BAB II rohmat -...

25
13 BAB II TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG HAK MILIK (AL-MILKIYAH) A. Pengertian Hak Milik Dalam Hukum Islam Islam menghargai dan mengakui hak milik pribadi. Karenanya Islam telah mengadakan sanksi hukum yang cukup berat terhadap siapa saja yang berani melanggar hak milik pribadi itu. Misalnya, pencurian, perampokan, penyerobotan, penggelapan dan sebagainya. 1 Hukum Islam dalam mengatur pergaulan hidup manusia memberikan ketentuan-ketentuan tentang hak dan kewajiban agar ketertiban hidup masyarakat benar-benar dapat tercapai. Hak dan kewajiban adalah dua sisi dari sesuatu hal. Misalnya, dalam perikatan jual beli, pihak pembeli berhak menerima barang yang dibelinya, tetapi dalam waktu sama berkewajiban juga menyerahkan uangnya. 2 Menurut Ahmad Azhar Basyir, hak adalah kepentingan yang ada pada perorangan atau masyarakat, atau pada keduanya, yang diakui oleh syarak. Berhadapan dengan hak seseorang terdapat kewajiban orang lain untuk menghormatinya. Hukum Islam mengenal berbagai macam hak yang pada pokoknya dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu hak Allah, hak manusia dan hak gabungan antara keduanya. 3 Menurut TM.Hasbi Ash Shiddieqy, hak 1 Masjfuk Zuhdi, Studi Islam, jilid 3 Muamalah, Jakarta: CV.Rajawali, 1988, hlm. 85-86. 2 Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), Yogyakarta: UII Press, 2004, hlm. 19. 3 Ibid, hlm. 19-20.

Transcript of BAB II rohmat -...

Page 1: BAB II rohmat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 7Abdul Madjid, Pokok-Pokok Fiqih Muamalah Dan Hukum Kebendaan Dalam Islam,

13

BAB II

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG HAK MILIK

(AL-MILKIYAH)

A. Pengertian Hak Milik Dalam Hukum Islam

Islam menghargai dan mengakui hak milik pribadi. Karenanya Islam

telah mengadakan sanksi hukum yang cukup berat terhadap siapa saja yang

berani melanggar hak milik pribadi itu. Misalnya, pencurian, perampokan,

penyerobotan, penggelapan dan sebagainya.1

Hukum Islam dalam mengatur pergaulan hidup manusia memberikan

ketentuan-ketentuan tentang hak dan kewajiban agar ketertiban hidup

masyarakat benar-benar dapat tercapai. Hak dan kewajiban adalah dua sisi dari

sesuatu hal. Misalnya, dalam perikatan jual beli, pihak pembeli berhak

menerima barang yang dibelinya, tetapi dalam waktu sama berkewajiban juga

menyerahkan uangnya.2

Menurut Ahmad Azhar Basyir, hak adalah kepentingan yang ada pada

perorangan atau masyarakat, atau pada keduanya, yang diakui oleh syarak.

Berhadapan dengan hak seseorang terdapat kewajiban orang lain untuk

menghormatinya. Hukum Islam mengenal berbagai macam hak yang pada

pokoknya dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu hak Allah, hak manusia dan

hak gabungan antara keduanya.3 Menurut TM.Hasbi Ash Shiddieqy, hak

1Masjfuk Zuhdi, Studi Islam, jilid 3 Muamalah, Jakarta: CV.Rajawali, 1988, hlm. 85-86. 2Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam),

Yogyakarta: UII Press, 2004, hlm. 19. 3Ibid, hlm. 19-20.

Page 2: BAB II rohmat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 7Abdul Madjid, Pokok-Pokok Fiqih Muamalah Dan Hukum Kebendaan Dalam Islam,

14

mempunyai dua makna yang asasi. Pertama, hak adalah sekumpulan kaidah

dan nash yang mengatur dasar-dasar yang harus ditaati dalam hubungan

manusia sesama manusia, baik mengenai orang, maupun mengenai harta.

Kedua, hak adalah kekuasaan menguasai sesuatu atau sesuatu yang wajib atas

seseorang bagi selainnya.4 Sedangkan milik adalah penguasaan terhadap

sesuatu, yang penguasaannya dapat melakukan sendiri tindakan-tindakan

terhadap sesuatu yang dikuasainya itu dan dapat menikmati manfaatnya

apabila tidak ada halangan syarak.5

Milik (Arab, al-milk} secara bahasa berarti pemilikan atas sesuatu (al-

mal, atau harta benda) dan kewenangan bertindak secara bebas terhadapnya".6

Milik dalam buku; Pokok-pokok Fiqh Muamalah dan Hukum

Kebendaan dalam Islam,7 didefinisikan sebagai kekhususan terdapat pemilik

suatu barang menurut syara untuk bertindak secara bebas bertujuan

mengambil manfaatnya selama tidak ada penghalang syar'i".

Dengan demikian milik merupakan penguasaan seseorang terhadap

suatu harta sehingga seseorang mempunyai kekuasaan khusus terhadap harta

tersebut.

Berdasarkan definisi milik tersebut, kiranya dapat dibedakan antara

hak dan milik, untuk lebih jelas dicontohkan sebagai berikut; seorang

pengampu berhak menggunakan harta orang yang berada di bawah

4Teungku Muhammad Hasbi ash Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, Semarang:

Pustaka Rizki Putra, 1977, hlm. 120. 5Ibid, hlm. 45. 6Musthafa Ahmad al-Zarqa', al-Madkhal al-Fiqh al-'Amm, Beirut: Dar-al Fikr, 1968,

Jlid I, hlm, 240. ' 7Abdul Madjid, Pokok-Pokok Fiqih Muamalah Dan Hukum Kebendaan Dalam Islam,

Bandung: IAIN Sunan Gunung Djati, 1986, hlm. 36.

Page 3: BAB II rohmat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 7Abdul Madjid, Pokok-Pokok Fiqih Muamalah Dan Hukum Kebendaan Dalam Islam,

15

ampuannya, pengampu punya hak untuk membelanjakan harta itu dan

pemiliknya adalah orang yang berada di bawah ampuannya. Dengan kata lain

dapat dikatakan "tidak semua yang memiliki berhak menggunakan dan tidak

semua yang punya hak penggunaan dapat memiliki".

