BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi...
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Aset
Aset menurut Siregar (2004) adalah barang (thing) atau sesuatu barang
(anything) yang mempunyai nilai tukar (exchange value) yang dimiliki oleh badan
usaha, instansi atau individu. Selain itu, menurut Siregar (2004) menyatakan
pengertian aset berdasarkan perspektif pembangunan berkelanjutan, yakni ada tiga
aspek pokok sebagai berikut.
1. Sumber daya alam adalah semua kekayaan alam yang dapat digunakan dan
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia.
2. Sumber daya manusia adalah semua potensi yang terdapat pada manusia
seperti akal pikiran, seni, keterampilan, dan sebagainya yang dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan bagi dirinya sendiri maupun orang lain atau
masyarakat pada umumnya.
3. Infrastruktur adalah sesuatu buatan manusia yang dapat digunakan sebagai
sarana untuk kehidupan manusia dan sebagai saran untuk dapat memanfaatkan
sumber daya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP), telah ditetapkan definisi yang tegas tentang aset
dalam Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan, diuraikan dengan jelas
tentang definisi aset. yaitu bahwa:
”Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh. baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Serta dapat diukur dalam satuan uang. termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya”.
13
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa aset adalah suatu barang
maupun sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi, nilai tukar yang dimiliki
oleh individu maupun suatu instansi yang memiliki potensi untuk mencapai tujuan
organisasi. Pengertian umum dari aset di atas adalah sesuatu yang memiliki nilai.
Dua elemen dari definisi tersebut yaitu nilai dan umur manfaat merupakan hal
yang penting jika suatu departemen atau organisasi mengidentifikasi dan mencatat
seluruh aset.
2.2 Jenis Aset
Mengetahui jenis aset ini penting untuk penilaian aset dalam upaya
pengoptimalan pengelolaannya, dengan diketahuinya jenis aset, pengelola akan
tahu bagaimana cara mengelola aset tersebut, sehingga aset tersebut bisa
digunakan secara efektif dan efisien. Aset bisa dilihat dari berbagai sisi untuk
menentukan jenisnya. Aset bisa dilihat berdasarkan bentuknya, aset berdasarkan
karakteristik, dan aset berdasarkan pandangan dari segi hukum. Maka dari itu
perlu dijelaskan mengenai jenis aset, sehingga diketahui perbedaan dari masing-
masing aset.
2.2.1 Aset Berdasarkan Bentuknya
Menurut Hermanto (2009), Aset berdasarkan bentuknya dibagi menjadi 2
jenis, yaitu aset berwujud (tangible) dan aset tidak berwujud (intangible). Bentuk
aset berwujud adalah bangunan, infrastruktur, mesin/peralatan dan fasilitas.
Sedangkan bentuk aset yang tidak berwujud adalah Culture (Budaya), Capacity
(Sikap, Hukum, Pengetahuan, Keahlian), Contract (Perjanjian), Goodwill (Nama
Baik/Citra), Motivation (Motivasi), Patent (Hak Cipta), Quality (Kualitas), dan
Sistem Organisasi (Tujuan, Visi, dan Misi).
Aset intangible (tidak berwujud), adalah aset non keuangan yang dapat di
identifikasikan dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan
dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya
termasuk hak atas kekayaan intelektual. Sedangkan aset tangible (berwujud)
adalah aset yang mempunyai masa manfaat lebih baik dari dua belas bulan untuk
14
digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
Aset tangible (berwujud) meliputi tanah, peralatan dan mesin, gedung dan
bangunan, jalan, irigasi dan jaringan. Adapun untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel 2.1, sebagai berikut:
Tabel 2.1
Bentuk Aset
No Bentuk Aset Aset
1 Berwujud (Tangible)
Bangunan Infrastruktur Mesin/Peralatan Fasilitas
2 Tidak Berwujud (Intangible)
Culture (Budaya) Capacity (Sikap, Hukum, Pengetahuan, Keahlian) Contract (Perjanjian) Goodwill (Nama Baik/Citra) Motivation (Motivasi) Patent (Hak Cipta) Quality (Kualitas) Sistem Organisasi (Tujuan, Visi, dan Misi)
Sumber: Hermanto (2009).
2.2.2 Aset Berdasarkan Karakteristik
Menurut Sutrisno (2004), Aset berdasarkan karakteristiknya di bagi
menjadi tiga jenis, antara lain tingkat kebutuhan, kepemilikan dan penggunaan.
Tingkat kebutuhan dapat di lihat sebagai fungsi basic, important, supporting dan
optional. Berdasarkan penggunaan aset kembali di bagi menjadi private, semi
private atau semi public dan public. Berdasarkan kepemilikan aset di bagi
menjadi own, partnership dan public.
Aset sebagai fungsi Basic (kebutuhan dasar) yaitu suatu aset harus
dipenuhi agar dapat mencapai suatu tujuan yang telah di tetapkan. Important
(penting), yaitu sesuatu aset dimana keberadaannya dapat digunakan untuk
memperlancar dalam pencapaian tujuan dengan hasil yang lebih optimal, serta
keberadaannya sangat penting pada waktu-waktu tertentu. Supporting
(mendukung), merupakan suatu aset yang dapat mendukung atau membuat lebih
15
nyaman dalam mencapai suatu tujuan. Sedangkan Optional (pilihan), yaitu suatu
aset yang bersifat pilihan, jika aset tersebut tidak ada pun tidak akan menghambat
dalam mencapai suatu tujuan.
Aset berdasarkan Karakteristik penggunaannya dapat dikelompokkan
menjadi aset private, semi public/semi private, dan public. Aset private
merupakan aset yang penggunaannya terbatas hanya oleh pemiliknya saja. Aset
semi public/semi private, penggunanya yaitu kelompok organisasi yang telah
memenuhi persyaratan tertentu untuk dapat menggunakan aset tersebut.
Sedangkan aset public hanya digunakan oleh masyarakat umum.
Karakteristik aset berdasarkan kepemilikan dapat dikelompokkan
berdasarkan own, partnership, dan public. Kepemilikan aset berdasarkan own,
jika pemiliknya bersifat individual. Kepemilikan partnership, yaitu yang dimiliki
oleh individu dan pemerintah. Sedangkan aset berdasarkan kepemilikan public,
yaitu aset yang diperuntukkan bagi seluruh masyarakat umum. Untuk lebih
jelasnya mengenai karakteristik aset dapat dilihat pada tabel 2.2 dibawah ini:
Tabel 2.2
Karakteristik Aset
No Karakteristik Aset Kategori
1 Tingkat Kebutuhan
Basic Important Supporting Optional
2 Penggunaan Private Semi Private atau Semi Public Public
3 Kepemilikan Own Partnership Public
Sumber: Sutrisno (2004).
2.2.3 Pandangan aset dari konsep hukum
Menurut Siregar (2004:182), Aset yang dipandang dari konsep hukum
adalah properti. Istilah properti dapat berarti real estate atau personality. Dalam
perkembangannya properti dikelompokkan menjadi empat jenis meliputi real
16
property, personal property, business dan financial interest. Untuk itu perlu
dijelaskan lebih lanjut mengenai aset yang dipandang dari konsep hukum.
1. Real Property (Penguasaan dan Pemilikan Tanah dan Bangunan)
Real Property meliputi semua hak, hubungan-hubungan hukum dan
manfaat yang berkaitan dengan kepemilikan real estate. Sebaliknya, real estate
meliputi tanah dan bangunan itu sendiri, segala benda yang keberadaannya secara
alami di atas tanah yang bersangkutan, dan semua benda yang melekat dengan
tanah itu, misalnya bangunan dan pengembangan tapak.
2. Personal property (Benda Bergerak)
Personal Property merujuk pada hak kepemilikan atas suatu benda
bergerak di dalam bagian-bagian benda selain real estate (tanah atau bangunan
secara fisik). Benda-benda tersebut dapat berwujud (tangible) atau tidak berwujud
(intangible), misalnya utang-piutang, goodwill dan hak paten. Benda bergerak
yang berwujud mewakili kepemilikan dari benda-benda yang tidak melekat secara
permanen pada tanah dan bangunan atau yang ada pada umumnya bersifat dapat
di pindah tangankan ke tempat lain (move ability).
3. Business (Kegiatan Usaha)
Business adalah setiap kegiatan di bidang komersial, industri, jasa atau
investigasi yang menyelenggarakan aktivitas ekonomi. Bisnis pada umumnya
dijalankan oleh badan usaha yang mencari untung yang kegiatan usahanya untuk
memberikan produk barang atau jasa kepada konsumen. Sedangkan badan usaha
adalah badan yang didirikan berdasarkan hukum yang berlaku. Suatu kegiatan
usaha mungkin saja dalam bentuk badan hukum atau bukan. Badan usaha
meliputi seluruh rentang kegiatan usaha yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi,
yang mencakup baik sektor swasta maupun sektor umum (Badan Usaha milik
Negara dan Badan Usaha Milik Daerah). Kegiatan usaha mencakup antara lain
manufaktur, pedagang grosir, pedagang eceran, kegiatan usaha penginapan,
perawatan kesehatan dan jasa keuangan, hukum, pendidikan serta jasa sosial.
Badan usaha yang memberikan jasa infrastruktur kepada masyarakat, yakni
sebagai perusahaan (korporasi) yang dikendalikan, namun tidak dimiliki oleh
pemerintah.
17
4. Financial Interest (Hak Kepemilikan Secara Finansial)
Hak kepemilikan secara finansial di dalam property berasal dari
pembagian hukum atas hak kepemilikan saham dalam kegiatan bisnis dan hak atas
penguasaan tanah dan bangunan (real property) dari perjanjian. Dalam perjanjian
diberikan suatu hak pilihan untuk membeli atau menjual property (misalnya hak
tanah dan bangunan, saham atau instrumen finansial lainnya) dengan harga yang
disebutkan di dalam jangka waktu yang telah di tentukan, atau dari penciptaan
instrumen investasi yang dijamin oleh sekelompok aset-aset real estate.
Hak kepemilikan secara finansial yang berupa aktiva tak berwujud dapat
mencakup hak yang melekat pada kepemilikan suatu kegiatan bisnis, hak yang
memberikan suatu pilihan dan hak atas suatu penerbitan surat berharga. Hak-hak
yang melekat pada kepemilikan suatu kegiatan bisnis atau pada tanah hak dan
bangunan (property), misalnya untuk menggunakan, menempati, menjual,
menyewakan atau mengelola. Hak-hak yang melekat dalam sebuah perjanjian
(kontrak) yang memberikan suatu pilihan untuk membeli atau sewa-menyewa
misalnya untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan kegiatan yang akan
dilakukan. Hak-hak yang melekat pada kepemilikan atas suatu penerbitan surat
berharga, misalnya untuk mempertahankan atau untuk melepaskannya.
