Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair and Share
-
Upload
annis-chyan-shiho -
Category
Documents
-
view
1.068 -
download
1
Transcript of Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair and Share
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think pair and Share (TPS) – Langkah-Langkah PembelajaranModel Pembelajaran Kooperatif Tipe Think pair and Share (TPS) – Langkah-Langkah Pembelajaran
Muhammad Faiq Dzaki
Langkah-langkah:1) Guru menyampaikan inti materi2) Siswa berdiskusi dengan teman sebelahnya tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru3) Guru memimpin pleno dan tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya4) Atas dasar hasil diskusi, guru mengarahkan pembicaraan pada materi/permasalahan yang belum diungkap siswa5) kesimpulan
Model Pembelajaran Think Pair and Share (Frank Lyman,1985)6 November 2009Rachmad Widodo Tinggalkan komentar Go to comments
9 Votes
Model Pembelajaran Think Pair and Share menggunakan metode diskusi berpasangan yang dilanjutkan dengan diskusi pleno. Dengan model pembelajaran ini siswa dilatih bagaimana mengutarakan pendapat dan siswa juga belajar menghargai pendapat orang lain dengan tetap mengacu pada materi/tujuan pembelajaran.Langkah-langkah model pembelajaran Think Pair and Share adalah sebagai berikut :1. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru.
3. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing.
4. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya.
5. Berawal dari kegiatan tersebut, Guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa.
6. Kesimpulan/Penutup.
Demikianlah, mudah-mudahan postingan ini dapat menambah khasanah pembelajaran kita sehingga pembelajaran yang dirancang Bapak/Ibu Guru dapat lebih bervariatif, lebih bermakna, menantang sekaligus menyenangkan.
Majulah Pendidikan di Indonesia!
Think, Pair and Share (Berfikir, Berpasangan, dan Berbagi Pengetahuan)with 18 comments
Dalam menjalankan sebuah rencana pembelajaran dikelas komputer (TIK) saya selalu menyukai kejutan-kejutan di luar rencana. Kejutan tersebut bisa berupa siswa yang ternyata sangat cepat dalam bekerja sehingga waktu menjadi cepat berlalu, sampai hanya satu sampai lima orang siswa yang ternyata bisa menguasai materi yang diberikan.
Untuk kasus yang terakhir yang saya lakukan adalah kembali mengajak siswa untuk duduk bersama mendengarkan penjelasan dan meninggalkan sementara pekerjaannya di komputer. Kami semua lalu duduk dikarpet yang ada di lantai. Jika tidak memungkinkan mereka saya minta diam di mejanya masing-masing.
Lalu saya memberikan waktu pada semua siswa untuk berdiskusi mengutarakan apa yang menjadi kesulitan dalam pengerjaan soal . Biasanya satu persatu siswa akan mengatakan apa yang menjadi kesulitan.
Tetapi yang menarik ada beberapa siswa yang langsung menunjuk tangan ketika temannya mengaku kesulitan terhadap pekerjaannya. Walaupun terkadang saya membantu menerjemahkan kesulitan yang dialami dalam bahsa yang sederhana agar teman-temannya mengerti.
Siswa yang menunjuk tangan itu ternyata ingin membantu karena dia merasa bisa melakukan apa yang dikatakan oleh temannya sebagai hal yang sulit.
Setelah semuanya berbicara, maka secara otomatis setiap orang dengan tidak sadar mendapat pasangannya. Satu orang siswa yang menguasai materi dan mau membantu berpasangan dengan satu atau lebih rekannya yang belum menguasai.
Adegan selanjutnya bisa dibayangkan semua siswa asyik belajar dari pengalaman rekannya sendiri dan rekannya yang mengajari mendapat manfaat dengan membagi ilmu.
Model pembelajaran Make a Match (Lorna Curran,1994)
6 November 2009 Rachmad Widodo Tinggalkan komentar Go to comments
5 Votes
Model Pembelajaran Make a Match artinya model pembelajaran Mencari Pasangan. Setiap siswa mendapat sebuah kartu (bisa soal atau jawaban), lalu secepatnya mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang ia pegang. Suasana pembelajaran dalam model pembelajaran Make a Match akan riuh, tetapi sangat asik dan menyenangkan.
Langkah-langkah pembelajaran Make a Match adalah sebagi berikut :
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu.3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.4. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok
dengan kartunya. Artinya siswa yang kebetulan mendapat kartu ‘soal’ maka harus mencari pasangan yang memegang kartu ‘ jawaban soal’ secepat mungkin. Demikian juga sebaliknya.
5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.
7. Demikian seterusnya sampai semua kartu soal dan jawaban jatuh ke semua siswa.
8. Kesimpulan/penutup.
Demikianlah, mudah-mudahan postingan ini dapat menambah khasanah pembelajaran kita sehingga pembelajaran yang dirancang Bapak/Ibu Guru dapat lebih bervariatif, lebih bermakna, menantang sekaligus menyenangkan.
Majulah Pendidikan di Indonesia!
Model Pembelajaran Cooperative dengan Metode Make a Match
Model pembelajaran Cooperative memang sangat menarik untuk dipraktekkan. Selain memiliki nilai falsafah homo homini socius, model ini juga mengalihkan proses pembelajaran sistem teacher center menjadi student center. Salah satu ragam metode dengan model pembelajaran cooperative adalah metode make a match. Metode make a match atau mencari pasangan ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Bagaimana dengan langkah-langkahnya? Yuuukkk….kita mulai…!!
Aplikasi dari metode make a match dimulai dengan langkah-langkah sebagai berikut:1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban 2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu 3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang 4. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban)5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin 6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya 7. Demikian seterusnya 8. Kesimpulan/penutup
Metode ini dapat digunakan untuk semua mata pelajaran. Saya sendiri pernah menggunakannya untuk me-review tugas dirumah (PR) yang berhubungan dengan kosa kata yang lumayan sulit. Hasilnya sungguh diluar dugaan ketika pertama kali melakukannya. Waktu yang dipergunakan untuk me-review lebih efektif dan efisien jika dibandingkan dengan menggunakan metode terjemah. Iseng saya minta pendapat siswa apakah mereka enjoy dengan metode ini, ternyata sambutannya positif. Hmmm….jadi pengen ber-PTK dengan metode ini neh. Maybe one day.
Akan tetapi seperti biasa tidak ada gading yang tak retak, tidak ada metode yang sempurna. Demikian juga dengan metode make a match. Keunggulan dari metode ini ialah 1. Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran (Let them move)2. Kerjasama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis.3. Munculnya dinamika gotong royong yang merata di seluruh siswa.
Sedangkan kelemahan dari metode ini ialah jika kelas anda termasuk kelas gemuk (lebih dari 30 0rang/kelas) berhati-hatilah. Karena jika anda kurang bijaksana maka yang muncul adalah suasana seperti pasar
dengan keramaian yang tidak terkendali. Tentu saja kondisi ini akan mengganggu ketenangan belajar kelas di kiri kanannya. Apalagi jika gedung kelas tidak kedap suara. Tapi jangan khawatir. Hal ini dapat diantisipasi dengan menyepakati beberapa komitmen ketertiban dengan siswa sebelum ‘pertunjukan’ dimulai. Pada dasarnya menendalikan kelas itu tergantung bagaimana kita memotivasinya pada langkah pembukaan.
Sedangkan sisi kelemahan yang lain ialah ya…mau tidak mau kita harus meluangkan waktu untuk mempersiapkan kartu-kartu tersebut sebelum masuk ke kelas. Ihh…tapek dech… he he he… Tapi jangan khawatir kawan, sesuatu yang dikerjakan dengan gembira dan ikhlas (ini yang paling penting), maka kita akan mendapat ‘energi’ tambahan. Aih…begaya kasi wejangan diriku. Yo wes, yang sudah pernah coba kita bisa share di kolom komentar, and yang belum, coba deh. Terus hasilnya share juga di kolom komentar. Haayyuuuukkk…!!
