BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan...

16
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Konsumsi Ikan konsumsi adalah semua sumber daya ikan yang ada di air tawar atau laut yang dapat dikonsumsi oleh manusia. Ikan konsumsi dapat diartikan semua hayati kelautan dan air tawar yang mengandung protein tinggi dan mempunyai arti penting bagi kepentingan perekonomian (Marimin 2010). Ikan konsumsi digolongkan berdasarkan hasil upaya perolehan dan tempat habitat. Ikan konsumsi berdasarkan upaya perolehan yaitu ikan hasil penangkapan dan ikan hasil budidaya. Ikan konsumsi digolongkan berdasarkan tempat habitat yaitu jenis ikan hidup di perairan darat dan jenis ikan hidup di perairan laut (Effendi 1997 dalam Imelda 2011). Marimin (2010) mengemukakan bahwa produksi perikanan global secara keseluruhan baik dari ikan hasil perikanan tangkap dan budidaya total 141,6 juta ton per tahun. Sekitar 105,6 juta ton ini (75%) digunakan untuk konsumsi manusia secara langsung, sedangkan sisanya dipakai untuk produk non-pangan, khususnya pembuatan fishmeal dan minyak. 2.2 Produk Ikan Segar Pengertian produk adalah suatu barang yang dapat ditawarkan kepada konsumen di pasar untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan. Produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan dan yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan konsumen (Kotler 1997). Menurut Sudradjat (2011) ikan segar adalah ikan yang baru ditangkap, tidak mengalami perlakuan pengawetan atau yang diawetkan hanya dengan cara pendinginan (chilling). Sedangkan ikan beku atau yang dikenal frozen fish adalah ikan yang menjalani proses pembekuan untuk mengurangi suhu dari keseluruhan produk ke suatu tingkat yang cukup rendah untuk mengawetkan mutu ikan. Suhu rendah harus diperhatikan selama pengangkutan, penyimpanan dan distribusi sampai pada waktu penjualan akhir (Sudradjat 2011). Ikan memiliki kandungan

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan...

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Konsumsi

Ikan konsumsi adalah semua sumber daya ikan yang ada di air tawar atau

laut yang dapat dikonsumsi oleh manusia. Ikan konsumsi dapat diartikan semua

hayati kelautan dan air tawar yang mengandung protein tinggi dan mempunyai arti

penting bagi kepentingan perekonomian (Marimin 2010). Ikan konsumsi

digolongkan berdasarkan hasil upaya perolehan dan tempat habitat. Ikan konsumsi

berdasarkan upaya perolehan yaitu ikan hasil penangkapan dan ikan hasil

budidaya. Ikan konsumsi digolongkan berdasarkan tempat habitat yaitu jenis ikan

hidup di perairan darat dan jenis ikan hidup di perairan laut (Effendi 1997 dalam

Imelda 2011).

Marimin (2010) mengemukakan bahwa produksi perikanan global secara

keseluruhan baik dari ikan hasil perikanan tangkap dan budidaya total 141,6 juta

ton per tahun. Sekitar 105,6 juta ton ini (75%) digunakan untuk konsumsi manusia

secara langsung, sedangkan sisanya dipakai untuk produk non-pangan, khususnya

pembuatan fishmeal dan minyak.

2.2 Produk Ikan Segar

Pengertian produk adalah suatu barang yang dapat ditawarkan kepada

konsumen di pasar untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan. Produk adalah

segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli,

dipergunakan dan yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan konsumen

(Kotler 1997).

Menurut Sudradjat (2011) ikan segar adalah ikan yang baru ditangkap,

tidak mengalami perlakuan pengawetan atau yang diawetkan hanya dengan cara

pendinginan (chilling). Sedangkan ikan beku atau yang dikenal frozen fish adalah

ikan yang menjalani proses pembekuan untuk mengurangi suhu dari keseluruhan

produk ke suatu tingkat yang cukup rendah untuk mengawetkan mutu ikan. Suhu

rendah harus diperhatikan selama pengangkutan, penyimpanan dan distribusi

sampai pada waktu penjualan akhir (Sudradjat 2011). Ikan memiliki kandungan

8

nutrisi yang tinggi antara lain omega 3, protein asam amino yang tinggi, lemak,

karbohidrat, vitamin dan mineral seperti vitamian A, vitamin D, vitamin B12

(Afrianto dan Liviawati 1989).

