BAB II TEORI DASAR 2.1 Fotogrametri · PDF filebentuk sinyal analog, seperti hasil pengambilan...

22
7 BAB II TEORI DASAR 2.1 Fotogrametri Digital Fotogrametri dapat didefinisikan sebagai suatu ilmu dan teknologi yang berkaitan dengan proses perekaman, pengukuran/pengamatan, dan interpretasi (pengenalan dan identifikasi) suatu kondisi permukaan bumi serta objek fisik di atasnya secara presisi sehingga diperoleh informasi tentang suatu ukuran dan bentuk permukaan bumi serta objek fisik di atasnya yang dapat dipercaya. Produk dari fotogrametri digunakan oleh berbagai disiplin yang di dalam kegiatannya berkaitan dengan lahan/permukaan bumi. Seiring dengan perkembangan teknologi digital, sistem fotogrametri telah mengalami perkembangan dari sistem fotogrametri analog berkembang menjadi sistem fotogrametri analitik dan kemudian yang termutakhir adalah sistem fotogrametri digital (softcopy fotogrametry). Perkembangan sistem fotogrametri berdampak pada berkembangnya alat restitusi yang digunakan dari alat restitusi analog dan analitik seperti analog/analitik stereo plotter dimana proses pekerjaannya dilakukan oleh manusia, berganti menjadi alat restitusi otomatis dimana proses pekerjaannya dikerjakan secara otomatis menggunakan komputer (gambar 2.1). Gambar 2.1 Perkembangan Alat Restitusi (Dipokusumo, 2004)

Transcript of BAB II TEORI DASAR 2.1 Fotogrametri · PDF filebentuk sinyal analog, seperti hasil pengambilan...

Page 1: BAB II TEORI DASAR 2.1 Fotogrametri · PDF filebentuk sinyal analog, seperti hasil pengambilan gambar oleh kamera atau citra tampilan di layar TV ataupun monitor (sinyal video). Sedangkan

7

BAB II

TEORI DASAR

2.1 Fotogrametri Digital

Fotogrametri dapat didefinisikan sebagai suatu ilmu dan teknologi yang

berkaitan dengan proses perekaman, pengukuran/pengamatan, dan interpretasi

(pengenalan dan identifikasi) suatu kondisi permukaan bumi serta objek fisik di

atasnya secara presisi sehingga diperoleh informasi tentang suatu ukuran dan bentuk

permukaan bumi serta objek fisik di atasnya yang dapat dipercaya. Produk dari

fotogrametri digunakan oleh berbagai disiplin yang di dalam kegiatannya berkaitan

dengan lahan/permukaan bumi.

Seiring dengan perkembangan teknologi digital, sistem fotogrametri telah

mengalami perkembangan dari sistem fotogrametri analog berkembang menjadi

sistem fotogrametri analitik dan kemudian yang termutakhir adalah sistem

fotogrametri digital (softcopy fotogrametry). Perkembangan sistem fotogrametri

berdampak pada berkembangnya alat restitusi yang digunakan dari alat restitusi

analog dan analitik seperti analog/analitik stereo plotter dimana proses pekerjaannya

dilakukan oleh manusia, berganti menjadi alat restitusi otomatis dimana proses

pekerjaannya dikerjakan secara otomatis menggunakan komputer (gambar 2.1).

Gambar 2.1 Perkembangan Alat Restitusi (Dipokusumo, 2004)

Page 2: BAB II TEORI DASAR 2.1 Fotogrametri · PDF filebentuk sinyal analog, seperti hasil pengambilan gambar oleh kamera atau citra tampilan di layar TV ataupun monitor (sinyal video). Sedangkan

8

2.2 Citra digital

Citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x,y), dimana x dan y adalah

koordinat spasial dan f pada titik (x,y) merupakan tingkat kecerahan (brightness)

suatu citra pada suatu titik. Suatu citra diperoleh dari penangkapan kekuatan sinar

yang dipantulkan oleh objek. Citra sebagai output alat perekaman, seperti kamera,

dapat bersifat analog ataupun digital. Citra Analog adalah citra yang masih dalam

bentuk sinyal analog, seperti hasil pengambilan gambar oleh kamera atau citra

tampilan di layar TV ataupun monitor (sinyal video). Sedangkan citra digital adalah

gambar dua dimensi yang dihasilkan dari gambar analog dua dimensi yang kontinu

menjadi gambar diskrit melalui proses sampling.

Perolehan citra digital ini dapat dilakukan secara langsung oleh kamera digital

ataupun melakukan proses konversi suatu citra analog ke citra digital. Untuk

mengubah citra kontinu menjadi digital diperlukan proses pembuatan kolom dan baris

arah horizontal dan vertikal, sehingga diperoleh gambar dalam bentuk array dua

dimensi. Proses tersebut dikenal sebagai proses digitalisasi/sampling. Gambar analog

dibagi menjadi N baris dan M kolom sehingga menjadi gambar diskrit (gambar 2.2).

Persilangan antara kolom dan baris tertentu disebut dengan piksel. Contohnya adalah

gambar/titik diskrit pada baris n dan kolom m disebut dengan piksel (m,n). Sampling

adalah proses untuk menentukan warna pada piksel tertentu pada citra dari sebuah

gambar yang kontinu. Pada proses sampling biasanya dicari warna rata-rata dari

gambar analog yang kemudian dibulatkan. Proses sampling sering juga disebut proses

digitisasi.

