BAB II Stres Oksidatif
-
Upload
rizka-nurul-firdaus -
Category
Documents
-
view
106 -
download
6
description
Transcript of BAB II Stres Oksidatif
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. BELIMBING WULUH
Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) merupakan salah satu spesies
dalam keluarga belimbing (Averrhoa). Diperkirakan tanaman ini berasal dari
daerah Amerika tropik. Tanaman ini tumbuh baik di negara asalnya sedangkan di
Indonesia banyak dipelihara di pekarangan dan kadang-kadang tumbuh secara liar
di ladang atau tepi hutan (Thomas, 2007).
Gambar 2.1. Buah Belimbing Wuluh
Fisiologi tanaman ini secara umum adalah pohon kecil, tinggi
mencapai 10 m dengan batang yang tidak begitu besar dan mempunyai garis
tengah hanya sekitar 30 cm. Ditanam sebagai pohon buah, kadang tumbuh liar
dan ditemukan dari dataran rendah sampai 500 m dpl. Belimbing wuluh
mempunyai batang kasar berbenjol-benjol, percabangan sedikit, yang cenderung
mengarah ke atas. Cabang muda berambut halus seperti beludru, warnanya coklat
muda. Daun berupa daun majemuk menyirip ganjil dengan 21-45 pasang anak
daun, pucuk daun berwarna coklat muda. Anak daun bertangkai pendek,
bentuknya bulat telur sampai lonjong, ujung runcing, pangkal membundar, tepi
rata, panjang 2-10 cm, lebar 1-3 cm, warnanya hijau, permukaan bawah hijau
muda. Perbungaan berupa malai, berkelompok, keluar dari batang atau
percabangan yang besar, bunga kecil-kecil berbentuk bintang warnanya ungu
kemerahan. Buahnya berbentuk bulat lonjong bersegi hingga seperti torpedo,
panjangnya 4-10 cm. Warna buah ketika muda hijau, dengan sisa kelopak bunga
menempel pada ujungnya. Apabila buah sudah masak, maka buah berwarna
kuning atau kuning pucat. Daging buahnya berair banyak dan rasanya asam
(bervariasi hingga manis sebetulnya). Kulit buahnya berkilap dan tipis. Biji
bentuknya bulat telur, gepeng. Perbanyakan dengan biji dan cangkok (Iptek,
2007)
Klasifikasi ilmiah buah belimbing wuluh adalah :
Kerajaan : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Oxalidales
Familia : Oxalidaceae
Genus : Averrhoa
Spesies : Averrhoa bilimbi
Tedapat dua varietas dari tumbuhan belimbing wuluh (Averrhoa
bilimbi) yaitu yang menghasilkan buah berwarna hijau dan kuning muda atau
sering pula dianggap berwarna putih (Thomas, 2007).
Kandungan Kimia Buah Belimbing Wuluh
Adapun kandungan energi dan zat gizi dalam belimbing wuluh per 100
gram berat bersih dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini :
Komposisi pangan Kadar
Kelembaban 94,1 gEnergi 21 kalProtein 0,7 gLemak 0,2 g
Karbohidrat 4,7 gSerat 0,6 gAbu 0,3 g
Kalsium 7 mgFosfor 11 mg
Zat besi 0,4 mgSodium 4 mg
Potassium 148 mgVitamin A 145 I.UThiamin 0,01 mg
Riboflavin 0,03 mgNiasin 0,3 mg
Asam askorbat 9 mgKandungan Gizi Belimbing Wuluh (Subhadrabandhu (2001)
Sedangkan kandungan kimia dan efek farmakologis dalam belimbing
wuluh dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini :
Kandungan Kimia Efek Farmakologis
Ascorbic-Acid Anti-Oxidant, Cancer-preventive, Detoxicant
Niacin Cancer-preventive, Hepatoprotective
Beta-Carotene Anti-Oxidant, Cancer-preventive, Anticancer
Fiber, Thiamin, Iron Cancer-preventive
