BAB II TA

29
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis Paru 2.1.1 Definisi Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell-mediated hipersensitivity). Penyakit biasanya terletak di paru tetapi dapat mengenai organ lain. Dengan tidak adanya pengobatan yang efektif untuk penyakit yang aktif, biasa terjadi penyakit yang kronik dan berakhir dengan kematian (Daniel, 1999). Tuberkulosis Paru Kronik adalah suatu keadaan yang merupakan lanjutan dari infeksi primer (Sibuea, 2005). 2.1.2 Epidemiologi Tuberkulosis berlanjut sebagai penyebab kematian yang penting. Pada tahun 1991, di Amerika Serikat dilaporkan 26.283 kasus tuberkulosis, dengan angka kasus 10,4 per 100.000 per tahun. Angka kasus telah menurun hingga setingkat 5 sampai 6 persen per tahun, namun sejak tahun 1985 arahnya berbalik, yaitu angka kasus menarik sampai 15,8 persen selama 4

description

TGS A

Transcript of BAB II TA

Page 1: BAB II TA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis Paru

2.1.1 Definisi

Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada

jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell-

mediated hipersensitivity). Penyakit biasanya terletak di paru tetapi dapat

mengenai organ lain. Dengan tidak adanya pengobatan yang efektif untuk

penyakit yang aktif, biasa terjadi penyakit yang kronik dan berakhir dengan

kematian (Daniel, 1999). Tuberkulosis Paru Kronik adalah suatu keadaan

yang merupakan lanjutan dari infeksi primer (Sibuea, 2005).

2.1.2 Epidemiologi

Tuberkulosis berlanjut sebagai penyebab kematian yang penting. Pada

tahun 1991, di Amerika Serikat dilaporkan 26.283 kasus tuberkulosis, dengan

angka kasus 10,4 per 100.000 per tahun. Angka kasus telah menurun hingga

setingkat 5 sampai 6 persen per tahun, namun sejak tahun 1985 arahnya

berbalik, yaitu angka kasus menarik sampai 15,8 persen selama 5 tahun. Pada

banyak tempat di dunia, penyebaran penyakit tuberkulosis menurun, namun

pada banyak negara miskin tidaklah demikian. Pada beberapa negara,

perkiraan angka kasus baru adalah sampai setinggi 400 per 100.000 per tahun.

Perkiraan yang beralasan tentang besarnya angka tuberkulosis di dunia adalah

bahwa sepertiga populasi dunia terinfeksi dengan M.tuberculosis, bahwa

terdapat 30 juta kasus tuberkulosis aktif di dunia, dengan 10 juta kasus baru

terjadi setiap tahun, dan bahwa 3 juta orang meninggal akibat tuberkulosis

setiap tahun (Daniel, 1999).

Perhitungan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2004) menunjukkan

sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman Tuberkulosis dengan sekitar

4

Page 2: BAB II TA

9 juta kasus baru Tuberkulosis setiap tahun dan 3 juta kematian akibat TB

diseluruh dunia. Selanjutnya pada tahun 2009, WHO memperkirakan masih

terdapat sekitar 9,5 juta kasus baru TB, dan sekitar 0,5 juta orang meninggal

akibat TB di seluruh dunia, sedangkan pada tahun 2010, terdapat 8,8 juta

(kisaran, 8,5-9.200.000) insiden kasus TB (WHO, 2010).

2.1.3 Etiologi

Penyebab penyakit Tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis,

berbentuk batang, dengan panjang bervariasi antara 1-4 mikron dan diameter

0,3-06 mikron, bentuknya sering agak melengkung dan kelihatan seperti

manik-manik atau bersegmen, tidak membentuk spora dan basil yang bersifat

parasit intraseluler, tahan terhadap asam (BTA), hidup pada udara kering

maupun keadaan dingin, aerob, tetapi tidak tahan terhadap sinar ultraviolet.

2.1.4 Cara Penularan

Tempat masuk kuman Micobacterium tuberkulosis adalah saluran

pernafasan, pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan ditularkan

melalui jalan pernafasan. Basilus tuberkel di sekret pernafasan membentuk

nuklei droplet cairan yang dikeluarkan selama batuk, bersin dan berbicara.

Droplet keluar dalam jarak dekat dari mulut, dan sesudah itu basilus yang ada

tetap berada diudara untuk waktu yang lama (Daniel, 1999).