Hak yang dijelaskan di muka, adakalanya merupakan sulthah,

adakalanya merupakan taklif.

a. Sulthah terbagi dua, yaitu sultbah 'ala al-nafsi dan sulthah 'ala syai'in

mu'ayanin.

- Sulthah 'ala al-Nafsi ialah hak seseorang terhadap jiwa, seperti hak

hadlanah (pemeliharaan anak).

- Sulthah 'ala syai'in mu'ayanin ialah hak manusia untuk memiliki

sesuatu, seperti seseorang berhak memiliki sebuah mobil.

b. Taklif adalah orang yang bertanggung jawab, taklif adakalanya

tanggungan pribadi ('ahdah syakhshiyah) seperti seorang buruh

menjalankan tugasnya, adakalanya tanggungan harta ('ahdah maliyah)

seperti membayar hutang.

Para fuqaha berpendapat bahwa hak adalah sebagai imbangan dari

benda (a'yan), sedang ulama Hanafiyah berpendapat bahwa hak adalah bukan

harta (ina al-haqqa laisa bi al-mal).8

Dalam pengertian umum, hak dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu

mal dan ghair mal. Hak mal ialah sesuatu yang berpautan dengan harta,

seperti pemilikan benda-benda atau hutang-hutang. Sedangkan Hak ghair mal

8 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 34

Page 4: BAB II rohmat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 7Abdul Madjid, Pokok-Pokok Fiqih Muamalah Dan Hukum Kebendaan Dalam Islam,

16

terbagi kepada dua bagian, yaitu hak syakhshi, dan Hak aini. Hak syakhshi

ialah suatu tuntutan yang ditetapkan syara' dari seseorang terhadap orang lain.

Hak ‘aini ialah hak orang dewasa dengan bendanya tanpa dibutuhkan orang

kedua. Hak ‘aini ada dua macam; ashli dan thab'i. Hak 'aini ashli ialah adanya

wujud benda tertentu dan adanya shahib al-haq seperti hak milkiyah dan hak

irtifaq. Hak 'aini thab'i ialah jaminan yang ditetapkan untuk seseorang yang

menghutangkan uangnya atas yang berhutang. Apabila yang berhutang tidak

sanggup membayar, maka pemegang barang jaminan berhak menahan barang

itu.

Adapun macam-macam hak 'aini ialah:

a. Haq al-Milkiyah ialah hak yang memberikan kepada pemiliknya, hak

wilayah. Boleh dia memiliki, menggunakan, mengambil manfaat,

menghabiskannya, merusakkannya dan membinasakannya, dengan syarat

tidak menimbulkan kesulitan bagi orang lain.

b. Haq al-Intifa' ialah hak yang hanya boleh dipergunakan dan diusahakan

hasilnya. Haq al-lsti'mal (menggunakan) terpisah dari haq al-lstighal

(mencari hasil), seperti rumah yang diwakafkan untuk didiami, maka si

mauquf 'alaih hanya boleh mendiami, ia tidak boleh mencari keuntungan

dari rumah itu.

c. Haq al-lrtifaq ialah hak memiliki manfaat yang ditetapkan untuk suatu

kebun atas kebun yang lain, yang dimiliki bukan oleh pemilik kebun

pertama. Seperti saudara Ibrahim memiliki sawah, air dari solokan

dialirkan ke sawahnya, sawah Tuan Ahmad berada di sebelah sawah

Page 5: BAB II rohmat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 7Abdul Madjid, Pokok-Pokok Fiqih Muamalah Dan Hukum Kebendaan Dalam Islam,

17

saudara Ibrahim. Sawah Tuan Ahmad membutuhkan air, maka air dari

sawah saudara Ibrahim dialirkan ke sawah Tuan Ahmad, air tersebut

bukan milik saudara Ibrahim.9

d. Haq al-lstihan ialah hak yang diperoleh dari harta yang digadaikan. Rahn

menimbulkan hak 'aini bagi murtahin, hak itu berkaitan dengan harga

barang yang digadaikan, tidak berkaitan dengan zakat benda, karena rahn

hanyalah jaminan belaka.

e. Haq al-lhtibas ialah hak menahan sesuatu benda. Hak menahan barang

(benda) seperti hak multaqith (yang menemukan barang) menahan benda

luqathah.

f. Haq Qarar (menetap) atas tanah wakaf, yang termasuk hak menetap atas

tanah wakaf ialah:

- Haq al-Hakr iaiah hak menetap di atas tanah wakaf yang disewa,

untuk yang lama dengan seizin hakim.

- Haq al-Ijaratain ialah hak yang diperoleh karena ada akad Ijarah

dalam waktu yang lama, dengan seizin hakim, atas tanah wakaf yang

tidak sanggup dikembalikan ke dalam keadaan semula, misalnya

karena kebakaran, dengan harga yang menyamai harga tanah,

sedangkan sewanya dibayar setiap tahun.

- Haq al-Qadar ialah hak menambah bangunan yang dilakukan

olehpenyewa.

9 Ibid, hlm. 35.

Page 6: BAB II rohmat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 7Abdul Madjid, Pokok-Pokok Fiqih Muamalah Dan Hukum Kebendaan Dalam Islam,

18

- Haq al-Marshad ialah hak mengawasi atau mengontrol.10

g. Haq al-Murur ialah hak manusia untuk menempatkan bangunannya di atas

bangunan orang lain.

h. Haq Ta’ali ialah hak manusia untuk menempatkan bangunannya di atas

bangunan oranglain.

i. Haq al-Jiwar ialah hak-hak yang timbul disebabkan oleh berdempetnya

batas-batas tempat tinggal, yaitu hak-hak untuk mencegah pemilik uqar

dari menimbulkan kesulitan terhadap tetangganya.

j. Haq Syafah atau haq syurb ialah: "Kebutuhan manusia terhadap air untuk

diminum sendiri dan untuk diminum binatangnya serta untuk kebutuhan

rumah tangganya".

Ditinjau dari hak syirb, maka air dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

1. Air umum yang tidak dimiliki oleh seseorang, seperti air sungai, rawa-

rawa, telaga dan yang lainnya. Air milik bersama (umum) boleh

digunakan oleh siapa saja, dengan syarat tidak memadharatkan orang lain.