Riboflavin Anti-Oxidant, Cancer-preventive
Kandungan Kimia dan Efek Farmakologis (Duke, 2011)
Buah belimbing wuluh mengandung banyak vitamin C alami yang
berguna sebagai penambah daya tahan tubuh dan perlindungan terhadap berbagai
penyakit. Belimbing wuluh mempunyai kandungan unsur kimia yang disebut
asam oksalat dan kalium (Iptek, 2007). Sedangkan berdasarkan hasil pemeriksaan
kandungan kimia buah belimbing wuluh yang dilakukan Herlih (1993)
menunjukkan bahwa buah belimbing wuluh mengandung golongan senyawa
oksalat, minyak menguap, fenol, flavonoid dan pektin. Flavonoid diduga
merupakan senyawa aktif antibakteri yang terkandung dalam buah belimbing
wuluh (Zakaria et al., 2007). Hasil identifikasi Wong and Wong (1995)
menunjukkan bahwa 47,8% total senyawa volatil yang terdapat dalam buah
belimbing wuluh merupakan asam alifatik, asam heksadekanoat (20,4%), dan
asam yang paling dominan adalah (Z)-9-oktadekanoat. Sedangkan senyawa ester
yang dominan adalah butil nikotinat (1,6%) dan heksil nikotinat (1,7%). Menurut
Pino et al. (2004) dalam buah belimbing wuluh terkandung sekitar 6 mg/kg total
senyawa volatil.
Aroma khas buah belimbing wuluh varietas hijau merupakan interaksi
antara senyawa nonanal, asam nonanoat, dan (E)-2-Nonenal. Sedangkan senyawa
yang bertanggung jawab terhadap rasa pada buah belimbing wuluh adalah (Z)-3-
heksenol (Pino et al., 2004).
B. RADIKAL BEBAS
Radikal bebas adalah spesies kimia yang memiliki satu atau lebih
elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya, sehingga dapat
menyerang senyawa-senyawa lain seperti DNA, membran lipid, dan protein.
Radikal ini akan merebut elektron dari molekul lain yang ada disekitarnya untuk
menstabilkan diri, sehingga spesies kimia ini sering dihubungkan dengan
terjadinya kerusakan sel, kerusakan jaringan, dan proses penuaan (Halliwell and
Gutteridge, 1999).
Radikal bebas sangat reaktif dan dengan mudah menjurus ke reaksi
yang tidak terkontrol,menghasilkan ikatan silang (cross-link) pada DNA, protein,
lipida, atau kerusakan oksidatif pada gugus fungsional yang penting pada
biomolekul ini. Perubahan ini akan menyebabkan proses penuaan. Radikal bebas
juga terlibat dan berperan dalam patologi dari berbagai penyakit degeneratif,
yakni kanker, aterosklerosis, rematik, jantung koroner, katarak (Silalahi, 2006).
Oksigen dijumpai dalam bentuk diatomic molecule. Pada keadaan
normal pada rantai pernafasan (respiratory chain), oksigen berperan sebagai
akseptor terakhir dari electron. Kemudian bersama-sama 2H+ akan membentuk
satu molekul H2O. Selain itu, oksigen dapat menjadi toxic mutagenic gas yang
kemudian dikenal sebagai ROS (Reactive Oxygen Species). ROS merupakan
senyawa oksigen yang bersifat reaktif. Senyawa ini pada dasarnya dapat
dikelompokkan menjadi 2, yaitu senyawa oksigen reaktif yang bersifat radikal
seperti radikal superoksida (O2-), radikal hidroksil (OH·), radikal peroksil
(RO2·), radikal hidroperoksil (HO2·), dan senyawa oksigen reaktif yang bersifat
nonradikal (oksidan) seperti hydrogen peroksida (H2O2), asam hipoklorat
(HOCl), ozon (O3), singlet oksigen (-O2) dan peroksinitrit (ONOO) (Sudiana,
2008).
