BAB II TEORI DAN KONSEP-KONSEP PERLINDUNGAN … II.pdf · untuk memberikan jaminan perlindungan...
Transcript of BAB II TEORI DAN KONSEP-KONSEP PERLINDUNGAN … II.pdf · untuk memberikan jaminan perlindungan...
36
BAB II
TEORI DAN KONSEP-KONSEP PERLINDUNGAN
HUKUM BAGI NOTARIS
Konsep perlindungan hukum bagi Notaris yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah suatu upaya yang dilakukan dibidang hukum dengan maksud dan tujuan
untuk memberikan jaminan perlindungan terhadap hak-hak Notaris dengan
pelaksanaan tugas jabatannya. Dalam Bab II ini akan diuraikan teori dan konsep
yang terkait dengan Perlindungan Hukum Bagi Notaris Pembuat Keterangan Hak
Waris WNI Keturunan Tionghoa, meliputi :
1. Kepastian Hukum
2. Tentang Kewenangan Notaris
3. Perlindungan Hukum
4. Kekuatan Isi Surat Keterangan Waris di Indonesia.
Keterkaitan antara kerangka Teori pada Bab I dengan teori pada Bab II ini adalah
untuk menambah, dan memperjelas serta mempertajam teori dan konsep yang
digunakan untuk menjawab rumusan masalah. Fungsi teori dalam penulisan ini
dimaksudkan untuk dapat menjustifikasikan atau pembenaran mengenai teori dan
konsep untuk melengkapi kerangka teori terkait dengan Teori Kepastian Hukum,
Teori Kewenangan.
2.1 Kepastian Hukum
Pertanyaan mengenai kepastian hukum hanya dapat dijawab dengan cara
normatif. Kepastian hukum secara normatif diartikan apabila suatu aturan dapat
dibuat dan diundangkan dengan pasti dan harus dibuat secara jelas agar tidak
36
37
menimbulkan adanya suatu keragu-raguan, selain itu aturan harus dibuat secara
logis dalam artian bahwa aturan tersebut akan menjadi suatu sistem norma dengan
norma yang lain, sehingga tidak menyebabkan adanya suatu konflik norma.
Maria Sriwulandari Sumarjono mengemukakan bahwa suatu perundang-
undangan harus mencakup 3 (tiga) asas. Ketiga asas tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Asas Keadilan.
Dalam pembuatan peraturan perundang-undangan tidak cukup hanya
dengan pemenuhan asas keadilan, namun juga harus mencakup adanya
suatu kepastian hukum. Kepastian hukum tersebut akan tercapai apabila
suatu peratuan dibuat secara baik dan jelas sehingga tidak menimbulkan
adanya banyak penafsiran, selain itu peraturan harus dibuat dengan tetap
memperhatikan peraturan yang lain yang lebih tinggi tingkatannya
sehingga tidak menimbulkan adanya pertentangan norma.
2. Transparansi dalam Proses Pembuatan perundang-undangan.
Transparansi ini diperlukan agar masyarakat dapat mengetahui mengenai
materi dalam peraturan yang dibuat sehingga masyarakat dapat diberi
kesempatan untuk memberikan masukan guna melengkapi penyempurnaan
pembuatan peraturan itu.
3. Kemanfaatan.
Suatu peraturan akan dapat ditaati oleh masyarakat apabila peraturan
tersebut dapat menyakinkan masyarakat bahwa peraturan tersebut
bermanfaat sehingga mampu memberikan kemungkinan tercapainya
kepentingan masyarakat yang berkembang secara wajar.33
Relevansi asas-asas tersebut dengan Perlindungan Hukum bagi Notaris
pembuat keterangan hak waris adalah adanya asas Keadilan dan asas kepastian
hukum diperlukan dalam Undang-undang Jabatan Notaris, tidak hanya harus
diterapkan pada salah satu pasal saja melainkan harus juga diterapkan dalam
seluruh pasalnya, sehingga dapat memberikan penafsiran yang jelas. Transparansi
dalam undang-undang dipergunakan untuk memberikan peluang kepada
33
Muchtar Wahid, 2008, Memaknai Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah, Republik,
Jakarta, hal. 179-180
38
masyarakat agar mampu memberikan masukan dan saran sesuai dengan
pengalaman dan keperluannya terkait dengan perbuatan hukum perdata yang
menggunakan jasa Notaris yang harus tetap berpedoman dengan Undang-undang
Jabatan Notaris. Adanya asas Kemanfaatan tetap harus diperhatikan karena
apabilan peraturan telah dibuat dengan memperhatikan asas tersebut maka
masyarakat akan mampu menerapkan peraturan sesuai dengan kebutuhannya
dalam melakukan perbuatan hukum perdata, dan peraturan terkait dengan undang-
undang jabatan Notaris dapat ditaati karena dianggap telah memberikan kepastian
dan perlindungan bagi para pihak. Dengan terpenuhinya asas-asas tersebut dapat
memberikan kepastian, kejelasan dan dapat menghindari penafsiran yang beragam
mengenai ketentuan dalam Undang-undang Jabatan Notaris (UUJN) Perubahan
ini.
Tatiek Sri Djatmiati mengemukakan bahwa Kepastian Hukum terdiri dari
beberapa unsur. Unsur-unsur tersebut terdiri dari :
1. Adanya suatu aturan yang konsisten yang ditetapkan oleh Negara dan
dapat diterapkan.
2. Aparat pemerintah harus menerapkan hukum tersebut secara konsisten
dengan tetap perpegangan dan berdasarkan pada aturan tersebut.
3. Rakyat pada dasarnya harus tunduk pada ketentuan hokum.
4. Adanya hakim yang independen atau bebas dalam artian tidak memihak
dan secara konsisten menerapkan aturan hukum tersebut.
5. Putusan hakim dapat dilaksanakan secara nyata.34
Relevansinya dengan perlindungan hukum bagi notaris pembuat
keterangan hak waris bagi WNI keturunan Tionghoa adalah terkait dengan unsur
pertama, unsur pertama ini dapat dipergunakan sebagai dasar melakukan titik
34
Tatiek Sri Djatmiati, 2002, Perinsip Izin Usaha Industri Di Indonesia, Disertasi, PPS
Unair, Surabaya, hal. 18.
39
tolak. Suatu aturan yang konsisten dapat memberikan pedoman dalam
penerapannya terkait dengan perlindungan hukum bagi notaris pembuat
keterangan hak waris agar dapat dilakukan dengan cara yang tepat, sehingga bagi
pembuat keterangan hak waris bagi WNI Keturunan Tionghoa yang secara sah
dan berhak membuat dapat memberikan kepastian hukum terkait dengan
perlindungan hukum bagi notaris tersebut.