2. Air di tempat-tempat yang ada pemiliknya, seperti sumur yang dibuat oleh

seseorang untuk mengairi tanaman di kebunnya, selain pemilik tanah

tersebut tidak berhak untuk menguasai tempat air yang dibuat oleh

pemiliknya. Orang lain boleh mengambil manfaat dari sumur tersebut atas

seizin pemilik kebun.

3. Air yang terpelihara, yaitu air yang dikuasai oleh pemiliknya, dipelihara

dan disimpan di suatu tempat yang telah disediakan, seperti air di kolam,

10 Ibid, hlm. 36.

Page 7: BAB II rohmat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 7Abdul Madjid, Pokok-Pokok Fiqih Muamalah Dan Hukum Kebendaan Dalam Islam,

19

kendi dan bejana-bejana tertentu.11

Sebagaimana telah diutarakan di atas, hak dibedakan menjadi dua,

yakni hak syahsiy dan hak 'ainiy. Kaitan dengan pembedaan hak tersebut,

maka milkiyah merupakan bagian terpenting dari hak 'ainiy. Terdapat

beberapa definisi tentang hak milik atau milkiyah yang disampaikan oleh para

fuqaha', antara lain:

Pertama, definisi yang disampaikan oleh Muhammad Musthafa al-

Syalabi,12 hak milik adalah keistimewaan (ihtishash) atas suatu benda yang

menghalangi pihak lain bertindak atasnya dan memungkinkan pemiliknya ber-

tasharruf secara langsung atasnya selama tidak ada halangan syara'".

Kedua, ta'rif yang disampaikan oleh Musthafa Ahmad al-Zarqa'13 milik

adalah keistimewaan (ihtishash) yang bersifat menghalangi (orang lain) yang

syara' memberikan kewenangan kepada pemiliknya ber-tasharruf kecuali

terdapat halangan.

Ketiga, ta'rif yang disampaikan oleh Wahbah al-Zuhaily14 milik adalah

keistimewaan (istishash) terhadap sesuatu yang menghalangi orang lain

darinya dan pemiliknya bebas melakukan tasharruf secara langsung kecuali

ada halangan syar'iy",

Seluruh definisi yang disampaikan di muka menggunakan term

ihtishash sebagai kata kunci milkiyah. Jadi hak milik adalah sebuah ihtishash

(keistimewaan). Dalam definisi tersebut terdapat dua ihtishash atau

11 Ibid, hlm. 37 12Musthata Ahmad al-Syalabi, al-Madkhal fi Ta'rif bil-fiqh Islami Waqawa'idud al-

Milkiyah wal-'Uqud fihi, Mesir: Dar al-Ta'rif, 1960, Jilid II, hlm. 16. 13 Musthafa Ahmad al-Zarqa', op.cit., hlm. 241. 14 Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-lslamy wa Adillatuh, juz. 4, hlm. 57.

Page 8: BAB II rohmat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 7Abdul Madjid, Pokok-Pokok Fiqih Muamalah Dan Hukum Kebendaan Dalam Islam,

20

keistimewaan yang diberikan oleh syara' kepada pemilik harta: Pertama,

keistimewaan dalam menghalangi orang lain untuk memanfaatkannya tanpa

kehendak atau tanpa izin pemiliknya. Kedua, keistimewaan dalam bertasarruf.

Tasarruf adalah sesuatu yang dilakukan oleh seseorang berdasarkan iradah

(kehendak)-Nya dan syara' menetapkan atasnya beberapa konsekuensi yang

berkaitan dengan hak.15

Jadi pada prinsipnya atas dasar milkiyah (pemilikan) seseorang

mempunyai keistimewaan berupa kebebasan dalam bertasharruf (berbuat

sesuatu atau tidak berbuat sesuatu) kecuali ada halangan tertentu yang diakui

oleh syara. Halangan syara' (al-mani') yang membatasi kebebasan pemilik

dalam bertasharruf ada dua macam:16 Pertama, halangan yang disebabkan

karena pemilik dipandang tidak cakap secara hukum, seperti anak kecil, atau

karena safih (cacat mental), atau karena alasan taflis (pailit).

Kedua, halangan yang dimaksudkan untuk melindungi hak orang lain,

seperti yang berlaku pada harta bersama, dan halangan yang dimaksudkan

untuk melindungi kepentingan orang lain atau kepentingan masyarakat umum,

sebagaimana yang telah disampaikan pada ta'assuf fi isti'malil al-haq pada bab

terdahulu.

Dari ta'rif dan uraian yang telah disampaikan di muka dapatlah digaris

bawahi bahwa al-milk (hak milik) adalah konsep hubungan manusia terhadap

harta ('alaqatul insan bil-mal) beserta hukum, manfaat dan akibat yang terkait

15 Musthafa al-Zarqa', op. cit, hlm. 288. 16 Ibid

Page 9: BAB II rohmat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 7Abdul Madjid, Pokok-Pokok Fiqih Muamalah Dan Hukum Kebendaan Dalam Islam,

21

dengannya. Dengan demikian milkiyah (pemilikan) tidak hanya terbatas pada

sesuatu yang bersifat kebendaan (materi) saja.17

B. Sebab-sebab Kepemilikan (Al-Milkiyah)

Menurut Ahmad Azhar Basyir, cara yang sah memperoleh milik

sempurna ada empat macam, yaitu (1) menguasai benda mubah; (2)

menghidupkan tanah mati; (3) berburu; (4) akad (perikatan) pemindahan

milik.18

Dalam perspektif yang lain, milkiyah (hak milik) dapat diperoleh

melalui satu di.antara beberapa sebab berikut ini:

Pertama: Ihraz al-mubahat ("penguasaan harta bebas"):

Yakni cara pemilikan melalui penguasaan terhadap harta yang belum

dikuasai atau dimiliki pihak lain. Al-mubahat (harta bebas, atau harta tak

bertuan) adalah harta benda yang tidak termasuk dalam milik yang dilindungi

(dikuasai oleh orang lain) dan tidak ada larangan hukum (mani’ al-syar'iy)

untuk memilikinya.19

Misalnya, ikan di laut, rumput di jalan, hewan dan pohon kayu di

hutan, dan lain-lain. Pada prinsipnya harta benda sejenis ini termasuk al-

mubahat. Setiap orang berhak menguasai harta benda ini untuk tujuan dimiliki

17 Baik fuqaha Hanafiyah maupun fuqaha' Jumhur sependapat terhadap prinsip ini, yakni

bahwasanya milkiyah tidak terbatas pada materi saja. Hanya saja menurut fuqaha Hanafiyah, manfaat (tidak bersifat materi) tidak merupakan komponen harta, melainkan sebagai milkiyah. Sedang menurut fuqaha' jumhur manfaat merupakan bagian dari al-mal. Sekalipun secara konseptual al-mal dan milkiyah merupakan dua hal yang berbeda, namun pada kenyataannya keduanya tidak dapat dipisahkan, bagaikan dua sisi mata uang.

