BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient (Daya Juang ...

25
19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient (Daya Juang) 2.1.1 DefinisiAdversity Quotient Menurut kamus bahasa Inggris, kata adversity berasal dari bahasa Inggris yang berarti kegagalan atau kemalangan, sedangkan quotient berarti kecerdasan (Echols & Shadily, 1993). Adversity sendiri bila diartikan dalam bahasa Indonesia bermakna kesulitan atau kemalangan, dan dapat diartikan sebagai suatu kondisi sulit, atau ketidak beruntungan. Sedangkan menurut Stoltz (2000) adversity quotient merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mengamati kesulitan dan mengolah kesulitan tersebut dengan kecerdasan yang dimiliki sehingga menjadi sebuah tantangan untuk diselesaikan. Adversity quotient digunakan untuk membantu individu memperkuat kemampuan dan ketekunan mereka dalam menghadapi tantangan hidup sehari-hari, sembari tetap berpegang pada prinsip-prinsip dan impian-impian mereka tanpa memperdulikan apa yang terjadi. Konsep kecerdasan IQ dan EQ yang telah ada saat ini dianggap belum cukup untuk menjadi modal seseorang menuju kesuksesan, oleh karena itu Stolz kemudian mengembangkan sebuah konsep mengenai kecerdasan adversity. Menurutnya konsep ini bisa terwujud dalam tiga bentuk yaitu: 1) sebagai kerangka konseptual baru untuk memahami dan meningkatkan semua aspek keberhasilan; 2) sebagai ukuran bagaimana seseorang merespon kemalangan; dan 3) sebagai perangkat alat

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient (Daya Juang ...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient (Daya Juang ...

19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Adversity Quotient (Daya Juang)

2.1.1 DefinisiAdversity Quotient

Menurut kamus bahasa Inggris, kata adversity

berasal dari bahasa Inggris yang berarti kegagalan atau

kemalangan, sedangkan quotient berarti kecerdasan

(Echols & Shadily, 1993). Adversity sendiri bila diartikan

dalam bahasa Indonesia bermakna kesulitan atau

kemalangan, dan dapat diartikan sebagai suatu kondisi

sulit, atau ketidak beruntungan. Sedangkan menurut

Stoltz (2000) adversity quotient merupakan kemampuan

yang dimiliki seseorang dalam mengamati kesulitan dan

mengolah kesulitan tersebut dengan kecerdasan yang

dimiliki sehingga menjadi sebuah tantangan untuk

diselesaikan.

Adversity quotient digunakan untuk membantu

individu memperkuat kemampuan dan ketekunan mereka

dalam menghadapi tantangan hidup sehari-hari, sembari

tetap berpegang pada prinsip-prinsip dan impian-impian

mereka tanpa memperdulikan apa yang terjadi. Konsep

kecerdasan IQ dan EQ yang telah ada saat ini dianggap

belum cukup untuk menjadi modal seseorang menuju

kesuksesan, oleh karena itu Stolz kemudian

mengembangkan sebuah konsep mengenai kecerdasan

adversity. Menurutnya konsep ini bisa terwujud dalam

tiga bentuk yaitu: 1) sebagai kerangka konseptual baru

untuk memahami dan meningkatkan semua aspek

keberhasilan; 2) sebagai ukuran bagaimana seseorang

merespon kemalangan; dan 3) sebagai perangkat alat

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient (Daya Juang ...

20

untuk memperbaiki respon seseorang terhadap

kemalangan. Dengan kata lain adversity quotient

merupakan suatu kemampuan untuk dapat bertahan

dalam menghadapi segala masalah ataupun kesulitan

hidup (Stoltz, 2000).

menurut Yoga (2018) Adversity Quotient mampu

membangkitkan keterpurukan seseorang dari sebuah

musibah, kegagalan, atau kecelakaan menjadi sebuah

motivasi besar untuk menyelamatkan dan memperbaiki

kehidupan.

Selanjutnya menurut Purwanto (2007) adversity

quotient adalah kemampuan seseorang yang

menggambarkan ketahanan fisik, mental, dan spiritual

agar dapat menguasai dan menghadapi setiap rintangan,

kesulitan, serta permasalahan yang timbul agar individu

mampu membuat hidupnya menjadi lebih berharga dan

bertanggung jawab.

Selanjutnyamenurut Ahmad (2013)adversity

quotient dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang

yang menggambarkan ketahanan fisik, mental, dan

spiritual untuk dapat menguasai dan menghadapi segala

tantangan, hambatan, dan permasalahan yang timbul

agar seseorang mampu membuat kehidupannya menjadi

berharga dan bertanggung jawab.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan

bahwa adversity quotient adalah suatu kemampuan

dalam menghadapi kesulitan hidup, bagaimana individu

mampu bertahan, berusaha dan berjuang menghadapi

tantangan dalam hidupnya atau bahkan bagaimana

individu mampu mengubah kesulitan dalam hidupnya

menjadi peluang yang dan kemampuan ini juga berkaitan

dengan faktor-faktor yang lain, seperti penghargaan diri,

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient (Daya Juang ...

