BAB II TEORI DASAR 2.1 Digital Elevation Model (DEM)

13
7 BAB II TEORI DASAR 2.1 Digital Elevation Model (DEM) Digital Elevation Model (DEM) pada prinsipnya merupakan suatu model digital yang merepresentasikan bentuk topografi permukaan bumi dalam bentuk tiga dimensi (3D). Definisi lain dari DEM yaitu merupakan suatu file atau database yang menampung titik-titik ketinggian dari suatu permukaan. DEM dibedakan menjadi dua [3], yaitu: 1. DSM (Digital Surface Model), yang memuat informasi ketinggian semua fitur di permukaan bumi meliputi: vegetasi, bangunan dan fitur lainnya. 2. DTM (Digital Terrain Model), yang memuat informasi ketinggian permukaan tanah (bare earth surface) tanpa terpengaruh oleh vegetasi atau fitur buatan manusia lainnya. Gambar 2.1 berikut menunjukkan perbedaan antara DSM dan DTM secara visual. Gambar 2. 1 Perbedaan DSM dan DTM [4] Teknologi yang digunakan untuk memperoleh informasi ketinggian terbagi menjadi empat, meliputi [5]: 1. Pengukuran langsung di lapangan 2. Fotogrametri 3. Interferometric Synthetic Aperture Radar (IFSAR) 4. Light Detection and Ranging (LIDAR)

Transcript of BAB II TEORI DASAR 2.1 Digital Elevation Model (DEM)

Page 1: BAB II TEORI DASAR 2.1 Digital Elevation Model (DEM)

7

BAB II

TEORI DASAR

2.1 Digital Elevation Model (DEM)

Digital Elevation Model (DEM) pada prinsipnya merupakan suatu model

digital yang merepresentasikan bentuk topografi permukaan bumi dalam bentuk

tiga dimensi (3D). Definisi lain dari DEM yaitu merupakan suatu file atau

database yang menampung titik-titik ketinggian dari suatu permukaan. DEM

dibedakan menjadi dua [3], yaitu:

1. DSM (Digital Surface Model), yang memuat informasi ketinggian semua

fitur di permukaan bumi meliputi: vegetasi, bangunan dan fitur lainnya.

2. DTM (Digital Terrain Model), yang memuat informasi ketinggian

permukaan tanah (bare earth surface) tanpa terpengaruh oleh vegetasi atau

fitur buatan manusia lainnya.

Gambar 2.1 berikut menunjukkan perbedaan antara DSM dan DTM secara visual.

Gambar 2. 1 Perbedaan DSM dan DTM [4]

Teknologi yang digunakan untuk memperoleh informasi ketinggian terbagi

menjadi empat, meliputi [5]:

1. Pengukuran langsung di lapangan

2. Fotogrametri

3. Interferometric Synthetic Aperture Radar (IFSAR)

4. Light Detection and Ranging (LIDAR)

Page 2: BAB II TEORI DASAR 2.1 Digital Elevation Model (DEM)

8

Proses pembuatan DEM umumnya dimulai dari pembuatan peta topografi

yang terproyeksi dengan baik. Selanjutnya, garis kontur, titik ketinggian dan batas

wilayah perairan darat dan garis pantai dikonversi ke layer vektor digital dengan

koordinat yang jelas. Selanjutnya, proses interpolasi dengan algoritma tertentu

akan menghasilkan layer raster/grid. DEM juga dapat dinyatakan dengan grid

teratur, jaringan triangulasi (TIN/Triangulation Irreguler Network) dan kontur.

Ukuran file DEM akan tergantung pada skala dan interval kontur yang dijadikan

sebagai sumber, format file dan ketelitian spasial yang diinginkan. Beberapa

contoh format file untuk data DEM antara lain: USGS ASCII (.dem), ESRI

GRID,ESRI BIL with HDR, Digital Terrain Elevation Data (.dted), Generic

ASCII, Generic BIL, ERDAS Imagine (.img), ER-Mapper (.ers) dan GeoTIFF [6].