Gambar 2.2 Contoh sampling untuk mendapatkan gambar diskrit (gambar

digital) dari gambar analog yang kontinu

Suatu citra digital merupakan representasi 2-D array sampel diskrit suatu citra kontinu

f(x,y). Amplitudo setiap sampel di kuantisasi untuk menyatakan bilangan hingga bit.

N

MX

Y

Page 3: BAB II TEORI DASAR 2.1 Fotogrametri · PDF filebentuk sinyal analog, seperti hasil pengambilan gambar oleh kamera atau citra tampilan di layar TV ataupun monitor (sinyal video). Sedangkan

9

Setiap elemen array 2-D sampel disebut suatu piksel atau pel (dari istilah picture

element).

Tingkat ketajaman atau resolusi warna pada citra digital tergantung pada

jumlah ”bit” yang digunakan oleh komputer untuk merepresentasikan setiap piksel

tersebut. Tipe yang sering digunakan untuk merepresentasikan citra adalah ”8-bit

citra” (256 colors, 0 untuk hitam - 255 untuk putih), tetapi dengan kemajuan teknologi

perangkat keras grafik, kemampuan tampilan citra di komputer hingga 32 bit. Domain

nilai intensitas dalam suatu citra juga ditentukan oleh alat digitasi yang digunakan

untuk menangkap dan konversi citra analog ke citra digital (A/D).

2.3 Sinyal dan Spektrum

Sinyal adalah deskripsi bagaimana satu parameter merubah parameter lainnya

(Smith, 1999). Parameter tersebut merupakan sekumpulan informasi yang

ditimbulkan oleh suatu fenomena dan bisa diperlakukan sebagai data. Pada umumnya

sinyal dipresentasikan dalam bentuk grafik gelombang. Gelombang sendiri

menggambarkan suatu siklus pergerakan. Di dalam siklus tersebut terdapat

komponen-kompenen yang membentuk gelombang yaitu amplitudo, sudut phase,

periode, waktu dan frekuensi.

Gambar 2.3 Grafik Gelombang

Amplitudo merupakan besar perpindahan maksimum dari titik kesetimbangan

(yaitu nilai maksimum dari garis t pada gambar 2.3) dan harganya selalu positif.

Sedangkan frekuensi adalah banyaknya siklus pada satu satuan waktu (Wibowo,

2008).

Page 4: BAB II TEORI DASAR 2.1 Fotogrametri · PDF filebentuk sinyal analog, seperti hasil pengambilan gambar oleh kamera atau citra tampilan di layar TV ataupun monitor (sinyal video). Sedangkan

10

Gambar 2.4 Phase dan amplitudo yang membentuk gelombang sinus.

Gambar 2.4 di atas memberi gambaran tentang phase dan amplitudo dari

perputaran sebuah lingkaran (siklus) yang membentuk gelombang sinus dengan

persamaan y = A sin (x), dimana x adalah ωt + φ. Pada gambar di atas garis A adalah

amplitudo sedangkan simbol φ adalah sudut phase (Wibowo, 2008). Sedangkan ω

adalah kecepatan sudut.

Gambar 2.5 Tiga sudut fase yang berbeda (0,π/4, π/2) tetapi memiliki frekuensi dan

amplitudo yang sama.

T adalah perioda yaitu komponen gelombang yang merepresentasikan waktu

dalam satuan detik pada suatu siklus. Perioda merupakan kebalikan dari frekuensi

yang seperti telah disebutkan di atas merupakan jumlah siklus pada suatu waktu. Dari

gambar 2.5. terlihat bahwa satu siklus perputaran lingkaran dari 0 sampai 2π dimulai

dari waktu pada saat t=0 sampai t=T. Dengan demikian siklus pada gambar 2.5

memiliki satu frekuensi (Wibowo, 2008).

Komponen frekuensi yang terkandung pada suatu sinyal dapat dibagi menjadi

dua, yaitu komponen frekuensi tinggi dan komponen frekuensi rendah. Frekuensi

180o

90o

270o

Page 5: BAB II TEORI DASAR 2.1 Fotogrametri · PDF filebentuk sinyal analog, seperti hasil pengambilan gambar oleh kamera atau citra tampilan di layar TV ataupun monitor (sinyal video). Sedangkan

11

x(t)

0 sampler

tt0T 3T 5T 9T7T-3T

tinggi memiliki periode yang lebih pendek dibandingkan dengan frekuensi rendah

(gambar 2.6).

Fr = 1/Tr ; Ft = 1/Tt ; Tr > Tt ; sehingga Ft > Fr

Gambar 2.6 komponen frekuensi sinyal.

Dimana : Fr = Komponen frekuensi rendah

Ft = Komponen frekuensi tinggi

Representasi sinyal pada gambar 2.6 merupakan representasi sinyal waktu analog

(kontinyu) dimana t merupakan variabel kontinyu. Pada beberapa data seperti citra

digital, sinyal direpresentasikan dalam bentuk sinyal waktu diskrit. Sinyal waktu

diskrit diperoleh dari proses sampling sinyal kontinyu (gambar 2.7).

