BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL II.1. Kerangka...

12
BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL II.1. Kerangka Tektonik Regional Cekungan Sumatra Selatan Cekungan Sumatra Selatan terletak di pulau Sumatra dan merupakan salah satu cekungan sedimen Tersier back-arc yang banyak menghasilkan minyak dan gas bumi. Batuan dasar Sumatra dipercaya merupakan bagian dari kraton paparan Sunda yang merupakan amalgamasi dari bermacam jenis lempeng mikro dari berbagai sumber. Cekungan Sumatra Selatan disebelah baratlaut dibatasi oleh Barisan Pegunungan Tiga Puluh dan disebelah timur dan timurlaut dibatasi oleh singkapan batuan Pra-Tersier paparan Sunda di daerah Pulau Bangka dan Pulau Lingga. Batas disebelah baratdaya dicirikan oleh barisan Pegunungan Barisan dan disebelah tenggara terdapat Tinggian Lampung yang menjadi batas cekungan ini (Gambar II.1). Gambar II.1. Tatanan pola cekungan sedimen Tersier Sumatra Selatan masa kini (modifikasi Pertamina BPPKA, 1997) 9

Transcript of BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL II.1. Kerangka...

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

II.1. Kerangka Tektonik Regional Cekungan Sumatra Selatan

Cekungan Sumatra Selatan terletak di pulau Sumatra dan merupakan salah satu

cekungan sedimen Tersier back-arc yang banyak menghasilkan minyak dan gas

bumi. Batuan dasar Sumatra dipercaya merupakan bagian dari kraton paparan

Sunda yang merupakan amalgamasi dari bermacam jenis lempeng mikro dari

berbagai sumber. Cekungan Sumatra Selatan disebelah baratlaut dibatasi oleh

Barisan Pegunungan Tiga Puluh dan disebelah timur dan timurlaut dibatasi oleh

singkapan batuan Pra-Tersier paparan Sunda di daerah Pulau Bangka dan Pulau

Lingga. Batas disebelah baratdaya dicirikan oleh barisan Pegunungan Barisan dan

disebelah tenggara terdapat Tinggian Lampung yang menjadi batas cekungan ini

(Gambar II.1).

Gambar II.1. Tatanan pola cekungan sedimen Tersier Sumatra Selatan masa kini

(modifikasi Pertamina BPPKA, 1997)

9

Struktur batuan dasar pada cekungan Sumatra Selatan memperlihatkan perubahan

secara gradual lineasi utama berarah baratlaut-tenggara pada bagian cekungan

sebelah barat menjadi lineasi berarah timur-barat pada bagian cekungan sebelah

tenggara (De Coster, 1974; Pulunggono dan Cameron, 1984). Selama akhir Kapur

sampai Oligosen terjadi pergerakan tensional yang menghasilkan struktur horst

dan half graben yang dibatasi oleh sesar yang secara umum berarah timurlaut-

baratdaya sampai utara-selatan (Pertamina-BPPKA, 1997). Sedimen klastik kasar

yang bersumber dari daerah yang mengalami pengangkatan diendapkan pada

cekungan lokal dalam lingkungan aluvial.

Morfologi struktural utama dari graben-graben merupakan pengontrol utama

distribusi sedimentasi yang diendapkan pada masa Eosen sampai Oligosen

(Formasi Lahat, Lemat dan Talang Akar). Pengaruh graben ini semakin berkurang

pada masa Miosen yang memiliki rejim tektonik yang lebih stabil. Pada masa ini

diendapkan klastik berukuran halus yang terakumulasi pada daerah basinal sag

(Formasi Gumai) sedangkan batugamping (Formasi Baturaja) dan juga batupasir

endapan laut dangkal (Formasi Air Benakat) diendapkan mengikuti tatanan

struktur yang telah terbentuk sebelumnya.

Rejim tektonik baru muncul pada masa Pliosen ditandai dengan terbentuknya

Pegunungan Barisan yang disebabkan terjadinya konvergensi lempeng India-

Australia terhadap lempeng Eurasia sepanjang palung Sumatra yang

menghasilkan rejim kompresi. Lineasi tua mengalami reaktivasi yang

menghasilkan sesar-sesar anjakan dan pengangkatan batuan dasar yang

menghasilkan lipatan-lipatan berupa drapes pada lapisan yang lebih dangkal.