Karakteristik produk ikan segar menurut Afrianto dan Liviawati (1989):

1. Kulit : Warna kulit terang dan jernih, kulit masih kuat membungkus

tubuh, tidak mudah sobek, warna-warna khusus yang ada masih

terlihat jelas.

2. Sisik : Sisik menempel kuat pada tubuh sehingga sulit dilepas.

3. Mata : Mata tampak terang, jernih, menonjol dan cembung.

4. Insang : Insang berwarna merah sampai merah tua, terang dan lamella

insang terpisah.

5. Daging : Warna daging masih baik tidak pucat, kenyal, tidak lunak, badan

kaku, bentuk sisik rapi dan rapat.

2.3 Pengertian Manajemen

Menurut Kotler (1997) manajemen pemasaran adalah suatu proses

perencanaan dan pelaksanaan dari konsep harga, promosi, dan pendistribusian

suatu ide dari barang-barang dan jasa-jasa untuk menciptakan suatu pertukaran

yang dapat memuaskan tujuan individu maupun organisasi. Pengertian

Manajemen menurut Louis A. Allen dalam Herujito (2006) adalah suatu jenis

pekerjaan khusus yang menghendaki usaha mental dan fisik yang diperlukan

untuk memimpin, merencana, menyusun dan mengawasi.

Istilah managemen, menurut Manulang (2006) memiliki beberapa

pengertian yaitu :

1. Manajemen sebagai suatu proses.

2. Manajemen sebagai kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas

manajemen.

3. Manajemen sebagai suatu seni (Art) dan sebagai suatu ilmu pengetahuan.

Pengertian managemen sebagai suatu proses adalah proses yang dilakukan

secara bertahap dan terstruktur dalam pelaksanaannya dengan suatu tujuan

diselenggarakan dan diawasi. Definisi manajemen sebagai suatu proses menurut

9

Manulang (2006) terdapat tiga pengertian, pertama adanya tujuan-tujuan yang

ingin dicapai, kedua tujuan yang dicapai dengan mempergunakan kegiatan orang-

orang lain, dan ketiga kegiatan-kegiatan orang lain harus dibimbing dan diawasi.

Pengertian manajemen sebagai kolektivitas adalah orang-orang yang

melakukan aktivitas manajemen. Jadi dengan kata lain, segenap orang-orang yang

melakukan aktivitas manajemen dalam suatu badan tertentu.

Pengertian managemen sebagai suatu ilmu atau seni (art) adalah seni atau

ilmu untuk mencapai suatu tujuan dengan kegiatan proses perencanaan,

pengorganisasian, penyusunan, pengarahan, serta pengawasan. Kerangka pokok-

pokok management diartikan sebagai kegiatan/aktivitas, proses yaitu kegiatan

dalam rentetan urutan-urutan, institut/orang-orang yang melakukan kegiatan atau

proses kegiatan.

Fungsi-fungsi pokok manajemen menurut Terry (2006) yang membentuk

manajemen sebagai salah satu proses sebagai berikut :

1. Planning : Kegiatan yang menentukan berbagai tujuan dan penyebab dari

tindakan-tindakan selanjutnya.

2. Organizing: Kegiatan membagi pekerjaan di antara anggota kelompok dan

membuat ketentuan dalam hubungan yang diperlukan.

3. Actuating : Kegiatan menggerakan anggota-anggota kelompok untuk

melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tugas masing-masing.

4. Controlling: Kegiatan untuk menyesuaikan antara pelaksanaan dan rencana-

rencana yang telah ditentukan.

2.4 Pengertian Persediaan

Persediaan adalah suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik

perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal,

atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan atau proses

produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam

suatu proses produksi (Assauri 2008). Sistem pengendalian persediaan

didefinisikan sebagai serangkaian kebijakan pengendalian untuk menentukan

10

tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan pesanan untuk menambah persediaan

harus dilakukan dan berapa besar pesanan harus diadakan (Herjanto 2008).

Kebijakan persediaan dalam memenuhi kebutuhan suatu perusahaan perlu

dilakukan agar dapat menjamin kelancaran proses produksi, dapat dijangkau oleh

dana yang tersedia, dan peningkatan jumlah pembeliaan secara optimal (Harjito

dan Martono 2012).