Menurut Jemmy Zeravianus Usfunan dalam disertasinya mengemukakan
bahwa kepastian hukum dapat diidentifikasi dengan beberapa unsur, yaitu :
a. aturan harus diundangkan terlebih dahulu (tidak mempermasalahkan
peraturan perundang-undangan itu sarat dengan moral).
b. aturan diundangkan oleh lembaga yang berwenang
c. aturan yang diundangkan harus bersumber dari aturan yang lebih tinggi
d. adanya kejelasan ketentuan dalam aturan
e. adanya kepastian dalam penerapan hukum sesuai dengan apa yang
diundangkan (agar membatasi kekuasaan, dan masyarakat tahu akan hak
dan kewajibannya).
f. kepastian hukum memberi peluang bagi aturan tersebut dirubah sesuai
dengan perkembangan (mempertimbangkan putusan pengadilan, dan fakta
sosial lainnya)
g. diperkenankan interpretasi dalam mengatasi kekaburan norma.35
Berdasarkan unsur-unsur yang dikemukan diatas maka relevansinya
dengan perlindungan hukum bagi Notaris pembuat keterangan hak waris bagi
WNI keturunan Tionghoa adalah dengan adanya aturan telah diundangkan oleh
lembaga yang berwenang dan bersumber dari aturan yang lebih tinggi, adanya
kejelasan dan kepastian hukum dalam penerapannya serta interpretasi dalam
mengatasi kekaburan norma maka dengan terpenuhinya unsur-unsur tersebut
Notaris sebagai pejabat umum berhak dan sah membuat serta mengeluarkan
35
Jimmy Zeravianus Usfunan, 2015, Konsep Kepastian Hukum Dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan, Denpasar, hal. 29 Disertasi untuk memperoleh Gelar Doktor pada program Doktor,
Program Studi Ilmu Hukum, Program Pascasarjana Universitas Udayana
40
keterangan hak waris bagi WNI Keturunan Tionghoa baik secara otentik maupun
secara dibawah tangan.
Untuk mencapai kepastian hukum kiranya perlu melihat terlebih dahulu
pengertian dari peraturan perundang-undangan, salah satunya bersumber dari
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan yang memberikan definisi sebagai berikut :
“Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh
lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum”.
Rumusan dalam definisi tersebut menurut Maria Farida Indrati S. tidak
sepenuhnya dapat memberikan pemahaman yang tegas tentang apa yang
dimaksud dengan peraturan perundang-undangan, oleh karena peraturan dari suatu
lembaga negara atau pejabat yang berwenang belum tentu merupakan suatu
peraturan perundang-undangan.36
Berdasarkan pemahaman diatas dapat
dikatakan, suatu peraturan yang tertulis tersebut dapat bersifat umum, abstrak dan
berlaku terus menerus sebagai suatu peraturan perundang-undangan atau
peraturan kebijakan di bidang pemerintahan, dan dapat juga sebagai peraturan
yang berlaku secara intern (interne regelingen).37
Peraturan kebijakan bukan merupakan peraturan perundang-undangan
tetapi biasanya disebut sebagai peraturan semu. Menurut kamus hukum bahasa
Belanda istilah Pseudowetgeving (legilasi semu) berarti regelstelling door een
betrokken bestuursorgaan zonder dat dit op grond van een uitdrukkelijke
wettelijke bepaling die bevoegdheid bezit (Perundang-undangan semu adalah tata
36
Maria Farida Indrati S., 2007, Ilmu Perundang-Undangan I (Jenis, Fungsi, Dan Materi
Muatan), PT. Kanisius Yogyakarta, hal. 13. 37
Ibid, hal. 13.
41
aturan oleh organ pemerintahan yang terkait tanpa memiliki dasar ketentuan
undang-undang yang secara tegas memberikan kewenangan.
Menurut Yohanes Usfunan, Perundang-undangan semu merupakan suatu
garis kebijakan dari Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dalam melaksanakan
fungsi pemerintah. Peraturan kebijakan tidak masuk dalam katagori peraturan
perundang-undangan, sebab Badan/Pejabat yang mengeluarkan peraturan
kebijakan tidak memiliki kewenangan pembuatan peraturan.38
2.2 Tentang Kewenangan Notaris
Dalam pembahasan pada sub bab ini, didasari dengan adanya Teori
tentang Kewenangan Notaris, teori ini untuk melengkapi landasan teoritis yang
ada pada bab I terkait dengan masalah yang diteliti adalah kewenangan notaris
dalam mengeluarkan keterangan hak waris dalam bentuk in originali. Oleh karena
itu menjadi penting untuk dipahami, apakah secara teoritik notaris selaku pejabat
umum berwenang membuat dan mengeluarkan surat keterangan waris yang tidak
secara tegas disebutkan dalam peraturan perundang-undangan. Kewenangan
menurut pendapat Prajudi Atmosudirdjo adalah suatu yang disebut dengan
kekuasaan formal, yakni kekuasaan yang bersumber dari undang-undang atau dari
Kekuasaan Legislatif juga bersumber dari adanya Kekuasaan
Eksekutif/Administratif.
38
Yohanes Usfunan, 2012, HAM Politik Kebebasan Berpendapat Di Indonesia, Udayana
University Press, Denpasar, (selanjutnya disebut Yohanes Usfunan I) hal. 254.
42
Ateng Syafrudin berpendapat bahwa ada perbedaan pengertian
kewenangan dengan wewenang.39
Kewenangan merupakan suatu kekuasaan yang
bersifat formal yang diberikan oleh perundang-undangan dan wewenang diartikan
sebagai bagian tertentu dari kewenangan. Prajudi Atmosudirdjo menyatakan
bahwa ada perbedaan pengertian terkait dengan kewenangan dan wewenang
yaitu :
Kewenangan merupakan suatu penguasaan terhadap suatu bidang
pemerintahan, ataupun golongan orang-orang tertentu yang di dalamnya
terdapat wewenang-wewenang, dan sedangkan wewenang di di artikan
sebagai kekuasaan yang diberikan pada orang atau golongan tertentu untuk
dapat melakukan suatu tindakan publik.40
Notaris sebagai pejabat umum memperoleh kewenangan secara atribusi
karena kewenangan tersebut diciptakan dan diberikan oleh Undang-Undang
Jabatan Notaris sendiri. Notaris sebagai sebuah jabatan, dan jabatan apapun yang
ada di negeri ini mempunyai kewenangan tersendiri. Setiap wewenang harus ada
dasar hukumnya. Kewenangan harus dilandasi oleh ketentuan hukum yang ada,
sehingga kewenangan tersebut merupakan kewenangan yang sah. Oleh karena itu
wewenang pejabat apapun harus jelas dan tegas dalam peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang pejabat atau jabatan tersebut.
