BAB II Siklus Rankine
Transcript of BAB II Siklus Rankine
II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Siklus Rankine
Siklus Rankine merupakan siklus ideal untuk sistem pusat listrik tenaga uap.
Gambar II.1 menunjukkan diagram untuk proses-proses yang terjadi pada siklus
Rankine ideal sederhana untuk teknologi subcritical boiler.
1 - 2 Kompresi isentropis pada pompa
2 - 3 Penambahan kalor pada tekanan konstan di boiler
3 - 4 Ekspansi isentropis pada turbin
4 - 1 Pelepasan kalor pada tekanan konstan pada kondensor
Gambar II.1 Diagram Alir dan Diagram T-s Siklus Rankine Ideal Sederhana
Sumber : Thermodynamics An Engineering Approach, (Çengel (2007).
Selanjutnya, siklus Rankine sederhana dapat dianalisis dengan menggunakan
persamaan yang dikemukakan oleh (A. Yunus. Cengel, A. M. Boles, 1989)
(𝑞𝑖𝑛 − 𝑞𝑜𝑢𝑡) + (𝑤𝑖𝑛 − 𝑤𝑜𝑢𝑡) = ℎ𝑒 − ℎ𝑖 ..................................................... ( II.1)
Persamaan tersebut merupakan penyederhanaan dari steady-flow energy
equation per satuan massa dengan menganggap bahwa perubahan energi kinetik
dan potensial dari uap sangat kecil dan dapat diabaikan.
Critical point
II-2
Gambar II.1 menunjukan bahwa pada kondisi 1, air masuk ke pompa sebagai
cairan jenuh yang kemudian dikompresi secara isentropis hingga tekanannya naik
menjadi tekanan kerja boiler. Penambahan tekanan tersebut menyebabkan volume
spesifik dan temperatur air naik, seperti ditunjukkan pada diagram T-s (Gambar
II.1).
𝑤𝑝𝑢𝑚𝑝,𝑖𝑛 = ℎ2 − ℎ1 (pompa) .......................................................................... (II.2)
𝑤𝑝𝑢𝑚𝑝,𝑖𝑛 = 𝑣 (𝑃2 − 𝑃1) .................................................................................. (II.3)
Dimana ℎ1 = ℎ𝑓 @ 𝑃1 dan 𝑣 ≅ 𝑣1 = 𝑣𝑓 @ 𝑃1
................................................... (II.4)
Pada kondisi 2, air masuk ke boiler masih dalam kondisi cair jenuh. Boiler
merupakan tempat berpindahnya kalor dari reaksi pembakaran boiler ke air, dimana
air akan berubah fasanya dari kondisi cair jenuh menjadi superheated vapor (uap
jenuh). Kalor tersebut berasal dari reaksi pembakaran bahan bakar yang biasanya
berupa batu bara, gas, minyak, atau biomassa.
𝑄𝑖𝑛 = ℎ3 − ℎ2 (boiler) ................................................................................... ( II.5)
Pada kondisi 3, air keluar dari boiler dan menuju ke turbin dalam kondisi
superheated. Pada turbin, uap akan berekspansi secara isentropis dan “menabrak”
sudu-sudu turbin hingga berputar sehingga menghasilkan kerja. Kerja tersebut
dapat digunakan untuk membangkitkan listrik dengan menghubungkannya dengan
generator. Ketika berekspansi dan memutar turbin, tekanan uap akan turun dan
kondisi uap berubah dari uap jenuh menjadi fasa campuran (dengan kualitas yang
masih cukup tinggi).
𝑤𝑡𝑢𝑟𝑏𝑖𝑛𝑒,𝑜𝑢𝑡 = ℎ3 − ℎ4 (turbin) ...................................................................... ( II.6)
Pada kondisi 4, uap masuk ke kondensor. Pada kondensor, terjadi pelepasan
kalor dari uap menuju ke media pendingin pada tekanan konstan. Pelepasan panas
tersebut menyebabkan fasa uap berubah menjadi air dengan kondisi cair jenuh. Air
II-3
tersebut kemudian akan masuk kembali ke pompa pada kondisi 1 dan melengkapi
siklus.
𝑄𝑜𝑢𝑡 = ℎ4 − ℎ1 (kondensor) .......................................................................... ( II.7)
Pada diagram T-s, kurva kondisi 2 – 3 merupakan daerah penambahan kalor
ke air pada boiler dan kurva kondisi titik 4 – 1 merupakan daerah pelepasan kalor
pada kondensor. Selisih antara keduanya (daerah yang dilingkupi kurva siklus)
merupakan kerja bersih/netto yang dihasilkan dari siklus. Efisiensi termal siklus
Rankine adalah:
𝜂𝑡ℎ = 𝑤𝑡𝑢𝑟𝑏𝑖𝑛−𝑊𝑝𝑢𝑚𝑝
𝑄𝑖𝑛=
(ℎ3− ℎ4 )−(ℎ2− ℎ1)
(ℎ3− ℎ2) ......................................................... ( II.8)
Kerja netto sama dengan kalor masukan netto, oleh karena itu efisiensi thermal
juga dapat dituliskan sebagai berikut
𝜂𝑡ℎ = 𝑄𝑖𝑛−𝑄𝑜𝑢𝑡
𝑄𝑖𝑛= 1 −
𝑞𝑜𝑢𝑡
𝑞𝑖𝑛 ............................................................................. ( II.9)
Efisiensi siklus Rankine dapat ditingkatkan untuk menghasilkan kerja netto
yang sama dengan konsumsi bahan bakar yang lebih sedikit. Pada dasarnya teknik-
teknik untuk meningkatkan efisiensi siklur Rankine adalah dengan memperluas
daerah yang dilingkupi oleh kurva siklus pada diagram T-s. Efisiensi siklus Rankine
ditingkatkan dengan cara:
a. Menurunkan Tekanan Operasi Kondensor
b. Pemanasan Uap lanjut (Steam Superheating)
c. Menaikkan Tekanan Kerja Boiler
Menaikkan tekanan kerja boiler secara otomatis akan menaikkan temperatur
rata-rata ada proses perpindahan panas di boiler. Proses perpindahan panas pada
tekanan tinggi akan melalui daerah fasa uap campuran yang lebih sedikit, sehingga
konsumsi bahan bakar untuk mencapai kondisi uap yang diinginkan lebih sedikit.
II-4
Gambar II.2 Pengaruh diturunkannya tekanan kondensor (a) dan pemanasan lanjut uap (b) pada
siklus Rankine ideal
Sumber : Thermodynamics An Engineering Approach, (Çengel (2007)
Oleh karena itu, efisiensi sistem akan lebih baik. Perlu diperhatikan bahwa
ketika tekanan dinaikkan, kualitas uap yang masuk ke kondensor berkurang
sehingga diperlukan proses superheating dan / atau reheating uap untuk
mengatasinya.