18 Ahmad Azhar Basyir, op. cit, hlm. 58-62. 19 Muthafa al-Zarqa'. op.cit., hlm. 244

Page 10: BAB II rohmat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 7Abdul Madjid, Pokok-Pokok Fiqih Muamalah Dan Hukum Kebendaan Dalam Islam,

22

sebatas kemampuan masing-masing. Perbuatan menguasai harta bebas ini

untuk tujuan pemilikan, inilah yang dinamakan al-ihraz.

Dengan demikian upaya pemilikan suatu harta melalui ihraz al-

mubahat harus memenuhi dua syarat:20

(1). Tidak ada pihak lain yang mendahului melakukan ihraz al-

mubahat. Dalam hal ini berlakukah kaidah barangsiapa lebih dahulu

menguasai 'harta bebas' maka sungguh ia telah memilikinya".21 Jika seseorang

mengambil ikan dari laut "dan mengumpulkannya di tempat penyimpanan,

misalnya di atas perahu, lalu ia meninggalkannya maka ikan tersebut tidak lagi

dalam status al-mubahat dan orang lain terhalang untuk memilikinya melalui

cara yang sama.

(2) Penguasaan harta tersebut dilakukan untuk tujuan dimiliki.

Menangkap ikan dari laut lalu dilepaskan di sungai, menunjukkan tidak

adanya tujuan untuk memiliki. Dengan demikian status ikan tersebut tetap

sebagai al-mubahat.

Jadi kalimat kunci dari ihraz al-mubahat adalah "penguasaan atas al-

mubahat (harta bebas) untuk tujuan dimiliki. Penguasaan tersebut dapat

dilakukan melalui cara-cara yang lazim, misalnya dehgan menempatkannya

pada tempat yang dikuasainya atau dengan memberi batas, atau dengan

memberi tanda pemilikan. Seekor burung yang bersarang di atas pohon tetap

sebagai harta al-mubahat, sampai seseorang dapat menguasainya dengan

20 Wahbah al-Zuhaily, juz. 4, hlm. 70; Musthafa al-Zarqa', juz.l, hlm. 244. . 21Wahbah al-Zuhaily menyebut al-mubahat dengan al-istila 'alal mubah dengan

pengertian "harta yang belum dimiliki oleh seseorang dan tidak ada halangan syara' untuk memilikinya. Wahbah al-Zuhaily, juz, 4. hlm. 69-70.

Page 11: BAB II rohmat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 7Abdul Madjid, Pokok-Pokok Fiqih Muamalah Dan Hukum Kebendaan Dalam Islam,

23

menangkap dan memasukkannya ke dalam sebuah sangkar. Demikian juga

segerombol walet yang bersarang pada sebuah gedung. Pemilik pohon dan

pemilik gedung tidak dapat mengklaim burung tersebut sebagai miliknya.

Ketika burung tersebut terbang ia benar-benar tidak menguasainya. Berbeda

dengan getah walet yang menempel di rumah atau disebuah gedung yang

sengaja dibuat untuk keperluan ini.

Wahbah al-Zuhaily mencatat empat cara penguasaan harta bebas: (1)

ihya' al-mawat atau membuka ladang (kebun) baru, (2) berburu hewan, (3)

dengan mengumpulkan kayu dan rerumputan di rimba belukar, dan (4) melalui

penggalian tambang yang tersimpan diperut bumi.22

Dalam masyarakat bernegara, konsep ihraz al-mubahat menjadi

terbatas. Yakni terbatas pada harta benda yang ditetapkan oleh hukum dan

peraturan yang berlaku sebagai harta yang dapat dimiliki secara bebas. Demi

melindungi kepentingan publik (al-maslahah al-'ammah} negara atau

penguasa berhak menyatakan harta-benda atau sumber kekayaan alam tertentu

sebagai milik negara atau dikuasai oleh negara. Misalnya kekayaan tambang,

pohon kayu di hutan, binatang langka, hutan lindung, cagar alam dan lain

sebagainya.

Dengan demikian seseorang tidak lagi bebas menebang pohon kayu di

hutan; seseorang tidak boleh menguasai atau memiliki tanah atau kebun milik

22 Wahbah al-Zuhaily, al-FIqh al-Islami wa Adillatuhu, Beirut Dar al-Fikr, 1989, juz. 1,

hlm. 69-72.

Page 12: BAB II rohmat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 7Abdul Madjid, Pokok-Pokok Fiqih Muamalah Dan Hukum Kebendaan Dalam Islam,

24

negara kecuali dengan izin, seseorang tidak boleh berburu satwa langka dan

lain sebagainya.23

Term mani' al-syar'iy (larangan hukum) dalam definisi al-mubahat

yang telah disampaikan di muka mencakup juga kebijak- an yang diterbitkan

negara yang mengatur perihal pemilikan harta kekayaan. Dengan demikian

konsep al-mubahat menjadi terbatas. Harta-benda atau sumber-sumber

kekayaan alam yang ditetapkan sebagai milik negara atau harta benda yang

ditegaskan tidak dapat dimiliki atau dikuasai oleh perorangan tidak termasuk

al-mubahat. Penguasan seseorang untuk memiliki harta-benda atau sumber-

sumber kekayaan alam tersebut tergolong penjarahan hak dan kepentingan

masyarakat umum. Sekiranya sumber kekayaan alam yang menyangkut hajat

hidup masyarakat banyak bebas dimiliki secara perorangan dan tidak dikuasai

oleh negara niscaya akan terjadi kesewenangan dalam penguasaan dan

pemilikan sehingga akan menimbulkan kerusakan alam dan malapetaka di

muka bumi ini.

Termasuk pemilikan melalui ihraz al-mubahat adalah penguasaan

terhadap harta ghanimah24 (rampasan perang). Karena dalam pandangan Islam

harta pihak musuh luar termasuk harta al-mubahat.