Menurut teori kewenangan dari H.D. van Wijk/Willem Konijenenbelt
dirumuskan sebagai berikut :
39
Ateng Syafrudin, 2000, Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Yang Bersih
Dan Bertanggungjawab, Jurnal Pro Justisia Edisi IV Tahun 2000, Universitas Prahyangan,
Bandung, hal. 22. 40
Prajudi Atmosudirdjo, 1981, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta,
hal. 29.
43
1. Attributie : toekenning van een bestuursbevoegheild door een wetgever
aan een bestuursorgaan; (pemberian izin/wewenang oleh pemerintah
kepada pejabat administrasi Negara)
2. Delegatie : overdracht van een bevoegheid van het ene bestuursorgaan
aan een ander; (pelimpahan wewenang dari satu badan ke yang lain)
3. Mandaat : een bestuursorgaan laat zijn bevoegheid namens hem
uitoefenen door een ander; (tidak adanya suatu pelimpahan wewenang dari
badan atau pejabat yang satu kepada pejabat lain)41
Konsep teori kewenangan menurut Philipus M. Hadjon bahwa setiap
tindakan pemerintah disyaratkan harus bertumpu atas kewenangan yang sah.
Kewenangan itu diperoleh melalui tiga sumber, yaitu atribusi, delegasi, dan
mandat. Kewenangan atribusi lazimnya digariskan melalui pembagian kekuasaan
negara oleh undang-undang, kewenangan delegasi adalah kewenangan yang
berasal dari adanya pelimpahan kewenangan secara atributif sedangkan mandat
tidak terjadi suatu pelimpahan kewenangan.42
Menurut tinjauan hukum tata negara, atribusi ini ditunjukkan dalam
wewenang yang dimiliki oleh organ pemerintah dalam menjalankan
pemerintahannya berdasarkan kewenangan yang dibentuk oleh pembuat Undang-
Undang. Atribusi ini menunjuk pada kewenangan asli atas dasar konstitusi atau
peraturan perundang-undangan.43
Dalam kewenangan atribusi pelaksanaannya
41
H.D. van Wiljk/Willem Konijnenbelt, 1988, Hoofdstukken van Administratief Recht,
Uitgeverij LEMMA BV, Culemborg, hal. 56. 42
Philipus M. Hadjon, 1997, Penataan Hukum Administrasi, Tentang Wewenang,
Fakultas Hukum Unair, Surabaya, (selanjutnya disebut Philipus M. Hadjon I) hal. 2. 43
Lutfi Effendi, 2004, Pokok-pokok Hukum Administrasi, Edisi pertama Cetakan kedua,
Bayumedia Publishing, Malang, hal. 77.
44
dilakukan sendiri oleh pejabat atau badan tersebut dan tertera dalam peraturan
dasarnya. Relevansi dengan permasalahan kewenangan Notaris dalam
mengeluarkan Keterangan Hak Waris dalam bentuk in originali terhadap
kewenangan atribusi adalah mengenai tanggung jawab dan tanggung gugatnya
berada pada pejabat ataupun badan sebagaimana tertera dalam peraturan dasarnya.
Delegasi merupakan pemindahan atau pengalihan wewenang yang ada
berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan atau aturan hukum.44
Menurut
Johanes Usfunan Delegasi merupakan salah satu alat bantu untuk memeriksa
apakah suatu badan berwenang atau tidak dalam membentuk peraturan maupun
keputusan.45
Terhadap kewenangan delegasi, mengenai tanggung jawab dan
tanggung gugatnya beralih kepada yang diberi limpahan wewenang tersebut
(delegataris)
Mandat menurut Indroharto bahwa pada mandat tidak terjadi perubahan
wewenang yang sudah ada dan merupakan hubungan internal pada suatu badan,
atau penguasaan bawaan melakukan suatu tindakan atas nama dan atas tanggung
jawab mandat.46
Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengijinkan
kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya. Kewenangan mandat
merupakan kewenangan yang bersumber dari proses atau prosedur pelimpahan
atau badan yang lebih tinggi kepada pejabat atau badan yang lebih rendah.
44
Habib Adjie, 2011, Hukun Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU. 30 Tahun
2004 Tentang Jabatan Notaris), Refika Aditama, Bandung, hal. 77 45
Yohanes Usfunan I. Op.Cit. hal. 146. 46
Indroharto, 1993, Usaha Memahami Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara
(Buku II) Beracara Di Pengadilan Tata Usaha Negara, Sinar Harapan, Jakarta, (selanjutnya disebut
Indroharto II) hal. 92.
45
Benang merah dari ketiganya adalah bahwa suatu atribusi menunjuk pada
kewenangan yang asli atas dasar konstitusi atau ketentuan hukum tata Negara.
Pada kewenangan delegasi harus ditegaskan pelimpahan wewenang kepada organ
pemerintah yang lain. Sedangkan pada kewenangan atas dasar mandat tidak
terjadi pelimpahan apapun dalam artian pemberian wewenang akan tetapi pejabat
yang diberi mandat bertindak atas nama pemberi mandat.
Kewenangan yang sah dapat pula dilihat dari segi batas kewenangan,
dalam arti suatu kewenangan itu dibatasi oleh isi/materi, wilayah dan waktu.
Cacat dalam aspek-aspek tersebut menimbulkan cacat kewenangan. Dengan
demikian bila dilihat dari segi batas kewenangan maka terdapat :
1. Kewenangan absolut, yakni kewenangan berdasar atas materi/isi dari
wewenang yang dimaksud atau kewenangan tersebut tentang objek apa.
2. Kewenangan relatif, yakni kewenangan berdasarkan atas wilayah hukum
atau lokasi dimana kewenangan tersebut dapat dilakukan secara
operasional.
3. Kewenangan temporis, yakni kewenangan berdasarkan atas waktu atau
kapan kewenangan tersebut dilakukan. Dalam kewenangan temporis ini
akan terlihat masa berlakunya suatu kewenangan.
