BAB II Teori Hukum

23
BAB II PEMBAHASAN A. Kepemilikan Silang (cross ownership) menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Berdasarkan pemahaman Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, maksud dari kepemilikan saham mayoritas pada beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama adalah kepemilikan saham dalam suatu perusahaan yang mengakibatkan pemegang saham tersebut memegang kendali atas manajemen dan penentuan arah, strategi dan jalannya kegiatan usaha, termasuk pada pembagian keuntungan dan tindakan korporasi lainya seperti penyertaan modal, penggabungan, peleburan dan atau pengambilalihan. 12 Kepemilikan saham mayoritas pada Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 atau yang lebih populer dikatakan kepemilikan silang (cross ownership) dapat dikatakan juga sebagai kepemilikan terafiliasi. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengakui akan adanya suatu hubungan antar (group) pelaku usaha yang saling 12 Pedoman Pelaksana Pasal 27 tentang Pemilikan Saham Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, hlm.6. 12

description

bab ii

Transcript of BAB II Teori Hukum

Page 1: BAB II Teori Hukum

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kepemilikan Silang (cross ownership) menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999

Berdasarkan pemahaman Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, maksud dari

kepemilikan saham mayoritas pada beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang

sama pada pasar bersangkutan yang sama adalah kepemilikan saham dalam suatu perusahaan

yang mengakibatkan pemegang saham tersebut memegang kendali atas manajemen dan

penentuan arah, strategi dan jalannya kegiatan usaha, termasuk pada pembagian keuntungan dan

tindakan korporasi lainya seperti penyertaan modal, penggabungan, peleburan dan atau

pengambilalihan.12

Kepemilikan saham mayoritas pada Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 atau

yang lebih populer dikatakan kepemilikan silang (cross ownership) dapat dikatakan juga sebagai

kepemilikan terafiliasi. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengakui akan adanya suatu

hubungan antar (group) pelaku usaha yang saling terafiliasi yang berkaitan satu dengan yang

lainnya, yang melakukan kegiatan produksi terhadap produk berupa barang dan/atau jasa sejenis

dan dipasarkan melalui pasar bersangkutan yang sama.13 Untuk mencegah makin menumpuknya

penguasaan produk atau pemasaran pada kelompok usaha tertentu yang cenderung dominan dan

merusak sistem persaingan usaha sehat yang ada dalam masyarakat, Pasal 27 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 melarang pelaku usaha untuk memiliki saham mayoritas pada beberapa

perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar

12 Pedoman Pelaksana Pasal 27 tentang Pemilikan Saham Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, hlm.6.

13 Ahmad Yani 1, Op.Cit, hlm.38

12

Page 2: BAB II Teori Hukum

bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha

yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, jika kepemilikan tersebut mengakibatkan:

1. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (limapuluh

persen) pangsa pasar satu jenis barang dan/ atau jasa tertentu.

2. Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75%

(tujuhpuluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang dan/atau jasa tertentu.

Dunia industri yang semakin kompleks melahirkan integrasi perusahaan, baik yang

berhubungan secara vertikal (misalnya distributor dengan produsen) maupun horizontal (antara

perusahaan yang beroperasi dalam bidang yang sama). Perlu disadari bahwa ketatnya persaingan

di dunia usaha menyebabkan perusahaan mengalami pengurangan dari sisi jumlah dan

peningkatan dari sisi capital/modal, sementara perusahaan-perusahaan negara memilih untuk

melakukan privatisasi. Menurut Von Der Fehrt14, motivasi perusahaan untuk bergabung atau

memiliki saham perusahaan pesaingnya tidak semata-mata untuk mengurangi persaingan tapi

juga dengan tujuan-tujuan ,antara lain :

1. Mengharapkan sinergi, contohnya, pengurangan biaya melalui kerjasama penjualan.

2. Pertimbangan keuangan, contohnya, investasi pendanaan ke perusahaan lain sebagai bagian

dari aset keuangan manajemen perusahaan.

3. Pembelajaran, contohnya, untuk mendapatkan informasi dari perusahaan lain tentang

bagaimana melakukan proses produksi tertentu.