Lipatan-lipatan ini memiliki arah baratlaut-tenggara. Batuan sedimen yang

berasosiasi dengan pembentukan Pegunungan Barisan terdiri dari endapan klastik

kasar dan endapan volkanik (Formasi Muara Enim dan Formasi Kasai).

10

II.2. Tektonostratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan II.2.1. Pre-rift II.2.1.1. Batuan Dasar Pra-Tersier

Batuan dasar cekungan Sumatra Selatan disusun oleh bermacam jenis batuan Pra-

Tersier termasuk batuan granit, batuan metamorf dan batuan meta-sedimen,

andesit dan dolomit atau batugamping (Gambar II.2). Tatanan Pra-Tersier Pulau

Sumatra merupakan amalgamasi lempeng-mikro kontinen dan samudra. Fragmen-

fragmen kratonik mulai saling bersatu sejak akhir jaman Trias saat lempeng-

mikro Mergui, Malaka dan dan Malaya Timur membentuk bagian inti dari

Kraton Sundaland. Konvergensi lempeng tersebut ke arah barat dengan lempeng

oseanik India-Australia pada akhir Mesozoik menghasilkan akresi ofiolit dan

metasedimen pada Woyla Terrain. Aktivitas magmatisme dan pensesaran sangat

mempengaruhi Paparan Sunda selama masa ini.

Lempeng Mikro Malaka

Sebagian besar batuan dasar Sumatra merupakan bagian dari lempeng-mikro

Malaka. Lempeng-mikro ini berada disebelah timur dari lempeng-mikro Mergui

dan dipisahkan dari lempeng-mikro Mergui oleh Mutus Assemblage yang berupa

endapan sedimen laut dalam dan endapan volkanik. Sebagian besar bagian selatan

Sumatra yang menutupi lempeng mikro Malaka, membentuk batuan dasar Pra-

Tersier pada bagian timur Cekungan Sumatra Tengah dan pada bagian timur dan

utara dari Cekungan Sumatra Selatan. Lempeng-mikro ini tersingkap hanya

dibeberapa tempat saja. Litologi lempeng-mikro ini didominasi oleh batuan

kuarsit, batu sabak dan filit. Di Cekungan Sumatra Tengah, kelompok batuan ini

dikenal sebagai Quarzite Terrain, sedangkan di Cekungan Sumatra Selatan

diketahui sebagai Phyllite Terrain. Umur dari litologi ini sulit untuk diukur tetapi

intrusi granitoid berumur Triasik Akhir yang ditemukan dalam Mutus Assemblage

yang berada didekat terrain ini mengindikasikan baik Quartzite Terrain ataupun

11

Phyllite Terrain diduga memiliki umur lebih muda dari Triasik Awal (Gambar

II.2) (Pulunggono dan Cameron, 1984; Barber dan rekan, 2005).

Intrusi Batuan Beku Granit

Pluton granit dan granitoid menerobos baik lempeng-mikro Mergui maupun

lempeng-mikro Malaka. Intrusi yang terjadi telah diasosiasikan dengan aktivitas

tektonik sejak jaman Karbon. Berdasarkan pada data umur maka granit ini dapat

dibagi menjadi tiga kelompok (Pulunggono dan Cameron, 1984; Katili,1972):

Triasik Akhir, sabuk granit ditemukan didaerah Bangka-Biliton-Singkep

yang membentuk batas timurlaut Cekungan Sumatra Selatan.

Granit dan granodiorit berumur Jurasik muncul sebagai batuan dasar pada

lapangan Kluang Utara, Tanjung Laban, Sumpal dan Dayung di Cekungan

Sumatra Selatan. Batuan dasar yang ditemukan pada sumur-sumur ini

serupa dengan singkapan intrusi granitik yang terdapat disebelah timur

kota Palembang dekat daerah Bukit Batu, Pegunungan Tiga Puluh dan

Pengunungan Dua Belas.

