BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Relaksasi …eprints.umm.ac.id/45721/3/BAB II.pdfrelaksasi otot...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Relaksasi …eprints.umm.ac.id/45721/3/BAB II.pdfrelaksasi otot...
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Relaksasi
2.1.1 Definisi Relaksasi
Relaksasi dapat di artikan sebagai teknik yang dilakukan untuk mengatasi stres
dimana akan terjadi peningkatan aliran darah sehingga perasaan cemas dan khawatir
akan berkurang (Abbasi et al,. 2018). Relaksasi merupakan proses merilekskan otot-
otot yang mengalami ketegangan atau mengendorkan otot-otot tubuh dan pikiran agar
tercapai kondisi yang nyaman atau berada pada gelombang otak alfa-teta (Yunus, 2014).
2.1.2 Manfaat Relaksasi
Relaksasi memiliki beberapa manfaat diantaranya adalah mengurangi tingkat
stres pada seseorang yang memiliki masalah kesehatan (Tsitsi et al., 2017). Manfaat yang
sama juga dijelaskan oleh peneliti lain bahwasannya relaksasi dapat mengurangi tingkat
stres, dimana teknik relaksasi berguna untuk meregulasi emosi dan fisik individu dari
kecemasan, ketegangan, stres dan lainnya, serta secara fisiologis, pelatihan relaksasi
memberikan respons relaks, dimana dapat diidentifikasikan dengan menurunnya
tekanan darah, detak jantung dan meningkatkan resisten kulit (Sari & Subandi, 2015)
Manfaat relaksasi secara umum menurut (Utami, 2001) meliputi :
1. Relaksasi dapat membuat seseorang lebih mampu menghindari reaksi berlebih
akibat stres.
2. Masalah – masalah yang timbul akibat stres seperti, sakit kepala, tekanan darah
tinggi, insomnia, dan perilaku – perilaku buruk dapat berkurang.
12
3. Mengurangi tingkat kecemasan pada seseorang dan menunjukkan efek fisiologis
yang positif.
4. Meningkatkan semangat pada seseorang dalam melakukan aktifitas.
5. Meningkatkan hubungan interpersonal dan harga diri pada seseorang.
Jika kita simpulkan dari beberapa penjelasan diatas manfaat relaksasi sendiri
meliputi mengurangi perasaan cemas, meningkatkan perasaan tenang dan damai,
mengurangi ketegangan otot, serta meningkatkan energi dan memperbaiki fisiologis
tubuh.
2.1.3 Jenis-Jenis Relaksasi
Menurut Miltenberger (2004) relakasasi dibedakan menjadi empat macam yaitu
relaksasi otot (progressive muscle relaxation), relaksasi pernafasan (diaphragmatic breathing),
relaksasi dengan cara meditasi (attention focussing exercises), dan relaksasi perilaku
(behavioural relaxation training) dan lain sebagainya.
2.2 Konsep Terapi Relaksasi Pernafasan Warna
2.2.1 Definisi Terapi Relaksasi Pernafasan Warna
Terapi merupakan salah satu bentuk cara yang di gunakan pada perawatan untuk
penyakit atau gangguan (O'Brien et al., 2014). Warna dapat didefinisikan secara
psikologis yang merupakan suatu pemahaman yang diterima langsung oleh indera
penglihatan secara objektif atau fisik sebagai sifat cahaya yang dipancarkan. Cahaya
yang dapat dilihat oleh mata merupakan bentuk pancaran energi dari gelombang
elektromagnetik (Meilani, 2013).
Menurut Kusuma (Sawitri, 2013), terapi warna merupakan terapi yang bisa
menimbulkan efek relaksasi dan mampu mengurangi stres namun belum banyak di
terapkan di Indonesia. Dilanjutkan oleh pendapat Harini (2013), Terapi warna adalah
13
salah satu teknik mengobati penyakit melalui penerapan warna, agar tubuh tetap sehat
dan memperbaiki ketidakseimbangan di dalam tubuh sebelum hal itu menimbulkan
masalah fisik maupun mental. Pendapat yang serupa yang dikemukakan Rochmawati
(2012), Terapi warna adalah terapi yang dapat memberikan unsur relaksasi, dimana efek
yang didapat dari berbagai penelitian relaksasi mampu mengurangi ketegangan atau
kecemasan pada suatu individu. Menurut Harini (2013), Beberapa metode terapi warna
yang sering digunakan adalah sebagai berikut:
1) Pernapasan warna; yaitu teknik bernafas dengan membayangkan sewaktu menghirup
dan menghembuskan nafas dengan warna-warna tertentu.
2) Meditasi; membayangkan atau berimajinasi untuk memusatkan perhatian pada objek
tertentu yang bersifat citraan/visual, yang mengandung warna-warna, sehingga dapat
memberikan efek relaksasi pada tubuh.
3) Air solarisasi; yaitu dengan menggunakan botol maupun gelas atau air dengan warna-
warna tertentu, kemudian air tersebut diminum.
4) Aurasoma; teknik ini menggunakan botol-botol kecil yang berisi lapisan warna dari
minyak esensial dan ekstrak tumbuhan.
