BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Indeks Massa Tubuh 2.1 ...eprints.umm.ac.id/60375/3/BAB...

20
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Indeks Massa Tubuh 2.1.1 Definisi Indeks Massa Tubuh Indeks massa tubuh (IMT) merupakan indikator kondisi tubuh apakah tergolong ideal, underweight, atau overweight melalui peritungan (BB/TB dalam bentuk kg/m 2 ) (Dewi, 2014). Indeks massa tubuh bisa memperkirakan massa tubuh, termasuk didalamnya lemak. Dengan diketahuinya IMT seseorang, kondisi kesehatan seseorang terkait dengan resiko kesehatan tubuhnya bisa di prediksikan (Sutomo, 2008). 2.1.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh Menurut WHO (2011), indeks massa tubuh (IMT) orang normal adalah 18,5 – 24,9, indeks massa tubuh kurang dari 18,5 dikatakan kurus dan jika 25 ke atas disebut obesitas. Obesitas dibagi menjadi obesitas derajat 1 (IMT 25-29,9), obesitas derajat 2 (IMT 30-39,9), dan obesitas derajat 3 atau morbidsevere obesity (IMT 40 atau lebih) (Tandra, 2018). Klasifikasi IMT terhadap penduduk Asia menurut kriteria WHO tahun 2004 ditunjukkan pada tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1 Klasifikasi Status Berat Badan Berdasarkan IMT Klasifikasi BMI/IMT kg/m 2 Risiko Kormobiditas Kurang <18,5 Rendah Normal 18,5-22,9 Rata-rata Kelebihan berat badan >23,0 - Praobesitas 23,0-26,9 Meningkat - Obesitas ≥27,0 Tinggi (Sumber: WHO, 2004)

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Indeks Massa Tubuh 2.1 ...eprints.umm.ac.id/60375/3/BAB...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Indeks Massa Tubuh 2.1 ...eprints.umm.ac.id/60375/3/BAB II.pdf · tubuhnya bisa di prediksikan (Sutomo, 2008). 2.1.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Indeks Massa Tubuh

2.1.1 Definisi Indeks Massa Tubuh

Indeks massa tubuh (IMT) merupakan indikator kondisi tubuh

apakah tergolong ideal, underweight, atau overweight melalui peritungan (BB/TB

dalam bentuk kg/m2) (Dewi, 2014). Indeks massa tubuh bisa memperkirakan

massa tubuh, termasuk didalamnya lemak. Dengan diketahuinya IMT

seseorang, kondisi kesehatan seseorang terkait dengan resiko kesehatan

tubuhnya bisa di prediksikan (Sutomo, 2008).

2.1.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

Menurut WHO (2011), indeks massa tubuh (IMT) orang normal

adalah 18,5 – 24,9, indeks massa tubuh kurang dari 18,5 dikatakan kurus dan

jika 25 ke atas disebut obesitas. Obesitas dibagi menjadi obesitas derajat 1

(IMT 25-29,9), obesitas derajat 2 (IMT 30-39,9), dan obesitas derajat 3 atau

morbidsevere obesity (IMT 40 atau lebih) (Tandra, 2018).

Klasifikasi IMT terhadap penduduk Asia menurut kriteria WHO

tahun 2004 ditunjukkan pada tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Klasifikasi Status Berat Badan Berdasarkan IMT

Klasifikasi BMI/IMT kg/m2 Risiko Kormobiditas

Kurang <18,5 Rendah

Normal 18,5-22,9 Rata-rata

Kelebihan berat badan >23,0

- Praobesitas 23,0-26,9 Meningkat

- Obesitas ≥27,0 Tinggi

(Sumber: WHO, 2004)

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Indeks Massa Tubuh 2.1 ...eprints.umm.ac.id/60375/3/BAB II.pdf · tubuhnya bisa di prediksikan (Sutomo, 2008). 2.1.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

9

2.1.3 Indeks Massa Tubuh Tidak Ideal

Indeks massa tubuh merupakan alat atau cara sederhana untuk

memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan

kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan yang kurang disebabkan

karena konsumsi energi lebih rendah dari kebutuhan yang mengakibatkan

sebagian cadangan energi tubuh dalam bentuk lemak akan digunakan

(KemenkesRI, 2011). Penelitian yang dilakukan di Jepang memberikan

informasi bahwa kurangnya berat badan merupakan masalah yang lebih besar

daripada obesitas bagi wanita di Jepang. Kurangnya zat gizi merupakan

mortalitas karena berhubungan dengan menurunnya sistem imun dan

bermanisfestasi pada rentannya pasien pada penyakit infeksi (Sudargo et al,

2014).

Kelebihan berat badan dapat terjadi apabila makanan yang

dikonsumsi mengandung energi melebihi kebutuhan tubuh. Kelebihan energi

tersebut akan disimpan tubuh sebagai cadangan dalam bentuk lemak sehingga

mengakibatkan seseorang menjadi lebih gemuk. Kelebihan berat badan dapat

meningkatkan resiko terhadap penyakit degeneratif (KemenkesRI, 2011).