Perbedaan antara kewenangan atribusi, delegasi dan mandat dengan
kewenangan absolut, relatif dan temporis adalah kewenangan atribusi lazimnya
digariskan melalui pembagian kekuasaan negara oleh undang-undang,
kewenangan delegasi adalah kewenangan yang berasal dari adanya pelimpahan
kewenangan secara atribusi, mandat tidak terjadi suatu pelimpahan kewenangan,
46
sedangkan kewenangan absolut, relatif dan semiporis adalah kewenangan yang
dimiliki oleh pejabat terbatas dan dilihat dari materi/isi, wilayah hukum atau
lokasi dan masa berlakunya suatu kewenangan.
Relevansinya kewenangan notaris dalam hal menjalankan tugas jabatannya
sebagai pejabat umum merupakan kewenangan yang diperoleh secara atribusi
yang secara normatif diatur dalam UUJN. Wewenang Notaris juga bersifat
mandiri, otonom, sebagai pejabat publik yang diangkat oleh negara, seorang
Notaris dapat menjalankan fungsinya kapan saja, tanpa harus memperoleh
persetujuan dari pemerintah pusat, Notaris bebas menjalankan fungsi dan
wewenangnya selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang mengaturnya.
Dalam menjalankan jabatannya sebagai Notaris yang merupakan Pejabat
Umum, sangat terkait dengan persoalan kepercayaan. Kepercayaan diartikan
bahwa negara memberikan kepercayaan, tugas dan kewenangan yang ditetapkan
dalam UUJN, ketentuan tersebut dijadikan sebagai dasar dan pedoman oleh
notaris untuk dapat menjalankan sebagian tugas negara, dan notaris memiliki
tanggung jawab penuh terhadapanya.
Pejabat Umum merupakan suatu jabatan yang diberikan oleh negara
kepada notaris untuk dapat menjalankan sebagian tugas negara di bidang hukum
perdata terkait upaya untuk mempercepat proses pelayanan terhadap rakyat.
Tugas negara di era globalisasi sekarang ini adalah menyelenggarakan
kepentingan umum untuk memberikan kemakmuran dan kesejahteraan yang
47
sebesar-besarnya berdasarkan keadilan dalam suatu Negara hukum.47
Berdasarkan
hal tersebut maka negara memberikan kewenangan kepada notaris sebagai Pejabat
Umum untuk memberikan pelayanan dan jasanya kepada masyarakat terkait
dengan perbuatan hukum keperdataan. Notaris merupakan jabatan yang diberikan
oleh pemerintah kepada seseorang untuk dapat menjalankan wewenang yang
bersifat hukum privat, yang telah ditetapkan dan didasarkan pada Undang-Undang
Jabatan Notaris.
Notaris sebagai Pejabat Umum yang melaksanakan sebagian tugas negara
harus melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan tetap berpedoman pada
peraturan yang berlaku, sehingga terhindar dari adanya penyalahgunaan
wewenang. Dengan tetap memperhatikan peraturan yang berlaku notaris dapat
melaksanakan tugas negara dengan baik dan bersih sehingga tidak akan
merugikan para pihak juga negara. Maka terkait dengan hal ini asas-asas
pemerintahan umum yang baik dan bersih dapat dijadikan pedoman dan dapat
berlaku terhadap segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh Pejabat Umum
dalam menajalankan tugasnya terkait dengan perbuatan hukum keperdataan.
Secara umum terdapat dua aliran dalam praktik kenotariatan di dunia,
yakni Notaris Latin dan Anglo Saxon. Notaris Latin diadopsi oleh negara yang
menganut Sistem Hukum Sipil (Civil Law System), sedangkan notaris Anglo
Saxon diadopsi oleh negara yang menganut Sistem Hukum Kasus (Common Law
System). Kelompok negara yang menganut civil law system adalah Negara-
negara Eropa seperti Belanda, Prancs, Luxemburg, Jerman, Austria, Swiss,
47
Amrah Muslimin, 1985, Beberapa Asas dan Pengertian Pokok Tentang Administrasi
dan Hukum Administrasi, Alumni, Bandung. hal . 110.
48
Skandinavia, Italia, Yunani,, Spanyol dan juga negara-negara bekas jajahan
mereka. Untuk kelompok yang termasuk dalan negara yang menganut common
law, misalnya Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Afrika Selatan,
sedangkan untuk kelompok notariat negara-negara Asia dan Afrika, yaitu Turki,
Israel, Mesir, Irak, Jepang, Cina, Ethiopia, Liberia, Sri Lanka, India dan Korea
Selatan.
Civil Law System sangat mementingkan keberadaan peraturan perundang-
undangan, dibandingkan keputusan-keputusan hakim sehingga hakim hanya
berfungsi sebagai pelaksana hukum. Notaris pada civil law system sama seperti
hukim. Notaris hanya sebagai pihak yang menetapkan aturan. Pemerintah
mengangkat Notaris sebagai orang-orang yang menjadi pelayan masyarakat.
Sebagai pihak yang diangkat oleh negara maka notaris dapat dikategorikan
sebagai pejabat negara. Sedangkan notaris civil law akan mengeluarkan akta yang
sama persis dengan asli akta (minuta akta) yang disimpan dalam kantor notaris.
Akta yang dibuat oleh seorang notaris dalam civil law system merupakan akta
otentik yang sempurna sehingga dapat dijadikan alat bukti yang sah di pengadilan.
Berbeda dengan negara yang menganut civil law system, pada comman law
system aturan hukum ditetapkan oleh hakim. Hakim bukan hanya sebagai
pelaksana hukum, tetapi juga memutuskan dan menetapkan peraturan hukum
merujuk pada ketentuan-ketentuan hakim terdahulu. Posisi notaris dalam common
law system berbeda dengan posisi notaris dalam civil law system yaitu notaris
bukanlah pejabat negara. Mereka tidak diangkat oleh negara, tetapi mereka adalah
notaris partikelir yang bekerja tanpa adanya ikatan pada pemerintah. Mereka
49
bekerja hanya sebagai legalisator dari perjanjian yang dibuat oleh para pembuat
perjanjian. Dokumen yang dikeluarkan oleh notaris bukanlah dokumen otentik
karena tidak dibuat di hadapan notaris, hanya pengesahannya yang dilakukan
notaris. Indonesia menganut mazhab Notaris Latin. Notaris di Indonesia
memberikan Legal Advice kepada para pihak, sepanjang tidak bertentangan
dengan undang-undang yang berlaku, ketertiban, dan kesusilaan.
Dalam suatu hubungan hukum apabila melibatkan penguasa menjadi salah
satu pihak maka selalu dipengaruhi oleh tugasnya menurut ketentuan hukum
publik dan karena itu ketentuan yang dilahirkan selalu bernada hukum publik.