23 Misalnya mengenai kekayaan tambang, fuqaha Malikiyah berpendapat seluruh jenis

kekayaan tambang tidak dapat dimiliki berdasarkan ihraz al- mubahat, sebagaimana pendapat mereka mengenai tanah yang sepenuhnya dikuasai oleh negara untuk ditasharrufkan untuk al-maslahah al-ammah. Sedang menurut jumhur fuqaha Hanafiyah, Syafi'iyah dan Hanabilah, pemilikan tambang mengikuti pemilikan tanahnya. Lihat Wahbah al-Zuhaily, juz 4, hlm 73

24 Ghanimah, jamaknya ghana'im, adalah harta yang diperoleh dari musuh Islam melalui

pertempuran dan peperangan. Sedang harta yang ditinggalkan musuh tidak karena peperangan atau pertempuran dinamakan harta fai'.

Page 13: BAB II rohmat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 7Abdul Madjid, Pokok-Pokok Fiqih Muamalah Dan Hukum Kebendaan Dalam Islam,

25

Luqathah pada prinsipnya tidak termasuk harta mubahat. Luqathah (lit,

sesuatu yang diperoleh setelah diusahakan) atau suatu harta yang ditemukan di

jalan yang mengandung indikasi bahwa harta tersebut sebelumnya telah

dikuasai dan dimiliki orang lain. Jadi pada prinsipnya luqathah tidak termasuk

harta mubahat, kecuali jika harta tersebut belum pernah dikuasai atau dimiliki

oleh pihak lain, seperti menemukan seekor binatang liar di jalan. Jika

diketahui pemiliknya, harta benda tersebut harus segera diserahkan kepada

pemiliknya, karena barang temuan tersebut bersifat amanat.

Jika tidak diketahui pemiliknya, maka laqith (orang yang

menemukan), berdasarkan hadis Nabi, wajib mengumumkan di tempat-tempat

orang banyak berkumpul, kurang lebih selama satu tahun. Mengenai hal ini

Nabi Muhammad bersabda: "Tidak halal memakan barang temuan. Barang

siapa yang menemukan barang di Jalan, hendaklah mengumumkannya satu

tahun (HR. Daru Quthni).25

Dalam Riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim, bahwasanya

seseorang pernah bertanya kepada Nabi tentang barang temuan, Rasulullah

SAW. menjawab: "Umumkan selama satu tahun".26

Dalam zaman sekarang ini, seruan Nabi tersebut dapat dilakukan

melalui media cetak atau elektronik dalam batas waktu secukupnya. Jika

masih belum diketahui pemiliknya, maka orang yang menemukan tersebut

25 Muhammad ibn Isma'il al-Shan'ani, Subulus Salam, juz.3, Maktabah al-Dahlan, tt,

hlm. 93.

26 Ibid.

Page 14: BAB II rohmat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 7Abdul Madjid, Pokok-Pokok Fiqih Muamalah Dan Hukum Kebendaan Dalam Islam,

26

diperbolehkan mengambil manfaat sebagai imbalan atas perawatan harta

benda tersebut.

Kedua: al-Tawallud (anak pinak atau berkembang biak) Lengkapnya

adalah al-tawallud minal mamluk. Sesuatu yang dihasilkan dari sesuatu yang

lainnya dinamakan tawallud. Dalam hal ini berlaku kaidah "setiap peranakan

atau segala suatu yang tumbuh (muncul) dari harta milik adalah milik

pemiliknya".27

Prinsip tawallud ini hanya berlaku pada harta benda yang bersifat

produktif (dapat menghasilkan sesuatu yang lain atau baru) seperti binatang

yang dapat bertelur, beranak, menghasilkan air susu, dan kebun yang

menghasilkan buah dan bunga-bunga. Benda mati yang tidak bersifat

produktif, seperti rumah, perabotan rumah dan uang, tidak berlaku prinsip

tawallud. Keuntungan (laba, sewa, bunga) yang dipungut dari benda-benda

mati tersebut sesungguhnya tidak berdasarkan tawallud,, karena betapapun

rumah atau uang sama sekali tidak bisa berbunga, berbuah, bertelur, apalagi

beranak. Keuntungan tersebut haruslah dipahami sebagai hasil dari usaha-

kerja (tijarah).

Dalam hal ini tijarah seharusnya tidak dipahami dalam pengertian

sempit, terbatas pada usaha kerja yang dilakukan dengan mengerahkan SDM,

baik melalui kerja otot maupun kerja pikir. Tijarah sesungguhnya juga

mencakup usaha-kerja memanfaatkan asset barang (modal) untuk memberikan

pelayanan kepada pihak lain. Tijarah seperti ini lazimnya dinamakan usaha-

27 Musthafa al-Zarqa', op. cit, 252. Wahbah al-Zuhaily dalam kitabnya menuliskan sebuah kaidah mengenai hal ini, yaitu, inna malikal asli huwa malikul fara , artinya sesungguhnya pemilik pokok (induk) adalah pemilik cabangnya, Wahbah al-Zuhaily, op. cit, juz. 4, hlm. 77. . : .

Page 15: BAB II rohmat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 7Abdul Madjid, Pokok-Pokok Fiqih Muamalah Dan Hukum Kebendaan Dalam Islam,

27

kerja di sektor jasa. Seperti menyewakan rumah atau perabotan rumah tangga.

Meminjamkan atau mengutangkan uang (modal) seharusnya dihargai sebagai

tijarah (usaha kerja) sehingga pemilik modal berhak memungut keuntungan.

Ketiga: al-Khalafiyah (penggantian).

Al-Khalafiyah adalah "penggantian seseorang atau sesuatu yang baru

menempati posisi pemilikan yang lama".28 Dengan demikian khalifiyah

dibedakan menjadi dua. Pertama, adalah penggantian atas seseorang oleh

orang lain, misalnya pewarisan. Dalam pewarisan seorang ahli waris

menggantikan posisi pemilikan orang yang wafat terhadap harta yang

ditinggalkannya (tirkah). Jika seseorang wafat sama sekali tidak mempunyai

harta, atau harta yang ditinggalkannya tidak cukup untuk melunasi hutangnya.