Elemen-elemen atau unsur-unsur dari Pasal 27 Undang-Undang No.5 Tahun 1999,antara

lain adalah :

1. Pelaku Usaha

14Ahmad Kaylani, Negara dan Pasar Dalam Bingkai Kebijakan Persaingan, (Jakarta:Komisi Pengawasan Persaingan Usaha Republik Indinesia, 2011), hlm.103-104.

13

Page 3: BAB II Teori Hukum

Sesuai dengan definisinya dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 ,

“Pelaku Usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi”.

Dengan definisi tersebut maka unsur-unsur yang harus dipenuhi sebagai pelaku usaha

adalah sebagai berikut :

1. Didirikan di Indonesia atau menurut Hukum Indonesia.

2. Berkedudukan di Indonesia.

3. Melakukan kegiatan usaha di Indonesia.

2. Memiliki Saham Mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis pada pasar bersangkutan yang

sama.

Pada Pasal 27 Undang-Undang No.5 tahun 1999 tidak menjelaskan secara eksplisit yang

dimaksud dalam terminolgi “saham mayoritas”. Oleh karena itu pengertian saham mayoritas

pada Pasal 27 Undang-Undang No 5 Tahun 1999 memerlukan penafsiran lebih lanjut. Peraturan

pertama mengenai saham di Indonesia adalah tertera pada Pasal 40 Kitab Undang-Undang

Hukum Dagang yang memberikan pengertian, “Modal perseroan harus dibagi dalam beberapa

sero atau saham, baik atas nama maupun dalam blanko”. Saham menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia, adalah

a. Bagian; andil; sero ;

b. Surat bukti pemilikan bagian modal Perseroan Terbatas yang memberikan hak atas

deviden dan lain-lain menurut besar kecilnya modal yang disetor;

14

Page 4: BAB II Teori Hukum

c. Hak yang dimiliki orang (pemegang saham) terhadap perusahaan berkat penyerahan

bagian modal sehingga dianggap berbagi.15

Rumusan tentang saham juga dijabarkan dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia

No.24/32/Kep/Dir, tanggal 12 Agustus 1991 tentang Kredit Kepada Perusahaan Sekuritas dan

Kredit Dengan Agunan Saham, dalam Pasal 1 butir c disebutkan, saham adalah surat bukti

pemilikan suatu Perseroan Terbatas, baik yang diperjualbelikan di Pasar Modal maupun tidak.16

Sementara itu Kamus Khusus Pasar Uang dan Modal17 menjelaskan, saham adalah bukti

pemilikan bagian modal Perseroan Terbatas yang memberi hak atas deviden dan lain-lain

menurut besar kecilnya modal yang disetor. Dari pengertian saham yang telah dijabarkan, secara

sederhana saham berarti bagian dari modal suatu perusahaan dalam hal ini Perseroan Terbatas.

Berdasarkan gabungan pengertian saham dan mayoritas tersebut, maka saham mayoritas

adalah bukti pemilikan modal Perseroan Terbatas dengan jumlah terbanyak yang

memperlihatkan ciri tertentu. Kamus Hukum Ekonomi ELIPS mengatakan bahwa, Pemegang

Saham atau Shareholder adalah pemilik suatu Perseroan Terbatas18 dan Pemegang Saham

Mayoritas atau majority shareholder adalah seorang diantara pemegang saham perseroan yang

menguasai lebih dari separuh jumlah saham perseroan tersebut.19 Didalam Undang-Undang No.8

tahun 1995 tentang Pasar Modal, pada penjelasan pasal 15 ayat 2 dijelaskan yang dimaksud

dengan mayoritas saham adalah pemegang saham yang memiliki 50% (limapuluh persen) dari

15Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Nasional, (Jakarta:Balai Pustaka, 2005), hlm.977.

16Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas, (Bandung:CV.Nuansa Aulia,2006), hlm.49.

