mungkin dialami perusahaan di
masa yang akan datang.
Dari sudut lain tujuan analisis laporan keuangan menurut Bernstein
(1983) dalam Rusaly (2016) adalah sebagai berikut :
a. Screening, analisis dilakukan dengan melihat secara analitis laporan
keuangan dengan tujuan untuk memilih kemungkinan investatsi atau
merger.
b. Forcasting, analisis dilakukan untuk meramalkan kondisi keuangan
perusahaan di masa yang akan datang.
c. Diagnosis, analisis dimaksudkan untuk melihat kemungkinan adanya
masalah-masalah yang terjadi baik dalam manajemen, operasi, keuangan
atau masalah lain.
d. Evaluation, analisis dilakukan untuk menilai prestasi manajemen,
operasional, efisiensi, dan lain-lain.
Jadi, dengan melakukan analisis laporan keuangan yang didasari oleh
laporan keuangan perusahaan dapat menghasilkan berbagai informasi yang lebih
luas untuk penggunanya.
2.1.4 Financial Distress
Kondisi keuangan perusahaan menjadi perhatian bagi banyak pihak, tidak
hanya dari pihak internal seperti manajemen perusahaan namun, pihak eksternal
juga seperti investor, kreditor, dan pihak lainnya. Maka manajemen perusahaan
harus menjaga kondisi keuangan agar tidak mengalami kondisi financial distress.
2.1.4.1 Pengertian Financial Distress
Financial distress merupakan suatu kondisi dimana perusahaan sedang
menghadapi masalah kesulitan keuangan, yaitu arus kas operasi perusahaan tidak
19
mampu untuk melunasi kewajiban-kewajiban lancar (hutang dagang atau beban
bunga) dan perusahaan terpaksa harus melakukan tindakkan perbaikkn untuk
menghindari ancaman terjadinya kebangkrutan/likuidasi.
Sebuah perusahaan dianggap mengalami financial distress jika salah satu
kejadian berikut ini terjadi: mengalami laba operasi bersih negatif selama
beberapa tahun atau penghentian pembayaran dividen, restrukturisasi keuangan
atau PHK masal. Kesulitan keuangan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan
perusahaan untuk membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo yang
menyebabkan kebangkrutan perusahaan (Wongsosudono dan Chrissa, 2013 dalam
Permatasari, 2016).
Sedangkan menurut Platt dan Platt (2002) dalam Rusaly (2016) financial
distress didefinisikan sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi
sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Kondisi financial distress
tergambar dari ketidakmampuan perusahaan atau tidak tersedianya suatu dana
untuk membayar kewajibannya yang telah jatuh tempo.
Berdasarkan pada literatur, Gamayumi (2011) dalam Listiana (2013)
mengklasifikasikan beberapa definisi mengenai financial distress, diantaranya
adalah:
a. Economic Failure
Economic failure atau kegagalan dalam arti perekonomian dapat terjadi
pada saat pendapatan perusahaan tidak mampu menutup biaya keseluruhan
termasuk biaya modal. Nilai sekarang dari arus kas sebenarnya lebih kecil
dibandingkan dengan kewajiban, atau laba yang lebih kecil daripada modal
kerja. Terjadinya kegagalan pada perusahaan yang mengalami economic
failure atau economic distress ini adalah jika arus kas yang diharapkan atau
tingkat pendapatan atas biaya historis dan investasi jauh lebih kecil
dibandingkan biaya modal yang dikeluarkan untuk investasi.
b. Business failure
20
Business failure atau kegagalan dalam arti bisnis menggambarkan bahwa
perusahaan mengalami kondisi bisnis yang tidak menguntungkan, dimana
perusahaan terpaksa harus menghentikan kegiatan operasionalnya karena
ketidakmampuannya untuk menghasilkan keuntungan demi menutupi jumlah
pengeluaran.
c. Technical Insolvency
Sebuah perusahaan dapat dikategorikan mengalami kondisi technical
insolvency apabila pada perusahaan tersebut tidak memiliki kemampuan
untuk melunasi seluruh kewajiban jatuh temponya akibat dari kepemilikan
aktiva lancar yang tidak mencukupi.
d. Insolvency in Bankruptcy Sense
Insolvency in bankruptcy sense disini merupakan sebuah keadaan yang
dialami oleh perusahaan, dimana nilai buku dari keseluruhan kewajiban
melebihi nilai pasar dari aktiva perusahaan sehingga ekuitasnya menjadi
negatif.
e. Legal Bankruptcy
merupakan sebuah istilah kegagalan yang seringkali digunakan dalam
perusahaan. Sebuah perusahaan tidak dapat dikatakan bangkrut secara
hukum, kecuali diajukan tuntutan secara resmi dengan Undang - Undang
federal.