Indeks massa tubuh yang tinggi sebelum kehamilan dan penambahan berat

badan yang tinggi selama kehamilan merupakan resiko terjadinya obesitas

pada anak. Menurut peneliti dari Universitas Florida, Amerika Serikat,

normalnya makan akan mengaktifkan hipotalamus (bagian otak kecil yang

memberikan sinyal kenyang) 10 menit sesudah makan. Tetapi pada orang

yang mengalami obesitas, mekanisme tersebut tidak bekerja dengan baik

sehingga mereka selalu makan dalam porsi yang jauh lebih banyak daripada

orang yang tidak mengalami obesitas (Sudargo et al., 2014).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Indeks Massa Tubuh 2.1 ...eprints.umm.ac.id/60375/3/BAB II.pdf · tubuhnya bisa di prediksikan (Sutomo, 2008). 2.1.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

10

2.2 Konsep Aktivitas Fisik

2.2.1 Definisi Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah semua gerakan otot yang dapat membakar

tubuh. Biasanya kita menyamakan istilah aktivitas fisik dengan olahraga,

namun sebenarnya berbeda. Olahraga meliputi segala macam pelatihan.

Sedangkan aktivitas fisik mencakup semua olahraga, semua gerakan tubuh,

pekerjaan, rekreasi, kegiatan sehari-hari, sampai kegiatan pada waktu berlibur

atau waktu senggang. Semua yang membakar energi adalah baik untuk

menurunkan lemak dan gula dalam darah (Tandra, 2009). Kita harus

mengubah gaya hidup santai (sedentary life) menjadi hidup yang lebih baik.

Olahraga ringan sampai derajat sedang dapat membuat tubuh lebih bugar dan

dapat mengontrol glukosa darah (Tandra, 2007).

Aktivitas fisik merupakan pergerakan anggota tubuh yang

mengakibatkan pengeluaran tenaga, sangat penting dalam pemeliharaan

kesehatan fisik dan mental serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap

sehat dan bugar setiap hari (KemenkesRI, 2018). Diharapkan lansia dapat

hidup secara sederhana, santai, aktif dalam berorganisasi, berkarya, selalu

mengembangkan hobi dan rajin berolahraga. Selain itu dalam melaksanakan

aktivitas harus disesuaikan dengan kemampuan, serta bergerak secara teratur

(Xavier, Prastiwi, & Andinawati, 2017). Terdapat beberapa hal yang perlu

diperhatikan dalam melakukan aktivitas fisik, antara lain: jenis, frekuensi dan

durasi (Kurniasari et al, 2017).

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Indeks Massa Tubuh 2.1 ...eprints.umm.ac.id/60375/3/BAB II.pdf · tubuhnya bisa di prediksikan (Sutomo, 2008). 2.1.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

11

2.2.2 Jenis Aktivitas Fisik

Menurut KemenkesRI (2018) secara umum aktivitas fisik dibagi menjadi tiga

macam, yaitu aktivitas fisik sehari-hari, aktivitas fisik dengan latihan, dan juga

olahraga.

1. Aktivitas fisik harian

Jenis aktivitas yang pertama ada dalam kehidupan sehari-hari yang bisa

membantu membakar kalori yang didapat dari makanan yang di konsumsi,

seperti memcuci baju, mengepel, jalan kaki, membersihkan jendela, berkebun,

menyetrika,bermain dengan anak, dan sebagainya. Kalori yang terbakar bisa

50-200 kcal per kegiatan (KemenkesRI, 2018).

2. Latihan fisik

Latihan fisik adalah aktivitas yang dilakukan secara terstruktur dan

terencana, misalnya jalan kaki, jogging, push up, peregangan, senam aerobik,

bersepedan dan sebagainya. Seringkali latihan fisik disebut olahraga

(KemenkesRI, 2018).

3. Olahraga

Olahraga didefinisikan sebagai aktivitas fisik yang terstruktur dan

terencana dengan mengikuti aturan-aturan yang berlaku. Tujuannya tidak

hanya membuat tubuh jadi lebih bugar namun juga untuk mendapatkan

prestasi seperti sepak bola, bulu tangkis, berenang, basket, dan sebagainya

(KemenkesRI, 2018)

2.2.3 Manfaat Aktivitas Fisik bagi Pasien Diabetes

Aktivitas fisik memiliki manfaat fisik atau biologis yaitu mampu

menurunkan resiko diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit jantung,

menjaga tekanan darah tetap stabil dalam batas normal, meningkatkan daya

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Indeks Massa Tubuh 2.1 ...eprints.umm.ac.id/60375/3/BAB II.pdf · tubuhnya bisa di prediksikan (Sutomo, 2008). 2.1.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

12

tahan tubuh terhadap penyakit, menjaga berat badan ideal, menguatkan

tulang dan otot, meningkatkan kelenturan tubuh, dan meningkatkan

kebugaran tubuh (Welis & Rifki, 2013).

Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 aktivitas fisik sangat erat kaitanya

dengan pengontrolan kadar gula dalam darah, dengan aktivitas fisik yang

teratur dapat menurunkan resistensi insulin, meningkatkan sensitivitas insulin

pada otot-otot dan jaringan lain, membantu melancarkan metabolisme

karbohidrat, membuang kelebihan kalori dalam tubuh (Wiarto, 2013).

