BAB II Siklus Rankine

37
II-1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Siklus Rankine Siklus Rankine merupakan siklus ideal untuk sistem pusat listrik tenaga uap. Gambar II.1 menunjukkan diagram untuk proses-proses yang terjadi pada siklus Rankine ideal sederhana untuk teknologi subcritical boiler. 1 - 2 Kompresi isentropis pada pompa 2 - 3 Penambahan kalor pada tekanan konstan di boiler 3 - 4 Ekspansi isentropis pada turbin 4 - 1 Pelepasan kalor pada tekanan konstan pada kondensor Gambar II.1 Diagram Alir dan Diagram T-s Siklus Rankine Ideal Sederhana Sumber : Thermodynamics An Engineering Approach, (Çengel (2007). Selanjutnya, siklus Rankine sederhana dapat dianalisis dengan menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh (A. Yunus. Cengel, A. M. Boles, 1989) ( )+ ( )= ℎ − ℎ ..................................................... ( II.1) Persamaan tersebut merupakan penyederhanaan dari steady-flow energy equation per satuan massa dengan menganggap bahwa perubahan energi kinetik dan potensial dari uap sangat kecil dan dapat diabaikan. Critical point

Transcript of BAB II Siklus Rankine

Page 1: BAB II Siklus Rankine

II-1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Siklus Rankine

Siklus Rankine merupakan siklus ideal untuk sistem pusat listrik tenaga uap.

Gambar II.1 menunjukkan diagram untuk proses-proses yang terjadi pada siklus

Rankine ideal sederhana untuk teknologi subcritical boiler.

1 - 2 Kompresi isentropis pada pompa

2 - 3 Penambahan kalor pada tekanan konstan di boiler

3 - 4 Ekspansi isentropis pada turbin

4 - 1 Pelepasan kalor pada tekanan konstan pada kondensor

Gambar II.1 Diagram Alir dan Diagram T-s Siklus Rankine Ideal Sederhana

Sumber : Thermodynamics An Engineering Approach, (Çengel (2007).

Selanjutnya, siklus Rankine sederhana dapat dianalisis dengan menggunakan

persamaan yang dikemukakan oleh (A. Yunus. Cengel, A. M. Boles, 1989)

(𝑞𝑖𝑛 − 𝑞𝑜𝑢𝑡) + (𝑤𝑖𝑛 − 𝑤𝑜𝑢𝑡) = ℎ𝑒 − ℎ𝑖 ..................................................... ( II.1)

Persamaan tersebut merupakan penyederhanaan dari steady-flow energy

equation per satuan massa dengan menganggap bahwa perubahan energi kinetik

dan potensial dari uap sangat kecil dan dapat diabaikan.

Critical point

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 2: BAB II Siklus Rankine

II-2

Gambar II.1 menunjukan bahwa pada kondisi 1, air masuk ke pompa sebagai

cairan jenuh yang kemudian dikompresi secara isentropis hingga tekanannya naik

menjadi tekanan kerja boiler. Penambahan tekanan tersebut menyebabkan volume

spesifik dan temperatur air naik, seperti ditunjukkan pada diagram T-s (Gambar

II.1).

𝑤𝑝𝑢𝑚𝑝,𝑖𝑛 = ℎ2 − ℎ1 (pompa) .......................................................................... (II.2)

𝑤𝑝𝑢𝑚𝑝,𝑖𝑛 = 𝑣 (𝑃2 − 𝑃1) .................................................................................. (II.3)

Dimana ℎ1 = ℎ𝑓 @ 𝑃1 dan 𝑣 ≅ 𝑣1 = 𝑣𝑓 @ 𝑃1

................................................... (II.4)

Pada kondisi 2, air masuk ke boiler masih dalam kondisi cair jenuh. Boiler

merupakan tempat berpindahnya kalor dari reaksi pembakaran boiler ke air, dimana

air akan berubah fasanya dari kondisi cair jenuh menjadi superheated vapor (uap

jenuh). Kalor tersebut berasal dari reaksi pembakaran bahan bakar yang biasanya

berupa batu bara, gas, minyak, atau biomassa.

𝑄𝑖𝑛 = ℎ3 − ℎ2 (boiler) ................................................................................... ( II.5)

Pada kondisi 3, air keluar dari boiler dan menuju ke turbin dalam kondisi

superheated. Pada turbin, uap akan berekspansi secara isentropis dan “menabrak”

sudu-sudu turbin hingga berputar sehingga menghasilkan kerja. Kerja tersebut

dapat digunakan untuk membangkitkan listrik dengan menghubungkannya dengan

generator. Ketika berekspansi dan memutar turbin, tekanan uap akan turun dan

kondisi uap berubah dari uap jenuh menjadi fasa campuran (dengan kualitas yang

masih cukup tinggi).

𝑤𝑡𝑢𝑟𝑏𝑖𝑛𝑒,𝑜𝑢𝑡 = ℎ3 − ℎ4 (turbin) ...................................................................... ( II.6)

Pada kondisi 4, uap masuk ke kondensor. Pada kondensor, terjadi pelepasan

kalor dari uap menuju ke media pendingin pada tekanan konstan. Pelepasan panas

tersebut menyebabkan fasa uap berubah menjadi air dengan kondisi cair jenuh. Air

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 3: BAB II Siklus Rankine

II-3

tersebut kemudian akan masuk kembali ke pompa pada kondisi 1 dan melengkapi

siklus.

𝑄𝑜𝑢𝑡 = ℎ4 − ℎ1 (kondensor) .......................................................................... ( II.7)

Pada diagram T-s, kurva kondisi 2 – 3 merupakan daerah penambahan kalor

ke air pada boiler dan kurva kondisi titik 4 – 1 merupakan daerah pelepasan kalor

pada kondensor. Selisih antara keduanya (daerah yang dilingkupi kurva siklus)

merupakan kerja bersih/netto yang dihasilkan dari siklus. Efisiensi termal siklus

Rankine adalah:

𝜂𝑡ℎ = 𝑤𝑡𝑢𝑟𝑏𝑖𝑛−𝑊𝑝𝑢𝑚𝑝

𝑄𝑖𝑛=

(ℎ3− ℎ4 )−(ℎ2− ℎ1)

(ℎ3− ℎ2) ......................................................... ( II.8)

Kerja netto sama dengan kalor masukan netto, oleh karena itu efisiensi thermal

juga dapat dituliskan sebagai berikut

𝜂𝑡ℎ = 𝑄𝑖𝑛−𝑄𝑜𝑢𝑡

𝑄𝑖𝑛= 1 −

𝑞𝑜𝑢𝑡

𝑞𝑖𝑛 ............................................................................. ( II.9)

Efisiensi siklus Rankine dapat ditingkatkan untuk menghasilkan kerja netto

yang sama dengan konsumsi bahan bakar yang lebih sedikit. Pada dasarnya teknik-

teknik untuk meningkatkan efisiensi siklur Rankine adalah dengan memperluas

daerah yang dilingkupi oleh kurva siklus pada diagram T-s. Efisiensi siklus Rankine

ditingkatkan dengan cara:

a. Menurunkan Tekanan Operasi Kondensor

b. Pemanasan Uap lanjut (Steam Superheating)

c. Menaikkan Tekanan Kerja Boiler

Menaikkan tekanan kerja boiler secara otomatis akan menaikkan temperatur

rata-rata ada proses perpindahan panas di boiler. Proses perpindahan panas pada

tekanan tinggi akan melalui daerah fasa uap campuran yang lebih sedikit, sehingga

konsumsi bahan bakar untuk mencapai kondisi uap yang diinginkan lebih sedikit.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 4: BAB II Siklus Rankine

II-4

Gambar II.2 Pengaruh diturunkannya tekanan kondensor (a) dan pemanasan lanjut uap (b) pada

siklus Rankine ideal

Sumber : Thermodynamics An Engineering Approach, (Çengel (2007)

Oleh karena itu, efisiensi sistem akan lebih baik. Perlu diperhatikan bahwa

ketika tekanan dinaikkan, kualitas uap yang masuk ke kondensor berkurang

sehingga diperlukan proses superheating dan / atau reheating uap untuk

mengatasinya.