2.1.1 Pembentukan Model Permukaan Digital

Pada umumnya DEM memiliki struktur data grid/raster, Triangulated

Irregular Network (TIN), dan kontur. Perbedaan bentuk permukaan yang dibentuk

oleh ketiga struktur data dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2. 2 Struktur Data DEM [7]

Struktur Data DEM Berupa Grid

Struktur Data DEM Berupa TIN

Struktur Data DEM Berupa Kontur

Page 3: BAB II TEORI DASAR 2.1 Digital Elevation Model (DEM)

9

Dalam pengaplikasiaannya TIN dan grid yang paling banyak digunakan secara

umum untuk mendekati bentuk permukaan yang akan dimodelkan [8]. Berikut

merupakan penjelasan kedua struktur data tersebut:

1. Grid

Struktur data grid/raster menyusun koordinat-koordinat x,y,z yang

tersebar secara tak beraturan menjadi dalam bentuk baris dan kolom yang

teratur pada suatu sistem koordinat kartesian. Perbedaan resolusi grid

dapat digunakan, pemilihannya biasanya berhubungan dengan ukuran

daerah penelitian dan kemampuan fasilitas komputer [9]. Pada model

permukaan berbasis grid dibutuhkan minimum 4 titik untuk membangun

satu unit sub bidang permukaaan [8].

2. TIN (Triangulated Irregular Network)

Model Triangulated Irregular Network (TIN) merepresentasikan

permukaan sebagai sekumpulan segitiga yang berdekatan dan tidak

tumpang tindih. Pada model permukaan berbasis segitiga membutuhkan

minimum 3 titik untuk membangun satu unit sub bidang permukaan.

Model TIN berguna dalam merepresentasikan ruang (spasial) dalam

bentuk 3D [10]. TIN dibentuk berdasarkan nilai titik-titik ketinggian dari

point cloud menggunakan metode Delaunay Triangulation. Metode

Delaunay Triangulation merupakan sekumpulan segitiga saling

berhubungan yang tidak saling bertampalan [8].

2.2 LIDAR

LIDAR (Light Detection and Ranging) merupakan sistem penginderaan

jauh aktif menggunakan sinar laser yang dapat menghasilkan informasi mengenai

karakteristik topografi permukaan tanah dalam posisi horizontal dan vertikal.

Sinar laser tersebut memiliki gelombang tidak tampak (infrared) sehingga dapat

menembus celah dedaunan untuk mencapai permukaan tanah dan dipantulkan

kembali untuk ditangkap oleh sensor laser yang dilengkapi oleh pengukur waktu

Page 4: BAB II TEORI DASAR 2.1 Digital Elevation Model (DEM)

10

untuk mencatat beda waktu ketika gelombang tersebut dipancarkan hingga ketika

gelombang tersebut diterima kembali setelah dipantulkan [11]. Teknologi LIDAR

dapat digunakan untuk memberikan data ketinggian yang akurat, tepat waktu, dan

semakin terjangkau di medan yang tidak bersahabat [12]. Hubungan komponen

dan parameter akuisisi data LIDAR disajikan pada Gambar 2.3.

Gambar 2. 3 Ilustrasi Akuisisi Data Teknologi LIDAR [13]

Berdasarkan wahana akuisisi datanya LIDAR terbagi menjadi tiga jenis, yaitu

[14]:

1. Ground-based LIDAR

Ground-based LIDAR merupakan sistem LIDAR yang menempatkan

sensornya pada suatu wahana di permukaan tanah.

2. Spaceborne-based LIDAR

Spaceborne-based LIDAR merupakan sistem LIDAR dimana sensornya

diletakkan pada wahana luar angkasa dan melakukan proses penginderaan

jauh dari luar angkasa.

3. Airborne-based LIDAR.

Airborne-based LIDAR menggunakan pesawat terbang yang jalurnya

masih berada di bawah langit di bumi.

LIDAR yang digunakan pada penelitian ini adalah pesawat terbang (airborne-

based).