Berdasarkan tekanan kerjanya, boiler dapat dibagi menjadi subcritical,
supercritical, dan Ultra-supercritical boiler. Teknologi Subcritical boiler artinya
perubahan fasa air menjadi uap jenuh pada boiler terjadi di bawah titik kritis
(critical point) pada diagram T-s yang ditunjukan pada Gambar II.3 a.
(a) (b)
Gambar II.3 Pengaruh penaikkan tekanan kerja boiler pada siklus Rankine (a) dan Siklus
Rankine Supercritical (b)
Sumber : Thermodynamics An Engineering Approach, (Çengel (2007)
Gambar II.3 b menunjukkan, bahwa karakteristik siklus Rankine supercritical
memiliki kondisi critical point dimana air akan berubah menjadi uap jenuh dalam
II-5
seketika pada tekanan 22,06 Mpa. Kondisi tersebut disebut sebagai siklus Rankine
Supercritical, sedangkan pada Ultra-supercritical Boiler (USC) tekanan kerja
operasi lebih tinggi dari Supercritical Boiler.
Berdasarkan teknologi boiler rentang efisiensi sistem, diperlihatkan secara
rinci pada Tabel II.1
Tabel II.1 Rentang Efisiensi Sistem Teknologi Boiler
Sumber: www.nationalboilers.com (2016
Dari Tabel II.1, terlihat bahwa siklus Rankine supercritical berpeluang
menghasilkan efisiensi sebesar 42%. Siklus ini yang digunakan pada PLTU
Cirebon.
Pendekatan penilaian kinerja pembangkit listrik tenaga uap tersebut, didasarkan
pada kelakuan thermal, maka secara praktis. Perhitungan efisiensi dapat dilakukan
melalui metode langsung (direct method), menurut (Ghill, 1984).
𝜂 = 𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑏𝑒𝑟𝑔𝑢𝑛𝑎
𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘𝑎𝑛 ......................................................................................... (II.10)
Perhitungan efisiensi sistem PLTU menggunakan formulasi direct method,
yaitu rasio energi berguna dibandingkan dengan energi input. Secara umum,
pendekatan langsung dapat definisikan sebagai berikut;
𝜂 = 𝑁𝑒𝑡 𝑃𝑜𝑤𝑒𝑟 𝐺𝑒𝑛𝑒𝑟𝑎𝑡𝑒𝑑
𝑐𝑜𝑎𝑙 𝑐𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑝𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑥 𝑐𝑎𝑙𝑜𝑟𝑖𝑓𝑖𝑐 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 ............................................................... (II.11)
Teknologi Steam Generator Efisiensi sistem (%)Sub-critical 32 - 38Supercritical 37 - 42Ultra supercritical 43 - 45
II-6
II.2 Pengertian dan Prinsip Kerja Turbin Uap
Turbin uap adalah komponen konversi energi utama dalam sebuah
Pembangkit listrik tenaga termal. Turbin uap berfungsi untuk mengubah energi
panas dari uap menjadi energi mekanik (putaran) sebagai penggerak generator
untuk menghasilkan energi listrik. Biasanya turbin uap langsung terkopel dengan
generator sehingga sering disebut steam turbine generator.
Prinsip kerja dari turbin uap yaitu uap masuk ke dalam turbin melalui nozel.
Nozel tersebut berfungsi mengubah energi panas dari uap menjadi energi kinetis.
Tekanan uap pada saat keluar dari nozel lebih kecil dari pada saat masuk ke dalam
nozel, akan tetapi sebaliknya kecepatan uap keluar nozel lebih besar dari pada saat
masuk ke dalam nozel. Uap yang memancar keluar dari nozel diarahkan ke sudu-
sudu turbin yang berbentuk lengkungan dan dipasang disekeliling rotor turbin. Uap
yang mengalir melalui celah antara sudu turbin itu dibelokkan mengikuti arah
lengkungan dari sudu turbin. Perubahan kecepatan uap ini menimbulkan gaya yang
mendorong dan kemudian memutar poros turbin yang menghasilkan energi
mekanik.
Pada pembangkit tenaga listrik biasanya menggunakan turbin bertingkat yaitu
dipasang lebih dari satu baris sudu gerak agar dapat memanfaatkan energi kinetis
secara optimal. Sebelum memasuki baris kedua sudu gerak, maka antara baris
pertama dan baris kedua sudu gerak dipasang satu baris sudu pengarah (guide
blade) atau sudu tetap yang berguna untuk mengubah arah kecepatan uap, agar uap
tersebut dapat masuk ke baris kedua sudu gerak dengan arah yang tepat.
Kecepatan uap saat meninggalkan baris sudu gerak yang terakhir harus dapat
dibuat sekecil mungkin, agar energi kinetis yang yang digunakan untuk mendorong
sudu turbin dapat dimanfaatkan secara optimal. Dengan demikian efisiensi turbin
menjadi lebih tinggi dikarenakan energi yang tidak termanfaatkan relatif kecil.
Turbin uap digunakan sebagai penggerak mula pada pembangkit listrik
tenaga termal, seperti untuk menggerakkan pompa, kompresor dan mesin-mesin
II-7
lain. Jika dibandingkan dengan penggerak generator listrik yang lain, turbin uap
mempunyai kelebihan antara lain:
• Penggunaan panas yang lebih baik.
• Pengontrolan putaran yang lebih mudah.
• Tidak menghasilkan loncatan bunga api listrik.
• Uap bekasnya dapat digunakan kembali untuk proses.
II.3 Klasifikasi Turbin Uap
Turbin uap dapat diklasifikasikan ke dalam kategori yang berbeda tergantung
pada jumlah tingkat tekanan, arah aliran uap, proses penurunan kalor, kondisi-
kondisi uap pada sisi masuk turbin dan pemakaiannya di bidang industri. Adapun
klasifikasinya, antara lain:
1. Menurut jumlah tingkat tekanan, terdiri dari:
a. Turbin satu tingkat (single stage) dengan satu atau lebih tingkat
kecepatan, yaitu turbin yang biasanya berkapasitas kecil dan turbin ini
kebanyakan dipakai untuk menggerakkan kompresor sentrifugal.
b. Turbin impuls dan reaksi multi stage, yaitu turbin yang dibuat dalam
jangka kapasitas yang luas mulai dari yang kecil sampai yang besar.
2. Menurut arah aliran uap, terdiri dari:
a. Turbin aksial, yaitu turbin yang uapnya mengalir dalam arah yang
sejajar terhadap sumbu turbin.
b. Turbin radial, yaitu turbin yang uapnya mengalir dalam arah yang tegak
lurus terhadap sumbu turbin.