Menurut Gitman (1994) dalam Permatasari (2016), salah satu penyebab
terjadinya kondisi kesulitan keuangan adalah keburukan pengelolaan bisnis
(mismanagement) perusahaan tersebut. Namun, dengan bervariasinya kondisi
perusahaan baik kondisi internal maupun eksternal maka terdapat banyak hal lain
juga dapat menyebabkan terjadinya kesulitan keuangan pada suatu perusahaan.
21
2.1.4.2 Indikasi Financial Distress
Indikasi terjadinya Financial distress atau kesulitan keuangan dapat
diketahui dari kinerja keuangan suatu perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan
tercermin dari laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan. Laporan keuangan
merupakan laporan mengenai posisi kemampuan dan kinerja keuangan
perusahaan serta informasi lainnya yang diperlukan oleh pemakai informasi
akuntansi.
Indikator financial distress sebuah perusahaan menurut Teng (2002)
dalam Syaifudin (2012) yaitu:
a. Profitabilitas yang negatif atau menurun
b. Merosotnya nilai pasar
c. Posisi kas yang buruk atau negatif/ketidakmampuan melunasi kewajiban
kewajiban kas
d. Tingginya perputaran karyawan/rendahnya moral
e. Penurunan volume penjualan
f. Ketergantungan terhadap utang
g. Kerugian yang selalu diderita
Indikator financial distress lainnya yaitu:
a. Penurunan deviden yang dibagikan kepada para pemegang saham
b. Ditutup atau dijualnya satu atau lebih unit usaha
c. Terjadinya pemecatan pegawai
d. Pengunduran diri eksekutif puncak
e. Harga saham yang terus menerus turun di pasar modal
22
2.1.4.3 Faktor-Faktor Penyebab Financial Distress
Financial distress dapat terjadi pada semua perusahaan. Oleh karena itu,
setiap perusahaan harus mengetahui apa yang menyebabkan terjadinya kondisi
financial distress. Lizal (2002) dalam Rusaly (2016) menjelaskan ada tiga alasan
utama mengapa perusahaan mengalami financial distress, yaitu:
a. Neoclassical model
Financial distress terjadi jika alokasi sumber daya tidak tepat.
Manajemen kurang bisa mengalokasikan sumber daya (aset) yang ada di
perusahaan untuk kegiatan operasional perusahaan sehingga memungkinkan
mengalami kondisi financial distress.
b. Financial model
Financial distress ditandai dengan adanya struktur keuangan yang salah
menyebabkan batasan likuidasi. Hal ini berarti bahwa meskipun perusahaan
dapat bertahan hidup dalam jangka panjang namun, perusahaan harus
banngkrut dalam jangka pendek.
c. Corporate governance model
Kondisi financial distress dapat terjadi ketika perusahaan memiliki
suusnan aset yang tepat dan struktur keuangan yang baik namun dikelola
dengan buruk.
2.1.4.4 Manfaat Prediksi Financial Distress
Menurut Platt dan Platt (1986) dalam Andhito, (2007) informasi prediksi
financial distress berguna untuk:
a. Mempercepat tindakan manajemen untuk mencegah masalah sebelum
terjadinya kebangkrutan.
b. Mengambil tindakan merger atau take over agar perusahaan lebih mampu
membayar hutang dan mengelola perusahaan dengan baik.
23
c. Memberikan tanda peringatan dini adanya kebangkrutan pada masa yang
akan datang.
Informasi prediksi financial distress bermanfaat bagi pihak-pihak yang
berkepetingan sebagai peringatan dini (Warning System) dari gejala-gejala dan
permasalah yang terjadi sehingga perusahaan maupun pihak-pihak lain yang
berkepentingan dapat melakukan langkah-langkah antisipatif untuk menghadapi
skenario terburuk yang mengancam kelangsungan hidup perusahaan yakni,
kebangkrutan atau likuidasi.
2.1.4.4.1 Informasi Prediksi Financial Distress
Prediksi financial distress menjadi perhatian banyak pihak. Adapun
beberapa pihak yang memerlukan Informasi prediksi financial distress perusahaan
dalam (Almilia dan Kristijadi, 2003) adalah :
a. Pemberi pinjaman atau Kreditor
Dengan mengetahui infromasi tentang kondisi financial distress suatu
perusahaan kreditor dapat mengambil keputusan apakah akan memberikan
pinjaman dan menentukan kebijakan untuk mengawasi pinjaman yang telah
diberikan.
b. Investor
Model prediski financial distress dapat membantu investor ketika
memutuskan untuk berinvestasi pada suatu perusahaan.
