BAB II TEORI DASAR 2.1 Seismik Refleksirepo.itera.ac.id/assets/file_upload/SB2009150040/... ·...
Transcript of BAB II TEORI DASAR 2.1 Seismik Refleksirepo.itera.ac.id/assets/file_upload/SB2009150040/... ·...
5
BAB II
TEORI DASAR
2.1 Seismik Refleksi
Seismik Refleksi merupakan salah satu metode seismik yang menerapkan prinsip
seismologi untuk dapat mengetahui sifat-sifat batuan yang ada di bawah permukaan
bumi dengan memanfaatkan sumber seismik buatan. Sumber seismik buatan tersebut
dapat berupa ledakan, pukulan, dan lain-lain. Sumber gelombang melepaskan energi
kedalam bumi dalam bentuk energi akustik dan dirambatkan kesegala arah. Gelombang
yang dihasilkan sumber akan menjalar di bawah permukaan bumi, kemudian apabila
dalam perambatannya gelombang menyentuh bidang batas antara dua medium yang
memiliki perbedaan nilai impedansi akustik, maka sebagian gelombang akan
terpantulkan kembali ke atas permukaan melalui bidang reflektor yang berupa batas
lapisan batuan dan sebagian lagi akan ditransmisikan. Gelombang yang terpantulkan
tersebut akan direkam dan diterima oleh alat yang dinamakan geophone. Dalam bidang
eksplorasi, gelombang yang umumnya diselidiki adalah gelombang primer (P).
Gambar 2.1. Ilustrasi Gelombang Seismik Refleksi [2]
6
Gambar 2.2. Ilustrasi gelombang refleksi yang berasal dari antarmuka [4]
Komponen dasar seismik refleksi menunjukkan pola dari komponen sebuah trace
seismik. Trace seismik merupakan data seismik yang mencerminkan respon dari medan
gelombang elastik terhadap kontras reflektivitas pada batas lapisan batuan sedimen
yang satu dengan batuan sedimen yang lainnya.
2.2 Hukum Snell
Perubahan arah gelombang seismik akibat mengenai batas dua medium yang berbeda
dijelaskan oleh hukum snell. Hukum snell berbicara tentang pembiasan gelombang.
Pembiasan arah perambatan gelombang adalah salah satu peristiwa perambatan
gelombang. Jika suatu gelombang merambat melalui suatu medium akan menghasilkan
nilai parameter fisis yang berbeda, perbedaan nilai parameter fisis inilah yang
menyebabkan nilai kecepatan gelombangnya berbeda pula. Secara matematis Hukum
Snell dapat ditulis dengan rumus berikut :
(2.1)
θ1 dan θ2 = sudut datang dan sudut bias
v1 dan v2 = besar kecepatan cahaya sinar datang dan sinar bias
n1 = indeks bias medium yang dilalui sinar datang
n2 = indeks bias medium yang dilalui sinar bias.
=
7
2.3 Prinsip Huygens
Dalam prinsip Huygens dijelaskan bahwa gelombang menyebar dengan bentuk seperti
bola dari sebuah titik sumber gelombang (source) ke segala arah.
Gambar 2.3. Prinsip Huygens
Titik-titik yang dilewati gelombang akan menjadi sumber gelombang baru. Hasil
gelombang baru yang terbentuk tersebut dinamakan sebagai gelombang difraksi.
Semakin bertambahnya kedalaman yang ditempuh gelombang seismik maka energinya
akan semakin hilang.
2.4 Prinsip Fermat
Pada prinsip fermat dinyatakan bahwa jika sebuah gelombang merambat dari satu titik
ke titik yang lain maka gelombang tersebut akan memilih lintasan yang tercepat. Dalam
hal ini lintasan yang tercepat bukanlah jarak yang terpendek karena tidak selamanya
yang terpendek itu tercepat. Faktor yang mempengaruhi kecepatan seismik adalah sifat
fisis dari batuan itu sendiri.
Gambar 2.4. Prinsip Fermat [1]
8
Dengan demikian jika gelombang melewati sebuah medium yang memiliki variasi
kecepatan gelombang seismik, maka gelombang tersebut akan cenderung melalui zona
yang memiliki kecepatan tinggi dan akan menghindari zona dengan kecepatan rendah.
2.5 Impedansi Akustik (AI)
Impedansi Akustik (Acustic Impedance / AI) merupakan perkalian antara kecepatan
gelombang seismik (V) dan densitas batuan (ρ). Nilai AI berbanding lurus dengan
kekerasan batuan dan berbanding terbalik dengan porositas, sehingga Impedansi
akustik dapat digunakan sebagai indikator perubahan litologi, porositas kekerasan, dan
kandungan fluida.
AI = ρ . Vp
AI = Impedansi akustik (m/s)(g/cc)
ρ = Densitas (g/cc)
Vp = Kecepatan gelombang (m/s)
Kecepatan gelombang P adalah fungsi dari unsur batuan, sehingga impedansi akustik
ini akan memberikan informasi keadaan litologi, porositas serta hidrokarbon dari
batuan pada suatu lapisan (Muhsin, 2012).
2.6 Koefisien Refleksi (RC)
Suatu koefisien refleksi dapat dianggap sebagai sebuah respon dari wavelet seismik
terhadap sebuah perubahan Acustic Impedance (AI). Koefisien Refleksi (RC) dapat
didefinisikan sebagai kontras AI pada batas batuan yang satu dengan batuan yang lain.