Karena itu semua badan atau pejabat tata usaha negara dalam keadaan apapun dan
dalam hubungan apapun harus merasa terikat pada hak-hak dasar manusia.48
Sebagaimana dikemukan oleh Robert Seidman sebagaimana
diterjemahkan oleh Yohanes Usfunan, mengemukan pendapatnya mengenai
pemerintahan yang bersih. Pemerintahan yang bersih yakni :
1. harus berdasarkan hukum,
2. adanya pertanggungjawaban,
3. transparansi dan
4. adanya partisipasi.49
Berdasarkan pendapat yang dikemukan di atas maka relevansinya terhadap
perlindungan hukum bagi Notaris pembuat keterangan hak waris bagi WNI
keturunan Tionghoa dengan tugas dan kewajiban notaris dalam menjalankan
48
Johanes Usfunan, 2002, Perbuatan Pemerintah Yang Dapat Digugat, Djambatan,
Jakarta, (selanjutnya disebut Johanes Usfunan II) hal. 48-49. 49
AAN Seidman, Robertn Seidman, 2002, Penyusunan Rancangan Undang-Undang
Dalam Perubahan masyarakat yang demokratis, Jakarta, Elips, hal. 135 sebagaimana
diterjemahkan oleh Yohanes Usfunan I, op. cit. hal. 29.
50
kewenangannya adalah segala bentuk kewajiban dan tugas notaris harus
dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan yang berlaku sehingga dapat
menciptakan rasa keadilan bagi para pihak dan menghindari adanya tindakan
kesewenang-wenangan. Adanya pertanggungjawaban harus juga diperhatikan oleh
notaris dalam melaksanakan tugasnya agar mampu bertindak memberikan
pelayanan yang baik serta bersih bagi warga negara. Bentuk transparansi apabila
dikatikan dengan tugas notaris adalah dalam pembuatan dan pembacaan akta
kepada para pihak, dalam menjalankan tugasnya notaris diwajibkan untuk
membacakan akta hanya kepada para pihak yang berkepentingan secara
transparan, tidak memihak dan memberikan penjelasan serta memberikan
pengertian terhadap akta yang telah dibuat oleh para pihak.
Dalam UUJN jelas disebukan bahwa notaris sebagai pejabat umum yang
melaksanakan tugas dan pekerjaan memberikan pelayanan publik atau pelayanan
kepada masyarakat untuk membuat akta-akta otentik, di samping itu notaris juga
bertugas untuk melakukan pendaftaran dan mensahkan surat-surat yang dibuat
dibawah tangan. Selain itu notaris juga bertugas untuk memberikan nasihat dan
penjelasan mengenai undang-undang, peraturan yang berlaku dalam perbuatan
hukum kepada para pihak yang bersangkutan.
Maksud dari ketentuan kewenangan lain yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan adalah jabatan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah),
Pejabat Lelang Kelas II, Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Koperasi (NPAK).
Dan Notaris Pasar Modal dan kewenangan lain yang diatur dalam perundang-
undangan.
51
Wewenang utama notaris adalah membuat akta autentik, tapi tidak semua
pembuatan akta otentik menjadi wewenang notaris, dikecualikan dari Jabatan
Notaris adalah pembuatan akta kelahiran, pernikahan, dan perceraian yang dibuat
oleh pejabat lain selain notaris. Akta yang dibuat notaris tersebut hanya akan
menjadi autentik, apabila notaris mempunyai wewenang yang meliputi 4 (empat)
hal, yaitu :50
1. Notaris harus berwenang sepanjang menyangkut akta yang dibuat itu.
Notaris adalah pejabat umum yang dapat membuat akta yang ditugaskan
kepadanya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang untuk kepentingan
siapa akta itu dibuat.
Notaris tidak diperkenankan membuat akta untuk diri sendiri, isteri/suami,
atau orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan notaris baik
karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis lurus ke bawah
dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping
dengan derajat ke tiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri, ampun
dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantara kuasa. Maksud dan
tujuan ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya tindakan memihak
dan penyalahgunaan jabatan.
3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai wilayah atau tempat
kedudukan notaris dimana akta itu dibuat.
50
G.H.S. Lumban Tobing, 1999, Peraturan Jabatan Notaris-Notaris Regelment, Erlangga,
Jakarta, hal. 49-50
52
Notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah/kota. Wilayah jabatan
notaris meliputi seluruh wilayah propinsi dari tempat kedudukannya. Akta
yang dibuat di luar jabatannya adalah tidak sah.
4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.
Notaris tidak boleh membuat akta selama ia masih cuti atau dipecat dari
jabatannya, demikian juga notaris tidak boleh membuat akta sebelum ia
memangku jabatannya.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikatakan wewenang notaris
membuat akta otentik jika dipengaruhi hal-hal notaris yang bersangkutan
memang berwenang untuk itu, notaris tidak mempunyai hubungan kekeluargaan
baik hubungan perkawinan maupun hubungan darah, pembuatan akta harus
berbeda pada tempat kedudukan notaris dan notaris memang berwenang dalam
kurun waktu pembuatan akta itu. Misalnya saja notaris sedang cuti, namun dalam
masa cuti itu ada akta yang dibuatnya, maka akta itu menjadi tidak sah.
Dalam Pasal 1 ayat (7) UUJN disebutkan bahwa, “Akta Notaris adalah
akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris, menurut bentuk dan tata
cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang.” Akta otentik merupakan alat bukti
yang sempurna. Adapun akta otentik terdapat 2 (dua) jenis, yaitu :
1. Akta yang dibuat oleh Notaris (akta relaas atau akta pejabat). Akta yang dibuat
oleh Notaris memuat uraian dari Notaris suatu tindakan yang dilakukan atas
suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh Notaris. Akta yang dibuat
tersebut misalnya akta berita acara/risalah rapat RUPS suatu perseroan
terbatas, akta pencatatan budel, dan lain-lain seperti Surat Keterangan Waris.
53
2. Akta yang dibuat di hadapan Notaris (akta partij). Akta yang dibuat di
hadapan Notaris memuat uraian dari apa yang diterangkan atau diceritakan
oleh para pihak yang menghadap kepada Notaris. Akta tersebut dapat berupa
perjanjian kredit, dan sebagainya.
