BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gigieprints.umm.ac.id/49725/3/BAB II.pdf · Bakteri kariogenik...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gigieprints.umm.ac.id/49725/3/BAB II.pdf · Bakteri kariogenik...
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Gigi
2.1.1 Definisi Gigi
Gigi merupakan salah satu aksesoris atau kelengkapan dalam mulut yang
memiliki struktur bervariasi dan banyak fungsi (Muttaqin, 2010). Gigi (dentis)
merupakan alat bantu yang berfungsi alam proses mastikasi ( pengunyahan) dan
berbicara (Syaifuddin, 2012). Selain itu berfungsi sebagai keindahan wajah
(estetis) (jingga, Setyawan, & Yuliawati, 2019). Makanan yang masuk dalam
mulut dalam bentuk partikel besar akan diubah dalam mulut dalam bentuk pertikel
kecil yang dapat ditelan tanpa menimbulkan tersedak. Proses ini merupakan
proses mekanis pertama yang tejadi saat mengonsumsi makanan dan akan dibantu
dengan saliva agar tekstur makanan yang dikunyah lebih lembut (Syaifuddin,
2012).
2.1.2 Bagian-Bagian Gigi
Manusia semasa hidupnya dilengkapi dengandua set gigi (gigi susu atau
gigi sulung dan gigi permanent) (Sodikin, 2011). Gigi susu akan 10mulai tumbuh
pada usia enam bulan dan biasanya akan tumbuh keseluruhan 20 gigi susu hingga
usia dua tahun dan akan tanggal pada usia kanak-kanak (Scanlon & Sanders,
2007). Gigi memilki komponen berikut :
a. Email
Email atau enamel adalah suatu jaringan mengalami proses mineralisasi yang
sangat tinggi yang menutupi seluruh mahkota gigi (Achmad, 2015). Email
merupakan lapisan gigi paling luar yang dibentuk oleh sel-sel ameloblas. Email
memiliki permukaan yang paling keras dibandingkan seluruh bagian gigi yang
dan memiliki daya tahan yang lebih lama terhadap pembusukan dibandingkan
6
bagian gigi lainnya (Scanlon & Sanders, 2007). Email terdiri dari 97% zat
anorganik (terutama kalsium fosfat) yang akan memberikan perlindungan pada
gigi, namun akan tererosi oleh bakteri yang bersifat asam dalam mulut dan akan
menyebabkan terjadinya karies gigi (Sloane, 2012). Pada gigi sulung (gigi susu),
memiliki email yang lebih tipis (Achmad, 2015).
b. Dentin
Dentin merupakan bagian gigi yang keras yang berwarna putih kekuningan
yang menyusun bagian terbesar dari gigi (Ahmad, 2015). Dentin terletak di bawah
email yang dibentuk oleh sel odontoblas (Scanlon & Sanders, 2007). Kedalaman
dentin pada gigi susu lebih kecil (Achmad, 2015).
c. Sementum
Sementum terletak di bagian akar gigi (Sloane, 2012). sementum merupakan
bahan tulang yang disekresikan oleh sel-sel yang terletak pada membran
periodental, yang membatasi ruang gigi. Bila gigi tepapar dengan kuman yang
banyak, lapisan sementum menjadi lebih tebal dan kuat. Ketebalan tersebut
meningkat seiring dengan pertambahan usia (Guyton, 2008).
d. Pulpa
Pada ruang atau rongga pulpa, berisi pulpa gigi yang menjalar ke saluran akar.
Pulpa tersebut mengandung pembuluh darah dan saraf (Sloane, 2012).
7
2.1.3 Tahap Pertumbuhan Gigi
Gigi susu atau gigi sulung pertama akan mulai tumbuh pada usia kurang
dari enam bulan (anatar usia 4-6 bulan) dan paling lambat antara 20-26 bulan.
Munculnya gigi susu sebelum waktunya disebut prematur sedangkan yang
tumbuh lambat disebut retardasi. Pertumbuhan keseluruhan 20 gigi susu biasanya
selesai pada usia dua tahun (Scanlon & Sanders, 2007). Gigi yang 20 buah
tersebut, yaitu 10 gigi atas dan 10 gigi bawah (Maulani, 2005). Seiring dengan
bertambahnya usia, gigi sulung akan tanggal secara otomatis pada masa kanak-
kanak dan selanjutnya akan digantikan oleh gigi permanen. Gigi permanen (gigi
tetap) ini akan tumbuh pada usia 6-8 tahun hingga berjumlah lengkap, yaitu
terdiridari 32 buah gigi yang terdiri dari gigi insisivus, kaninus, premolar, dan
molar. Susunannya sama dengan gigi susu ditambah dengan geraham premolar
sebanyak 12 buah, merupakan penyempurna dari gigi susu (Syaifuddin, 2012).
Gigi molar pertama akan tumbuh pada usia sekitar enam tahun (Scanlon &
Sanders, 2007).
2.1.4 Cara Pemeliharaan Kesehatan Gigi
Supaya anak terhindar dari penyakit gigi apalagi diusia sekolah atau
prasekolah, maka dianjurkan untuk melakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Menyikat gigi secara baik, benar dan teratur
Menyikat gigi yang baik dan benar adalah menyikat gigi yang
dilakukandengan menggunakan cara yang dapat membersihkan seluruh
permukaan gigi tanpa mencederai jaringan lunak dalam mulut serta dilakukan
secara berurutan dari satu sisi kesisi yang lainnya secara teratur. Adapun frekuensi
dan waktu menyikat gigi sebaiknya dilakukan paling sedikit dua kali sehari, pagi
setelah sarapan dan malam sebelum tidur.