17 Departemen Keuangan RI-Badan Pelaksana Pasar Modal, Kamus Khusus Pasar Modal dan Uang, Jakarta,1974, hlm.49.

18 ELIPS, Kamus Hukum Ekonomi Elips, (Jakarta:Proyek ELIPS, 1997), hlm.150.19 Ibid., hlm.107.

15

Page 5: BAB II Teori Hukum

modal yang ditempatkan dan disetor. Larangan kepemilikan saham mayoritas oleh pelaku usaha

atau kelompok pelaku usaha tersebut dibatasi oleh kondisi-kondisi berikut20 :

a. Pelaku usaha memiliki saham mayoritas pada dua atau lebih perusahaan/perseroan.

b. Kepemilikan saham mayoritas tersebut, dengan tetap memperhatikan apa yang diatur

dalam anggaran dasar perseroan, memberikan kewenangan yang lebih besar dengan

melakukan pengendalian atas perseroan.

c. Dua atau lebih perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang sejenis.

d. Dua atau lebih perusahaan tersebut melakukan kegiatan usaha pada pasar bersangkutan

yang sama.

e. Kepemilikan pelaku usaha pada dua atau lebih perusahaan tersebut mengakibatkan satu

pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai pangsa pasar sebesar 50%

(limapuluh persen) atas suatu barang/jasa atau menguasai pangsa pasar sebesar 75%

(tujuhpuluh lima persen) atas suatu barang/jasa.21

Sesuai dengan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 yang dimaksud

dengan pasar bersangkutan adalah pasar yang berkaitan dengan jangkauan atau daerah

pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan jasa yang sama atau sejenis atau substitusi

dari barang dan atau jasa tersebut. Pasar bersangkutan (relevant market) adalah merupakan

kombinasi dari pasar produk (a relevant product market) dan pasar geografis (a relevant

geographic market). Pasar yang berkaitan dengan jangkauan atau daerah pemasaran tertentu

dikenal sebagai pasar geografis dalam hukum persaingan usaha dan pasar yang berkaitan dengan

barang dan/atau jasa yang sama atau sejenis atau substitusi dari barang dan/atau jasa tersebut

20Ahmad Kalyani. Negara dan Pasar Dalam Bingkai Kebijakan Persaingan, (Jakarta: Komisi Pengawasan Persaingan Usaha Republik Indonesia, 2011), hlm.106.

21Pedoman Pelaksana Pasal 27 tentang Pemilikan Saham Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, hlm.21.

16

Page 6: BAB II Teori Hukum

adalah pasar produk..22 Karena itu analisis mengenai pasar bersangkutan harus dilakukan melalui

analisis pasar produk dan pasar geografis.

3. Penguasan pangsa pasar lebih dari 50% (limapuluh persen) atau 75% (tujuhpuluh lima

persen)

Pangsa pasar menurut ketentuan Pasal 1 angka 13 Undang-Undang No.5 Tahun 1999

adalah presentase nilai jual atau beli barang atau jasa tertentu yang dikuasai oleh pelaku usaha

pada pasar bersangkutan dalam tahun kalender tertentu. Penilaian pangsa pasar adalah

berdasarkan nilai penjualan yang dihasilkan suatu perusahaan dalam tahun tertentu. Penerapan

pangsa pasar tidak hanya terbatas pada apa yang telah terjadi tetapi juga dapat mencakup pangsa

pasar yang diharapkan terjadi berdasarkan penilaian yang dilakukan.23

Pasal 27 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 lahir sebagai norma yang menunjang tujuan

dari Undang-Undang tersebut dengan melarang adanya kepemilikan saham mayoritas oleh

pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha pada beberapa perusahaan yang beroperasi pada pasar

yang sama jika kepemilikan tersebut mengakibatkan penguasaan pangsa pasar lebih dari 50%

(limapuluh persen) atau 75% (tujuhpuluh lima persen).24

Secara singkat dapat dikatakan bahwa kekhawatiran KPPU terletak pada kemungkinan

munculnya efek berkurangnya persaingan (lessening competition) dengan adanya kepemilikan

silang ini. Berdasarkan hal tersebut, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tidak secara konkrit mengatur larangan

mengenai kepemilikan saham silang, tetapi hanya mengatur mengenai larangan kepemilikan

saham pada para pelaku usaha.

22 Pande Radja Silalahi, Posisi Dominan & Pemilikan Silang;Studi Kasus Persaingan Usaha, (Jakarta:Telaga Ilmu Indonesia, 2009), hlm.29.

23 Pedoman Pelaksana Pasal 27 tentang Pemilikan Saham Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Op.Cit., hlm.6.

