BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II...

45
10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka 1. Sejarah Perkembangan Bank di Indonesia Bank untuk pertama kali didirikan dalam bentuk seperti sebuah firma pada tahun 1960 1 , pada saat kerajaan Inggris berkemauan merencanakan membangun kembali kekuatan armada lautnya untuk bersaing dengan kekuatan armada laut Prancis akan tetapi pemerintahan Inggris saat itu tidak mempunyai kemampuan pendanaan kemudian berdasarkan gagasan William Peterson yang kemudian oleh Charles Montagu direlisasikan dengan membentuk sebuah lembaga intermediasi keuangan yang akhirnya dapat memenuhi dana pembiayaan tersebut hanya dalam waktu dua belas hari. Sejarah mencatat asal mula dikenalnya kegiatan perbankan adalah pada zaman kerajaan tempo dulu di daratan Eropa. Kemudian usaha perbankan ini berkembang ke Asia Barat oleh para pedagang. 2 Perkembangan perbankan di Asia, Afrika dan Amerika dibawa oleh bangsa Eropa pada saat melakukan penjajahan ke negara jajahannya baik di Asia, Afrika maupun Benua Amerika. Bila ditelusuri, sejarah dikenalnya perbankan dimulai dari jasa penukaran uang. Sehingga dalam sejarah perbankan, arti bank dikenal sebagai meja tempat penukaran uang. Dalam perjalanan sejarah kerajaan pada masa dahulu penukaran uangnya dilakukan antar kerajaan yang satu dengam kerajaan yang lain. Kegiatan penukaran ini sekarang dikenal dengan nama Pedagang Valuta Asing (Money Changer). Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan operasional perbankan berkembang lagi menjadi tempat penitipan uang atau yang disebut sekarang ini kegiatan simpanan. Berikutnya, kegiatan perbankan bertambah dengan kegiatan peminjaman uang. Uang yang disimpan oleh masyarakat, oleh perbankan dipinjamkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkannya. Jasa-jasa bank lainnya menuyusul sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat yang semakin beragam. 1 Zainal Asikin, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2016, Hal., 4. 2 Ibid, Hal., 5.

Transcript of BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II...

Page 1: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

10

BAB II

Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian

A. Tinjauan Pustaka

1. Sejarah Perkembangan Bank di Indonesia

Bank untuk pertama kali didirikan dalam bentuk seperti sebuah firma pada

tahun 19601, pada saat kerajaan Inggris berkemauan merencanakan membangun

kembali kekuatan armada lautnya untuk bersaing dengan kekuatan armada laut

Prancis akan tetapi pemerintahan Inggris saat itu tidak mempunyai kemampuan

pendanaan kemudian berdasarkan gagasan William Peterson yang kemudian oleh

Charles Montagu direlisasikan dengan membentuk sebuah lembaga intermediasi

keuangan yang akhirnya dapat memenuhi dana pembiayaan tersebut hanya dalam

waktu dua belas hari. Sejarah mencatat asal mula dikenalnya kegiatan perbankan

adalah pada zaman kerajaan tempo dulu di daratan Eropa. Kemudian usaha

perbankan ini berkembang ke Asia Barat oleh para pedagang.2

Perkembangan perbankan di Asia, Afrika dan Amerika dibawa oleh bangsa

Eropa pada saat melakukan penjajahan ke negara jajahannya baik di Asia, Afrika

maupun Benua Amerika. Bila ditelusuri, sejarah dikenalnya perbankan dimulai

dari jasa penukaran uang. Sehingga dalam sejarah perbankan, arti bank dikenal

sebagai meja tempat penukaran uang. Dalam perjalanan sejarah kerajaan pada

masa dahulu penukaran uangnya dilakukan antar kerajaan yang satu dengam

kerajaan yang lain. Kegiatan penukaran ini sekarang dikenal dengan nama

Pedagang Valuta Asing (Money Changer). Kemudian dalam perkembangan

selanjutnya, kegiatan operasional perbankan berkembang lagi menjadi tempat

penitipan uang atau yang disebut sekarang ini kegiatan simpanan. Berikutnya,

kegiatan perbankan bertambah dengan kegiatan peminjaman uang. Uang yang

disimpan oleh masyarakat, oleh perbankan dipinjamkan kembali kepada

masyarakat yang membutuhkannya. Jasa-jasa bank lainnya menuyusul sesuai

dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat yang semakin beragam.

1 Zainal Asikin, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2016, Hal., 4.

2 Ibid, Hal., 5.

Page 2: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

11

Sejarah perbankan di Indonesia tidak terlepas dari zaman penjajahan Hindia

Belanda. Pada masa itu De Javasche Bank, NV (Naamloze Vennotschap)

didirikan di Batavia pada tanggal 24 Januari 1828 kemudian menyusul

Nederlandsche Indische Escompto Maatschappij, NV pada tahun 1918 sebagai

pemegang monopoli pembelian hasil bumi dalam negeri dan penjualan ke luar

negeri serta terdapat beberapa bank yang memegang peranan penting di Hindia

Belanda. Bank-bank yang ada itu antara lain:3

1. De Javasche Naamloze Vennotschap.

2. De Post Poar Bank.

3. Hulp en Spaar Bank.

4. De Algemenevolks Crediet Bank.

5. Nederland Handles Maatscappi (NHM).

6. Nationale Handles Bank (NHB).

7. De Escompto Bank NV.

8. Nederlansche Indische Handelsbank.

Di samping itu, terdapat pula bank-bank milik orang Indonesia dan orang-

orang asing seperti dari Tiongkok, Jepang, dan eropa. Bank-bank tersebut antara

lain:

1. NV. Nederlansche Indische Spaar En Deposito Bank.

2. Bank Nasional Indonesia.

3. Bank Abuan Saudagar.

4. NV Bank Boemi.

5. The Chartered Bank of India, Australia and China.

6. Hongkong & Shanghai Banking Corporation.

7. The Yokohama Species Bank.

8. The Matsui Bank.

9. The Bank of China.

10. Batavia Bank.

3 Ibid, Hal., 5.

Page 3: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

12

Kemudian memasuki masa kemerdekaan, perbankan di Indonesia bertambah

maju dan berkembang lagi. Beberapa bank Belanda dinasionalir oleh Pemerintah

Indonesia. Bank-bank yang ada di zaman awal kemerdekaan antara lain:

a. NV. Nederlansche Indische Spaar En Deposito Bank (saat ini Bank

OCBCNISP), didirikan 4 April 1941 dengan kantor pusat di Bandung.

b. Bank Negara Indonesia, yang didirikan pada tanggal 5 Juli 1946 yang

sekarang dikenal dengan BNI ’46.

c. Bank Rakyat Indonesia yang didirikan pada tanggal 22 Februari 1946.

Bank ini berasal dari De Algemenevolks Crediet Bank atau Syomin Ginko.

d. Bank Surakarta Maskapai Adil Makmur (MAI) tahun 1945 di Solo, Jawa

Tengah.

e. Bank Indonesia di Palembang pada tahun 1946.

f. Bank Dagang Nasional Indonesia tahun 1946 di Medan,

g. Indonesian Banking Corporation tahun 1947 di Yogyakarta, kemudian

menjadi Bank Amerta.

h. NV Bank Sulawesi di Manado tahun 1946.

i. Bank Dagang Indonesia NV di Samarinda tahun 1950 kemudian merger

dengan Bank Pasifik.

j. Bank Timur NV di Semarang berganti nama menjadi Bank Gemari.

Kemudian merger dengan Bank Central Asia (BCA) pada tahun 1949.

Di Indonesia, praktik perbankan sudah tersebar sampai ke pelosok pedesaan.

Lembaga keuangan berbentuk bank di Indonesia berupa Bank Umum, Bank

Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Umum Syariah, dan juga Bank Pembiayaan

Rakyat Syariah (BPRS).

Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia mengenal dunia perbankan dari

bekas penjajahanya, yaitu Belanda. Oleh karena itu, sejarah perbankan pun tidak

lepas dari pengaruh negara yang menjajahnya baik untuk bank pemerintah

maupun bank swasta nasional. Pada 1958, pemerintah melakukan nasionalisasi

bank milik Belanda mulai dengan Nationale Handels Bank (NHB) selanjutnya

pada tahun 1959 yang diubah menjadi Bank Umum Negara (BUNEG kemudian

menjadi Bank Bumi Daya) selanjutnya pada 1960 secara berturut-turut Escompto

Page 4: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

13

bank menjadi Bang Dagang Negara (BDN) dan Nederlandsche Handels

Maatschappij (NHM) menjadi Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) dan

kemudian menjadi Bank Expor Impor Indonesia (BEII).

Berikut ini akan dijelaskan secara singkat sejarah bank-bank milik pemerintah,

yaitu:

a. Bank Sentral

Bank Sentral di Indonesia adalah Bank Indonesia (BI) berdasarkan

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968. Kemudian ditegaskan lagi dengan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999. Bank ini sebelumnya berasal dari De

Javasche Bank yang dinasionalkan pada tahun 1951.

b. Bank Rakyat Indonesia dan Bank Expor Impor

Bank ini berasal dari De Algemene Volkscrediet Bank, kemudian dilebur

setelah menjadi bank tunggal dengan nama Bank Nasional Indonesia (BNI)

Unit II yang bergerak dibidang rural dan Ekspor Impor, dipisahkan lagi

menjadi, yang membidangi rural menjadi bank Rakyat Indonesia dengan

Undang-undang Nomor 21 Tahun 1968. Yang membidangi Exim dengan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1968 menjadi Bank Ekspor Impor

Indonesia.

c. Bank Negara Indonesia (BNI ’46)

Bank ini menjalani BNI Unit III dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun

1968 berubah menjadi Bank Negara Indonesia ’46.

d. Bank Dagang Negara (BDN)

BDN berasal dari Escompto Bank yang dinasionalisasikan dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1960, namun Peraturan Pemerintah

ini dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1968

menjadi Bank Dagang Negara. BDN merupakan satu-satunya Bank

Pemerintah yang berada di luar Bank Negara Indonesia Unit.

