BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pola Pengasuhan …
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pola Pengasuhan …
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pola Pengasuhan
2.1.1. Defenisi Pola Pengasuhan
Pola pengasuhan (parenting) atau perawatan anak sangat bergantung pada nilai - nilai
yang dimiliki keluarga ( Supartini, 2002 dalam Septiani, 2012). Pola asuh merupakan proses dari
tindakan yang mempunyai tujuan untuk dicapai sedang masa tersebut dimulai dari masa
kehamilan (Wong, 2003 dalam Teviana, 2012). Menurut kamus Bahasa Indonesia asuh adalah
menjaga dan memelihara anak sakit (Chaniago, 1995 dalam Septiani, 2012).
Pada dasarnya tujuan utama pengasuhan orang tua adalah untuk memepertahankan
kehidupan fisik anak dan meningkatkan kesehatannya, memfasilitasi anak untuk
mengembangkan kemampuan sejalan dengan tahapan perkembangannya dan mendorong
peningkatan kemampuan berperilaku sesuai dengan nilai agama dan budaya yang diyakininya.
Kemampuan orang tua atau keluarga menjalankan peran pengasuhan ini tidak dipelajari secara
formal melainkan berdasarkan pengalaman dalam menjalankan peran tersebut secara trial dan
error atau mempengaruhi orang tua/ keluarga lain terdahulu (Supartini, 2002 Septiani, 2012)
2.1.2. Bentuk Pola Pengasuhan
Menurut Strewart dan Koch ( 1983 ) dalam Tarmudji ( 2011 ) ada tiga bentuk pola asuh
orang tua, yaitu :
1 Pola asuh otoriter
Pola asuh otoriter adalah suatu gaya pengasuhan yang membatasi dan menuntut anak untuk
mengikuti perintah - perintah orang tua. Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter
mempunyai ciri - ciri bersifat kaku, tegas, suka menghukum dan kurang kasih sayang.Orang
tua memaksa anak - anak untuk patuh terhadap nilai - nilai dan peraturan mereka. Dalam
memberikan peraturan itu tidak ada usaha untuk menjelaskan kepada anak mengapa ia harus
patuh pada peraturan itu ( Hurlock, 1999 dalam Septiani, 2012). Anak dari orang tua yang
otoriter cenderung bersifat curiga pada orang lain dan merasa tidak bahagia dengan dirinya
sendiri merasa canggung berhubungan dengan teman sebaya, canggung menyesuaikan diri
pada awal masuk sekolah dan memiliki prestasi belajar yang rendah dibandingkan dengan
anak - anak lain. Adapun dampak dari perkembangan motorik terhadap pola asuh otoriter
adalah anak cenderung agresif, impulsive, pemurung dan kurang mampu konsentrasi.
2 Pola asuh demokratis
Pola asuh demokratis adalah salah satu gaya pengasuhan yang memperlihatkan pengawasan
ekstra ketat terhadap tingkah laku anak - anak, tetapi mereka juga bersikap responsif
(Desmita, 2005 dalam Septiani, 2012). Menurut Stewart dan Koch (1983) dalam Tarmudji
(2011) bahwa orang tua yang demokratis memandang sama kewajiban dan hak antara anak
dan orang tua. Secara bertahap orang tua memberikan tanggung jawab bagi anak - anaknya
terhadap segala sesuatu yang diperbuatnya sampai mereka dewasa. Lebih lanjut Suherman
( 2000 ) dalam Septiani,( 2012 ) menyatakan bahwa orang tua yang demokratis
memperlakukan anak sesuai dengan tingkat - tingkat perkembangan motorik anak dan dapat
memperhatikan serta mempertimbangkan keinginan anak. Dampak perkembangan motorik
terhadap pola asuh demokratis yaitu rasa harga diri yang tinggi, memiliki moral yang standar,
kematangan psikologisosial, kemandirian dan mampu bergaul dengan teman sebayanya.
3 Pola asuh permisif
Menurut Stewart dan Koch (1983) dalam Tarmudji (2011) menyatakan bahwa pola asuh
permisif anak dituntut sedikit sekali tanggung jawab tetapi mempunyai hak yang sama seperti
orang dewasa. Anak diberi kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri dan orang tua tidak
8
banyak mengatur anaknya. Dalam pola asuh ini diasosiasikan dengan kurangnya kemampuan
pengendalian diri anak karena orang tua yang cenderung membiarkan anak mereka
melakukan apa saja yang mereka inginkan dan akibatnya anak selalu mengharap semua
keinginannya dituruti (Desmita, 2005 dalam Septiani, (2012 ). Lebih lanjut menurut
Hurlock (1976) dalam Tarmudji (2011) bahwa dalam pola asuh permisif bimbingan terhadap
anak kurang dan semua keputusan lebih banyak dibuat oleh anak daripada orang
tuanya.Dalam pola asuh ini sikap acceptance orang tua tinggi namun tingkat kontrolnya
rendah (Yusuf, 2001 dalam Teviana, 2012).Dampak dari perkembangan motorik terhadap
pola asuh permisif yaitu kurang percaya diri, pengendalian diri yang buruk dan rasa harga
diri yang rendah. Pola asuh dipengaruhi oleh faktor budaya, agama, kebiasaan dan
kepercayaan serta kepribadian orang tua.Selain itu dipengaruhi pola asuh yang dirasakan
orang tua saat kecil (Markum, 1998 dalam Teviana, 2012). Erikson menyebutkan bahwa pola
pengasuhan diawal kehidupan seseorang akan melandasi kepribadian yang akan terus
berkembang pada fase - fase berikutnya. Proses pengasuhan dimasa bayi, akan mendasari
kepibadian dimasa remaja, dan seterusnya. Proses tersebut akan berlanjut seumur hidupnya.
