BAB II SIMBOL DAN REKONSILIASIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13342/2/T2_752015017_BAB...

28
13 BAB II SIMBOL DAN REKONSILIASI Dalam membangun hubungan sosial antar individu dengan individu maupun antar kelompok dalam suatu masyarakat, kehadiran simbol sangatlah penting. Penggunaan simbol tidak hanya berlaku pada satu atau dua masyarakat, namun dari unit terkecil dalam masyarakat sampai pada skala yang besar, tidak ada yang luput dari penggunaan bentuk-bentuk simbol. Simbol membantu manusia untuk berinteraksi sekaligus sebagai sebuah alat yang turut memiliki peranan besar mengatur tata hidup suatu masyarakat. Sebuah simbol dapat menampung berbagai makna dari si pengguna simbol itu sendiri. Penghayatan terhadap sebuah simbol yang berfungsi memberi daya untuk menggerakan manusia membuat kehadiran sebuah simbol tidak dapat disepelehkan begitu saja. Simbol dapat menjadi sebuah pesan yang menyalakan semangat tentang perdamaian atau malah sebaliknya. Dengan demikian, kehadiran sebuah simbol dalam masyarakat harus dimaknai dengan jelas dan pasti oleh penggunanya. Pada bab ini, penulis menguraikan secara konseptual tentang simbol dan rekonsiliasi hubungan lintas agama. 2.1. Simbol: Pengertian, Fungsi dan Makna. Kata simbol berasal dari bahasa Yunani yaitu ”symbollein” yang berarti mencocokan. Simbol diakui banyak menghubungkan dua entitas, dan kedua bagian itu disebut symbola. Kata ini lambat laun berarti tanda pengenalan, dalam pengertian yang lebih luas, misalnya untuk anggota-anggota sebuah masyarakat rahasia atau minoritas yang dikejar-kejar. Sebuah simbol pada mulanya adalah

Transcript of BAB II SIMBOL DAN REKONSILIASIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13342/2/T2_752015017_BAB...

Page 1: BAB II SIMBOL DAN REKONSILIASIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13342/2/T2_752015017_BAB II... · Penyembelihan binatang, pemberian kado, proses memasak, cara-1. F. W. Dilliston,

13

BAB II

SIMBOL DAN REKONSILIASI

Dalam membangun hubungan sosial antar individu dengan individu

maupun antar kelompok dalam suatu masyarakat, kehadiran simbol sangatlah

penting. Penggunaan simbol tidak hanya berlaku pada satu atau dua masyarakat,

namun dari unit terkecil dalam masyarakat sampai pada skala yang besar, tidak

ada yang luput dari penggunaan bentuk-bentuk simbol. Simbol membantu

manusia untuk berinteraksi sekaligus sebagai sebuah alat yang turut memiliki

peranan besar mengatur tata hidup suatu masyarakat. Sebuah simbol dapat

menampung berbagai makna dari si pengguna simbol itu sendiri.

Penghayatan terhadap sebuah simbol yang berfungsi memberi daya untuk

menggerakan manusia membuat kehadiran sebuah simbol tidak dapat

disepelehkan begitu saja. Simbol dapat menjadi sebuah pesan yang menyalakan

semangat tentang perdamaian atau malah sebaliknya. Dengan demikian, kehadiran

sebuah simbol dalam masyarakat harus dimaknai dengan jelas dan pasti oleh

penggunanya. Pada bab ini, penulis menguraikan secara konseptual tentang

simbol dan rekonsiliasi hubungan lintas agama.

2.1. Simbol: Pengertian, Fungsi dan Makna.

Kata simbol berasal dari bahasa Yunani yaitu ”symbollein” yang berarti

mencocokan. Simbol diakui banyak menghubungkan dua entitas, dan kedua

bagian itu disebut symbola. Kata ini lambat laun berarti tanda pengenalan, dalam

pengertian yang lebih luas, misalnya untuk anggota-anggota sebuah masyarakat

rahasia atau minoritas yang dikejar-kejar. Sebuah simbol pada mulanya adalah

Page 2: BAB II SIMBOL DAN REKONSILIASIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13342/2/T2_752015017_BAB II... · Penyembelihan binatang, pemberian kado, proses memasak, cara-1. F. W. Dilliston,

14

sebuah benda, tanda, atau sebuah kata yang digunakan untuk saling mengenali

dan dengan arti yang sudah dipahami. Sebuah simbol bertujuan untuk

menghubungkan atau menggabungkan. Dalam pengertian sebagai symbollein,

simbol dapat menggambarkan atau mengingatkan atau menunjuk kepada apa yang

disimbolkan tersebut.1

Beberapa orang melihat simbol dan ritual sebagai hal yang membosankan,

tidak berguna, dan jauh dari sentuhan kenyataan sehari-hari yang penuh makna.

Banyak sarjana dididik dalam ilmu pengetahuan Barat memberhentikan emosi,

rasa, dan simbol sebagai hal yang tidak efektif atau tidak rasional untuk alat

berkomunikasi. Pendukung ritual dan alat-alat simbolik lainnya biasanya adalah

mereka yang aktif mengejar pengetahuan spiritual atau berasal dari bidang

akademik yang “lebih lembut” seperti teologi, psikologi, antropologi, dan

sosiologi. Ritual adalah fakta kehidupan. Kehidupan manusia adalah drama, ritual

menambah cahaya dan tindakan untuk panggung yang penuh dengan aktor.

Menjelajahi konsep dari ritual dan simbol berarti mempelajari hal yang sangat

menarik dan element yang kuat dari kehidupan manusia.2

Perkembangan selanjutnya menyatakan bahwa sebenarnya arti simbol

sangatlah penting. Namun, ada ketidakpastian tentang bagaimana simbol-simbol

muncul, bagaimana simbol-simbol berpengaruh, dan bagaimana simbol kerap kali

memudar artinya. Sistem simbol yang teramat penting adalah bahasa-bahasa

manusia berupa segala macam gerak-gerik dan kegiatan tubuh juga mempunyai

arti simbolis. Penyembelihan binatang, pemberian kado, proses memasak, cara-

1 F. W. Dilliston, Daya Kekuatan Simbol: The Power Of Symbols (Yogyakarta: Kanisius,

2006), 21. 2 Lisa Schrich, Ritual and Symbol in Peacebuilding (United State of America: Kumarian,

2005), 15.

Page 3: BAB II SIMBOL DAN REKONSILIASIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13342/2/T2_752015017_BAB II... · Penyembelihan binatang, pemberian kado, proses memasak, cara-1. F. W. Dilliston,

15

cara makan dan minum, menari dan bersandiwara, semua itu dapat berfungsi

sebagai simbol dan berhubungan dengan struktur masyarakat yang menjadi

tempat panggungnya. Kebenaran asasi mengenai simbol-simbol adalah bahwa

simbol berkaitan erat dengan kohesi sosial dan transformasi sosial. Benar bahwa

seorang individu mungkin bertanggung jawab atas penciptaan bentuk simbolis

yang baru dan pengaitannya dengan gagasan dan nilai yang baru, tetapi jika

semua itu tidak memiliki hubungan dengan yang lama, tidak mungkin diterima.

