BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluaneprints.umm.ac.id/57495/3/BAB II.pdf · sistem pengolahan...

26
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Seiring dengan bertambahnya kepemilikan kendaraan bermotor baik itu kendaraan roda dua ataupun roda empat yang akhir-akhir ini perkembangannya sangat pesat maka pelayanan jalan raya terhadap pengguna jalan harus ditingkatkan.Jenis kendaraan yang memakai jalan beraneka ragam, bervariasi baik ukuran, berat total, konfigurasi dari beban sumbu kendaraan, daya dan lain-lain (Sukirman, 1999). Semua prasarana jalan raya akan mengalami kerusakan, gangguan, atau penurunan kondisi, kualitas dan lain-lain, apabila telah digunakan untuk melayani kegiatan operasi lalu lintas penumpang maupun barang. Untuk itu, semua prasarana yang terdapat pada suatu sistem transportasi khususnya transportasi darat, memerlukan perawatan dan perbaikan kerusakan yang baik. Hal ini dimaksudkan untuk memperpanjang masa pelayanan ekonominya dengan mempertahankan tingkat pelayanan pada batas standar yang aman (Prasetyo, 2007). Perkerasan jalan diletakkan diatas tanah dasar, dengan demikian secara keseluruhan mutu dan daya tahan konstruksi tidak lepas dari tanah dasar yang berasal dari lokasi itu sendiri atau tanah dari lokasi didekatnya yang telah dipadatkan sampai tingkat kepadatan tertentu sehingga mempunyai daya dukung yang baik serta berkemampuan mempertahankan perubahan volume selama masa pelayanan walaupun terdapat perbedaan kondisi lingkungan dan jenis tanah setempat (Sukirman, 1999). Kontruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalulintas dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya. Beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan melalui bidang kontak roda berupa beban terbagi rata P 0. Beban tersebut diterima oleh lapisan permukaan dan disebarkan ke tanah dasar menjadi P1

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluaneprints.umm.ac.id/57495/3/BAB II.pdf · sistem pengolahan...

  • 5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Pendahuluan

    Seiring dengan bertambahnya kepemilikan kendaraan bermotor baik

    itu kendaraan roda dua ataupun roda empat yang akhir-akhir ini

    perkembangannya sangat pesat maka pelayanan jalan raya terhadap

    pengguna jalan harus ditingkatkan.Jenis kendaraan yang memakai jalan

    beraneka ragam, bervariasi baik ukuran, berat total, konfigurasi dari beban

    sumbu kendaraan, daya dan lain-lain (Sukirman, 1999).

    Semua prasarana jalan raya akan mengalami kerusakan, gangguan,

    atau penurunan kondisi, kualitas dan lain-lain, apabila telah digunakan untuk

    melayani kegiatan operasi lalu lintas penumpang maupun barang. Untuk itu,

    semua prasarana yang terdapat pada suatu sistem transportasi khususnya

    transportasi darat, memerlukan perawatan dan perbaikan kerusakan yang

    baik. Hal ini dimaksudkan untuk memperpanjang masa pelayanan

    ekonominya dengan mempertahankan tingkat pelayanan pada batas standar

    yang aman (Prasetyo, 2007).

    Perkerasan jalan diletakkan diatas tanah dasar, dengan demikian

    secara keseluruhan mutu dan daya tahan konstruksi tidak lepas dari tanah

    dasar yang berasal dari lokasi itu sendiri atau tanah dari lokasi didekatnya

    yang telah dipadatkan sampai tingkat kepadatan tertentu sehingga

    mempunyai daya dukung yang baik serta berkemampuan mempertahankan

    perubahan volume selama masa pelayanan walaupun terdapat perbedaan

    kondisi lingkungan dan jenis tanah setempat (Sukirman, 1999).

    Kontruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang

    diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan

    tersebut berfungsi untuk menerima beban lalulintas dan menyebarkannya ke

    lapisan di bawahnya. Beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan

    melalui bidang kontak roda berupa beban terbagi rata P0. Beban tersebut

    diterima oleh lapisan permukaan dan disebarkan ke tanah dasar menjadi P1

    KharismaUMM

  • 6

    yang lebih kecil dari daya dukung tanah dasar, seperti yang ditunjukkan

    pada gambar 2.1

    Gambar 2.1 Penyebaran beban roda melalui lapisan perkerasan jalan

    Sumber: Andi Tenrisukki Tenriajeng,2000

    Berikut beberapa jenis lapis perkerasan jalan yang digunakan di

    Indonesia :

    Lapis macadam

    Kontruksi ini terdiri dari batu pecah 5/7 dan batu pecah berukuran 15/20

    sampai 25/30 yang disusun tegak. Batu-batu kecil diatasnya untuk

    menutup pori-pori yang ada dan memberikan permukaan yang rata.

    Kontruksi telford dipakai sebagai lapisan pondasi.

    Lapistelford

    Kontruksi ini terdiri dari batu kali 5/7 dan batu pecah berukuran 15/20

    sampai 25/30 yang disusun tegak.Batu-batu kecil diatasnya untuk

    menutup pori-pori yang ada dan memberikan permukaan yang rata.

