BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah...

43
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Penyakit 1. Definisi Hipertensi Hipertensi adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan, World Health Organization (WHO) menyatakan hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg, Join National Committee (JNC VII) berpendapat hipertensi adalah peningkatan tekanan darah diatas 140/90 mmHg, sedangkan menurut Brunner dan Suddarth hipertensi juga diartikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan darahnya diatas 140/90 mmHg. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik yang persisten diatas 140 mmHg sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan, menurut American Society of Hypertension (ASH). (Bianti Nuraini, 2015 Vol. 4 No. 5). Menurut Wahyuningsih & Endri Astuti (2013:71) Hipertensi merupakan “silent killer” sehingga menyebabkan fenomena gunung es. Prevalensi hipertensi meningkat dengan bertambahnya usia. Kondisi patologis ini jika tidak mendapatkan penanganan secara cepat dan secara dini maka akan memperberat risiko. Hipertensi adalah penyakit nomor 3 dari 10 penyakit yang mempunyai persentase besar dan yang sering di jumpai pada usia lanjut (WHO, 1990 cit Nugroho, 2000). Berdasarkan data World Health Organization (WHO) dari 50% penderita hipertensi yang diketahui hanya 25% yang mendapat pengobatan, dan hanya 12,5% yang diobati dengan baik (adequately treated cases) .Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah di Indonesia sebesar 26,3%, sedangkan data

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler

yang progresif sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling

berhubungan, World Health Organization (WHO) menyatakan hipertensi

merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160

mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg, Join

National Committee (JNC VII) berpendapat hipertensi adalah peningkatan

tekanan darah diatas 140/90 mmHg, sedangkan menurut Brunner dan

Suddarth hipertensi juga diartikan sebagai tekanan darah persisten dimana

tekanan darahnya diatas 140/90 mmHg. Dari uraian tersebut dapat

disimpulkan bahwa hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah

sistolik yang persisten diatas 140 mmHg sebagai akibat dari kondisi lain

yang kompleks dan saling berhubungan, menurut American Society of

Hypertension (ASH). (Bianti Nuraini, 2015 Vol. 4 No. 5).

Menurut Wahyuningsih & Endri Astuti (2013:71) Hipertensi

merupakan “silent killer” sehingga menyebabkan fenomena gunung es.

Prevalensi hipertensi meningkat dengan bertambahnya usia. Kondisi

patologis ini jika tidak mendapatkan penanganan secara cepat dan secara

dini maka akan memperberat risiko. Hipertensi adalah penyakit nomor 3

dari 10 penyakit yang mempunyai persentase besar dan yang sering di

jumpai pada usia lanjut (WHO, 1990 cit Nugroho, 2000). Berdasarkan

data World Health Organization (WHO) dari 50% penderita hipertensi

yang diketahui hanya 25% yang mendapat pengobatan, dan hanya 12,5%

yang diobati dengan baik (adequately treated cases) .Berdasarkan Survei

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, kematian akibat penyakit

jantung dan pembuluh darah di Indonesia sebesar 26,3%, sedangkan data

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

6

kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di

Indonesia banyaknya penderita hipertensi diperkirakan 15 juta orang tetapi

hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15% pada

orang dewasa, 50% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita

hipertensi sehingga mereka cenderung untuk menjadi hipertensi berat

karena tidak menghindari dan tidak mengetahui faktor risikonya, dan 90%

merupakan hipertensi esensial (Amiruddin, 2007).

2. Klasifikasi Hipertensi

Tabel 1.1

Klasifikasi Tekanan Darah Pada Orang Dewasa

Kategori Tekanan Darah

Sistolik

Tekanan Darah

Diastolik

Normal Dibawah 130

mmHg

Dibawah 85 mmHg

Normal Tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg

Stadium 1 (Hipertensi

Ringan)

140-159 mmHg 90-99 mmHg

Stadium 2 (Hipertensi

Sedang)

160-179 mmHg 100-109 mmHg

Stadium 3 (Hipertensi

Berat)

180-209 mmHg 110-119 mmHg

Stadium 4 (Hipertensi

Maligna)

210 mmHg atau

lebih

120 mmHg atau

lebih

Sumber: Triyanto Endang, 2014

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

7

3. Epidemiologi Hipertensi

Di Amerika, diperkirakan 30% penduduknya (± 50 juta jiwa)

menderita tekanan darah tinggi (≥ 140/90 mmHg) dengan persentase

biaya kesehatan cukup besar setiap tahunnya. Menurut National Health

and Nutrition Health and Nutrition Examination Survey (NHNES),

insiden hipertensi pada orang dewasa di Amerika tahun 1999-2000

adalah sekitar 29-31%, yang berarti bahwa terdapat 58-65 juta orang

menderita hipertensi, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data Nutrition

Health and Nutrition Examination Survey (NHNES) III tahun 1988-

1991. Tekanan darah tinggi merupakan salah satu penyakit degeneratif.

Umumnya tekanan darah bertambah secara perlahan dengan

bertambahnya umur. Risiko untuk menderita hipertensi pada populasi

≥ 55 tahun yang tadinya tekanan darahnya normal adalah 90%.2

Kebanyakan pasien mempunyai tekanan darah prehipertensi sebelum

mereka didiagnosis dengan hipertensi, dan kebanyakan diagnosis

hipertensi terjadi pada umur diantara dekade ketiga dan dekade kelima.

Sampai dengan umur 55 tahun, laki-laki lebih banyak menderita

hipertensi dibanding perempuan. Dari umur 55 s.d 74 tahun, sedikit

lebih banyak perempuan dibanding laki-laki yang menderita hipertensi.

Pada populasi lansia (umur ≥ 60 tahun), prevalensi untuk hipertensi

sebesar 65.4%. (Departemen Kesehatan, 2006: 2).

4. Etiologi Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang

beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologinya tidak

diketahui hipertensi essensial atau hipertensi primer. Hipertensi primer

ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di kontrol. Kelompok lain dari

populasi dengan persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus,

dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi

sekunder, endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

8

dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat

disembuhkan secara potensial.

Hipertensi primer atau essensial lebih dari 90% pasien dengan

hipertensi merupakan hipertensi essensial atau hipertensi primer.

Literatur lain mengatakan, hipertensi essensial merupakan 95% dari

seluruh kasus hipertensi. Beberapa mekanisme yang mungkin

berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun

belum satupun teori yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi

primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga,

hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang

peranan penting pada patogenesis hipertensi primer. Menurut data, bila

ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang monogenik

dan poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya hipertensi

essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang

mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga di dokumentasikan

adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine,

pelepasan nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan

angiotensinogen.