Intrusi granitoid berumur Kapur juga ditemukan tersebar di Palembang

pada Cekungan Sumatra Selatan, dimana intrusi ini ditemukan sebagai

batuan dasar di daerah Pendopo-Limau. De Coster (1974)

mengelompokan granit masif berumur Mesozoik Akhir yang terdapat

sepanjang batas timur dan baratdaya Cekungan Sumatra Selatan kedalam

batolit granit Bangka yang diduga dapat ditemukan sepanjang arah selatan

dan barat.

Granit yang mengalami alterasi dan perekahan dapat menjadi reservoir gas pada

lapangan Suban, Dayung dan Sumpal (Blok Koridor Barat). Granit yang

tersingkap pada tinggian lokal batuan dasar juga dapat menjadi sumber butiran

sedimen batupasir yang membentuk reservoir dibanyak lapangan minyak dan gas

Sumatra Selatan seperti lapangan Limau, Talang-Akar, Pendopo dan Kluang.

12

Gambar II.2. Tatanan lempeng mikro dan batuan dasar Pulau Sumatra, dimodifikasi dari Pulunggono dan Cameron, 1984 (Barber dan rekan, 2005).

II.2.2. Syn-rift II.2.2.1. Sikuen Eosen Akhir – Oligosen Awal Formasi Lemat

Sikuen berumur Eosen Akhir dan Oligosen Awal dari Formasi Lemat dibatasi

oleh batas sikuen berupa permukaan erosional yang berhimpitan dengan

permukaan seismik. Sikuen ini terdiri dari endapan klastik berbutir kasar pada

bagian bawah dan ditutupi oleh endapan batulempung.

Endapan klastik berbutir kasar dan endapan volkanoklastik dari sikuen Lemat ini

diinterpretasikan sebagai endapan lowstand system tract, sedangkan endapan

batulempung merupakan endapan highstand system tract. Sikuen ini diendapkan

pada lingkungan sungai sampai danau dengan dicirikan oleh litologi batupasir,

batupasir tufan, batulanau, fragmen batuan, breksi dan granite wash.

13

Gambar II.3. Kolom litostratigrafi cekungan Sumatra Selatan, sub-cekungan Palembang

(Pertamina-BPPKA, 1997) II.2.3. Post-rift II.2.3.1. Sikuen Oligosen Akhir-Miosen Awal Formasi Talang Akar

Sikuen berumur Oligosen Akhir – Miosen Awal pada umumnya dibatasi oleh

batas sikuen berupa permukaan erosional pada batas atas formasi Lemat yang

dapat dikenali disebagian besar sub-cekungan Palembang (Gambar II.3). Sikuen

ini secara lokal memperlihatkan onlap pada Formasi Lemat ataupun batuan dasar

Pra-Tersier.

Refeksi seismik yang baik seringkali memperlihat batas yang jelas antara batas

bawah permukaan Talang Akar berumur Oligosen Akhir – Miosen Awal. Pada

tempat dimana Talang Akar memiliki ketebalan yang tipis, refleksi seismik

14

seringkali tertutup oleh efek tuning dari batugamping Baturaja yang diendapkan

diatas Talang Akar. Batuan klastik Talang Akar pada awalnya diendapkan sebagai

endapan lowstand system tract and sebagian besar tersusun oleh batupasir fluvial-

deltaik, batulanau, batulempung dan batubara.

II.2.3.2 Sikuen Miosen Awal-Miosen Tengah Formasi Baturaja dan Gumai

Pada daerah dengan proses penurunan cekungan yang aktif, Formasi Gumai

diendapkan pada lingkungan laut dalam dan sebagian besar berupa fasies

batulempung. Di daerah lokal, dimana banyak fosil foraminifera terkumpulkan

pada kondisi lingkungan pengendapan dengan energi yang cukup tinggi, fasies

batulempung ini bersifat karbonatan. Sedangkan didaerah dataran dan horst,

diendapakan fasies batugamping dan terumbu dari Formasi Baturaja.