21

motivasi diri, jiwa berjuang dan berusaha, kreatifitas,

kesungguhan hati, perilaku positif, optimis, kestabilan

emosi dan sebagainya.

2.1.2 Dimensi-dimensi Adversity Quotient

Adversity quotient sebagai suatu kemampuan

terdiri dari empat dimensi yang disingkat dengan sebutan

CO2RE yaitu dimensi control, origin-ownership, reach, dan

endurance (Stoltz, 2000). Berikut ini merupakan

penjelasan dari keempat dimensi tersebut:

a. Control (Pengendalian)

Control ataukendali yaitu sejauh mana

seseorang mampu memengaruhi dan

mengendalikan respon individu secara positif

terhadap situasi apapun. Kendali yang

sebenarnya dalam suatu situasi hampir tidak

mungkin diukur, kendali yang dirasakan jauh

lebih penting. Dimensi control ini merupakan

salah satu yang paling penting karena

berhubungan langsung dengan pemberdayaan

serta memengaruhi semua dimensi CO2RE

lainnya. Semakin tinggi dimensi control maka

akan semakin besar pula individu bertahan

menghadapi kesulitan.

b. Origin-Ownership (Asal-Usul dan Pengakuan)

Origin-ownership yaitu sejauh mana seseorang

menanggung akibat dari suatu situasi tanpa

mempermasalahkan penyebabnya. Dimensi

asal-usul sangat berkaitan dengan perasaan

bersalah yang dapat membantu seseorang

belajar menjadi lebih baik serta penyesalan

sebagai motivator. Rasa bersalah dengan

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient (Daya Juang ...

22

kadar yang tepat dapat menciptakan

pembelajaran yang kritis dan dibutuhkan

untuk perbaikan terus-menerus. Sedangkan

dimensi pengakuan lebih menitik beratkan

kepada tanggung jawab yang harus dipikul

sebagai akibat dari kesulitan. Tanggung jawab

di sini merupakan suatu pengakuan akibat-

akibat dari suatu perbuatan, apapun

penyebabnya. AQ yang rendah cenderung

menempatkan rasa bersalah yang tidak

selayaknya atas peristiwa-peristiwa buruk

yang terjadi. Dalam hal ini mereka cenderung

menempatkan dirinya sebagai satu-satunya

penyebab atau asal-usul kesulitan itu datang.

c. Reach (Jangkauan)

Reach yaitu sejauh mana seseorang

membiarkan kesulitan menjangkau bidang lain

dalam pekerjaan dan kehidupannya.

Seseorang dengan AQ tinggi memiliki batasan

jangkauan masalahnya pada peristiwa yang

dihadapi. Biasanya orang tipe ini merespon

kesulitan sebagai sesuatu yang spesifik dan

terbatas. Artinya semakin rendah dimensi

reach maka akan semakin besar pula

anggapan bahwa peristiwa-peristiwa buru

yang terjadi dianggap sebagai bencana.

d. Endurance (Daya Tahan)

Endurance yaitu seberapa lama seseorang

mempersepsikan kesulitan ini akan

berlangsung. Individu dengan AQ tinggi

biasanya memandang kesuksesan sebagai

sesuatu yang berlangsung lama, sedangkan

kesulitan-kesulitan dan penyebabnya sebagai

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient (Daya Juang ...

23

sesuatu yang bersifat sementara.

2.1.3 Faktor-faktor Yang Memengaruhi Adversity

Quotient

Paul G. Stoltz dalam bukunya menggambarkan

potensi dan daya tahan individu dalam sebuah pohon

yang disebut pohon kesuksesan. Aspek-aspek yang ada

dalam pohon kesuksesan tersebut yang dianggap

memengaruhi adversity quotient seseorang, diantaranya

(Stoltz, 2000):

a. Faktor Internal

1) Genetik

Warisan genetis tidak akan menentukan nasib

seseorang tetapi pasti ada pengaruh dari faktor

ini. Beberapa riset-riset terbaru menyatakan

bahwa genetika sangat mungkin mendasari

perilaku yang paling terkenal adalah kajian

tentang ratusan anak kembar identik yang

tinggal terpisah sejak lahir dan dibesarkan di

lingkungan yang berbeda. Saat mereka

dewasa, ternyata ditemukan kemiripan-

kemiripan dalam perilaku. Hal ini juga sejalan

dengan pendapat Bouchard (2009), bahwa

kecerdasan seseorang dipengaruhi oleh faktor

genetik.

2) Keyakinan

Mandela (dalam Stoltz, 2000) mengatakan

bahwa keyakinan atau iman merupakan unsur

penting bagi kelangsungan hidup. Keyakinan

memengaruhi seseorang dalam mengahadapi

suatu masalah serta membantu seseorang

dalam mencapai tujuan hidup. Menurut Benson

(2006) berdoa akan mempengaruhi epinefrin

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient (Daya Juang ...