Berdasarkan tekanan kerjanya, boiler dapat dibagi menjadi subcritical,

supercritical, dan Ultra-supercritical boiler. Teknologi Subcritical boiler artinya

perubahan fasa air menjadi uap jenuh pada boiler terjadi di bawah titik kritis

(critical point) pada diagram T-s yang ditunjukan pada Gambar II.3 a.

(a) (b)

Gambar II.3 Pengaruh penaikkan tekanan kerja boiler pada siklus Rankine (a) dan Siklus

Rankine Supercritical (b)

Sumber : Thermodynamics An Engineering Approach, (Çengel (2007)

Gambar II.3 b menunjukkan, bahwa karakteristik siklus Rankine supercritical

memiliki kondisi critical point dimana air akan berubah menjadi uap jenuh dalam

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 5: BAB II Siklus Rankine

II-5

seketika pada tekanan 22,06 Mpa. Kondisi tersebut disebut sebagai siklus Rankine

Supercritical, sedangkan pada Ultra-supercritical Boiler (USC) tekanan kerja

operasi lebih tinggi dari Supercritical Boiler.

Berdasarkan teknologi boiler rentang efisiensi sistem, diperlihatkan secara

rinci pada Tabel II.1

Tabel II.1 Rentang Efisiensi Sistem Teknologi Boiler

Sumber: www.nationalboilers.com (2016

Dari Tabel II.1, terlihat bahwa siklus Rankine supercritical berpeluang

menghasilkan efisiensi sebesar 42%. Siklus ini yang digunakan pada PLTU

Cirebon.

Pendekatan penilaian kinerja pembangkit listrik tenaga uap tersebut, didasarkan

pada kelakuan thermal, maka secara praktis. Perhitungan efisiensi dapat dilakukan

melalui metode langsung (direct method), menurut (Ghill, 1984).

𝜂 = 𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑏𝑒𝑟𝑔𝑢𝑛𝑎

𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘𝑎𝑛 ......................................................................................... (II.10)

Perhitungan efisiensi sistem PLTU menggunakan formulasi direct method,

yaitu rasio energi berguna dibandingkan dengan energi input. Secara umum,

pendekatan langsung dapat definisikan sebagai berikut;

𝜂 = 𝑁𝑒𝑡 𝑃𝑜𝑤𝑒𝑟 𝐺𝑒𝑛𝑒𝑟𝑎𝑡𝑒𝑑

𝑐𝑜𝑎𝑙 𝑐𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑝𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑥 𝑐𝑎𝑙𝑜𝑟𝑖𝑓𝑖𝑐 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 ............................................................... (II.11)

Teknologi Steam Generator Efisiensi sistem (%)Sub-critical 32 - 38Supercritical 37 - 42Ultra supercritical 43 - 45

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 6: BAB II Siklus Rankine

II-6

II.2 Pengertian dan Prinsip Kerja Turbin Uap

Turbin uap adalah komponen konversi energi utama dalam sebuah

Pembangkit listrik tenaga termal. Turbin uap berfungsi untuk mengubah energi

panas dari uap menjadi energi mekanik (putaran) sebagai penggerak generator

untuk menghasilkan energi listrik. Biasanya turbin uap langsung terkopel dengan

generator sehingga sering disebut steam turbine generator.

Prinsip kerja dari turbin uap yaitu uap masuk ke dalam turbin melalui nozel.

Nozel tersebut berfungsi mengubah energi panas dari uap menjadi energi kinetis.

Tekanan uap pada saat keluar dari nozel lebih kecil dari pada saat masuk ke dalam

nozel, akan tetapi sebaliknya kecepatan uap keluar nozel lebih besar dari pada saat

masuk ke dalam nozel. Uap yang memancar keluar dari nozel diarahkan ke sudu-

sudu turbin yang berbentuk lengkungan dan dipasang disekeliling rotor turbin. Uap

yang mengalir melalui celah antara sudu turbin itu dibelokkan mengikuti arah

lengkungan dari sudu turbin. Perubahan kecepatan uap ini menimbulkan gaya yang

mendorong dan kemudian memutar poros turbin yang menghasilkan energi

mekanik.

Pada pembangkit tenaga listrik biasanya menggunakan turbin bertingkat yaitu

dipasang lebih dari satu baris sudu gerak agar dapat memanfaatkan energi kinetis

secara optimal. Sebelum memasuki baris kedua sudu gerak, maka antara baris

pertama dan baris kedua sudu gerak dipasang satu baris sudu pengarah (guide

blade) atau sudu tetap yang berguna untuk mengubah arah kecepatan uap, agar uap

tersebut dapat masuk ke baris kedua sudu gerak dengan arah yang tepat.

Kecepatan uap saat meninggalkan baris sudu gerak yang terakhir harus dapat

dibuat sekecil mungkin, agar energi kinetis yang yang digunakan untuk mendorong

sudu turbin dapat dimanfaatkan secara optimal. Dengan demikian efisiensi turbin

menjadi lebih tinggi dikarenakan energi yang tidak termanfaatkan relatif kecil.

Turbin uap digunakan sebagai penggerak mula pada pembangkit listrik

tenaga termal, seperti untuk menggerakkan pompa, kompresor dan mesin-mesin

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 7: BAB II Siklus Rankine

II-7

lain. Jika dibandingkan dengan penggerak generator listrik yang lain, turbin uap

mempunyai kelebihan antara lain:

• Penggunaan panas yang lebih baik.

• Pengontrolan putaran yang lebih mudah.

• Tidak menghasilkan loncatan bunga api listrik.

• Uap bekasnya dapat digunakan kembali untuk proses.

II.3 Klasifikasi Turbin Uap

Turbin uap dapat diklasifikasikan ke dalam kategori yang berbeda tergantung

pada jumlah tingkat tekanan, arah aliran uap, proses penurunan kalor, kondisi-

kondisi uap pada sisi masuk turbin dan pemakaiannya di bidang industri. Adapun

klasifikasinya, antara lain:

1. Menurut jumlah tingkat tekanan, terdiri dari:

a. Turbin satu tingkat (single stage) dengan satu atau lebih tingkat

kecepatan, yaitu turbin yang biasanya berkapasitas kecil dan turbin ini

kebanyakan dipakai untuk menggerakkan kompresor sentrifugal.

b. Turbin impuls dan reaksi multi stage, yaitu turbin yang dibuat dalam

jangka kapasitas yang luas mulai dari yang kecil sampai yang besar.