c. Pembuat Peraturan atau Badan Regulator
Dengan model financial distress dapat mengetahui kesanggupan
perusahaan membayar utang dan menilai stabilitas perusahaan. Hal ini sesuai
dengan tanggung jawab badan regulator yaitu mengawasi kesanggupan
membayar utang dan menstabilkan perusahaan individu.
d. Pemerintah
24
Melakukan prediksi financial distress penting bagi pemerintah dalam
melakukan antitrust regulation.
e. Auditor
Dalam membuat penilaian going concern perusahaan, auditor
menggunakan alat yang berguna yaitu model prediski financial distress.
f. Manajemen
Manajemen harus melakukan prediksi financial distress dan mengambil
tindakan yang diperlukan untuk mengatasi kesulitan keuangan dan mencegah
kebangkrutan pada perusahaan. Jika perusahaan mengalami kebangkrutan,
maka perusahaan akan menanggung biaya langsung (fee akuntan dan
pengacara) dan biaya tidak langsung (kerugian penjualan).
2.1.4.6 Solusi untuk Perusahaan yang Mengalami Financial Distress
Perusahaan yang mengalami kondsisi financial distress memiliki dampak
buruk yaitu hilangnya kepercayaan investor dan kreditor serta pihak eksternal
lainnya. Oleh karena itu, manajemen harus melakukan tindakan untuk dapat
mengatasi kondisi financial distress dan mencegah terjadinya kebangkrutan.
Pustylnick (2012) dalam Rusaly (2016), ada dua solusi yang bisa
dilakukan jika perusahaan mengalami financial distress, yaitu:
a. Restrukturisasi utang
Menajamen perusahaan bisa melakukan restrukturiasi utang, yaitu
mencoba pelunasan utang diberi perpanjangan waktu dari kreditor sampai
perusahaan mempunyai kas yang cukup untuk melunasi utang tersebut.
b. Perubahan dalam manajemen
Perusahaan melakukan penggantian, yaitu mengganti manajemen dengan
orang yang lebih berkompoten. Dengan begitu, mungkin saja satekholder bisa
kembali memberikan kepercayaan kepada perusahaan.
25
2.1.5 Rasio Keuangan
Laporan keuangan berisi angka-angka yang merupakan hasil dari
aktivitas perusahaan pada suatu periode. Angka-angka tersebut tidak dapat
memberikan makna jika tidak dilakukan analisis laporan keuangan. Dalam
analisis laporan keuangan teknik yang sering digunakan yaitu analisis rasio
keuangan.
2.1.5.1 Pengertian Rasio Keuangan
Rasio keuangan merupakan suatu kegiatan menggunakan angka-angka
dalam laporan keuangan yaitu membagi suatu angka dengan angka lainnya dalam
satu periode atau beberapa periode. Melakukan perbandingan dapat juga melalui
komponen satu dengan komponen lain dalam satu laporan keuangan atau antar
komponen yang ada di antara laporan keuangan. Komponen dalam satu laporan
keuangan seperti membandingkan antara total aktiva lancar dengan kewajiban
lancar atau total aktiva dengan total utang yang berada dalam neraca. Dan
komponen antar laporan keuangan yaitu membandingkan antara penjualan dalam
laba rugi dengan total aktiva yang berada dalam komponen neraca (Kasmir,
2014).
Keown dkk (2011) dalam Rusaly (2016) menyatakan dengan melakukan
analisis rasio keuangan perusahaan dapat mengidentifikasi kelemahan dan
kekuatan yang dimilikinya. Perbandingan dalam analsiis rasio keuangan dapat
berupa perbandingan antar waktu (katakanlah untuk 5 tahun terakhir) dan
mebandingkan antara perusahaan satu dengan perusahaan lainnya yang sejenis.
Analisis rasio keuangan merupakan bentuk penyederhanaan informasi
yang menggambrakan hubungan dari suatu pos dengan pos lain sehingga
mempermudah dalam penialian kinerja perusahaan (Harahap, 2009). Dengan
melakukan analisis rasio keuangan perusahaan dapat mengetahui apakah target
26
yang telah ditentukan sudah dicapai atau belum. Serta sebagai bahan evaluasi
untuk meningkatkan kinerja perusahaan (Rusaly, 2016).
2.1.5.2 Bentuk-Bentuk Rasio Keuangan
Mengukur kinerja keuangan perusahaan dapat menggunakan rasio-rasio
keuangan. Setiap rasio keuangan memiliki tujuan, kegunaan, dan arti tertentu.
