BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uph.edurepository.uph.edu/1753/5/Chapter2.pdfGambar 2.1 Kacang...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uph.edurepository.uph.edu/1753/5/Chapter2.pdfGambar 2.1 Kacang...
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kacang Merah
Kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) merupakan jenis kacang yang dapat
ditemui di seluruh belahan dunia (Watson dan Preedy, 2013). Karakteristik yang
dimiliki kacang merah adalah bentuk lonjong, memiliki warna terang hingga
gelap, memiliki flavor yang khas, dan tekstur yang lembut. Walaupun memiliki
tekstur yang lembut, pemasakan kacang merah berkulit tebal dengan waktu yang
lama tidak akan mengubah bentuk awal dari kacang merah (Siddiq dan Lebersak,
2013). Hal tersebut disebabkan oleh protein yang sebagian besar dikandung pada
kacang-kacangan berbentuk globular secara alami, sehingga sulit terjadi
denaturasi permukaan kacang merah yang menyebabkan perubahan bentuk
(Sai-Ut et al., 2009).
Gambar 2.1 Kacang Merah
Hasil analisis proksimat menunjukkan kacang merah sebagai sumber
protein, kaya akan serat, dan mengandung mineral seperti zat besi dan kalsium
(Chaudary dan Sharma, 2013). Protein nabati dari kacang-kacangan berfungsi
sebagai komposisi yang bersifat fungsional sebagai gizi yang penting (Tiwari et
al., 2011). Kandungan serat kacang merah tertinggi diantara kacang-kacangan lain
6
seperti kacang kedelai, kacang tanah, dan kacang tunggak yaitu sebesar 3,02%
(Danuwarsa, 2006). Komposisi kimia yang terdapat pada kacang merah dapat
dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Kacang Merah
No Komposisi Jumlah Kandungan (gram/100gram bahan)
1 Air 12,3 2 Abu 3,6 3 Protein 23,63 4 Lemak 1,5 5 Serat 4,0 6 Karbohidrat 56,7
Sumber: Caudhary dan Sharma (2013)
Penggunaan kacang merah sebagai pangan fungsional kini telah menjadi
perhatian masyarakat. Hal tersebut disebabkan kacang merah mengandung banyak
senyawa bioaktif seperti senyawa fenolik yang berperan penting dalam
metabolisme manusia dan hewan apabila dikonsumsi secara rutin (Watson dan
Preedy, 2013). Kandungan senyawa fenolik yang dikandung dalam kacang merah
sebesar 12,47 mg gallic acid equivalence/gram bahan (Tokusoglu dan Hall,
2011). Kacang merah mengandung senyawa bioaktif lain seperti flavonoid,
karotenoid, tokoferol, antosianin, tannin, dan saponin (Puspanegara, 2014;
Tokusoglu dan Hall, 2011; Watson dan Preedy, 2013).
Kacang merah berwarna terang memiliki kandungan senyawa fenolik yang
lebih banyak dibandingkan dengan kacang merah berwarna gelap yang memiliki
lebih banyak kandungan tannin. Kandungan tannin rata-rata pada kacang merah
adalah sebesar 11,0 mg/gram bahan (Tokusoglu dan Hall, 2011). Tingginya
kandungan fitokimia yang dikandung dalam kacang merah dapat menimbulkan
efek penurunan kolesterol di dalam darah. Saponin yang terkandung di dalam
kacang merah juga dapat menurunkan kadar kolesterol dengan cara membentuk
7
kompleks dengan kolesterol dan empedu yang membuatnya tidak dapat diserap
(Njoku et al., 2013).
Kacang-kacangan jenis Phaseolus vulgaris L. memiliki protein pertahanan
seperti fitohemaglutinin. Fitohemaglutinin merupakan jenis lektin yang
merupakan racun alami yang terdapat pada kacang merah (Badan Pengawas Obat
dan Makanan, 2006). Hemaglutinin yang dikenal sebagai lektin pada kacang-
kacangan dapat dihilangkan dengan perlakuan panas. Lektin merupakan
karbohidrat yang berikatan dengan protein (glikoprotein) yang terikat secara
reversibel pada monosakarida atau oligosakarida.
Pemasakan kacang merah pada suhu 99,3°C selama 14-45 menit dapat
menurunkan kadar lektin hingga 93% (Sinha et al., 2011). Pada tikus, apabila
diberikan makanan yang mengandung lektin maka akan memicu respon sistem
kekebalan tubuh dan usus pada protein ini (Sharon dan Lis, 2007). Sebelum
dikonsumsi, kacang merah harus direbus terlebih dahulu hingga matang dengan
waktu kurang lebih 10 menit (Sharon dan Lis, 2007). Apabila pemasakan kacang
merah kurang sempurna, maka ketika dimakan akan menyebabkan toksik bagi
konsumen (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006).