2. Menurut arah aliran uap, terdiri dari:

a. Turbin aksial, yaitu turbin yang uapnya mengalir dalam arah yang

sejajar terhadap sumbu turbin.

b. Turbin radial, yaitu turbin yang uapnya mengalir dalam arah yang tegak

lurus terhadap sumbu turbin.

3. Menurut jumlah silinder, terdiri dari:

a. Turbin silinder tunggal

b. Turbin silinder ganda

c. Turbin tiga silinder

d. Turbin empat silinder

Turbin multi stage yang rotornya dipasang pada satu poros yang sama dan

yang dikopel dengan beban tunggal dikenal dengan turbin poros tunggal;

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 8: BAB II Siklus Rankine

II-8

turbin dengan poros rotor yang terpisah untuk masing-masing silinder

yang dipasang sejajar satu dengan yang lainnya dikenal dengan turbin

neka-aksial.

4. Menurut prinsip kerjanya, terdiri dari:

a. Turbin impuls, yang energi potensial uapnya diubah menjadi energi

kinetik di dalam nozel atau laluan yang dibentuk oleh sudu-sudu diam

yang berdekatan, dan di dalam sudu-sudu gerak, energi kinetik uap

diubah menjadi energi mekanis.

b. Turbin reaksi aksial yang ekspansi uapnya diantara laluan sudu, baik

sudu pengarah maupun sudu gerak.

c. Turbin reaksi radial tanpa sudu pengarah yang diam

d. Turbin reaksi radial dengan sudu pengarah yang diam

5. Menurut proses penurunan kalor, terdiri dari:

a. Turbin kondensasi (condensing turbine) dengan regenerator, yaitu uap

pada tekanan yang lebih rendah dari tekanan atmosfir dialirkan ke

kondensor. Kalor laten uap buang selama proses kondensasi semuanya

hilang pada turbin ini.

b. Turbin tekanan lawan (back pressure turbine), yaitu turbin yang uap

buangannya dipakai untuk keperluan-keperluan pemanasan dan untuk

keperluan-keperluan proses dalam industri.

II.4 Komponen-Komponen Utama Sistem Turbin Uap

Secara umum komponen-komponen utama dari sebuah turbin uap adalah:

II.4.1 Casing Turbin

Casing atau shell seperti yang ditunjukkan pada gambar II.4 adalah suatu

wadah menyerupai sebuah tabung dimana stator ditempatkan. Casing juga

berfungsi sebagai sungkup pembatas yang memungkinkan uap mengalir melewati

sudu-sudu turbin. Pada ujung casing terdapat ruang besar mengelilingi poros turbin

disebut exhaust hood, dan diluar casing dipasang bantalan yang berfungsi untuk

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 9: BAB II Siklus Rankine

II-9

menyangga rotor. Pedestal yang berfungsi untuk menempatkan bantalan sebagai

penyangga rotor juga dipasangkan pada casing.

Gambar II.4 HP – IP – LP combination for 300 MW – 1200 MW plant

Sumber: Siemens Power Corporation, Milwaukee, Wis. And Erlangen, 2009.

Casing turbin memiliki diafragma yang berfungsi untuk memisahkan turbin

ke dalam beberapa tingkat tekanan dari turbin tekanan rendah. Selain itu dalam

diafragma terdapat nozel yang berfungsi sebagai sudu pengarah dan meningkatkan

laju uap pada sudu gerak.

Satu tingkat pada turbin multistage terdiri dari sudu gerak dan sudu tetap.

Sudu tetap dapat menjadi bagian dari cincin nozel, pada beberapa kasus fungsi dari

sudu pengarah ini adalah untuk memutar sudu gerak dan menghasilkan kerja

mekanik, hal tersebut dapat terlihat pada gambar II.4. Pada bentuk desain ini

terdapat penangkap embun untuk menjebak droplet dan menjaga droplet tersebut

tetap pada jalurnya seperti dikemukakan oleh (Shlyakin, 1999).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 10: BAB II Siklus Rankine

II-10

Gambar II.5 Cincin nozel dan diafragma

Sumber: Elliot company, Jeanette, Pa. 1996

II.4.3 Sudu-Sudu

II.4.3.1 Sudu Gerak (Moving Blades)

Sudu gerak adalah sudu-sudu yang dipasang di sekeliling rotor membentuk

suatu piringan. Dalam suatu rotor turbin terdiri dari beberapa baris piringan dengan

diameter yang berbeda-beda, banyaknya baris sudu gerak biasanya disebut multi

stage.

Penggunaan sudu gerak untuk turbin impuls memiliki variasi yang cukup luas

diantaranya meliputi ukuran fisik, diameter tingkat, maupun jumlah tingkat serta

berdasarkan 3 kategori dasar. Yaitu built-up rotors, solid rotors dan kombinasi solid

& build-up rotors.

Apabila berat airfoil memungkinan untuk terjadinya beban berupa tekanan

pada pin pengunci atau (locking pin), pengganti daripada pengunci tersebut dapat

diindikasikan adalah untuk penggunaan Shroudless blades seperti ditunjukkan pada

Gambar II.6.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 11: BAB II Siklus Rankine

II-11

Gambar II.6 Shroudless blading without lacing wires

Sumber: Dresser-Rand Company, 1996.

Rotor adalah bagian dari turbin yang berputar akibat pengaruh gerakan uap

terhadap sudu-sudu gerak. Rotor untuk turbin impuls dapat dilihat dari ukuran fisik,

diameter roda, nomor roda dan ciri konstruksi yang lain, berikut ini merupakan

klasifikasi pada turbin impuls:

1. Built-up rotor: rotor ini memiliki ciri bagian roda yang menyusut ke

bagian dalam poros, seperti yang ditunjukan oleh Gambar II.7

Gambar II.7 Built-up rotor untuk kecepatan rendah

Sumber: Elliot company, Jeanette, Pa. 1996

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 12: BAB II Siklus Rankine

II-12

2. Solid rotors: rotor ini memiliki ciri roda dan poros yang dibuat

terpisah, seperti yang ditunjukan oleh Gambar II.8

Gambar II.8 Solid turbine rotor

Sumber: Dresser-Rand Company, 1996.

3. Kombinasi antara solid dan built-up rotors: rotor ini memiliki ciri

dimana beberapa roda terpisah dengan poros dan beberapa dibuat menyusut, seperti

yang ditunjukan oleh Gambar II.9

Gambar II.9 Kombinasi Built-up rotor & Solid rotor

Sumber: Dresser-Rand Company, 1996.

Ada beberapa faktor yang menentukan jenis konstruksi yang digunakan untuk

aplikasi turbin rotor tertentu. Yang paling penting dari faktor-faktor ini adalah:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 13: BAB II Siklus Rankine

II-13

1. Jangka waktu operasi 2. Diameter pitch 3. Kecepatan operasi maksimal 4. Temperatur uap

Bertambahnya volume spesifik dari uap pada tingkat selanjutnya, merupakan

hasil proses ekspansi setelah melewati sudu gerak pada turbin tingkat lanjutan.