3. Menurut jumlah silinder, terdiri dari:
a. Turbin silinder tunggal
b. Turbin silinder ganda
c. Turbin tiga silinder
d. Turbin empat silinder
Turbin multi stage yang rotornya dipasang pada satu poros yang sama dan
yang dikopel dengan beban tunggal dikenal dengan turbin poros tunggal;
II-8
turbin dengan poros rotor yang terpisah untuk masing-masing silinder
yang dipasang sejajar satu dengan yang lainnya dikenal dengan turbin
neka-aksial.
4. Menurut prinsip kerjanya, terdiri dari:
a. Turbin impuls, yang energi potensial uapnya diubah menjadi energi
kinetik di dalam nozel atau laluan yang dibentuk oleh sudu-sudu diam
yang berdekatan, dan di dalam sudu-sudu gerak, energi kinetik uap
diubah menjadi energi mekanis.
b. Turbin reaksi aksial yang ekspansi uapnya diantara laluan sudu, baik
sudu pengarah maupun sudu gerak.
c. Turbin reaksi radial tanpa sudu pengarah yang diam
d. Turbin reaksi radial dengan sudu pengarah yang diam
5. Menurut proses penurunan kalor, terdiri dari:
a. Turbin kondensasi (condensing turbine) dengan regenerator, yaitu uap
pada tekanan yang lebih rendah dari tekanan atmosfir dialirkan ke
kondensor. Kalor laten uap buang selama proses kondensasi semuanya
hilang pada turbin ini.
b. Turbin tekanan lawan (back pressure turbine), yaitu turbin yang uap
buangannya dipakai untuk keperluan-keperluan pemanasan dan untuk
keperluan-keperluan proses dalam industri.
II.4 Komponen-Komponen Utama Sistem Turbin Uap
Secara umum komponen-komponen utama dari sebuah turbin uap adalah:
II.4.1 Casing Turbin
Casing atau shell seperti yang ditunjukkan pada gambar II.4 adalah suatu
wadah menyerupai sebuah tabung dimana stator ditempatkan. Casing juga
berfungsi sebagai sungkup pembatas yang memungkinkan uap mengalir melewati
sudu-sudu turbin. Pada ujung casing terdapat ruang besar mengelilingi poros turbin
disebut exhaust hood, dan diluar casing dipasang bantalan yang berfungsi untuk
II-9
menyangga rotor. Pedestal yang berfungsi untuk menempatkan bantalan sebagai
penyangga rotor juga dipasangkan pada casing.
Gambar II.4 HP – IP – LP combination for 300 MW – 1200 MW plant
Sumber: Siemens Power Corporation, Milwaukee, Wis. And Erlangen, 2009.
Casing turbin memiliki diafragma yang berfungsi untuk memisahkan turbin
ke dalam beberapa tingkat tekanan dari turbin tekanan rendah. Selain itu dalam
diafragma terdapat nozel yang berfungsi sebagai sudu pengarah dan meningkatkan
laju uap pada sudu gerak.
Satu tingkat pada turbin multistage terdiri dari sudu gerak dan sudu tetap.
Sudu tetap dapat menjadi bagian dari cincin nozel, pada beberapa kasus fungsi dari
sudu pengarah ini adalah untuk memutar sudu gerak dan menghasilkan kerja
mekanik, hal tersebut dapat terlihat pada gambar II.4. Pada bentuk desain ini
terdapat penangkap embun untuk menjebak droplet dan menjaga droplet tersebut
tetap pada jalurnya seperti dikemukakan oleh (Shlyakin, 1999).
II-10
Gambar II.5 Cincin nozel dan diafragma
Sumber: Elliot company, Jeanette, Pa. 1996
II.4.3 Sudu-Sudu
II.4.3.1 Sudu Gerak (Moving Blades)
Sudu gerak adalah sudu-sudu yang dipasang di sekeliling rotor membentuk
suatu piringan. Dalam suatu rotor turbin terdiri dari beberapa baris piringan dengan
diameter yang berbeda-beda, banyaknya baris sudu gerak biasanya disebut multi
stage.
Penggunaan sudu gerak untuk turbin impuls memiliki variasi yang cukup luas
diantaranya meliputi ukuran fisik, diameter tingkat, maupun jumlah tingkat serta
berdasarkan 3 kategori dasar. Yaitu built-up rotors, solid rotors dan kombinasi solid
& build-up rotors.
Apabila berat airfoil memungkinan untuk terjadinya beban berupa tekanan
pada pin pengunci atau (locking pin), pengganti daripada pengunci tersebut dapat
diindikasikan adalah untuk penggunaan Shroudless blades seperti ditunjukkan pada
Gambar II.6.
II-11
Gambar II.6 Shroudless blading without lacing wires
Sumber: Dresser-Rand Company, 1996.
Rotor adalah bagian dari turbin yang berputar akibat pengaruh gerakan uap
terhadap sudu-sudu gerak. Rotor untuk turbin impuls dapat dilihat dari ukuran fisik,
diameter roda, nomor roda dan ciri konstruksi yang lain, berikut ini merupakan
klasifikasi pada turbin impuls:
1. Built-up rotor: rotor ini memiliki ciri bagian roda yang menyusut ke
bagian dalam poros, seperti yang ditunjukan oleh Gambar II.7
Gambar II.7 Built-up rotor untuk kecepatan rendah
Sumber: Elliot company, Jeanette, Pa. 1996
II-12
2. Solid rotors: rotor ini memiliki ciri roda dan poros yang dibuat
terpisah, seperti yang ditunjukan oleh Gambar II.8
Gambar II.8 Solid turbine rotor
Sumber: Dresser-Rand Company, 1996.
3. Kombinasi antara solid dan built-up rotors: rotor ini memiliki ciri
dimana beberapa roda terpisah dengan poros dan beberapa dibuat menyusut, seperti
yang ditunjukan oleh Gambar II.9
Gambar II.9 Kombinasi Built-up rotor & Solid rotor
Sumber: Dresser-Rand Company, 1996.
Ada beberapa faktor yang menentukan jenis konstruksi yang digunakan untuk
aplikasi turbin rotor tertentu. Yang paling penting dari faktor-faktor ini adalah:
II-13
1. Jangka waktu operasi 2. Diameter pitch 3. Kecepatan operasi maksimal 4. Temperatur uap
Bertambahnya volume spesifik dari uap pada tingkat selanjutnya, merupakan
hasil proses ekspansi setelah melewati sudu gerak pada turbin tingkat lanjutan.
Salah satu persyaratan untuk membuat konfigurasi 2 tingkat turbin atau lebih secara
pararel, dengan penggunaan turbin single-casing maka ukuran fisik dari bantalan
atau bearing mengalami peningkatan (Singh, 2009).
Menghindari terjadinya bending akibat kenaikan volumetric dari uap,
konfigurasi lasing wires memungkinkan sudu rotor untuk bekerja terhadap luapan
volume uap pada tingkat terakhir turbin uap, seperti ditunjukkan pada
Gambar.II.10.