Berdasarkan batas kewenangan yang telah diuraikan diatas, dapat
disimpulkan notaris mendapatkan kewenangan dari undang-undang atau secara
atribusi. Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuatan
undang-undang kepada organ pemerintahan, dengan kata lain kewenangan atribusi
digariskan atau berasal dari adanya pembuatan kekuasaan negara oleh Undang-
Undang Dasar. Kewenangan secara atribusi merupakan kewenangan yang berasal
dari undang-undang. Secara delegasi, Notaris sebagai pejabat umum yang
menjalankan sebagian dari kewenangan fungsi publik dari negara, khususnya di
bidang hukum perdata, memperoleh kewenangan dari delegasi.
2.3 Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum merupakan unsur yang harus ada dalam suatu negara.
Setiap pembentukan negara pasti di dalamnya ada hukum untuk mengatur warga
negaranya. Dalam suatu negara terdapat hubungan antara negara dengan warga
negaranya. Hubungan inilah yang melahirkan hak dan kewajiban. Perlindungan
hukum akan menjadi hak bagi warga negara, namun disisi lain perlindungan
hukum menjadi kewajiban bagi negara.
Perlindungan hukum merupakan suatu gambaran dari fungsi hukum yaitu
bahwa hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian,
kemanfaatan dan kedamaian. Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum
54
adalah adanya upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara
mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka
kepentingannya tersebut.51
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas jabatan
dari seorang Notaris maka aspek perlindungan hukum perlu dialokasikan
pengaturannya dalam hukum positif di Indonesia.
Philipus M. Hadjon mengemukan bahwa perlindungan hukum merupakan
perlindungan harkat dan martabat dan pengakuan terhadap hak asasi manusia
yang dimiliki oleh subyek hukum dalam negara hukum yang berdasarkan pada
ketentuan hukum yang berlaku di negara tersebut guna mencegah terjadinya
kesewenang-wenangan. Perlindungan hukum itu pada umumnya berbentuk suatu
peraturan tertulis, sehingga sifatnya lebih mengikat dan akan mengakibatkan
adanya yang harus dijatuhkan kepada pihak yang melanggarnya.52
Relevansi
dengan masalah yang terkait dengan perlindungan hukum bagian Notaris adalah
Notaris harus dapat melaksanakan tugas dan fungisnya sebagai pejabat negara
dengan baik dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
terutama harus berpedoman pada Undang-Undang Jabatan Notaris dengan
melaksanakan semua ketentuan yang telah diatur dalam kode etik profesinya.
Keberadaan hukum dalam masyarakat merupakan suatu sarana untuk
menciptakan ketentraman dan ketertiban masyarakat, sehingga dalam hubungan
antar anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya dapat dijaga
kepentingannya. Hukum tidak lain adalah perlindungan kepentingan manusia
yang berbentuk norma atau kaedah. Hukum sebagai kumpulan peraturan atau
51
Satjipto Rahardjo, 2003, Sisi-sisi Lain dan Hukum di Indonesia, Kompas, Jakarta, hal.
121. 52
Philipus M. Hadjon I, op. cit. hal. 205.
55
kaedah mengandung isi yang bersifat umum dan normatif, umum karena berlaku
bagi setiap orang, dan normatif karena menentukan apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan, serta menentukan bagaimana cara melaksanakan kepatuhan pada
kaedah.53
Berdasarkan pendapat Sudikno Mertokusumo maka dapat dinyatakan
bahwa hukum diciptakan untuk menciptakan ketertiban melalui pemenuhan
keadilan di antara tiap-tiap individu di dalam masyarakat. Manusia sebagai bagian
dari masyarakat, dalam aktivitas sehari-hari, tidak akan pernah lepas dari
ketentuan hukum yang berlaku. Dalam aktivitas sehari-hari, tanpa disadari telah
terbentuk suatu bentuk perbuatan hukum yang tentu saja akan menimbulkan
akibat hukum, baik akibat hukum yang dikehendaki maupun yang tidak
dikehendaki. Justru karena ada akibat hukum inilah, maka masyarakat harus
mengenal hukum.
Wujud dari peran hukum dalam masyarakat adalah memberikan
perlindungan hukum kepada anggota masyarakat yang kepentingannya terganggu.
Persengketaan yang terjadi dalam masyarakat harus diselesaikan menurut hukum
yang berlaku, sehingga dapat mencegah perilaku main hakim sendiri. Tujuan
pokok hukum sebagai perlindungan kepentingan manusia adalah menciptakan
tatanan masyarakat yang tertib, sehingga terwujud kehidupan yang seimbang.
Menurut Subekti dalam buku Sudikno Mertokusumo berpedapat, bahwa
tujuan hukum itu mengabdi kepada tujuan Negara, yaitu mendatangkan
53
Sudikno Mertokusumo, 2003, Mengenai Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta,
(selanjutnya disebut Sudikno Mertokusumo II) hal. 39.
56
kemakmuran dan kebahagian bagi rakyatnya.54
Dari pendapat tersebut penulis
memberi pemahaman bahwa guna membangun dan mempertahankan tatanan
sosial masyarakat yang teratur ini, maka manusia membutuhkan pranata pengatur
yang terdiri dari dua hal yaitu aturan (hukum) dan si pengatur (kekuasaan). Dari
sinilah hukum tercipta, yakni sebagai bagian pranata pengatur disamping pranata
lain yang kekuasaan. Untuk menciptakan keteraturan maka dibuatlah hukum
sebagai alat pengatur, dan agar hukum tersebut dapat memiliki kekuatan untuk
mengatur maka perlu suatu lembaga kekuasaan yang dapat memaksa keberlakuan
hukum tersebut sehingga dapat bersifat imperatif. Sebaliknya, adanya entitas
kekuasaan ini perlu diatur pula dengan hukum untuk menghindari terjadinya
penindasan melalui kesewenang-wenangan ataupun dengan penyalahgunaan
wewenang.
Menurut Hans Nawiasky, suatu Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok
Negara dapat dituangkan di dalam suatu dokumen negara yang disebut
Staatsverfassung, atau dapat juga dituangkan dalam beberapa dokumen negara
yang tersebar-sebar yang disebut dengan istilah Staatsgrundgesetz.55
Pada hakekatnya terdapat hubungan antara subjek hukum dengan objek
hukum yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan kewajiban. Hak dan
kewajiban yang timbul dari hubungan hukum tersebut harus dilindungi oleh
hukum, sehingga anggota masyarakat merasa aman dalam melaksanakan
kepentingannya. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum dapat diartikan
sebagai suatu pemberian jaminan atau kepastian bahwa seseorang akan
54Ibid, hal. 57-61. 55
Maria Farida Indrati S., op.cit, hal. 48.
57
mendapatkan apa yang telah menjadi hak dan kewajibannya, sehingga yang
bersangkutan merasa aman.