Setiap individu telah dibentuk dalam sistem simbolis bersama dan meskipun

sumbangannya sendiri mungkin mengubahnya, sumbangan ini tidak akan

menggantikan sistem simbolis itu. Simbol-simbol dan masyarakat saling memiliki

dan saling mempengaruhi.3

Selama evolusi manusia telah ada corak-corak masyarakat yang lain,

tergantung pada gaya-gaya hidup khusus yang diperlukan untuk kelangsungan

hidup. Di lain pihak, telah ada orang-orang yang mendiami daerah-daerah dunia

yang kurang ramah, yang tidak tenang, selalu mencari, bersitegang dengan

lingkungan alam mereka. Sistem komunikasi yang digunakan adalah pertama-

tama sistem saling memberi sinyal dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan

praktis atau menghadapi keadaan darurat praktis dan mempergunakan alat-alat

simbolis, entah untuk mengenang pengalaman masa lalu, untuk meramal realisasi

hubungan-hubungan yang baik dengan roh, binatang, dan sesama manusia di masa

yang akan datang. Di lain pihak, ada orang-orang yang menetap, orang-orang

yang mendiami daerah-daerah yang lebih ramah, alam menjadi sahabat untuk

kelangsungan hidup sehari-hari yang relatif teratur. Sistem komunikasi pertama-

3 Dilistone, Daya Kekuatan Simbol … 9, 22.

Page 4: BAB II SIMBOL DAN REKONSILIASIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13342/2/T2_752015017_BAB II... · Penyembelihan binatang, pemberian kado, proses memasak, cara-1. F. W. Dilliston,

16

tama berupa sistem tanda penataan kehidupan yang menunjukan tugas-tugas yang

harus dilakukan dan memberi peran yang sesuai kepada beberapa anggota

masyarakat dengan tujuan menjaga kelestarian sumber alam untuk

melangsungkan hidup. Simbol tetap berkaitan dengan kegiatan hubungan manusia

sehari-hari, tetapi mempunyai fungsi tambahan, yaitu merayakan dan

mengabadikan siklus kehidupan dari dunia alami yang teratur dan memperkuat

kesesuaian siklus. 4

A.N. Whitehead mengatakan bahwa pikiran manusia berfungsi secara

simbolis apabila beberapa komponen pengalamannya mengunggah kesadaran,

kepercayaan, perasaan, dan gambaran mengenai komponen-komponen lain

pengalamannya. Perangkat komponen yang kemudian membentuk makna simbol.

Keberfungsian organis yang menyebabkan adanya peralihan dari simbol kepada

makna itu akan disebut referensi. Sebuah simbol sesungguhnya mengambil bagian

dalam realitas yang membuatnya dapat dimengerti. Sebuah simbol jauh melebihi

tanda lahir dan terlihat arbitrer untuk sebuah konsepsi yang abstrak, nilainya yang

tinggi terletak dalam suatu substansi bersama dengan ide yang disajikan. Fungsi

simbol adalah merangsang daya imaginasi, dengan menggunakan sugesti, asosiasi

dan relasi. 5

Raymond Firth menulis tentang hakikat simbolisme terletak dalam

pengakuan bahwa hal yang satu mengacu (mewakili) pada hal yang lain dan

hubungan antara keduanya pada hakikatnya adalah hubungan hal yang konkret

dengan yang abstrak, yang khusus dengan yang umum. Hubungan itu sedemikian

rupa sehingga simbol dari dirinya sendiri tampak mempunyai kemampuan untuk

4 Dillistone, Daya Kekuatan Simbol ... 23.

5 A.N. Whitehead, Symbolism (Cambridge: Cambridge University Press, 1928), 9.

Page 5: BAB II SIMBOL DAN REKONSILIASIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13342/2/T2_752015017_BAB II... · Penyembelihan binatang, pemberian kado, proses memasak, cara-1. F. W. Dilliston,

17

menimbulkan dan menerima akibat-akibat yang dalam keadaan lain hanya

diperuntukan bagi objek yang diwakili oleh simbol itu dan akibat-akibat itu kerap

kali mempunyai muatan emosional yang kuat. Firth memandang simbol

mempunyai peranan yang sangat penting dalam urusan-urusan manusia; manusia

menata dan menafsirkan realitasnya dengan simbol-simbol dan bahkan

merekonstruksi realitasnya itu dengan simbol. Simbol tidak hanya berperan untuk

menciptakan tatanan, fungsi yang dapat dianggap pertama-tama bersifat

intelektual. Sebuah simbol dapat berhasil memusatkan pada dirinya sendiri

seluruh hal yang semestinya hanya menjadi milik realitas yang diwakili. Menurut

Firth, simbol dapat menjadi sarana untuk menegakkan tatanan sosial atau untuk

menggugah kepatuhan-kepatuhan sosial. Kesejahteraan seluruh masyarakat akan

dapat dipelihara hanya apabila semua hubungan diatur dan digambarkan dalam

suatu sistem simbol. 6

Cliford Geertz mengungkapkan bahwa bentuk-bentuk simbolis dalam

suatu konteks sosial yang khusus mewujudkan suatu pola atau sistem yang dapat

disebut kebudayaan. Menafsirkan suatu kebudayaan adalah menafsirkan sistem

bentuk simbolnya dan dengan demikian menurunkan makna yang autentik. Cara

dan pandangan hidup saling melengkapi kerap kali melalui satu bentuk simbolis.

Hal ini memberikan gambaran tatanan yang komprehensif dan pada waktu yang

sama mewujudkan pola sintetis perilaku sosial. Ada kongruensi dan kesesuaian

antara gaya hidup dan tatanan universal dan hal ini terungkap dalam sebuah

simbol yang terkait dengan keduanya. Geertz mengkonsepkan simbol sebagai

setiap objek, tindakan, peristiwa, sifat atau hubungan yang dapat berperan sebagai

6 Raymond Firth, Symbols: Public and Private (Allen and Uwin), 1973

Page 6: BAB II SIMBOL DAN REKONSILIASIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13342/2/T2_752015017_BAB II... · Penyembelihan binatang, pemberian kado, proses memasak, cara-1. F. W. Dilliston,

18

wahana suatu konsepsi, dan konsepsi ini adalah makna simbol. Penafsiran

kebudayaan pada dasarnya adalah penafsiran simbol-simbol, sebab simbol bersifat

teraba, tercerap, umum, dan konkret.7

Simbol menurut Mary Douglas berkaitan dengan bahasa manusia dan tata

cara yang dipengaruhi secara mendalam oleh masyarakat dan sebaliknya bahwa

setiap masyarakat menemukan simbol-simbolnya yang autentik dengan menimba

dari analogi-analogi yang diberikan oleh perilaku berpola tubuh manusia. Douglas

menekankan pentingnya simbol-simbol untuk menata masyarakat. Selain itu,

bentuk-bentuk simbolis juga diperlukan untuk pengalaman sosial dalam waktu,

untuk perubahan, interaksi, yang harus dipandang sebagai simbol historis. Simbol

historis yaitu simbol yang dibangun, dipolakan, dibentuk oleh peristiwa-peristiwa

penting dalam pengalaman sosial. 8

Victor Turner menambahkan hal yang penting bahwa dalam simbol ada

semacam kemiripan antara hal yang ditandai dengan maknanya, sedangkan tanda

tidak mempunyai kemiripan sepeti itu. Tanda hampir selalu ditata dalam sistem-

sistem tertutup, sedangkan simbol-simbol (khusus simbol yang dominan) dari

dirinya sendiri bersifat terbuka secara semantis. Makna simbol tidak sama sekali

tetap. Makna baru dapat saja ditambahkan oleh kesepakatan kolektif pada

wahana-wahana simbolis yang lama. Individu-individu dapat menambahkan

makna pribadi pada makna umum sebuah simbol. Simbol-simbol yang dominan

menduduki tempat yang penting dalam sistem sosial mana pun, sebab makna

7 Cliford Geertz, Antthropological Approaches to the Study of Religion (London and New

York: Routledge, 1966). 8 Mary Douglas, Natural Symbols:Explorations in Cosmology (London and New York:

Rotledge, 1970).