Hipertensi sekunder Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan

sekunder dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat

meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal

akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah

penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara

langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau

memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Obat-obat

ini dapat dilihat pada tabel 1.2. Apabila penyebab sekunder dapat

diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan atau

mengobati/mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya sudah

merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder.

(Departemen Kesehatan, 2006: 3).

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

9

Tabel 1.2

Penyebab Hipertensi yang Dapat di Identifikasi

Penyakit Obat

- penyakit ginjal kronis

- hiperaldosteronisme primer

- penyakit renovaskular

- sindroma Cushing

- pheochromocytoma

- koarktasi aorta

- penyakit tiroid atau

paratiroid

- Kortikosteroid, ACTH

- Estrogen (biasanya pil KB

dg kadar estrogen tinggi)

- NSAID, cox-2 inhibitor

- Fenilpropanolamine dan

analog

- Cyclosporin dan

tacrolimus

- Eritropoetin

- Sibutramin

- Antidepresan (terutama

venlafaxine)

NSAID: non-steroid-anti-inflammatory-drug, ACTH:

adrenokortikotropik hormone dalam (Departemen Kesehatan, 2006).

5. Diagnosis Hipertensi

Hipertensi seringkali disebut sebagai “silent killer” karena pasien

dengan hipertensi esensial biasanya tidak ada gejala (asimptomatik).

Penemuan fisik yang utama adalah meningkatnya tekanan darah.

Pengukuran rata-rata dua kali atau lebih dalam waktu dua kali kontrol

ditentukan untuk mendiagnosis hipertensi. Tekanan darah ini digunakan

untuk mendiagnosis dan mengklasifikasikan sesuai dengan tingkatnya.

(Departemen Kesehatan, 2006: 7).

6. Patofisiologi Hipertensi

Menurut Nurhidayat Saiful (2015: 90) mekanisme yang mengontrol

konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor,

pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf

simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari

kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

10

Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang

bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.

Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan

merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana

dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi

pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan

dapat mempengaruhirespon pembuluh darah terhadap rangsang

vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap

norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal

tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis

merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar

adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas

vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang

menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan

steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor

pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran

ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang

pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin

II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi

aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi

natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume

intra vaskuler.

Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi untuk

pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional pada

system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan

darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi

aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam

relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan

kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.

Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya

dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

11

(volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curang jantung dan

peningkatan tahanan perifer (Brunner & Suddarth, 2002).

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

12

Gambar 2.1

Pathway Hipertensi

Faktor predisposisi :usia, jenis kelamin,merokok,stress,kurang

olahraga,genetic,alcohol,konsentrasi,garam,obesitas

HIPERTENSI

Tekanan sistemik darah Kerusakan Vaskuler

pembuluh darah

Ansietas

Perubahan situasi

Beban kerja jantung

Aliran darah makin

cepat keseluruh tubuh

sedangkan nutrisi dalam

sel sudah mencukupi

kebutuhan

Perubahan Struktur Gangguan pola tidur Informasi yang minim

Defesiensi pengetahuan Penyumbatan pembuluh

darah

Vasokontriksi

Gangguan konsentrasi

Risiko cedera

Spasme arteriol

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

13

sumber : Nurarif Amin Huda & Kusuma Hardi (2013:216)

Ginjal Otak Pembuluh darah Retina

Vasokontriksi

pemeb darah ginjal Resistensi

pembuluh darah

otak

Suplai O2 ke otak

Blood flow darah

menurun

Nyeri akut

Resiko

ketidakefektifan

perfusi jaringan

otak

Sistematik Koroner

Vasokontriksi Iskemia

miokard Respon RAA

Merangsang aldosteron

Retensi NA

Afterload

meningkat Nyeri dada

Penurunan curah

jantung

Fatigue

Intoleransi aktivitas

Edema

Kelebihan

Volume Cairan

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

14

7. Manifestasi Klinis Hipertensi

Menurut Adnil (2004) gejala klinis yang dialami oleh para

penderita hipertensi biasanya berupa: pusing, mudah marah, telinga

berdengung, sukar tidur, sesak napas, rasa berat di tengkuk, mudah

lelah, mata berkunang-kunang, dan mimisan (jarang dilaporkan).

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala

sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan

vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang di

vaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis

pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi

pada malam hari) dan azetoma peningkatan nitrogen urea darah

(BUN) dan kreatinin. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat

menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang

bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia)

atau gangguan tajam penglihatan (Wijayakusuma, 2000).

Crowin (2000) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis

timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa nyeri

kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat

peningkatan tekanan darah intracranial. Pada pemeriksaan fisik,

tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi,

tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti

perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah,

dan pada kasus berat, edema pupil (edema diskus optikus). Gejala lain

yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka

merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba – tiba,

tengkuk terasa pegal dan lain-lain. (Triyanto Endang, 2014: 13-14).

8. Pemeriksaan Diagnostik Hipertensi

Pemeriksaan laboratorium rutin yang direkomendasikan sebelum

memulai terapi antihipertensi adalah urinalysis, kadar gula darah dan

hematokrit; kalium, kreatinin, dan kalsium serum; profil lemak

(setelah puasa 9 – 12 jam) termasuk HDL, LDL, dan trigliserida, serta

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

15

elektrokardiogram. Pemeriksaan opsional termasuk pengukuran

ekskresi albumin urin atau rasio albumin / kreatinin. Pemeriksaan

yang lebih ekstensif untuk mengidentifikasi penyebab hipertensi tidak

diindikasikan kecuali apabila pengontrolan tekanan darah tidak

tercapai. (Departemen Kesehatan, 2006).

9. Komplikasi Hipertensi

Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau

akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan

tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila

arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan

menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya

berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklorosis dapat

menjadi lemah, sehingga meningkatkan kemungkinan terburuknya

aneurisma. Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba,

seperti orang bingung, limbung atau bertingkah laku seperti orang

mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakkan

(misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara

secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak.

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri coroner yang

terosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium

atau apabila terbentuk thrombus yang menghambat aliran darah

melalui pembuluh darah tersebut. Hipertensi kronik dan hepertensi

ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat

terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.

Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-

perubahan waktu antara listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi

disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan

bekuan (Corwin, 2000).

