BAB II Setiyadi.
-
Upload
sibungsu-muhammad-sarief-dx -
Category
Documents
-
view
102 -
download
9
Transcript of BAB II Setiyadi.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Sistem Komunikasi Serat Optik
Sistem komunikasi serat optik adalah suatu sistem komunikasi yang
menggunakan kabel serat optik sebagai saluran transmisinya yang dapat
menyalurkan informasi dengan kapasitas besar dan tingkat keandalan yang tinggi.
Secara umum metode point-to-point sistem transmisi terdiri dari tiga elemen
dasar, yaitu transmitter, amplifier, kabel serat optik, receiver (Ranny, 2009).
Gambar 2.1. Blok Dasar Sistem Komunikasi Serat Optik
Lahirnya teknologi serat optik memberikan kemungkinan yang lebih bagus
bagi jaringan telekomunikasi. Serat optik merupakan media transmisi yang dapat
mentransmisikan informasi yang berkapasitas besar dan memiliki tingkat
keandalan yang sangat tinggi. Berbeda dengan media transmisi yang lain, pada
serat optik gelombang pembawanya bukan gelombang elektromagnet atau listrik,
akan tetapi adalah sinar laser.
Gambar 2.2. Kabel Serat Optik (Gatot, 2008)
Sistem telekomunikasi ini sebenarnya sudah lama diteliti, tetapi karena
banyaknya kesulitan yang timbul terutama di dalam usaha pembersihan kotoran
II-1
dalam proses pembuatan serat optik. Kotoran di dalam serat optik dapat
menyebabkan terjadinya rugi-rugi transmisi.
Rugi transmisi yang paling berpengaruh pada serat optik adalah dispersi.
Pulsa cahaya yang dipancarkan ke dalam serat optik akan menemui beberapa
dispersi yang mengakibatkan menyebarnya (spread) pulsa dalam daerah waktu,
yang dengan demikian mengubah bentuk sinyalnya sehingga pulsa menyatu
dengan pulsa terdahulu dan pulsa berikutnya (Dennis dan John, 1984).
.
2.1.1 Sumber Optik
Ada dua jenis sumber optik yang sering digunakan, yaitu LED (Light
Emitting Diode) dan LASER (Light Amplification by Stimulated Emission of
Radiation). Beberapa karakteristik yang harus dipenuhi oleh sumber optik adalah
sebagai berikut (Anonymous, 2004):
1. Ukuran dan konfigurasi kompatibel dengan cahaya yang dimasukkan ke
dalam serat.
2. Mempunyai akurasi yang tinggi dalam mengkonversi sinyal listrik
masukan untuk mengurangi distorsi dan derau.
3. Cahaya yang dihasilkan berada pada panjang gelombang di mana serat
mempunyai redaman dan dispersi rendah, dan di mana detektornya dapat
bekerja secara efisien.
4. Kemudahan dalam memodulasi sinyal.
5. Cahaya yang dihasilkan harus dapat di-couple ke dalam serat dengan
efisien agar menghasilkan daya optik yang cukup.
6. Menghasilkan cahaya dengan lebar pita frekuensi yang cukup sempit
untuk meminimumkan dispersi.
7. Cukup stabil terhadap pengaruh luar.
8. Mempunyai keandalan tinggi dan harga yang cukup murah agar dapat
menandingi teknik transmisi konvensional.
II-2
2.1.1.1 LED
Bagian utama dari LED adalah p-n junction yang disebut sebagai daerah
aktif. LED memerlukan bias maju agar dapat beroperasi. Proses emisi cahaya
pada LED terjadi bila p-n junction mendapatkan bias maju maka elektron dan hole
diinjeksikan ke daerah p dan n. Masing-masingnya sebagai pembawa minoritas
akan dapat bergabung kembali (rekombinasi) dengan melepaskan energi radiasi
berupa foton memberikan cahaya keluaran dan energi non radiasi berupa foton
didisipasikan sebagai panas. Hasil cahaya keluaran inkoheren dengan spektrum
lebar dan emisi tidak terarah.