24 Ahmad Kaylani, Loc.Cit.

17

Page 7: BAB II Teori Hukum

PT.A

PT.Y

MEREK K MEREK M

PT.X

Skema 3.1

Contoh Kepemilikan Silang Dalam Konteks Persaingan Usaha25

90% 90%

pasar yang bersangkutan

B. Kepemilikan Silang (cross ownership) yang Dilakukan oleh Temasek Holdings Menurut

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.

Awalnya Temasek melalui Singapore Telecom Mobile (SingTel) mengakuisisi saham

telkomsel dari KPN Belanda sebesar 22,3% (duapuluh dua koma tiga persen) pada akhir tahun

2001. Kemudian pada Juli 2002 SingTel meningkatkan kepemilikan sahamnya dengan

mengakuisisi kepemilikan Telkom pada Telkomsel menjadi sebesar 35% (tigapuluh lima persen)

dan sebagai kompensasinya Telkom mengalihkan aset Telkom Mobile ke Telkomsel termasuk

lisensi penggunaan DCS 1800. Pada tanggal 15 Desember 2002, Singapore Technologies

Telemedia (STT) memenangkan tender divestasi 41,9% (empatpuluh satu koma sembilan

persen) kepemilikan saham Indosat yang kemudian dimiliki melalui Indonesia Communications

Ltd. (ICL). Dengan demikian struktur kepemilikan temasek atas Indosat dan telkomsel dapat

dilihat pada skema berikut26 :

25 Gunawan Widjaja, Hak Individu & Kolektif Para Pemegang Saham, (Jakarta:Forum Sahabat , 2008,), hlm.50.

26 PutusanPerkara No.07/KPPU-L/2007,Op.Cit., hlm.13-14.

18

Page 8: BAB II Teori Hukum

Skema 3.2

Kepemilikan saham Temasek Holdings

100%

54,15%

100%

100%

100% 100%

100%

41,9%

35%

41,9%

35%

Temasek melalui 2 (dua) anak perusahaannya, yaitu Singapore Technologies Telemedia

(STT) dan Singapore Telecom Mobile (SingTel) telah menanamkan modalnya sebesar 41,94%

(empatpuluh satu koma sembilanpuluh empat persen) saham melalui Special Purpose Vehicle

(SPV) Indonesia Communications Ltd. (ICL) dan STT di Indosat, sedangkan SingTel telah

menguasai 35% (tigapuluh lima persen) saham di PT. Telkomsel. Apabila kepemilikan saham

dari kedua anak perusahaan Temasek itu digabungkan menjadi satu, maka terdapat penguasaan

19

Temasek Holdings (Private) Limited

Singapore Technologies Telemedia Pte.Ltd (STT)

Singapore Telecomunications Ltd.

STT Communications Ltd

Indonesia Communication Limited

PT. Indosat, Tbk

Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd.

Telkomsel

Page 9: BAB II Teori Hukum

lebih 50% (limapuluh persen) dari pangsa pasar telepon seluler di Indonesia.27 Hal tersebut

melanggar ketentuan dari Pasal 27 huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang

mengatakan,

“Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar yang bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan :a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih

dari 50% (limapuluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu”.

Untuk menganalisa dan membuktikan apakah Temasek Holdings benar-benar melanggar

Pasal 27 huruf a Undang-Undang No.5 Tahun 1999 seperti yang telah dinyatakan oleh KPPU,

terlebih dahulu harus dikaji berdasarkan unsur-unsur dar Pasal 27 huruf a Undang-Undang No.5

Tahun 1999 tersebut. Adapun unsur-unsur dari pasal tersebut adalah :

1. Pelaku Usaha

Sesuai dengan definisinya dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No.5 Tahun 1999,

Pelaku Usaha adalah sebagai berikut:

“Setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum

atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan

kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun

bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha

dalam bidang ekonomi”.

Untuk mengetahui apakah kelompok usaha Temasek masuk dalam kualifikasi Pelaku Usaha

maka perlu dibuktikan pemenuhan unsur-unsur Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 , sebagai berikut :

27 L.Budi Kagramanto, “Kepemilikan Silang Saham PT.Indosat Dan PT.Telkomsel Oleh Temasek Holding Company”, Mimbar Hukum volume 20 (Februari 2008), hlm.1-2.

