BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1...
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Cooperative Learning
Cooperative mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan
bersama (Hamid Hasan, 1996). Sehubungan dengan pengertian tersebut, Slavin
(1984) mengatakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran
dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif
yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang
heterogen (berbeda-beda). Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan belajar dari
kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara
individu maupun kelompok (Etin Sholihatin, 2009:4).
Holubec dalam Nurhadi dkk. (2004:60) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan pendekatan pembelajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa yang bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar guna mencapai tujuan bersama. Tiap kelompok terdiri dari 4-5 anggota yang heterogen berdasarkan kemampuan akademik, jenis kelamin dan ras.(Imam Gunawan, http//metode-kooperatif-model-think-pair.html)
Pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu
sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam
struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau
lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap
anggota kelompok itu sendiri. Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai
suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota
kelompok ( Etin Solihatin, 2009:4)
Jadi model pembelajaran kooperatif adalah suatu kegiatan pembelajaran yang
didesain secara kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang terdiri dari dua orang
atau lebih atau bahkan anggotanya juga bisa 4-6 orang dengan struktur kelompok
7
kecil (heterogen) dimana keberhasilan dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap
anggota kelompok itu sendiri dengan dipimpin atau diarahkan oleh guru.
Berdasarkan pendapat di atas, belajar dengan model cooperative learning
dapat diterapkan sebagi motivasi siswa agar berani dalam mengungkapkan
pendapatnya, mengumpulkan pendapat dari masing-masing anggota kelompok dan
dapat menghargai pendapat yang dikemukakan teman yang lainnya. Oleh sebab itu
pembelajaran cooperative learning baik digunakan dalam pembelajaran karena
pembelajaran cooperative learning ini merupakan suatu pembelajaran dengan kerja
kelompok dan anggota kelompok dapat saling membantu memecahkan masalah yang
diberikan oleh guru.
2.1.2 Karakteristik Cooperative Learning
Pada hakekatnya cooperative learning sama dengan kerja kelompok, oleh
sebab itu banyak guru yang mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam
cooperative learning, karena mereka menganggap telah terbiasa menggunakannya.
Walaupun cooperative learning terjadi dalam bentuk kelompok, tetapi tidak setiap
kerja kelompok dikatakan cooperative learning. Hal ini akan diperjelas lagi dalam
lima unsur dasar yang dapat membedakan cooperative learning dengan kerja
kelompok.
Bannet (1995) dalam bukunya Isjoni (2011:41-43) menyatakan ada lima
unsur dasar yang dapat membedakan cooperative learning dengan kerja kelompok,
yaitu:
1. Positive Interdepedence
Merupakan hubungan timbal balik yang didasari adanya kepentingan yang sama
atau perasaan diantara anggota kelompok dimana keberhasilan seseorang
merupakan keberhasilan yang lain pula atau sebaliknya. Untuk menciptakan
suasana tersebut guru perlu merancang struktur dan tugas-tugas kelompok yang
memungkinkan setiap siswa untuk belajar, mengevaluasi dirinya dan teman
kelompoknya dalam penguasaan dan kemampuan memahai bahan pelajaran.
8
Kondisi seperti ini memungkinkan setiap siswa merasa adanya ketergantungan
sacara positif pada anggota kelompok lain, dalam mempelajari dan
menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya, yang endorong
setiap anggota kelompok untuk bekerja sama.
2. Interaction Face to face
Merupakan interaksi yang langsung terjadi antara siswa tanpa adanya perantara.
Tidak adanya penonjolan kekuatan individu, yang ada hanya pola interaksi dan
perubahan yang bersifat verbal diantara siswa yang ditingkatkan oleh adanya
hubungan timbal balik yang bersifat positif sehingga dapat mempengaruhi hasil
pendidikan dan pengajaran.
3. Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota
kelompok.
Dengan adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam
anggota kelompok siswa termotivasi untuk membantu temannya, karena tujuan
dalam cooperative learning adalam menjadikan setiap anggota kelompoknya
menjadi lebih kuat pribadinya.
4. Membutuhkan keluwesan
Yaitu menciptakan hubungan antar pribadi, mengembangkan kemampuan
kelompok dan memelihara hubungan kerja yang efektif.
5. Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah (proses
kelompok).