Berikut bentuk-bentuk rasio keuangan (Rusaly, 2016):
A. Rasio Likuiditas
Menurut Fed Weston dalam Kasmir (2014) menyebutkan adanya rasio
likuiditas maka perusahaan dapat melihat apakah mampu memenuhi
kewajiban jangka pendek, sehingga bila ditagih perusahaan mampu
membayar utang terutama utang jatuh tempo. Kewajiban jangka pendek
perusahaan berupa gaji karyawan, gaji teknisi, gaji lembur, tagihan telepon,
dsb (Fahmi, 2013).
Rasio likuiditas atau biasa disebut rasio modal kerja digunakan untuk
mengetahui seberapa likuid perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya. Dari perhitungan rasio likuiditas menghasilkan penilaian yaitu
apabila perusahaan mampu memenuhi kewajibannya, maka perusahaan dapat
dikatakan likuid dan perusahaan yang tidak mampu memenuhi kewajibannya,
perusahaan dapat dikatakan illikuid (Kasmir, 2014). Rasio likuditas ini terdiri
dari berbagai macam rasio seperti yang disebutkan Sunyoto (2013) dalam
Rusaly (2016) antaralain sebagai berikut :
a. Current ratio, rasio ini diukur dengan cara membandingkan antara aktiva
lancar dengan utang lancar atau utang jangka pendek.
b. Quick ratio, rasio ini diukur dengan cara membandingkan antara kas
dikurang persediaan dengan utang lancar atau utang jangka pendek.
c. Cash ratio, rasio ini diukur dengan cara membandingkan kas dan surat-
surat berharga dengan utang lancar.
27
d. Receivable turnover, rasio ini diukur dengan cara membandingkan
penjualan bersih kredit dengan rata-rata piutang.
e. Inventory turnover, rasio ini diukur dengan cara membandingakn antara
penjualan bersih dengan rata-rata persediaan.
B. Rasio Profitabilitas
Setiap perusahaan memiliki tujuan unuk memperoleh keuntungan yang
maksimal. Sehingga manajemen perusahaan dalam praktinya harus mencapai
target yang telah ditetapkan. Untuk mengukur seberapa besar keuntungan
perusahaan digunakan rasio profitabilitas atau rasio rentabilitas.
Menggambarkan kemamapuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan
menggunakan semua sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas modal,
jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya dapat diukur menggunakan
rasio profitabilitas (Harahap, 2009 dalam Rusaly, 2016).
Berikut beberapa rasio yang termasuk rasio profitabilitas (Harahap, 2009
dalam Rusaly 2016):
a. Margin laba, rasio ini diukur dengan cara membandingkan pendapatan
bersih dengan penjualan.
b. Aset turn over, rasio ini diukur dengan cara membandingkan penjualan
bersih dengan total aktiva.
c. Return on Investment, rasio ini diukur dengan cara membandingkan laba
bersih dengan rata-rata modal.
d. Return on total asset, rasio ini diukur dengan cara membandingkan laba
bersih dengan total aset.
e. Basic Earning Power, rasio ini diukur dengan cara membandingkan laba
sebelum bunga dan pajak dengan total aktiva.
28
f. Earning per share, rasio ini diukur dengan cara membandingkan laba
bagian saham bersangkutan dengan jumlah saham.
C. Rasio Leverage
Dalam menjalankan perusahaan pasti memerlukan dana untuk memenuhi
kebutuhan perusahaan. Dengan adanya dana perusahaan dapat membayar
kewajiban jangka pendek atau jangka panjang serta perusahaan dapat
melakukan ekspansi. Sumber dana perusahaan pada umumnya diperoleh dari
modal sendiri dan pinjaman (bank atau lembaga keuangan lainnya).
Sebelum memutuskan sumber dana apa yang digunakan, harus digunakan
beberapa perhitungan yang matang. Perhitungan ini biasa disebut dengan
rasio leverage. Rasio ini dapat menggambarkan sejauh mana aset perusahaan
dibiayai dengan utang (Kasmir, 2014). Jadi, perusahaan harus memperhatikan
berapa hutang yang layak diambil dan darimana sumber-sumber yang dapat
dipakai untuk membayar hutang.
Fahmi (2013) dalam Rusaly (2016) menjelaskan ada beberapa jenis yang
termasuk dalam rasio leverage yaitu sebagai berikut:
a. Debt to total assets atau debt ratio
Rasio ini diukur dengan cara membandingkan total hutang dengan total
aset.
b. Debt to equity ratio
Rasio ini diukur dengan cara membandingkan total hutang dengan total
modal sendiri.
c. Times interest earned ratio
Rasio ini diukur dengan cara membandingkan laba sebelum bunga dan
pajak dengan beban bunga.
d. Long-term debt to total capitalization
29
Rasio ini diukur dengan cara membandingkan hutang jangka panjang
dengan hutang jangka panjang ditambah ekuitas pemegang saham.
e. Fixed Charge Coverage
Rasio ini diukur dengan cara membandingkan laba usaha ditambah beban
bunga dengan beban bunga ditambah beban sewa.
f. Cash flow adequency
Rasio ini diukur dengan cara membandingkan arus kas dari aktivitas
operasi dengan pengeluaran modal ditambah pelunasan utang ditambah
bayar deviden.
