BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Audit Internal 2.1.1 Pengertian ...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Audit Internal 2.1.1 Pengertian ...
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Audit Internal
2.1.1 Pengertian Audit
Menurut Sukrisno Agoes (2012) pengertian dari audit adalah sebagai
berikut :
”Suatu pemeriksaan dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang
independen, terhadap laporan keuangan yang telah di susun oleh
manjemen beserta catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya
dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran
laporan keuangan tersebut”.
Pengertian auditing menurut Mulyadi (2011) adalah :
“Secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh
dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan
tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan
tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria
yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai
yang berkepentingan”.
Sedangkan pengertian dari auditing menurut Alvin A.Arens, Randal
J.Elder, Mark S.Beasley (2008:3) yang dialih bahasakan oleh Herman Wibowo
adalah :
“Auditing adalah pengumpulan dan pengevaluasian bukti tentang
informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara
informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan serta dilakukan oleh orang
yang kompeten dan independen”.
11
Audit atau pemeriksaan dalam arti luas bermakna evaluasi terhadap suatu
organisasi, sistem, proses, atau produk. Audit dilaksanakan oleh pihak yang
kompeten, objektif, dan tidak memihak, yang disebut auditor. Tujuannya adalah
untuk melakukan verifikasi bahwa subjek dari audit telah diselesaikan atau
berjalan sesuai dengan standar, regulasi, dan praktik yang telah disetujui dan
diterima. Selain itu, untuk melakukan audit dengan benar dan sesuai dengan
standar, regulasi, dan praktik yang telah disetujui dan diterima maka perlu
dilakukan pengevaluasian terhadap suatu informasi (auditing) untuk memastikan
kebenaran akan informasi tersebut guna menunjang hasil audit yang baik dan
benar.
2.1.2 Pengertian Audit Internal
Audit internal timbul sebagai suatu cara atau teknik guna mengatasi risiko
yang meningkat akibat semakin pesatnya laju perkembangan dunia usaha.
Dimana, pesatnya perkembangan tersebut terjadi karena adanya perubahan secara
dinamis dan tidak dapat diprediksi sehubungan dengan era globalisasi, sehingga
sumber informasi yang sifatnya tradisional dan informal sudah tidak lagi mampu
memenuhi kebutuhan para manajer yang bertanggungjawab atas hal-hal yang
tidak teramati secara langsung.
Menurut Hiro Tugiman (2006:11) definisi audit internal adalah sebagai
berikut:
“Internal auditing adalah suatu fungsi penilaian yang independen dalam
suatu organiasasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi
yang dilaksanakan”.
12
Menurut Sukrisno Agoes (2012:204) definisi dari audit internal adalah
sebagai berikut :
“Internal audit (pemeriksaan intern) adalah pemeriksaan yang dilakukan
oleh bagian internal audit perusahaan, terhadap laporan keuangan dan
catatan akuntansi perusahaan maupun ketaatan terhadap kebijakan
manajemen puncak yang telah ditentukan dan ketaatan terhadap peraturan
pemerintah dan ketentuan-ketentuan dari ikatan profesi yang berlaku.
Peraturan pemerintah misalnya peraturan di bidang perpajakan, pasar
modal, lingkungan hidup, perbankan, perindustrian, investasi, dan lain-
lain”.
Sedangkan Sawyer’s (2003:10) dalam Moh. Wahyudin Zarkasyi (2008:25)
mendefinisikan audit internal sebagai berikut :
“Internal auditing is systematic, objective appraisal by internal auditors of
the diverse operation and controls within an organizatitonal to determine
whether :
1. financial and operating informations is accurate and reliable;
2. risks to the enterprise are identified and minized;
3. external regulation and acceptable internal policies and procedures are
followed;
4. satisfactory operating criteria are met;
5. resources are used efficiently and economically; and
6. the organization’s objectives are effectivelly achieved- all for the
purpose of consulting with management and for assiting members all for
the organization in the effective discharge of their governance
responsibilities”.
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa audit internal adalah sebuah
penilaian sistematis dan objektif yang dilakukan auditor internal terhadap operasi
dan kontrol yang berbeda-beda dalam organisasi untuk menentukan apakah :
1. informasi keuangan dan operasi telah akurat dan dapat diandalkan;
2. risiko yang dihadapi oleh perusahaan telah diidentifikasi dan diminimalisasi;
3. peraturan eksternal serta kebijakan dan prosedur internal yang bisa diterima
telah diikuti;
13
4. kriteria operasi yang memuaskan telah dipenuhi;
5. sumber daya telah digunakan secara efisien dan ekonomis;
6. tujuan organisasi telah dicapai secara efektif.
Dari definisi-definisi diatas dapat dikatakan bahwa audit internal
merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk menjamin pencapaian tujuan dan
sasaran suatu organisasi. Dimana, kegiatan ini dirancang untuk memberikan suatu
nilai tambah (value added) dalam rangka meningkatkan kualitas dan aktivitas
operasional organisasi tersebut. Audit internal juga mencakup kegiatan pemberian
konsultasi kepada pihak manajemen sehubungan dengan masalah yang
dihadapinya. Konsultasi ini diberikan sesuai dengan hasil temuan dan analisis
yang dilakukan atas berbagai aktivitas operasional secara independen dan objektif
dalam bentuk hasil temuan dan rekomendasi atau saran yang ditujukan untuk
keperluan organisasi.
Audit internal dilakukan oleh seseorang yang berasal dari dalam organisasi
yang bersangkutan yang disebut dengan auditor internal. Keberadaan profesi
auditor internal didalam suatu organisasi membantu perusahaan mencapai
tujuannya dengan pendekatan yang sistematis dan ketat agar dapat melakukan
evaluasi dan peningkatkan efektivitas terhadap manajemen risiko, pengendalian
dan proses tata kelola (Randal J.Elder dkk, 2011:450).
Audit internal adalah suatu fungsi penilaian yang bebas dalam suatu
organisasi guna menelaah atau mempelajari dan menilai kegiatan-kegiatan
perusahaan guna memberi saran-saran kepada manajemen. Audit internal
memiliki tugas pokok yaitu menentukan sejauh mana kebijakan dan prosedur
14
yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau
tidaknya penjagaan terhadap kekayaan perusahaan, menentukan efisiensi dan
efektivitas prosedur kegiatan perusahaan, serta menentukan keandalan informasi
yang dihasilkan oleh berbagai bagian perusahaan. Dari definisi tersebut, jelaslah
bahwa tujuan dari pemeriksaan intern adalah membantu semua tingkatan
manajemen agar tanggung jawab yang diberikan telah dilaksanakan dengan baik.
Audit internal memiliki perbedaan dengan audit eksternal dalam
melakukan pekerjaannya. Adapun perbedaan tersebut disajikan dalam tabel
sebagai berikut :
Tabel 2.1
Perbedaan Audit Internal dan Audit Eksternal
No. Audit Internal No. Audit Eksternal
1. Dilakukan oleh auditor internal
yang merupakan orang dalam
dari perusahaan (pegawai
perusahaan).
1. Dilakukan oleh auditor eksternal
(akuntan publik) yang
merupakan orang luar dari
perusahaan.