Salah satu persyaratan untuk membuat konfigurasi 2 tingkat turbin atau lebih secara

pararel, dengan penggunaan turbin single-casing maka ukuran fisik dari bantalan

atau bearing mengalami peningkatan (Singh, 2009).

Menghindari terjadinya bending akibat kenaikan volumetric dari uap,

konfigurasi lasing wires memungkinkan sudu rotor untuk bekerja terhadap luapan

volume uap pada tingkat terakhir turbin uap, seperti ditunjukkan pada

Gambar.II.10.

Gambar II.10 Sudu gerak turbin menggunakan Lasing wires

Sumber: Dresser-Rand Company, 1996.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 14: BAB II Siklus Rankine

II-14

II.4.3.2 Sudu Tetap (Fixed Blades)

Sudu tetap, selain berfungsi untuk mengubah energi panas menjadi energi

kinetik, adapun juga yang hanya berfungsi untuk mengarahkan aliran uap. Tiap

sudu terpasang pada carrier dan pada umumnya memiliki shroud seperti

ditunjukkan pada Gambar II.11.

Gambar II.11 Sudu tetap

Sumber: Dresser-Rand Company, 1996.

Sudu tetap, memiliki sebuah carrier atau sebuah tempat dimana hub

terknoneksi dengan casing. Seperti ditunjukkan pada Gambar II.12.

Gambar II.12 Guide Blade Carrier Case

Sumber: Dresser-Rand Company, 1996.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 15: BAB II Siklus Rankine

II-15

II.4.4 Bantalan (bearing)

Bantalan atau bearing adalah sebuah elemen mesin yang berfungsi untuk

membatasi gerak relatif antara dua atau lebih komponen mesin agar selalu bergerak

pada arah yang diinginkan. Fungsi dari bantalan ini selain dari menahan berat dari

rotor dapat juga menahan gaya aksial yang diakibatkan oleh rotor turbin.

Jenis bantalan yang digunakan dalam turbin uap yaitu journal bearing dan

thrust bearing.

II.5.4.1 Journal Bearing

Journal bearing berfungsi untuk menerima gaya radial yang tegak lurus

terhadap poros, umumnya karena berat ke bawah atau beban poros. Hal-hal yang

perlu diketahui dari journal bearing adalah diameter, sudut lingkar, rasio panjang

dengan diameter dan ruang putar. Ketika beroperasi faktor penting yang harus

diperhatikan adalah kecepatan oli, massa jenis oli, kecepatan putar dan beban

gravitasi.

Gambar II.13 Journal Bearing 2 Axis

Sumber: (Singh, 2011)

Journal bearing seperti yang ditunjukan oleh Gambar II.13, merupakan

hidrodinamik paling dasar dari journal bearing. Putaran poros yang tidak beraturan

menyebabkan perubahan garis profil tekanan pada oli bearing. Hal penting yang

perlu diketahui adalah poros tidak berputar pada pusat shell bearing selama

beroperasi. Jarak ini disebut sebagai eksentrisitas bantalan dan menciptakan profil

yang unik.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 16: BAB II Siklus Rankine

II-16

Gambar II.14 Profil tekanan hidrodinamik bearing

Sumber: (Singh, 2011)

Pada turbin uap Journal Bearing yang sering dipakai adalah tilling-pad

journal bearing. Hal tersebut dikarenakan kemampuan dari tilling-pad yang stabil.

Tidak seperti bantalan yang lain, tilting-pad menghasilkan sedikit gangguan

ketidakstabilan tanpa memperhatikan kecepatan dan beban. Keuntungan lain dari

tiltling-pad adalah kemampuan untuk beroperasi pada beberapa kondisi operasi.

Gambar II.15 Bantalan Tiltling-pad pada Turbin Uap

Sumber: (Singh, 2011)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 17: BAB II Siklus Rankine

II-17

II.5.4.2 Thrust Bearing

Thrust bearing memiliki dua fungsi yaitu sebagai titik referensi untuk

menempatkan rotor pada casing dan untuk menahan atau menerima gaya aksial atau

gaya sejajar terhadap poros turbin. Dorongan tersebut dapat berasal dari tekanan

uap pada bagian rotor atau dari gaya dorong yang timbul akibat kopling fleksibel.

Gambar II.16 Tilting Pad Thrust Bearing

Sumber: (Singh, 2011)

Gaya dorong dapat terjadi ketika dua porong pada bantalan axial dihubungkan

menggunakan kopling fleksibel. Jika salah satu atau kedua poros tersebut berubah

panjang karena perubahan temperatur, maka akan timbul gaya pada kopling yang

melawan gerakan termal.

Thrust bearing pada turbin terdiri dari bearing collar dan dua cincin alas

(pad) thrust bearing yang masing-masingnya terdapat tilting edge seperti yang

ditunjukkan oleh Gambar II.16. Ruang diantara bearing collar dengan alas (pad) di

isi dengan oli atau pelumas.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 18: BAB II Siklus Rankine

II-18

Gambar II.17 Thrust Bearing

Sumber: Blade design and analysis, 2011.

II.5 Peralatan Bantu Turbin Uap

Turbin dilengkapi dengan peralatan bantu untuk menunjang kinerja dari

turbin tersebut, diantaranya:

a. Turbine Valve yang terdiri dari Main Steam Valve (MSV) dan Governor

Valve Main Steam Valve (MSV) berfungsi sebagai penyearah uap,

sehingga uap tidak kembali lagi ke demister ketika terjadi penurunan

tekanan. Governor Valve berfungsi untuk mengatur jumlah aliran uap

yang masuk ke turbin.

b. Turning Gear (Barring Gear) yang berfungsi untuk memutar poros

turbin pada saat unit dalam kondisi stop atau pada saat pemanasan

sebelum turbin start up agar tidak terjadi distorsi pada poros akibat

pemanasan / pendinginan yang tidak merata.

c. Peralatan pengaman, yang berfungsi untuk mengamankan bagian-bagian

peralatan yang terdapat dalam turbin jika terjadi gangguan ataupun

kerusakan operasi pada turbin.

d. Lube Oil atau Minyak Pelumas dan Control Oil berfungsi untuk

melumasi bantalan turbin, mengangkat poros pada saat turning gear

beroperasi dan untuk mengontrol gerakan Main Steam Valve dan Main

Control Valve.

e. Steam Chest, merupakan titik pertemuan antar pipa uap utama dengan

saluran uap masuk turbin. Fungsinya sebagai wadah untuk menempatkan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 19: BAB II Siklus Rankine

II-19

katup-katup governor sebagai pengatur aliran uap yang akan masuk ke

turbin.

II.6 Tipe – tipe Boiler Feed Pump Turbine Terdapat dua tipe Boiler Feed Pump Turbine diantaranya:

II.6.1 Single Shaft

Gambar II.18 Single Shaft Boiler Feed Pump Turbine

Sumber: General Electric BFP catalogue, 2011.