Gambar 2.7 Proses sampling sinyal waktu kontinyu untuk mendapatkan

sinyal waktu diskrit

Perbedaan antara sinyal waktu kontinyu (analog) dengan sinyal diskrit adalah pada

variabel pembentuk sinyalnya. Sebagai contoh suatu sinyal waktu x(t) merupakan

Page 6: BAB II TEORI DASAR 2.1 Fotogrametri · PDF filebentuk sinyal analog, seperti hasil pengambilan gambar oleh kamera atau citra tampilan di layar TV ataupun monitor (sinyal video). Sedangkan

12

t

x(t)

0

(a)

n

x[n]

0 2 4-2 6

(b)

1

3

2

sinyal waktu kontinyu, jika t merupakan variabel kontinyu dan x(t) disebut dengan

sinyal waktu diskrit jika t merupakan variabel diskrit (gambar 2.8).

Gambar 2.8 (a) x(t) sebagai sinyal waktu kontinyu; (b) x(t) sebagai sinyal waktu diskrit

2.4 Transformasi Fourier

Transformasi Fourier merupakan metode tradisional untuk menentukan

kandungan frekuensi dari sebuah sinyal. Transformasi Fourier pada dasarnya

membawa sinyal dari dalam kawasan waktu (time-domain) ke dalam kawasan

frekuensi (frekuensi-domain). Pada sisi lain transformasi Fourier dapat dipandang

sebagai alat yang mengubah sinyal menjadi jumlahan sinusoidal dengan beragam

frekuensi. Transformasi Fourier menggunakan basis sinus dan kosinus yang memiliki

frekuensi berbeda. Hasil Transformasi Fourier adalah distribusi densitas spektral yang

mencirikan amplitudo dan fase dari beragam frekuensi yang menyusun sinyal. Hal ini

merupakan salah satu kegunaan Transformasi Fourier, yaitu untuk mengetahui

kandungan frekuensi sinyal.

Untuk menemukan informasi apa saja yang terkandung dalam sinyal dapat

diketahui dengan menggambarkan spektrum sinyal itu sendiri. Spektrum adalah plot

2D untuk menggambarkan distribusi frekuensi dari magnituda yang terkandung di

dalam sinyal berdasarkan serangkaian data tertentu (Smith, 1999). Sebagai contoh,

sinyal sinus dengan frekuensi 5 Hz dan amplitudo 1 Volt. Sinyal dalam domain waktu

akan terlihat seperti pada Gambar 2.9. Sementara spektrum frekuensi sinyal akan

terlihat seperti pada gambar 2.10. Spektrum sinyal pada gambar 2.10 merupakan hasil

dari transformasi Fourier sinyal sinus.

Page 7: BAB II TEORI DASAR 2.1 Fotogrametri · PDF filebentuk sinyal analog, seperti hasil pengambilan gambar oleh kamera atau citra tampilan di layar TV ataupun monitor (sinyal video). Sedangkan

13

Gambar 2.9 Sinyal sinus dalam domain waktu

Gambar 2.10 Sinyal sinus dalam domain frekuensi

Distribusi frekuensi menggambarkan penyebaran magnituda yang terkandung pada

sinyal (Wibowo, 2008). Dengan mengetahui frekuensi dan magnituda spektrum suatu

sinyal, akan memudahkan dalam proses mengolah dan menganalisis sinyal. Selain itu

spektrum sinyal dapat memberikan informasi yang tidak terlihat pada suatu sinyal

secara visual.

2.5 Operasi Pengolahan Citra

Pengolahan citra adalah kegiatan memperbaiki kualitas citra agar mudah

diinterpretasi oleh manusia maupun mesin (komputer) sehingga citra hasil pengolahan

memiliki kualitas yang lebih baik daripada citra masukan. Sebagai contoh citra yang

warnanya kurang tajam, kabur (blurring), mengandung noise (misal bintik-bintik

putih), dll sehingga perlu ada pemrosesan untuk memperbaiki citra karena citra

tersebut menjadi sulit diinterpretasikan sebab informasi yang disampaikan menjadi

berkurang.

Page 8: BAB II TEORI DASAR 2.1 Fotogrametri · PDF filebentuk sinyal analog, seperti hasil pengambilan gambar oleh kamera atau citra tampilan di layar TV ataupun monitor (sinyal video). Sedangkan

14

Operasi yang dilakukan untuk mentransformasikan suatu citra menjadi citra

lain dapat dikategorikan berdasarkan tujuan transformasi maupun cakupan operasi

yang dilakukan terhadap citra.

Berdasarkan tujuan transformasi operasi pengolahan citra dikategorikan sebagai

berikut :

1. Peningkatan Kualitas Citra (Image Enhancement)

Operasi peningkatan kualitas citra bertujuan untuk meningkatkan fitur tertentu pada

citra.

2. Pemulihan Citra (Image Restoration)

Operasi pemulihan citra bertujuan untuk mengembalikan kondisi citra pada kondisi

yang diketahui sebelumnya akibat adanya pengganggu yang menyebabkan

penurunan kualitas citra.

2.5.1 Transformasi Fourier dalam Pengolahan Citra Digital

Transformasi Fourier merupakan transformasi penting di dalam bidang

pengolahan sinyal (signal processing), khususnya pada bidang pengolahan citra

digital. Pada beberapa aplikasi pengolahan sinyal, terdapat beberapa kesukaran

melakukan operasi karena fungsi dalam domain spasial. Transformasi Fourier adalah

suatu alat untuk mengubah fungsi dari domain spasial menjadi domain frekuensi. Jika

suatu fungsi ditransformasikan kedalam domain frekuensi menggunakan transformasi

Fourier, maka dapat diketahui kandungan frekuensi dan magnituda fungsi tersebut.

