BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beton Serat ... - … II.pdf · ... ditumpu oleh tumpuan sederhana...

download BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beton Serat ... - … II.pdf · ... ditumpu oleh tumpuan sederhana (sendi-rol) ... Pada balok yang melengkung ke bawah akibat beban luar ini pada dasarnya

If you can't read please download the document

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beton Serat ... - … II.pdf · ... ditumpu oleh tumpuan sederhana...

  • 5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Beton Serat

    2.1.1 Deskripsi Beton

    Sifat dari bahan beton, yaitu sangat kuat untuk menahan tekan, tetapi tidak

    kuat (lemah) untuk menahan tarik. Oleh karena itu, beton dapat mengalami retak

    jika beban yang dipikulnya menimbulkan tegangan tarik yang melebihi kuat

    tariknya (Asroni, 2010).

    Jika sebuah balok beton (tanpa tulangan) ditumpu oleh tumpuan sederhana

    (sendi-rol) dan di atas balok tersebut bekerja beban terpusat P serta beban merata

    q, maka akan timbul momen luar, sehingga balok akan melengkung ke bawah.

    Pada balok yang melengkung ke bawah akibat beban luar ini pada dasarnya

    ditahan oleh kopel gaya-gaya dalam yang berupa tegangan tekan dan tarik. Jadi

    pada serat-serat balok bagian tepi atas akan menahan tegangan tekan dan semakin

    ke bawah tegangan tekan tersebut akan semakin kecil. Sebaliknya, pada serat-

    serat bagian tepi bawah akan menahan tegangan tarik dan semakin ke atas

    tegangan tariknya akan semakin kecil. Pada bagian tengah, yaitu pada batas antara

    tegangan tekan dan tarik, serat-serat balok tidak mengalami tegangan sama sekali

    (tegangan tekan maupun tarik bernilai nol). Serat-serat yang tidak mengalami

    tegangan tersebut membentuk suatu garis yang disebut garis netral (Asroni, 2010).

    Gambar 2.1 Balok beton tanpa tulangan ((a) balok dengan beban P dan q, (b)

    balok melengkung, (c) diagram tegangan beton)

    Sumber : Asroni (2010)

    (a) (b)

    (c)

  • 6

    2.1.2 Deskripsi Beton Serat

    Beton serat merupakan beton yang terdiri dari semen hidrolik, air, agregat

    halus, agregat kasar dan serat (serat baja, plastik, glass maupun serat alami) yang

    disebar secara diskontinu. Tjokrodimuljo (1996) mendefinisikan beton serat (fiber

    concrete) sebagai bahan komposit yang terdiri dari beton biasa dan bahan lain

    yang berupa serat (batang-batang dengan diameter antara 5 dan 500 m dengan

    panjang sekitar 2,5 mm sampai 10 mm). Penambahan serat pada beton

    dimaksudkan untuk memperbaiki kelemahan sifat yang dimiliki oleh beton yaitu

    memiliki kuat tarik yang rendah.

    2.1.3 Sifat-sifat Beton Serat

    Salah satu sifat penting dari beton adalah daktilitas. Daktilitas yaitu

    kemampuan struktur atau komponennya untuk melakukan deformasi inelastik

    bolak-balik berulang di luar batas titik leleh pertama, sambil mempertahankan

    sejumlah besar kemampuan daya dukung bebannya (SNI 03-1729-2002). Salah

    satu alasan penambahan serat pada beton adalah untuk menaikkan kapasitas

    penyerapan energi dari matrik campuran, yang berarti meningkatkan daktilitas

    beton. Penambahan daktilitas juga berarti penambahan perilaku beton terhadap

    lelah (fatigue) dan kejut (impact).

    Beton serat mempunyai kelebihan dibanding beton tanpa serat dalam

    beberapa sifat strukturnya antara lain keliatan (ductility), ketahanan terhadap

    beban kejut (impact resistance), kuat tarik dan lentur (tensile and flexural

    strength), kelelahan (fatigue life), ketahanan terhadap pengaruh susut (shrinkage)

    dan ketahanan terhadap keausan (abrasion) (Soroushian and Bayashi, 1987).

    Menurut Asad (2008), beton serat memberi banyak keuntungan antara lain:

    a. Serat terdistribusi secara acak di dalam volume beton pada jarak yang relatif

    dekat satu sama lain. Hal ini akan memberi tahanan berimbang ke segala arah

    dan memberi keuntungan material struktur yang dipersiapkan untuk menahan

    beban gempa dan angin.

    b. Perbaikan perilaku deformasi seperti ketahanan terhadap impak, daktilitas

    yang lebih besar, kuat lentur, dan kapasitas torsi yang lebih baik.

    c. Meningkatkan ketahanan beton terhadap formasi dan pembentukan retak.

  • 7

    d. Peningkatan ketahanan pengelupasan (spalling) dan retak pada selimut beton

    akan membantu menghambat korosi besi tulangan dari serangan kondisi

    lingkungan yang berpotensi korosi.

    Untuk pemilihan jenis bahan serat perlu disesuaikan dengan sifat beton yang

    diperbaiki. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian pada beton fiber

    (Suhendro, 2000), adalah:

    1. Masalah fiber dispersion yang menyangkut teknik pencampuran fiber ke

    dalam adukan agar dapat tersebar merata dengan orientasi yang random.

    2. Masalah workability (kelecakan adukan), yang menyangkut kemudahan

    dalam proses pengerjaan/pemadatan, termasuk indikatornya.

    3. Masalah mix design/proportion untuk memperoleh mutu tertentu dengan

    kelecakan yang memadai.

    Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa penambahan fiber ke dalam

    adukan beton akan menurunkan kelecakan adukan secara cepat sejalan dengan

    penambahan konsentrasi fiber dan aspek ratio fiber. Penurunan kelecakan adukan

    dapat dikurangi dengan penurunan diameter maksimal agregat, peninggian faktor

    air semen, penambahan semen ataupun pemakaian bahan tambah. Meskipun

    demikian jika konsentrasi fiber dan aspek ratio fiber (nilai banding panjang dan

    diameter fiber) melampaui suatu batas tertentu, tetap akan didapat suatu adukan

    dengan kelecakan yang sangat rendah yang sulit diaduk dan dicor dengan cara-

    cara biasa (Sudarmoko, 1989). Aspek ratio fiber yang tinggi akan menyebabkan

    fiber cenderung untuk menggumpal menjadi suatu bola yang sangat sulit disebar

    secara merata sebelum dan sesudah proses pengadukan. Hal ini ditunjukkan pada

    Gambar 2.2 dan Gambar 2.3. Batas maksimal aspek ratio fiber yang masih

    memungkinkan pengadukan dilakukan dengan mudah adalah l/d < 100. Nilai l/d

    yang melampaui batas di atas akan menyebabkan kesulitan dalam pengadukan

    (Sudarmoko, 1989).

  • 8

    Gambar 2.2 Pengaruh aspek ratio fiber pada Vebe Time

    Sumber : Sudarmoko (1989)

    Gambar 2.3 Pengaruh aspek ratio fiber pada Compacting Factor

    Sumber : Sudarmoko (1989)

    Penelitian oleh Keer (1984), menunjukkan bahwa konsentrasi fiber akan

    dapat ditingkatkan dengan cara penurunan diameter maksimal agregat seperti

    yang ditunjukkan pada Gambar 2.4. Keer dengan memakai fiber beraspek ratio

    100 mendapatkan hasil kelecakan adukan beton-fiber yang cukup meningkat

  • 9

    akibat penurunan diameter agregat dari 20 mm ke 10 mm. Penurunan diameter

    agregat dari 10 mm ke 5 mm juga menghasilkan peningkatan kelecakan adukan.

    Gambar 2.4 Pengaruh diameter agregat pada konsentrasi fiber

    Sumber : Sudarmoko (1989)

    Konsentrasi fiber yang masih memungkinkan pengadukan dilakukan dengan

    mudah adalah 2% volume. Jika konsentrasi fiber melampaui nilai ini, adukan

    beton menjadi sulit dikerjakan (Sudarmoko, 1989).

    2.1.4 Perencanaan Campuran Beton Serat

    Penambahan serat banyak mengubah perilaku beton setelah retak misalnya

    terjadi peningkatan regangan tarik setelah beton runtuh, sehingga dihasilkan beton

    yang lebih keras dan lebih tahan benturan (Salain, 2008 dalam Jaya, 2010).

    Peningkatan kekerasan beton banyak dipengaruhi oleh konsentrasi serat dan

    ketahanan serat terhadap cabutan yang terutama ditentukan oleh perbandingan

    aspek serat (perbandingan panjang/diameter) dan faktor lain seperti bentuk dan

    tekstur permukaan. Perencanaan campuran beton serat ditentukan berdasarkan

    (Salain, 2008 dalam Jaya 2010):

    a. Kandungan serat < 2% dari volume beton,

    b. Perbandingan aspek panjang dan diameter serat < 100,

    c. Diameter agregat < 19 mm

  • 10

    2.1.5 Toleransi dalam Kemudahan Pengerjaan

    Bila tidak ada toleransi lain dalam spesifikasi proyek, berikut ini aturan

    yang dapat digunakan untuk semua jenis beton berserat, kecuali beton semprot

    campuran kering.

    a. Bila spesifikasi proyek untuk slump ditulis sebagai persyaratan maksimum

    atau tidak melampaui.

    Tabel 2.1 Slump yang ditetapkan

    75 mm atau kurang lebih dari 75 mm

    toleransi plus 0,00 mm 0,00 mm

    toleransi minus 40,00 mm 65,00 mm

    Sumber : RSNI S-05-2002

    b. Bila spesifikasi proyek untuk slump tidak ditulis sebagai persyaratan

    maksimum atau tidak melampaui.