20

Page 10: BAB II Teori Hukum

a. Unsur “setiap orang atau badan usaha”.

b. Unsur “baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum”.

c. Unsur “didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum

Negara Republik Indonesia”.

Berdasarkan unsur-unsur diatas menurut Putusan KPPU No.07/KPPU-L/2007, Temasek

dapat dikategorikan sebagai pelaku usaha walaupun tidak berbadan hukum Indonesia

sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

tersebut dengan menerapkan extraterritorial doctorine yaitu selain perusahaan yang didirikan di

Indonesia (menurut Hukum Indonesia), perusahaan yang didirikan diluar Indonesia pun (tidak

menurut Hukum Indonesia) dan berkedudukan diluar Indonesia dapat dijangkau atau dapat

masuk wilayah yurisdiksi hukum persaingan usaha di Indonesia selama perusahaan tersebut

melakukan kegiatan usaha di Indonesia.28

Keputusan KPPU menerapkan extraterritorial doctorine pada putusan

No.07/KPPU-L/2007 secara terbatas dibenarkan oleh Mahkamah Agung. Salah satunya adalah

pada perkara No.07/KPPU-L/2004 mengenai persekongkolan tender penjualan 2 (dua) Very

Large Crude Carrier (VLCC) milik Pertamina yang dimenangkan oleh Frontline Ltd. badan

usaha yang didirikan berdasarkan Hukum Bermuda, berkedudukan di Norway dan dengan pusat

manajemen keuangannya di New York, Amerika Serikat.29 Selain itu untuk menguatkan

argumennya, KPPU menyatakan bahwa pelaku usaha dapat ditentukan berdasarkan prinsip

single economic entity doctorine atau doktrin entitas ekonomi tunggal yaitu pelaku usaha dapat

diminta pertanggungjawaban atas tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha lain dalam satu

kesatuan ekonomi, meskipun pelaku usaha yang pertama beroperasi di luar yurisdiksi hukum

28 Pande Radja Silalahi, Op.Cit., hlm.102.29 Ibid., hlm.103.

21

Page 11: BAB II Teori Hukum

persaingan usaha suatu negara, sehingga hukum persaingan usaha dapat bersifat ekstrateritorial.30

Hal lain yang digunakan KPPU untuk menguatkan argumennya untuk menyatakan Temasek

sebagai pelaku usaha adalah konsideran c pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang

menyatakan bahwa setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam situasi

persaingan yang sehat dan wajar. Oleh karena itu sebagai suatu prinsip umum dalam hukum

persaingan, Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 memiliki yurisdiksi atas kondisi persaingan di

dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, tanpa memandang siapa pun dan di mana pun

pelaku usaha yang menyebabkan dampak terhadap kondisi persaingan tersebut.31

2. Memiliki Saham Mayoritas

Unsur kedua yang perlu dikaji adalah apakah para pelaku usaha memiliki saham

mayoritas pada perusahaan sejenis. Terhadap Pasal 27, Majelis Komisi berpendapat bahwa

setidak-tidaknya terdapat dua perspektif untuk menentukan ada tidaknya pelanggaran terhadap

Pasal 27 yaitu perspektif minimalis dan maksimalis. Menurut perspektif minimalis telah terjadi

pelanggaran terhadap Pasal 27 apabila berdasarkan bukti yang cukup terpenuhi sekurang-

kurangnya 2 (dua) unsur penting yaitu,

a. Adanya pelaku usaha yang mengendalikan atau mendirikan beberapa perusahaan dalam

suatu pasar bersangkutan.

b. Pengendalian atau pendirian tersebut menghasilkan penguasaan pasar bagi pelaku usaha

tersebut lebih dari 50%.