Ada beberapa jenis LED yang biasa digunakan, diantaranya adalah:
a. Surface Emitter (dioda burrus) LED
LED jenis ini memiliki karakteristik yaitu tipe high radiance, radiasi
keluaran dengan sudut pancar 180o, bersifat lambertian source, memerlukan bias
maju, emisi cahaya 50µm, kemasan pigtail dengan serat optik langsung pada
daerah aktif sepanjang 30 cm.
b. Edged Emitter LED
LED jenis ini memiliki karakteristik yaitu radiasi keluaran lebih terarah,
daerah aktif berbentuk pipih segi empat (stripe), spektrum pancaran berbentuk
ellips, emisi cahaya ke arah samping atau ujung, memerlukan bias maju, lebar
spektrum keluaran sudut paralel 120o dan sudut yang tegak lurus sama dengan 25o
– 35o. Panjang gelombang emisi puncak ditentukan oleh bahan yang digunakan
dengan dopan yang ditambahkannya. Dengan mengatur komposisi bahan dapat
merubah harga Eg.
2.1.1.2 LASER
Kata "LASER" adalah singkatan dari Light Amplification by Stimulated
Emission of Radiation. Kata kuncinya adalah rangsangan emisi. Hal ini yang
memungkinkan laser untuk dapat menghasilkan intens berkas cahaya koheren
yang berdaya tinggi (cahaya yang mengandung satu atau lebih frekuensi yang
berbeda). Bahan dasarnya berupa gas, cairan, kristal dan semikonduktor.
II-3
Pengoperasian laser harus menggunakan arus bias yang besar di atas arus
threshold. Proses pembentukan laser (Anonymous, 2004):
1. Absorpsi foton yaitu proses perpindahan elektron dari energi valensi ke
energi konduksi.
2. Emisi Spontan yaitu proses di mana elektron dalam keadaan tereksitasi di
energi konduksi kembali ke energi dasar dengan melepas foton.
3. Emisi terangsang yaitu proses saat keadaan inversi populasi elektron
tereksitasi yang mendapat rangsangan akan serentak melepaskan foton
dalam jumlah banyak.
Gambar 2.3. Struktur Dasar LASER
Panjang gelombang emisi keluaran (Anonymous, 2004) dirumuskan dengan:
Dimana λ adalah panjang gelombang cahaya keluaran, n adalah indeks bias
daerah aktif, L adalah panjang rongga resonansi optik dan q adalah jumlah mode
yang berosilasi. Karakteristik dari dioda laser adalah sebagai berikut:
Memiliki keluaran daya optik yang besar.
Memiliki penguatan optik.
Harus bekerja di atas arus threshold.
Memiliki rongga resonan optik (Fabry Perrot Resonator).
Disipasi panas besar, sehingga diperlukan stabilitasi temperatur.
Arus threshold dipengaruhi temperatur.
II-4
Ada beberapa jenis laser yang biasa digunakan, diantaranya adalah sebagai
berikut (Norizan, 2008):
CW (continuous wave)
Laser ini dibangun untuk memancarkan sinyal yang terus menerus
(kontinyu). Hal ini membuat perbedaan mendasar dalam konstruksi.
Dalam pengoperasianya, output dari laser relatif konsisten terhadap waktu.
Sumber pompa mantap dibutuhkan untuk penguatan tetap stabil dan terus
dipelihara.
VCSEL(Vertical Cavity Surface Emitting Laser). Laser ini beroperasi pada
850nm dan sebagian besar adalah multimode. Biaya sangat rendah karena
diproduksi dalam volume tinggi untuk aplikasi komunikasi data.
FP (Fabry-Perot Laser), Laser ini adalah tepi emisi dan biasa beroperasi
pada panjang gelombang (1310 atau 1550 nm) dengan beberapa
longitudinal mode. Biaya menengah antara VCSEL dan DFB.
DFB (Distributed Feedback Laser), ini adalah tepi-laser emitter dan
terutama beroperasi pada panjang gelombang (1310 atau 1550 nm) dengan
single longitudinal mode. Biaya lebih tinggi daripada VCSEL atau FP.
2.1.2 Modulasi Optik
2.1.2.1 Mach Zehnder Modulator (MZM)
Mach Zehnder Modulator adalah perangkat elektro-optik yang digunakan
untuk memodulasi amplitudo gelombang. Sebuah Mach Zehnder Modulator
terdiri dari dua cabang Y yang diletakkan bertolakbelakang dan dipisahkan oleh
jarak tertentu. Lengan akan dipisahkan dan dikendalikan dengan baik oleh
tegangan eksternal. Cabang Y pertama berfungsi untuk membagi gelombang
cahaya yang masuk, kemudian dimanipulasi oleh lengan spasi, dan keluaran dari
cabang Y menggabungkan cahaya dari kedua lengan.