24

dan hormon-hormon kortikosteroid pemicu

stress yang kemudian akan menurunkan

tekanan darah serta membuat efek detak

jantung dan pernapasan lebih santai.

Keyakinan atau iman merupakan faktor yang

sangat penting berkaitan dengan tindakan,

harapan, moralitas, dan bagaimana cara kita

bersikap sesama manusia.

3) Bakat

Kemampuan dan kecerdasan seseorang dalam

menghadapi suatu kondisi yang tidak

menguntungkan bagi dirinya salah satunya

dipengaruhi oleh bakat. Bakat adalah gabungan

pengetahuan, kompetensi, pengalaman, dan

keterampilan.

4) Hasrat atau kemauan

Untuk mencapai kesuksesan dalam hidup

diperlukan tenaga pendorong yang berupa

keinginan atau disebut hasrat. Hasrat

menggambarkan motivasi, antusias, gairah,

dorongan, ambisi, dan semangat yang ada

pada diri individu agar memiliki energi motivasi

yang kuat untuk mencapai kesuksesan.

5) Karakter

Karakter merupakan bagian yang penting bagi

kita untuk meraih kesuksesan dan hidup

berdampingan secara damai. Seseorang yang

berkarakter baik, semangat, tangguh, dan

cerdas akan memiliki kemampuan untuk

mencapai sukses.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient (Daya Juang ...

25

6) Kinerja

Merupakan bagian yang mudah dilihat orang

lain sehingga seringkali hal ini dievaluasi dan

dinilai. Salah satu keberhasilan seseorang

dalam menghadapi masalah dan meraih tujuan

hidup dapat diukur melalui kinerja. Kinerja

seseorang merupakan hasil dari kemampuan,

usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari

hasil kerjanya.

7) Kecerdasan

Bentuk-bentuk kecerdasan kini dipilah menjadi

beberapa bidang yang sering disebut sebagai

multiple intelligence. Bidang kecerdasan yang

dominan biasanya memengaruhi karier,

pekerjaan, pelajaran, dan hobi.

8) Kesehatan

Kesehatan emosi dan fisik dapat

memepengaruhi seseorang dalam menggapai

kesuksesan. Seseorang yang dalam keadaan

sakit akan mengalihkan perhatiannya dari

masalah yang dihadapi. Kondisi fisik dan psikis

yang prima akan mendukung seseorang dalam

menyelesaikan masalah.

b. Faktor Eksternal

1) Pendidikan

Pendidikan dapat membentuk kecerdasan,

pembentukan kebiasaan yang sehat,

perkembangan watak, keterampilan, hasrat, dan

kinerja yang dihasilkan. Salah satu sarana dalam

pembentukan sikap dan perilaku adalah melalui

pendidikan.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient (Daya Juang ...

26

2) Lingkungan

Lingkungan tempat individu tinggal dapat

memengaruhi bagaimana individu beradaptasi dan

memberikan respon kesulitan yang dihadapinya.

Individu yang terbiasa hidup dalam lingkungan

sulit akan memiliki adversity quotient yang lebih

tinggi. Menurut Stoltz, individu yang terbiasa

berada di lingkungan yang sulit akan memiliki

adversity quotient yang lebih besar karena

pengalaman dan kemampuan beradaptasi yang

lebih baik dalam mengatasi masalah yang

dihadapi.

Dari beberapa faktor yang mempengaruhi

adversity quotient di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa kecerdasan dalam mengatasi masalah tidak hanya

dipengaruhi oleh satu faktor saja, namun dipengaruhi

oleh berbagai faktor. Dengan demikian, gabungan antara

satu faktor dengan faktor lain akan memberikan satu

kesatuan yang komprehensif pada individu untuk

mengatasi setiap kesulitan yang ada.

2.1.4 Tingkatan dalam Adversity Quotient

Stoltz mengelompokkan individu berdasarkan

daya juangnya menjadi tiga: quitter, camper, dan

climber. Penggunaan istilah ini dari kisah pendaki

Everest, ada pendaki yang menyerah sebelum pendakian,

merasa puas sampai pada ketinggian tertentu, dan

mendaki terus hingga puncak tertinggi. Kemudian Stoltz

menyatakan bahwa orang yang menyerah disebut

quitter, orang yang merasa puas pada pencapaian

tertentu sebagai camper, dan seseorang yang terus ingin

meraih kesuksesan disebut sebagai climber (Stoltz,

2000).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient (Daya Juang ...

27

Dalam bukunya, Stoltz menyatakan terdapat tiga

tingkatan daya juang seseorang dalam menghadapi

masalah, antara lain (Stoltz, 2000):

a. Quitters

Quitters yaitu orang yang memilih keluar,

menghindari kewajiban, mundur, dan berhenti.