Fungsi persediaan menurut Herjanto (1999) dari segi pemasaran adalah

peningkatan tingkat persediaan sesuai tingkat permintaan konsumen, segi

pembelian adalah pembelian barang dalam jumlah besar dengan tujuan

memperoleh discount sehingga harga per unit, biaya pengangkutan per unit akan

menjadi lebih rendah, segi produksi adalah tingkat persediaan yang optimal akan

dapat mencegah terhentinya produksi karena kekurangan bahan, segi keuangan

adalah tingkat persediaan yang optimal akan dapat memperkecil biaya dalam

persediaan.

Menurut Harjito dan Martono (2012) persediaan dalam perusahaan

manufactur terdapat jenis-jenis persediaan seperti persediaan barang jadi

(inventory of finished goods), persediaan barang setengah jadi (inventory of work

in process) dan persediaan bahan baku atau bahan mentah (inventory of raw

material). Sedangkan pada perusahaan dagang, persediaan yang ada merupakan

persediaan barang dagangan (inventory of merchandise).

Penentuan besarnya persediaan pengaman menurut Assauri (2008) dapat

menggunakan pendekatan yaitu pendekatan kekurangan bahan (probability of

stock out approach) dan pendekatan dengan tingkat pelayanan (level of service

approach). Pendekatan kekurangan bahan menggunakan asumsi bahwa waktu

tunggu (lead time) adalah konstan dan seluruh bahan yang dipesan diserahkan

pada saat yang sama, sehingga kekurangan bahan terjadi hanya karena adanya

penambahan dalam penggunaan atau permintaan yang berfluktuasi. Pada

pendekatan tingkat pelayanan, ditentukan dan diukur dengan tingkat pelayanan

yang diberikan oleh adanya safety stock.

11

Tingkat pelayanan dapat diartikan dalam dua hal tergantung dari keadaan

penggunaannya (Assauri 2008), yaitu:

1. Tingkat Pelayanan Frekuensi (Frequency “Level of Service”)

Rata-rata tingkat pelayanan x persen dalam jangka panjang, persediaan akan

dapat memenuhi seluruh permintaan pelanggan dalam periode pemenuhan

atau pergantian x dari setiap 100.

2. Tingkat Pelayanan Kuantitas (Quantity “Level of Service”)

Perbandingan secara rata-rata dalam jangka panjang dari seluruh pesanan

pelanggan yang dapat dipenuhi dengan persediaan yang ada tanpa adanya

pembatalan.

Faktor dasar yang perlu diperhatikan sebelum persediaan pengaman

ditentukan, yaitu (Assauri 2008):

1. Jarak waktu penyerahan (delivery lead time), yaitu jarak waktu yang terdapat

antara saat pengadaan pesanan untuk pengisian persediaan dengan saat

penerimaan barang yang dipesan dalam gudang persediaan.

2. Waktu yang terlindung (covering lead time), yaitu jarak waktu yang efektif

dimana persediaan pengaman dapat menutupi fluktuasi permintaan tanpa

dibantu oleh penambahan persediaan.

Menurut Assauri (2008) dalam menilai suatu persediaan beberapa cara

yang dapat digunakan, antara lain:

1. Cara First In, First Out (FIFO): Pendekatan asumsi bahwa harga barang yang

sudah terjual dinilai menurut harga pembelian barang yang terdahulu masuk.

2. Cara Rata-Rata ditimbang (Weight Average Method) : Harag rata-rata dimana

harga tersebut dipengaruhi oleh jumlah barang yang diperoleh pada masing-

masing harganya.

3. Cara Last In, First Out (LIFO): Barang yang telah terjual dinilai menurut

harga pembelian barang yang terakhir masuk.

12

2.4.1 Tipe dan Jenis Persediaan

Jenis-jenis persediaan dari segi fungsinya yaitu, Assauri (2008):

1. Batch Stock atau Lot Size Inventory

Persediaan yang diadakan karena suatu perusahaan membeli atau membuat

bahan-bahan atau barang-barang dalam jumlah yang lebih besar dari jumlah

yang dibutuhkan pada periode tertentu.

2. Fluctuation Stock

Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen

yang tidak dapat diramalkan.