    Tabel 2.2 Toleransi untuk slump nominal

    untuk slump yang ditetapkan Toleransi

    < 50,00 mm + 15,00 mm

    50,00 100,00 mm + 25,00 mm

    > 100,00 mm + 40,00 mm

    Sumber : RSNI S-05-2002

    2.1.6 Interaksi antara Serat dan Matrik Beton

    Interaksi antara serat dan matrik beton merupakan sifat dasar yang

    memengaruhi kinerja dari material komposit beton serat. Pengetahuan tentang

    interaksi ini diperlukan untuk memperkirakan kontribusi serat dan meramalkan

    perilaku komposit. Menurut Balaguru (1992) dalam Jaya (2010), sifat

    karakteristik yang berpengaruh terhadap interaksi serat dan matrik beton adalah:

    a. Kondisi matrik dalam keadaan retak atau tidak

    b. Komposisi matrik

    c. Bentuk geometri, jenis, dan karakteristik dari serat

    d. Kekakuan serat bila dibandingkan dengan kekakuan matrik beton

    e. Orientasi arah serat dalam pengertian distribusi secara random

  • 11

    f. Volume fraksi dari serat

    g. Beban yang dikerjakan

    h. Keawetan serat dalam beton dan pengaruh umur beton

    2.1.7 Penelitian Mengenai Beton Serat

    1. Penelitian oleh Adibroto (2014)

    Penelitian ini bertujuan untuk menguji kuat tekan paving block dengan

    penambahan serat (ijuk, plastik, dan kawat). Mutu kuat tekan rancangan campuran

    paving block adalah K300 dengan mengoptimalkan penggunaan serat sebagai

    bahan tambahan campuran. Untuk mendapatkan gambaran optimalisasi

    pemakaian serat sebagai bahan tambahan dilakukan variasi campuran dengan

    rentang 0% sampai 5% dari volume beton, dan variasi panjang serat 1 cm, 2 cm

    dan 3 cm dengan masing-masing variasi sebanyak 5 benda uji. Dari penelitian ini

    diharapkan memperoleh paving block dengan mutu kuat tekan yang tinggi.

    Berdasarkan hasil pengujian yang diperoleh ternyata secara prinsip

    penambahan serat (ijuk, plastik, kawat) sampai 5 % dari volume campuran paving

    block tidak memberikan nilai yang signifikan terhadap penambahan kuat tekan

    paving block. Sebagian campuran memberikan kecenderungan penurunan kuat

    tekan dibandingkan dengan kuat tekan paving block standar sebagai pembanding.

    Untuk penambahan serat ijuk kekuatan tekan rata-rata maksimum hanya diperoleh

    sebesar 323,98 kg/cm2 pada penambahan serat ijuk panjang 3 cm dengan

    persentase penambahan serat 2%. Untuk penambahan serat plastik kekuatan tekan

    rata-rata maksimum hanya diperoleh sebesar 325,10 kg/cm2 pada penambahan

    serat plastik panjang 2 cm dengan persentase penambahan serat 3 %. Sedangkan

    untuk penambahan serat kawat kekuatan tekan rata-rata maksimum hanya

    diperoleh sebesar 341,52 kg/cm2 pada penambahan serat kawat panjang 3 cm

    dengan persentase penambahan serat 3%.

    2. Penelitian oleh Kushartomo, dkk. (2013)

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh volume serat lokal

    dalam campuran reactive powder concrete (RPC) terhadap kuat tekan dan kuat

    lentur metode third point loading. Serat lokal yang digunakan terbuat dari

  • 12

    stainless steel berdiameter 0,2 mm, panjang 20,0 mm dan memiliki tensile

    strength 515 MPa. Variasi volume penggunaan serat sebesar 1,0%, 1,5% dan

    2,0% terhadap volume beton. Dalam pembuatan RPC, material yang digunakan

    berupa semen, air, silica fume, quartz powder, pasir lokal dengan diameter

    maksimum 1,2 mm dan super plasticizer berbahan polycarboxilate. Teknik

    penguapan bertemperatur 90oC digunakan untuk perawatan benda uji.

    Hasil percobaan memperlihatkan bahwa serat lokal dapat digunakan sebagai

    bahan pembuat RPC karena dapat meningkatkan kekuatan tekan, kekuatan lentur

    dan fracture energy. Dari hasil percobaan didapatkan bahwa kuat tekan tertinggi

    adalah beton yang mengandung volume serat 1%, mengalami peningkatan kuat

    tekan hingga 35,51%. Kuat lentur tertinggi adalah beton yang mengandung

    volume serat 2 %, mengalami peningkatan kuat lentur hingga 96,20%. Penyerapan

    energi terbesar saat retak pertama adalah balok beton yang mengandung serat

    1,5%, mengalami peningkatan penyerapan energi hingga 79,6015%.

    3. Penelitian oleh Rusyanto, dkk. (2012)

    Penelitian ini membahas tentang kajian kuat tarik beton serat bambu. Beton

    mempunyai kekurangan yang cukup signifikan, yaitu mempunyai kuat tarik yang

    rendah. Penambahan serat mikro merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi

    kekurangan tersebut. Serat bambu adalah serat alami yang mudah didapat dan

    pertumbuhan bambu relatif cepat. Serat dibuat dari kulit bambu dari bagian tanpa

    buku yang telah dikeringkan. Penelitian bertujuan untuk mengkaji peningkatan

    kuat tarik beton akibat penambahan serat bambu. Penelitian berupa studi

    eksperimental dengan membuat benda uji silinder berdiameter 150 mm dan tinggi

    300 mm. Kadar serat yang digunakan adalah 1,5% dari berat semen dengan

    variasi panjang 15 mm (BS1), 20 mm (BS2), dan 25 mm (BS3). Beton tanpa serat

    (BN) juga dibuat sebagai pembanding.

    Hasil penelitian menunjukkan kuat tekan BN adalah 25,44 MPa, BS1 26,50

    MPa (naik 4,1%), BS2 27,81 MPa (naik 9,3%), dan BS3 27,95 MPa (naik 9,9%).

    Kuat tarik BN adalah 1,88 MPa, BS1 2,27 MPa (naik 20,7%), BS2 2,46 MPa

    (naik 30,5%), dan BS3 2,43 MPa (naik 28,9%). Terlihat bahwa penambahan serat

    hanya sedikit menaikkan kuat tekan beton, yaitu kenaikan terbesar pada BS3

  • 13

    sebesar 9,9%. Tetapi penambahan serat menaikkan kuat tarik cukup signifikan,

    yaitu sebesar 30,5% pada BS2. Dapat disimpulkan ukuran serat terbaik adalah 20

    mm.

    4. Penelitian oleh Jaya (2010)

    Penelitian ini adalah penelitian tentang pengaruh serat serabut kelapa

    terhadap perilaku mekanis beton yang meliputi kuat tekan, kuat tarik belah, kuat

    tarik lentur, permeabilitas, dan modulus elastisitas beton. Penambahan serat

    serabut kelapa yang dilakukan sebesar 0% (tanpa serat); 0,5%; 1,0%; 1,5%; dan

    2,0% terhadap volume beton. Benda uji yang digunakan berupa silinder dengan

    diameter 150 mm dan tinggi 300 mm untuk uji kuat tekan, kuat tarik belah,

    permeabilitas, dan modulus elastisitas. Untuk uji kuat tarik lentur digunakan balok

    dengan ukuran 150x150x600 mm. Jumlah benda uji masing-masing perlakuan

    sebanyak 5 buah. Gradasi pasir dan kerikil dirancang menurut SNI 03-2834-2000.

    Pasir dirancang pada zona 2 dan kerikil dengan butiran maksimum 20 mm.

    Rancangan campuran beton direncanakan menurut SKSNI T-15-1990-03 untuk

    mutu fc = 25 MPa, yang memberikan komposisi dalam perbandingan berat

    semen : pasir : batu pecah sebesar 1 : 1,94 : 2,19 dan fas 0,52. Pengujian terhadap

    sifat mekanis beton dilakukan pada umur 28 hari, dan hasilnya dibandingkan

    dengan benda uji standar (tanpa serabut kelapa). Uji regresi dilakukan untuk

    mendapatkan pengaruh penambahan serat serabut kelapa terhadap perilaku

    mekanis beton.

    Hasil pengujian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap

    peningkatan nilai sifat mekanis beton. Pada uji tekan, nilai optimum diperoleh

    pada kadar serat 1,89%, dengan peningkatan kuat tekan maksimum sebesar

    16,16% dari beton standar. Pada uji kuat tarik belah, hasil optimum diperoleh

    pada kadar serat 1,62%, dengan peningkatan kuat tarik belah maksimum sebesar

    15,25% dari beton standar. Pada uji kuat tarik lentur, hasil optimum diperoleh

    pada kadar serat 1,95%, dengan peningkatan kuat tarik lentur maksimum sebesar

    47,07%. Peningkatan nilai juga terjadi pada uji modulus elastisitas beton. Pada uji

    ini hasil optimum diperoleh pada kadar serat 1,82%, dengan peningkatan

    maksimum sebesar 16,99% dari beton standar. Sedangkan terhadap pengujian

  • 14

    permeabilitas, penambahan serat makin meningkatkan nilai permeabilitas beton

    dimana pada kadar serat 2% peningkatan koefisien permeabilitas mencapai 8,40

    kali dari beton standar.

    5. Penelitian oleh Yasa dan Wati (2015)

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik serat nanas, proporsi

    material yang digunakan untuk membuat beton serat dengan target kuat tekan 25

    MPa, jumlah biaya bahan yang dikeluarkan, dan pengaplikasian beton serat dari

    serat nanas di lapangan. Serat nanas yang digunakan dalam penelitian ini disebut

    juga serat Bagu. Adapun metode pengambilan data yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah metode kajian pustaka dan penelitian laboratorium,

    sedangkan batasan masalah dalam pengumpulan data laboratorium adalah hanya

    dicoba 1 kadar serat yaitu 2% (nilai maksimum sesuai persyaratan) terhadap

    volume beton. Beton yang dibuat merupakan beton normal dengan tambahan

    serat.