Individu dengan tipe ini memilih untuk berhenti

berusaha, mereka mengabaikan menutupi dan

meninggalkan dorongan inti yang manusiawi

untuk terus berusaha. Dengan demikian, individu

dengan tipe ini biasanya meninggalkan banyak hal

yang ditawarkan oleh kehidupan.

b. Campers

Campers atau orang-orang yang berkemah adalah

orang-orang yang telah berusaha sedikit

kemudian mudah merasa puas atas apa yang

dicapainya. Tipe ini biasanya bosan dalam

melakukan pendakian kemudian mencari posisi

yang nyaman dan bersembunyi pada situasi yang

bersahabat. Kebanyakan para campers

menganggap hidupnya telah sukses sehingga

tidak perlu lagi melakukan perbaikan dan usaha.

c. Climbers

Climbers atau si pendaki adalah individu yang

melakukan usaha sepanjang hidupnya. Tanpa

menghiraukan latar belakang, keuntungan

kerugian, nasib baik maupun buruk, individu

dengan tipe ini akan terus berusaha.

2.1.5 Pengembangan Adversity Quotient

Menurut Stoltz, cara mengembangkan dan

menerapkan AQ dapat diringkas dalam kata LEAD (Stoltz,

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient (Daya Juang ...

28

2000) yaitu:

a. Listened (Dengar)

Mendengarkan respon terhadap kesulitan

merupakan langkah yang penting dalam

mengubah AQ individu. Individu berusaha

menyadari dan menemukan permasalahan jika

terjadi kesulitan, kemudian menanyakan pada

diri sendiri apakah itu respon AQ yang tinggi

atau rendah, serta menyadari dimensi AQ

mana yang paling tinggi.

b. Explored (Gali)

Pada tahap ini, individu didorong untuk

menjajaki asal-usul atau mencari penyebab dari

masalah. Setelah itu menemukan mana yang

merupakan kesalahannya, lalu mengeksplorasi

alternatif tindakan yang tepat.

c. Analized (Analisa)

Pada tahap ini, individu diharapkan mampu

menganalisa bukti apa yang menyebabkan

individu tidak dapat mengendalikan masalah,

bukti bahwa kesulitan itu harus menjangkau

wilayah lain dalam kehidupan, serta bukti

mengapa kesulitan itu harus berlangsung lebih

lama dari seharusnya. Fakta-fakta ini perlu

dianalisa untuk menemukan beberapa faktor

yang mendukung AQ individu.

d. Do (Lakukan)

Terakhir, individu diharapkan dapat mengambil

tindakan nyata setelah melewati tahapan-

tahapan sebelumnya. Namun sebelumnya

diharapkan individu dapat mendapatkan

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient (Daya Juang ...

29

informasi tambahan guna melakukan

pengendalian situasi yang sulit, kemudian

membatasi jangkauan keberlangsungan

masalah saat kesulitan itu terjadi.

2.1.6 Teori yang membentuk Adversity Quotient

Sebagai penemu teori adversity quotient, Stoltz

(2000)mengungkapkan bahwa tiga teori dasar

pembangun teori adversity quotient. Stoltz melakukan

riset lebih dari 600 penelitian di ratusan universitas dan

lembaga-lembaga di seluruh dunia. Adapun tiga teori

dasar yang membangun teori adversity quotient ini

adalah :

a. Psikologi Kognitif

Psikologi kognitif merupakan ilmu yang

mempelajari bagaimana seseorang

memperoleh, mentransformasikan,

mempresentasikan, menyimpan, dan menggali

kembali pengetahuan, dan bagaimana

pengetahuan tersebut dapat dipakai untuk

merespon atau memecahkan kesulitan, berpikir

dan berbahasa. Orang yang merespon atau

menganggap kesulitan itu abadi, maka

jangkauan kendali mereka akan menderita,

sedangkan yang menganggap kesulitan itu

mudah berlalu, maka ia akan tumbuh maju

dengan pesat. Respon seseorang terhadap

kesulitan memengaruhi kinerja, dan

kesuksesan. Strategi berespon terhadap

kemalangan dengan pola-pola tersebut akan

menetap sepanjang hidup seseorang. Teori ini

berkaitan dengan kemampuan manusia akan

pengendalian atau penguasan terhadap

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient (Daya Juang ...

30

hidupnya yang mencakup beberapa konsep

penting tentang motivasi, efektivitas, daya

juang, produktivitas dan kinerja manusia

b. Neurofisiologi

Neurofisiologi adalah bagian ilmu fisiologi, yang

mempelajari studi fungsi sistem saraf. Ilmu ini

berkaitan erat dengan neurobiologi, psikologi,

neurologi, neurofisiologi klinik, elektrofisiologi,

etologi, aktivitas saraf tinggi, neuroanatomi,

ilmu kognitif, dan ilmu otak lainnya. Kaitan

antara neurofisiologi dengan adversity quotient

adalah bahwa otak idealnya dilengkapi untuk

membentuk kebiasaan-kebiasaan sama halnya

dengan bagaimana kebiasaan seseorang

merespon kesulitan. Nuwer (dalam Stoltz,

2000) menjelaskan bahwa proses

pembentukan kebiasaan-kebiasaan pada tahap

pertama berlangsung di wilayah sadar bagian

luar atau bagian otak yang berwarna kelabu

wilayah ini disebut cerebral cortex, namun lama

kelamaan pola yang sudah sering terbentuk di

cerebral cortex akan berpindah ke bagian otak

yang disebut basal ganglia atau kegiatan tak

sadar yang mana sebuah kebiasaan telah

terbentuk.

c. Psikoneuroimunologi

Ilmu ini menyumbangkan bukti-bukti adanya

hubungan fungsional antara otak dan sistem

kekebalan, hubungan antara apa yang individu

pikirkan dan rasakan terhadap kemalangan

dengan kesehatan mental fisiknya.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient (Daya Juang ...

