BAB II Revisii

59
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum OHSAS 18001 1. Latar Belakang Beragamnya sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang berbagai lembaga atau institusi, mendorong timbulnya keinginan untuk menetapkan suatu standar yang dapat digunakan secara global. Dengan demikian penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam organisasi dapat diukur satu dengan yang lainnya dengan mnggunakan tolok ukur yang sama. OHSAS 18001 dikembangkan oleh OHSAS Project Group, konsorsium 43 organisasi dari 28 negara. Tim ini melahirkan kesepakatan menetapkan sistem penilaian (assessment) yang dinamakan OHSAS 18001yang terdiri atas 2 bagian yaitu:

description

kfjlwej

Transcript of BAB II Revisii

Page 1: BAB II Revisii

11

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Tinjauan Umum OHSAS 18001

1. Latar Belakang

Beragamnya sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang

berbagai lembaga atau institusi, mendorong timbulnya keinginan untuk menetapkan

suatu standar yang dapat digunakan secara global. Dengan demikian penerapan

Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam organisasi dapat diukur satu dengan yang

lainnya dengan mnggunakan tolok ukur yang sama. OHSAS 18001 dikembangkan

oleh OHSAS Project Group, konsorsium 43 organisasi dari 28 negara.

Tim ini melahirkan kesepakatan menetapkan sistem penilaian (assessment)

yang dinamakan OHSAS 18001yang terdiri atas 2 bagian yaitu:

a. OHSAS 18001 : Memuat Spesifikasi SMK3

b. OHSAS 18002 : Pedoman Implementasi

2. Referensi dan Publikasi

OHSAS 18001 disusum dengan pendekatan untuk dapat dijalankan bersamaan

dengan standar lainnya, khusus manajemen mutu (ISO 9000) dan lingkungan (ISO

14000) referensi dan acuan yang digunakan untuk OHSAS 18001 antara lain ILO-

OSH:2001 guidelines on occupational safety and healt management systems.

11

Page 2: BAB II Revisii

12

3. Persyaratan Umum

Setiap organisasi harus memeiliki suatu kesisteman Kesehatan dan

Keselamatan Kerja yang baik.Karena itu OHSAS 18001 menyaratkan organisasi

untuk membuat persyaratan umum mengenai penetapan dan pengembangan SMK3

dalam organisasi. Bagi organisasi yang sama sekali belum memiliki sistem

manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja, terlebih dahulu harus menetapkan

posisi penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam organisasi melalui suatu

tinjauan awal SMK3.

Sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja tersebut harus

terintegrasi dengan manajemen organisasi lainnya dan disesuaikan dengan kebutuhan

masing-masing serta dengan mempertimbangkan jenis usaha skala dan bentuk

organisasi. Sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja tersebut harus terus

menerus dijalankan, dipelihara dan didokumentasikan sepanjang daur hidup

organisasi sejak awal didirikan sampai suatu saat ditutup.

4. Lingkup SMK3

OHSAS 18001 tidak menyaratkan bagaimana lingkup penerapan Kesehatan

dan Keselamatan Kerja, tergantung kondisi dan kebijakan masing-masing organisasi.

Karena itu, lingkup SMK3 harus ditetapkan oleh manajemen sebagai acuan bagi

semua pihak terkait. Lingkup penerapan SMK3 dapat ditetapkan berdasarkan lokasi

kegiatan, proses atau lingkup kegiatan. Misalnya manajemen untuk tahap awal hanya

Page 3: BAB II Revisii

13

akan mengembangkan SMK3 untuk unit produksi atau pada lokasi kerja tertentu

yang dinilai memiliki risiko tinggi atau strategis.

Lingkup ini harus didokumentasikan sehingga dapat diketahui oleh semua

pihak terkait dengan penerapan SMK3.

Penetapan lingkup sebaiknya dilakukan dengan hati-hati dan pertimbangan

strategis, jangan sekedar ingin memudahkan sebagai contoh manajemen hanya

memasukkan lingkup penerapan SMK3 pada bagian atau unit kegiatan tertentu yang

lebih sederhana dan rendah risikonya sehingga mudah tercapai kinerja Kesehatan dan

Keselamatan Kerja yang baik.namun hal ini tentu tidak mencapai hakikat penerapan

Kesehatan dan Keselamatan Kerja yaitu mengendalikan risiko Kesehatan dan

Keselamatan Kerja secara menyeluruh.

