BAB II TEORI DASAR 2.1 Genesa Emasrepo.itera.ac.id/assets/file_upload/SB2009140114/...Endapan...

29
5 BAB II TEORI DASAR 2.1 Genesa Emas Emas merupakan mineral berharga yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya berkisar antara 2,5-3 skala Mohs. Mineral pembawa emas biasanya berasosiasi dengan mineral ikutan (gangue minerals) [14]. Emas di alam ditemukan dalam dua tipe, yaitu endapan primer dan endapan sekunder (placer). 2.1.1 Endapan Primer Endapan emas primer terbentuk akibat adanya proses magmatism. Proses magmatism ini akan menghasilkan konsentrasi kejenuhan magma yang bercampur dengan batuan dinding pada penurunan suhu tertentu sehingga menghasilkan mineral-mineral logam khususnya mineral pembawa emas (unsur Au). Proses konsentrasi antara magma dengan batuan dinding ini dinamakan proses hidrotermal. Larutan hidrotermal adalah cairan dengan temperatur tinggi (100 0 sampai 500 0 C) sisa pendinginan magma yang mampu mengubah dan membentuk mineral-mineral tertentu. Secara umum cairan sisa kristalisasi magma tersebut bersifat silika yang kaya alumina, alkali dan alkali tanah yang mengandung air dan unsur-unsur volatile [15]. Larutan hidrotermal terbentuk pada fase akhir dari siklus pembekuan magma dan umumnya terakumulasi pada zona lemah yang membentuk urat-urat hidrotermal atau tersebar pada batuan. 2.1.2 Endapan Sekunder (placer) Endapan emas sekunder terbentuk akibat proses oksidasi dan sirkulasi air yang terjadi pada endapan emas primer. Proses tersebut dapat menyebabkan terlepasnya mineral emas dan terendapkan kembali pada rongga-rongga batuan atau pori batuan. Butiran-butiran emas pada endapan sekunder

Transcript of BAB II TEORI DASAR 2.1 Genesa Emasrepo.itera.ac.id/assets/file_upload/SB2009140114/...Endapan...

  • 5

    BAB II

    TEORI DASAR

    2.1 Genesa Emas

    Emas merupakan mineral berharga yang bersifat lunak dan mudah ditempa,

    kekerasannya berkisar antara 2,5-3 skala Mohs. Mineral pembawa emas

    biasanya berasosiasi dengan mineral ikutan (gangue minerals) [14]. Emas di

    alam ditemukan dalam dua tipe, yaitu endapan primer dan endapan sekunder

    (placer).

    2.1.1 Endapan Primer

    Endapan emas primer terbentuk akibat adanya proses magmatism. Proses

    magmatism ini akan menghasilkan konsentrasi kejenuhan magma yang

    bercampur dengan batuan dinding pada penurunan suhu tertentu sehingga

    menghasilkan mineral-mineral logam khususnya mineral pembawa emas

    (unsur Au). Proses konsentrasi antara magma dengan batuan dinding ini

    dinamakan proses hidrotermal. Larutan hidrotermal adalah cairan dengan

    temperatur tinggi (1000 sampai 5000C) sisa pendinginan magma yang mampu

    mengubah dan membentuk mineral-mineral tertentu. Secara umum cairan

    sisa kristalisasi magma tersebut bersifat silika yang kaya alumina, alkali dan

    alkali tanah yang mengandung air dan unsur-unsur volatile [15]. Larutan

    hidrotermal terbentuk pada fase akhir dari siklus pembekuan magma dan

    umumnya terakumulasi pada zona lemah yang membentuk urat-urat

    hidrotermal atau tersebar pada batuan.

    2.1.2 Endapan Sekunder (placer)

    Endapan emas sekunder terbentuk akibat proses oksidasi dan sirkulasi air

    yang terjadi pada endapan emas primer. Proses tersebut dapat menyebabkan

    terlepasnya mineral emas dan terendapkan kembali pada rongga-rongga

    batuan atau pori batuan. Butiran-butiran emas pada endapan sekunder

  • 6

    cenderung lebih besar dibandingkan dengan butiran endapan primer [16].

    Proses erosi yang terjadi pada endapan emas primer menghasilkan endapan

    emas placer/aluvial. Endapan ini dapat dijumpai berupa tanah dari batuan asal

    yang sudah lapuk, endapan fluviatile, dan endapan pantai.

    2.2 Mineralisasi Hidrotermal

    Mineralisasi merupakan suatu proses pembentukan mineral-mineral di dalam

    bumi yang berkaitan dengan aktivitas magmatic. Mineral-mineral yang larut

    dalam keadaan panas terdorong oleh tekanan hidrotermal mengalir melalui

    zona-zona lemah dan terendapkan di struktur batuan yang temperaturnya sudah

    berkurang [17]. Proses mineralisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor

    pengontrol, meliputi [15]:

    1. Larutan hidrotermal yang berfungsi sebagai larutan pembawa mineral;

    2. Zona lemah yang berfungsi sebagai tempat mengalirnya larutan

    hidrotermal;

    3. Tersedianya ruang pengendapan;

    4. Terjadinya reaksi kimia dari batuan induk (host rock) dengan larutan

    hidrotermal yang memungkinkan terjadinya pengendapan mineral;

    5. Adanya konsentrasi larutan yang cukup tinggi untuk mengendapkan

    mineral.

    Larutan hidrotermal dapat diartikan sebagai larutan panas (100 sampai 5000C)

    yang umumnya dihasilkan melalui proses magmatism, namun dapat juga

    dihasilkan melalui air connate, air meteoric, ataupun air dengan kandungan

    mineral yang mengalami proses pemanasan di dalam bumi [15]. Model

    konseptual endapan mineral sistem hidrotermal dapat di lihat pada Gambar 2.1.

  • 7

    Gambar 2. 1 Model konseptual sistem endapan mineral hidrotermal [18].

    Endapan mineral sistem hidrotermal berdasarkan temperatur dan kedalaman

    dibagi menjadi 3 yaitu endapan hypothermal, endapan mesothermal, dan

    endapan epitermal [19].

    1. Hypothermal

    Endapan hypothermal terbentuk pada wilayah yang cukup dalam (3000-15000

    m) dan tekanan tinggi serta temperatur berkisar antara 300 hingga 5000C.

    Asosiasi mineral yang umum ditemukan pada endapan hypothermal antara

    lain, Cassiterite, wolframite, molybdenum, urat emas-kuarsa, urat tembaga-

    turmalin, dan urat timbal-turmalin. Logam yang dapat diekstraksi dari endapan

    hypothermal terdiri dari tembaga (Cu), molybdenum (Mo), timah (Sn), tungsten

    (W), emas (Au), dan timah (Pb).