31

Kenyataannya pikiran dan perasaan individu

juga dimediasi oleh neurotranmitter dan

neuromodulator, yang berfungsi mengatur

ketahanan tubuh. Hal ini esensial untuk

kesehatan dan panjang umur, sehingga

seseorang dapat menghadapi kesulitan dan

memengaruhi fungsi-fungsi kekebalan,

kesembuhan, dan kerentanan terhadap 24

penyakit-penyakit yaitu melemahnya kontrol

diri yang esensial akan menimbulkan depresi

(Stoltz, 2000).

Penelitian yang dilakukan oleh McClelland (1989),

seorang profesor psikologi yang terkemuka dari Boston

University membuktikan melalui berbagai macam

penelitian bahwa emosi-emosi tertentu adalah peramal-

peramal kesehatan yang ampuh. Orang-orang yang

selalu memiliki pikiran negatif dan rasa curiga terbukti

dua kali lebih besar kemungkinan untuk menderita suatu

penyakit berat dibanding dengan orang-orang yang selalu

optimis dan berpikiran positif.

Ketiga penopang teoritis tersebut bersama-sama

membentuk adversity quotient dengan tujuan utama,

yaitu: timbulnya pengertian baru, tersedianya alat ukur

dan seperangkat alat untuk meningkatkan efektivitas

seseorang dalam menghadapi segala bentuk kesulitan

hidup.

2.1.6 Adversity Quotient dalam Pandangan Islam

Menurut Stolz (2000), seseorang yang memiliki

Adversity quotient yang tinggi, tidak akan mudah

menyerah ketika menghadapi kesulitan. Seseorang

tersebut akan tetap tegar dalam berusaha sehingga bisa

menghadapi berbagai hambatan dalam hidupnya dengan

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient (Daya Juang ...

32

baik. Di dalam Al-Qur’an, terkandung begitu banyak

tuntunan bagaimana seharusnya manusia hidup di dunia

termasuk bagaimana menghadapi persoalan dan

kesulitan dalam hidup.

Berdasarkan penelitian dari Zubadillah (2017)

terdapat beberapa nilai dalam al-qur’an yang berkaitan

dengan dimensi dari Adversity quotient dalam alquran

yaitu nilai Sabar. Padaadversity qotient terdapat dimensi

control yaitu pengendalian diri ketika menghadapi situasi

sulit dan bagaimana pengendalian diri terhadap suatu

masalah. Pada dimensi ini dapat ditemukan pada sosok

Nabi Musa A.S terkait sikap sabar yang beliau miliki

seperti yang tertuang dalam beberapa ayat al-qur’an

berikut :

يورثها من وٱصبروا إنه ٱلرض لله قال موسى لقومه ٱستعينوا بٱلله

قبة للمتهقين ١٢٨يشاء من عبادهۦ وٱلع

Artinya: Musa berkata kepada kaumnya: "Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah; sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dihendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa" (QS.Al-A’raf (7): 128).

Dalam tafsir Ibnu Katsir, Nabi Musa AS menjanjikan kepada mereka yang bersabar akan memperoleh akibat yang terpuji dan memperoleh kemenangan. Pada ayat

tersebut terkandung anjuran kepada kaum muslim untuk bersabar dan bertaqwa kepada Allah SWT sebab Allah SWT akan melenyapkan penderitaan kepada hamba-Nya

yang senantiasa bersabar dan bertaqwa kepada-Nya.

برين مع ٱلصه أيها ٱلهذين ءامنوا ٱستعينوا بٱلصهبر وٱلصهلوة إنه ٱلله ١٥٣ي

Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar

dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya

Allah beserta orang-orang yang sabar (QS. Al-

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient (Daya Juang ...

33

Baqarah;153).

Menurut Yunus, (1984) dalam tafsirnya

mengatakan dari ayat tersebut mengandung arti bahwa

untuk menyempurnakan suatu pekerjaan atau

menggapai cita-cita haruslah dengan berhati-hati dan

sabar, dan jika kita ditimpa kesusahan dan cobaan

dalam mengusahakannya hendaklah kita mencari daya

upaya untuk menghilangkannya, serta kita periksa

sebab-sebab yang menghalanginya, agar dapat

mengantisipasi jika hal itu terulang. Sekali-kali tidak

boleh kita berhati keluh kesah atau berputus asa karena

suatu cobaan yang menghalangi pekerjaan kita.