Sedangkan untuk mengembalikan fungsi ke domain spasial dapat menggunakan

invers transformasi Fourier.

f(m,n) Transformasi Fourier F(ω1 , ω2)

F(ω1 , ω2) Invers Transformasi Fourier f(m,n)

Jika f(m,n) adalah fungsi dari 2 variabel diskrit spasial m dan n, maka transformasi

dua dimensi dari f(ω1 , ω2) adalah (Wijaya & Prijono, 2007) :

(1)

Page 9: BAB II TEORI DASAR 2.1 Fotogrametri · PDF filebentuk sinyal analog, seperti hasil pengambilan gambar oleh kamera atau citra tampilan di layar TV ataupun monitor (sinyal video). Sedangkan

15

Variabel ω1 dan ω2 adalah variabel frekuensi dalam satuan radian per sampel. F(ω1 ,

ω2) sering disebut representasi domain frekuensi dari f(m,n) (gambar 2.11).

Sedangkan invers dua dimensi transformasi Fourier adalah sebagai berikut :

(2)

Secara umum, persamaan di atas berarti bahwa f(m,n) dapat direpresentasikan dengan

penjumlahan tak hingga dari eksponensial kompleks (sinus) dengan berbagai

frekuensi. Nilai magnituda dan fasa dari frekuensi (ω1,ω2) diberikan oleh F(ω1,ω2).

Transformasi Fourier

Fungsi f(m,n) Magnituda dan frekuensi dari fungsi f(m,n)

Gambar 2.11 Transformasi Fourier untuk fungsi f(m,n) sehingga diperoleh

spektrum sinyalnya

Puncak titik pusat citra adalah F(0,0) yang merupakan penjumlahan semua nilai pada

f(m,n). Cara lain untuk memvisualisasikan kandungan frekuensi citra adalah dengan

menggunakan logaritma (gambar 2.12). Dengan menggunakan logaritma akan

membantu menampilkan detail frekuensi dari hasil transformasi Fourier.

ω2

ω1

Gambar 2.12 Logaritma fungsi f(ω1,ω2)

Scale bar

Titik pusat frekuensi f(0,0)

Page 10: BAB II TEORI DASAR 2.1 Fotogrametri · PDF filebentuk sinyal analog, seperti hasil pengambilan gambar oleh kamera atau citra tampilan di layar TV ataupun monitor (sinyal video). Sedangkan

16

Logaritma pada gambar 2.12 merupakan spektrum frekuensi suatu sinyal dengan titik

pusat frekuensi f(0,0) berada ditengah spektrum. Besarnya frekuensi dapat diketahui

dari jaraknya terhadap titik pusat. Semakin jauh dari titik pusat maka semakin besar

pula frekuensinya. Demikian juga sebaliknya semakin dekat terhadap titik pusat maka

semakin rendah frekuensinya. Besarnya nilai magnituda yang terkandung pada suatu

frekuensi ditunjukkan dengan menggunakan scale bar yang terdapat di samping

spektrum frekuensi.

Dalam pengolahan citra digital, transformasi Fourier digunakan untuk

menganalisis frekuensi pada operasi seperti perekaman citra, perbaikan kualitas citra,

restorasi citra, pengkodean, dan lain-lain. Dari analisis frekuensi, kita dapat

melakukan perubahan frekuensi pada citra. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya

bahwa transformasi Fourier dapat memberikan informasi kandungan suatu sinyal

yang tidak terlihat secara visual pada sinyal. Demikian juga pada citra digital, dengan

transformasi Fourier maka dapat diketahui informasi frekuensi dan magnituda suatu

citra yang tidak terlihat pada domain spasial. Sebagai contoh citra yang mengandung

noise suatu titik kecil yang tidak terlihat secara visual pada citra dapat diketahui

dalam domain frekuensi, yaitu pada umumnya noise pada citra ditunjukkan dengan

karakteristik magnituda tinggi pada frekuensi tinggi yang terkandung pada citra. Jadi,

dengan merubah citra kedalam domain frekuensi akan lebih memudahkan dalam

mengolah dan menganalisis suatu citra.

2.5.2 Transformasi Fourier diskrit (DFT/ Discrete Fourier Transform)

Untuk dapat melakukan transformasi Fourier pada citra digital menggunakan

komputer, maka harus menggunakan transformasi Fourier diskrit (DFT/ Discrete

Fourier Transform) . DFT dapat dieksekusi oleh komputer karena input dan output-

nya diskrit. Fast Fourier Transform (FFT) merupakan algoritma yang cepat dari

transformasi Fourier diskrit. DFT dibuat untuk fungsi diskrit f(m,n) yang bernilai

tidak nol pada daerah 0 ≤ m ≤ M-1 dan 0 ≤ n ≤ N-1. Fungsi dari transformasi Fourier

diskrit adalah sebagai berikut (Wijaya & Prijono, 2007):

(3)

Page 11: BAB II TEORI DASAR 2.1 Fotogrametri · PDF filebentuk sinyal analog, seperti hasil pengambilan gambar oleh kamera atau citra tampilan di layar TV ataupun monitor (sinyal video). Sedangkan

17

Sedangkan invers transformasi Fourier diskrit adalah sebagai berikut :

(4)

Nilai F(p,q) disebut koefisien DFT dari f(m,n) dan merepresentasikan frekuensi dari

f(m,n). Secara visual hasil DFT dapat dilihat pada gambar 2.13.