Pada Boiler Feed Pump Turbine tipe ini hanya memiliki satu buah shaft atau

poros yang menghubungkan seluruh komponen. Pada tipe ini komponen disusun

dari Steam Turbine, Main Pump, Gear Box lalu kemudian yang terakhir adalah

Booster Pump.

II.6.2 Double Shaft

Gambar II.19 Double Shaft Boiler Feed Pump Turbine

Sumber: General Electric BFP catalogue, 2011.

Pada Boiler Feed Pump Turbine tipe ini memiliki dua shaft atau poros sebagai

penghubung antar komponen. Shaft yang pertama menghubungkan Steam Turbine

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 20: BAB II Siklus Rankine

II-20

dengan Gear Box dan Booster Pump sedangkan yang kedua menghubungkan Steam

Turbine dengan Main Pump. Boiler Feed Pump Turbine tipe ini disusun dengan

urutan Booster Pump, Gear Box, Steam Turbine dan kemudian Main Pump.

II.7 Prinsip Kerja Boiler Feed Pump Turbine

Boiler Feed Pump Turbine mengunakan dua sumber masukkan yaitu uap

dan air. Uap dari keluaran Intermediete Presure Main Turbine masuk sebagai

sumber uap yang kemudian menggerakkan turbin. Uap yang telah digunakan akan

dikeluarkan menuju kondensor.

Gambar II.20 Diagram Kerja Boiler Feed Pump Turbine

Sumber: General Electric BFP catalogue, 2011.

Setelah turbin bergerak maka Shaft atau poros akan bergerak sehingga Main

Pump, Gear Box dan Booster Pump juga akan bergerak. Air akan mengalir dari

Feedwater Storage Tank yang kemudian akan menuju Booster Pump. Booster

Pump akan mengalirkan air dengan menambahkan tekanan dan kecepatan dari air

itu sendiri.

Air kemudian dikeluarkan dan dikirimkan lagi menuju pompa selanjutnya

yaitu Main Pump. Penggunaan dua jenis pompa ini difungsikan untuk mendapatkan

tekanan dan kecepatan alir dari air sesuai dengan yang diinginkan. Air kemudian

akan mengalir menuju Feed Water Heater yang kemudian akan berakhir pada

boiler.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 21: BAB II Siklus Rankine

II-21

II.8 Pengertian Pompa

Pompa adalah salah satu jenis mesin fluida yang berfungsi untuk mengubah

energi mekanik menjadi energi pada fluida, energi fluida dalam hal ini berkaitan

dengan energi kinetik atau tekanan. Pompa biasa digunakan untuk memindahkan

suatu fluida dari satu tempat ke tempat lain. Pada saat pengoperasian pompa perlu

digerakkan oleh suatu penggerak mula, dalam hal ini dapat digunakan motor listrik,

motor bakar maupun turbin (Sularso, Kiyotsu Suga, 2008).

II.8.1 Head

II.8.2 Head Pompa (Hs)

Head pompa merupakan peningkatan energi fluida yang diterima oleh fluida itu

sendiri setiap kilogramnya yang melalui pompa. Kata lainya head pompa

merupakan perbedaan antara energi per satuan berat fluida (kgf) antara sisi masuk

dan keluar pompa (Srinivasan, 2008: 6). Untuk mencari nilainya dapat

menggunakan persamaan II.12 sebagai berikut:

𝐻𝑠𝑦𝑠𝑡 = ((𝑃2

𝜌𝑔+

𝐶22

2𝑔+ 𝑧2) − (

𝑃1

𝜌𝑔+

𝐶12

2𝑔+ 𝑧1)) ............................................... (II.12)

Nilai C1 dan C2 dapat dicari nilainya mengunakan persamaan II.13:

𝐶 =𝑄

𝐴 ............................................................................................................... (II.13)

𝐶 =𝑄

𝜋

4 𝑥 𝐷2

......................................................................................................... (II.14)

Di mana,

Hsysts = Head sistem pompa (m)

P2 dan P1 = Tekanan sisi keluar dan masuk pompa (Pa)

C2 dan C1 = Kecepatan aliran fluida sisi keluar dan masuk pompa (m/s)

z2 dan z1 = Ketinggian sisi keluar dan masuk pompa (m)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 22: BAB II Siklus Rankine

II-22

D = Diameter dalam pipa (m)

Q = Laju alir volume (m3/s)

𝜌 = Massa jenis fluida (kg/m3)

g = Percepatan gravitasi (m/s2)

Gambar II.21 Pengukuran Head pada Pompa

(Srinivasan, 2008)

Cara menentukan head ketinggian pada beberapa kondisi dapat ditunjukan oleh

gambar II.21 sebagai berikut:

Gambar II.22 Head Ketinggian pada Pompa

(Black & Veacth, 1996)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 23: BAB II Siklus Rankine

II-23

II.8.2 Head Loss (Hloss)

Selain head pada pompa terdapat head lain yaitu kerugian head pada instalasi

pemipaan yang meliputi kerugian head mayor dan kerugian head minor. Untuk

perancangan pompa diperlukan head pompa yang lebih besar nilainya

dibandingkan dengan kedua kerugian head tersebut agar fluida dapat mengalir ke

titik tujuan.

II.8.2.1 Head Loss Mayor (hl)

Merupakan kerugian gesek antara dinding pipa dengan aliran fluida tanpa

adanya perubahan luas penampang di dalam pipa. Persamaannya dapat ditunjukan

pada persamaan II.15.

𝐻𝑙 = 𝑓𝐿

𝐷

𝐶2

2𝑔 ..................................................................................................... (II.15)

Untuk mengetahui apakah aliran fluida laminar atau turbulen dapat digunakan

bilangan Reynold sebagai patokan dan persamaannya dapat dilihat pada persamaan

II.16 sebagai berikut:

𝑅𝑒 =𝐶𝐷

𝑣 ........................................................................................................... (II.16)

Di mana,

Hl = Head loss mayor (m)

𝑓 = Koefisien gesekan

L = Panjang pipa (m)

Re = Bilangan Reynold

v = Viskositas kinematik zat cair (m2/s)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 24: BAB II Siklus Rankine

II-24

II.8.2.2 Head Loss Minor (hlm)

Kerugian ini dapat disebabkan oleh belokan, katup serta sambungan-sambungan

pada pipa. Persamaannya dapat dituliskan seperti persamaan II.17.

𝐻𝑙𝑚 = 𝐾 𝐶2

2𝑔 .................................................................................................... (II.17)

Di mana,

Hlm = Head loss minor (m)

K = Koefisien resistansi katup atau sambungan

II.8.3 Head Total Pompa pada Sistem (H)

Perancangan dan pemasangan pompa terdiri dari pompa dan sistem

instalasinya. Selain head ada hal lain yang dapat mempengaruhi perancangan

pompa antara lain debit, densitas, viskositas dan temperatur dari fluida yang akan

dialirkan oleh pompa. Pentingnya mengetahui head total atau sistem pada pompa

agar pompa hasil perancangan dapat sesuai dengan yang diinginkan serta dapat

melawan rugi-rugi pada sistem pemipaan. Persamaan II.18 dapat digunakan untuk

mencari head total pada pompa.