Yaitu tujuan terpenting yang diharapkan dapat dicapai dalam cooperative
learning adalah siswa belajar keterampilan bekerja sama dan berhubungan ini
adalah keterampilan yang penting dan sangat diperlukan di masyarakat. Para
siswa mengetahui tingkat keberhasilan dan efektifitas kerjasama yang telah
dilakukan.
9
2.1.3 Tujuan Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-
tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al
(Isjoni, 2011: 27) yaitu:
1. Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga
memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya.
Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa
memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan
bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai
siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan
hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil
belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa
kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan
tugas-tugas akademik.
2. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas
dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial,
kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi
peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja
dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur
penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
3. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada
siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan
sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih
kurang dalam keterampilan sosial.
10
2.1.4 Think-Pair-Share (Berpikir-Berpasangan-Berbagi)
Teknik Think Pair Share dikembangkan oleh Frank Lyman dan rekan-
rekannya dari Universitas Maryland. Teknik ini memberi siswa kesempatan bekerja
sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan dari teknik ini adalah
optimalisasi partisipasi siswa, yaitu memberi kesempatan delapan kali dan lebih
banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka
kepada orang lain (Isjoni, 2011:78).
Agus Suprijono (2009:91) mengemukakan langkah-langkah think-pair-share
adalah sebagai berikut:
1. Tahap pertama : Think (berpikir)
Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait dengan pelajaran untuk
dipikirkan oleh peserta didik. Guru memberikan kesempatan untuk memikirkan
jawabannya.
2. Tahap kedua : Pairing (berpasangan)
Guru meminta peserta didik berpasang-pasang. Beri kesempatan kepada
pasangan-pasangan untuk berdiskusi. Diharapkan diskusi ini dapat
memperdalam makna dari jawaban yang telah dipikirkannya melalui
intersubjektif dengan pasangannya.
3. Tahap ketiga : Sharing (berbagi)
Pada tahap ini, hasil diskusi intersubjektif di tiap-tiap pasangan hasilnya
dibicarakan dengan pasangan seluruh kelas. Dalam kegiatan ini diharapkan
terjadi tanya jawab yang mendorong pada pengonstruksian pengetahuan secara
integratif. Peserta didik dapat menemukan struktur dari pengetahuan yang
dipelajari.
Metode TPS (Think Pair Share ) ini siswa dilatih bernalar dan dapat berpikir
kritis untuk memecahkan masalah yang diberikan oleh guru. Guru juga memberikan
kesempatan siswa untuk menjawab dengan asumsi pemikirannya sendiri, kemudian
berpasangan untuk mendiskusikan hasil jawabannya kepada teman sekelas untuk
11
dapat didiskusikan dan dicari pemecahannya bersama-sama sehingga terbentuk suatu
konsep.
Suatu metode itu mempunyai kelebihan dan kelemahannya, karena suatu
metode tidak ada yang sempurna, adapun kelebihan dan kelemahan dari metode think
piar share ini antara lain dalam bukunya Anita lie (2002:45), adalah sebagai berikut.
Kelebihan model cooperative learning tipe TPS
1. Meningkatkan partisipasi siswa. Siswa saling bekerja sama antara satu dengan
yang lainnya dalam pasangan.
2. Cocok untuk tugas sederhana.
3. Lebih banyak kesempatan untuk kontribusi masing-masing anggota kelompok.
4. Interaksi lebih mudah.
5. Membentuk kelompoknya lebih mudah dan lebih cepat. Karena siswa dapat
berpasangan dengan teman sebangku.
Kelemahan model cooperative learning tipe TPS
1. Lebih sedikit ide yang masuk. Alasannya karena anggota kelompok hanya
terdiri dari dua siswa saja.
2. Jika ada perselisihan, tidak ada penengah dari siswa dalam kelompok yang
bersangkutan. Hal ini bisa terjadi karena anggota kelompok hanya terdiri dari
dua siswa.
3. Banyak kelompok yang melapor dan dimonitor.
Berdasarkan uaraian di atas, think pair share itu adalah tipe pembelajaran
kooperatif dengan berpikir secara mandiri, berpasangan dengan teman satu bangku
untuk berpikir bersama, dan berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah
dipikirkan bersama dengan pasangan.
2.1.5 Belajar
2.1.5.1 Pengertian Belajar
Slameto menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
12
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya
dengan lingkungannya (Djamarah, 2011:13). Jadi dari pengertian ini pengalaman
suatu individu dapat berpengaruh dalam perubahan tingkah laku.