Transformasi Fourier

diskrit

Sampel citra f(m,n) spektrum F(p,q) hasil

transformasi fourier diskrit

Gambar 2.13 Sampel citra f(m,n) dan hasil transformasi Fourier diskritnya

2.5.3 Fast Fourier Transform (FFT)

Fast Fourier Transform merupakan penyederhanaan dari Discrete Fourier

Transform (DFT). Dalam notasi kompleks, masing-masing domain waktu dan

frekuensi berisi satu sinyal yang membuat N kompleks titik. Tiap kompleks titik ini

dibuat oleh dua angka, bagian real dan bagian imajiner.

FFT beroperasi dengan mendekomposisikan suatu N titik sinyal domain waktu

ke dalam N sinyal domain waktu yang masing-masing dikomposisi oleh suatu titik

tunggal.

Gambar 2.14. Contoh dekomposisi domain waktu yang digunakan dalam FFT (Smith,1999).

Page 12: BAB II TEORI DASAR 2.1 Fotogrametri · PDF filebentuk sinyal analog, seperti hasil pengambilan gambar oleh kamera atau citra tampilan di layar TV ataupun monitor (sinyal video). Sedangkan

18

Pada gambar 2.14, 16 titik sinyal didekomposisi menjadi empat tahap terpisah. Tahap

pertama memecah 16 titik sinyal ke dalam dua sinyal yang masing-masing berisi 8

titik. Tahap kedua mendekomposisi data menjadi empat sinyal masing-masing 4 titik.

Pola ini berlanjut hingga N sinyal terkomposisi oleh sebuah titik tunggal. Jalinan

dekomposisi digunakan saat setiap sinyal terpecah menjadi dua, oleh karena itu sinyal

terpisah kedalam masing-masing angka sampel ganjil dan genap.

Dalam dekomposisi dibutuhkan tahapan log2N. Sebagai contoh 16 titik sinyal

(24) membutuhkan 4 tahap, 512 titik sinyal (27) membutuhkan 7 tahap, 4096 titik

sinyal (212) membutuhkan 12 tahap, dan seterusnya. Perhitungan FFT ini lebih cepat

jika dibandingkan transformasi Fourier diskrit (DFT). Fungsi DFT (Discrete Fourier

Transform) menghitung transformasi fourier bilangan diskrit menggunakan bilangan

2 untuk loop n kali, sehingga operasi aritmatikanya adalah (n2) kali. Algoritma yang

lebih cepat adalah Fast Fourier Transform (FFT) yang menggunakan hanya operasi

(n*log2n). Operasi ini membuat perbedaan besar untuk n yang sangat besar pula misal

jika n = 1024, fungsi DFT akan me-loop-ing 1048576 kali, sedangkan FFT hanya

10240 kali (Wibowo, 2008).

2.6 Metode filtering dalam domain frekuensi

Secara umum, metode yang digunakan dalam pemrosesan filter citra digital

dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu metode domain spasial dan metode domain

frekuensi. Pada metode domain spasial, pemrosesan dilakukan dengan cara

memanipulasi nilai piksel dari citra tersebut secara langsung. Sedangkan pada

pengolahan citra digital dengan metode domain frekuensi, informasi citra digital

ditransformasikan lebih dulu dengan transformasi Fourier, kemudian dilakukan

filtering pada hasil transformasi Fourier-nya. Setelah filtering dalam domain frekuensi

selesai, dilakukan inverse transformasi Fourier untuk mendapatkan informasi citra

kembali. Metode domain frekuensi ini dapat digunakan untuk menyelesaikan

masalah-masalah tertentu yang sulit jika dilakukan dengan menggunakan metode

domain spasial.

2.6.1 Low pass filter

Low pass filter adalah proses penghalusan citra (image smoothing), yaitu

melewatkan komponen frekuensi rendah dan menghilangkan komponen frekuensi

tinggi dari hasil transformasi Fourier. Pelembutan citra bertujuan untuk menekan

Page 13: BAB II TEORI DASAR 2.1 Fotogrametri · PDF filebentuk sinyal analog, seperti hasil pengambilan gambar oleh kamera atau citra tampilan di layar TV ataupun monitor (sinyal video). Sedangkan

19

gangguan (noise) pada citra. Gangguan pada citra umunya berupa variasi intensitas

suatu piksel yang tidak berkorelasi dengan piksel-piksel tetangganya. Piksel yang

mengalami gangguan umumnya memiliki frekuensi tinggi (berdasarkan analisis

frekuensi dengan transformasi Fourier) (Munir, 2004). Komponen citra yang

berfrekuensi rendah umunya mempunyai nilai piksel konstan atau berubah sangat

lambat.

Pada domain spasial, operasi pelembutan dilakukan dengan mengganti

intensitas suatu piksel dengan rata-rata dari nilai piksel tersebut dan nilai piksel-piksel

tetangganya. Pada domain frekuensi, operasi pelembutan dilakukan dengan menekan

komponen frekuensi tinggi, yaitu komponen frekuensi tinggi dihilangkan dengan cara

dikalikan nol. Untuk lebih jelasnya akan diberikan contoh visualisasi proses low pass

filter yang ditunjukkan pada gambar 2.15 dan gambar 2.16.

Gambar 2.15 a) citra asli sebelum low pass filter, b) spektrum frekuensi Fourier citra

asli, c) spektrum frekuensi Fourier yang telah dihilangkan sebagian

komponen frekuensi tingginya, d) citra hasil setelah low pass filter.