Gambar II.10 Sudu gerak turbin menggunakan Lasing wires
Sumber: Dresser-Rand Company, 1996.
II-14
II.4.3.2 Sudu Tetap (Fixed Blades)
Sudu tetap, selain berfungsi untuk mengubah energi panas menjadi energi
kinetik, adapun juga yang hanya berfungsi untuk mengarahkan aliran uap. Tiap
sudu terpasang pada carrier dan pada umumnya memiliki shroud seperti
ditunjukkan pada Gambar II.11.
Gambar II.11 Sudu tetap
Sumber: Dresser-Rand Company, 1996.
Sudu tetap, memiliki sebuah carrier atau sebuah tempat dimana hub
terknoneksi dengan casing. Seperti ditunjukkan pada Gambar II.12.
Gambar II.12 Guide Blade Carrier Case
Sumber: Dresser-Rand Company, 1996.
II-15
II.4.4 Bantalan (bearing)
Bantalan atau bearing adalah sebuah elemen mesin yang berfungsi untuk
membatasi gerak relatif antara dua atau lebih komponen mesin agar selalu bergerak
pada arah yang diinginkan. Fungsi dari bantalan ini selain dari menahan berat dari
rotor dapat juga menahan gaya aksial yang diakibatkan oleh rotor turbin.
Jenis bantalan yang digunakan dalam turbin uap yaitu journal bearing dan
thrust bearing.
II.5.4.1 Journal Bearing
Journal bearing berfungsi untuk menerima gaya radial yang tegak lurus
terhadap poros, umumnya karena berat ke bawah atau beban poros. Hal-hal yang
perlu diketahui dari journal bearing adalah diameter, sudut lingkar, rasio panjang
dengan diameter dan ruang putar. Ketika beroperasi faktor penting yang harus
diperhatikan adalah kecepatan oli, massa jenis oli, kecepatan putar dan beban
gravitasi.
Gambar II.13 Journal Bearing 2 Axis
Sumber: (Singh, 2011)
Journal bearing seperti yang ditunjukan oleh Gambar II.13, merupakan
hidrodinamik paling dasar dari journal bearing. Putaran poros yang tidak beraturan
menyebabkan perubahan garis profil tekanan pada oli bearing. Hal penting yang
perlu diketahui adalah poros tidak berputar pada pusat shell bearing selama
beroperasi. Jarak ini disebut sebagai eksentrisitas bantalan dan menciptakan profil
yang unik.
II-16
Gambar II.14 Profil tekanan hidrodinamik bearing
Sumber: (Singh, 2011)
Pada turbin uap Journal Bearing yang sering dipakai adalah tilling-pad
journal bearing. Hal tersebut dikarenakan kemampuan dari tilling-pad yang stabil.
Tidak seperti bantalan yang lain, tilting-pad menghasilkan sedikit gangguan
ketidakstabilan tanpa memperhatikan kecepatan dan beban. Keuntungan lain dari
tiltling-pad adalah kemampuan untuk beroperasi pada beberapa kondisi operasi.
Gambar II.15 Bantalan Tiltling-pad pada Turbin Uap
Sumber: (Singh, 2011)
II-17
II.5.4.2 Thrust Bearing
Thrust bearing memiliki dua fungsi yaitu sebagai titik referensi untuk
menempatkan rotor pada casing dan untuk menahan atau menerima gaya aksial atau
gaya sejajar terhadap poros turbin. Dorongan tersebut dapat berasal dari tekanan
uap pada bagian rotor atau dari gaya dorong yang timbul akibat kopling fleksibel.
Gambar II.16 Tilting Pad Thrust Bearing
Sumber: (Singh, 2011)
Gaya dorong dapat terjadi ketika dua porong pada bantalan axial dihubungkan
menggunakan kopling fleksibel. Jika salah satu atau kedua poros tersebut berubah
panjang karena perubahan temperatur, maka akan timbul gaya pada kopling yang
melawan gerakan termal.
Thrust bearing pada turbin terdiri dari bearing collar dan dua cincin alas
(pad) thrust bearing yang masing-masingnya terdapat tilting edge seperti yang
ditunjukkan oleh Gambar II.16. Ruang diantara bearing collar dengan alas (pad) di
isi dengan oli atau pelumas.
II-18
Gambar II.17 Thrust Bearing
Sumber: Blade design and analysis, 2011.
II.5 Peralatan Bantu Turbin Uap
Turbin dilengkapi dengan peralatan bantu untuk menunjang kinerja dari
turbin tersebut, diantaranya:
a. Turbine Valve yang terdiri dari Main Steam Valve (MSV) dan Governor
Valve Main Steam Valve (MSV) berfungsi sebagai penyearah uap,
sehingga uap tidak kembali lagi ke demister ketika terjadi penurunan
tekanan. Governor Valve berfungsi untuk mengatur jumlah aliran uap
yang masuk ke turbin.
b. Turning Gear (Barring Gear) yang berfungsi untuk memutar poros
turbin pada saat unit dalam kondisi stop atau pada saat pemanasan
sebelum turbin start up agar tidak terjadi distorsi pada poros akibat
pemanasan / pendinginan yang tidak merata.
c. Peralatan pengaman, yang berfungsi untuk mengamankan bagian-bagian
peralatan yang terdapat dalam turbin jika terjadi gangguan ataupun
kerusakan operasi pada turbin.
d. Lube Oil atau Minyak Pelumas dan Control Oil berfungsi untuk
melumasi bantalan turbin, mengangkat poros pada saat turning gear
beroperasi dan untuk mengontrol gerakan Main Steam Valve dan Main
Control Valve.
e. Steam Chest, merupakan titik pertemuan antar pipa uap utama dengan
saluran uap masuk turbin. Fungsinya sebagai wadah untuk menempatkan
II-19
katup-katup governor sebagai pengatur aliran uap yang akan masuk ke
turbin.
II.6 Tipe – tipe Boiler Feed Pump Turbine Terdapat dua tipe Boiler Feed Pump Turbine diantaranya:
II.6.1 Single Shaft
Gambar II.18 Single Shaft Boiler Feed Pump Turbine
Sumber: General Electric BFP catalogue, 2011.
Pada Boiler Feed Pump Turbine tipe ini hanya memiliki satu buah shaft atau
poros yang menghubungkan seluruh komponen. Pada tipe ini komponen disusun
dari Steam Turbine, Main Pump, Gear Box lalu kemudian yang terakhir adalah
Booster Pump.
II.6.2 Double Shaft
Gambar II.19 Double Shaft Boiler Feed Pump Turbine
Sumber: General Electric BFP catalogue, 2011.
