BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluaneprints.umm.ac.id/57495/3/BAB II.pdf · sistem pengolahan...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluaneprints.umm.ac.id/57495/3/BAB II.pdf · sistem pengolahan...
-
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Seiring dengan bertambahnya kepemilikan kendaraan bermotor baik
itu kendaraan roda dua ataupun roda empat yang akhir-akhir ini
perkembangannya sangat pesat maka pelayanan jalan raya terhadap
pengguna jalan harus ditingkatkan.Jenis kendaraan yang memakai jalan
beraneka ragam, bervariasi baik ukuran, berat total, konfigurasi dari beban
sumbu kendaraan, daya dan lain-lain (Sukirman, 1999).
Semua prasarana jalan raya akan mengalami kerusakan, gangguan,
atau penurunan kondisi, kualitas dan lain-lain, apabila telah digunakan untuk
melayani kegiatan operasi lalu lintas penumpang maupun barang. Untuk itu,
semua prasarana yang terdapat pada suatu sistem transportasi khususnya
transportasi darat, memerlukan perawatan dan perbaikan kerusakan yang
baik. Hal ini dimaksudkan untuk memperpanjang masa pelayanan
ekonominya dengan mempertahankan tingkat pelayanan pada batas standar
yang aman (Prasetyo, 2007).
Perkerasan jalan diletakkan diatas tanah dasar, dengan demikian
secara keseluruhan mutu dan daya tahan konstruksi tidak lepas dari tanah
dasar yang berasal dari lokasi itu sendiri atau tanah dari lokasi didekatnya
yang telah dipadatkan sampai tingkat kepadatan tertentu sehingga
mempunyai daya dukung yang baik serta berkemampuan mempertahankan
perubahan volume selama masa pelayanan walaupun terdapat perbedaan
kondisi lingkungan dan jenis tanah setempat (Sukirman, 1999).
Kontruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang
diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan
tersebut berfungsi untuk menerima beban lalulintas dan menyebarkannya ke
lapisan di bawahnya. Beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan
melalui bidang kontak roda berupa beban terbagi rata P0. Beban tersebut
diterima oleh lapisan permukaan dan disebarkan ke tanah dasar menjadi P1
KharismaUMM
-
6
yang lebih kecil dari daya dukung tanah dasar, seperti yang ditunjukkan
pada gambar 2.1
Gambar 2.1 Penyebaran beban roda melalui lapisan perkerasan jalan
Sumber: Andi Tenrisukki Tenriajeng,2000
Berikut beberapa jenis lapis perkerasan jalan yang digunakan di
Indonesia :
Lapis macadam
Kontruksi ini terdiri dari batu pecah 5/7 dan batu pecah berukuran 15/20
sampai 25/30 yang disusun tegak. Batu-batu kecil diatasnya untuk
menutup pori-pori yang ada dan memberikan permukaan yang rata.
Kontruksi telford dipakai sebagai lapisan pondasi.
Lapistelford
Kontruksi ini terdiri dari batu kali 5/7 dan batu pecah berukuran 15/20
sampai 25/30 yang disusun tegak.Batu-batu kecil diatasnya untuk
menutup pori-pori yang ada dan memberikan permukaan yang rata.
Kontruksi telford dipakai sebagai lapisan pondasi.
Jabat
Jabat agregat padat tahan cuaca.Semua jenis jalan tanah (dapat
menggunakan kerikil) yang dipadatkan.
KharismaUMM
-
7
Soil cement
Campuran antara tanah setempat dengan semen dengan perbandingan
berat 6% yang dipadatkan ditempat dengan tebal padat 15-20 cm.
Burtu (taburan aspal satu lapis)
Lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu
lapisan agregat bergradasi seragam dengan tebal maksimum 2 cm.
Lapisan ini biasanya dipakai sebagai lapisan non struktural.
Burda (taburan aspal dua lapis)
Lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan
agregat yang dikerjakan dua lapis secara berurutan dengan tebal
maksimum 3,5 cm. Lapisan ini dipakai sebagai lapisan non struktural.
Latasir (lapis tipis aspal pasir)
Lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal dan pasir alam bergradasi
menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu dengan
tebal padat 1-2 cm. Lapisan ini dipakai sebagai lapisan non struktural.
Buras (taburan aspal)
Lapisan penutup yang terdiri dari lapisan aspal dan taburan pasir dengan
ukuran butir maksimum 3/8”.Lapisan ini dipakai sebagai lapisan non
struktural.