2.3 Siklus Hidup Aset
Menurut Hariyono (2007), siklus hidup dari suatu aset memiliki tiga fase,
meliputi: pengadaan (acquisition), operasi (operation), dan penghapusan
(disposal). Kemudian dilakukan proses lanjutan yaitu fase perencanaan, yang
merupakan suatu proses lanjutan, dimana output dari setiap fase digunakan
sebagai input untuk perencanaan.
Suatu aset memiliki siklus hidup agar dapat membedakan tanggung jawab
dari setiap fase penanganannya. Secara khusus, tanggung jawab untuk keputusan
pengadaan suatu aset dalam suatu organisasi berbeda dengan tanggung jawab
untuk operasi dan pemeliharaan aset maupun dengan tanggung jawab untuk
18
penghapusan suatu aset. Siklus hidup aset menurut Hariyono (2007), dapat
ditunjukkan pada gambar 2.1.
Sumber: Hariyono (2007)
Gambar 2.1
Siklus Hidup Aset
Fase-fase yang dilalui suatu aset selama siklus hidupnya antara lain:
1. Fase perencanaan, yaitu ketika adanya kebutuhan permintaan terhadap suatu
aset untuk direncanakan dan dibuat,
2. Fase pengadaan, yaitu ketika suatu aset dibeli, dibangun, atau dibuat,
3. Fase pengoperasian dan pemeliharaan, yaitu ketika suatu aset digunakan
untuk tujuan yang telah ditetapkan. Fase ini mungkin diselingi dengan
pembaharuan atau perbaikan besar-besaran secara periodik, penggantian atas
aset yang rusak dalam periode penggunaannya, dan
4. Fase penghapusan, yaitu ketika umur ekonomis suatu aset telah habis atau
ketika kebutuhan atas pelayanan yang disediakan oleh aset bersangkutan
telah hilang.
Pengadaan (Acquisition)
Operasi (Operation)
Penghapusan (Disposal)
Perencanaan (Planning)
19
2.4 Definisi Manajemen Aset
Berdasarkan pendapat Hariyono (2007) dalam Modul Prinsip dan Teknis
Manajemen Kekayaan Negara menyatakan bahwa :
”Manajemen aset mencakup proses perencanaan sampai dengan
penghapusan dan perlu adanya monitoring terhadap aset-aset tersebut selama
umur penggunaannya oleh suatu organisasi atau Kementerian/Lembaga”.
Sedangkan berdasarkan Permendagri No.17 Tahun 2007 menyatakan bahwa :
”Pengelolaan barang daerah adalah rangkaian kegiatan dan tindakan
terhadap barang daerah yang meliputi, perencanaan kebutuhan dan
penganggaran, penerimaan penyimpanan dan penyaluran, dan
penganggaran, pengadaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan,
penilaian, penghapusan dan, tuntutan ganti rugi” (Pasal 4 ayat 2).
Hariyono (2007) dalam Modul Prinsip dan Teknis Manajemen Kekayaan
Negara menyatakan bahwa tujuan utama dari manajemen aset adalah membantu
suatu entitas (organisasi) dalam memenuhi tujuan penyediaan pelayanan secara
efektif dan efisien.
Siregar (2004) berpendapat bahwa terdapat lima (5) tahapan kerja
manajemen aset yaitu inventarisasi aset, legal audit, penilaian aset, optimalisasi
aset, dan pengembangan sistem informasi manajemen aset. Untuk lebih jelasnya,
gambar 2.2 adalah gambar tahapan kerja manajemen aset.
Sumber : Siregar (2004:518)
Gambar 2.2
Tahapan Kerja Manajemen Aset
4.Optimalisasi Aset
3.Penilaian Aset
2.Legal Audit
1.Inventarisasi Aset
Sistem Informasi
Manajemen Aset
20
Tahapan kerja dalam manajemen aset meliputi :
1. Inventarisasi Aset
Inventarisasi aset terdiri dari dua aspek yaitu inventarisasi fisik dan legal.
Aspek fisik terdiri dari bentuk , luas, lokasi, volume/jumlah, jenis, alamat dan
lain-lain. Sedangkan aspek legal terdiri dari status penguasaan, masalah legal
yang dimiliki, batas akhir penguasaan dan lain-lain. Proses kerja yang
dilakukan dalam inventarisasi adalah pendataan, kodefikasi/labelling,
pengelompokkan dan pembukuan/administrasi sesuai dengan tujuan
manajemen aset.
2. Legal Audit
Legal audit merupakan lingkup kerja manajemen aset yang berupa
inventarisasi status penguasaan aset, identifikasi dan mencari solusi atas
permasalahan legal, dan strategi untuk memecahkan berbagai permasalahan
legal yang terkait dengan penguasaan ataupun pengalihan aset. Contoh
permasalahan legal yang sering terjadi antara lain status hak penguasaan yang
lemah, aset dikuasai pihak lain, pemindahtanganan aset yang tidak
termonitor.
3. Penilaian Aset
Penilaian aset merupakan melakukan kegiatan penilaian atas aset yang
dikuasai. Hasil dari nilai tersebut akan dapat dimanfaatkan untuk mengetahui
nilai kekayaan maupun informasi dalam penetapan harga bagi aset yang ingin
dijual.
4. Optimalisasi Aset
Optimalisasi aset bertujuan untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai,
jumlah, volume, legal dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut. Apabila
dalam aset milik Pemda diidentifikasi dan dikelompokkan atas aset yang
memiliki potensi dan tidak memiliki potensi. Aset yang memiliki potensi
dapat dioptimalkan untuk pengembangan ekonomi nasional baik jangka
pendek, jangka menengah, dan jangka panjang namun harus transparan dalam
segi pengelolaannya. Selain itu, aset yang tidak dapat dioptimalkan harus
diidentifikasi faktor penyebabnya. Apakah faktor permasalahan legal, fisik,
21
nilai ekonomi yang rendah maupun faktor yang lainnya. Hasil akhir tahapan
ini adalah rekomendasi berupa sasaran, strategi dan program untuk
mengoptimalkan aset yang dikuasai.
5. Pengawasan dan Pengendalian
Sarana yang efektif untuk meningkatkan kinerja pengawasan dan
pengendalian adalah pengembangan Sistem Informasi Manajemen Aset
(SIMA). Melalui SIMA, transparasi kerja dalam pengelolaan aset sangat
terjamin karena setiap penanganan suatu aset termonitor dengan jelas, mulai
dari lingkup penanganan hingga siapa yang bertanggung jawab
menanganinya, sehingga dapat meminimalkan Kolusi, Korupsi dan
Nepotisme (KKN).
Sedangkan berdasarkan Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 Pasal 4 ayat 2
menyatakan bahwa pengelolaan aset, sebagai berikut;
1. Perencanaan kebutuhan dan penganggaran.
2. Pengadaan.
3. Penerimaan, penyimpanan dan penyaluran.
4. Penggunaan.
5. Penatausahaan (meliputi inventarisasi).
6. Pemanfaatan.
7. Pengamanan dan pemeliharaan.
8. Penilaian.
9. Penghapusan.
10. Pemindahtanganan.
11. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
12. Pembiayaan.
13. Tuntutan ganti rugi.
Sedangkan menurut Hariyono (2007) dalam Modul 1 Eselon 3 Manajemen
Aset menyatakan bahwa terdapat sembilan (9) tahap manajemen aset, yaitu
sebagai berikut.
1. Perencanaan (Planning)
22
2. Pengadaan (Procurement)
3. Penyimpanan dan penyaluran (Storage and distribution)
4. Pengendalian (Controlling)
5. Pemeliharaan (Maintenance)
6. Pengamanan (Safety)
7. Pemanfaatan Penggunaan (Utilities)
8. Penghapusan (Disposal)
9. Inventarisasi (Inventarization)
2.5 Optimasi Aset
Optimasi aset merupakan proses kerja dalam penggunaan dan pemanfaatan
aset. Aset yang belum optimal dan tidak dapat dioptimalkan harus dicari faktor
penyebabnya, apakah faktor dari aspek legal, fisik, nilai ekonomi yang rendah
ataupun faktor lainnya. Hasil akhir dari tahapan ini merupakan rekomendasi yang
berupa sasaran, strategi dan program untuk mengoptimalkan aset yang dikuasai.
2.5.1 Pengertian Optimasi Aset
Sutrisno (2010) menyatakan bahwa optimasi aset merupakan proses kerja
dalam manajemen aset yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi fisik,
lokasi, nilai, jumlah/volume, legal dan ekonomi yang dimiliki aset. Dalam tahap
ini aset-aset yang dimiliki negara diidentifikasi dan dikelompokkan berdasarkan
potensi dari aset tersebut. Sedangkan menurut Sugiama (2010), Optimizing the
utilization of assets in terms of service benefit and financial returns. Berdasarkan
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa optimasi adalah pengoptimalan
pemanfaatan potensi aset yang dapat menghasilkan manfaat yang lebih atau juga
mendatangkan pendapatan.
Menurut Siregar (2004), untuk mengoptimalkan suatu aset harus dibuat
sebuah formulasi strategi untuk meminimalisir atau menghilangkan ancaman dari
faktor lingkungan, dan untuk aset yang tidak dapat dioptimalkan harus dicari
23
penyebabnya. Aset yang memiliki potensi dapat dikelompokkan berdasarkan
sektor-sektor unggulan yang menjadi tumpuan dalam strategi pengembangan
ekonomi nasional, baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang.
Sedangkan aset yang tidak dapat dioptimalkan, harus dicari penyebabnya
mengapa aset tersebut menjadi idle capacity.
Menurut Siregar (2004), bahwa optimasi pengelolaan aset itu harus
memaksimalkan ketersediaan aset (maximize asset availability), memaksimalkan
penggunaan aset (maximize asset utilization) dan meminimalkan biaya
kepemilikan (minimize cost of ownership). Hal tersebut bisa dilakukan dengan
meminimalisir atau mungkin menghilangkan hambatan atau ancaman atas
pengelolaan aset-aset tersebut. Sehingga optimasi dari suatu aset yang berstatus
idle capacity bisa dilakukan.