Jumlah nuclei dapat mencapai 3000 buah tiap kali batuk, dengan

jumlah basil dapat mencapai 100.000 kuman/ml sputum. Droplet berukuran

medium bila di inhalasi akan terjebak dalam saluran pernafasan atas, dan

akan dibersihkan tanpa menyebabkan infeksi. Droplet kecil dengan diameter

kurang dari 25 mikron, langsung menguap, meninggalkan intinya yang

disebut droplet nucleus yang berisi basil. Droplet nucleus yang berukuran 1-5

mikron ini bila di inhalasi akan melewati atau menembus sistem mukosilier

saluran nafas, sehingga dapat mencapai dan bersarang di bronkiolus dan

alveolus, dimana satu organisme saja dapat menyebabkan infeksi

(Ramasamy, 2010).

5

Page 3: BAB II TA

2.1.5 Penemuan Penderita TB Paru

Kegiatan penemuan penderita terdiri dari penjaringan suspek,

diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita. Penemuan

penderita merupakan langkah pertama dalam kegiatan program

penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan penderita TB menular,

secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB,

penularan TB di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan

penularan TB yang paling efektif di masyarakat.

Penemuan penderita TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif.

Penjaringan tersangka penderita dilakukan di unit pelayanan kesehatan

didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan

maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka

penderita TB. Pemeriksaan terhadap kontak penderita TB, terutama mereka

yang BTA positif dan pada keluarga anak yang menderita TB yang

menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya. Penemuan secara aktif

dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif (Depkes,2008)

2.1.6 Faktor Risiko

Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.

Pasien TB parudengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko

penularan lebih besar dari pasienTB paru dengan BTA negatif. Risiko

penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis

(ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu

tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 orang diantara 1000 penduduk

terinfeksisetiap tahun. Berarti sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak

akan menjadi penderita TB, hanya sekitar 10% dari yang terinfeksi yang akan

menjadi penderita TB.

ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Maka diantara 100.000

penduduk rata-rata menjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100

orang) akan menjadi sakit TB (BTA positif) setiap tahun. Faktor yang

mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB daya tahan tubuh

6

Page 4: BAB II TA

yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (Ramasamy,

2010).

Beberapa faktor resiko yang menyebabkan tuberkulosis paru: Teori

John Gordon mengemukakan bahwa timbulnya suatu penyakit sangat

dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu bibit penyakit (agent), pejamu (host), dan

lingkungan (environment) (Fatimah, 2008).

1. Agent

Agent (A) adalah penyebab yang esensial yang harus ada. Agent

memerlukan dukungan faktor penentu agar penyakit dapat manifest. Agent

yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis adalah kuman

Mycobacterium tuberculosis. Agent ini dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya pathogenitas, infektifitas dan virulensi. Pathogenitas adalah

daya suatu mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit pada host.

Pathogenitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada tingkat rendah.

Infektifitas adalah kemampuan mikroba untuk masuk ke dalam tubuh host

dan berkembangbiak di dalamnya. Berdasarkan sumber yang sama

infektifitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada tingkat menengah.

Virulensi adalah keganasan suatu mikroba bagi host. Berdasarkan sumber

yang sama virulensi kuman tuberkulosis termasuk tingkat tinggi.

2. Host

Host atau pejamu adalah manusia atau hewan hidup. Beberapa faktor

host yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis paru adalah :

1. Usia

Berdasarkan hasil penelitian WHO, penyakit tuberkulosis paru

paling sering ditemukan pada usia produktif (15-50 tahun) (Suswati,

2007). Sebagian besar dari kasus TB (98%) terjadi di Negara-negara

yang sedang berkembang. Diantara mereka 75% berada pada usia

produktif yaitu 20-49 tahun.

7

Page 5: BAB II TA

2. Jenis Kelamin

Penyakit TB paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-

laki dibandingkan perempuan. Data dari India (2008) penemuan pasien

laki-laki 3x lebih banyak dari pasien perempuan TB. Di Indonesia,

tahun 2007 ditemukan 94.614 pasien laki-laki dan 65.642 pasien TB

perempuan dengan BTA (+).

3. Parut BCG(Bacillis Calmette Guerin)

Hasil penelitian dalam jurnal kesehatan masyarakat menunjukkan

bahwa risiko orang yang tidak mendapat imunisasi BCG untuk

terjadinya TB paru sebesar 2.855 kali lebih besar dibandingkan orang

yang mendapat imunisasi BCG. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

Apriyani di Kabupaten Donggala propinsi Sulawesi Tengah

menemukan bahwa kelompok yang tidak divaksinasi BCG mempunyai

risiko 1,43 kali lebih besar untuk menderita TB paru dibandingkan

orang yang pernah diimunisasi (Apriani, 2001).