3. Anticipation Stock

Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat

diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan

untuk menghadapi penggunaan atau penjualan permintaan yang meningkat.

Jenis-jenis persediaan berdasarkan jenis dan posisi barang dalam urutan

pengerjaan produk (Assauri 2008):

1. Persediaan bahan baku (raw materials stock) yaitu persediaan barang-barang

berwujud yang digunakan dalam proses produksi. Bahan baku diperlukan

untuk diolah melalui proses sehingga menjadi barang jadi (finished goods).

2. Persediaan bagian produk atau parts yang dibeli (purchased parts/components

stock) yaitu persediaan barang-barang yang terdiri atas parts yang diterima

dari perusahaan lain, yang dapat secara langsung di-assembling dengan parts

lain tanpa melalui proses produksi sebelumnya.

3. Persediaan bahan-bahan pembantu atau barang-barang perlengkapan (supplies

stock) yaitu persediaan barang-barang atau bahan-bahan yang diperlukan

dalam proses produksi untuk membantu keberhasilan produksi tetapi tidak

merupakan komponen dari barang jadi.

4. Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses (work in

process/progress stock) yaitu persediaan barang-barang yang keluar dari tiap-

tiap bagian dalam satu parbrik atau bahan-bahan yang telah diolah menjadi

suatu bentuk tetapi perlu dilakukan proses lebih lanjut untuk kemudian

menjadi barang jadi.

13

5. Persediaan barang jadi (finished goods stock) yaitu persediaan barang-barang

yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap dijual kepada

pelanggan atau perusahaan lain.

2.4.2 Fungsi-Fungsi Persediaan

Beberapa fungsi dari diadakannya persediaan dalam perusahaan menurut

Herjanto (2008) antara lain :

1. Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang

yang dibutuhkan perusahaan.

2. Menghilangkan resiko jika material yang dipesan tidak baik sehingga harus

dikembalikan.

3. Menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga barang atau inflasi.

4. Menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman sehingga perusahaan

tidak akan kesulitan jika bahan itu tidak tersedia dipasaran.

5. Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan potongan kuantitas

(quantity discount).

6. Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan tersedianya barang yang

diperlukan.

2.4.3 Biaya-Biaya Persediaan

Pengelolaan persediaan melalui pendekatan biaya-biaya persediaan antara

lain biaya dalam persediaan dan pengawasan persediaan. Biaya dalam persediaan

menurut Herjanto (2008) menerangkan bahwa terdapat tiga jenis biaya yang

berkaitan dengan persediaan dalam menetukan persediaan yang optimal. Ketiga

jenis biaya itu yaitu:

1. Biaya Pemesanan (Ordering Costs atau Procurement Costs)

Ordering costs adalah biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan

pemesanan bahan atau barang, sejak dari penempatan pemesanan sampai

tersedianya barang di gudang. Biaya pemesanan meliputi semua biaya yang

dikeluarkan dalam rangka mengadakan pemesanan barang yang dapat

mencakup biaya administrasi dan penempatan order, biaya pemilihan

14

pemasok, biaya pengangkutan dan bongkar muat, biaya penerimaan dan

pemeriksaan barang.

2. Biaya Penyimpanan (Carrying Costs)

Carrying costs adalah yang dikeluarkan berhubungan dengan diadakannya

penyimpanan persediaan barang. Biaya yang termasuk biaya penyimpanan

adalah biaya sewa gudang, biaya administrasi pergudangan, gaji pelaksana

pergudangan, biaya listrik, biaya modal yang tertanam dalam persediaan,

biaya asuransi, ataupun biaya kerusakan, kehilangan atau penyusutan barang

selama proses penyimpanan.

3. Biaya Kekurangan Persediaan (Shortage Costs/Stockout Costs)

Shortage costs adalah biaya yang timbul sebagai akibat tidak tersedianya

barang pada waktu yang diperlukan. Biaya kehabisan bahan ini meliputi biaya

pesan secara cepat atau khusus dan biaya produksi karena adanya operasi

ekstra.