2.5.2 Tujuan Optimasi Aset
Siregar (2004:776), menyebutkan bahwa tujuan optimasi aset secara umum
adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi dan inventarisasi semua aset meliputi bentuk, ukuran,
fisik, legal, sekaligus mengetahui nilai pasar atas masing-masing aset
tersebut yang mencerminkan manfaat ekonomisnya.
2. Mengoptimalkan pemanfaatan aset, apakah aset tersebut telah sesuai dengan
peruntukkannya atau tidak.
3. Terciptanya suatu sitem informasi dan administrasi sehingga tercapainya
efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan aset.
Optimasi aset bertujuan untuk mengidentifikasi aset, sehingga akan
diketahui aset yang perlu di optimalkan dan bagaimana cara mengoptimalkan aset
tersebut. Hasil akhir optimasi aset ini adalah rekomendasi yang berupa sasaran,
strategi dan program untuk mengoptimalkan aset yang dikuasai.
24
2.5.3 Prosedur Optimasi Aset
Menurut Siregar (2004:777), dalam mencapai tujuan optimasi aset, ada
beberapa langkah yang harus dilakukan diantaranya sebagai berikut:
1. Identifikasi aset, inventarisasi fisik & legal
Melakukan pendataan terhadap semua aset yang dimiliki yang mencakup
ukuran, fisik, legal status dan kondisi aset. Melakukan identifikasi atas
kelengkapan dokumen-dokumen legalnya dan analisis yuridis atas aset
bermasalah yang pada akhirnya dapat memberikan legal opinion.
2. Penilaian aset tetap
Melakukan kegiatan penilaian untuk mengetahui nilai pasar (market value)
atas obyek properti dengan menggunakan pendekatan-pendekatan dan
metode penilaian yang lazim digunakan dalam pekerjaan penilaian, yaitu:
a. Pendekatan data pasar (market data approach) dengan metode
perbandingan langsung (direct comparison).
b. Pendekatan biaya (cost approach) dengan metode biaya pengganti baru
yang disusutkan (depreciated replacement cost).
c. Pendekatan pendapatan (income approach) dengan metode arus kas
terdiskonto (discounted cash flow).
d. Pendekatan pengembangan tanah (land development approach) dengan
land residual method.
3. Analisis optimasi pemanfaatan adalah untuk mengidentifikasi dan memilah
aset yang masuk dalam aset operasional atau aset non operasional. Untuk
aset operasional kemudian dilakukan kajian yang lebih mendalam untuk
mengetahui apakah aset operasional tersebut sudah optimal pemanfaatannya
atau belum, apabila belum optimal dilakukan studi optimasi. Studi optimasi
ini dilakukan berdasar tolok ukur kebutuhan akan aset tersebut dikaitkan
dengan kegiatan usahanya. Untuk aset non operasional, analisis dilakukan
terhadap kondisi aset saat ini, untuk mengetahui apakah pemanfaatan aset ini
sudah optimal atau belum dilihat dari penggunaan tanah dalam bangunan dan
fungsional bangunannya dari aspek ekonomis. Analisis ini akan mencakup
regulasi, peruntukkan dan pengembangan kawasan sekitar.
25
4. Sistem informasi manajemen aset (SIMA) Obyek pengembangan sistem informasi manajemen aset (SIMA), sebagai
alat untuk optimasi dan efisiensi pengelolaan aset. Sedangkan SIMA adalah
suatu konsep yang memadukan beberapa disiplin keahlian. Dengan
memadukan berbagai disiplin keahlian akan dapat menunjang pemanfatan
terbaik dari aset yang dimiliki.
Dari penjelasan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa ada 5 tahapan atau
langkah-langkah yang harus dilewati dalam melakukan optimasi aset. Langkah
langkah tersebut yaitu Identifikasi aset, Inventarisasi fisik dan legal, Penilaian aset
tetap, Analisis optimasi pemanfaatan fixed asset dan sistem informasi manajemen aset
(SIMA).
2.5.4 Pemanfaatan Aset
Pemanfaatan adalah salah satu bentuk dari optimalisasi yang dilakukan.
Pemanfaatan yang dilakukan harus sesuai dengan peruntukkannya sama halnya
dengan penggunaan. Pemanfaatan yang dilakukan tidak boleh keluar dari
peruntukkan yang telah ditetapkan (harus sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan). Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007,
pemanfaatan bisa dilakukan dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama
pemanfaatan dan bangun serah guna atau bangun guna serah dengan tidak
mengubah status kepemilikan. Berikut ini akan dijelaskan mengenai bentuk
pemanfaatan aset.
1. Sewa
Sewa adalah pemanfaatan Barang Milik Negara oleh pihak lain dalam
jangka waktu tertentu dan menerima imbalan berupa uang tunai.
Penyewaan Barang Milik Negara dilakukan untuk mengoptimalkan
pemanfaatan Barang Milik Negara yang belum/tidak dipergunakan dalam
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan.
2. Pinjam Pakai
26
Pinjam pakai Barang Milik Negara adalah penyerahan penggunaan Barang
Milik Negara antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam
jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu
berakhir, Barang Milik Negara tersebut diserahkan kembali kepada
pemerintah pusat. Barang Milik Negara yang dapat dipinjam pakaikan
adalah tanah dan/atau bangunan, serta Barang Milik Negara selain tanah
dan/atau bangunan.
3. Kerjasama Pemanfaatan
Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara oleh
pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan
pendapatan dan sumber pembiayaan lainnya. Kerjasama pemanfaatan
Barang Milik Negara dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan
Barang Milik Negara yang belum/tidak dipergunakan, meningkatkan
penerimaan negara dan mengamankan Barang Milik Negara.
4. Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna
Bangun Guna Serah (BGS) adalah pemanfaatan tanah milik pemerintah
pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana,
berikut fasilitasnya, kemudian di dayagunakan oleh pihak lain tersebut
dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati. Selanjutnya tanah
beserta bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, diserahkan kembali
kepada Pengelola Barang setelah berakhirnya jangka waktu yang telah
disepakati. Berdasarkan penjelasan di atas dapat di gambarkan melalui
bagan mengenai bentuk pemanfaatan aset, sebagai berikut:
Sumber: Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2007
Bentuk Pemanfaatan
Aset
Sewa
Pinjam Pakai
Kerjasama Pemanfaatan
Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guma
27
Gambar 2.3
Bentuk Pemanfaatan Aset
Dalam menunjang penggunaan dan pemanfaatan aset yang optimal, harus
dilakukan pemeliharan terhadap aset tersebut. Dalam pemeliharaan ini ditentukan
mengenai sumber dana pemeliharaan, metode pemeliharaan dan biaya
pemeliharaan. Sumber dana yang digunakan dari pemeliharaan ini harus jelas,
apakah dari perusahaan sudah dianggarkan mengenai dana untuk pemeliharaan
atau dana pemeliharaan berasal dari pendapatan atas pengelolaan aset tersebut.
Setelah itu ditentukan, dapat dipilih mengenai metode pemeliharaan yang akan
dilakukan atau digunakan. Sebelum melakukan pemanfaatan, pengelola harus
melakukan Analisa rencana Pemanfaatan Aset/Barang. Dalam melakukan analisa
dan menyusun rencana pemanfaatan untuk masing-masing unit barang/aset yang
dimiliki dan atau dikelola, sebaiknya dilakukan langkah-langkah sebagai berikut,
(Djumara:2007) :
1. Menyusun Data Barang/aset tentang;
a. Data Teknis dari barang/asset.
b. Data Lingkungan dimana aset berada.
c. Data Legal dari aset.
d. Data Ekonomis dari aset.
e. Data Sosial.
2. Meneliti potensi peluang yang dimiliki oleh barang/aset untuk dioptimalkan
dari segi:
a. Potensi Teknis yang dimiliki dari aset.
b. Potensi Lingkungan tempat aset berada.
c. Potensi Legal dari aset.
d. Potensi peluang Ekonomis dari aset.
e. Potensi Sosial.
3. Menganalisa Potensi/kemampuan dari aset-aset yang memungkinkan untuk
dioptimalisasikan dari segi:
a. Kemampuan dari aset tersebut untuk dipasarkan (marketability).
28
b. Kemampuan dari aset tersebut untuk menghasilkan uang atau keuntungan
(profitability) jika dioptimalisasikan.
c. Sejauh mana Kemampuan Teknis dari aset itu sendiri (technical viability),
bagaimana dukungan lingkungan guna optimalisasi aset itu sendiri.
d. Landasan Legal untuk optimalisasi aset yang memungkinkan apakah
cukup kuat dan menunjang.
4. Menyusun Rancangan Program Optimalisasi Pemanfaatan Barang/Aset yang
meliputi:
a. Menyusun Rancangan program optimalisasi pemanfaatan untuk masing-
masing aset yang mungkin untuk dioptimalisasikan.
b. Menyusun perkiraan/estimasi penerimaan pendapatan (jumlah dan lama
masanya) bagi aset yang mempunyai kemungkinan untuk
dioptimalisasikan tersebut.
c. Menyusun Rancangan pengelolanya/pelaksananya apakah akan
dilaksanakan oleh pihak ketiga atau swakelola.
2.6 Manajemen Strategi
Strategi sangat penting dalam melakukan pengelolaan atas suatu aset, baik
itu aset negara, aset negara yang dipisahkan dan aset swasta atau individu. Strategi
yang tepat akan aset yang dimiliki dapat menghasilkan pemasukan sesuai dengan
tujuan yang telah diharapkan pada saat perencanaan aset tersebut. Strategi
digunakan untuk mengantisipasi hambatan-hambatan yang terjadi dan
memanfaatkan peluang yang ada.
Menurut Pearce & Richard (2005) strategi adalah kerangka kerja (frame
work), teknik dan rencana yang bersifat spesifik atau khusus. Sedangkan Wheelen
(2010), mendefinisikan strategi sebagai rencana induk yang komprehensif yang
menyatakan bagaimana korporasi akan mencapai misi dan tujuan-tujuannya.
Berdasarkan pada pendapat mengenai strategi, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa strategi adalah sebuah rencana induk yang bersifat spesifik yang
menyatakan bagaimana sebuah perusahaaan atau korporasi akan mencapai misi
dan tujuan yang telah di tetapkan.