    Kontruksi telford dipakai sebagai lapisan pondasi.

    Jabat

    Jabat agregat padat tahan cuaca.Semua jenis jalan tanah (dapat

    menggunakan kerikil) yang dipadatkan.

    KharismaUMM

  • 7

    Soil cement

    Campuran antara tanah setempat dengan semen dengan perbandingan

    berat 6% yang dipadatkan ditempat dengan tebal padat 15-20 cm.

    Burtu (taburan aspal satu lapis)

    Lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu

    lapisan agregat bergradasi seragam dengan tebal maksimum 2 cm.

    Lapisan ini biasanya dipakai sebagai lapisan non struktural.

    Burda (taburan aspal dua lapis)

    Lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan

    agregat yang dikerjakan dua lapis secara berurutan dengan tebal

    maksimum 3,5 cm. Lapisan ini dipakai sebagai lapisan non struktural.

    Latasir (lapis tipis aspal pasir)

    Lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal dan pasir alam bergradasi

    menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu dengan

    tebal padat 1-2 cm. Lapisan ini dipakai sebagai lapisan non struktural.

    Buras (taburan aspal)

    Lapisan penutup yang terdiri dari lapisan aspal dan taburan pasir dengan

    ukuran butir maksimum 3/8”.Lapisan ini dipakai sebagai lapisan non

    struktural.

    Lapen (lapis penetrasi macadam)

    Lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dan agregat pengunci

    bergradasi terbuka dan seragam dan diikat oleh aspaldengan cara

    disemprot kan lapisan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Diatas

    lapen ini diberi laburan aspal dengan agregat penutup. Tebal lapisan satu

    lapis 4-10 cm. Lapisan ini dipakai sebagai lapisan non struktural.

    Lasbutag (lapisan asbuton agregat)

    Lapisan yang terdiri dari campuran antara agregat asbuton dan bahan

    pelunak yang diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal

    padat tiap lapisan 3-5 cm. Lapisan ini dipakai sebagai lapisan non

    struktural.

    KharismaUMM

  • 8

    Latasbun (lapisan tipis asbuton murni)

    Lapis penutup yang terdiri dari campuran absuton dan pelunak dengan

    perbandingan tertentu yang dicampur secara dingin.Tebal padat

    maksimum 1 cm. Lapisan ini dipakai sebagai lapisan non struktural.

    Lataston (lapisan tipis aspal beton)

    Lapis penutup yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi

    menerus.Material pengisi dan aspal panas dengan perbandingan tertentu

    yang dicampurkan dan dipadatkan dalam keadaan panas. Tebal padat

    2,5-3 cm. Lapisan ini dipakai sebagai lapisan struktural.

    Laston (lapis aspal beton)

    Lapis yang terdiri dari campuran aspal keras (AC) dan agregat yang

    mempunyai gradasi menerus dicampur, dihampar, dan dipadatkan pada

    suhu tertentu. Lapis ini digunakan sebagai lapis permukaan struktural

    dan lapis pondasi, (asphalt concrete base/asphalt trated base)

    Concrete blok (conblok)

    Blok-blok beton misalnya berbentuk segi enam disusun diatas lapisan

    pasir yang diratakan dengan maksud supaya air tidak tergenang diatas

    blok beton.

    2.2 Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

    Perkerasan jalan adalah kontruksi yang dibangun diatas tanah dasar

    (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu-lintas. Perkerasan

    lentur adalah kontruksi yang dibangun dengan susunan lapis permukaan

    (surface), lapis pondasi atas (base), lapis pondasi bawah (sub-base), dan

    tanah dasar (subgrade). Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan

    menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar yang telah dipadatkan.

    Lapisan-lapisan tersebut adalah :

    1. Lapisan permukaan (surface coarse)

    2. Lapisan pondasi atas (base coarse)

    3. Lapisan pondasi bawah (sub-base coarse)

    4. Lapisan tanah dasar (subgrade)

    KharismaUMM

  • 9

    Gambar 2.2 Susunan Perkerasan Jalan

    Sumber: Andi Tenrisukki Tenriajeng,2000

    2.2.1 Lapisan Permukaan (Surface Coarse)

    Lapisan permukaan adalah bagian perkerasan jalan yang paling

    atas (Sukirman, 1999),Sebagai lapis teratas, lapis iniakan

    berhubungan langsung dengan roda kendaraan. Lapisan tersebut

    berfungsi sebagai berikut :

    a. Lapisan perkerasan penahan beban roda, yang mempunyai

    stabilitas tinggi untuk menahan roda selama masa pelayanan.

    b. Lapisan kedap air. Air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap

    ke lapisan bawahnya dan melemahkan lapisan-lapisan tersebut.

    c. Lapisan aus. Lapisan ulang yang langsung menderita gesekan

    akibat roda kendaraan.