2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Baik faktor

lingkungan makro, lingkungan mikro maupun faktor individual. Secara

lingkungan makro, faktor sosial ekonomi akan berpengaruh terhadap aktivitas

fisik. Pada kelompok masyarakat dengan latar belakang sosial ekonomi relatif

rendah, memiliki waktu luang yang relatif sedikit bila dibandingkan

masyarakat dengan latar belakang sosial ekonomi yang relatif baik. Segingga

kesempatan kelompok sosial ekonomi rendah melakukan aktivitas fisik yang

terprogram serta terukur tentu akan lebih rendah bila dibandingkan

kelompok sosial ekonomi tinggi. Lingkungan sosial ekonomi makro juga

berpengaruh terhadap kondisi fasilitas umum dalam satu negara. Pada negara

dengan kondisi sosial ekonomi tinggi akan menyediakan fasilitas umum yang

lebih modern seperti tersedia angkutan umum yang lebih nyaman dan baik,

fasilitas escalator dan fasilitas canggih lain yang memungkinkan masyarakat

melakukan aktivitas fsik yang rendah. Sebaliknya pada negara dengan kondisi

sosial ekonomi yang rendah, negara belum mampu menyediakan fasilitas

umum dengan teknologi maju. Lingkungan mikro yang berpengaruh terhadap

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Indeks Massa Tubuh 2.1 ...eprints.umm.ac.id/60375/3/BAB II.pdf · tubuhnya bisa di prediksikan (Sutomo, 2008). 2.1.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

13

aktivitas fisik adalah pengaruh dukungan masyarakat sekitar. Masyarakat

sudah beralih kurang memperlihatkan dukungan yang tinggi terhadap orang

yang masih berjalan kaki ketika pergi ke pasar, kantor dan sekolah (Welis &

Rifki, 2013).

Faktor individu seperti pengetahuan dan persepsi tentang hidup

sehat, motivasi, kesukaan berolahraga, harapan tentang keuntungan

melakukan aktivitas fisik akan mempengaruhi seseorang untuk melakukan

aktivitas fisik. Apalagi orang yang mempunyai motivasi dan harapan untuk

mencapai kesehatan optimal, akan terus melakukan aktivitas fisik sesuai

anjuran kesehatan. Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap seseorang

rutin melakukan aktivitas fisik atau tidak adalah faktor usia, genetik, jenis

kelamin dan kondisi suhu dan gografis (Welis & Rifki, 2013).

2.2.5 Pengukuran Aktivitas Fisik

Menurut Kurniasari et al. (2017), terdapat empat dimensi aktivitas

fisik yang meliputi

1. Mode atau tipe, merupakan aktivitas fisik spesifik yang dilakukan

2. Frekuensi, adalah seberapa banyak aktivitas fisik dilakukan dalam waktu

tertentu, misalnya dalam satu minggu frekuensi melakukan aktivitas fisik

sebanyak 5 kali.

3. Durasi, adalah seberama lama aktivitas fisik tersebut dilakukan dalam satu

waktu. Misalnya sekali melakukan aktivitas fisik durasi waktu yang

dibutuhkan adalah 20-30 menit.

4. Intensitas, adalah seberapa besar upaya yang dibutuhkan untuk

melakukan aktivitas fisik. Untuk menilai aktivitas fisik menggunakan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Indeks Massa Tubuh 2.1 ...eprints.umm.ac.id/60375/3/BAB II.pdf · tubuhnya bisa di prediksikan (Sutomo, 2008). 2.1.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

14

pedoman METs (metabolic equivalent). MET adalah rasio tingkat

metabolisme energi saat istirahat yang setara dengan 1 kkal/kg BB/jam.

2.2.6 Kategori Aktivitas Fisik

Menurut International Physical Activity Questionnaire (IPAQ, 2005),

kategori aktivitas fisik di nilai berdasarkan kriteria sebagai berikut :

1. Tinggi

Seseorang yang memiliki salah satu kriteria berikut ini sudah

diklasifikasikan dalam kategori tinggi, yaitu :

a. Aktivitas dengan intensitas berat setidaknya mencapai 3 hari. Jumlah

minimalaktivitas fisik 1500 MET menit/minggu, Contohnya : mengangkat

barang berat, kontruksi bangunan, memanjat pohon, berjalan menaiki bukit.

b. Aktivitas fisik selama 7 hari dengan kombinasi berjalan, intensitas sedang

dan intensitas berat dengan jumlah minimal 3000 MET menit/minggu,

contohnya : berjalan sejauh 6 – 10 km, bersepeda, menyapu dan mengepel.

2. Sedang

Seseorang yang tidak memiliki kriteria aktivitas tinggi dan memiliki

salah satu kriteria berikut ini sudah diklasifikasikan dalam kategori sedang,

yaitu :

a. Aktivitas dengan intensitas kuat selama 3 hari atau lebih minimal 20 menit

per hari.

b. Aktivitas intensitas sedang dan / atau berjalan selama 5 hari atau lebih

setidaknya 30menit per hari.

c. Aktivitas fisik selama 5 hari atau lebih dengan kombinasi kombinasi

berjalan, intensitas sedang dan intensitas yang kuat dengan jumlah minimal

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Indeks Massa Tubuh 2.1 ...eprints.umm.ac.id/60375/3/BAB II.pdf · tubuhnya bisa di prediksikan (Sutomo, 2008). 2.1.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

15

600 MET menit / minggu, contohnya : memasak, merawat anak, mencuci

baju, dan membersihkan halaman rumah.