Page 14: BAB II TEORI DASAR 2.1 Fotogrametri · PDF filebentuk sinyal analog, seperti hasil pengambilan gambar oleh kamera atau citra tampilan di layar TV ataupun monitor (sinyal video). Sedangkan

20

Gambar 2.16 a) citra asli sebelum low pass filter, b) spektrum frekuensi Fourier citra

asli, c) spektrum frekuensi Fourier yang telah dihilangkan sebagian

komponen frekuensi tingginya, d) citra hasil setelah low pass filter.

2.6.2 High pass filter

High pass filter adalah proses penajaman citra yang bertujuan memperjelas

tepi pada objek di dalam citra. Penajaman citra (High Pass filter) merupakan

kebalikan dari operasi pelembutan citra (low pass filter) karena operasi ini

menghilangkan komponen frekuensi rendah dan meloloskan komponen frekuensi

tinggi dari hasil transformasi Fourier. High pass filter akan meloloskan (atau

memperkuat) komponen frekuensi tinggi (misalnya tepi atau pinggiran objek) dan

akan menurunkan komponen berfrekuensi rendah sehingga pinggiran objek terlihat

lebih tajam dibandingkan sekitarnya. Karena penajaman citra lebih berpengaruh pada

tepi (edge) objek, maka penajaman citra sering juga disebut dengan penajaman tepi

(edge sharpening) atau peningkatan kualitas tepi (edge enhancement). Gambar 2.17

dan gambar 2.18 adalah visualisasi proses high pass filter pada citra sampel.

Page 15: BAB II TEORI DASAR 2.1 Fotogrametri · PDF filebentuk sinyal analog, seperti hasil pengambilan gambar oleh kamera atau citra tampilan di layar TV ataupun monitor (sinyal video). Sedangkan

21

Gambar 2.17 a) citra asli sebelum high pass filter, b) spektrum frekuensi Fourier

citra asli, c) spektrum frekuensi Fourier yang telah dihilangkan sebagian

komponen frekuensi rendahnya, d) citra hasil setelah high pass filter.

Gambar 2.18 a) citra asli sebelum high pass filter, b) spektrum frekuensi Fourier

citra asli, c) spektrum frekuensi Fourier yang telah dihilangkan sebagian

komponen frekuensi rendahnya, d) citra hasil setelah high pass filter.

2.7 Pencocokan Citra

Dalam bidang ilmu fotogrametri dan penginderaan jauh, terminologi matching

biasanya didefinisikan sebagai usaha untuk mendapatkan kesekawanan bagian-bagian

Page 16: BAB II TEORI DASAR 2.1 Fotogrametri · PDF filebentuk sinyal analog, seperti hasil pengambilan gambar oleh kamera atau citra tampilan di layar TV ataupun monitor (sinyal video). Sedangkan

22

kecil dari serangkaian data yang bervariasi dalam satu model. Serangkaian data ini

dapat berupa citra, peta, model objek, dan juga data SIG. Di dalam komputer, tugas

matching ini diselesaikan oleh suatu algoritma yang disusun sebagai bagian dari

pemrosesan sinyal citra digital. Dengan demikian, proses matching yang merupakan

usaha untuk menentukan dan mengukur derajat kesamaan/kecocokan pasangan titik

sekawan atau objek citra pada dua atau lebih foto udara yang bertampalan dapat

dilakukan secara otomatis.

Pada perangkat fotogrametri analog maupun analitik, untuk mendapatkan

pasangan sekawan dari model citra, prinsipnya ialah dengan menempatkan kedua titik

apung pada dua titik objek yang sama dari sebuah model citra yang bertampalan (lihat

gambar 2.19). Alat yang digunakan pada proses tersebut dinamakan stereoplotter dan

untuk melakukan tugas ini bukanlah hal yang mudah, disamping memakan waktu

yang cukup lama karena memerlukan kemampuan mata untuk mengenali bagian kecil

citra yang hampir cocok dengan membandingkan karakteristik yang dimiliki seperti

tekstur, bentuk, kecerahan, bayangan dll, operasi ini juga terbilang mahal mengingat

sumberdaya manusia yang harus dibayar untuk pekerjaan ini. Setelah titik apung

tersebut berada pada titik yang sekawan maka munculah bentuk 3 dimensi dengan

nilai ketinggian yang tertentu.

Ada sejumlah metode image matching yang dapat dipakai untuk keperluan

proses restitusi foto yang selama ini diketahui orang. Metode yang dimaksud adalah

area-based, dan feature-based. Metode area-based menggunakan komposisi nilai

derajat keabuan (grey level) citra sebagai sampel yang akan diuji dalam penelitian.

Sedangkan metode feature-based menggunakan unsur objeknya secara utuh sebagai

Gambar 2.19 Pasangan titik sekawan pada pada

kedua citra

Page 17: BAB II TEORI DASAR 2.1 Fotogrametri · PDF filebentuk sinyal analog, seperti hasil pengambilan gambar oleh kamera atau citra tampilan di layar TV ataupun monitor (sinyal video). Sedangkan

23

sampel yang akan diuji dalam penelitian. Pada tugas akhir kali ini akan digunakan

teknik image matching metode area-based.

2.7.1 Pencocokan Citra Berbasis Area

Pada proses pencocokan citra berbasis area pencarian titik sekawan antara dua

citra foto yang bertampalan dilakukan dengan menggunakan Sub Citra Acuan (SCA)

yang merupakan area objek yang dipilih pada foto kiri sebagai acuan, Citra Pencarian

(CP) yang merupakan area objek yang memiliki area objek paling mirip dengan CA

dengan cakupan area lebih luas dari SCA dan Sub Citra Pencarian (SCP) yang

merupakan jendela berukuran sama dengan SCA sebagai alat bantu array pencari

lokasi area objek yang paling berkorelasi. Lokasi tersebut dinyatakan pada pusat SCP

dalam koordinat lokal foto dalam bentuk baris-kolom (gambar 2.20).