4. Tingkat pendidikan

WHO (1999) menyatakan bahwa selain menyerang pada kelompok

usia produktif, tuberkulosis juga menyerang pada masyarakat

berpendidikan rendah. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan ini

memungkinkan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

tingkat pengetahuan seseorang terhadap segala sesuatu yang berkaitan

dengan tuberkulosis. Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Jember

menyatakan bahwa tingkat pendidikan paling banyak pada penderita TB

adalah Sekolah Dasar (43%) (Suswati, 2007).

5. Pekerjaan

Penderita TB paru sebagian besar adalah kelompok usia produktif

dan sebagian besar sosial ekonomi lemah. Dengan makin memburuknya

keadaan ekonomi Indonesia, kelompok miskin bertambah banyak, daya

beli menurun, dan dikhawatirkan keadaan ini akan memperburuk

kondisi kesehatan masyarakat khususnya penderita TB paru. disamping

8

Page 6: BAB II TA

program pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan, penderita TB

paru juga perlu disembuhkan (Sukana, 2003).

6. Kebiasaan Merokok

Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan

resiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner,

bronchitis kronik dan kanker kandung kemih. Kebiasaan merokok

meningkatkan resiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali.

Prevalensi merokok pada hampir semua Negara berkembang lebih dari

50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita perokok kurang

dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan mempermudah untuk

terjadinya infeksi TB paru (Ramasamy, 2010).

7. Status Gizi

Penelitian Etjang (1991) bahwa penyakit tuberkulosis disebabkan

oleh adanya sumber penularan (penderita) dan adanya orang-orang yang

rentan dalam masyarakat. Kerentanan akan tuberkulosis ini terjadi

karena daya tahan tubuh yang rendah yang disebabkan oleh gizi yang

buruk, terlalu lelah, kedinginan, dan cara hidup yang tidak teratur. Gizi

buruk akan menyebabkan daya tahan tubuh seseorang menjadi rendah

sehingga rentan terhadap penularan penyakit.

8. Infeksi HIV

Sekitar 10% individu yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis

akan berkembang menjadi TB klinis seumur hidup mereka. Namun,

resiko yang lebih besar adalah pada individu yang imunosupresif,

khususnya bagi mereka yang terkena infeksi HIV. HIV akan merusak

limfosit dan monosit, yang keduanya merupakan sel pertahanan primer

untuk melawan infeksi TB.

3. Environment (Lingkungan)

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host (pejamu).

1. Kepadatan penghuni dalam satu rumah

9

Page 7: BAB II TA

Seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang

anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah.Mengurangi kepadatan

penghuni dalam satu rumah merupakan salah satu tindakan yang dapat

menurunkan risiko penularan tuberkulosis paru yang berkaitan dengan

hygiene dan sanitasi lingkungan. Menurut APHA (American Public

Health Assosiation), salah satu syarat lingkungan rumah yang sehat

yaitu jumlah kamar tidur dan pengaturannya disesuaikan dengan umur

dan jenis kelaminnya. Ukuran ruang tidur anak yang berumur kurang

dari lima tahun minimal 4,5 m³, artinya dalam satu ruangan anak yang

berumur lima tahun ke bawah diberi kebebasan menggunakan volume

ruangan 4,5 m³ (1,5 x 1 x3 m³) dan diatas lima tahun menggunakan

ruangan 9 m³ (3 x 1 x 3 m³). Untuk kamar tidur diperlukan minimum 3

m²/orang. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni > 2 orang, kecuali untuk

suami istri dan anak dibawah dua tahun. Apabila ada anggota keluarga

yang menjadi penderita penyakit tuberkulosis sebaiknya tidak tidur

dengan anggota keluarga lainnya. (Nurhidayah, 2007).