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHTPembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan
adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu :
1. Hasil belajar akademik stukturalBertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.2. Pengakuan adanya keragamanBertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai
berbagai latar belakang.3. Pengembangan keterampilan social
Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai
pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000: 29), dengan tiga langkah yaitu :
a) Pembentukan kelompok;b) Diskusi masalah;c) Tukar jawaban antar kelompokLangkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29)
menjadi enam langkah sebagai berikut :Langkah 1. PersiapanDalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat
Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Langkah 2. Pembentukan kelompokDalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.
Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduanDalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau
buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.
Langkah 4. Diskusi masalahDalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai
bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.
Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawabanDalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok
dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.
Langkah 6. Memberi kesimpulanGuru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang
berhubungan dengan materi yang disajikan.Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap
siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah :
1. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi2. Memperbaiki kehadiran3. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar4. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
5. Konflik antara pribadi berkurang6. Pemahaman yang lebih mendalam7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi8. Hasil belajar lebih tinggi
« Model Pembelajaran Reciprocal Learning
Model Pembelajaran Bersiklus (cycle learning) »
Model Pembelajaran SAVI
April 22, 2009 oleh Herdian,S.Pd., M.Pd.
MODEL PEMBELAJARAN SAVI
A. Landasan Teori
SAVI singkatan dari Somatic, Auditori, Visual dan Intektual. Teori yang mendukung pembelajaran SAVI adalah
Accelerated Learning, teori otak kanan/kiri; teori otak triune; pilihan modalitas (visual, auditorial dan kinestetik);
teori kecerdasan ganda; pendidikan (holistic) menyeluruh; belajar berdasarkan pengelaman; belajar dengan
symbol. Pembelajaran SAVI menganut aliran ilmu kognitif modern yang menyatakan belajar yang paling baik
adalah melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indera, dan segenap kedalaman serta keluasan pribadi,
menghormati gaya belajar individu lain dengan menyadari bahwa orang belajar dengan cara-cara yang berbeda.
Mengkaitkan sesuatu dengan hakikat realitas yang nonlinear, nonmekanis, kreatif dan hidup.
B. Prinsip Dasar
Dikarenakan pembelajaran SAVI sejalan dengan gerakan Accelerated Learning (AL), maka prinsipnya juga sejalan
dengan AL yaitu:
1) pembelajaran melibatkan seluruh pikiran dan tubuh
2) pembelajaran berarti berkreasi bukan mengkonsumsi.
3) kerjasama membantu proses pembelajaran
4) pembelajaran berlangsung pada benyak tingkatan secara simultan
5) belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri dengan umpan balik.
6) emosi positif sangat membantu pembelajaran.
7) otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis.
C. Karakteristik
Sesuai dengan singkatan dari SAVI sendiri yaitu Somatic, Auditori, Visual dan Intektual, maka karakteristiknya ada
empat bagian yaitu:
1) Somatic
”Somatic” berasal dari bahasa yunani yaitu tubuh – soma. Jika dikaitkan dengan belajar maka dapat diartikan
belajar dengan bergerak dan berbuat. Sehingga pembelajaran somatic adalah pembelajaran yang memanfaatkan
dan melibatkan tubuh (indera peraba, kinestetik, melibatkan fisik dan menggerakkan tubuh sewaktu kegiatan
pembelajaran berlangsung).
2) Auditori
Belajar dengan berbicara dan mendengar. Pikiran kita lebih kuat daripada uyang kita sadari, telinga kita terus
menerus menangkap dan menyimpan informasi bahkan tanpa kita sadari. Ketika kita membuat suara sendiri
dengan berbicara beberapa area penting di otak kita menjadi aktif. Hal ini dapat diartikan dalam pembelajaran
siswa hendaknya mengajak siswa membicarakan apa yang sedang mereka pelajari, menerjemahkan pengalaman
siswa dengan suara. Mengajak mereka berbicara saat memecahkan masalah, membuat model, mengumpulkan
informasi, membuat rencana kerja, menguasai keterampilan, membuat tinjauan pengalaman belajar, atau
menciptakan makna-maknan pribadi bagi diri mereka sendiri.
3) Visual
Belajar dengan mengamati dan menggambarkan. Dalam otak kita terdapat lebih banyak perangkat untuk
memproses informasi visual daripada semua indera yang lain. Setiap siswa yang menggunakan visualnya lebih
mudah belajar jika dapat melihat apa yang sedang dibicarakan seorang penceramah atau sebuah buku atau
program computer. Secara khususnya pembelajar visual yang baik jika mereka dapat melihat contoh dari dunia
nyata, diagram, peta gagasan, ikon dan sebagainya ketika belajar.
4) Intektual
Belajar dengan memecahkan masalah dan merenung. Tindakan pembelajar yang melakukan sesuatu dengan
pikiran mereka secara internal ketika menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan
menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. Hal ini diperkuat dengan makna
intelektual adalah bagian diri yang merenung, mencipta, dan memecahkan masalah.
D. Kerangka Perencanaan Pembelajaran SAVI
Pembelajaran SAVI dapat direncanakan dan kelompok dalam empat tahap:
1) Tahap persiapan (kegiatan pendahuluan)
Pada tahap ini guru membangkitkan minat siswa, memberikan perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang
akan datang, dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar.
Secara spesifik meliputi hal:
a) memberikan sugesi positif
b) memberikan pernyataan yang memberi manfaat kepada siswa
c) memberikan tujuan yang jelas dan bermakna
d) membangkitkan rasa ingin tahu
e) menciptakan lingkungan fisik yang positif.
f) menciptakan lingkungan emosional yang positif
g) menciptakan lingkungan sosial yang positif
h) menenangkan rasa takut
i) menyingkirkan hambatan-hambatan belajar
j) banyak bertanya dan mengemukakan berbagai masalah
k) merangsang rasa ingin tahu siswa
l) mengajak pembelajar terlibat penuh sejak awal.
2) Tahap Penyampaian (kegiatan inti)
Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa menemukan materi belajar yang baru dengan cara menari,
menyenangkan, relevan, melibatkan pancaindera, dan cocok untuk semua gaya belajar.
Hal- hal yang dapat dilakukan guru:
a) uji coba kolaboratif dan berbagi pengetahuan
b) pengamatan fenomena dunia nyata
c) pelibatan seluruh otak, seluruh tubuh
d) presentasi interaktif
e) grafik dan sarana yang presentasi brwarna-warni
f) aneka macam cara untuk disesuaikan dengan seluruh gaya belajar
g) proyek belajar berdasar kemitraan dan berdasar tim
h) latihan menemukan (sendiri, berpasangan, berkelompok)
i) pengalaman belajar di dunia nyata yang kontekstual
j) pelatihan memecahkan masalah
3) Tahap Pelatihan (kegiatan inti)
Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan dan keterampilan
baru dengan berbagai cara.
Secara spesifik, yang dilakukan guru yaitu:
a) aktivitas pemrosesan siswa
b) usaha aktif atau umpan balik atau renungan atau usaha kembali
c) simulasi dunia-nyata
d) permainan dalam belajar
e) pelatihan aksi pembelajaran
f) aktivitas pemecahan masalah
g) refleksi dan artikulasi individu
h) dialog berpasangan atau berkelompok
i) pengajaran dan tinjauan kolaboratif
j) aktivitas praktis membangun keterampilan
k) mengajar balik
4) Tahap penampilan hasil (kegiatan penutup)
Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa menerapkan dan memperluas pengetahuan atau keterampilan
baru mereka pada pekerjaan sehingga hasil belajar akan melekat dan penampilan hasil akan terus meningkat.
Hal –hal yang dapat dilakukan adalah:
a) penerapan dunia nyata dalam waktu yang segera
b) penciptaan dan pelaksanaan rencana aksi
c) aktivitas penguatan penerapan
d) materi penguatan prsesi
e) pelatihan terus menerus
f) umpan balik dan evaluasi kinerja
g) aktivitas dukungan kawan
h) perubahan organisasi dan lingkungan yang mendukung.