    2. Mesothermal

    Endapan mesothermal terbentuk pada kedalaman (1200-4500 m), tekanan, dan

    temperatur menengah. Temperatur pembentukan mineral berkisar antara 200

    hingga 3000C. Barang tambang yang dapat ditemukan antara lain tembaga

    (Cu), seng (Zn), emas (Au), dan timah (Pb).

    3. Epitermal

    Endapan epitermal terbentuk di dekat permukaan hingga kedalaman 1500

    meter dan pada temperatur 50 hingga 2000C. Mineral terendapkan di batuan

    sedimen atau batuan beku, terutama yang berasosiasi dengan batuan intrusi

    dekat permukaan biasanya disertai oleh sesar, kekar.

  • 8

    2.3 Alterasi Hidrotermal

    Larutan hidrotermal dapat mengubah sifat fisik dan komposisi kimiawi batuan

    yang dilaluinya, proses ini disebut alterasi hidrotermal. Alterasi hidrotermal

    merupakan proses yang kompleks karena melibatkan perubahan mineralogi,

    kimiawi dan tekstur. Perubahan tersebut tergantung pada karakteristik batuan

    samping, sifat kimia larutan, kondisi tekanan, temperatur pada saat reaksi

    berlangsung, konsentrasi dan lama aktivitas hidrotermal. Faktor-faktor tersebut

    saling terkait, tetapi dalam alterasi hidrotermal sistem epitermal temperatur dan

    sifat kimia larutan memegang peranan penting [4]. Klasifikasi mineral alterasi

    yang terbentuk di lingkungan epitermal berdasarkan pH asam dan netral serta

    temperatur pembentukannya ditunjukkan oleh Gambar 2.2 [20].

    Gambar 2. 2 Pembagian mineral alterasi yang terjadi di lingkungan epitermal berdasar derajat

    keasaman dan temperatur pembentukan [20].

  • 9

    Proses hidrotermal pada keadaan kesetimbangan tertentu akan menghasilkan

    kumpulan mineral tertentu yang dikenal sebagai himpunan mineral. Tipe-tipe

    alterasi berdasarkan himpunan mineral dapat dilihat pada Tabel 2.1.

    Tabel 2. 1 Tipe-tipe alterasi berdasarkan himpunan mineral [21].

    Tipe Alterasi Mineral Utama Mineral

    Penyerta Keterangan

    Propylitic

    Klorit

    Epidote

    Karbonat

    Albit

    Kuarsa

    Kalsit

    Pirit

    Lempung/illite

    Oksida besi

    Temperatur 200-

    300oC, salinitas

    beragam, pH

    mendekati netral,

    permeabilitas rendah

    Argillic

    Smectite

    Montmorillonite

    Illite-smectite

    Kaolinite

    Pirit

    Klorit

    Kalsit

    Kuarsa

    Temperatur 100-

    300oC,

    salinitas rendah,

    pH asam-netral.

    Advanced

    Argillic

    (low temperature)

    Kaolinite

    Alunite

    Chalcedon

    Cristobalite

    Kuarsa

    Pirit

    Temperatur 180oC

    pH asam

    Advanced Argillic

    (high

    temperature)

    Pirofilit

    Diaspore

    Andalusit

    Kuarsa

    Tourmaline

    Enargit

    Luzonit

    Temperatur 250-

    350oC,

    pH asam

    Potassic

    Adularia

    Biotite

    Kuarsa

    Klorit

    Epidote

    Pirit

    Illite-sericite

    Temperatur lebih dari

    300oC, salinitas tinggi,

    dekat dengan batuan

    intrusi.

    Phyllic

    Kuarsa

    Sericite

    Pirit

    Anhydrite

    Pirit

    Kalsit

    Temperatur 230 –

    400oC,

    salinitas beragam,

  • 10

    Rutile pH asam – neutral,

    zona permeable pada

    batas urat.

    Sericite

    Sericite (illite)

    Kuarsa

    Muskovit

    Pirit

    Illite-sericite -

    Silicification

    Kuarsa

    Pirit

    Illite-sericite

    Adularia

    -

    Skarn

    Garnet

    Piroksen

    Amfibol

    Epidote

    Magnetit

    Wolastonit

    Klorit

    Biotite

    Temperatur 300 –

    700oC,

    salinitas tinggi,

    umum pada batuan

    samping karbonat.

    2.4 Endapan Epitermal

    Endapan epitermal merupakan endapan yang terbentuk akibat proses

    hidrotermal dekat permukaan dengan temperatur antara 50o-200oC dan tekanan

    yang relatif rendah. Ciri-ciri endapan epitermal ditunjukkan oleh Tabel 2.2.

    Tabel 2. 2 Ciri-ciri endapan epitermal [22]

    Kedalaman Permukaan sampai 1000 meter

    Temperatur

    pembentukan 50°– 300Β°C (biasanya 170Β° – 250Β°C).

    Asal fluida Meteoric, meskipun beberapa komponen dapat

    berasal dari magmatic.

    Bentuk endapan Urat tipis sampai yang besar, stockwork,

    sebaran, penggantian.

    Tekstur bijih Open space filtering, crustification, colloform

    banding, struktur comb, breksia.

  • 11

    Endapan epitermal terbagi menjadi dua jenis, yaitu sulfidasi rendah dan

    sulfidasi tinggi [18]. Batasan kedua sistem tersebut didasarkan pada bilangan

    redoks (reduksi-oksidasi) unsur sulfur (S) dalam larutan mineralisasi. Sistem

    sulfida tinggi terjadi ketika unsur S dalam larutan mineralisasi mempunyai

    bilangan redoks mendekati +4 (misalnya senyawa SO2). Sistem sulfida rendah

    memiliki unsur S yang mendekati pH netral umumnya memiliki bilangan redoks

    terendah -2 (misalnya senyawa H2S). selain itu, kedua sistem ini dibedakan

    berdasarkan tipe alterasi dan mineraloginya.

    2.4.1 Epitermal Sulfida Tinggi

    Sistem epitermal sulfida tinggi terbentuk dalam suatu sistem magmatic

    hydrothermal yang didominasi oleh fluida hidrotermal asam. Mineralisasi

    pada sistem ini dijumpai dalam bentuk vugy quartz dengan kontrol struktur

    berupa sesar secara regional atau intrusi subvolcanic. Kedalaman formasi

    batuan sekitar 500-2000 meter dengan temperatur 100˚C-320˚C. Sistem

    epitermal sulfida tinggi dicirikan dengan hadirnya mineral alterasi kuarsa-

    alunite-pyrophyllite-dickite-illite-kaolinite serta mineral bijih berupa pirit,

    enargite-luzonite.