29
Strategi akan memaksimalkan keunggulan kompetitif dan meminimalkan
keterbatasan bersaing. Dalam membuat sebuah formulasi strategi dibutuhkan
suatu manajemen strategi yang baik, sehingga strategi yang dirumuskan akan
lebih terarah dan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Hunger&Wheelen (2010), manajemen strategi adalah suatu
proses yang berkaitan dengan kemampuan internal organisasi dalam menghadapi
tuntutan lingkungan eksternal organisasi yang diperlukan untuk mengalokasikan
sumber daya secara efektif. Sedangkan menurut David (2007), Manajemen
strategis dapat didefinisikan sebagai seni dan ilmu dalam merumuskan,
melaksanakan dan mengevaluasi keputusan lintas fungsional yang memungkinkan
organisasi untuk mencapai tujuannya. Dapat disimpulkan bahwa manajemen
strategis merupakan tindakan dalam merumuskan, mengimplementasikan dan
mengevaluasi keputusan manajerial demi tercapainya suatu tujuan organisasi.
Terdapat empat elemen dasar dalam kegiatan manajemen strategi yaitu
pemindaian lingkungan, perumusan strategi, implimentasi strategi, dan evaluasi
dan pengendalian. Elemen dasar tersebut kemudian diuraikan menjadi sebuah
permodelan manajemen strategis yang dapat dilihat pada gambar 2.3.
Sumber : Hunger & Wheelen (2010).
Gambar 2.4
30
Model Manajemen Strategis
2.6.1 Pemindaian Lingkungan
Tahap pertama dalam manajemen strategi adalah pemindaian lingkungan.
Menurut Hunger dan Wheelen (2010), pemindaian lingkungan merupakan
kegiatan pemantauan, pengidentifikasian, pengevaluasian dan penyebaran
informasi dari lingkungan eksternal dan internal kepada orang-orang kunci pada
korporasi. Tujuan dilakukannya pemindaian lingkungan ini adalah untuk menilai
lingkungan organisasi secara keseluruhan. Hal ini dilakukan karena faktor-faktor
yang berada di dalam maupun di luar organisasi yang dapat mempengaruhi
kemajuan organisasi tersebut dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Wheelen (2010), lingkungan bisnis (business environment) atau
lingkungan organisasi, dapat dibedakan atas lingkungan eksternal dan lingkungan
internal seperti tertera dalam gambar 2.5.
Sumber: Hunger & Wheelen (2003)
Gambar 2.5
Task Environment
(Industry)
Structure Culture
Resources
Societal
Environment
Political- Legal
Forces
Economic
Forces
Socio- Cultural Forces
Techno- logical Forces
Share
holders
Government
Special Interest Groups
Customer
Creditors
Communities
Suppliers
Employees/Labor Unions
Competitors
Trade- Association
Internal Environment
Environmental Variables
31
Environmental Variables
2.6.1.1 Lingkungan Eksternal
Menurut Hunger&Wheelen (2010), lingkungan eksternal yaitu variabel
yang berada diluar organisasi dan tidak selalu sama dalam pengendalian jangka
pendek dari manajer puncak. Beberapa variabel ini dilatar belakangi oleh
keberadaan organisasi itu sendiri dan kekuatannya secara umum serta
kecenderungannya dalam lingkungan sosial atau faktor yang spesifik bekerja
dalam lingkungan tugas khusus organisasi. Wheelen (2010) mengelompokan
lingkungan eksternal organisasi kedalam dua kelompok yaitu lingkungan
masyarakat dan lingkungan kerja.
1. Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat, termasuk ke dalam kekuatan umum yang secara
tidak langsung berhubungan dengan aktivitas-aktivitas organisasi jangka pendek
tetapi dapat mempengaruhi keputusan jangka panjang. Menurut
Hunger&Whelen (2010), lingkungan masyarakat terdiri dari:
a. Politik-Hukum
Kekuatan politik-hukum merupakan pengaruh ideologi dan aturan-aturan
yang diakui masyarakat. Pemerintah merupakan pihak yang mengalokasikan
kekuasaan dan menyediakan pemaksaan dan perlindungan hukum dan
aturan-aturan membuat kerangka hukum yang mengatur operasional
perusahaan dan organisasi lainnya. Politik-hukum mencakup undang-
undang anti monopoli, undang-undang perlindungan lingkungan, undang-
undang perpajakan, insentiif khusus, peraturan perdagangan luar negeri,
sikap terhadap perusahaan asing, undang-undang ketenagakerjaan, dan
stabilitas pemerintahan (Wheelen, 2010).
b. Sosial Budaya
Kekuatan sosial budaya merupakan kekuatan yang mengatur nilai-nilai, adat
istiadat dan kebiasaan lingkungan masyarakat yang berbeda-beda, meliputi:
perubahan gaya hidup, harapan karir, aktivitas konsumen, tingkat formasi
32
keluarga, pertumbuhan tingkat pupulasi, distribusi umur pupulasi,
pergeseran wilayah regional dalam populasi, tingkat harapan hidup, tingkat
kelahiran (Wheelen, 2010).
c. Ekonomi
Kondisi ekonomi merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terhadap
biaya operasional organisasi, mengatur pertukaran material, uang, energi
dan informasi. Faktor-faktor tersebut antara lain pendapatan per kapita,
tingkat suku bunga, persediaan uang, tingkat inflasi, tingkat pengangguran,
pengendalian harga/upah, devaluasi/revaluasi, ketersediaan energi dan
biaya, pendapatan disposable dan discretionary (Wheelen, 2010).
d. Teknologi
Kekuatan teknologi merupakan kemampuan ilmiah dan sistematis untuk
menyelesaikan masalah kebutuhan masyarakat. Dengan semakin majunya
perkembangan teknologi menyebabkan perubahan secara dramatis
lingkungan dunia usaha maupun organisasi terutama dalam menghasilkan
penemuan pemecahan masalah. Teknologi terdiri dari pengeluaran negara
untuk litbang, pengeluaran industri untuk litbang, fokus pada
pengembangan teknologi, perlindungan paten, produk baru, pengembangan
perubahan teknologi dari lab ke pasar, perbaikan produktivitas melalui
otomatisasi (Wheelen, 2010).
2. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja termasuk elemen-elemen atau kelompok yang
berpengaruh langsung pada korporasi (Stakeholders) dan pada gilirannya
akan dipengaruhi oleh korporasi. Kelompok ini terdiri dari pemasok yang
merupakan pihak yang menyediakan kebutuhan barang dan jasa, pesaing
merupakan pihak yang menyediakan produk barang dan jasa sejenis,
pelanggan/konsumen merupakan pihak yang menerima manfaat secara
langsung baik barang maupun jasa, kelompok pemerhati khusus merupakan
suatu kelompok yang mempunyai kepedulian terhadap organisasi, dan
33
pemerintah merupakan pihak yang mempunyai wewenang
menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerah.
2.6.1.2 Lingkungan Internal
Hunger & Wheelen (2010), menyatakan bahwa lingkungan internal
yaitu variabel yang berada di dalam organisasi yang tidak dapat dikendalikan
oleh manajer puncak. Unsur-unsur lingkungan internal meliputi struktur
(structure), budaya (culture), dan sumber daya (resources).
1. Struktur
Struktur organisasi adalah sebuah sistem formal dari aturan dan tugas serta
hubungan yang mengawasi bagaimana organisasi bekerja sama dan
menggunakan sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi. Struktur
organisasi yang tersusun sangat berguna dalam perumusan strategi. Struktur
organisasi dapat memberikan daya saing, membantu kemampuan organisasi
untuk mempersatukan, meningkatkan kemampuan organisasi untuk
mengelola keanekaragaman, meningkatkan kemampuan organisasi untuk
menghasilkan barang dan jasa, memberikan organisasi ke arah yang lebih
baik, mengintegrasikan dan memotivasi fungsi-fungsi dan anggotanya, serta
membantu organisasi untuk mengembangkan implementasi strategi. Apabila
struktur organisasi tersebut cocok dengan perubahan strategi yang
diusulkan, maka struktur organisasi tersebut menjadi kekuatan bagi
organisasi. Namun jika struktur tidak sesuai dengan strategi maka akan
menjadi kelemahan pada organisasi tersebut.
2. Budaya
Budaya organisasi adalah pola kepercayaan, pengharapan, dan nilai-nilai
yang dibagikan oleh anggota organisasi (Hunger dan Wheelen, 2003).
Budaya menimbulkan ciri khas organisasi melalui kepercayaan, harapan dan
nilai-nilai yang diterapkan bagi seluruh anggota. Budaya organisasi
mencerminkan nilai-nilai pendiri dan misi organisasi tersebut. Budaya
membentuk perilaku manusia dalam organisasi karena budaya sangat kuat
34
pengaruhnya, maka budaya juga sangat mempengaruhi organisasi untuk
mengubah arah strateginya.
3. Sumber Daya
Sumber daya adalah aset yang merupakan bahan baku bagi produksi barang
dan jasa organisasi yang meliputi keahlian orang, kemampuan dan bakat
manajerial, seperti aset keuangan dan fasilitas organisasi (Hunger dan
Wheelen, 2003). Sumber daya yang dimiliki oleh setiap organisasi yang
tidak hanya melibatkan sumber daya manusia, sumber daya peralatan atau
fasilitas serta sumber keuangan. Berikut adalah sumber daya yang ada di
perusahaan.
1) Pemasaran
Pemasaran adalah kemampuan organisasi dalam mempengaruhi tingkat,
waktu, dan karakter permintaan dalam suatu cara yang akan membantu
organisasi dalam mencapai tujuan-tujuannya. Yang perlu diperhatikan
dalam pemasaran yaitu analisis posisi pasar, bauran pemasaran (produk,
harga, tempat dan promosi) dan daur hidup produk.
2) Keuangan
Merupakan kemampuan dalam pengelolaan dana, meliputi sumber dana
dan penggunaan dana, serta pengalokasian dana dan pendapatan yang
diterima dari masing-masing bisnis yang dijalankan, sehingga dapat
secara efektif dan efisien mengembangkan produk atau aset yang
dimiliki atau dikelola mengendalikan penggunaannya.
3) Penelitian dan Pengembangan
Pengembangan perusahaan membantu menentukan posisi pasar dan
jenis persaingan yang dihadapi. Maka perlu dilakukan kajian penelitian
dan pengembangan terhadap sumber daya yang dimiliki.
4) Operasi
Pengembangan dan pengoperasian sebuah sistem akan menghasilkan
jumlah produk dan jasa yang dibutuhkan dengan kuliatas tertentu, pada
harga yang sudah ditentukan, dalam waktu yang sudah ditentukan.