Apabila terdapat perbedaan nilai Impedansi akustik dari dua lapisan batuan yang saling
berbatasan, maka dapat terjadi refleksi gelombang seismik pada bidang batas antara
kedua lapisan batuan tersebut. Koefisien Refleksi menunjukkan perbandingan antara
amplitudo (energi) gelombang pantul dengan gelombang datang. Nilai koefisien
refleksi akan bernilai positif apabila terjadi kenaikan nilai impedansi akustiknya.
Besar nilai koefisien refleksi dapat dinyatakan sebagai berikut :
RC =
(2.2)
(2.3)
9
= Accoustic Impedance lapisan ke-i
= Accoustic Impedance Lapisan ke-i+1
= Koefisien Refleksi
2.7 Wavelet
Wavelet adalah kumpulan gelombang harmonik yang memiliki interval amplitudo,
frekuensi, dan fasa tertentu. Seismogram sintetik dihasilkan dari konvolusi antara
wavelet dengan nilai koefisien refleksi. Pada umumnya wavelet dibagi menjadi empat
yaitu, zero phase, minimum phase, maximum phase, dan mixed phase.
Gambar 2.5. Jenis – jenis wavelet [4]
a. Zero Phase Wavelet
Wavelet berfasa nol (zero phase wavelet) mempunyai konsentrasi energi maksimum
di tengah dan waktu tunda nol, sehingga wavelet ini memiliki nilai resolusi yang
10
maksimum. Wavelet berfasa nol ini merupakan jenis wavelet yang lebih baik dari
semua jenis wavelet yang mempunyai nilai spectrum amplitude yang sama.
b. Minimum Phase Wavelet
Pada wavelet berfasa minimum (minimum phase wavelet) terdapat pergeseran atau
perubahan faca terkecil pada setiap frekuensi. Pada wavelet ini energi terpusat secara
maksimal pada bagian depan wavelet tersebut. Wavelet berfasa minimum ini memiliki
waktu tunda terkecil dari energinya dibandingkan dengan jenis wavelet lain.
c. Maximum Phase Wavelet
Wavelet berfasa maximum (maximum phase wavelet) adalah kebalikan dari wavelet
berfasa minimum. Wavelet berfasa maksimum ini memiliki energi yang terpusat
secara maksimal pada bagian akhir dari wavelet tersebut.
d. Mixed Phase Wavelet
Wavelet berfasa campuran (mixed phase wavelet) adalah wavelet yang energinya tidak
terkonsentrasi dibagian depan maupun bagian akhir dari wavelet tersebut.
2.8 Ekstraksi Wavelet
Ada beberapa jenis dan tahapan dalam pembuatan (ekstraksi) wavelet yaitu :
a. Ekstraksi Wavelet Secara Teoritis
Wavelet ini dibuat sebangai wavelet awal untuk menghasilkan seismogram sintetik.
Seismogram sintetik ini kemudian diikatkan dengan data seismik dengan bantuan data
checkshot. Apabila tidak ada data checkshot, maka korelasi dilakukan dengan cara
memilih event-event target pada sintetik dan menggesernya pada posisi event-event
data seismik (shifting). Korelasi antara data seismogram sintetik dan data seismik ini
akan mempengaruhi hasil pembuatan wavelet tahap selanjutnya. Korelasi yang
dihasilkan dengan cara ini biasanya kurang bagus karena wavelet yang digunakan
bukan wavelet dari data seismik.
b. Ekstraksi Wavelet Secara Statistik dari Data Seismik
Ekstraksi wavelet Jenis ini hanya menggunakan data seismik, dengan masukan posisi
serta window waktu target yang akan diekstrak. Biasanya, korelasi yang didapatkan
11
dengan cara statistik dari data seismik akan lebih besar bila dibandingkan dengan
wavelet teoritis.
c. Ekstraksi Wavelet Secara Deterministik
Ekstraksi ini dilakukan terhadap data seismik sekaligus dengan kontrol data sumur,
sehingga akan memberikan wavelet dengan fasa yang mendekati. Namun ekstraksi ini
hanya akan memberikan hasil yang maksimal jika data sumur sudah terikat dengan
baik. Ekstraksi wavelet secara statistik dan pengikatan yang baik sangat diperlukan
untuk mendapatkan hasil ekstraksi wavelet secara deterministik dengan kualitas yang
baik.
Untuk memperoleh korelasi yang lebih baik pada proses ekstraksi wavelet, maka
dilakukan shifting pada event-event utama. Jika perlu dilakukan stretch dan squeeze
pada data sintetik.
2.9 Seismogram Sintetik
Seismogram sintetik merupakan rekaman seismik buatan yang diperoleh dari hasil
konvolusi suatu wavelet dengan koefisien refleksi. Data koefisien refleksi diperoleh
dari data log sonik dan densitas. Wavelet yang digunakan sebaiknya mempunyai
frekuensi bandwith yang sama dengan penampang seismik. Dengan mengalikan antara
densitas dengan kecepatan, akan didapatkan impedansi akustik hingga mendapatkan
deret koefisien refleksi. Koefisien refleksi tersebut kemudian akan dikonvolusikan
dengan wavelet hingga menghasilkan seismogram sintetik. Seismogram sintetik ini
digunak an untuk proses well to seismic tie.