Cara menyikat gigi :
Untuk membersihkan gigi bagian depan atas (digerakkan dari atas ke bawah,
gerakan sikat dengan arah ke atas ke bawah atau memutar).
Untuk membersihkan gigi bagian samping, gerakan sikat dengan arah ke atas ke
bawah atau memutar.
8
1. Gerakan ke depan ke belakang dapat dilakukan untuk membersihkan
bagian pengunyahan gigi.
2. Bagian dalam dan belakang gigi dapat dibersihkan dengan cara
menggerakkan sikat ke atas ke bawah.
3. Supaya tidak mencederai jaringan lunak dalam mulut (gusi dan pipi),
maka dianjurkan untuk memakai sikat gigi yang kehalusan bulunya
sedang, tidak terlalu keras tetapi juga tidak terlalu lunak. Sikat gigi yang
baik :
- Bulu sikat dak terlalu keras danti dak terlalu lembut
- Harus dapat menjangkau seluruh permukaan gigi
- Permukaan bulu sikat rata, tangkainya lurus, kepala sikat dak terlalu berat,
ujungnya mengecil
b. Menghindari Makanan yang Manis dan Lengket
Anak-anak dianjurkan untuk menghindari makan makanan yang manis dan
lengket, karena makanan yang manis dapat diubah oleh bakteri menjadi asam
yang dapat merusak lapisan gigi. Makanan yang bersifat lengket dikhawatirkan
akan tinggal lama dalam mulut sehingga kemungkinan terjadinya asam akan lebih
besar. Apabila anak-anak tidak dapat meninggalkan kebiasaannya dalam
mengkonsumsi makanan manis dan lengket ini, dianjurkan untuk segera
membersihkan gigi dan mulutnya setelah mengkonsumsi makanan tersebut
minimal dengan cara berkumur-kumur.
c. Mengkonsumsi Makanan yang Bergizi Seimbang
Diperlukan asupan nutrisi bagi anak-anak karena dapat mempengaruhi
perkembangan gigi pada anak.
9
2.2 Karies Gigi
2.2.1 Definisi Karies Gigi
Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan
jaringan yang dimulai dari permukaan gigi pit, fissure dan daerah interproximal
meluas kearah pulpa (Tarigan, 2013). Karies terjadi bukan disebabkan karena satu
kejadian saja seperti penyakit menular lainnya tetapi disebabkan serangkaian
proses yang terjaddi selama beberapa kurun waktu, karies dinyatakan sebagai
penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab
terbentuknya karies (Ozdemir, 2014).
Karies gigi adalah penyakit pada email, dentin, dan sementum yang
menyebabkan demineralisasi progresif dari komponen yang mengalami perusakan
komponen organik dengan pembentukan lubang pada gigi (Adams, 2014). Karies gigi
adalah sebuah penyakit infeksi yang merusak struktur gigi, penyakit ini menyebabkan
gigi berlubang (Muttaqin, 2011). Karies gigi merupakan penyakit kronis yang umum
terjadi pada usia prasekolah, disebabkan oleh adanya interaksi antara bakteri
khususnya streptoccus mutans dan makanan manis-manis pada enamel gigi.
2.2.2 Etiologi Karies Gigi
Karies gigi (gigi busuk) terjadi karena proses erosif yang menghancurkan
enamel gigi dan kemudian menginvasi pulpa gigi, hal tersebut menyebabkan rasa
tidak nyaman dan terkadang gigi perlu dicabut. Penyebab utama dari pembusukan
tersebut adalah bakteri dari partikel makanan yang tertinggal pada gigi (Rosdahl,
2015). Selain itu, masih banyak lagi faktor penyebab terjadinya karies gigi,
diantaranya :
a. Faktor didalam mulut yang berhubungan langsung dengan proses
terjadinya karies gigi antara lain :
Karies gigi dikatakan sebagai penyakit multifaktor. Etiologi multifaktorial terjadi
karena adanya interaksi karena 3 faktor utama dan satu faktor tambahan :
mikroorganisme, substrat, host (gigi dan saliva) dan waktu (Haq & Susilaningrum,
2012).
10
a. Mikroorganisme
Mikroorganisme sangat berperan dalam menyebabkan karies. Strain tertentu
streptococcus, actabacillus, dan actinomyces bersifat kariogenik. Kuman-kuman
ini memetabolisme hidrat arang dan menghasilkan asam. Steptococcus mutans
merupakan bakteri kariogenik yang paling penting, kuman ini memetabolisme
sukrosa hingga menghasilkan asam laktat yang akan menurunkan PH sekeliling
gigi, saat PH turun dibawah 5,5, maka ion kalsium akan mulai meninggalkan
enamel gigi. Proses ini deminerasisasi (Putri, 2015). Lingkungan yang cocok bagi
bakteri untuk berkembang biak adalah pada saat aliran saliva berkurang dan
kontak antara plak dan substrat meningkat.
b. Substrat
Bakteri kariogenik akan memetabolisme hidrat arang sebagai sumber energi.
Masing-masing bakteri dapat beradaptasi untuk memetabolisme masing-masing
hidrat arang (Sodikin, 2011). Sisa-sisa makanan dalam mulut (karbohidrat)
merupakan substrat yang difermentasikan oleh bakteri untuk mendapatkan energi.