Gambar 2.20 Pencocokan citra berbasis area

Metode area based matching yang digunakan dalam penelitian ini pada

dasarnya membandingkan nilai derajat keabu-abuan (grey value) suatu bentuk kecil

sub-array (matriks) citra dimana pusat matriksnya merupakan lokasi grey value dari

titik yang akan dicocokkan. Pada citra digital, akan sangat memungkinkan, dan relatif

mudah dilakukan proses penentuan letak titik dengan pemecahan matematis.

Sekumpulan nilai piksel (greyvalue=GV) pada sebuah citra dapat dibandingkan

kemiripannya dengan sekumpulan GV dari citra di sebelahnya (citra-2) yang

bertampalan. Tingkat kemiripan kumpulan data tersebut ditentukan oleh variasi GV

Page 18: BAB II TEORI DASAR 2.1 Fotogrametri · PDF filebentuk sinyal analog, seperti hasil pengambilan gambar oleh kamera atau citra tampilan di layar TV ataupun monitor (sinyal video). Sedangkan

24

nilai GV

yang merepresentasikan bentuk objek permukaan bumi (gambar 2.21). Tingkat

kemiripannya dapat dihitung dengan mencari korelasi berdasarkan kuadrat terkecil.

Dengan berpedoman pada hasil hitungan nilai korelasi, sebagai topik bahasan dalam

tugas akhir ini, selanjutnya dapat ditentukan tingkat “kesamaan” dua kumpulan data

yang berasosiasi dengan citra tersebut.

Gambar 2.21 (a) Sepasang citra dalam bentuk visual,

dan (b) Sepasang citra dalam bentuk matriks

Dalam domain digital, citra tersebut direpresentasikan sebagai variasi nilai GV

yang membentuk dimensi matriks m x n (Gambar 2.21b). Kemudian ditentukan sub-

matriks berdimensi MxN di sekeliling titik objek foto kiri yang biasa disebut sebagai

Sub Citra Acuan (SCA). SCA akan berisi sekumpulan nilai GV dari piksel

disekeliling titik acuan. Pada matriks kanan, ditentukan juga sub-matriks berdimensi

sama dengan SCA dan dinamakan sebagai Sub Citra Pencarian (SCP). Sampai tahap

ini, akan diperoleh dua buah matriks (SCA dan SCP) dengan dimensi yang identik.

n

mM

N

Page 19: BAB II TEORI DASAR 2.1 Fotogrametri · PDF filebentuk sinyal analog, seperti hasil pengambilan gambar oleh kamera atau citra tampilan di layar TV ataupun monitor (sinyal video). Sedangkan

25

Gambar 2.22 Window pada citra

Selanjutnya dilakukan hitungan nilai korelasi (ρ) antar kedua matriks tersebut

dengan menggunakan persamaan 5. Dari nilai korelasi tersebut dapat ditentukan mirip

tidaknya kedua matriks tersebut. Makin besar nilai ρ (mendekati +1) makin mirip

bentuk kedua objek tersebut atau dapat dikatakan kedua objek tersebut merupakan

titik yang sama. Penempatan SCP diawali dari posisi ujung kiri atas. Kemudian SCP

digeser menelusuri citra kolom demi kolom ke arah kanan sampai mencapai ujung

kanan. Setelah itu SCP digeser kebawah sebanyak satu baris dan kembali menelusuri

sepanjang baris tersebut ke arah kiri. Demikian seterusnya proses penelusuran

(pencarian) dilakukan sampai ke seluruh citra. Untuk setiap tahap penelusuran nilai ρ

dihitung dan dicatat oleh sistem komputer.

Metode ini dipilih karena merupakan metode yang paling mudah dilakukan,

dan dapat memberikan hasil solusi matching yang relatif cepat. Metode ini juga

memiliki akurasi yang cukup tinggi untuk area yang memiliki tekstur baik dan unik,

dan pada beberapa kasus tingkat akurasi dari matching dapat dinyatakan kuantitasnya

dalam unit metric (Ilham, 2007).

2.7.2 Teknik Korelasi

Sampel citra berupa komposisi grey value (GV) array citra yang akan diuji

derajat kesamaan/kecocokannya dihitung melalui suatu persamaan matematis untuk

kemudian disimpan sebagai nilai korelasi. Nilai korelasi antara dua kelompok data

GV dihitung berdasarkan rumus matematis pada persamaan 5 berikut (Schenk, 1999) :

Page 20: BAB II TEORI DASAR 2.1 Fotogrametri · PDF filebentuk sinyal analog, seperti hasil pengambilan gambar oleh kamera atau citra tampilan di layar TV ataupun monitor (sinyal video). Sedangkan

26

(5)

xi = Nilai GV citra 1

_x = Rata-rata nilai GV citra 1

yi = Nilai GV citra 2

_

y = Rata-rata nilai GV citra 2

Dari pengkorelasian tersebut dicari nilai koefisien korelasi yang paling

maksimum. Dalam teori probabilitas dan statistika, kekuatan hubungan korelasi atau

disebut juga koefisien korelasi adalah nilai yang menunjukkan kekuatan dan arah

hubungan linier antara dua peubah acak (random variable). Suatu objek dapat

dikatakan cocok dengan objek lainnya jika nilai korelasinya > 0.7 (Wolf & Dewitt,

2000).