12
Gambar 2.6. Seismogram sintetik yang diperoleh dari konvolusi RC dan wavelet [14]
Nilai koefisien refleksi akan bernilai positif apabila terjadi kenaikan impedansi akustik
atau gelombang melewati lapisan batuan dengan nilai kecepatan atau densitas rendah ke
batuan yang memiliki haraga kecepatan atau densitas yang lebih tinggi [14].
2.10 Checkshot
Checkshot adalah suatu survei yang dirancang untuk mengukur waktu perjalanan
gelombang seismik dari permukaan sampai pada kedalaman tertentu. Survei checkshot
dilakukan untuk mengetahui hubungan antara waktu tempuh dan kedalaman yang dapat
digunakan untuk konversi waktu ke kedalaman, pembuatan seismogram sintetik,
memperbaiki kecepatan seismik, dan lain-lain.
13
Gambar 2.7. Kurva Checkshot [5]
Survei checkshot dilakukan dengan meletakkan posisi sumber gelombang di permukaan
yang berada dekat lubang bor dan perekam diletakkan di dalam lubang bor. Perekaman
dilakukan pada beberapa titik kedalaman lubang bor baik sebelum maupun setelah
dipasang casing.
2.11 Well Seismic Tie
Pengikatan data sumur (well) terhadap data seismik perlu dilakukan agar horizon
seismik dapat diletakkan pada posisi kedalaman yang sebenarnya, sehingga data
seismik dapat dikorelasikan dengan data geologinya. Data sumur (Well Seismik Tie)
bertujuan untuk mengikat data sumur yang terdapat dalam skala kedalaman terhadap
data seismik yang terdapat dalam skala waktu tertentu. Sebelum melakukan pengikatan,
perlu dilakukan konversi data well ke domain waktu, karena data seismik umumnya
berada dalam domain waktu (TWT) sedangkan data sumur (well) berada dalam domain
kedalaman. Dari proses well to seismic tie ini adalah untuk mengetahui posisi dari data
sumur akan tepat jatuh pada kedalaman data seismik yang sebenarnya. Langkah awal
yang perlu dilakukan adalah mengkonversi data well ke domain waktu dengan
menggunakan log dan checkshot. Data sumur (log) yang dibutuhkan dalam proses well
to seismic tie adalah log sonic (DT) dan densitas (RHOB). Pada proses pengikatan ini
14
digunakan juga wavelet, yang bertujuan untukk mempermudah pengikatan data sumur
dengan data seismik.
Gambar 2.8. Well Seismic Tie
2.12 Seismik Inversi
Seismik inversi secara umum dapat diartikan sebagai suatu cara atau teknik
memodelkan bawah permukaan bumi dengan menggunakan data seismik sebagai
input serta data sumur sebagai kontrol [13]. Proses inversi merupakan proses yang
secara langsung menentukan nilai impedansi dengan data trace seismik yang ada.
Proses utama yang dilakukan dalam metoda ini adalah dekonvolusi yang mengubah
dari trace seismik menjadi reflektifitas. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa seismik
inversi merupakan suatu usaha untuk merubah data seismik yang semula merupakan
amplitudo sebagai fungsi waktu menjadi impedansi akustik sebagai fungsi waktu.
Secara matematis, model dan data pengukuran dapat dirumuskan sebagai berikut :
𝑀 = (𝑚1 ,𝑚2,𝑚3 ,… ….𝑚𝑘)𝑇
𝐷 = (𝑑1 ,𝑑2,𝑑3 ,… ….𝑑𝑘)𝑇
Dengan M adalah model inversi dan D adalah data pengukuran lapangan. Secara
matematis untuk mendapatkan nilai F dapat dilakukan dengan rumus :
𝐹(𝑀) = 𝐹(𝑀0) + ∆𝑀
(2.4)
(2.5)
(2.6)
15
Keterangan :
𝑀0 = model dugaan awal
𝑀 = model bumi sebenarnya
∆𝑀 = perubahan parameter model
𝐹(𝑀) = data pengukuran
𝐹(𝑀0) = harga perhitungan dari model dugaan
= perubahan nilai perhitungan terhadap model
Gambar 2.9. Konsep dasar inversi seismik [16]
Gambar 2.10. Ilustrasi Inversi AI dari refleksi seismik menjadi model hasil Inversi AI [13]
16
Pemodelan inversi (inverse modeling) sering dikatakan sebagai “kebalikan” dari
pemodelan ke depan yang memiliki hubungan dengan pembuatan seismogram sintetik
berdasarkan model bumi. Pemodelan inversi sering pula disebut sebagai data fitting
karena dalam prosesnya dicari parameter model yang menghasilkan respon yang fit
dengan data pengamatan. Metoda seismik inversi terbagi menjadi dua berdasarkan
proses stack data seismiknya, yaitu inversi pre-stack dan inversi post-stack Inversi pre-
stack dapat digunakan untuk melihat pengaruh fluida yang dapat memberikan efek
perubahan amplitudo terhadap offset. Sedangkan inversi post-stack yaitu inversi
rekursif, sparse spike, dan model based.
Inversi data seismik dilakukan untuk memodelkan reservoir hidrokarbon yang
bertujuan untuk mendapatkan model suatu reservoir sehingga dapat dianalisis
karakterisasi dari lapisan batuan tersebut. Kandungan informasi yang berkaitan dengan
lapisan ini yaitu impedansi akustik (AI) yang dapat dihubungkan untuk melihat
porositas batuan. Hasil AI juga dapat digunakan dalam interpretasi pola penyebaran
litologi dengan penggabungan parameter AI, densitas dan P-Wave.