Page 7: BAB II SIMBOL DAN REKONSILIASIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13342/2/T2_752015017_BAB II... · Penyembelihan binatang, pemberian kado, proses memasak, cara-1. F. W. Dilliston,

19

simbol-simbol itu pada umumnya tidak berubah dari zaman ke zaman dan dapat

dikatakan merupakan kristalisasi pola aliran tata cara yang dipimpinnya. Simbol-

simbol yang lain membentuk satuan perilaku ritual yang lebih kecil, tetapi bukan

sekadar embel-embel. Simbol-simbol itu mempengaruhi sistem-sistem sosial dan

maknanya harus diturunkan dari konteks khusus berlangsungnya simbol-simbol

itu. 9

2.1.1. Ciri Khas Simbol.

Paul Tillich membedakan antara simbol dan tanda. Menurutnya, masing-

masing memang menunjuk pada sesuatu yang lain di luar dirinya sendiri. Namun,

bila suatu tanda bersifat univok, arbiter dan dapat diganti, karena tidak

mempunyai hubungan intrinsik dengan sesuatu yang ditunjuknya itu, sebuah

simbol sungguh-sungguh mengambil bagian dalam realitas yang ditunjuknya dan

yang sampai tingkat tertentu diwakilinya. Simbol berfungsi seperti ini tidak secara

mandiri tetapi dalam kekuatan hal yang ditunjuknya.10

Tillich memaparkan ciri khas simbol yaitu:

1. Simbol bersifat figurative. Simbol selalu menunjuk kepada sesuatu di

luar dirinya sendiri, sesuatu yang tingkatannya lebih tinggi.

2. Simbol bersifat dapat dicerap, baik sebagai bentuk objektif maupun

sebagai konsepsi imajinatif.

3. Simbol memiliki daya kekuatan yang melekat. Ciri ini memberi

kepada simbol realitas yang hampir hilang daripadanya dalam

pemakaian sehari-hari.

9 Victor Turner and Edith Turner, Image and Pilgrimage in Christian Culture:

Anthropological Perspective (New York: Columbia University Press, 1978). 10

Paul Tillich, Systematic Theology 3 (Chicago: University of Chicago Press, 1964).

Page 8: BAB II SIMBOL DAN REKONSILIASIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13342/2/T2_752015017_BAB II... · Penyembelihan binatang, pemberian kado, proses memasak, cara-1. F. W. Dilliston,

20

4. Simbol mempunyai akar dalam masyarakat dan mendapat dukungan

dari masyarakat. Ciri ketiga mungkin tampak bersifat individual

semata-mata. Namun, Tillich kemudian menyatakan bahwa “jika

sesuatu menjadi simbol baginya (yakni bagi individu itu), maka juga

menjadi simbol dalam hubungannya dengan masyarakat yang pada

gilirannya dapat mengenali simbol itu.

2.1.2 Hidup dan Matinya Simbol.

Dalam tulisannya The Life and Death of Symbols, Anthony Bridge

menjelaskan alasan matinya simbolisme. Dalam kesenian (dan hendak ditegaskan

juga dalam teologi) suatu gaya hidup selama simbol-simbol terus digunakan

sebagai simbol yang menunjuk kepada sesuatu yang lebih jauh dari dirinya

sendiri. Segera setelah sebuah simbol digunakan untuk kepentingannya sendiri

dan diperlakukan sebagai fakta, artinya sebagai realitas yang sudah cukup dalam

dirinya sendiri, simbol itu mati. Selanjutnya, Bridge menyarankan dua sarana

untuk mengatasi masalah matinya simbol. Di satu pihak, ia mendesak agar

diciptakannya simbol-simbol baru. Di lain pihak, (langkah yang lebih dapat

ditempuh) haruslah dilakukan segala usaha untuk menunjukan hubungan antara

simbol lama dan realitas yang ditunjuknya. Simbol terus hidup hanya sepanjang

simbol memperkuat pengertian seseorang atau masyarakat tentang realitas ilahi

yang menurut maksud semula, digambarkan atau dihadirkan oleh simbol itu.

Sekali simbol digunakan untuk kepentingannya sendiri untuk mengungkapkan

Page 9: BAB II SIMBOL DAN REKONSILIASIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13342/2/T2_752015017_BAB II... · Penyembelihan binatang, pemberian kado, proses memasak, cara-1. F. W. Dilliston,

21

fakta yang tidak dapat disangsikan, maka kegunaannya habis. Simbol itu menjadi

sandi yang tidak berdaya hidup.11

Alasan lain penyebab dari kematian simbol karena adanya upaya untuk

memberikan kepada simbol itu tafsiran yang sama sekali tetap, terbatas, tidak

boleh berubah. Literalisme (harfiahisme), kesesuaian ketat, kaku, satu lawan satu

antara simbol dan realitas, menghapuskan segala konotasi, pesan tambahan, dan

sugesti imajinatif yang selalu dipunyai oleh sebuah simbol sejati. Simbolisme

tidak dapat hidup dengan literalisme. Namun, juga dapat dinyatakan pendapat

bahwa manusia, tanpa simbolisme, tidak dapat sungguh-sungguh hidup. Jika

sebuah simbol harus tetap memiliki daya hidupnya, simbol itu harus senantiasa

diselaraskan dan ditafsirkan kembali di dalam konteks yang baru.12

2.1.3. Simbol Dalam Ritual.

Dahulu ritual merupakan kegiatan yang secara dominan bersifat

keagamaan, diarahkan kepada daya-daya kuasa atau kemungkinan-kemungkinan

transenden. Dewasa ini lebih besar kemungkinan bahwa ritual diungkapkan dalam

pawai, protes, nyanyian-nyanyian, demo, yang ditujukan kepada tercapainya suatu

keuntungan duniawi langsung. Dengan cara-cara yang berbeda, proses ritual terus

berlangsung hingga kini dengan melibatkan kehadiran simbol dalam tindakan atau

aksi simbolik. 13

Ritual menggunakan tindakan simbolik untuk berkomunikasi membentuk

atau mengubah pesan dalam ruang sosial yang unik. Fungsi ritual terbagi tiga.

Pertama, ritual adalah tindakan simbolik. Tindakan simbolik sebagai tindakan

11

Anthony Bridge, The Life and Death of Symbols (1958). 12

Dillistone, Daya Kekuatan Simbol … 212-213. 13

Dillistone, Daya Kekuatan Simbol ... 115.

Page 10: BAB II SIMBOL DAN REKONSILIASIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13342/2/T2_752015017_BAB II... · Penyembelihan binatang, pemberian kado, proses memasak, cara-1. F. W. Dilliston,

22

fisik yang membutuhkan interpretasi. Pesan dari tindakan simbolik tidak secara

langsung membahas orang atau peristiwa yang sementara terjadi, tetapi

komunikasi melalui simbol, mitos, dan metafora yang mengizinkan beragam

interpretasi. Kedua, ritual dan simbol sering berada pada ruang khusus yang

beranjak dari kehidupan sehari-hari dalam cara yang berbeda-beda. Salah satu

cara dari mengidentifikasi ritual adalah dengan menganalisa konteks dimana

tindakan symbolic itu berada. Ketiga, ritual dan simbol bertujuan untuk

membentuk (membangun) atau merubah pandangan seseorang, identitas, dan

hubungan.14

2.1.4. Tipe-tipe ritual.

1. Antara Tradisional dan Improvisasi.

Ritual sering didefinisikan sebagai suatu tindakan yang tradisional dalam

arti bahwa hal itu merupakan satu set makna yang berulang dari waktu ke

waktu. Beberapa ritual tradisional kehilangan popularitas saat ini.

Margareth Mead mengklain bahwa banyak orang Amerika yang bosan

dengan pengulangan sedang mengembangkan ritual sekuler baru untuk

mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh kebosanan ritual. Sementara

beberapa orang melihat ritual sebagai “antithesis dari kreativitas”, Bateson

mengatakan bahwa orang mengimprovisasi ritual yang bermakna baru

dalam hidup mereka melalui penciptaan kinerja bersama dalam banyak

ritual interaksi manusia.