    Serat nanas yang digunakan memiliki karakteristik tahan lama dan cukup

    kuat. Proporsi material dalam kondisi SSD untuk 1 m3 campuran beton serat dari

    serat nanas adalah 205 kg air, 410 kg semen, 652 kg pasir, 918 kg batu pecah, dan

    0,66 kg serat nanas. Biaya untuk membuat 1 m3 beton serat dari serat nanas

    sebesar Rp769.250,00. Kuat tarik belah beton serat rata-rata sebesar 3,28 Mpa,

    sedangkan kuat tarik belah beton yang ditargetkan adalah 2,5 MPa. Jadi kuat tarik

    belah beton yang diuji sudah melebihi kuat tarik belah beton yang ditargetkan.

    Beton serat dari serat nanas ini dapat diaplikasikan untuk elemen struktur yang

    tipis agar tidak mudah retak akibat benturan.

    2.2 Beton Ringan

    Beton ringan adalah beton yang memiliki berat jenis (density) lebih ringan

    daripada beton pada umumnya. Agregat yang digunakan untuk memproduksi

    beton ringan merupakan agregat ringan juga. Terminolog ASTM C.125

    mendefinisikan bahwa agregat ringan adalah agregat yang digunakan untuk

    menghasilkan beton ringan, meliputi batu apung, scoria, vulkanik cinder, tuff,

  • 15

    expanded, atau hasil pembakaran lempung, shale, slte, shele, perlit, atau slag atau

    hasil batubara dan hasil residu pembakarannya (Mulyono, 2005).

    Tidak seperti beton biasa, berat beton ringan dapat diatur sesuai kebutuhan.

    Keunggulan beton ringan utamanya ada pada berat, sehingga apabila digunakan

    pada proyek bangunan tinggi akan dapat secara signifikan mengurangi berat

    sendiri bangunan, yang selanjutnya berdampak kepada perhitungan pondasi.

    Keuntungan dari beton ringan antara lain memiliki nilai tahanan panas (thermal

    insulator) yang baik, memiliki tahanan suara (peredam) yang baik, dan tahan api

    (fire resistant), sedangkan kelemahan beton ringan adalah nilai kuat tekannya

    (compressive strength) lebih kecil dibanding dengan beton normal sehingga tidak

    dianjurkan penggunaannya untuk struktural (Sumarno, 2010).

    Menurut SNI 03-2847-2013, beton ringan (lightweight concrete) adalah

    beton yang mengandung agregat ringan dan berat volume setimbang (equilibrium

    density), sebagaimana ditetapkan oleh ASTM C567, antara 1140-1840 kg/m3. Ada

    beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengurangi berat jenis beton atau

    membuat beton lebih ringan antara lain sebagai berikut (Tjokrodimuljo, 1996) :

    1. Dengan membuat gelembung-gelembung gas/udara dalam adukan semen

    sehingga terjadi banyak pori-pori udara di dalam betonnya. Salah satu cara

    yang dapat dilakukan adalah dengan menambah bubuk alumunium ke dalam

    campuran adukan beton.

    2. Dengan menggunakan agregat ringan, misalnya tanah liat bakar, batu apung

    atau agregat buatan sehingga beton yang dihasilkan akan lebih ringan dari

    pada beton biasa.

    3. Dengan cara membuat beton tanpa menggunakan butir-butir agregat halus

    atau pasir yang disebut beton non pasir.

    2.3 Spesifikasi Agregat Ringan Untuk Beton Ringan Struktural (SNI 03-2461-2002)

    Beton ringan struktural adalah beton yang memakai agregat ringan atau

    campuran agregat kasar ringan dan pasir sebagai pengganti agregat halus ringan

    dengan ketentuan tidak boleh melampaui berat isi maksimum beton 1850 kg/m3

  • 16

    kondisi kering permukaan jenuh dan harus memenuhi persyaratan kuat tekan dan

    kuat tarik belah beton ringan untuk tujuan struktural.

    Tabel 2.3 Persyaratan kuat tekan dan kuat tarik belah rata-rata untuk beton ringan

    struktural

    Berat isi kering udara 28

    hari, maksimum (kg/m3)

    Kuat tarik belah (tidak

    langsung) rata-rata (MPa)

    Kuat tekan rata-rata, 28

    hari, minimum (MPa)

    1760

    1680

    1600

    1840

    1760

    1680

    Semua agregat ringan

    2,2

    2,1

    2,0

    Agregat ringan dan pasir

    2,3

    2,1

    2,0

    28

    21

    17

    28

    21

    17

    CATATAN 1 Nilai kuat tekan dan berat isi diambil dari rata-rata 3 buah benda

    uji sedangkan kuat tarik belah diambil rata-rata dari 6 benda uji,

    CATATAN 2 Nilai antara untuk kekuatan tekan dan nilai berat isi yang berkait

    dapat diperoleh dengan penambahan atau interpolasi,

    CATATAN 3 Bahan-bahan yang tidak memenuhi persyaratan kuat tarik rata-

    rata minimum dapat digunakan bila rancangannya dimodifikasi untuk

    mengimbangi nilai yang lebih rendah,

    CATATAN 4 1 MPa 10 kg/cm2

    Sumber : SNI 03-2461-2002

    Ada dua jenis agregat ringan yang tercakup dalam spesifikasi ini adalah :

    1. Agregat hasil proses pengembangan, pemanasan atau sintering dari bahan

    terak tanur tinggi, lempung, diatome, abu terbang, batu sabak, dan batu

    obsidian,

    2. Agregat diperoleh dari bahan diproses secara alami, seperti batu apung dan

    skoria.

    Agregat ringan yang digunakan tidak mengandung bahan kimia yang

    merusak dalam jumlah seperti yang ditentukan oleh batasan-batasan berikut :

    1. Kotoran organis hasil pengujian kadar zat organis pada agregat ringan tidak

    boleh memperlihatkan warna yang lebih gelap dari pada warna pembanding

  • 17

    (standar), kecuali kalau dapat dibuktikan bahwa perubahan warna itu

    mengakibatkan turunnya kekuatan tekan beton (lebih dari 5 %);

    2. Noda warna kandungan besi oksida yang menyebabkan noda (Fe2O

    3) pada

    agregat boleh lebih dari 1,5 mg / 200 gr contoh.

    3. Hilang pijar pada pembakaran agregat ringan tidak boleh melebihi 5 %.

    Agregat ringan yang diuji harus memenuhi persyaratan gradasi seperti yang

    tercantum dalam Tabel 2.4.

    Tabel 2.4 Persyaratan susunan besar butir agregat ringan untuk beton ringan

    struktural

    Ukuran Presentase yang lulus angka (% berat)

    25,0 19,0 12,5 9,5 4,75 2,36 1,18 0,60 0,3

    Agregat halus :

    (4,75-0) mm - - - 100 85-100 - 40-80 10-35 5-25

    Agregat kasar :

    (25,0-4,75) mm 95-100 - 25-60 - 0-10 - - - -

    (19,0-4,75) mm 100 90-100 - 10-50 0-15 - - - -

    (12,5-4,75) mm - 100 90-100 40-80 0-20 0-10 - - -

    (9,5-2,36) mm - - 100 80-100 5-40 0-20 0-10 - -

    Kombinasi agregat

    halus & kasar :

    (12,5-8,0) mm - 100 95-100 - 50-80 - - 5-20 2-15

    (9,5-8) mm - - 100 90-100 65-90 35-65 - 10-25 5-15

    Sumber : SNI 03-2461-2002

    Keseragaman gradasi butiran ditentukan berdasarkan besarnya modulus kehalusan

    yang harus diuji secara periodik dan setiap nilai modulus kehalusan tidak boleh

    berbeda lebih dari 7% terhadap nilai modulus kehalusan yang ditentukan.

    Agregat ringan yang diuji harus memenuhi persyaratan seperti yang

    tercantum dalam Tabel 2.5.

  • 18

    Tabel 2.5 Persyaratan sifat fisis agregat ringan untuk beton ringan struktural

    No. Sifat fisis Persyaratan

    1 Berat jenis 1,0-1,8

    2 Penyerapan air maksimum (%), setelah direndam 24 jam 20

    3 Berat isi maksimum :

    - gembur kering (kg/cm) 1120 - agregat halus 880 - agregat kasar 1040 - campuran agregat kasar dan halus 60 4 Nilai presentase volume padat (%) 9-14

    5 Nilai 10% kehalusan (ton)

    6 Kadar bagian yang terapung setelah direndam dalam air 10

    menit maksimum (%)

    5

    7 Kadar bahan yang mentah (clay dump) (%) < 1

    8 Nilai keawetan, jika dalam larutan magnesium sulfat

    selama 16-18 jam, bagian yang larut maksimum (%)

    12

    CATATAN :

    Nilai keremukan ditentukan sebagai hasil bagi banyaknya fraksi yang lolos pada

    ayakan 2,4 mm dengan banyaknya bahan agregat kering oven semula dikalikan

    100%

    Sumber : SNI 03-2461-2002

    2.4 Serat Bagu

    Serat alami yaitu serat yang berasal dari alam (bukan buatan ataupun

    rekayasa manusia). Serat alami ini biasanya didapat dari serat tumbuhan

    (pepohonan). Penelitian dan penggunaan serat alami berkembang dengan sangat

    pesat dewasa ini karena serat alami banyak memiliki keunggulan dibandingkan

    dengan serat buatan. Keunggulan dari serat alami, yaitu beban lebih ringan,

    mudah didapat, harga relatif murah, dan yang paling penting ramah lingkungan.