Gambar 2.11 Pembagian kategori metoda inversi seismik [11]
17
2.12.1 Inversi Model Based
Pada penelitian ini inversi yang digunakan adalah inversi post stack dan yang
digunakan adalah inversi model based. Metode inversi model based merupakan proses
inversi yang didasari oleh suatu model awal. Kemudian model tersebut dibandingkan
dengan data seismik, diperbarui secara iteratif sehingga didapatkan kecocokan yang
lebih baik dengan data seismik. Keluaran yang dihasilkan inversi model based ini
berupa model yang sesuai dengan data masukan. Hubungan antara model dengan data
seismik dapat dijelaskan dengan metode Generalized Linear Inversion (GLI). GLI
dapat menganalisis deviasi kesalahan antara model keluaran dan data observasi,
kemudian parameter model diperbaharui untuk menghasilkan keluaran dengan error
sekecil mungkin.
Gambar 2.12 Diagram alir kerja inversi model based
Proses inversi linear umum (Generalized Linear Inversion/GLI) merupakan proses
untuk menghasilkan model impedansi akustik yang paling cocok dengan data hasil
pengukuran berdasarkan nilai rata-rata kesalahan terkecil [1]. Kelebihan dari inversi
model based ini adalah hasil yang didapatkan memiliki informasi yang lebih akurat
dan jelas, karena metode ini tidak menginversi langsung data seismik melainkan
menginversi model geologinya. Sedangkan kekurangan dari teknik ini adalah sensitif
18
terhadap wavelet, jika terdapat dua wavelet berbeda akan dapat menghasilkan trace
seismik yang sama.
2.13 Seismik Multiatribut
Seismik atribut merupakan karakterisasi secara kuantitatif dan deskriptif dari data
seismik yang secara langsung dapat ditampilkan dalam skala yang sama dengan data
awal [3]. Atribut seismik memberikan informasi parameter-parameter fisis batuan
bawah permukaan seperti amplitudo dan fase yang secara tidak langsung diperoleh
melalui data seismik. Ekstraksi atribut dapat memberikan informasi yang berbeda dari
data seismik berdasarkan fungsi matematis yang kita inginkan. Informasi yang
diberikan dapat membantu kita dalam interpretasi seismik, contohnya penentuan
horizon pada penampang seismik.
Secara umum, atribut turunan waktu akan cenderung memberikan informasi perihal
struktur, sedangkan atribut turunan amplitudo lebih cenderung memberikan informasi
perihal stratigrafi dan reservoar.
Dalam analisis multiatribut, dicari hubunngan antara data log dengan data seismik
yang kemudian mengaplikasikan hubungan tersebut dalam mengestimasi volume atau
memprediksi disemua lokasi pada volume seismik.
Pengembangan (extension) analisa linier konvensional terhadap multiple atribut
(regresi linier multiatribut) dilakukan secara langsung.
Gambar 2.13 Contoh kasus tiga atribut seismik (Russel, 2008).
19
Gambar 2.13 merupakan salah satu contoh kasus dalam tiga atribut, tiap model log
target dimodelkan sebagai sebagai kombinasi linier dari sampel atribut pada interval
waktu yang sama.
Pada tiap sampel waktu, log target dimodelkan oleh persamaan linier :
L =
Pembobotan (weights) pada persamaan ini dihasilkan dengan meminimalisasi
meansquared prediction error :
- ) 2
Berdasarkan data seismik yang digunakan, atribut seismik dikelompokkan menjadi
dua. Atribut yang pertama adalah atribut data seismik sebelum stack (Pre-Stack
Attributes), perhitungan dalam atribut data yang belum di stack akan membutuhkan
waktu yang cukup lama. Selanjutnya adalah atribut data seismik setelah stack (Post-
stack Attributes). Perhitungan dalam atribut data seismik setelah stack lebih efisien
dan cepat, sehingga atribut jenis ini sering digunakan sebagai bahan interpretasi awal.
Dalam penelitian ini atribut yang digunakan adalah atribut data seismik setelah stack
(Post-stack Attributes).
Dalam analisa multiatribut dengan menggunakan perangkat EMERGE pada HRS,
atribut harus dilakukan dalam bentuk sample-based attributes. Terdapat 23 jenis
atribut yang digunakan sebagai input dan atribut-atribut tersebut dibagi kedalam 6
kelompok kategori, yaitu :
1. Atribut sesaat (Instantaneous Attribute)
Atribut sesaat dihhitung dari tras kompleks C(t), yang terdiri dari tras
seismik s(t), dan transformasi Hilbertnya h(t), yang merupakan pergeseran
fasa sebesar 90° dari tras seismik.
a. Instantaneous Phase
b. Instantaneous frequency
c. Cosine Instantaneous Phase
d. Apparent Polarity
e. Amplitude Weighted cosine phase
f. Amplitude weighted frequency
(2.7)
(2.8)
20
g. Amplitude weighted phase
Gambar 2.14. Penulisan Tras Kompleks dalam Bentuk Polar (Russel,1997)
Pada gambar terdapat dua atribut dasar yaitu, kuat refleksi A(t) dan
fasa sesaat 𝜙(t).