2.2 Fermentasi
Fermentasi merupakan proses perubahan bahan baku sederhana menjadi
bahan yang lebih memiliki nilai tambah dengan memanfatkan pertumbuhan
mikroorganisme pada media yang bervariasi (Farnworth, 2008). Selain itu
fermentasi juga dapat memproses produk pangan menjadi lebih awet. Bahan baku
yang cepat rusak akan bertambah lama masa simpannya, dan bahan baku yang
8
tidak memiliki sifat fungsional akan menjadi lebih stabil dan lebih bermanfaat
dengan meningkatnya nilai gizi (Hui dan Evranuz, 2012).
Proses fermentasi telah diterapkan pada beberapa bahan seperti sayur,
buah, sereal, susu, dan bahan dasar lainnya yang dengan menumbuhkan
mikroorganisme yang bermanfaat dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme
patogen (Hui et al., 2004). Fermentasi produk pangan nabati akan menurunkan
kandungan antinutrisi yang dimilikinya seperti cyanogenic glycosides dan asam
fitat, walaupun zat ini juga akan berkurang pada proses perendaman dan
penghancuran (Adams dan Moss, 2008).
2.3 Bakteri Asam Laktat
Karakteristik utama dari bakteri asam laktat adalah menghasilkan asam
organik untuk menurunkan pH pada produk (Theron dan Lues, 2010). Ciri-ciri
bakteri asam laktat secara umum adalah Gram positif, tidak membentuk spora,
berbentuk batang atau kokus, sebagian besar aerotoleran anaerob yang memiliki
sedikit sitokrom dan porphyrins, dan bersifat katalase dan oksidase negatif
(Adams dan Moss, 2008; Hui dan Evranuz, 2012).
Dalam proses fermentasi, metabolisme bakteri asam laktat atau interaksi
starter bakteri tertentu yang akan menghasilkan karakteristik organoleptik seperti
rasa dan aroma dari produk akhir (Farnworth, 2008). Bakteri asam laktat memiliki
manfaat seperti meningkatkan nilai nutrisi pada bahan pangan, menghambat
bakteri enteric pathogen, menanggulangi diare dan konstipasi, memberikan efek
hipokolesterol memiliki aktivitas antikanker, dan menjaga daya tahan tubuh
(Adams dan Moss, 2008).
9
2.3.1 Streptococcus thermophilus
S.thermophilus merupakan bakteri Gram positif, berbentuk bulat atau oval
berpasangan atau berbentuk rantai ketika tumbuh pada media cair, tidak
membentuk spora, katalase negatif, homofermentatif, dan anaerob fakultatif.
Sesuai dengan namanya, S.thermophilus merupakan bakteri thermotolerant yang
dapat bertahan hidup pada suhu 60°C selama 30 menit. Selain itu, S.thermophilus
tumbuh dengan baik pada suhu 42-45°C (Batt dan Tortorello, 2014).
Menurut Sunarlim dan Setiyanto (2008), kombinasi starter S.themophilus
dan L.acidophilus pada susu fermentasi dapat meningkatkan nilai total asam
tertitrasi, menurunkan nilai pH, dan meningkatkan viskositas. Kriteria warna dan
tekstur dari kombinasi kedua starter ini dapat menghasilkan kualitas yang lebih
baik dibandingkan penggunaannya secara tunggal (Acton, 2013).
2.3.2 Lactobacillus acidophilus
L.acidophilus adalah bakteri Gram positif, dengan bagian ujung yang
bulat, dan berbentuk rantai pendek. L.acidophilus memproduksi senyawa anti
mikroba, termasuk di dalamnya asam laktat, hidrogen peroksida, dan peptida
bakteriosin (Batt dan Tortorello, 2014). L.acidophilus dapat membentuk
dekonjugasi asam empedu (Ray dan Bhunia, 2013). Dekonjugasi asam empedu
berpotensi untuk mencegah hiperkolesterolemia (Choi et al., 2014).