Unsur-unsur biaya yang terdapat dalam persediaan menurut Assauri

(2008) digolongkan menjadi empat golongan yaitu:

1. Biaya pemesanan (ordering costs)

Biaya-biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan pemesanan barang-barang

atau bahan-bahan dari penjual, sejak dari pesanan (order) dibuat dan dikirim

ke penjual, sampai barang-barang/bahan-bahan tersebut dikirim dan

diserahkan serta diinspeksi di gudang atau daerah pengolahan (process areas).

2. Biaya yang terjadi dari adanya persediaan (inventory carrying costs)

Biaya-biaya yang diperlukaan berkenaan dengan adanya persediaan yang

meliputi seluruh pengeluaran yang dikeluarkan perusahaan sebagai akibat

adanya sejumlah persediaan atau biaya pengadaan persediaan (stock holding

costs).

3. Biaya kekurangan persediaan (out of stock costs)

Biaya-biaya yang timbul sebagai akibat terjadinya persediaan yang lebih kecil

daripada jumlah yang diperlukan, seperti kerugian atau biaya-biaya tambahan

dalam menutupi kekurangan persediaan.

15

4. Biaya yang berhubungan dengan kapasitas (capacity associated costs)

Biaya-biaya yang terjadi akibat adanya penambahan atau pengurangan

kapasitas, atau bila terlalu banyak atau terlalu sedikitnya kapasitas yang

digunakan pada periode waktu tertentu.

Cara pemesanan menurut Assauri (2008) menerangkan bahwa dalam

usaha untuk menutupi kebutuhan persediaan dilakukan kegiatan pemesanan

bahan. Cara pemesanan dapat dilakukan dengan dua cara antara lain:

1. Order Point System

Order point system adalah suatu sistem atau cara pemesanan bahan,

pemesanan dilakukan apabila persediaan yang ada telah mencapai suatu atau

tingkat tertentu.

2. Order Cycle System

Order cycle system adalah suatu sistem atau cara pemesanan bahan dimana

jarak atau interval waktu dari pemesanan tetap, misalnya tiap minggu atau tiap

bulan.

2.5 Analisis Persediaan (Inventory Analysis)

Analisis persediaan sangat penting dilakukan untuk mengadakan

perencanaan bahan-bahan yangdibutuhkan baik dalam jumlah maupun kualitasnya

yang sesuai dengan kebutuhan untuk produksi serta kapan pemesanan dilakukan

(Assauri 2008). Analisis persediaan yaitu analisis metode EOQ (Economic Order

Quantity), Analisis Tingkat Persediaan Pengaman Optimal (Safety Stock) dan

Analisis Titik Pemesanan Kembali Optimal (Reorder Point).

2.5.1 Metode EOQ (Economic Order Quantity)

EOQ (Economic Order Quantity) adalah jumlah bahan yang dapat dibeli

dengan biaya persediaan yang minimal atau sering disebut jumlah pesanan bahan

yang optimal (Harjito dan Martono 2012). Economic Order Quantity menurut

Assauri (2008) adalah jumlah atau besarnya pesanan yang dimiliki jumlah

ordering cost dan carrying cost per tahun yang paling minimal.

Economic Order Quantity sebagai metode manajemen persediaan adalah

penentuan jumlah kuantitas bahan atau barang yang harus dipesan untuk setiap

16

kali pengadaan persediaan dan penentuan waktu pemesanan barang atau bahan

yang akan dipesan. Menurut Harjito dan Martono (2012) jenis biaya yang

dipertimbangkan dalam metode Economic Order Quantity adalah biaya pesan

(ordering costs) yaitu biaya yang dikeluarkan dalam proses pemesanan suatu

barang. Biaya pemesanan antara lain biaya selama proses pemesanan, biaya

pengiriman permintaan, biaya penerimaan bahan, biaya penempatan bahan

kedalam gudang, dan biaya proses pembayaran. Selain ordering costs terdapat

biaya pemesanan (carrying costs) yaitu biaya yang dikeluarkan dalam rangka

proses penyimpanan. Biaya penyimpanan antara lain biaya sewa gudang, biaya

pemeliharaan gudang, biaya yang diperlukan untuk investasi barang yang

disimpan, baiaya asuransi, dan biaya penyusutan barang (Harjito dan Martono

2012).