Sukrosa dan glukosa dimetabolismekan sedemikian rupa sehingga terbentuk
polisakarida intrasel dan ektsrasel sehingga bakteri melekat pada permukaan gigi
(Ramayanti & Purnakarya, 2013).
Substrat meliputi sukrosa, fruktosa, dan glukosa dan jenis karbohidrat lain
yang bisa difermentasikan mempunyai peran penting terhadap inisiasi dan
perkembangan proses karies, tetapi diantara ketiganya sukrosa merupakan
substrat yang paling penting (Sodikin, 2011). Sukrosa menyebabkan keseimbangan
proporsi bakteri dalam mulut terganggu. Lingkungan yang cocok bagi bakteri
kariogenik untuk berkembang biak adalah ketika saliva dalam rongga mulut
berkurang dan kontak antara plak gigi dengan substrat meningkat (Zafar,
Harnekar, & Siddiqi, 2006).
c. Gigi yang rentan
Kerentanan sebuah gigi tergantung pada status gizi selama proses
perkembangan gigi dan hereditas seseorang (Sodikin, 2011). Proses perkembangan
yang dimaksud salah satunya pada masa bayi. Permasalahan yang sering
ditemukan pada usia tersebut adalah mulut botol (bottle mouth). Mulut botol
pada bayi yang menyusu merupakan masalah serius pada gigi yang terjadi ketika
11
bayi meminum susu atau ASI yang menggunakan botol yang disanggah
menggunakan selimut atau handuk saat akan tidur (Potter & Perry, 2012).
Permasalahan pada gigi muncul disebabkan karena lamanya kontak dengan gula
yang terkandung dalam susu dengan gigi yang sedang tumbuh (Potter & Perry,
2012).
Morfologi setiap gigi manusia berbeda-beda, permukaan oklsal gigi
memilki lekuk dan fisur yang bermacam-macam dengan kedalaman yang berbeda
pula. Gigi dengan lekukan yang dalam merupakan daerah yang sulit dibersihkan
menyebabkan plak dengan mudah akan tertimbun dan pada akhirnya akan
menyebabkan terjadinya karies (Ramayanti & Purnakarya, 2013). Penimbunan
plak merupakan peristiwa awal timbulnya karies (Guyton, 2008). Karies gigi sering
terjadi pada permukaan gigi yang spesifik baik pada gigi susu maupun gigi
permanen. Gigi susu akan mudah mengalami karies pada permukaan yang halus
sedangkan pada gigi permanen sering terjadi pada permukaan pit dan fisur
(Ramayanti & Purnakarya, 2013). Penimbunan plak merupakan peristiwa awal
timbulnya karies (Guyton, 2008).
Karies gigi sering terjadi pada permukaan gigi yang spesifik baik pada gigi
susu maupun gigi permanen. Gigi susu akan mudah mengalami karies pada
permukaan yang halus sedangkan pada gigi permanen sering terjadi pada
permukaan pit dan fisur (Ramayanti & Purnakarya, 2013).
d. Saliva
Kelenjar ludah (saliva) merupakan kelenjar yang menyekresi larutan mukus ke
dalam mulut serta sebagai pelumas makanan agar menjadi lebih lebih lunak dan
memudahkan makanan di telan ( Syaifuddin, 2012). Saliva juga merupakan cairan
untuk remineralisasi yang cukup baik yang berfungsi protektif dan sebagai
pertahanan utama terhadap kuman patogen, serta mempertahankan flora
normal dalam rongga mulut. Oleh karenanya saliva memberi pengaruh besar
dalam pencegahan karies (Putri, 2015).
12
I. Faktor Predisposisi
a. Mulut Botol (Bottle Mouth)
Mulut botol (Bottle Mouth) pada bayi yang menyusu merupakan masalah yang
serius ketika bayi meminum susu atau minuman manis lain dengan botol yang
disanggah handuk atau selimut saat akan tidur. Erosi enamel gigi, lubang yang dalam
dan gigi tanggal terjadi akibat lamanya mulut kontak dengan gula dalam susu dan jus
pada gigi yang sedang tumbuh. Mulut botol pad bayi yang menyusu dapat
mempengaruhi penampilan, mengunyah, kebiasaan makanan, dan perkembangan bicara
(Rosdahl, 2014). Pemberian susu pada anak menjelang tidur akan berisiko mengalami
nursing bottle syndrom (sindrom botol susu) (Nugroho, Kusumawati & Raharjo,
2012). Bottle mouth ini telah terbukti menjadi faktor utama terjadinya karies pada
anak. Oleh karenanya bermunculan penelitian-penelitian terkait.