Lapen (lapis penetrasi macadam)
Lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dan agregat pengunci
bergradasi terbuka dan seragam dan diikat oleh aspaldengan cara
disemprot kan lapisan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Diatas
lapen ini diberi laburan aspal dengan agregat penutup. Tebal lapisan satu
lapis 4-10 cm. Lapisan ini dipakai sebagai lapisan non struktural.
Lasbutag (lapisan asbuton agregat)
Lapisan yang terdiri dari campuran antara agregat asbuton dan bahan
pelunak yang diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal
padat tiap lapisan 3-5 cm. Lapisan ini dipakai sebagai lapisan non
struktural.
KharismaUMM
-
8
Latasbun (lapisan tipis asbuton murni)
Lapis penutup yang terdiri dari campuran absuton dan pelunak dengan
perbandingan tertentu yang dicampur secara dingin.Tebal padat
maksimum 1 cm. Lapisan ini dipakai sebagai lapisan non struktural.
Lataston (lapisan tipis aspal beton)
Lapis penutup yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi
menerus.Material pengisi dan aspal panas dengan perbandingan tertentu
yang dicampurkan dan dipadatkan dalam keadaan panas. Tebal padat
2,5-3 cm. Lapisan ini dipakai sebagai lapisan struktural.
Laston (lapis aspal beton)
Lapis yang terdiri dari campuran aspal keras (AC) dan agregat yang
mempunyai gradasi menerus dicampur, dihampar, dan dipadatkan pada
suhu tertentu. Lapis ini digunakan sebagai lapis permukaan struktural
dan lapis pondasi, (asphalt concrete base/asphalt trated base)
Concrete blok (conblok)
Blok-blok beton misalnya berbentuk segi enam disusun diatas lapisan
pasir yang diratakan dengan maksud supaya air tidak tergenang diatas
blok beton.
2.2 Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)
Perkerasan jalan adalah kontruksi yang dibangun diatas tanah dasar
(subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu-lintas. Perkerasan
lentur adalah kontruksi yang dibangun dengan susunan lapis permukaan
(surface), lapis pondasi atas (base), lapis pondasi bawah (sub-base), dan
tanah dasar (subgrade). Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan
menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar yang telah dipadatkan.
Lapisan-lapisan tersebut adalah :
1. Lapisan permukaan (surface coarse)
2. Lapisan pondasi atas (base coarse)
3. Lapisan pondasi bawah (sub-base coarse)
4. Lapisan tanah dasar (subgrade)
KharismaUMM
-
9
Gambar 2.2 Susunan Perkerasan Jalan
Sumber: Andi Tenrisukki Tenriajeng,2000
2.2.1 Lapisan Permukaan (Surface Coarse)
Lapisan permukaan adalah bagian perkerasan jalan yang paling
atas (Sukirman, 1999),Sebagai lapis teratas, lapis iniakan
berhubungan langsung dengan roda kendaraan. Lapisan tersebut
berfungsi sebagai berikut :
a. Lapisan perkerasan penahan beban roda, yang mempunyai
stabilitas tinggi untuk menahan roda selama masa pelayanan.
b. Lapisan kedap air. Air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap
ke lapisan bawahnya dan melemahkan lapisan-lapisan tersebut.
c. Lapisan aus. Lapisan ulang yang langsung menderita gesekan
akibat roda kendaraan.
Kontruksi lapis perkerasan yang sekarang dapat dijumpai antara
lain :
1. Lapis telford
2. Lapis macadam
3. Lapis penetrasi macadam
4. Laburan aspal satu lapis (burtu)
5. Laburan aspal dua lapis (burda)
6. Lapis dengan absuton
7. Lapisan beton aspal
8. Hot Rolled Asphalt
9. Hot Rolled Shet
10. Lapisan interblok
KharismaUMM
-
10
11. Dan lain-lain
Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat
kedap air dan memberikan bantuan tegangan tarik yang berarti
mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas.
Pemilihan bahan lapis permukaan perlu dipertimbangkan
keguanaan, umur rencana, serta pentahanan kontruksi agar dicapai
manfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.
Pada umumnya lapisan permukaan dibuat dengan mengunakan
bahan pengikat aspal sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air
dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama. Jenis lapis
permukaan yang umum digunakan di Indonesia antara lain :
2.2.2 Lapisan Pondasi Atas (Base Coarse)
Lapisan pondasi atas adalah bagian lapisan perkerasan yang
terletak diantara lapis permukaan dengan lapis bawah (atau dengan
tanah dasar bila tidak menggunakan lapis pondasi bawah) (Sukirman
Silvia, 1999). Kualitas bahan base lebih baik daripada untuk subbase
dan berbagai kontruksi untuk lapis pondasi atas adalah sebagai berikut
:
1. Lapis telford
2. Lapis makadam basah
3. Lapis makadam kering
4. Lapis penetrasi makadam
5. Lapisan batu pecah
6. Lapis dengan bahan yang distabilisasi
- Stabilisasi mekanis
- Stabilisasi dengan semen
- Stabilisasi dengan kapur
- Stabilisasi dengan aspal
Fungsi lapis pondasi atas adalah :
1. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda
dan menyebarkan beban ke lapisan dibawahnya.