Gagal ginjal terjadi karena kerusakan progresif karena tekanan tinggi

pada kapiler-kapiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus,

darah akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal, nefron akan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

16

terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan

rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui urine

sehingga tekanan osmotic koloid plasma berkurang, menyebabkan

edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.

Ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang

kembalinya kejantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul

diparu, kaki dan jaringan lain sering sering disebut edema. Cairan

didalam paru-paru menyebabkan sesak napas, timbunan cairan

ditungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan edema.

Ensefalopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna

(hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini

menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke

dalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron

disekitarnya kolaps dan terjadi koma (Triyanto Endang, 2014: 14-16).

10. Pencegahan Hipertensi

Pencegahan hipertensi dilakukan melalui dua pendekatan :

a. Intervensi untuk menurunkan tekanan darah di populasi dengan

tujuan menggeser distribusi tekanan darah kearah yang lebih

rendah. Penurunan Tekanan Darah Sistolik (TDS) sebanyak 2

mmHg di populasi mampu menurunkan kematian akibat stroke,

Penyakit Jantung Koroner (PJK), dan sebab-sebab lain masing-

masing sebesar 6%, 4% dan 3%. Penurunan Tekanan Darah

Sistolik (TDS) 3 mmHg ternyata dapat menurunkan kematian

masing-masing sebesar 8%, 5% dan 4%.

b. Strategi penurunan tekanan darah ditujukan pada mereka yang

mempunyai kecenderungan meningginya tekanan darah, kelompok

masyarakat ini termasuk mereka yang mengalami tekanan darah

normal dalam kisaran yang tinggi Tekanan Darah Sistolik (TDS)

130-139 mmHg atau Tekanan Darah Diastolik (TDD) 85-89

mmHg, riwayat keluarga ada yang menderita hipertensi, obsitas,

tidak aktif secara fisik, atau banyak minum alcohol dan garam.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

17

Berbagai cara yang terbukti mampu untuk mencegah terjadinya

hipertensi, yaitu pengendalian berat badan, pengurangan asupan

natrium kloride, aktifitas alcohol, pengendalian stress,

suplementasi fish oil dan serat The 5-year primary prevention of

hypertension meneliti berbagai faktor intervensi terdiri dari

pengurangan kalori, asupan natrium klorida dan alcohol serta

peningkatan aktifitas fisik. Hasil penelitian menunjukkan

penurunan berat badan sebesar 5,9 pounds berkaitan dengan

penurunan Tekanan Darah Sistolik (TDS) dan Tekanan Darah

Diastolik (TDD) sebesar 1,3 mmHg dan 1,2 mmHg. Penelitian

yang mengikut sertakan sebanyak 47.000 individu menunjukan

perbedaan asupan sodium sebanyak 100 mmo1/hari berhubungan

dengan perbedaan Tekanan Darah Sistolik (TDS) sebesar 5 mmHg

pada usia 15-19 tahun dan 10 mmHg pada usia 60-69 tahun.

Meningginya Tekanan Darah Sistolik (TDS) dan Tekanan Darah

Diastolik (TDD), meningkatnya sirkulasi kadar kateholamin,

cortisol, vasopressin, endorphins, andaldosterone, dan penurunan

ekskresi sodium di urine merupakan respon dari rangsangan stress

yang akut. Intervensi pemnegdalian stress seperti relaksasi,

meditasi dan biofeedback mampu mencegah dan mengobati

hipertensi. (Muljadi Budisetio, 2001: 104).

11. Factor – factor yang Berhubungan Dengan Hipertensi

Pada 70-80% kasus hipertensi esensial, didapatkan riwayat

hipertensi didalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan

pada kedua orangtua maka dugaan hipertensi esensial lebih besar.

Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot

(satu telur), apabila salah satunya menderita hipertensi. Dugaan ini

menyokong bahwa factor genetik mempunyai peran didalam

terjadinya hipertensi. Riwayat keluarga juga merupakan masalah yang

memicu masalah terjadinya hipertensi cenderung merupakan penyakit

keturunan. Jika seseorang dari orangtua kita memiliki riwayat

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

18

hipertensi maka sepanjang hidup kita memiliki kemungkinan 25%

terkenan hipertensi.

Perbandingan antara pria dan wanita, ternyata wanita lebih banyak

menderita hipertensi. Dari laporan sugiri di Jawa Tengah didapatkan

angka prevalensi 6% dari pria dan 11% pada wanita. Laporan dari

Sumatera Barat menunjukan 18,6% pada pria dan 17,4% wanita. Di

daerah perkotaan Semarang didapatkan 7,5% pada pria dan 10,9%

pada wanita. Sedangkan di daerah perkotaan Jakarta didapatkan

14,6% pada pria dan 13,7% pada wanita.

Factor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan

bertambahnya umur maka semakin tinggi mendapat resiko hipertensi.

Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Ini

sering disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang

mempengaruhi jantung, pembuluh darah, dan hormon. Hipertensi

pada yang berusia kurang dari 35 tahun akan menaikkan insiden

penyakit arteri coroner dan kematian prematur (Julianti, 2005). Jenis

kelamin juga sangat erat kaitannya terhadap terjadinya hipertensi

dimana pada masa muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit

hipertensi pada laki-laki dan pada wanita lebih tinggi setelah umur 55

tahun, ketika seseorang wanita mengalami menopause.

Factor lingkungan seperti stress berpengaruh terhadap timbulnya

hipertensi esensial. Hubungan antara stress dengan hipertensi, diduga

melalui aktivitas saraf simpatis. Saraf simpatis adalah saraf yang

bekerja pada saat kita beraktivitas. Saraf parasimpatis adalah saraf

yang bekerja pada saat kita tidak beraktivitas. Peningkatan aktivitas

saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten

(tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan

tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti, tetapi

angka kejadian di masyarakat kerkotaan lebih tinggi dibandingkan

dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh

stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota.

Peningkatan tekanan darah sering intermiten pada awal perjalanan

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

19

penyakitnya. Bahkan pada kasus yang sudah tegak diagnosisnya,

sangat berfluktuasi sebagai akibat dari respon terhadap stress

emosional dan aktivitas fisik. Selama terjadi rasa takut ataupun stress

tekanan arteri sering kali meningkat sampai setinggi dua kali normal

dalam waktu beberapa detik.

Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari

populasi hipertensi dan dibuktikan bahwa factor ini mempunyai kaitan

yang erat dengan terjadinya hipertensi dikemudian hari. Walaupun

belum dapat dijelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi

esensial, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa jantung

dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih

tinggi dibandingkan dengan penderita yang memiliki berat badan

normal. Terbukti bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume

darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dari pada

penderita hipertensi dengan berat badan normal. (Triyanto Endang,

2014: 10-12).