2. Pihak luar perusahaan
menganggap auditor internal
tidak independen (in-
appearance).
2. Auditor eksternal adalah pihak
yang independen.
3. Tujuan dari pemeriksaannya
adalah untuk membantu pihak
manajemen dalam melaksanakan
tanggung jawabnya dengan
memberikan analisa, penilaian,
saran dan komentar mengenai
kegiatan yang diperiksanya.
3. Tujuan pemeriksaannya adalah
untuk memberikan pendapat
(opini) mengenai kewajaran
laporan keuangan yang telah
disusun oleh manajemen
perusahaan (klien).
4. Laporan auditor internal tidak
berisi opini mengenai kewajaran
laporan keuangan, tetapi berupa
temuan audit mengenai bentuk
penyimpangan, kecurangan,
kelemahan struktur pengendalian
intern, beserta saran perbaikan
4. Laporan auditor eksternal berisi
opini mengenai kewajaran
laporan keuangan, selain itu
juga berupa management letter
yang berisi pemberitahuan
kepada pihak manajemen klien
mengenai kelemahan-kelemahan
15
(rekomendasi). dalam sistem pengendalian
intern beserta saran
perbaikannya.
5. Pemeriksaan berpedoman pada
Internal Auditing Standards
Auditors, atau pada Norma
Pemeriksaan Internal yang
ditentukan BPKP untuk
pengawasan internal di
lingkungan BUMN/BUMD.
5. Pemeriksaan berpedoman
kepada Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP) yang
ditetapkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI).
6. Pemeriksaan internal dilakukan
lebih rinci dan memakan waktu
sepanjang tahun karena audit
internal mempunyai waktu yang
lebih banyak diperusahaan.
6. Pemeriksaan eksternal
dilakukan secara acak
(sampling), mengingat
terbatasnya waktu dan audit fee.
7. Penanggung jawab pemeriksaan
intern tidak harus seorang
registered accountant.
7. Pemeriksaan eksternal dipimpin
oleh (penanggung jawabnya)
adalah seorang akuntan publik
yang terdaftar dan mempunyai
nomor register.
8. Tidak memerlukan client
representation letter.
8. Sebelum menyerahkan
laporannya, audit eksternal
terlebih dahulu harus meminta
client representation letter.
9. Audit internal tertarik pada
kesalahan-kesalahan yang
material maupun yang tidak
material.
9. Audit eksternal hanya tertarik
pada kesalahan-kesalahan yang
material, yang dapat
mempengaruhi kewajaran
laporan keuangan.
Sumber : Hery (2010:41)
Walaupun audit internal dan eksternal sama-sama independen dalam
menjalankan aktivitas jasanya, namun audit internal tetap merupakan bagian yang
integral (tidak dapat dipisahkan) dari struktur organisasi perusahaan yang dimana
perannya adalah memberikan pengawasan serta penilaian secara terus menerus.
Audit internal dikatakan independen apabila audit internal dapat menjalankan
pekerjaannya secara bebas dan objektif.
16
2.1.3 Tujuan dan Ruang Lingkup Audit Internal
Tujuan dari audit internal menurut Hiro Tugiman (2003:99) sebagai
berikut :
“Tujuan pelaksanaan audit internal adalah membantu para anggota
organisasi agar mereka dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara
efektif. Tujuan audit internal mencakup pula usaha mengembangkan
pengendalian yang efektif dengan biaya yang wajar”.
Sedangkan menurut Hery (2010:39) tujuan dari audit internal adalah
sebagai berikut :
“Audit internal secara umum memiliki tujuan untuk membantu segenap
anggota manajemen dalam menyelesaikan tanggung jawab mereka secara
efektif, dengan memberi mereka analisis, penilaian, saran dan komentar
yang objektif mengenai kegiatan atau hal-hal yang diperiksa”.
Pada dasarnya tujuan dari audit internal adalah membantu manajemen di
dalam suatu organisasi untuk menjalankan tugas dan wewenangnya secara
sistematis dan efektif dengan cara memberikan analisis, penilaian, rekomendasi,
konsultasi dan informasi sehubungan dengan aktivitas yang diperiksanya. Ruang
lingkup audit internal mencakup bidang yang sangat luas dan kompleks meliputi
seluruh tingkatan manajemen baik yang sifatnya administratif maupun
operasional. Hal tersebut sesuai dengan komitmen bahwa fungsi audit internal
adalah membantu manajemen dalam mengawasi berjalannya roda organisasi.
Namun demikian audit internal bertindak sebagai mata-mata tetapi merupakan
mitra yang siap membantu dalam memecahkan setiap permasalahan yang
dihadapi.
17
Ruang lingkup audit internal menurut Hiro Tugiman (2003:99-100)
sebagai berikut :
“Ruang lingkup pemeriksaan internal menilai keefektifan sistem
pengendalian internal serta pengevaluasian terhadap kelengkapan dan
keefektifan sistem pengendalian internal yang dimiliki organisasi, serta
kualitas pelaksanaan tanggung jawab yang diberikan. Pemeriksaan internal
harus :
a) Me-review keandalan (reliabilitas dan integritas) informasi finansial
dan operasional serta cara yang dipergunakan untuk mengidentifikasi,
mengukur, mengklasifikasi, dan melaporkan informasi tersebut;
b) Me-review berbagai sistem yang telah ditetapkan untuk memastikan
kesesuaiannya dengan berbagai kebijakan, rencana, prosedur, hukum
dan peraturan yang dapat berakibat penting terhadap kegiatan
organisasi, serta harus menentukan apakah organisasi telah mencapai
kesesuaian dengan hal-hal tersebut;
c) Me-review berbagai cara yang dipergunakan untuk melindungi harta
dan bila dipandang perlu, memverifikasi keberadaan harta-harta
tersebut;
d) Menilai keekonomisan dan keefisienan penggunaan berbagai sumber
daya;
e) Me-review berbagai operasi atau program untuk menilai apakah
hasilnya konsisten dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan
dan apakah kegiatan program tersebut dilaksanakan sesuai dengan
yang direncanakan”.
Penjelasan diatas menerangkan bahwa ruang lingkup fungsi audit internal
luas dan fleksibel, yang sejalan dengan kebutuhan dan harapan manajemen. Dapat
diketahui bahwa sebagian besar auditor bertugas untuk menentukan,
memverifikasi atau memastikan apakah sesuatu itu ada atau tidak, menilai,
menaksir atau mengevaluasi pengendalian dan operasi berdasarkan kriteria yang
sesuai dan merekomendasikan tindakan korektif kepada manajemen. Semua hal
tersebut dilakukan dengan independen dalam organisasi.
18
2.1.4 Fungsi Audit Internal
Fungsi audit internal yang dikemukakan Ardeno Kurniawan (2012:53)
adalah:
“Fungsi audit internal adalah memberikan berbagai macam jasa kepada
organisasi termasuk audit kinerja dan audit operasional yang akan dapat
membantu manajemen senior dan dewan komisaris di dalam memantau
kinerja yang dihasilkan oleh manajemen dan para personil di dalam
organisasi sehingga auditor internal dapat memberikan penilaian yang
independen mengenai seberapa baik kinerja organisasi”.