    2.4.2 Epitermal Sulfida Rendah

    Sistem epitermal sulfida rendah terbentuk dalam suatu sistem geotermal yang

    memiliki pH cenderung netral. Tatanan tektonik dari endapan epitermal

    sulfida rendah umumnya terdapat pada volcanic island, busur magmatik pada

    batas lempeng dan continental volcanic dengan regime struktur extensional

    Unsur bijih Au, Ag, (As, Sb), Hg, [Te, Tl, Ba, U], (Pb, Zn,

    Cu).

    Alterasi Silicification, advance argillic,

    montmorillonite/illite, adularia, propylitic.

    Ketampakan umum

    Kuarsa chalcedonic berbutir halus, kuarsa

    pseudomorph setelah kalsit, breksia akibat

    hydraulic fracturing.

  • 12

    dan strike-slip. Kedalaman zona endapan atau formasi batuan sekitar 0-1000

    meter dengan temperatur formasi 50˚C-300˚C. Sistem epitermal sulfida

    rendah dicirikan dengan mineral alterasi kuarsa-adularia-sericite-calcite pada

    lingkungan sulfur rendah dan biasanya perbandingan emas dan perak relatif

    tinggi. Adularia merupakan mineral khas hasil alterasi yang hanya dijumpai

    pada tipe sulfida rendah. Endapan bijih epitermal sulfida rendah sebagian

    besar mempunyai jenis mineralisasi berupa vein atau stockwork yang sifatnya

    berasosiasi dengan chalcedonic silika dengan atau tanpa adularia [18]. Batuan

    dinding yang dijumpai pada tipe ini umumnya berupa batuan kal-alkali atau

    andesitic kal-alkali kalsit, rhyolite, dacite dan rhyodacite. Model konseptual

    endapan mineral sistem epitermal sulfida rendah ditunjukkan oleh Gambar

    2.3.

    Gambar 2. 3 Model konseptual endapan mineral sistem epitermal sulfida rendah [23]

    Karakter fluida pengontrol sistem sulfida rendah bersifat salinitas rendah, pH

    mendekati netral, kandungan sulfida dan mineral logam dasar (base metal)

    rendah. Karakteristik endapan epitermal sulfida rendah dapat dilihat pada

    Tabel 2.3.

  • 13

    Tabel 2. 3 Karakteristik umum endapan emas epitermal sulfida rendah [18].

    Sulfida Rendah

    Bentuk

    endapan

    Didominasi oleh urat hasil bukaan,

    stockworks, penggantian bijih

    kecil

    Tekstur Urat, cavity filling, urat breksi

    Mineral bijih Pirit, emas, sfalenite, galena

    (arsenopyrite)

    Logam An, Ag, Zn, Pb (Cu, Sb, As, Hg,

    Se)

    Sistem sulfida rendah ini sebagian besar berasosiasi dan didominasi oleh

    alterasi lempung, diantaranya sebagai berikut:

    1. Silicification biasanya terdapat bersama mineral bijih sebagai generasi

    multiple dari kuarsa dan Chalcedon yang umumnya disertai dengan

    adularia dan kalsit. Silicification dalam urat biasanya diapit oleh sericite-

    illite- kaolinite.

    2. Alterasi argillic (kaolinite-illite-montmorillonite-smectite) biasanya

    terbentuk berdampingan dengan urat.

    3. Alterasi advance argillic dapat terbentuk di sepanjang bagian atas zona

    mineralisasi.

    4. Alterasi propylitic dijumpai pada bagian yang lebih dalam dan menjauhi

    urat.

    2.5 Metode Magnetik

    Metode magnetik merupakan metode yang sering digunakan dalam eksplorasi

    pendahuluan. Prinsip dasar metode ini adalah mengamati variasi intensitas

    medan magnet permukaan bumi yang disebabkan oleh adanya distribusi benda

    termagnetisasi di bawah permukaan bumi. Metode magnetik umumnya

    digunakan untuk menentukan sifat kemagnetan suatu batuan, serta sangat

    efektif untuk menentukan struktur geologi bawah permukaan [24].

  • 14

    2.5.1 Prinsip Dasar Kemagnetan

    Prinsip dasar metode magnetik yang harus dipahami, diantaranya sebagai

    berikut:

    A. Gaya Magnet

    Dasar dari metode magnetik adalah gaya Coulomb antara dua buah kutub

    magnetik p1 dan p2 yang terpisah sejauh r dalam bentuk vektor gaya. dan

    memiliki muatan [24]. Gaya magnetik dinyatakan dengan persamaan berikut:

    𝐹 =1

    πœ‡0

    𝑝1𝑝2

    π‘Ÿ2οΏ½Μ‚οΏ½ ............................................ (2.1)

    Dimana 𝐹 adalah Gaya Coulomb (N), r adalah jarak

    antara kutub p2 dan p1

    (m), p1 dan p2 adalah kuat kutub yaitu banyaknya muatan magnet (C), dan πœ‡0

    adalah permeabilitas medium dalam ruang hampa (πœ‡0= 1).

    B. Kuat Medan Magnet

    Kuat medan magnet (H) adalah besarnya medan magnet pada suatu titik

    akibat adanya kuat kutub yang berada sejauh r dari titik p tersebut. Kuat

    medan magnet didefinisikan sebagai gaya persatuan kuat kutub magnet [24].

    𝐻 =𝐹

    𝑝2=

    𝑝1

    πœ‡0π‘Ÿ2

    οΏ½Μ‚οΏ½ ........................................ (2.2)

    Dimana H adalah kuat medan magnet (A/m) dan p1, p2 adalah muatan 1 dan

    2 dari monopole magnet (Coloumb).

    C. Momen Magnet

    Pada kenyataannya, kutub-kutub magnet selalu muncul berpasangan (dipole)

    dimana dua kutub berkekuatan +p dan –p dipisahkan oleh jarak 2l, maka

    momen magnetik didefinisikan dengan persamaan berikut:

    π‘š = 2π‘™π‘π‘Ÿ1 .................................................. (2.3)

  • 15

    Dimana m adalah momen magnet (m.C), p adalah kutub magnet (m), r1 adalah

    arah dari unit vektor dari kutub negatif ke kutub positif, dan l adalah jarak

    antara dua kutub (m).

    D. Intensitas Magnetik

    Magnetisasi disebut juga intensitas kemagnetan (𝑀). Intensitas kemagnetan

    didefinisikan sebagai tingkat kemampuan menyearahkan momen-momen

    magnetik dalam medan magnetik luar, dapat juga dinyatakan sebagai momen

    magnetik persatuan volume [24].