Organisasi yang berorientasi pada jasa perlu memperhatikan fasilitas
35
jasa, jenis sistem operasi, umur dan jenis peralatan pendukung, tingkat
dan peran otomasi dan atau penggunaan alat-alat komunikasi massal,
kapasitas dan rata-rata penggunaan fasilitas, nilai efisiensi personil
profesional/jasa, dan ketersediaan serta jenis transportasi untuk
mengantar staf jasa dan klien bersama-sama.
5) Sumber Daya Manusia (SDM)
Manusia merupakan sumber daya yang terpenting bagi perusahaan.
Organisasi harus memiliki strategi yang baik agar sumber daya manusia
yang dipekerjakannya memiliki ketrampilan yang memadai untuk
melakukan tugas-tugasnya atau pekerjaan-pekerjaan harus dirancang
untuk mengakomodasi pekerja yang ada. Analisis jabatan digunakan
untuk mendapatkan informasi deskripsi pekerjaan mengenai apa yang
harus dicapai oleh setiap pekerjaan dari segi kualitas dan kuantitas.
Berbagai faktor yang perlu diperhatikan antara lain : langkah-langkah
yang jelas mengenai manajemen SDM, kompetensi/keterampilan,
produktivitas, dan sistem imbalan.
6) Sistem Informasi
Di dalam organisasi aliran informasi dirancang dan dikelola dengan
cara-cara yang dapat meningkatkan produktivitas dan pengambilan
keputusan. Informasi harus dikumpulkan, disimpan, dan digabungkan
dalam suatu metode tertentu sehingga nantinya dapat menjadi jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan operasional dan strategis. Tujuan sistem
informasi:
a) Memberikan sinyal peringatan masalah-masalah yang berasal baik
dari luar maupun dari dalam.
b) Mengotomatisasi operasi-operasi klerikal (penggajian, laporan
persediaan, dan catatan-catatan lain dapat diperoleh secara
otomatis dari data base dan selanjutnya mengurangi kebutuhan
akan tenaga kerja pengarsipan).
c) Membantu para pimpinan dari berbagai hierarki untuk membuat
keputusan-keputusan rutin (terprogram)
36
d) Menyediakan informasi yang perlu bagi manajemen untuk
membuat suatu keputusan strategis (tidak terprogram).
2.6.2 Pendekatan Analisis
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam merancang strategi
dibutuhkan analisis mengenai lingkungan. Analisis eksternal dan internal
dilakukan dengan menggunakan matriks EFAS dan IFAS dilanjutkan dengan
matriks alternatif strategi SWOT.
2.6.2.1 Matrik External Factors Analysis Summary (EFAS)
Setelah kondisi eksternal dan lingkungan kerja diteliti serta didentifikasi
faktor-faktor strategis bagi perusahaan hasilnya dirangkum dalam bentuk Tabel
EFAS (External Factors Analysis Summary) seperti pada Tabel 2.3. Tabel ini
membantu pengelola mengorganisir faktor-faktor strategis eksternal ke dalam
kategori-kategori yang diterima secara umum mengenai peluang dan ancaman.
Hunger dan Wheelen (2010), menyatakan bahwa External Factors
Analysis Summary adalah analisis dalam manajemen organisasi terhadap faktor-
faktor strategis eksternal utama berdasarkan pembobotan. Dalam mengoperasikan
matriks EFAS ini terlebih dahulu kita mengidentifikasi kondisi eksternal dan
lingkungan kerja yang menjadi faktor-faktor strategis suatu organisasi atau
perusahaan. Kemudian faktor-faktor tersebut diberi bobot berdasarkan
pengaruhnya terhadap posisi strategis organisasi saat ini, di mana bobot
maksimum adalah 1.0 dengan interpretasi paling penting dan minimum adalah 0.0
dengan interpretasi tidak penting. Setelah itu barulah ditentukan peringkat (rating)
untuk setiap faktor berdasarkan tingkat respon manajemen terhadap masing-
masing faktor strategis eksternal.
Selanjutnya untuk memperoleh nilai dari faktor hasi pembobotan,
dilakukan dengan cara mengalikan bobot dari masing-masing faktor dengan
peringkatnya masing-masing. Untuk memperoleh total skor pembobotan bagi
perusahaan, jumlahkan skor pembobotan tersebut. Setelah itu berikan komentar
37
atau catatan mengapa faktor-faktor tertentu dipilih dan bagaimana skor
pembobotannya dihitung. Untuk lebih jelasnya seperti yang ditampilkan tabel
matrik EFAS pada tabel 2.3.
Tabel 2.3
External Factors Analysis Summary (EFAS)
Sumber: Hunger & Wheelen (2010).
Tabel EFAS juga merupakan alat dalam analisis untuk mengukur seberapa
baik manajemen (rating) menanggapi faktor tertentu dalam hal tingkat pentingnya
(bobot) faktor tersebut bagi perusahaan, dapat dilihat pada Gambar 2.6.
5 4 3 2 1
Sangat Baik Di atas rata-rata Rata-rata Di bawah rata-rata Sangat Buruk
Sumber : Hunger & Wheelen (2010).
Gambar 2.6
Rating Pada EFAS dan IFAS
2.6.2.2 Matrik Internal Strategic Factors Summary (IFAS)
Setelah mengamati lingkungan internal organisasi dan mengidentifikasi
faktor-faktor strategi bagi perusahaan, manajer strategis dapat meringkas analisis
mereka dalam suatu bentuk yang ditunjukkan pada Tabel 2.4 yang dikenal dengan
Internal Strategic Factors Summary (IFAS). IFAS membantu para manajer untuk
mengatur faktor-faktor strategis ke dalam kategori-kategori kekuatan dan
kelemahan. Setelah faktor-faktor strategis internal diidentifikasi, suatu tabel IFAS
Faktor-faktor
Strategis
Eksternal
Bobot Rating Skor yang
dibobotkan Keterangan
1 2 3 4 5
Peluang
Ancaman
Total 1.00
38
disusun untuk merumuskan faktor-faktor strategis yang kemudian diberi bobot
dari 1.0 (paling penting) hingga 0.0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktor-
faktor tersebut terhadap perusahaan di mana jumlah total bobot tidak boleh lebih
dari 1.0 (< 1.0). Selanjutnya beri peringkat untuk masing-masing faktor
berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan. Tahap
selanjutnya, mengalikan bobot dengan peringkat dari masing-masing faktor untuk
mengetahui atau memperoleh faktor pembobotan yang berupa skor pembobotan
yang selanjutnya dijumlahkan untuk mengetahui skor pembobotan bagi
perusahaan yang bersangkutan, tidak lupa juga memberikan komentar atau catatan
mengapa faktor-faktor tertentu dipilih, dan bagaimana skor pembobotannya
dihitung, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.4.
Tabel 2.4
Internal Strategic Factors Summary (IFAS)
Sumber: Hunger & Wheelen (2010).
2.6.2.3 Matriks Strategic Faktor Analysis Summary (SFAS)
Setelah menyelesaikan analisis faktor internal dan eksternal, untuk
menyimpulkan faktor-faktor strategis perusahaan tersebut adalah dengan
mengkombinasikan faktor strategis eksternal (EFAS) dengan faktor strategis
internal (IFAS) ke dalam sebuah ringkasan analisis faktor-faktor strategi (SFAS)
seperti tabel 2.5. Jumlah faktor-faktor pada tabel EFAS dan IFAS terlalu banyak
bagi manajemen untuk digunakan secara efektif dalam merumuskan strategi.
SFAS mengharuskan para pengelola untuk memadatkan faktor-faktor strategi
Faktor-
faktor
Strategis
Internal
Bobot Rating Skor yang
dibobotkan Keterangan
1 2 3 4 5
Kekuatan
Kelemahan
Total 1.00
39
tersebut sehingga menjadi kurang dari 10 faktor. Berdasarkan Rangkuti (2006),
penggunaan bentuk SFAS meliputi langkah-langkah sebagai berikut :
1. Daftarkan pada kolom 1 (kolom faktor strategis kunci), item-item IFAS dan
EFAS yang paling penting, tunjukkan yang mana yang merupakan kekuatan
(S), kelemahan (W), peluang (O) dan ancaman (T).
2. Tinjaulah bobot yang diberikan untuk faktor-faktor dalam tabel EFAS dan
IFAS tersebut, dan sesuaikan jika perlu sehingga jumlah total pada kolom
bobot EFAS dan IFAS mencapai angka 1,00.
3. Masukan pada kolom peringkat, peringkat yang diberikan manajemen
perusahaan terhadap faktor dari tabel EFAS dan IFAS.
4. Kalikan bobot dengan peringkat untuk memastikan jumlah pada kolom skor
berbobot.
5. Berikan tanda (X) dalam kolom durasi untuk menunjukkan apakah suatu
faktor memiliki horizon waktu jangka pendek ( < 1 tahun), jangka menengah
(1-3 tahun), jangka panjang ( > 3 tahun).
6. Berikan keterangan untuk masing-masing faktor dari tabel EFAS dan IFAS.
SFAS yang dihasilkan meringkas faktor-faktor strategis eksternal dan internal
perusahaan dalam satu bentuk. SFAS hanya berisi faktor-faktor yang paling
penting dan juga menyediakan basis bagi perumusan strategi. Apabila
menganalisis setiap manajemen perusahaan yang menggunakan EFAS dan IFAS
yang dikombinasikan ke dalam bentuk SFAS, maka dapat dibuat peringkat
manajemen perusahaan dalam industri tersebut, berdasarkan manajemen mereka
terhadap setiap faktor strategis perusahaan.
Tabel 2.5
Contoh Cara Mengisi Matrik SFAS
Faktor Strategi B o b o t P e r i n g k a t S k o r B o b o t Durasi Komentar
40
Kunci
Pen
dek
Men
eng
ah
Pa
nja
ng
Peluang (O) :
Ancaman (T) :
Kekuatan (S) :
Kelemahan (W) :
Total 1,00 Sumber : Hunger & Wheelen, (2010).
2.6.2.4 Alternatif Strategi Matriks TWOS
SWOT adalah singkatan dari kekuatan (strength), kelemahan (weakness),
peluang (opportunity) dan kekuatan (strength) sedangkan TWOS adalah singkatan
dari ancaman (treaths), kelemahan (weakness), peluang (opportunity) dan
kekuatan (strength), di mana keduanya mengacu pada hal yang sama. Analisis
SWOT atau TWOS digunakan oleh perusahaan untuk mengembangkan atau
merumuskan strategi. Alternatif strategi SWOT atau TWOS digunakan karena
memberikan set alternatif strategi yang membantu perusahaan untuk memilih
sesuai dengan strategi perusahaan yang dibutuhkan sesuai dengan sumber daya
yang tersedia.