Sedangkan fungsi audit internal menurut Standar Profesi Akuntan Publik
(SPAP) adalah sebagai berikut:
“Fungsi audit internal dapat terdiri dari satu atau lebih individu yang
melaksanakan aktivitas audit internal dalam suatu entitas. Mereka secara
teratur memberikan informasi tentang berfungsinya pengendalian,
memfokuskan sebagian besar perhatian mereka pada evaluasi terhadap
desain tentang kekuatan dan kelemahan dan rekomendasi untuk
memperbaiki pengendalian intern”.
Secara umun fungsi audit internal adalah untuk memberikan penilaian
terhadap keefektifan suatu pengendalian di dalam organisasi. Fungsi audit internal
bukan hanya terpaku kepada pencarian ketepatan dan kebenaran atas catatan-
catatan akuntansi saja, melainkan harus juga melakukan suatu penelitian dari
berbagai operasional yang terjadi di perusahaan.
2.1.5 Wewenang dan Tanggung Jawab Audit Internal
Mengenai wewenang dan tanggung jawab audit internal, Konsorsium
Organisasi Profesi Audit Internal (2004:15) menyebutkan bahwa :
“Tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab fungsi audit internal harus
dinyatakan secara formal dalam Charter Audit Internal, konsisten dengan
Standar Profesi Audit Internal (SPAI), dan mendapat persetujuan dari
Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi”.
19
Pernyataan tersebut dimaksudkan agar tujuan, kewenangan dan tanggung
jawab audit internal harus dinyatakan dalam dokumen tertulis secara formal.
Secara garis besar tanggung jawab seorang auditor internal di dalam
melaksanakan tugasnya adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi dan saran-saran kepada manajemen atau
kelemahan-kelemahan yang ditemukannya.
2. Mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas yang ada dalam perusahaan
untuk mencapai tujuan audit dan tujuan organisasi atau perusahaan.
2.1.6 Independensi Audit Internal
Menurut Standar Profesi Audit Internal (SPAI) tahun 2004 Standar Atribut
1100 tentang Independensi dan Objektivitas, adalah sebagai berikut :
“Fungsi audit internal harus independen, dan auditor internal harus
objektif dalam melaksanakan pekerjaannya”.
1110 Independensi Organisasi
Fungsi audit internal harus ditempatkan pada posisi yang
memungkinkan fungsi tersebut memenuhi tanggung jawabnya.
Independensi akan meningkat jika fungsi audit internal memiliki
akses komunikasi yang memadai terhadap Pimpinan dan Dewan
Pengawas Organisasi.
20
1120 Objektivitas Auditor Internal
Auditor Internal harus memiliki sikap mental yang objektif, tidak
memihak dan menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan
kepentingan (conflict of interest).
1130 Kendala terhadap Prinsip Independensi dan Objektivitas
Jika prinsip independensi dan objektivitas tidak dapat dicapai baik
secara fakta maupun dalam kesan, hal ini harus diungkapkan kepada
pihak yang berwenang. Teknis dan rincian pengungkapan ini
tergantung kepada alasan tidak terpenuhinya prinsip independensi
dan objektivitas tersebut.
2.1.7 Kode Etik Audit Internal
Definisi dari etika itu sendiri menurut Alvin A. Arens, Randal J. Elder,
Mark S. Beasley (2008:98) adalah :
“Etika (ethics) secara garis besar dapat diartikan sebagai serangkaian
prinsip atau nilai moral”.
Bagi profesi audit internal, kode etik merupakan hal yang sangat penting
dan diperlukan dalam pelaksanaan tugas profesional terutama yang menyangkut
manajemen risiko, pengendalian dan proses tata kelola.
Menurut Institute of Internal Auditors (IIA) dan dikutip oleh
Moh.Wahyudin Zarkasyi (2008:25) bahwa ada dua komponen penting dalam kode
etik audit internal, diantaranya yaitu :
“1. Prinsip-prinsip yang relevan dengan profesi maupun praktik audit
internal.
21
2. Rule of conduct yang mengatur norma perilaku yang diharapkan dari
auditor internal”.
Adapun prinsip-prinsip kode etik yang harus dijaga oleh audit internal,
yaitu :
a. Integritas
Integritas dari auditor internal menimbulkan kepercayaan dan memberikan basis
untuk mempercayai keputusannya.
b. Objektif
Auditor internal membuat penilaian yang berimbang atas hal-hal yang relevan dan
tidak terpengaruh kepentingan pribadi atau pihak lain dalam pengambilan
keputusan.
c. Confidential
Auditor internal harus menghargai nilai-nilai dan pemikiran atas informasi yang
mereka terima dan tidak menyebarkan tanpa izin kecuali ada kewajiban
profesional.
d. Kompetensi
Auditor internal menerapkan pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang
diperlukan untuk melaksanakan jasa audit internal.
2.1.8 Kompetensi Audit Internal
Menurut Hiro Tugiman (2003:27) :
“Pemeriksaan internal audit dilaksanakan secara ahli dan dengan ketelitian
profesional. Kemampuan profesional merupakan tanggung jawab bagian
audit internal dan setiap audit internal. Pemimpin audit internal dalam
setiap pemeriksaan haruslah menugaskan orang-orang yang secara
bersama atau keseluruhan memiliki pengetahuan, kemampuan, dan
22
berbagai disiplin ilmu yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan
secara tepat dan pantas”.
Menurut Konsorsium Organisasi Profesi Auditor Internal (2004:9), yang
menyatakan bahwa :
“Penugasan harus dilaksanakan dengan memperhatikan keahlian dan
kecermatan profesional. Auditor internal harus memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan
tanggung jawab perorangan”.
Dari uraian diatas dapat diartikan bahwa auditor internal harus
menerapkan kecermatan dan keterampilan yang layaknya dilakukan oleh
seseorang auditor internal yang kompeten. Dalam menerapkan kecermatan
profesional auditor internal perlu mempertimbangkan :
a. Ruang lingkup penugasan.
b. Kompleksitas dan materialitas yang dicakup dalam penugasan.
c. Kecukupan dan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses
governance.
d. Biaya dan manfaat penggunaan sumber daya dalam penggunaan.
e. Penggunaan teknik-teknik audit berbantuan komputer dan teknik-teknik
analisis lainnya.
Auditor internal harus meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan
kompetensi melalui pengembangan profesional yang berkelanjutan.
2.1.9 Standar Profesi Audit Internal
Menurut Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004), Standar
Profesi Audit Internal (SPAI) terdiri dari :
23
1. Independensi
Auditor internal harus mandiri dan terpisah dari berbagai kegiatan yang
diperiksa. Para auditor internal dianggap mandiri apabila dapat melaksanakan
pekerjaannya secara bebas dan objektif. Kemandirian para pemeriksa internal
dapat memberikan penilaian yang tidak memihak dan tanpa prasangka, dimana
sangat diperlukan atau penting bagi pemeriksaan sebagaimana mestinya. Hal ini
dapat diperoleh melalui status organisasi dan sikap objektif para auditor internal.