Pada Boiler Feed Pump Turbine tipe ini memiliki dua shaft atau poros sebagai
penghubung antar komponen. Shaft yang pertama menghubungkan Steam Turbine
II-20
dengan Gear Box dan Booster Pump sedangkan yang kedua menghubungkan Steam
Turbine dengan Main Pump. Boiler Feed Pump Turbine tipe ini disusun dengan
urutan Booster Pump, Gear Box, Steam Turbine dan kemudian Main Pump.
II.7 Prinsip Kerja Boiler Feed Pump Turbine
Boiler Feed Pump Turbine mengunakan dua sumber masukkan yaitu uap
dan air. Uap dari keluaran Intermediete Presure Main Turbine masuk sebagai
sumber uap yang kemudian menggerakkan turbin. Uap yang telah digunakan akan
dikeluarkan menuju kondensor.
Gambar II.20 Diagram Kerja Boiler Feed Pump Turbine
Sumber: General Electric BFP catalogue, 2011.
Setelah turbin bergerak maka Shaft atau poros akan bergerak sehingga Main
Pump, Gear Box dan Booster Pump juga akan bergerak. Air akan mengalir dari
Feedwater Storage Tank yang kemudian akan menuju Booster Pump. Booster
Pump akan mengalirkan air dengan menambahkan tekanan dan kecepatan dari air
itu sendiri.
Air kemudian dikeluarkan dan dikirimkan lagi menuju pompa selanjutnya
yaitu Main Pump. Penggunaan dua jenis pompa ini difungsikan untuk mendapatkan
tekanan dan kecepatan alir dari air sesuai dengan yang diinginkan. Air kemudian
akan mengalir menuju Feed Water Heater yang kemudian akan berakhir pada
boiler.
II-21
II.8 Pengertian Pompa
Pompa adalah salah satu jenis mesin fluida yang berfungsi untuk mengubah
energi mekanik menjadi energi pada fluida, energi fluida dalam hal ini berkaitan
dengan energi kinetik atau tekanan. Pompa biasa digunakan untuk memindahkan
suatu fluida dari satu tempat ke tempat lain. Pada saat pengoperasian pompa perlu
digerakkan oleh suatu penggerak mula, dalam hal ini dapat digunakan motor listrik,
motor bakar maupun turbin (Sularso, Kiyotsu Suga, 2008).
II.8.1 Head
II.8.2 Head Pompa (Hs)
Head pompa merupakan peningkatan energi fluida yang diterima oleh fluida itu
sendiri setiap kilogramnya yang melalui pompa. Kata lainya head pompa
merupakan perbedaan antara energi per satuan berat fluida (kgf) antara sisi masuk
dan keluar pompa (Srinivasan, 2008: 6). Untuk mencari nilainya dapat
menggunakan persamaan II.12 sebagai berikut:
𝐻𝑠𝑦𝑠𝑡 = ((𝑃2
𝜌𝑔+
𝐶22
2𝑔+ 𝑧2) − (
𝑃1
𝜌𝑔+
𝐶12
2𝑔+ 𝑧1)) ............................................... (II.12)
Nilai C1 dan C2 dapat dicari nilainya mengunakan persamaan II.13:
𝐶 =𝑄
𝐴 ............................................................................................................... (II.13)
𝐶 =𝑄
𝜋
4 𝑥 𝐷2
......................................................................................................... (II.14)
Di mana,
Hsysts = Head sistem pompa (m)
P2 dan P1 = Tekanan sisi keluar dan masuk pompa (Pa)
C2 dan C1 = Kecepatan aliran fluida sisi keluar dan masuk pompa (m/s)
z2 dan z1 = Ketinggian sisi keluar dan masuk pompa (m)
II-22
D = Diameter dalam pipa (m)
Q = Laju alir volume (m3/s)
𝜌 = Massa jenis fluida (kg/m3)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
Gambar II.21 Pengukuran Head pada Pompa
(Srinivasan, 2008)
Cara menentukan head ketinggian pada beberapa kondisi dapat ditunjukan oleh
gambar II.21 sebagai berikut:
Gambar II.22 Head Ketinggian pada Pompa
(Black & Veacth, 1996)
II-23
II.8.2 Head Loss (Hloss)
Selain head pada pompa terdapat head lain yaitu kerugian head pada instalasi
pemipaan yang meliputi kerugian head mayor dan kerugian head minor. Untuk
perancangan pompa diperlukan head pompa yang lebih besar nilainya
dibandingkan dengan kedua kerugian head tersebut agar fluida dapat mengalir ke
titik tujuan.
II.8.2.1 Head Loss Mayor (hl)
Merupakan kerugian gesek antara dinding pipa dengan aliran fluida tanpa
adanya perubahan luas penampang di dalam pipa. Persamaannya dapat ditunjukan
pada persamaan II.15.
𝐻𝑙 = 𝑓𝐿
𝐷
𝐶2
2𝑔 ..................................................................................................... (II.15)
Untuk mengetahui apakah aliran fluida laminar atau turbulen dapat digunakan
bilangan Reynold sebagai patokan dan persamaannya dapat dilihat pada persamaan
II.16 sebagai berikut:
𝑅𝑒 =𝐶𝐷
𝑣 ........................................................................................................... (II.16)
Di mana,
Hl = Head loss mayor (m)
𝑓 = Koefisien gesekan
L = Panjang pipa (m)
Re = Bilangan Reynold
v = Viskositas kinematik zat cair (m2/s)
II-24
II.8.2.2 Head Loss Minor (hlm)
Kerugian ini dapat disebabkan oleh belokan, katup serta sambungan-sambungan
pada pipa. Persamaannya dapat dituliskan seperti persamaan II.17.
𝐻𝑙𝑚 = 𝐾 𝐶2
2𝑔 .................................................................................................... (II.17)
Di mana,
Hlm = Head loss minor (m)
K = Koefisien resistansi katup atau sambungan
II.8.3 Head Total Pompa pada Sistem (H)
Perancangan dan pemasangan pompa terdiri dari pompa dan sistem
instalasinya. Selain head ada hal lain yang dapat mempengaruhi perancangan
pompa antara lain debit, densitas, viskositas dan temperatur dari fluida yang akan
dialirkan oleh pompa. Pentingnya mengetahui head total atau sistem pada pompa
agar pompa hasil perancangan dapat sesuai dengan yang diinginkan serta dapat
melawan rugi-rugi pada sistem pemipaan. Persamaan II.18 dapat digunakan untuk
mencari head total pada pompa.