Page 5: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

14

e. Bank Bumi Daya (BBD)

BBD semula berasal dari Nederlansche Indische Hendles Bank, kemudian

menjadi Bank Bumi Daya dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1968

menjadi Bank Bumi Daya.

f. Bank Pembangunan Daerah (BPD)

Bank ini didirikan di daerah-daerah tingkat I. Dasar hukumnya adalah

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1962.

g. Bank Tabungan Negara (BTN)

BTN Berasal dari De Post Paar Bank yang kemudian menjadi Bank

Tabungan Pos Tahun 1950. Selanjutnya menjadi Bank Negara Indonesia Unit

V dan terakhir menjadi Bank Tabungan Negara dengan Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 1968.

h. Bank Mandiri

Bank Mandiri merupakan hasil merger antara Bank Bumi Daya (BBD),

Bank Dagang Negara (BDN), Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dan

Bank Expor Impor Indonesia (Bank Exim). Hasil merger keempat bank ini

dilaksanakan pada tahun 1998.

a. Pengertian Hukum Perbankan

Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum perbankan adalah hukum yang

mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perbankan. Tentu untuk

memperoleh pengertian yang lebih mendalam mengenai pengertian hukum

perbankan tidaklah cukup hanya dengan memberikan suatu rumusan yang

demikian. Oleh karena itu, perlu dikemukakan beberapa pengertian hukum

perbankan dari para ahli hukum perbankan.4

4 Hermansyah, Hukum Perbankan Indonesia (Ditinjau Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1992 tentang perbankan, Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998.....), Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2012, Hal., 39.

Page 6: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

15

Menurut Muhammad Djumhana,5 hukum perbankan adalah sebagai kumpulan

peraturan hukum yang mengatur kegiatan lembaga keuangan bank yang meliputi

segala aspek, dilihat dari segi esensi, dan eksistensinya, serta hubungannya

dengan bidang kehidupan yang lain.

Adapun Munir Fuady,6 merumuskan hukum perbankan adalah seperangkat

kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan, yurisprudensi,

doktrin, dan lain-lain sumber hukum, yang mengatur masalah-masalah perbankan

sebagai lembaga, dan aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus

dipenuhi oleh suatu bank, perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas, dan

tanggung jawab para pihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang

boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank, eksistensi perbankan, dan lain-lain

yang berkenaan dengan dunia perbankan.

Beranjak dari beberapa pengertian mengenai hukum perbankan di atas, dengan

mengacu pada pengertian perbankan sebagai segala sesuatu yang menyangkut

tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses

melaksanakan kegiatan usahanya, maka pada prinsipnya dapat dirumuskan bahwa

hukum perbankan adalah keseluruhan norma-norma tertulis maupun norma-norma

tidak tertulis yang mengatur tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan

usaha, serta cara, dan proses melaksanakan kegiatan usahanya.

Berkaitan dengan pengertian-pengertian di atas, kiranya dapat dijelaskan

bahwa yang dimaksud dengan norma-norma tertulis ialah seluruh peraturan

perundang-undangan yang mengatur mengenai bank, sedangkan norma-norma

yang tidak tertulis adalah hal-hal atau kebiasaan-kebiasaan yang timbul dalam

praktik perbankan.7

5 Ibid, Hal., 39.

6 Ibid, Hal., 39.

7 Ibid, Hal., 40.

Page 7: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

16

b. Sumber Hukum Perbankan

Sebagaimana diketahui bahwa di dalam Ilmu Hukum dikeal beberapa sumber

hukum yaitu:

1. Undang-Undang (dalam arti formil dan materiil)

2. Kebiasaan (hukum tidak tertulis)

3. Yurispridensi

4. Traktat

5. Doktrin

Adapun sumber hukum perbankan di Indonesia diatur dalam berbagai

peraturan perundang-undangan sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1992 yang diubah dengan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 182 Tahun 2008 selanjutnya disebut Undang-Undang

Perbankan.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tidak menghapuskan atau

mengganti seluruh pasal yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1992 tetapi hanya mengubah dan menambah beberapa pasal yang

dianggap penting.

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia,

kemudian diubah dan disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2004, yang selanjutnya mengalami perubahan kembali dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua

atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

menjadi Undang-Undang yakni menjadi Undang-Undang Nomor 6

Tahun 2009.

3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin

Simpanan, yang kemudian mengalami perubahan dengan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang

Page 8: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

17

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 yang kemudian

disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009.

4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

5. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

6. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15 / POJK.03 / 2017 tentang

Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum.

7. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/1/PBI/2009 tanggal 27 Januari 2009

tentang Bank Umum.

2. Kegiatan Usaha Bank dan Perlindungan Hukum Nasabah

a. Hubungan Hukum Antara Bank dengan Nasabah

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,

menyebutkan bahwa bank ialah badan usaha yang menghimpun dana dari

masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kembali kepada masyarakat

dalam bentuk kredit maupun bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf

hidup masyarakat.8

Berdasarkan dua fungsi utama dari bank, yaitu fungsi penyaluran dana

(kredit), dan fungsi menghimpun dana dari masyarkat, maka terdapat dua

hubungan hukum antara bank dengan nasabah, yakni:

1) Hubungan hukum antara bank dan nasabah penyimpan, dan

2) Hubungan hukum antara bank dan nasabah debitur.

Kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh instansi perbankan lebih banyak

menampilkan aspek hukum perdata, yaitu hubungan antara 2 (dua) subyek hukum

(penyandang hak dan kewajiban), yaitu pihak bank dan pihak nasabah.

Sebagaimana kita ketahui hubungan hukum terjadi apabila antara dua belah pihak

atau lebih menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang terkait.

8 Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan)

Page 9: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

18

Dalam kegiatan penghimpunan dana atau simpanan masyarakat, baik dalam

bentuk deposito maupun tabungan, tidak dibuat secara jelas dan rinci. Dalam

Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, tidak ditemui ketentuan yang

mengatur secara tegas perihal hubungan hukum antara bank dan nasabahnya.

Namun dari beberapa ketentuan dapat disimpulkan bahwa hubungan hukum

antara bank dengan nasabah diatur di dalam suatu perjanjian. Ketentuan ini

disimpulkan dari Pasal 1 Angka 5 Undang-Undang Perbankan “Simpanan ialah

dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian

penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan

atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu”.9

Dengan demikian simpanan masyarakat yang disimpan dalam bank dapat

berupa:

a. Giro ialah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat

dengan menggunakan bilyet giro, cek, sarana perintah pembayaran

lainnya atau dengan pemindahbukuan (Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang

Perbankan Nomor 10 Tahun 1998);

b. Deposito ialah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada

waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank

(Pasal 1 Angka 7 Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998);

c. Sertifikat Deposito ialah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat

bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan (Pasal 1 Angka 8

Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998);

d. Tabungan ialah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan

menurut syarat tertentu yang disepakati tetapi tidak dapat ditarik dengan

cek, bilyet giro, dan alat lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu

(Pasal 1 Angka 9 Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998).

Maka dari ketentuan tersebut terlihat bahwa hubungan hukum antara bank

dengan nasabah diatur oleh hukum perjanjian, masalah perjanjian diatur di dalam

9 http:/semestahukum.blogspot.com/2018/02/bentuk-hubungan-hukum-antara-bank.html,

dikunjungi pada tanggal 19 September 2018, pukul 08.15.

Page 10: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

19

Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menganut sistem terbuka,

dalam arti hukum perjanjiian memberikan suatu kebebasan yang seluas-luasnya

kepada masyarakat untuk menciptakan suatu perjanjian asalkan tidak melanggar

ketertiban umum dan kesusilaan.

Dengan ditandatanganinya suatu perjanjian oleh kedua belah pihak maka

muncul akibat hukum yang mengikat para pihak. Asas ini dalam hukum perjanjian

sering dikenal dengan asas kebebasan berkontrak (The Freedom of Contract).

Asas ini disimpulkan dalam Pasal 1338 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata yang mengemukakan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

b. Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Penyimpan Dana

Menurut Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, SH., bahwa hukum melindungi

kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan kepentingan seseorang

dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam

rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara

terukur, dalam arti, ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang

demikuan itulah yang disebut dengan hak. Dengan demikian, tidak setiap

kekuasaan dalam masyarakat itu bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya

kekuasaan tertentu saja, yaitu yang diberikan oleh hukum kepada seseorang.10

Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah ini, Marulak Pardede

mengemukakan bahwa dalam sistem perbankan Indonesia, mengenai

perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana, dapat dilakukan melalui 2 (dua)

cara, yaitu:

a. Perlindungan secara implisit (Implicit deposit protection) yaitu

perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang

efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank.

Perlindungan ini yang diperoleh melalui: (1) peraturan perundang-

undangan dibidang perbankan, (2) perlindungan yang dihasilkan oleh

10

Hermansyah, Op.Cit., Hal., 121.

Page 11: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

20

pengawasan dan pembinaan yang efektif, yang dilakukan oleh Bank

Indonesia, (3) upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai sebuah

lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan

pada umumnya, (4) memelihara tingkat kesehatan bank, (5) melakukan

usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian, (6) cara pemberian kredit yang

tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah, dan (7) menyediakan

informasi risiko pada nasabah.

b. Perlindungan secara eksplisit (Explicit deposit protection), yaitu

perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin

simpanan masyarakat, sehingga apabila bank mengalami kegagalan,

lembaga tersebut yang akan mengganti dana masyarakat yang disimpan

pada bank yang gagal tersebut. Perlindungan ini diperoleh melalui

pembentukan lembaga yang menjamin simpanan masyarakat,

sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia

Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Bank

Umum.

Selanjutnya dalam membahas mengenai perlindungan hukum bagi nasabah

penyimpan dana, bahwa pada hakikat dari perlindungan hukum tersebut ialah

melindungi kepentingan dari nasabah penyimpan dan simpanannya yang disimpan

di suatu bank tertentu terhadap suatu risiko kerugian. Perlindungan hukum ini

merupakan upaya untuk mempertahankan dan memelihara kepercayaan

masyarakat khususnya nasabah, maka sudah sepatutnya dunia perbankan perlu

memberikan perlindungan hukum.

Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah penyimpan dana,

maka dapat dibagi menjadi 2 macam perlindungan, yaitu perlindungan hukum

secara tidak langsung dan perlindungan hukum secara langsung.

1) Perlindungan Nasabah Tidak Langsung

Perlindungan secara tidak langsung oleh dunia perbankan terhadap

kepentingan nasabah penyimpan dana adalah suatu perlindungan hukum yang

diberikan kepada nasabah penyimpan dana terhadap segala risiko kerugian yang

Page 12: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

21

timbul dari suatu kebijakasanaan atau timbul dari kegiatan usaha yang dilakukan

oleh bank. Hal ini adalah suatu upaya dan tindakan pencegahan yang bersifat

internal oleh bank yang bersangkutan dengan melalui hal-hal yang dikemukakan

berikut ini:

a) Prinsip Kehati-hatian (Prudential Priciple)

Menurut ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

dikemukakan, bahwa Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan

Demokrasi Ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Dari ketentuan

ini, menunjukkan bahwa prinsip kehati-hatian adalah salah satu asas terpenting

yang wajib diterapkan atau dilaksanakan oleh bank dalam menjalankan kegiatan

usahanya.