Pada Gambar 2.4 ditampilkan sinyal pembawa (cahaya) yang memasuki
modulator dibagi menjadi dua jalur, satu jalur tidak diubah (unmodulated) dan
satu jalur lainnya dimodulasi. Ketika cahaya tersebut direkombinasi kembali, dua
gelombang tersebut saling mengganggu satu sama lain. Jika dua gelombang
II-5
berada dalam fasa maka terjadi gangguan yang konstruktif dan output adalah ON.
Jika keluar dari fasa maka akan terjadi interferensi destruktif dan gelombang akan
saling membatalkan satu sama lain, maka output adalah OFF. Untuk lampu ON
diwakili biner 1 dan untuk OFF cahaya diwakili biner 0.
Gambar 2.4 Struktur Mach Zehnder Modulator (Norizan,2008)
2.1.3 Serat optik
Serat optik (Fiber Optic) adalah media transmisi yang bahan dasarnya
terbuat dari kaca atau plastik yang digunakan untuk mentransmisikan sinyal
cahaya dari suatu tempat ke tempat lain. Cahaya yang menjalar di dalam serat
optik sulit keluar karena indeks bias kaca lebih besar daripada indeks bias udara.
Kecepatan transmisi serat optik sangat tinggi sehingga sangat baik digunakan
sebagai saluran komunikasi.
Serat optik terdiri dari 2 bagian, yaitu cladding dan core. Cladding adalah
selubung atau jaket dari core. Cladding mempunyai indek bias lebih rendah dari
pada core sehingga akan memantulkan kembali cahaya yang mengarah keluar dari
core kembali ke dalam core lagi.
Efisiensi dari serat optik ditentukan oleh kemurnian dari bahan pembuatan
gelas. Semakin murni bahan gelas, semakin sedikit cahaya yang diserap oleh serat
optik. Berdasarkan karakteristiknya maka secara garis besar serat optik dapat
dibagi menjadi 2 jenis yaitu multimode dan singlemode (Gatot, 2008).
Pada jenis serat optik multimode perambatan cahaya dari satu ujung ke
ujung lainnya terjadi dengan melalui beberapa lintasan cahaya dengan panjang
II-6
gelombang 850-1300nm, karena itu disebut multimode. Diameter inti (core)
sesuai dengan rekomendasi dari CCITT G.651 adalah sebesar 50 mm dan dilapisi
oleh jaket selubung (cladding) dengan diameter 125 mm.
Gambar 2.5. Pulsa Serat Optik Multimode
Sedangkan dilihat dari susunan index biasnya serat optik multimode dibagi
menjadi dua profil yaitu graded index dan step index. Pada serat optik graded
index, serat optik mempunyai index bias cahaya yang merupakan fungsi dari jarak
terhadap sumbu atau poros serat optik. Dengan demikian cahaya yang merambat
melalui beberapa lintasan pada akhirnya akan sampai pada ujung lainnya pada
waktu yang sama.
Berbeda dengan graded index, maka pada serat optik step index
(mempunyai indeks bias cahaya sama) sinar yang merambat pada sumbu akan
sampai pada ujung lainnya terlebih dahulu (dispersi). Hal ini dapat terjadi karena
lintasan yang melalui poros lebih pendek daripada sinar yang mengalami
pemantulan pada dinding serat optik. Sebagai hasilnya akan terjadi pelebaran
pulsa atau dengan kata lain mengurangi lebar bidang frekuensi.
Oleh karena itu secara otomatis hanya serat optik graded index saja yang
dapat dipergunakan sebagai saluran transmisi serat optik multimode.
Sedangkan serat optik singlemode mempunyai diameter core (inti) yang
sangat kecil yaitu 3 – 10 mm, sehingga hanya satu berkas cahaya dengan panjang
gelombang 1310-1550 nm saja yang dapat melaluinya. Karena hanya satu berkas
cahaya yang menjalar maka indeks bias tidak akan berpengaruh terhadap
perjalanan cahayan (tidak terjadi dispersi).