Jadi, perilaku yang dilarang adalah memiliki pengendalian atau mendirikan beberapa

perusahaan, dan akibat yang dilarang adalah penguasaan pasar lebih dari 50%. Perspektif

minimalis juga menganggap telah terjadi pelanggaran terhadap Pasal 27, apabila terbukti ada

30 Putusan Perkara No.07/KPPU-L/2007, Op.Cit., hlm.61.31 Ibid., hlm.62.

22

Page 12: BAB II Teori Hukum

pelaku usaha yang memiliki saham mayoritas di dua atau lebih perusahaan yang bersaing dalam

suatu pasar yang bersangkutan dan kepemilikan tersebut menghasilkan penguasaan pasar lebih

dari 50%. Pendekatan yang digunakan adalah per se rule karena dari segi rumusannya ketentuan

Pasal 27 tidak mencantumkan salah satu dari dua kalimat “dapat menimbulkan praktek

monopoli” dan atau “persaingan usaha tidak sehat”32

Berbeda dengan perspektif minimalis, perspektif maksimalis berpendapat bahwa telah

terjadi pelanggaran terhadap Pasal 27 apabila selain terpenuhi 2 (dua) unsur dalam perspektif

maximalis juga terpenuhi unsur lainnya yaitu adanya praktek usaha yang menimbulkan dampak

negatif terhadap persaingan.33 Dalam perspektif ini praktek usaha yang dilarang adalah

penyalahgunaan penguasaan dipasar yang menimbulkan dampak negatif terhadap persaingan.

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan rule of reason karena tugas Komisi secara umum

adalah menilai ada tidaknya dampak negatif suatu praktek usaha terhadap persaingan. Mengenai

perspektif terhadap Pasal 27, Majelis Komisi dalam perkara ini menggunakan perspektif

maksimalis.

Berdasarkan fakta yang diperoleh oleh KPPU, Temasek melalui anak perusahaannya

memiliki 35% (tigapuluh lima persen) saham di Telkomsel dan 41,94% (empatpuluh satu koma

sembilanpuluh empat persen) saham di Indosat. Pemegang saham Indosat lainnya adalah

Pemerintah Republik Indonesia sebesar 15% (limabelas persen) dan publik sebesar 44,05%

(empatpuluh empat koma nol lima persen).34 Pada Telkomsel pemegang saham lainnya yaitu

PT.Telekomunikasi Indonesia, Tbk sebesar 65% (enampuluh lima persen). Walaupun pada

Telkomsel saham yang dimiliki oleh Temasek tidak sebesar pada Indosat, Temasek tetap

memenuhi unsur memiliki saham mayoritas karena Temasek mempunyai kendali atas

32 Ibid., hlm.625.33 Pande Radja Silalahi, Op.Cit., hlm.109.34 Ibid., hlm.73.

23

Page 13: BAB II Teori Hukum

perusahaan telekomunikasi tersebut melalui anak-anak perusahaannya dan kendali atas pasar

telekomunikasi seluler yang sangat menguntungkan di Indonesia (market power). Majelis

Komisi juga berpendapat arti saham mayoritas dalam Pasal 27 Undang-Undang No. 5 Tahun

1999 tidak dapat diartikan dengan menggunakan peraturan perundang-undangan lainnya. Hal ini

dikarenakan kekhususan dari Pasal 27 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 yang bertujuan untuk

mencegah terjadinya pemusatan kekuatan ekonomi.35

3. Pasar bersangkutan yang sama.

Pengertian pasar bersangkutan (relevant market) terdapat dalam pasal 1 angka 10

Undang-Undang No.5 tahun 1999 yaitu :

“Pasar yang berkaitan dengan jangkauan atau daerah pemasaran tertentu oleh

pelaku usaha atas barang dan atau jasa yang sama atau sejenis atau substitusi dari

barang dan atau jasa tertentu.”

Didalam putusannya KPPU menyatakan bahwa pasar yang berkaitan dengan jangkauan

atau daerah pemasaran tertentu dalam hukum persaingan usaha dikenal dengan pasar geografis.