Prinsip kehati-hatian tersebut mengharuskan pihak bank untuk selalu berhati-

hati dalam menjalankan kegiatan usahanya, dalam arti harus selalu konsisten

dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan

berdasarkan profesionalisme dan itikad baik.

b) Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)

Mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK atau Legal Lending

Limit) telah diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan

Peraturan Pelaksanaannya.

Pasal 11 ayat (1):

Bank Indonesia menetapkan menganai batas maksimum pemberian kredit

atau pembiayaan berdasrkan prinsip syariah, pemberian jaminan,

penempatan investasi surat berharga atau hal lain yangs erupa, yang dapat

dilakukan oleh bank kepada peminjam atau kelompok peminjam yang terkait,

termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama

dengan bank yang bersagkutan.

Dengan demikian bank melaksanakan fungsinya sebagai penyalur dana dalam

bentuk kredit haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah diatur dalam

Page 13: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

22

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini harus dilakukan untuk

mencegah timbulnya kerugian dari nasabah penyimpan dan simpanannya yang

ada pada bank. Mengingat, bahwa bank terutama bekerja dengan dana dari

masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaan, tentu setiap bank

perlu menjaga kesehatannya dan memelihara kepercayaan masyarakat padanya.

c) Kewajiban Mengumumkan Neraca dan Perhitungan Laba Rugi

Kewajiban dari bank untuk mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi

diatur dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998: “Bank wajib

mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi dalam waktu dan bentuk yang

ditetapkan oleh Bank Indonesia”.

Dengan adanya ketentuan ketentuan yang mewajibkan bank untuk

menyampaikan dan mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi sebagaimana

diatur dalam Pasal 35, dapat memberikan informasi kepada masyarakat, terutama

nasabah penyimpan mengenai tingkat kesehatan bank dan hal-hal lain yang terkait

dengan bank tersebut.

d) Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank

Banyak alasan dan tujuan dilakukannya merger, akuisisi, dan konsolidasi oleh

pelaku usaha terhadap badan usaha bank yang dimilikinya. Salah satu yang

terpenting adalah untuk meningkatkan efisiensi dan mempertinggi daya saing

perusahaan. Namun demikian, dalam melakukan merger, konsolidasi, dan akuisisi

dibidang perbankan tidaklah dapat dilakukan dengan sebebas-bebasnya, tetapi

dibatasi oleh praturan perundang-undangan yang terkait.

Berkaitan dengan itu, menurut ketentuan Pasal 5, Peraturan Pemerintah

Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi bahwa

pelaksanaan merger, konsolidasi, dan akuisisi harus memperhatikan kepentingan

dari semua pihak, yaitu kepentingan bank, kepentingan kreditor, kepentingan

pemegang saham monoritas dan karyawan bank, juga kepentingan rakyat banyak,

dan persaingan yang sehat dalam membentuk suatu usaha bank.

Page 14: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

23

Berdasarkan ketentuan tersebut, jelaslah bahwa dalam rangka pelaksanaan

merger, konsolidasi, dan akuisisi bank, kepentingan dari nasabah penyimpan

sebagai kreditor telah memperoleh perlindungan hukum.

2) Perlindungan Nasabah Langsung

Perlindungan secara langsung oleh dunia perbankan terhadap kepentingan

nasabah penyimpan dana adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada

nasabah penyimpan dana secara langsung terhadap kemungkinan timbulnya risiko

kerugian dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank.

Mengenai perlindungan nasabah secara langsung ini dapat dikemukakan

dalam 2 (dua) hal, yakni:

a) Hak Preferen Nasabah Penyimpan Dana

Hak preferen adalah suatu hak yang diberikan kepada seorang kreditor untuk

didahulukan dari kreditor-kreditor yang lain. Dalam sistem perbankan Indonesia,

nasabah penyimpan merupakan kreditor yang mempunyai hak preferen, dalam arti

bahwa nasabah penyimpan yang harus didahulukan dalam menerima pembayaran

dari bank yang sedang mengalami kegagalan atau kesulitan dalam memenuhi

kewajiban-kewajibannya.

Berkaitan dengan itu, sebagaimana diketahui bahwa dalam Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan telah mengatur pasal-pasal yang

bertujuan memberikan perlindungan hukum kepada kepentingan nasabah

penyimpan dan simpanannya yang ada pada bank.

Berdasarkan uraian di atas, pada prinsipnya dalam Undang-Undang Nomor

10 Tahun 1998 telah diatur sedemikian rupa mengenai perlindungan hukum

terhadap kepentingan nasabah penyimpan. Namun demikian, kemungkinan

terhadap timbulnya risiko kerugian bagi nasabah penyimpan tetaplah ada. Oleh

karena itu, dunia perbankan haruslah sedemikian rupa dapat memelihara

kepercayaan masyarakat, dengan cara menerapkan prinsip kehati-hatian, serta

adanya itikad baik, dan konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang-

undangan yang terkait dengan kegiatan usaha yang dilakukannya.

Page 15: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

24

Berkaitan dengan hak preferen dari nasabah penyimpan, dalam hal bank yang

menyimpan dana masyarakat tersebut mengalami kegagalan atau kesulitan, maka

berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998, dana masyarakat yang

disimpan di bank tersebut dijamin oleh pemerintah melalui lembaga penjamin

simpanan yang dikenal sebagai Unit Pelaksana Penjaminan Pemerintah sebagai

salah satu unit di Departemen Keuangan Republik Indonesia.

b) Lembaga Asuransi Deposito

Jaminan perlindungan bagi nasabah penyimpan dana sehubungan dengan

dihentikannya kegiatan usaha sebuah bank adalah mutlak diperlukan. Untuk

memberikan perlindungan dikemudian hari bagi kepentingan nasabah-nasabah

penyimpan dari bank-bank yang mengalami kegagalan, terutama para deposan

yang dananya relatif kecil, maka perlu diciptakan suatu sistem asuransi deposito.

Misi dari lembaga asuransi deposito ini adalah memelihara stabilitas dari

sistem keuangan negara dengan cara mengasuransikan para deposan bank dan

mengurangi gangguan-gangguan terhadap perekonomian nasional yang

disebabkan kegagalan-kegagalan yang dialami oleh perbankan.

Mengenai lembaga jaminan asuransi ini, sesungguhnya telah diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1973 tentang Jaminan Simpanan Uang

Pada Bank yang ditetapkan pada tanggal 22 Agustus 1973. Sejak ditetapkannya

Peraturan Pemerintah ini, belum dilaksanakan oleh Bank Indonesia.

Berkaitan dengan jaminan terhadap dana masyarakat yang ada pada bank,

dalam ketentuan pasal 37 B Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

dikemukakan, bahwa:

Pasal 37 B ayat (1):

Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang

bersangkutan.

Dari ketentuan tersebut, jelaslah bahwa adanya suatu kewajiban bagi bank

untuk menjamin dana dari nasabah penyimpan. Ketentuan ini juga memberikan

Page 16: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

25

suatu jaminan bagi nasabah penyimpan bahwa apabila bank di mana iamenyimpan

dananya mengalami kegagalan, maka dananya tersebut pasti diterimanya kembali.

Berkaitan dengan itu, dalam ketentuan Pasal 37 B ayat (2) dikemukakan,

bahwa:

Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan.

Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ini diperlukan dalam

rangka melindungi kepentingan nasabah dan sekaligus meningkatkan kepercayaan

masyarakat kepada bank.

Dalam penyelenggaraan penjaminan simpanan dana masyarakat pada bank,

Lembaga Penjamin Simpanan dapat menggunakan:

a) Skim dana bersama;

b) Skim asuransi, atau

c) Skim lainnya yang disetujui oleh Bank Indonesia.

3. Tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

a. Latar Belakang Perlunya Lembaga Penjamin Simpanan

Fungsi utama bank dalam suatu perekonomian adalah untuk memobilisasi

dana masyarakat dan secara tepat dan cepat menyalurkan dana tersebut kepada

pengguna atau investasi yang efektif dan efisien.

Tahun 1998 ketika terjadi krisis perbankan nasional, sekitar 16 bank dicabut

izin usahanya oleh Bank Indonesia. Pencabutan izin usaha bank ini berdampak

pada kelangsungan usaha bank. Bank-bank yang dicabut izin usahanya

dilanjutkan dengan melikuidasi banknya, yang otomatis tidak dapat lagi

menjalankan usahanya. Dalam kondisi bank yang seperti ini bagaimanakah nasib

nasabah yang menyimpan dananya pada bank terebut?

Sebelum terjadinya krisis perbankan nasional, dunia perbankan pernah

digoncangkan dengan dicabut izin usaha Bank Suma pada tahun 1992 akibat

Page 17: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

26

kalah kliring. Nasabah bank harus menunggu bertahun-tahun agar dananya dapat

diambil kembali. Dari kejadian tersebut tampak bahwa kedudukan nasabah

penyimpan dana sangatlah lemah. Undang-undang perbankan tidak mengatur

tentang kedudukan nasabah penyimpan dana. Padahal 60-70 % aset bank adalah

adalah dana dari masyarakat, sisanya sekitar 30-40 % adalah modal bank. Oleh

karena itu betapa dana masyarakat sangat berperan dalam operasional perbankan,

dan juga kepercayaan masyarakat terhadap bank perlu dijaga. Apabila masyarakat

sudah tidak memiliki kepercayaan terhadap bank, maka masyarakat tidak akan

menyimpan dananya pada bank, mereka akan beralih menginvestasikan dananya

ke berbagai bentuk investasi lainnya seperti ke pasar modal, menyimpan dalam

bentuk tanah, bangunan, atau logam mulia.

Untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap bank, tahun 1998 ketika

terjadi krisis perbankan, pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 26

Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Bank Umum. Tindakan ini

merupakan tindakan pemerintah yang bersifat crash program yang bertujuan

untuk menghindarkan semakin buruknya perekonomian nasional. Pemahaman

terkait dengan crash program sendiri ialah, program dari pemerintah untuk

mengatasi suatu masalah tertentu, yang berkaitan dengan program tertentu.

Kebijakan ini bersifat sementara berlangsung sampai 26 Januari 2000. Dengan

Keputusan Presiden ini, maka dana nasabah bank yang dilikuidasi dijamin oleh

Pemerintah. Dana yang digunakan untuk menjamin dana nasabah ini tentu saja

menggunakan APBN. Hal ini tentu saja berdampak tidak baik bagi keuangan

negara.

Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut dikenal dengan Blanket

Guarantee.11

Blanket Guarantee dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengisi

kekosongan hukum dalam penjaminan nasabah penyimpan dana telah membawa

dampak ekonomi, politik, dan hukum sangat besar. Bank Indonesia dianggap

bertanggung jawab terhadap penyalahgunaan penyalurannya.

11

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2005 tentang Modal Awal Lembaga Penjamin

Simpanan.

Page 18: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

27

Langkah berikutnya untuk menunjang Keputusan Presiden tersebut,

pemerintah membentuk Perusahaan Perseroan (Persero) di bidang penjaminan

kewajiban bank melalui Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 1998 tentang

Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan

Perseroan di Bidang Penjaminan Kewajiban Bank. Tujuan dengan didirikannya

perusahaan ini ialah:

a. Penjaminan simpanan masyarakat pada bank;

b. Penjaminan kewajiban bank lainnya di luar simpanan;

c. Penumpukan keuntungan untuk meningkatkan nilai perusahaan;

d. Usaha-usaha lain yang menunjang kegiatan dalam rangka penjaminan.

Dalam perkembangannya persero tersebut belum sesuai dengan yang

diharapkan, karena belum memiliki landasan hukum. Untuk itu melalui Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 1998 diatur tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

Lembaga ini merupakan suatu badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan

penjaminan atas simpanan nasabah penyimpan melalui skim asuransi, dana

penyangga, atau skim lainnya.

b. Pengaturan dan Pengertian Lembaga Penjamin Simpanan

Pengaturan tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) diatur dalam Pasal 1

angka 24 dan Pasal 37 B Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang isinya

sebagai berikut:

Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998:

Lembaga Penjamin Simpanan adalah merupakan suatu badan hukum yang

menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas simpanan nasabah penyimpan

melalui skim asuransi, dana penyangga, atau skim lainnya.

Pasal 37 B Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998:

1. Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank

yang bersangkutan;

Page 19: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

28

2. Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank sebagaimana dimaksud

ayat (1) dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan;

3. Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

berbentuk badan hukum Indonesia;

4. Kebutuhan mengenai penjamin dana masyarakat dan Lembaga Penjamin

Simpanan, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pengaturan lebih lanjut dari undang-undang tersebut disusun Undang-undang

Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Undang-undang ini

terdiri dari 15 bab, 103 pasal. Undang-undang ini antara lain mengatur tentang:

Pembentukan, status, dan tempat kedudukan Lembaga Penjamin

Simpanan;

Fungsi, tugas, dan wewenang Lembaga Penjamin Simpanan;

Penjaminan simpaan nasabah bank;

Simpanan yang dijamin;

Penyelesaian bank gagal;

Organisasi Lembaga Penjamin Simpanan;

Dan lain-lain.

c. Kedudukan dan Organisasi Lembaga Penjamin Simpanan

Kedudukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) diatur dalam Bab II Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2004. Menurut pasal 2, LPS merupakan badan hukum

yang berkedudukan di ibu kota Negara Republik Indonesia. LPS dapat

mempunyai kantor perwakilan di wilayah negara Republik Indonesia. Mengenai

peryaratan dan tata cara pembentukan kantor perwakilan diatur dengan Keputusan

Dewan Komisioner. LPS merupakan lembaga yang independen, transparan, dan

akuntabel dalam melaksanakan tugasnya. LPS bertanggung jawab langsung

kepada Presiden.

Organisasi LPS diatur dalam Pasal 62 Undang-Undang Nomor 24 Tahun

2004. Menurut Pasal 62, organ LPS terdiri atas Dewan Komisioner dan Kepala

Eksekutif. Dewan komisioner adalam pimpinan LPS yang bertugas merumuskan

dan menetapkan kebijakan serta melakukan pengawasan dalam rangka

Page 20: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

29

pelaksanaan tugas dan wewenang LPS. Salah satu anggota Dewan Komisioner

yang ditetapkan sebagai Kepala Eksekutif bertugas melaksanakan kegiatan

operasional LPS. Tugas dan wewenang Kepala Eksekutif ditetapkan dalam

Keputusan Dewan Komisioner

d. Fungsi, Tugas, dan Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan

Fungsi dari lembaga penjamin simpanan menurut Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2004 (Pasal 4) ialah:

1. Menjamin simpanan nasabah penyimpan; dan

2. Turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan

kewenangannya.

Sedangkan tugas lembaga penjamin simpanan menurut Pasal 5 Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2004 ialah:

a) Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan

simpanan; dan

b) Melaksanakan penjaminan simpanan;

c) Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif

memlihara stabilitas sistem perbankan;

d) Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian

Bank Gagal (bank resulution) yang tidak berdampak sistemik;

e) Melaksanakan penanganan bank gagal yang berdampak sistemik.

Wewenang lembaga penjamin simpanan menurut Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan:

Pasal 6 :

a. Menetapkan dan memungut premi jaminan;

b. Menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali

menjadi peserta;

c. Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS;

Page 21: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

30

d. Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan

keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak

melanggar kerahasiaan bank;

e. Melakukan rekonsiliasi, verifikasi dan/atau konfirmasi atas data

sebagaimana yang dimaksud dalam huruf d;

f. Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim;

g. Menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak

bagi kepentinggan dan/atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagian

tugas tertentu;

h. Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan

simpanan; dan

i. Menjatuhkan sanksi administratif.

Lembaga penjamin simpanan (LPS) dapat melakukan penyelesaian dan

penanganan bank gagal dengan kewenangan:

a) Mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang

saham, termasuk hak dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham

(RUPS);

b) Menguasai dan mengelola aset dan kewajiban bank gagal yang

diselamatkan;

c) Meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan atau mengubah setiap

kontrak yang mengikat bank gagal yang diselamatkan dengan pihak ketiga

yang merugikan bank;

d) Menjual dan/atau mengalihkan aset bank tanpa persetujuan debitur

dan/atau kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur.

Menurut ketentual Pasal 7 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 dalam

menjalankan tugas dan wewenangnya, LPS dapat memnita data, informasi, dan

atau dokumen kepada pihak lain. Pasal ini pun menetapkan bahwa setiap pihak

yang dimintai data, informasi, dan atau dokumen wajib memberikannya kepada

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Page 22: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

31

e. Penjaminan Simpanan Nasabah Dalam Praktek di Indonesia

1) Hubungan Hukum Antara Lembaga Penjamin Simpanan dan Bank

Sebagaimana kita ketahui pada bulan Juli tahun 1997 terjadi gejolak ekonomi

di Indonesia, hal ini ditandai dengan adanya depresiasi nilai tukar rupiah. Nilai

tukar rupiah terus merosot dan melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS),

yang mana nilai tukar rupiah dari Rp 2.665,00 menjadi berkisar Rp 14.000,00 dan

Rp 15.000,00 per dolar AS. Oleh karena melemahnya nilai tukar rupiah,

pemerintah melakukan pengetatan likuiditas atau perderan uang. Sehingga dalam

hal ini menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap perbankan,

terutama saat pemerintah melakukan pencabutan izin usaha 16 bank. Keputusan

likuidasi ini dampaknya sangat buruk yang memicu terjadinya krisis kepercayaan

yang berlanjut dengan terpuruknya sektor perbankan.12

Dengan demikian pemerintah memberikan perlindungan kepada nasabah

yang menyimpan dananya di bank, hal tersebut dapat kita ketahui dengan

dikeluarkannya peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah

perlindungan hukum bagi nasabah bank, yaitu Undnag-Undang Nomor 7 Tahun

1992 yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang Perbankan. Alasan dasar pemerintah untuk mendirikan lembaga penjamin

simpanan (LPS) adalah kepercayaan industri perbankan sangat penting bagi

pertumbuhan ekonomi dan pada sistem perbankan yang diawasi secara baik dapat

meminimalkan terjadinya kebangkrutan bank. Dengan dibentuknya lembaga

penjamin simpanan (LPS) diharapkan dapat lebih menjamin simpanan dana

masyarakat. Dengan adanya LPS yang berperan sebagai penjamin terhadap dana

nasabah bank, maka apabila terdapat bank yang mengalami sulit usaha, kemudian

dicabut izin usahanya dan dilikuidasi, kedudukan dan dana nasabah tetap

terjamin.13

12

www.bi.go.id/NR/rdonlyres/.../sejarahperbankanperiode19971999.pdf, dikunjungi pada tanggal

21 September 2018 pukul 09.41.

13 JURNAL%20LPS/148391-ID-analisis-hukum-peranan-lembaga-penjamin.pdf, dikunjungi pada

tanggal 21 September 2018 pukul 09.55.

Page 23: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

32

Sesuai dengan fungsi lembaga penjamin simpanan yaitu menjamin simpanan

nasabah penyimpan yang terdapat dalam Undang-Undang nomor 24 Tahun 2004

tentang Lembaga Penjamin Simpanan merupakan salah satu upaya untuk

memberikan perlindungan dana nasabah yang memiliki peran sebagai berikut:

a) Tahap Penyehatan Bank

Bank dapat ditetapkan dengan status bank dalam penyehatan apabila bank

tersebut dinilai masih memiliki potensi untuk dapat diperbaiki terutama dari aspek

permodalan. Selama proses penyehatan bank oleh BPPN (Badan Penyehatan

Perbankan Nasional), komunikasi dan kerjasama antara Bank Indonesia dengan

BPPN intensif dilakukan terutama yang berkaitan dengan perkembangan indikator

utama kinerja bank, antara lain kinerja permodalan, rasio likuiditas (giro wajib

minimum), non-performing loan, ketentuan prudensial dan indikasi pencapaian

rencana kerja. Apabila kondisi membaik dan program penyehatan telah selesai

dilakukan atau dinyatakan berhasil, maka status bank dalam penyehatan dicabut

dan bank diserahkan kembali kepada Bank Indonesia (BI) untuk dilakukan

pengawasan yang diperlukan.