Status organisasi unit audit internal haruslah memberikan keleluasaan
untuk memenuhi atau menyelesaikan tanggung jawab pemeriksaan yang
diberikan, hal tersebut dikarenakan:
a. Pemimpin audit internal harus bertanggung jawab terhadap individu di dalam
organisasi yang memiliki kewenangan cukup untuk mewujudkan kemandirian
tersebut dan menjamin luas cakupan pemeriksaan, dan tindakan yang tepat
berdasarkan rekomendasi pemeriksaan.
b. Pimpinan audit internal harus memiliki hubungan langsung dengan dewan.
c. Kemandirian tersebut harus ditingkatkan bila pengangkatan atau penggantian
pimpinan audit internal dilakukan atas persetujuan dewan.
d. Tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab bagian audit internal harus
didefinisikan dalam dokumen tertulis, sebaiknya di dalam anggaran dasar
yang disetujui oleh manajemen dan dewan.
e. Pimpinan audit internal setiap tahun harus mengajukan persetujuan mengenai
rangkuman jadwal pemeriksaan, susunan kepegawaian dan anggaran yang
kemudian diinformasikan kepada dewan.
24
f. Pimpinan audit internal harus memberi laporan tahunan tentang berbagai
kegiatan kepada manajemen senior dan dewan, atau setiap periode yang lebih
singkat bila dipandang perlu.
2. Kemampuan Profesional
Pemeriksaan internal harus dilaksanakan secara ahli dan dengan ketelitian
profesional. Kemampuan profesional merupakan tanggung jawab bagian audit
internal dan setiap auditor internal. Pimpinan audit internal dalam setiap
pemeriksaan haruslah menugaskan orang-orang yang secara bersama atau
keseluruhan memiliki pengetahuan, kemampuan dan berbagai disiplin ilmu yang
diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan secara tepat dan pantas.
Unit audit internal harus memberikan jaminan atau kepastian bahwa teknis
dan latar belakang pendidikan para pemeriksa internal telah sesuai bagi
pemeriksaan yang akan dilaksanakan, memiliki atau mendapatkan pengetahuan,
kecakapan, dan berbagai disiplin ilmu yang dibutuhkan untuk melaksanakan
tanggung jawab pemeriksaan, serta audit internal harus memberikan kepastian
bahwa pelaksanaan pemeriksaan internal akan diawasi sebagaimana mestinya.
3. Lingkup Pekerjaan
Lingkup pekerjaan pemeriksaan internal harus meliputi pengujian dan
evaluasi terhadap kecukupan dan keefektifan sistem pengendalian internal yang
dimiliki oleh suatu organisasi dan kualitas pelaksanaan tanggung jawab.
Lingkup pekerjaan audit internal, sebagaimana ditetapkan dalam standar
profesional audit internal meliputi pemeriksaan apa saja yang harus dilaksanakan.
Meninjau terhadap kecukupan suatu sistem audit internal, apakah sistem yang
25
ditetapkan telah memberikan kepastian yang layak atau masuk akal bahwa tujuan
dan sasaran organisasi akan dicapai secara ekonomis dan efisien.
4. Pelaksanaan Kegiatan Pemeriksaan
Kegiatan pemeriksaan harus meliputi perencanaan pemeriksaan, pengujian
dan pengevaluasian informasi, pemberitahuan hasil dan menindaklanjuti. Auditor
internal bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan tugas
pemeriksaan, yang harus disetujui dan ditinjau oleh pengawas.
Kegiatan audit dimulai dengan perencanaan pemeriksaan. Perencanaan
audit internal harus didokumentasikan dan disetujui oleh pihak-pihak yang
berwenang, memuat informasi dasar tentang kegiatan yang diperiksa dan program
pemeriksaan, menentukan berbagai tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan
pemeriksaan, memberitahukan kepada pihak yang dipandang perlu, melaksanakan
survei secara tepat, menentukan bagaimana, kapan dan kepada siapa hasil-hasil
pemeriksaan akan disampaikan.
Kemudian dilakukan pengujian dan pengevaluasian informasi, hal tersebut
diperlukan untuk membuktikan kebenaran informasi dan mendukung hasil audit.
Setelah pengujian dan pengevaluasian dilakukan auditor internal harus
melaporkan hasil pemeriksaan yang dilakukan terakhir.
5. Manajemen Bagian Audit Internal
Pimpinan audit internal harus mengelola badan audit internal secara tepat,
sehingga:
a. Pekerjaan pemeriksaan memenuhi tujuan umum dan tanggung jawab yang
disetujui dewan direksi dan diterima oleh dewan.
26
b. Sumber daya bagian audit internal dipergunakan secara efisien dan efektif.
c. Pelaksanaan pekerjaan pemeriksaan dilakukan sesuai dengan standar profesi.
Untuk mencapai tujuan tersebut pimpinan audit internal harus memiliki
pernyataan tujuan, kewenangan dan tanggung jawab bagi bagian audit internal,
harus menetapkan rencana bagi pelaksanaan tanggung jawab bagian audit internal,
harus membuat kebijakan dan prosedur secara tertulis yang akan dipergunakan
sebagai pedoman oleh staf pemeriksa, harus menerapkan program untuk
menyeleksi dan mengembangkan sumber daya manusia pada bagian audit internal
dengan auditor eksternal dan harus menerapkan dan mengembangkan
pengendalian mutu atau jaminan kualitas untuk mengevaluasi berbagai kegiatan
bagian audit internal.
2.1.10 Program Audit
Untuk dapat melakukan audit yang sistematis dan terarah maka pada saat
audit dimulai, audit internal terlebih dahulu menyusun suatu perencanaan atau
program audit yang akan dilakukan. Program audit ini dapat dipergunakan sebagai
alat perencanaan dan pengawasan yang efektif atas pekerjaan audit secara
keseluruhan.
Konsorsium Organisasi Auditor Internal (2004) mendefinisikan program
audit sebagai berikut:
“Dalam merencanakan penugasan auditor internal harus
mempertimbangkan sasaran penugasan, alokasi sumber daya penugasan,
serta program kerja penugasan”.
27
Dalam program audit, auditor menyebutkan prosedur audit yang harus
diikuti dalam melakukan verifikasi setiap unsur yang tercantum dalam laporan
keuangan, tanggal dan paraf pelaksana program audit tersebut, serta penunjukkan
indeks kertas kerja yang dihasilkan. Dengan demikian, program audit berfungsi
sebagai suatu alat yang bermanfaat untuk menetapkan jadwal pelaksanaan dan
pengawasan pekerjaan audit.
Program audit yang baik mencakup :
1. Tujuan audit dinyatakan dengan jelas dan harus tercapai atas
pekerjaan yang direncanakan.
2. Disusun sesuai dengan penugasan yang bersangkutan.
3. Langkah kerja yang terperinci atas pekerjaan yang harus dilaksanakan
dan bersifat fleksibel, tetapi setiap perusahaan yang ada harus
diketahui oleh atasan auditor.
Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya program audit antara lain :
1. Memberikan bimbingan prosedur untuk melaksanakan pemeriksaan.
2. Memberikan checklist pada saat pemeriksaan berlangsung, tahap demi
tahap sehingga tidak ada yang terlewatkan.