أيها ٱلهذين ءامنوا ٱصبروا وصابروا ورابطوا وٱتهقوا ٱلله لعلهكم ي

٢٠٠تفلحون

Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan terapkan cara meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah, supaya kamu beruntung (QS. Al-Imran;200).

Dalam tafsir Ibnu Katsir ayattersebut

mengandung arti bahwa apabila seseorang dilanda

kesusahan dan banyak tantangan hendak untuk terus

menguatkan iman, bersabar dan terus bertahan agar

tidak goyah agar tercapai tujuan yang hendak dicapai.

Sejalan dengan pendapat di atas hasil penelitian

yang dilakukan oleh Efnita (2007) tentang adversity

quotient pada pedagang etnis cina didapatkan hasil

bahwa subjek etnis cina yang beragama islam memiliki

control atau pengendalian diri yang baik ketika

mengalami kesulitan dibanding subjek yang beragama

non islam.

Dalam hidup manusia, Allah telah menyatakan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient (Daya Juang ...

34

dalam al-Qur’an bahwa Allah akan memberikan cobaan

pada manusia. Manusia akan diuji dengan berbagai

macam cobaan, dapat berupa ketakutan dari musuh,

kemiskinan, kelaparan, dan musibah lain yang lazim

terjadi dalam kehidupan. Seseorang yang mendapatkan

petunjuk dari suatu musibah ialah orang yang

mengambil faedah dan pembelajaran dari suatu

musibah tersebut (Arraiyah, 2007). Hal ini terdapat

dalam Q.S. Al-Baqarah (2): 155-156.

ل وٱلنفس ن ٱلمو ن ٱلخوف وٱلجوع ونقص م ولنبلونهكم بشيء م

برين ر ٱلصه ت وبش بتهم مصيبة قالوا إنها ١٥٥وٱلثهمر ٱلهذين إذا أص

جعون وإنها إليه ر ١٥٦لله

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar yaitu mereka yang apabila diberikan musibah berkata “innalillahi wa inna ilaihiraaji’un”.

Ayat ini memberikan penjelasan tentang siapa

yang disebut shaabirin atau orang-orang yang bersabar.

Orang yang bersabar berdasarkan ayat ini adalah

mereka yang apabila ditimpakan musibah mereka

mengatakan “innalillahi wainna ilaihi raaji’un”. Pada ayat

ini juga mengisyaratkan bahwa sikap manusia dalam

menghadapi cobaan itu tidak sama sehingga

pengaruhnya juga tidak sama. Orang yang menerapkan

sikap sabar ketika menghadapi cobaan atas dasar iman

akan mengambil hikmah atau manfaat dari sebuah

cobaan tersebut (Arraiyah, 2007).

Setelah mengetahui karakteristik orang sabar

dalam al-Qur’an yang tersirat dari ayat di atas,

selanjutnya dibahas tentang kesulitan, atau hambatan

yang dihadapi manusia. Ujian bagi manusia seringkali

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient (Daya Juang ...

35

terasa dalam bentuk kesempitan, kesulitan, keberatan

sebagaimana yang tersurat dalam ayat-ayat al-qur’an

bahwa ujian yang akan diberikan Allah adalah

ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa serta

buah-buahan (Amaliya, 2017).

Dalam tafsir Ibnu Katsir menjelaskan pada Q.S. Ali

Imron (3): 186, bahwa seorang mukmin itu harus diuji

terhadap sesuatu dari hartanya atau dirinya atau

anaknya atau istrinya. Seorang mukmin mendapat ujian

(dari Allah) sesuai dengan tingkatan kadar agamanya;

apabila agamanya kuat, maka ujiannya lebih dari yang

lain.

وتوا لكم وأنفسكم ولتسمعنه من ٱلهذين أ ۞لتبلونه في أمو

وإن تصبروا ب من قبلكم ومن ٱلهذين أشركوا أذى كثيرا ٱلكت

لك من عزم ٱلمور ١٨٦وتتهقوا فإنه ذ

Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. jika kamu bersabar dan bertakwa, Maka Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk urusan yang patut diutamakan (Q.S. Ali Imron (3): 186).

Dalam Q.S. Muhammad (47): 31, Allah juga

menegaskan tujuan ujian yang diberikan Allah, yaitu

bahwa sesungguhnya Allah benar-benar akan menguji

manusia untuk bisa diketahui mana orang-orang yang

berjihad dan bersabar.

برين ونبلوا أخباركم هدين منكم وٱلصه ولنبلونهكم حتهى نعلم ٱلمج

٣١

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient (Daya Juang ...

36

Dan Sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu (Q.S. Muhammad (47): 31).

Dalam beberapa potongan ayat di atas cukup

menggambarkan bagaimana adversity quotient dalam

al-quran yaitu sabar, yang mana di dalam sabar ini

memiliki unsur-unsur yaitu menahan diri menahan diri

ini bisa menahan diri dari nafsu yang tidak baik, amarah

atau disebut dengan sabar rohani adalah kemampuan

menahan kehendak nafsu yang dapat mengantar

kepada ketidak baikan. Menahan diri atau pengendalian

diri ini dalam psikologi Barat dikenal dengan istilah self

control atau kontrol diri. Konsep menahan diri ini seperti

pengertian sabar yang dikemukakan oleh Agte dan

Chiplonkar (2007) yang memberikan definisi kesabaran

dengan “patience is defined as calmness and willingness

or ability to tolerate delay” .