Secara fisiologi tubuh memang menghasilkan ROS (radikal bebas atau
oksidan), adapaun sumber penghasil ROS, antara lain mitokondria, fagosit,
xanthine oksidase, peroksisome, iskemi/reper fusi, jalur pada pembentukan asam
arakhidonat, dan sebagainya. Bahan tersebut dihasilkan oleh tubuh untuk
membunuh bakteri yang masuk ke dalam tubuh. Namun bila radikal bebas atau
oksidan dihasilkan oleh tubuh secara berlebihan, maka bahan tersebut akan
dinetralisir oleh anti radikal bebas atau antioksidan yang dikenal Scavenger
enzyme, seperti superoksida dismutase (SOD), katalase atau glutation
peroksidase. Apabila rasio antara radikal bebas atau oksidan lebih besar daripada
antiradikal bebas atau antioksidan, maka keadaan ini dikenal sebagai stress
oksidatif. (Sudiana, 2008)
Keberadaan radikal bebas juga bermanfaat bagi tubuh, yaitu untuk
menbunuh komponen pathogen yang menginvasi tubuh. Meskipun demikian,
keberadaaan tidak diharapkan melebihi jumlah antioksidan dalam tubuh. Tubuh
diperlengkapi dengan sel-sel inflamasi seperti sel granulosit, monosit, dan
makrofag, yang apat memproduksi senyawa-senyawa yang bersifat oksidan
seperti H2O2, O2·-, ·OH, ClO-, dan O2. Senyawa-senyawa ini selain dapat
menghancurkan mikroorganisme dapat pula merusak sel-sel jaringan tubuh.
Ketika dalam tubuh terjadi peradangan hebat, hal itu dapat melibatkan sel-sel
radang (inflammatory cells) sehingga menyebabkan kerusakan jaringan
C. ANTIOKSIDAN
Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu
atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat
diredam. Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda,
memperlambat, dan mencegah proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus,
antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terbentuknya reaksi
radikal bebas (peroksida) dalam oksidasi lipid (Dalimartha dan Soedibyo, 1999).
Untuk kehidupannya, manusia maupun hewan tergantung pada
oksigen. Oksigen yang esensial berguna untuk kehidupan, bekerja melalui
mekanisme reaksi berurutan di dalam sel-sel tubuh, mempunyai batasan fungsi
dan kemudian dapat memberikan efek samping. Reaksi oksidasi yang lebih
kompleks akan menghasilkan radikal bebas, yang apabila tidak terdapat system
antioksidan, akan menghancurkan elemen vital sel-sel tubuh. Nampaknya secara
praktis, semua penyakit yang menimpa manusia melibatkan oksidasi pada tingkat
subseluler dari sel, apakah sebagai penyebab atau sebagai reaksi lanjutan.
Selanjutnya kerusakan jaringan akan merupakan bagian atau keseluruhan gejala
patologi (Muchtadi, 2009).
Hidup dapat menimbulkan perubahan di dalam sel misalnya karena
konsumsi pangan yang tidak seimbang, konsumsi lemak hewani secara
berlebihan, makanan diasap atau alkohol, kurang mengkonsumsi sayuran, atau
karena kontaminasi pada lingkungan (pekerja tambang, polisi lalu lintas,
perokok). Beberapa macam penyakit degeneratif di mana radikal bebas (reaksi
oksidasi) berperan sebagai faktor penyebabnya antara lain : penyakit ginjal,
diabetes, kardiovaskuler dan kanker (Sunarni, 2005).
Banyak bukti yang mendukung terdapatnya efek protektif dari
konsumsi sayuran dan buah-buahan dalam jumlah banyak terhadap risiko
timbulnya kanker dan penyakit akibat penuaan lainnya. Konsumsi sayuran dan
buah-buahan dalam jumlah tinggi, telah terbukti dapat mencegah timbulnya
osteoporosis dengan cara menjaga densitas tulang tetap baik, menurunkan risiko
timbulnya penyakit kardio-vaskuler, serta mencegah kanker prostat dan kanker
paru-paru (De Pooter, 1985).
Berdasarkan sumber perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu
antioksidan alami merupakan antioksidan hasil ekstraksi bahan alami dan
antioksidan buatan (sintetik) merupakan antioksidan yang diperoleh dari hasil
sintesa reaksi kimia(Kochhar dan Rossell, 1990).