5. Tinjau Awal

Sebelum mulai mengembangkan sistem manajemen Kesehatan dan

Keselamatan Kerja, organisasi perlu melakukan tinjau awal sebagai base line

assessment untuk mengetahui kondisi Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam

organisasi dibanding dengan persyaratan menurut OHSAS 18001 atau peryaratan

lainnya.dalam tinjau awal ini dipertimbangkan apa saja risiko Kesehatan dan

Keselamatan Kerja yang dihadapi, serta sasaran umum Kesehatan dan Keselamatan

Kerja yang ingin dicapai.

Page 4: BAB II Revisii

14

Tinjau awal dapat dilakukan melalui suatu observasi, daftar periksa,

wawancara, inspeksi lapangan atau kajian dokumen yang ada. Hasil tinjau awal ini

merupakan titik awal pengembangan SMK3.

6. Kebijakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Kebijakan merupakan persyaratan utama dalam semua system manajemen

seperti manajemen lingkungan, manajemen mutu dan lainnya. Kebijakan

merupakan roh dari semua sistem,yang mampu mmberikan spirit dan daya gerak

untuk keberhasilan suatu usaha. Karena itu OHSAS 18001 menyaratkan

ditetapkannya kebijakan K3 dalam organisasi oleh manajemen puncak.

Kebijakan K3 (OH&S policy) merupakan perwujudan dan komitmen pucuk

pimpinan yang menurut visi dan tujuan organisasi, komitmen dan tekad untuk

melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja, kerangka dan program kerja.

Berbagai bentuk komitmen yang dapat ditunjukkan oleh pimpinan dan

manajemen dalam Kesehatan dan Keselamatan Kerja antara lain:

a. Dengan memenuhi semua ketentuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang

berlaku dengan organisasi, seperti penggunaan alat keselamatan yang diwajibkan

dan persyaratann Kesehatan dan Keselamatan Kerja lainnya.

b. Memasukkan isu Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam setiap kesempatan,

rapat manajemen dan pertemuan lainnya.

Page 5: BAB II Revisii

15

c. Secara berkala dan konsisten mengkomunikasikan keinginan dan harapannya

mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja kepada semua pemangku

kepentingan.

d. Melibatkan diri dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan Kesehatan dan

Keselamatan Kerja seperti pertemuan keselamatan dan kesehatan kerja,

pertemuan audit Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

e. Memberikan dukungan nyata dalam bentuk sumberdaya yang diperlukan untuk

terlaksananya Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam organisasi.

f. Memberikan keteladanan Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang baik dengan

menjadikan sebagai bagian integral dalam setiap kebijakan organisasi.

7. Perencanaan SMK3

Proses berikutnya dalam sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan

Kerja menurut OHSAS 18001 adalah perencanaan (planning). OHSAS 18001

mewajibkan organisasi untuk membuat prosedur perencanaan yang baik. Tampa

perencanaan, sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja tidak akan

berjalan dan memberikan hasil optimal.

Perencanaan ini merupakan tindak lanjut dan penjabaran kebijakan

Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang telah ditetapkan oleh manajemen puncak

dengan mempertimbangkan hasil audit yang pernah dilakukan dan masukan dari

berbagai pihak termasuk hasil pengukuran kinerja. Hasil dari perencanaan ini

Page 6: BAB II Revisii

16

selnjutnya menjadi masukan dalam pelaksanaan dan operasional Kesehatan dan

Keselamatan Kerja.

Perencanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang baik, dimulai dengan

melakukan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan penentuan pengendaliannya.

Dalam melakukan hal tersebut, harus dipertimbangkan berbagai persyaratan

perundangan Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang berlaku bagi organisasi serta

persyaratan lainnya seperti standar, kode, atau pedoman industri yang terkait atau

berlaku bagi organisasi.

8. Perundangan dan persyaratan lainnya

OHSAS 18001 menyaratkan organisasi untuk melakukan identifikasi semua

perundangan, peraturan atau standar yang terkait dengan bisnis atau operasinya

sebagi landasan dalam menerapkan Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Persyaratan

Kesehatan dan Keselamatan Kerja tentunya tidak sama untik setiap organisasi

misalnya untuk industri kimia berbeda dengan industri manufaktur, migas atau

konstruksi.

Di Indonesia banyak dikeluarkan perundangan berkaitan dengan Kesehatan

dan Keselamatan Kerja.Sebagai payung hukum adalah undang-undang No. 1 tahun

1970 tentang keselamatan kerja.selanjutnya pemerintah melalui departemen tekhnis

mengeluarkan berbagai peraturan pelaksana.