    Salah satu serat alami adalah serat Bagu.

    Serat Bagu berasal dari tumbuhan seperti pandan yang dapat dilihat pada

    Gambar 2.5. Ciri-ciri tumbuhan ini adalah seperti pandan yang memiliki ruas-ruas

    daun sejajar, daunnya tebal seperti daun nanas, dan terdapat duri di pinggir daun.

    Tumbuhan ini biasanya tumbuh di dataran tinggi. Tumbuhan ini memiliki banyak

    sebutan di Bali yaitu gebang dan manas perau (Kecamatan Kubu, Karangasem),

    serta pandan (Kabupaten Singaraja). Serat Bagu yang berkualitas baik dapat

    dihasilkan jika umur tumbuhan yang daunnya diolah menjadi serat sudah

    mencapai + 1,5 tahun.

  • 19

    Gambar 2.5 Tumbuhan yang menghasilkan serat Bagu

    Di Bali, serat Bagu ini biasanya digunakan untuk rambut ogoh-ogoh dan

    barong. Kebutuhan akan serat Bagu ini bersifat kontinuitas. Serat Bagu yang

    sudah siap digunakan memiliki harga yang terjangkau (Yasa dan Wati, 2015).

    Gambar 2.6 Serat Bagu

    Serat Bagu merupakan serat alami yang kuat dan awet. Tanda serat Bagu

    sudah rusak adalah timbulnya warna merah pada serat. Untuk memperoleh serat

    Bagu tersebut memerlukan waktu + 1 bulan. Adapun tahapan untuk memperoleh

    serat Bagu adalah sebagai berikut:

  • 20

    1. Daun dipilih dan dipotong

    2. Setelah dipotong, direndam selama + 20 hari di air yang mengalir, biasanya

    di sungai. Air tempat merendam daun tersebut memiliki bau yang tidak

    sedap dan dapat membuat gatal, tetapi tidak menimbulkan rasa sakit. Selama

    perendaman daun akan mulai melunak dan bagian daun selain serat akan

    meluruh.

    3. Kemudian daun yang telah selesai direndam, ditiriskan dengan cara

    dibanting-banting atau dipukul-pukul. Dengan cara ini serat akan terpisah

    dari daunnya. Tetapi jika belum terpisah, biasanya dilakukan pemisahan

    khusus dengan mesin. Dari tahapan ini akan diperoleh serat Bagu.

    4. Serat yang telah terpisah dijemur sampai kering. Hal ini dilakukan agar serat

    awet untuk disimpan dalam waktu yang lama.

    Menurut hasil uji kuat tarik sederhana yang dilakukan oleh Yasa dan Wati

    (2015), beban yang mampu ditahan serat Bagu (dalam judul penelitian disebut

    serat nanas) sampai kondisi putus tercapai adalah + 250 gr atau + 0,25 kg.

    Diameter serat Bagu yang digunakan dalam uji kuat tarik sederhana adalah 0,03

    cm atau 0,3 mm. Berdasarkan nilai tersebut, jadi serat Bagu memiliki kuat tarik

    sebesar 35,4 MPa.

    2.5 Lightweight Expanded Clay Aggregate (LECA)

    Lightweight Expanded Clay Aggregate (LECA) adalah agregat ringan yang

    dibuat dari campuran mineral vulkanik yang ringan dan dibuat berpori dengan

    pembakaran di atas 1000oC dan lapisan luar tanah lempung tembikar. LECA

    memiliki bentuk dan ukuran yang random seperti batuan alami yang tidak

    dipecahkan (Rudy, 2016). LECA biasanya diproduksi dalam berbagai ukuran dan

    kepadatan dari 0,1 milimeter (0,0039 in) hingga 25 milimeter (0,98 in), umumnya

    0-4 mm, 4-10 mm, dan 10-25 mm. LECA bisa digunakan untuk membuat produk

    beton ringan. Keuntungan menggunakan LECA, yaitu dapat melakukan

    pengurangan beban mati dan beban gempa lateral konstruksi. Penggunaan umum

    LECA lainnya adalah untuk blok beton, beton, tambalan geoteknik, beton ringan,

    pengolahan air, hidroponik, aquaponics dan hydroculture (Anonim, 2015).

  • 21

    Gambar 2.7 Lightweight Expanded Clay Aggregate (LECA)

    LECA memiliki berat jenis bulk 0,48-0,51 kilogram/liter dan daya serap air

    40% berat terhadap air. Daya simpan air bisa bertahan lebih dari 4 hari (Rudy,

    2016). Konduktivitas termal perkiraan dari bahan kering longgar 0,113 w/mk.

    Keofisien ekspansi termal adalah 6.8 x 10.6oC. Agregat tidak terpengaruh oleh

    embun beku dan dapat menahan suhu hingga 1000oC dan tidak mudah terbakar.

    Nilai pH kira-kira adalah 7 (Sinclair, 2008).

    Tabel 2.6 Pemanfaatan LECA sesuai dengan ukuran

    Ukuran Pemanfaatan

    Besar (10-20 mm)

    Isolasi, menghilangkan kapilaritas,

    pengisi drainase ringan, produksi beton

    dan infrastruktur

    Sedang (3-10 mm) Produksi beton, infrastruktur dan

    pengisi yang ringan

    Kecil (0-3 mm) Produksi beton, mortar dan pelapisan

    Sumber : Koohdaragh and Azar (2012)

    Tabel 2.7 Rata-rata penyerapan air LECA

    Agregat Campuran

    (0-25 mm)

    Kecil

    (0-3 mm)

    Sedang

    (3-10 mm)

    Besar

    (10-20 mm)

    Penyerapan air

    setelah 30 menit (%) 18 + 2 15 + 2 17 + 2 19 + 2

    Penyerapan air

    setelah 24 jam (%) 30 + 2 30 + 2 30 + 2 30 + 2

    Sumber : Koohdaragh and Azar (2012)

  • 22

    Expanded Clay Aggregate (ECA) adalah agregat ringan dengan kekuatan

    yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan agregat alam ringan lainnya dan dapat

    memproduksi beton ringan dengan kekuatan tinggi yang dapat digunakan dalam

    sistem struktural bangunan. Dengan menggunakan ECA, memungkinkan untuk

    menghasilkan kekuatan beton ringan yang tinggi dengan kepadatan 1,71 g/cm3

    dan kekuatan sekitar 45 MPa. Penggunaan ECAC dalam sistem struktural

    memungkinkan untuk membangun bangunan yang lebih ringan dengan ukuran

    beton bertulang lebih kecil dan mengurangi kerusakan akibat gempa bumi

    (Subasi, 2009).

    2.6 Penelitian Beton dengan Expanded Clay Aggregate

    1. Penelitian oleh Moravia et al. (2010)

    Penelitian oleh Moravia et al. (2010), membahas tentang faktor efisiensi dan

    modulus elastisitas beton ringan dengan expanded clay aggregate. Pada penelitian

    ini, expanded clay digunakan sebagai agregat kasar dalam membuat Lightweight

    Aggregate Concrete (LWAC). Kapur dengan ukuran partikel yang sesuai dengan

    expanded clay digunakan sebagai agregat kasar dalam membuat Normalweight

    Concrete (NWC). Proporsi campuran beton ditentukan sesuai dengan metode

    IPT/USP. Metode ini digunakan untuk memperoleh proporsi campuran beton

    yang memberikan konsistensi yang diinginkan dan kuat tekan rata-rata (fcj) pada

    umur j hari. Kuat tekan perkiraan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20,

    25, 30, dan 40 MPa pada umur 28 hari. Benda uji berbentuk silinder dengan

    diameter 10 cm dan tinggi 20 cm. Benda uji dirawat di ruang lembab dan diuji

    pada umur 3, 7, dan 28 hari.

    Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan berbanding lurus antara

    ketahanan mekanik dan kepadatan. Meskipun lebih rendah dalam kuat tekan,

    LWAC menunjukkan faktor efisiensi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan

    NWC. Faktor efisiensi ditentukan dari rasio antara kekuatan mekanik dengan

    kepadatan masing-masing beton. Faktor efisiensi LWAC pada usia 3, 7 dan 28

    hari adalah 20%, 15% dan 8% lebih tinggi dibandingkan dengan NWC. Perbedaan

    faktor efisiensi beton ditemukan menurun dengan bertambahnya usia. Kuat tekan

    NWC menunjukkan peningkatan 10% pada 7 hari dan 38% pada 28 hari jika

  • 23

    dibandingkan dengan rata-rata kekuatan diperoleh pada usia 3 hari. Kuat tekan

    LWAC menunjukkan peningkatan 6% pada 7 hari dan 23% pada 28 hari jika

    dibandingkan dengan kekuatannya pada usia 3 hari. Pada kuat tekan rencana 40

    MPa, saat umur 28 hari, LWAC memiliki kuat tekan rata-rata 26% lebih rendah

    dibandingkan NWC. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui NWC

    menunjukkan keuntungan yang lebih tinggi dalam kekuatan. Untuk kepadatan,

    NWC menunjukkan peningkatan dari 0,9% pada 7 hari dan dari 2,73% pada 28

    hari jika dibandingkan dengan pada usia 3 hari. Di sisi lain, kepadatan LWAC

    meningkat 1,67% dan 1,92% pada usia yang sama.