3. Merevisi program audit sebelumnya, jika ada perubahan standar dan
prosedur yang digunakan perusahaan.
Menurut Wuryan Andayani (2008:94), program audit yang disusun dengan
baik bisa memberikan manfaat sebagai berikut :
28
1. Memberikan rencana sistematis untuk setiap tahap pekerjaan audit,
yang merupakan suatu rencana yang dapat dikomunikasikan baik
kepada supervisor audit maupun kepada staf audit.
2. Menjadi dasar penugasan auditor.
3. Menjadi sarana pengawasan dan evaluasi kemajuan pekerjaan audit
karena memuat waktu audit yang dianggarkan.
2.1.11 Pelaksanaan Audit Internal
Empat langkah kerja pelaksanaan audit internal menurut Hiro Tugiman
(2006), yaitu :
1. Perencanaan periksaan, perencanaan pemeriksaan dapat meliputi :
a) Penetapan tujuan pemeriksaan dan lingkup pekerjaan.
b) Memperoleh informasi dasar tentang kegiatan yang akan diperiksa.
c) Penentuan berbagai tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan
pemeriksaan.
d) Pemberitahuan kepada para pihak yang dipandang perlu.
e) Melaksanakan survei secara tepat untuk lebih mengenali kegiatan
yang diperlukan, risiko-risiko, dan pengawasan-pengawasan, untuk
mengidentifikasi area yang ditekankan dalam pemeriksaan, serta
untuk memperoleh berbagai ulasan dan sasaran dari pihak yang
akan diperiksa.
2. Pengujian dan pengevaluasian informasi, pemeriksaan internal
haruslah mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasi, dan
29
membuktikan kebenaran informasi untuk mendukung hasil
pemeriksaan. Proses pengujian dan pengevaluasian informasi adalah
sebagai berikut :
a) Berbagai informasi tentang seluruh hal yang berhubungan dengan
tujuan pemeriksa dan lingkup kerja haruslah dikumpulkan.
b) Informasi haruslah mencakupi, kompeten, relevan, dan berguna
untuk membuat dasar yang logis bagi temuan pemeriksaan dan
rekomendasi.
c) Prosedur pemeriksaan, termasuk teknik pengujian dan penarikan
contoh yang dipergunakan, harus terlebih dahulu diseleksi bila
memungkinkan dan diperluas atau diubah bila keadaan
menghendaki demikian.
d) Proses pengumpulan, analisis, penafsiran, dan pembuktian
kebenaran informasi haruslah diawasi untuk memberikan kepastian
bahwa sikap objektif pemeriksa terus dijaga dan sasaran
pemeriksaan dapat dicapai.
e) Adanya kertas kerja pemeriksaan.
3. Penyampaian hasil pemeriksaan, pemeriksa internal harus melaporkan
hasil pemeriksaan yang dilakukan. Pemeriksaan internal harus
menyampaikan laporan hasil pemeriksaannya.
4. Pemeriksaan internal harus menyampaikan laporan hasil
pemeriksaannya. Pemeriksaan internal dalam tindak lanjut (follow up)
30
harus meninjau untuk memastikan apakah telah dilakukan tindakan
yang tepat.
2.1.12 Laporan Hasil Audit
Laporan hasil audit menurut Hiro Tugiman (2006:191) bahwa laporan
hasil penugasan akan dianggap baik apabila memenuhi empat kriteria mendasar,
yaitu :
1. Objektivitas
Suatu laporan hasil pemeriksaan yang objektif membicarakan pokok
persoalan dalam pemeriksaan, bukan perincian prosedural atau hal-hal lain
yang diperlukan dalam proses pemeriksaan. Objektivitas juga harus dapat
memberikan uraian mengenai dunia auditee dengan tidak menunjuk pada
pribadi tertentu dan tidak menyinggung perasaan orang lain.
2. Kewibawaan
Laporan pemeriksaan tersebut harus dapat dipercaya dan mendorong para
pembacanya menyetujui substansi yang terdapat didalam laporan tersebut.
Para pembaca belum tentu akan menerima temuan, kesimpulan, dan
rekomendasi pengawas internal dengan senang hati, namun mereka
cenderung tidak menolaknya. Mereka percaya kepada pengawas internal
dan percaya kepada laporan pemeriksaan. Dipandang dari hal tersebut,
kewibawaan merupakan inti pemeriksaan dan penulisan laporan
pemeriksaan yang efektif.
31
3. Keseimbangan
Laporan pemeriksaan yang seimbang adalah laporan yang memberikan
tentang organisasi atau aktivitas yang ditinjau secara wajar dan realistis.
Keseimbangan adalah keadilan.
4. Penulisan yang profesional
Laporan yang ditulis secara profesional memperhatikan beberapa unsur,
yaitu:
a. Struktur
b. Kejelasan
c. Keringkasan
d. Nada Laporan
e. Pengeditan
Oleh karena itu auditor internal harus melaporkan hasil pemeriksaan
kepada manajemen dan dapat mengkomunikasikan hasil pemeriksaan tersebut,
apabila terdapat penyimpangan-penyimpangan yang berarti, auditor internal
mengusulkan cara-cara perbaikannya, apabila disetujui oleh manajemen, auditor
internal akan mengawasi perbaikan tersebut.
2.2 Good Corporate Governance (GCG)
2.2.1 Pengertian Good Corporate Governance
Good Corporate Governance (GCG) merupakan paradigma tentang
pengelolaan perusahaan yang menekankan pada kesejahteraan hubungan antara
pemegang saham, dewan komisaris, dewan direksi, auditor internal, dan auditor
32
eksternal agar pengelolaan perusahaan lebih profesional, transparan, dan efisien.
Konsep Good Corporate Governance (GCG) yang kini muncul adalah sebagai
jawaban atas pengelolaan perusahaan atau organisasi, baik organisasi sektor
publik maupun organisasi sektor swasta yang tidak sehat.
Menurut Moh.Wahyudin Zarkasyi (2008:36) definisi dari Good Corporate
Governance adalah sebagai berikut :
“Good Corporate Governance (GCG) pada dasarnya merupakan suatu
sistem (input, proses, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders)
terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan
komisaris, dan dewan direksi demi terciptanya tujuan perusahaan”.
Ardeno Kurniawan (2012:27) mendefinisikan Good Corporate
Governance sebagai berikut :
“Good Corporate Governance (GCG) atau tata kelola organisasi adalah
seperangkat hubungan yang terjadi antara manajemen, direksi, pemegang
saham dan stakeholder-stakeholder lain seperti pegawai, kreditor dan
masyarakat”.
Sedangkan pengertian Good Corporate Governance menurut Forum
Corporate Governance in Indonesian dalam Hery (2010:11) adalah :
“Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,
pengurus perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para
pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan
hak-hak dan kewajiban mereka”.
Penerapan Good Corporate Governance merupakan alternatif penting
yang diharapkan mampu mengatasi berbagai masalah akibat benturan kepentingan
antara pihak-pihak yang terkait baik itu untuk BUMN ataupun perusahaan swasta.
Good Corporate Governance dimaksudkan untuk mengatur hubungan-hubungan
dan mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan yang signifikan dalam strategi
33
perusahaan dan untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat
diperbaiki dengan segera.