3. Rendah

Seseorang yang tidak memenuhi salah satu dari semua kriteria yang

telah disebutkan dalam kategori tinggi maupun kategori sedang.

Menurut World American Cancer Institute for Research Fund Cancer

Research, jenis aktivitas fisik berdasarkan intensitasnya antara lain:

1. Aktifitas fisik berat

Aktivitas fisik dikatakan berintensitas berat jika peningkatan denyut nadi

mencapai 80% atau lebih dari denyut nadi maksimal seperti jalan santai

dengan membawa beban, berkebun, rekreasi, dan pekerjan berat lainnya.

2. Aktivitas fisik sedang

Aktivitas fisik dikatakan berintensitas sedang jika peningkatan denyut nadi

mencapai 60% - 75% dari denyut nadi maksimal seperti jalan santai, jogging,

dan aerobik intensitas rendah.

3. Aktivitas fisik ringan

Aktivitas fisik dikatakan berintensitas ringan jika peningkatan denyut nadi

sangat kecil seperti tidur, menonton televisi, mengendarai mobil, dan

melakukan pekerjaan rumah secara umum (Kurniasari et al, 2017).

2.2.7 Aktivitas Fisik pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2

Menurut Widharto (2007), pada semua pasien diabetes mellitus tipe 2

dianjurkan berolahraga atau aktivitas fisik secara teratur setiap harinya selama

kurang lebih 20 menit. Aktivitas yang dilakukan cukup berupa olahraga ringan

namun harus dilakukan secara rutin. Latihan fisik ini dilakukan sekitar 1,5 jam

sesudah makan. Bagi pasien diabetes mellitus yang mempunyai kelebihan

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Indeks Massa Tubuh 2.1 ...eprints.umm.ac.id/60375/3/BAB II.pdf · tubuhnya bisa di prediksikan (Sutomo, 2008). 2.1.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

16

berat badan dianjurkan untuk melakukan latihan fisik sedikit lebih berat. Hal

ini dengan tujuan agar dapat menurunkan berat badannya menjadi ideal.

Aktivitas fisik yang baik bagi pasien diabetes mellitus yaitu aerobik (Widharto,

2007). Menurut penelitian Nuryati (2017) beraktivitas fisik rutin pada pasien

diabetes mellitus tipe 2 seperti bersepeda atau jalan kaki 3-4 hari dalam

seminggu selama 20 menit kadar gula darah puasa dapat terkontrol (Nurayati

& Adriani, 2017).

Aerobik merupakan aktivitas fisik yang menggunakan otot- otot

besar. Aktivitas fisik ini dilakukan rutin selama kurang lebih 3-5 kali seminggu

dengan waktu 50-60 menit. Sebelum latihan sebaiknya dilakukan pemanasan

(warming up), setelah latihan juga perlu dilakukan pendinginan (cooling down).

Aktivtas fisik sebaiknya dilakukan seperti progam CRIPE yaitu continues,

rhythmical, interval, progressive, dan endrance training, sedangkan Contoh dari

aktivitas aerobik yaitu berjalan, jalan cepat, bersepeda, berenang, menari,

bermain basket (Widharto, 2007).

1.3 Konsep Diabetes Mellitus

1.3.1 Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus (DM) atau disebut diabetes saja merupakan

penyakit gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak memproduksi

cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan isulin yang diproduksi

secara efektif. Insulin adalah hormon yang mengatur keseimbangan kadar

gula darah. Akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah

(hiperglikemia) (KemenkesRI, 2014). Diabetes adalah salah satu penyakit

kronis dan serius yang sering kali menimbulkan komplikasi penyakit lain.

Keberhasilan dalam mengontrol gula darah dapat terhindar dari berbgai

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Indeks Massa Tubuh 2.1 ...eprints.umm.ac.id/60375/3/BAB II.pdf · tubuhnya bisa di prediksikan (Sutomo, 2008). 2.1.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

17

komplikasinya seperti obesitas, penyakit jantung, stroke, ginjal, impotensi,

dan bahkan kematian (Tandra, 2008).

1.3.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus

1. Diabetes Mellitus Tipe 1

Diabetes tipe 1 merupakan penyakit autoimun yang dipengaruhi secara

genetik oleh gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses perusakan

imunologik sel-sel yang memproduksi insulin secara bertahap (Dewi, 2014).

Diabetes tipe 1 juga disebut insulin-dependent diabetes karena pasien sangat

bergantung pada insulin dan memerlukan suntikan insulin setiap hari untuk

memenuhi kebutuhan insulin dalam tubuh. Biasanya terjadi pada usia yang

sangat muda, tetapi bisa juga ditemukan pada usia dewasa (Tandra, 2018).

Pengidap diabetes tipe 1 ini tidak banyak. Namun, jumlahnya terus

meningkat 3% setiap tahun, terutama pada anak 0-14 tahun (data Diabetes

Eropa). Sedangkan di Indonesia, statistik mengenai diabetes tipe 1 belum ada,

diperkirakan tidak lebih dari 2%. Gejalanya timbul mendadak dan bisa berat

sampai mengakibatkan koma apabila tidak segera ditolong dengan suntikan

insulin (Tandra, 2018).