Cronbach dalam bukunya Agus Suprijono (2009:2) menyatakan bahwa
learning is shown by change in behavior as a result of experience. Maksudnya
bahwa belajar adalah suatu perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Dapat
diartikan perubahan dari perilaku seseorang merupakan hasil pengalaman yang telah
dialami oleh diri individu tersebut.
R. Gagne seperti yang di kutip oleh ( Slameto, 2010: 13) dalam bukunya
Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya, memberikan dua definisi belajar,
yaitu:
1. Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan,
keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.
2. Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari
instruksi.
Howard L. Kingskey mengatakan bahwa learning is the process by which
behavior ( in the broader sense) is originated or changed through practice or
training. Maksudnya bahwa belajar adalah proses tingkah laku (dalam arti luas) yang
ditimbulkan atau diubah melalui praktik atau latihan ( Djamarah 2011:13).
Teori-teori belajar yang dikemukakan di atas, dapat dirangkum bahwa belajar
merupakan suatu proses perubahan tingkah laku individu yang diperoleh dari
instruksi, pengalaman dan latihan yang ditampakkkan dalam bentuk kualitas dan
kuantitas tingkah laku seperti sikap, kebiasaan, pemahaman, ketrampilan dan lain-
lain.
2.1.5.2 Hasil Belajar
Dimyati dan Mudjiono (2009:17) mengemukakan, hasil belajar merupakan
hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi
siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila
13
dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut
terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi
guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.
Berdasarkan teori Taksonomi Bloom dalam bukunya Dimyati dan Mudjiono
(2009:201) dikemukakan bahwa ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil belajar
siswa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 3, yakni: ranah kognitif, ranah
afektif, dan ranah psikomotor.
1. Ranah Kognitif
Bloom dalam Dimyati dan Mudjiyono (2009:202) mengemukakan adanya
6 aspek kelas/tingkatan yaitu
a. Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari
dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta,
peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip, atau metode.
b. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal
yang dipelajari.
c. Penerapan
d. Analisis (menguraikan, menentukan hubungan),
e. Sintesis (mengorganisasikan, merencanakan membentuk bangunan baru)
f. Penilaian
2. Ranah afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang
kemampuan yaitu
a. Sikap menerima (penerimaan),
b. Menjawab atau reaksi (partisipasi),
c. Penilaian dan penentuan sikap,
d. Organisasi
e. Pembentukan pola hidup.
Penilaian ranah afektif pada penelitian ini menggunakan motivasi belajar
siswa. Dengan mengetahui tingkat motivasi belajar siswa akan lebih mudah
14
menilai hasil belajar siswa pada ranah afektif. Karena siswa yang motivasi
belajarnya baik, maka hasil belajar pada ranah kognitif dan ranah psikomotor
juga akan lebih baik.
1) Motivasi Belajar
Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada
peserta didik yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan perilaku.
Motivasi belajar adalah proses yang memberi semangat belajar, arah dan
kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang
penuh energi, terarah dan bertahan lama (Agus Suprijono, 2009:163).
Motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai
dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Motivasi
memiliki komponen dalam dan komponen luar. Ada kaitan yang erat antara
motivasi dan kebutuhan, serta drive dengan tujuan dan insentif ( Zainal Aqib,
2010:50)
Pengertian motivasi diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar
adalah suatu proses perubahan energi yang memberikan semangat, arah dan
kegigihan perilaku untuk mencapai tujuan.
2) Aspek-aspek Motivasi Belajar
Mc Clleland dalam Henry Widya Arfiandi (2011:13) mengemukakan 6
(enam) aspek motivasi belajar pada individu :
a) Tanggung jawab pribadi terhadap tugas, yaitu individu yang mempunyai
motivasi belajar yang tinggi kan selalu bertanggung jawab terhadap
pekerjaannya dan selalu menerima tugas dengan senang hati.
b) Umpan balik atau perbuatan (tugas) yang dilakukannya, yaitu individu akan
selalu mengharapkan hasil atau feedback dari setiap pekerjaan yang
dilakukannya.
c) Tugas yang bersifat moderat yang tingkat kesulitannya tidak terlalu sulit
tetapi juga tidak terlalu mudah, yang penting adanya tantangan dalam tugas,
serta dimungkinkan diraih dengan hasil yang memuaskan, yaitu individu
15
akan tertarik dengan tugas yang menantang serta memberikan hasil yang
maksimal.