Pengendapan terumbu ini dipengaruhi oleh tatanan paleotopografi dari batuan

dasar dimana daerah dataran dan tinggian lokal menjadi tempat yang baik untuk

pertumbuhan terumbu. Fasies terumbu ini dapat ditemukan dengan ketebalan

lebih dari 300 kaki. Fasies batugamping klastik dengan ukuran butir yang lebih

halus dapat ditemukan dengan kisaran ketebalan antara 105 – 210 kaki.

Pengendapan fasies batugamping Formasi Baturaja ini seumur dengan fasies

batulempung Formasi Gumai kearah cekungan sehingga fasies batugamping ini

dapat mengandung lempung yang cukup banyak.

Perkembangan porositas sekunder yang dapat terjadi pada fasies terumbu ini

dapat menghasilkan reservoir dengan kualitas yang sangat baik. Berhentinya

pengendapan batugamping Baturaja pada Miosen Awal mungkin dikarenakan

oleh penurunan muka air laut yang menyebabkan sebagian endapan terekspos

dipermukaan dan mengalami erosi dan kemudian diikuti oleh naiknya permukaan

laut relatif secara cepat. Naiknya permukaan muka laut ini menyebabkan daerah

dataran tenggelam sehingga kondisi ini tidak sesuai dengan kemampuan tumbuh

dan berkembangnya terumbu.

15

II.2.3.3. Sikuen Miosen Tengah Formasi Air Benakat

Formasi Air Benakat berumur Miosen Tengah tersusun oleh sejumlah endapan

klastik yang berprogradasi dari arah timurlaut kedalam cekungan yang mengalami

penurunan menerus. Perselingan batupasir, batulempung dan batubara formasi ini

diendapkan pada lingkungan fluvial-deltaik. Sedimentasi Formasi Air Benakat

dimulai saat penurunan muka laut relatif terjadi pada tahap awal saat Miosen

Tengah yang menghasilkan progradasi endapan shoreface dan tidal kearah

cekungan.

II.2.3.4. Sikuen Miosen Akhir Formasi Muara Enim

Proses tektonik rejim kompresi yang terus berlanjut pada akhir Miosen Tengah

menghasilkan perubahan arah sumber klastik dari daerah pinggiran cekungan. Hal

ini menjadikan sikuen Formasi Muara Enim berumur Miosen Akhir tersusun oleh

endapan regresif yang dicirikan oleh pola endapan parasikuen mendangkal keatas.

Endapan ini sebagian besar berupa interkalasi batulempung dengan batupasir dan

kadang kala berselingan dengan endapan batubara. Pada bagian bawah formasi,

sikuen batuan ini diendapkan pada lingkungan sungai sampai endapan laut

dangkal pada bagian atas sikuen. Batas atas dan bawah sikuen ini dapat dikenali

oleh kemunculan awal dari lapisan batubara yang secara lateral kontinyu.

Ketebalan di daerah Muara Enim dan Lahat dapat mencapai 500 – 700 m dengan

15% proporsinya berupa lapisan batubara. Di daerah dimana formasi ini tipis,

biasanya lapisan batubara akan memiliki ketebalan yang tipis bahkan absen.

Fenomena ini mengindikasikan laju subsiden memainkan peranan penting dalam

pengendapan dan preservasi batubara.

II.2.3.5. Sikuen Pliosen Formasi Kasai

Menuju akhir dari masa Pliosen, sub cekungan Palembang mencapai kondisi

sedimentasi regresif maksimum yang dicirikan oleh pengendapan sikuen Formasi

Kasai. Formasi ini diendapkan pada lingkungan kontinen dan umumnya tersusun

16

oleh perselingan batulempung, batupasir berbutir kasar dan batupasir tufa. Pada

cekungan Sumatra Selatan disebagian besar permukaan batuan sedimen dapat

ditemukan endapan Formasi Kasai. Bagian bawah umumnya memiliki ketebalan

250-350 m dicirikan oleh butiran halus batuan tefra-riolitik dan batupasir tufan.

Batubara absen dan batupasir konglomeratik dan material tumbuhan jarang

ditemukan.