Sumber Bacaan:
DePorter, Bobbi. 2005. Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang Kelas. Editor, Mike
Hernacki. Diterjemahkan oleh Ary Nilandari. Bandung: Kaifa.
Meier, Dave. 2005. The Accelerated Learning Handbooks: Panduan Kreatif dan Efektif Merancang Program
Pendidikan dan Pelatihan. Diterjemahkan oleh Rahmani Astuti. Bandung: Kaifa.
Sugiyanto. 2008. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13.
Model Pembelajaran Mind Mapping
April 29, 2009 oleh Herdian,S.Pd., M.Pd.
Model Pembelajaran Mind Mapping
Mind mapping merupakan cara untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambilnya kembali ke luar
otak. Bentuk mind mapping seperti peta sebuah jalan di kota yang mempunyai banyak cabang. Seperti halnya peta
jalan kita bisa membuat pandangan secara menyeluruh tentang pokok masalah dalam suatu area yang sangat luas.
Dengan sebuah peta kita bisa merencanakan sebuah rute yang tercepat dan tepat dan mengetahui kemana kita
akan pergi dan dimana kita berada. (http://www.kaskus.us/showthread.php?t=702661)
Mind mapping bisa disebut sebuah peta rute yang digunakan ingatan, membuat kita bisa menyusun fakta dan
fikiran sedemikian rupa sehingga cara kerja otak kita yang alami akan dilibatkan sejak awal sehingga mengingat
informasi akan lebih mudah dan bisa diandalkan daripada menggunakan teknik mencatat biasa.
Konsep Mind Mapping asal mulanya diperkenalkan oleh Tony Buzan tahun 1970-an. Teknik ini dikenal juga dengan
nama Radiant Thinking. Sebuah mind map memiliki sebuah ide atau kata sentral, dan ada 5 sampai 10 ide lain
yang keluar dari ide sentral tersebut. Mind Mapping sangat efektif bila digunakan untuk memunculkan ide
terpendam yang kita miliki dan membuat asosiasi di antara ide tersebut. Mind Mapping juga berguna untuk
mengorganisasikan informasi yang dimiliki. Bentuk diagramnya yang seperti diagram pohon dan percabangannya
memudahkan untuk mereferensikan satu informasi kepada informasi yang lain.(http://escaeva.com)
Mind mapping merupakan tehnik penyusunan catatan demi membantu siswa menggunakan seluruh potensi otak
agar optimum. Caranya, menggabungkan kerja otak bagian kiri dan kanan. Dengan metode mind mapping siswa
dapat meningkatkan daya ingat hingga 78%.
Beberapa manfaat memiliki mind map antara lain :
a. Merencana
b. Berkomunikasi
c. Menjadi Kreatif
d. Menghemat Waktu
e. Menyelesaikan Masalah
f. Memusatkan Perhatian
g. Menyusun dan Menjelaskan Fikiran-fikiran
h. Mengingat dengan lebih baik
i. Belajar Lebih Cepat dan Efisien
j. Melihat gambar keseluruhan
Ada beberapa kelebihan saat menggunakan teknik mind mapping ini, yaitu :
a. Cara ini cepat
b. Teknik dapat digunakan untuk mengorganisasikan ide-ide yang
muncul dikepala anda
c. Proses mengganbar diagram bisa memunculkan ide-ide yang lain.
d. Diagram yang sudah terbentuk bisa menjadi panduan untuk menulis.
( http://www.escaeva.com/tips-menulis/tips-fiksi/menulis-dengan-diagram-balon.html)
Perbedaan Catatan Biasa dan Mind Maping
Catatan Biasa Peta Pikiran
Hanya berupa tulisan-tulisan saja Berupa tulisan, symbol dan gambar
Hanya dalam satu warna Berwarna-warni
Untuk mereview ulang diperlukan waktu yang lama Untuk mereview ulang diperlukan waktu yang pendek
Waktu yang diperlukan untuk belajar
lebih lama Waktu yang diperlukan untuk
belajar lebih cepat dan efektif
Statis Membuat individu menjadi kreatif
Sumber Iwan Sugiarto, 2004 : 76.
Dari uraian tersebut, peta pikiran (mind mapping) adalah satu teknik mencatat yang mengembangkan gaya belajar
visual. Peta pikiran memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat di dalam diri seseorang.
Dengan adanya keterlibatan kedua belahan otak maka kan memudahkan seserorang untuk mengatur dan
mengingat segala bentuk informasi, baik secara tertulis maupun secara verbal. Adanya kombinasi warna, simbol,
bentuk dan sebagainya memudahkan otak dalam menyerap informasi yang diterima.Peta pikiran yang dibuat oleh
siswa dapat bervariasi setiap hari. Hal ini disebabkan karena berbedanya emosi dan perasaan yang terdapat dalam
diri siswa setiap harinya. Suasana menyenangkan yang diperoleh siswa ketika berada di ruang kelas pada saat
proses belajar akan mempengaruhi penciptaan peta pikiran. Tugas guru dalam proses belajar adalah menciptakan
suasana yang dapat mendukung kondisi belajar siswa terutama dalam proses pembuatan mind mapping.
(Sugiarto,Iwan. 2004. Mengoptimalkan Daya Kerja Otak Dengan Berfikir.)
Cara membuat mind mapping, terlebih dahulu siapkan selembar kertas kosong yang diatur dalam posisi landscape
kemudian tempatan topik yang akan dibahas di tengah-tengah halaman kertas dengan posisi horizontal. Usahakan
menggunakan gambar, simbol atau kode pada mind mapping yang dibuat. Dengan visualisasi kerja otak kiri yang
bersifat rasional, numerik dan verbal bersinergi dengan kerja otak kanan yang bersifat imajinatif, emosi, kreativitas
dan seni. Dengan ensinergikan potensi otak kiri dan kanan, siswa dapat dengan lebih mudah menangkap dan
menguasai materi pelajaran.
Selain itu, siswa dapat menggunakan kata-kata kunci sebagai asosiasi terhadap suatu ide pada setiap cabang
pemikiran berupa sebuah kata tunggal serta bukan kalimat. Setiap garis-garis cabang saling berhubungan hingga
ke pusat gambar dan diusahakan garis-garis yang dibentuk tidak lurus agar tidak membosankan. Garis-garis
cabang sebaiknya dibuat semakin tipis begitu bergerak menjauh dari gambar utama untuk menandakan hirarki
atau tingkat kepentingan dari masing-masing garis.
Model Pembelajaran Problem PosingApril 19, 2009 oleh Herdian,S.Pd., M.Pd.
Problem Posing
MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING
Problem posing merupakan model pembelajaran yang mengharuskan siswa
menyusun pertanyaan sendiri atau memecah suatu soal menjadi pertanyaan-
pertanyaan yang lebih sederhana yang mengacu pada penyelesaian soal
tersebut.
Dalam pembelajaran matematika, problem posing (pengajuan soal) menempati
posisi yang strategis. Siswa harus menguasai materi dan urutan penyelesaian
soal secara mendetil. Hal tersebut akan dicapai jika siswa memperkaya
khazanah pengetahuannya tak hanya dari guru melainkan perlu belajar secara
mandiri. Problem posing dikatakan sebagai inti terpenting dalam disiplin
matematika. Silver dan Cai menulis bahwa ”Problem posing is central important
in the discipline of mathematics and in the nature of mathematical thinking”.
Suryanto menjelaskan tentang problem posing adalah perumusan soal agar
lebih sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa
perubahan agar lebih sederhana dan dapat dikuasai. Hal ini terutama terjadi
pada soal-soal yang rumit. (Pujiastuti, 2001:3)
Model pembelajaran problem posing ini mulai dikembangkan di tahun 1997 oleh
Lyn D. English, dan awal mulanya diterapkan dalam mata pelajaran matematika.