Aktivitas antioksidan yang berasal dari makanan di dalam tubuh,
sangat tergantung pada ketersediaan hayatinya. Pada Tabel 1 disajikan beberapa
macam bahan pangan yang merupakan sumber antioksidan zat gizi. Senyawa-
senyawa ini dapat berperan dalam pencegahan timbulnya berbagai reaksi
patologis. Di dalam bahan pangan terdapat pula senyawa-senyawa antinutrisi,
misalnya fitat yang dapat mengkelat mineral, lipoksigenase yang dapat merusak
vitamin A, asam askorbat oksidase yang dapat mengoksidasi vitamin C,
oligosakarida (ikatan alfa-galaktosidik) yang dapat menimbulkan flatulensi, asam
lemak tidak jenuh yang merupakan substrat peroksidasi lipid. Perlu diketahui
bahwa komponenkomponen tersebut dapat mempunyai sifat antioksidan pada
suatu konsentrasi tertentu, akan tetapi dapat pula bertindak sebagai pro-oksidan
pada konsentrasi lain (Belleville-Nabet, 1996).
Sayuran, buah-buahan, rempah-rempah, herbal dan beberapa jenis
minuman (misalnya teh, saribuah, anggur merah), merupakan bahan pangan yang
kaya akan antioksidan. Dalam buah-buahan, anggur misalnya, terkandung
senyawa polifenol seperti asam kaftarat, ester asam kafeat dengan asam tartarat,
katekin flavon 3-ol dan antosianin. Beri (berry), termasuk blueberry, strawberry,
blackberry dan crowberry, mengandung sejumlah besar senyawa fenolik seperti
asam benzoat hidroksilasi dan asam sinamat; serta flavonoid termasuk antosianin,
pro-antosianin, flavonol dan katekin. Buah jeruk mengandung polifenol asam
hidroksinamat, termasuk p-koumarat dan asam ferulat, limonoid dan naringin.
Bahkan di dalam kulit dan biji buah jeruk terkandung senyawa yang mempunyai
aktivitas antioksidan. Tomat, kacangkacangan, brokoli, bit, jamur, jagung, kubis
putih, kale, bunga kol, bayam, bawang putih, bawang merah dan kedelai, adalah
contoh sayuran yang mengandung antioksidan. Kunyit, bangle, jahe, kencur,
serai, lengkuas, merupakan contoh rempahrempah dan herbal yang mengandung
antioksidan (Sahidi, 1997).
Beberapa contoh antioksidan sintetik yang diizinkan dan sering
digunakan untuk makanan, yaitu butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluen
(BHT), propil galat, tetra-butil hidoksi quinon (TBHQ) dan tokoferol.
Antioksidan-antioksidan tersebut merupakan antioksidan alami yang telah
diproduksi secara sintetis untuk tujuan komersial. Antioksidan alami di dalam
makanan dapat berasal dari (a) senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau
dua komponen makanan, (b) senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-
reaksi selama proses pengolahan, (c) senyawa antioksidan yang diisolasi dari
sumber alami dan ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan pangan
(Rohdiana, 2001) .
D. STRES OKSIDATIF
Terminologi stress oksidatif didefinisikan sebagai kondisi gangguan
keseimbangan antara oksidan dan antioksidanyang berpotensi menimbulkan
kerusakan. Stres oksidatif dapat timbul karena konsumsi alcohol, pengobatan,
trauma, kedinginan, polusi udara, asap rokok, toksin, dan radiasi.
Apabila oksidan yang ada lebih besar daripada antioksidan, maka
oksidan tersebut dapat menurunkan sistem antioksidan yang berakibat pada
kerusakan komponen-komponen seluler yang penting seperti membrane lipid,
protein, karbohidrat, dan DNA. Konsekuensi patofisiologis ini akan berujung
pada inflamasi serta kerusakan jaringan.