    𝑀 =π‘š

    𝑉=

    2π‘™π‘π‘Ÿ1

    𝑉 ............................................ (2.4)

    Dimana M adalah intensitas magnetik (A/m), m adalah momen magnet dipole

    (Am2), dan V adalah volume (m3).

    E. Suseptibilitas Kemagnetan

    Suseptibilitas kemagnetan (k) merupakan tingkat kemampuan suatu benda

    untuk termagnetisasi [24]. Suseptibilitas dituliskan dengan persamaan

    berikut:

    𝑀 = π‘˜ Γ— 𝐻 ................................................ (2.5)

    Dimana k adalah suseptibilitas batuan, M adalah intensitas magnetik (A/m)

    H adalah kuat medan magnet (A/m).

    Harga suseptibilitas sangat penting dalam pencarian benda anomali karena

    sifat magnetik berbeda-beda untuk setiap jenis mineral dan batuan.

    F. Induksi Magnetik

  • 16

    Medan magnet yang terukur oleh magnetometer adalah medan magnet

    induksi dan termasuk efek magnetisasinya, yang dinyatakan oleh persamaan

    berikut:

    𝐡 = πœ‡0(𝐻 + 𝑀) ............................................ (2.6)

    𝐡 = πœ‡0(𝐻 + π‘˜π») ........................................... (2.7)

    𝐡 = πœ‡0(1 + π‘˜)𝐻 ............................................ (2.8)

    dimana,

    πœ‡ = πœ‡0(1 + π‘˜) ................................................ (2.9)

    maka persamaannya menjadi:

    𝐡 = πœ‡π» ............................................... (2.10)

    Dimana H dan M memiliki arah yang sama seperti kasus pada umumnya.

    Satuan SI untuk B adalah tesla = 1 Newton/Ampere meter = 1 Wb/ m2 [24].

    2.5.2 Medan Magnet Bumi

    Medan magnet bumi terbentuk karena adanya aktivitas dari inti dalam bumi

    yang terdiri dari unsur-unsur logam dan radioaktif. Adanya medan magnet

    bumi tidak lepas dari aktivitas rotasi bumi dan arus konveksi. Medan magnet

    bumi terkarakterisasi oleh elemen medan magnet bumi yang dapat diukur,

    yaitu arah dan intensitas kemagnetannya. Elemen-elemen medan magnet

    bumi dapat dilihat pada Gambar 2.4.

  • 17

    Gambar 2. 4 Elemen medan magnetik bumi [24].

    1. Deklinasi (D), yaitu sudut yang dibentuk antara utara geografis dengan

    utara magnetik dihitung dari utara menuju timur.

    2. Inklinasi (I), yaitu sudut yang dibentuk antara medan magnetik total

    dengan bidang horizontal yang dihitung dari bidang horizontal menuju

    bidang vertikal ke bawah.

    3. Intensitas total (F), yaitu besar dari vektor medan magnetik total.

    4. Intensitas Horizontal (H), yaitu besar dari medan magnetik total pada

    bidang horizontal.

    Medan magnet bumi terdiri dari 3 bagian, yaitu medan magnet utama, medan

    magnet luar dan medan magnet anomali [7].

    1. Medan Magnet Utama (main field)

    Pengaruh medan utama magnet bumi sekitar 99 % dan variasinya terhadap

    waktu sangat lambat dan kecil. Medan magnet utama bersumber dari dalam

    inti bumi. Medan magnet utama berubah terhadap waktu sehingga untuk

    menyeragamkan nilai-nilai medan utama dibuat standar nilai yang disebut

    dengan International Geomagnetic Reference Field (IGRF) yang

    diperbaharui tiap lima tahun sekali. Nilai IGRF tersebut diperoleh dari hasil

  • 18

    pengukuran rata-rata pada daerah luasan sekitar satu juta kilometer yang

    dilakukan dalam waktu satu tahun.

    2. Medan Magnet Luar (external field)

    Medan magnet luar bersumber dari luar bumi dan merupakan hasil ionisasi di

    atmosfer yang ditimbulkan oleh sinar ultraviolet dari matahari, karena sumber

    medan luar ini berhubungan dengan arus listrik yang mengalir dalam lapisan

    terionisasi di atmosfer, maka perubahan medan ini terhadap waktu jauh lebih

    cepat. Sumbangan medan luar ini terhadap medan magnet bumi hanya sebesar

    1% dari medan total.

    3. Medan Magnet Anomali

    Medan magnet anomali adalah medan magnet yang berada dekat dengan

    permukaan bumi akibat dari adanya batuan-batuan yang memiliki sifat

    magnet. Dalam survei metode magnetik yang menjadi target dari pengukuran

    adalah variasi medan magnetik yang terukur di permukaan (anomali

    magnetik).

    2.5.3 Koreksi Data Magnetik

    Koreksi data magnetik bertujuan untuk mendapatkan anomali magnetik yang

    bebas dari pengaruh medan magnet lain. Secara umum koreksi-koreksi yang

    dilakukan dalam survei magnetik meliputi:

    A. Koreksi Harian (Diurnal)

    Koreksi harian digunakan untuk menghilangkan medan magnet eksternal

    (matahari) yang terekam pada saat pengukuran. Koreksi ini merupakan

    penyimpangan nilai medan magnetik bumi akibat adanya perbedaan waktu

    dan efek radiasi matahari dalam satu hari. Waktu yang dimaksudkan harus

    mengacu atau sesuai dengan waktu pengukuran data medan magnet di setiap

    titik lokasi pengukuran yang akan dikoreksi. Jika variasi harian bernilai

    positif maka dilakukan operasi pengurangan dan jika bernilai negatif makan

    dilakukan operasi penjumlahan yang dapat dituliskan dalam persamaan:

    π»π‘‰β„Ž =(π‘‘π‘›βˆ’π‘‘π‘Žπ‘€π‘Žπ‘™)

    (π‘‘π‘Žπ‘˜β„Žπ‘–π‘Ÿβˆ’π‘‘π‘Žπ‘€π‘Žπ‘™)(π»π‘Žπ‘˜β„Žπ‘–π‘Ÿ βˆ’ π»π‘Žπ‘€π‘Žπ‘™) ..................... (2.11)

  • 19

    dimana HVh adalah variasi harian yang merupakan pengaruh medan magnet

    luar (Tesla), tn adalah waktu pada titik N (s), tawal adalah Waktu awal (s), takhir

    adalah waktu akhir (s), Hawal adalah nilai medan magnet di titik awal (Tesla),

    dan Hakhir adalah Nilai medan magnet di titik akhir (Tesla).

    B. Koreksi IGRF

    Medan magnet utama bumi selalu berubah setiap waktu sehingga untuk

    menyeragamkan nilai-nilai medan utama dibuat standar nilai yang disebut

    dengan International Geomagnetic Reference Field (IGRF). Koreksi IGRF

    merupakan koreksi untuk menghilangkan pengaruh medan magnet utama

    bumi.