2. Diabetes Tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2 merupakan kondisi saat gula darah dalam tubuh

tidak terkontrol akibat gangguan sensivitas sel β pankreas untuk

menghasilkan hormon insulin yang berperan sebagai pengontrol kadar gula

darah dalam tubuh (Dewi, 2014). Kemungkinan lain terjadinya diabetes tipe 2

adalah sel-sel jaringan tubuh dan otot pasien tidak peka atau sudah resisten

terhadap insulin (resistensi insulin) sehingga gula tidak dapat masuk ke dalam

sel dan akhirnya tertimbun di dalam peredaran darah. Diabetes ini paling

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Indeks Massa Tubuh 2.1 ...eprints.umm.ac.id/60375/3/BAB II.pdf · tubuhnya bisa di prediksikan (Sutomo, 2008). 2.1.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

18

sering dijumpai. Biasanya terjadi pada usia di atas 40 tahun, tetapi bisa juga

timbul pada usia di atas 20 tahun. Sekitar 90-95% pasien diabetes adalah tipe

2 (Tandra, 2018).

3. Diabetes Gestastional

Pasien dengan predisposisi diabetes tipe 2 dapat mengalami kondisi ini

selama kehamilan, biasanya dengan hiperglikemia asimtomatik yang

terdiagnosis pada pemeriksaan rutin (Greestein & Wood, 2010). Ibu hamil

dengan diabetes harus ekstra waspada dalam menjaga gula darah, agar tidak

terjadi komplikasi, baik pada ibu maupun janin (Tandra, 2018).

4. Diabetes Insipidus

Diabetes insipidus ini terjadi karena kelainan lobus posterior dari kelenjar

hipofisis yang disebabkan defisiensi vasopressin hormon anti deuretic

(ADH). Diabetes insipidus berhubungan dengan trauma kepala, tumor otak,

atau pembedahan ablasi atau iradiasi kelenjar hipofisis saraf pusat, atau tumor

metastasis (Tandra, 2018).

1.3.3 Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 2

2. Kadar gula darah pada kondisi normal akan selalu terkendali berkisar 70-110

mg/dl, karena pengaruh kerja hormon insulin oleh kelenjar pankreas. Setiap

sehabis makan terjadi penyerapan makanan seperti tepung-tepungan

(karbohidrat) di usus dan kadar gula darah akan meningkat. Peningkatan

kadar gula darah ini memicu produksi hormon insulin oleh pankreas. Berkat

pengaruh hormon ini, gula dalam darah sebagian masuk ke dalam berbagai

macam sel tubuh (terbanyak sel otot) dan akan digunakan sebagai bahan

energi dalam sel tersebut. Sel otot kemudian menggunakan gula untuk

beberapa keperluan yakni sebagai energi, sebagian disimpan sebagai glikogen

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Indeks Massa Tubuh 2.1 ...eprints.umm.ac.id/60375/3/BAB II.pdf · tubuhnya bisa di prediksikan (Sutomo, 2008). 2.1.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

19

dan jika masih ada sisa maka sebagian sisa tersebut di ubah menjadi lemak

dan protein. Jika fungsi insulin mengalami defisiensi (kekurangan) insulin,

hiperglikema akan timbul dan hiperglikemia ini adalah diabetes. Kekurangan

insulin dikatakan relatif apabila pankreas menghasilkan insulin dalam jumlah

yang normal, tetapi insulinnya tidak efektif. Hal ini seperti pada DM tipe II

terdapat resistensi insulin, baik kekurangan insulin maupun relatif akan

mengakibatkan gangguan metabolisme bahan bakar, yaitu karbohidrat,

protein, dan lemak. Tubuh memerlukan metabolisme untuk melangsungkan

fungsinya yaitu membangun jaringan baru dan memperbaiki jaringan. Semua

hormon yang terkait dalam metabolisme glukosa, hanya insulin yang bisa

menurunkan gula darah. Insulin adalah hormon yang kurang dalam penyakit

diabetes mellitus (Aulia, 2009).

3. Hormon insulin diproduksi oleh sel beta pulau langerhans yng terdapat pada

pankreas. Insulin berperan untuk memastikan bahwa sel tubula dapat

memakai bahan bakar. Peran insulin untuk membuka pintu sel agar bahan

bakar dapat masuk ke dalam sel. Terdapat reseptor pada permukaan setiap

sel, saat reseptor membuka (oleh insulin) maka glukosa dan asam amino

dapat masuk ke dalam tubuh. Jika sel tanpa hormon insulin, sel tersebut tidak

bisa memproduksi glukosa untuk mendapatkan energi. Glukosa yang tidak

masuk ke dalam sel akan tertimbun di dalam darah. Bagian endogrin pankreas

memproduksi, menyimpan, dan mengeluarkan hormon dari pulau

Langerhans. Pulau Langerhans mengandung sel khusus seperti sel alfa, sel

beta, sel delta, dan sel F. Sel alfa menghasilkan glukagon, sedangkan sel bet

menghasilkan insulin. Kedua hormon ini membantu mengatur metabolisme.