d) Tekun dan ulet dalam bekerja, yaitu individu yang mempunyai motivasi
belajar tinggi akan selalu berusaha melakukan tugas pekerjaannya sebaik
mungkin dan pantang menyerah.
e) Dalam melakukan tugas penuh pertimbangan dan perhitungan (spekulasi
dan untung-untungan), yaitu individu yang mempunyai motivasi belajar
tinggi akan menghindari pekerjaan yang asal-asalan atau berspekulasi
karena setiap tugas yang dikerjakan penuh dengan pertimbangan.
f) Keberhasilan tugas merupakan faktor yang penting bagi dirinya yang akan
meningkatkan aspirasi dan tetap bersifat relisties, yaitu individu yang
mempunyai motivasi belajar tinggi akan selalu bersikap realistis dan
mengutamakan keberhasilan dalam tugas.
3. Ranah Psikomotor meliputi
a. Persepsi
b. Kesiapan
c. Gerakan terbimbing
d. Gerakan terbiasa
e. Gerakan kompleks
f. Penyesuaian pola gerakan
g. Kreativitas
Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan dari pada afektif dan psikomotor
karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus
menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.
Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi. Howard Kingsley membagi 3 macam hasil belajar : a. Keterampilan dan kebiasaan
16
b. Pengetahuan dan pengertian c. Sikap dan cita-cita
Pendapat dari Horward Kingsley ini menunjukkan hasil perubahan dari semua proses belajar. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri siswa karena sudah menjadi bagian dalam kehidupan siswa tersebut. (http://www.infogue.com/viewstory/2009/06/13/hasil_belajar_pengertian_dan_definisi_/?url=http://indramunawar.blogspot.com/2009/06/hasil-belajar-pengertian-dan-definisi.html)
Hasil belajar dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah suatu perubahan tingkah laku yang terjadi pada siswa yang terdiri dari ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor setelah siswa mengalami proses atau pengalaman
belajar secara berulang-ulang. Serta pengalaman tersebut akan tersimpan dalam
jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya dalam kehidupan
siswa tersebut. Yang diungkap dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa kelas V
Sekolah Dasar Gugus Hasanudin Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali.
2.2 Kajian Hasil yang Relevan
Danang Oktarizal (2010/2011) dalam penelitiannya “Efektifitas Penggunaan
Metode Cooperative Learning Tipe TPS (Think Pair And Share) terhadap hasil
belajar siswa pada pelajaran ipa kelas V SD Negeri 3 Bangsari Kecamatan Geyer
Kabupaten Grobogan”. Menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
untuk pembelajaran dengan menggunakan metode cooperative learning tipe TPS
dengan pembelajaran konvensional. Dengan melihat group statistic, dari hasil nilai
post-test, untuk kelas eksperimen memiliki means 69,71 dan pada kelompok kontrol
memiliki nilai means 59,00 sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai means kelas
eksperimen lebih tinggi, oleh sebab itu penggunaan metode cooperative learning tipe
TPS (Think-Pair-Share) efektif terhadap hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 3
Bangsari tahun pelajaran 2010/2011.
Stevanus Oki Rudy Susanto (2009/2010) dalam penelitiannya “Upaya
Peningkatan Hasil Belajar IPS melalui Penggunaan Model Pembelajaran TPS (Think-
Pair-Share) bagi siswa kelas IV SD Negeri Sinduagung Selomerto Wonosobo
17
Semester II Tahun 2009/2010”. Menyimpulkan bahwa dengan menggunakan model
pembelajaran TPS dan non TPS diperoleh hasil bahwa dari 31 siswa diperoleh hasil
skor tes pada pembelajaran non TPS ada 18 siswa belum tuntas (58,06 %), pada
siklus I ada 26 siswa telah tuntas (83,72 %), dan pada siklus II ada 30 siswa telah
tuntas (96,78%). Jadi ada peningkatan belajar sebesar 28,7 2% dari kondisi pra siklus
(awal) ke siklus I dan 13,06 % dari siklus I ke siklus II. Dilihat dari rata-rata kelas
menunjukkan hasil belajar pada pra siklus, siklus I, dan siklus II berturut-turut 54,51;
67,74; 80,96 dengan KKM 60. Ada peningkatan rata-rata kelas dari pra siklus ke
siklus I sebesar 13,23 dan dari siklus I ke siklus II sebesar 13,22 hal ini disebabkan
adanya tindakan di dalam proses pembelajaran yaitu menggunakan model
pembelajaran TPS. Dilihat dari skor minimal dan skor maksimal,maka hasil belajar
pada pra siklus diperoleh skor 20 dan 80, siklus I diperoleh skor 30 dan 90, dan
siklus II diperoleh skor 40-100. Ini berarti dari perolehan skor minimal mengalami
kenaikan 50 % dan 33,33 %, dan skor maksimal mengalami kenaikan 12,5 % dan
11,11 % .