𝐶(𝑡) = 𝑠(𝑡)+𝑖ℎ(𝑡)
= 𝐴(𝑡)𝑒𝑖𝜙(𝑡)
= 𝐴(𝑡)𝑐𝑜𝑠𝜙(𝑡)+𝑖𝐴(𝑡)𝑠𝑖𝑛𝜙(𝑡);𝑖 = √−1
Sehingga,
𝐴(𝑡) =
𝜙(𝑡) =
Atribut dasar selanjutnya adalah frekuensi sesaat, yang merupakan
turunan atau perubahan faasa sesaat terhadap waktu. Persamaan
frekuensi sesaat ini dapat ditulis sebagai berikut :
𝜔(𝑡) =
Atribut-atribut lainnya merupakan kombinasi dari tiga atribut dasar
tersebut, seperti yang terlihat di bawah ini :
cos 𝜙(t) = kosinus fasa sesaat
A(t) cos 𝜙(t) = amplitud dikalikan kosinus fasa sesaat
A(t) 𝜙(t) = amplitud dikalikan fasa sesaat
A(t) 𝜔(t) = amplitud dikalikan frekuensi sesaat
2. Atribut Jendela Frekuensi (Windowed Frequency Attributes)
Atribut jendela frekuensi (Windowed Frequency Attributes) didasarkan
pada analisa frekuensi menggunakan window. Pada proses ini, fourier
transform dari setiap tras seismik diambil sebanyak 64 sampel (default).
Dari window ini, baik amplitudo frekuensi rata-rata maupun amplitudo
(2.9)
(2.11)
(2.10)
(2.12)
21
frekuensi dominan digunakan dan nilainya lalu ditempatkan pada tengah-
tengah window. Window baru lalu dipilih 32 sample kemudian, dan atribut
frekuensi yang baru lalu dihitung dan demikian seterusnya.
Jenis-jenis atribut sesaat yaitu :
a. Average frequency Amplitude
b. Dominant Frequency
3. Filter slice (Band filter)
Atribut ini terdiri dari narrow band filter slices dari tras seismik. Enam
slices yang digunakan adalah sebagai berkut:
a. 5/10 – 15/20 Hz
b. 15/20 – 25/30 Hz
c. 25/30 -35/40 Hz
d. 35/40 Hz – 45/50 Hz
e. 45/50 – 55/60 Hz
f. 55/60 – 65/70 Hz
4. Atribut Turunan (Derivative Attributes)
Jenis yang keempat adalah Atribut turunan (Derivative Attributes)
didasarkan pada turunan pertama atau kedua dari tras seismik ataupun
amplitude envelopenya (atau amplitudo sesaat). Turunan tersebut dihitung
dengan cara berikut :
= sampel trace seismic atau amplitude envelope ke- i
= turunan pertama dari i
=turunan kedua dari i
= sampling interval
Macam-macam dari atribut ini adalah :
(2.14)
(2.13)
22
a. Derivative of the seismic trace
b. Derivative Instantaneous Amplitude
c. Second Derivative of the seismic trace
d. Second derivative instantaneous Amplitude
5. Integrated Attributes
Jenis yang kelima adalah Integrated Attributes, atribut ini didasarkan pada
integrasi dari trace seismik atau kuat refleksi.
Jenis-jenis dari atribut ini adalah :
a. Integrated seismic trace
b. Integrated reflection Strenght
Nilai integrasi dihitung dengan cara berikut:
𝐼𝑖 = 𝑆𝑖 + 𝐼𝑖−1
dimana :
𝑆𝑖 = sampel ke-i dari trace seismik atau nilai kuat refleksinya
𝐼𝑖 = nilai integrasi.
Perlu dicatat bahwa ini merupakan penjumlahan berjalan (running sum).
Pada akhir dari penjumlahan berjalan integrasi dari seismik difilter dengan
menggunakan 50 titik, sehingga dihasilkan trace seimik dengan frekuensi
rendah. Integrasi dari kuat refleksi dinormalisasi dengan membagi hasil
integrasinya dengan perbedaan antara sampel minimum dan maksimum
dari keseluruhan sampel.
6. Atribut waktu
Atribut yang terakhir adalah atribut waktu. Atribut ini merupakan nilai
waktu dari tras seismik, sehingga membentuk sebuah fungsi “ramp” yang
dapat menambah sebuah trend dalam menghitung parameter reservoar.
2.14 Validasi
Transformasi multiatribut dengan jumlah N+1 selalu mempunyai prediksi eror yang
lebih kecil atau sama dengan transformasi dengan N atribut. Jika jumlah atribut yang
digunakan semakin banyak, maka prediksi erornya akan semakin berkurang. Karena
(2.15)
23
bertambahnya atribut maka akan meningkatkan kecocokan atau keserasian dari data
training, namun dalam hal ini dapat menjadi buruk apabila diterapkan pada data yang
terbaru atau bukan pada set data training. Atau yang biasanya dinamakan dengan
“over training”. Dengan pencocokan cross-plot dengan order polinomial yang
dianalogikan dengan jumlah atribut yang besar.