Jumlah pembelian yang paling ekonomis (Economic Order Quantity)

adalah jumlah bahan mentah yang setiap kali dilakukan pembelian menimbulkan

biaya yang paling rendah, tetapi tidak mengakibatkan kekurangan bahan (Herjanto

2008). Menurut Longenecker et al (2000) pendekatan Economic Order Quantity

(EOQ) adalah tingkat ekonomis dicapai pada keseimbangan antara biaya

pemesanan (ordering cost) dan biaya penyimpanan (holding cost). Biaya pesan

memiliki sifat positif-linear dengan frekuensi pesanan, artinya semakin tinggi

tingkat frekuensi pemesanan maka biaya pemesanan akan semakin tinggi,

sedangkan biaya simpan memiliki sifat negatif-tidak linear dengan frekuensi

pesanan, artinya semakin tinggi tingkat frekuensi pemesanan maka biaya

penyimpanan akan semakin rendah (Harjito dan Martono 2012). Hubungan dua

jenis biaya persediaan dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. Hubungan antara Dua Jenis Biaya Persediaan

17

Rumus Economic Order Quantity (Handoko 1984 dalam Imelda 2011).

TIC= H (Q/2) + S (D/Q )

Keterangan:

(Q/2)= Persediaan rata-rata

(D/Q)= Jumlah pemesanan per periode, dengan jumlah setiap kali pesan Q

TC minimum terjadi apabila (Dtc / dQ) = 0 dan d²TC / d²Q > 0

dTC/Dq =H/2 –SD/Q² = 0

SD/Q² =H/2

Q² = 2SD/H

Q = √2SD/H

Keterangan:

D = Penggunaan atau permintaan yang diperkirakan per periode waktu

S = Biaya pemesanan per pesanan

H = Biaya penyimpanan per unit per tahun

2.5.2 Analisis Tingkat Persediaan Pengaman Optimal (Safety Stock)

Persediaan Pengaman Optimal (Safety Stock) adalah persediaan yang

dicadangkan untuk kebutuhan selama menunggu barang datang (Herjanto 2008).

Persediaan pengaman berfungsi untuk melindungi atau menjaga kemungkinan

terjadinya kekurangan barang, misalnya karena penggunaan barang yang lebih

besar dari perkiraan semula atau keterlambatan dari penerimaan barang yang

dipesan (Herjanto 2008). Menurut Assauri 2008 bahwa persediaan pengaman

optimal merupakan persediaan cadangan untuk menjamin keselamatan operasi

atau kelancaran produksi.

2.5.3 Analisis Titik Pemesanan Kembali Optimal (Reorder Point)

Reorder Point (Titik Pemesanan Kembali) disingkat ROP adalah saat

dimana harus diadakan pemesanan kembali sehingga permintaan bahan yang

dipesan tepat pada waktu persediaan diatas safety stock sama dengan nol (Harjito

dan Martono 2012). ROP adalah jumlah persediaan yang menandai saat harus

dilakukan pemesanan ulang sedemikian rupa sehingga kedatangan atau

18

penerimaan barang yang dipesan adalah tepat waktu (Herjanto 2008). Jika ROP

(Reorder Point) ditetapkan terlalu rendah persediaan akan habis sebelum

persediaan pengganti diterima sehingga produksi dapat terganggu atau permintaan

pelanggan tidak dapat terpenuhi. Jika titik pemesanan ulang ditetapkan terlalu

tinggi maka persediaan baru sudah datang sementara persediaan di tempat

penyimpanan masih banyak, sehingga mengakibatkan pemborosan biaya yang

berlebihan (Herjanto 2008). Dua faktor yang mempengaruhi reorder point yaitu

penggunaan bahan selama lead time dan safety stock (Harjito dan Martono 2012).

Lead Time adalah masa tunggu sejak pesanan barang atau bahan dilakukan sampai

bahan tersebut tiba di perusahaan. Waktu tunggu tersebut berbeda-beda antara

barang yang satu dan lainnya. Waktu tunggu juga ditentukan oleh jarak antara

perusahaan dan sumber bahan, alat transportasi yang digunakan dan lain

sebagainya. Selama waktu tunggu (lead time) maka proses produksi tidak boleh

terganggu. Safety stock adalah persediaan yang dimaksudkan untuk berjaga-jaga

apabila perusahaan kekurangan atau keterlambatan bahan (Harjito dan Martono

2012).