Selanjutnya, model ini dikembangkan pula pada mata pelajaran yang lain.
Pada prinsipnya, model pembelajaran problem posing adalah suatu model
pembelajaran yang mewajibkan para siswa untuk mengajukan soal sendiri
melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri.
Dengan demikian, penerapan model pembelajaran problem posing adalah
sebagai berikut.
a. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Penggunaan alat
peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan.
b. Guru memberikan latihan soal secukupnya.
c. Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan siswa
yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula
dilakukan secara kelompok.
d. Pada pertemuan berikutnya, secara acak, guru menyuruh siswa untuk
menyajikan soal temuannya di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat
menentukan siswa secara selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh
siswa.
e. Guru memberikan tugas rumah secara individual.
(Suyitno, 2004:31-32).
Silver dan Cai mnjelaskan bahwa pengajuan soal mandiri dapat diaplikasikan
dalam 3 bentuk aktivitas kognitif matematika yakni sebagai berikut.
a. Pre solution posing
Pre solution posing yaitu jika seorang siswa membuat soal dari situasi yang
diadakan. Jadi guru diharapkan mampu membuat pertanyaan yang berkaitan
dengan pernyataan yang dibuat sebelumnya.
b. Within solution posing
Within solution posing yaitu jika seorang siswa mampu merumuskan ulang
pertanyaan soal tersebut menjadi sub-sub pertanyaan baru yang urutan
penyelesaiannya seperti yang telah diselesaikan sebelumnya.jadi, diharapkan
siswa mampu membuat sub-sub pertanyaaan baru dari sebuah pertanyaan yang
ada pada soal yang bersangkutan.
c. Post solution posing
Post solution posing yaitu jika seorang siswa memodifikasi tujuan atau kondisi
soal yang sudah diselesaikan untuk membuat soal yang baru yang sejenis.
Dalam model pembelajaran pengajuan soal (problem posing) siswa dilatih untuk
memperkuat dan memperkaya konsep-konsep dasar matematika.
Dengan demikian, kekuatan-kekuatan model pembelajaran problem posing
sebagai berikut.
a. Memberi penguatan terhadap konsep yang diterima atau memperkaya
konsep-konsep dasar.
b. Diharapkan mampu melatih siswa meningkatkan kemampuan dalam belajar.
c. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada
dasarnya adalah pemecahan masalah.
(Suyitno, 2003:7-8).
Bagi siswa, pembelajaran problem posing merupakan keterampilan mental,
siswa menghadapi suatu kondisi dimana diberikan suatu permasalahan dan
siswa memecahkan masalah tersebut.
Model pembelajaran problem posing (pengajuan soal) dapat dikembangkan
dengan memberikan suatu masalah yang belum terpecahkan dan meminta
siswa untuk menyelesaikannya (Silver, Kilpatrick dan shlesinger), pemikiran
English dalam menghasilkan pertanyaan baru dari masalah matematika yang
diberikan dapat menjadi aktivias utama dalam mengajukan permasalahan.
Guru matematika dalam rangka mengembangkan model pembelajaran problem
posing (pengajuan soal) yang berkualitas dan terstruktur dalam pembelajaran
matematika, dapat menerapkan prinsip-prinsip dasar berikut.
1. Pengajuan soal harus berhubungan dengan apa yang dimunculkan dari
aktivitas siswa di dalam kelas.
2. Pengajuan soal harus berhubungan dengan proses pemecahan masalah siswa
3. Pengajuan soal dapat dihasilkan dari permasalahan yang ada dalam buku
teks, dengan memodifikasikan dan membentuk ulang karakteristik bahasa dan
tugas.
Menggunakan model pembelajaran problem posing dalam pembelajaran
matematika dibutuhkan keterampilan sebagai berikut.
1. Menggunakan strategi pengajuan soal untuk menginvestigasi dan
memecahkan masalah yang diajukan.
2. Memecahkan masalah dari situasi matematika dan kehidupan sehari-hari.
3. Menggunakan sebuah pendekatan yang tepat untuk mengemukakan masalah
pada situasi matematika.
4. mengenali hubungan antara materi-materi yang berbeda dalam matematika.
5. Mempersiapkan solusi dan strategi terhadap situasi masalah baru.
6. Mengajukan masalah yang kompleks sebaik mungkin, begitu juga masalah
yang sederhana.
7. Menggunakan penerapan subjek yang berbeda dalam mengajukan masalah
matematika.
8. Kemampuan untuk menghasilkan pertanyaan untuk mengembangkan strategi
mengajukan masalah sebagai berikut.
a. Bagaimana saya bisa menyelesaikan masalah ini?
b. Dapatkah saya mengajukan pertanyaan yang lain?
c. Seberapa banyak solusi yang dapat saya temukan?
Memunculkan pertanyaan baru dari masalah matematika yang diberikan
dianggap menjadi aktivitas utama dalam mengajukan masalah sebagaimana
dijelaskan oleh English sebagai berikut.
1. Apakah gagasan penting dalam masalah ini?
2. Dimana lagi kita dapat menemukan gagasan yang sama dengan hal ini?
3. Dapatkah kita menggunakan informasi ini dalam satu cara yang berbeda
untuk memecahkan suatu masalah?
4. Apakah kita cukup memiliki informasi penting untuk memecahkan masalah?
5. Bagaimana jika kita tidak memberikan semua informasi ini untuk membuat
sebuah masalah yang berbeda?
6. Bagaimana mungkin kamu dapat merubah beberapa informasi ini?
Akan menjadi apakah masalah tersebut kemudian?
Rangkaian pertanyaan di atas menunjukkan apabila ada seorang guru yang
tidak berpengalaman dalam mengajukan masalah dapat melakukan aktivitas
bertanya tersebut.
Strategi dalam pengajuan masalah dapat dilihat dari beberapa tinjauan literatur.
Strategi ini dapat diterapkan dalam mengajukan masalah tertentu. Strategi
tersebut mengemukakan ”bagaimana melihat” atau menemukan masalah
(Dillon). Krutetskii memanipulasi kondisi tertentu dan tujuan dari masalah yang
diajukan sebelumnya. Hashimoto bertanya ”bagaimana jika”, dan ”bagaimana
jika tidak” Brown Walter. Mempertimbangkan hubungan yang baru dari masalah
baru (Polya). Strategi lain dalam mengajukan sebuah pertanyaan adalah untuk
melihat hubungan antara informasi yang diberikan dan mengajukan sebuah
pertanyaan yang mengikuti hubungan tersebut (Krutelskii). Cara melihat atau
menemukan masalah sejenis dengan gabungan strategi dalam perumusan
masalah (Kilpatrick). Strategi ini berada pada penemuan tingkatan masalah
(Dillon). Masalah tersebut ditampilkan pada penguji coba atau orang lain yang
mengajukan pertanyaan, yang perlu dilakukan penanya adalah menemukannya.
Strategi lain adalah untuk memanipulasi kondisi tertentu dan tujuan dari
masalah yang diajukan sebelumnya. Ini serupa dengan penggunaan analogi
dalam menghasilkan masalah baru yang terkait (Kilpatrick). dalam studi ini,
terdapat dua strategi berbeda yang dikembangkan sebagai berikut.
1. Mengajukan pertanyaan mengenai masalah matematika dari masalah yang
ada dalam buku pelajaran. Kilpatrick menjelaskan bahwa ada dua tahap dalam
proses penyelesaian masalah selama masalah baru diciptakan. Penyelesaian
masalah bisa dengan mengubah beberapa atau semua kondisi masalah untuk
melihat masalah baru, apa yang mungkin dihasilkan dan setelah masalah
diselesaikan. Penyelesaian masalah bisa dengan meninjau ulang bagaimana
solusi dipengaruhi oleh berbagai macam permasalahan.