Matriks SWOT merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk
membantu merumuskan strategi organisasi dengan memadukan faktor-faktor
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimiliki oleh organisasi
tersebut. Penting bagi para penentu strategi organisasi untuk menyadari bahwa
ancaman bagi satu unit dapat berupa peluang bagi unit yang lain. Begitu pula pada
faktor kekuatan dan kelemahan yang sifatnya kritikal berperan sangat penting
dalam membatasi usaha pencaharian berbagai alternatif dan pilihan strategi yang
digunakan. Disebut juga matriks TWOS, dengan pemahaman dalam merumuskan
strategi bagi perusahaan, ancaman (treaths) dan kelemahan (weakness) (TW)
menjadi prioritas utama untuk dibuat strategi. Maka dapat disimpulkan bahwa
matrik SWOT (dikenal juga dengan matrik TWOS) merupakan suatu alat yang
dipakai untuk men-scaning perubahan lingkungan dengan cara mencocokkan
41
peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi suatu organisasi dengan kekuatan
dan kelemahan internal untuk menghasilkan empat rangkaian alternatif.
Dengan menggunakan matriks SWOT ini, dapat menghasilkan 4 (empat) set
kemungkinan alternatif strategi seperti yang terlihat pada tabel 2.6.
Tabel 2.6
Format Matriks TWOS
Sumber: Sumber: Hunger & Wheelen, (2010).
a. Strategi TW (Treaths and Weaknesses)/Avoid or close the GAP
Strategi ini dilakukan dengan meminimalkan kelemahan yang ada serta
menghindari ancaman.
b. Strategi OW (Opportunities and Weaknesses)/Close the capability GAP
Strategi ini diterapkan dengan memanfaatkan peluang yang ada dengan
meminimalkan kelemahan yang ada.
c. Strategi TS (Treaths and Strength)/Counter
Merupakan strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki organisasi
untuk mengatasi ancaman-ancaman.
d. Strategi SO (Opportunities and Strength)/Exploit (be creative)
Strategi ini merupakan strategi menggali kekuatan dan memanfaatkan seluruh
kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
2.6.2 Perumusan Strategi
FAKTOR-FAKTOR
EKSTERNAL (EFAS)
FAKTOR-
FAKTOR
INTERNAL (IFAS)
TREATHS (T)
Tentukan faktor-faktor ancaman eksternal.
OPPORTUNITIES (O)
Tentukan faktor-faktor peluang eksternal
WEAKNESSES (W)
Tentukan faktor-faktor kelemahan internal
Avoid or close the GAP Close the capability GAP
STRENGTHS (S)
Tentukan faktor-faktor kekuatan internal
Counter Exploit (be creative)
42
Perumusan strategi sering diistilahkan dengan perencanaan strategis atau
pengembangan rencana jangka panjang (Hunger dan Wheelen, 2003). Hal-hal
yang berhubungan langsung dengan perumusan strategi adalah misi, tujuan,
strategi, dan kebijakan organisasi.
2.6.2.3 Misi
Misi merupakan suatu alasan berdirinya organisasi. Thompson dan
Gamble (2006) menyatakan ”a company mission statement usually deals with a
company’s present business scope and purpose “who we are, what we do, and
why we are here”. Pernyataan misi memuat konsep dasar pencapaian visi
dengan memahami siapa kita (peranan), apa yang kita lakukan (fungsi), dan
mengapa kita, yang mendasari tujuan organisasi secara keseluruhan.
Berdasarkan cakupan kegiatan dan tujuan organisasi, pernyataan misi
dapat berbentuk misi sempit dan misi luas. Misi sempit mendeskripsikan
landasan tujuan organisasi terhadap kegiatan dan tujuan yang spesifik.
Sedangkan misi luas menggambarkan landasan tujuan organisasi terhadap
kegiatan dan tujuan organisasi secara global. Dengan pemahaman misi, seluruh
anggota akan menyadari tugas pokok dan fungsi dalam setiap kegiatan cakupan
sempit dan luas. Konsep inilah yang menunjukkan perbedaan suatu organisasi
dengan organisasi lain.
2.6.2.4 Tujuan
Tujuan adalah hasil akhir yang ingin dicapai melalui perencanaan.
Pencapaian tujuan perusahaan merupakan hasil dari penyelesaian misi. Istilah
sasaran (goal) berbeda dengan istilah tujuan (objective). Sasaran adalah
pernyataan terbuka yang berisi satu harapan yang akan diselesaikan tanpa
perhitungan apa yang akan dicapai dan tidak ada kejelasan waktu
penyelsaiannya. Menurut Thompson dan Gamble (2006) maksud manajerial
menetapkan suatu tujuan adalah untuk mengubah visi strategis menjadi target
kinerja yang spesifik, yang kemudian tujuan-tujuan tersebut akan menjadi tolak
ukur kemajuan perusahaan. Pernyataan ini menunjukkan adanya perbedaan
43
definisi tujuan (objective) dengan sasaran (target/goal) organisasi yang tidak
mengidentifikasi jangka waktu pencapaian dan pengukuran kinerja atas
pencapaian.
2.6.2.5 Strategi
Strategi adalah rumusan perencanaan komprehensif untuk mencapai
visi, misi dan tujuan organisasi. Secara lebih rinci strategi merupakan
”management’s game plan for growing the business, staking out a market
position, attracting and pleasing customers, competing succesfully, conducting
operations, and achieving targeted objectives” (Thompson dan Gamble, 2006).
Dalam gambar 2.9, strategi dijabarkan dalam strategi korporat (corporate
strategy), strategi bisnis (business strategy), dan strategi fungsional (functional
strategy).
Top ManagerKantor Pusat Perusahaan
Middle ManagerUnit Bisnis Strategis 1
Middle ManagerUnit Bisnis Strategis 1
Middle ManagerUnit Bisnis Strategis 1
Low Manager
Unit Fungsional 4
Low Manager
Unit Fungsional 1
Low Manager
Unit Fungsional 3
Low Manager
Unit Fungsional 2
Low Manager
Unit Fungsional 5
STRATEGI KORPORAT
STRATEGI BISNIS
STRATEGI FUNGSIONAL
Sumber : Hunger dan Wheelen (2003)
Gambar 2.7
Hirarki Strategi
Dalam merumuskan suatu strategi, ada beberapa tingkatan dari strategi
yang bisa digunakan sesuai dengan kebutuhan perusahaan atau organisasi. Level
dari strategi tersebut antara lain strategi korporasi (corporate strategy), strategi
fungsional (functional strategy) dan strategi unit bisnis (business strategy).
Untuk lebih jelasnya mengenai level dari strategi dapat dilihat berikut ini.
1. Strategi Korporasi (Corporate Strategy)
44
Menurut Hunger dan Wheleen (2010), strategi korporasi adalah strategi
yang disusun dalam suatu bisnis, dimana perusahaan akan bersaing dengan
cara mengubah distinctive competence menjadi competitive advantage.
Pada strategi korporasi ini ada dua hal yang akan menjadi perhatian
diantaranya:
1. Kegiatan bisnis apa yang diunggulkan untuk dapat bersaing?
2. Bagaimana masing-masing kegiatan bisnis tersebut dapat dilakukan
secara terintegrasi?
Sedangkan Menurut Siagian (2004), dalam strategi korporasi ini ada tiga
isu utama yang dihadapi oleh perusahaan atau organisasi antara lain:
1. Orientasi perusahaan, apakah ke arah pertumbuhan, stabilitas atau
pengurangan, (directional strategy).
2. Industri atau pasar dimana perusahaan berkompetisi melalui produk-
produk dan unit bisnisnya, (portfolio strategy).
3. Cara-cara manajemen mengoordinasikan kegiatan dan mentransfer
sumber daya serta mengembangkan kapabilitas di antara product lines
dan unit bisnis, (parenting strategy).
Strategi pada tingkat korporasi ini merupakan landasan dan acuan untuk
penyusunan strategi-strategi di tingkat yang lebih rendah (strategi unit
bisnis dan strategi fungsional). Dengan demikian, strategi yang telah
disusun di ketiga tingkatan strategi (korporasi, unit bisnis dan fungsional)
merupakan satu kesatuan strategi yang saling mendukung dan terkait
untuk menciptakan sinergi bagi performansi perusahaan.
2. Strategi Bisnis Unit (Unit Business Strategy)
Perusahaan yang menghasilkan berbagai jenis produk, akan bersaing di
berbagai tingkatan bisnis atau pasar. Dengan demikian strategi bisnisnya
dapat ditekankan pada strategic business unit (SBU). Menurut Pearce &
Richard (2005), pada prinsipnya strategi bisnis unit memiliki karakteristik
sebagai berikut:
45
1. Memiliki misi dan strategi
2. Menghasilkan produk atau jasa yang berkaitan dengan misi dan strategi
3. Menghasilkan produk atau jasa yang spesifik
4. Bersaing dengan pesaing yang telah diketahui dengan jelas.
Strategi unit bisnis menekankan pada peningkatan competitive position
perusahaan atau barang/jasa yang dihasilkan unit bisnis di dalam suatu
industri atau segmen pasar tertentu yang dilayani oleh perusahaan atau unit
bisnis, (David: 2006). Competitive position tersebut mencakup kompetitif
(melawan semua pesaing) atau kooperatif (bekerja sama dengan satu atau
lebih pesaing untuk mengungguli pesaing lain). Dalam memilih atau
menentukan suatu strategi bisnis, manajemen harus menilai kelayakannya
dari segi sumber daya dan kapabilitas perusahaan atau unit bisnis serta
memperhatikan konsep dinamis dan pengembangan perencanaan strategis
untuk merebut peluang dengan menggunakan kompetensi inti.
3. Strategi Fungsional (Functional Strategy)
Menurut Hunger dan Wheleen (2010), strategi fungsional adalah strategi
yang memaksimalkan porduktivitas sumber daya yang dimiliki oleh suatu
organisasi atau perusahaan. Strategi yang akan di bahas dalam strategi
fungsional antara lain strategi pemasaran, strategi keuangan, strategi
pengembangan, strategi operasional, strategi informasi dan strategi
manajemen sumber daya manusia. Strategi fungsional ini lebih bersifat
operasional karena akan langsung di implementasikan oleh fungsi-fungsi
manajemen yang ada di bawah tanggung jawabnya.