Kesimpulan dari hal tersebut di atas, bahwa perlindungan hukum dalam arti
sempit adalah sesuatu yang diberikan kepada subjek hukum dalam bentuk
perangkat hukum, baik yang bersfiat preventif maupun represif, serta dalam
bentuk yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain, perlindungan hukum
dapat diartikan sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu ketentraman bagi
segala kepentingan manusia yang ada di dalam masyrakat sehingga tercipta
keselarasan dan keseimbangan hidup masyarakat. Sedangkan perlindungan hukum
dalam arti luas adalah tidak hanya diberikan kepada seluruh mahluk hidup
maupun segala ciptaan Tuhan dan dimanfaatkan bersama-sama dalam rangka
kehidupan yang adil dan damai.
Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila, maka system
perlindungan hukum yang dianut harus berpijak pada dasar Negara Pancasila,
yaitu tidak hanya melihat hak dan kewajiban di dalam masyarakat.
Prinsip-prinsip perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia berlandas pada
Pancasila sebagai dasar ideologi dan dasar falsafah Negara. Prinsip-prinsip yang
mendasari perlindungan hukum bagi rakyat berdasarkan Pancasila adalah :56
1. Prinsip-prinsip perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindakan
pemerintah yang bersumber pada konsep tentang pengakuan dan
perlindungan terhadap hak asasi manusia.
56
Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia; Sebuah studi
tentang prinsip-prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum,
PT. Bina Ilmu, Surabaya, (selanjutnya disebut Philipus M, Hadjon II) hal. 19-20.
58
Pengakuan akan harkat dan martabat manusia pada dasarnya
terkandung dalam nilai-nilai Pancasila yang telah disepakati sebagai dasar
negara. Dengan kata lain, Pancasila merupakan sumber pengakuan akan
harkat dan martabat manusia. Pengakuan akan harkat dan martabat
manusia berarti mengakui kehendak manusia untuk hidup bersama yang
bertujuan yang diarahkan pada usaha untuk mencapai kesejahteraan
bersama.
2. Prinsip Negara Hukum
Prinsip kedua yang melandasi perlindungan hukum bagi rakyat
terhadap tindakan pemerintahan adalah prinsip negara hukum. Pancasila
sebagai dasar falsafah Negara serta adanya asas keserasian hubungan
antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan tetap merupakan
elemen pertama dan utama karena Pancasila, yang pada akhirnya
mengarah pada usaha tercapainya keserasian dan keseimbangan adalam
kehidupan.
Dari pendapat Philipus M. Hadjon dapat dinyatakan bahwa perlindungan
hukum merupakan suatu yang melindungi subyek-subyek hukum melalui
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya
dengan suatu sanksi. Perlingungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :57
1. Perlindungan Hukum Preventif
Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk
mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam
57
Musrihah, 2000, Dasar dan Teori Ilmu Hukum, PT Grafika Persada, Bandung, hal. 30.
59
peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu
pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam
melakukan suatu kewajiban.
2. Perlindungan Hukum Represif
Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi
seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila
sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.
Berdasarkan 2 (dua) jenis perlindungan hukum seperti yang dikemukan
oleh Musrihah tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa perlindungan hukum
preventif memberikan kesempatan kepada rakyat untuk mengajukan keberatan
((inspraak) atas pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintahan mendapat
bentuk yang definitf. Sehingga, perlindungan hukum ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya sengketa dan sangat besar artinya bagi tindak pemerintah
yang di dasarkan pada kebebesan bertindak. Dengan adanya perlindungan hukum
yang preventif ini mendorong pemerintah untuk berhati-hati dalam mengambil
keputusan yang berkaitan dengan asas freies ermessen, dan rakyat dapat
mengajukan keberatan atau dimintai pendapatnya mengenai rencana keputusan
tersebut. Sedangkan perlindungan hukum represif berfungsi untuk menyelesaikan
apabila terjadi sengketa. Indonesia dewasa ini terdapat berbagai badan yang secara
partial menangani perlindungan hukum bagi rakyat.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis berpendapat bahwa salah satu
sifat dan sekaligus merupakan tujuan dari hukum adalah memberikan
perlindungan kepada masyarakat termasuk notaris yang membuat surat keterangan
60
hak waris maupun WNI keturunan yang membutuhkan surat keterangan hak
waris. Oleh karena itu, perlindungan hukum terhadap masyrakat tersebut harus
diwujudkan dalam bentuk adanya kepastian hukum. Selanjutnya hukum dapat
melindungi hak dan kewajiban setiap individu dalam masyarakat.
2.4 Kekuatan Isi Surat Keterangan Waris di Indonesia
Surat keterangan waris merupakan surat yang isinya menerangkan tentang
kedudukan ahli waris dan hubungannya dengan pewaris. Dengan adanya surat
keterangan waris tersebut ahli waris dapat melakukan tindakan hukum terhadap
harta peninggalan pewaris secara bersama-sama. Bila ada satu orang saja yang
tidak setuju, maka tindakan hukum itu tidak dapat dilaksanakan. Tindakan hukum
di sini maksudnya adalah tindakan pengurusan dan tindakan kepemilikan secara
bersama-sama. Biasanya surat keterangan waris diperlukan untuk peralihan hak
atas tanah dan pencairan uang tabungan/deposito pewaris di Bank, transaksi jual
beli tanah yang sertipikatnya masih atas nama pewaris, dan lain-lain.
Tidak adanya formatur yang khusus mengatur surat keterangan waris,
maka dalam [roses pembuatan surat keterangan hak waris wajib dilaksanakan oleh
notaris dengan prinsip kehati-hatian yang sedemikian rupa sehingga tidak
merugikan orang yang dibuatkan keterangan hak warisnya di kemudian hari. Oleh
sebab itu pada saat proses pembuatan surat keterangan hak waris kemungkinan
yang bersangkutan diwajibkan untuk memenuhi berbagai syarat yang sulit untuk
dipenuhi seperti membawa saksi yang benar-benar mengetahui kebenarannya
61
penghadap sebagai ahli waris dan pewaris.58
Dari pendapat Hartono
Soerjopratilnyo, penulis berpendapat bahwa ketelitian dan kehati-hatian notaris
dalam membuat surat keterangan hak waris harus diterapkan notaris dengan
menanyakan kepada yang bersangkutan sebanyak mungkin hal-hal yang
berkenaan dengan pembuatan surat keterangan hak waris, termasuk menanyakan
apapkah orang yang membutuhkan surat keterangan itu pernah membuat surat
keterangan hak waris sebelumnya pada notaris yang lainnya. Namun penulis
menyadari hal ini sulit dilakukan pada orang yang baru pertama kali menghadap
notaris untuk minta dibuatkan surat keterangan hak waris.