II-7
Gambar 2.6. Pulsa Serat Optik Singlemode
Dengan demikian serat optik singlemode memberi kelebihan kapasitas
bandwidth yang lebih besar dan jarak yang lebih jauh, yaitu hingga puluhan
kilometer dengan skala bandwidth gigabit. Sedangkan multimode dipergunakan
untuk jaringan telekomunikasi lokal (local network).
2.1.4 Penguat Optik
2.1.4.1 Erbium Doped Fiber Amplifier (EDFA)
Sinyal yang dikirim melalui serat optik akan mengalami pelemahan. Pada
jarak tertentu, daya sinyal akan mencapai nilai minimum yang dapat ditoleransi.
Untuk itu diperlukanlah sebuah perangkat penguat sinyal optik.
Salah satu jenis penguat optik yang lazim digunakan adalah EDFA
(Erbium Doped Fiber Amplifier). EDFA adalah serat optik dari bahan silica
(SiO2) dengan inti (core) yang telah dikotori dengan bahan Erbium (Er3+).
Berikut ini beberapa keunggulan yang dimiliki oleh EDFA (Tri wahyuni, 2009):
a. Penguatan (gain) tinggi
Pada tahap eksperimen EDFA memiliki penguatan sebesar 40 dB.
Sedangkan perangkat EDFA komersil mempunyai penguatan 20-30 dB
dengan memompa energi sebesar 10 mW.
b. Memiliki bandwidth yang lebar
Ion Erbium melepaskan foton dengan interval panjang gelombang 1530-
1560nm atau sama dengan bandwidth sebesar 3 THz. Pada interval tersebut
redaman yang terjadi pada serat optik hanya berkisar 0.2 dB/km, sehingga
EDFA dapat memperkuat puluhan sinyal dengan panjang gelombang yang
berbeda secara bersamaan.
II-8
c. Noise Figure sangat kecil
Noise Figure merupakan perbandingan antara S/Nin dengan S/Nout, sehingga
untuk tansmisi jarak jauh akan menghasilkan akumulasi derau optik, namun
dengan adanya tapis optik pada perangkat EDFA maka noise figure yang
muncul menjadi sangat kecil.
d. Daya output besar
Daya output pada EDFA akan meningkat seiring dengan meningkatnya daya
dioda laser (optical pump).
2.1.5 Photodetektor (Penerima Optik)
Photodetektor adalah sebuah komponen yang berfungsi untuk mendeteksi
cahaya yang masuk dan mengubahnya menjadi sinyal listrik. Syarat-syarat yang
harus dimiliki oleh sebuah detektor optik adalah sebagai berikut (Anonymous,
2004):
1. Mempunyai sensitivitas tinggi.
2. Responnya cepat.
3. Derau yang dihasilkan kecil.
4. Tersedia cukup bandwidth untuk menyalurkan data rate yang diinginkan.
5. Tidak sensitif terhadap perubahan suhu.
6. Secara fisik kompatibel dengan dimensi kabel.
7. Mempunyai waktu operasi yang lama.
Dari bahan semikonduktor, photodetektor dibagi menjadi 3 jenis yaitu dioda PN,
dioda PIN (P intrinsic N) dan dioda APD (Avalanche Photo Diode)
2.1.5.1 Photodetektor Dioda PN
Dioda PN adalah detektor cahaya yang dioperasikan pada mode reverse
dimana daerah deplesinya diinteraksikan dengan energi cahaya. Perlu diingat
bahwa diode tanpa tegangan bias memiliki daerah deplesi secara relatif sempit,
yaitu daerah dimana muatan bebasnya (elektron atau hole) sangat jarang. Dengan
memperbesar tegangan bias reverse daerah deplesi ini akan membesar. Photon
yang datang pada daerah deplesi ini akan menghasilkan pasangan elektron-hole
II-9
(muatan bebas) yang selanjutnya berpindah karena tegangan yang diberikan antara
sambungan (Dennis dan John, 1984). Gambar 2.7 menunjukkan situasi ini.
(a)
(b)
Gambar 2.7. Photodioda, (a) prinsip operasi dan (b) simbol
Di dalam daerah deplesi, pasangan elektron dan hole bergerak karena tegangan
listrik yang diberikan. Perlu diketahui bahwa karena daerah deplesi memiliki
resistansi yang amat tinggi, maka pada daerah ini akan terdapat medan listrik, E
yang amat besar yang digunakan untuk mempercepat pasangan elektron dan hole.