    Kontruksi lapis perkerasan yang sekarang dapat dijumpai antara

    lain :

    1. Lapis telford

    2. Lapis macadam

    3. Lapis penetrasi macadam

    4. Laburan aspal satu lapis (burtu)

    5. Laburan aspal dua lapis (burda)

    6. Lapis dengan absuton

    7. Lapisan beton aspal

    8. Hot Rolled Asphalt

    9. Hot Rolled Shet

    10. Lapisan interblok

    KharismaUMM

  • 10

    11. Dan lain-lain

    Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat

    kedap air dan memberikan bantuan tegangan tarik yang berarti

    mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas.

    Pemilihan bahan lapis permukaan perlu dipertimbangkan

    keguanaan, umur rencana, serta pentahanan kontruksi agar dicapai

    manfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.

    Pada umumnya lapisan permukaan dibuat dengan mengunakan

    bahan pengikat aspal sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air

    dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama. Jenis lapis

    permukaan yang umum digunakan di Indonesia antara lain :

    2.2.2 Lapisan Pondasi Atas (Base Coarse)

    Lapisan pondasi atas adalah bagian lapisan perkerasan yang

    terletak diantara lapis permukaan dengan lapis bawah (atau dengan

    tanah dasar bila tidak menggunakan lapis pondasi bawah) (Sukirman

    Silvia, 1999). Kualitas bahan base lebih baik daripada untuk subbase

    dan berbagai kontruksi untuk lapis pondasi atas adalah sebagai berikut

    :

    1. Lapis telford

    2. Lapis makadam basah

    3. Lapis makadam kering

    4. Lapis penetrasi makadam

    5. Lapisan batu pecah

    6. Lapis dengan bahan yang distabilisasi

    - Stabilisasi mekanis

    - Stabilisasi dengan semen

    - Stabilisasi dengan kapur

    - Stabilisasi dengan aspal

    Fungsi lapis pondasi atas adalah :

    1. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda

    dan menyebarkan beban ke lapisan dibawahnya.

    2. Lapisan resapan untuk lapisan pondasi bawah.

    KharismaUMM

  • 11

    3. Bantalan terhadap lapisan permukaan

    Bahan untuk lapisan pondasi atas cukup kuat dan awet sehingga

    dapat menahan beban-beban roda.

    Sebelum menentukan suatu bahan untuk digunakan sebagai

    bahan pondasi hendaknya dilakukan penyelidikan dan pertimbangan

    sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknis. Bermacam-

    macam bahan alam/bahan setempat (CBR >50 %, PI < 4 %) dapat

    diguunakan sebagai bahan lapis pondasi atas, antara lain batu merah,

    kerikil, dan stabilisasi tanah dengan semen atau kapur.

    2.2.3 Lapisan Pondasi Bawah (Sub-Base Coarse)

    Lapisan pondasi bawah adalah lapis perkerasan yang terletak

    antara lapis pondasi atas dengan tanah dasar (Sukirman Silvia, 1999).

    Fungsi lapis pondasi bawah adalah :

    1. Menyebarkan beban roda ke tanah dasar.

    2. Efesiensi penggunaan material. Materi pondasi bawah lebih

    mudah daripada lapisan di atasnya.

    3. Lapisan peresapan agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.

    4. Lapisan partikel-partikel halus dari tanah dasar naik kelapisan

    pondasi atas.

    Bahan untuk subbase umumnya diambilkan dari bahan yang

    tidak memenuhi syarat bila akan digunakan untuk base. Beberapa

    bahan yang sering dipakai :

    - Lapis aspal beton (laston)

    - Pasir dan batu (sirtu) kelas A dengan CBR 70

    - Pasir dan batu (sirtu) kelas B dengan CBR 50

    - Pasir dan batu (sirtu) kelas C dengan CBR 30

    - Tanah/ lempung kepasiran, dengan CBR 20

    Bahannya dari bermacam-macam bahan setempat (CBR >20 %,

    PI < 10 %) yang relatif jauh lebih baik dengan tanah dasar dapat

    digunakan sebagai bahan pondasi bawah.

    KharismaUMM

  • 12

    Campuran-campuran tanah setempat dengan kapur atau semen

    portland dalam beberapa hal sangat dianjurkan agar didapat bantuan

    yang efektif terhadap kestabilan kontruksi perkerasan.

    2.3 Kerusakan-kerusakan Perkerasan Jalan dan Pemeliharaannya

    2.3.1 Umum

    Kerusakan pada perkerasan kontruksi jalan dapat disebabkan

    oleh :

    1. Lalulintas yang dapat berupa peningkatan beban dan repetisi

    beban.

    2. Air yang berasal dari air hujan, sistem drainase jalan yang tidak

    baik, naiknya air dengan sifat kapilaritas, air tanah yang naik

    kepermukaan.

    3. Material kontruksi perkerasan. Dalam hal ini dapat disebabkan

    oleh sifat material itu sendiri atau dapat pula disebabkan oleh

    sistem pengolahan yang baik.

    4. Iklim. Indonesia beriklim tropis, dimana suhu udara dan curah

    hujan umumnya tinggi, yang dapat merupakan salah satu

    penyebab kerusakan jalan.