Dalam upaya mewujudkan Good Corporate Governance, perusahaan
memerlukan peran audit internal yang bertugas meneliti, mengevaluasi suatu
sistem akuntansi, serta menilai kebijakan manajemen yang dilaksanakan. Audit
internal merupakan salah satu profesi yang menunjang terwujudnya Good
Corporate Governance yang pada saat ini telah berkembang menjadi komponen
utama dalam meningkatkan perusahaan secara efektif dan efisien.
2.2.2 Sejarah Good Corporate Governance
Sejarah lahirnya GCG menurut I Nyoman Tjager dkk (2003:23-24),
berawal dari pengelolaan perusahaan yang menuntut pertanggungjawaban kepada
pemilik, yang dahulu dikenal dalam agency theory, kemudian dikembangkan
dalam teori birokrasi weber. Dalam sejarah peradaban dunia bisnis, GCG sudah
dipraktikkan di lingkungan perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat, Inggris
dan Eropa sekitar 200 tahun lalu (1840-an). Pada masa itu, agar perusahaan-
perusahaan mempunyai kinerja yang baik serta memberikan keuntungan yang
maksimal kepada pemegang sahamnya maka perusahaan dikelola seperti halnya
mengelola sebuah negara.
Konsep pemisahan antara kepemilikan (ownership) para pemegang saham
dan pengendalian (control) para manajer dalam korporasi telah menjadi kajian
sejak tahun 1930-an. Permasalahan yang kemudian timbul dari pemisahan ini
adalah para dewan benar-benar bertindak bagi kepentingan para pemegang saham.
34
Untuk menanggapi masalah ini berkembanglah teori agensi (agency theory) pada
tahun 1970.
Para penganjur teori menyatakan bahwa dewan secara rasional akan
bertindak bukan saja bagi kepentingan pemegang saham tetapi bertindak bagi para
manajemen puncak. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem check and balance
untuk mencegah potensi penyalahgunaan kekuasaan.
Dari teori agensi itulah corporate governance muncul diakhir tahun 1980,
yang kemudian diterapkan di Amerika Serikat dan Eropa. Umumnya
perkembangan GCG terjadi ketika krisis ekonomi melanda suatu negara. Di Asia
krisis ekonomi dipandang sebagai akibat lemahnya praktik GCG. Kini konsep
GCG dengan cepat diterima oleh kalangan bisnis maupun masyarakat luas,
bahkan baik atau tidaknya kinerja suatu perusahaan ditentukan sejauh mana
perusahaan tersebut menerapkan Good Corporate Governance.
2.2.3 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2006:5), setiap
perusahaan harus memastikan bahwa prinsip GCG diterapkan pada setiap aspek
bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Prinsip GCG yaitu transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi, serta kewajaran diperlukan untuk
mencapai kesinambungan usaha perusahaan dengan memperhatikan pemangku
kepentingan (stakeholders).
35
a. Transparansi (Transparency)
Prinsip Dasar
Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus
menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah
diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus
mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang
disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting
untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur, dan pemangku
kepentingan lainnya.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1) Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai,
jelas, akurat, dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh
pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.
2) Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada,
visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan,
susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali,
kepemilikan saham oleh anggota direksi dan anggota dewan komisaris
beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya,
sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal,
sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian
penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan.
3) Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi
kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai
36
dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak
pribadi.
4) Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional
dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.
b. Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip Dasar
Kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga
pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Perusahaan harus dapat
mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu
perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan
kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan
pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan
prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1) Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-
masing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras
dengan visi, misi, nilai-nilai perusahaan (corporate values), dan strategi
perusahaan.
2) Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua
karyawan mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab,
dan perannya dalam pelaksanaan GCG.
3) Perusahaan harus memastikan adanya Sistem Pengendalian Internal yang
efektif dalam pengelolaan perusahaan.
37
4) Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran
perusahaan yang konsisten dengan sasaran usaha perusahaan, serta
memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment
system).
5) Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ
perusahaan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan
pedoman perilaku (code of conduct) yang telah disepakati.
c. Responsibilitas (Responsibility)
Prinsip Dasar
Perusahaan harus mematuhi peraturan perudang-undangan serta
melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga
dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat
pengakuan sebagai good corporate citizen.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1) Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan
memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran
dasar dan peraturan perusahaan.
2) Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain
peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar
perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang
memadai.
38
d. Independensi (Independency)
Prinsip Dasar
Untuk melancarkan pelaksanaan prinsip GCG, perusahaan harus dikelola
secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1) Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi
oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas
dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan dari segala pengaruh
atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara
objektif.
2) Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan
tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-
undangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab
antara satu dengan yang lain.
e. Kewajaran (Fairness)
Prinsip Dasar
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan
lainnya berdasarkan prinsip kewajaran.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1) Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku
kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat
39
bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses terhadap informasi
sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masing-
masing.
2) Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada
pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang
diberikan kepada perusahaan.
3) Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan
karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa
membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik.
2.2.4 Unsur-unsur Good Corporate Governance
Menurut Ardeno Kurniawan (2012:43) unsur-unsur dalam Good
Corporate Governance (GCG), terdiri atas :
“1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
2. Dewan Komisaris
3. Dewan Direksi”.
Adapun penjelasan dari ketiga unsur-unsur Good Corporate Governance
tersebut adalah :
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Rapat Umum Pemegang Saham adalah organ di dalam organisasi yang
memfasilitasi pemegang saham untuk mengambil keputusan penting berkenaan
dengan investasinya di dalam organisasi. Keputusan yang diambil di dalam
RUPS harus memiliki orientasi jangka panjang terhadap organisasi. RUPS
tidak dapat mencampuri pelaksanaan tugas dan fungsi dewan direksi dan
40
dewan komisaris. Pelaksanaan RUPS merupakan tanggung jawab dewan
direksi.
2. Dewan Komisaris
Dewan komisaris adalah organ di dalam organisasi yang memiliki tugas untuk
mengawasi dan memberikan nasehat kepada dewan direksi serta memastikan
organisasi telah melaksanakan tata kelola organisasi dengan baik, termasuk
didalamnya adalah implementasi sistem manajemen risiko serta proses-proses
pengendalian yang menjadi komponen dari sistem tata kelola organisasi yang
baik.
3. Dewan Direksi
Dewan direksi adalah organ di dalam organisasi yang bertanggung jawab atas
pengelolaan organisasi. Setiap anggota dewan direksi menjalankan tugasnya
dan membuat keputusan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Dengan
kata lain, dewan direksi merupakan bagian dari manajemen yang akan bertugas
mengurus organisasi. Agar dewan direksi dapat berfungsi sesuai dengan
tugasnya, maka terdapat beberapa syarat yang harus dipatuhi yang meliputi
hal-hal berikut ini :
a. Komposisi dewan direksi haruslah dibuat sedemikian rupa agar memiliki
independensi serta dapat memberikan keputusan yang benar, tepat waktu, dan
efektif.
b. Anggota dewan direksi haruslah memiliki profesionalitas dalam bentuk
integritas, pengalaman, dan kapabilitas sehingga memungkinkan mereka untuk
menjalankan fungsinya dengan baik.