Dalam hal ini menurut Musthafa al-Zarqa', seorang fuqaha Hanafiyah, ahli

warisnya tidak dapat dituntut melunasi hutang tersebut dengan harta-kekayaan

sendiri.

Sebab al-irs (pewarisan) ditetapkan oleh syara' sebagai sebab

penggantian pemilikan, bukan sebagai sebab penggantian piutang.29 Kedua,

penggantian benda atas benda yang lainnya, seperti terjadi pada tadhmin

(pertanggungan) ketika seseorang merusakkan atau menghilangkan harta-

benda orang lain, atau pada ta'widh (pengganti kerugian) ketika seseorang

mengenakan atau menyebabkan penganiayaan terhadap pihak lain, Melalui

28Musthafa al-Zarqa' juz l, op. cit, hlm. 249.Wahbah al-Zuhaily, op. cit, juz. 4, hlm. 76. 29 Musthafa al-Zarqa' juz. 1 hlm. 250

Page 16: BAB II rohmat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 7Abdul Madjid, Pokok-Pokok Fiqih Muamalah Dan Hukum Kebendaan Dalam Islam,

28

tadhmin dan ta'widh ini terjadilah penggantian atau peralihan milik dari

pemilik pertama kepada pemilik baru.30

Keempat: al-'Aqd Akad (al-'Aqd) adalah pertalian antara ijab dan qabul

sesuai dengan ketentuan syara' yang menimbulkan pengaruh terhadap obyek

akad. Akad merupakan sebab pemilikan yang paling kuat dan paling luas

berlaku dalam kehidupan manusia yang membutuhkan distribusi harta

kekayaan, dibandingkan dengan tiga pemilikan terdahulu. Dari segi sebab

pemilikan dibedakan antara uqud jabariyah dan tamlik jabariy31

Uqud jabariyah (akad secara paksa) yang dilaksanakan oleh otoritas

pengadilan secara langsung atau melalui kuasa hukumnya. Seperti paksaan

menjual harta untuk melunasi hutang, kekuasaan hakim untuk memaksa

menjual harta timbunan dalam kasus ihtikar demi kepentingan umum.

Tamlik jabari (pemilikan secara paksa) dibedakan menjadi dua.

Pertama, adalah pemilikan secara paksa atas mal'uqar (harta tidak bergerak)

yang hendak dijual. Hak pemilikan paksa seperti ini dalam fikih mu'amalah

dinamakan 'syufah. Hak ini dimiliki oleh sekutu dan tetangga. Kedua,

pemilikan secara paksa untuk kepentingan umum. Ketika ada kebutuhan

memperluas bangunan masjid, misalnya, maka Syari'at Islam membolehkan

pemilikan secara paksa terhadap tanah yang berdekatan dengan masjid,

sekalipun pemiliknya tidak berkenan menjualnya. Demikian juga ketika terjadi

30 Wahbah al-Zuhaily, juz. 4. hlm..76. Musthafa al-Zarqa' juz.l. hlm. 251 31 Musthafa al-Zarqa', juz. 1, op. cit, hlm. 246

Page 17: BAB II rohmat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 7Abdul Madjid, Pokok-Pokok Fiqih Muamalah Dan Hukum Kebendaan Dalam Islam,

29

kebutuhan peduasan jalan umum dan lain sebagainya. Tentunya pemilikan

tersebut dilakukan dengan harga yang sepadan, yang berlaku.32

Dari empat sebab yang telah diuraikan di muka seseorang menjadi

pemilik suatu harta. Pemilikan ini merupakan kekhususan atau keistimewaan

(al-ihtishash) bagi seseorang untuk secara bebas mengambil tindakan hukum

terhadap miliknya. Namun begaimanapun juga ihtishash tersebut tidak bersifat

mutlak. Terutama jika dihadapkan pada benturan antara kepentingan pribadi

dan kepentingan umum.

Dalam hal ini Syari'at Islam menghormati dan melindungi kebebasan

atas pemilikan harta. Seorang pemilik harta bebas memanfaatkan dan

mengembangkan hartanya sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-

prinsip syari'at Islam, sebab dalam teologis Islam pemilik harta yang sejati

adalah Allah. Di tangan manusia harta merupakan amanat Allah, sehingga

dalam pemanfaatannya tidak boleh melanggar ketentuan syari'at Allah.

Islam menggariskan bahwa setiap individu merupakan bagian dari

masyarakat. Oleh sebab itu dalam setiap harta yang dimiliki oleh setiap

individu terdapat hak-hak orang lain yang harus dipenuhi, seperti zakat dan

shadaqah. Selain itu juga terdapat hak publik, sehingga kebebasan seseorang

dalam bertindak terhadap milik pribadinya dibatasi atau tidak boleh melanggar

hak publik yang berkaitan dengan kepentingan umum.

32 Mustafa al-Zarqa, juz I, op. cit, hlm. 247-248

Page 18: BAB II rohmat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 7Abdul Madjid, Pokok-Pokok Fiqih Muamalah Dan Hukum Kebendaan Dalam Islam,

30

C. Klasifikasi Kepemilikan (Al-Milkiyah)

Milik yang dibahas dalam fiqh Muamalah secara garis besar dapat

dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1. Milk Tam, yaitu suatu pemiiikan yang meliputi benda dan manfaatnya

sekaligus, aninya bentuk benda (zat benda) dan kegunaannya dapat

dikuasai, pemiiikan tarn bisa diperoleh dengan banyak cara, jual, beli

misalnya.

2. Milk Naqishah, yaitu bila seseorang hanya memiliki salah satu dari benda

tersebut, memiliki benda tanpa memiliki manfaatnya atau memiliki

manfaat (kegunaan)nya saja tanpa memiliki zatnya.

Milik naqish yang berupa penguasaan terhadap zat barang (benda)

disebut milik raqabah, sedangkan milik.naqish yang berupa penguasaan

terhadap kegunaannya saja disebut milik manfaat atau hak guna pakai, dengan

cara i'arah, wakaf dan washiyah.

Dilihat dari segi mahal (tempat), milik dapat dibagi menjadi tiga

bagian, yaitu:

1. Milk al-'Ain atau disebut pula milk al-raqabab, yaitu memiliki semua

benda, baik benda tetap (ghair manqul) maupun benda-benda yang dapat

dipindahkan (manqul) seperti pemilikan terhadap rumah, kebun, mobil

dan motor, pemilikan terhadap benda-benda disebut milk al-‘ain.