5) Warna kain sutra; yaitu teknik terapi warna yang menggunakan kain sutra yang
dipakaikan ke tubuh pasien untuk digunakan dalam waktu tertentu.
Menurut Goldfried dan Davidson tehnik dalam terapi yang dapat mengurangi
ketegangan dan kecemasan adalah terapi relaksasi, tehnik ini kembangkan oleh
Jacobson dan Wolpe. Ditambahkan menurut Walker teknik ini dapat digunakan oleh
sesorang tanpa bantuan terapis dan mereka dapat menggunakannya untuk mengurangi
ketegangan dan kecemasan yang dialami sehari-hari (Harini, 2013).
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan bentuk terapi yang dilakukan dengan
cara mengatur secara pelan pernafasan, tehnik ini mengfokuskan diri pada saat
14
melakukan pernafasan dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan
menghembuskan napas secara perlahan (Cahyanti, 2017). Ditambahkan menurut
(Koban et al., 2014) Relaksasi pernafasan merupakan pernafasan yang diatur secara
pelan, dalam keadaan sadar, dan melibatkan kerja dari oto – otot perut atau diafragma
dengan lama waktu tertentu.
Tujuan teknik relaksasi napas dalam adalah melatih sistem pernafasan,
meningkatkan pertukaran udara di alveoli, mencegah atelektasi paru, meningkatkan
efesiensi batuk, mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional (Nasuha, 2016).
Salah satu tehnik relaksasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah relaksasi
pernafasan yaitu terapi pernafasan relaksasi warna.
Metode terapi warna yang digunakan adalah terapi relaksasi pernapasan warna
adalah terapi warna yang menggunakan metode relaksasi pernapasan dalam dengan
memfokuskan diri untuk membayangkan udara disekitar diwaktu pada saat menghirup
dan menghembuskan nafas dengan warna tertentu (Harini, 2013).
2.2.2 Tinjauan Singkat Tentang Warna
Warna dapat didefinisikan sebagai pengalaman indera penglihatan secara
obyektif atau fisik yang memiliki sifat cahaya yang dipancarkan sehingga dapat di
pahami secara subjektif atau psikologis (Gaurav et al., 2010). Cahaya adalah energi
elektromagnetik yang dihasilkan oleh matahari dalam panjang gelombang yang berbeda
sebagai cahaya yang diserap dan dipantulkan dan segala sesuatu di alam ini penuh
dengan warna, secara objektif atau fisik warna dapat dilihat dari panjang gelombang
(wave length) dan panjang gelombang warna yang masih bisa ditangkap mata manusia
berkisar 380-780 nanometer (Meilani, 2013). Getaran membentuk segala sesuatu dalam
hidup. Alam semesta ini hanya energi dalam getaran. Tubuh kita memiliki medan energi
(disebut chakras). Semua organ tubuh kita terdiri dari atom bergetar. Semua dari kita
15
memiliki sistem energi yang unik kita sendiri dan organ tubuh kita memiliki pola
getaran yang berbeda. Kita semua memancarkan warna (Gaurav et al, 2010).
Cahaya memiliki partikel yang berbeda yang disebut foton dan oven microwave.
Cahaya menembus segala sesuatu, bahkan tubuh kita. Cahaya juga memancarkan
panjang gelombang yang kita tidak bisa melihat (ultraviolet). Panjang gelombang ini
mengandung radiasi, yang merupakan energi. Energi Qi dan kehidupan. Sehingga bisa
dikatakan bahwa panjang gelombang didefinisikan sebagai warna. Di lingkungan kita
ada kuantitas besar gelombang dengan karakteristik frekuensi yang berbeda (Gaurav et
al., 2010).
Terapi warna atau sering disebut sebagai Chromatherapy adalah terapi relaksasi
yang menjadi salah satu alternatif untuk menangani masalah yang berhubungan dengan
kesehatan mental seperti stres (Unal, 2015). Menurut Jane (Atma, 2011) terapi warna
merupakan salah satu terapi untuk gangguan atau penyakit melalui penggunaan terapi
diharapkan agar warna bisa membuat tubuh tetap sehat dan memperbaiki
ketidakseimbangan yang ada dalam tubuh sebelum dapat menyebabkan masalah fisik
maupun mental. Terapi warna, juga dikenal sebagai chromatherapy, adalah (CAM)
teknik Complementary and Alternative Medicine. Seorang terapis warna yang terlatih mampu
menggunakan warna dan cahaya untuk menyeimbangkan energi di mana pun tubuh
kita kurang - baik fisik, emosional, mental atau spiritual (Gaurav et al., 2010).
Teknik ini merupakan perpaduan antara teknik pernapasan dalam dengan
membayangkan warna yang dapat dibantu menggunakan alat bantu seperti, kain,
pakaian, dll (Sembian & Aathi, 2015). Teknik ini dipercaya mampu untuk menangani
respon stres yang diakibatkan oleh stressor baik fisiologis, psikologis dan lain
sebagainya. Salah satu warna yang dapat digunakan dan mempunyai efek positif yaitu
16
warna biru dikarenakan warna biru dapat memberikan efeky yaitu rasa nyaman, rileks,
mengurangi stres, menyeimbangkan, dan menenangkan emosi (Gaurav et al., 2010).