    5. Kondisi tanah yang tidak stabil.

    6. Proses pemadatan diatas lapisan tanah dasar yang kurang baik.

    7. Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    2.3.2 Jenis Kerusakan pada Perkerasan Lentur

    Menurut Manual Pemeliharaan Jalan No : 03/MN/B/1983 yang

    dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga, kerusakan jalan

    dapat dibedakan atas :

    1. Retak (cracking)

    a. Retak halus (hair cracking)

    Lebar celah lebih kecil atau sama dengan 3mm, penyebab

    adalah bahan perkerasan yang kurang baik, tanah dasar atau

    bagian perkerasan di bawah lapis permukaan kurang stabil.

    Retak halus ini dapat meresapkan air ke dalam lapis

    KharismaUMM

  • 13

    permukaan.Untuk pemeliharaan dapat dipergunakan lapis

    latasir, atau buras.Dalam tahap perbaikaan sebaiknya

    dilengkapi dengan perbaikan system drainase. Retak rambut

    dapat berkembang menjadi retak buaya.

    Gambar 2.3 Retak halus (hair cracking)

    Sumber: Andi Tenrisukki Tenriajeng,2000

    b. Retak pinggir (edge cracks)

    Retak memanjang jalan dengan atau tanpa cabang yang

    mengarah ke bahu jalan dan terletak dekat bahu.Retak ini

    disebabkan oleh tidak baiknya sokongan dari arah samping,

    drainase kurang baik, terjadinya penyusutan tanah, atau

    terjadi settlement di bawah daerah tersebut.Akar tanaman

    yang tumbuh di tepi perkerasan dapat pula menjadi sebab

    terjadinya retak pinggir ini.Dilokasi retak, air dapat meresap

    yang dapat semakin merusak lapis permukaan.Retak dapat

    diperbaikidengan mengisi celah dengan campuran aspal cair

    dan pasir.Perbaikan drainase harus dilakukan, bahu jalan

    diperlebar dan dipadatkan.Jika pinggir perkerasan mengalami

    penurunan, elevasi dapat diperbaiki dengan mempergunakan

    hotmix. Retak ini lama kelamaan akan bertambah besar

    disertai dengan terjadinya lubang-lubang.

    KharismaUMM

  • 14

    Gambar 2.4 Retak pinggir (edge cracks)

    Sumber: Andi Tenrisukki Tenriajeng,2000

    2. Distorsi (distortion)

    Distorsi atau perubahan bentuk dapat terjadi akibat lemahnya

    tanah dasar, pemadatan yang kurang pada lapis pondasi, sehingga

    terjadi tambahan pemadatan akibat beban lalu lintas. Sebelum

    perbaikan dilakukan sewajarnya ditentukan terlebih dahulu jenis

    dan penyebab distorsi yang terjadi. Dengan demikian dapat

    ditentukan jenis penanganan yang cepat.

    Distorsi (distortion) dapat dibedakan atas :

    a. Alur (ruts), yang terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as

    jalan. Alur dapat merupakan tempat menggenangnya air

    hujan yang jatuh di atas permukaan jalan, mengurangi tingkat

    kenyamanan, dan akhirnya dapat timbil retak-retak.

    Terjadinya alur disebabkan oleh lapis perkerasan yang kurang

    padat, dengan demikian terjadi tambahan pemadatan akibat

    repetisi beban lalu lintas pada lintasan roda. Campuran aspal

    dengan stabilitas rendah dapat pula menimbulkan deformasi

    plastis. Perbaikan dapat dilakukan dengan memberi lapisan

    tambahan dari lapisan permukaan yang sesuai.

    KharismaUMM

  • 15

    b. Jembul (upheaval)

    Terjadi setempat dengan atau tanpa retak.Hal ini terjadi

    akibat adanya pengembangan tanah dasar pada tanah dasar

    ekspansif. Perbaikan dilakukan dengan membongkar bagian

    yang rusak dan melapisinya kembali.

    c. Amblas (Grade depressions)

    Terjadi setempat, dengan atau tanpa retak. Amblas dapat

    terdeteksi dengan adanya air yang tergenang. Air tergenang

    ini dapat meresap ke dalam lapisan perkerasan yang akhirnya

    menimbulkan lubang.

    Penyebab amblas adalah beban kendaraan yang melebihi apa

    yang direncanakan, pelaksanaan yang kurang baik, atau

    penurunan bagian perkerasan dikarenakan tanah dasar

    mengalami settlement.

    Perbaikan dapat dilakukan dengan :

    - Untuk amblas yang ≤ 5 cm, bagian yang rendah diisi

    dengan bahan sesuai seperti lapen, lataston, laston.

    - Untuk amblas yang ≥ 5 cm, bagian amblas dibongkar dan

    lapis kembali dengan lapisan yang sesuai.

    Gambar 2.5 Amblas (Grade depression)

    Sumber: Andi Tenrisukki Tenriajeng,2000

    3. Cacat permukaan (disintegration)

    Yang termasuk dalam cacat permukaan ini adalah :

    a. Lubang (potholes), berupa mangkuk, ukuran bervariasi dari

    kecil sampai besar. Lubang-lubang ini menampung dan

    KharismaUMM

  • 16

    meresapkan air kedalam lapis permukaan yang menyebabkan

    semakin parahnya kerusakan jalan.