    2.5.4 Anomali Magnetik

    Medan magnetik anomali merupakan medan magnet akibat adanya distribusi

    batuan dengan sifat kemagnetan tertentu yang bebas dari pengaruh medan

    magnetik lain. Medan magnetik Anomali dapat diperoleh dengan persamaan

    berikut:

    π›₯𝐻 = 𝐻𝑂𝑏𝑠 βˆ’ 𝐻𝐼𝐺𝑅𝐹 Β± π»π‘‰β„Ž ................................... (2.12)

    dimana Ξ”H adalah beda anomali medan magnet (Tesla), HObs adalah Medan

    magnet observasi atau medan magnet total bumi (Tesla), dan HIGRF adalah

    Medan magnet utama/IGRF (Tesla).

    Besarnya anomali magnetik total pada suatu titik pengamatan (P) dinyatakan

    oleh persamaan berikut [25]:

    βˆ†π‘‡ = βˆ’πΆπ‘šοΏ½Μ‚οΏ½. βˆ‡π‘ƒ ∫ 𝑴. βˆ‡π‘„

    𝑅

    1

    π‘Ÿπ‘‘π‘£ ............................ (2.13)

    dimana οΏ½Μ‚οΏ½ adalah vektor satuan arah medan magnet, 𝑀 adalah magnetisasi, π‘Ÿ

    adalah jarak dari titik 𝑃 ke elemen 𝑑𝑣 dan πΆπ‘š adalah konstanta yang

    bergantung pada sistem satuan.

  • 20

    Sedangkan, besarnya anomali magnetik total (βˆ†π‘‡) pada sumber magnetisasi

    bola pejal homogen dapat diperoleh dengan persamaan berikut:

    βˆ†π‘‡(π‘Ÿ) = βˆ’πœ•

    πœ•π΅βˆ†π‘‰π›Ό(π‘Ÿ) = βˆ†π½

    πœ•2

    πœ•π›½πœ•π›½

    1

    π‘Ÿ ............................... (2.14)

    dimana π‘Ÿ adalah jarak sumber observasi, βˆ†π‘‰π›Ό adalah potensial anomali pada

    arah 𝛼, βˆ†π½ adalah intensitas anomali magnetisasi, 𝛽 adalah arah medan

    magnetisasi (diasumsikan seragam).

    2.5.5 Reduce to Pole (RTP)

    Reduce to pole adalah salah satu transformasi data magnetik untuk

    menghilangkan pengaruh sudut inklinasi magnetik. Transformasi tersebut

    diperlukan karena sifat dipole anomali magnetik menyulitkan interpretasi

    data lapangan yang umumnya masih berpola asimetrik. Hasil dari reduce to

    pole menunjukkan anomali magnetik menjadi monopole.

    Persamaan yang menunjukkan hubungan antara medan potensial f dan

    distribusi material s ditunjukkan sebagai berikut [25]:

    𝑓(𝑃) = ∫ 𝑠

    𝑅(𝑄)πœ“(𝑃, 𝑄)𝑑𝑣 ................................. (2.15)

    dimana R adalah material sumber, P adalah titik observasi, Q adalah titik

    distribusi, dan Ξ¨(P,Q) adalah fungsi green. Terdapat hubungan umum dalam

    domain Fourier anomali magnet yang diukur pada permukaan horizontal dan

    distribusi sumber penyebab yang terletak sepenuhnya di bawah permukaan.

    Adapun persamaan yang menunjukkan reduce to pole adalah sebagai berikut:

    𝐹[𝛹𝑑] =πœƒβ€²π‘šπœƒβ€²π‘“

    πœƒπ‘šπœƒπ‘“ ....................................... (2.16)

    dimana F[Ξ¨t] adalah hasil reduksi ke kutub, ΞΈm adalah fungsi kompleks yang

    bergantung pada orientasi dipole, ΞΈf adalah fungsi kompleks yang tergantung

    pada medan sekitar.

  • 21

    2.5.6 Teknik Edge Detectors (Deteksi Tepi)

    Ketergantungan metode magnetik terhadap arah magnetisasi dan remanen

    magnetisasi merupakan faktor yang menyebabkan interpretasi sulit

    dilakukan. Selain itu bentuk sumber magnetik dan tepinya menghasilkan

    anomali tidak jelas yang membuat tugas interpretasi menjadi semakin rumit.

    Akibatnya, sejumlah teknik edge detectors (deteksi tepi) berdasarkan turunan

    (derivative) telah diperkenalkan untuk mengatasi masalah tersebut dan untuk

    menangani anomali magnetik yang kompleks. Teknik ini telah menjadi dasar

    dalam menentukan batas-batas sebenarnya dari sumber magnet, karena

    mereka memberikan pandangan yang komprehensif tentang anomali dan

    menggambarkan bentuk sumber penyebab terlepas dari kedalamannya.

    Teknik edge detectors telah banyak digunakan dalam eksplorasi geofisika,

    terutama dalam pemetaan kontak geologi, patahan, dykes, dan ore bodies. Di

    antara teknik-teknik tersebut adalah analytic signal dan tilt derivative [26]

    [27].

    Berikut merupakan pembahasan mengenai analytic signal dan tilt derivative

    yang akan digunakan dalam penelitian ini:

    A. Analytic Signal

    Analytic signal (AS) didefinisikan sebagai akar kuadrat dari jumlah kuadrat

    turunan vertikal dan horizontal dari medan magnet total. Analytic signal tidak

    tergantung pada parameter medan magnet bumi (inklinasi) dan arah

    magnetisasi. Analytic signal menghasilkan amplitudo maksimum berada

    langsung secara simetris di atas sumber anomali magnetik [28]. Selain itu,

    analytic signal sangat sensitif terhadap batas anomali sehingga, efektif

    digunakan untuk menggambarkan zona batas geologi. Analytic signal mampu

    menyoroti batas sumber anomali yang relatif dangkal, tetapi tidak dapat

    memberikan hasil yang jelas untuk anomali yang lebih mendalam [26].

    Secara matematis, analytic signal tiga dimensi dapat dihitung dengan

    persamaan berikut [29]:

  • 22

    𝐴𝑆 (π‘₯, 𝑦) = √(πœ•π‘‡

    πœ•π‘₯)

    2

    + (πœ•π‘‡

    πœ•π‘¦)

    2

    + (πœ•π‘‡

    πœ•π‘§)

    2

    .......................... (2.17)

    Dimana βˆ‚T adalah intensitas magnetik total (nT), βˆ‚x adalah turunan pertama

    terhadap komponen horizontal (sumbu x), βˆ‚y adalah turunan pertama

    terhadap komponen horizontal (sumbu y) dan βˆ‚z adalah turunan pertama

    terhadap komponen vertikal (sumbu z).