    Rendahnya kuat tekan LWAC dapat dijelaskan karena kekuatan expanded

    clay lebih rendah dibandingkan dengan kekuatan batu kapur. Tetapi, dari sudut

    pandang kerapatan dan kuat tekan, dalam penelitian ini, LWAC dianalisis dapat

    diklasifikasikan sebagai beton struktural. Faktor efisiensi LWAC yang lebih tinggi

    daripada NWC menunjukkan LWAC memiliki sifat yang lebih tinggi dalam

    menanggapi fenomena fisik dan kimia yang terjadi di dalam beton. Fenomena

    kimia merupakan aktivitas bubuk pozzolan pada expanded clay, sedangkan

    fenomena fisik adalah interlocking mekanis antara expanded clay dengan hasil

    hidrasi dalam pasta semen. LWAC memiliki nilai modulus elastisitas statis rata-

    rata sepertiga (+36%) lebih kecil dari nilai yang diperoleh NWC, menunjukkan

    kapasitas yang lebih besar dari LWAC untuk menyerap deformasi yang

    disebabkan oleh penyusutan, yang dapat mengurangi tekanan internal dan

    pembentukan microcrack bila dibandingkan dengan NWC.

    2. Penelitian oleh Bogas and Nogueria (2014)

    Dalam penelitian ini diproduksi Lightweight Aggregate Concrete (LWAC)

    dengan jenis expanded clay aggregates yang berbeda. Studi eksperimental yang

    komprehensif dilakukan pada komposisi beton yang berbeda dengan kekuatan

    tekan rata-rata 30-70 MPa dan kelas densitas dari D1.6-D2.0. Penelitian ini

    bertujuan untuk mengetahui pengaruh kondisi perawatan dan pembasahan awal

    agregat ringan pada kekuatan tarik belah dan modulus of rupture.

  • 24

    Dari hasil penelitian ini, dapat diketahui kekuatan tarik dipengaruhi oleh

    jenis agregat, meskipun pengaruh ini lebih rendah daripada kekuatan tekan.

    Kekuatan tarik LWAC sekitar 0,8-0,85 dari Normal Weight Concrete (NWC)

    pada kekuatan tekan yang sama. Efisiensi struktural tarik beton dengan moist-

    cured sedikit dipengaruhi oleh volume dan kondisi pembasahan agregat. Modulus

    of rupture dari LWAC dengan air-cured hanya dapat sekitar 0,5-0,8 dari NWC

    dengan kekuatan yang sama.

    3. Penelitian oleh Subasi (2009)

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh menggunakan fly ash

    terhadap sifat fisik dan mekanik beton agregat ringan kekuatan tinggi yang

    diproduksi dengan expanded clay aggregate. Untuk tujuan ini, campuran beton

    ringan dengan kadar semen 350, 400, dan 450 kg/m3 disiapkan dan campuran

    beton tersebut menggunakan expanded clay aggregate. Selain itu, beton dengan

    fly ash 0, 10, 20 dan 30% diproduksi dari campuran dengan kadar semen yang

    berbeda. Pengujian densitas beton, porositas, kecepatan ultrasonik, kuat tekan dan

    kuat tarik belah dilakukan pada sampel yang disiapkan. Selain itu, terdapat sampel

    diambil dari beton yang dibuat untuk diperiksa di bawah mikroskop optik.

    Dalam pemeriksaan mikroskopis ikatan yang kuat ditemukan antara pasta

    semen dan antarmuka Expanded Clay Aggregate (ECA) dari Expanded Clay

    Aggregate Concrete (ECAC) yang diproduksi. Dari hasil penelitian ini diketahui

    kadar semen 450 kg/m3 memiliki nilai kekuatan tertinggi dan sifat mekanik beton

    dapat ditingkatkan dengan menggunakan 10% fly ash. Ketika 10% fly ash

    digunakan dalam ECAC, ditetapkan bahwa kepadatan meningkat dengan rasio

    rata-rata 3%, porositas menurun 24%, kecepatan ultrasonik meningkat 3%, kuat

    tekan meningkat 8%, dan kekuatan tarik belah meningkat 9% untuk beton dengan

    berbagai kadar semen.

  • 25

    2.7 Material Penyusun Beton

    2.7.1 Agregat Halus

    Menurut SNI 03-2834-2000, agregat halus adalah pasir alam sebagai hasil

    desintegrasi secara alami dari batu atau pasir yang dihasilkan oleh industri

    pemecah batu dan mempunyai ukuran butir terbesar 5,0 mm. Kadar lumpur atau

    bagian yang lebih kecil dari 70 mikron (0,074 mm) maksimum 5% (SII.0052

    dalam Mulyono, 2005). Kegunaan agregat halus adalah untuk mengisi ruangan

    antara butir agregat kasar dan memberikan kelecakan. Pasir memiliki 4 jenis

    gradasi, yaitu gradasi pasir kasar, sedang, agak halus dan halus. Berikut ini adalah

    batas gradasi pasir sedang.

    Gambar 2.8 Grafik batas gradasi pasir (sedang) No. 2

    (Sumber : SNI 03-2834-2000)

    2.7.2 Agregat Kasar

    Menurut SNI 03-2834-2000, agregat kasar adalah kerikil sebagai hasil

    desintegrasi alami dari batu atau berupa batu pecah yang diperoleh dari industri

    pemecah batu dan mempunyai ukuran butir antara 5 mm-40 mm. Agregat kasar

    harus terdiri dari butir-butiran yang keras, permukaan yang kasar, dan kekal.

    Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 70 mikron (0,074 mm) maksimum

    Ukuran mata ayakan

  • 26

    1 % (SII.0052 dalam Mulyono, 2005). Beberapa faktor yang harus diperhatikan

    dalam pemilihan agregat untuk campuran beton antara lain: bentuk agregat,

    tekstur permukaan butir, berat jenis, berat satuan dan kepadatan, gradasi, kadar

    air, dan kekuatan agregat.

    Tabel 2.8 Persyaratan batas-batas susunan besar butir agregat kasar

    Ukuran mata ayakan

    (mm)

    Persentase berat bagian yang lewat ayakan

    Ukuran nominal agregat (mm)

    38-4,76 19,0-4,76 9,6-4,76

    38,1 95-100 100

    19,0 37-70 95-100 100

    9,52 10-40 30-60 50-85

    4,76 0-5 0-10 0-10

    Sumber : SNI 03-2834-2000

    2.7.3 Semen Portland Pozolan

    Semen Portland Pozolan atau Portland Pozzolana Cement (PPC) adalah

    suatu semen hidrolis yang terdiri dari campuran yang homogen antara semen

    portland dengan pozolan halus, yang diproduksi dengan menggiling klinker semen

    portland dan pozolan bersama-sama, atau mencampur secara merata bubuk semen

    portland dengan bubuk pozolan, atau gabungan antara menggiling dan

    mencampur, dimana kadar pozolan 6% sampai dengan 40% massa semen portland

    pozolan (SNI 15-0302-2004). Fungsi semen adalah untuk merekatkan butir-butir

    agregat agar terjadi suatu massa yang kompak atau padat, selain itu juga untuk

    mengisi rongga di antara butiran-butiran agregat. Menurut SNI 15-0302-2004,

    Semen Portland Pozolan diklasifikasikan menjadi 4 jenis, yaitu:

    1. Jenis IP-U yaitu semen portland pozolan yang dapat dipergunakan untuk

    semua tujuan pembuatan adukan beton.

    2. Jenis IP-K yaitu semen portland pozolan yang dapat dipergunakan untuk

    semua tujuan pembuatan adukan beton, semen untuk tahan sulfat sedang dan

    panas hidrasi sedang.

    3. Jenis P-U yaitu semen portland pozolan yang dapat dipergunakan untuk

    pembuatan beton dimana tidak disyaratkan kekuatan awal yang tinggi.

  • 27

    4. Jenis P-K yaitu semen porland pozolan yang dapat dipergunakan untuk

    pembuatan beton dimana tidak disyaratkan kekuatan awal yang tinggi, serta

    untuk tahan sulfat sedang dan panas hidrasi rendah.

    2.7.4 Air

    Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen,

    membasahi agregat dan memberikan kemudahan (workability) dalam pekerjaan

    beton. Tujuan utama penggunaan air adalah agar terjadi reaksi hidrasi pada semen.

    Air yang digunakan adalah air tawar yang dapat diminum, baik yang telah diolah

    di perusahaan air minum maupun tanpa diolah (Mulyono, 2004).

    2.8 Tata Cara Penentuan Proporsi Campuran Beton dengan Semen Portland Biasa, Semen Portland Pozzolan, dan Semen Portland

    Komposit (Berdasarkan SNI 7656 : 2012 dan ACI 211.1-91)

    Adapun prosedur menentukan proporsi campuran beton dengan semen

    portland biasa, semen portland pozzolan, dan semen portland komposit

    berdasarkan SNI 7656 : 2012 dan ACI 211.1-91 pada Tavio dan Lasino (2015)

    adalah sebagai berikut.