2. Lapisan resapan untuk lapisan pondasi bawah.
KharismaUMM
-
11
3. Bantalan terhadap lapisan permukaan
Bahan untuk lapisan pondasi atas cukup kuat dan awet sehingga
dapat menahan beban-beban roda.
Sebelum menentukan suatu bahan untuk digunakan sebagai
bahan pondasi hendaknya dilakukan penyelidikan dan pertimbangan
sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknis. Bermacam-
macam bahan alam/bahan setempat (CBR >50 %, PI < 4 %) dapat
diguunakan sebagai bahan lapis pondasi atas, antara lain batu merah,
kerikil, dan stabilisasi tanah dengan semen atau kapur.
2.2.3 Lapisan Pondasi Bawah (Sub-Base Coarse)
Lapisan pondasi bawah adalah lapis perkerasan yang terletak
antara lapis pondasi atas dengan tanah dasar (Sukirman Silvia, 1999).
Fungsi lapis pondasi bawah adalah :
1. Menyebarkan beban roda ke tanah dasar.
2. Efesiensi penggunaan material. Materi pondasi bawah lebih
mudah daripada lapisan di atasnya.
3. Lapisan peresapan agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.
4. Lapisan partikel-partikel halus dari tanah dasar naik kelapisan
pondasi atas.
Bahan untuk subbase umumnya diambilkan dari bahan yang
tidak memenuhi syarat bila akan digunakan untuk base. Beberapa
bahan yang sering dipakai :
- Lapis aspal beton (laston)
- Pasir dan batu (sirtu) kelas A dengan CBR 70
- Pasir dan batu (sirtu) kelas B dengan CBR 50
- Pasir dan batu (sirtu) kelas C dengan CBR 30
- Tanah/ lempung kepasiran, dengan CBR 20
Bahannya dari bermacam-macam bahan setempat (CBR >20 %,
PI < 10 %) yang relatif jauh lebih baik dengan tanah dasar dapat
digunakan sebagai bahan pondasi bawah.
KharismaUMM
-
12
Campuran-campuran tanah setempat dengan kapur atau semen
portland dalam beberapa hal sangat dianjurkan agar didapat bantuan
yang efektif terhadap kestabilan kontruksi perkerasan.
2.3 Kerusakan-kerusakan Perkerasan Jalan dan Pemeliharaannya
2.3.1 Umum
Kerusakan pada perkerasan kontruksi jalan dapat disebabkan
oleh :
1. Lalulintas yang dapat berupa peningkatan beban dan repetisi
beban.
2. Air yang berasal dari air hujan, sistem drainase jalan yang tidak
baik, naiknya air dengan sifat kapilaritas, air tanah yang naik
kepermukaan.
3. Material kontruksi perkerasan. Dalam hal ini dapat disebabkan
oleh sifat material itu sendiri atau dapat pula disebabkan oleh
sistem pengolahan yang baik.
4. Iklim. Indonesia beriklim tropis, dimana suhu udara dan curah
hujan umumnya tinggi, yang dapat merupakan salah satu
penyebab kerusakan jalan.
5. Kondisi tanah yang tidak stabil.
6. Proses pemadatan diatas lapisan tanah dasar yang kurang baik.
7. Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2.3.2 Jenis Kerusakan pada Perkerasan Lentur
Menurut Manual Pemeliharaan Jalan No : 03/MN/B/1983 yang
dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga, kerusakan jalan
dapat dibedakan atas :
1. Retak (cracking)
a. Retak halus (hair cracking)
Lebar celah lebih kecil atau sama dengan 3mm, penyebab
adalah bahan perkerasan yang kurang baik, tanah dasar atau
bagian perkerasan di bawah lapis permukaan kurang stabil.
Retak halus ini dapat meresapkan air ke dalam lapis
KharismaUMM
-
13
permukaan.Untuk pemeliharaan dapat dipergunakan lapis
latasir, atau buras.Dalam tahap perbaikaan sebaiknya
dilengkapi dengan perbaikan system drainase. Retak rambut
dapat berkembang menjadi retak buaya.