Dengan demikian tampaklah bahwa kepribadian seseorang tidak dapat lepas begitu saja dari
proses pengasuhan pada fase - fase sebelumnya (Yusuf, 2004 dalam Teviana, 2012).
Menurut Soetjiningsih (1995) dalam Septiani (2012), kebutuhan dasar anak untuk
tumbuh dan berkembang secara umum digolongkan menjadi 3 kebutuhan dasar yaitu :
1 Kebutuhan fisik-biomedis (ASUH), meliputi :
a Pangan/ gizi merupakan kebutuhan terpenting
b Papan/ tempat tinggal
c Sandang/ pakaian yang memadai
2 Kebutuhan emosi/ kasih sayang (ASIH)
Merupakan syarat mutlak untuk menjamin tumbuh kembang yang selaras baik fisik,
mental, psikologi.
3 Kebutuhan akan stimulasi mental (ASAH)
Adalah mengembangkan perkembangan moral etika, kepribadian, perilaku.
2.1.3. Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh
Menurut Supartini (2002) dalam Septiani (2012), faktor - faktor yang mempengaruhi pola
asuh :
1 Usia orang tua
Rentang usia tertentu adalah baik untuk menjalankan peran pengasuhan. Apabila terlalu
muda atau tua mungkin tidak dapat menjalankan peran tersebut secara optimal karena
diperlukan kekuatan fisik dan psikososial.
2 Keterlibatan orang tua
Kedekatan hubungan ibu dan anak sama pentignya dengan ayah dan anak walaupun secara
kodrati akan ada perbedaan. Di dalam rumah tangga ayah dapat melibatkan dirinya
melakukan peran pengasuhan kepada anaknya. Seorang ayah tidak saja bertanggung jawab
dalam memberikan nafkah tetapi dapat pula bekerja sama dengan ibu dalam melakuan
perawatan anak seperi menggantikan popok ketika anak mengompol atau mengajaknya
bermain bersama sebagai salah satu upaya dalam melakukan interaksi.
3 Pendidikan orang tua
Wong et (2001) dalam Teviana (2012) mengemukakan beberapa cara yang dapat dilakukan
untuk lebih siap menjalankan peran pengasuhan diantaranya adalah pendidikan.
4 Pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak
Orang tua yang telah mempunyai pengalaman sebelumnya dalam merawat anak akan lebih
siap menjalankan pengasuhan dan lebih relaks.
5 Stres orang tua
Stres yang dialami orang tua akan mempengaruhi kemampuan orang tua dalam menjalankan
peran pengasuhannya terutama dalam kaitannya dengan strategi koping yang dimiliki oleh
anak.
6 Hubungan suami istri
Hubungan yang kurang harmonis antara suami istri akan berdampak pada kemampuan dalam
menjalankan perannya ssebagai orang tua dan merawat serta mengasuh anak dengan penuh
rasa bahagia karena satu sama lain dapat saling memberi dukungan dan menghadapi segala
masalah dengan koping yang positif.
2.1.4. Hubungan Pola Asuh dengan Kemampuan Motorik
Pola asuh bertujuan untuk mempertahankan kehidupan fisik anak dan meningkatkan
kesehatannya memfasilitasi anak untuk mengembangkan kemampuan sejalan dengan tahapan
perkembangan dan mendorong peningkatan kemampuan berperilaku sesuai dengan nilai agama
dan budaya yang diyakininya.
Menurut Anwar ( 2002 ) dalam Listroyorini (2016) agar keluarga atau orang tua mampu
melakukan fungsinya dengan baik maka orang tua perlu memahami tingkat perkembangan anak,
menilai pertumbuhan dan perkembangan anak serta mempunyai motivasi yang kuat untuk
memajukan tumbuh kembang anaknya dengan cara memberi pola pengasuhan yang baik
terhadap anak.
Gerakan motorik terdiri dari tiga komponen besar yaitu reseptor sensorik, otak dan alat
gerak.Tiap rangsangan yang diterima oleh reseptor diteruskan ke otak melalui saraf sensorik
setelah itu otak mengambil suatu keputusan untuk melakukan tindakan melalui saraf motorik
(Tandyo, 2002 dalam Listroyorini, 2016).