    B. Tilt Derivative

    Tilt derivative (TDR) merupakan perbandingan antara nilai intensitas

    magnetik komponen vertical derivative (VDR) terhadap nilai intensitas

    magnetik komponen total horizontal derivative (THDR). Tilt derivative

    memiliki tiga tingkat amplitudo yaitu positif, nol (0) dan negatif. Amplitudo

    positif terletak di atas sumber anomali dan amplitudo negatif berada jauh dari

    sumber anomali tersebut. Sedangkan, amplitudo nol berada di atas atau dekat

    dengan tepi sumber anomali. Oleh karena itu, teknik ini dapat digunakan

    untuk menentukan batas anomali dengan melakukan picking pada kontur nol

    [30]. Tilt derivative ini cocok digunakan sebagai dasar analisis untuk

    mengidentifikasi adanya zona-zona rekahan sebagai pengontrol mineralisasi

    [31]. Tilt derivative mampu menyoroti sumber magnetik dangkal dan juga

    dalam yang lebih baik daripada analytic signal [26]. Namun, semakin dalam

    posisi anomali semakin banyak pergeseran batas anomali. Oleh karena itu,

    benda yang lebih dalam diperkirakan memiliki lebar anomali lebih besar dari

    ukuran sebenarnya. Tilt derivative ini digunakan untuk memperkuat hasil

    pada analytic signal.

  • 23

    Gambar 2. 5 Geometri hubungan antara VDR, THDR, AS, dan TDR [27].

    Geometri hubungan antara tilt derivative (TDR), VDR, THDR, serta analytic

    signal (AS) ditunjukkan oleh Gambar 2.5. Tilt derivative dinyatakan sebagai

    nilai arctangent dari perbandingan antara VDR dengan THDR. Berikut

    persamaan dasar tilt derivative [25]:

    πœƒ = 𝑇𝐷𝑅 = tanβˆ’1𝑉𝐷𝑅

    𝑇𝐻𝐷𝑅 ...................................... (2.18)

    Batasan nilai dari amplitudo TDR yaitu antara rentang βˆ’πœ‹

    2 sampai

    πœ‹

    2 sesuai

    dengan sifat fungsi trigonometri arctangent. Dimana VDR dinyatakan seperti

    persamaan berikut:

    𝑉𝐷𝑅 =πœ•π‘‡

    πœ•π‘§ .............................................. (2.19)

    Sedangkan total horizontal derivative (THDR) dinyatakan seperti persamaan

    berikut:

    𝑇𝐻𝐷𝑅 = √(πœ•π‘‡

    πœ•π‘₯)

    2

    + (πœ•π‘‡

    πœ•π‘¦)

    2

    .................................. (2.20)

    dimana πœ•π‘‡ adalah Intensitas magnetik total (nT), πœ•π‘₯ adalah komponen

    horizontal terhadap sumbu x, πœ•π‘¦ adalah komponen horizontal terhadap

    sumbu y, dan πœ•π‘§ adalah komponen vertikal terhadap sumbu z.

  • 24

    2.6 Metode Geolistrik Resistivitas dan Induced Polarization (IP)

    Metode geolistrik adalah salah satu metode yang mempelajari sifat-sifat aliran

    listrik di dalam bumi. Metode geolistrik resistivitas dan IP sering

    dikombinasikan dalam melakukan eksplorasi mineral. Metode resistivitas dan

    IP mampu menggambarkan kondisi bawah permukaan dengan resolusi yang

    tinggi. Parameter yang terukur dari metode ini yaitu resistivitas dan

    chargeability. Nilai resistivitas dan chargeability digunakan untuk menentukan

    keberadaan urat kuarsa pembawa mineral emas.

    2.6.1 Resistivitas

    Resistivitas adalah kemampuan suatu material dalam menghambat aliran

    listrik. Resistivitas batuan dipengaruhi oleh beberapa sifat fisis antara lain

    derajat saturasi air, porositas, permeabilitas, kandungan mineral, dan formasi

    batuan. Resistivitas batuan terjadi akibat adanya medan potensial dan arus

    yang diinjeksi ke bawah permukaan bumi. Metode geolistrik resistivitas yaitu

    metode yang mengukur nilai resistivitas batuan. Metode ini merupakan

    penerapan dari Hukum Ohm. Persamaan Hukum Ohm dinyatakan sebagai

    berikut:

    𝑅 =𝑉

    𝐼 ................................................... (2.21)

    Dengan R adalah hambatan (Ohm), V adalah beda potensial (Volt), dan I

    adalah arus listrik (Ampere).

    Prinsip dasarnya dari metode geolistrik adalah mengukur respons berupa

    potensial pada suatu elektroda potensial akibat arus listrik yang diinjeksi ke

    dalam bumi melalui elektroda arus. Oleh karena itu, perumusan teoretis

    metode geolistrik didasarkan pada prinsip perhitungan potensial listrik pada

    suatu medium tertentu akibat suatu sumber arus listrik di permukaan bumi.

    seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6. Jika arus (I) diinjeksi ke dalam

    bumi yang homogen dan isotropik melalui sebuah elektroda tunggal, maka

  • 25

    arus listrik tersebut akan menyebar ke segala arah dalam permukaan-

    permukaan ekipotensial pada bumi berupa permukaan setengah bola.

    Gambar 2. 6 Aliran arus listrik dan bidang ekipotensial [24]

    Harga potensial listrik di suatu permukaan yang dialiri arus dengan luas

    setengah bola (2πœ‹π‘Ÿ), dinyatakan dengan persamaan berikut:

    𝑉 = 𝐼𝜌

    2πœ‹π‘Ÿ atau 𝜌 =

    2πœ‹π‘Ÿπ‘‰

    𝐼.................................... (2.22)

    dimana 𝜌 adalah resistivitas medium homogen.

    Pada umumnya pengukuran metode resistivitas menggunakan dua elektroda

    arus. Dimana satu elektroda bersifat positif (A) dan satu lainnya bersifat

    negatif (B). sehingga persamaan harga potensial listrik menjadi:

    𝑉 = 𝐼𝜌

    2πœ‹π‘Ÿπ΄+

    βˆ’πΌπœŒ

    2πœ‹π‘Ÿπ΅=

    𝐼𝜌

    2πœ‹(

    1

    π‘Ÿπ΄βˆ’

    1

    π‘Ÿπ΅) .......................... (2.23)

    dimana π‘Ÿπ΄ adalah jarak pada elektroda positif (A) dan π‘Ÿπ΅ adalah jarak pada

    elektroda negatif (B).