14

Schrich, Ritual and Symbol in Peacebuilding … 16-17.

Page 11: BAB II SIMBOL DAN REKONSILIASIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13342/2/T2_752015017_BAB II... · Penyembelihan binatang, pemberian kado, proses memasak, cara-1. F. W. Dilliston,

23

Ritual improvisasi sering berbaur dengan simbol tua dengan cara-cara baru

untuk membuat ritual baru dengan nuansa akrab. Ritual mencoba untuk

memberikan kesatuan melalui waktu dengan menghubungkan peristiwa

masa lalu dengan keadaan sekarang. Dalam cara yang berbeda-beda, ritual

improvisasi merekonstruksi dan menenun simbol akrab atau tradisional

dengan yang baru, mewakili yang baru, dan konteks yang mengalami

perubahan. 15

2. Antara Formal dan Informal.

Kata ritual sering dikaitkan dengan formalitas. Mead menekankan

pentingnya memiliki “kesadaran ritual”. Suatu tindakan dikatakan bukan

ritual jika peserta tidak menyadari bahwa itu adalah ritual. Pada umumnya

orang mengetahui, sebagai contoh, bahwa mereka berpartisipasi dalam

ritual ketika mereka berada dalam persekutuan, acara pernikahan, atau

menghadiri pemakaman. Jika formalitas merupakan persyaratan dari ritual,

kemudian ritual informal seperti makan atau berdansa mungkin lebih baik

disebut tindakan simbolik. Dengan demikian, ritual informal adalah saat

peserta kurang atau bahkan tidak menyadari bahwa berpartisipasi dalam

ritual.16

3. Antara Membentuk dan Mengubah.

Orang menggunakan ritual untuk dua hal yaitu memastikan dan

menciptakan nilai-nilai dan struktur yang menciptakan rasa dari

komunitas. Ritual membantu proses sosialisasi untuk mengajarkan aturan,

nilai-nilai, dan struktur masyarakat kepada anggota baru dari masyarakat.

15

Schrich, Ritual and Symbol in Peacebuilding … 20-22. 16

Schrich, Ritual and Symbol in Peacebuilding … 22.

Page 12: BAB II SIMBOL DAN REKONSILIASIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13342/2/T2_752015017_BAB II... · Penyembelihan binatang, pemberian kado, proses memasak, cara-1. F. W. Dilliston,

24

Anak-anak belajar tentang nilai-nilai dalam masyarakat melalui ritual.

Ritual juga menegaskan tentang nilai-nilai yang orang dewasa ketahui saat

diajarkan di masa muda mereka. Beberapa ritual membantu bentuk dan

mengabadikan status quo dalam masyarakat. Mengubah ritual, di sisi lain,

tantangan dan mengubah status quo. Ketika sejumlah orang dalam setiap

komunitas menginginkan perubahan, mereka mungkin menggunakan ritual

untuk bertindak sebagai ritus perjalanan menuju visi baru,

Bersosialisasi dan mengubah ritual, kedua hal ini diperlukan untuk

perdamaian. Semua budaya memiliki ritual tradisional yang ada untuk

membangun hubungan, membatasi kekerasan, dan memecahkan masalah.

Meskipun ritual tradisional sering bersosialisasi dan melestarikan status

quo, kadang-kadang aktivis perdamaian dapat membantu menghidupkan

kembali atau menggambar di ritual yang ada dalam suatu budaya yang

dapat membantu untuk kegiatan pembangunan dan proses perdamaian. 17

4. Antara Konstruktif dan Destruktif.

Ritual dan konflik merupakan bagian dari pengalaman hidup manusia

yang hadir dalam semua budaya di setiap waktu. Konflik dapat menjadi

konstruktif, yang mengarah pada perubahan sosial, atau destruktif, yang

berakhir dalam perang dan trauma. Seperti konflik, ritual adalah alat netral

dan orang dapat menggunakan itu untuk kebaikan atau kehancuran

manusia. Ritual konstruktif digunakan untuk memperbaiki kehidupan

orang-orang yang menggunakannya, tanpa menyebabkan kerugian bagi

orang lain. Ritual dapat memainkan peranan penting dalam komunikasi

17

Schrich, Ritual and Symbol in Peacebulding … 22-23.

Page 13: BAB II SIMBOL DAN REKONSILIASIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13342/2/T2_752015017_BAB II... · Penyembelihan binatang, pemberian kado, proses memasak, cara-1. F. W. Dilliston,

25

antara kelompok yang berkonflik. Peran ritual destruktif dapat bermain

dalam memperburuk dan meningkatnya konflik dan kekerasan. Ritual

dapat memberikan nafas hidup dan harapan pada masyarakat atau

membawa kematian, pesan dehumanisasi yang menyebabkan kerusakan

dan bahkan genosida.18

2.1.5. Simbol dan Ritual dalam Konflik.

Perdamaian bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang menegaskan

martabat, memenuhi kebutuhan manusia dan melindungi hak asasi manusia yang

seharusnya dikecap oleh setiap orang. Kebutuhan manusia terpenuhi melalui

hubungan dengan orang lain. Jika sebuah komunitas tidak memenuhi kebutuhan

anggota mereka, atau jika mereka menghalangi kebutuhan anggota di komunitas

lain, maka orang akan terlibat dalam konflik. Setiap orang memiliki pilihan

tentang bagaimana memenuhi kebutuhan mereka. Setiap orang juga

membutuhkan penghormatan, tapi setiap orang memberi dan menerima

penghormatan dalam bentuk yang berbeda-beda dan terkadang perbedaanlah yang

dijadikan alasan munculnya konflik. 19

Membangun perdamaian membutuhkan peregangan dan perubahan

terhadap bagaimana seseorang melihat dunia (sudut pandang). Ketika berada

dalam konflik, persepsi orang tentang identitas ditanggapi secara berbeda, baik itu

identitas tentang diri mereka sendiri dan identitas dari lawan atau musuh, selain

18

Schrich, Ritual and Symbol in Peacebuilding … 24. 19

Schrich, Ritual and Symbol in Peacebuilding … 32

Page 14: BAB II SIMBOL DAN REKONSILIASIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13342/2/T2_752015017_BAB II... · Penyembelihan binatang, pemberian kado, proses memasak, cara-1. F. W. Dilliston,

26

itu respon terhadap isu-isu konflik yang tersebar juga ditanggapi dengan berbeda-

beda. 20

Jika orang belajar melalui tubuh, emosi, dan rasa mereka, maka masuk

akal untuk berpikir bahwa simbol dan ritual menawarkan jalur lain untuk

penyelesaian konflik menuju perdamaian. Ketika proses persepsi membentuk

bagaimana orang memahami konflik, aktivis perdamaian membutuhkan alat lain

seperti simbol dan ritual yang dapat membantu orang menggeser pemahaman-

pemahaman mereka. Saat kelompok budaya sudah memiliki sumber daya simbol

dan ritual untuk penyelesaian konflik dalam tradisi mereka, maka masuk akal bila

aktivis perdamaian membantu kelompok atau masyarakat tersebut untuk

mengembangkan simbol dan ritual itu dalam komunitas mereka. Bila masyarakat

yang berkonflik memiliki dasar-dasar nilai yang berbeda, maka aktivis

perdamaian memerlukan simbol dan ritual untuk menolong mereka mengenali

perbedaan dan menemukan persamaan antara orang-orang yang berada dalam

komunitas yang sedang berkonflik. Jika identitas seseorang penting bagi persepsi

mereka tentang konflik, maka tampaknya menjadi masuk akal bahwa proses

perdamaian dalam penyelesaian konflik harus juga membantu dalam transformasi

identitas, dan hal ini dapat diperoleh dalam jalan simbol dan ritual. 21

2.1.6. Simbol dan Ritual Dalam Pembangunan Perdamaian (Rekonsiliasi).

Ada empat pendekatan untuk pembangunan perdamaian, mulai dari jangka

pendek, krisis orientasi sampai pada strategi jangka panjang. Empat pendekatan

20

Schrich, Ritual and Symbol in Peacebuilding … 38. 21

Schrich, Ritual and Symbol in Peacebuilding … 52.