Penelitian yang dilakukan oleh (Supariani, Artawa, & Wirata, 2013) dikatakan
bahwa sebagian besar anak Play Group Kuncup Mekar menderita karies botol yaitu
sebesar 55,6% sedangkan anak bebas karies hanya 44,4%. Jika botol tetap harus
diberikan selama tidur, hendaknya isi dengan air putih saja (National Collaborating
Centre for Aboriginal Health, 2013). Ketika anak-anak berusia antara 12-14 bulan,
hendaknya sudah belajar minum dengan beralih menggunakan gelas.
b. Konsumsi Makanan Kariogenik
Makanan kariogenik adalah makanan yang mengandung fermentasi karbohidrat
sehingga menyebabkan penurunan PH plak menjadi 5,5 atau kurang dan
menstimulasi terjadinya proses karies. Karbohidrat yang dapat difermentasikan
adalah karbohidrat yang dapat dihidrolisis oleh enzim amilase pada saliva sebagai
tahap awal penguraian karbohidrat dan kemudian difermentasikan oleh bakteri
(Ramayanti & Purnakarya, 2013).
c. Kebersihan Mulut (kebisaan Menggosok Gigi)
Pembersihan plak secara rutin dengan menggunakan benang gigi (flossing),
menyikat gigi, dan penggunaan obat kumur merupakan usaha terbaik dalam
pencegahan karies dan penyakit periodental. Akan tetapi kadangkala ada bagian
gigi yang sulit dibersihkan atau dijangkau hanya dengan menggunakan sikat gigi
karena diameternya kecil; misalnya pada gigi lubang atau retak, sedangkan area
ini sangat berpotensi karies. Hal ini dapat diatasi dengan obsturasi lubang dan
13
retakan dengan sealent sebagai metode yang paling efektif untuk mencegah
karies (Putri, 2015). Mulut yang sehat merupakan kontibutor penting dalam
mengembangkan diri yang positif yang mana akan membantu anak dalam
mencapai potensi hidup mereka (Best Practice Approach,2011).
d. Jenis Kelamin
Suwelo (1992) menyatakan bahwa prevalensi karies gigi pada anak perempuan
lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki. Hal ini juga ditunjang dalam sebuah
refrensi bahwa wanita berisiko sedikit lebih tinggi daripada laki-laki (Putri, 2015).
Namun, hal ini bertentangan dengan penelitian Kiswaluyo (2010) yang menyatakan
bahwa karies gigi siswa berdasarkan jenis kelamin menunjukkan adanya persentase yang
hampir sama, yaitu sebesar 48,45% pada laki-laki dan sebesar 43,45% pada
perempuan. Hal ini disebabkan antara lain karena erupsi gigi anak perempuan lebih
cepat dibandingkan anak laki-laki sehingga gigi anak perempuan lebih lama
berhubungan dengan faktor-faktor langsung terjadinya karies (Kiswaluyo, 2010).
2.2.3 Patogenesis Karies Gigi
Karies gigi merupakan akibat interaksi beberapa faktor yaitu saliva, plak,
diet dan kebersihan rongga mulut, sehingga karies disebut penyakit multifaktorial.
Berbagai faktor tersebut tidak berdiri sendiri. Plak yang mengandung bakteri S.
mutans dan Lactobacillus segera memetabolisme sukrosa, dan menghasilkan asam
organik, terutama asam laktat. Akibatnya, pH plak akan turun di bawah 5,5 dan
menyebabkan demineralisasi permukaan gigi. Apabila plak selalu terpajan
sukrosa, pH plak akan tetap rendah dan proses demineralisasi akan terus
berlangsung. Untuk mengembalikan pH normal dibutuhkan waktu sekitar 20
menit sampai satu jam setelah pajanan sukrosa.
Pada tahap awal demineralisasi, kavitas belum terbentuk di permukaan
email, namun mineral email sudah mulai larut, sehingga secara klinis terlihat
perubahan warna menjadi lebih putih. Lesi awal karies dapat kembali normal
melalui proses remineralisasi. Proses remineralisasi oleh ion fluor, tidak hanya
memperbaiki permukaan email, tetapi membuat email tahan terhadap serangan
karies berikutnya dan melindungi larutnya kristal hidroksiapatit pada email. Bila
kondisi lokal mengalami perubahan, yaitu bila pH cukup tinggi >5,5, maka lebih
14
banyak lagi hidroksiapatit, kalsium dan fosfat dari saliva dapat diendapkan ke
permukaan gigi.
Kavitas pada permukaan gigi terjadi bila demineralisasi bagian dalam
email sudah sedemikian luas, sehingga permukaan email tidak mendapat
dukungan cukup dari jaringan dibawahnya. Bila sudah terjadi kavitas, maka gigi
tidak dapat kembali normal, dan proses karies akan berjalan terus. Hal itu terjadi
bila proses demineralisasi dan remineralisasi di dominasi oleh proses
demineralisasi. Bila proses demineralisasi tersebut tidak dapat diatasi, maka
kerusakan akan berlanjut lebih dalam lagi, bahkan dapat mempengaruhi vitalitas
gigi (Sibarani, 2014).
2.2.4 Tingkatan Karies Gigi
Diagnosis gigi pada anak-anak dapat dilakukan berdasarkan kedalaman kerusakan
yang terjadi. Kedalaman karies didiagnosis berdasarkan letak anatomis yang terkena
(Achmad, 2015).
a. Karies Email (KE)
Dikatakan karies email karena terkena baru pada lapisan email gigi. Pada
tingkatan ini, seseorang belum merasakan tanda gejala signifikan;ngilu atau sakit.