2. Milk al-Manfaah, yaitu seseorang yang hanya memiliki manfaatnya saja

dari suatu benda, seperti benda hasil meminjam, wakaf dan lainnya.33

33 Hendi Suhendi, op. cit, hlm. 40-41

Page 19: BAB II rohmat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 7Abdul Madjid, Pokok-Pokok Fiqih Muamalah Dan Hukum Kebendaan Dalam Islam,

31

3. Milk al-Dayn, yaitu pemilikan karena adanya hutang, seperti sejumlah

uang dipinjamkan kepada seseorang atau pengganti benda yang

dirusakkan, hutang adalah sesuatu yang wajib dibayar oleh orang

yangberhutang.

Dari segi shurah (cara berpautan milik dengan yang dimiliki), milik

dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1. Milk al-Mutamayyiz, yang dimaksud milk al-mutamayyiz adalah sesuatu

yang berpautan dengan yang lain, yang memiliki batasan- batasan, yang

dapat memisahkannya dari yang lain. Maka di sini dapat dimisalkan

memiliki sebuah mobil dan memiliki seekor kerbau sudah jelas batas-

batasnya.

2. Milk al-Syai' atau milk al-musya, yaitu milik yang berpautan dengan

sesuatu yang nisbi dari kumpulan sesuatu, walaupun betapa besar atau

betapa kedlnya kumpulan itu. Memiliki sebagian rumah, seperti daging

domba dan harta-harta yang dikongsikan lainnya, seperti seekor sapi yang

dibeli oleh empat puluh orang, untuk disembelih dan dibagikan

dagingnya.34

D. Beberapa Prinsip Dalam Kepemilikan (Al-Milkiyah)

Pemilikan dalam berbagai jenis dan corak sebagaimana yang telah

disampaikan di muka memiliki beberapa prinsip yang bersifat khusus. Prinsip

tersebut berlaku dan mengandung implikasi hukum pada sebagian jenis

34 Ibid, hlm. 41

Page 20: BAB II rohmat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 7Abdul Madjid, Pokok-Pokok Fiqih Muamalah Dan Hukum Kebendaan Dalam Islam,

32

pemilikan yang berbeda pada sebagian pemilikan lainnya. Prinsip-prinsip

tersebut adalah sebagaimana disampaikan di bawah ini.

Prinsip pertama, bahwa pada prinsipnya milk al-ain (pemilikan atas

benda) sqak awal disertai milk al-manfaat (pemilikan atas manfaat) dan bukan

sebaliknya. Maksudnya, setiap pemilikan benda pasti diikuti dengan pemilikan

atas manfaat. Dengan pada prinsip setiap pemilikan atas benda adalah milk al-

tam (pemilikan sempurna). Sebaliknya, setiap pemi-likan atas manfaat tidak

mesti diikuti dengan pemilikan atas bendanya, sebagaimana yang terjadi pada

ijarah (persewaan) atau i'arah (pinjaman).

Dengan demikian pemilikan atas suatu benda tidak dimaksudkan

sebagai pemilikan atas zatnya atau materinya, melainkan maksud dari

pemilikan yang sebenarnya adalah pemanfaatan suatu barang. Tidak ada

artinya pemilikan atas suatu harta (al-mal) jika harta tersebut tidak mempunyai

manfaat. Inilab prinsip yang dipegang teguh oleh fuqaha' Hanafiyah keiika

menderiniskah al-mal (harta) sebagai benda materi bukan manfaatnya.

Menurut tuqaha' hana- fiyah manfaat merupakan unsur utama milkiyah

(pemilikan).

Prinsip Kedua, bahwa pada prinsipnya pemilikan awal pada suatu

benda yang belum pernah dimiliki sebeluipnya senantiasa sebagai milk al-tam

(pemilikan sempurna). Yang dimaksud dengan pemilikan pertama adalah

pemilikan diperoleh berdasarkan prinsip ihraz al-mubahat dan dari prinsip

tawallud minal-mamluk. Pemilikan sempurna seperti ini akan terus berlang-

sung sainpai ada peralihan pemilikan. Pemilik awal dapat mengalihkan

Page 21: BAB II rohmat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 7Abdul Madjid, Pokok-Pokok Fiqih Muamalah Dan Hukum Kebendaan Dalam Islam,

33

pemilikan atas benda dan sekaligus manfaatnya melalui. jual-beli, hibbah, dan

cara lain yang menimbulkan peralihan milk al-tam. kepada pihak lain;

mengalihkan manfaat saja atau bendanya saja kepada orang lain melalui cara-

cara yang dibenarkan syara'. Pemilikan oleh orang lain ini merupakan

pemilikan naqish.

Berdasarkan uraian di muka dapat disimpulkan bahwa pemi- likan

sempurna adakalanya diperoleh melalui pemilikan awal (thraz al-mubahat dan

al-tawallud), sedang pemilikan naqish hanya dapat diperoleh melalui sebab

peralihan dari pemilik awal, yakni melalui akad.

Prinsip ketiga, bahwa pada prinsipnya pemilikan sempurna tidak

dibatasi waktu, sedang pemilikan naqish dibatasi waktu. Milk al-'ain berlaku

sepanjang saat (mu'abbadah) sampai terdapat akad yang mengalihkan

pemilikan kepada pihak lain. Jika tidak muncul suatu akad barn dan tidak

terjadi khalafiyah, pemilikan terus berlanjut. Adapun milk al-manfaat yang

tidak disertai pemilikan bendanya berlaku dalam waktu yang terbatas,

sebagaimana yang berlaku pada persewaan, peminjaman, wasiat manfaat

selama batas waktu tertentu. Ketika sampai batas waktu yang telah ditentukan

maka berakhirlah milk al-manfaat.

Batas waktu dalam milk al manfaat ini jika bersumber dari akad

mu'awwadhah seperti ijarah (persewaan) maka sebelum berakhir batas

waktunya pemilik benda tidak berhak menuntut pengembalian, karena

sesungguhnya ijarah merupakan bai' al-manfaat (jual beli atas manfaat) dalam

batasan waktu tertentu. Apabila milk al-manfaat tersebut bersumber dari akad

Page 22: BAB II rohmat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 7Abdul Madjid, Pokok-Pokok Fiqih Muamalah Dan Hukum Kebendaan Dalam Islam,

34

tabarru seperti pada i'arah (peminjaman), biasanya tidak diikuti batas waktu

yang pasti. Namun pada umumnya pihak yang meminjamkan menghendaki

pengembalian dalam waktu dekat, sehingga setiap saat ia dapat meminta

pengembalian benda yang dipinjamkannya.