Kesempatan untuk menggerakkan semua bagian tubuh, rangsangan dan dorongan kepada
anak mempercepat tercapainya kemampuan motorik.Perkembangan motorik yang abnormal
dapat disebabkan karena kurangnya kesempatan untuk berlatih menggunakan anggota tubuhnya,
adanya perlindungan yang berlebihan (Hurlock, 1999 dalam Teviana, 2012). Adapun pola asuh
yang ideal atau pola asuh yang baik adalah pola asuh demokratis dimana anak mempunyai hak
untuk mengetahui mengapa peraturan - peraturan dibuat dan memperoleh kesempatan
mengemukakan pendapatnya sendiri bila ia menganggap bahwa peraturan itu tidak adil. Setiap
orang tua mencoba menghargai kemampuan anak secara langsung pada waktu anak bertingkah
laku (Djiwardono, 2002 dalam Teviana, 2012 ).
Adapun faktor - faktor yang mempengaruhi kemampuan motorik adalah :
1 Stimulasi
Pemberian stimulasi pada tiga tahun pertama kehidupan anak merupakan hal yang sangat
penting bagi kehidupan anak karena tiga tahun pertama otak merupakan organ yang sangat
pesat pertumbuhan dan perkembangan. Menurut Soetjiningsih (1995) dalam Teviana (2012 ),
stimulasi merupakan hal yang sangat penting dalam perkembangan anak, karena anak yang
mendapatkan stimulasi yang terarah akan berkembang lebih cepat dan baik dibanding dengan
anak yang kurang atau sama sekali tidak mendapatkan stimulasi. Stimulasi juga dapat
berfungsi sebagai penguat yang brmanfaat bagi perkembangan anak, termasuk perhatian dan
kasih sayang dari orang tua.Peran orang tua mempengaruhi perkembangan motorik
anak.Orang tua yang memberikan stimulasi dini maka kemampuan motorik anak
berkembang dengan baik.Sedangkan orang tua yang sibuk bekerja mempunyai waktu yang
sedikit untuk menstimulasi anak berkembang secara optimal.
Menurut Anwar (2002) dalam Teviana (2012) peran keluarga atau orang tua dalam
mengasuh anak berpengaruh terhadap perkembangan anak seperti keluarga yang berantakan
atau orang tua yang bercerai, pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi
terhambat.Orang tua disini adalah orang tua kandung maupun pengasuh pengganti orang tua,
yakni orang - orang yang mendapat tugas untuk menggantikan orang tua kandung, dalam
perannya mengasuh anak diwaktu mereka sedang sibuk.
2. Gizi
Tandyo, J (2002) dalam Listroyorini (2016) menyatakan bahwa gizi sangat penting untuk
anak terutama pada usia 3 - 4 tahun. Pada masa ini pertumbuhan berlangsung sangat cepat
sehingga memerlukan konsumsi protein dan zat pengatur seperti vitamin dan
mineral.Perkembangan mental juga memerlukan lebih banyak protein, terutama untuk
pertumbuhan sel otaknya. Pertumbuhan sel otak sangat cepat dan akan berhenti atau
mencapai taraf sempurna pada usia 4 - 5 tahun. Makanan memegang peranan penting
dalam tumbuh kembang anak, karena anak sedang tumbuh sehingga kebutuhannya
berbeda dengan orang dewasa, kekurangan makanan yang bergizi akan menyababkan
retardasi pertumbuhan anak.
2 Kecerdasan
Kecerdasan dimiliki anak sejak dilahirkan, anak yang kecerdasannya tinggi menunjukkan
perkembangan yang lebih cepat dibanding anak yang kecerdasannya normal atau dibawah
normal (Hurlock,1999 dalam Listroyorini, 2016).
2 Kemampuan Sosialisasi Anak Usia Prasekolah
2.2.1 Pengertiaan sosialisasi
Sosialisasi menurut Child ( dalam Sylva dan Lunt, 1998 dalam Teviana, 2012 ) adalah
keseluruhan proses yang menuntun seseorang dilahirkan dengan perilaku aktual yang jauh
lebih sempit jangkauan – jangkauan mengenai yang biasa dan diterima menurut norma
kelompoknya. Sosialisasi adalah “ proses yang digunakan anak untuk mempelajari standar,
nilai, perilaku yang diharapkan kebudayaan, atau lingkungan masyarakat mereka” ( Musen
dkk, 1994 ) dalam Chaplin ( 2002 ) dalam Teviana, 2012 mengemukakan bahwa sosialisasi
adalah proses mempelajari kebiasaan, cara hidup adat istiadat masyarakat tertentu.
Perkembangan soaial anak dipengaruhi oleh keluarga, teman bermain dan sekolah.
Lingkungan pertama serta utama yang dikenal sejak saat lahir yaitu keluarga. Ayah, ibu dan
anggota keluarga lainnya merupakan lingkungan sosial yang berasal dari keluarga, besar
perannya bagi perkembangan dan pembentukan kepribadian individu. Kebiasaan yang
ditanamkan keluarga baik itu positif maupun negatif secara tidak langsung akan terbentuk
dalam kepribadian anak.
Kemampuan sosialisasi menjadi aspek penting dalam perkembangan anak, karena
masa anak prasekolah merupakan masa peralihan dari lingkungan keluarga kedalam
lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Didalam lingkungan sekolah anak tidak
hanya memasuki dunia sosialisasi yang lebih luas melainkan anak juga menemukan suasana
lingkungan yang berbeda, teman, guru, atau aturan – aturan yang berbeda dengan lingkungan
keluarga ( Chaplin, 2002 dalam Teviana, 2012).