Page 5: BAB II TEORI DASAR 2.1 Digital Elevation Model (DEM)

11

2.2.1 Komponen LIDAR

Terdapat 4 komponen dasar dalam sistem LiDAR, yaitu sensor LiDAR,

GPS (Global Positioning System), IMU (Inertial Measuring Unit), dan Kamera

Digital [15]. Masing-masing fungsi dari komponen tersebut akan dijelaskan dalam

uraian berikut:

2.2.1.1 Sensor LIDAR

Sensor LIDAR merupakan komponen paling penting dalam

sistem LIDAR, karena berfungsi sebagai pemancar sinar laser ke objek

dan merekam kembali gelombang pantulannya setelah mengenai objek

target. Sinar laser (Light Amplification by Stimulated Emission of

Radiation) merupakan suatu mekanisme pemancaran radiasi

elektromagnetik dalam bentuk cahaya tunggal dan koheren pada spektrum

dan frekuensi tertentu. Sehingga pancarannya memiliki sudut pancaran

yang kecil dan memiliki intensitas yang tinggi untuk dapat mencapai jarak

yang jauh dan terarah dengan tepat pada suatu perangkat [16].

Gelombang yang dipancarkan oleh sensor LIDAR terdapat 2

jenis, yaitu gelombang near infrared (NIR) atau infra merah dan

gelombang hijau. Gelombang infrared memiliki panjang gelombang ±

1500 nm yang berfungsi untuk mengukur suatu daratan topografi di

permukaan bumi bukan untuk perairan. Karena air akan menyerap

gelombang NIR sehingga pantulan yang diterima sensor akan sangat

sedikit bahkan tidak ada sama sekali [15]. Sedangkan, gelombang hijau

memiliki panjang gelombang antara 500-550 nm berperan sebagai

gelombang penetrasi jika suatu sinar laser mengenai daerah perairan.

Biasanya gelombang hijau digunakan untuk Hidrografi LIDAR yaitu

untuk pengukuran batimetri atau kedalaman laut yang relatif dangkal [17].

Karakteristik sensor LIDAR yang menjadi kelebihan alat LIDAR

dibandingkan yang lainnya ialah kemampuan gelombang tersebut untuk

melakukan multiple returns, yakni sensor LIDAR dapat merekam

beberapa kali, gelombang pantul dari objek yang ada di permukaan bumi

untuk setiap gelombang yang dipancarkan. Multiple returns digunakan

untuk menentukan bentuk dari objek atau vegetasi yang menutupi

Page 6: BAB II TEORI DASAR 2.1 Digital Elevation Model (DEM)

12

permukaan tanah. Ilustrasi multiple returns ditunjukkan oleh Gambar 2.4.

Terlihat pada gambar, gelombang yang dipancarkan dan dipantulkan tidak

hanya mengenai permukaan tanah tetapi juga mengenai objek-objek yang

ada di atas permukaan tanah.

Gambar 2. 4 Multiple Return Pada LiDAR [18]

Ketika pulsa laser tersebut dipancarkan, permukaan objek yang

pertama kali memantulkan pulsa tersebut akan menjadi gelombang pantul

pertama (1st return), gelombang pantul ini biasa digunakan untuk

membuat Digital Surface Model (DSM). Kemudian objek yang kedua

kalinya memantulkan pulsa tersebut akan menjadi 2nd return dan

seterusnya hingga gelombang pantul terakhir. Kemampuan sensor saat ini

dapat merekam hingga 5 kali pantulan. Pada akuisisi data, pada sensor

LIDAR dilengkapi juga dengan alat pengukur waktu untuk menghitung

selang waktu antara setiap kali sinar dipancarkan dan diterima kembali

oleh sensor. Maka dari itu, sensor LIDAR dapat mengukur jarak antara

sensor pada wahana pesawat terbang dengan titik objek yang ada di

permukaan bumi yang ingin diketahui koordinatnya [11].