Pada proses fermentasi, L.acidophilus mengubah laktosa menjadi asam
laktat seperti layaknya bakteri asam laktat lainnya. L.acidophilus merupakan
mikroorganisme homofermentatif yang hanya menghasilkan asam laktat (Prakash
dan Sharma, 2014). Penggabungan kedua starter L.acidophilus dengan
10
S.thermophilus dapat meningkatkan jumlah asam laktat dan menyebabkan
penurunan pH (Sunarlim dan Setiyanto, 2008).
Fase pertumbuhan bakteri perlu diketahui dari kurva pertumbuhan untuk
mengetahui fase awal bakteri mengalami pertumbuhan eksponensial (Rahman
et al,. 2012). Menurut Leo (2013), titik akhir dari fase log S.thermophilus terdapat
pada jam ke-6 pada masa inkubasi dengan suhu 37°C. Titik akhir fase log tersebut
menunjukkan jumlah sel yang dihasilkan paling banyak dalam waktu tersingkat.
Hasil ini didukung oleh penelitian Vanessa (2013) yang menyatakan bahwa kultur
S.thermophilus yang diinkubasi pada suhu 37°C mulai memasuki fase log
tertinggi pada jam ke-6 dengan jumlah total kultur 1,8x108 cfu/ml. Kultur
L.acidophilus berada pada fase logaritmik pada jam ke-10, yaitu menghasilkan
populasi kultur starter sebanyak 1,4x109 cfu/ml (Vanessa, 2013).
2.4 Probiotik
Probiotik dapat diartikan sebagai mikroorganisme hidup di usus yang
apabila diberikan dalam jumlah yang memadai akan memberikan banyak manfaat
kesehatan seperti manfaat kepada penderita lactose intolerant, mempertahankan
saluran pencernaan dari infeksi, penekan kanker, antidiabetes, dan penurun serum
kolesterol (Kumar et al., 2012). Probiotik dapat menciptakan penghalang untuk
mencegah kemungkinan serangan bakteri patogen yang dapat menyebabkan
berbagai penyakit. Resistensi bakteri patogen terhadap probiotik disebabkan oleh
penambahan Lactobacillus dengan aktivitas antimikroba yang dimilikinya.
Mekanisme penghambatan pertumbuhan bakteri patogen oleh probiotik adalah
dengan produksi asam organik seperti laktat dan asetat oleh bakteri asam laktat
11
yang menjadikan kondisi asam tinggi, kondisi asam tinggi tersebut akan membuat
bakteri patogen tidak dapat hidup dengan baik (Rastall dan Gibson, 2006).
Percobaan pemberian probiotik pada tikus dapat menurunkan total asam
lemak (Watson dan Preedy, 2013). Probiotik memiliki kemampuan untuk
dekonjugasi empedu dengan memproduksi Bile Salt Hydrolase (BSH) yang
berpotensi untuk mencegah hiperkolesterolemia. Garam empedu dekonjugasi ini
bersifat lebih hidrofobik yang menyebabkan garam empedu kurang diserap oleh
usus sehingga terjadi ekskresi yang lebih tinggi pada feses (Choi et al., 2014).
Beberapa jenis bakteri probiotik yang memiliki aktivitas Bile Salt Hydrolase
adalah Bifidobacterium adolescentis, B. animalis, B. breve, B. infantis, B. longum,
Bifidobacterium sp., Lactobacillus acidophilus, L. casei, L. fermentum, L. gasseri,
L. helveticus, L. paracasei subsp. paracasei, L. rhamnosus, dan L. plantarum
(Kumar et al., 2012).
2.5 Prebiotik
Prebiotik didefinisikan sebagai pangan yang tidak dapat dicerna yang
dapat memberikan manfaat merangsang pertumbuhan dan aktivitas bakteri dengan
jumlah terbatas pada kolon (Hui dan Evranuz, 2012). Sebagai bahan fermentasi
selektif, prebiotik memungkinkan adanya perubahan spesifik dari komposisi
ataupun aktivitas mikroflora saluran pencernaan yang bermanfaat.
Prebiotik yang sering digunakan adalah inulin, frukto-oligosakarida
(FOS), galakto-oligosakarida (GOS), soya-oligosakarida, xylo-ligosakarisa,
pirodekstrin, isomalto-oligosakarida, dan laktulosa (Charalampopoulos dan
Rastall, 2009). Semua prebiotik adalah serat, namun tidak semua serat adalah
prebiotik (Slavin, 2013). Prebiotik dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri
12
bermanfaat pada usus, biasanya ditemukan dalam bentuk serat pada makanan
(Cho dan Finocchiaro, 2010).