Sebagaimana ditentukan pada Pasal 37 Ayat (1) Undang-Undang Perbankan,

suatu bank yang mengalami kesulitan dalam usahanya dapat melakukan tindakan-

tindakan guna penyehatan bank, yaitu menyerahkan pengelolaan kepada pihak

lain. Pengelolaan tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan rekapitalisasi

pada saat bank mengalami kesulitan dalam kelangsungan usahanya. Lembaga

penjamin simpanan dapat mengambil alih fungsi direksi bank tersebut. Oleh

karena itu agar tidak bertentangan dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas

(PT) yang mengatur tentang kewenangan direksi, kewenangan LPS ini juga

dimuat dalam bentuk Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga

Penjamin Simpanan. Apabila dari hasil pengelolaan lembaga penjamin simpanan

(LPS), bank tersebut tidak bisa membaik, maka LPS akan memberikan

Page 24: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

33

rekomendasi kepada Bank Indonesia (BI) untuk mencabut izin usaha bank

tersebut.14

b) Tahap Likuidasi Bank

Likuidasi bank adalah tindakan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban bank

sebagai akibat pencabutan izin usaha pembubaran badan hukum bank. Dengan

demikian likuidasi bank bukanlah sekedar pencabutan izin usaha dan pembubaran

badan hukum bank, tetapi berkaitan dengan proses penyelesaian segala hak dan

kewajiban dari suatu bank yang dicabut izin usahanya. Setelah suatu bank dicabut

izin usahanya, dilanjutkan lagi dengan proses pembubaran badan hukum bank

yang bersangkutan, dan seterusnya dilakukan proses pemberesan berupa

penyelesaian seeluruh hak dan kewajiban (piutang dan utang) bank sebagai akibat

dari pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank tersebut.

Sedangkan di dalam ketentuan Pasal 37 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 serta dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999, menetapkan 2

(dua) alasan hukum yang memungkinkan suatu bank dicabut izin usahanya oleh

Bank Indonesia (BI), yaitu apabila menurut penilaian Bank Indonesia:

1) Keadaan suatu bank membahayakan sistem perbankan. Yang dimaksud

dengan kriteria membahayakan sistem perbankan ialah tingkat kesulitan

yang dialami dalam melakukan kegiatan usaha, suatu bank tidak mampu

memenuhi kewajibannya kepada bank lain, sehingga pada gilirannya akan

menimbulkan dampak negatif kepada bank lainnya.15

2) Suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan

usahanya dan tindakan untuk mengatasinya belum cukup untuk mengatasi

kesulitan yang dihadapi oleh bank. Termasuk dalam kriteria bahwa suatu

14

Adrian Sutedi, Aspek Hukum Lembaga Penjamin Simpanan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.,

16.

15 Penjelasan Pasal 37 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Page 25: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

34

bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya

adalah apabila berdasarkan penilaian dari Bank Indonesia, kondisi usaha

bank semakin memburuk, antara lain ditandain dengam menurunnya

permodalan, likuiditas dan rentabilitas, kualitas aset, serta pengelolaan

bank yang tidak dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian pada asas

perbankan yang sehat.

2) Penanganan Bank Gagal Bayar oleh Lembaga Penjamin Simpanan

Bank gagal atau failing bank ialah bank yang mengalami kesulitan keuangan

dan membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak dapat lagi

disehatkan oleh Lembaga Pengawas Perbankan sesuai dengan kewenangan yang

dimilikinya. Suatu bank disebut sebagai bank gagal dapat dikarenakan ketidak

mampuannya dalam memenuhi kewajibannya kepada para deposannya atau

dengan kata lain tidak dapat membayar atau pemenuhan permintaan dana-dana

lainnya yang masih merupakan bagian dari kewajibannya. Penghentian terhadap

operasional bank gagal mempunyai dua alternatif penyelesaian yakni, yang

pertama bank gagal tersebut dapat dilakukan dilikuidasi tanpa termasuk dalam

skema penjaminan atau yang kedua, bila bank gagal tersebut merupakan bank-

bank yang dipertanggungkan atau disebut sebagai bank tertanggung, maka bank

gagal yang bersangkutan yang berada dalam jaminan pembayaran kewajiban

berdasarkan skema penjaminan oleh lembaga atau badan penjaminan tersebut.

Sedangkan di dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004

tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ditegaskan bahwa suatu bank disebut

sebagai bank gagal apabila:

a) Bank mengalami kesulitan keuangan;

b) Masalah keuangan yang dialami bank dapat membahayakan usahanya;

c) Bank tidak lagi dapat disehatkan kembali oleh Lembaga Pengawas

Perbankan sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya.

Penyelesaian bank gagal diatur dalam Pasal 22 sampai Pasal 42 Undang-

Undang Lembaga Penjamin Simpanan. Berdasarkan peraturan yang berlaku (UU

Page 26: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

35

LPS), LPS dapat melakukan tindakan untuk melaksanakan penyelesaian atau

penanganan terhadap bank gagal dengan cara sebagai berikut:

1. Penanganan bank gagal yang tidak berdampak sistemik dilakukan dengan

melakukan penyelamatan atau tidak melakukan penyelamatan;

2. Penanganan bank gagal yang berdampak sistemik dilakukan dengan

melakukan penyelamatan yang mengikutsertakan pemegang saham lama

atau tanpa mengikutsertakan pemegang saham lama.

f. Penjaminan Simpanan di Negara Lain

Menurut Muhammad Djuhmana16

, lembaga penjamin simpanan (Deposit

Insurance) di kalangan perbankan di negara lain sudah lama dikenal. Di Amerika

Serikat telah dikenal sejak tahun 1933 melalui lembaga Federal Deposit

Insurance Corporation (FDIC). Federal Deposit Insurance Corporation ialah

suatu lembaga yang akan mengganti dana yang disimpan oleh nasabah bank yang

dilikuidasi. Dengan memberikan jaminan kepada nasabah penyimpan melalui

FDIC maka dapat dicegah timbulnya bank panic. Hingga saat ini setiap krisis

perbankan selalu diselesaikan melalui FDIC. Federal Deposit Insurance

Corporation didirikan dengan banking Act of 1933 dengan tujuan membantu

menstabilkan sistem perbankan yang pernah mengalami kehancuran akibat

depresi ekonomi pada awal tahun 1930-an.

Thailand melakukan penyelamatan sistem perbankan dengan memberikan

bantuan kepada bank yang bermasalah melalui dana yang dikumpulkan oleh

perbankan (pooling fund) pada akhir tahun 1983 untuk memberikan bantuan

likuiditas kepada bank-bank yang bermasalah dan perusahaan sekuritas.

Pemerintah dan anggota Thai Bankers Association (TBA) mendirikan suatu

Liquddity Fund dengan dana sebesar 5 Miliar Baht. Dana tersebut digunakan

untuk membantu lembaga keuangan yang bermasalah dan dikelola bersama-sama

oleh perwakilan Thai Bankers Association, Kementrian Keuangan, dan Bank of

Thailand (BOT). Pada tahun 1985 ketika kehilangan kepercayaan masyarakat

16

Adrian Sutedi, Op.cit, Hal., 56.

Page 27: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

36

terhadap lembaga keuangan makin serius dibentuk The Financial Institution

Development Fund (FIDF).

Di Jerman, asuransi simpanan bagi bank swasta didirikan oleh German Bank

Association untuk meng-offset keuntungan kompetitif yang dimiliki oleh saving

bank yang dimiliki oleh pemerintah. Kelompok saving bank memiliki beberapa

skim asuransi simpanan regional dan skim kompensasi nasional. Cakupan

penjaminan simpanan di Jerman merupakan tertinggi di dunia, baik dalam hal

absolut maupun jika dibandingkan dengan simpanan perkapita. Rata-rata cakupan

penjaminan adalah tiga kali per kapita GDP seluruh skim.

Melihat besarnya manfaat asuransi deposito tersebut dikalangan perbankan

internasional mempunyai keinginan untuk mendirikan asuransi deposito yang

berskala dunia atau World Deposit Insurance Corporation (WDIC).

Page 28: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

37

B. HASIL PENELITIAN DAN ANALISA

1. Perkembangan Penjaminan Simpanan di Indonesia

Meskipun Indonesia termasuk terlambat memiliki lembaga penjamin

simpanan (karena baru ada pada 22 September 2005) namun apabila ditelusuri,

ternyata sejak tahun 1973 Indonesia telah memiliki suatu peraturan yaitu

Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1973 tentang Jaminan Simpanan Uang

Pada Bank, yang merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968

tentang Bank Sentral, yang bertujuan untuk ke arah perbaikan ekonomi rakyat

perlu diadakan penilaian kembali agar terciptanya masyarakat adil dan makmur.

Di dalam penjelasan umum Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1973

diuraikan bahwa kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan, merupakan

syarat mutlak dalam rangka usaha meningkatkan penyimpanan dana-dana dari

masyarakat pada lembaga perbankan serta memperluas lalu lintas pembayaran

giral. Berdasarkan Pasal 4 Ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1973,

nilai simpanan yang dijamin setinggi-tingginya hanya Rp 1.000.000,- (satu juta

rupiah). Dalam hal ini sudah terlihat bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah

Nomor 34 Tahun 1973 sudah menerapkan sistem Limited Guarantee, dimana

batas maksimal penjaminan sudah ditetapkan dalam peraturan tersebut, dan aktor

dalam penjaminan ini adalah Bank Indonesia.

Selanjutnya, atas dasar perkembangan perekonomian dan keuangan, Bank

Indonesia (BI) dengan persetujuan Dewan Moneter dapat merubah batas tertinggi

jumlah simpanan uang yang dijamin dan besarnya premi jaminan.17

Pemerintah

kemudian mengeluarkan kebijakan untuk mengembalikan kepercayaan

masyarakat terhadap institusi perbankan, oleh karena itu kemudian dikeluarkan:

a. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap

Kewajiban Pembayaran Bank Umum;

b. Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap

Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat;

17

Pasal 4 Ayat 4, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1973 tentang Jaminan Simpanan Uang

Pada Bank.

Page 29: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

38

c. Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas

Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 Tentang Jaminan Terhadap

Kewajiban Pembayaran Bank Umum;

d. Keputusan Presiden Nomor 95 Tahun 2004 tentang Perubahan Kedua Atas

Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap

Kewajiban Pembayaran Bank Umum.

Kebijakan lain yang dikeluarkan oleh Pemerintah agar tetap menciptakan rasa

aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga stabilitas sistem perbankan.

Kebijakan tersebut adalah program penjaminan perbankan (blanket guarantee).

Adapun blanket guarantee ini adalah instrumen tindakan darurat berupa

pemberian jaminan pembayaran atas kewajiban bank-bank, bersifat sementara dan

biasanya ditetapkan ketika terjadi krisis sistemik pada sektor perbankan.