Page 15: BAB II SIMBOL DAN REKONSILIASIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13342/2/T2_752015017_BAB II... · Penyembelihan binatang, pemberian kado, proses memasak, cara-1. F. W. Dilliston,

27

tersebut antara lain; Upaya Konflik Tanpa Kekerasan, Mengurangi Kekerasan

Secara Langsung, Mengubah Hubungan, dan Pembangunan Kapasitas. 22

Kategori pertama dari perdamaian termasuk proses upaya konflik tanpa

kekerasan. Lingkaran ini berusaha untuk menyeimbangkan kekuasaan antara

kelompok yang bertikai dalam konflik, meningkatkan kesadaran terhadap isu-

isu konflik, dan menciptakan rasa kesiapan untuk perubahan, negosiasi, dan

pemecahan masalah di antara kelompok-kelompok. Dalam jangka pendek,

upaya konflik tanpa kekerasan meningkatkan konflik. Simbol dan ritual

digunakan secara luas di kalangan aktivis non-kekerasan dan membentuk alat

penting dalam kotak penyimpanan aktivis. Aktivis perdamaian menciptakan

ruang yang unik, mengkomunikasikan pesan simbolik, dan mencari perubahan

dari cara pandang, identitas, hubungan, dan struktur sosial melalui ritual

perdamaian atau rekonsiliasi. 23

Kategori kedua mencakup proses krisis orientasi dan program untuk

menangani para korban dan pelaku atau pelaku kekerasan secara langsung. Di

tingkat masyarakat, tempat penampungan tunawisma dan wanita, polisi

masyarakat, dan program-program amal menawarkan dukungan kepada para

korban kekerasan saat mencari pelaku yang berpotensi melakukan kekerasan

dan mencegah kekerasan di masa depan. Ritual tradisional atau improvisasi

dapat bersifat komitmen sosial untuk nilai-nilai perdamaian di masa krisis,

membuat ruang dimana orang dapat melepaskan emosi yang terpendam dan

trauma. Pemimpin dapat mengatur tindakan yang memiliki fungsi dan peran

simbolik dalam membantu orang, menyembuhkan rasa trauma yang dialami.

22

Schrich, Ritual and Symbol in Peacebuilding … 57. 23

Schrich, Ritual and Symbol in Peacebuilding … 58.

Page 16: BAB II SIMBOL DAN REKONSILIASIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13342/2/T2_752015017_BAB II... · Penyembelihan binatang, pemberian kado, proses memasak, cara-1. F. W. Dilliston,

28

Tujuannya adalah untuk mengurangi kekerasan yang dirasakan oleh seluruh

masyarakat.24

Simbol dan ritual juga memiliki aplikasi yang luas dalam kategori ketiga

dari perdamaian, yaitu tahap peralihan yang mencakup proses untuk mengubah

hubungan dan mengatasi akar konflik. Dalam lingkaran ini, level tertinggi

negosiasi resmi dan mediasi idealnya terhubung dengan inisiatif tingkat

menengah oleh para pemimpin agama dan organisasi, komunitas akademik, dan

para pemimpin masyarakat akar rumput. Kemampuan simbol dan ritual adalah

untuk membuat makna, hubungan, mengubah dan menyembuhkan identitas.

Dalam banyak lokakarya perdamaian, ritual formal seperti merokok di lorong

atau makan bersama sebagai suatu aksi simbolik adalah peristiwa penting dalam

merubah cara orang atau kelompok yang berkonflik untuk berhubungan satu

dengan yang lainnya.25

Membangun kapasitas adalah lingkaran terakhir dari perdamaian. Ini

mencakup strategi panjang seperti pendidikan, pembangunan, transformasi dan

penciptaan struktur sosial baru untuk memenuhi kebutuhan manusia. Ritual juga

melengkapi verbal, bentuk komunikasi langsung yang diperlukan dalam

pendidikan dan pengembangan. Membuat dan melakukan ritual adalah alat

utama bagi masyarakat untuk memberdayakan diri mereka dan terlibat untuk

mengubah struktur sosial yang menindas. Penggunaan simbol dan ritual

bukanlah hal yang baru untuk perdamaian, masyarakat tardisional dan

pemimpin lokakarya memiliki rasa yang kuat saat menggunakan ritual dan

simbol-simbol. Penggunaan simbol dan ritual dibutuhkan dan berguna baik di

24

Schrich, Ritual and Symbol in Peacebuilding … 59. 25

Schrich, Ritual and Symbol in Peacebuilding … 59.

Page 17: BAB II SIMBOL DAN REKONSILIASIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13342/2/T2_752015017_BAB II... · Penyembelihan binatang, pemberian kado, proses memasak, cara-1. F. W. Dilliston,

29

masa krisis dan upaya jangka panjang untuk pembangunan kapasitas. Dinamika

ritual dan pentingnya penggunaan simbol-simbol, dalam berbagai cara berguna

dalam proses penyelesaian suatu konflik. 26

2.1.7. Merancang Panggung: Ruang Perdamaian.

Ruang ritual sering mengandung banyak benda- benda simbolis. Orang

menggunakan elemen seperti api, tanah, air, bunga, dan makanan sebagai

simbol dalam ritual untuk memberi makna. Misalnya, lilin awalnya digunakan

di tempat suci untuk memberikan cahaya, sekarang lilin digunakan untuk

menciptakan suasana spiritual meskipun listrik mungkin tersedia. Lilin

membantu ruang ritual terpisah dari ruang non ritual. Peserta ritual dalam

sebuah acara (upacara) berinteraksi dengan simbol. Simbol membantu identitas

orang-orang yang terlibat sebagai bagian dalam ruang ritual.27

Waktu, lokasi, simbol, bau, rasa, suara, dan kombinasi unik dari orang-

orang yang bersama-sama menentukan dan mengatur ruang ritual terpisah dari

ruang hidup sehari-hari. Menciptakan ruang yang terpisah sangat berguna dalam

konflik, ketika ruang normal mungkin emosional atau berbahaya dan

menyakitkan. Ritual dapat membuat oase khusus untuk perdamaian dimana

orang yang terlibat dalam konflik dapat menemukan kekuatan dari kehancuran

konflik. Bagi orang-orang yang ada dalam konflik, ritual menawarkan

kesempatan unik untuk bergerak di luar konflik menjadi tempat dimana konflik

itu sendiri tampaknya tidak memiliki nilai.28

26

Schrich, Ritual and Symbol in Peacebuilding … 59-60. 27

Schrich, Ritual and Symbol in Peacebuilding … 71. 28

Schrich, Ritual and Symbol in Peacebuilding ... 72.