Strategi ini dapat dikembangkan oleh siswa sebagai berikut.
a. Memilih satu masalah dari buku pelajaran matematika atau buku LKS
matematika.
b. Menentuan kondisi dari permasalahan yang diberikan dan hal yang tidak
diketahui.
c. Mengubah kondisi masalah dalam dua cara yang berbeda Pertama,
tambahkan lagi beberapa kondisi atau kondisi baru pada masalah asli kemudian
rumuskan satu pertanyaan baru. kedua, pindahkan kondisi dari masalah asli
kemudian rumuskan pertanyaan baru.
2. Mengajukan masalah matematika dari situasi yang belum terstruktur.
Stoyanove menjelaskan situasi masalah yang belum terstrukstur sebagai situasi
terbuka yang diberikan dan menggunakan format berikut.
a. Masalah open-ended (penyelidikan matematis).
b. Masalah yang sejenis dengan masalah yang diberikan.
c. Masalah dengan solusi serupa.
d. Masalah berkaitan dengan dalil khusus.
e. Masalah yang berasal dari gambaran yang diberikan
f. Masalah kata-kata.
Strategi ini dapat dikembangkan oleh siswa sebagai berikut.
a. Situasi kehidupan sehari-hari yang ditampilkan pada semua siswa.
b. Siswa diminta melengkapi situasi dari pandangan mereka untuk menyatakan
masalahyang berasal dari situasi yang dibentuk.
c. Masing-masing siswa telah melengkapi masalah dari situasi tertentu untuk
kemudian mengajukan beberapa pertanyaan dari situasi tersebut
d. Tulis semua masalah yang diajukan yang berkaitan dengan masalah tersebut.
(Abu-Elwan, 2007:2-5)
Dari uraian di atas, tampak bahwa keterlibatan siswa untuk turut belajar dengan
cara menerapkan model pembelajaran problem posing merupakan salah satu
indikator keefektifan belajar. Siswa tidak hanya menerima saja materi dariguru,
melainkan siswa juga berusaha menggali dan mengembangkan sendiri. Hasil
belajar tidak hanya menghasilkan peningkatan pengetahuan tetapi juga
meningkatkan keterampilan berpikir. Kemampuan siswa untuk mengerjakan
soal-soal sejenis uraian perlu dilatih, agar penerapan model pembelajaran
problem posing dapat optimal. Kemampuan tersebut akan tampak dengan jelas
bila siswa mampu mengajukan soal-soal secara mandiri maupun berkelompok.
Kemampuan siswa untuk mengerjakan soal tersebut dapat dideteksi lewat
kemampuannya untuk menjelaskan penyelesaian soal yang diajukannya di
depan kelas. Dengan penerapan model pembelajaran problem posing dapat
melatih siswa belajar kreatif, disiplin, dan meningkatkan keterampilan berpikir
siswa.
« Model Pembelajaran Talking Stick Suintak
Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining »
Model Pembelajaran Snowball Throwing
April 29, 2009 oleh Herdian,S.Pd., M.Pd.
Sintaknya adalah:
1. Informasi materi secara umum,
2. membentuk kelompok,
3. pemanggilan ketua dan diberi tugas membahas materi tertentu dikelompok,
4. bekerja dalam kelompok,
5. tiap kelompok menuliskan pertanyaan dan diberikan kepada kelompok lain,
6. kelompok lain menjawab secara bergantian,
7. penyimpulan dan evaluasi,
8. refleksi
Metode Pembelajaran Discovery (Penemuan)
Mei 27, 2010 oleh Herdian,S.Pd., M.Pd.
Metode Pembelajaran Discovery
Metode pembelajaran discovery (penemuan) adalah metode mengajar yang mengatur
pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu
tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam
pembelajarandiscovery (penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa
dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan
konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan
sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip.
Metode discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorang, memanipulasi
objek sebelum sampai pada generalisasi. Sedangkan Bruner menyatakan bahwa anak harus berperan aktif didalam
belajar. Lebih lanjut dinyatakan, aktivitas itu perlu dilaksanakan melalui suatu cara yang
disebut discovery. Discovery yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya, diarahkan untuk menemukan suatu
konsep atau prinsip.
Discovery ialah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental
yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan,
menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Dengan teknik ini siswa dibiarkan menemukan
sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan intruksi. Dengan
demikian pembelajarandiscovery ialah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental
melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.
Metode pembelajaran discovery merupakan suatu metode pengajaran yang menitikberatkan pada aktifitas siswa
dalam belajar. Dalam proses pembelajaran dengan metode ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan
fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya.
Tiga ciri utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan,
menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada siswa; (3) kegiatan untuk menggabungkan
pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.
Blake et al. membahas tentang filsafat penemuan yang dipublikasikan oleh Whewell. Whewell mengajukan model
penemuan dengan tiga tahap, yaitu: (1) mengklarifikasi; (2) menarik kesimpulan secara induksi; (3) pembuktian
kebenaran (verifikasi).
Langkah-langkah pembelajaran discovery adalah sebagai berikut:
1. identifikasi kebutuhan siswa;
2. seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi pengetahuan;
3. seleksi bahan, problema/ tugas-tugas;
4. membantu dan memperjelas tugas/ problema yang dihadapi siswa serta peranan masing-masing siswa;
5. mempersiapkan kelas dan alat-alat yang diperlukan;
6. mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan;
7. memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan;
8. membantu siswa dengan informasi/ data jika diperlukan oleh siswa;
9. memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi
masalah;
10. merangsang terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa;
11. membantu siswa merumuskan prinsip dan generalisasi hasil penemuannya.
Salah satu metode belajar yang akhir-akhir ini banyak digunakan di sekolah-sekolah yang sudah maju adalah
metode discovery. Hal ini disebabkan karena metode ini: (1) merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara
belajar siswa aktif; (2) dengan menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang dipelajari, maka hasil yang
diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan siswa; (3) pengertian yang ditemukan sendiri
merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain; (4)
dengan menggunakan strategi discovery anak belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dapat
dikembangkan sendiri; (5) siswa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi
sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan nyata.
Beberapa keuntungan belajar discovery yaitu: (1) pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat; (2) hasil
belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil lainnya; (3) secara menyeluruh
belajar discoverymeningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas. Secara khusus belajar
penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa
pertolongan orang lain.
Beberapa keunggulan metode penemuan juga diungkapkan oleh Suherman, dkk (2001: 179) sebagai berikut:
1. siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan
hasil akhir;
2. siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya. Sesuatu
yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat;
3. menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan
penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat;
4. siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan lebih mampu mentransfer
pengetahuannya ke berbagai konteks;
5. metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.
Selain memiliki beberapa keuntungan, metode discovery (penemuan) juga memiliki beberapa kelemahan,
diantaranya membutuhkan waktu belajar yang lebih lama dibandingkan dengan belajar menerima. Untuk
mengurangi kelemahan tersebut maka diperlukan bantuan guru. Bantuan guru dapat dimulai dengan mengajukan
beberapa pertanyaan dan dengan memberikan informasi secara singkat. Pertanyaan dan informasi tersebut dapat
dimuat dalam lembar kerja siswa (LKS) yang telah dipersiapkan oleh guru sebelum pembelajaran dimulai.
Metode discovery (penemuan) yang mungkin dilaksanakan pada siswa SMP adalah metode penemuan terbimbing.
Hal ini dikarenakan siswa SMP masih memerlukan bantuan guru sebelum menjadi penemu murni. Oleh sebab itu
metode discovery (penemuan) yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode discovery (penemuan)
terbimbing (guided discovery).
DAFTAR PUSTAKA
Suherman, dkk. (2001). Common TexBook Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan
Pendidikan Matematika UPI Bandung.
Model Pembelajaran Inkuiri
Mei 27, 2010 oleh Herdian,S.Pd., M.Pd.