Penggunaan terapi warna ini menjadi salah satu terapi yang sangat menarik untuk
menurunkan tingkat stres karena sifatnya yang praktis dan mudah, berbeda dengan
terapi lain yang membutuhkan banyak peralatan serta mengeluarkan biaya yang lebih
untuk tujuan yang sama. Salah satu metode dari terapi warna ini adalah Blue Color
Breathing Therapy (Gul et al., 2015). Metode ini hanya menggunakan teknik bernafas
dalam diikuti dengan membayangkan warna diwaktu menghirup dan menghembuskan
nafas dengan warna biru. Terapi warna tidak menggunakan alat dan biaya yang lebih
untuk melakukan serta menerapkanya hanya saja dalam penelitian ini, peneliti
memberikan alat bantu berupa kain dengan modifikasi agar pasien lebih mudah
membayangkannya (Gaurav et al, 2010).
2.2.3 Manfaat Warna Biru Terhadap Penurunan Tingkat Stres
Biru adalah warna yang berpikir untuk mendorong stabilitas emosional,
kemurnian dan ketenangan, hal ini berhubungan dengan cakra jantung, sehingga
diyakini dapat membantu masalah emosional, seperti cinta, pengampunan,
kepercayaan dan kasih sayang. Ketidakseimbangan cakra dalam jantung dapat dikaitkan
dengan rasa takut berhubungan, ketidakpercayaan, kecemburuan, isolasi dan
ketidakamanan (Gaurav et al., 2010). Warna biru membuat efek fisik yang mana seperti
memperkuat kondisi tubuh dan pikiran, menstabilkan kondisi jiwa yang sedang galau
saat menjalani perawatan. Sedangkan efek psikologisnya dapat memulihkan stress dan
menciptakan kondisi yang tenang selain warna biru merupakan warna keseimbangan,
sangat bermanfaat untuk kondisi-kondisi emosional pada saat stress, emosi, dan
mengalami rasa takut (Harini, 2013).
17
Tabel 2.1 : Manfaat Warna
No Warna Warna Yang Keterkaitan
Dengan
Manfaat Warna Yang Terlalu Banyak Menyebabkan
1 Hijau Hijau adalah warna yang menyegarkan dan sejuk. Ini menghubungkan kita dengan cinta tanpa syarat
Kedamaian Pembaharuan Cinta Harapan Keseimbangan harmoni Control pertumbuhan diri
Pengurangan stres Ketenangan Keseimbangan, dan normal Relaksasi
Kemalasan
2 Biru Biru merupakan warna yang dingin dan asam. Ini menghubungkan kita dengan pikiran holistic
Komunikasi Kreativitas Ekspresi pribadi Vitalitas Ketegasan Pengetahuan Kesehatan Ansietas
Relaksasi mental Pengurangan stres Ketenangan Perdamaian Bantuan dengan insomnia percaya diri dalam berbicara Komunikasi yang jelas Bantuan dengan hiperaktif pada anak-anak
Perasaan ketidakamanan, merasa pesimis, muncul perasaan depresi.
3 Orange Orange adalah hangat dan menyenangkan. Menghubungkan e emosional diri kita
Sosialisasi Kepercayaan social Keberhasilan Kebahagiaan Akal
Optimisme Bersorak Anti-depresan Inspiratif Minat dan kegiatan diperluas Hubungan menyenangkan Hambatan bantuan hapus
Lekas marah Ledikit frustrasi Nafsu makan meningkat
(Sumber : Gaurav et al., 2010).
18
2.2.4 Metode Pengobatan Dengan Menggunakan Warna
Berikut metode penerapan terapi warna menurut Gaurav et al. (2010),
2.2.4.1 Menurut Harini (2013), metode terapi warna yang sering digunakan adalah
sebagai berikut: 1) Pernapasan warna; yaitu teknik bernafas dengan
membayangkan sewaktu menghirup dan menghembuskan nafas dengan
warna-warna tertentu. 2) Meditasi; membayangkan atau berimajinasi untuk
memusatkan perhatian pada objek tertentu yang bersifat citraan/visual, yang
mengandung warna-warna, sehingga dapat memberikan efek relaksasi pada
tubuh. 3) Air solarisasi; yaitu dengan menggunakan botol maupun gelas atau
air dengan warna-warna tertentu, kemudian air tersebut diminum. 4)
Aurasoma; teknik ini menggunakan botol-botol kecil yang berisi lapisan warna
dari minyak esensial dan ekstrak tumbuhan. 5) Warna kain sutra; yaitu teknik
terapi warna yang menggunakan kain sutra yang dipakaikan ke tubuh pasien
untuk digunakan dalam waktu tertentu.
2.2.4.2 Metode menggunakan pernafasan warna dapat dilakukan dengan mengambil
kain warna biru. Tempatkan kain didepan tubuh. Bersantai, dan bernapas
dalam-dalam selama 5 menit. Tubuh akan menyerap warna-warna ini dan
menjenuhkan chakras, dengan cara itu getaran dalam tubuh akan seimbang.
2.2.4.3 Dengan bernapas dalam membayangkan bahwa menghirup udara ke dalam
setiap bagian, setiap organ tubuh.