    Gambar 2.6 Lubang (potholes)

    Sumber: Andi Tenrisukki Tenriajeng,2000

    Lubang-lubang tersebut diperbaiki dengan cara dibongkar

    dan dilapis kembali. Perbaikkan yang bersifat permanen

    disebut juga deep patch (tambalan dalam).

    1. Bersihkan lubang dari air dan material-material yang

    lepas

    2. Bongkar bagian lapis permukaan dan pondasi sedalam-

    dalamnya sehingga mencapai lapisan yang kokoh (potong

    dalam bentuk yang persegi panjang)

    3. Beri lapis tack coat sebagai lapisan pengikat dan bisa juga

    mengunakan prime coat

    4. Isikan campuran aspal atau bisa menggunakan aspal

    beton dengan hati-hati sehingga tidak terjadi segregasi

    5. Padatkan lapisan campuran dan bentuk permukaan sesuai

    dengan lingkungannya

    KharismaUMM

  • 17

    Gambar 2.7 Perbaikan lubang yang bersifat permanen

    Sumber: Andi Tenrisukki Tenriajeng,2000

    b. Pengelupasan lapisan permukaan (stripping)

    Dapat disebabkan oleh kurangnya ikatan antar lapis permukaan

    dan lapis dibawahnya, atau terlalu tipisnya lapis permukaan.

    Dapat diperbaiki dengan cara digaruk, diratakan, dipadatkan.

    Setelah itu dilapisi dengan buras.

    c. Pelpasan butiran (ravelling)

    Dapat terjadi secara meluas dan mempunyai efek serta

    disebabkan oleh hal yang sama dengan lubang. Dapat diperbaiki

    dengan memberikan lapisan tambahan diatas lapisan yang

    mengalami pelepasan butir setelah lapisan tersebut dibersihkan,

    dan dikeringkan.

    KharismaUMM

  • 18

    Gambar 2.8 Pelepasan butir (ravelling)

    Sumber: Andi Tenrisukki Tenriajeng,2000

    2.4 Peningkatan atau Perbaikan Jalan

    Konstruksi jalan yang telah habis masa pelayanannya, telah

    mencapai indeks permukaan akhir yang perlu diberi lapis tambahan untuk

    dapat kembali mempunyai nilai kekuatan, tingkat kenyamanan, tingkat

    keamanan, tingkat kekedapan terhadap air dan tingkat kecepatan air

    mengalir. Langkah-langkah untuk merencanakan peningkatan jalanadalah

    sebagai berikut:

    1. Lalu-lintas rata-rata (LHR)

    Menghitung lalu-lintas harian rata-rata (LHR) diperoleh dengan survey

    secara langsung dilapangan, masing-masing kendaraan dikelompokan

    menurut jenis dan beban kendaraan dengan satuan kendaraan/hari/1

    lajur.

    2. Koefisien distribusi kendaraan (C)

    Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan

    raya, yang menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki

    tanda batas jalur, maka jumlah jalur ditentukan dari lebar perkerasan

    menurut daftar di bawah ini:

    KharismaUMM

  • 19

    Tabel 2.1 Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan

    Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur (n)

    L < 5.50 m 1 jalur

    5.50 m ≤L < 8.25 m 2 jalur 8.25 m ≤ L < 11.25 m 3 jalur 11.25 m ≤ L < 15.00 m 4 jalur 15.00 m ≤ L 18.75 m 5 jalur

    18.75 m ≤ L < 22.00 m 6 jalur Sumber : SKBI 2.3.26.1987, “Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan

    Raya Dengan Metode Analisa Komponen”.

    Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat

    yang lewat pada jalur rencana ditentukan menurut daftar di bawah ini:

    Tabel 2.2 Koefisien distribusi kendaraan

    Jumlah Jalur Kendaraan ringan *) Kendaraan berat **)

    1 arah 2 arah 1 arah 2 arah

    1 Lajur 1.00 1.00 1.00 1.00

    2 Lajur 0.60 0.50 0.70 0.50

    3 Lajur 0.40 0.40 0.50 0.475

    4 Lajur - 0.30 - 0.45

    5 Lajur - 0.25 - 0.425

    6 Lajur - 0.20 - 0.40

    *) Berat total < 5 ton.Misalnya : Mobil Penumpang Pick Up. Mobil Hantaran

    **) Berta total ≥ 5 ton.Misalnya : Bus Truk, Traktor, Semi Trailer, Trailer.

    Sumber : SKBI 2.3.26.1987, “Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan

    Raya Dengan Metode Analisa Komponen”.

    3. Angka ekivalen (E) beban sumbu kendaraan

    Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban umum (Setiap

    kendaraan) ditentukan menurut rumus daftar sebagai berikut:

    Rumus 2.1

    - E.Sumbu Tunggal = (beban satu sumbu tunggal dlm kg

    8160)

    4

    - E.Sumbu Ganda = (beban satu sumbu tunggal dlm kg

    8160)

    4

    Sumber : SKBI 2.3.26.1987, “Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan

    Raya Dengan Metode Analisa Komponen”.