    1. Pemilihan nilai slump

    2. Pemilihan ukuran besar butir agregat maksimum

    3. Perkiraan air pencampur dan kandungan udara

    Tabel 2.9 Perkiraan kebutuhan air pencampur dan kadar udara untuk berbagai

    slump dan ukuran nominal agregat maksimum batu pecah

    Air (kg/m3) untuk ukuran nominal agregat maksimum batu pecah

    Slump

    (mm)

    9,5

    mm*

    12,7

    mm*

    19

    mm*

    25

    mm*

    37,5

    mm*

    50

    mm+*

    75

    mm+T

    150

    mm+T

    Semen Portland Biasa atau Ordinary Portland Cement (OPC)

    Beton tanpa tambahan udara

    25-50 207 199 190 179 166 154 130 113

    75-100 228 216 205 193 181 169 145 124

    150-175 243 228 216 202 190 178 160 -

    >175* - - - - - - - -

    Banyaknya

    udara

    dalam

    beton (%)

    3 2,5 2 1,5 1 0,5 0,3 0,2

  • 28

    Beton dengan tambahan udara

    25-50 181 175 168 160 150 142 122 107

    75-100 202 193 184 175 165 157 133 119

    150-175 216 205 197 184 174 166 154 -

    >175* - - - - - - - -

    Jumlah

    kadar

    udara yang

    disarankan

    untuk

    tingkat

    paparan

    sebagai

    berikut :

    ringan (%) 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5**++

    1,0**++

    sedang (%) 6,0 5,5 5,0 4,5 4,5 4,0 3,5**++

    3,0**++

    beratTT

    (%) 7,5 7,0 6,0 6,0 5,5 5,0 4,5**++

    4,0**++

    Semen Portland Pozzolan atau Portland Pozzolan Cement (PPC)

    Beton tanpa tambahan udara

    25-50 202 194 185 174 161 149 125 108

    75-100 223 211 200 188 176 164 140 119

    150-175 238 223 211 197 185 173 155 -

    >175* - - - - - - - -

    Banyaknya

    udara

    dalam

    beton (%)

    3 2,5 2 1,5 1 0,5 0,3 0,2

    Beton dengan tambahan udara

    25-50 176 170 163 155 145 137 117 102

    75-100 197 188 179 170 160 152 128 114

    150-175 211 200 192 179 169 161 149 -

    >175* - - - - - - - -

    Jumlah

    kadar

    udara yang

    disarankan

    untuk

    tingkat

    paparan

    sebagai

    berikut :

    ringan (%) 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5**++

    1,0**++

    sedang (%) 6,0 5,5 5,0 4,5 4,5 4,0 3,5**++

    3,0**++

  • 29

    beratTT

    (%) 7,5 7,0 6,0 6,0 5,5 5,0 4,5**++

    4,0**++

    Semen Portland Komposit atau Portland Composite Cement (PCC)

    Beton tanpa tambahan udara

    25-50 205 197 188 177 164 152 128 111

    75-100 226 214 203 191 179 167 143 122

    150-175 241 226 214 200 188 176 158 -

    >175* - - - - - - - -

    Banyaknya

    udara

    dalam

    beton (%)

    3 2,5 2 1,5 1 0,5 0,3 0,2

    Beton dengan tambahan udara

    25-50 179 173 166 158 148 140 120 105

    75-100 200 191 182 173 163 155 131 117

    150-175 214 203 195 182 172 164 152 -

    >175* - - - - - - - -

    Jumlah

    kadar

    udara yang

    disarankan

    untuk

    tingkat

    paparan

    sebagai

    berikut :

    ringan (%) 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5**++

    1,0**++

    sedang (%) 6,0 5,5 5,0 4,5 4,5 4,0 3,5**++

    3,0**++

    beratTT

    (%) 7,5 7,0 6,0 6,0 5,5 5,0 4,5**++

    4,0**++

    Sumber : Tavio dan Lasino (2015)

    4. Pemilihan rasio air-semen atau rasio air-bahan sementisius

    Tabel 2.10 Hubungan antara rasio air semen atau air bahan sementisius dan

    kekuatan tekan beton

    Kekuatan beton umur

    28 hari, MPa*

    Rasio air semen (dalam berat atau massa)

    Beton tanpa tambahan udara Beton dengan tambahan

    udara

    Semen Portland Biasa atau Ordinary Portland Cement (OPC)

    60 0,28 -

    55 0,32 0,30

    50 0,36 0,32

  • 30

    45 0,40 0,36

    40 0,44 0,40

    35 0,49 0,44

    30 0,56 0,50

    25 0,63 0,56

    20 0,70 0,62

    15 0,80 0,70

    10 0,90 0,80

    Semen Portland Pozzolan atau Portland Pozzolan Cement (PPC)

    60 0,26 -

    55 0,30 0,28

    50 0,34 0,30

    45 0,38 0,32

    40 0,42 0,36

    35 0,47 0,40

    30 0,54 0,46

    25 0,61 0,52

    20 0,68 0,58

    15 0,76 0,66

    10 0,86 0,76

    Semen Portland Komposit atau Portland Composite Cement (PCC)

    60 0,26 -

    55 0,30 0,28

    50 0,34 0,30

    45 0,38 0,32

    40 0,42 0,36

    35 0,47 0,40

    30 0,54 0,46

    25 0,61 0,52

    20 0,68 0,58

    15 0,76 0,66

    10 0,86 0,76

    Sumber : Tavio dan Lasino (2015)

    5. Perhitungan kadar semen

    6. Perkiraan kadar agregat kasar

  • 31

    Tabel 2.11 Volume agregat kasar per satuan volume beton

    Ukuran

    nominal

    agregat

    maksimum

    (mm)

    Volume agregat kasar kering oven* per satuan volume

    beton untuk berbagai modulus kehalusan+ dari agregat

    halus

    2,40 2,60 2,80 3,00

    Semen Portland Biasa atau Ordinary Portland Cement (OPC)

    9,5 0,500 0,480 0,460 0,440

    12,5 0,590 0,570 0,550 0,530

    19,0 0,660 0,640 0,620 0,600

    25,0 0,710 0,690 0,670 0,650

    37,5 0,750 0,730 0,710 0,690

    50,0 0,780 0,760 0,740 0,720

    75,0 0,820 0,800 0,780 0,760

    150,0 0,870 0,850 0,830 0,810

    Semen Portland Pozzolan atau Portland Pozzolan Cement (PPC)

    9,5 0,495 0,475 0,455 0,435

    12,5 0,584 0,564 0,544 0,524

    19,0 0,653 0,633 0,613 0,594

    25,0 0,703 0,683 0,663 0,643

    37,5 0,742 0,722 0,702 0,683

    50,0 0,772 0,752 0,732 0,712

    75,0 0,812 0,792 0,772 0,752

    150,0 0,861 0,841 0,821 0,802

    Semen Portland Komposit atau Portland Composite Cement (PCC)

    9,5 0,493 0,473 0,453 0,433

    12,5 0,580 0,562 0,542 0,522

    19,0 0,651 0,631 0,611 0,592

    25,0 0,700 0,680 0,661 0,641

    37,5 0,740 0,720 0,700 0,681

    50,0 0,769 0,750 0,730 0,710

    75,0 0,809 0,790 0,770 0,750

    150,0 0,858 0,838 0,819 0,800

    Sumber : Tavio dan Lasino (2015)

  • 32

    7. Perkiraan kadar agregat halus

    Berat agregat halus yang diperlukan adalah perbedaan dari berat beton segar

    dan berat total dari bahan-bahan lainnya.

    Tabel 2.12 Perkiraan awal berat beton segar

    Ukuran nominal

    agregat maksimum

    (mm)

    Perkiraan awal berat beton, kg/m3*

    Beton tanpa tambahan

    udara

    Beton dengan tambahan

    udara

    Semen Portland Biasa atau Ordinary Portland Cement (OPC)

    9,5 2280 2200

    12,5 2310 2230

    19,0 2345 2275

    25,0 2380 2290

    37,5 2410 2350

    50,0 2445 2345

    75,0 2490 2405

    150,0 2530 2435

    Semen Portland Pozzolan atau Portland Pozzolan Cement (PPC)

    9,5 2277 2197

    12,5 2307 2227

    19,0 2342 2272

    25,0 2376 2287

    37,5 2407 2346

    50,0 2442 2342

    75,0 2486 2402

    150,0 2526 2432

    Semen Portland Komposit atau Portland Composite Cement (PCC)

    9,5 2270 2190

    12,5 2300 2220

    19,0 2335 2265

    25,0 2370 2280

    37,5 2400 2340

    50,0 2435 2335

    75,0 2480 2395

    150,0 2519 2425

    *Nilai yang dihitung memakai Persamaan (2.1) untuk beton dengan jumlah semen

    cukup banyak (330 kg semen per m3), dan dengan slump sedang dan berat jenis

    agregat 2,7. Untuk slump sebesar 75 mm sampai dengan 100 mm menurut Tabel

    2.9. Bila informasi yang diperlukan cukup, maka berat perkiraan dapat diperhalus

  • 33

    lagi dengan cara sebagai berikut: untuk setiap perbedaan air pencampur 5 kg

    dengan slump sebesar 75 mm sampai dengan 100 mm (Tabel 2.9), koreksi berat

    tiap m3 sebanyak 8 kg dalam arah yang berlawanan; untuk setiap perbedaan 20 kg

    kadar semen dari 330 kg, koreksi berat per m3 sebesar 3 kg dalam arah yang sama;

    untuk setiap perbedaan berat jenis agregat 0,1 terhadap nilai 2,7 koreksi berat

    beton sebesar 60 kg dalam arah yang sama; untuk beton dengan tambahan udara,

    kadar udara untuk paparan berat gunakan Tabel 2.9. Berat dapat ditambah 1

    persen untuk setiap 1 persen berkurangnya kadar udara dari jumlah tersebut.

    Sumber : Tavio dan Lasino (2015)

    Bila diinginkan perhitungan berat beton yang eksak secara teoritis per m3, formula

    berikut dapat digunakan.

    U = 10Ga (100 - A) + c (1 - Ga/Gc) - w (Ga - 1) (2.1)

    Keterangan :

    U adalah berat beton segar dalam kg per m3

    Ga adalah berat jenis rata-rata terbobot dari gabungan agregat halus dan kasar,

    kering permukaan jenuh (SSD adalah saturated surface dry)

    Gc adalah berat jenis semen (umumnya 3,15)

    A adalah kadar udara, persen

    w adalah persyaratan air pencampur, kg/m3

    c adalah persyaratan semen, kg/m3

    2.9 Kelecakan (Workability)

    Komposisi dan sifat bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan beton

    secara bersama-sama akan memengaruhi tingkat kemudahan pengerjaan

    (kelecakan) beton segar. Menurut Widodo (2009), unsur-unsur yang berpengaruh

    terhadap tingkat kelecakan beton, antara lain adalah:

    1. Jumlah air yang digunakan dalam campuran adukan beton, sampai batas

    faktor air semen tertentu. Semakin banyak air yang digunakan, semakin

    mudah beton segar untuk dikerjakan.