2.2.4.4 Udara ini diubah kemudian ke frekuensi energi yang berbeda. Tarik napas
perlahan-lahan melalui lubang hidung dan menghembuskan napas melalui
mulut. Menghirup dan menghembuskan napas sampai hitungan 5. Latihan ini
dapat dilakukan selama 10 menit.
19
2.3 Definisi Stres
Menurut McPheat (2010) stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap stresor
psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan). Nasir & Muhith (2011)
mendefinisikan stres merupakan hubungan interaksi individu dengan lingkungan
sekitar yang dapat menimbulkan suatu kondisi persepsi tuntutan yang berasal dari
sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang. Stres bisa dapat juga diartikan
sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari
luar diri seseorang dan karena itu stres dapat membuat sebuah ancaman baru yang
dapat menyebabkan kecemasan, depresi, disfungsi sosial bahkan bisa untuk mengakhiri
hidup.
Pendapat yang serupa yang dikemukakan oleh Legiran et al. (2015) stres
merupakan suatu kondisi yang disebabkan adanya interaksi antara sebuah individu
dengan lingkungan, sehingga membuat suatu jarak antara sesuatu yang ingin dicapai
yang berasal dari situasi yang bersumber pada sistem biologis, psikologis dan sosial dari
seseorang. Stres biasa dapat diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang
tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.
2.4 Stres Mahasiswa
Stres mahasiswa dapat di artikan sebagai stres yang terjadi pada saat seseorang
mahasiswa mengalami suatu tekanan dan ketidaknyamanan ketika melakukan belajar
bisa disebut dengan stres dalam belajar. Stres dalam belajar merupkan suatu perasaan
yang dihadapi oleh seseorang mahasiswa ketika ada tekanan-tekanan terhadapnya.
Tekanan-tekanan yang dimaksud disini adalah berhubungan dengan belajar dan
kegiatan sekolah, misalnya saja tenggang waktu tugas, saat menjelang ujian, dan hal-hal
yang lain (Sudarya et al., 2014).
20
2.5 Faktor Penyebab Stres
Faktor penyebab stres secara umum menurut Sudarya (2014) mengatakan faktor-
faktor penyebab stres (stressor) secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1). stressor internal dan 2). stressor eksternal. Stresor internal timbul dari dalam diri
individu tersebut misalnya, kondisi fisik, perilaku, kognitif, standar yang terlalu tinggi,
konflik pribadi, atau suatu keadaan emosi. Stressor eksternal timbul dari luar diri
individu misalnya perubahan lingkungan sekitar, keluarga yang kurang harmonis,
masalah ekonomi dan sosial budaya ( Musradinur, 2016).
Menurut Gaol (2016). sumber stres bisa dikategorikan menjadi tiga jenis, yaitu :
2.5.1 Life events (Peristiwa kehidupan)
Life events berfokus pada peranan perubahan perubahan kehidupan yang
begitu banyak terjadi dalam waktu yang singkat sehingga meningkatkan
kerentanan pada stres. ada sepuluh peristiwa kehidupan yang paling penting dan
biasanya memicu terjadinya stres, yaitu 1). kematian pasangan 2). perceraian 3).
kehilangan anggota keluarga 4). terpenjara 5). masalah keuangan 6). pertengkaran
dalam keluarga 7). tunawisma 8). pengangguran 9). anggota keluarga yang tiba-
taba mencoba bunuh diri 10). anggota keluaga yang menderita sakit serius.
2.5.2 Chronic strain (Ketegangan kronis)
Chronic strains adalah kesulitan-kesulitan yang konsisten atau berulang-
ulang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. ada empat faktor yang menjadi pemicu
terjadinya ketegangan kronis, yaitu : 1). Tuntutan tuntutan pekerjaan 2).
kurangnya pengendalian atas pekerjaan 3). tuntutan-tuntutan dari rumah 4).
kurangnya pengendalian dari rumah.
2.5.3 Daily hassles (Permasalahan sehari-hari).
21
Daily hassles (permasalah sehari-hari) adalah peristiwa-peristiwa kecil yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang memerlukan tindakan penyesuaian
dalam sehari saja. Ada beberapa contoh dari permasalah sehari-hari, misalnya :
1). pendatang yang tidak diharapkan 2). kemacatan berlalu lintas 3).
berkomunikasi dengan orang lain 4). tugastugas keseharian yang penting 5).
tenggat waktu yang tiba-tiba 6). dan berargumentasi kepada orang lain.
2.6 Jenis-jenis Stres
Menurut Nasir & Muhith, (2011). Ada empat jenis stress yang biasanya
kita dapat saat kehidupan sehari-hari antara lain sebagai berikut:
2.6.1 Frustasi
Frustasai adalah suatu kondisi yang di rasakan ketika pekerjaan atau kegiatan
yang ingin di tempuh terhampat karena adanya suatu masalah.
2.6.2 Konflik
Konflik merupakan suatu kondisi dimana ketika dua atau lebih perilaku saling
menyalahkan dan berbenturan tanpa adanya rasa untuk berdamai dan biasanya
malah saling memberatkan satu dengan yang lainnya.