Sel delta menghasilkan somastotatin (faktor penghambat pertumbuhan

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Indeks Massa Tubuh 2.1 ...eprints.umm.ac.id/60375/3/BAB II.pdf · tubuhnya bisa di prediksikan (Sutomo, 2008). 2.1.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

20

hipotalamik) yang bisa mencegah sekresi glukagon dan insulin. Sel f

menyekresi polipeptida pankreas yang dikeluarkan ke dalam darah setelah

individu makan. Penyebab gangguan pankreas adalah produksi dan kecepatan

pemakaian metabolik insulin kekurangan insulin secara relatif

dapat mengakibatkan pengikatan glukosa dalam darah dan peningkatan

glukosa dalam urine, dengan insulin, hepar dapat mengambil glukosa, lemak,

dan asam amino dari peredaran darah. Hepar menyimpan glukosa dalam

bentuk glikogen, yang lain disimpan dalam sel otot, dan sel lemak. Glikogen

dapat diubah kembali menjadi glukosa apabila dibutuhkan (Baradero, Dayrit,

& Siswadi, 2009).

4. Kekurangan insulin baik relatif maupun absolut dapat mengakibatkan

hiperglikemia dan tergantungnya metabolisme lemak. Setelah makan, karena

jumlah insulin yang berkurang atau insulin tidak efektif, glukosa tidak bisa

ditarik dari peredaran darah dan glikogenesis (pembentukan glikogen dari

glukosa) akan terhambat. Karena sel tidak memperoleh bahan bakar, hepar

memproduksi glukosa (melalui glikogenesis atau gluconeogenesis) dan

mengirim glukosa ke dalam peredaran darah, keadaan ini akan memperberat

hiperglikemia (Baradero et al., 2009).

2.3.4 Epidemiologi Diabetes Mellitus

Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2014 orang

dewasa di atas 18 tahun yang hidup dengan diabetes diperkirakan berjumlah

422 juta jiwa. Jumlah terbesar pasien diabetes diperkirakan Asia Tenggara dan

daerah Pasifik Barat yang terhitung sekitar setengah kasus diabetes di dunia.

Jumlah pasien diabetes dari 108 juta angka saat ini naik sekitar empat kali

lebih tinggi antara 1980 dan 2014. Pasien diabetes di dunia telah meningkat

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Indeks Massa Tubuh 2.1 ...eprints.umm.ac.id/60375/3/BAB II.pdf · tubuhnya bisa di prediksikan (Sutomo, 2008). 2.1.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

21

dari 4,7% pada tahun 1980 menjadi 8,5% di tahun 2014 (World Health

Organization, 2016).

Sedangkan di Indonesia dari berbagai penelitian epidemiologis di

Indonesia yang dilakukan oleh pusat-pusat diabetes, sekitar tahun 1980-an

prevalensi pada penduduk usia 15 tahun ke atas sebesar 1,5-2,3%dengan

prevalensi di daerah rural (pedesaan) lebih rendah dibandingkan perkotaan.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan 2013 melakukan

wawancara untuk menghitung proporsi diabetes mellitus pada usia 15 tahun

ke atas. Hasil wawancara tersebut mendapatkan bahwa proporsi diabetes

mellitus hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2007 (KemenkesRI, 2014).

2.3.5 Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus

Tabel 2.2 Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus Ringan Sampai

Berat

Keadaan Patologis Manifestasi Klinis

Hiperglikemia dan glikosuria (diuresis osmotik)

Poliuria, polidipsia, gatal pada tubuh, dan vaginitis

Cellular starvation (sel kekurangan bahan bakar)

Polifagia dan kelelahan

Metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein tidak efisien

Berat badan menurun dan merasa lemah

Hiperosmolaritas (ada dehidrasi) Turgor kulit buruk, takikardia, dan hipotensi

Koma ketoasidosis hiperosmolar Tanda-tanda diabetes ketoasidosis

(Sumber: Baradero, Dayrit, & Siswadi, 2009)

Manifestasi diabetes mellitus bervariasi dari pasien ke pasien.

Pertolongan medis paling sering dicari karena gejala yang berkaitan dengan

hiperglikemi (poliuria, polidipsia polifagia). Bila keadaan tersebut tidak segera

diobati, akan timbul gejala tambahan seperti nafsu makan mulai berkurang

atau berat badan turun dengan cepat (turun 5-10 kg dalam waktu 2-4

minggu), mudah lelah, bila tidak lekas diobati akan timbul rasa mual bahkan

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Indeks Massa Tubuh 2.1 ...eprints.umm.ac.id/60375/3/BAB II.pdf · tubuhnya bisa di prediksikan (Sutomo, 2008). 2.1.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

22

pasien akan jatuh pada keadaan koma yang disebut dengan koma diabetik.

Kadang-kadang penampakan awal berupa penyulit degeneratif seperti

neuropati tanpa hiperglikemia bergejala. Kekacauan metabolik pada diabetes

disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif dan kelebihan glukagon

absolut atau relatif. Normalnya, terdapat peningkatan-peningkatan rasio

molar glukagon terhadap insulin yang menyebabkan dekompensasi

metabolik. Perubahan rasio ini dapat disebabkan oleh penurunan insulin atau

konsentrasi glukagon, sendiri-sendiri atau bersama-sama. Secara konseptual,

perubahan respon biologik terhadap salah satu hormon yang dapat

menyebabkan efek serupa. Karena itu resistensi insulin dapat menyebabkan

efek metabolik seperti peningkatan rasio glukagon/insulin meskipun rasio

kedua hormon dalam plasma yang dinilai dengan immunoassay tidak jelas

abnormal atau bahkan menurun (glukagon aktif secara biologik, insulin relatif

inaktif) (Isselbacher et al., 2015).