Beberapa photon mungkin diserap pada daerah P atau daerah N diluar daerah
deplesi. Beberapa elektron mungkin melakukan rekombinasi sehingga
menghasilkan arus (photocurrent) . Sebagai akibatnya daerah deplesi ini perlu
diperlebar untuk memungkinkan terjadi absorpsi photon cahaya sebanyak
mungkin untuk menghasilkan arus (photocurrent) sebesar mungkin. Untuk
merealisasikan hal ini, maka dikembangkanlah photodiode dengan struktur PIN
Photodiode. Penting dicatat bahwa photocurrent (arus yang dihasilkan oleh
photon cahaya) memiliki polaritas yang sama sebagaiman arus reverse (arus
II-10
leakage) dari photodiode. Karenanya penting untuk menjaga arus leakage (dark
current) ini sekecil mungkin.
2.1.5.3 Photodetektor Dioda PIN
Prinsip kerja dioda PIN adalah mengubah energi optik (foton) yang
diterima menjadi arus keluaran berdasarkan photo voltaic effect. Selain itu dioda
PIN juga memerlukan bias mundur (Anonymous, 2004).
Karakteristik detektor optik dioda PIN:
a. Responsitivity (R)
(2.2)
dimana Ip adalah arus photodetektor, P0 adalah daya optik diterima, η adalah
efisiensi kuantum, e adalah muatan elektron, h adalah konstanta planck, dan f
adalah frekuensi.
b. Efisiensi kuantum
Efisiensi Kuantum adalah perbandingan antara pasangan elektron-hole primer
terhadap foton yang datang pada dioda.
c. Kecepatan respon (rise time)
Kecepatan respon ditentukan oleh karakteristik rise time detektor tersebut.
e. Daya optik minimum (MRP: Minimum Required Power)
Merupakan daya minimum yang diperlukan pada BER (Bit Error Rate)
tertentu.
2.1.5.3 Photodetektor Dioda APD
Dioda APD bekerja dengan reverse bias yang besar. Pada medan listrik
yang tinggi terjadi avalanche effect yang menghasilkan impact ionization berantai
dan terjadi multiplikasi avalanche sehingga terjadi penguatan atau multiplikasi
arus. Cahaya datang pada p+, kemudian diserap oleh bahan π yang bertindak
sebagai daerah penumpul untuk carrier cahaya yang dibangkitkan. Pada waktu
foton memberikan energinya, pasangan elektron-hole dibangkitkan, yang
kemudian dipisahkan oleh medan listrik pada daerah π. Elektron tadi mengalir
II-11
dari daerah π menuju pn+ junction di mana terjadi medan listrik yang tinggi. Di
sini carrier multiplication terjadi (Anonymous, 2004).
Multiplikasi M photodioda ditentukan M = IM/IP, dimana IM adalah nilai
rata-rata total arus output yang dimultiplikasi, dan Ip adalah arus photo yang tidak
dimultiplikasi. Karakteristik dioda APD dinyatakan dengan persamaan:
Responsivity = RAPD = RPIN.M (2.3)
2.1 Radio over Fiber ( RoF )
2.2.1 Pengertian RoF
Radio over Fiber adalah proses pengiriman sinyal radio melalui kabel
optik untuk mendapatkan pengiriman data yang lebih cepat (Anonymous, 2010).
RoF merupakan sebuah teknologi dimana sinyal radio dimodulasi atau
ditumpangkan dengan cahaya dan ditransmisikan melalui serat optik.
Gambar 2.8. Blok Dasar Sistem RoF (Vorgelegt dan Hong, 2005)
Dalam sistem RoF, sinyal nirkabel dari stasiun pusat akan ditransmisikan
dalam bentuk serat optik ke base station sebelum dipancarkan melalui udara.
Setiap base station disesuaikan untuk berkomunikasi melalui jaringan radio
dengan stasiun bergerak, setidaknya satu pengguna berada di dalam jangkauan
radio.
II-12
Dengan menggunakan serat optik sebagai media perantara, maka akan
dapat menghasilkan kecepatan transmisi yang lebih tinggi dibandingkan jika
dilakukan transmisi secara langsung. Dengan menggunakan kabel serat optik,
maka kualitas sinyal informasi yang ditransmisikan akan tetap bagus atau dapat
dikatakan gangguan yang timbul selama proses transmisi sangat kecil. Selain itu
penggunaan kabel serat optik dapat menghemat biaya serta menambah
performansi untuk high speed fiber berdasarkan akses nirkabel.