2.6 Minuman Fermentasi
Minuman fermentasi adalah minuman dengan bahan dasar nabati atau
hewani yang membutuhkan inokulasi bahan baku dengan starter bakteri (Hui dan
Evranuz, 2012). Pembuatan minuman fermentasi dapat meningkatkan nilai gizi
sekaligus mengembangkan inovasi baru yang dilakukan dengan melakukan proses
fementasi dengan bakteri asam laktat (Primurdia dan Kusnadi, 2014). Sesuai
dengan namanya, minuman probiotik merupakan minuman yang dibuat dengan
menginokulasikan kultur probiotik atau ke dalam media fermentasi (Setioningsih,
Setyaningsih dan Susilowati, 2004).
Menurut Badan Standardisasi Nasional (2009), minuman fermentasi
memiliki karakteristik wujud cair dengan aroma dan rasa yang khas dan
tercampur dengan homogen. Standar keasaman tertitrasi minuman fermentasi
adalah sebesar 0,2% hingga 0,9%, sedangkan nilai pH yang dihasilkan minuman
fermentasi berkisar antara 3,2-3,8 (Badan Standardisasi Nasional, 2009;
Charalampopoulos dan Rastall, 2009). Apabila produk minuman fermentasi
tersebut dibuat dengan menginokulasikan probiotik, maka jumlah bakteri total
minuman probiotik harus lebih dari 107 cfu/g (Codex Alimentarius Commission,
2003).
2.7 Kolesterol
Tingginya kadar kolesterol dapat mengakibatkan penyakit jantung
koroner. Konsumsi minuman susu fermentasi akan dapat membantu memberikan
13
efek penurunan kadar kolesterol (Adams dan Moss, 2008). Kolesterol disintesis
secara alami di dalam tubuh untuk membentuk asam empedu yang penting untuk
pencernaan dan penyerapan lemak. Selain itu kolesterol juga penting untuk
sintesis hormon steroid yang berperan dalan reproduksi, energi metabolisme,
homeostatis kalsium, dan keseimbangan elektrolit (McGuire dan Beerman, 2013).
Setiap jaringan di dalam tubuh, khususnya hati, dapat membuat kolesterol
dari glukosa dan asam lemak. Beberapa faktor yang mempengaruhi banyaknya
kolesterol yang diproduksi oleh tubuh seperti konsumsi jenis makanan yang
dikonsumsi dan faktor genetik (McGuire dan Beerman, 2013). Menurut Wijaya,
Ismoyowati dan Saleh (2013), sebanyak 5% kolesterol di dalam darah berasal dari
makanan dan 80% kolesterol berasal dari sintesis di dalam hati.
Selain dapat diproduksi oleh tubuh, kolesterol juga bisa berasal dari
makanan yang berasal dari hewani seperti kerang, daging, mentega, telur, dan hati
(McGuire dan Beerman, 2013). Kolesterol tidak dikandung oleh tanaman atau
sumber makanan nabati. Bahan pangan nabati yang mengandung lemak tinggi
seperti kacang tanah sekalipun tidak mengandung kolesterol. Namun, dalam
pengolahan bahan, kemungkinan ada penambahan kolesterol pada sumber bahan
makanan nabati (Brown, 2011).
Kolesterol merupakan lipoprotein yang berputar pada peredaran darah.
Lipoprotein kolesterol terdiri dari Low Density Lipoprotein (LDL) dan High
Desnsity Lipoprotein (HDL). Meningkatnya LDL dapat meningkatkan resiko
penyakit jantung dan stroke. Kolesterol bersifat larut air, apabila kandungan
kolesterol pada serum darah meningkat, maka akan terjadi deposit seperti plak
pada permukaan dalam arteri (McGuire dan Beerman, 2013).
14
2.8 Serat
Serat pangan pada kacang-kacangan dapat dibagi menjadi dua berdasarkan
kelarutannya pada air dan larutan buffer, yaitu serat larut dan serat tak larut. Serat
larut lebih cepat dan ekstensif untuk terdegradasi dan terfermentasi pada usus
halus jika dibandingkan dengan serat tak larut yang terdegradasi sebagian secara
perlahan (Tiwari et al., 2011). Konsumsi serat pangan yang tinggi dapat
menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler. Selain itu juga serat memiliki
peranan penting dalam menjaga kesehatan usus (Slavin, 2013).