D. Rasio Aktivitas
Untuk mengukur tingkat efisiensi pemanfaatan sumber daya perusahaan
seperti penjualan, persediaan, penagihan piutang, dan sebagainya serta dapat
menilai kemampuan perusahaan dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari,
dibutuhkan perhitungan yang biasa dikenal dengan nama rasio aktivitas
(Kasmir, 2014).
Jenis-jenis rasio aktivitas menurut Harahap (2009) dalam Rusaly (2016)
adalah sebagai berikut:
a. Perputaran persediaan
rasio ini diukur dengan cara membandingkan harga pokok penjualan
dengan rata-rata persediaan barang.
b. Perputaran piutang
Rasio ini diukur dengan cara membandingkan penjualan kredit bersih
dengan rata-rata piutang.
c. Perputaran aktiva tetap
30
Rasio ini diukur dengan cara membandingkan penjualan dengan ativa
tetap bersih.
d. Perputaran total aset
Rasio ini diukur dengan cara membandingkan penjualan dengan total
asset
e. Periode penagihan piutang
Rasio ini diukur dengan cara membandingkan piutang rata-rata dengan
penjualan per hari.
E. Rasio Pertumbuhan
Rasio pertumbuhan dapat menggambarkan seberapa besar kemampuan
perusahaan dalam mempertahankan posisinya dalam perkembangan ekonomi
(Fahmi, 2013). Selain itu dengan rasio pertumbuhan perusahaan dapat
melihat presentasi pertumbuhan pos-pos dari tahun ke tahun (Harahap, 2009).
Dalam rasio pertumbuhan yang dianalisis menurut Kasmir (2014) dalam
Rusaly (2016) adalah sebagai berikut:
a. Pertumbuhan penjualan
Rasio ini diukur dengan cara membandingkan penjualan tahun ini
dikurangkan penjualan tahun lalu dengan penjualan tahun lalu.
b. Pertumbuhan laba bersih
Rasio ini diukur dengan cara membandingkan laba bersih tahun ini
dikurangkan laba bersih tahun lalu dengan laba bersih tahun lalu.
c. Pendapatan per saham
Rasio ini diukur dengan cara membandingkan pendapatan per saham
tahun ini dikurangkan dengan pendapatan per saham tahun lalu dengan
pendapatan per saham tahun lalu.
31
d. Deviden per saham
Rasio ini diukur dengan cara membandingkan deviden per saham tahun
ini dikurangkan deviden per saham tahun lalu dengan deviden per saham
tahun lalu.
2.1.6 Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan menggambarkan seberapa besar jumlah aset yang
dimiliki perusahaan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari total aset perusahaan.
Semakin besar ukuran perusahaan, tentunya akan semakin banyak jumlah aset
yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Perusahaan akan lebih stabil keadaannya,
dalam artian lebih kuat dalam menghadapi ancaman financial distress jika
perusahaan tersebut memiliki jumlah aset yang besar (Hidayat, 2014).
Menurut Hidayat (2014), ukuran perusahaan merupakan skala yang
menunjukkan besar kecilnya suatu perusahaan atau banyak sedikitnya aset yang
dimiliki perusahaan, dimana dapat diukur dengan berbagai cara, antara lain total
aset, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain. Namun pada dasarnya ukuran
perusahaan hanya terbagi dalam tiga kategori, yaitu perusahaan besar (large firm),
perusahaan menengah (medium size), dan perusahaan kecil (small firm).
Putri dan Merkusiwati (2014) menyatakan bahwa perusahaan yang
memiliki total aset yang besar akan mudah melakukan diversifikasi dan cenderung
lebih kecil mengalami kebangkrutan. Semakin besar total aset yang dimiliki
perusahaan diharapkan perusahaan semakin mampu dalam melunasi kewajiban di
masa depan sehingga perusahaan dapat menghindari permasalahan keuangan
(Fachrudin, 2011). Perusahaan dengan pertumbuhan yang positif memberikan
suatu tanda bahwa ukuran perusahaan tersebut semakin berkembang dan
mengurangi kecenderungan ke arah kebangkrutan (Januarti, 2009 dalam
Permatasari, 2016).