Page 18: BAB II SIMBOL DAN REKONSILIASIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13342/2/T2_752015017_BAB II... · Penyembelihan binatang, pemberian kado, proses memasak, cara-1. F. W. Dilliston,

30

Idealnya, ruang ritual memungkinkan nilai-nilai dan hubungan baru

terbentuk. Ruang ritual mengubah lingkungan, membawa simbol penting atau

menciptakan rasa indah dalam konteks yang mengumumkan hubungan unik

yang akan terjadi. Bagi orang-orang yang terlibat konflik, ruang ritual adalah

“jumping ahead to the end of the book” pengalaman dimana mereka dapat

membayangkan berada dalam masa depan yang penuh dengan kedamaian. Sama

seperti sebuah oase yang melegakan bagi wisatawan gurun, ritual dapat

memberikan bantuan yang menyegarkan dari rasa sakit dan kecemasan

konflik.29

2.1.8. Simbol dan Ritual Dalam Identitas

Identitas dibangun, dilindungi, dan ditransformasikan melalui ritual dan

simbol. Di lingkungan yang tidak berkonflik, manusia memandang diri mereka

sendiri dan orang lain memiliki sumber identitas yang berbeda berdasarkan

keanggotaan mereka dalam kelompok budaya. Konflik mengancam identitas

individu dan kelompok. Dalam situasi konflik, orang berdalih dari melihat diri

mereka sebagai campuran kompleks dari berbagai identitas, semuanya kurang

lebih sama. Daripada menggunakan beberapa kelompok untuk mendefinisikan

identitas, individu mulai mendefinisikan dirinya dengan identitas kelompok

yang diancam.30

Mengakui identitas bersama memungkinkan lebih efektif membangun

perdamaian dalam sebuah komunitas. Orang-orang yang memiliki identitas

dapat membentuk kelompok-kelompok yang berfungsi menghancurkan situasi

atau hal-hal yang dapat melanggengkan konflik. Ritual dan simbol mengubah

29

Schrich, Ritual and Symbol in Peacebuilding … 76. 30

Schrich, Ritual and Symbol in Peacebuilding … 125

Page 19: BAB II SIMBOL DAN REKONSILIASIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13342/2/T2_752015017_BAB II... · Penyembelihan binatang, pemberian kado, proses memasak, cara-1. F. W. Dilliston,

31

identitas dengan menawarkan ruang kemanusiaan. Karena identitas

didefinisikan dalam konteks, persepsi dari identitas berubah menurut situasi

fisik dan situasi relasional. Ketika orang berada di tempat kerja, mereka

berhubungan dengan orang lain melalui identitas profesional mereka. Saat

berada di rumah sendiri, mereka berinteraksi dengan anggota keluarga sesuai

dengan peran mereka dalam keluarga. Simbol di lingkungan fisik membantu

orang mengetahui bagaimana berhubungan satu dengan yang lain dan

bagaimana caranya berpikir dan bertindak dalam konteks tertentu. Suatu

konteks dapat membantu orang menemukan identitas umum dan mengenali

identitas kompleks yang dimiliki masing-masing. Sementara konflik cenderung

menciptakan identitas yang terfokus pada satu aspek, ritual mentransformasi

identitas kelompok kembali ke penekanan pada beberapa kelompok budaya.31

Ritual dan simbol mengubah fokus identitas dan lokus dari satu identitas,

seperti etnisitas ke rangkaian yang lebih inklusif, kompleks dan beragam.

Individu yang terlibat dalam konflik dapat didorong untuk memperkuat sumber

identitas lain dengan membawa pihak-pihak yang terlibat dalam konteks dimana

mereka dapat lebih jelas melihat kesamaan mereka. Proses yang ditujukan untuk

menangani persepsi identitas dalam konflik dapat mencakup penempatan

kelompok antagonis dalam situasi baru dimana asumsi dan presepsi lama

mereka tentang identitas musuh ditantang dan diubah.32

31

Schrich, Ritual and Symbol in Peacebuilding … 126 32

Schrich, Ritual and Symbol in Peacebuilding … 127

Page 20: BAB II SIMBOL DAN REKONSILIASIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13342/2/T2_752015017_BAB II... · Penyembelihan binatang, pemberian kado, proses memasak, cara-1. F. W. Dilliston,

32

2.2. Perdamaian dan Rekonsiliasi

Perdamaian berasal dari kata damai yang diartikan sebagai suasana tidak

adanya permusuhan dan hubungan yang serasi atau harmonis di antara kedua

belah pihak. Oleh karena damai yang menunjuk pada sebuah suasana atau

keadaan maka perdamaian merupakan proses atau usaha menuju suasana damai

itu.33

Tony Tampake menambahkan bahwa damai berarti suatu kualitas kehidupan

individu dan masyarakat yang sesuai dengan harkat, martabat dan hak-hak

asasinya sebagai manusia sehingga memungkinkan mereka untuk berinteraksi

dengan adil, setara, dan rukun.34

Menurut Yusak Setyawan damai mengandung konsep keutuhan,

kesentosaan, dan kesejahteraan (wholeness, intactness, well-being) baik

berhubungan dengan aspek personal maupun aspek sosial. Damai dapat disebut

sebagai simbol komprehensif (comprehensive symbol) karena memuat banyak

unsur antara lain kualitas kehidupan, kebaikan, ketertiban, kemakmuran, dan ide-

ide lain yang menjadikan manusia layak menjadi manusia. Damai yang mencakup

keutuhan, kesentosaan, dan kesejahteraan personal mempunyai dua dimensi

penting, yakni secara fisik dan batiniah. Kebutuhan personal secara holistik yang

mencakup dimensi fisik dan batiniah bersinggungan secara langsung dengan

eksistensi manusia.35

33

N. A. Weny, “Tang Pi’u-Wang Solang, Menyambung yang Terputus, Menambal yang

Tersobek: Sebuah Kristologi Pendamaian dari Perspektif Orang Pantar Barat” dalam Sosiologi

Agama Pilihan Berteologi Di Indonesia (Salatiga: Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya

Wacana, 2016), 229. 34

Tony Tampake, “Signifikansi Pendidikan Perdamaian Dalam Masyarakat Bhineka

Tunggal Ika” dalam Buku Bacaan Pendidikan Perdamaian, Theofransus Litaay, Evalien Suryati,

David Samiyono, dkk, (Salatiga: Griya Media, 2011), 23. 35

Yusak Setyawan, “Makna Damai Dalam Alkitab” ... 34-35.

Page 21: BAB II SIMBOL DAN REKONSILIASIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13342/2/T2_752015017_BAB II... · Penyembelihan binatang, pemberian kado, proses memasak, cara-1. F. W. Dilliston,

33

Damai yang dialami secara personal yang mencakup aspek batiniah

meliputi pengalaman akan kedamaian batin, peace of soul. Dalam situasi ini orang

mengalami perasaan nyaman, kebahagiaan, perasaan puas dengan kehidupan,

tidak merasa terancam, kuatir dan mengalami anksietas (kecemasan). Individu

manusia yang mengalami damai dengan diri sendiri, innerwordly concord. Maka

gangguan-gangguan psikologis yang menghantui kehidupan seseorang merupakan

pertanda ketiadaan damai atau kurang berkualitasnya damai dalam batin

seseorang. Damai dalam arti keutuhan, kesentosaan, dan kesejahteraan sosial

mengandalkan bahwa masyarakat manusia hidup dalam suasana aman dan rukun.

Dalam hubungannya dengan kondisi aman dan rukun, damai mencakup

pengertian yang berhubungan dengan relasi antar manusia. Tanpa relasi yang baik

di antara warga masyarakat tidak akan pernah tercapai harmoni sosial. Konflik-

konflik yang terjadi dalam masyarakat menunjukan terjadinya relasi, namun pada

saat yang sama konflik bisa jadi merupakan potensi untuk tercapai damai asal

konflik tersebut dikelola yang kemudian menghasilkan relasi yang lebih asli

(genuine) tanpa kepura-puraan dan kemunafikan. 36

Galtung mengartikan perdamaian dalam dua definisi yakni pertama,

perdamaian adalah tidak adanya atau pengurangan kekerasan dalam bentuk

apapun. Kedua, perdamaian merupakan tanpa kekerasan dan kreatif

mentransformasi konflik. Kedua definisi ini berlaku kerja perdamaian yakni

bekerja untuk mengurangi kekerasan dengan cara damai serta studi perdamain

untuk kondisi kerja perdamaian. Definisi pertama berorientasi pada kekerasan

dimana perdamaian menjadi negasinya. Sedangkan definisi kedua berorientasi

36

Setyawan, “Makna Damai Dalam Alkitab” ... 36-37.