12. Penatalaksanaan Hipertensi

Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan:

1. Terapi nonfarmakologi

Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting

untuk mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang

penting dalam penanganan hipertensi. Semua pasien dengan

hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup. Perubahan yang

sudah terlihat menurunkan tekanan darah sesuai dengan

rekomendasi dari Join National Committee (JNC VII). Disamping

menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien dengan hipertensi,

modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan

darah ke hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan darah

prehipertensi. Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat

menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan untuk

individu yang obes atau gemuk; mengadopsi pola makan Dietary

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

20

Approach to Stop Hypertension (DASH) yang kaya akan kalium

dan kalsium, diet rendah natrium, aktifitas fisik, dan

mengkonsumsi alkohol sedikit saja. Pada sejumlah pasien dengan

pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat

antihipertensi. mengurangi garam dan berat badan dapat

membebaskan pasien dari menggunakan obat. Program diet yang

mudah diterima adalah yang didisain untuk menurunkan berat

badan secara perlahan-lahan pada pasien yang gemuk dan obesitas

disertai pembatasan pemasukan natrium dan alkohol. Untuk ini

diperlukan pendidikan ke pasien, dan dorongan moril. Fakta-fakta

berikut dapat diberitahu kepada pasien supaya pasien mengerti

rasionalitas intervensi diet:

a. Hipertensi 2 – 3 kali lebih sering pada orang gemuk dibanding

orang dengan berat badan ideal

b. Lebih dari 60 % pasien dengan hipertensi adalah gemuk

(overweight)

c. Penurunan berat badan, hanya dengan 10 pound (4.5 kg) dapat

menurunkan tekanan darah secara bermakna pada orang gemuk

d. Obesitas abdomen dikaitkan dengan sindroma metabolik, yang

juga prekursor dari hipertensi dan sindroma resisten insulin yang

dapat berlanjut ke Diabetes Melitus (DM) tipe 2, dislipidemia,

dan selanjutnya ke penyakit kardiovaskular.

e. Diet kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh

dapat menurunkan tekanan darah pada individu dengan

hipertensi. Walaupun ada pasien hipertensi yang tidak sensitif

terhadap garam, kebanyakan pasien mengalami penurunaan

tekanan darah sistolik dengan pembatasan natrium. Join

National Committee (JNC) VII menyarankan pola makan

Dietary Approach to Stop Hypertension (DASH) yaitu diet yang

kaya dengan buah, sayur, dan produk susu redah lemak dengan

kadar total lemak dan lemak jenuh berkurang. Natrium yang

direkomendasikan < 2.4 g (100 mEq)/hari. Aktifitas fisik dapat

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

21

menurunkan tekanan darah. Olahraga aerobik secara teratur

paling tidak 30 menit/hari beberapa hari/minggu ideal untuk

kebanyakan pasien. Studi menunjukkan kalau olahraga aerobik,

seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan menggunakan sepeda,

dapat menurunkan tekanan darah. Keuntungan ini dapat terjadi

walaupun tanpa disertai penurunan berat badan. Pasien harus

konsultasi dengan dokter untuk mengetahui jenis olah-raga

mana yang terbaik terutama untuk pasien dengan kerusakan

organ target. Merokok merupakan faktor resiko utama

independen untuk penyakit kardiovaskular. Pasien hipertensi

yang merokok harus dikonseling berhubungan dengan resiko

lain yang dapat diakibatkan oleh merokok.

2. Terapi Farmakologi

Ada 9 kelas obat antihipertensi yaiyu: Diuretik, penyekat beta,

penghambat enzim konversi angiotensin inhibitor (ACEI),

penghambat reseptor angiotensin (ARB), dan antagonis kalsium

dianggap sebagai obat antihipertensi utama. Obat-obat ini baik

sendiri atau dikombinasi, harus digunakan untuk mengobati

mayoritas pasien dengan hipertensi karena bukti menunjukkan

keuntungan dengan kelas obat ini. Beberapa dari kelas obat ini

(misalnya diuretik dan antagonis kalsium) mempunyai subkelas

dimana perbedaan yang bermakna dari studi terlihat dalam

mekanisme kerja, penggunaan klinis atau efek samping. Penyekat

alfa, agonis alfa sentral, penghambat adrenergik, dan vasodilator

digunakan sebagai obat alternatif pada pasien-pasien tertentu

disamping obat utama. Evidence-based medicine adalah

pengobatan yang didasarkan atas bukti terbaik yang ada dalam

mengambil keputusan saat memilih obat secara sadar, jelas, dan

bijak terhadap masing-masing pasien dan/atau penyakit. Praktek

evidence-based untuk hipertensi termasuk memilih obat tertentu

berdasarkan data yang menunjukkan penurunan mortalitas dan

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

22

morbiditas kardiovaskular atau kerusakan target organ akibat

hipertensi. Bukti ilmiah menunjukkan kalau sekadar menurunkan

tekanan darah, tolerabilitas, dan biaya saja tidak dapat dipakai

dalam seleksi obat hipertensi. Dengan mempertimbangkan faktor-

faktor ini, obat-obat yang paling berguna adalah diuretik,

penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI), penghambat

reseptor angiotensin (ARB), penyekat beta, dan antagonis kalsium

(CCB). (Departemen Kesehatan, 2006 : 11-12).

B. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia

Menurut Kasiati & Rosmalawati Ni Wayan Dwi (2016:174)

kebutuhan menyatakan bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan

dasar yaitu: kebutuhan fisiologis, keamanan, cinta, harga diri, dan

aktualisasi diri (Potter dan Patricia,1997). Untuk lebih jelas dapat dilihat di

gambar berikut:

Gambar 2.2

Hirarki kebutuhan dasar menurut A. Maslow

(Kasiati & Rosmalawati Ni Wayan Dwi, 2016)

Kebutuhan

aktualisasi diri

Kebutuhan harga diri

Kebutuhan rasa cinta dan kasih

sayang

Kebutuhan rasa aman dan nyaman

Kebutuhanfisiologis (oksigen, makan, minum,

eliminasi, tidur, seks)

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

23

Definisi Kenyamanan

Kolcaba (1992, dalam Potter & Perry, 2005) mengungkapkan

kenyamanan/rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya

kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu

kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan

(kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu

yang melebihi masalah atau nyeri). Kenyamanan mesti dipandang secara

holistik yang mencakup empat aspek yaitu:

1. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.

2. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan

sosial.

3. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri

sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan).

4. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal

manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah

lainnya.

Kenyamanan adalah konsep sentral tentang kiat keperawatan

(Donahue, 1989) dalam Alimul (2006) meringkaskan “ melalui rasa

nyaman dan tindakan untuk mengupayakan kenyamanan... ”. Perawat

memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan dan bntuan.

Berbagai teori keperawatan menyatakan kenyamanan sebagai kebutuhan

dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan.

Konsep kenyamanan mempunyai subjektifitas yang sama dengan nyeri.

Setiap individu memiliki karakteristik fisiologis, sosial, spiritual,

psikologis, dan kebudayaan yang mempengaruhi cara mereka

menginterpretasikan dan merasakan nyeri.

Kolcaba (1992) mendefinisikan kenyamanan dengan cara yang

konsisten pada pengalaman subjektif klien. Meningkatkan kebutuhan rasa

nyaman diartikan perawat telah memberikan kekuatan, harapan, hiburan,

dukungan, dorongan, dan bantuan. Secara umum dalam aplikasinya

pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

24

dari rasa nyeri, dan hipo/hipertermia. Hal ini disebabkan karena kondisi

nyeri dan hipo/hipertermia merupakan kondisi yang mempengaruhi

perasaan tidak nyaman pasien yang ditunjukan dengan timbulnya gejala

dan tanda pada pasien.

1. Pengertian Nyeri

Menurut Kasiati & Rosmalawati Ni Wayan Dwi (2016), nyeri

merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang

disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri merupakan kondisi berupa

perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat subyektif karena perasaan

nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan

hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa

nyeri yang dialaminya. Menurut beberapa ahli, nyeri diartikan sebagai

berikut :

a. Mc. Coffery (1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang

mempengaruhi seseorang yang keberadaannya diketahui hanya jika

orang tersebut pernah mengalaminya.

b. Wofl Weitzel Fuerst (1974), mengatakan bahwa nyeri merupakan

suatu perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang

bisa menimbulkan ketegangan.

c. Arthur C Curton (1983), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu

mekanisme produksi tubuh, timbul ketika jaringan sedang di rusak dan

menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan

rangsangan nyeri.

d. Scrumum, mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak

menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut

saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis dan

emosional.

2. Fisiologi Nyeri

Terjadinya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya

rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan

ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

25

memiliki myelin, yang tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada

vicera, persendian, dinding arteri, hati dan kadung empedu. Reseptor nyeri

dapat memberikan respon akibat adanya stimulasi atau rangsangan.

Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti bradikinin, histamin,

prostaglandin, dan macam-macam asam yang dilepas apabila terdapat

kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain

dapat berupa termal, listrik atau mekanis.

3. Klasifikasi Nyeri

Secara umum nyeri dibedakan menjadi 2 yakni: nyeri akut dan nyeri

kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan

cepat menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan ditandai adanya

peningkatan tegangan otot. Nyeri kronis adalah nyeri yang timbul secara

perlahan-lahan, biasanya berlangsung dalam waktu yang cukup lama, yaitu

lebih dari 6 bulan. Yang termasuk dalam nyeri kronis ini adalah nyeri

terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri psikosomatis. Bila ditinjau dari

sifat terjadinya, nyeri dibagi menjadi nyeri tertusuk dan nyeri terbakar.

Tabel 2.2

Klasifikasi Nyeri

Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis

Pengalaman Satu kejadian Satu situasi, status

eksistensi

Sumber Sebab eksternal/penyakit

dari dalam

Tidak diketahui atau

pengobatan yang

terlalu lama

Serangan Mendadak Bisa mendadak,

berkembang dan

terselubung

Waktu Sampai 6 bulan Lebih dari 6 bulan

sampai bertahun

tahun

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

26

Pernyataan nyeri Daerah nyeri tidak diketahui

dengan pasti

Daerah nyeri sulit

dibedakan

intensitasnya,

sehingga sulit

dievaluasi

Gejala-gejala

klinis

Pola respons yang khas

dengan gejala yang lebih

jelas

Pola respons yang

bervariasi dengan

sedikit gejala

(adaptasi)

Pola Terbatas Berlangsung terus,

dapat bervariasi

Perjalanan

Biasanya berkurang setelah

beberapa saat

Penderitaan

meningkat setelah

beberapa saat

Sumber: Barbara C Long, 1989

(Kasiati & Rosmalawati Ni Wayan Dwi, 2016)

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri

Pengalaman nyeri seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal,

antara lain:

a. Arti nyeri

Arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan hampir

sebagian arti nyeri merupakan arti yang negatif, seperti

membahayakan, merusak, dan lain-lain. Keadaan ini dipengaruhi

oleh berbagai faktor, seperti usia, jenis kelamin, latar belakang

sosial budaya, dan pengalaman.

b. Persepsi nyeri

Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subyektif

tempatnya pada korteks (pada fungsi evaluatif kognitif). Persepsi

ini dipengaruhi oleh faktor yang dapat memicu stimuli nociceptor.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

27

c. Toleransi nyeri

Toleransi ini erat hubungannya dengan intensitas nyeri yang dapat

mempengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri. Faktor yang

dapat mempengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara lain:

alkohol, obat-obatan, hipnotis, dan lain-lain. Sedangkan faktor

yang dapat menurunkan toleransi nyeri antara lain: kelelahan, rasa

marah, bosan, cemas, nyeri yang tidak kunjung hilang, sakit, dan

lain-lain.

d. Reaksi terhadap nyeri

Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respons seseorang

terhadap nyeri, seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis, dan

menjerit. Semua ini merupakan bentuk respon nyeri yang dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti arti nyeri, tingkat persepsi

nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan sosial,

kesehatan fisik dan mental, rasa takut, cemas, usia dan lain-lain.

(Kasiati & Rosmalawati Ni Wayan Dwi, 2016: 176-179).

C. Proses Asuhan Keperawatan Hipertensi

1. Pengkajian

Tahap pengkajian merupakan pemikiran dasar dalam memberikan

asuhan keperawatan sesuai kebutuhan individu. Pengkajian yang lengkap,

akurat, sesuai kenyataan, kebenaran data sangat penting untuk

merumuskan suatu diagnose keperawatan dan dalam memberikan asuhan

keperawatan sesuai dengan respon individu (Suarni Lisa & Heni Apriyani,

2017).