2. Pencahayaan

Kebutuhan cahaya matahari dalam rumah atau ruangan mutlak

diperlukan, karena cahaya matahari selain berguna sebagai penerangan

juga berguna mengurangi kelembaban dalam ruangan, membunuh

kuman-kuman dan mengusir nyamuk (Sanropie,1989). Kuman

tuberkulosis cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat

bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dengan

begitu cahaya matahari perlu dapat masuk ke dalam ruangan. Untuk

mendapatkan cahaya matahari pagi secara optimal, sebaiknya jendela

kamar menghadap ke cahaya matahari terbit dan luas jendela paling

sedikit 10-20% dari luas lantai. Kebutuhan standar cahaya alam yang

memenuhi syarat kesehatan untuk berbagai keperluan menurut Depkes

RI khusus untuk pencahayaan dalam rumah adalah 60-120 Lux (Halim,

2005).

10

Page 8: BAB II TA

3. Ventilasi

Ventilasi rumah merupakan sarana untuk menjaga agar udara

ruangan selalu segar dengan mengganti udara yang sudah terpakai

dengan udara baru dari luar. Luas ventilasi yang memenuhi syarat

kesehatan adalah 10% dari luas lantai ruangan dan tetap ditambah 5%

dari ventilasi yang dibuka dan ditutup (jendela). Menurut Sanropie,

kelembaban udara agar dipertahankan antara 40-60% (Halim, 2005).

4. Jenis Lantai

Lantai rumah merupakan faktor risiko terjadinya penyakit TB

Paru.Risiko untuk menderita TB Paru 3 - 4 kali lebih tinggi pada

penduduk yang tinggal pada rumah yang lantainya tidak memenuhi

syarat kesehatan. Hal ini sesuai pendapat Fahmi (2005) yang

menyatakan bahwa lantai tanah memiliki peran terhadap proses

kejadian TB Paru melalui kelembaban ruangan, karena lantai tanah

cenderung menimbulkan kelembaban. Lantai dari tanah perlu dilapisi

dengan satu lapisan semen yang kedap air. Rumah dengan lantai tanah

akan menyebabkan kondisi lembab, pengap, yang akan memperpanjang

masa viabilitas atau daya tahan hidup kuman TBC dalam lingkungan.

Pada akhirnya akan menyebabkan potensi penularan TBC menjadi lebih

besar.

5. Jenis Dinding

Dinding rumah merupakan faktor risiko terjadinya penyakit TB.

Risiko untuk menderita TB Paru 6 - 7 kali lebih tinggi pada penduduk

yang tinggalpada rumah yang dindingnya tidak memenuhi syarat

kesehatan. Hal ini sesuai dengan hasil survei kesehatan lingkungan

Dinas KesehatanKabupaten Gunungkidul tahun 2004 yang menyatakan

bahwa dinding rumahyang tidak memenuhi syarat 70,65%. Dinding

rumah sebaiknya kering agarruangan tidak menjadi lembab.

11

Page 9: BAB II TA

6. Kelembaban udara

Menurut Sanropie, kelembaban udara agar dapat dipertahankan

antara 40-60% dengan temperature kamar 22o -30o C. kuman TB paru

akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat

bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab

(Halim, 2005).

Menurut indikator pengawasan perumahan, kelembaban udara yang

memenuhi syarat kesehatan dalam rumah adalah 40-60% dan

kelembaban udara yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 40

% atau > 60 % dengan suhu rumah yang memenuhi syarat kesehatan

adalah antara 20-25 ºC, dan suhu rumah yang tidak memenuhi syarat

kesehatan adalah < 20 ºC atau > 25 ºC (Depkes RI, 2008).

2.1.7 Gejala Klinis

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3

minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak

bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan

menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa

kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan (Depkes RI, 2008).

2.1.8 Diagnosis

Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan

ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB Nasional, penemuan

BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.

Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat

digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya

(Depkes RI, 2008).

12

Hasil BTA

+ + +

+ + -

+ - - _ _

Hasil BTA

- - -

Foto toraks dan

Pertimbangan dokter

TB Bukan TB

Pemeriksaan dahak mikroskopis (SPS = Sewaktu – Pagi – Sewaktu)

Hasil BTA

+ - -

Hasil BTA

- - -

Hasil BTA

+ + +

+ + -

Antibiotik Non-OAT

Tidak ada

Perbaikan Ada

perbaikan

Pemeriksaan dahak mikroskopis

Foto toraks dan

Pertimbangan dokter

Suspek TB Paru

Page 10: BAB II TA

Gambar 2.1 Alur Diagnosis TB Paru

Sumber: Depkes RI, 2008

2.1.9 Klasifikasi Tuberkulosis

a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:

1) Tuberkulosis paru.

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan

(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada

hilus.

2) Tuberkulosis ekstra paru.