Namun, sebagian yang peka akan merasakan ngilu saat gigi terkena yang dingin
(Machfoeds, 2008). Lesi awal pada gigi ditandai dengan bintik putih dikarenakan
oleh proses demineralisasi prsma di bawah permukaan, dengan email permukaan
tetap lebih bermineralisasi. Jika serangan asam terus berlanjut, maka permukaan
halus gigi akan menjadi permukaan kasar dan menimbulkan warna hingga akhirnya
menimbulkan lubang jika kejadian terus berlanjut (Mitchell, Mitchell & McCaul,
2015). Perkembangan lesi pada email lebih lambat karena permukaan email lebih
keras dibandingkan bagian yang lain (Brunner& Suddarth, 2013). Kadangkala karies di
bagian ini tidak menunjukkan diagnosis lebh lanjut hingga 3-4 tahun, sehingga
kerusakannya akan tetap (Putri, 2015).
b. Karies Dentin (KD)
Dikatakan karies dentin bila yang terkena adalah bagian dentin gigi. Pada
tingkatan ini, seseorang akan merasakan ngilu pada gigi jika gigi lesi tersebut
tersentuh makanan tekstur keras atau ada rangsangan dingin seperti es. Seseorang
15
bisa merasakan tanda gejalanya karena pada lapisan terdalam bagian dentin terdapat
saluran-saluran kecil yang di dalamnya berisi urat syaraf, darah dan limfe
(Machfoeds, 2008).
c. Karies Mencapai Pulpa (KMP)
Karies dentin yang tidak tertangani akan berlanjut hinga menembus pulpa
(Machfoeds, 2008). Pada karies ini, cara mendiagnosisnya yaitu dengan memakai
pemeriksaan vitalitas gigi. Namun, apabila secara klinis belum apat ditentukan
kedalaman kariesnya, maka pemeriksaan foto rontgen dapat dilakukan untuk
menegakkan diagnosis (Achmad, 2015). Orang yang menderita pulpitis akan
merasakan sakit yang sangat saat terkena rangsangan dingin, bila kemasukan
makanan, dan bila lubang giginya tersinggung makanan dikarenakan pada bagian
pulpa kaya akan saraf dan pembuluh darah. Pada penderita pulpitis terkadang sulit
menentukan sisi bagian gigi yang sakit karena sakitnya sudah menjalar ke kepala, muka,
dan bahan dapat disertai demam ( Machfeds, 2008).
d. Karies Mengenai Akar (KMA)
Karies Mengenai Akar dapat didiagnosis dengan cara memakai pemeriksaan
vitalitas gigi. Namun, apabila secara klinis belum apat ditentukan kedalaman
kariesnya, maka pemeriksaan foto rontgen dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis (Achmad, 2015). Karies yang terus berlanjut akan menyebabkan gigi mati
hingga akhirnya tingal menyisahkan akar. Pada anak-anak akar gigi yang tertinggal
tertinggal tidak dicabut sampai pada suatu ketika gigi permanen akan tumbuh
baru dilakukan pencabutan. Sebagian anak akan terserang karies keseluruhan pada
giginya, mungkin disebabkan karena kurang pengetahuan orang tua dalam
pencegahan. Akibatnya, gigi-geligi anak tersebut menjadi kehitam-hitaman dan lama-
kelamaan tinggal akar- akarnya. Gigi anak akan tanggal (ompong) dengan
meninggalkan sisa akar-akar gigi. Keadaan seperti ini akan menyebabkan gigi
permanen nantinya tumbuh tidak teratur. Hal ini disebabkan karena jaringan tulang
rahang mengalami gangguan, yakni akarakar gigi yang mati dan bahkan sudah hilang.
Akibatnya gigi permanen tidak mendapat petunjuk arah ke mana akan tumbuh
erupsi (Machfoeds, 2008).
16
2.2.5 Pencegahan Karies Gigi
Salah satu penyakit gigi yang dapat dicegah adalah karies gigi (Sodikin, 2011).
Tujuan pencegahan adalah untuk mengurangi jumlah bakteri kariogenik. Dampak yang
dapat ditimbulkan karies gigi menjadi bahan pertimbangan pemerintah untuk
melakukan upaya pencegahan. Berdasarkan Undang-Undang tahun 2009 tentang
kesehatan pasal 93, dinyatakan bahwa pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan
untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk
kesehatan gigi, pencegahan penyakit gigi,, pengobatan penyakit gigi, dan pemulihan
kesehatan gigi oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan atau masyarakat yang
dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan. Ayat (2) menyatakan
bahwa pelayanan tersebut dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan
berkesinambungan dan dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan gigi pererongan,
pelayanan kesehatan gigi masyarakat, dan usaha kesehatan gigi sekolah (Widayati,
2014).
Secara garis besar terdapat 3 pendekatan yang mungkin dilakukan: memperkuat
atau melindungi diri, mengurangi keberadaan substrat mikrobakteri, dan membersihkan
plak melalui tindakan mekanis dan kimia (Mitchell, 2015). Karies merupakan
penyakit multifaktor, sehingga terdapat pula beberapa metode untuk melakukan
pencegahannya. Usaha-usaha pencegahan karies gigi :
1. Penyuluhan Diet (pola makan)
Diet merupakan salah satu faktor yang penting dalam melakukan pencegahan
gigi. Berhubung usia anak yang masih tidak peduli informasi, oleh karenanya
dokter hendaknya bekerja sama dengan orangtua untuk memperhatikan pola
makan anak. Setiap makanan yang mengandung karbohidrat terutama yangdapat
melekat pada permukaan gigi dan dapat melarut perlahan-lahan, akan
memproduksi asam didalam dan sekitar plak gigi. Dokter harus memberi
rekomendasi pada orang tua dalam hal modifikasi diet anak. Rekomendasi
tersebut diusahakan dengan yang sekiranya dapat diterima oleh anak dan orang
tua yaitudengan lebih kepada memodifikasi bentuk diet bukan mengubah pola
makan secara keseluruhan. Bagi penderita yang suka mengkonsumsi makanan
kariogenik dapat dimotivasi agar memilih alternatif yang kurang kariogenik
17
seperti buah, sayuran, kacang, dan mungkin keju (Brunner & Suddart, 2013).