2.6.3 Perubahan
Perubahan dapat diartikan sebagai salah satu kondisi baru dan membutuhkan
penyesuaian ketika hal itu tidak dilakukan akan menimbulkan kondisi yang
tidak semestinya.
2.6.4 Tekanan
Tekanan merupakan suatu kondisi yang berasal dari seseorang dengan
harapan atau tuntutan yang sangat besar untuk melakakukan sesuatu.
22
2.7 Dampak Stres
Stress akan berdampak pada suasana hati (mood), otot kerangka (musculo skeletal),
dan organ dalam tubuh (visceral). Tanda tanda pada suasana hati (mood) adalah cemas,
merasa tidak pasti, sulit tidur pada malam hari, suka lupa, dan gugup. Tanda-tanda
muskuloskeletal adalah jari-jari dan tangan gemetar, kepala mulai sakit, leher kaku atau
berdiri di tempat. Tanda-tanda visceral adalah tangan berkeringat, banyak berkeringat,
jantung berdebar, perut terganggu, mulut kering, suara berdering dalam telinga
(Larasati, 2016).
2.8 Respon Stres
Konsep stres yang ada pada masa modern dipengaruhi oleh penelitian Hans
Selye dan publikasi teorinya sindrom adaptasi umum (General Adaption Syndrome, GAS)
pada tahun 1930-an. Selye mengidentifikasi tiga tahap respons manusia terhadap
stresor. Pertama, tahap alarm, seorang individu menyadari stress atau stressor tersebut
dan sistem saraf simpatis menghasilkan reaksi ”melawan atau menghindar”. Pada tahap
kedua, resistensi, tubuh berupaya beradaptasi terhadap respons stres dan pada banyak
kasus terjadi adaptasi. Jika homeostasis tidak pulih maka tahap ketiga adalah kelelahan,
yakni tubuh tidak dapat merespons stres dan setelah beberapa lama dapat menderita
penyakit atau meninggal. Selye menyebutnya sebagai respons nonspesifik dengan kata
lain, respons yang sama tanpa melihat tipe stressor atau individu. (O'Brien et al., 2014).
Stres merupakan bagian dari reaksi dari tubuh (respon) terhadap lingkungan yang
dapat membuat perlindungan pada diri pada tubuh yang juga termasuk dalam bagian
dari sistem pertahanan yang membuat kita tetap hidup. Stres ketika dialami seseorang
akan menghasilkan reaksi fisiologis, psikologis, dan perubahan perilaku (Nasir &
Muhith, 2011). Respon stres tersebut dilihat dari berbagai aspek sebagai berikut.
23
1. Respon fisiologis
Respon fisiologis dapat ditandai dengan naiknya tekanan darah, frekuensi
jantung, nadi, dan sistem pernapasan.
2. Respon kognitif
Respon kognitif dapat juga terlihat pada saat terganggunya proses kognitif
individu, seperti pikiran menjadi kacau, turunnya daya konsentrasi, pikiran
berulang, dan pikiran tidak wajar.
3. Respon emosi
Respon emosi dapat muncul sangat luas, menyangkut emosi yang mungkin
dialami individu, seperti takut, cemas, malu, marah, dan sebagainya.
4. Respon tingkah laku
Respon tingkah laku dapat dibedakan menjadi fight, yaitu melawan situasi yang
menekan dan flight yaitu menghindari situasi yang menekan.
2.9 Psikopatologi Stres
Patologi (pathology) adalah pengetahuan tentang penyakit atau gangguan. Sedang
psikopatologi (psychopathology) adalah cabang psikologi yang berkepentingan untuk
menyelidiki penyakit atau gangguan mental dan gejala-gejala abnormal lainnya (Chaplin,
1999). Psikopatologi atau sakit mental adalah sakit yang tampak dalam bentuk perilaku
dan fungsi kejiwaan yang tidak stabil. Istilah psikopatologi mengacu pada sebuah
sindroma yang luas, yang meliputi ketidaknormalan kondisi indra, kognisi, dan emosi
(Astutik, 2012). Stres yang terjadi merupakan respon umum atau general adaptation
syndrome yang dikendalikan oleh hipotalamus, pada system ini hipotalamus menerima
masukan dahulu mengenai stresor fisik dan psikologis dari semua daerah di otak dan
dari banyak reseptor di seluruh tubuh. Stres oleh tubuh direspon dengan mengaktifkan
24
sistem kardiorespirasi, sistem locus ceruleus LC atau norepinephrin (NE), sistem
metabolisme dan HPA axis (Sugihato, 2012). Aktifnya hipotalamus–puitutary–adrenal
axis (HPA), menimbulkan conditioning stimuli pada alur limbic–hipotalamus–
puitutary-adrenal Axis (LHPA axis), kemudian merangsang hipotalamus dan
menyebabkan disekresinya hormon corticotrophin relesing hormone (CRH),
merangsang hipotalamus untuk sekresi ACTH. Peningkatan sekresi ACTH,
menyebabkan meningkatnya sekresi, kortisol (Usui et al., 2012).