𝐻 = ((𝑃2

𝜌𝑔+

𝑣22

2𝑔+ 𝑧2) − (

𝑃1

𝜌𝑔+

𝑣12

2𝑔+ 𝑧1)) + (𝐻𝑙 + 𝐻𝑙𝑚) ............................... (II.18)

Di mana,

H = Head total pompa dan instalasi (m)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 25: BAB II Siklus Rankine

II-25

Gambar II.23 Head Total Pompa dan Sistem

Sumber: (Srinivasan, 2008)

II.8.4 Perhitungan Daya Pompa

II.8.4.1 Daya Keluaran (Pw)

Menurut Sularso (1983), daya keluaran atau dapat disebut juga daya hidrolis

merupakan energi yang secara efektif diterima oleh fluida dari pompa per satuan

waktu. Untuk mencari nilainya dapat menggunakan persamaan II.19 sebagai

berikut:

𝑃𝑤 =𝑔 𝑥 𝜌 𝑥 𝑄 𝑡𝑝𝑥 𝐻𝑠𝑦𝑠𝑡

𝑐𝑜𝑛𝑠𝑡. ..................................................................................... ( II.19)

Di mana,

Pw = Daya keluaran (kW)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 26: BAB II Siklus Rankine

II-26

II.8.4.2 Daya Masukan (Ps)

Daya masukan pompa merupakan tenaga yang digunakan untuk memutar

poros pompa yang disalurkan dari penggerak mula di mana pada perancangan ini

motor listrik digunakan sebagai penggerak mulanya. Mencari daya masukan dapat

menggunakan persamaan II.20 sebagai berikut:

𝑃𝑠 =𝑃𝑤

η............................................................................................................ ( II.20)

Di mana,

Ps = Daya masukan (kW)

Daya cadangan diperlukan karena kondisi operasi atau sumber tegangan

yang fluktuatif. Lazarkiewicz (1965) berpendapat bahwa untuk menentukan

besarnya persentase daya cadangan dapat disesuaikan dengan daya masukannya

dan hasilnya lalu presentasenya dapat dilihat pada tabel II.3:

Tabel II.2 Persentase daya cadangan terhadap daya masukan

Sumber: Lazarkiewicz (1965)

Jadi total daya masukan yang diperlukan oleh pompa dapat ditunjukkan

melalui persamaan II.21 berikut:

𝑃𝑠 = (100% + % 𝑑𝑎𝑦𝑎 𝑐𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛) 𝑥 𝑃𝑠 ..................................................... ( II.21)

II.9 Desain Turbin Uap

II.9.1 Parameter Turbin dan sudu

Parameter geometri dasar dari sebuah turbin dapat ditunjukkan melalui

Gambar II. Jarak antara bagian depan dan belakang dari sudu adalah merupakan

Ni (HP metrik) kurang dari 2 2 sd 5 5 sd 50 lebih dari 50

Daya Cadangan (%) 40 40 sd 25 25 sd 15 15 sd 10

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 27: BAB II Siklus Rankine

II-27

panjang chord (c), sudut antara garis chord dan meridional disebut stagger angle

(ζ), sekat antara bagian depan sudu dipengaruhi oleh dua parameter utama, pitch (s)

dan throat opening (o). Sudut deviasi (δ) merupakan resultan dari sudut keluaran

sudu (β2), sudut laju keluaran (α2), dan parameter dasar dalam evaluasi performa

dari sebuah turbin uap.

Dalam perhitungan off-design suatu turbin, sudut insiden merupakan

parameter penting. Nilai dari sudut insiden (i) ditentukan dari sudut laju masukan

(α1) dikurangi sudut sudu masukan (β1) sebagaimana ditunjukkan pada Gambar

II.23

(a) (b)

Gambar II.24 Geometri sudu reaksi (a), terminologi sudut insiden pada sudu (b).

Sudut insiden ini merupakan penentu arah dari laju uap yang berekspansi

sebelum menabrak rotor seperti ditunjukkan pada Gambar II.25, hingga saat rotor

berputar dikarenakan menyerap energi kinetik dari laju ekspansi uap, pemanfaatan

dari energi mekanik terbentuk sebagai daya poros yang dapat digunakan

menggerakan peralatan seperti generator maupun pompa

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 28: BAB II Siklus Rankine

II-28

Gambar II.25 Geometri Sudu impuls

Sumber: singh, 2011

II.9.1.1 Penentuan Jumlah tingkat

Proses desain turbin tentunya sangat bergantung pada jumlah tingkat yang

akan diterapkan pada rancangan, pada tahap ini perancang harus mengetahui nilai

total energi yang tersedia berdasarkan entalpi pada masukan, keluaran, dan

kecepatan uap yang diaplikasikan pada kondisi tersebut. Jumlah tingkat ditentukan

untuk sebisa mungkin mencapai nilai efisiensi terbaik. Singh (2011)

mengemukakan bahwa jumlah tingkat dapat diperoleh melalui persamaan berikut;

𝑁𝑠𝑡𝑎𝑔𝑒 =𝛥ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

𝛥ℎ𝑠𝑡𝑎𝑔𝑒 .......................................................................................... (II.22)

II.9.2 Penentuan Ukuran – ukuran Nozel dan Sudu

Apabila uap dimasukan ke dalam turbin melalui nozel yang ditempatkan pada

seluruh bagian keliling turbin, dengan kata lain uap dialirkan ke semua sudu yang

berputar secara serempak, maka turbin yang demikian ini dikenal sebagai turbin

pemasukan penuh (full admission turbine). Adapun kondisi lainnya saat uap yang

dimasukan hanya pada sebagian dari kelilingnya, maka susunan yang demikian ini

umumnya dikenal sebagai turbin dengan pemasukan parsial atau sebagian (partial

admission turbine).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 29: BAB II Siklus Rankine

II-29

Hubungan antara panjang busur m yang ditempati oleh nozel dan kelilingnya

πd dikenal sebagai derajat pemasukan parsial.

ɛ =𝑚

𝜋𝑑=

𝑡𝑧

𝜋𝑑 .................................................................................................... ( II.23)

Dimana d – diameter rata – rata cakram yang bersudu;

t: jarak bagi sudu – sudu pada diameter rata – rata;

nz: jumlah laluan sudu

Penampang sisi keluar susunan nozel konvergen dalam arah yang tegak

lurus ke arah vector kecepatan C1 ditentukan sebagai berikut

𝑓1 = 𝑎𝑙𝑧 .......................................................................................................... (II.24)

Dimana a merupakan lebar penampang sisi keluar (minimum) nozel;

l : tinggi nozel pada penampang sisi keluar;

z : jumlah laluan sudu

Dari persamaan kontinuitas kita peroleh

𝐺1𝑣1 = 𝑓1𝑐1

Dimana G1 – massa alir uap melalui nozel, kg/sec

ν1 : volume spesifik uap pada penampang sisi keluar, m3/kg;

c1 : kecepatan aktual uap pada penampang nozel sisi keluar.