Menurut konsep adversity quotiennya Stoltz,

konsep ini dekat dengan konsep Kontrol. Konsep Kontrol

diri dijelaskan sebagai kemampuan seseorang dalam

mengendalikan dan mengelola emosi, perasaan sikap

diri karena suatu peristiwa yang menimbulkan kesulitan.

Hal ini berarti respon seseorang terhadap suatu

peristiwa sulit yang dihadapi (Stoltz, 2000).Selanjutnya

yaitu unsur menerima (ikhlas) dalam sabar, terdapat

unsur menerima, yaitu menerima apa yang terjadi.

Menerima kenyataan. Menerima kesulitan dalam

hidupnya. Hal ini seperti dalam QS. An-Nahl (16): 127

dan QS. Al-Muddatsir (74): 7.

Menerima, dalam psikologi dekat dengan konsep

acceptance atau dekat juga dengan self acceptance.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient (Daya Juang ...

37

Makna yang terkandung dalam konsep ini juga memiliki

kemiripan, yaitu sejauh mana seseorang mampu

menerima keadaan dirinya. Menerima di sini tidak hanya

menerima kenyataan, namun juga termasuk menerima

dari mana sumber kesalahan yang menyebabkan

kondisi sulit bagi dirinya apakah itu dari dirinya sendiri,

orang lain atau lingkungan. Sejauh mana ia akan

mempermasalahkan kesalahannya dan sejauh mana

rasa bersalahnya berpengaruh terhadap mentalitasnya.

Rasa bersalah yang tepat mampu menjadi cambuk bagi

seseorang untuk bangkit dan bertindak, begitu

sebaliknya. Sedangkan ownership adalah sejauh mana

pengakuan seseorang atas dampak-dampak dari

kesalahannya serta kesediaannya untuk bertanggung

jawab atas kesalahannya tersebut. Konsep ini dalam

adversity quotient dekat dengan konsep origin dan

ownership. Dalam sabar, terdapat unsur tabah kuat

menahan kesulitan hidup yang hadapi. Dalam QS. Ali

Imron (3): 146 disebutkan bahwa dalam sabar, manusia

tidak boleh lemah dan menyerah. Tidak lemah, tidak

lesu dan tidak menyerah dalam ayat ini menjadi karater

dari orang sabar. Dalam konsep adversity quotient

Stoltz, konsep ini dekat dengan Endurance (Amaliya,

2017).

Dari sini terlihat bahwa dalam konsep sabar yang

terkandung dalam al-Qur’an juga memuat aspek-aspek

adversity quotient seperti yang dirumuskan oleh Stolz.

Terdapat karakteristik yang khusus dari yang diajarkan

al-Qur-an, yaitu pada adanya dimensi ketuhanan.

Dimana dalam sikap sabar yang diamalkan oleh

seseorang, tidak terlepas dari Allah. Manusia

menggantungkan harapannya hanya kepada Allah.

Kepasrahan dan ketabahan yang diamalkan merupakan

bentuk dari ketakwaan kepada Allah.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient (Daya Juang ...

38

2.2 Manusia Gerobak

2.2.1 Definisi Manusia Gerobak

Manusia gerobak adalah mereka yang biasanya

berprofesi sebagai pememulung dan pekerja serabutan

yang membawa anggota keluarga dan barang-barang

keperluannya di dalam gerobak dan berjalanan

menyelusuri jalanan di kota (www.tirto.id).Menurut

Ghofur (2009), manusia gerobak adalah pememulung

yang menggelandang dengan gerobaknya. Disebut

manusia gerobak karena itu adalah ciri khas mereka.

Gerobak ukuran 2x1 meter tersebut tidak hanyak tempat

barang-barang bekas, tetapi memiliki multifungsi sebagai

tempat tingal.

Menurut Onghokham (1986), istilah ”gelandangan”

berasal dari kata ”gelandang” yang berarti mengembara,

atau berkelana istilah yang lebih netral sifatnya. Bahkan

menggelandang merupakan sebuah tradisi komunitas

tertentu, yaitu pengembaraan yang didasarkan pada dua

alasan: alasan politik dan ekonomi. Gelandangan juga

didefinisikan sebagai orang-orang yang tidak mempunyai

pekerjaan tetap dan layak dan makan di sembarang

tempat.

Dari beberapa definisi diatas peneliti

menyimpulkan bahwa manusia gerobak identik dengan

hidup menggelandang. Berangkat dari hal tersebut dapat

dikatakan bahwa sebutan istilah mantan manusia

gerobak berlaku apabila seseorang manusia gerobak

telah memiliki rumah atau kontrakan meskipun masih

berprofesi sebagai pemulung.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient (Daya Juang ...