Blanket Guarantee ini hanya bersifat sementara, karena dalam Blanket

Guarantee memiliki permasalahan yang akan dihadapi oleh perbankan, yaitu

ketidakjelasan tentang siapa yang dilindungi (masyarakat, bankir, ataupun

deposan), pengelolaan bank yang tidak profesional karena tanggung jawab

manajemen bank terlalu rendah, dan resiko kerugian negara akan cenderung

tinggi. Blanket Guarantee memang dapat menimbulkan kembali kepercayaan dari

masyarakat terhadap institusi perbankan, tetapi ruang lingkup Blanket Guarantee

terlalu luas dan dapat menyebabkan kerugian bagi pengelola bank, masyarakat,

dan khususnya dapat merugikan Pemerintah. Karena di dalam sistem Blanket

Guarantee sistem penjaminan simpanan nasabah menggunakan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN) dan di dalam Blanket Guarantee aktor

penjaminnya adalah pihak Pemerintah.

Agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah, dan untuk mengatasi

masalah Blanket Guarantee yang ruang lingkupnya terlalu luas serta menjaga

stabilitas sistem perbankan, maka perlu untuk mengganti program penjaminan

yang sangat luas lingkupnya dengan sistem penjaminan yang terbatas (Limited

Guarantee). Oleh karena itu kemudian dikeluarkan Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

tentang Perbankan, guna menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang

Page 30: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

39

senantiasa bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang

semakin kompleks serta sistem keuangan yang semakin maju, diperlukan

pembentukan suatu lembaga yang bertujuan untuk menjamin simpanan

masyarakat. Sebagaimana melaksanakan perintah yang tertera dalam Pasal 37

Huruf B Ayat 2 Undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan “Untuk menjamin

simpanan masyarakat pada bank sebagaimana dimaksud dibentuk Lembaga

Penjamin Simpanan” sebagai pelaksana penjaminan dana masyarakat.

Kemudian untuk mendukung sistem perbankan yang sehat dan stabil

diperlukan penyempurnaan terhadap program penjaminan simpanan nasabah

bank. Dalam rangka melaksanakan program penjaminan terhadap simpanan

nasabah bank tersebut perlu dibentuk suatu lembaga yang independen dan diberi

tugas, wewenang untuk melaksanakan program tersebut. Dengan demikian,

berdasarkan Pasal 37 Huruf B Ayat 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998,

ditetapkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin

Simpanan disebutkan tugasnya antara lain melaksanakan penjaminan simpanan,

dan secara aktif menjaga stabilitas perbankan.

Setiap kebijakan Lembaga Penjamin Simpanan selain melindungi nasabah

penyimpan, juga secara tidak langsung memikirkan bagaimana bank tetap berjalan

dan berusaha dengan baik. Supaya tetap stabil dengan berbagai kebijakan, antara

lain kebijakan suku bunga dan kebijakan penjaminan termasuk bagian dari

jejaring pengamanan yang membuat stabilitas institusi perbankan.

Hal ini juga jarang diketahui oleh masyarakat bahwa Lembaga Penjamin

Simpanan berfungsi seperti Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), yaitu

menyelamatkan bank-bank yang boleh atau memenuhi syarat untuk diselamatkan.

Di dalam Undang-Undang jika ada bank gagal yang berdampak sistemik akan

diselamatkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Jadi, peran LPS seperti

Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Bank diambil alih terlebih dahulu

oleh LPS, dibereskan, dan disehatkan, setelah sehat dilepas kembali oleh

Lembaga Penjamin Simpanan.

Page 31: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

40

Apabila Lembaga Penjamin Simpanan dikaitkan dengan prospek perbankan

ke depan, maka ada beberapa catatan yang perlu dijelaskan.Yang pertama ialah,

keberadaan LPS merupakan jawaban perlunya reformasi sistem penjaminan yang

semula bersifat blanket guarantee menjadi limited guarantee.

Kedua, diperlukannya adanya reformasi dalam proses berpikir bahwa

pembatasan penjaminan simpanan bukan berarti simpanannya menjadi sama

sekali tidak terjamin. Yang terjadi adalah perubahan bentuk penjaminan di mana

semula seluruhnya oleh LPS beralih bebannya menjadi oleh LPS dan bank yang

bersangkutan. Dengan adanya pembatasan penjaminan, diperlukan kiat yang

kreatif agar perbankan tetap dapat dipercaya. Inti kepercayaan itu sendiri akan

bermuara kepada kepercayaan antara pengelola dan pemiliknya.

Ketiga, keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan merupakan bagian dari

kelengkapan instrumen pemerintah dalam menciptakan jejaring pengaman

perbankan (banking safety net) sekaligus juga pengamanan sistem keuangan

(financial safety net). Sebagai banking safety net dilakukan melalui program

penjaminan dan penanganan bank gagal, sementara sebagai financial safety net

diwujudkan dalam bentuk pemanfaatan surplus dan akumulasi premi yang

diinvestasikan di Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Utang Negara (SUN).

Dengan modal dan akumulasi yang dimiliki memberikan peluang Lembaga

Penjamin Simpanan memainkan peran sebagai pasar surat-surat berharga tersbut.

Keempat, keberadaan LPS dikaitkan dengan prospek perbankan tentunya

sangat terkait dengan fungsi LPS. Dengan adanya Lembaga Penjamin Simpanan,

bank dapat menjadi terlindungi karena semuanya telah menjadi peserta LPS.

Artinya ada jaminan yang jelas dan pasti kepada nasabah simpanan bahwa uang

aman disimpan di bank. Demikian pula halnya apabila terjadi bank yang

bermasalah dan dikategorikan bank gagal, maka telah ada sistem dan

kelembagaan yang menanganinya, yaitu Lembaga Penjamin Simpanan, itu semua

akan memberikan sinyal bahwa bank sebagai industri kepercayaan akan tetap

terjamin.

Page 32: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

41

Kelima, memasuki tahun 2006 industri perbankan menghadapi berbagai

turbulensi yang relatif lebih berat dibandingkan awal tahun 2005. Selain ancaman

peningkatan Non-Performing Loan, bank juga masih harus menghadapi berbagai

ketidakpastian baik suku bunga, inflasi, maupun situasi politik. Namun demikian,

tetap ada optimisme yang perlu dijaga mengingat hasil strest test Bank Indonesia

mengindikasikan bahwa dengan Sertifikat Bank Indonesia rate sampai 15 persen

masih dalam kondisi tidak membahayakan. Kalau saja perbankan nasional bisa

mengemaspersaingan yang elegan, sehat, dan transparan, maka dampak negatif

dari persaingan dapat dieliminir.

Keenam, pada akhirnya bank harus mengambil pilihan untuk menjadikan

tahun 2006 sebagai tahun stabilisasi sekaligus instropeksi. Menghadapi era

stabilisasi lebih baik mengutamakan kepentingan jangka panjang berupa going

concern agar persoalan-persoalan jangka pendek dapat diatasi dengan cara adanya

kerelaan bank untuk mengurangi ambisinya dalam pencapaian profitabilitas

(keuntungan).

Sehingga sesuai dengan Pasal 26 Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan,

Nomor 1/PLPS/2006 tentang Program Penjaminan Simpanan, saldo yang dijamin

untuk setiap nasabah pada suatu bank adalah:

a. Paling tinggi sebesar Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), sejak

tanggal 22 Maret 2006 sampai dengan 21 September 2006;

b. Paling tinggi sebesar Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), sejak

tanggal 22 September 2006 sampai dengan 21 Maret 2007;

c. Paling tinggi sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah), sejak

tanggal 22 Maret 2007 sampai dengan 12 Oktober 2008.

Jumlah simpanan yang dijamin oleh lembaga penjamin simpanan (LPS) dapat

diubah apabila dipenuhi kriteria terjadinya penarikan dana perbankan dalam

jumlah besar secara bersamaan, terjadi inflasi yang cukup besar dalam beberapa

tahun, atau jumlah nasabah yang dijamin seluruh simpanannya menjadi kurang

dari 90% dari jumlah nasabah penyimpan seluruh bank.

Page 33: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

42

Perlu diketahui dalam suatu skim penjaminan simpanan, penetapan nilai

simpanan yang dijamin banyak dilakukan dengan didasarkan pada pendapatan per

kapita (International Monetary Fund / IMF merekomendasikan 3-4 kali

pendapatan per kapita) atau dapat juga dengan mempertimbangkan proporsi

jumlah nasabah yang simpanannya dijamin seluruhnya mencapai 90% dari jumlah

rekening. Untuk Indonesia, jumlah simpanan yang dijamin adalah 7.8 kali

pendapatan per kapita, lebih besar daripada yang umumnya ditetapkan, dan

didasarkan pada proporsi jumlah nasabah yang simpanannya dijamin seluruhnya.

Salah satu pertimbangannya adalah karena pendapatan per kapita kita setelah

krisis mengalami penurunan akibat depresi rupiah.18

Ketentuan tentang besaran nilai simpanan yang dijamin Lembaga Penjamin

Simpanan sebagaimana ketentuan di atas mengalami perubahan yang sangat

tinggi, sehubungan dengan telah terjadinya ancaman krisis yang berpotensi

mengakibatkan merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan

membahayakan stabilitas sistem keuangan, dipandang perlu untuk menaikkan

besaran nilai simpanan yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Sesuai

dengan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2008 tentang Besaran

Nilai Simpanan Yang Dijamin Lembaga Penjamin Simpanan, yang menegaskan

bahwa nilai simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank yang

semula berdasarkan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004

tentang Lembaga Penjamin Simpanan ditetapkan paling banyak Rp

100.000.000,00 (seratus juta rupiah), berdasarkan Peraturan Pemerintah ini diubah

menjadi paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), ketentuan ini

berlaku sejak 13 Oktober 2008 hingga sekarang. Sehubungan dengan penetapan

nominal yang dijamin oleh LPS, aktor dalam penjaminan tersebut adalah

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan bank yang bersangkutan, dengan cara

menetapkan dan memungut premi penjaminan berdasarkan Pasal 6 Ayat 1 Huruf

A Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

18

https://www.lps.go.id/siaran-pers/-/asset_publisher/1T0a/content/penjaminan-simpanan-rp-100-

juta, dikunjungi pada tanggal 12 Februari 2019, pukul 20.43.

Page 34: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

43

2. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Penyimpan Dana Dalam

Sistem Perbankan di Indonesia

Sebagaimana diketahui, bahwa Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999

tentang Bank Indonesia yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-

undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang,

juga mengamanatkan pembentukan lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang

mencakup perbankan, asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura dan

perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan

pengelolaan dana masyarakat. Lembaga pengawasan sektor jasa keuangan

tersebut di atas pada hakikatnya merupakan lembaga bersifat independen dalam

menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di luar pemerintah. Lembaga ini

berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Lembaga pengawas sektor jasa keuangan tersebut dikenal dengan nama

Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disingkat OJK). Undang-Undang Nomor 21

Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan pada dasarnya memuat ketentuan

tentang organisasi dan tata kelola (governance) dari lembaga yang memiliki

otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan.

Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15 / POJK.03 / 2017

tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum, yang

tertera dalam Pasal 2 Ayat 1, status pengawasan bank ditetapkan oleh Otoritas

Jasa Keuangan (OJK). Selanjutnya Pasal 2 Ayat 2 menjelaskan bahwa

pengawasan bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat 1, terdiri atas

pengawasan normal, pengawasan intensif, atau pengawasan khusus. Pengertian

terkait dengan pengawasan normal, pengawasan intensif, atau pengawasan khusus

adalah19

:

19

https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/Pages/Bank-Dalam-Pengawasan-Khusus.aspx,

dikunjungi pada tanggal 21 November 2018, pukul 10.37

Page 35: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

44

a) Pengawasan normal, pengawasan ini dilakukan terhadap bank yang

memenuhi kriteria tidak memiliki potensi atau tidak membahayakan

kelangsungan usahanya. Umumnya, frekuensi pengawasan dan

pemantauan kondisi bank dilakukan secara normal sedangkan

pemeriksaan terhadap jenis bank ini dilakukan secara berkala atau

sekurang-kurangnya setahun sekali.

b) Pengawasan intensif, pengawasan ini dilakukan bank yang memenuhi

dan memiliki potensi kesulitan yang dapat membahayakan kelangsungan

usahanya. Langkah-langkah yang dilakukan Bank Indonesia pada bank

dengan status pengawasan intensif, antara lain:

1. Meminta bank untuk melaporkan hal-hal tertentu kepada Bank

Indonesia.

2. Melakukan peningkatan frekuensi pengkinian dan penilaian

rencana kerja dengan penyesuaian terhadap sasaran yang akan

dicapai.

3. Meminta bank untuk menyusun rencana tindakan sesuai dengan

permasalahan yang dihadapi.

4. Menempatkan pengawas dan atau pemeriksa Bank Indonesia

pada bank, apabila diperlukan.

Bagi bank dalam pengawasan intensif yang tidak menghasilkan

perbaikan kondisi keuangan dan manajerial dan berdasarkan analisis

Bank Indonesia diketahui bahwa bank tersebut dapat diklasifikasikan

sebagai bank yang memiliki kesulitan dan dapat membahayakan

kelangsungan usahanya, maka bank tersebut selanjutnya ditetapkan

sebagai bank dengan status pengawasan khusus.

c) Pengawasan khusus, pengawasan terhadap bank yang dinilai mengalami

kesulitan dan membahayakan kelangsungan usahanya. Terhadap bank

dengan status pengawasan khusus ini maka beberapa tindakan Bank

Indonesia yang diambil, antara lain:

Page 36: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

45

1. Memerintahkan bank dan atau pemegang saham bank untuk

mengajukan rencana perbaikan permodalan secara tertulis

kepada Bank Indonesia.

2. Memerintahkan bank untuk memenuhi kewajiban melaksanakan

tindakan perbaikan.

3. Memerintahkan bank dan atau pemegang saham bank untuk

melakukan tindakan, antara lain: mengganti dewan komisaris

dan atau direksi bank, melakukan merger atau konsolidasi

dengan bank lain, menjual bank kepada pembeli yang bersedia

mengambil alih seluruh kewajiban bank, menyerahkan

pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak

lain.

Selanjutnya, sesuai dengan Pasal 37B Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perubahan Atas undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan, setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada

bank yang bersangkutan. Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank

tersebut dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Dengan demikian

perlindungan hukum yang dapat diberikan oleh LPS terhadap nasabah di bank

melalui suatu skim penjaminan, dimana simpanan nasabah dijamin dengan batas

nominal tertentu atau limited guarantee.

Dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga

Penjamin Simpanan ketentuan tersebut dipertegas dengan menyebutkan bahwa

setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Negara Republik

Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan LPS. Jenis bank tersebut meliputi

bank umum, dan BPR (Bank Perkreditan Rakyat), termasuk bank nasional, bank

campuran, dan bank asing, serta bank konvensional dan bank syariah.

Bank peserta penjaminan meliputi seluruh Bank Umum (termasuk kantor

cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang melakukan kegiatan

perbankan dalam wilayah Republik Indonesia) dan Bank Perkreditan Rakyat

(BPR), baik bank konvensional maupun bank berdasarkan prinsip syariah. Kantor

Page 37: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

46

cabang dari bank yang berkedudukan di Indonesia yang melakukan kegiatan

perbankan di luar wilayah Republik Indonesia tidak termasuk dalam penjaminan.

Sebagai peserta penjaminan, setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di

Indonesia mempunyai kewajiban untuk:

1. Menyerahkan dokumen sebagai berikut:

a) Salinan anggaran dasar dan/atau akta pendirian bank;

b) Salinan dokumen perizinan bank;

c) Surat keterangan dari Lembaga Pengawas Perbankan mengenai

tingkat kesehatan bank;

d) Surat pernyataan dari pemegang saham, pengendali bagi yang

berbadan hukum koperasi, kantor pusat dari cabang bank asing,

direksi dan komisaris.

2. Membayar kontribusi kepesertaan;

3. Membayar premi penjaminan;

4. Menyampaikan laporan secara berkala;

5. Memberikan data, informasi, dan dokumen yang dibutuhkan dalam rangka

penyelenggaraan penjaminan;

6. Menempatkan bukti kepesertaan atau salinannya di dalam kantor bank atau

tempat lainnya, sehingga dapat diketahui dengan mudah oleh masyarakat;

7. Menempatkan pengumuman pada seluruh kantor bank yang dapat

diketahui dengan mudah oleh nasabah mengenai maksimum tingkat bunga

penjaminan yang berlaku yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin

Simpanan.

Nilai simpanan yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan paling tinggi

sebesar Rp 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah) per nasabah per bank, dan yang

menjadi aktor penjamin di dalam hal ini adalah pihak LPS dan bank terkait

dengan cara membayar premi. Apabila seorang nasabah mempunyai beberapa

rekening simpanan pada satu bank maka untuk menghitung simpanan yang

dijamin saldo seluruh rekening tersebut dijumlahkan. Lembaga Penjamin

Simpanan (LPS) menjamin seluruh simpanan nasabah bank mulai tanggal 22

September 2005. Adapun nilai simpanan yang dijamin LPS mencakup saldo pada

Page 38: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

47

tanggal pencabutan izin usaha bank (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, Undang-Undang Nomor 7

Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun

2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi Undang-Undang, Peraturan

Pemerintah Nomor 66 Tahun 2008 tentang Besaran Nilai Simpanan Yang Dijamin

Lembaga Penjamin Simpanan).

Perlu diketahui, berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi

Bank yang berwenang untuk melakukan pencabutan izin usaha bank yang terdapat

pada Pasal 4 Ayat 1 ialah pimpinan Bank Indonesia.

Tata cara klaim penjaminan simpanan:

1. Pengajuan Klaim

a) Lembaga Penjamin Simpanan mengumumkan tanggal pengajuan

klaim atas Simpanan yang layak dibayar pada sekurang-kurangnya 2

(dua) surat kabar harian yang berperedaran luas.

b) Pengumuman tanggal pengajuan klaim dilakukan secara bertahap

berdasarkan hasil rekonsiliasi dan verifikasi yang telah diselesaikan,

dengan ketentuan sebagai berikut : pengumuman tahap pertama

dilakukan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah rekonsiliasi dan

verifikasi dimulai, pengumuman tahap terakhir dilakukan paling

lambat 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak izin usaha bank

dicabut.

c) Pengumuman tersebut juga memuat syarat dan tata cara pengajuan

klaim atas simpanan yang layak dibayar.

d) Klaim atas simpanan yang dijamin diajukan oleh nasabah penyimpan

kepada LPS sesuai pengumuman.

e) Pengajuan klaim penjaminan wajib dilakukan nasabah penyimpan

paling lambat 5 (lima) tahun sejak izin usaha bank dicabut.

Page 39: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

48

f) Dalam hal nasabah penyimpan tidak mengajukan klaim penjaminan

atas simpanannya, maka hak nasabah penyimpan untuk memperoleh

pembayaran klaim dari LPS menjadi hilang.

g) Nasabah penyimpan yang hilang haknya untuk memperoleh

pembayaran klaim penjaminan dari LPS diperlakukan sama dengan

nasabah penyimpan yang simpanannya tidak dijamin, dan diselesaikan

berdasarkan mekanisme likuidasi.

2. Pembayaran Klaim Penjaminan

Cara pembayaran klaim kepada nassabah penyimpan adalah

sebagai berikut:

a) Pembayaran klaim penjaminan kepada nasabah penyimpan dilakukan

berdasarkan simpanan yang layak dibayar sesuai hasil rekonsiliasi dan

verifikasi.

b) Pembayaran klaim penjaminan yang layak dibayar kepada nasabah

penyimpan dilakukan oleh LPS melalui bank pembayar yang ditunjuk

oleh LPS.

c) Pembayaran klaim atas simpanan yang layak dibayar mulai dilakukan

paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah tanggal rekonsiliasi dan

verifikasi dimulai.

d) Dalam hal terdapat nasabah penyimpan yang sebagian dari saldo

rekeningnya tidak dibayarkan oleh LPS karena saldo simpanan

nasabah yang bersangkutan melebihi jumlah maksimum simpanan

yang dijamin, LPS menerbitkan surat keterangan mengenai saldo

rekening yang tidak dibayarkan tersebut.

e) Pembayaran klaim penjaminan atas simpanan yang layak dibayar

dilakukan secara tunai dengan mata uang rupiah dan atau setara tunai,

antara lain dengan mengalihkan rekening nasabah penyimpan tersebut

kepada bank pembayar.

f) Dalam hal klaim penjaminan berupa valuta asing, maka pembayaran

dilakukan dengan menggunakan kurs tengah yang berlaku pada

tanggal pencabutan izin usaha bank tersebut.

Page 40: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

49

g) Kurs tengah adalah rata-rata kurs beli dan kurs jual per akhir hari, yang

diumumkan Bank Indonesia (BI).

h) Dalam hal nasabah penyimpan pada saat yang bersamaan mempunyai

kewajiban pembayaran kepada bank yang telah jatuh tempo tetapi

belum dibayar maka pembayaran klaim atas simpanan yang layak

dibayar dapat dilakukan setelah simpanan yang layak dibayar tersebut

terlebih dahulu diperhitungkan (perjumpaan utang/ set off/

kompensasi) dengan kewajiban pembayaran nasabah penyimpan

kepada bank yang telah jatuh tempo tetapi belum dibayar tersebut.