Melalui dari defenisi – defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan sosialisasi adalah proses dimana anak – anak belajar mengenai standar, nilai dan
sikap yang diharapkan kebudayaan atau lingkungan masyarakat mereka.
2.2.2. Proses Sosialisasi
Proses sosial pada hakekatnya adalah proses belajar sosial mengenai tingkah laku yang
diharapkan oleh masyarakatnya. Proses sosialisasi berawal dari keluarga, memlalui keluargalah
anak belajar beradaptasi di tengah kehidupan bermasyarakat ( Satiadarma, 2001 ).Hurlock ( 1997
)dalam Teviana (2012), proses sosialisasi diperoleh dari kemampuan berperilaku yang sesuai
dengan tuntutan sosial. Sosialisasi ini memerlukan beberapa proses, yaitu :
1 Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosialSetiap kelompok sosial mempunyai standar bagi anggotanya untuk dapat diterima, dan harus
mampu menyesuaikan perilaku dengan patokan yang dapat diterima pula.2 Memaikan peran sosial yang dapat diterima
Setiap kelompok mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan para anggotanya dan
dituntut untuk dipenuhi.3 Perkembangan sikap sosial
Untuk bermasyarakat dan bergaul dengan baik diperlukan minat untuk melihat anak yang
lain dan berusaha mengadakan kontak dengan mereka, mencoba untuk bergabung dan
bekerjasama dengan mereka dalam bermain. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa proses sosialisasi ialah proses belajar sosial untuk mempelajari tingkah laku yang
diharapkan masyarakat.
3 Tahap – Tahap Sosialisasi
Keluarga merupakan tempat pertama bagi anak untuk belajar bersosialisasi. “ Melalui
keluargalah anak belajar merespon terhadap masayarakat dan beradaptasi di tengah kehidupan
masyarakatnya yang lebih luas nantinya. Melalui proses sosialisasi didalam keluarga, seorang
anak secara bertahap belajar menegmbangkan kemampuan nalar serta iamajinasinya “
( Satiadarma, 2011 ). Perhatian terhadap hal – hal disekelilingnya banyak dipengaruhi oleh nilai
– nilai yang mereka anut, keluargalah yang menanamkan nilai – nilai tersebut.
Setelah anak belajar bersosialisasi dalam keluarga, kemudian anak akan belajar
bersosialisasi di luar rumah yang diperoleh dari teman sebaya, sekolah, guru, dan lingkungan di
luar yang lebih luas ( Mussen dkk, 1994 dalam Listroyorini, 2016). Yusuf ( 2008 )
mengemukakan bahwa tahap perkembangan sosial pada usia prasekolah yaitu, anak mulai
mengetahui aturan – aturan baik didalam lingkungan keluarga maupun didalam lingkungan
bermain, sedikit demi sedikit anak mulai tunduk pada aturan, anak mulai menyadari hak dan
kewajiban orang lain, anak mulai bermain bersama dengan anak – anak yang lain atau teman
sebayanya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tahap – tahap sosialisasi berawal
dari lingkungan didalam keluarga dan selanjutnya anak akan belajar bersosialisasi di luar
lingkungan keluarga seperti sekolah maupun masyarakat
2.2.4. Faktor – Faktor 2Yang Mempengaruhi Sosialisasi
Hurlock ( 1997 ) dalam Listroyorini (2016) mengemukakan bahwa faktor- faktor yang
mempengaruhi sosialisasi terutama anak yakni sikap anak – anak terhadap orang lain dan
pengalaman sosial serta seberapa baik meraka dapat bergaul dengan orang lain. Anak – anak
akan tergantung pada pengalaman belajar selama bertahun – tahun awal kehidupan yang
merupakan masa pembentukan kepribadian, tetapi kelompok sosial juga berpengaruh terhadap
perkembangan sosial pada anak. Namun pada akhirnya, kemampuan anak untuk menyesuaikan
diri dengan tuntutan sosial dan menjadi pribadi yang dapat bermasyarakat, tergantung pada 4
faktor menurut Sujiono ( 2005 ) dalam Satiadarma (2011) yaitu : kesempatan yang penuh untuk
belajar bersosialisasi / bermasyarakat, mampu berkomunikasi pembicaraan yang bersifat sosial
merupakan penunjang yang penting bagi sosialisasi, anak hanya akan belajar bersosialisasi
apabila mereka memiliki motivasi untuk melakukannya, metode belajar yang efektif dengan
bimbingan adalah penting. Empat faktor akan menjadoi daya dorong tersendiri bagi anak untuk
mengembangkan kemampuan sosialisasi.
Jadi dapat dismpulkan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi sosialisasi pada anak
adalah adanya sikap anak – anak terhadap orang lain dan pengalaman sosial yang seberapa baik
mereka dapat bergaul dengan orang lain.