2.6.2.6 Kebijakan
Kebijakan adalah pedoman umum bagi pengambilan keputusan. Sebagai
hasil akhir dari tahap perumusan strategi, kebijakan menghubungkan perumusan
dengan implementasi strategi. Strategi yang dihasilkan belum mendeskripsikan
pedoman pelaksanaannya untuk menjamin tercapainya tujuan organisasi. Pihak
manajemen memerlukan arahan strategi yang jelas dalam pengambilan keputusan.
46
Untuk itu disusun kebijakan yang harus disepakati bersama oleh seluruh anggota
organisasi sebagai komitmen untuk ke arah implementasi strategi.
2.6.3 Implementasi Strategi
Menurut Hunger & Wheelen (2010) implementasi strategi adalah proses
mewujudkan strategi dan kebijakan kedalam tindakan melalui pembuatan program,
anggaran dan prosedur. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai tindakan dalam
implementasi strategi;
1) Program
Pernyataan tentang kegiatan-kegiatan atau langkah-langkah yang diperlukan
untuk suatu single-use-plan, membuat strategi menjadi action-oriented untuk
mencapai maksud-maksud strategis.
2) Anggaran
Pernyataan tentang sebuah program dalam terminologi finansial
3) Prosedur
Sebuah sistem yang berisi langkah-langkah berurutan atau teknik-teknik yang
menguraikan secara rinci bagaimana melakukan suatu tugas atau pekerjaan
tertentu.
2.6.4 Tujuan Manajemen Strategi
Menurut Pearce & Richard (2005), tujuan dari manajemen strategi adalah
membuat rencana jangka panjang yang secara efektif dapat merespon peluang dan
ancaman dari lingkungan berdasarkan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh
perusahaan. Sedangkan menurut Strickland (2001), tujuan manajemen strategi
adalah pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan berdasarkan pada
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dan peluang serta ancaman yang berasal
dari lingkungan luar.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari
manajemen strategi adalah sebagai berikut:
1. Merespon ancaman dan peluang yang berasal dari luar organisasi berdasarkan
pada kelemahan dan kekuatan yang dimiliki oleh organisasi.
2. Membuat perencanaan jangka panjang.
47
3. Pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan dengan cara melakukan
pemindaian lingkungan.
2.7 Strategi Manajemen Aset
Kerangka strategi manajemen aset termasuk beberapa perubahan
signifikan untuk kebijakan dan praktek yang saat ini, tanpa terlalu memperbaiki
laporan unit atau bagian yang diperlukan atau prosedur birokrasi. Perubahan-
perubahan yang dari kebijakan dan praktek tersebut adalah:
1) Strategic Asset Plan
Strategic Asset Plan akan dihubungkan dengan keberadaan yang
diperlukan untuk unit atau bagian yang memberikan capital investment plans dan
asset disposal plans dan termasuk suatu pelaporan yang diperlukan untuk menjaga
pengeluaran. Gambar 2.10 merupakan asset planning process yang diadaptasi dari
buku bahan ajar strategi pengelolaan aset, Priyatiningsih (2012).
Proses perencanaan aset pada gambar 2.10 terdiri dari dua tahapan pokok
yaitu perencanaan dan pengimplementasian. Pada tahapan perencanaan hasilnya
adalah formulasi strategic asset planning yang terbentuk karena adanya analisis
kesenjangan (Gap Analysis) dari review of existing asset dengan ideal asset mix.
Kondisi kesenjangan muncul ditunjukkan melalui demonstrasi dari aset phisik
dalam proses perencanaan bisnis dengan mempertimbangkan non asset solution.
2) Maintenance Plan
Perhatian yang besar diberikan pada isu pengeluaran pemeliharaan dalam
pengembangan anggaran tahunan, unit atau bagian akan memerlukan informasi
termasuk pada pengeluaran pemeliharaan dalam strategic asset plan
48
(Sumber : Department of Treasury and Finance- Western Australia-2005 dalam Buku Bahan Ajar
Strategi Pengelolaan Aset, Priyatiningsih, 2012)
Gambar 2.8
Asset Planning Process
Demonstrated need for physical assets from
business planning processs
Undertake gap analysis
Planning
Formulate strategic asset plan
Review exsisting asset
Depelovment of a maintenance plan
Depelovment of an asset disposal plan
Depelovment of a capital investment
Consideration of non asset solution
Review and optimizw capacity, performance,
and condition of existing asset
Implementation
Identify ideal asset mix
49
3) Asset Condition Assesment
Memberi unit atau bagian data-data yang diperlukan guna mengevaluasi
kinerja aset dan mengembangkan rencana pemeliharaan yang di teliti.
4) Project Deffinition Plans
Sebagai suatu mekanisme untuk meningkatkan ketelitian dalam proses
investasi modal.
5) Asset Disposal
Penghapusan properti yang nyata akan dikoordinasikan melalui
administrasi clearing house dengan departemen dari perencanaan dan
infrastruktur.
Pembentukan strategi merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan
pengelolaan aset. Seperti yang dikemukakan oleh Bernardz (2004), dalam
majalah Maintenance Technology, bahwa Strategic Asset Management (SAM)
adalah suatu model baru untuk mengekstraksi nilai dari aset-aset produksi.
Konsep dasar SAM adalah penggunaan sumber daya secara total untuk
keunggulan berkompetisi. SAM mencakup prediksi penjualan sampai pada
perencanaan produksi, dan berakhir pada serahan produk ke pelanggan. SAM juga
meliputi pengelolaan investasi kapital terhadap program peningkatan ROA
(Return On Assets) jangka panjang.
Siklus pengembangan SAM terbagi dalam 5 tahap utama yang merupakan
dasar dari kinerja yang dikembangkan diantaranya adalah:
1. Planned Maintenance, bertujuan untuk meningkatkan pengendalian kerja
dan meminimalkan biaya perawatan. Biasanya direferensikan sebagai
perencanaan dan penjadwalan untuk memaksimalkan efektifitas penggunaan
waktu pekerja/teknisi. Stabilisasi dan penggunaan suatu sistem terintegrasi
di semua unit sangat membutuhkan otoritas pusat.
2. Proactive Maintenance, bertujuan untuk menghilangkan mode kegagalan
yang umum atau biasa terjadi dan pengaruh-pengaruh antar fasilitas,
sehingga biaya perbaikan dan biaya waktu tunggu akibat terjadinya
kegagalan dapat dikurangi. Akusisi biaya dari pemonitoran kondisi
peralatan harus dievaluasi dengan seksama untuk mendapatkan penerapan
50
dan nilai yang terbaik. Keputusan-keputusan ini dibuat antar fungsi, dan
dieksekusi secara terpusat.
3. Organizational Excellence, menangani aktivitas operasional pada Asset
Health Care yang tersisa. Dimana pada tahap 1, operator menyiapkan
peralatan untuk dirawat; dan pada tahap 2, operator dibantu untuk
mengidentifikasi dan mendiagnosa permasalahan-permasalahan kronik.
Pada tahap 3, operator mulai untuk diberi tanggung jawab terhadap kondisi
peralatan. Bagian dari tanggung jawab ini adalah untuk melakukan aktivitas
Basic Care, termasuk lubrikasi, penyesuaian, observasi, dan mencatat
parameter operasional. Karena perawatan peralatan telah dapat
dikendalikan, dimana manajemen proses telah jelas diidentifikasikan,
direncanakan, dijadwalkan, dipastikan bekerja dengan semestinya, dan
kebanyakan kegagalan umum telah dieliminasi dengan perawatan proaktif,
sehingga pada tahap ini lebih difokuskan pada pelatihan, dan pembelajaran
pekerja terhadap peralatan. Teknisi masih tetap melakukan perawatan dalam
jumlah kecil, namun tugas lebih diarahkan sebagai fasilitator dan pelatih,
dengan spesialisasi terhadap peralatan yang menjadi tanggung jawab
mereka. Organisasi telah berubah dari manajemen terpusat menjadi
terdistribusi.
4. Engineered Reliability, berbasis unit, menghilangkan efek pada sistem
secara khusus, lebih dari pada mode kegagalan umum. Bila peralatan
memiliki unit cukup banyak, maka tahap ini akan membutuhkan kolaborasi
berbasis unit lebih lanjut. Saat pada tahap sebelumnya sumber daya telah
dikelola secara terdistribusi, selanjutnya dibutuhkan seorang manajer pusat
yang dapat melihat keseluruhan sistem. Pada tahap ini merupakan saat yang
tepat me-review untuk melakukan outsourcing pada fungsi-fungsi tertentu. 5. Operational Excellence, menambahkan suatu dimensi yang diarahkan
berdasarkan tujuan bisnis dan menentukan semua usaha-usaha perawatan
dan reliabilitas. Saat ini akan dilakukan optimalisasi yang sebenarnya, dan
tugas tim berbasis shift akan meningkat, karena memiliki tanggung jawab
memonitor dan merawat kesehatan aset, selain juga mengoptimalkan
51
produksi dan lapangan. Tanggung jawab sumber daya pada tahap ini
merupakan suatu hal yang bersifat minor untuk ditekankan, karena telah
stabil. Banyak pekerjaan yang akan dilanjutkan berbasis unit, namun
kesempatan berbagi antar unit masih bisa dilakukan. Karakteristik
organisasi pada tahap ini adalah desentralisasi yang aktual, namun tingkat
manajemen diri (self-management), disiplin dan perencanaan menjadi
sangat tinggi, dan peta organisasi digantikan oleh suatu proses manajemen
kerja yang ditetapkan untuk semua sumber daya yang berada dalam fasilitas.
Sumber: Hariyono (2007).
Gambar 2.9
Proses Pengembangan Strategi Aset
Pembandingan Permintaan dan Penawaran Aset
Aset dengan
Kondisi
Buruk
Aset dengan
Kondisi Bagus
Permintaan
Aset Baru
Aset Tidak
Berfungsi,
Kondisi
Buruk
Perbaharui Operasi dan
Pemeliharaa
n
Buat atau
Beli
Hapuskan
Aset yang telah dimiliki
Modal kerja – pengadaan terprogram dan komitmen
Strategi Penyediaan Pelayanan
Profil Permintaan Aset
Aset diperlukan untuk Mendukung Strategi
Profil Penawaran Aset
Penilaian Persediaan dan Kondisi Solusi
Non-Aset
Rencana Pengadaan
Rencana Operasi dan Pemeliharaan
Rencana Penghapusan
Rencana Pendanaan
52
Sedangkan dalam Hariyono (2007), proses pengembangan strategi aset
dilukiskan dengan gambar 2.9 yang mengilustrasikan 4 tahap pendekatan dalam
melakukan strategi aset:
1. Menentukan kebutuhan aset dengan mengacu pada pelayanan/jasa yang
akan diberikan;
2. Mengevaluasi aset yang ada (existing asset) dalam hal kapasitas untuk
mendukung penyediaan pelayanan;
3. Melakukan analisis kesenjangan (gap analysis) antara aset yang ada
dengan aset yang dibutuhkan; dan
4. Menyusun strategi aset yang berisikan rencana pengadaan, operasi,
pemeliharaan, dan penghapusan.