E. CARBON TETRACHLORIDA
Karbon tetraklorida (CCL4) adalah cairan yang mudah terbakar,
jernih, tidak berwarna, sifat pelarutnya sama dengan kloroform. Dapat
bercampur dengan alkohol, eter, benzen, dan pelarut organik lainnya, tetapi
praktis tidak larut dalamair. Harus disimpan dalam wadah tertutup dan kedap
cahaya (Doerge, 1982). CCl4 banyak digunakan sebagai bahan pelarut senyawa
kimia lainnya. Zat ini berbahaya bila dihirup, ditelan dan diserap kulit (Meyers et
al, 1993). CCl4 dihimpun secara besar-besaran dalam lemak tubuh, hepar, dan
sumsum tulang belakang. (Klassen, 2001).
Efek toksik dapat timbul pada manusia setelah pemaparan kronis
maupun akut. Pada keracunan akut, efek yang segara timbul adalah mual,
muntah, depress pada sistem saraf pusat. Berkisar antara kejang sampai koma
dan depresipernafasan. Setelah dua hari sampai dua minggu tanda kerusakan
hepar dan ginjal mungkin akan terlihat (Fauci et al, 1998). Gejala pada saluran
pencernaan termasuk hemetemesis dan nyeri abdomal dan mungkin terjadinya
kerusakanhepar yang lebih hebat jika diberikan secara oral (Klassen, 2001).CCl4
diaktifkan oleh sitokrom P-450 menjadi radikal bebas yangreaktivitasnya tinggi.
Pertama, CCl4 diubah menjadi bentuk radikal triklorometil(CCl3●) dan
kemudian menjadi radikal triklorometil peroksi (CCl3O2●) yangsangat reaktif.
Maka dari itu CCl4 dapat menyebabkan nekrosis yang hebat dalam sentrobuler
hepar yang mengandung enzim sitokrom P-450 dengan konsentrasi tertinggi
(Hudgson and Levi, 2000).
Dampak racun CCl4 adalah pada konversi molekulnya menjadi radikal
bebas. Konversi ini tergantung pada aktivitas metabolik CCl4 yang
berlangsungdalam retikulum endoplasma sel hepar melalui interaksi dengan
transport elektronNADPH-sitokrom P-450. Aktivasi CCl4 ini menghasilkan zat
antara yang reaktif yaitu radikal bebas triklorometil (CCl3●). Radikal bebas
CCl3●akan bereaksidengan oksigen membentuk radikal triklorometil peroksi
(CCl3O2●) yang lebihreaktif . CCl3O2●bersifat sangat reaktif terhadap
biomolekul seperti protein,lemak, karbohidrat, dan nukleotida. Akibatnya fungsi
biologis molekul tersebutakan terganggu. Radikal bebas CCl3O2●dalam hepar
akan bereaksi dengan asamlemak tidak jenuh (PUFA) untuk membentuk produk
akhir terutama aldehidayang bersifat toksik (Hudgson and Levi, 2000).Produk
utama dari peroksidasi PUFA diproduksi melalui mekanisme radikalbebas.
Proses ini diawali dengan inisiasi yang meliputi pengambilan atom H dari PUFA
oleh oksigen bebas yang terdapat pada CCl3O2•. Stabilitas bentuk dariproduk
awal ini ditentukan oleh energi disosiasi ikatan antara C-H. Ikatan gandametilen
pada PUFA lebih mudah teroksidasi daripada ikatan pada monosaturated fatty
acid . Reaksi selanjutnya adalah propagasi antara pentadienil radikal denganatom
oksigen. Hasil dari reaksi ini akan menjadi inisiator baru untuk bereaksidengan
PUFA yang lain sehingga menghasilkan produk radikal baru. Langkah
selanjutnya adalah reaksi terminasi, yaitu mengkombinasikan dua radikal
menjadi suatu produk non radikal. Peroksidasi PUFA tidak berhenti sampai
disini, menurut penelitian masih ada metabolit sekunder yang dihasilkan setelah
peroksidasi PUFA. Salah satunya adalah malondialdehyde (malonaldehyde,
propanedial MDA) yang merupakan hasil akhir dari peroksidasi asam arakidonat
dan beberapa PUFA yang lain.
Mekanisme peroksidasi PUFA oleh radikal bebas CCl3 ditunjukkan
pada gambar 1.