𝐻 = ((𝑃2
𝜌𝑔+
𝑣22
2𝑔+ 𝑧2) − (
𝑃1
𝜌𝑔+
𝑣12
2𝑔+ 𝑧1)) + (𝐻𝑙 + 𝐻𝑙𝑚) ............................... (II.18)
Di mana,
H = Head total pompa dan instalasi (m)
II-25
Gambar II.23 Head Total Pompa dan Sistem
Sumber: (Srinivasan, 2008)
II.8.4 Perhitungan Daya Pompa
II.8.4.1 Daya Keluaran (Pw)
Menurut Sularso (1983), daya keluaran atau dapat disebut juga daya hidrolis
merupakan energi yang secara efektif diterima oleh fluida dari pompa per satuan
waktu. Untuk mencari nilainya dapat menggunakan persamaan II.19 sebagai
berikut:
𝑃𝑤 =𝑔 𝑥 𝜌 𝑥 𝑄 𝑡𝑝𝑥 𝐻𝑠𝑦𝑠𝑡
𝑐𝑜𝑛𝑠𝑡. ..................................................................................... ( II.19)
Di mana,
Pw = Daya keluaran (kW)
II-26
II.8.4.2 Daya Masukan (Ps)
Daya masukan pompa merupakan tenaga yang digunakan untuk memutar
poros pompa yang disalurkan dari penggerak mula di mana pada perancangan ini
motor listrik digunakan sebagai penggerak mulanya. Mencari daya masukan dapat
menggunakan persamaan II.20 sebagai berikut:
𝑃𝑠 =𝑃𝑤
η............................................................................................................ ( II.20)
Di mana,
Ps = Daya masukan (kW)
Daya cadangan diperlukan karena kondisi operasi atau sumber tegangan
yang fluktuatif. Lazarkiewicz (1965) berpendapat bahwa untuk menentukan
besarnya persentase daya cadangan dapat disesuaikan dengan daya masukannya
dan hasilnya lalu presentasenya dapat dilihat pada tabel II.3:
Tabel II.2 Persentase daya cadangan terhadap daya masukan
Sumber: Lazarkiewicz (1965)
Jadi total daya masukan yang diperlukan oleh pompa dapat ditunjukkan
melalui persamaan II.21 berikut:
𝑃𝑠 = (100% + % 𝑑𝑎𝑦𝑎 𝑐𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛) 𝑥 𝑃𝑠 ..................................................... ( II.21)
II.9 Desain Turbin Uap
II.9.1 Parameter Turbin dan sudu
Parameter geometri dasar dari sebuah turbin dapat ditunjukkan melalui
Gambar II. Jarak antara bagian depan dan belakang dari sudu adalah merupakan
Ni (HP metrik) kurang dari 2 2 sd 5 5 sd 50 lebih dari 50
Daya Cadangan (%) 40 40 sd 25 25 sd 15 15 sd 10
II-27
panjang chord (c), sudut antara garis chord dan meridional disebut stagger angle
(ζ), sekat antara bagian depan sudu dipengaruhi oleh dua parameter utama, pitch (s)
dan throat opening (o). Sudut deviasi (δ) merupakan resultan dari sudut keluaran
sudu (β2), sudut laju keluaran (α2), dan parameter dasar dalam evaluasi performa
dari sebuah turbin uap.
Dalam perhitungan off-design suatu turbin, sudut insiden merupakan
parameter penting. Nilai dari sudut insiden (i) ditentukan dari sudut laju masukan
(α1) dikurangi sudut sudu masukan (β1) sebagaimana ditunjukkan pada Gambar
II.23
(a) (b)
Gambar II.24 Geometri sudu reaksi (a), terminologi sudut insiden pada sudu (b).
Sudut insiden ini merupakan penentu arah dari laju uap yang berekspansi
sebelum menabrak rotor seperti ditunjukkan pada Gambar II.25, hingga saat rotor
berputar dikarenakan menyerap energi kinetik dari laju ekspansi uap, pemanfaatan
dari energi mekanik terbentuk sebagai daya poros yang dapat digunakan
menggerakan peralatan seperti generator maupun pompa
II-28
Gambar II.25 Geometri Sudu impuls
Sumber: singh, 2011
II.9.1.1 Penentuan Jumlah tingkat
Proses desain turbin tentunya sangat bergantung pada jumlah tingkat yang
akan diterapkan pada rancangan, pada tahap ini perancang harus mengetahui nilai
total energi yang tersedia berdasarkan entalpi pada masukan, keluaran, dan
kecepatan uap yang diaplikasikan pada kondisi tersebut. Jumlah tingkat ditentukan
untuk sebisa mungkin mencapai nilai efisiensi terbaik. Singh (2011)
mengemukakan bahwa jumlah tingkat dapat diperoleh melalui persamaan berikut;
𝑁𝑠𝑡𝑎𝑔𝑒 =𝛥ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝛥ℎ𝑠𝑡𝑎𝑔𝑒 .......................................................................................... (II.22)
II.9.2 Penentuan Ukuran – ukuran Nozel dan Sudu
Apabila uap dimasukan ke dalam turbin melalui nozel yang ditempatkan pada
seluruh bagian keliling turbin, dengan kata lain uap dialirkan ke semua sudu yang
berputar secara serempak, maka turbin yang demikian ini dikenal sebagai turbin
pemasukan penuh (full admission turbine). Adapun kondisi lainnya saat uap yang
dimasukan hanya pada sebagian dari kelilingnya, maka susunan yang demikian ini
umumnya dikenal sebagai turbin dengan pemasukan parsial atau sebagian (partial
admission turbine).
II-29
Hubungan antara panjang busur m yang ditempati oleh nozel dan kelilingnya
πd dikenal sebagai derajat pemasukan parsial.
ɛ =𝑚
𝜋𝑑=
𝑡𝑧
𝜋𝑑 .................................................................................................... ( II.23)
Dimana d – diameter rata – rata cakram yang bersudu;
t: jarak bagi sudu – sudu pada diameter rata – rata;
nz: jumlah laluan sudu
Penampang sisi keluar susunan nozel konvergen dalam arah yang tegak
lurus ke arah vector kecepatan C1 ditentukan sebagai berikut
𝑓1 = 𝑎𝑙𝑧 .......................................................................................................... (II.24)
Dimana a merupakan lebar penampang sisi keluar (minimum) nozel;
l : tinggi nozel pada penampang sisi keluar;
z : jumlah laluan sudu
Dari persamaan kontinuitas kita peroleh
𝐺1𝑣1 = 𝑓1𝑐1
Dimana G1 – massa alir uap melalui nozel, kg/sec
ν1 : volume spesifik uap pada penampang sisi keluar, m3/kg;
c1 : kecepatan aktual uap pada penampang nozel sisi keluar.
Maka
𝐺1𝑣1 = 𝑎𝑙𝑧𝑐1 =𝑡
𝑧sin 𝑎 = 𝜋𝑑ɛ𝑙𝑐1 sin 𝑎
Dari persamaan yang terakhir kita peroleh
𝑙 =𝐺1𝑣1
𝜋𝑑ɛ𝑐1 sin 𝑎 ................................................................................................ (II.25 )
II-30
Dan
ɛ = 𝐺1𝑣1
𝜋𝑑𝑙𝑐1 sin 𝑎 ............................................................................................... (II.26 )
Persamaan (II.24) memungkinkan untuk menentukan ukuran – ukuran dasar
sebuah nozel.