Pembuatan surat keterangan waris bagi Warga Negara Indonesia
keturunan Tionghoa di Indonesia masih secara rutin dibuat oleh para notaris. Surat
keterangan waris yang dibuat oleh notaris telah mendapat kepercayaan penuh dari
masyarakat, intansi-instansi pemerintah maupun swasta, bahkan juga dari para
debitor .
Perundang-undangan di Indonesia pada waktu ini tidak ada peraturan
khusus mengenai surat keterangan waris, dalam PJN tidak akan ditemukan
ketentuan yang menegaskan bahwa notaris mempunyai kewenangan membuat
surat keterangan waris, demikian pula dengan UUJN tidak mengaturnya. Dasar
hukum notaris di Indonesia membuat surat keterangan waris sebelum berlakunya
UUJN berasal dari kebiasaan para notaris Belanda yang diikuti oleh para notaris
di Indonesia. Menurut Tan Thong Kie di dalam bukunya yang berjudul serba-serbi
praktek notaris, menyatakan dengan tidak adanya suatu undang-undang atau
58
Hartono Soerjopratilnyo, 2002, Hukum Waris Testamentair, Seksi Notariat Fakultas
Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, hal. 53.
62
peraturan perundang-undangan mengenai keterangan waris di Indonesia
mengambang karena tidak mempunyai jangkar.
Menurut sejarahnya dikutip dari bukunya Djoko Soepadmo yang berjudul
Teknik Pembuatan Akta Seri A-1 Bagian Kedua menyebutkan 59
:
Pasal 38 Wet Op Het Notarisambt. tertulis : (terjemahkan langsung kedalam
bahasa Indonesia oleh beliau)
Ayat 1 : para notaris diwajibkan untuk membuat minuta dari segala yang
dibuat dihadapannya, dalam mana jika hal tersebut tidak dilakukan, akta
tersebut tidak mempunyai kekuatan otentik dan notarisnya diwajibkan untuk
mengganti biaya, kerugian dan bunga kepada yang berkepentingan.
Ayat 2 : dari kewajiban ini dikecualikan akta pengumuman perkawinan
(huwelijks aankondiging) persetujuan untuk wakin, kenal diri, dari voltmag
of magtiging, (kuasa atau ijin), keterangan atau kepemilikan atau keterangan
tentang hidup seseorang, van erfrecht (keterangan hak waris), penghapusan
penawaran pembayaran hutang dari protest, persetujuan penghapusan atau
pengurangan ikatan-ikatan hipotik atau pemberatan mengenai kapal juga
penghapusan atau pengurangan hipotik atau pemberatannya, juga
pemberatan-pemberatannya dan pendaftaran pada grootboeken der nationale
schuld dan mengenai baliknama mengenai process verbal tentang
pembebasan dari benda-benda tidak bergerak dan kapal-kapal dalam register-
register umum tentang hak-hak mengenai eigndom, perubahan tentang
pemilihan domisili dari pendaftaran hipotik, mengenai persewaan rumah dan
tanah-tanah apabila harga sewanya tidak lebih dari F50 pertahun, dan akta-
akta lainnya yang pengeluarannya diperbolehkan dalam originali yang
ditetapkan oleh Undang-undang ini.
Pasal 38 ayat (2) wet Op Het Notarisambt tersebut menentukan bahwa
seorang notaris yang biasanya diharuskan membuat akta-akta dengan minuta,
dibebaskan dari akta-akta yang disebut terakhir ini adalah verklaring van erfrecht.
Pasal ini kemudian dimasukan oleh pemerintah Hindia Belanda ke dalam het
Reglement op het Notarisambt in Indonesiie (Nederlandshch Indiie) PJN 1860
dengan Pasal 35, dalam pemasukkannya ternyata pasal tersebut tidak diikuti
dengan lengkap, antara lain kata-kata verklaring van erfrecht tidak turut
59
Djoko Soepadmo, 1996, Teknik Pembuatan Akta Seri A-1 Bagian Kedua, PT Bina
Ilmu, Surabaya, hal. 357-358
63
dimasukkan60
, dengan demikian notaris membuat surat keterangan waris hanya
berdasarkan kebiasaan notaris di negeri belanda. Hal ini dikarenakan Indonesia
menganut prinsip konkordasi maka notaris di Indonesia yang semula
berpendidikan di negara Belanda mengambil bentuk dan cara-cara yang dilakukan
oleh notaris di negara Belanda dalam hal caranya membuat surat keterangan
waris. Pembuatan surat keterangan waris di Belanda merupakan suatu kewajiban,
hal ini dapat dilihat dalam notariswet di Belanda : “het afgeven van verklaringen
van erfrecht valt onder de ambtsplicht van de notaris; buiten gegronde redenen
mag hij zijn dienst daartoe niet weirgen, zij is een akte in de zin van art. 42
Notariswet”. (Terjemahan oleh Suryatin Lijaya) : pemberian atau pembuatan
surat keterangan waris adalah merupakan kewajiban jabatan dari pada notaris;
tanpa berdasarkan alasan yang masuk akal ia tidak dapat mengesampikan
kewajibannya itu. Itu merupakan suatu akta dalam pengertian Pasal 42
Notariswet.
Surat keterangan waris yang selama ini yang dibuat oleh notaris
merupakan terjemahan dari Verklaring Van Erfrecht, jika kita membaca Kamus
Hukum Bahasa Belanda, maka akan ditemukan arti dari Verklaring Van Erfrecht.
Bahwa Verklaring atau verklarend mempunyai 2 (dua) arti yaitu61
:
1. menerangkan atau menjelaskan
2. menyatakan, mendeklarasikan atau menegaskan.
Verklaring dalam arti menerangkan merupakan arti secara umu, jadi hanya
merupakan pemberian keterangan dalam arti yang umum dan tidak mengikat
60
Tan Thong Kie, 2000, Studi Notariat Serba-Serbi Praktek Notaris, PT Ichtiar Baru Van
Hoeve, Jakarta, hal. 566. 61
Habib Adjie, op. cit, hal. 19.
64
secara hukum siapapun, baik yang memberi keterangan maupun yang menerima
keterangan. Sedangkan Verklaring dalam arti sebagai menyatakan berarti
penjelasan dalam arti yang khusus dan mengikat secara hukum bagi yang
menerima pernyataan, dan bagi mereka yang tidak menerima pernyataan tersebut
wajib untuk membuktikannya secara hukum.
65