Model Pembelajaran Inkuiri
Sejak manusia lahir ke dunia, manusia memiliki dorongan untuk menemukan sendiri
pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentang alam sekitar di sekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak ia lahir ke
dunia. Sejak kecil manusia memiliki keinginan untuk mengenal segala sesuatu melalui indera penglihatan,
pendengaran, pengecapan dan indera-indera lainnya. Hingga dewasa keingintahuan manusia secara terus menerus
berkembang dengan menggunakan otak dan pikirannya. Pengetahuan yang dimiliki manusia akan bermakna
(meaningfull) manakala didasari oleh keingintahuan itu. Didasari hal inilah suatu strategi pembelajaran yang
dikenal dengan inkuiri dikembangkan.
Inkuiri berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta, atau terlibat, dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan,
mencari informasi, dan melakukan penyelidikan. Ia menambahkan bahwa pembelajaran inkuiri ini bertujuan untuk
memberikan cara bagi siswa untuk membangun kecakapan-kecakapan intelektual (kecakapan berpikir) terkait
dengan proses-proses berpikir reflektif. Jika berpikir menjadi tujuan utama dari pendidikan, maka harus ditemukan
cara-cara untuk membantu individu untuk membangun kemampuan itu.
Selanjutnya Sanjaya (2008;196) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi
pembelajaran inkuiri. Pertama, strategi inkuiri menekankan kepada aktifitas siswa secara maksimal untuk mencari
dan menemukan, artinya pendekatan inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses
pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal,
tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri. Kedua,seluruh aktivitas
yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga
diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Artinya dalam pendekatan inkuiri menempatkan
guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktvitas
pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa, sehingga kemampuan guru
dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri. Ketiga, tujuan dari
penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari
proses mental, akibatnya dalam pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya dituntut agar menguasai pelajaran, akan
tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.
Sanjaya (2008:202) menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
A. Orientasi
Pada tahap ini guru melakukan langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang kondusif. Hal yang
dilakukan dalam tahap orientasi ini adalah:
Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa
Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini
dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan merumuskan
masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan
Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi
belajar siswa.
B. Merumuskan masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki.
Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu. Teka-teki
dalam rumusan masalah tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses
mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam pembelajaran inkuiri, oleh karena itu melalui proses tersebut
siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses
berpikir.
C. Merumuskan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis
perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan
menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong
siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan
jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.
D. Mengumpulkan data
Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan.
Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam
pengembangan intelektual. Proses pemgumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar,
akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya.
E. Menguji hipotesis
Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang
diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir
rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus
didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.
F. Merumuskan kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian
hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana
yang relevan.
Alasan rasional penggunaan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri adalah bahwa siswa akan mendapatkan
pemahaman yang lebih baik mengenai matematika dan akan lebih tertarik terhadap matematika jika mereka
dilibatkan secara aktif dalam “melakukan” penyelidikan. Investigasi yang dilakukan oleh siswa merupakan tulang
punggung pembelajaran dengan pendekatan inkuiri. Investigasi ini difokuskan untuk memahami konsep-konsep
matematika dan meningkatkan keterampilan proses berpikir ilmiah siswa. Sehingga diyakini bahwa pemahaman
konsep merupakan hasil dari proses berpikir ilmiah tersebut.
Pembelajaran dengan pendekatan inkuiri yang mensyaratkan keterlibatan aktif siswa diharapkan dapat
meningkatkan prestasi belajar dan sikap anak terhadap pelajaran matematika, khususnya kemampuan
pemahaman dan komunikasi matematis siswa. Pembelajaran dengan pendekatan inkuiri merupakan pendekatan
pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses
pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah.
Siswa benar-benar ditempatkan sebagai subjek yang belajar, peranan guru dalam pembelajaran dengan
pendekatan inkuiri adalah sebagai pembimbing dan fasilitator. Tugas guru adalah memilih masalah yang perlu
disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan. Namun dimungkinkan juga bahwa masalah yang akan dipecahkan
dipilih oleh siswa. Tugas guru selanjutnya adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka
memecahkan masalah. Bimbingan dan pengawasan guru masih diperlukan, tetapi intervensi terhadap kegiatan
siswa dalam pemecahan masalah harus dikurangi.
Dalam mengembangkan sikap inkuiri di kelas, guru mempunyai peranan sebagai konselor, konsultan dan teman
yang kritis. Guru harus dapat membimbing dan merefleksikan pengalaman kelompok melalui tiga tahap: (1) Tahap
problem solving atau tugas; (2) Tahap pengelolaan kelompok; (3) Tahap pemahaman secara individual, dan pada
saat yang sama guru sebagai instruktur harus dapat memberikan kemudahan bagi kerja kelompok, melakukan
intervensi dalam kelompok dan mengelola kegiatan pengajaran.
Pendekatan inkuiri terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan besarnya intervensi guru terhadap siswa atau besarnya
bimbingan yang diberikan oleh guru kepada siswanya. Ketiga jenis pendekatan inkuiri tersebut adalah:
1. Inkuiri Terbimbing (guided inquiry approach)
Pendekatan inkuiri terbimbing yaitu pendekatan inkuiri dimana guru membimbing siswa melakukan kegiatan
dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi. Guru mempunyai peran aktif dalam
menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya. Pendekatan inkuiri terbimbing ini digunakan bagi
siswa yang kurang berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri. Dengan pendekatan ini siswa belajar lebih
beorientasi pada bimbingan dan petunjuk dari guru hingga siswa dapat memahami konsep-konsep pelajaran. Pada
pendekatan ini siswa akan dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk diselesaikan baik melalui diskusi
kelompok maupun secara individual agar mampu menyelesaikan masalah dan menarik suatu kesimpulan secara
mandiri.
Pada dasarnya siswa selama proses belajar berlangsung akan memperoleh pedoman sesuai dengan yang
diperlukan. Pada tahap awal, guru banyak memberikan bimbingan, kemudian pada tahap-tahap berikutnya,
bimbingan tersebut dikurangi, sehingga siswa mampu melakukan proses inkuiri secara mandiri. Bimbingan yang
diberikan dapat berupa pertanyaan-pertanyaan dan diskusi multi arah yang dapat menggiring siswa agar dapat
memahami konsep pelajaran matematika. Di samping itu, bimbingan dapat pula diberikan melalui lembar kerja
siswa yang terstruktur. Selama berlangsungnya proses belajar guru harus memantau kelompok diskusi siswa,
sehingga guru dapat mengetahui dan memberikan petunjuk-petunjuk dan scafolding yang diperlukan oleh siswa.
2. Inkuiri Bebas (free inquiry approach).
Pada umumnya pendekatan ini digunakan bagi siswa yang telah berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri.
Karena dalam pendekatan inkuiri bebas ini menempatkan siswa seolah-olah bekerja seperti seorang ilmuwan.
Siswa diberi kebebasan menentukan permasalahan untuk diselidiki, menemukan dan menyelesaikan masalah
secara mandiri, merancang prosedur atau langkah-langkah yang diperlukan.
Selama proses ini, bimbingan dari guru sangat sedikit diberikan atau bahkan tidak diberikan sama sekali. Salah
satu keuntungan belajar dengan metode ini adalah adanya kemungkinan siswa dalam memecahkan masalah open
endeddan mempunyai alternatif pemecahan masalah lebih dari satu cara, karena tergantung bagaimana cara
mereka mengkonstruksi jawabannya sendiri. Selain itu, ada kemungkinan siswa menemukan cara dan solusi yang
baru atau belum pernah ditemukan oleh orang lain dari masalah yang diselidiki.