Gambar 2.3 Retak halus (hair cracking)
Sumber: Andi Tenrisukki Tenriajeng,2000
b. Retak pinggir (edge cracks)
Retak memanjang jalan dengan atau tanpa cabang yang
mengarah ke bahu jalan dan terletak dekat bahu.Retak ini
disebabkan oleh tidak baiknya sokongan dari arah samping,
drainase kurang baik, terjadinya penyusutan tanah, atau
terjadi settlement di bawah daerah tersebut.Akar tanaman
yang tumbuh di tepi perkerasan dapat pula menjadi sebab
terjadinya retak pinggir ini.Dilokasi retak, air dapat meresap
yang dapat semakin merusak lapis permukaan.Retak dapat
diperbaikidengan mengisi celah dengan campuran aspal cair
dan pasir.Perbaikan drainase harus dilakukan, bahu jalan
diperlebar dan dipadatkan.Jika pinggir perkerasan mengalami
penurunan, elevasi dapat diperbaiki dengan mempergunakan
hotmix. Retak ini lama kelamaan akan bertambah besar
disertai dengan terjadinya lubang-lubang.
KharismaUMM
-
14
Gambar 2.4 Retak pinggir (edge cracks)
Sumber: Andi Tenrisukki Tenriajeng,2000
2. Distorsi (distortion)
Distorsi atau perubahan bentuk dapat terjadi akibat lemahnya
tanah dasar, pemadatan yang kurang pada lapis pondasi, sehingga
terjadi tambahan pemadatan akibat beban lalu lintas. Sebelum
perbaikan dilakukan sewajarnya ditentukan terlebih dahulu jenis
dan penyebab distorsi yang terjadi. Dengan demikian dapat
ditentukan jenis penanganan yang cepat.
Distorsi (distortion) dapat dibedakan atas :
a. Alur (ruts), yang terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as
jalan. Alur dapat merupakan tempat menggenangnya air
hujan yang jatuh di atas permukaan jalan, mengurangi tingkat
kenyamanan, dan akhirnya dapat timbil retak-retak.
Terjadinya alur disebabkan oleh lapis perkerasan yang kurang
padat, dengan demikian terjadi tambahan pemadatan akibat
repetisi beban lalu lintas pada lintasan roda. Campuran aspal
dengan stabilitas rendah dapat pula menimbulkan deformasi
plastis. Perbaikan dapat dilakukan dengan memberi lapisan
tambahan dari lapisan permukaan yang sesuai.
KharismaUMM
-
15
b. Jembul (upheaval)
Terjadi setempat dengan atau tanpa retak.Hal ini terjadi
akibat adanya pengembangan tanah dasar pada tanah dasar
ekspansif. Perbaikan dilakukan dengan membongkar bagian
yang rusak dan melapisinya kembali.
c. Amblas (Grade depressions)
Terjadi setempat, dengan atau tanpa retak. Amblas dapat
terdeteksi dengan adanya air yang tergenang. Air tergenang
ini dapat meresap ke dalam lapisan perkerasan yang akhirnya
menimbulkan lubang.
Penyebab amblas adalah beban kendaraan yang melebihi apa
yang direncanakan, pelaksanaan yang kurang baik, atau
penurunan bagian perkerasan dikarenakan tanah dasar
mengalami settlement.
Perbaikan dapat dilakukan dengan :
- Untuk amblas yang ≤ 5 cm, bagian yang rendah diisi
dengan bahan sesuai seperti lapen, lataston, laston.
- Untuk amblas yang ≥ 5 cm, bagian amblas dibongkar dan
lapis kembali dengan lapisan yang sesuai.
Gambar 2.5 Amblas (Grade depression)
Sumber: Andi Tenrisukki Tenriajeng,2000
3. Cacat permukaan (disintegration)
Yang termasuk dalam cacat permukaan ini adalah :
a. Lubang (potholes), berupa mangkuk, ukuran bervariasi dari
kecil sampai besar. Lubang-lubang ini menampung dan
KharismaUMM
-
16
meresapkan air kedalam lapis permukaan yang menyebabkan
semakin parahnya kerusakan jalan.
Gambar 2.6 Lubang (potholes)
Sumber: Andi Tenrisukki Tenriajeng,2000
Lubang-lubang tersebut diperbaiki dengan cara dibongkar
dan dilapis kembali. Perbaikkan yang bersifat permanen
disebut juga deep patch (tambalan dalam).