Sedangkan bagian atas dengan kisaran ketebalan 300 – 500 m masih dapat

dijumpai batuan tuf dan juga tersusun oleh batupasir berbutir kasar dan batuan

konglomerat yang kaya kandungan pumice. Produk erosional dari formasi yang

lebih tua dapat ditemukan yang mengindikasikan proses naiknya dan erosi dari

pegunungan Gumai selama periode pengendapan Formasi Kasai. Sebagian besar

sikuen ini dapat diklasifikasikan sebagai endapan syn-orogenesa, yang

diendapkan sebagian besar didaerah sinklin.

II.3. Tatanan Geologi Blok Rimau II.3.1. Struktur Geologi

Elemen struktur di Blok Rimau dapat tergambarkan pada Gambar II.4. Elemen

penciri utama adalah Tinggian Palembang yang merupakan daerah tinggian

berarah baratlaut-tenggara disebelah barat dan Paparan Sunda disebelah timur

blok Rimau. Diantara kedua daerah tinggian ini terdapat cekungan lokal berarah

baratlaut-tenggara yang kemudian berlanjut menuju Graben Jemakur yang relatif

berarah timur-barat. Struktur yang penciri daerah ini adalah sesar Iliran-Kluang

berarah baratlaut-tenggara (Gambar II.5).

Dimulai pada masa Plio-Pleistosen, sesar Iliran-Kluang mengalami inversi yang

mengakibatkan sebagian besar wilayah sebelah barat sesar utama ini secara umum

memiliki kemiringan lapisan homoklin ke arah timur-laut. Pengangkatan yang

besar mengakibatkan sebagian besar Formasi Air Benakat dan sebagian Formasi

Gumai di daerah Rimau tererosi.

17

Gambar II.4. Peta paleotopografi masa Paleogen yang digabungkan dengan elemen-

struktur regional jaman Miosen Awal memperlihatkan daerah tinggian dan depresi di daerah Rimau (Firmansyah dan rekan, 2007).

Gambar II.5. Elemen-elemen struktur masa kini didalam Cekungan Sumatra Selatan. Daerah blok Rimau (berwarna hijau muda) termasuk dalam Antiklinorium Palembang Utara dan dicirikan oleh struktur Iliran-Kluang (modifikasi setelah Pertamina-BPPKA, 1997 oleh Argakoesoemah dan Kamal, 2004).

18

II.3.2. Stratigrafi

Tatanan stratigrafi di blok Rimau yang sebagian berada pada daerah tinggian dan

cekungan berada di Antiklinorium Palembang Utara ditunjukan pada Gambar II.5.

Batuan sedimen tertua yang dapat ditemukan pada daerah ini adalah batuan

Formasi Lemat berumur Oligosen Awal yang sebagian besar tersusun dari

endapan kontinen. Diatas Formasi Lemat diendapkan batuan Formasi Talang

Akar berumur Oligosen Awal sampai Miosen Awal berupa endapan estuarin dan

fluvial-deltaik pada bagian bawah dan endapan laut dangkal pada bagian atas.

Formasi Lemat dan Talang Akar diendapkan pada daerah cekungan disekitar

Tinggian Palembang sehingga lapisan sedimennya dapat berupa onlap pada

Tinggian Palembang atau berupa lapisan tipis yang diendapkan diatas batuan

dasar Pra-Tersier.

Gambar II.6. Kolom litostratigrafi dan episode tektonik cekungan Sumatra Selatan, sub

cekungan Palembang Utara (Kamal dan rekan, 2005).

19

Sejalan dengan proses regional transgresi selama Miosen Awal, batuan karbonat

Formasi Baturaja diendapkan didaerah tinggian sementara pada daerah cekungan

diatas Formasi Talang Akar diendapkan batuan Formasi Gumai yang didominasi

oleh endapan klastik halus. Sementara itu didaerah tinggian setelah Formasi

Baturaja terjadi regresi lokal yang menghasilkan batupasir Telisa yang

diendapkan dilingkungan laut dangkal. Kearah cekungan batupasir ini menjemari

dengan batulempung Formasi Gumai. Di daerah Rimau sebagian besar Formasi

Air Benakat telah mengalami erosi sedangkan Formasi Muara Enim dan Formasi

Kasai tidak ditemukan yang disebabkan oleh proses erosi yang menyertai

pengangkatan disebagian besar daerah Rimau.

20