2.2.2 Sistem kerja RoF
Pada dasarnya prinsip kerja RoF adalah penggabungan segi kelebihan dari
teknologi serat optik dan nirkabel. Hal ini bertujuan agar dalam cakupan area
nirkabel, dapat dipasang jaringan pengguna yang dapat menikmati performansi
yang lebih baik daripada nirkabel tetapi biaya instalasi tidak semahal pada kabel
serat optik.
Radio over Fiber antar Radio Access Point (RAP) untuk memancarkan
sinyal sebesar daerah sel mikro. Hal tersebut memungkinkan dapat tercakupnya
seluruh area coverage yang semestinya dapat dijangkau oleh nirkabel. Dengan
adanya jaringan RoF maka kualitas sinyal dapat dipertahankan dan diharapkan
performasi yang dinikmati oleh pelanggan akan lebih bagus.
Sistem transmisi RoF dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu (H.C
Lee, 2010):
a. RF-over-Fiber
Pada RF-over-Fiber data dibawa dengan sinyal pembawa RF (Radio
Frekuency) dengan frekuensi tinggi (biasanya diatas 10 GHz) sebelum
ditransmisikan melalui saluran optik. Sehingga sinyal wireless yang
ditransmisikan melalui saluran optik tersebut dapat didistribusikan
langsung ke Base Station (BS) dengan frekuensi tinggi.
II-13
Gambar 2.9. Sistem RoF Downlink dengan Sinyal Transmisi RF-over-Fiber
Sinyal optik tersebut harus diubah ke sinyal listrik di BS sebelum
diperkuat dan dipancarkan oleh antena. Pada BS tidak perlu lagi dipasang
up/down converter, sehingga implementasinya menjadi lebih sederhana
dan hemat biaya.
b. IF-over Fiber
Pada IF-over Fiber, sinyal IF (Intermediate Frequency) dengan frekuensi
yang lebih rendah (kurang dari 10 GHz) digunakan untuk modulasi
cahaya sebelum ditransmisikan melalui saluran optik. (Anonymous, 2010)
Gambar 2.10. Sistem RoF Downlink dengan Sinyal Transmisi IF-over-Fiber
c. Baseband-over-Fiber
Baseband-over-Fiber merupakan suatu metode penggunaan media
komunikasi dimana frekuensi yang dilewatkan pada carrier hanya satu
buah untuk mentransmisikan data. Oleh karena itu, dalam satu media
tersebut hanya terdapat satu sinyal yang memiliki arti.
II-14
Gambar 2.11. Sistem RoF Downlink dengan Sinyal Transmisi Baseband-over-
Fiber
2.2.3 Kelebihan RoF
Jaringan Radio over Fiber memiliki beberapa keunggulan
diantaranya adalah (Wikipedia, 2011):
1. Memiliki bandwidth yang lebar.
2. Menghasilkan frekuensi subcarrier microwave sampai 100 GHz.
3. Menghindari penggunaan alat pengkonversi yang mahal.
4. Mengurangi kontaminasi noise dan meningkatkan kualitas pelayanan.
5. Meningkatkan komunikasi nirkabel dan kapasitas data.
2.3 Milimeter Wave (mm-wave)
Milimeter Wave adalah nama umum untuk gelombang elektromagnetik
dengan frekuensi antara 30 GHz sampai 300 GHz. Sebuah sistem untuk
pengiriman sinyal microwave frekuensi tinggi menggunakan serat optik antara
base station (BS) dan pengguna akhir dikenal sebagai sistem ROF mm-wave
(Norizan, 2009).
Milimeter Wave menawarkan beberapa manfaat dan kelebihan. Namun,
mm-gelombang tidak dapat didistribusikan secara elektrik karena memiliki
kerugian propagasi RF yang tinggi. Solusi yang paling menjanjikan untuk
masalah ini adalah dengan menggunakan kabel optik. Penggunaan kabel optik
memiliki keunggulan atenuasi rendah dan bandwidth yang besar sehingga biaya
distribusi menjadi efektif. Selain itu, beberapa teknik optik dasar memiliki
II-15
kemampuan untuk menghasilkan frekuensi tanpa batas. Sebagai contoh yaitu
microwave frekuensi yang dapat dihasilkan oleh Remote Heterodyning and
Detection (RHD) metode ini hanya dibatasi oleh bandwidth photodetektor.