Menurut Nurhidayat Saiful (2015:98-99) pengkajian yang akan di dapat

pada klien hipertensi adalah :

1. Identitas

Pengkajian meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku,

pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk RS,

tanggal pengkajian.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

28

2. Aktivitas/ Istirahat

a. Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.

b. Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,

takipnea.

3. Sirkulasi

a. Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung

koroner/katup dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.

b. Tanda : Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis,

jugularis,radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena

jugularis,kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer)

pengisian kapiler mungkin lambat / bertunda.

4. Integritas Ego

a. Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress

multiple (hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan).

b. Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan continue

perhatian,tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela,

peningkatan pola bicara.

5. Eliminasi

a. Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau

riwayatpenyakit ginjal pada masa yang lalu).

6. Makanan/cairan

a. Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi

garam, lemak serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB

akhir akhir ini (meningkat/turun), riwayat penggunaan diuretic.

b. Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.

7. Neurosensori

a. Genjala: Keluhan pening/pusing berdenyut, sakit kepala,

subojksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara spontan

setelah beberapa jam) Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan

kabur,epistakis).

b. Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi

bicara,efek, proses pikir, penurunan keuatan genggaman tangan.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

29

8. Nyeri/ ketidaknyaman

a. Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung), sakit

kepala.

9. Pola Iatirahat dan tidur

a. Kebutuhan istirahat akan terganggu karena sakit kepala, sehingga

klien tidak dapat istirahat secara optimal .

10. Pola aktivitas.

a. Klien mengalami gangguan dalam beraktifitas karena tubuh klien

yang lemah, sehingga perlu bantuan untuk kebutuhan sehari-harinya.

11. Pernafasan

a. Gejala: Dispnea yang berkaitan dari aktivitas/kerja takipnea,

ortopnea, dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum,

riwayat merokok.

b. Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan

bunyi nafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.

12. Keamanan

a. Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Nurarif Amin Huda & Kusuma Hardi (2013:215),

diagnosa yang lazim muncul pada hipertensi sebagai berikut :

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan

afterload, vasokontriksi, hipertropi/rigiditas ventrikuler, iskemia

miokard ditandai dengan perubahan irama jantung, lelah, dyspnea,

perubahan kontraktilitas, perubahan preload, perubahan afterload, ,

cemas, gelisah

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan,

ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan

klien mengatakan lelah saat beraktivitas, klien mengatakan

membutuhkan bantuan orang lain untuk berdiri dan berjalan

terutama saat ke kamar mandi, klien tampak dibantu oleh

keluarganya saat beraktivitas, klien tampak lemah setelah

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

30

beraktivitas, TD 220/140 mmHg klien berubah >20% dari kondisi

istirahat TD 210/130 mmHg

3. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler

serebral ditandai dengan klien mengatakan sakit kepala seperti

tertusuk-tusuk, klien mengatakan tengkuk berat seperti tertimpa

benda berat, klien mengatakan nyeri terus menerus, skala nyeri 6

(0-10), TD 210/130 mmHg klien tampak meringis

4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya

hipertensi yang diderita klien ditandai dengan merasa bingung,

merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi, tampak

gelisah, tampak tegang, sulit tidur, mengeluh pusing, tremor

5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan

ditandai dengan klien mengeluh sulit tidur karena bising, klien

mengatakan mudah terbangun saat tidur, klien mengatakan

kebutuhan tidurnya tidak terpenuhi 2-4 jam perhari, klien tampak

menguap, klien tampak lesu, mata klien tampak kemerahan

6. Resiko ketidakefektifan serebral berhubungan dengan hipertensi

3. Rencana Keperawatan

Menurut Anggi pebrina rizki fani munthe (2017) perencanaan

keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan.

Komponen perencanaan keperawatan meliputi :

a. Prioritas masalah dengan kriteria : masalah-masalah yang

mengancam kehidupan merupakan prioritas pertama., masalah-

masalah yang mengancam kesehatan seseorang adalah prioritas

kedua, masalah-masalah yang mempengaruhi perilaku merupakan

prioritas ketiga.

b. Tujuan asuhan keperawatan dengan kriteria : spesifik, bisa diukur,

bisa dicapai, realistik, ada batas waktu.

c. Rencana tindakan berdasarkan tujuan asuhan keperawatan,

peraturan yang berlaku, lingkungan, sumber daya dan fasilitas yang

ada, menjamin rasa aman dan nyaman bagi pasien, kalimat dan

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

31

bahasa harus dumengerti oleh pasien , ringkas, tegas dengan

bahasanya mudah dimengerti. Yang telah dimodifikasi dalam

bentuk table 2.3

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

32

Tabel 2.3

Rencana Asuhan Keperawatan berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),

Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)

No Diagnose Keperawatan Perencanaan

Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)

1 2 3 4

1 Penurunan curah jantung berhubungan

dengan peningkatan afterload,

vasokontriksi, hipertropi/rigiditas

ventrikuler, iskemia miokard

Definisi : ketidakadekuatan jantung

memompa darah untuk memenuhi

kebutuhan metabolism tubuh.

1. Curah Jantung

(L.02008)

Kriteria hasil :

a. Lelah (5)

b. Tekanan darah (5)

2. Tingkat Keletihan

(L.05046)

Kriteria hasil :

1. Perawatan Jantung

(I.02075)

a. Identifikasi tanda /

gejala primer penurunan

curah jantung (meliputi

dyspnea,

kelelahan,edema,

ortopnea, paroxysmal

nocturnal dyspnea,

peningkatan CVP)

b. Monitor tekanan darah

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

33

1 2 3 4

Gejala dan Tanda Minor :

a. Bradikardiia/takikardi

b. Gambaran EKG aritmia atau

gangguan kondiksi

c. Tekanan darah meningkat

d. Nadi periver teraba lemah

e. Terdengar suara jantung S3

dan/atau S4

f. Cemas

g. Gelisah

Penyebab :

a. Perubahan irama jantung

b. Perubahan frekuensi jantung

a. Lesu (5)

b. Sakit kepala (5)

(termasuk tekanan

darah ortostatik, jika

perlu)

c. Periksa tekanan darah

dan frekuensi nadi

sebelum dan sesudah

aktivitas

2. Pemantauan Tanda Vital

(I.02060)

a. Monitor tekanan darah

b. Identifikasi penyebab

perubahan tanda vital

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

34

1 2 3 4

c. Perubahan kontraktilitas

d. Perubahan preload

e. Perubahan afterload

2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan

kebutuhan oksigen

Definisi : ketidakcukupan energy untuk

melakukan aktivitas sehari-hari.