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,

misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar

13

Page 11: BAB II TA

limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat

kelamin, dan lain-lain.

b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu

pada TB Paru:

1) Tuberkulosis paru BTA positif.

a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA

positif

b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran tuberkulosis

c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB

positif.

d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen

dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan

tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

2) Tuberkulosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.

Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative

b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberculosis

c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT

d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan

c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.

1) TB paru BTA negatif foto toraks positif

Dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk

berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks

memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses

“far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.

2) TB ekstra-paru

Dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:

14

Page 12: BAB II TA

a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis

eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan

kelenjar adrenal.

b) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,

peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB

usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.

d. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

1) Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau

sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

Pemeriksaan bisa positif atau negatif.

2) Kasus yang sebelumnya diobati

Kasus kambuh (Relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat

pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau

pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif

(apusan atau kultur).

Kasus setelah putus berobat (Default )

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan

atau lebih dengan BTA positif

Kasus setelah gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif

atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama

pengobatan.

3) Kasus Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan keregister lain untuk

melanjutkan pengobatannya.

15

Page 13: BAB II TA

4) Kasus lain

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas,

seperti yang tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya, pernah

diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya, kembali diobati

dengan BTA negatif (Depkes RI, 2008).

2.1.10 Pengobatan Tuberkulosis

A. Tujuan pengobatan Tuberkulosis

Bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,

mencegah kekambuhan, memutus mata rantai penularan dan mencegah

terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.

B. Pengobatan TB dengan strategi DOTS

OAT yang efektif telah ditemukan selama 50 tahun. Walaupun

begitu tetap saja kasus TB tak kunjung berkurang dan masih menjadi

masalah. Pengobatan standar jangka pendek yang direkomendasikan untuk

mengobati TB adalah pasien harus meminum obat dalam dosis dan aturan

tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. Jika pasien tidak patuh maka

akan terjadi kekebalan terhadap obat. Untuk menghindari ketidakpatuhan

berobat maka WHO dan IULTD merekomendasikan strategi DOTS.

Strategi DOTS adalah strategi penanggulangan TB paru nasional yang

telah direkomendasikan oleh WHO, yang dimulai pelaksanaannya di

Indonesia pada tahun 1995 (Laban, 2008). Strategi tersebut dilaksanakan

di pelayanan kesehatan dasar di dunia untuk mendeteksi dan

menyembuhkan pasien TB (Mansjoer, 2001). Prinsip DOTS ini adalah

pasien TB harus mengambil obat dibawah pengawasan langsung tenaga

kesehatan atau sukarelawan yang ditunjuk (WHO,2010). Strategi DOTS

mempunyai 5 komponen, diantaranya adalah :

1) Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan

dana .

16

Page 14: BAB II TA

2) Diagnosa TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik.

3) Pengobatan dengan panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka

pendek dengan pengawasan langsung oleh pengawas Menelan Obat

(PMO).

4) Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.

5) Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan

dan evaluasi program penanggulangan TB (Depkes RI, 2008).

C. Paduan OAT

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia :

1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.

2) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan

(HRZE)

1) Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket

berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT).

Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat

dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien.

Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.

2) Paket Kombipak.

Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniazid, Rifampisin,

Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan

OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien

yang mengalami efek samping OAT KDT.

Paduan OAT dan peruntukannya.

a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

17

Page 15: BAB II TA

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

• Pasien baru TB paru BTA positif

• Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif

• Pasien TB ekstra paru

Tabel 2.1 Dosis untuk paduan OAT KDT untuk kategori1

Berat Badan

Tahap Intensif

tiap hari selama 56 hari

RHZE (150/75/400/275)

Tahap Lanjutan

3 kali seminggu selama 16

minggu RH (150/150)

30-37 kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT38-54 kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT55-70 kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT≥ 71 kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT

Sumber : Depkes RI, 2008

Tabel 2.2 Dosis paduan OAT-Kombipak untuk kategori 1

Tahap

Pengobatan

Lama

pengobatan

Dosis per hari/kali Jumlah

hari/kali

menelan

obat

Tablet

Isoniazid

@300 mgr

Kaplet

Rifampisin

@450 mgr

Tablet

Pirazinamid

@500 mgr

Tablet

Etambutol

@250 mgr

Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 56

Lanjutan 4 Bulan 2 1 - - 48

Sumber : Depkes RI, 2008

b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati

sebelumnya:

• Pasien kambuh

• Pasien gagal

• Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Tabel 2.3 Dosis untuk paduan OAT KDT kategori 2

18

Page 16: BAB II TA

Berat

Badan

Tahap Intensif

tiap hari

RHZE (150/75/400/275) + S

Tahap Lanjutan

3 kali seminggu

RH (150/150) + E (275)

Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu

30-37 kg 2 tablet 4 KDT + 500 mg Streptomisin inj

2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT+ 2 tab Etambutol

38-54 kg 3 tablet 4 KDT +750 mg Streptomisin inj

3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT+ 3 tab Etambutol

55-70 kg 4 tablet 4 KDT +1000 mg Streptomisin inj

4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT+ 4 tab Etambutol

≥ 71 kg 5 tablet 4 KDT +1000 mg Streptomisin inj

5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT+ 5 tab Etambutol

Sumber : Depkes RI, 2008

Tabel 2.4 Dosis paduan OAT Kombipak untuk kategori 2

Tahap

pengobatan

Lama

pengo

batan

Tablet

Isoniazid

@300

mgr

Kaplet

Rifampisin

@450 mgr

Tablet

Pirazinamid

@500 mgr

Etambutol Strept

omisin

Injeksi

Jumlah

hari/ kali

menelan

obat

Tablet

@250

mgr

Tablet

@400

mgr

Tahap

Intensif

(dosis

2

bulan

1

1

1

1

3

3

3

3

-

-

0,75 gr

-

56

28

19

Page 17: BAB II TA

harian) 1

bulan

Tahap

Lanjutan

(dosis 3x

seminggu)

4

bulan

2 1 - 1 2 - 60

Sumber : Depkes RI, 2008

• Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk

streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.

• Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.

• Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan

menambahkan aquadest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml

= 250mg).

a. OAT Sisipan (HRZE)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap

intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).

Tabel 2.5 Dosis KDT untuk sisipan

Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari

RHZE (150/75/400/275)

30-37 kg 2 tablet 4 KDT38-54 kg 3 tablet 4 KDT55-70 kg 4 tablet 4 KDT≥ 71 kg 5 tablet 4 KDT

Sumber : Depkes RI, 2008

20

Page 18: BAB II TA

Tabel 2.6 Dosis OAT Kombipak untuk sisipan

Tahap

Pengoba

tan

Lamanya

Pengobatan

Tablet

Isoniazid

@300 mgr

Kaplet

Rifampisin

@450 mgr

Tablet

Pirazinamid

@500 mgr

Tablet

Etambutol

@250 mgr

Jumlah

hari/ kali

menelan

obat

Tahap

Intensif

(dosis

harian)

1 bulan 1 1 3 3 28

Sumber : Depkes RI, 2008

2.1.11 Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas

Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan menyeluruh, puskesmas

menjalankan beberapa program pokok salah satunya adalah program

pemberantasan penyakit menular (P2M) seperti program penanggulangan

TB Paru yang dilakukan dengan strategi DOTS dan Penyuluhan Kesehatan.

Pada tahun 1995, program nasional penanggulangan TB mulai menerapkan

strategi DOTS dan dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap. Sejak tahun

2000 strategi DOTS dilaksanakan secara Nasional di seluruh UPK (Unit

Pelayanan Kesehatan) terutama Puskesmas yang di integrasikan dalam

pelayanan kesehatan dasar (Depkes, 2008).

Petugas pengelola program TB paru adalah petugas yang

bertangungjawab dan mengkoordinir seluruh kegiatan dari mulai

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dalam program TB di Puskesmas dan

didukung oleh tenaga kader kesehatan.

Tugas Pokok dan Fungsi Petugas Program TB paru di Puskesmas:

1) Memberikan penyuluhan tentang TBC kepada masyarakat umum

2) Menjaring suspek (penderita tersangka) TB

3) Mengumpul dahak dan mengisi buku daftar suspek Form Tb 06

4) Membuat sediaan hapus dahak

5) Mengirim sediaan hapus dahak ke laboratorium dengan form TB 05

21

Page 19: BAB II TA

6) Menegakkan diagnosis TB sesuai protap

7) Membuat klasifikasi penderita

8) Mengisi kartu penderita (TB 01) dan kartu identitas penderita (B 02)

9) Memeriksa kontak terutama kontak dengan penderita TBC BTA (+)

10) Memantau jumlah suspek yang diperiksa dan jumlah penderita TBC

yang ditemukan.

22