2.3.6 Faktor Resiko Diabetes Mellitus

Faktor utama Penyebab DM tipe 2 ini karena faktor

keturunan (genetik), obesitas, usia, stress, dan pola makan yang salah (Suryo,

2009). Menurut KemenkesRI (2014), faktor resiko diabetes mellitus bisa

dikelompokkan menjadi faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi dan yang

dapat dimodifikasi. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah ras dan

ernik, umur, jenis kelamin, riwayat keluarga dengan diabetes mellitus, riwayat

melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4000 gram, dan riwayat lahir

dengan berat badan lahir rendah (kurang dari 2500 gram). Sedangkan faktor

resiko yang dapat dimodifikasi erat kaitannya dengan perilaku hidup yang

kurang sehat, yaitu berat badan lebih, obesitas abdominal atau sentral,

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Indeks Massa Tubuh 2.1 ...eprints.umm.ac.id/60375/3/BAB II.pdf · tubuhnya bisa di prediksikan (Sutomo, 2008). 2.1.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

23

kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia, diet tidak sehat atau tidak

seimbang, riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Gula Darah

Puasa (GDP) terganggu, dan merokok (KemenkesRI, 2014).

2.3.7 Komplikasi Diabetes Mellitus

Berdasarkan mulai timbulnya dan lama perjalanannya komplikasi

diabetes digolongkan menjadi komplikasi mendadak (akut) dan komplikasi

menahun (kronis). Terdapat beberapa kelainan yang mendasari komplikasi

kronis, yaitu makroangiopati diabetik (kelainan pada pembuluh darah kecil-

halus), dan neuropati diabetik (kelainannya terdapat pada syaraf) (Kariadi,

2009).

Komplikasi mendadak atau akut adalah komplikasi yang datangnya

mendadak tanpa tanda-tanda. Namun, jika diatasi bisa sembuh. Yang

termasuk komplikasi akut adalah infeksi yang sulit sembuh, koma

hiperglikemik (koma diabetik), dan hipoglikemi dengan koma hipoglikemik.

Sedangkan komplikasi kronis biasanya muncul setelah 10-15 tahun semenjak

diagnosis diabetes. Namun, pada diabetes tipe 2 sering kali beberapa

komplikasi kronis sudah ada sewaktu pasien pertama kali didiagnosis

menderita diabetes. Ini terjadi karena pasien sudah lama menderita diabetes

tanpa gejala yang jelas sehingga komplikasi pun tidak terpantau. Komplikasi

kronis khas diabetes disebabkan kelainan pada pembuluh darah besar,

pembuluh darah kecil atau halus, atau pada susunan syaraf (Kariadi, 2009).

Menurut Shanty (2011) dalam komplikasi akut, dikenal beberapa

istilah berikut.

1. Hipoglikemia, yaitu keadaan seseorang dengan kadar glukosa darah di

bawah nilai normal. Gejala hipoglikemia ditandai dengan munculnya rasa

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Indeks Massa Tubuh 2.1 ...eprints.umm.ac.id/60375/3/BAB II.pdf · tubuhnya bisa di prediksikan (Sutomo, 2008). 2.1.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

24

lapar, gemetar, mengeluarkan keringat, pusing, gelisah, dan pasien bisa

menjadi koma (Shanty, 2011).

2. Ketoasidosis diabetik-koma, yaitu diabetik yang diartikan sebagai keadaan

tubuh yang sangat kekurangan insulin dan bersifat mendadak akibat

infeksi, lupa menyuntik insulin, pola makan yang tidak diatur, atau stress

(Shanty, 2011).

3. Koma hiperosmoler non-ketotik yang diakibatkan adanya dehidrasi berat,

hipotensi, dan shock. Oleh karena itu, koma hiperosmoler non-ketotik

diartikan sebagai keadaan tubuh tanpa penimbunan lemak yang

menyebabkan pasien menunjukkan pernapasan yang cepat dan dalam

(kusmaul) (Shanty, 2011).

4. Koma lakto asidosis, yaitu keadaan tubuh dengan asam laktat yang tidak

dapat diubah menjadi bikarbonat. Akibatnya, kadar asam laktat dalam

darah meningkat dan pasien dapat mengalami koma (Shanty, 2011).

2.3.8 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Pada diabetes, kelainan pertama yang dapat menaikkan gula darah

adalah gangguan pada pankreas dan resistensi insulin. Diabetes harus segera

diobati agar tidak terjdi komplikasi pada organ-organ yang lain.

Penatalaksanaan diabetes mellitus dikenal 4 pilar penting dalam mengontrol

perjalanan penyakit dan komplikasi. Empat pilar tersebut adalah edukasi,

pengaturan makan, aktivitas fisik, dan farmakologi (Kariadi, 2009).

1. Edukasi

Edukasi yang diberikan adalah pemahaman tentang perjalanan penyakit,

pentingnya pengendalian penyakit, komplikasi yang timbul dan resikonya,

pentingnya intervensi obat dan pemantauan glukosa darah, cara mengatasi

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Indeks Massa Tubuh 2.1 ...eprints.umm.ac.id/60375/3/BAB II.pdf · tubuhnya bisa di prediksikan (Sutomo, 2008). 2.1.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

25

hipoglikemia, perlunya latihan fisik yang teratur, dan cara mempergunakan

fasilitas kesehatan. Mendidik pasien bertujuan agar pasien dapat mengontrol

gula darah, mengurangi komplikasi dan meningkatkan pengetahuan merawat

diri (Putra & Berawi, 2015).