2.3 Kerangka Berpikir
Setelah penulis mengupas pengertian model Cooperative Learning tipe
Think Pair Share seperti dikemukakan oleh para ahli di dalam kajian pustaka dapat
disimpulkan bahwa:
Pembelajaran cooperative learning merupakan suatu kegiatan pembelajaran
yang didesain secara kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang terdiri dari dua
orang atau lebih atau bahkan anggotanya juga bisa 4-6 orang dengan struktur
kelompok kecil (heterogen) dimana keberhasilan dipengaruhi oleh keterlibatan dari
setiap anggota kelompok itu sendiri dengan dipimpin atau diarahkan oleh guru.
Model cooperative learning tipe TPS (Think-Pair-Share) merupakan metode
pembelajaran yang didesain secara kelompok untuk mencapai tujuan bersama
dimana siswa dituntut untuk berpikir secara mandiri, berpasangan dengan teman
18
satu bangku untuk berpikir bersama, dan berbagi dengan seluruh kelas tentang apa
yang telah dipikirkan bersama dengan pasangan.
Dari uraian kajian teori dan kajian yang relevan dapat dirumuskan kerangka berfikir sebagai berikut :
Gambar 2.1. Skema Kerangka Berpikir
Psikomotor : siswa aktif bergerak dan berkreativitas
Kognitif: siswa mampu berpikir secara individu dan kelompok, mengeluarkan pendapat
Afektif : siswa aktif, saling bekerja sama dan membantu, menghargai pendapat, saling bergantung dalam kelompok kecil,dan bertanggung jawab.
Siswa saling bekerja sama dan saling membantu
Siswa mampu berekspresi/mengeluarkan pendapat
Siswa mampu berpikir secara individu dan kelompok
Siswa aktif
Siswa saling bergantung dalam kelomok-kelompok kecil
Siswa saling menghargai pendapat dari teman
Siswa bertanggungjawab terhadap tugas
Metode TPS (Think-Paire-Share)
19
2.4 Hipotesis Penelitian
Kerangka berpikirnya dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini
sebagai berikut:
Hipotesis akan diuji di dalam penelitian dengan pengertian bahwa uji statistik
selanjutnya yang akan membenarkan atau menolaknya. Adapun hipotesis dalam
penelitian ini yaitu :
1. Ho1 : µ1 = µ2 (model Cooperative Learning tipe TPS (Think-Pair-Share)
tidak efektif terhadap hasil belajar kognitif bagi siswa kelas V SD).
Ha1 : µ1 ≠ µ2 (model Cooperative Learning tipe TPS (Think-Pair-Share)
efektif terhadap hasil belajar kognitif bagi siswa kelas V SD).
2. Ho2 : µ3 = µ4 (model Cooperative Learning tipe TPS (Think-Pair-Share)
tidak efektif terhadap hasil belajar afektif bagi siswa kelas V SD).
Ha2 : µ3 ≠ µ4 (model Cooperative Learning tipe TPS (Think-Pair-Share)
efektif terhadap hasil belajar afektif bagi siswa kelas V SD).
3. Model cooperative learning tipe TPS (Think-Pair-Share) efektif terhadap
hasil belajar ranah psikomotor kelas V SD dengan aspek mengidentifikasi
macam-macam bangun dan menggambar bangun, menentukan bangian-
bagian suatu bangun ruang, dan menentukan jaring-jaring suatu bangun ruang
jika hasil penilaian unjuk kerja > 22.
Keterangan:
μ1 = Rata-rata hasil belajar kognitif siswa yang belajar menggunakan metode
TPS (Think-Pair-Share).
μ2 =Rata-rata hasil belajar kognitif siswa yang belajar menggunakan metode
konvensional.
μ3 = Rata-rata hasil belajar afektif siswa yang belajar menggunakan metode TPS
(Think-Pair-Share).
μ4 =Rata-rata hasil belajar afektif siswa yang belajar menggunakan metode
konvensional.