2.3.1 Keuntungan dan kerugian mm-wave
Keuntungan dari mm-wave adalah memiliki bandwidth tinggi karena
pembawa frekuensi tinggi. Pada propagasi RF kerugian yang tinggi adalah pada
saat ruang bebas sehingga jarak propagasi dari mm-wave sangat terbatas. Hal ini
memungkinkan untuk didefinisikan dengan baik dalam ukuran radio kecil (mikro
dan piko-sel), dimana frekuensi yang telah cukup dapat digunakan kembali
sehingga layanan dapat disampaikan secara bersamaan untuk beberapa pelanggan.
Sisi negatif dari mm-wave adalah dibutuhkannya jumlah BS yang banyak,
yang merupakan konsekuensi dari kerugian propagasi RF yang tinggi. Kecuali BS
yang cukup sederhana, instalasi dan pemeliharaan sistem mm-wave dapat secara
ekonomis meskipun BS yang diperlukan banyak.
2.3.2 Teknik Pembangkitan milimeter-wave dalam sistem RoF
Ada tiga teknologi optik untuk menghasilkan sinyal mm-wave, seperti
Direct Intensity Modulation, External Intensity Modulation dan Optical Self
Heterodyning (Haoshuo dkk, 2008).
a. Direct Intensity Modulation
Direct Intensity Modulation diwujudkan dengan menerapkan gelombang
milimeter langsung ke laser dan mengubah intensitas cahaya yang diluncurkan,
sinyal mm-wave dapat dipulihkan di BS dengan deteksi langsung (direct
detection). Hartmann dkk. (2003) melaporkan hasil percobaan menggunakan
modulasi langsung DFB laser untuk mengirimkan data kecepatan tinggi sinyal
video Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) dengan jarak lebih
dari 1 serat optik multimode. Gambar percobaan di bawah ini menunjukkan sinyal
video ditransmisikan dari sebuah laptop mobile ke PC desktop
II-16
Gambar 2.12. Percobaan untuk Direct Intensity Modulation.
Kelemahan utama dari direct intensity modulation adalah bahwa bandwidth
modulasi sinyal dibatasi oleh bandwidth modulasi laser.
b. External Intensity Modulation
Cara lain untuk mewujudkan Intensity Modulation adalah cahaya
diluncurkan dari laser yang beroperasi di continuous wave (CW) dimodulasi
eksternal dengan menggunakan Mach-Zehnder modulator (MZM) atau electro-
absorption modulator (EAM). Teknik ini biasa disebut dengan External Intensity
Modulation. Gambar 2.13 menunjukkan skema pembangkit mm-wave dengan
menggunakan MZM.
Gambar 2.13. Penggunaan MZM sebagai eksternal modulator
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa sumber laser tunggal diperlukan bersama
dengan MZM. Pembawa optik pada panjang gelombang pusat akan ditekan oleh
tegangan setengah-gelombang dari MZM,. Ketukan atas dan bawah sisi-mode 1
akan menghasilkan mm-wave sinyal, yang frekuensi dua kali dari sinyal
gelombang milimeter yang diaplikasikan untuk MZM. EAM juga merupakan
II-17
calon komponen untuk modulasi eksternal (Kuri dkk, 1999). Gelombang
milimeter yang dihasilkan oleh skema modulasi intensitas memiliki keuntungan
seperti tidak ada perluasan line-width yang diakibatkan oleh dispersi pada serat
optik.
c. Optical Self Heterodyning
Metode yang ketiga untuk membangkitkan mm-wave yaitu dengan teknik
Optical Self Heterodyning. Generasi sinyal mm-wave dengan teknik optical self
heterodyning dengan dua model sumber cahaya memiliki efek yang baik untuk
mengatasi dispersi kromatik serat optik (Gliese dkk., 1996).