Sedikit perubahan pola makan yang harus dilakukan selama beberapa waktu akan
menghasilakan pola makan yang baik untuk mendapatkan kesehatan gigi yang
baik (Achmad, 2015).
Karies gigi dapat dicegah dengan menurunkan jumlah gula dalam diet (Brunner
& Suddarth,2013). Dimana telah diketahui bahwa pola makan yang sangat berperan
penting pada pembentukan karies yaitu sukrosa dimana makanan bersukrosa memilki
dua efek yang sangat merugikan. Pertama, seringnya memakan makanan yang
mengandung sukrosa sangat berpotensi menimbulkan kolonisasi stretococcus mutans,
meningkatkan potensi karies pada plak. Kedua, plak yang sudah lama mengendap pada
gigi dan sering terkena sukrosa dengan cepat teremetabolisme menjadi asam organik,
menimbulkan penurunan PH plak yang drastis.
Selain itu, anak-anak harus dianjurkan menghndari makanan kecil atau makanan
ringan yang mengandung karbohidrat diantara waktu makan. Pengurangan frekuensi
karbohdrat dapat mencegah karies gigi, termasuk dalam hal ini konsumsi permen karet,
gula-gula, dan minuman ringan yang mengandung gula (manitol, sarbitol, aspartam). Ahli
gigi telah menganjurkan agar lebih banyak makan buah-buahan serta sayur-sayuran.
(Sodikin, 2011).
2. Pemberian Fluor (Penggunaan pasta gigi)
Pemajanan fluor atau fluorida pada gigi sangat penting karena akan meningkatkan
ketahanan struktur gigi terhadap demeineralisasi dan terutama dalam pencegahan
karies gigi (Putri, Herjulianti & Neneng, 2015). Fluorida menjadi faktor utama
yang dapat mengurangi aktivitas karies (Putri, 2015). Fluor dapat diberikan secara
sistemik maupun topikal. Pemberian secara sistemik, yaitu memasukkan fluor
melalui mulut kemudian akibat pencernaan maka fluor itu akan bekerja hingga bereaksi
dengan bahan-bahan pembentuk gigi dan mempunyai daya untuk mencegah karies.
Sedangkan secara topikal, yaitu larutan fluor langsung berkontak dengan permukaan
gigi (Achmad, 2015). Pemberian secara topikal dilakukan setiap enam bulan sekali
untuk anak-anak, dan untuk orang dewasa yang berisiko tinggi mengalami karies.
Sebelum pemberian topikal, gigi mereka harus dalam keadaan bersih samapi bebas
dari plak (Putri ,2015).
18
Flourida tersebut memberikan pengaruh antikaries melalui tiga mekanisme yang
berbeda. Mekanisme yang pertama yaitu;dengan adanya pemajanan fluorida dapat
meningkatkan terjadinya fluorapaptite pada struktur gigi dari ion kalsium dan ion
fosfat yang ada pada saliva. Ion-ion fluorida yang tidak larut ini menggantikan garam
yang larut dan mengandung mangan serta karbonat yang hilang disebabkan oleh
demineralisasi dengan diperantarai oleh bakteri. Mekansime kedua yaitu; gigi karies
yang masih baru dan tidak mengalami kavitasi diremineralisasi melalui proses yang
sama. Mekanisme yang ketiga yaitu; fluorida telah memiliki aktivitas antimikroba (Putri,
2015).
3. Pemeliharaan Oral Hygiene
Usaha pemeliharaan oral hygiene yaitu dengan melakukan penyikatan gigi
minimal dua kali sehari, dan melakukan flossing setiap hari serta kunjungan ke
dokter gigi setiap 6 bulan sekali (Achmad, 2015). Menggosok gigi yang baik
sedikitnya empat kali sehari (setelah makan dan waktu tidur) merupakan dasar
program higiene mulut yang efektif. Menggosok gigi setelah makan sebaiknya dilakukan
agar makanan tidak menempel pada gigi. Hendaknya menggosok gigi setelah memakan
makanan manis dalam waktu 30 menit untuk mengurangi aksi plak (Potter & Perry,
2005). Menggosok gigi pada malam hari sebelum tidur sangat penting karena ketika
tidur akan terjadi interaksi antara bakteri dalam mulut dan sisa makanan yang
tertinggal di gigi (Hockenberry, 2007).
Teknik menggosok gigi yang tepat juga perlu diperhatikan anak- anak perlu
diajarkan untuk menggosok gigi minimal setelah makan dan sebelum tidur di malam hari.