2.2.1.2 Global Positioning System (GPS)

GPS merupakan sistem satelit navigasi dan penentuan posisi

yang didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi

serta informasi mengenai waktu, secara kontinyu di seluruh dunia tanpa

bergantung waktu dan cuaca, kepada banyak orang secara simultan. Pada

Page 7: BAB II TEORI DASAR 2.1 Digital Elevation Model (DEM)

13

sistem LIDAR, GPS merupakan salah satu komponen penting yang

berfungsi untuk menentukan wahana pesawat terbang atau koordinat

sensor laser secara 3 dimensi (X,Y,Z atau L,B,h) terhadap suatu

sistem referensi tertentu. Metode penentuan posisi GPS yang digunakan

dalam sistem LIDAR adalah metode diferensial kinematik [19].

Pada metode diferensial kinematik diperlukan 2 buah receiver

GPS, yang pada teknisnya, sebuah receiver akan diletakkan pada sebuah

titik yang telah diketahui koordinatnya di permukaan tanah sebagai basis

(stasiun referensi), sedangkan satu buah receiver lainnya akan ditempatkan

di dalam wahana pesawat terbang sebagai roving receiver. Konfigurasi

dari kedua receiver tersebut dapat menghasilkan koreksi diferensial pada

roving receiver, sehingga posisi sensor laser wahana pesawat dapat

diketahui secara real time dan akurat [19]. Data GPS yang telah dihasilkan

tersebut kemudian diolah secara post processing dan digabungkan dengan

data IMU sehingga akan diperoleh koordinat yang telah terdefinisi secara

geografis. Secara ilustrasi, konfigurasi antara base station dan rover,

sehingga menghasilkan koordinat titik yang disimpan sebagai point cloud

ditunjukkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2. 5 GPS untuk pengukuran LIDAR [20]

Page 8: BAB II TEORI DASAR 2.1 Digital Elevation Model (DEM)

14

2.2.1.3 Inertial Measuring Unit (IMU)

IMU merupakan salah satu komponen utama LIDAR yang

berfungsi sebagai instrumen yang dapat mendeteksi pergeseran rotasi

wahana pesawat terbang terhadap sumbu-sumbu sistem sumbu terbang.

Sistem navigasi tersebut dapat mengukur sudut perubahan berupa attitude

wahana pesawat terbang (pitch, roll dan heading) terhadap sumbu terbang.

Hal ini dikarenakan ketika proses pengambilan data menggunakan wahana

pesawat terbang, akan sulit bagi wahana tersebut untuk tetap berada di

posisi idealnya pada jalur terbang. Selain itu IMU juga mampu mendeteksi

perubahan percepatan pada wahana pesawat udara [15]. Pitch adalah

pergerakan ke atas atau ke bawah bagian depan (hidung) dari pesawat.

Roll adalah pergerakan ke atas atau ke bawah dari ujung sayap pesawat.

Yaw adalah pergerakan hidung pesawat dari satu sisi ke sisi lainnya [21].

Ilustrasi IMU pada wahana airborne LIDAR dapat dilihat pada Gambar

2.6.

Gambar 2. 6 Ilustrasi IMU [21]

2.2.1.4 Kamera Digital

Kamera dalam sistem LIDAR berfungsi untuk menghasilkan citra

dari area pengukuran LIDAR. Citra tersebut dapat di overlay dengan data

X,Y,Z hasil pengukuran LIDAR. Citra tersebut akan digunakan ketika

Page 9: BAB II TEORI DASAR 2.1 Digital Elevation Model (DEM)

15

proses pengklasifikasian titik data LIDAR. Hanya sedikit sistem yang

menggunakan video kamera yang dapat merekam waktu, ketinggian,

longitude dan altitude. Informasi ini akan berguna ketika operator

melakukan post processing data LIDAR [22].