2.2.5 Anak Prasekolah
Prasekolah dapat diartikan sebagai pendidikan sebelum sekolah. Anak prasekolah adalah
mereka yang berusia antara 3 – 6 tahun ( Riyanto dkk, 2004 dalam Suharsono, 2009). Anak
prasekolah adalah pribadi yang mempunyai berbagai macam potensi. Potensi – potensi itu
dirangsang dan dikembangkan agar pribadi anak tersebut berkembang secara optimal, anak dapat
berkembang kepribadiaanya lewat sosialisasi di sekolah. Taman Kanak – Kanak ( TK ) adalah
salah bentuk pendidikan prasekolah yang menyediakan program pendidikan dini bagi anak usia 4
– 6 tahun atau memasuki pendidikan dasar. Hal ini sesuai dengan Undang – Undang nomer 20
Tahun 2003 tentang pendidikan prasekolah. Patmonodewi dalam Listiyorini, 2016 )
mengemukakan bahwa program prasekolah di Indonesia dibedakan menjadi beberapa kelompok,
diantaranya program tempat penitipan anak ( 3 bulan – 5 tahun ), kelompok bermain ( 3 tahun ),
sedangkan pada usia 4 – 6 tahun biasanya mengikuti program Taman Kanak – Kanak ( TK ).
Usia prasekolah diantara usia 4 – 6 tahun bertujuan untuk meletakkan arah dasar kearah
perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperlukan untuk anak
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan dan perkembangan
selanjutnya.
Langeveld dalam Riyanto ( 2014 ) mengemukakan tentang kemampuan – kemampuan
yang harusnya dicapai anak prasekolah antara lain, berbahasa lisan dan bercerita, mengenal pola
kehidupan sosial , ( aku, keluarga, dan sekolah ), mengerti dan menguasai keterampilan untuk
kehidupan sehari – hari, mulai mengkhayal, dan belum dapat membedakan antara kenyataan dan
imajinasi belaka. Anak Taman Kanak – Kanak termasuk dalam kelompok umur prasekolah. Pada
umur 2 - 4 tahun, anak ingin bermain, melakukan latihan berkelompok, melakukan penjelajahan,
bertanya, menirukan dan mencipta sesuatu. Masa ini mengalami kemajuan pesat dalam
keterampilan menolong dirinya sendiri dan dalam keterampilan bermain.
Faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial ( sosialisasi ) anak usia prasekolah :
1 Kondisi kesehatan anakKesehatan anak memepengaruhi kemampuan anak mengenal lingkungan di luar lingkungan
keluarga. Anak dengan kondisi sehat akan cepat bisa menyesuaikan dengan lingkungan di
luar lingkungan keluarga ( Effendy, 1998 dalam Riyanto, 2014 ).2 Umur anak
Umur merupakan indikator kedewasaan seseorang, semakin bertambah umur semakin
bertambah pengetahuan yang dimiliki, serta bertambah kemampuan menyesuiakan diri
dengan lingkunagan di luar lingkungan keluarga ( Notoadmojo, 2009 ).3 Memiliki motivasi untuk sosialisasi
Anak menyesuaikan diri dengan lingkungan mereka karena mendapat pengalaman baru
ketika bergabung dengan kelompok dibandingkan jika mereka bermain sendiri ( Sujiyono,
2005 dalam Listiyorini, 2016).4 Adanya kesempatan untuk bersosialisasi
Sikap orang tua yang demokratis memberikan kesempatan anak untuk bergabung dengan
teman seusianya ( Suiyono, 2005 dalam Listiyorini, 2016). Riyanto ( 2014 ) mengemukakan ciri – ciri anak prasekolah atau TK diantaranya : a Ciri – ciri fisik
Anak prasekolah mempergunakan keterampilan gerak dasar ( berlari, berjalan, memanjat,
melompat ) sebagai bagian dari permainan mereka. Mereka aktif, tetapi lebih bertujuan
dan tidak terlalu mementingkan bisa beraktivitas sendiri.b Ciri sosial
Pada umumnya anak pada tahapan ini memiliki satu atau dua sahabat, tetapi dua sahabat
ini cepat berganti. Perasaan simpati dan empati pada teman juga berkembang, mampu
berbagi dengan inisiatif mereka sendiri, anak menjadi sosialis.c Ciri emosional
Anak cenderung mengekspresikan emosinya dengan bebas. Sikap marah sering
diperlihatkan dan iri hati pada anak prasekolah sering terjadi. Mereka seringkali
memperebutkan perhatian guru.d Ciri kognitif
Anak prasekolah umumnya terampil dalam berbahasa, sebagian besar mereka senang
berbicara dan sebagian lagi menjadi pendengar yang baik. Kompetensi anak perlu
dikembangkan melalui interaksi minat, kesempatan mengagumi dan kasih sayang.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anak usia prasekolah adalah anak – anak
yang berusia antara 3 – 6 tahun serta pada masa prasekolah anak mengalami kemajuan pesat
dalam keterampilan menolong dirinya sendiri dan dalam keterampilan bermain.
2.3 Konsep Tumbuh Kembang Anak
2.3.1 Pengertian Tumbuh Kembang Anak
Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yaitu peningkatan ukurandan
struktur. Perkembangan berkaitan dengan perubahan kualitatif dan kuantitatif, yang bersifat
progresif dari perubahan yang teratur dan koheren (Hurlock,1999 dalam Susanto,2011).