    KharismaUMM

  • 20

    Tabel 2.3 Angka ekivalen (E) sumbu kendaraan

    Beban Sumbu Angka Ekivalen

    Kg Lb Sumbu Tunggal Sumbu Ganda

    1000 2205 0.0002 -

    2000 4409 0.0036 0.0003

    3000 6614 0.0183 0.0016

    4000 8818 0.0577 0.0050

    5000 11023 0.1410 0.0121

    6000 13228 0.2923 0.0251

    7000 15432 0.5415 0.0466

    8000 17637 0.9238 0.0794

    8160 18000 1.0000 0.0860

    9000 18000 1.0000 0.0860

    10000 22046 2.2555 0.1940

    11000 24251 3.3022 0.2840

    12000 26455 4.6770 0.4022

    13000 28660 6.4419 0.5540

    14000 30864 8.6647 0.7452

    15000 33069 11.4184 0.9820

    16000 35276 14.7815 1.2712

    Sumber : SKBI 2.3.26.1987, “Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan

    Raya Dengan Metode Analisa Komponen”.

    4. Rumus-rumus lintas ekivalen

    Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR) setiap jenis kendaraan di tentukan

    pada awal umur rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa

    median atau masing-masing arah pada jalan dengan median.

    - Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dihitung dengan rumus sebagai

    berikut:

    Rumus 2.2 Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)

    LEP = ∑ LHRj x Cjx Ej

    𝑛

    𝑗=1

    KharismaUMM

  • 21

    Catatan : j = jenis kendaraan

    C = koefisien distribusi kendaraan

    E = angka Ekivalen

    LHR = Lalu lintas Harian Rata-rata

    - Lintas Ekivalen Akhir (LEA) dihitung dengan rumus sebagai

    berikut:

    Rumus 2.3 Lintas Ekivalen Akhir (LEA)

    LEA = ∑ LHRj(l + i)UR x Cj x Ej

    𝑛

    𝑗=1

    Catatan: i = perkembangan lalu lintas

    j = jenis kendaraan.

    - Lintas Ekivalen Tengah (LET) dihitung dengan rumus sebagai

    berikut:

    Rumus 2.4 Lintas Ekivalen Tengah (LET)

    LET = 1 2⁄ x (LEP + LEA )

    - Lintas Ekivalen Rencana (LER) dihitung dengan rumus sebagai

    berikut:

    Rumus 2.4 Lintas Ekivalen Rencana (LER)

    LER = LET x FP

    Faktor penyesuaian (FP) tersebut di atas ditentukan dengan Rumus:

    Rumus 2.6 Lintas Faktor penyesuaian

    FP = UR/10

    KharismaUMM

  • 22

    5. Daya dukung tanah dasar (DDT dan CBR)

    Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi

    DDT danCBR.

    Gambar 2.9 Korelasi DDT dan CBR

    Sumber : SKBI 2.3.26.1987, “Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan

    Raya Dengan Metode Analisa Komponen”.

    Catatan : Hubungan nilai CBR dengan garis mendatar kesebelah kiri

    diperoleh nilai DDT

    6. Faktor regional

    Faktor regional bisa juga juga disebut faktor koreksi sehubungan dengan

    perbedaan kondisi tertentu. Kondisi-kondisi yang dimaksud antara lain

    keadaan lapangan dan iklim yang dapat mempengaruhi keadaan

    pembebanan daya dukung tanah dan perkerasan. Dengan demikian dalam

    penentuan tebal perkerasan ini.

    Faktor Regional hanya dipengaruhi bentuk alinemen ( Kelandaian dan

    Tikungan).

    KharismaUMM

  • 23

    Tabel 2.4 Prosentase kendaraan berat dan yang berhenti serta iklim

    Faktor Regional (FR)

    Kelandaian I

    (10%)

    %Kendaraan

    Berat

    %Kendaraan

    Berat

    %Kendaraan

    Berat

    ≤ 30% > 30% ≤ 30% > 30% ≤ 30% > 30%

    Iklim I< 900

    mm/lh

    0.5 1.0-1.5 1.0 1.5-2.0 1.5 2.0-2.5

    Iklim

    II>900mm/lh

    1.5 2.0-2.5 2.0 2.5-3.0 2.5 3.0-3.5

    Catatan : Pada bagian-bagian tertentu. Seperti persimpangan

    pemberhentian atau tikungan tajam (jari-jari 30 m) FR ditambah dengan

    0.5. Pada daerah rawa-rawa FR ditambah dengan 1.0

    Sumber : SKBI 2.3.26.1987, “Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan

    Raya Dengan Metode Analisa Komponen”.

    7. Indeks Permukaan (IP)

    Indeks Permukaan ini menyatakan nilai dari pada kerataan / kehalusan serta

    kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu –

    lintas yang lewat.

    Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah sebagai berikut :

    IP = 1,0 : adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak

    berat sehingga sangat menggangu lalu lintas kendaraan.