Gambar 3. Mekanisme Peroksidasi PUFA Oleh Radikal Bebas CCl3
Pengukuran kinetika peroksidasi lipid secara in vitro dapat
dilakukandengan mengukur berapa banyak oksigen yang dibutuhkan. Ada
beberapa metodeyang dapat digunakan, salah satunya TBA (Thiobarbituric acid)
reactivity test ,yang dapat dilakukan baik secara in vivo maupun in vitro. Tes ini
didasarkan padareaksi kondensasi antara satu molekul MDA dengan dua molekul
TBA padakondisi asam. Hasilnya adalah pigmen berwarna merah yang dapat
diukur padapanjang gelombang 532 nm. Jumlah MDA yang terdeteksi
menggambarkanbanyaknya peroksidasi lipid yang terjadi ( Josephy, 1997 ).
Mekanisme reaksi antara MDA dengan TBA menghasilkan senyawa
kompleks MDA-TBA berwarna merah muda ditunjukkan pada gambar 2.
Mekanisme Reaksi antara MDA dengan TBAMenghasilkan Senyawa Kompleks MDA-TBA Berwarna Merah Muda ( Josephy, 1997 )
F. MALONDIALDEHYDE (MDA)
Malondialdehyde (MDA) merupakan produk hasil peroksidasi lipid
dalam tubuh dan terdapat dalam bentuk bebas atau terkompleks dengan jaringan
di dalam tubuh. Reaksi ionisasi senyawa-senyawa radikal bebas juga dapat
membentuk MDA dan MDA juga merupakan produk samping biosintesis
prostaglandin. Senyawa senyawa aldehida dan keton seperti hidroksialkenal dan
tentunya MDA terbentuk dari bereaksinya molekul lemak dengan asam lemak tak
jenuh yang karbon metilennya telah teroksidasi, selanjutnya senyawa senyawa ini
telah diketahui bersifat toksik terhadap sel. Konsentrasi MDA dalam material
biologi telah digunakan secara luas sebagai indikator dan kerusakan oksidatif
pada lemak tak jenuh sekaligus merupakan indikator keberadaan radikal bebas.
Rantai asam lemak tak jenuh jamak pada lapisan fosfolipid membran diserang
oleh radikal hidroksil menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid. ( Endang, 2005)
Proses peroksidasi dimulai dengan terbentuknya carbon centered
radica pada lapisan fosfolipid dan selanjutnya bereaksi dengan oksigen
membentuk radikal bebas baru yaitu radikal bebas peroksil. Radikal peroksil
cukup reaktif untuk menyerang asam lemak di sekitarnya sehingga dapat
terbentuk lipid hidroperoksida dan carbon centered radikal yang baru. Cukup satu
radikal hidroksil untuk merusak ratusan asam lemak tak jenuh jamak.
Penimbunan hidroperoksida lipid pada membran akan menyebabkan gangguan
pada fungsi sel dan sel menjadi runtuh. Hidroperoksida lipid kemudian dapat
berubah menjadi senyawa toksik yaitu aldehid, MDA, dan hidroksi nonenal.
Senyawa-senyawa antioksidan dapat mencegah teroksidasinya asam lemak jenuh
agar tidak membentuk lipid peroksida dan mencegah berlangsungnya reaksi
berantai senyawa radikal ( Endang, 2005)
G. KERANGKA KONSEP
Belimbing Wuluh(Averrhoa bilimbi)
Anti OksidanAsam Askorbat
RiboflavinBetakarotin
Hepatoprotektif
Niasin
Anti Kanker, Pencegah Kanker
Asam AskorbatRiboflavin
NiasinThiaminZat besi
SeratBetakarotin
Induksi Karbon Tetraklorid (CCl4)
Radikal Bebas - Peroksidasi Lipid
Hepatotoksisitas
Stres Oksidatif
MDA Kerusakan Sel, molekul protein, komponen lemak,
dan lisosom
H. HIPOTESIS
Hipotesis dari penelitian ini adalah ekstrak belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi) dapat menurunkan efek radikal bebas akibat induksi CCl4
dilihat dari perubahan kadar MDA serum darah.
Penuaan dini, Kanker, Penyakit Degenaratif