1. Bersihkan lubang dari air dan material-material yang
lepas
2. Bongkar bagian lapis permukaan dan pondasi sedalam-
dalamnya sehingga mencapai lapisan yang kokoh (potong
dalam bentuk yang persegi panjang)
3. Beri lapis tack coat sebagai lapisan pengikat dan bisa juga
mengunakan prime coat
4. Isikan campuran aspal atau bisa menggunakan aspal
beton dengan hati-hati sehingga tidak terjadi segregasi
5. Padatkan lapisan campuran dan bentuk permukaan sesuai
dengan lingkungannya
KharismaUMM
-
17
Gambar 2.7 Perbaikan lubang yang bersifat permanen
Sumber: Andi Tenrisukki Tenriajeng,2000
b. Pengelupasan lapisan permukaan (stripping)
Dapat disebabkan oleh kurangnya ikatan antar lapis permukaan
dan lapis dibawahnya, atau terlalu tipisnya lapis permukaan.
Dapat diperbaiki dengan cara digaruk, diratakan, dipadatkan.
Setelah itu dilapisi dengan buras.
c. Pelpasan butiran (ravelling)
Dapat terjadi secara meluas dan mempunyai efek serta
disebabkan oleh hal yang sama dengan lubang. Dapat diperbaiki
dengan memberikan lapisan tambahan diatas lapisan yang
mengalami pelepasan butir setelah lapisan tersebut dibersihkan,
dan dikeringkan.
KharismaUMM
-
18
Gambar 2.8 Pelepasan butir (ravelling)
Sumber: Andi Tenrisukki Tenriajeng,2000
2.4 Peningkatan atau Perbaikan Jalan
Konstruksi jalan yang telah habis masa pelayanannya, telah
mencapai indeks permukaan akhir yang perlu diberi lapis tambahan untuk
dapat kembali mempunyai nilai kekuatan, tingkat kenyamanan, tingkat
keamanan, tingkat kekedapan terhadap air dan tingkat kecepatan air
mengalir. Langkah-langkah untuk merencanakan peningkatan jalanadalah
sebagai berikut:
1. Lalu-lintas rata-rata (LHR)
Menghitung lalu-lintas harian rata-rata (LHR) diperoleh dengan survey
secara langsung dilapangan, masing-masing kendaraan dikelompokan
menurut jenis dan beban kendaraan dengan satuan kendaraan/hari/1
lajur.
2. Koefisien distribusi kendaraan (C)
Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan
raya, yang menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki
tanda batas jalur, maka jumlah jalur ditentukan dari lebar perkerasan
menurut daftar di bawah ini:
KharismaUMM
-
19
Tabel 2.1 Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan
Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur (n)
L < 5.50 m 1 jalur
5.50 m ≤L < 8.25 m 2 jalur 8.25 m ≤ L < 11.25 m 3 jalur 11.25 m ≤ L < 15.00 m 4 jalur 15.00 m ≤ L 18.75 m 5 jalur
18.75 m ≤ L < 22.00 m 6 jalur Sumber : SKBI 2.3.26.1987, “Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan
Raya Dengan Metode Analisa Komponen”.
Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat
yang lewat pada jalur rencana ditentukan menurut daftar di bawah ini:
Tabel 2.2 Koefisien distribusi kendaraan
Jumlah Jalur Kendaraan ringan *) Kendaraan berat **)
1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
1 Lajur 1.00 1.00 1.00 1.00
2 Lajur 0.60 0.50 0.70 0.50
3 Lajur 0.40 0.40 0.50 0.475
4 Lajur - 0.30 - 0.45
5 Lajur - 0.25 - 0.425
6 Lajur - 0.20 - 0.40
*) Berat total < 5 ton.Misalnya : Mobil Penumpang Pick Up. Mobil Hantaran
**) Berta total ≥ 5 ton.Misalnya : Bus Truk, Traktor, Semi Trailer, Trailer.
Sumber : SKBI 2.3.26.1987, “Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan
Raya Dengan Metode Analisa Komponen”.
3. Angka ekivalen (E) beban sumbu kendaraan
Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban umum (Setiap
kendaraan) ditentukan menurut rumus daftar sebagai berikut:
Rumus 2.1
- E.Sumbu Tunggal = (beban satu sumbu tunggal dlm kg
8160)
4
- E.Sumbu Ganda = (beban satu sumbu tunggal dlm kg
8160)
4
Sumber : SKBI 2.3.26.1987, “Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan
Raya Dengan Metode Analisa Komponen”.