Sekalipun demikian para fuqaha juga memperhatikan batas waktu

pengembalian ariyah yang menimbulkan kerugian pada pihak peminjam.

Seperti jika seorang pemilik meminjamkan tanah untuk kepentingan bercocok

tanam, berkebun atau untuk mendirikan bangunan. Kemudian pemilik

menghendaki pengembalian tanah tersebut sebelum pekerjaan tersebut

diselesaikan. Mengenai hal ini fuqaha menetapkan kebijakan dengan perincian

perkasus, sebagaimana berikut ini:"

(i) Dalam kasus pinjaman untuk pertanian, pemilik tanah tidak berhak

menuntut pengembalian sebelum masa panen, sebab pertanian

berlangsung dalam satu musim tanam. Berbeda dengan kasus persewaan

tanah untuk pertanian. Dalam hal ini penggunaan melebihi batas waktu

sampai masa panen diganti dengan penambahan ongkos sewa. Dengan

cara demikian terpeliharalah hak pemilik sedang pihak penyewa tidak

dirugikan.

(ii) Dalam kasus pinjaman untuk tujuan perkebunan dan untuk mendirikan

bangunan, pemilik tanah berhak menarik kembali tanahnya setiap saat ia

suka. Ketika itu peminjam wajib mencabut kebun atau merobohkan

bangunan dan menyerahkan tanah kepada pemiliknya dalam keadaan

kosong. Karena perkebunan pendirian bangunan berlangsung tidak

Page 23: BAB II rohmat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 7Abdul Madjid, Pokok-Pokok Fiqih Muamalah Dan Hukum Kebendaan Dalam Islam,

35

terbatas masa tertentu, tidak seperti pertanian yang berakhir dengan

masa panen. Namun jika sejak semula pinjaman tersebut di batasi

dengan waktu, sedang pemilik menarik kembali tanahnya sebelum usaha

yang dilakukan pihak peminjam selesai dilakukan, maka pemilik benar-

benar telah berbuat curang (gharar) yang sangat merugikan. Dalam

kasus seperti ini pihak peminjam berhak menuntut kerugian yang

terhitung sejak pengosongan tanah sampai batas akhir waktu, dengan

mempertimbangkan harga jual bangunan atau perkebunan.

Prinsip keempat, bahwa pada prinsipnya pemilikan benda tidak dapat

digugurkah, namun dapat dialihkan atau dipindah. Sekalipun seseorang

bermaksud menggugurkan hak miliknya atas suatu barang, tidak terjadi

pengguguran, dan pemilikan tetap berlaku baginya. Berdasarkan prinsip ini

Islam melarang saibah (melepaskan), yaitu perbuatan semata menggugurkan

atau melepaskan suatu milik tanpa pengalihan kepada pemilik baru. Secara

umum perbuatan ini termasuk dalam kategori tabdzir (menyia-nyiakan)

karuniaTuhan.

Prinsip kelima, bahwa pada-prinsipnya mal al-masya' (pemilikan

campuran) atas benda materi, dalam hal tasharruf, sama posisinya dengan milk

al-mufayyaz, kecuali ada halangan (al-mani'). Berdasarkan prinsip ini

dibolehkan menjual bagian dari milik campuran, mewakafkan atau berwasiat

atasnya. Karena tasharruf atas sebagian harta campuran sama dengan

bertasharruf atas pemilikan benda secara keseluruhan. Kecuali bertasharruf

dengan tiga jenis akad: rahn (jaminan utang), hibah dan ijarah (persewaan).

Page 24: BAB II rohmat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 7Abdul Madjid, Pokok-Pokok Fiqih Muamalah Dan Hukum Kebendaan Dalam Islam,

36

Halangan bertasharruf pada rahn dikarenakan tujuan rahn adalah sebagai

agunan pelunasan hutang, sehingga marhun (benda agunan) harus diserahkan

kepada murtahin (pemegang gadai/agunan). Yang demikian tidak sah

dilakukan atas sebagian dari milik campuran.

Halangan bertasharruf dengan hibbah dikarenakan kesempurnaan

hibbah harus disertai penyerahan (al-qabdhu), sedang penyerahan hanya dapat

dilakukan pada milk al-mutayyaz. (harta dapat dipisahkan dan yang lainnya).

Adapun halangan tasharruf dengan ijarah, menurut pandangan fuqaha

Hanafiyah adalah jika akad ijarah tersebut dilakukan terhadap sebagian dari

harta campuran. Namun jika ijarah dilakukan oleh masing-masing sekutu atas

keseluruhan harta campuran, yang demikian ini tidak ada halangan.

Prinsip keenam, bahwa pada prinsipnya milik campuran atas hutang

bersama yang berupa suatu beban pertanggungan tidak dapat dipisah-

pisahkan. Apabila pemilikan atas hutang berserikat telah dilunasi (diserahkan)

maka telah berubah menjadi milk al-'ain bukan lagi sebagai milk al-dain.

Kemudian dapat dilakukan pembagian bagi masing-masing pemiliknya,

sebagaimana yang dapat dilakukan terhadap setiap harta campuran yang dapat

menerima pembagian.

Berdasarkan prinsip ini, apabila salah seorang dari sejumlah orang

yang memiliki piutang bersama menerima pelunasan hutang yang sepadan

dengan bagian yang dimilikinya, maka pelunasan tersebut harus dibagi di

antara sekutunya. Sebab kalau seorang di antara mereka dapat melepaskan diri

dari sekutunya dalam hal pelunasan hutang harus dinyatakan sebelumnya

Page 25: BAB II rohmat - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 7Abdul Madjid, Pokok-Pokok Fiqih Muamalah Dan Hukum Kebendaan Dalam Islam,

37

bahwa telah terjadi pembagian atas piutang bersama dalam bentuk

pertanggungan sehingga tidak lagi sebagai piutang bersama, melainkan telah

berubah menjadi piutang mumayyazah. Demikianlah maksud dari "piutang

bersama tidak dapat pisah-pisahkan".