    2. Jumlah semen yang digunakan. Penambahan semen sampai batas tertentu

    juga dapat meningkatkan tingkat kelecakan beton. Untuk mempertahankan

    nilai faktor air semen, penambahan semen ke dalam campuran harus diikuti

    dengan penambahan air.

  • 34

    3. Gradasi campuran pasir dan kerikil. Jika gradasi agregat yang digunakan

    berada dalam daerah gradasi yang disarankan dalam peraturan, maka

    campuran adukan beton akan mudah dikerjakan.

    4. Bentuk butiran agregat yang digunakan. Jika batuan yang digunakan

    berbentuk bulat, maka campuran akan semakin mudah dikerjakan.

    5. Ukuran maksimum agregat. Semakin besar ukuran agregat, semakin sedikit

    jumlah air yang diperlukan untuk memperoleh tingkat kelecakan yang baik.

    Hal ini dikarenakan semakin kecil ukuran agregat, semakin besar luas

    permukaan yang harus dibasahi.

    Terdapat tiga macam kemungkinan bentuk penurunan (slump) yang ditemui

    saat pelaksanaan uji slump, yaitu :

    1. Slump ideal, terjadi apabila kerucut beton mengalami penurunan yang

    seimbang di setiap sisinya.

    2. Slump geser, terjadi apabila sebagian kerucut beton meluncur ke bawah di

    sepanjang bidang miring. Apabila bentuk ini ditemui, maka pengujian slump

    harus diulang, dan jika bentuk penurunan ini tetap terjadi, maka kohesifitas

    campuran beton kurang baik.

    3. Slump runtuh, dapat terjadi pada campuran beton normal yang kurang

    kohesif.

    Ketiga jenis bentuk penurunan (slump) beton segar dapat dilihat pada Gambar 2.9.

    (a) (b) (c)

    Gambar 2.9 Bentuk-bentuk slump (a) ideal, (b) geser, (c) runtuh

    (Sumber : Widodo, 2009)

  • 35

    Tabel 2.13 Slump yang disyaratkan untuk berbagai konstruksi

    Jenis konstruksi Slump (mm)

    Maksimum* Minimum

    Dinding penahan dan pondasi 76,2 25,4

    Pondasi sederhana, sumuran, dan dinding

    sub struktur 76,2 25,4

    Balok dan dinding beton 101,6 25,4

    Kolom struktural 101,6 25,4

    Perkerasan dan slab 76,2 25,4

    Beton massal 50,8 25,4

    *Dapat ditambahkan sebesar 25,4 mm untuk pekerjaan beton yang tidak

    menggunakan vibrator, tetapi menggunakan metode konsolidasi

    Sumber : ACI 211.1-91

    2.10 Kuat Tekan

    Kuat tekan beton didefinisikan sebagai kemampuan penampang beton untuk

    menerima gaya tekan persatuan luas. Kuat tekan beton ini biasanya digunakan

    sebagai kriteria untuk menentukan mutu beton, walaupun sebenarnya beton

    mampu menahan gaya tarik, hanya saja kemampuan ini relatif kecil sehingga

    sering diabaikan (Mulyono, 2004). Kuat tekan beton diwakili oleh tegangan tekan

    maksimum fc dengan satuan N/mm2 atau MPa. Kuat tekan beton umur 28 hari

    berkisar antara nilai + 10-65 MPa. Umumnya kuat tekan maksimum tercapai pada

    saat nilai satuan regangan () mencapai + 0,002. Selanjutnya nilai tegangan fc

    akan turun dengan bertambahnya nilai regangan sampai benda uji hancur pada

    nilai mencapai 0,003-0,005. Beton kuat tekan tinggi lebih getas dan akan

    hancur pada nilai regangan maksimum yang lebih rendah dibandingkan dengan

    beton kuat tekan rendah. Pada SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.3.2 menerangkan

    bahwa regangan kerja maksimum yang diperhitungkan di serat tepi beton tekan

    luar adalah 0,003 sebagai batas hancur. (Dipohusodo, 1994).

  • 36

    Gambar 2.10 Hubungan antara tegangan dan regangan tekan beton

    (Sumber : Asroni, 2010)

    Gambar 2.11 Berbagai kuat tekan benda uji beton

    (Sumber : Dipohusodo, 1994)

    Gambar 2.12 Diagram kuat beton versus umur beton

    (Sumber : Dipohusodo, 1994)

  • 37

    Nilai kuat tekan beton didapatkan melalui tata cara pengujian standar

    menggunakan mesin uji dengan cara memberikan beban tekan (P) bertingkat

    dengan kecepatan peningkatan beban tertentu atas benda uji silinder beton

    (diameter 150 mm, tinggi 300 mm) sampai hancur. Tata cara pengujian yang

    umumnya dipakai adalah standar ASTM (American Society for Testing Materials)

    C39-86 (Dipohusodo, 1994).

    Kuat tekan beton dinyatakan dengan persamaan :

    (2.2)

    dimana :

    fc = kuat tekan beton (MPa)

    P = beban hancur (N)

    A = luas penampang beton tertekan (mm2)

    Kuat tekan rata-rata beton :

    (2.3)

    dimana :

    fc rata-rata = kuat tekan rata-rata (MPa)

    N = jumlah benda uji

    Beban P tersebut juga mengakibatkan bentuk fisik silinder beton berubah menjadi

    lebih pendek, sehingga timbul regangan tekan pada beton (c) sebesar

    perpendekan beton (L) dibagi dengan tinggi awal silinder beton (L0), ditulis

    dengan rumus (Asroni, 2010):

    (2.4)

    dengan:

    c = regangan tekan beton

    L = perpendekan beton (mm)

    L0 = tinggi awal silinder beton (mm)

  • 38

    2.11 Kuat Tarik Belah

    Kuat tarik belah (ft) adalah kuat tarik beton yang ditentukan berdasarkan

    kuat tekan belah dari silinder beton yang ditekan pada sisi panjangnya (SKSNI-T-

    15-1991-03). Setiap usaha perbaikan mutu kekuatan tekan hanya disertai

    peningkatan kecil kuat tariknya. Suatu perkiraan kasar dapat dipakai, bahwa nilai

    kuat tarik bahan beton normal hanya berkisar antara 9-15% dari kuat tekannya.

    Kuat tarik bahan beton yang tepat sulit untuk diukur. Suatu pendekatan yang

    umum dilakukan dengan menggunakan modulus of rupture, yaitu tegangan tarik

    lentur beton yang timbul pada pengujian hancur balok beton polos (tanpa

    tulangan) sebagai pengukur kuat tarik sesuai dengan teori elastisitas (Dipohusodo,

    1994).

    Kuat tarik bahan beton juga ditentukan melalui pengujian split cylinder

    yang umumnya memberikan hasil yang lebih baik dan lebih mencerminkan kuat

    tarik yang sebenarnya. Nilai pendekatan yang diperoleh dari beberapa pengujian

    mencapai kekuatan - , sehingga untuk beton normal digunakan

    nilai . Apabila kuat tarik terlampaui, benda uji terbelah menjadi dua

    bagian dari ujung ke ujung. Tegangan tarik yang timbul sewaktu benda uji

    terbelah disebut sebagai split cylinder strength (ASTM C 496), dan dihitung

    menurut persamaan berikut (Dipohusodo, 1994) :

    (2.5)

    dimana :

    ft = kuat tarik belah (MPa)

    P = beban pada waktu belah (N)

    L = panjang benda uji silinder (mm)

    D = diameter benda uji silinder (mm)

  • 39

    2.12 Modulus Elastisitas

    Modulus elastisitas adalah rasio tegangan normal terhadap regangan terkait

    untuk tegangan tarik atau tekan di bawah batas proporsional material (SNI 2847-

    2013). Modulus elastisitas beton merupakan koefisien pembanding antara

    tegangan dan regangan pada keadaan elastik, seperti terlihat dalam Gambar 2.13.

    (2.6)

    Gambar 2.13 Hubungan antara tegangan dan regangan beton

    Menurut Dipohusodo (1994), nilai modulus elastisitas beton sangat beragam

    tergantung pada nilai kuat tekan betonnya, sesuai dengan teori elastisitas. Sesuai

    dengan teori elastisitas, secara umum kemiringan kurva pada tahap awal

    menggambarkan nilai modulus elastisitas suatu bahan. Karena kurva pada beton

    berbentuk lengkung maka nilai regangan tidak berbanding lurus dengan nilai

    tegangannya berarti bahan beton tidak sepenuhnya bersifat elastis, sedangkan nilai

    modulus elastisitas berubah-ubah sesuai dengan kekuatannya dan tidak dapat

    ditetapkan melalui kemiringan kurva. Bahan beton bersifat elasto plastis dimana

    akibat dari beban tetap yang sangat kecil sekalipun, disamping memperlihatkan

    kemampuan elastis, bahan beton juga menunjukkan deformasi permanen.

    SNI 2847-2013 pasal 8.5.1 menyebutkan rumus nilai modulus elastisitas

    beton sebagai berikut:

    (2.7)

    Teg

    angan

    (f

    c)

    Regangan beton ()

  • 40

    dimana :

    Ec = modulus elastisitas beton (MPa)

    wc = berat volume beton (kg/m3)

    fc = kuat tekan beton (MPa)

    Rumus empiris tersebut hanya berlaku untuk beton dengan berat isi berkisar

    antara 1440 dan 2560 kg/m3. Untuk beton normal, Ec diizinkan diambil sebesar

    4700 .