Gigi harus disikat dengan gerakan rol, mulai dari gusi ke arah permukaan gigi dan sikat
harus menembus celah diantara setiap gigi. Akan tetapi gigi yang berdekatan sulit
untuk menembus celahnya, oleh karena itu ajarkan pengunaan dental floss untuk
menghilangkan plak gigi atau artikel makanan dan penggunaan pasta gigi (Sodikin,
2012). Selain itu, penggunaan pasta gigi, menyikat gigi dengan pasta yang mengandung
flourida akan mengurangi risiko karies. Hal lainya yang menjadi perhatian adalah sikat
gigi yang digunakan. Sikat gigi hendaknya memilki pegangan yang lurus dan bulunya
harus cukup kecil agar menjangkau semua bagian mulut. Bulu halus yang bundar
menstimulasi gusi tanpa menyebabkan perdarahan atau barasi. Sikat gigi juga
hendaknya diganti setiap tiga bulan sekali (Potter & Perry, 2005).
19
2.3 Perkembangan anak usia prasekolah
Perkembangan adalah aspek progresif terhadap ligkungan yang sifatnya
kualitatif (Potter & Perry, 2012). Setiap manusia normal akan mengalami tahap
perkembangan sesuai dengan tahap usia mereka, termasuk di dalamnya pada tahap
usia prasekolah. Usia pasekolah adalah usia diantara 3 sampai 6 tahun (Potter &
Perry, 2012). Pada usia tersebut, keluarga masih merupakan fokus dalam hidupnya,
walaupun anak lain menjadi lebih penting (Soetjiningsih & Ranu, 2015).
1. Perkembangan Fisik
Berdasarkan tahap perkembangan pada usia prasekolah (5 tahun) dikatakan anak
seharusnya sudah memiliki kemandirian dalam menggosok gigi. Namun, faktor
stimulasi yang kurang dapat menghambat kemandirian anak berkembang sesuai tahap
perkembangannya. Oleh karenanya peran serta orangtua sangat dibutukan.
Berdasarkan hasil Riskesdas 2013 (33 provinsi), provinsi Banten menduduki urutan
keempat terendah dalam hal menggosok gigi dengan benar. Keterampilan menggosok
gigi berkaitan dengan perkembangan motorik halus anak. Motorik halus adalah aspek
yang berhubungan dengan kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan
bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan
koordinasi yang cermat seperti mengamati sesuatu, menulis dan sebagainya
(Departemen Kesehatan RI, 2005).
2. Perkembangan Kognitif
Pemikiran Prakonseptual (2-4 tahun), Pada periode ini persepsi masih terbatas
dimana penilaian terhadap sesuatu hanya mampu dinilai dari luar mereka atau yang
tampak terjadi. Pada periode ini sering timbul pertanyaan dari mereka; siapa yang
membangun gunung? Kesalahan konsep yang sering terjadi “pohon menangis pada saat
dahan mereka patah”. Kesalahan konsep ketiga adalah tipe memberi alasan penilaian
alami (Potter & Perry, 2005). Kelompok usia pada tahap ini, ketakutan merupakan
hal yang paling besar muncul dan menjadi sesuatu yang membahayakan tubuh,
misalnya ketakutan anak pada petugas kesehatan. Ketakutan ini sering bertentangan
dengan kesediaan mereka untuk membiarkan pemberian tindakan keperawatan.
20
Perkembangan moral usia prasekolah yaitu mereka mulai ada pemahaman akan
kesadaran terhadap penilaian secara sosial benar atau salah.
3. Perkembangan psikososal
Dunia prasekolah meluas di luar keluarga yaitu anak sudah banyak bergaul dengan
lingkungan tetangga. Keingintahuan mereka dan inisiatif yang berkembang mengarah
pada eksplorasi terhadap lingkungan. Namun, ketika mereka mencoba banyak hal yang
mungkin berada diluar kemampuan mereka maka rasa bersalah serta perasaan tidak
berperilaku benar akan muncul. Erikson (1963) merekomendasikan kepada para orang
tua agar tetap membantu anak-anak mereka mencapai keseimbangan kesehatan
antara inisiatif dan rasa bersalah dengan membiarkan mereka melakukan hal-hal yang
mereka inginkan namun tetap tegas dalam memberikan batasan dan bimbingan
(Potter & Perry, 2005).
2.4 Konsep Keluarga
2.4.1 Definisi Keluarga
Keluarga merupakan perkumpulan dua orang atau lebih individu yang hidup
bersama dalam keterikatan, emosional dan setiap individu memiliki peran masing-
masing yang merupakan bagian dari keluarga (Fatimah, 2010). Menurut Mubarak
(2009) keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang terikat oleh
hubungan perkawinan, hubungan darah, ataupun adopsi, dan setiap anggota
keluarga saling berinteraksi satu dengan lainnya. Sedangkan menurut UU No. 52
Tahun 2009, mendifinisikan keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat yang
terdiri dari suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya
(Wirdhana et al., 2012).
2.4.2 Fugsi Keluarga
a) Fungsi Keagamaan
Fungsi keluarga sebagai tempat pertama seorang anak mengenal,
menanamankan dan menumbuhkan serta mengembangkan nilai-nilai agama,
sehingga bisa menjadi insan-insan yang agamis, berakhlak baik dengan keimanan
dan ketakwaan yang kuat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
21
b) Fungsi Sosial Budaya
Fungsi keluarga dalam memberikan kesempatan kepada seluruh anggota
keluarganya dalam mengembangkan kekayaan sosial budaya bangsa yang
beraneka ragam dalam satu kesatuan.
c) Fungsi Perlindungan
Fungsi keluarga sebagai tempat berlindung keluarganya dalam menumbuhkan
rasa aman dan tentram serta kehangatan bagi setiap anggota keluarganya.
d) Fungsi Reproduksi
Fungsi keluarga dalam perencanaan untuk melanjutkan keturunannya yang
sudah menjadi fitrah manusia sehingga dapat menunjang kesejahteraan umat
manusia secara universal.
e) Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan
Fungsi keluarga dalam memberikan peran dan arahan kepada keluarganya
dalam mendidik keturunannya sehingga dapat menyesuaikan kehidupannya di
masa mendatang.