39

2.2.2 Faktor-Faktor Penyebab Hadirrnya Manusia

Gerobak

1. Pendidikan

“Manusia gerobak” umumnya sejauh yang peneliti

ketahui berprofesi sebagai pememulung yang hidup

menggelandang, yang mana dalam hal ini menurut hasil

peneltian Nurintan (2017) mengungkapkan bahwa

hampir semua manusia gerobak memiliki pendidikan

yang rendah, mereka hanya mengenyam pendidikan

Sekolah Dasar (SD) dan bahkan ada informan yang sama

sekali tidak sekolah.

Selanjutnya, hasil penelitian Taufik (2013)

mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan para

pememulung tergolong rendah, sebab pendidikan

pememulung hanya sampai jenjang Sekolah Dasar (SD)

dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) bahkan ada yang

sama sekali tidak lulus SD, hal ini disebabkan karena

sejak SD mereka telah mengikuti jejak orangtua yang

juga berprofesi sebagai pememulung.

Selanjutnya, hasil penelitian Kuntari dan

Hikmahwati (2017) didapatkan hasil bahwa umumnya

gelandangan banyak yang tidak pernah mengenyam

pendidikan, dan hanya segelintir orang saja yang dapat

menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar. Tingkat

pendidikan yang tidak memadai dan juga faktor ekonomi

yang menyebabkan mereka hidup menggelandang.

Dari beberapa hasil penelitian di atas terkait

tingkat pendidikan manusia gerobak dapat disimpulkan

bahwa rata-rata tingkat pendidikan manusia gerobak

hanya sebatas SD, hanya sedikit sekali yang lulus SMP.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient (Daya Juang ...

40

Dalam hal ini dapat pendidikan sangat berpengaruh dan

menentukan pekerjaan seseorang karena keahlian dan

ilmu yang terbatas maka terbatas pula peluang kerja

yang didapat.

2. Keadaan Ekonomi

Keadaan ekonomi kaum gelandangan termasuk

juga manusia gerobak berhubungan dengan rendahnya

tingkat pendidikan mereka sebab menurut hasil penelitian

Kuntari dan Hikmawati (2017) menyatakan bahwa

kebanyakan para gelandangan dan pememulung menikah

dini yaitu pada usia 16 tahun hal ini dikarenakan

dorongan orangtua yang menginginkan anaknya cepat

menikah agar dapat mengurangi beban ekonomi

keluarga.

Selanjutnya menurut Ghofur (2009) alasan

manusia gerobak hidup menggelandang dan berprofesi

sebagai pememulung karena modal yang dibutuhkan

kecil dan bahkan tanpa modal. Tidak seperti pekerjaan

informal lainnya yang membutuhkan modal, seperti

halnya pengepul atau bandar barang bekas

membutuhkan modal yang relatif besar.

3 Konsumsi masyarakat perkotaan yang tinggi.

Akibat dari sifat konsumtif masyarakat yang tinggi

jelas akan menyisakan banyak sampah. Sebagian warga

kota dengan seenaknya membuang barang-barang yang

tidak diperlukan lagi seperti gelas dan botol plastik,

kertas, karton, dan besi-besi. Kondisi ini menunjukkan

bahwa sampah seolah tidak memiliki nilai bagi warga

kota. Mungkin, sebagian dari mereka tahu bahwa barang

bekas tersebut memiliki nilai, namun karena jumlahnya

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient (Daya Juang ...

41

sedikit mereka menjadi tidak telaten untuk

mengumpulkannya. Selain itu, orang mengidentikkan

barang bekas dengan kekotoran dan kekumuhan,

sesuatu yang semakin menjauhkan warga kota dari

keinginan untuk memanfaatkannya. Kondisi ini turut

mendorong usaha daur ulang (Ghofur, 2009).

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan

bahwa perkembangan kota yang terus meningkat akan

menyebabkan arus urbanisasi yang mengalir akan

berdampak pada meningkatnya konsumsi masyarakat

perkotaan. Apabila masyarakat yang hidup di perkotaan

berada dalam circle kehidupan ekonomi yang rendah juga

berpendidikan rendah maka kemungkinan besar mereka

akan berprofesi pememulung yang tidak membutuhkan

modal besar. Apabila kondisi tidak membaik maka akan

timbul manusia gerobak lainnya di perkotaan.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient (Daya Juang ...

42

2.3 Kerangka Konseptual

PengalamanDaya Juang Mantan Manusia

Gerobakdi Kota Palembang

Proses Daya Juang Mantan Manusia Gerobak

Di Kota Palembang

MANTAN MANUSIA GEROBAK

Tuntutan Kebutuhan Psikologis Tuntutan Kebutuhan Biologis

Dimensi Daya Juang

Control

Origin & Ownership

Reach

Endurance

Faktor-Faktor Daya

Juang

Internal

Eksternal

Makna Daya Juang Bagi Mantan Manusia Gerobak di Kota Palembang

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient (Daya Juang ...

43