    Modulus elastisitas yang ditentukan berdasarkan rekomendasi ASTM C-

    469 disebut modulus chord. Adapun perhitungan modulus elastisitas chord (chord

    modul) Ec adalah:

    (2.8)

    dimana :

    Ec = modulus elastisitas beton (MPa)

    S2 = tegangan beton mencapai 40% tegangan maksimum (MPa)

    S1 = tegangan beton yang bersesuaian dengan regangan arah longitudinal

    sebesar 0,00005 (MPa)

    = regangan arah longitudinal akibat S2

    2.13 Analisis Regresi

    Analisis regresi adalah suatu metode analisis untuk menentukan hubungan

    antara beberapa variabel (variabel bebas dan variabel tidak bebas) yang

    berpengaruh terhadap data. Variabel yang mudah didapat dan bersifat

    memengaruhi variabel lain digolongkan dalam variabel bebas, sedangkan variabel

    yang terjadi atau dipengaruhi oleh variabel bebas disebut variabel tidak bebas.

    Untuk mendapatkan persamaan antara dua variabel, misalnya X dan Y, maka

    ditetapkan X sebagai variabel bebas dan Y sebagai variabel tidak bebas.

    Semua titik-titik hasil pengukuran tersebut dapat digambarkan pada sistem

    koordinat tegak lurus, sehingga didapat suatu diagram pencar (scatter plot).

    Diagram ini menunjukkan hubungan secara kasar antara kedua variabel tersebut.

    Dari diagram ini dapat dilihat apakah hubungan kedua variabel tersebut bersifat

    linear atau non linear. Untuk mengukur kuat lemahnya hubungan antara dua

  • 41

    variabel tanpa melihat bentuk hubungannya apakah linear atau non linear

    digunakan koefisien korelasi r (Sugiyono, 2006 dalam Jaya, 2010).

    2.13.1 Regresi Linear Sederhana

    Persamaan umum regresi linear sederhana adalah (Stanislaus, 2006

    dalam Jaya, 2010):

    bXaY (2.9)

    dimana :

    Y = subyek dalam variabel dependen yang diprediksikan

    a = harga Y bila X = 0 (harga konstan)

    b = angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan

    atau penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel

    independen. Bila b (+) maka naik, dan bila (-) maka terjadi penurunan

    X = subyek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu

    Harga b dan a dapat dicari dengan rumus berikut:

    n

    i

    w

    i

    w

    i

    n

    i

    w

    i

    XiXin

    YiXiXiYin

    b

    1

    2

    1

    2

    11 1 (2.10)

    XbYa sehingga n

    Xi

    bn

    Yi

    a

    n

    i

    n

    i

    11 (2.11)

    dimana :

    n = banyak pasangan data

    Yi = nilai peubah tak bebas Y ke-i

    Xi = nilai peubah bebas X ke-i

  • 42

    2.13.2 Regresi Polinomial Orde 2

    Fungsi pendekatan untuk fungsi polinomial berderajat dua (orde dua),

    yaitu (Nugroho, 2009):

    y = a0 + a1x + a2x2 (2.12)

    Dari persamaan polinomial orde 2 didapatkan hubungan:

    n

    i

    n

    i

    n

    i

    yixiaxiana11

    2

    2

    1

    10 ,

    n

    i

    n

    i

    n

    i

    n

    i

    xiyixiaxiaxia11

    3

    2

    1

    2

    1

    1

    0 ,

    n

    i

    n

    i

    n

    i

    n

    i

    yixixiaxiaxia1

    2

    1

    4

    2

    1

    3

    1

    1

    2

    0 , (2.13)

    atau dalam bentuk perkalian matriks, seperti ini:

    [

    n

    i

    xi1

    n

    i

    xi1

    2

    n

    i

    xi1

    n

    i

    xi1

    2

    n

    i

    xi1

    3

    n

    i

    xi1

    2

    n

    i

    xi1

    3

    n

    i

    xi1

    4

    ]

    [

    ] =

    [

    n

    i

    yi1

    n

    i

    xiyi1

    n

    i

    yixi1

    2

    ]

    (2.14)

    2.13.3 Koefisien Determinasi

    Koefisien determinasi adalah salah satu alat utama untuk mengukur

    ketepatan/kesesuaian garis regresi terhadap sebaran datanya (Wirawan, 2002).

    Koefisien determinasi (R2) didefinisikan sebagai berikut:

    2

    1

    2

    1

    ^

    2

    n

    i

    n

    i

    YYi

    YYi

    R (2.15)

    Keterangan :

    ^

    Y = nilai Y berdasarkan hasil persamaan regresi

    Koefisien determinasi menunjukkan porsi variabel terikat Y yang dapat dijelaskan

    oleh persamaan regresinya atau oleh variasi variabel bebas X. Misalkan, nilai R2 =

    96%, maka nilai variabel terikat yang dapat diterangkan oleh variabel bebas

  • 43

    adalah sebesar 96%, sedangkan 4% sisanya diterangkan oleh galat (error) atau

    pengaruh variabel yang lain.

    Nilai R2 tidak pernah negatif dan besarnya antara 0 dan 1 (0 < R

    2 < 1).

    Jika semua titik terletak tepat pada garis regresi sampel, maka R2

    = 1, dalam hal

    ini dikatakan sesuai secara sempurna (perfect fit). Itu juga berarti 100% total

    variasi variabel terikat dapat dijelaskan oleh variabel bebasnya. Jika R2

    = 0, berarti

    tidak ada total variasi variabel terikat Y yang dapat dijelaskan oleh variasi

    variabel bebas X.

    2.13.4 Koefisien Korelasi (r)

    Analisis korelasi adalah alat statistik yang dapat digunakan untuk

    mengetahui derajat hubungan linier antara satu variabel dengan variabel lainnya.

    Sandaran nilainya adalah, -1 < r < 1. Semakin tinggi nilai koefisien korelasi

    (semakin mendekati nilai 1), maka hubungan antara dua variabel tersebut semakin

    kuat, jika nilai koefisiennya mendekati nilai 0, maka hubungannya semakin

    lemah. Adapun jika nilainya bertanda negatif, maka terjadi hubungan yang

    berlawanan arah, artinya jika suatu nilai variabel naik, maka nilai variabel lain

    akan turun.

    a. Korelasi Positif

    Jika suatu korelasi bertanda positif r > 0, maka gambar grafiknya seperti

    ditunjukkan oleh Gambar 2.14 berikut:

    Gambar 2.14 Korelasi positif

  • 44

    Korelasi positif terjadi apabila perubahan pada variabel yang satu diikuti

    dengan perubahan variabel yang lain dengan arah yang sama (berbanding

    lurus).

    b. Korelasi Negatif

    Jika suatu korelasi bertanda negatif r < 0, maka gambar grafiknya seperti

    ditunjukkan oleh Gambar 2.15 berikut:

    Gambar 2.15 Korelasi negatif

    Korelasi negatif terjadi apabila perubahan pada variabel yang satu diikuti

    dengan perubahan variabel yang lain dengan arah yang berlawanan

    (berbanding terbalik).

    c. Korelasi nol

    Jika suatu korelasi tidak menunjukkan adanya hubungan r = 0, maka gambar

    grafiknya seperti ditunjukkan oleh Gambar 2.16 berikut:

  • 45

    Gambar 2.16 Korelasi nol

    Korelasi nihil terjadi apabila perubahan pada variabel yang satu diikuti

    dengan perubahan variabel yang lain dengan arah yang tidak teratur (acak).

    Berikut ini adalah persamaan untuk menentukan nilai koefisien korelasi:

    (2.16)

    atau

    (2.17)

    Untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antara variabel bebas dengan

    variabel terikat, maka tingkat keeratan korelasinya dapat diukur dengan

    menggunakan pedoman interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut:

    n

    i

    n

    i

    n

    i

    YYiXXi

    YYiXXi

    r

    1 1

    22

    1

    )(.)(

    )).((

    2

    11

    2

    2

    11

    2

    1 1 1

    ...

    .

    n

    i

    n

    i

    n

    i

    n

    i

    n

    i

    n

    i

    n

    i

    YiYinXiXin

    YiXiXiYin

    r

  • 46

    Tabel 2.14 Pedoman interpretasi koefisien korelasi

    Interval Koefisien Tingkat Hubungan

    0,00 0,199 Sangat rendah

    0,20 0,399 Rendah

    0,40 0,599 Sedang

    0,60 0,799 Kuat

    0,80 1,000 Sangat kuat

    Sumber : Sugiyono (2008)

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1 Beton Serat2.1.1 Deskripsi Beton2.1.2 Deskripsi Beton Serat2.1.3 Sifat-sifat Beton Serat2.1.4 Perencanaan Campuran Beton Serat2.1.5 Toleransi dalam Kemudahan Pengerjaan2.1.6 Interaksi antara Serat dan Matrik Beton2.1.7 Penelitian Mengenai Beton Serat

    2.2 Beton Ringan2.3 Spesifikasi Agregat Ringan Untuk Beton Ringan Struktural (SNI 03-2461-2002)2.4 Serat Bagu2.5 Lightweight Expanded Clay Aggregate (LECA)2.6 Penelitian Beton dengan Expanded Clay Aggregate2.7 Material Penyusun Beton2.7.1 Agregat Halus2.7.2 Agregat Kasar2.7.3 Semen Portland Pozolan2.7.4 Air

    2.8 Tata Cara Penentuan Proporsi Campuran Beton dengan Semen Portland Biasa, Semen Portland Pozzolan, dan Semen Portland Komposit (Berdasarkan SNI 7656 : 2012 dan ACI 211.1-91)2.9 Kelecakan (Workability)2.10 Kuat Tekan2.11 Kuat Tarik Belah2.12 Modulus Elastisitas2.13 Analisis Regresi2.13.1 Regresi Linear Sederhana2.13.2 Regresi Polinomial Orde 22.13.3 Koefisien Determinasi2.13.4 Koefisien Korelasi (r)