Karena semua besaran dalam persamaan, kecuali l dan ɛ, diketahui dari
perhitungan penurunan kalor, kita dapat menentukan l dengan mengandaikan
sebarang ɛ dari persamaan (II.25) begitu pula sebaliknya, menentukan ɛ yaitu
mengandaikan l melalui persamaan (II.26). Seperti yang akan ditunjukkan bahasan
selanjutnya, kerugian - kerugian energi pada nozel akan bertambah dengan
berkurangnya tinggi nozel dan derajat pemasukan parsial (degree of partial
admission). Maka dari itu disarankan bahwa tinggi nozel l harus diambil tidak
kurang dari 10 mm dan ɛ tidak kurang dari 0,2. Seperti yang telah dijelaskan oleh
(Shlyakin, 1999)
Untuk turbin dengan kapasitas yang lebih kecil ternyata bahwa pada
kepesatan putar normal sebesar 3.000 rpm, nilai – nilai l dan ɛ, dalam hal – hal yang
demikian, yakni untuk turbin kapasitas sampai 4.000 kW adalah suatu hal yang
biasa untuk memperbesar putaran sampai 6.000 rpm atau lebih, sehingga diameter
rata – rata rotor bertambah kecil untuk kecepatan keliling yang sama. Yang
akibatnya adalah nilai l dan ɛ bertambah besar, seperti yang dijelaskan oleh
(Shlyakin, 1999).
Untuk nozel – nozel konvergen – divergen, penampang minimum ditemukan
menurut persamaan (II.29) dan tinggi sisi keluar nozel – nozel setiap dengan
persamaan (II.25), yang nilai-nilai ν1 dan c1 masing – masing adalah volume spesifik
dan kecepatan uap pada penampang sisi keluar nozel.
Fenomena perubahan entalpi pada turbin impuls, terjadi pada sudu tetap atau
nozel, dengan kata lain penurunan tekanan dari tingkat ke tingkat lainnya terjadi
pada sudu tetap dan sedikit atau tidak terjadi sama sekali penuruan tekanan pada
sisi sudu gerak, penurunan tekanan ditunjukkan pada Gambar II.26.
II-31
Gambar II.26 Diagram Mollier untuk tingakatan turbin
Sumber: Dixon & hall, (2010).
Secara geometri, sudu turbin impuls memiki perbedaan yaitu pada bentuk
sudu gerak, lebih tepatnya ditunjukkan melalui Gambar II.27
(a) (b)
Gambar II.27 (a). Diagram kecepatan turbin impuls, (b). diagram kecepatan turbin reaksi
Sumber: Singh, (2011).
II.9.2 Penentuan Tinggi Sudu Gerak
II-32
Tinggi sudu pada sisi masuk l’1 pada Gambar II.28 sedikit dibuat lebih besar
dari tinggi nozel. Untuk sudu yang pendek, biasanya l’1 dibuat lebih besar 2 hingga
4 mm dari tinggi l. untuk sudu yang lebih panjang, perbedaan antara l’1 dan l dapat
sebesar 4 mm atau lebih. Penampang sisi keluar sudu – gerak dalam arah yang tegak
lurus terhadap arah aliran uap ditentukan dari persamaan.
𝑓2 =𝐺𝑣2
𝜔2 .......................................................................................................... ( II.27)
Dimana 𝑣2 merupakan volume spesifik uap pada sisi keluar dari sudu – gerak, titik
1 pada Gambar II.23 (b), dan P1. Penampang sisi keluar sudu pada bidang putar
cakram akan menjadi
𝑓2𝑎 =𝑓2
sin 𝛽2=
𝐺𝑣2
𝜔2 sin 𝛽2 .................................................................................... ( II.28)
Pada waktu yang sama, nilai 𝑓2𝑎 dapat dinyatakan dengan
𝑓2𝑎 =𝑎1𝑙1
′′ɛ𝑧1
𝜔2 sin 𝛽2= 𝑙1
′′𝑡1ɛ𝑧1 = 𝜋𝑑𝑙1′′ɛ ................................................................ ( II.29)
Gambar II.28 Tingkat Turbin Pengatur
Sumber: Steam Turbine, Shlyakin (1990).
Dimana d : diameter rata – rata cakram tempat terpasangnya sudu gerak tersebut.
II-33
a1 : lebar penampang sisi keluar sudu gerak;
t1 : jarak bagi sudu pada diameter rata –rata.
Z1: jumlah sudu yang dipasang pada cakram yang berputar.
𝑙1′′: tinggi sisi keluar sudu-gerak;
Dari persamaan (II.29) dan (II.30), kita peroleh;
𝑙1′′ =
𝐺𝑣2
𝜋𝑑ɛ𝜔2 sin 𝛽2 .............................................................................................. (II.30)
Bila uap dimasukan ke seluruh keliling cakram, ɛ = 1. Dari segitiga kecepatan pada
Gambar II.23 (a), kita peroleh
𝑐1 sin 𝑎1 = 𝑐1𝑎 ........................................................................................................................................... (II.31)
dan
𝜔2 sin 𝛽2 = 𝑐2𝑎 ....................................................................................................................................... (II.32)
Dimana 𝑐1𝑎dan 𝑐2𝑎 adalah komponen – komponen kecepatan 𝑐1 dan 𝜔2
sepanjang sumbu turbin. Dengan mensubtitusikan nilai – nilai ini ke dalam
persamaan (II.32) sebagai pengganti suku – suku 𝑐1 dan 𝜔2 dan dengan membagi
persamaan (II.31) dengan Persamaan (II.30), kita peroleh hubungan
𝑙1′′
𝑙=
𝑣2𝑐1𝑎
𝑣1𝑐2𝑎 ........................................................................................................ (II.33)
Dimana
𝑙1′′ = 𝑙
𝑣2𝑐1𝑎
𝑣1𝑐2𝑎 ...................................................................................................... (II.34)
Untuk turbin impuls murni, kita dapat memberikan nilai pendekatan
𝑙1′′ = 𝑙
𝑐1𝑎
𝑐2𝑎 ......................................................................................................... (II.35)
II-34
Dari segi penyempurnaan bentuk (streamlining) bagian–bagian yang dilewati
oleh aliran fluida (uap), perbedaan yang besar antara nilai 𝑙1′′ dan l.
II.9.3 Efisiensi Turbin
Hubungan antara kerja satu kilogram uap, Lu pada keliling cakram yang
mempunyai sudu –sudu gerak, terhadap kerja teoritis yang dapat dilakukannya
dikenal sebagai efisiensi relatif sudu tersebut.