2.10 Mengelola Stres
Kemampuan untuk mengatur atau mengelola diri sendiri merupakan suatu
proses berkesinambungan yang memerlukan adanya kemauan dan awareness untuk
mengubah, baik perilaku ataupun kebiasaan sehingga pada akhirnya kita mampu
menjadi orang yang efektif. Kemampuan mengelola waktu dan stres biasa disebut
dengan self management. Mengelola stres juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk
mengelola atau mengatur hal yang telah menjadi tanggung jawab kita dengan
menyesuaikan pada situasi yang terjadi pada kehidupan sehari-hari (Nasir & Muhith,
2011). Ada beberapa strategi dalam mengatasi stres. Kita tidak dapat menghapus stres
namun kita dapat menangani dan mengelola stres. Berikut beberapa cara diantaranya:
1. Pola makan yang sehat dan bergisi.
Pada umumnya pola makan yang sehat adalah minimal makan 3 kali dalam sehari,
dan menunya 4 sehat 5 sempurna. Untuk itu, yang perlu diperhatikan adalah jenis
asupan makanan komposisinya harus seimbang antara karbohidrat, lemak, dan
protein. Oleh karena asupan makanan juga dapat menyebabkan timbulnya stress
pada individu, terutama jenis makanan yang mengandung lemak. Sebagai contoh
kaum wanita yang banyak mengkonsumsi lemak cenderung akan mengalami
25
kegemukan, dan kegemukan adalah momok bagi kaum wantia. Selain itu, orang
yang mengalami stress akan terjadi pemecahan lemak tubuh sehingga menambah
kandungan lemak dalam darah. Kondisi seperti itu akan mengganggu sistem
peredaran darah dan mengakibatkan penyumbatan dalam pembuluh darah.
Untuk itu, pola makan 4 sehat 5 sempurna perlu terus dilakukan, agar individu
dapat terhindar dari stress. Budaya makan makanan yang bersifat instant harus
segera dikikis guna menjamin asupan gisi yang sehat bagi jiwa dan raga
(Sukadiyanto, 2010).
2. Berlibur atau rekreasi
Perubahan suasana pada saat berlibur agar mengurangi beban pikiran yang terlalu
berat dapat digunakan sebaigai aktivitas bertujuan untuk melepaskan segala
kelelahan (kepenatan) baik fisik maupun psikis dengan cara rekreasi yang
menjadi rutinitas. Hubungan keluarga sangat diperlukan guna agar menjalin
hubungan yang harmonis antar anggota keluarga agar terjadi komunikasi yang
harmonis pula. Selain itu berlibur juga mampu menggairahkan kinerja individu
yang mengalami kepenatan karena rutinitas pekerjaan atau beban pikiran yang
terlalu berat (Sukadiyanto, 2010).
3. Relaksasi
Dalam kehidupan sehari-hari tuntutan suatu pekerjaan atau kegiatan dapat
membuat pikiran seseorang berat sehingga dapat menyebabakan stress beberapa
penelitian menemukan bakwa teknik relaksasi dapat berpengaruh pada terhadap
tingkat stres, seperti dengan cara menghirup napas sekali atau lebih secara
perlahan. Dengan menyediakan sedikit waktu dan mengambil napas dalam,
secara otomatis menenangkan tubuh dan pikiran sehingga dapat berkonsentrasi
(Nasir & Muhith, 2011).
26
4. Distraksi
Distraksi merupakan suatu metode atau teknik yang dapat digunakan untuk
mengurangi kecemasan, nyeri, stres dengan cara mengalihkan perhatian
seseorang seperti mendengarkan musik klasik, menonton video animasi dll
(Sarfika et al., 2015).
2.11 Cara Mengukur Stres
Alat ukur untuk menentukan tingkat stres yaitu dengan menggunakan Depression
Anxiety Stress Scale (DASS) yang telah teruji reliabilitas dan validitasnya dengan nilai
validitas koefisien alfa depresi 0,947, ansietas 0,897, dan stress 0,933 sementara nilai
reabilitas ditemukan memiliki nilai alfa 0,93 (Crawford & Henry, 2005). DASS
merupakan 3 skala yang dirancang untuk mengukur keadaan emosional negatif yaitu
depresi, cemas, dan stres (Damanik, 2011).
Menurut Psychology Foundation of Australia (2014) Menghilangkan salah satu skla
data tidak akan memiliki efek yang nyata pada skor untuk timbangan yang tersisa, jadi
jika Anda yakin anda tidak perlu data Anda dapat menghilangkan satu atau dua dari
skala data. Alat ukur ini berisi 42 pertanyaan dengan 4 pilihan jawaban pada setiap
pertanyaan dengan menggunakan skala likert yaitu 0 (tidak sesuai dengan saya sama
sekali, atau tidak pernah), 1 (sesuai dengan saya sampai tingkat tertentu, atau kadang-
kadang), 2 (sesuai dengan saya sampai batas yang dapat dipertimbangkan, atau lumayan
sering), 3 (sangat sesuai dengan saya, atau sering sekali) (Nursalam, 2008).