  • 26

    Pada prinsipnya pengukuran metode resistivitas sering menggunakan empat

    elektroda yang terdiri dari dua elektroda arus (A,B) dan dua elektroda

    potensial (M,N), seperti yang terlihat pada Gambar 2.7.

    Gambar 2. 7 Konfigurasi Elektroda [24].

    Sehingga, harga potensial pada elektroda potensial M dan N dinyatakan

    dengan persamaan berikut:

    𝑉𝑀 = 𝐼𝜌

    2πœ‹(

    1

    π΄π‘€βˆ’

    1

    𝐡𝑀) ................................... (2.24)

    𝑉𝑁 = 𝐼𝜌

    2πœ‹(

    1

    π΄π‘βˆ’

    1

    𝐡𝑁) ................................... (2.25).

    selanjutnya, beda potensial (βˆ†π‘‰) antara kedua elektroda dapat diperoleh

    dengan persamaan:

    βˆ†π‘‰ = 𝑉𝑀 βˆ’ 𝑉𝑁 ................................... (2.26)

    βˆ†π‘‰ =𝐼𝜌

    2πœ‹(

    1

    π΄π‘€βˆ’

    1

    π΅π‘€βˆ’

    1

    𝐴𝑁+

    1

    𝐡𝑁) ......................... (2.27)

    A. Konsep Resistivitas Semu

    Jika medium di bawah permukaan bumi tidak homogen (tidak sejenis),

    anomali yang diperoleh dari objek bawah permukaan merupakan resistivitas

    semu (πœŒπ‘Ž). Nilai resistivitas semu bergantung dari pemasangan elektroda atau

    faktor geometri (k), selain beda potensial (βˆ†V) yang terukur dan arus (I) yang

    diinjeksi. Resistivitas semu dapat diperoleh dengan persamaan berikut:

    πœŒπ‘Ž = π‘˜βˆ†π‘‰

    𝐼 .......................................... (2.28)

  • 27

    dengan πœŒπ‘Ž adalah resistivitas semu (Ohm.m), π‘˜ = 2πœ‹ (1

    π΄π‘€βˆ’

    1

    π΅π‘€βˆ’

    1

    𝐴𝑁+

    1

    𝐡𝑁)

    βˆ’1

    adalah faktor geometri (m), βˆ†π‘‰ adalah beda potensial (Volt), dan I

    adalah arus listrik (Ampere).

    B. Konfigurasi Wenner

    Pengukuran menggunakan konfigurasi Wenner relatif cepat dibandingkan

    konfigurasi lain seperti dipole-dipole. Susunan elektroda konfigurasi Wenner

    terletak dalam satu garis yang simetris terhadap titik tengah. Jarak antar

    elektroda memiliki besar yang sama, yaitu 𝐴𝑀 = 𝑀𝑁 = 𝑁𝐡 = π‘Ž seperti

    yang ditunjukkan oleh Gambar 2.8. Sehingga faktor geometri konfigurasi

    Wenner dapat dirumuskan sebagai berikut:

    π‘˜ = 2πœ‹ (1

    π‘Žβˆ’

    1

    2π‘Žβˆ’

    1

    2π‘Ž+

    1

    π‘Ž)

    βˆ’1

    = 2πœ‹π‘Ž ..................... (2.29)

    Nilai resistivitas semu pada pengukuran menggunakan konfigurasi Wenner

    dapat diperoleh dengan persamaan berikut:

    πœŒπ‘Ž = 2πœ‹π‘Žβˆ†π‘‰

    𝐼 ........................................ (2.30)

  • 28

    Gambar 2. 8 Geometri konfigurasi Wenner, [32].

    Konfigurasi Wenner sangat baik untuk lateral profiling atau lateral mapping,

    yaitu pemetaan untuk mengetahui variasi resistivitas secara lateral atau

    horizontal. Hal ini dikarenakan pada konfigurasi Wenner, jarak antar

    elektroda memiliki jarak yang tetap. Jarak antar elektroda arus listrik yang

    dibuat tetap menghasilkan aliran arus listrik yang maksimal pada kedalaman

    tertentu sehingga kontras resistivitas lateral atau horizontal dapat

    diperkirakan. Penetrasi kedalaman konfigurasi Wenner dirumuskan sebagai

    berikut [32] :

    𝑍 = 𝑋𝐴𝐡/3 = 𝑋𝑀𝑁 ................................... (2.31)

    dimana Z adalah penetrasi kedalaman, XAB spasi elektroda arus, dan XMN spasi

    elektroda potensial.

    2.6.2 Induced Polarization (IP)

    Metode induced polarization (IP) merupakan salah satu metode geofisika

    yang memanfaatkan fenomena polarisasi karena adanya arus listrik yang

    dilewatkan dalam medium. Prinsip pengukuran metode IP yaitu dengan

  • 29

    menginjeksikan arus ke dalam bumi kemudian mengamati beda potensial

    yang terjadi setelah arus dimatikan. Metode IP banyak digunakan untuk

    eksplorasi base metal [24]. Salah satu parameter yang terukur dari metode IP

    yaitu chargeability. Chargeability tinggi merupakan indikasi keberadaan

    mineral logam [11].

    A. Sumber-sumber Penyebab Polarisasi

    Terdapat dua mekanisme penyebab terjadinya polarisasi yaitu polarisasi

    elektroda dan polarisasi membran. Penyebab polarisasi tersebut terjadi akibat

    proses elektrokimia [7].

    1. Polarisasi Membran

    Polarisasi membran merupakan mekanisme adanya gerakan ion-ion dalam

    fluida yang melewati struktur batuan. Polarisasi membran biasanya terjadi

    pada batuan yang tidak mengandung mineral logam. Polarisasi ini

    dipengaruhi porositas, kandungan lempung dan peranan fluida sebagai

    penghantar arus. Gambar 2.9 (a) menunjukkan polarisasi membran terjadi

    pada pori-pori batuan yang menyempit. Ketika arus memasuki pori-pori

    tersebut, terjadi akumulasi ion positif di dekat ion negatif pada dinding

    membran, sehingga ion negatif lainnya terakumulasi di seberang ion-ion

    positif, sehingga terjadi pembentukan kutub-kutub. Gambar 2.9 (b)

    menunjukkan polarisasi membran terjadi karena keberadaan mineral lempung

    pada pori batuan. Mineral lempung yang mengandung muatan negatif

    menarik muatan positif yang terdapat pada larutan elektrolit. Muatan negatif

    yang tersebar pada larutan elektrolit akan menjauh dari partikel lempung.