Hariyono menambahkan, bahwa strategi aset harus mempertimbangkan
cara pencapaian hasil yang diinginkan, dan mencakup evaluasi biaya, manfaat,
dan risiko dari masing-masing cara. Hodkiewicz (2006), juga mendefinisikan
strategi sebagai kegiatan organisasi yang sistematis dan terkoordinasi dalam
mengoptimalkan pengelolaan asetnya terkait dengan kinerja, risiko, dan
pendanaan selama siklus hidup aset untuk mencapai tujuan perusahaan.
Selain itu strategi aset juga harus mempertimbangkan metode-metode yang
mungkin diterapkan dan manfaat dari keterlibatan sektor swasta dalam seluruh
tahap manajemen aset. Masing masing rencana yang merupakan strategi aset
sesuai pada gambar 2.9, diuraikan sebagai berikut:
1. Rencana Pengadaan (Acquisition Plan)
Aset yang akan diperoleh dapat dibeli (baik itu dari pasar terbuka maupun
dari entitas pemerintah yang lain) atau dibangun/dibuat sendiri sesuai
dengan tujuannya. Aset-aset tersebut dapat juga diperoleh melalui sewa
(leasing). Rencana pengadaan aset hendaknya menegaskan tentang jenis
dan waktu kebutuhan aset dan menguraikan metode pengadaan dan
pendanaan yang diusulkan.
2. Rencana Operasi (Operations Plan)
Rencana operasi menegaskan tentang kebijakan operasi (yaitu mengenai
jam kerja, keamanan, pembersihan, manajemen energi, dan sejenisnya)
53
dan sumber daya yang dibutuhkan untuk mengelola aset. Manajemen
operasional dari masing-masing aset hendaknya ditetapkan untuk
menentukan apakah fungsi-fungsi aset tersebut dapat dikontrakkan
seluruhnya ataukah sebagian.
3. Rencana Pemeliharaan (Maintenance Plan)
Rencana pemeliharaan menegaskan mengenai standar pemeliharaan,
menjelaskan bagaimana suatu pekerjaan diselesaikan, dan meramalkan
pengeluaran pemeliharaan yang perlu selama periode perencanaan.
4. Rencana Penghapusan (Disposal Plan)
Penghapusan aset mencakup pemindahan untuk penggunaan yang berbeda,
sewa, jual dan/atau sewa kembali dan pemusnahan.
5. Rencana Pendanaan (Funding Plan)
Entitas yang mengontrol aset hendaknya mempertimbangkan alternatif-
alternatif yang tersedia untuk pendanaan baik itu pengeluaran modal
maupun pengeluaran operasi dari aset. Pendapatan untuk mendukung
beban pinjaman atau sewa, atau untuk menyangga beban operasi, dapat
diperoleh dari beban pemakai (user charges) atau pajak. Rencana
pendanaan hendaknya didasarkan atas analisis terhadap seluruh
kemungkinan yang ada, termasuk pemakaian pendanaan sektor swasta
yang sesuai/layak. Adapun beberapa hal yang harus dilakukan dalam strategi manajemen aset
menurut Hariyono (2007) diantaranya adalah:
1. Menentukan Kebutuhan Aset
Dalam perumusan strategi aset, kegiatan penentuan kebutuhan aset
merupakan langkah pertama yang harus dilakukan. Keputusan manajemen
aset yang menyangkut pengadaan, penggunaan, pemeliharaan dan
penghapusan aset dibuat dalam suatu kerangka perencanaan pelayanan dan
finansial yang terintegrasi dan dalam konteks kebijakan dan prioritas
alokasi seluruh sumber daya pemerintah. Kebutuhan akan suatu aset secara
langsung berhubungan dengan ketentuan pelayanan. Perencanaan aset
54
meliputi penilaian terhadap aset yang telah ada dan perencanaan
pengadaan dibandingkan dengan kebutuhan penyediaan pelayanan. Dalam
proses pengadaan aset, proposal pengadaan aset baru harus dijustifikasi
melalui evaluasi seluruh alternatif penyediaan pelayanan.
Semua entitas bertanggung jawab untuk mengembangkan strategi
penyediaan pelayanan dalam konteks rencana dan tujuan organisasi
mereka masing-masing. Strategi tersebut didasarkan pada analisis
kebutuhan dan review bagaimana pelayanan yang sekarang ini diberikan.
Opsi atau alternatif pelayanan perlu dievaluasi dari segi finansial,
ekonomi, sosial, dan lingkungan.
2. Mengevaluasi Aset yang Ada
Evaluasi atas aset yang telah ada dilakukan untuk menentukan apakah
kinerja aset tersebut memadai untuk mendukung strategi penyediaan
pelayanan yang telah ditentukan. Evaluasi program pelayanan mencakup
evaluasi atas kinerja aset. Kinerja aset ditinjau ulang (review) secara rutin
dengan pembanding praktik terbaik (best practice) untuk mengidentifikasi
aset yang kinerjanya buruk, atau membutuhkan biaya terlalu tinggi untuk
dimiliki atau dioperasikan. Review ini juga memungkinkan dilakukannya
alih investasi dalam aset. Evaluasi hendaknya dapat menemukan aset yang
memiliki kapasitas berlebih, atau melebihi kebutuhan. Aset yang
dipelihara secara tidak memadai dapat menimbulkan potensi risiko
keamanan atau kesehatan, mengganggu pelayanan utama, atau
menimbulkan pengeluaran tak terduga untuk perbaikan kerusakan.
3. Melakukan Analisis Kesenjangan (gap analysis)
Salah satu hal penting dalam perencanaan aset adalah penyesuaian antara
aset yang akan direncanakan dengan program penyediaan pelayanan suatu
organisasi Proses ini juga dapat membandingkan antara aset yang
dibutuhkan dengan aset yang sedang digunakan dalam kegiatan pelayanan.
Dengan dilakukannya kegiatan analisis kesenjangan ini, organisasi dapat
mengidentifikasi beberapa hal, diantaranya:
55
a. Aset yang ada, masih diperlukan dan masih mampu (capable) dalam
mendukung penyediaan pelayanan.
b. Aset yang ada, yang masih dibutuhkan tetapi berada di bawah standar
dan memerlukan perbaikan guna memenuhi kebutuhan penyediaan
pelayanan.
c. Aset yang berlebih (surplus) untuk penyediaan pelayanan dan dapat
dihapuskan.
d. Aset yang harus dihapuskan untuk memenuhi kebutuhan penyediaan
pelayanan. 4. Menyusun Strategi Aset
Untuk mengembangkan sistem dan proses guna mendukung penyusunan
strategi aset lima tahun kedepan yang meliputi pengadaan, pemeliharaan,
perbaikan, alokasi, dan penghapusan, secara bersamaan menggunakan
penyertaan modal dan biaya operasi. Suatu pendekatan terintegrasi terhadap
perencanaan dan manajemen aset akan memungkinkan entitas untuk
memberikan pelayanan berbasis aset yang berkualitas secara efisien dan
efektif.
2.8 Landasan Normatif
Landasan Normatif yang menjadi dasar hukum dalam penyelesaian masalah
yang dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pasal 23 dan Pasal 33 UUD 1945;
2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN;
3. PP No. 31 tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi Negara (PERTAMINA) menjadi Perusahaan
Perseroan (Persero);
4. Permenkeu No.96/PMK.06/2007 Tentang tata cara Pelaksanaan,
Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindah tanganan BMN.
5. PP No. 41 tahun 2003 tentang Pelimpahan Kedudukan. Tugas dan
Kewenangan Menteri Keuangan Pada Perusahaan Perseroan (Persero).
56
Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Jawatan (Perjan) Kepada
Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara;
6. SK No.Kpts-020/C00000/2006-S0 Tentang Pengelolaan Aset Non Operasi
(Aset Penunjang Usaha) Secara Terpusat;
7. SK No.Kpts-35/C00000/2010-S0 Pedoman Optimalisasi Aset Penunjang
Usaha.
2.9 Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini akan disampaikan beberapa penelitian terdahulu yang
dapat dipakai sebagai bahan kajian yang berkaitan dengan penelitian yang sedang
dilaksanakan. Dalam Tabel 2.7 dijelaskan mengenai penelitian terdahulu yang
dibandingkan dengan penelitian yang sedang dilaksanakan.
Tabel 2.7
Penelitian Pendahulu
Judul Pengarang Dimensi Persamaan Analisis Perbedaan Analisis Perumusan strategi optimalisasi fungsi pasar baru muara labuh berdasarkan analisis keunggulan bersaing
Darmawan Effendi 2006
1. Faktor Internal
2. Faktor
Eksternal
3. Rumusan Strategi
Persamaan dengan penelitian ini ialah keduanya meneliti faktor internal dan eksternal untuk berikutnya dirumuskan menjadi strategi.
Perbedaan dengan penelitian ini yaitu proses perumusan strategi, penelitian ini menggunakan kerangka kerja analisis perumusan strategi teknik Fred R David sedangkan penelitian yang sedang dilaksanakan menggunakan matriks TWOS untuk merumuskan srategi.
Strategic asset management incorporating ecologically suistanable development
Roy Barton, Delwyn
Jones and Dale
Gilbert 2001
1. Strategic planning
2. Procurement 3. Use and
disposal
Persamaan dengan penelitian ini ialah membuat sebuah strategi manajemen aset
Perbedaannya penelitian ini lebih menekankan pada strategi manajemen aset melalui tahapan SAM Framwork
Strategic marketing management for health management: cross impact matrix TWOS
Toby Proctor 2000
1. Faktor Eksternal
2. Faktor
Internal
Persamaan dengan penelitian ini ialah keduanya meneliti faktor internal dan eksternal untuk berikutnya dirumuskan menjadi strategi.
Perbedaan dengan penelitian ini yaitu membagi kembali faktor eksternal menjadi micro environtment dan macro environtment menjadi lebih detail lalu dirumskan melalui analisis TWOS dan lebih menekankan pada strategi pemasaran.
Sumber: Olahan Data Penulis (2012)