Ditambahkan menurut Damanik (2011) Setelah mengambil skala stres dan
menghilangkan skala kecemasan dan depresi dari kuesioner DASS-42 didapatkan 14
item atau pertanyaan tanpa adanya perubahan skor setiap sub-skala. Skala stres tersebut
terletak pada soal nomor 1, 6, 8, 11, 12, 14, 18, 22, 27, 29, 32, 33, 35, 39 sedangkan
27
pada soal nomor yang lain terdapat pertanyaan depresi dari nomer 3, 5, 10, 13, 16, 17,
21, 24, 26, 31, 34, 37, 38,42 dan pertanyaan anxiety pada nomor 2, 4, 7, 9, 15, 19, 20,
23, 25, 28, 30, 36, 40, 41 skala ini telah diuji reliabilitas menggunakan Cronbach’s Alpha
Formula. Skor setiap sub-skala (normal, ringan, sedang, berat, sangat berat),
dijumlahkan dan dibandingkan untuk mengetahui tingkat stres responden tersebut
(Psychology Foundation of Australia, 2014). Adapun penjelasan selanjutnya di jelaskan pada
tabel berikut :
Tabel 2.2 : Skala Stres DASS 42
Tingkat Depresi Kecemasan Stress
Normal 0 – 9 0 – 7 0 – 14
Ringan 10 – 13 8 – 9 15 – 18
Sedang 14 – 20 10 – 14 19 – 25
Berat 21 – 27 15 – 19 26 – 33
Sangat Berat > 28 > 20 > 34
(Sumber : Crawford & Henry, 2003)
Tabel 2.3 : DASS 45 (Depression Anxiety Stress Scale)
Faktor Indikator Item Jumlah Total
Stres a. Sulit untuk santai 8, 22, 29 3 14
(Difficulty relaxing)
b. Memunculkan 12, 33 2
kegugupan (Nervous
arousal)
c. Mudah 1, 11, 39 3
marah/gelisah
(Easily
upset/agigated)
d. Mengganggu/lebih 6, 18, 27 3
reaktif
(Irritable/over-
reactive)
e. Tidak sabar 14, 32, 35 3
(Impatient)
Kecemasan a. Autonomic arousal 2, 4, 19, 23, 5 14
25
b. Efek-efek otot 7, 41 2
(Skeletal
musculature effects)
c. Situasional 40, 9, 30 3
28
kecemasan
(Situational anxiety)
d. Pengalaman subjektif 28, 36, 20, 15 4
mempengaruhi
kecemasan
(Subjective
experience of
anxious affect)
Depresi a. Disporia 13, 26 2 14
b. Putus asa 10, 37 2
(Hopelessness)
c. Devaluasi kehidupan 21, 38 2
(Devaluation of life)
d. Mencela diri (Self- 17, 34 2
deprecation)
e. Kurang 16, 31 2
ketertarikan/keterliba
tan (Lack of
interest/involvement)
f. Anhedonia 3, 24 2
g. Inersia 5, 42 2 (Sumber : Daminik, 2011) Berikut pilihan jawaban untuk setiap pernyataan dalam skala DASS, yaitu:
(Sumber : Daminik, 2011) 2.12 Konsep Hubungan Blue Color Breathing Therapy Terhadap
Penurunan Tingkat Stres
Respon umum atau general adaptation syndrome yang atur oleh hipotalamus,
hipotalamus mendapat rangsangan mengenai stresor fisik dan psikologis dari di dapat
hampir dari semua daerah di bagian otak dan dari banyak reseptor di seluruh tubuh.
Tabel 2.4 DASS 45 (Depression, Anxiety and Stress Scale)
Pilihan Keterangan Skor jawaban
TP Tidak sesuai dengan saya sama sekali, atau 0 tidak pernah.
JR Sesuai dengan saya sampai tingkat tertentu, atau 1
kadang kadang.
SR Sesuai dengan saya sampai batas yang dapat 2
dipertimbangkan, atau sering.
SL Sangat sesuai dengan saya, atau sering sekali. 3
29
Stres oleh tubuh direspon dengan mengaktifkan sistem kardiorespirasi, sistem locus
ceruleus (LC atau norepinephrin (NE), sistem metabolisme dan HPA axis (Mastorakas
& Pavlatou, 2005, dalam Sugihato, 2012). Aktifnya hipotalamus–puitutary–adrenal axis
(HPA), menimbulkan conditioning stimuli pada alur limbic–hipotalamus–puitutary-
adrenal Axis (LHPA axis), kemudian merangsang hipotalamus dan menyebabkan
disekresinya hormon corticotrophin relesing hormone (CRH), merangsang
hipotalamus untuk sekresi ACTH. Peningkatan sekresi ACTH, menyebabkan
meningkatnya sekresi, kortisol (Usui et al., 2012). Hormon tersebut dikeluarkan untuk
menjaga homeostatis dalam menghadapi stres, baik fisik maupun psikologis (Kasrin et
al., 2015). Menurut Sugihato, (2012) baik stresor fisik maupun psikologis menyebabkan
peningkatkan sistem kardiorespirasi dan neurohormonal, sebagai refleksi dari respon
system syaraf otonomi (autonomic nervous system atau ANS) salah satunya sistem
syaraf simpatik (sympathetic nervous system atau SNS).