    IP = 1,5 : adalah tingkat pelayanan rendah yang masih mungkin (jalan

    tidak terputus ).

    IP = 2,0 : adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang mantap

    IP = 2,5 : adalah menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan

    baik.

    KharismaUMM

  • 24

    Tabel 2.5 Indeks permukaan pada akhir umur rencana (IPt)

    LER = Lintas Ekivalen

    Rencana *)

    Klasifikasi Jalan

    Lokal Kolektor Arteri Tol

    1000 - 2.0-2.5 2.5 2.5

    Sumber : SKBI 2.3.26.1987, “Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan

    Raya Dengan Metode Analisa Komponen”.

    Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo)

    perlu diperhatikan jenis lapis permukaan jalan ( kerataan / kehalusan

    serta kekokohan) pada awal umur rencana menurut daftar di bawah ini:

    Tabel 2.6 Indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo)

    Jenis Permukaan IPo Roughenss *)

    (mm/km

    LASTON ≥ 4

    3,9-3,5

    ≤ 1000

    > 1000

    LASBUTAG 3,9-3,5

    3,4-3,0

    ≤ 2000

    >2000

    HRA 3,9-3,5

    3,4-3,0

    ≤ 2000

    >2000

    BURDA 3,9-3,5 < 2000

    BURTU 3,4-3,0 < 2000

    LAPEN

    LATASBUN

    BURAS

    LATASIR

    JALAN TANAH

    JALAN KERIKIL

    3,4-3,0

    2,9-2,5

    2,9-2,5

    2,9-2,5

    2,9-2,5

    ≤ 2,4

    ≤ 2,4

    ≤ 3000

    > 3000

    Sumber : SKBI 2.3.26.1987, “Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan

    Raya Dengan Metode Analisa Komponen”.

    KharismaUMM

  • 25

    8. Koefisen kekuatan relatif (a)

    Koefisien kekuatan relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaan

    sebagai lapis permukaan pondasi bawah, ditentukan secara korelasi

    sesuai nilai Marshall Test (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan untuk

    (bahan yang distabilisasikan dengan semen atau kapur) atau CBR (untuk

    bahan lapis pondasi atau pondasi bawah).

    Tabel 2.7 Koefisien kekuatan relative

    Koefisien Kekuatan

    Relatif

    Kekuatan Bahan Jenis Bahan

    a1 a2 a3 MS

    (kg)

    KI (lg/cm) CBR

    (%)

    0,40 - - 744 - -

    0,35 - - 590 - - Laston

    0,30 - - 454 - -

    0,35 - - 340 -

    0,31 - - 744 - Lasbutag

    0,28 - - 590 -

    0,26 - - 454 -

    0,30 - - 340 - HRA

    0,26 - - 340 - Aspal macadam

    0,25 - - 340 - Lapen (mekanis)

    0,20 - - - - Lapen (manual)

    0,28 - - -

    0,26 - 590 - Laston Alas

    0,24 - 454 -

    0,23 - 340 - Lapen (mekanis)

    0,19 - - - Lapen (maual)

    0,15 - - 22

    0,13 - - 18 Stab.tanah dgn

    semen

    0,15 - - 22

    0,13 - - 18 Stab.tanah dgn

    kapur

    0,14 - - - 100 Batu pecah

    KharismaUMM

  • 26

    (kelas A)

    0,13 - - - 80 Batu pecah

    (kelas B)

    0,12 - - - 60 Batu pecah

    (kelas C)

    - 0,13 - - 70 Sirtu/pitrun

    (kelas A)

    - 0,12 - - 50 Sirtu/pitrun

    (kelas B)

    - 0,11 - - 30 Sirtu/pitrun

    (kelas C)

    - 0,10 - - 20 Tanah/lempung

    kepasiran

    Sumber : SKBI 2.3.26.1987, “Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan

    Raya Dengan Metode Analisa Komponen”.

    9. Batas – batas minimum tebal perkerasan

    a. Lapis permukaan

    Tabel 2.8 Lapis permukaan

    ITP Tebal

    Minimum (cm) Bahan

  • 27

    b. Lapis pondasi atas

    Tabel 2.9 Lapis pondasi atas

    ITP Tebal

    Minimum (cm) Bahan

  • 28

    Rumus2.7 Indeks Tebal Perkerasan :

    ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3

    D1,D2,D3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan (cm)

    Angka 1,2,3 masing-masing lapis permukaan, lapis pondasi atas dan

    pondasi bawah

    2.5 Rencana Anggaran Biaya

    2.5.1 Pengertian Rencana Anggaran Biaya

    Rencana anggaran biaya adalah:

    a. Perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah,

    serta biaya-biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan bangunan

    atau proyek tertentu.

    b. Merencanakan sesuatu bangunan dalam bentuk dan faedah

    penggunaannya, beserta besar biaya yang diperlukan dan susunan-

    susunan pelaksanaan dalam bidang administrasi maupun pelaksanaan

    pekerjaan dalam bidang teknik.