32
2.2 Tinjuan Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang menguji tentang efektivitas
rasio keuangan dan ukuran perusahaan yang mempengaruhi financial distress di
suatu perusahaan, antara lain adalah sebagai berikut:
Daftar Tabel II.1
Penelitian Terdahulu
NO PENELITI JUDUL VARIABEL HASIL
1 Srengga,
(2012)
Analisis Rasio
Keuangan untuk
Memprediksi
Kondisi
Financial
Distress
Perusahaan
Manufaktur yang
Terdaftar
Dibursa Efek.
Independen:
- Likuiditas
- Profitabilitas
-Financial Leverage
- Arus kas operasi
Dependen:
- financial distress.
1. Likuiditas,
Financial
leverage tidak
memiliki
pengaruh
signifikan
terhadap
kondisi
financial
distress
2. Profitabilitas
berpengaruh
signifikan
terhadap
kondisi
financial
distress
3. Arus kas dari
aktivitas
operasi
berpengaruh
signifikan
terhadap
kondisi
financial
distress
2 Hidayat
dan
Meiranto
(2014)
Prediksi
Financial
Distress
Perusahaan
Manufaktur di
Indonesia (Studi
Empiris pada
Independen:
- Leverage
- Rasio likuiditas
- Rasio aktivitas
- Rasio profitabilitas
1. Rasio
leverage,
Rasio
likuiditas,
Rasio
aktivitas
menunjukkan
33
Perusahaan
Manufaktur yang
Terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia
Periode (2007-
2012 )
Dependen:
- Financial distress
pengaruh
signifikan
dalam
memprediksi
financial
distress.
2. Rasio
profitabilitas,
ukuran
perusahaan
menunjukkan
pengaruh
tidak
signifikan
terhadap
financial
distress.
3 Purnomo
dan
Hastuti,
(2014)
Analisis Hasil
Aplikasi Sistem
Informasi
Akuntansi
Sebagai Alat
Prediksi
Financial
Distress
Perusahaan
Independen:
- Rasio Profitabilitas
- Rasio Likuiditas
- Rasio Leverage
Dependen:
- Financial Distress.
1. Rasio
Profitabilitas
berpengaruh
terhadap
financial
distress
2. Rasio
likuiditas, dan
rasio leverage
tidak
berpengaruh
terhadap
financial
distress
4 Gobenvy
(2014),
Pengaruh
Profitabilitas,
Financial
Leverage dan
Ukuran
Perusahaan
terhadap
Financial
Distress Pada
Perusahaan
Manufaktur
Yang Terdaftar
Di Bursa Efek
Independen:
- Profitabilitas
- Financial Leverage
-Ukuran Perusahaan
Dependen:
- Financial Distress.
1. Profitabilitas,
Financial
leverage
berpengaruh
signifikan
dalam
memprediksi
kondisi
financial
distress.
2. Ukuran
perusahaan
tidak memiliki
34
IndonesiaTahun
2009-2011
pengaruh
terhadap
financial
distress
5 Utami
(2015),
Pengaruh
Aktivitas,
Leverage, dan
Pertumbuhan
Perusahaan
Dalam
Memprediksi
Financial
Distress
Independen:
- Aktivitas
- Leverage
-Pertumbuhan
perusahaan
Dependen:
- Financial distress
1. Aktivitas
tidak
berpengaruh
terhadap
prediksi
financial
distress.
2. Leverage dan
pertumbuhan
perusahaan
berpengaruh
terhadap
prediksi
financial
distress.
6 Hastuti
dan
Purwanto
(2015)
Analisis Rasio
Keuangan
Sebagai Alat
Prediksi
Financial
Distress Bagi
Perusahaan
Manufaktur di
Bursa Efek
Indonesia Tahun
2009-2012
Independen:
- Rasio Likuiditas
- Rasio Leverage
- Rasio Aktivitas
-Ukuran perusahaan
Dependen:
- Financial distress
1. Rasio
Likuiditas,
rasio
Leverage,
rasio aktivitas
berpengaruh
terhadap
financial
distress.
2. Ukuran
perusahaan
berpengaruh
terhadap
financial
distress
7 Rahmi,
(2015)
Pengaruh
Profitabilitas,
Financial
Leverage, Sales
Growth dan
Aktivitas
Terhadap
Financial
Distress (Studi
Independen:
- Profitabilitas
-Financial Leverage
- Sales Growth
- Aktivitas
Dependen:
1. Profitabilitas,
berpengaruh
signifikan
terhadap
kondisi
financial
distress.
2. Financial
Leverage,
35
Empiris pada
Perusahaan
Manufaktur yang
Terdaftar di BEI
Tahun 2009-
2012)
- Financial distress
Sales Growth,
Aktivitas
tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
kondisi
financial
distress.