Page 22: BAB II SIMBOL DAN REKONSILIASIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13342/2/T2_752015017_BAB II... · Penyembelihan binatang, pemberian kado, proses memasak, cara-1. F. W. Dilliston,

34

pada konflik dimana perdamaian merupakan konteks konflik yang terungkap

tanpa kekerasan dan kreatif. Untuk mengetahui tentang perdamaian kita harus

tahu tentang konflik dan bagaimana konflik bisa diubah, baik tanpa kekerasan dan

kreatif.37

Dengan demikian perdamaian berarti tidak adanya kekerasan dalam

segala bentuk maupun konflik yang berlangsung dengan cara yang konstruktif.

Perdamaian ada di dalam interaksi masyarakat tanpa kekerasan serta dapat

mengelola konflik mereka secara positif.

Galtung membagi perdamaian dalam dua tipologi yakni perdamaian

negatif dan perdamaian positif. Perdamaian negatif diartikan sebagai tidak adanya

kekerasan atau tidak adanya perang.38

Perdamaian negatif memerlukan kontrol

pemerintah terhadap konflik yang terjadi yakni dengan melakukan pengamanan

dan perlindungan oleh aparat keamanan di wilayah-wilayah perbatasan konflik.

Strategi yang dipakai untuk menghadirkan damai negatif adalah dengan

memisahkan pihak yang berkonflik, sehingga pihak-pihak yang berkonflik tidak

saling bertemu satu dengan yang lain. Dengan menghadirkan damai negatif maka

pihak yang sedang berkonflik tidak akan saling bertemu dan tidak akan tercipta

ruang bersama untuk menghasilkan perdamaian yang diinginkan. Integrasi yang

diinginkan semua pihak tidak terwujud oleh karena pemisahan yang dilakukan

pemerintah dengan menempatkan perlindungan sekuritas.39

Klasifikasi

perdamaian negatif adalah pesimistis, kuratif, dan perdamaian tidak selalu dengan

cara damai. Gagasan perdamaian sebagai tidak adanya kekerasan kolektif

37

Johan Galtung, Peace by Peaceful Means: Peace and Conflict, Development, and

Civilization (London and New Dehli: Sage Publication,1996), 9. 38

Temesgen Tilahun, “Johan Galtung’s Concept of Positive and Negative Peace in the

Contemporary Ethiopia: an Appraisal,”International Journal of Political Sciences and

Development. Vol 3 No 6, (2015): 251. 39

Galtung, Peace by Peaceful Means... 40.

Page 23: BAB II SIMBOL DAN REKONSILIASIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13342/2/T2_752015017_BAB II... · Penyembelihan binatang, pemberian kado, proses memasak, cara-1. F. W. Dilliston,

35

terorganisir antara kelompok manusia khususnya negara-negara, antar kelas, antar

ras, dan kelompok etnis merujuk pada jenis perdamaian negatif.40

Perdamaian positif menunjuk pada suasana damai di mana terdapat

kesejahteraan, keadilan, dan kebebasan. Damai positif menganjurkan interaksi

mendalam warga masyarakat demi menghadirkan integrasi sosial. Menghadirkan

perdamaian positif diperlukan kerja sama dengan tujuan memperbaiki masa lalu

dan membangun kembali masa depan. Kerja sama ini dapat dilakukan dengan

memperhatikan masalah-masalah kemanusiaan yang dihadapi serta menjadi

tanggung jawab bersama.41

Menurut Galtung Perdamaian positif menghadirkan hal-hal baik dalam

masyarakat, khususnya kerja sama dan integrasi antara kelompok yang ada dalam

masyarakat. Klasifikasi perdamaian positif adalah integrasi struktural, optimis,

preventif, perdamaian dengan cara damai. Perdamaian positif menunjuk pada

kondisi sosial di mana kegiatan mengeksploitasi dapat diminimalkan atau

dihilangkan dan di mana tak ada kekerasan dalam bentuk apa pun. Kehadiran

damai positif untuk memberikan situasi yang merangkul, adil, serta menjaga

harmoni ekosistem. Oleh karena itu, terkait dengan perdamaian positif, ada

sepuluh nilai-nilai hubungan positif yakni kehadiran kerjasama, kebebasan dari

rasa takut, bebas dari keinginan, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, tidak

adanya eksploitasi, kesetaraan, keadilan, kebebasan bertindak, pluralisme,

dinamisme. Dalam pemaknaannya, individu yang satu tidak mengeksploitasi satu

40

Galtung, Peace by Peaceful Means... 42 41

Izak Lattu, “Planting The Seed of Peace: Agama dan Pendidikan Perdamaian Dalam

Masyarakat Multikultural” dalam Buku Ajar Agama, Mariska Lauterboom, Retnowati, dkk.,

(Salatiga: Satya Wacana University Press, 2015), 191.

Page 24: BAB II SIMBOL DAN REKONSILIASIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13342/2/T2_752015017_BAB II... · Penyembelihan binatang, pemberian kado, proses memasak, cara-1. F. W. Dilliston,

36

sama lain, tentang individu yang tidak hidup dalam ketakutan dan kecemasan,

tentang individu yang memiliki berbagai tindakan terbuka untuk diri mereka

sendiri sehingga mereka dapat hidup. Perdamaian positif diisi dengan konten

positif seperti pemulihan hubungan, penciptaan sistem sosial yang melayani

kebutuhan seluruh penduduk dan resolusi konstruktif konflik.42

Damai yang positif dimaknai dalam pemahaman Galtung mengenai

rekonsiliasi. Menurut Galtung, rekonsiliasi adalah bentuk akomodasi dari pihak-

pihak yang terlibat dalam konflik destruktif untuk saling menghargai satu dengan

yang lain, menyingkirkan rasa sakit, dendam, takut, benci, dan bahaya terhadap

pihak lawan. Dari pengertian ini maka dapat dikatakan bahwa rekonsiliasi

merupakan bentuk akomodasi dari pihak yang bertikai untuk saling menghargai

dan tidak saling membenci terhadap pihak lawan.43

Rekonsiliasi merupakan

bagian dari resolusi konflik pada tahapan perdamaian yang dalam proses

mengatasi konflik akan membutuhkan rentang waktu yang panjang. Hal ini

disebabkan karena rekonsiliasi merupakan proses mengejar suatu perdamaian

dengan penyelesaian masalah yang dimulai dari akar permasalahan dan

keterbukaan untuk saling menerima, menghargai dan memafkan secara total

seluruh keadaan atau situasi yang telah “rusak” disebabkan konflik. Pelepasan

sekat-sekat inilah yang akan meruntuhkan dinding pembatas pemicu konflik,

sehingga rekonsiliasi (pemulihan relasi dan situasi) dapat terwujud.

42

Tilahun, “Johan Galtung’s Concept,”... 252-253. 43

Johan Galtung, Rekonsiliasi Konflik, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1994), 67.