Gejala dan Tanda Mayor :

1. Mengeluh lemah

2. Dyspnea saat/setelah beraktivitas

3. Merasa tidak nyaman setelah

1. Toleransi Aktivitas

(L.05047)

Kriteria hasil :

a. Kemudahan dalam

aktivitas sehari – hari

(5)

b. Perasaan lemah (5)

c. Tekanan darah (5)

1. Manajemen Energi

(I.05178)

a. Monitor lokasi dan

ketidaknyamanan selama

melakukan aktivitas

b. Sediakan lingkungan

nyaman dan rendah

stimulus (cahaya,suara,

kunjungan)

c. Anjurkan tirah baring

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

35

1 2 3 4

beraktivitas

4. Merasa lemah

5. Frekuensi jantung meningkat <20%

dari kondisi istirahat

Penyebab :

a. Ketidakseimbangan antara suplai

dan kebutuhan oksigen

b. Tirah baring

c. Kelemahan

d. Imobilitas

e. Gaya hidup monoton

2. Tingkat Keletihan

(L.05046)

Kriteria hasil :

a. Kemampuan

melakukan aktivitas

rutin (5)

b. Lesu (5)

c. Sakit kepala (5)

2. Terapi Aktivitas (I.05186)

a. Fasilitasi focus pada

kemampuan, bukan

defisit yang dialam

b. Fasilitasi aktivitas rutin

(ambulasi, mobilisasi,

dan perawatan diri)

sesuai kebutuhan klien

c. Fasilitasi

mengembangkan

motivasi dan penguatan

diri

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

36

1 2 3 4

3 Nyeri akut berhubungan dengan

peningkatan tekanan vaskuler serebral

Definisi : pengalaman sensorik atau

emosional yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan actual atau fungsional,

dengan onset mendadak atau lambat dan

berintensitas ringan hingga berat yang

berlangsung kurang dari 3 bulan.

Tanda dan Gejala Mayor :

a. Mengeluh nyeri

b. Tampak meringis

c. Bersikap protektif (mis. waspada,

posisi menghindari nyeri)

1. Control Nyeri (L.08063)

Kriteria hasil :

a. Mengenali kapan nyeri

terjadi (5)

b. Mengenali factor

penyebab nyeri (5)

c. Menggunakan teknik

pengurangan nyeri, non

farmakologis (5)

2. Mobilitas Fisik

(L.05042)

Kriteria hasil :

a. Nyeri (5)

b. Sakit kepala (5)

1. Manajemen Nyeri

(I.08238)

a. Identifikasi lokasi,

karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas,

intensitas, nyeri

b. Identifikasi factor yang

memperberat dan

memperingan nyeri

c. Identifikasi skala nyeri

d. Berikan teknik

nonfarmakologis untuk

mengurangi rasa nyeri

(teknik relaksasi dan

kompres hangat daerah

yang terasa nyeri )

e. Control lingkungan

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

37

1 2 3 4

d. Gelisah

e. Frekuensi meningkat

f. Sulit tidur

g. Tekanan darah meningkat

h. Pola nafas berubah

i. Proses berfikir terganggu

j. Menarik diri

k. Berfokus pada diri sendiri

l. Diaphoresis

Penyebab :

a. Agen pencedera fisik (mis.

inflamasi, iskemia, neoplasma)

yang dapat memperberat

nyeri (suhu ruangan,

pencahayaan dan

kebisingan)

f. Berikan terapi kolabora

untuk mengatasi

g. pepeningkatan vaskuler

serebral

2. Pemberian Analgesik

(I.08243)

a. Identifikasi karakteristik

nyeri (pencetus, Pereda,

kualitas, lokasi,

intensitas, frekuensi,

durasi)

b. Identifikasi riwayat alergi

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

38

1 2 3 4

b. Agen pencedera kimiawi (mis.

terbakar, bahan kimia iritan)

c. Agen pencedera fisik (mis. abeses,

amputasi, terbakar, terpotong,

mengangkat berat, prosedur operasi,

trauma, latihan fisik berlebih)

obat

c. Monitor tanda-tanda vital

sebelum dan sesudah

pemberian analgetik

d. Evaluasi keefektifan

analgesic

e. Dokumentasikan respon

terhadap analgestik dan

adanya efek samping

4 Ansietas berhubungan dengan krisis

situasional sekunder adanya hipertensi

yang diderita klien

Definisi : kondisi emosi dan pengalaman

subyektif individu terhadap objek yang

tidak jelas spesifik akibat antisipasi bahaya

yang memungkinkan individu melakukan

1. Tingkat Ansietas

(L.09093)

Kriteria hasil :

a. Perilaku gelisah (5)

b. Keluhan pusing (5)

c. Pola tidur (5)

1. Reduksi Ansietas

(I.09314)

a. Identifikasi saat tingkat

ansietas berubah (mis.

kondisi,waktu, stressor)

b. Identifikasi kemampuan

mengambil keputusan

c. Monitor tanda-tanda

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

39

1 2 3 4

tindakan untuk menghadapi ancaman

Gejala dan Tanda Mayor :

a. Merasa bingung

b. Merasa khawatir dengan akibat dari

kondisi yang dihadapi

c. Sulit berkonsentrasi

d. Mengeluh pusing

e. Tampak gelisah

f. Tampak tegang

g. Sulit tidur

h. Tekanan darah meningkat

i. Tremor

2. Proses Informasi

(L.10100)

Kriteria hasil :

a. Memahami kalimat (5)

b. Memahami cerita (5)

c. Proses pikir logika (5)

ansietas (verbal dan

nonverbal)

d. Ciptakan suasana teraupetik

untuk menumbuhkan

kepercayaan

e. Pahami situasi yang

membuat ansietas

f. Gunakan pendekatan yang

tenang dan meyakinkan

g. Motivasi mengidentifikasi

situasi yang memicu

kecemasan

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

40

1 2 3 4

Penyebab :

a. Krisis situsional

b. Kebutuhan tidak terpenuhi

c. Krisis maturasional

d. Ancaman terhadap konsep diri

e. Ancaman terhadap kematian

f. Kekhawatiran mengalami kegagalan

g. Disfungsi system keluarga

h. Hubungan orangtua-anak tidak

memuaskan

i. Factor keturunan (tempramen

mudah teragitasi sejak lahir)

j. Penyalahgunaan zat

2. Terapi Relaksasi (I.09326)

a. Identifikasi tempat

yang tenang dan

nyaman

Monitor berkala untuk

memastikan otot rileks

b. Atur lingkungan yang

agar tidak ada

gangguan saat terapi

c. Berikan posisi

bersandar pada kursi

atau posisi lainnya

yang nyaman

Hentikan sesi relaksasi

yang nyaman

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

41

1 2 3 4

k. Terpapar bahaya lingkungan (mis.

toksin, pelutan, dll)

l. Kurang terpapar informasi

d. Beri waktu

mengungkapkan

perasaan yang tentang

terapi

e. Anjurkan memakai

pakaian yang nyaman

5 Gangguan pola tidur berhubungan dengan

hambatan lingkungan (kebisingan)

Definisi : gangguan kualitas dan kuantitas

waktu tidur akibat faktor eksternal.