Sedangkan belajar dengan metode ini mempunyai beberapa kelemahan, antara lain: 1) waktu yang diperlukan
untuk menemukan sesuatu relatif lama sehingga melebihi waktu yang sudah ditetapkan dalam kurikulum, 2)
karena diberi kebebasan untuk menentukan sendiri permasalahan yang diselidiki, ada kemungkinan topik yang
diplih oleh siswa di luar konteks yang ada dalam kurikulum, 3) ada kemungkinan setiap kelompok atau individual
mempunyai topik berbeda, sehingga guru akan membutuhkan waktu yang lama untuk memeriksa hasil yang
diperoleh siswa, 4) karena topik yang diselidiki antara kelompok atau individual berbeda, ada kemungkinan
kelompok atau individual lainnya kurang memahami topik yang diselidiki oleh kelompok atau individual tertentu,
sehingga diskusi tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.
3. Inkuiri Bebas yang Dimodifikasikan ( modified free inquiry approach)
Pendekatan ini merupakan kolaborasi atau modifikasi dari dua pendekatan inkuiri sebelumnya, yaitu: pendekatan
inkuiri terbimbing dan pendekatan inkuiri bebas. Meskipun begitu permasalahan yang akan dijadikan topik untuk
diselidiki tetap diberikan atau mempedomani acuan kurikulum yang telah ada. Artinya, dalam pendekatan ini siswa
tidak dapat memilih atau menentukan masalah untuk diselidiki secara sendiri, namun siswa yang belajar dengan
pendekatan ini menerima masalah dari gurunya untuk dipecahkan dan tetap memperoleh bimbingan. Namun
bimbingan yang diberikan lebih sedikit dari Inkuiri terbimbing dan tidak terstruktur.
Dalam pendekatan inkuiri jenis ini guru membatasi memberi bimbingan, agar siswa berupaya terlebih dahulu
secara mandiri, dengan harapan agar siswa dapat menemukan sendiri penyelesaiannya. Namun, apabila ada siswa
yang tidak dapat menyelesaikan permasalahannya, maka bimbingan dapat diberikan secara tidak langsung dengan
memberikan contoh-contoh yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi, atau melalui diskusi dengan siswa
dalam kelompok lain.
Berdasarkan pengertian dan uraian dari ketiga jenis pembelajaran dengan pendekatan inkuiri, penulis memilih
Pendekatan Inkuiri Terbimbing yang akan digunakan dalam penelitian ini. Pemilihan ini penulis lakukan dengan
pertimbangan bahwa penelitian yang akan dilakukan terhadap siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP),
dimana tingkat perkembangan kognitif siswa masih pada tahap peralihan dari operasi konkrit ke operasi formal,
dan siswa masih belum berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri serta karena siswa masih dalam taraf
belajar proses ilmiah, sehingga penulis beranggapan pendekatan inkuiri terbimbing lebih cocok untuk diterapkan.
Selain itu, penulis berpendapat bahwa pendekatan inkuiri bebas kurang sesuai diterapkan dalam pembelajaran
matematika, karena dalam proses pembelajaran matematika topik yang diajarkan sudah ditetapkan dalam silabus
kurikulum matematika, sehingga siswa tidak perlu mencari atau menetapkan sendiri permasalahan yang akan
dipelajari.
DAFTAR PUSTAKA
Cochran, Rachel et al.(2007). The impact of Inqury-Based Mathematics on Context Knowledge and Classroom
Practice. Journal. Tersedia:http://www.rume.org/crume2007/papers/cochran-mayer-mullins.pdf
Krismanto, M.Sc. (2003). Beberapa Teknik, Model dan Strategi dalam Pembelajaran Matematika. PPPG Matematika.
Yogyakarta.
Sanjaya, Wina. Dr. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana Prenada Media
Group. Jakarta
Slavin, Robert.E. (2008). Cooperative Learning; Teori, Riset dan Praktik. Bandung. PT. Nusa Media
Tim MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung. JICA
« Kemampuan Penalaran Matematika
Model Pembelajaran Inkuiri »
Model Pembelajaran Kolaboratif MURDER
Mei 27, 2010 oleh Herdian,S.Pd., M.Pd.
Model Pembelajaran Kolaboratif MURDER
Pembelajaran MURDER merupakan pembelajaran yang diadaptasi dari buku karya Bob
Nelson “The Complete Problem Solver” yang merupakan gabungan dari beberapa kata yang meliputi:
1. Mood (Suasana Hati)
Mood adalah istilah bahasa inggris yang artinya suasana hati. Dalam belajar suasana hati yang positif bisa
menciptakan semangat belajar sehingga konsentrasi belajar dapat dicapai semaksimal mungkin dan dapat
menyerap apa yang telah dipelajari. Oleh karena itu, jika suasana hati tidak mendukung, maka semua konsentrasi
akan dibuyarkan dengan pikiran-pikiran yang tidak penting untuk difikirkan. Ciptakan suasana hati yang positif
ketika kita belajar sebuah ilmu.
Proses pembelajaran adalah proses yang dapat mengembangkan seluruh potensi siswa. Seluruh potensi itu hanya
mungkin dapat berkembang manakalah siswa terbebas dari rasa takut dan menegangkan. Kecerdasan emosional
ini berkaitan dengan pandangan kita tentang kehidupan, kemampuan kita bergembira, sendirian dan dengan orang
lain, serta keseluruhan rasa puas dan kecewa yang kita rasakan. Hamzah (2006: 82) menyatakan bahwa suasana
hati umum juga memiliki dua skala, yaitu sebagai berikut:
1. Optimisme, yaitu kemampuan untuk mempertahankan sikap positif yang realistis terutama dalam
menghadapi masa-masa sulit. Dalam pengertian luas, optimisme berarti makna kemampuan melihat
sisi tentang kehidupan dan memelihara sikap positif, sekalipun kita berada dalam kesulitan. Optimisme
mengasumsikan adanya harapan dalam cara orang menghadapi kehidupan.
1. Kebahagiaan, yaitu kemampuan untuk mensyukuri kehidupan, menyukai diri sendiri dan orang lain, dan
untuk bersemangat serta bergairah dalam melakukan setiap kegiatan.
Oleh karena itu perlu diupayakan agar proses pembelajaran merupakan proses yang menyenangkan bisa
dilakukan, pertama, dengan menata ruangan yang apik dan menarik, yaitu yang memenuhi unsur-unsur kesehatan,
kedua, melalui pengelolaan yang hidup dan bervariasi yakni dengan menggunakan pola dan model pembelajaran,
media dan sumber belajar yang relevan.
2. Understand (Pemahaman)
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, pemahaman
adalah mengerti benar atau mengetahui benar. Pemahaman dapat diartikan juga menguasai tertentu dengan
pikiran, maka belajar berarti harus mengerti secara mental makna dan filosofisnya, maksud dan implikasi serta
aplikasi-aplikasinya, sehingga menyebabkan siswa memahami suatu situasi. Hal ini sangat penting bagi siswa yang
belajar. Memahami maksudnya, menangkap maknanya, adalah tujuan akhir dari setiap mengajar. Pemahaman
memiliki arti mendasar yang meletakan bagian-bagian belajar pada proporsinya. Tanpa itu, maka skill pengetahuan
dan sikap tidak akan bermakna.
Dalam belajar unsur pemahaman itu tidak dapat dipisahkan dari unsur-unsur yang lain. Dengan motivasi,
konsentrasi dan reaksi, maka siswa dapat mengembangkan fakta-fakta, ide-ide atau skill kemudian dengan unsur
organisasi, maka subyek belajar dapat menata hal- hal tersebut secara bertautan bersama menjadi suatu pola yang
logis, karena mempelajari sejumlah data sebagaimana adanya, secara bertingkat atau angsur-angsur, siswa mulai
memahami artinya dan implikasi dari persoalan-persoalan secara keseluruhan.
Perlu diingat bahwa pemahaman tidak hanya sekedar tahu akan tetapi juga menghendaki agar siswa dapat
memanfaatkan bahan-bahan yang telah dipelajari dan dipahami, kalau sudah demikian maka belajar itu bersifat
mendasar. Pemahaman lebih tinggi satu tingkat dari pengetahuan. Pemahaman memerlukan kemampuan
menangkap makna atau arti dari suatu konsep.