Maka

𝐺1𝑣1 = 𝑎𝑙𝑧𝑐1 =𝑡

𝑧sin 𝑎 = 𝜋𝑑ɛ𝑙𝑐1 sin 𝑎

Dari persamaan yang terakhir kita peroleh

𝑙 =𝐺1𝑣1

𝜋𝑑ɛ𝑐1 sin 𝑎 ................................................................................................ (II.25 )

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 30: BAB II Siklus Rankine

II-30

Dan

ɛ = 𝐺1𝑣1

𝜋𝑑𝑙𝑐1 sin 𝑎 ............................................................................................... (II.26 )

Persamaan (II.24) memungkinkan untuk menentukan ukuran – ukuran dasar

sebuah nozel.

Karena semua besaran dalam persamaan, kecuali l dan ɛ, diketahui dari

perhitungan penurunan kalor, kita dapat menentukan l dengan mengandaikan

sebarang ɛ dari persamaan (II.25) begitu pula sebaliknya, menentukan ɛ yaitu

mengandaikan l melalui persamaan (II.26). Seperti yang akan ditunjukkan bahasan

selanjutnya, kerugian - kerugian energi pada nozel akan bertambah dengan

berkurangnya tinggi nozel dan derajat pemasukan parsial (degree of partial

admission). Maka dari itu disarankan bahwa tinggi nozel l harus diambil tidak

kurang dari 10 mm dan ɛ tidak kurang dari 0,2. Seperti yang telah dijelaskan oleh

(Shlyakin, 1999)

Untuk turbin dengan kapasitas yang lebih kecil ternyata bahwa pada

kepesatan putar normal sebesar 3.000 rpm, nilai – nilai l dan ɛ, dalam hal – hal yang

demikian, yakni untuk turbin kapasitas sampai 4.000 kW adalah suatu hal yang

biasa untuk memperbesar putaran sampai 6.000 rpm atau lebih, sehingga diameter

rata – rata rotor bertambah kecil untuk kecepatan keliling yang sama. Yang

akibatnya adalah nilai l dan ɛ bertambah besar, seperti yang dijelaskan oleh

(Shlyakin, 1999).

Untuk nozel – nozel konvergen – divergen, penampang minimum ditemukan

menurut persamaan (II.29) dan tinggi sisi keluar nozel – nozel setiap dengan

persamaan (II.25), yang nilai-nilai ν1 dan c1 masing – masing adalah volume spesifik

dan kecepatan uap pada penampang sisi keluar nozel.

Fenomena perubahan entalpi pada turbin impuls, terjadi pada sudu tetap atau

nozel, dengan kata lain penurunan tekanan dari tingkat ke tingkat lainnya terjadi

pada sudu tetap dan sedikit atau tidak terjadi sama sekali penuruan tekanan pada

sisi sudu gerak, penurunan tekanan ditunjukkan pada Gambar II.26.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 31: BAB II Siklus Rankine

II-31

Gambar II.26 Diagram Mollier untuk tingakatan turbin

Sumber: Dixon & hall, (2010).

Secara geometri, sudu turbin impuls memiki perbedaan yaitu pada bentuk

sudu gerak, lebih tepatnya ditunjukkan melalui Gambar II.27

(a) (b)

Gambar II.27 (a). Diagram kecepatan turbin impuls, (b). diagram kecepatan turbin reaksi

Sumber: Singh, (2011).

II.9.2 Penentuan Tinggi Sudu Gerak

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 32: BAB II Siklus Rankine

II-32

Tinggi sudu pada sisi masuk l’1 pada Gambar II.28 sedikit dibuat lebih besar

dari tinggi nozel. Untuk sudu yang pendek, biasanya l’1 dibuat lebih besar 2 hingga

4 mm dari tinggi l. untuk sudu yang lebih panjang, perbedaan antara l’1 dan l dapat

sebesar 4 mm atau lebih. Penampang sisi keluar sudu – gerak dalam arah yang tegak

lurus terhadap arah aliran uap ditentukan dari persamaan.

𝑓2 =𝐺𝑣2

𝜔2 .......................................................................................................... ( II.27)

Dimana 𝑣2 merupakan volume spesifik uap pada sisi keluar dari sudu – gerak, titik

1 pada Gambar II.23 (b), dan P1. Penampang sisi keluar sudu pada bidang putar

cakram akan menjadi

𝑓2𝑎 =𝑓2

sin 𝛽2=

𝐺𝑣2

𝜔2 sin 𝛽2 .................................................................................... ( II.28)

Pada waktu yang sama, nilai 𝑓2𝑎 dapat dinyatakan dengan

𝑓2𝑎 =𝑎1𝑙1

′′ɛ𝑧1

𝜔2 sin 𝛽2= 𝑙1

′′𝑡1ɛ𝑧1 = 𝜋𝑑𝑙1′′ɛ ................................................................ ( II.29)

Gambar II.28 Tingkat Turbin Pengatur

Sumber: Steam Turbine, Shlyakin (1990).

Dimana d : diameter rata – rata cakram tempat terpasangnya sudu gerak tersebut.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 33: BAB II Siklus Rankine

II-33

a1 : lebar penampang sisi keluar sudu gerak;

t1 : jarak bagi sudu pada diameter rata –rata.

Z1: jumlah sudu yang dipasang pada cakram yang berputar.

𝑙1′′: tinggi sisi keluar sudu-gerak;

Dari persamaan (II.29) dan (II.30), kita peroleh;

𝑙1′′ =

𝐺𝑣2

𝜋𝑑ɛ𝜔2 sin 𝛽2 .............................................................................................. (II.30)

Bila uap dimasukan ke seluruh keliling cakram, ɛ = 1. Dari segitiga kecepatan pada

Gambar II.23 (a), kita peroleh

𝑐1 sin 𝑎1 = 𝑐1𝑎 ........................................................................................................................................... (II.31)

dan

𝜔2 sin 𝛽2 = 𝑐2𝑎 ....................................................................................................................................... (II.32)

Dimana 𝑐1𝑎dan 𝑐2𝑎 adalah komponen – komponen kecepatan 𝑐1 dan 𝜔2

sepanjang sumbu turbin. Dengan mensubtitusikan nilai – nilai ini ke dalam

persamaan (II.32) sebagai pengganti suku – suku 𝑐1 dan 𝜔2 dan dengan membagi

persamaan (II.31) dengan Persamaan (II.30), kita peroleh hubungan

𝑙1′′

𝑙=

𝑣2𝑐1𝑎

𝑣1𝑐2𝑎 ........................................................................................................ (II.33)

Dimana

𝑙1′′ = 𝑙

𝑣2𝑐1𝑎

𝑣1𝑐2𝑎 ...................................................................................................... (II.34)

Untuk turbin impuls murni, kita dapat memberikan nilai pendekatan

𝑙1′′ = 𝑙

𝑐1𝑎

𝑐2𝑎 ......................................................................................................... (II.35)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 34: BAB II Siklus Rankine

II-34

Dari segi penyempurnaan bentuk (streamlining) bagian–bagian yang dilewati

oleh aliran fluida (uap), perbedaan yang besar antara nilai 𝑙1′′ dan l.

II.9.3 Efisiensi Turbin

Hubungan antara kerja satu kilogram uap, Lu pada keliling cakram yang

mempunyai sudu –sudu gerak, terhadap kerja teoritis yang dapat dilakukannya

dikenal sebagai efisiensi relatif sudu tersebut.