Retinohypothalamic tract adalah salah satu jalur yang dimana hipotalamus dapat
menghubungkan sistem saraf dengan Autonomic Nervous System (ANS) dan sistem
endokrin dimana merupakan jalur utama yang digunakan pada mekanisme transmisi
warna menuju sistem limbik dan sistem endokrin (Holzberg dan Albrecht, 2003 dalam
Shinta et al., 2013). Warna dapat memberikan efek pada sistem saraf secara keseluruhan,
terutama berguna bagi sistem saraf pusat adalah warna biru. Warna ini memiliki efek
penenang, mengurangi iritasi dan kelelahan, serta dapat menenangkan gangguan emosi
dan sakit kepala serta warna ini menimbulkan rasa nyaman, rileks, mengurangi stres,
menyeimbangkan, dan menenangkan emosi (Usui et al., 2012)..
Berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh Shinta et al., (2013) terhadap
perubahan dalam berbagai zat kimia saraf dan neurohormonnya sebagai respon
terhadap cahaya berwarna, ditemukan bahwa warna biru menyebabkan terjadinya
30
peningkatan rata-rata kadar serotonin hingga 104%, oksitosin hingga 45,5%, beta
endorfin hingga 33%, dan growth hormone hingga 150%. Warna biru juga
menyebabkan terjadinya penurunan kadar norepinefrin hingga 29%. Perubahan kadar
zat kimia saraf dan neurohormon tersebut memiliki pengaruh dalam menurunkan stres.
Serotonin dikeluarkan oleh nukleus yang berada pada medial batang otak dan
berproyeksi di sebagian besar daerah otak, khususnya yang menuju radiks dorsalis
medula spinalis dan hipotalamus (Radeljak, et al., 2008). Setelah dilepaskan, serotonin
dapat serta mampu mengaktifkan reseptor serotonin pre-sinaps maupun post-sinaps.
Serotonin adalah neurotransmitter, yang dikeluarkan selama siang hari di otak manusia.
Serotonin dikenal sebagai salah satu regulator yang paling penting dari berbagai jalur
saraf di otak yang diperlukan untuk fungsi otak normal.
Sintesis dan tingkat serotonin dalam otak tertinggi selama siang hari. Setiap
gangguan dalam produksi serotonin dapat mengakibatkan berbagai gangguan kejiwaan.
Serotonin pada kondisi normal mempunyai kegunaan penting yaitu untuk mengontrol
bangun-tidur, perilaku makan, pengendalian transmisi sensoris, mood, dan sejumlah
perilaku. Rendahnya tingkat serotonin dalam hasil otak pada gangguan mood seperti
episode depresi mayor, gangguan bipolar, cyclothimic dan gangguan dysthimic dan
PTSD. Tingginya kadar serotonin bertanggung jawab untuk negara halusinogen
dinyatakan khas untuk skizofrenia dan disorders psikotik lainnya (Radeljak, et al., 2008).
Pemberian terapi warna biru akan mempersepsikan pelepasan serotonin, sehingga
dampak dari naik kadar serotonin dapat meningkatkan mood seseorang serta dapat
menciptakan rasa bahagia dan menurunkan stres (Usui et al., 2012).
Hipotalamus dapat menurunakan tekanan darah dan kadar kortisol hal ini terjadi
karena oksitoksin yang dapat menginduksi anti stres. Oksitoksin dibuat di
magnocellular neurosecretory cell di supraoptic dan nucleus paraventricular (McPheat,
31
2010). Tingkat oksitosin endogen dapat dikaitkan dengan tingkat kecemasan dan stres
secara dua arah, yaitu oksitosin dapat menimbulkan efek ansiolitik dan oksitosin juga
dapat memberikan respon terhadap stres. Pemberian terapi warna biru dapat
meningkatan kadar oksitosin dalam darah sehingga efek ansiolitik yang dikeluarkan
dapat menurunkan stres. Terapi warna biru juga meningkatkan beta endorfin yang
merupakan hormon antistres yang tentunya juga dapat menurunkan stres (Radeljak, et
al., 2008).
Norepinefrin dapat memberikan respon fight-or-fight yang mana dapat
meningkatkan aliran darah ke otot rangka, menyimpan energi, dapat memicu pelepasan
glukosa dan meningkatkan frekuensi jantung hal ini bisa dilakukan oleh norepinefrin
karena sifatnya yang dapat mempengaruhi hipotalmus sama dengan epinefrin (Shinta
et al., 2013). Pemberian terapi warna biru dapat mengurangi kadar norepinefrin dalam
darah, sehingga menurunkan tingkat stres.
Terapi warna ini juga diteliti oleh Minguillon et al., (2017) menurut hasil yang
dilaporkan dalam penelitian Blue lighting accelerates post-stress relaxation: Results of a
preliminary study menunjukkan bahwa dengan pencahayaan biru dapat mempercepat
pengurangan tingkat stres dibandingkan dengan pencahayaan putih. Hasil penelitian
menunjukkan ketika diberikan pencahayaan biru selama tiga menit tingkat stres
berkurang atau menurun. Selain itu, tingkat minimum stres tetap stabil dengan
pencahayaan biru dibandingkan dengan pencahayaan putih.