8 Permatasa
ri, (2016)
Pengaruh Rasio
Keuangan dan
Ukuran
Perusahaan
Terhadap
Financial
Distress (Studi
Pada Perusahaan
Pertambangan
Yang Terdaftar
Di Bursa Efek
Indonesia Tahun
2011-2014)
Independen:
- Rasio likuiditas
- Rasio leverage
- Rasio Profitabilitas
- Rasio aktivitas
-Ukuran perusahaan
Dependen:
- Financial distress
1. Rasio
likuiditas,
Rasio
leverage
berpengaruh
signifikan
terhadap
financial
distress
2. Rasio
Profitabilitas,
Rasio
aktivitas
berpengaruh
signifikan
terhadap
financial
distress
3. Ukuran
perusahaan
berpengaruh
signifikan
terhadap
financial
distress
36
9 Rusaly,
(2016)
Pengaruh
Likuiditas dan
Profitabilitas
terhadap
Financial
Distress pada
Perusahaan
Transportasi
yang Terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia (BEI)
Tahun 2010-
2014
Independen:
- Rasio likuiditas
- Rasio Profitabilitas
Dependen:
- Financial distress
1. Rasio
likuiditas
berpengaruh
signifikan
terhadap
financial
distress
2. Rasio
Profitabilitas
berpengaruh
signifikan
terhadap
financial
distress
2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana
hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam
suatu masalah tertentu. Kerangka konseptual akan menghubungkan secara teoritis
antara variabel-variabel penelitian yaitu variabel bebas dengan variabel terikat.
Berdasarkan uraian dari tinjauan pustaka dan review penelitian terdahulu,
maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah rasio likuiditas, rasio
profitabilitas, rasio leverage, rasio aktivitas dan ukuran perusahaan terhadap
variabel dependen financial distress. Adapun kerangka pemikiran yang
menggambarkan hubungan tersebut adalah sebagai berikut :
37
Gambar II.1
Kerangka Konseptual
Variabel Independen Variabel Dependen
Keterangan :
: Pengaruh secara parsial
2.4 Pengembangan Hipotesis
2.4.1 Pengaruh rasio likuiditas terhadap prediksi Financial distress
Rasio likuiditas adalah rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur
likuiditas perusahaan. Likuiditas perusahaan menunjukkan kemampuan
perusahaan mendanai operasional perusahaan dalam memenuhi kewajiban (utang)
jangka pendek (Sawir, 2005). Likuiditas perusahaan diasumsikan dalam penelitian
ini mampu menjadi alat prediksi kondisi financial distress suatu perusahaan dan
diukur dengan current ratio, yaitu aktiva lancar dibagi hutang lancar (CA/CL).
Current ratio mengukur kemampuan perusahaan memenuhi hutang jangka
pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya. Semakin besar rasio likuiditas
maka semakin kecil kemungkinan perusahaan mengalami financial distress.
Hidayat dan Meiranto, (2014) menganalisis rasio keuangan untuk
memprediksi financial distress. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa likuiditas
Rasio Likuiditas
Rasio Profitabilitas
Rasio Leverage
Rasio Aktivitas
Ukuran Perusahaan
Financial Distress
38
yaitu aktiva lancar dibagi dengan hutang lancar (CA/CL), memiliki pengaruh
signifikan terhadap kondisi financial distress perusahaan, hasil penelitian tersebut
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hastuti dan Purwanto (2015) dan
Rusaly (2016), bahwa rasio likuiditas berpengaruh signifikan terhadap kondisi
financial distress perusahaan.
Hipotesis pertama yang dikembangkan berdasarkan uraian di atas adalah sebagai
berikut:
H1 : Likuiditas berpengaruh signifikan terhadap prediksi financial distress
perusahaan.
2.4.2 Pengaruh rasio profitabilitas terhadap prediksi Financial distress
Profitabilitas merupakan hasil akhir bersih dari berbagai kebijakan dan
keputusan, dimana rasio ini digunakan sebagai alat pengukur atas
kemampuanperusahaan untuk memperoleh keuntungan dari setiap rupiah
penjualan yang dihasilkan. Profitabilitas adalah tingkat keberhasilan atau
kegagalan perusahaan selama jangka waktu tertentu (Atmini, 2005).
Perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi berarti memiliki laba yang
besar, hal ini berarti perusahaan tersebut semakin kecil kemungkinan untuk
mengalami financial distress. Penelitian yang dilakukan oleh Hastuti dan
Purwanto (2015), menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh signifikan
terhadap kondisi financial distress perusahaan. Permatasari (2016) dan Rusaly
(2016), menunjukkan profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap kondisi
financial distress dan rasio yang paling dominan dalam memprediksi kondisi
financial distress adalah rasio profitabilitas.
Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis kedua dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
H2 : Rasio profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap prediksi financial
distress
39
2.4.3 Pengaruh Rasio Leverage terhadap Prediksi Financial Distress
Rasio leverage menunjukkan kemampuan perusahaan dalam melunasi
kewajiban-kewajibannya (baik itu jangka pendek maupun jangka panjang). Rasio
leverage menekankan pada seberapa besar proporsi hutang yang digunakan dalam
pendanaan aset perusahaan. Di samping itu, dalam teori keagenan kelangsungan
hidup perusahaan berada di tangan agen. Apakah agen memutuskan untuk
melakukan pendanaan dari pihak ketiga atau tidak. Namun jika proporsi hutang
yang dimiliki perusahaan terlalu besar, maka perlu dipertanyakan apakah terjadi
kesalahan pengambilan keputusan oleh agen dalam mengelola perusahaan atau
agen memang sengaja bertindak sesuatu yang hanya mementingkan dirinya
sendiri. Oleh karena itu keputusan agen mengenai pendanaan aset perusahaan
sangatlah penting, karena jika agen terlalu banyak menggunakan dana pihak
ketiga sebagai pendanaannya, maka akan timbul kewajiban yang lebih besar di
masa mendatang, dan hal itu akan mengakibatkan perusahaan akan rentan
terhadap kesulitan keuangan atau financial distress (Hidayat, 2014). Semakin
besar leverage maka semakin besar probabilitas perusahaan mengalami financial
distress.
Pada penelitian Hastuti dan Purwanto (2015), menunjukkan bahwa rasio
leverage berpengaruh signifikan terhadap financial distress. Selain itu terdapat
penelitian dari Gobenvy (2014) dan Permatasari (2016) yang juga menggunakan
rasio leverage dan memiliki hasil yang berpengaruh signifikan terhadap financial
distress.
Berdasarkan argumen di atas, hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai
berikut :
H3 : Rasio leverage berpengaruh signifikan terhadap prediksi financial
distress.
40
2.4.4 Pengaruh Rasio Aktivitas terhadap prediksi Financial Distress
Menurut Kasmir (2012), aktivitas adalah rasio yang digunakan untuk
mengukur efektivitas perusahaan dalam menggunakan aset yang dimilikinya.
Dapat pula dikatakan bahwa aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur tingkat efisiensi (efektivitas) pemanfaatan sumber daya perusahaan.
Selanjutnya Ress (1995) dalam Permatasari (2016) juga menyatakan bahwa
aktivitas adalah rasio yang mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan
sumber daya yang dimiliki atau sejauhmana efektifitas penggunaan aset, dengan
melihat tingkat aktivitas aset, seperti rasio periode pengumpulan piutang, rasio
tingkat perputaran piutang, rasio tingkat perputaran persediaan, rasio tingkat
perputaran aktiva tetap, dan rasio tingkat perputaran total aktiva.
Pada penelitian Hastuti dan Purwanto (2015), menunjukkan rasio aktivitas
berpengaruh signifikan terhadap prediksi financial distress, penelitian tersebut
konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Permatasari (2016) bahwa rasio
aktivitas berpengaruh signifikan terhadap prediksi financial distress. Berdasarkan
hasi penelitian tersebut maka peneliti mengambil hipotesis sebagai berikut :
H4 : Rasio aktivitas berpengaruh signifikan terhadap prediksi financial
distress.
2.4.5 Pengaruh ukuran Perusahaan terhadap prediksi Financial Distress
Perusahaan dengan pertumbuhan yang positif memberikan suatu tanda
bahwa ukuran perusahaan tersebut semakin berkembang dan mengurangi
kecenderungan ke arah kebangkrutan. Untuk mempunyai pertumbuhan positif,
perusahaan seharusnya mempunyai akses pasar. Perusahaan besar akan lebih
mampu untuk menyelesaikan masalah keuangan yang dihadapi dan
mempertahankan kelangsungan usahanya.
Ukuran perusahaan adalah skala yang menunjukkan besar kecilnya
perusahaan yang dapat diukur dengan berbagai cara, antara lain : total aset, log
41
size, nilai pasar saham, dan lain-lain. Namun, pada dasarnya ukuran perusahaan
hanya terbagi dalam 3 kategori yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan
menengah (medium-size), perusahaan kecil (small firm) (Fitdini, 2009).
Hastuti dan Purwanto (2015), menunjukkan bahwa ukuran perusahaan
berpengaruh positif dalam memprediksi financial distress, penelitian tersebut
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Permatasari (2016) bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh signifikan dalam memprediksi financial distress , dari
penelitan tersebut maka penulis mengambil hipotesis sebagai berikut :
H5 : Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap prediksi
financial distress.