2.4.3 Definisi Ibu
Ibu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah wanita yang telah
melahirkan seseorang, maka anak harus menyayangi ibu, sebutan untuk wanita
yang sudah bersuami. Panggilan yang takzim kepada wanita baik yang sudah
bersuami maupun yang belum. Ibu adalah seseorang yang mempunyai banyak
peran, peran sebagai istri, sebagai ibu dari anak-anaknya, dan sebagai seseorang
yang melahirkan dan merawat anak-anaknya. Ibu juga bisa menjadi benteng bagi
keluarganya yang dapat menguatkan setiap anggota keluarganya (Rahardjo &
Wijayanti, 2017).
2.4.4 Peran Ibu
Peran ibu adalah tingkah laku yang dilakukan seorang ibu terhadap
keluaganya untuk merawat suami dan anak –anaknya (Santoso, 2009). Menurut
Effendy (1998), peran ibu didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengasuh,
mendidik, dan menentukan nilai kepribadian anaknya. Peran ibu dalam keluarga
sangat penting bahkan dapat dikatakan bahwa kesuksesan dan kebahagian
22
keluarga sangat ditentukan oleh peran ibu. Bisa dikatakan jika seorang ibu yang
baik akan baik pula keluarganya, apabila ibu itu kurang baik akan hancur
keluarganya (Karim, 2006). Menurut (Hawari, 2007), ibu merupakan peran dan
posisi yang penting dan pusat bagi tumbuh kembang anaknya.
2.4.5 Upaya Ibu Dalam Perawatan Gigi
Ibu merupakan salah satu komponen orangtua yang mempunyai peran dan
fungsi. Ibu adalah seorang wanita yang disebagian besar keluarga mepunyai peran
sebagai pemimpin kesehatan dan pemberi asuhan. Antara lain adalah :
a. Pengasuh
Orang tua berperan mengasuh anak sesuai dengan perilaku kesehatan seperti
memberikan ASI Ekslusif yang baik dan benar, dan memberikan makanan serta
minuman yang sehat dan sesuai umur.
b. Pendidikan
Orang tua harus mampu memberikan pendidikan yang salah satunya adalah
pendidikan kesehatan agar dapat mandiri dan bertanggung jawab terhadap
masalah kesehatan. Contohnya seperti mendidik anak untuk menyikat gigi,
mencuci tangan sebelum dan setelah makan, mendidik anak untuk memakan
makanan yang sehat dan mengurangi makanan yang manis, dan sebagainya.
c. Pendorong
Peran orang tua sebagai pendorong adalah memberikan dukungan, motivasi,
dan pujian pada anak agar anak semangat dan terus merawat kesehatannya sesuai
dengan didikan orang tua.
d. Pengawas
Orang tua harus mengawasi tingkah laku anak untuk mencegah terjadinya
sakit, seperti mengawasi anak saat makan, menyikat gigi, pemberian susu, dan
lain-lain.
Berdasarkan empat hal tersebut, untuk merawat kesehatan gigi anak orangtua
perlu mengetahui berbagai hal tentang kesehatan gigi dan mulut. Dalam
perawatan kesehatan gigi, anak perlu diajari oleh orang tua cara menyikat gigi
sedini mungkin, usia yang paling baik untuk mengajari anak menyikat gigi adalah
usia 2 tahun. Setelah anak diajarkan untuk menyikt gigi sebaiknya ketika anak
23
menyikat giginya, orangtua mengawasi apakah sudah dibersihkan dengan baik
dan benar. Orang tua harus menyediakan sikat gigi dengan ukuran yang sesuai
dengan umur anak dan pasta gigi yang mengandung fluoride. Pemberian edukasi
mengenai pentingnya perawatan kesehatan gigi pun sebaiknya diberikan kepada
anak. Edukasi kepada anak untuk menyikat gigi minimal dua kali sehari yaitu pagi
hari sebelum sarapan dan sebelum tidur malam. Selain itu, orangtua sebaiknya
memberikan makanan dan minuman yang dapat merusak gigi dan mengupayakan
agar tidak terlalu sering mengonsumsi makanan atau minuman tersebut. Anak
juga sebaiknya dibiasakan untuk menyukai sayuran dan buahbuahan yang dapat
mendukung pertumbuhan tulang dan gigi anak.
Orang tua perlu memeriksakan gigi anak ke dokter gigi sejak dini yaitu mulai
usia 2 tahun, bukan hanya membawa anak ke dokter gigi karena ada keluhan.
Anak sebaiknya dibawa ke dokter gigi secara rutin yaitu 6 bulan sekali untuk
mengetahui perkembangan dan pertumbuhan gigi serta merawatnya jika
diperlukan. Orang tua juga harus dapat aktif memeriksa gigi dan mulut anak
seperti melihat adanya gigi yang berlubang, karang gigi, gigi yang goyang, dan
pertumbuhan gigi yang tidak normal (gigi tumbuh berlapis, gigi berjejal, dan
lainnya) (Nur’annisa, Eddy, & Mutiara, 2015).