Sedangkan barang dan atau jasa yang sama atau sejenis atau susbtitusi dari barang dan atau jasa

tertentu dikenal sebagai pasar produk. Karena itu analisis mengenai pasar bersangkutan

dilakukan melalui analisis pasar produk dan pasar geografis.36 Analisis pasar produk pada intinya

bertujuan untuk menentukan jenis barang dan atau jasa yang sejenis atau tidak sejenis atau

merupakan substitusinya yang saling bersaing satu sama lain pada suatu perkara dan Analisis

pasar geografis bertujuan untuk menjelaskan di area mana saja pasar produk yang telah

didefinisikan saling bersaing satu sama lain.37

35 Putusan Perkara No.07/KPPU-L/2007, Op.Cit., hlm.633.36 Ibid., hlm.5.37 Ibid., hlm.7.

24

Page 14: BAB II Teori Hukum

KPPU menyatakan bahwa PT. Telkomsel dan PT. Indosat saling bersaing dalam pasar

geografis yang sama yaitu layanan telekomunikasi selular di seluruh wilayah Indonesia dan

dalam pasar produk yang sama yaitu layanan telekomunikasi selular.38 Layanan dari PT.

Telkomsel meliputi layanan telekomunikasi selular dual band 900/1800 di atas jaringan GSM,

GPRS, Wi-Fi, EDGE, dan 3-G Techonology (pada produk Kartu Halo, Simpati, dan Kartu As).

Sedangkan layanan PT.Indosat mencakup telekomunikasi selular (Matrix, Mentari, IM3),

telephony service (SLI, VOIP Telephony, StarOne), dan multimedia service (IM2 dan Lintas

Artha). Kartu Halo, Simpati, dan Kartu As adalah layanan dari PT. Telkomsel dalam kategori

selular. Dalam kategori yang sama, PT. Indosat memiliki layanan dengan produk Matrix,

Mentari, dan IM3. PT. Telkomsel tidak memliliki layanan SLI, VOIP Telephony, FWA, internet

service, dan multimedia lainnya sebagaimana dimiliki oleh PT. Indosat Tbk. Oleh karena itu PT.

Telkomsel dan PT. Indosat saling bersaing dalam pasar produk yang sama yaitu layanan

telekomunikasi selular dan pasar geografis yang sama yaitu di seluruh wilayah Indonesia.

4. Penguasaan pangsa pasar lebih dari 50% (limapuluh persen) oleh satu pelaku usaha atau satu

kelompok pelaku usaha.

Pangsa pasar adalah merupakan besarnya bagian atau luasnya total pasar yang dapat

dikuasai oleh suatu perusahaan yang biasanya dinyatakan dengan persentase.39 Telkomsel dan

Indosat menguasai pangsa pasar sebesar 88.09% pada tahun pertama cross ownership terjadi dan

pada tahun 2006 meningkat menjadi 89.64%. Secara rata-rata pangsa pasar Telkomsel dan

Indosat di Indonesia adalah 89,16%.40 Oleh karena itu, kendali Temasek Holding Company

terhadap Indosat dan Telkomsel memenuhi unsur ini.

Tabel 3.1

38 Ibid.39 Sofyan Assauri, Manajemen Pemasaran, (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, 2007), hlm.95.40 Putusan KPPU Perkara No.07/KPPU-L/2007, Op.Cit., hlm.639.

25

Page 15: BAB II Teori Hukum

Pangsa Pasar Layanan Telekomunikasi Seluler Periode 2001-200641

Tahun Pangsa Pasar Telkomsel dan Indosat

secara Bersama-

sama

Gabungan Pendapatan

Usaha

Pendapatan Usaha XL

Pangsa Pasar XL

2001 76.34% 6,688 2,073.03 23.66%2002 83.58% 10,845 2,130.41 16.42%

Periode Cross

Ownership 2003-2006

2003 88.09% 16,624 2,198.48 11.91%2004 89.74% 22,107% 2,528.48 10.26%2005 90.97% 29,778% 2,956.38 9.03%2006 89.64% 38,373% 4,437.17 10.36%

Rata-rata 2003-2006

89.61%

Berdasarkan seluruh uraian diatas, menurut KPPU, kelompok usaha Temasek memenuhi

unsur-unsur Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dengan menerapkan teori

extraterritorial doctorine dan prinsip single economic entity doctorine sebagai subjek hukum

persaingan usaha dan memiliki kendali terhadap Telkomsel dan Indosat dengan memiliki saham

mayoritas dan menguasai lebih dari 50% (limapuluh persen) pangsa pasar satu jenis barang dan

atau jasa tertentu, yaitu dalam bidang jasa telekomunikasi seluler sesuai dengan unsur-unsur

Pasal 27 huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 .

41 Ibid.

26