𝜂𝑢 =𝐿𝑢
𝐿0=
𝐴𝐿𝑢
𝑖0−𝑖1𝑡 ............................................................................................... (II.36)
Hubungan antara kerja yang bermanfaat yang dilakukan oleh 1 kilogram uap
Li pada tingkat atau di dalam turbin terhadap kerja teoritis yang tersedia L0 disebut
sebagai efisiensi – dalam (internal efficiency) tingkat atau turbin tersebut.
𝜂0𝑖 =𝐿𝑖
𝐿0=
𝑖0−𝑖2
𝑖0−𝑖1𝑡=
𝐻𝑖
𝐻0 ..................................................................................... (II.37)
Efisiensi-dalam relatif, dapat dengan mudah di titentukan melalui proses
penurunan kalor tingkat pada tiap tingkatan serta turbin yang digambarkan pada
diagram h-s pada Gambar II.25 (b).
Prestasi ekonomik (economic performance) turbin uap banyak dipengaruhi
factor pada efisiensi – dalam 𝜂0𝑖. Hubungan antara penurunan kalor adiabatik
teoritis, di dalam turbin H0 = i0 – i1t (kkal/kg) dan kalor yang tersedia dari boiler i0 –
q (kkal/kg) dikenal sebagai efisiensi thermal.
𝜂𝑡 =𝐻0
𝑖0−𝑞=
𝑖0−𝑖1𝑡
𝑖0−𝑞 ........................................................................................... ( II.38)
Dimana q – kalor sensible (sensible heat) kondensat, yang temperaturnya
sama dengan temperatur uap buang.
Daya yang dibangkitkan pada pelek (rim) cakram turbin dicari dari persamaan
𝑁𝑢 =427𝐺ℎ𝑢
102(𝑘𝑊) ......................................................................................... ( II.39)
II-35
Dimana G : massa alir uap pada tingkat yang dimaksud, kg/sec
(hu = h0 – hn – hb - he) - kalor yang digunakan untuk melakukan kerja pada pelek
cakram turbin (h0) penurunan kalor adiabatik teoritis pada tingkat yang dimaksud.
Daya- dalam tingkat turbin
𝑁′𝑖 =427𝐺ℎ𝑖
102(𝑘𝑊) ......................................................................................... ( II.40)
Daya-dalam turbin
𝑁𝑖 =427𝐺𝐻𝑖
102(𝑘𝑊) .......................................................................................... ( II.41)
Dimana
G : massa alir uap segar melalui turbin, kg/sec
hi = h0 – Ʃh1 : kalor yang digunakan pada tingkat yang dimaksud (Ʃh1 – penjumlahan
semua kerugian kalor pada tingkat turbin yang dimaksud)
Hi = Ʃh1 – penurunan kalor yang digunakan pada semua tingkat turbin yang
dimaksud.
Daya yang dihasilkan oleh turbin ideal
𝑁0 =427𝐺𝐻0
102=
427𝐺𝐻𝑖
102=
𝑁𝑖
𝜂0𝑖 .......................................................................... ( II.42)
dengan
𝑁𝑖 = 𝑁0𝜂0𝑖 ...................................................................................................... (II.43)
Daya efektif yang dihasilkan pada poros turbin akan menjadi
𝑁𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓 = 𝑁𝑖 − ∆𝑁𝑚 ..................................................................................... (II.44)
II-36
Di mana ∆𝑁𝑚 – kerugian daya dalam mengatasi tahanan – tahanan mekanis,
dalam kW. Hubungan antara daya efektif turbin dan daya-dalam yang
dihasilkannya disebut sebagai efisiensi mekanis turbin tersebut.
η𝑚 =𝑁𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓
𝑁𝑖 ................................................................................................... (II.45)
hubungan antara Nefektif dan N0 disebut sebagai efisiensi efektif relatif
𝜂𝑟𝑒 =𝑁𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓
𝑁0=
𝑁𝑖𝜂𝑚𝜂𝑜𝑖
𝑁𝑖= 𝜂𝑚𝜂𝑜𝑖 ................................................................... (II.46)
Perkalian antara efisiensi efektif relatif dan efisiensi thermal disebut sebagai
efisiensi efektif mutlak
𝜂𝑒 = 𝜂𝑟𝑒𝜂𝑡 = 𝜂0𝑖𝜂𝑚𝜂𝑡 = 𝜂𝑚𝜂𝑖 ..................................................................... (II.47)
II.9.4 Penentuan Massa Alir Uap
Untuk pendesainan turbin, adalah suatu hal yang biasa untuk merinci daya
yang dibutuhkan oleh beban, kondisi awal dan kondisi akhir uap serta jumlah
putaran per menit. Berdasarkan persamaan penentuan daya turbin dan daya yang
dihasilkan oleh turbin ideal kita dapat menuliskan
𝑁𝑎𝑒 =427𝐺𝐻𝑖
102𝜂𝑚𝜂𝑔 =
427𝐺𝐻0
102𝜂0𝑖𝜂𝑚𝜂𝑔 (𝑘𝑊) ................................................ ( II.48)
Atau
𝑁𝑎𝑒 =427𝐺𝐻0
102𝜂𝑟𝑒𝜂𝑔 (𝑘𝑊) ............................................................................. ( II.49)
Bila dipakai roda gigi reduksi maka dapat dituliskan
𝑁𝑎𝑒 =427𝐺𝐻0
102𝜂𝑟𝑒𝜂𝑟𝜂𝑔 (𝑘𝑊) ......................................................................... ( II.50)
Dimana 𝜂𝑟- efisiensi roda gigi reduksi
Bila disubstitusikan massa alir uap per jam sebagai pengganti per detik pada
persamaan roda gigi reduksi, maka
II-37
𝑁𝑎𝑒 =427𝐺𝐻0
102𝑥3600𝜂𝑟𝑒𝜂𝑟𝜂𝑔 = ṁ𝐻0
𝜂𝑟𝑒𝜂𝑟𝜂𝑔
860(𝑘𝑊) ............................................. ( II.51)
ṁ : massa alir uap per jam.
Hubungan antara daya yang dibangkitkan, pada terminal terminal generator
dan massa alir per jam untuk penurunan kalor teoritis dan efisiensi – efisiensi
𝜂𝑟𝑒 , 𝜂𝑟 𝑑𝑎𝑛 𝜂𝑔 . Massa alir uap melalui turbin ditentukan melalui persamaan
tersebut.
ṁ =860𝑁𝑎𝑒
𝐻0𝜂𝑟𝜂𝑔 𝜂𝑟𝑒(
𝑘𝑔
𝑠) ........................................................................................ ( II.52)
II.9.5 Daya Pada Tingkat Turbin Uap
Kerja berguna yang berasal dari ekspansi uap pada sudu gerak yang
menggerakan poros dapat dihitung melalui persamaan yang dikemukkan oleh
(Vogt, 2007)
𝑃𝑠𝑡𝑎𝑔𝑒 = 𝑚(ℎ01 − ℎ𝑛) .................................................................................. (II.53)