Gambar 2.15. Ilustrasi cross-validasi [13]
Kedua grafik diatas digunakan untuk mencocokkan titik-titik dalam data. Grafik tegas
merupakan polinomial order kecil sedangkan grafik dengan garis putus-putus
merupakan polinomial order tinggi agar dapat mencocokkan data prediksi secara lebih
baik. Cross Validasi terbagi menjadi dua, yaitu: data prediksi dan data validasi. Data
validasi digunakan dalam hasil akhir untuk mengukur prediksi error sedangkan data
prediksi digunakan untuk menghasilkan transformasi. Validasi error total merupakan
rata- rata rms error dan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
=Validasi error total
= Validasi error untuk sumur i
= Jumlah sumur
Prediksi eror yang dihasilkan selalu akan lebih kecil dari validasi error dalam setiap
jumlah atribut. Hal ini disebabkan oleh penghilangan sebuah sumur dari data prediksi
(2.16)
24
selalu menurunkan hasil kemampuan prediksi. Pada umumnya, jika kurva validasi
eror menunjukkan nilai minimum, maka jumlah atribut pada titik tersebut adalah
optimum.
2.15 Analisis Log
Dalam bidang eksplorasi minyak, gas, air tanah, dan mineral, diperlukan informasi
litologi, porositas, resistivitas dan kejenuhan hidrokarbon. Well logging merupakan
salah satu metode geofisika yang dapat mengidentifikasi sifat-sifat fisik dan
karakteristik geologi di bawah permukaan yang diperoleh melalui pengukuran pada
sumur bor. Well logging merupakan salah satu teknik untuk mendapatkan data bawah
permukaan dengan menggunakan alat ukur yang dimasukkan kedalam lubang sumur,
untuk evaluasi formasi dan identifikasi ciri-ciri batuan di bawah permukaan. Salah
satu tujuan dari well logging adalah untuk menentukan zona yang dapat
memperkirakan kuantitas minyak dan gas bumi pada suatu reservoir.
Terdapat beberapa jenis log, yaitu :
a. Log Gammay Ray
Log Gamma Ray merupakan suatu log yang merekam radiasi sinar gamma
alami yang berasal dari peluruhan unsur-unsur radioaktif yang berada dalam
batuan dan menunjukkan nilai intensitas radioaktif yang ada dalam suatu
formasi batuan. Elemen-elemen yang dapat menimbulkan radioaktif alamiah
umumnya adalah endapan mineral radioaktif seperti Uranium (U), Thorium
(Th) dan Potasium (K). Log sinar gamma digunakan untuk membedakan
antara batuan reservoir dan non reservoir. Log gamma ray memiliki
kemampuan untuk mengukur derajat kandungan shale di dalam lapisan batuan,
itu sebabnya log ini sangat sering digunakan untuk memprediksi besaran
volume shale dalam industri migas. Satuan dari Log gamma ray ini yaitu API
(American Petroleum Institute), dengan tipikal API berkisar antara 0 s/d 150.
Pada umumnya, log ini dikombinasikan dengan log lainnya seperti log
spontaneous dan log resistivitas untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
Batu pasir merupakan salah satu reservoar dan umumnya batu pasir memiliki
nilai gamma ray yang rendah yaitu sekitar 32.5 - 60 API.
25
Gambar 2.16. Interpretasi kualitatif Log Gamma Ray [10]
b. Log Densitas (RHOB)
Log densitas merupakan log yang menunjukkan nilai densitas pada suatu
batuan yang ditembus oleh lubang bor. Log densitas merekam bulk density
formasi batuan (shlumberger, 1989). Ketika dikombinasikan dengan kurva log
neutron Bulk density (ρb) menjadi salah satu elemen yang penting untuk
menghitung nilai porositas, karena log densitas dapat menunjukkan besarnya
kerapatan medium beserta isinya. Selain itu log densitas dapat digunakan
untuk memperkirakan kandungan hidrokarbon dan menentukan besarnya
densitas hidrokarbon yang terdapat dalam suatu formasi apabila dikombinasi
dengan log neutron, nilai densitas akan semakin kecil pada lapisan yang
mengandung hidrokarbon sementara log neutron akan semakin tinggi. Batuan
yang mengandung minyak akan memiliki densitas yang lebih rendah daripada
batuan yang mengandung air asin. Pada batuan homogen yang mengandung
gas dan fluida, densitas batuannya lebih rendah daripada yang berisi minyak.
26
Gambar 2.17. Respon log densitas terhadap jenis litologi dan fluida yang mengisi formasi [10]
c. Log Porositas
Porositas didefinisikan sebagai perbandingan antara volume batuan yang tidak
terisi oleh padatan terhadap volume batuan total (Schlumberger, 1989). Log
porositas adalah suatu log yang digunakan untuk menenntukan litologi suatu
lapisan batuan. Log porositas terdiri dari beberapa jenis log seperti log
densitas, log neutron, dan log sonik. Dalam bidang eksplorasi dan eksploitasi
porositas sangat penting baik dalam bidang perminyakan maupun air tanah.
Nilai porositas dapat dihitung berdasarkan log densitas. Log density
merupakan log yang mengukur densitas batuan disepanjang lubang bor
dinyatakan dalam gr / cc. Densitas yang diukur adalah densitas keseluruhan
dari matrix batuan dan fluida yang terdapat pada pori. Besaran densitas ini
selanjutnya digunakan untuk menentukan nilai porositas batuan tersebut.
Berikut rumus untuk menghitung nilai porositas berdasarkan log densitas atau
nilai densitasnya :
ϕD = (2.17)
27
Keterangan:
𝜙𝐷 = Porositas densitas (fraksi)
= Densitas matriks batuan (gr/cc)
= Densitas matriks batuan dari log (gr/cc) atau RHOB
= Densitas fluida (oil atau gas)
Tabel 2.1 Densitas Matriks ( pada beberapa litologi batuan (Schlumberger, 1989).