Serat tak larut merupakan bagian tanaman yang keras dan berserat. Bagian
ini memiliki daya ikat air pasif yang dapat mengurangi resiko penyakit
divertikulum, wasir, dan konstipasi pada manusia. Serat jenis ini dapat
mempercepat pengangkutan makanan dari lambung menuju usus halus yang telah
siap diubah menjadi butirat pada kolon. Oleh sebab itu serat tak larut dapat
mengurangi resiko kanker kolon. Komponen utama pada serat tak larut adalah
selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Kemampuan mencerna bergantung kepada
banyaknya dan rasio antara selulosa dan hemiseulosa (Tiwari et al., 2011).
Serat larut dapat terlarut di dalam air dan membentuk larutan yang sedikit
mengental. Komponen serat larut terdiri atas pektin, beberapa hemiselulosa gum,
lendir, dan polisakarida cadangan. Serat larut dapat membantu menurunkan gula
darah setelah makan, insulin, dan serum kolesterol (Tiwari et al., 2011). Serat
larut air dapat mengurangi penyerapan kolesterol di dalam usus dan mengurangi
sintesisnya di dalam hati (Devries dan Dalen, 2011). Contoh yang termasuk serat
larut adalah inulin (Slavin, 2013).
15
2.9 Senyawa Bioaktif
Penurunan plasma kolesterol dapat dilakukan dengan mengurangi
penyerapan dan sintesis kolesterol (Santoscoy et al., 2013). Ekstrak dari berbagai
varietas kacang Phaseolus vulgaris L. dapat menurunkan kadar kolesterol,
konsentrasi LDL, dan serum triasilgliserol, serta meningkatkan konsentrasi HDL
(Njoku et al., 2013). Beberapa komponen dari makanan telah diketahui dapat
menurunkan plasma dan LDL kolesterol dengan cara mempengaruhi penyerapan
kolesterol pada usus seperti serat larut, fitosterol, saponin, fosfolipid, protein
kedelai, dan asam stearat (Cohn et al., 2010).
Flavonoid dan saponin dapat mencegah akumulasi lemak hepatic dengan
mengurangi lipogenesis dan merangsang oksidasi asam lemak dan ekstraksi
kolesterol empedu (Santoscoy et al., 2014). Kandungan kacang merah yang lain
adalah lektin. Makanan yang mengandung lektin seperti kacang merah tidak
hanya dapat menahan keasaman dan enzim proteolitik di dalam saluran
pencernaan, namun dalam jumlah tertentu dalam pencernaan, lektin dapat
memberikan sistem kekebalan tubuh (Sharon dan Lis, 2007).
Mekanisme komponen bioaktif diatas dalam menurunkan LDL dengan
cara menghambat penyerapan kolesterol dengan mempengaruhi kelarutan
kolesterol di dalam lumen usus, menganggu difusi luminal kolesterol pada epitel
usus, atau menghambat mekanisme molekuler yang bertanggung jawab untuk
penyerapan kolesterol (Cohn et al., 2010). Serat yang merupakan prebiotik seperti
oligofruktosa dapat menurunkan kadar serum fosfolipid dan kadar trigliserida
dengan cara menurunkan sintetis trigliserida pada hati (Charalampopoulos dan
Rastall, 2009).
16
2.10 Hewan Percobaan
Pengaplikasian minuman fermentasi kepada tikus percobaan bertujuan
untuk mengetahui manfaat fungsionalnya. Tujuan dari manfaat yang didapatkan
tersebut diharapkan berguna untuk manusia, oleh karena itu diperlukan penelitian
menggunakan bahan hidup seperti hewan percobaan (in vivo) (Ridwan, 2013).
Penelitian ini menggunakan tikus karena merupakan salah satu hewan percobaan
yang memiliki kesamaan dengan manusia dalah hal metabolisme asam empedu,
distribusi plasma lipoprotein, dan regulasi enzim kolesterol hepatik (Ooi dan
Liong, 2010).
Tikus (Rattus novergicus) memiliki habitat asli di wilayah Asia (Baker et
al., 2013). Perbedaan mencit (Mus musculus) dan tikus (Rattus novergicus) telah
ditemukan sekitar 10-12 juta tahun yang lalu (Hedrich, 2012). Menurut Whishaw
dan Kolb (2005), tikus berguna sebagai hewan coba dalam menganalisis fungsi
motorik dan fungsi regulasi, sedangkan mencit berguna untuk penelitian yang
berkaitan dengan genetik. Menurut Forsdyke (2011), walaupun mencit dan tikus
memiliki karakter yang sama, secara anatomi mencit memiliki fisiologis yang
berbeda dengan tikus. Selain itu mencit dan tikus memiliki perbedaan pada DNA
sequences.