KharismaUMM
-
20
Tabel 2.3 Angka ekivalen (E) sumbu kendaraan
Beban Sumbu Angka Ekivalen
Kg Lb Sumbu Tunggal Sumbu Ganda
1000 2205 0.0002 -
2000 4409 0.0036 0.0003
3000 6614 0.0183 0.0016
4000 8818 0.0577 0.0050
5000 11023 0.1410 0.0121
6000 13228 0.2923 0.0251
7000 15432 0.5415 0.0466
8000 17637 0.9238 0.0794
8160 18000 1.0000 0.0860
9000 18000 1.0000 0.0860
10000 22046 2.2555 0.1940
11000 24251 3.3022 0.2840
12000 26455 4.6770 0.4022
13000 28660 6.4419 0.5540
14000 30864 8.6647 0.7452
15000 33069 11.4184 0.9820
16000 35276 14.7815 1.2712
Sumber : SKBI 2.3.26.1987, “Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan
Raya Dengan Metode Analisa Komponen”.
4. Rumus-rumus lintas ekivalen
Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR) setiap jenis kendaraan di tentukan
pada awal umur rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa
median atau masing-masing arah pada jalan dengan median.
- Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
Rumus 2.2 Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)
LEP = ∑ LHRj x Cjx Ej
𝑛
𝑗=1
KharismaUMM
-
21
Catatan : j = jenis kendaraan
C = koefisien distribusi kendaraan
E = angka Ekivalen
LHR = Lalu lintas Harian Rata-rata
- Lintas Ekivalen Akhir (LEA) dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
Rumus 2.3 Lintas Ekivalen Akhir (LEA)
LEA = ∑ LHRj(l + i)UR x Cj x Ej
𝑛
𝑗=1
Catatan: i = perkembangan lalu lintas
j = jenis kendaraan.
- Lintas Ekivalen Tengah (LET) dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
Rumus 2.4 Lintas Ekivalen Tengah (LET)
LET = 1 2⁄ x (LEP + LEA )
- Lintas Ekivalen Rencana (LER) dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
Rumus 2.4 Lintas Ekivalen Rencana (LER)
LER = LET x FP
Faktor penyesuaian (FP) tersebut di atas ditentukan dengan Rumus:
Rumus 2.6 Lintas Faktor penyesuaian
FP = UR/10
KharismaUMM
-
22
5. Daya dukung tanah dasar (DDT dan CBR)
Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi
DDT danCBR.
Gambar 2.9 Korelasi DDT dan CBR
Sumber : SKBI 2.3.26.1987, “Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan
Raya Dengan Metode Analisa Komponen”.
Catatan : Hubungan nilai CBR dengan garis mendatar kesebelah kiri
diperoleh nilai DDT
6. Faktor regional
Faktor regional bisa juga juga disebut faktor koreksi sehubungan dengan
perbedaan kondisi tertentu. Kondisi-kondisi yang dimaksud antara lain
keadaan lapangan dan iklim yang dapat mempengaruhi keadaan
pembebanan daya dukung tanah dan perkerasan. Dengan demikian dalam
penentuan tebal perkerasan ini.
Faktor Regional hanya dipengaruhi bentuk alinemen ( Kelandaian dan
Tikungan).
KharismaUMM
-
23
Tabel 2.4 Prosentase kendaraan berat dan yang berhenti serta iklim
Faktor Regional (FR)
Kelandaian I
(10%)
%Kendaraan
Berat
%Kendaraan
Berat
%Kendaraan
Berat
≤ 30% > 30% ≤ 30% > 30% ≤ 30% > 30%
Iklim I< 900
mm/lh
0.5 1.0-1.5 1.0 1.5-2.0 1.5 2.0-2.5
Iklim
II>900mm/lh
1.5 2.0-2.5 2.0 2.5-3.0 2.5 3.0-3.5
Catatan : Pada bagian-bagian tertentu. Seperti persimpangan
pemberhentian atau tikungan tajam (jari-jari 30 m) FR ditambah dengan
0.5. Pada daerah rawa-rawa FR ditambah dengan 1.0
Sumber : SKBI 2.3.26.1987, “Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan
Raya Dengan Metode Analisa Komponen”.
7. Indeks Permukaan (IP)
Indeks Permukaan ini menyatakan nilai dari pada kerataan / kehalusan serta
kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu –
lintas yang lewat.
Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah sebagai berikut :
IP = 1,0 : adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak
berat sehingga sangat menggangu lalu lintas kendaraan.
IP = 1,5 : adalah tingkat pelayanan rendah yang masih mungkin (jalan
tidak terputus ).
IP = 2,0 : adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang mantap
IP = 2,5 : adalah menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan
baik.