2. Pengaturan Makan

Pengaturan makan merupakan pilar terpenting dalam pengobatan

diabetes. Baik diabetisi tipe 1 maupun tipe 2 tetap memerlukan semua bentuk

zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat. Pada umumnya diet untuk

diabetisi diatur berdasarkan 3J, yaitu jumlah, jenis dan jadwal (Kariadi, 2009).

Pada umumnya, pengaturan jumlah makanan ditentukan berdasarkan

tinggi badan, berat badan, jenis aktivitas dan juga umur. Berdasarkan hal ini,

akan dihitung dan ditentukan jumlah kalori yang dibutuhkan. Mengenai jenis

makanan, pada umumnya penyusunan makanan akan menyangkut zat gizi

yang meliputi karbohidrat, lemak, buah, dan sayuran. Sedangkan yang

dimaksud dengan jadwal adalah waktu-waktu makan yang tetap, yaitu makan

pagi, siang, malam, dan makanan selingan (Kariadi, 2009).

3. Aktivitas Fisik

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali

seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam

pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,

menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain

untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan

memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa

darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat

aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.Latihan

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Indeks Massa Tubuh 2.1 ...eprints.umm.ac.id/60375/3/BAB II.pdf · tubuhnya bisa di prediksikan (Sutomo, 2008). 2.1.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

26

jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.

Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan,

sementara yang sudah mendapat komplikasi diabetes militus dapat dikurangi

(Putra & Berawi, 2015).

4. Farmakologi

Terapi farmakologi diberikan bersama dengan pengaturan makan dan

latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral

dan bentuk suntikan (Putra & Berawi, 2015).

2.4 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Aktivitas Fisik

Seseorang yang aktivitas fisiknya rendah memiliki resiko peningkatan

berat badan sebesar lebih dari 5 kg sehingga memiliki potensi untuk terkena

diabetes (Dafriani, 2017) dan pada penelitian yang dilakukan oleh Sipayung

et.al, (2017) nilai rata-rata aktivitas fisik yang menderita diabetes di wilayah

kerja puskesmas Padang Bulan tergolong ringan. Aktivitas fisik yang kurang

peluang untuk terkena diabetes 6,2 kali lebih besar dibandingkan dengan

aktivitas fisik sedang maupun berat. Aktivitas fisik yang rendah dapat

menyebabkan terjadinya resistensi insulin, karena makin banyak jaringan

lemak maka jaringan tubuh dan otot akan semakin resisten terhadap kerja

insulin. (Nur et al., 2017). Menurut penelitian yang dilakukan Fadilah et.al,

(2016). Aktivitas fisik yang ringan atau kurangnya pergerakan menyebabkan

tidak seimbangnya kebutuhan energi yang diperlukan dengan yang

dikeluarkan. Pada keadaan istirahat, metabolisme otot hanya sedikit

menggunakan glukosa darah sebagai sumber energi. Sedangkan pada saat

beraktivitas fisik seperti latihan fisik atau olahraga, otot menggunakan glukosa

darah dan lemak sebagai sumber energi utama. Saat lemak dan glukosa darah

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Indeks Massa Tubuh 2.1 ...eprints.umm.ac.id/60375/3/BAB II.pdf · tubuhnya bisa di prediksikan (Sutomo, 2008). 2.1.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

27

digunakan dalam jumlah minimal, akan menimbulkan penimbunan lemak

sehingga dapat menyebabkan bertambahnya berat badan (Fadilah, Saraswati,

& Adi, 2016).

Kelebihan berat badan dapat mempengaruhi IMT seseorang dan juga

menyebabkan metabolisme glukosa yang abnormal, dimana berhubungan

kuat dengan peningkatan resistensi insulin. Kelebihan berat badan dapat

memicu perubahan pada metabolisme tubuh yang menyebabkan jaringan

lemak (adiposa) untuk melepaskan asam lemak, gliserol, hormon, sitokin

pemicu inflamasi, dan faktor lain yang dapat memicu perkembangan

resistensi insulin. (Mary et al., 2014). Dalam penelitian (Fuentes et al., 2018)

pada individu yang berumur 50 tahun dan lebih muda, mereka menemukan

bahwa perempuan dengan obesitas atau overweight dan memiliki aktivitas

fisik tinggi atau berat dapat mengurangi berat badan. Baik pria maupun

wanita yang terkena diabetes dalam kategori berat badan yang tidak ideal,

resiko komplikasi jauh lebih tinggi daripada orang yang terkena diabetes

dengan indeks massa tubuh yang normal (Gray et al., 2015). Saat orang yang

terkena diabetes memiliki aktivitas fisik yang baik maka indeks massa tubuh

juga akan baik, selain itu juga dapat menurunkan resiko komplikasi karena

terjadi peningkatan pemakaian glukosa oleh jaringan tubuh terutama otot.

Sehingga glukosa dan lemak dalam darah akan menurun. Jika berat badan

menurun sedikit demi sedikit, selain kadar gula darah menurun, obat-obatan

juga dapat bekerja dengan baik.