    Muatan positif yang telah terakumulasi akan menghambat elektron yang

    berasal dari arus listrik yang diinjeksi saat diberikan beda potensial.

  • 30

    Gambar 2. 9 (a). polarisasi yang disebabkan oleh penyempitan pori-pori, (b). polarisasi

    terjadi pada batuan yang mengandung mineral lempung [7].

    2. Polarisasi Elektroda

    Polarisasi elektroda merupakan mekanisme perbedaan konduktivitas ionik

    dan elektronik karena adanya mineral logam. Polarisasi elektroda terjadi

    karena terdapatnya kontak antara mineral konduktif dari batuan dan larutan

    dalam pori-pori batuan. Peranan fluida dan mineral logam adalah dua hal

    yang sangat dominan sebagai efek polarisasi terinduksi.

    Gambar 2. 10 (a). Polarisasi pada batuan yang mengandung mineral, (b). polarisasi para

    pori-pori batuan yang mengandung elektrolit [7].

    Gambar 2.10 (a) menunjukkan polarisasi elektroda terjadi pada pori-pori

    batuan yang mengandung mineral. Muatan positif dan negatif mengalami

    pengutuban pada bidang batas antara mineral logam dengan larutan saat

    dialirkan arus listrik. Gambar 2.10 (b) menunjukkan polarisasi elektroda

    terjadi pada pori-pori batuan yang berisi larutan elektrolit. Ion positif

    mengalir searah dengan arah aliran arus. Ion negatif mengalir berlawanan

    arah dengan arah aliran arus.

  • 31

    B. Prinsip Pengukuran IP

    Secara umum terdapat dua jenis tipe pengukuran metode IP yaitu pengukuran

    dalam time domain dan frequency domain. Dalam penelitian ini tipe

    pengukuran yang digunakan adalah time domain. Prinsip pengukuran time

    domain yaitu mengamati perubahan beda potensial akibat adanya efek

    polarisasi. Akibat adanya efek polarisasi, beda potensial yang terukur setelah

    injeksi arus dimatikan tidak langsung menjadi nol, tetapi meluruh secara

    perlahan menuju nol. Beda potensial yang terukur ketika arus diinjeksi

    disebut potensial primer (Vp), sedangkan beda potensial yang terukur setelah

    arus dimatikan disebut potensial sekunder (Vs).

    Gambar 2. 11 Kurva peluruhan beda potensial setelah injeksi arus dimatikan [7]

    Berdasarkan Gambar 2.11 parameter pengukuran time domain IP merupakan

    rasio perbandingan Vs/Vp. Parameter ini lebih dikenal sebagai chargeability

    dan biasanya dinyatakan dalam satuan mili-Volt per Volt atau persen.

    Chargeability dapat dirumuskan sebagai berikut [7]:

    𝑀 =𝑉𝑆

    𝑉𝑃 (mV/V atau %) .................................. (2.32)

  • 32

    dimana VS merupakan tegangan yang terukur setelah arus dimatikan, VP

    merupakan nilai tegangan primer ketika arus diinjeksi.

    Chargeability dapat juga dihitung dengan mengintegrasikan peluruhan beda

    potensial sekunder terhadap waktu dengan satuan waktu (mili sekon), seperti

    yang ditunjukkan persamaan berikut:

    𝑀 =1

    π‘‰π‘ƒβˆ« 𝑉𝑆(𝑑)𝑑𝑑

    𝑑2

    𝑑1 ........................................ (2.33)

    Dimana VS(t) merupakan peluruhan tegangan terhadap waktu.

    C. Chargeability Semu

    Parameter yang terukur dari pengukuran bukanlah nilai chargeability

    sebenarnya tetapi nilai chargeability semu (Ma). Chargeability semu

    menunjukkan lamanya proses polarisasi yang terjadi pada suatu batuan

    setelah arus dimatikan. Chargeability semu merupakan rasio perbandingan

    antara perubahan resistivitas semu (βˆ†πœŒπ‘Ž) dan resistivitas semu (πœŒπ‘Ž).

    π‘€π‘Ž = βˆ†πœŒπ‘Ž

    πœŒπ‘Ž ................................................. (2.34)

    dimana πœŒπ‘Ž adalah resistivitas semu dan βˆ†πœŒπ‘Ž merupakan perubahan resistivitas

    semu.

    Persamaan untuk menentukan chargeability semu untuk setiap benda

    terpolarisasi di bawah permukaan dengan material yang berbeda-beda

    dinyatakan oleh persamaan berikut [33]:

    π‘€π‘Ž = βˆ‘ 𝑀𝑖𝐡𝑖𝑖 = βˆ‘ π‘€π‘–πœ• log πœŒπ‘Ž

    πœ• log πœŒπ‘–π‘– ................................... (2.35)

    π‘€π‘Ž = 𝑀1πœ• log πœŒπ‘Ž

    πœ• log 𝜌1+ 𝑀2

    πœ• log πœŒπ‘Ž

    πœ• log 𝜌2+ β‹― + 𝑀𝑛

    πœ• log πœŒπ‘Ž

    πœ• log πœŒπ‘› .................... (2.36)

  • 33

    dimana 𝑀𝑖 adalah nilai total chargeability dari masing-masing material dan

    𝐡𝑖 = πœ• log πœŒπ‘Ž

    πœ• log πœŒπ‘– adalah rasio perubahan resistivitas semu terhadap resistivitas

    komponen tertentu.

    2.7 Pemodelan Geofisika

    Pemodelan geofisika terdapat dua jenis pemodelan, yaitu pemodelan maju

    (forward modeling) dan pemodelan mundur (inverse modeling). Forward

    modeling adalah pemodelan yang menggunakan logika matematika dan fisika

    guna menggambarkan data yang terukur (theoretical data) dari model bawah

    permukaan Forward modeling dibuat guna memahami perubahan anomali

    terhadap setiap perubahan geometri dan nilai sifat fisis pada model yang

    diberikan. Sedangkan, Inverse modeling adalah memperkirakan model bawah

    permukaan berdasarkan data yang terukur. Model tersebut terdiri dari

    representasi logika matematika dan fisika menggambarkan kondisi bawah

    permukaan. Inverse modeling merupakan cara yang cocok digunakan untuk

    memperkirakan model dengan data observasi. Untuk mencocokkan data

    tersebut dapat dinyatakan dengan fungsi objektif yang merupakan fungsi selisih

    theoretical data dengan observation data. Secara umum proses inversi linear

    dapat dituliskan sebagai berikut:

    𝑑 = 𝐺. π‘š ...................................................... (2.37)

    dimana G adalah matriks kernel (N x M) yang memetakan sumber anomali

    menjadi data observasi, dengan N adalah jumlah data dan M adalah jumlah

    parameter model.