Kemudian perlu ditegaskan bahwa pemahaman bersifat dinamis, dengan ini diharapkan akan bersifat kreatif. Ia
akan menghasilkan imajinasi dan pikiran yang tenang, akan tetapi apabila subyek belajar betul-betul memahami
materi yang disampaikan oleh gurunya, maka mereka akan siap memberikan jawaban-jawaban yang pasti atas
partanyaan-pertanyaan atau berbagai masalah dalam belajar (Sardiman, 1996: 42-45).
Dalam memahami suatu materi, harus konsentrasi secara penuh terhadap materi tersebut dengan cara memahami
tiap-tiap kalimat dan mencerna maksud dari kalimat tersebut. Bisa juga dengan membanyangkan secara langsung
hal yang terjadi dalam kalimat tersebut dan hendaknya mengikuti secara runtun aliran suatu materi dengan
seksama karena jika satu materi saja terlewat maka pada materi berikutnya kemungkinan besar akan sulit
memahaminya.
3. Recall (Pengulangan)
Mengulang adalah usaha aktif untuk memasukkan informasi kedalam ingatan jangka panjang. Ini dapat dilakukan
dengan “mengikat” fakta kedalam ingatan visual, auditorial, atau fisik. Otak banyak memiliki perangkat ingatan.
Semakin banyak perangkat (indra) yang dilibatkan, semakin baik pula sebuah informasi baru tercatat. Me-
recall tidak hanya terhadap pengetahuan tentang fakta, tetapi juga mengingat akan konsep yang luas, generalisasi
yang telah didistribusikan, definisi, metode dalam mendekati masalah. Me-recall, bertujuan agar siswa memiliki
kesempatan untuk membentuk atau menyusun kembali imformasi yang telah mereka terima (Jamarah, 2005: 108) .
Orang yang tidak mengulang saat belajar senantiasa memasukkan informasi baru tersebut lepas. Itu membuat
belajar menjadi sulit karena akan ada lebih sedikit kata dalam otak yang dapat digunakan untuk mengaitkan atau
mengasosiasikan sejumlah informasi baru berikutnya.
Kegiatan mengulang ini bisa dilakukan setelah mendapatkan materi tersebut, dapat dilakukan pada waktu
sepulang sekolah, waktu istirahat, dan diwaktu-waktu senggang lainnya. Pada kegiatan mengulang ini dapat
dengan cara membaca ulang sesuai dengan materi yang telah diberikan, kemudian merangkumnya dengan bahasa
sendiri yang mudah dipahami. Sehingga secara tidak langsung membaca sekaligus menghafal materi yang telah
dipelajari.
4. Digest (Penelaahan)
Keberhasilan suatu proses pengajaran diukur sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran yang
disampaikan guru. Isi atau materi pelajaran merupakan komponen kedua dalam sistem pembelajaran. Dalam
konteks tertentu, materi pelajaran merupakan inti dalam proses pembelajaran. Artinya, sering terjadi proses
pembelajaran diartikan sebagai proses penyampaian materi. Hal ini bisa dibenarkan manakalah tujuan utama
pembelajaran adalah penguasaan materi pembelajaran (subject centere teaching). Untuk dapat menguasai materi
pelajaran siswa tidak hanya berpedoman pada satu buku, karena pada dasarnya ada berbagai sumber yang bisa
dijadikan sumber untuk memperoleh pengetahuan.
Sanjaya (2006: 173-174) menyatakan bahwa beberapa sumber belajar yang bisa dimanfaatkan dalam proses
belajar di dalam kelas diantaranya adalah:
a. Manusia Sumber
Alat dan bahan pengajaran misalnya buku-buku, majalah, koran, dan bahan cetak lainnya, film slide, foto, gambar,
dan lain- lain.
b. Berbagai Aktifitas dan Kegiatan
Yang dimaksud aktifitas adalah segala perbuatan yang disengaja dirancang guru untuk memfasilitasi kegiatan
belajar siswa seperti diskusi, demonstrasi, simulasi, melakukan percobaan dan lain- lain.
c. Lingkungan (Setting)
Lingkungan adalah segala sesuatu yang dapat memungkinkan siswa belajar, misalnya gedung sekolah,
perpustakaan, taman, laboratorium, kantin sekolah dan lain- lain
5. Expand (Pengembangan)
Expand artinya pengembangan. Dengan pengembangan, maka akan lebih banyak mengetahui tentang hal-hal yang
berhubungan dengan materi yang dipelajari. Ada 3 buah pertanyaan yang dapat di ajukan untuk mengkritisi materi
tersebut yaitu:
1. Andaikan saya bertemu dengan penulis materi tersebut, pertanyaan atau kritik apa yang hendak saya
ajukan?
2. Bagaimana saya bisa mengaplikasikan materi tersebut ke dalam hal yang saya sukai?
3. Bagaimana saya bisa membuat informasi ini menjadi menarik dan mudah dipahami oleh
siswa/mahasiswa lainnya?
6. Review (Pelajari Kembali)
Pelajari kembali materi pelajaran yang sudah dipelajari. Suatu proses pembelajaran akan berlangsung dengan
efektif apabila informasi yang dipelajari dapat diingat dengan baik dan terhindar dari lupa. Mengingat adalah
proses menerima, menyimpan dan mengeluarkan kembali informasi yang telah diterima melalui pengamatan,
kemudian disimpan dalam pusat kesadaran setelah diberikan tafsiran.
Proses mengingat banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor yang meliputi faktor individu, faktor sesuatu yang harus
diingat, dan faktor lingkungan. Dari individu, proses mengingat akan lebih efektif apabila individu memiliki minat
yang besar, motivasi yang kuat, memiliki metode tertentu dalam pengamatan dan pembelajaran. Maka dari itulah
mempelajari kembali materi yang sudah dipelajari merupakan usaha agar ingatan itu tidak mudah lepas.
Langkah- langkah penerapan strategi pembelajaran MURDER adalah sebagai berikut:
1. Langkah pertama berhubungan dengan suasana hati (mood) adalah ciptakan suasana hati yang positif
untuk belajar. Hal ini bisa dilakukan dengan cara menentukan waktu, lingkungan dan sikap belajar yang
sesuai dengan kepribadian siswa.
2. Langkah kedua berhubungan dengan pemahaman adalah segera tandai bahan pelajaran yang tidak
dimengerti. Pusatkan perhatian pada mata pelajaran tersebut atau ada baiknya melakukan bersama
beberapa kelompok latihan.
3. Langkah ketiga berhubungan dengan pengulangan adalah setelah mempelajari satu bahan dalam suatu
mata pelajaran, segeralah berhenti. Setelah itu, ulangi membahas bahan pelajaran itu dengan kata-
kata siswa.
4. Langkah keempat yang berhubungan dengan penelaahan adalah segera kembali pada bahan pelajaran
yang tidak dimengerti. Carilah keterangan mengenai mata pelajaran itu dari artikel, buku teks atau
sumber lainnya. Jika masih belum bisa, diskusikan dengan guru atau teman kelompok.
5. Langkah kelima berhubungan dengan pengembangan adalah tanyakan pada diri sendiri mengenai tiga
masalah di bawah ini, begitu selesai mempelajari satu mata pelajaran, yaitu:
1. Andaikan bisa bertemu dengan penulis materi, pertanyaan atau kritik apa yang diajukan?
2. Bagaimana bisa mengaplikasikan materi tersebut pada hal yang disukai?
3. Bagaimana bisa membuat informasi ini menjadi menarik dan mudah dipahami oleh siswa
lainnya?
6. Langkah keenam yang berhubungan dengan review adalah pelajari kembali materi pelajaran yang
sudah dipelajari.
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah, B.U. (2006). Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Jamarah, S.B. (2005). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Asdi Mahasatya
Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media
Sardiman. (1996). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Ditulis dalam Model Pembelajaran Lengkap | Bertanda model pembelajaran MURDER | 18 Komentar