Sedangkan untuk tercapainya tumbuh kembang yang optimal tergantung pada potensi
biologiknya.
2.3.2 Faktor Yang Berkaitan Dengan Pertumbuhan Dan Perkembangan
Tingkat tercapainya potensi biologik seseorang merupakan hasil interaksi beberapa
faktor yang saling berkaitan yaitu :
1 Faktor Genetik
Merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak.
Termasuk faktor bawaan yang normal dan patologis, jenis kelamin, suku bangsa.
2 Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi
bawaan, sedangkan lingkungan yang kurang baik akan menghambatnya. Lingkungan ini
merupakan lingkunagn bio-fisik-psiko-sosial dan perilaku antara lain perilaku atau pola
pengasuhan anak, misal stimulasi dari ibu ke anak. Faktor lingkungan secara garis besar
dibagi menjadi faktor yang mempengaruhi anak pada waktu masih didalam kandungan
dan faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak setelah lahir ( Satoto,1990 dalam
Suharsono, 2009 ) .
3 Faktor perilaku atau rekayasa
Dewasa ini, adanya kemajuan teknologi rekayasa genetika yang dapat digunakan untuk
memperbaiki genetik pada makhluk hidup. Secara sederhana biasanya digambarkan
sebagai upaya membangun kehidupan dengan mengontrol langsung pusat kehidupan
(dalam arti biologis) yakni gen dengan cara pembelahan dan pencangkokan sel dewasa di
labolatorium dan bila telah berhasil kemudian dibiakkan dalam rahim organisme. Anak
yang dilahirkan diusahakan agar tidak mewarisi kelemahan genetik orang tuanya. Bahkan
memiliki keunggulan yang tidak dipunyai orang tuanya serta dapat menghasilkan
manusia super ( Adhinarta,1998 dalam Listiyorini, 2016 )
2.3.3. Penilaian Tumbuh Kembang Anak
Frakenburg dkk ( 1981 ) dalam Hurlock, 1999 dalam Listiyorini, 2016) , melalui DDST
( Denver Development Screening Test ) mengemukakan 4 parameter perkembangan yang dipakai
dalam menilai perkembangan anak balita yaitu :
1 Personal Social ( kepribadian / tingkah laku sosial )
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi
dengan lingkungan.
2 Fine motor adaptive ( gerakan motorik halus )
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mngamati sesuatu, melakukan
gerakan yang melibatkan bagian - bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot - otot kecil
serta melakukan koordinasi.
3 Language ( bahasa )
Kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara
spontan.
4 Gross motor (perkembangan motorik kasar)
Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
2.3.4 Perkembangan Psikomotor Anak Usia 3 - 5 Tahun
2.3.4.1. Perkembangan Motorik Kasar
Menurut Triani (2010), perkembangan motorik kasar adalah perkembangan dari unsur
kematangan, pengendalian gerak tubuh serta perkembangan tersebut erat kaitannya dengan
perkembangan pusat motorik di otak. Perkembangan motorik kasar bila gerakan yang dilakukan
melibatkan sebagian besar bagian tubuh dan memerlukan tenaga karena dilakukan otot - otot
yang besar.
1 Anak umur 3 tahun
Anak dapat mengendarai roda tiga, dapat melompat dari langkah dasar, mereka dapat berdiri
pada satu kaki untuk beberapa detik, anak dapat menaiki tangga dengan kaki bergantian,
dapat tetap turun dengan menggunakan kedua kaki untuk melangkah, anak dapat melompat
panjang dan mencoba berdansa, tetapi keseimbangan mungkin tidak adekuat.
2 Anak umur 4 tahun
Anak aktif dan terampil memanjat, berayun dan meluncur, mampu untuk melompat,
meloncat pada satu kaki.Mereka dapat menangkap bola dengan tepat, melempar bola
bergantian tangan dan berjalan menuruni tangga dengan kaki bergantian.
3 Anak umur 5 tahun
Anak dapat melompat dan meloncat pada kaki bergantian, melempar dan menangkap bola
denagn baik.Mereka dapat berjalan dengan tumit dan jari kaki, dapat melompat dari
ketinggian 12 inci dan bertumpu pada ibu jari kaki.
2.3.4.2. Perkembangan Motorik Halus
Nurdeni ( 2008 ), menguraikan motorik halus melibatkan bagian - bagian tubuh tertentu
saja dan dilakukan otot - otot kecil. Hal ini tidak memerlukan tenaga serta koordinasi yang
cermat.
1 Anak umur 3 tahun
Anak dapat membangun menara dari 9 atau 10 kotak, membangun jembatan dengan tiga
kotak, mereka dapat memasukkan biji - bijian dalam botol berleher sempit.
2 Anak umur 4 tahun
Anak dapat menggunakan gunting dengan baik untuk memotong gambar mengikuti
garis.Mereka dapat memasang sepatu tetapi tidak mampu mengikat talinya, anak dapat
menjiplak garis silang dan menambah tiga bagian pada gambar jari.