41
c. Dewan direksi bertanggung jawab untuk mengelola organisasi agar dapat
memperoleh laba serta memastikan kelangsungan organisasi.
2.2.5 Manfaat dan Tujuan Penerapan Good Corporate Governance
Menurut Hery (2010:5) manfaat yang dapat diperoleh perusahaan yang
menerapkan Good Corporate Governance, yaitu sebagai berikut :
1. Good Corporate Governance secara tidak langsung akan dapat mendorong
pemanfaatan sumber daya perusahaan ke arah yang lebih efektif dan efisien,
yang pada gilirannya akan turut membantu terciptanya pertumbuhan atau
perkembangan ekonomi nasional.
2. Good Corporate Governance dapat membantu perusahaan dan perekonomian
nasional dalam hal menarik modal investor dengan biaya yang lebih rendah
melalui perbaikan kepercayaan investor dan kreditor domestik maupun
internasional.
3. Membantu pengelolaan perusahaan dalam memastikan atau menjamin bahwa
perusahaan telah taat pada ketentuan, hukum dan peraturan.
4. Membantu manajemen dan corporate board dalam pemantauan penggunaan
aset perusahaan.
5. Mengurangi korupsi.
Menurut Aviliani (2006), tujuan penerapan Good Corporate Governance
adalah sebagai berikut :
1. Memaksimalkan nilai perusahaan dengan cara meningkatkan prinsip-prinsip
keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggungjawab, dan adil.
42
2. Mendorong pengelolaan perusahaan secara profesional, transparan, efisien
serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ perusahaan.
3. Mendorong agar organ perusahaan dalam membuat dan menjalankan tindakan
dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap perundang-undangan
yang berlaku.
4. Meningkatkan kinerja dan kontribusi perusahaan sehingga dapat meningkatkan
shareholder values.
5. Bagi BUMN dapat meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian
nasional dan membantu penerimaan APBN.
2.3 Kaitan Audit Internal dengan Good Corporate Governance
Salah satu maksud implementasi GCG sesuai dengan pedoman GCG yang
dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance yaitu untuk
memaksimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan cara
meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung
jawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat baik secara
nasional maupun internasional serta dengan demikian mendukung kondisi
investasi.
Menurut Mas Ahmad Daniri (2005) keberhasilan penerapan GCG juga
memiliki persyaratan tersendiri. Ada dua faktor yang memegang peranan, faktor
eksternal dan internal. Salah satu faktor internalnya yaitu terdapatnya sistem audit
yang efektif dalam perusahaan untuk menghindari setiap penyimpangan yang
mungkin akan terjadi. Dan salah satu faktor eksternalnya yaitu terdapatnya contoh
43
pelaksanaan GCG yang tepat yang dapat menjadi standar pelaksanaan GCG yang
efektif dan profesional. Salah satu elemen yang cukup signifikan dalam proses
implementasi GCG adalah fungsi pengawasan internal yang baik yang dilakukan
oleh auditor internal. Dengan demikian eksistensi departemen audit internal itu
sendiri merupakan salah satu wujud implementasi dari GCG. Selain itu audit
internal berperan sangat strategis dalam membantu manajemen dalam upaya
mewujudkan GCG ke dalam praktik-praktik bisnis manajemen. Definisi
pemeriksaan internal menurut Sawyer dkk (2005:10) adalah :
“Sebuah penilaian yang sistematis dan objektif yang dilakukan auditor
internal terhadap operasi dan kontrol yang berbeda-beda dalam organisasi
untuk menentukan apakah :
1. Informasi keuangan dan operasi telah akurat dan dapat diandalkan;
2. Risiko yang dihadapi perusahaan telah diidentifikasi dan
diminimalisasi;
3. Peraturan eksternal serta kebijakan dan prosedur internal yang bisa
diterima telah diikuti;
4. Kriteria operasi yang memuaskan telah dipenuhi;
5. Sumber daya telah digunakan secara efisien dan ekonomis;
6. Tujuan organisasi telah dicapai secara efektif – semua dilakukan
dengan tujuan untuk dikonsultasikan dengan manajemen dan
membantu anggota organisasi dalam menjalankan tanggung jawabnya
secara efektif”.
Sesuai dengan definisi diatas, pengawasan internal menurut pedoman
GCG adalah suatu proses yang bertujuan untuk mencapai kepastian berkenaan
dengan :
1. Kebenaran informasi keuangan
2. Efektivitas dan efisiensi proses pengelolaan perusahaan, dan
3. Kepatuhan dan peraturan perundang-undangan yang terkait.
Dalam kaitannya dengan implementasi GCG, audit internal mempunyai
peranan yang sangat besar untuk mendorong terwujudnya pengelolaan bisnis
44
perusahaan yang bersih dan transparan. Dari pemahaman tentang fungsi
pengawasan intern, dapat diketahui bahwa salah satu tugas audit internal yaitu
melakukan review terhadap sistem yang ada untuk mengetahui tingkat
kesesuaiannya dengan peraturan-peraturan eksternal, kebijakan dan prosedur
internal yang ditetapkan termasuk prinsip-prinsip yang tertuang dalam pedoman
good corporate governance.
2.4 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
2.4.1 Kerangka Pemikiran
Good Corporate Governance (GCG) adalah prinsip yang mengarahkan
dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan
serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada
para shareholder khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Good Corporate
Governance dimasukkan untuk mengatur hubungan-hubungan ini dan mencegah
terjadinya kesalahan-kesalahan signifikan dalam strategi perusahaan dan untuk
memastikan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki dengan
segera. Kata “governance” berasal dari bahasa Perancis “gubernance” yang
berarti pengendalian. Selanjutnya kata tersebut dipergunakan dalam konteks
kegiatan perusahaan atau jenis organisasi yang lain, menjadi corporate
governance. Dalam bahasa Indonesia corporate governance diterjemahkan
sebagai tata kelola atau tata pemerintahan perusahaan (Siswanto dan E.John,
2008).
45
Pengertian Good Corporate Governance (GCG) menurut Indra dan Ivan
(2006) adalah sebagai berikut :
”Good Corporate Governance terkait dengan pengambilan keputusan
yang efektif. Dibangun melalui kultur organisasi, nilai-nilai, sistem,
berbagai proses, kebijakan-kebijakan dan struktur organisasi, yang
bertujuan untuk mencapai bisnis yang menguntungkan, efisien dan
efektif dalam mengelola risiko dan bertanggungjawab dengan
memerhatikan kepentingan stakeholders”.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa standar profesional
audit internal sangat penting diterapkan oleh Auditor Internal dalam perusahaan.
Good Corporate Governance (GCG) menurut Forum for Corporate Governance
Indonesia (FCGI) yang dikutip dari Hiro Tugiman (2006:8) didefinisikan
sebagai:
“Perangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemilik,
pengurus, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern
dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka
atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan
organisasi”.