2.2.2 Prinsip Kerja LIDAR

Prinsip kerja LIDAR adalah gelombang laser memancarkan pulsa dan

memindai objek pada permukaan bumi, kemudian akan diukur waktu tempuh

pulsa laser menuju suatu objek sampai kembali ke sensor. Hasil ukuran waktu

tempuh tersebut dapat digunakan untuk menghitung jarak sensor ke objek. Setelah

itu nilai jarak dan sudut pancaran akan dikoreksi menggunakan IMU untuk

mendapatkan koreksi pergerakan wahana. Posisi tiga dimensi setiap titik yang

direkam datanya akan didapatkan dari IMU yang diintegrasikan dengan GPS.

GPS digunakan untuk terus mengatur ulang IMU agar mampu mendapatkan posisi

dengan akurasi tinggi. Posisi GPS telah diikatkan pada sebuah stasiun pengamat,

dan stasiun ini memberikan faktor koreksi bagi unit GPS yang terpasang di

wahana [23]. Perbedaan waktu ketika pulsa laser ditransmisikan dan diterima

kembali oleh receiver optis dikalkulasi oleh perangkat lunak khusus untuk

memproses dan mengkonversi data tersebut menjadi jarak terukur dengan

persamaan sebagai berikut [24]:

𝑅 = 𝑐.∆𝑡

2 (2.1)

Dimana R adalah jarak antara sensor dari objek yang diukur, c merupakan

kecepatan cahaya, dan t adalah jarak tempuh sinyal pada pengukuran dengan

pulsa laser. Ilustrasi jarak tempuh laser hingga kembali ke sensor ditunjukan pada

Gambar 2.7

Page 10: BAB II TEORI DASAR 2.1 Digital Elevation Model (DEM)

16

Gambar 2. 7 Ilustrasi Time of Travel [24]

LIDAR dapat menghasilkan kerapatan titik (point cloud) hingga lebih dari 24

titik/m2, hal ini bergantung dari berbagai faktor, diantaranya adalah metode

akuisisi (tinggi terbang, jenis konfigurasi sensor dan jenis permukaan), sudut

pandang sensor ke permukaan bumi (field of view). Akurasi vertikal dari data lidar

berada dalam rentang 5–15 cm dan untuk horizontal adalah 30-50 cm [24].

2.3 Sempadan Sungai

Berdasarkan PP No. 38 Tahun 2011 tentang sungai, garis sempadan sungai

adalah garis maya di kiri dan kanan palung sungai yang ditetapkan sebagai batas

pelindungan sungai. Penetapan garis sempadan sungai dimaksudkan agar fungsi

sungai tidak terganggu oleh aktifitas manusia di sekitarnya, serta dapat membatasi

kerugian yang terjadi akibat daya rusak air sungai ketika terjadi banjir. [25] Pada

Gambar 2.8 dapat dilihat ini merupakan ilustrasi dari garis sempadan sungai.

Gambar 2. 8 Illustrasi Garis Sempadan Sungai [26]

2.4 Banjir

Berdasarkan situs resmi BNPB, banjir didefinisikan sebagai peristiwa atau

keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau daratan karena volume air yang

Page 11: BAB II TEORI DASAR 2.1 Digital Elevation Model (DEM)

17

meningkat. National Oceanic & Atmospheric Administration (NOAA) Amerika

Serikat membedakan banjir menjadi 5 jenis, yaitu:

1. Banjir Sungai (River flood)

2. Banjir Pantai (Coastal Flood)

3. Gelombang Badai (Storm Surge)

4. Banjir di daratan (Inland Flooding)

5. Banjir Bandang (Flash Flood)

Banjir yang akan dibahas pada penelitian ini, mengenai banjir yang disebabkan

oleh luapan sungai. Banjir sungai terjadi karena aliran sungai memiliki debit di

atas normal sehingga air sungai melimpah keluar dari saluran sungai. Aliran

sungai dikatakan normal apabila aliran sungai itu terbatas di bawah tebing saluran

sungai. [27]

2.5 HEC-RAS

HEC-RAS merupakan program aplikasi untuk memodelkan aliran di sungai,

River Analysis System (RAS) dibuat oleh Hydrologic Engineering Center (HEC)

yang merupakan satuan kerja di bawah US Army Corps of Engineers (USACE).