Page 25: BAB II SIMBOL DAN REKONSILIASIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13342/2/T2_752015017_BAB II... · Penyembelihan binatang, pemberian kado, proses memasak, cara-1. F. W. Dilliston,

37

2.3. Rekonsiliasi Lintas Agama

Pengampunan dan rekonsiliasi bukanlah sesuatu yang secara otomatis bisa

diperoleh, bukan sesuatu yang harganya ringan dan murah. Pengampunan dan

pengakuan malah didahului oleh perbuatan yang merupakan isi pengakuan,

perbuatan yang meninggalkan luka dan maut, perbuatan yang disertai kebencian,

kerusakan dan kerusuhan.44

Rekonsiliasi menempuh jalan penyembuhan. Rekonsiliasi merupakan

tindakan moral dan perjalanan spiritual, bukan sekedar tugas yang dimulai dan

diahiri pada saat tertentu. Tinggal di masa lampau tidak tidak membawa

penyembuhan, dan berjalan menuju masa depan mebutuhkan perubahan-

perubahan yang menjauhkan segala pihak dari penodaaan terhadap hak asasi

manusia, termasuk kebebasan beragama. Komisi Nasional HAM, memiliki komisi

“Truth and Reconciliation” tentang kebenaran dan pendamaian, kerukunan

kembali, juga bisa menjadi simbol kesungguhan sosial untuk menempuh proses

rekonsiliasi secara serius dan akan menumbuhkan kepercayaan serta solidaritas

satu sama lain.45

Upaya untuk rekonsiliasi lintas agama tidak akan berjalan mulus ketika

suatu komunitas agama mempertahankan primodialisme yang ekslusuif. Semua

usaha rekonsiliasi akan gagal selama agama, atau lebih tepat manusia yang

beragama, tidak mampu untuk menemukan citra kemanusiaan juga dalam orang

lain, walaupun ternyata dalam situasi seperti itu menjadi musuh dari dirinya.

Saling mengakui harga dan martabat kemanusiaan yang satu terhadap yang lain

44

Olaf Schumann, Nico Kana, dkk, Agama-agama dan Rekonsiliasi, (Jakarta: Bidang

Marturia PGI, 2005), 12. 45

Schumann, Agama-agama dan Rekonsiliasi… 121.

Page 26: BAB II SIMBOL DAN REKONSILIASIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13342/2/T2_752015017_BAB II... · Penyembelihan binatang, pemberian kado, proses memasak, cara-1. F. W. Dilliston,

38

adalah prasyarat untuk melakukan langkah rekonsiliasi diantara mereka yang

saling membenci. Selanjutnya, diperlukan kesungguhan dan ketulusan dalam

usaha membuka dan mengakui segala hal yang terjadi. Rekonsiliasi bukanlah

sesuatu yang abstrak, melainkan sesuatu yang tertuju pada kejadian dan

pengalaman konkret yang pernah dilakukan. Kesulitan yang terjadi adalah karena

budaya menutupi hal-hal yang tidak enak, rekonsiliasi harus dibuka dengan

contritio, penyesalan terhadap apa yang terjadi, penyesalan dengan hati yang

ditujukan pada kaum korban, bukan terhadap pihak lain yang tidak disentuh.46

Sebuah gerakan rekonsiliasi lintas agama selanjutnya dimulai dengan

melihat pada ajaran atau dogma dari agama itu sendiri. Ajaran agama yang

mempunyai sifat universal sajalah yang dapat dikembangkan bersama dan dipakai

sebagai fokus untuk rekonsiliasi bagi agama-agama. Rekonsiliasi lintas agama

harus dirancang dan dilakukan oleh semua pihak, pemerintah, tokoh-tokoh agama,

dan masyarakat (orang-orang beragama), yang dimulai dari rekonsiliasi intern

kelompok agama.47

Paul Knitter kemudian mengemukakan bahwa ternyata yang harus dilihat

adalah mencari sesuatu yang di luar agama. Sesuatu yang dapat membangkitkan,

meresahkan, dan menantang mereka, serta menyerukan respon dari masing-

masing agama. Suatu hal yang dapat dilihat oleh semua agama, dan dengan itu

dapat menenun benang-benang agama yang berbeda menjadi sebuah pakaian baru

yaitu persatuan antar agama. Dengan demikian, semua agama harus melaksanakan

tugas umum, yaitu bergerak pada keprihatinan terhadap penderitaan manusia,

46

Schumann, Agama-agama dan Rekonsiliasi... 22 47

Schumann, Agama-agama dan Rekonsiliasi ... 93, 105

Page 27: BAB II SIMBOL DAN REKONSILIASIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13342/2/T2_752015017_BAB II... · Penyembelihan binatang, pemberian kado, proses memasak, cara-1. F. W. Dilliston,

39

eksploitasi (kemiskinan, kelaparan, tunawisma, dll) dan kekerasan, terutama

kekerasan militer. Penderitaan manusia dan lingkungan merupakan realitas

objektif dimana orang dari semua agama mengakui hal tersebut sebagai ancaman

bagi kesejahteraan manusia. dengan demikian, tidak peduli apa keyakinannya

mereka akan merasa dipanggil untuk melakukan sesuatu dalam rangka

mengurangi atau menghilangkan penderitaan tersebut. Kunci dari langkah ini

tidaklah dimulai dari agama, tapi dari etika. Hal ini memunculkan heurestik atau

keprihatinan bersama untuk memahami sesuatu atau seseorang dari tindakan yang

dilakukan oleh orang-orang beragama. Mereka menjadi lebih saling ingin tahu

lebih banyak tentang keyakinan masing-masing. Itulah kunci atau titik temu

(benang merah) untuk mencapai hubungan antar agama sekaligus menciptakan

rekonsiliasi lintas agama.48

Dalam membangun rekonlisiasi lintas agama khususnya di Ambon-

Maluku dilakukan upaya-upaya yakni membangkitkan kesadaran kolektif yang

dimiliki bersama. Walaupun kesadaran tentang penyebab konflik Ambon telah

dimiliki oleh sebagian besar anak Ambon dan rasa penyesalan yang timbul

sebagai akibat pernah terpengaruh untuk terlibat dalam konflik Ambon, namun

bukan berarti hal itu sudah cukup untuk tidak perlu lagi terus menerus

membangun dan memperkuat integrasi anak Ambon. Ketua MUI Maluku

berpendapat bahwa yang terpenting untuk menciptakan hubungan rekonsiliasi

lintas agama di Ambon, Maluku adalah dengan berwaspada terhadap issue atau

tindakan yang berpotensi memecah belah, dan masyarakat harus bersatu

membangun Ambon. Tidak terlalu sulit bagi orang-orang Ambon untuk

48 Paul. F. Knitter , Global Responsibility and Interreligious Dialogue:Searching for

Common Ground, Waskita. Jurnal Studi Agama dan Masyarakat.

Page 28: BAB II SIMBOL DAN REKONSILIASIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13342/2/T2_752015017_BAB II... · Penyembelihan binatang, pemberian kado, proses memasak, cara-1. F. W. Dilliston,

40

melakukan hal tersebut sebab nilai-nilai budaya di Maluku (Ambon) dalam bentuk

pela, gandong, duan lolat, maano dan sebagainya yang dilakukan sejak dahulu,

diwariskan, dipertahankan, dan dilakukan sampai pada saat ini dan waktu

mendatang. Di dalam pela-gandong, ada solidaritas dan kerelaan untuk berkorban

dan telah menjadi panggilan jiwa bagi masyarakat Ambon-Maluku yang ada

dalam hubungan pela dan gandong itu.49

Demi terwujudnya rekonsiliasi lintas agama, maka perlu adanya tindakan

atau upaya yang berfungsi menangkal issue-issue menyesatkan dalam masyarakat.

Dengan demikian, beberapa aksi mesti dilakukan, misalnya membuka jaringan-

jaringan dalam suatu struktur koordinasi yang melibatkan berbagai potensi

masyarakat secara formal maupun informal. Mereka yang dilibatkan harus orang-

orang yang terpercaya, yang telah menunjukan partisipasinya dalam membangun

upaya-upaya perdamaian atau rekonsiliasi dalam masyarakat.50

49

Samuel Waileruny, Membongkar Konspirasi di Balik Konflik Maluku, (Jakarta: Yayasan

Pustaka Obor Indonesia, 2010) 219. 50

Waileruny, Membongkar Konspirasi di Balik Konflik Maluku... 256