Teknik mengevaluasi pencocokan citra berbasis area adalah dengan

menggunakan teknik korelasi. Nilai korelasi yang dihasilkan bertujuan untuk

mengukur derajat kesamaan antara dua atau lebih citra foto yang bertampalan. Citra

pertama adalah citra acuan (CA) dan sub citra acuan (SCA) pada citra kiri sedangkan

sub citra kedua merupakan Sub Citra Pencarian (SCP) yang dibatasi oleh area Citra

Pencarian (CP) di dalam citra foto kedua.

Sub Citra Pencarian akan bergerak dalam Citra Area Pencarian, kemudian

dihitung nilai korelasi SCA dan semua SCP pada CAP dan nilai korelasi antar kedua

citra mempunyai rentang nilai -1 sampai +1 (-1 ≤ ρ ≤ 1). Secara umum nilai

pembatas dari nilai koefisien korelasi adalah lebih besar sama dengan 0.7 atau 70 %

yang dinyatakan cocok atau derajat kesamaannya tinggi. Sampel citra berupa

Page 21: BAB II TEORI DASAR 2.1 Fotogrametri · PDF filebentuk sinyal analog, seperti hasil pengambilan gambar oleh kamera atau citra tampilan di layar TV ataupun monitor (sinyal video). Sedangkan

27

komposisi grey value array citra yang akan diuji derajat kesamaan/kecocokannya

dihitung melalui suatu persamaan matematis untuk kemudian disimpan sebagai nilai

korelasi seperti persamaan 6. Metode korelasi dari pencocokan citra berkerja dengan

memilih SCA dari citra kiri berdasarkan karakteristik tertentu dan jarak objek/area

dari titik utama citra untuk dicocokan, dan pencarian posisi yang sekawan akan

dilakukan oleh windows yang bergerak (SCP) pada CP dari citra kanan.

.

.

. 2_

22

2_

11

_

22

_

11

21

21

∑ ∑

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

==

gggg

gggg

ijij

ijij

gg

gg

σσσ

ρ (6)

dengan:

ρ = koefisien korelasi

σg1g2 = kovariansi nilai keabuan SCA dan SCP

σg1 = standar deviasi untuk SCA

σg2 = standar deviasi untuk SCP

g1ij,g2ij = nilai keabuan pada kolom ke-i dan baris ke-j pada SCA dan SCP _

1g ,_

2g = nilai rata-rata pada SCA dan SCP

2.7.3 Korelasi Nilai Rata-Rata Kanal Terpisah

Metode korelasi nilai rata-rata kanal yang diberi bobot adalah metode hitungan

korelasi yang menggunakan tiga kanal warna dengan menggunakan komponen bobot

dalam menghitung nilai korelasi. Metoda ini merupakan pengembangan dari metoda

korelasi nilai rata-rata kanal terpisah dengan melibatkan unsur bobot masing-masing

kanal merah, hijau dan biru dalam menentukan nilai korelasi citra sebagai upaya

memperhitungkan dominasi warna pada citra dan sensitivitas sensor masing-masing

kanal. Pembobotan ini diperlukan karena sensitivitas masing-masing kanal terhadap

cahaya yang diterima oleh sensor dianggap sama. Cahaya yang diterima oleh sensor

foto memiliki sensitivitas yang berbeda tergantung dominasi unsur warna pada ketiga

kanal tersebut. Sehingga dalam teknik korelasi nilai rata-rata kanal yang diberi bobot

dilibatkan pembobotan dengan memperhitungkan dominasi warna pada citra tersebut.

Proses pencocokan citra metode korelasi nilai rata-rata kanal terpisah terdapat

keterbatasan, yaitu bobot masing-masing kanal akan dibuat sama dan bernilai satu (1).

Di sisi lain, warna merupakan informasi penting dalam identifikasi objek terutama

Page 22: BAB II TEORI DASAR 2.1 Fotogrametri · PDF filebentuk sinyal analog, seperti hasil pengambilan gambar oleh kamera atau citra tampilan di layar TV ataupun monitor (sinyal video). Sedangkan

28

dalam domain metode pencocokan citra berbasis area dan setiap objek memiliki

keunikan warna-warna tersendiri. Oleh karena itu, bobot pada masing-masing kanal

tidak bisa disama-ratakan.

1).(

2_

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−

=∑∑

nm

ggw

m

i

n

j

chchij

ch (7)

Untuk memperoleh nilai korelasi yang baik, hitungan korelasi tidak cukup

hanya dengan merata-ratakan korelasi dari ketiga kanal tersebut. Komponen bobot

(wch) pada persamaan 7 dari CA masing-masing kanal perlu dihitung kemudian

dikombinasikan dengan korelasi masing-masing kanal (ρch). Hasil yang diperoleh dari

hitungan tersebut adalah nilai korelasi yang diberi bobot (ρtotal) dan memenuhi

persamaan 8 (Schenk, 1999).

=

== k

chch

k

chchch

total

w

w

1

1.ρ

ρ (8)

dimana:

barisjumlah kolom,jumlah n m,kanaljumlah baris, kolom,k j, i,

bobot diberi yang korelasikoefisien SCA pada kanalbobot w

kanal korelasikoefisien

ch

=====

total

ch

ρ

ρ