HEC-RAS memuat tiga kompnen analisa hidrolika satu dimensi untuk

perhitungan profil muka air aliran seragam (steady flow). Simulasi aliran tidak

seragam dan perhitungan transport sedimen [28] Potensi genangan banjir di

sepanjang sungai dapat divisualisasikan melalui penelusuran banjir di sepanjang

sungai menggunakan HEC-RAS. Penggunaan HEC-RAS dalam pembuatan model

genangan banjir menjadi lebih mudah dipahami, karena interpretasi terhadap

kedalaman, batas dan luas genangan dilakukan menggunakan teknik SIG [2].

2.6 Simulasi Genangan Banjir

Pembuatan simulasi genangan banjir pada penelitian ini, dilakukan

menggunakan aplikasi HEC-RAS dengan jenis simulasi aliran tetap (Steady

Flow), dimana dibutuhkan data geometri sungai yang diperoleh dari data topografi

Page 12: BAB II TEORI DASAR 2.1 Digital Elevation Model (DEM)

18

dan juga diperlukan 3 data masukan lain yaitu koefisien kekasaran manning (n)

saluran, kemiringan sungai dan besaran debit yang akan disimulasikan.

1. Koefisien Kekasaran Manning (n)

Koefisien kekasaran manning merupakan ukuran hambatan suatu aliran.

Koefisien kekasaran manning berpengaruh kepada kecepatan dan debit

aliran, jika nilai hambatan besar, maka nilai kecepatan dan debit aliran

menjadi mengecil. Dengan demikian kecepatan aliran tergantung pada

bahan pembentuk saluran, bila saluran dilapisi oleh tanah maka akan

mempunyai efek hambatan jauh lebih kecil bila dibanding dengan bahan

kasar seperti pasangan batu atau kerikil. Sebaliknya bila bahan pembentuk

saluran dari pasangan batu atau kerikil, maka nilai hambatan tinggi dan

terjadi baik pada pada taraf air tinggi maupun rendah [29]. Nilai koefisien

kekasaran manning (n) untuk permukaan saluran tanah adalah sebesar

0.030 [30]. Sedangkan, untuk penggunaan lahan di area sempadan sungai

di gunakan koefisien manning berdasarkan klasifikasi yang dapat dilihat

pada Tabel 2.1

Tabel 2. 1 Nilai Koefisien Kekasaran Manning (n) Penggunaan Lahan [31]

No. Penggunaan Lahan n

1 Permukiman 0.16

2 Sawah 0.04

4 Pepohonan 0.11

5 Kebun 0.10-0.15

6 Semak belukar 0.06-0.07

7 Tegalan 0.03-0.10

8 Rumput/tanah kosong 0.03

2. Kemiringan Sungai

Kemiringan sungai merupakan perbedaan ketinggian topografi antara dua

tempat yakni di hulu dan di hilir sungai. Sudut yang membentuk dua

ketinggian disebut sudut kemiringan (slope). Kemiringan dasar saluran ini

akan mempengaruhi kecepatan aliran air. Berdasarkan data BBWS C3

Provinsi Banten, topografi DAS ciujung bagian hulu hingga ke tengah

memiliki kemiringan sungai antara 0.0042 sampai 0.0143 sedangkan di

Page 13: BAB II TEORI DASAR 2.1 Digital Elevation Model (DEM)

19

bagian hilir Kota Rangkasbitung ke arah pantai merupakan daerah dataran

dengan kemiringan sungai 0.00016 sampai dengan 0.0002.

3. Debit

Debit air sungai adalah laju aliran (volume) air yang melewati suatu

penampang melintang sungai per satuan waktu. Debit sungai yang

digunakan dalam penelitian ini didapat berdasarkan data debit maksimum

yang tercatat di Pos Duga Air (PDA) DAS ciujung tepatnya di PDA

Pamarayan.