𝜂𝑢 =𝐿𝑢

𝐿0=

𝐴𝐿𝑢

𝑖0−𝑖1𝑡 ............................................................................................... (II.36)

Hubungan antara kerja yang bermanfaat yang dilakukan oleh 1 kilogram uap

Li pada tingkat atau di dalam turbin terhadap kerja teoritis yang tersedia L0 disebut

sebagai efisiensi – dalam (internal efficiency) tingkat atau turbin tersebut.

𝜂0𝑖 =𝐿𝑖

𝐿0=

𝑖0−𝑖2

𝑖0−𝑖1𝑡=

𝐻𝑖

𝐻0 ..................................................................................... (II.37)

Efisiensi-dalam relatif, dapat dengan mudah di titentukan melalui proses

penurunan kalor tingkat pada tiap tingkatan serta turbin yang digambarkan pada

diagram h-s pada Gambar II.25 (b).

Prestasi ekonomik (economic performance) turbin uap banyak dipengaruhi

factor pada efisiensi – dalam 𝜂0𝑖. Hubungan antara penurunan kalor adiabatik

teoritis, di dalam turbin H0 = i0 – i1t (kkal/kg) dan kalor yang tersedia dari boiler i0 –

q (kkal/kg) dikenal sebagai efisiensi thermal.

𝜂𝑡 =𝐻0

𝑖0−𝑞=

𝑖0−𝑖1𝑡

𝑖0−𝑞 ........................................................................................... ( II.38)

Dimana q – kalor sensible (sensible heat) kondensat, yang temperaturnya

sama dengan temperatur uap buang.

Daya yang dibangkitkan pada pelek (rim) cakram turbin dicari dari persamaan

𝑁𝑢 =427𝐺ℎ𝑢

102(𝑘𝑊) ......................................................................................... ( II.39)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 35: BAB II Siklus Rankine

II-35

Dimana G : massa alir uap pada tingkat yang dimaksud, kg/sec

(hu = h0 – hn – hb - he) - kalor yang digunakan untuk melakukan kerja pada pelek

cakram turbin (h0) penurunan kalor adiabatik teoritis pada tingkat yang dimaksud.

Daya- dalam tingkat turbin

𝑁′𝑖 =427𝐺ℎ𝑖

102(𝑘𝑊) ......................................................................................... ( II.40)

Daya-dalam turbin

𝑁𝑖 =427𝐺𝐻𝑖

102(𝑘𝑊) .......................................................................................... ( II.41)

Dimana

G : massa alir uap segar melalui turbin, kg/sec

hi = h0 – Ʃh1 : kalor yang digunakan pada tingkat yang dimaksud (Ʃh1 – penjumlahan

semua kerugian kalor pada tingkat turbin yang dimaksud)

Hi = Ʃh1 – penurunan kalor yang digunakan pada semua tingkat turbin yang

dimaksud.

Daya yang dihasilkan oleh turbin ideal

𝑁0 =427𝐺𝐻0

102=

427𝐺𝐻𝑖

102=

𝑁𝑖

𝜂0𝑖 .......................................................................... ( II.42)

dengan

𝑁𝑖 = 𝑁0𝜂0𝑖 ...................................................................................................... (II.43)

Daya efektif yang dihasilkan pada poros turbin akan menjadi

𝑁𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓 = 𝑁𝑖 − ∆𝑁𝑚 ..................................................................................... (II.44)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 36: BAB II Siklus Rankine

II-36

Di mana ∆𝑁𝑚 – kerugian daya dalam mengatasi tahanan – tahanan mekanis,

dalam kW. Hubungan antara daya efektif turbin dan daya-dalam yang

dihasilkannya disebut sebagai efisiensi mekanis turbin tersebut.

η𝑚 =𝑁𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓

𝑁𝑖 ................................................................................................... (II.45)

hubungan antara Nefektif dan N0 disebut sebagai efisiensi efektif relatif

𝜂𝑟𝑒 =𝑁𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓

𝑁0=

𝑁𝑖𝜂𝑚𝜂𝑜𝑖

𝑁𝑖= 𝜂𝑚𝜂𝑜𝑖 ................................................................... (II.46)

Perkalian antara efisiensi efektif relatif dan efisiensi thermal disebut sebagai

efisiensi efektif mutlak

𝜂𝑒 = 𝜂𝑟𝑒𝜂𝑡 = 𝜂0𝑖𝜂𝑚𝜂𝑡 = 𝜂𝑚𝜂𝑖 ..................................................................... (II.47)

II.9.4 Penentuan Massa Alir Uap

Untuk pendesainan turbin, adalah suatu hal yang biasa untuk merinci daya

yang dibutuhkan oleh beban, kondisi awal dan kondisi akhir uap serta jumlah

putaran per menit. Berdasarkan persamaan penentuan daya turbin dan daya yang

dihasilkan oleh turbin ideal kita dapat menuliskan

𝑁𝑎𝑒 =427𝐺𝐻𝑖

102𝜂𝑚𝜂𝑔 =

427𝐺𝐻0

102𝜂0𝑖𝜂𝑚𝜂𝑔 (𝑘𝑊) ................................................ ( II.48)

Atau

𝑁𝑎𝑒 =427𝐺𝐻0

102𝜂𝑟𝑒𝜂𝑔 (𝑘𝑊) ............................................................................. ( II.49)

Bila dipakai roda gigi reduksi maka dapat dituliskan

𝑁𝑎𝑒 =427𝐺𝐻0

102𝜂𝑟𝑒𝜂𝑟𝜂𝑔 (𝑘𝑊) ......................................................................... ( II.50)

Dimana 𝜂𝑟- efisiensi roda gigi reduksi

Bila disubstitusikan massa alir uap per jam sebagai pengganti per detik pada

persamaan roda gigi reduksi, maka

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 37: BAB II Siklus Rankine

II-37

𝑁𝑎𝑒 =427𝐺𝐻0

102𝑥3600𝜂𝑟𝑒𝜂𝑟𝜂𝑔 = ṁ𝐻0

𝜂𝑟𝑒𝜂𝑟𝜂𝑔

860(𝑘𝑊) ............................................. ( II.51)

ṁ : massa alir uap per jam.

Hubungan antara daya yang dibangkitkan, pada terminal terminal generator

dan massa alir per jam untuk penurunan kalor teoritis dan efisiensi – efisiensi

𝜂𝑟𝑒 , 𝜂𝑟 𝑑𝑎𝑛 𝜂𝑔 . Massa alir uap melalui turbin ditentukan melalui persamaan

tersebut.

ṁ =860𝑁𝑎𝑒

𝐻0𝜂𝑟𝜂𝑔 𝜂𝑟𝑒(

𝑘𝑔

𝑠) ........................................................................................ ( II.52)

II.9.5 Daya Pada Tingkat Turbin Uap

Kerja berguna yang berasal dari ekspansi uap pada sudu gerak yang

menggerakan poros dapat dihitung melalui persamaan yang dikemukkan oleh

(Vogt, 2007)

𝑃𝑠𝑡𝑎𝑔𝑒 = 𝑚(ℎ01 − ℎ𝑛) .................................................................................. (II.53)