3 Anak umur 5 tahun
Anak dapat mengikat tali sepatu, menggunakan gunting, pensil dengan sangat baik. Dalam
menggambar anak meniru gambar permata dan segitiga, menambah tujuh sampai sembilan
bagian dari gambar garis, mereka dapat mencetak beberapa huruf angka atau kata seperti
nama panggilan.
2.3.4.3. Perkembangan Bahasa Dan Bicara
Kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan
berbicara spontan ( Listiyorini, 2016 )
1 Anak umur 3 tahun
Jumlah perbendaharaan kata kira - kira 900 kata, kalimat lengkap dari 3 - 4 kata.Bicara tanpa
henti tanpa peduli apakah seseorang memperhatikannya, mereka mengulang kalimat dari 6
kata sampai suku kata dan mengajukan banyak pertanyaan.
2 Anak umur 4 tahun
Perbendaharaan kata kira - kira 1500 kata atau lebih menggunakan kalimat dari empat
sampai lima kata, bila bercerita dilebih - lebihkan mengetahui lagu sederhana, sedikit tidak
sopan bila berhubungan dengan anak yang lebih besar dapat menyebutkan satu atau lebih
warna.
3 Anak umur 5 tahun
Anak mempunyai perbendaharaan kata kira - kira 2100 kata, dapat menggunakan kalimat
dengan enam sampai delapan kata, mereka dapat menyebutkan koin misalnya nikel dan perak
dan dapat menggambarkan gambar atau lukisan dengan banyak komentar dan
menyebutkannya satu persatu.
2.3.4.4. Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri,
bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan ( Listiyorini, 2016 ).
1 Umur 3 tahun
Anak bisa berpakaian sendiri hampir lengkap bila dibantu dengan kancing belakang dan
mencocokkan sepatu kanan dan kiri. Mereka mengalami peningkatan rentang perhatian dapat
menyiapkan makan sederhana, seperti sereal dan susu dingin, dapat membantu mengatur
meja, dapat mengeringkan piring tanpa pecah. Dapat mengetahui jenis kelamin sendiri dan
jenis kelamin orang lain.
2 Umur 4 tahun
Anak sangat mandiri cenderung untuk keras kepala dan tidak sabar.Mereka cenderung agresif
secara fisik serta verbal, mendapat kebanggaan dalam pencapaian. Mereka mengalami
perpindahan alam perasaan, memamerkan secara dramatis, menikmati pertunjukkan orang
lain. Anak menceritakan cerita keluarga kapada orang lain.
3 Anak umur 5 tahun
Anak kurang memberontak dibandingkan dengan sewaktu berusia 4 tahun, lebih tenang dan
berhasrat untuk menyelesaikan urusan.Mereka tidak seterbuka dan terjangkau dalam hal
pikiran dan perilaku seperti pada tahun - tahun sebelumnya, dapat lebih bertanggung jawab
dan mandiri.
2.3.4.6. Pemantauan Perkembangan Psikomotor Anak
Pemantauan perkembangan psikomotor anak sangat penting untuk mengetahui
penyimpangan secara dini shingga upaya pencegahan, upaya stimulasi dan upaya penyembuhan
serta pemulihan dalam pelayanan kesehatan anak dapat dioptimalkan.Upaya tersebut dilakukan
sesuai dengan umur perkembangan anak sehingga tercapai kondisi optimal.Pada umumnya
terdapat pola - pola tertentu dalam perkembangan anak. Namun pada hakekatnya perkembangan
anak adalah bersifat individual akibatnya tidak mungkin untuk mengukur perkembangan anak
secara keseluruhan yang dapat diukur hanyalah gejala atau tanda - tanda tertentu dsri
perkembangannya atau secara umum (Satoto cit Eviana, 1998 dalam listroyorini, 2016).Kegiatan
pemantauan perkembangan psikomotor anak terutama perkembangan motorik dapat dilakukan
pada pusat pelayanan kesehatan, sekolah dan lingkungan keluarga. Pemantauan yang dilakukan
di sekolah misalnya menggunakan metode skrining perkembangan menurut Denver II ( Denver
Development Screening Test / DDST). Pemantauan yang dilakukan di lingkungan keluarga dan
posyandu misalnya menggunakan kartu perkembangan anak dan gerakan bina keluarga balita.
Di dalam tes DDST perkembangan dites sesuai dengan penilaian diberikan pada balok
dengan P (lulus), F (gagal), R (menolak) dan No (tidak mendapat kesempatan untuk
melaksanakan tugas).
Interpretasi :
1 Kemajuan / Advance
Bila anak lulus melakukan yang terletak disebelah kanan garis umur, perkembangan anak
dinyatakan “maju” pada tugas tersebut.
2 Berhasil / O.K
Bila anak gagal melakukan tugas yang terletak di sebelah kanan garis umur dinilai normal,
karena umur anak lebih dari 25 % anak normal yang dapat melakukan tugas.
Bila anak lulus, gagal melakukan tugas yang diterjang garis umur dimana 25 – 75 % anak
normal dapat melakukannya pada umur yang lebih mudah dinilai normal.
3 Peringatan / Caution
Bila anak gagal atau menolak melakukan tugas yang diterjang garis umur dimana 75 – 90 %
anak normal dapat melakukannya pada umur yang lebih muds dinilai sebagai peringatan
ditandai dengan C pada sebelah kanan balok tugas.