    Dua cara yang dapat dilakukan dalam penyusunan anggaran biaya

    antara lain :

    a. Anggaran Biaya Kasar (Taksiran), sebagai pedomannya digunakan

    harga satuannya tiap meter persegi luas lantai. Namun anggaran biaya

    kasar dapat juga sebagai pedoman dalam penyusunan RAB yang dihitung

    secara teliti.

    b. Anggaran Biaya Teliti, proyek yang dihitung dengan teliti dan cermat

    sesuai dengan ketentuan dan syarat-syarat penyusunan anggaran biaya

    (Nurcholid Syawaldi, 2014).

    2.5.2 Tujuan Rencana Anggaran Biaya

    Untuk mengetahui harga bagian/item pekerjaan sebagai pedoman untuk

    mengeluarkan biaya-biaya dalam masa pelaksanaan. Selain itu supaya

    KharismaUMM

  • 29

    bangunan yang akan didirikan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.

    (Nurcholid Syawaldi, 2014).

    2.5.3 Fungsi Rencana Anggaran Biaya

    Sebagai pedoman pelaksanaan pekerjaan dan sebagai alat pengontrol

    pelaksanaan pekerjaan. (Nurcholid Syawaldi, 2014).

    2.6 Analisa Harga Satuan Dasar (HSD)

    Komponen untuk menyusun harga satuan pekerjaan (HSP) memerlukan

    HSD tenaga kerja, HSD alat, dan HSD bahan. Berikut ini diberikan langkah-

    langkah perhitungan HSD komponen HSP. (Kementrian Pekerjaan Umum 2013).

    2.6.1 Langkah Perhitungan HSD Tenaga Kerja

    Untuk menghitung harga satuan pekerjaan, maka perlu ditetapkan dahulu

    bahan rujukan harga standar untuk upah sebagai HSD tenaga kerja. Langkah

    perhitungan HSD tenaga kerja adalah sebagai berikut:

    a. Tentukan jenis keterampilan tenaga kerja, misal pekerja (P), tukang (Tx),

    mandor (M), atau kepala tukang (KaT).

    b. Kumpulkan data upah yang sesuai dengan peraturan daerah (Gubernur,

    Walikota, Bupati) setempat, data upah hasil survai di lokasi yang

    berdekatan dan berlaku untuk daerah tempat lokasi pekerjaan akan

    dilakukan.

    c. Perhitungkan tenaga kerja yang didatangkan dari luar daerah

    dengan memperhitungkan biaya makan, menginap dan transport.

    d. Tentukan jumlah hari efektif bekerja selama satu bulan (24-26 hari),

    dan jumlah jam efektif dalam satu hari (7 jam).

    e. Hitung biaya upah masing-masing per jam per orang.

    f. Rata-ratakan seluruh biaya upah per jam sebagai upah rata- rata per

    jam. (Kementrian Pekerjaan Umum 2013).

    KharismaUMM

  • 30

    2.6.2 Langkah Perhitungan HSD Alat

    Analisis HSD alat memerlukan data upah operator atau sopir,

    spesifikasi alat meliputi tenaga mesin, kapasitas kerja alat (m³), umur

    ekonomis alat (dari pabrik pembuatnya), jam kerja dalam satu tahun, dan

    harga alat. Faktor lainnya adalah komponen investasi alat meliputi suku bunga

    bank, asuransi alat, faktor alat yang spesifik seperti faktor bucket untuk

    Excavator, harga perolehan alat, dan Loader, dan lain-lain. (Kementrian

    Pekerjaan Umum 2013).

    2.6.3 Langkah Perhitungan HSD Bahan

    Untuk menghitung harga satuan pekerjaan, maka perlu ditetapkan dahulu

    rujukan harga standar bahan atau HSD bahan per satuan pengukuran standar.

    Analisis HSD bahan memerlukan data harga bahan baku, serta biaya

    transportasi dan biaya produksi bahan baku menjadi bahan olahan atau

    bahan jadi. Produksi bahan memerlukan alat yang mungkin lebih dari satu

    alat. Setiap alat dihitung kapasitas produksinya dalam satuan pengukuran per

    jam, dengan cara memasukkan data kapasitas alat, faktor efisiensi alat,

    faktor lain dan waktu siklus masing-masing. HSD bahan terdiri atas harga

    bahan baku atau HSD bahan baku, HSD bahan olahan, dan HSD bahan jadi.

    Perhitungan harga satuan dasar (HSD) bahan yang diambil dari quarry dapat

    menjadi dua macam, yaitu berupa bahan baku (batu kali/gunung, pasir

    sungai/gunung dll), dan berupa bahan olahan (misalnya agregat kasar dan

    halus hasil produksi mesin pemecah batu dan lain sebagainya).

    Harga bahan di quarry berbeda dengan harga bahan yang dikirim ke base

    camp atau ke tempat pekerjaan, karena perlu biaya tambahan berupa biaya

    pengangkutan material dari quarry ke base camp (Kementrian Pekerjaan

    Umum). (Kementrian Pekerjaan Umum 2013).

    KharismaUMM