KharismaUMM
-
24
Tabel 2.5 Indeks permukaan pada akhir umur rencana (IPt)
LER = Lintas Ekivalen
Rencana *)
Klasifikasi Jalan
Lokal Kolektor Arteri Tol
1000 - 2.0-2.5 2.5 2.5
Sumber : SKBI 2.3.26.1987, “Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan
Raya Dengan Metode Analisa Komponen”.
Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo)
perlu diperhatikan jenis lapis permukaan jalan ( kerataan / kehalusan
serta kekokohan) pada awal umur rencana menurut daftar di bawah ini:
Tabel 2.6 Indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo)
Jenis Permukaan IPo Roughenss *)
(mm/km
LASTON ≥ 4
3,9-3,5
≤ 1000
> 1000
LASBUTAG 3,9-3,5
3,4-3,0
≤ 2000
>2000
HRA 3,9-3,5
3,4-3,0
≤ 2000
>2000
BURDA 3,9-3,5 < 2000
BURTU 3,4-3,0 < 2000
LAPEN
LATASBUN
BURAS
LATASIR
JALAN TANAH
JALAN KERIKIL
3,4-3,0
2,9-2,5
2,9-2,5
2,9-2,5
2,9-2,5
≤ 2,4
≤ 2,4
≤ 3000
> 3000
Sumber : SKBI 2.3.26.1987, “Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan
Raya Dengan Metode Analisa Komponen”.
KharismaUMM
-
25
8. Koefisen kekuatan relatif (a)
Koefisien kekuatan relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaan
sebagai lapis permukaan pondasi bawah, ditentukan secara korelasi
sesuai nilai Marshall Test (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan untuk
(bahan yang distabilisasikan dengan semen atau kapur) atau CBR (untuk
bahan lapis pondasi atau pondasi bawah).
Tabel 2.7 Koefisien kekuatan relative
Koefisien Kekuatan
Relatif
Kekuatan Bahan Jenis Bahan
a1 a2 a3 MS
(kg)
KI (lg/cm) CBR
(%)
0,40 - - 744 - -
0,35 - - 590 - - Laston
0,30 - - 454 - -
0,35 - - 340 -
0,31 - - 744 - Lasbutag
0,28 - - 590 -
0,26 - - 454 -
0,30 - - 340 - HRA
0,26 - - 340 - Aspal macadam
0,25 - - 340 - Lapen (mekanis)
0,20 - - - - Lapen (manual)
0,28 - - -
0,26 - 590 - Laston Alas
0,24 - 454 -
0,23 - 340 - Lapen (mekanis)
0,19 - - - Lapen (maual)
0,15 - - 22
0,13 - - 18 Stab.tanah dgn
semen
0,15 - - 22
0,13 - - 18 Stab.tanah dgn
kapur
0,14 - - - 100 Batu pecah
KharismaUMM
-
26
(kelas A)
0,13 - - - 80 Batu pecah
(kelas B)
0,12 - - - 60 Batu pecah
(kelas C)
- 0,13 - - 70 Sirtu/pitrun
(kelas A)
- 0,12 - - 50 Sirtu/pitrun
(kelas B)
- 0,11 - - 30 Sirtu/pitrun
(kelas C)
- 0,10 - - 20 Tanah/lempung
kepasiran
Sumber : SKBI 2.3.26.1987, “Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan
Raya Dengan Metode Analisa Komponen”.
9. Batas – batas minimum tebal perkerasan
a. Lapis permukaan
Tabel 2.8 Lapis permukaan
ITP Tebal
Minimum (cm) Bahan
-
27
b. Lapis pondasi atas
Tabel 2.9 Lapis pondasi atas
ITP Tebal
Minimum (cm) Bahan
-
28
Rumus2.7 Indeks Tebal Perkerasan :
ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3
D1,D2,D3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan (cm)
Angka 1,2,3 masing-masing lapis permukaan, lapis pondasi atas dan
pondasi bawah
2.5 Rencana Anggaran Biaya
2.5.1 Pengertian Rencana Anggaran Biaya
Rencana anggaran biaya adalah:
a. Perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah,
serta biaya-biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan bangunan
atau proyek tertentu.
b. Merencanakan sesuatu bangunan dalam bentuk dan faedah
penggunaannya, beserta besar biaya yang diperlukan dan susunan-
susunan pelaksanaan dalam bidang administrasi maupun pelaksanaan
pekerjaan dalam bidang teknik.
Dua cara yang dapat dilakukan dalam penyusunan anggaran biaya
antara lain :
a. Anggaran Biaya Kasar (Taksiran), sebagai pedomannya digunakan
harga satuannya tiap meter persegi luas lantai. Namun anggaran biaya
kasar dapat juga sebagai pedoman dalam penyusunan RAB yang dihitung
secara teliti.
b. Anggaran Biaya Teliti, proyek yang dihitung dengan teliti dan cermat
sesuai dengan ketentuan dan syarat-syarat penyusunan anggaran biaya
(Nurcholid Syawaldi, 2014).