Namun, ketentuan ini tidak berlaku dalam hal kewajiban pembayaran

nasabah penyimpan kepada bank telah dikategorikan macet

berdasarkan peraturan perundang-undangan.

i) LPS dapat menunda pembayaran kepada nasabah penyimpan yang

mempunyai kewajiban pembayaran kepada bank yang belum jatuh

tempi sampai dengan nasabah tersebut melunasi kewajibannya.

c. Klaim Penjaminan yang Tidak Layak Dibayar

a) Klaim penjaminan dinyatakan tidak layak dibayar apabila berdasarkan

hasil rekonsiliasi dan/atau verifikasi: data simpanan nasabah dimaksud

tidak tercatat pada bank, nasabah penyimpan merupakan pihak yang

diuntungkan secara tidak wajar, dan/atau nasabah penyimpan

merupakan pihak yang menyebabkan keadaan bank menjadi tidak

sehat.

b) Simpanan dinyatakan tercatat pada bank apabila: dalam pembukuan

bank terdapat data mengenai simpanan tersebut, antara lain nomor

rekening/bilyet, nama nasabah penyimpan, saldo rekening, serta

informasi lainnya yang lazim berlaku untuk rekening sejenis, dan/atau

terdapat bukti aliran dana yang menunjukkan keberadaan simpanan

tersebut.

c) Nasabah penyimpan dinyatakan sebagai pihak yang diuntungkan

secara tidak wajar, apabila nasabah tersebut memperoleh tingkat bunga

melebihi maksimum tingkat bunga penjaminan yang ditetapkan LPS.

Page 41: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

50

d) Suatu pihak dinyatakan termasuk sebagai pihak yang menyebabkan

keadaan bank menjadi tidak sehat sebagaimana dimaksud dalam Pasal

26 huruf c, apabila pihak yang bersangkutan memiliki kewajiban

kepada bank yang dapat dikelompokkan dalam kredit macet

berdasarkan peraturan perundang-undangan dan saldo kewajiban pihak

tersebut lebih besar dari saldo simpanannya.

e) Dalam hal nasabah penyimpan yang simpanannya tidak layak dibayar

merasa dirugikan, maka nasabah dimaksud dapat: mengajukan

keberatan kepada LPS yang didukung dengan bukti nyata dan jelas,

atau melakukan upaya hukum melalui pengadilan.

f) Apabila LPS menerima keberatan nasabah penyimpan atau pengadilan

untuk mengabulkan upaya hukum nasabah penyimpan, Lembaga

Penjamin Simpanan mengubah status simpanan nasabah tersebut

(reklasifikasi/pemecahan suatu transaksi) dari simpanan yang tidak

layak dibayar menjadi simpanan yang layak dibayar.

g) LPS hanya membayar simpanan nasabah sesuai dengan penjaminan

berikut bunga yang wajar sejak simpanan nasabah tersebut ditetapkan

tidak layak dibayar sampai dengan simpanan nasabah dimaksud

dibayarkan oleh LPS.

h) Bunga yang wajar tersebut dihitung menggunakan maksimum tingkat

bunga penjaminan.

i) LPS mengumumkan maksimum tingkat bunga penjaminan setiap

bulan dengan ketentuan: tingkat bunga tersebut berlaku selama 1 (satu)

bulan, dan pengumuman dilakukan paling lambat 2 (dua) hari kerja

sebelum diberlakukan.

a. Rekonsiliasi dan Verifikasi Simpanan yang Dijamin

Apabila Lembaga Pengawas Perbankan mencabut izin usaha bank, Lembaga

Penjamin Simpanan akan segera melakukan rekonsiliasi dan verifikasi terhadap

data nasabah penyimpan berdasarkan data bank per tanggal pencabutan izin usaha

untuk menentukan, simpanan yang layak bayar, dan simpanan yang tidak layak

dibayar.

Page 42: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

51

Lembaga Penjamin Simpanan dapat menunjuk, menguasakan, dan/atau

menugaskan pihak lain untuk melakukan rekonsiliasi dan bagi kepentingan

dan/atau atas nama Lembaga Penjamin Simpanan. Rekonsiliasi dan verifikasi

dilakukan secara bertahap berdasarkan rekening yang lebih mudah diverifikasi.

Sedangkan penentuan simpanan yang layak dibayar berdasarkan hasil rekonsiliasi

dan verifikasi diselesaikan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung

sejak izin usaha bank dicabut.

Dalam rangka melakukan rekonsiliasi dan verifikasi, pegawai bank, direksi,

komisaris, dan pemegang saham bank yang dicabut izin usahanya wajib

membantu memberikan segala data dan informasi yang diperlukan Lembaga

Penjamin Simpanan, yaitu:

a) Daftar simpanan nasabah yang tercatat dalam pembukuan bank;

b) Daftar simpanan nasabah yang juga memiliki kewajiban kepada bank

yang telah jatuh tempo dan atau gagal bayar;

c) Daftar tagihan bank kepada nasabah debitur, termasuk yang telah

dihapus bukukan oleh bank;

d) Standard Operating Procedure (SOP) internal bank yang berkenaan

dengan simpanan nasabah;

e) Susunan direksi, komisaris, dan pemegang saham bank;

f) Neraca dan riniciannya;

g) Data dan dokumen pendukung lain yang diperlukan Lembaga

Penjamin Simpanan (LPS).

Rekonsiliasi dan verifikasi dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan atau

pihak yang ditunjuk Lembaga Penjamin Simpanan berdasarkan data nasabah

penyimpan dan informasi lain yang diperoleh dari bank yang dicabut izin

usahanya. Dalam hal diperlukan Lembaga Penjamin Simpanan, rekonsiliasi dan

verifikasi dilakukan berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari pihak

lain.

Page 43: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

52

b. Dampak Penjaminan Simpanan

Sesuai dengan mandat Pasal 11 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004

tentang Lembaga Penjamin Simpanan, maka terhitung mulai tanggal 22 Maret

2007 jumlah maksimum simpanan yang dijamin hanya Rp 100.000.000,- per

nasabah/bank. Penerapan kebijakan tersebut didasari pertimbangan bahwa tujuan

dari pendirian sebuah lembaga penjamin (deposit insurance corporation) adalah

untuk melindungi sebagian besar penyimpan.

Pengertian sebagian besar penyimpan dana yang dianut berdasarkan

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan

adalah atas dasar kepemilikan simpanan masyarakat yang terbesar porsinya.

Kepemilikan tersebut di atas adalah berdasarkan jumlah rekening yang ada dalam

sistem perbankan.

Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Lembaga Penjamin Simpanan

jumlah penyimpan yang memiliki simpanan sampai dengan Rp 100.000.000,-

(seratus juta rupiah) adalah 98,26 persen untuk bank umum dan 99,01 persen

untuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

penjaminan yang dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan telah memenuhi

asas keberpihakan kepada penyimpan terbesar.

Tentu dengan diberlakukannya penjaminan simpanan yang terbatas menjadi

maksimum Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) memberikan dampak apakah

bagi masyarakat penyimpan maupun kalangan perbankan. Beberapa dampak yang

mungkin terjadi antara lain ialah sebagai berikut.

Pertama, adanya mutasi rekening sebagai bagian dari konsolidasi bagi

penyimpan yang mempunyai beberapa rekening simpanan di suatu bank. Karena

batasan penjaminan adalah per nasabah per bank, maka bagi mereka yang

memiliki lebih daru satu rekening di bank yang sama akan mengkonsolidasikan

simpanannya.

Apabila yang akan ditempuh adalah melakukan pemindahan simpanan, maka

akan ada lalu lintas pemindahan simpanan antar bank. Hal ini tentunya akan

Page 44: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

53

menyebabkan adanya pertambahan jumlah rekening pada bank yang akan

berdampak kepada kapasitas sistem teknologi yang dimiliki oleh masing-masing

bank.

Kedua, dengan penjaminan, perlindungan terhadap penyimpan dilakukan oleh

Lembaga Penjamin Simpanan sampai dengan Rp 2.000.000.000,- (dua milyar

rupiah) dan sisanya oleh bank yang bersangkutan. Perbedannya tentu hanya dalam

hal likuiditas penjaminan saja. Bagi simpanan yang dijamin Lembaga Penjamin

Simpanan sangat likuid, karena 10 hari sejak verifikasi terhadap bank dilikuidasi,

Lembaga Penjamin Simpanan sudah harus membayarkan klaim simpanan para

nasabah.

Bagi penyimpan di atas Rp 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah) harus

menunggu proses lebih lanjut, yaitu berupa penjualan aset bank yang dilikuidasi.

Penjaminan ini tentunya tidak likuid karena proses penjualan aset memerlukan

waktu. Belum lagi adanya prioritas pembagian dari hasil penjualan aset di mana

bagi nasabah penyimpan menduduki prioritas yang keenam dari tujuh prioritas

pendistribusian hasil penjualan aset.

Moral hazard tersebut dimungkinkan, menginat bagi bank-bank yang

simpanannya didominasi simpanan sampai dengan Rp 2.000.000.000,- (dua

milyar rupiah), sama artinya bahwa penjaminannya adalah blanket guarantee.

Sebagaimana lazimnya sebuah skim blanket guarantee, peluang terjadinya moral

hazard menjadi lebih besar. Logikanya kalau seluruh penyimpannya dijamin

untuk apa banknya dikelola dengan baik, kalau terjadi susuatu akan ada yang

menjamin.

Beberapa dampak di atas tentunya masih bersifat hipotesis. Adapun dampak

yang pasti akan terjadi dengan skim penjaminan maksimum Rp 2.000.000.000,-

(dua milyar rupiah) adalah semakin dituntutnya nasabah semakin hati-hati disatu

pihak dan bank agar selalu sehat di lain pihak.

Adanya nasabah yang semakin hati-hati dan selektif serta bank yang semakin

sehat adalah tujuan utama bagi regulator dan pemerintah dalam mengelola tatanan

perbankan nasional. Hanya dengan pendekatan itulah bank akan semakin

Page 45: BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian A. Tinjauan Pustaka … · 2020. 3. 5. · 10 BAB II Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian . A. Tinjauan Pustaka . 1. Sejarah Perkembangan

54

dipercaya oleh masyarakat. Oleh sebab itu, kalangan perbankan harus bisa

meyakinkan para nasabahnya agar tetap loyal meskipun skim penjaminannya

terbatas.