Gambar 3. Hubungan antara ROP , Safety Stock dan Lead Time

2.6 Analisis Finansial

Pengertian analisis finansial adalah metode analisis data yang didapat dari

informasi finansial perusahaan atau data dari hasil kegiatan proyek baik

perorangan, perseroan, atau kelompok pada periode waktu tertentu. Analisis

finansial dapat dilakukan dengan melakukan analisis Revenue Cost Ratio (RCR)

dan Profitability Ratio.

Safety Stock

19

2.6.1 Revenue Cost Ratio (RCR)

Revenue Cost Ratio (RCR) adalah perbandingan revenue pendapatan kotor

atau dengan total pendapatan dengan variable cost atau biaya produksi secara

keseluruhan (Imelda 2011). Jika nilai RCR lebih besar dari satu berarti usaha

tersebut sudah mengalami keuntungan dan jika lebih kecil dari satu maka

perusahaan belum mengalami keuntungan sehingga masih diperlukan

pembenahan, untuk RCR sama dengan satu maka cash inflow aliran masuk sama

dengan cash outflow aliran kas keluar (Sudrajat 2008 dalam Imelda 2011).

Semakin besar nilai RCR semakin besar pula tingkat keuntungan yang akan

diperoleh dari usaha tersebut.

2.6.2 Profitability Ratio

Rasio keuntungan (profitability ratio) adalah ukuran untuk mengetahui

seberapa jauh efektivitas manajemen dalam mengelola perusahaannya. Efektivitas

manajemen meliputi kegiatan fungsional manajemen, seperti keuangan,

pemasaran, sumber daya manusia, dan operasional. Tujuan rasio ini adalah untuk

mengukur efektivitas keseluruhan manajemen yang dapat dilihat dari keuntungan

yang dihasilkan. Rasio profitabilitas adalah rasio yang menghubungkan laba dari

penjualan dan investasi. Apabila profitability ratio lebih dari 1 maka rencana

investasi layak diterima (feasible), jika profitability ratio kurang dari 1 maka

rencana investasi dinyatakan tidak layak, jika profitability ratio sama dengan 1

maka usaha dalam keadaan break even point (Harjito dan Martono 2012).

2.7 Tingkat Kepuasan Konsumen

Teori kepuasan konsumen (the expectancy disconfirmation model) terdapat

kepuasan dan ketidakpuasan konsumen yang merupakan dampak dari

perbandingan antara harapan konsumen sebelum pembelian dengan yang

sesungguhnya diperoleh konsumen dari produk yang dibeli tersebut (Sumarwan

2003). Fungsi produk (product performance) menurut Sumarwan (2003):

1. Produk berfungsi lebih baik dari yang diharapkan konsumen atau disebut

dengan diskonfirmasi positif (positive disconfirmation) sehingga produk

membuat konsumen akan merasa puas.

20

2. Produk berfungsi seperti yang diharapkan atau disebut dengan konfirmasi

sederhana (simple confirmation). Konsumen akan memiliki perasaan netral.

3. Produk berfungsi lebih buruk dari yang diharapkan konsumen disebut dengan

diskonfirmasi negatif (negative diconfirmation). Produk akan menyebabkan

kekecewaan atau ketidakpuasan pelanggan.

Gambar 4. The Expectation Disconfirmation Model

Sumber : Mowen dan Minor 1998 dalam Sumarwan 2003

Tingkat kepuasan konsumen memiliki hubungan dengan bauran

pemasaran yaitu produk, harga, distribusi, dan promosi. Menurut Kotler (1997)

bauran pemasaran sebagai perangkat alat taktis pemasaran untuk memantapkan

pemosisian yang kuat dalam pasar sasaran. Definisi dari produk, harga, distribusi,

dan promosi sebagai berikut (Kotler 1997):

1. Product (produk) adalah kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan oleh

perusahaan kepada pasar sasaran.

2. Price (harga) adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh pelanggan untuk

memperoleh produk.

3. Place (distribusi) adalah aktivitas perusahaan untuk membuat produk tersedia

bagi konsumen sasaran.

4. Promotion (promosi) adalah aktivitas mengkomunikasikan keunggulan produk

dan membujuk pelanggan sasaran untuk membeli.