2.5.2 Tujuan Rencana Anggaran Biaya
Untuk mengetahui harga bagian/item pekerjaan sebagai pedoman untuk
mengeluarkan biaya-biaya dalam masa pelaksanaan. Selain itu supaya
KharismaUMM
-
29
bangunan yang akan didirikan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
(Nurcholid Syawaldi, 2014).
2.5.3 Fungsi Rencana Anggaran Biaya
Sebagai pedoman pelaksanaan pekerjaan dan sebagai alat pengontrol
pelaksanaan pekerjaan. (Nurcholid Syawaldi, 2014).
2.6 Analisa Harga Satuan Dasar (HSD)
Komponen untuk menyusun harga satuan pekerjaan (HSP) memerlukan
HSD tenaga kerja, HSD alat, dan HSD bahan. Berikut ini diberikan langkah-
langkah perhitungan HSD komponen HSP. (Kementrian Pekerjaan Umum 2013).
2.6.1 Langkah Perhitungan HSD Tenaga Kerja
Untuk menghitung harga satuan pekerjaan, maka perlu ditetapkan dahulu
bahan rujukan harga standar untuk upah sebagai HSD tenaga kerja. Langkah
perhitungan HSD tenaga kerja adalah sebagai berikut:
a. Tentukan jenis keterampilan tenaga kerja, misal pekerja (P), tukang (Tx),
mandor (M), atau kepala tukang (KaT).
b. Kumpulkan data upah yang sesuai dengan peraturan daerah (Gubernur,
Walikota, Bupati) setempat, data upah hasil survai di lokasi yang
berdekatan dan berlaku untuk daerah tempat lokasi pekerjaan akan
dilakukan.
c. Perhitungkan tenaga kerja yang didatangkan dari luar daerah
dengan memperhitungkan biaya makan, menginap dan transport.
d. Tentukan jumlah hari efektif bekerja selama satu bulan (24-26 hari),
dan jumlah jam efektif dalam satu hari (7 jam).
e. Hitung biaya upah masing-masing per jam per orang.
f. Rata-ratakan seluruh biaya upah per jam sebagai upah rata- rata per
jam. (Kementrian Pekerjaan Umum 2013).
KharismaUMM
-
30
2.6.2 Langkah Perhitungan HSD Alat
Analisis HSD alat memerlukan data upah operator atau sopir,
spesifikasi alat meliputi tenaga mesin, kapasitas kerja alat (m³), umur
ekonomis alat (dari pabrik pembuatnya), jam kerja dalam satu tahun, dan
harga alat. Faktor lainnya adalah komponen investasi alat meliputi suku bunga
bank, asuransi alat, faktor alat yang spesifik seperti faktor bucket untuk
Excavator, harga perolehan alat, dan Loader, dan lain-lain. (Kementrian
Pekerjaan Umum 2013).
2.6.3 Langkah Perhitungan HSD Bahan
Untuk menghitung harga satuan pekerjaan, maka perlu ditetapkan dahulu
rujukan harga standar bahan atau HSD bahan per satuan pengukuran standar.
Analisis HSD bahan memerlukan data harga bahan baku, serta biaya
transportasi dan biaya produksi bahan baku menjadi bahan olahan atau
bahan jadi. Produksi bahan memerlukan alat yang mungkin lebih dari satu
alat. Setiap alat dihitung kapasitas produksinya dalam satuan pengukuran per
jam, dengan cara memasukkan data kapasitas alat, faktor efisiensi alat,
faktor lain dan waktu siklus masing-masing. HSD bahan terdiri atas harga
bahan baku atau HSD bahan baku, HSD bahan olahan, dan HSD bahan jadi.
Perhitungan harga satuan dasar (HSD) bahan yang diambil dari quarry dapat
menjadi dua macam, yaitu berupa bahan baku (batu kali/gunung, pasir
sungai/gunung dll), dan berupa bahan olahan (misalnya agregat kasar dan
halus hasil produksi mesin pemecah batu dan lain sebagainya).
Harga bahan di quarry berbeda dengan harga bahan yang dikirim ke base
camp atau ke tempat pekerjaan, karena perlu biaya tambahan berupa biaya
pengangkutan material dari quarry ke base camp (Kementrian Pekerjaan
Umum). (Kementrian Pekerjaan Umum 2013).
KharismaUMM