Gejala dan Tanda Mayor :

a. Mengeluh sulit tidur

b. Mengeluh sulit terjaga

c. Mengeluh tidak puas tidur

d. Mengeluh pola tidur berubah

1. Pola Tidur (L.05045)

Kriteria hasil :

a. Keluhan sulit tidur (5)

b. Keluhan sering terjaga

(5)

c. Keluhan tidak puas

tidur (5)

d. Keluhan istirahat tidak

cukup (5)

1. Dukungan Tidur

(I.05174)

a. Identifikasi pola aktivi-

tas dan tidur

b. Identifikasi factor

pengganggu tidur (fisik

dan atau

psikologis)

c. Identifikasi makanan

dan minuman yang

mengganggu tidur (kopi,

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

42

1 2 3 4

d. Mengeluh istirahat tidak cukup

e. Mengeluh kemampuan beraktivitas

menurun

Penyebab :

a. Hambatan lingkungan

(mis.Kelembapan lingkungan

sekitar, suhu lingkungan,

pencahayaan, kebisingan, bau tidak

sedap, jadwal

pemantauan/pemeriksaan/tindakan)

b. Kurangnya control tidur

c. Kurangnya privasi

d. Restraint fisik

e. Ketiadaan teman tidur

f. Tidak familiar dengan pelatan tidur

2. Tingkat Keletihan

(L.05046)

Kriteria hasil :

a. Pola istirahat (5)

teh, alcohol, makan

mendekasti waktu tidur,

minum banyak air

sebelum tidur)

d. Modifikasi lingkungan

(pencahayaan,

kebisingan, suhu,

matras, dan tempat

tidur)

e. Lakukan prosedur untuk

meningkatkan

f. kenyamanan (pijat, pe-

ngaturan posisi)

g. Anjurkan menghindari

makanan dan minuman

yang mengganggu tidur

h. Ajarkan relaksasi otot

autogeni

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

43

1 2 3 4

2. Pengaturan Posisi

(L.01019)

a. Atur posisi tidur yang

disukai

b. Tinggikan tempat tidur

bagian kepala

6 Resiko ketidakefektifan serebral ditandai

dengan hipertensi

Definisi : beresiko mengalami penurunan

sirkulasi darah pada level kapiler yang

dapat mengganggu metabolisme tubuh.

Factor Resiko :

a. Hiperglikemia

b. Buerger’s disease

1. Perfusi Perifer

(L.02011)

Kriteria hasil:

a. Nyeri ekstremitas (5)

b. Kelemahan otot (5)

c. Pengisian kapiler (5)

1. Perawatan Sirkulasi

(I.02079)

a. Periksa sirkulasi

perifer (mis. nadi

perifer, edema,

pengisian kapiler,

warna, suhu

anklebrachial index)

b. Monitor panas,

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

44

1 2 3 4

c. Varises

d. Diabetes mellitus

e. Hipotensi

f. Kanker

2. Mobilitas Fisik

(L.05042)

Kriteria hasil:

a. Rentang gerak (ROM)

(5)

b. Nyeri (5)

c. Kelemahan fisik (5)

kemerahan, nyeri, atau

bengkak pada

ekstremitas

Hindari pemasangan

infus atau pengambilan

darah di area

keterbatasan perfusi

d. Anjurkan minum obat

pengontrol tekanan

darah secara teratur

2. Pemantauan Tanda Vital

(I.02060)

a. Monitor tekanan

darah

b. Monitor nadi

(frekuensi, kekuatan,

irama)

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

45

1 2 3 4

c. Monitor pernapasan

(frekuensi, kondisi

klien)

d. Dokumentasi hasil

pemantauan

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

46

4. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status

kesehatan yang di hadapi ke status kesehatan yang lebih baik, yang

menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. (Gordon,1994, dalam

Potter & Perry, 1997). Tahapan implementasi adalah pelaksanaan

sesuai rencana yang sudah disusun pada tahap sebelumnya. (Suarni

Lisa & Apriyani Heni, 2017:20).

Observasi adalah aktivitas terhadap suatu proses atau objek dengan

maksud merasakan dan kemudian memahami pengetahuan dari sebuah

fenomena berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui

sebelumnya, untuk mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan

untuk melanjutkan suatu penelitian.

Tindakan mandiri atau teraupetik adalah tindakan perawat

profesioal dalam memberikan asuhan keperawatan secara

komprehensif pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan yang

dilandasi dengan keilmuan khusus, pengambilan keputusan dan

keterampilan perawat berdasarkan aplikasi ilmu sesuai lingkup

kewenangan dan tangungjawab.

Edukasi adalah proses pembelajaran yang bertujuan untuk

mengembangkan potensi diri pada peserta didik dan mewujudkan

proses pembelajaran yang lebih baik.

Kolaboratif adalah situasi dimana terdapat dua atau lebih orang

belajar atau berusaha untuk belajar sesuatu secara bersama-sama.

5. Evaluasi

Dalam buku Suarni Lisa & Apriyani Heni (2017:20) meskipun

proses keperawatan mempunyai tahap-tahap, namun evaluasi

berlangsung terus-menerus sepanjang pelaksanaan proses keperawatan

(AlfaroLeVere, 1998). Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang

sistematik dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang

telah ditetapkan, dilakukan berkesinambungan dengan melibatkan

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/2065/6/6. BAB II.pdf · kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7 (Ruhyana, 2007). Di Indonesia ... dapat diidentifikasi,

47

klien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi dalam keperawatan

merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah

ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara

optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.

Menurut Craven dan Hirnle (2000) evaluasi didefinisikan sebagai

keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan

keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon perilaku klien

yang tampil. (Suarni Lisa & Apriyani Heni, 2017: 20).