Ketidakpuasan Emosional:

Merek tidak Mememnuhi

Harapan

Konfirmasi Harapan:

Fungsi Merek tidak

Berbeda dengan Harapan

Kepuasan Emosional:

Merek Melebihi

Harapan

Pengalaman Produk

dan Merek

Harapan Mengenai Merek

seharusnya Berfungsi

Evaluasi Mengenai Funsgi

Merek yang Seharusnya

Evaluasi Gap antara Harapan

dan yang Seharusnya

21

Tingkat kepuasan konsumen berhubungan dengan perilaku dan sikap

konsumen. Perilaku konsumen adalah semua tindakan serta proses psikologis

yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli,

menggunakan, dan menghabiskan dan kemudian melakukan kegiatan evaluasi

(Sumarwan 2003). Menurut Sumarwan (2003) sikap konsumen memiliki unsur

dari pandangan psikologis sosial yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (emosi dan

perasaan), dan konatif (tindakan).

2.8 Pemasaran

Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya

individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan

dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai

kepada pihak lain (Kotler 1997). Definisi pemasaran menurut Kotler bersandar

pada konsep inti yang meliputi kebutuhan (needs), keinginan (wants), dan

permintaan (demands). Pemasaran adalah sebagai suatu proses sosial dan

manajerial dimana seseorang atau kelompok memperoleh apa yang mereka

butuhkan dan usahakan melalui penciptaan, pertukaran yang dapat memenuhi

kebutuhan, keinginan dan permintaan seseorang atau kelompok (Kotler 1997).

Sedangkan menurut Assauri (2008) pemasaran adalah kegiatan manusia yang

diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran.

2.9 Pasar

Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari

satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan

mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya milik Pemerintah Provinsi

Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang dikelola oleh Perusahaan Daerah Pasar Jaya

(Perda DKI No.3 Tahun 2009). Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan

dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta, badan usaha milik Negara

dan badan usaha milik Daerah termasuk kerja sama dengan swasta dengan tempat

usaha berupa toko, kios, counter, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh

pedagang kecil, menengah, swadaya atau koperasi dengan usaha skala kecil,

22

modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar

(Perda DKI No.3 Tahun 2009).

2.9.1 Pasar Modern

Pengertian pasar modern menurut Sinaga 2006 dalam Edris 2012 adalah

pasar yang dikelola dengan manajemen modern, umumnya kawasan perkotaan,

sebagai penyedia barang dan jasa dengan mutu dan pelayanan yang baik kepada

konsumen (umumnya anggota masyarakat kelas menengah, kelas atas). Pasar

modern antara lain mall, supermarket, departemen store, shopping centre,

waralaba, toko mini swalayan, pasar serba ada, toko serba ada dan sebagainya.

Barang yang yang di pasar modern memiliki variasi jenis yang beragam.Selain

menyediakan barang-barang lokal, pasar modern juga menyediakan barang impor.

Barang yang dijual mempunyai kualitas yang relatif lebih terjamin karena

melalui penyeleksian terlebih dahulu secara ketat sehingga barang yang tidak

memenuhi persyaratan klasifikasi akan ditolak. Secara kuantitas, pasar modern

umumnya mempunyai persediaan barang digudang yang terukur. Dari segi harga,

pasar modern memiliki label harga yang pasti dengan tercantum harga sebelum

dan setelah dikenakan pajak (Sinaga 2006 dalam Edris 2012).

2.9.2 Pasar Ikan Higienis “Everfresh Fish Market” Pejompongan Jakarta

Pusat

Pasar Ikan Higienis (PIH) adalah tempat atau wadah jual beli hasil

perikanan yang dikelola secara modern yang selalu menjaga kualitas ikan secara

higienis. PIH Pejompongan yang bertempat di Jakarta Pusat. Pasar tersebut

merupakan pasar modern yang menyediakan berbagai bahan baku hasil perikanan

laut dan tawar untuk memenuhi kebutuhan konsumen masayarakat dengan tingkat

kemanan produk dengan pengelolaan modern dengan konsep higienitas atau

sesuai dengan standar sanitasi, sehingga ikan tersebut layak untuk memenuhi

kebutuhan konsumsi dan juga kesehatan masyarakat. Ikan yang diperjualkan di

PIH Pejompongan Jakarta Pusat merupakan produk perikanan berupa ikan segar

dan ikan beku.