Tabel 2.2. Nilai porositas berdasarkan kualitas secara umum (Koesoemadinata dalam
Nurwidyanto dkk., 2005).
Log porositas merupakan salah satu log yang sangat jarang didapatkan langsung dari
hasil well logging. Log porositas dihitung oleh beberapa ahli petrofisika dengan
Litologi/Mineral (g/ )
Batu Pasir 2.650
Batu Gamping 2.710
Dolomit 2.876
Anhidrit 2.977
Garam 2.032
Nilai Porositas Kualitas (Umum)
0% - 5% Diabaikan (negligible)
5% - 10% Buruk (poor)
10% - 15 % Cukup (fair)
15% - 20% Baik (good)
20% - 25 % Sangat Baik (very good)
>25% Istimewa (excellent)
28
menggunakan berbagai cara sesuai dengan keadaan reservoir. Beberapa cara yang dapat
kita lakukan untuk menghitung log porositas adalah sebagai berikut (Hearst & Nelson,
1985) :
A. Perhitungan dari log densitas.
Penggunaan log densitas dilakukan apabila log densitas yang diukur sesuai dengan
keadaan litologi yang seharusnya, karena nilai log densitas akan bergantung pada jenis
litologi dan hidrokarbonnya. Rumusannya adalah sebagai berikut:
Φ =
Keterangan :
Φ : nilai porositas
: densitas matriks
: densitas target
: densitas fluida
B. Perhitungan dari log NPHI (Neutron Porosity).
Alat Logging merekam dan menghasilkan Log dalam bentuk NPHI atau neutron
porosity. Log neutron merekam indeks hidrogen (HI) dari formasi. Perhitungan dengan
menggunakan log NPHI adalah sebagai berikut (Hearst & Nelson, 1985) :
𝜙 = [(1.02 *𝑁𝑃𝐻𝐼) + 0.0425] 𝑥 100 %
Keterangan :
𝜙 : nilai porositas
𝑁𝑃𝐻I : nilai NPHI target
29
TINJAUAN GEOLOGI
3.1 Geologi Regional
Gambar 3.1. Daerah Penelitian Cekungan Bonaparte [19]
Lokasi penelitian terletak di Cekungan yang sebagian besar terletak di lepas pantai
dan meliputi area seluas sekitar 270.000 km2 di batas barat laut benua Australia.
Batas utara cekungan ini adalah Palung Tanimbar, pada arah timur-selatan
dibatasioleh sub-cekungan Masela yang merupakan bagian dari kemenerusan arah
utara-timur Graben Calder dan Malita, sedangkan batas barat-utara dibatasi oleh
Paparan Sahul dan Palung timor. Batas Cekungan ini tersusun oleh beberapa sub-
cekungan berumur paleozoik dan mesozoik dan beberapa area paparan. Secara
umum pembentukan cekungan dikontrol oleh dua fase penting, yaitu ekstensi pada
Paleozoik yang diikuti oleh kompresi pada umur Trias dan kembali mengalami
fase ekstensi pada Mesozoik ketika pecahnya daratan Gondwana di umur Jurasic
Tengah.
3.2 Tektonik Regional
Cekungan ini didominasi oleh patahan ekstensional (extensional faulting) dimana
sedikit sekali dijumpai struktur kompresional. Terdapat dua proses dalam
pembentukannya, yaitu saat umur Paleozoic daerah ini terjadi fase ekstensi
sedangkan fase kedua pada umur akhir Triassic mengalami fase kompresi. Pada
30
Utara Cekungan Bonaparte berbatasan dengan Gap Timor (offshore), pada Selatan
yang langsung berbatasan dengan Darwin Australia, sedangkan pada bagian Barat
Cekungan ini langsung berbatasan dengan laut lepas Indonesia
Gambar 3.2. Cekungan Bonaparte [19]
Cekungan ini didominasi oleh patahan-patahan ekstensional (extensional faulting) dan
terdapat juga sedikit struktur kompresional. Struktur-struktur deposenter yang
terbentuk dari rift yang saling berkaitan dengan patahan-patahan mendominasi pada
Cekungan ini. Deposenter utamanya ialah Sub-Cekungan Sahul dan Sub-Cekungan
Petrel, serta deposenter yang lainnya seperti: Sahul Platform, Malita Graben, dan
Laminaria High. Struktur pada Cekungan penelitian yaitu tersusun dari bebagai
macam daerah tinggian yang membatasi dari satu sub-cekungan dengan cekungan
lainnya, berupa (horst block) blok tinggian dan antiklin yang terpatahkan, dibagian
yang turun pada lipatan di patahan utama serta pada tinggian batuan dasar.
Terjadinya struktur-struktur pada daerah penelitian meliputi:
Terjadi struktur pengangkatan patahan pada Late Jurassic sampai dengan awal
Cretaceous.
a. Pada umur Cretaceous dan Neogene terjadi pengaktifan kembali pada bagian bawah
obligue, left lateral, strongly strike-slip domain.