Gambar 2.14 Konfigurasi Injection-lock dengan Dua Model LD untuk Optical
Self Heterodyning
Optical self heterodyning didasarkan pada transmisi dua fase berkorelasi sinyal
optik, pada frekuensi fl dan f2. Perbedaan dari kedua frekuensi ini adalah
frekuensi yang diinginkan pada sinyal mm-wave. Kelemahan utama dari Optical
self heterodyning adalah pengaruh kuat dari noise laser dan variasi frekuensi optik
pada kemurnian dan stabilitas sinyal mm-wave yang dihasilkan. Optical Phase-
Locked Loop (OPLL) telah digunakan untuk mengurangi kebisingan fase (Gliese
dkk, 1992). Oleh karena itu Optical self heterodyning adalah solusi mahal untuk
generasi fotonik mm-wave karena membutuhkan sistem laser khusus.
II-18
2.4 Parameter Performansi
2.4.1 Bit Error Rate (BER)
Parameter yang paling umum untuk jaringan digital adalah Bit Error Rate,
yang biasa disingkat sebagai BER. Ini didefinisikan sebagai jumlah kesalahan bit
NE yang terjadi selama suatu interval waktu tertentu, dibagi dengan jumlah bit NT
dikirim selama selang waktu tersebut atau dalam bentuk persamaan yaitu:
BER=N E
NT
Tingkat kesalahan diungkapkan oleh nomor, misalnya 10-9 yang
menyatakan bahwa pada saat rata-rata terjadi satu error untuk setiap miliar pulsa
dikirim. BER untuk sistem telekomunikasi serat optik biasanya berkisar dari 10-9
sampai 10-15.
2.4.2 Power Link Budget
Daya optik yang diterima bergantung pada daya optik yang dikirim dan
total redaman (loss). Ini didefenisikan melalui persamaan (Rika, 2011):
(2.12)
di mana PR adalah daya optik diterima dan PT adalah dahya optik yang dikirim.
Redaman atau loss yang dapat terjadi pada saat cahaya melalui serat optik,
konektor dan splices.
(2.13)
Dari sekian banyak loss yang terjadi pada komunikasi serat optik, ada beberapa
jenis loss dapat diabaikan. Jenis loss yang sangat dominan mempengaruhi
performasi adalah Rayleigh scattering. Dimana persamaan untuk Rayleigh
scattering adalah sebagai berikut:
(2.14)
Sebagai tambahan pada loss, biasanya ditambahkan margin untuk mengatasi
masalah-masalah yang timbul pada jaringan, seperti umur komponen, fluktuasi
suhu dan redaman- redaman muncul dari komponen.
II-19
2.4.3 Signal-to-Noise Ratio (SNR)
Poin penting tentang BER yaitu ditentukan oleh Signal-to-Noise Ratio
atau SNR. Oleh karena itu SNR yang diukur adalah ketika jaringan WDM diinstal
dan beroperasi. SNR ini tidak tidak tergantung pada faktor-faktor seperti format
data, bentuk pulsa, atau bandwidth filter optik, tetapi hanya pada daya sinyal Psignal
rata-rata dan daya noise Pnoise rata-rata atau dapat dirumuskan dengan persamaan
(Anonymous, 2004):
SNR(dB)=10 logPSIGNAL
PNOISE
Untuk mencari konversi dari frekuensi ke panjang gelombang, maka dapat
menggunakan persamaan dibawah ini :
∆ f =−C
λ2∆ λ
dimana :
∆ƒ = spasi frekuensi (GHz)
∆λ = spasi lamda (nm)ƒ
λ = panjang gelombang daerah operasi (nm)
c = 3x108 m/s
Daya Noise terdiri dari 3 jenis yaitu Shot Noise, Thermal Noise dan Noise
Amplifier. Persamaan pada APD untuk ketiga noise tersebut adalah sebagai
berikut :
- Persamaan untuk Shot Noise:
iS2=2 eB ( I p+ I d ) M 2+ x
- Persamaan untuk Thermal Noise:
iT2 =4 KTB
RL
II-20
- Persamaan untuk Noise Amplifier yang dikombinasikan dengan Thermal
Noise menggunakan Noise Figure.
iT2 +iamp
2 =4 KTB Fn
RL
Jadi total SNR untuk APD dapat dihitung dengan persamaan:
SN
=M 2 I d
2
2 eB (I¿¿ p+ I d) . M 2+x+4 KTB Fn
RL
¿
Dapat juga ditulis dengan:
SN
=I d
2
2 eB (I¿¿ p+ I d) . M x+4 KTB Fn
RL
M−2 ¿
II-21