4 Keterlambatan / Delay
Bila anak gagal atau menolak melakukan tugas yang terletak di sebelah kiri garis umur
dimana 90 % anak normal dapat melakukannya pada umur yang lebih mudah.Anak
dinyatakan mengalami keterlambatan.Ditandai dengan mengaksir gelap sebelah kanan balok
tugas.
5 Tidak / No opportunity
Bila orang tua melaporkan anaknya tidak mempunyai kesempatan mencoba suatu tugas
dinilai nol. Namun tidak dimasukkan dalam interpretasi tes secara keseluruhan.Interpretasi
tes secara keseluruhan :
1 Abnormal
a Bila didapatkan dua atau lebih keterlambatan pada dua sektor atau lebih
b Bila dalam satu sektor atau lebih didapatkan dua atau lebih keterlambatan plus satu
sektor atau lebih dengan satu sektor atau keterlambatan pada sektor yang sama
tersebut tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.
2 Meragukan
a Bila pada satu sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih
b Bila pada satu sektor didapatkan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tidak
ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.
3 Tidak dapat dites
Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi abnormal atau meragukan
4 Normal
Apabila tidak ada keterlambatan, paling banyak 1 perhatian. Tes ini mudah dan cepat ( 15
- 20 menit ), dapat diandalkan dan menunjukkan validitas yang tinggi ( Soetjiningsih,
1995 ).
Perkembangan psikomotor adalah perkembangan mengontrol gerakan - gerakan tubuh
melalui kegiatan yang terkoordinasi antara susunan saraf pusat, saraf tepi dan otot. Dimulai dari
gerakan - gerakan kasar yang melibatkan bagian - bagian besar dari tubuh dalam fungsi duduk,
berjalan, berlari, melompat dan lain - lain. Kemudian dilanjutkan dengan koordinasi halus yang
melibatkan kelompok otot - otot halus dalam fungsi meraih, memegang, melompat dan kedua -
duanya diperlukan dalam kehidupan sehari - hari (Satoto,1990 dalam Listiyorini, 2016).
Perkembangan psikomotor mencakup banyak aspek perkembangan yang komplek antara lain
perkembangan motorik, perkembangan bahasa, perkembangan sosial dan perilaku.
Kombinasi biologi, psikologi, kognitif, spiritual dan penerimaan sosial selama periode
anak usia 3 - 5 tahun menyiapkan anak sebelum masuk sekolah. Anak bisa mengontrol sistem
tubuh, kemampuan untuk berinteraksi dengan anak lain dan orang dewasa, menggunakan bahasa
untuk menunjukkan kemampuan mental, serta bertambahnya perhatian terhadap waktu dan
ingatan, sebagai persiapan mereka menuju periode yang besar selanjutnya yaitu masa sekolah.
Keberhasilan penerimaan tahap tumbuh kembang selanjutnya adalah penting bagi anak usia 3 - 4
tahun, untuk memperbaiki tugas - tugas yang sudah dikuasai pada masa toddler.
KEASLIAN PENELITIAN
No Judul, artikel
Penulis,tahun
Metode,desain,sampel
Variabel,Instrumen analisis
Hasil penelitiaan
1 Hubungan pola asuh
orang tua terhadap
kemampuaan
sosialisasi pada anak
usia prasekolah.
(Hurlock, 2000).
Pengasuhan orang tua
member dampak yang serius
dalam menentukan
kepribadiaan seorang
anak,salah satunya
kemampuan
bersosialisasi.Metode
penelitian ini bertujuan untuk
mengedintifikasikan pola
asuh yang di terapkan orang
dan kemampuaan sosialisasi
pada anak usia
prasekolah,jenis penelitian
dekriptif kuantitatif dengan
desain cross sectional,sampel
sebanyak 70 responden
dengan tehnik total
sampling ,analisa bivariat
dengan uji static shi uare.
Ada hubungan yang
signifikan antara pola asuh
orang tua,dengan
kemampuan sosilalisasi
pada anak siswa siswi kelas
1 dan 2.(p valve= 0,000).
2 Hubungan pola asuh
orang tua terhadap
kemampuaan
sosialisasi pada anak
usia
prasekolah.menurut,
Greenwood (2013).
Metode yang di gunakan
adalah pendekatan kualitatif
di mana data yang di
gunakan angka-angka dan di
analisa dengan mengunakan
statistic menghasilkan
prediksi variabel yang
berhubungan dengan variabel
yang lain. Subjek dalam
penelitih ini adalah orang tua
wali murid di anak usia
prasekolah, pengambilan
sampel dengan mengunakan
propotional sampel
yaitu,pengambilan sampel
Hasil penelitian ini
menyatakan adanya
intraksi antara orang tua
da anak dalam
berkomunikasi,
mendidik,mengasuh, dan
terus berkelanjutan dari
waktu ke waktu
secara seimbang dengan
banyak sedikit populasi
(Arikunto 1998) instrument
skala orang tua yang di
gunakan bersasal dari
adaptasi ,analisis data yang
di gunakan dalam penelitih
ini mengunakan analisa
korelasi