31
b. Pada Miocene Precent Day, terjadi patahan esktensional (extensional faulting) yang
signifikan Stike-slip assosiation dengan bagian utara dari palung Timor Malita Graben
sampai dengan selatan.
c. Rift selama akhir umur Jurassic hingga Createceous awal, terjadi pengangkatan yang
berhubungan dengan patahan, trend timor sampai barat terdapat patahan dari northeast
sampai southeast.
Terdapat tiga fase tektonik pada evolusi Cekungan ini, yaitu: (1) fase ekstensi, (2)
thermal subsidence, dan (3) fase kompresi.
Fase Ekstensi, Paleozoikum- Jura Awal
Fase ini terjadi pada umur Paleozoikum sampai dengan Jura Awal akibat
pemekaran fragmen lempeng mikro Gondwanan di Indonesia Timur (posisi
relatif saat ini Sulawesi Timur, Buton, Banggai-Sula, Buru, Seram, Misool,
dan lain-lain (Charlton, 2001). Pemekaran dilanjutkan dengan fase ekstensi
pada umur Permian. Fase ini berasosiasi dengan pemisahan (detachment)
Dataran Sibumasu dengan Gondwana. Posisi relatife dapat dilihat pada
Thailand bagian barat, Myanmar bagian timur, Semenanjung Malaysia bagian
barat dan Sumatra bagian utara (Metcalfe, 1996; Charlton, 2001). Fase ini
menginisiasi pembentukan graben Malita dan Calder pada umur Permian,
pembentukan sistem graben berarah barat-timur pada daerah studi dan
mencapai puncaknya pada pemisahan Gondwana di periode Jura Tengah.
Fase SAG (Thermal Subsidence), Jura Tengah – Miosen Tengah
Fase ini relatif stabil dari aktivitas tektonik. Pemekaran lantai samudra terjadi
pada arah barat-timur yang memisahkan daratan dan Teluk Banda (posisi
relatif saat ini daratan Burma bagian barat) dari batas Australia bagian barat
(Charlton 2012). Graben Malita dan Calder menjadi deposenter pada
Cekungan Bonaparte pada era Kapur Awal. Pengendapan mega sekuen
sedimen silisiklastik dengan butir halus dan sub-sekuen karbonat-klastik
prograded terjadi di umur Paleosen-Miosen Tengah.
32
Fase Kompresi, Miocene akhir – Sekarang
Fase ini berkaitan dengan kolisi antara Lempang Benua Australia dengan
Dataran Sunda pada umur Miosen Akhir – sekarang. Tektonik kolisi ini
membentuk Tinggian Timor-Tanimbar, lipatan dan thrust belt di bagian utara
Cekungan. Selain itu kolisi ini juga menyebabkan reaktivasi sesar berumur
Mesozoikum dan terjadi dari Pliosen hingga Kuarter di batas pasif Australia.
3.3 Stratigrafi Regional
Stratigrafi cekungan daerah penelitian berturut-turut dari umur tua sampai umur
muda dari Pre cambrian sampai Kwarter sebagai berikut :
1. Batuan Sedimen Tertua.
Secara umum terbentuk pada umur Permian, Triasik, Jurasik, Kartesius
dan sampai umur Tertiary muda . Umur Permian dibagi lagi yaitu: Lower
dan Upper (umur bawah dan atas). Kemudian Umur Triasik dibagi
menjadi: umur Lower, Middle dan Upper.
2. Formasi Johnson (Base Eocene)
Endapan pada Formasi Johnson ini dominan pembentuknya yaitu
mengandung batulempung calcilutities, interbended, napal dan
batulempung gampingan.
3. Formasi Wangarlu (Turonian MFS)
Endapan Formasi Wangarfu tersusun atas batulempung (Claystone) yang
cukup konsisten dan cukup dominan serta mengandung batu lempung
silika
4. Formasi Echuca Shoal (Base Aptian)
Satuan Formasi Echuca Shoal terbentuk pada umur Barrimian terdiri dari
material batulempung dan jejak material karbonat.
5. Formasi Elang (Base Flamingo)
Formasi Elang Callovian selaras dengan Formasi Flamingo tersusun
dengan batulempung, batulempung agillaceous dan batupasir
6. Formasi Plover
Formasi Plover pada umumnya didominasi oleh batupasir yang
berselingan dengan batulempung. Formasi Plover terdiri atas Plover Atas
dan Plover Bawah. Pada fase transgresif terdapat pengendapan sikuen
33
fasies laut dangkal hingga shoreline (pantai) yang menyusun Plover Atas,
sedangkan Plover Bawah tersusun oleh sikuen fluviodeltaic yang
diendapkan pada fase regresif. Ciri dari Formasi Plover Atas yaitu
batupasir masif atau berlapis yang berukuran sedang- kasar, dengan
ketebalan yang hingga lebih dari 5 meter yang tersisipkan oleh
batulempung. Pada Plover Atas, respon dari kurva log gamma ray lapisan
batupasir adalah tipe silinder atau blocky yang menunjukkan lingkungan
pengendapan yang memiliki energi tinggi sedangkan pada Ciri-ciri dari
Plover Bawah adalah dengan terdapatnya lapisan batupasir yang memiliki
butiran halus hingga sedang yang tersisipkan dengan batulempung, dimana
ketebalan dari batupasir lebih tipis dibandingkan dengan batupasir Plover
Atas, respon dari log gamma ray yaitu berbentuk kombinasi antara tipe
seratted dan blocky [20].
Gambar 3.3. Stratigrafi regional Cekungan Bonaparte