Kemudian menurut Mas Ahmad Daniri (2005) juga menyatakan bahwa
keberhasilan penerapan GCG juga memiliki persyaratan tersendiri. Ada dua faktor
yang memegang peranan, faktor eksternal dan internal. Salah satu faktor
internalnya yaitu terdapatnya sistem audit yang efektif dalam perusahaan untuk
menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi. Dan salah satu
faktor eksternalnya yaitu terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat yang
dapat menjadi standar pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional.
Tujuan perusahaan adalah memaksimalkan profit untuk kepentingan
pemegang saham. Namun begitu, untuk mengelola sebuah perusahaan bukanlah
pekerjaan sederhana, apalagi perusahaan publik yang selalu dituntut terbuka atau
46
transparan. Kompleksitas dalam organisasi perusahaan tergantung pada besar
kecilnya perusahaan. Semakin banyak manusia yang bekerja di dalamnya semakin
kompleks organisasi perusahaan, dan semakin tinggi tingkat kesulitan dalam
melakukan pengawasan atau kontrol untuk memastikan bahwa setiap unit atau
divisi sudah bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing. Semakin kecil
jumlah orang yang bekerja semakin mudah dalam melakukan kontrol.
Dari sini bisa disimpulkan bahwa setiap organisasi perusahaan menyimpan risiko
bahwa setiap bagian, unit atau divisi bisa melakukan penyimpangan dalam
menjalankan tugas dan fungsi masing-masing. Menyadari hal itu maka, untuk
mengurangi risiko penyimpangan yang terjadi dan dilakukan oleh orang dalam
perusahaan maka dibutuhkan adanya satu unit kerja khusus yang bertugas
melakukan fungsi kontrol atau audit (Tim BEI, 2013).
Dengan keberadaan fungsi audit internal yang efektif, dapat tercipta
mekanisme pengawasan untuk memastikan bahwa sumber daya yang ada dalam
perusahaan telah digunakan secara ekonomis dan efektif. Pengendalian yang ada
dalam perusahaan pun dapat memberikan kepastian yang lebih tinggi bahwa
informasi yang dihasilkan dapat dipercaya.
Pengertian Audit Internal menurut Wuryan Andayani (2008) adalah
sebagai berikut :
“Audit internal merupakan audit yang ditujukan untuk memperbaiki
kinerja. Kegiatan audit internal adalah menguji, menilai efektivitas dan
kecukupan dalam sistem pengendalian internal yang ada dalam
organisasi. Audit internal berfungsi sebagai penilai independen yang
dibentuk dalam suatu organisasi dan mempunyai aktivitas untuk
memberikan jaminan keyakinan dan konsultasi”.
47
Dan menurut Mulyadi (2011), pengertian audit internal adalah sebagai
berikut :
“Pemeriksaan yang bekerja dalam perusahaan, yang tugas pokoknya
adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang diterapkan oleh
manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya
penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan
efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan
informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi”.
Selain itu pada Standar Kinerja No. 2110 dalam International Standards
For The Professional of Internal Auditing (Standards) dan dikutip oleh Ardeno
Kurniawan (2012:50) menyatakan bahwa :
“Kegiatan audit internal adalah untuk memberikan rekomendasi untuk
meningkatkan proses tata kelola organisasi agar proses tersebut mampu
untuk mencapai tujuan”.
Konsorsium organisasi profesi audit internal menerbitkan Standar Profesi
Audit Internal (SPAI), isi dari standar-standar tersebut adalah independensi,
kemampuan profesional, lingkup pekerjaan, pelaksanaan kegiatan pemeriksaan,
dan manajemen bagian audit internal.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: PER-
09/MBU/2012 prinsip-prinsip yang harus diperhatikan perusahaan dalam
menerapkan Good Corporate Governance, yaitu fairness, transparency,
accountability, independency, dan responsibility. Kelima komponen tersebut
penting karena secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas kinerja
perusahaan.
48
Dari penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh para peneliti-peneliti
terdahulu menghasilkan kesimpulan mengenai pengaruh audit internal terhadap
penerapan Good Corporate Governance, yaitu terdapat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti dan Judul Hasil Penelitian
Peneliti: Rizki Oktia Putri (2011)
Judul: Pengaruh Audit Internal terhadap
Penerapan Good Corporate
Governance (Studi kasus pada PT Bank
Mandiri Tbk., Jalan Jend.Ahmad Yani
No.44 Sukabumi 43131)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh positif antara audit
internal terhadap Good Corporate
Governance pada PT Bank Mandiri
Tbk.
Peneliti: Angger Hadi Muranom (2011)
Judul: Pengaruh Audit Internal terhadap
peningkatan Good Corporate
Governance (Studi kasus pada PT PLN
Persero Distribusi Jawa Barat dan
Banten)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Audit Internal berpengaruh terhadap
peningkatan Good Corporate
Governance pada PT PLN Persero
Distribusi Jawa Barat dan Banten.
Berdasarkan pustaka serta kesimpulan penelitian terdahulu, dapat ditarik
suatu kesimpulan bahwa audit internal berperan bagi seluruh bidang yang ada di
dalam maupun di luar perusahaan. Jadi penerapan Good Corporate Governance
dalam suatu perusahaan tidak akan memaksimalkan pencapaian tujuan perusahaan
apabila tidak dijalankan bersamaan dengan adanya audit dalam perusahaan
tersebut. Penjelasan-penjelasan tersebut dapat dituangkan dalam suatu skema
kerangka pemikiran sebagai berikut :
49
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran
GCG merupakan salah satu hal yang penting dalam bidang korporasi. Penerapan GCG di
kalangan korporasi adalah sebagai upaya mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan,
memperbaiki kinerja perusahaan dan menghapuskan berbagai bentuk praktik-praktik kolusi,
korupsi dan nepotisme serta pengelolaan perusahaan secara profesional.
Peraturan Menteri Negara BUMN
Nomor : PER- 09/MBU/2012
Good Corporate Governance
Good Corporate Governance
Good Corporate Governance
Audit Internal
1. Keterbukaan
(Transparency)
2. Akuntabilitas
(Accountability)
3. Pertanggungjawaban
(Responsibility)
4. Independensi
(Independency)
5. Kewajaran (Fairness)
Sumber:
Hiro Tugiman (2006)
1. Independensi
2. Kemampuan Profesional
3. Lingkup Pekerjaan
4. Pelaksanaan Kegiatan
Pemeriksaan
5. Manajemen Bagian
Audit Internal
Sumber:
Konsorsium Organisasi
Profesi Audit Internal (2004)
Tujuan :
Melakukan evaluasi atau
pemeriksaan terhadap
kegiatan perusahaan.
Pemeriksaan diarahkan untuk
membantu seluruh tingkatan
manajemen agar mereka dapat
melaksanakan kewajibannya
secara efektif dan efisien.
Dapat diambil hipotesis bahwa audit internal berperan dalam
penerapan Good Corporate Governance
50
2.4.2 Hipotesis
Pengertian hipotesis penelitian menurut Sugiyono (2009:96), hipotesis
merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana
rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan
sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori.
Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pemikiran yang merupakan
jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan. Dari kerangka pemikiran
tersebut, dapat diambil hipotesis yaitu : ”Audit internal berperan dalam penerapan
Good Corporate Governance”.