Page 7: BAB II Revisii

17

Untuk itu, OHSAS 18001 menyaratkan adanya prosedur manajemen untuk

mengidentifikasi semua perundangan, peraturan atau standar yang terkait dengan

risiko yang terdapat dalam organisasi. Prosedur ini memuat antara lain prosedur

mendapatkan akses ke sumber perundangan, proses kajian serta dampak hokum

sekaligus menentukan tanggung jawab pemenuhannya.

9. Objektif dan program Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Tujuan utama klausul ini adalah untuk memastikan bahwa organsasi telah

menetapkan objektif Kesehatan dan Keselamatan Kerja untuk memenuhi kebijakan

Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Tanpa objektif Kesehatan dan Keselamatan

Kerja yang jelas dan terarah, implementasi SMK3 tidak akan berhasil dengan

baik.objektif Kesehatan dan Keselamatan Kerja harus memiliki kaitan dengan hasil

identifikasi bahaya yang telah dilakukan dan sellaras dengan kebijakan organisasi

serta strategi bisnis yang dijalankan.

10. Pemeriksaan

a. Pemantauan

Proses pelaksanaan sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja

harus dipantau secara berkala dari waktu ke waktu untuk memastikan bahwa sistem

berjalan sesuai dengan rencana. Sama halnya dengan berbagai petunjuk yang ada di

dash board mobil, pemantauan akan membantu pengemudi sepanjang perjalanannya.

Page 8: BAB II Revisii

18

b. Pengukuran kinerja

Pengukuran kinerja Kesehatan dan Keselamatan Kerja, sejalan dengan konsep

manajemen modern, dilakukan sepanjang proses SMK3 sejak tahap perencanaan

sampai pelaksanaannya.

Pengukuran dilakukan secara konsepsional agar dapat memberikan makna dan

manfaat bagi manajemen. Frank bird dalam loss control management menyesuaikan

taha pengukuran kinerja dengan proses kecelakaan yang meliputi 3 tahap yaitu

pengukuran sebelum kejadian (pre-contact), saat kejadian (contact) dan dan sesuai

kejadian (post-contact).

11. Penyelidikan Insiden, Ketidaksesuain dan Langkah Koreksi Dan Pencegahan

a. Penyelidikan Insiden

OHSAS 18001 menyaratkan diadakannya penyelidikan disetiap insiden yang

terjadi dalam organisasi. Insiden adalah semua kejadian yang menimbulkan atau

dapat menimbulkan kerugian baik materi, kerusakan atau cedera pada

manusia.Insiden meliputi semua kecelakaan, kebakaran, penyakit akibat kerja,

kerusakan dan hamper celaka (near miss).Penyelidikan bertujuan untuk :

1) Mencari faktor utama peneyebab kejadian untuk mencegah terulangnya

kejadian serupa.

Page 9: BAB II Revisii

19

2) Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja yang mengalami kecelakaan

dengan mekukan penyelidikan dapat diketahui fektor penyebab utama, dan

tidak menjadikan pekerja sebagai kambing hitam peneybab kecelakaan.

3) Sebagai bahan laporan kecelakaan kepadaa institusi terkai termasuk

kepetingan asuransi kecelakaan.

4) Menegetahui kelemahan yang ada dalam sistem manajemen Kesehatan dan

Keselamatan Kerja setiap kecelekaan mengindikasikan adanya kelemahan

dalam sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja organisasi.

b. Ketidaksesuaian

Dalam program Kesehatan dan Keselamatan Kerja sangat penting untuk

melakukan langkah perbaikan dan peningkatan jika ditemukan adanya kondisi

dibawah standar seperti tindakan dan kondisi tidak aman yang dapat menjurus

terjadinya kecelakaan. Kondisi dibawah standar (substandard condition) ini dapat

ditemukan melalui kegiatan audit, inspeksi, atau assessment.

Ketidaksesuaian dapat berdsumber dari sistem manajemen, kondisi fisik

tempat kerja, individu, lingkungan dan faktor non tekhnis lainnya.Semua

ketidaksesuaian harus diidentifikasi dan dievaluasi dan dikelompokkan misalnya

menurut jenis, loksi, kejadian atau keparahan yang ditimbulkannya. Dengan adanya

data yang mengenai ketidaksesuaian ini, manajmen akan memeperoleh gambaran

menegenai kondisi pelaksaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam organisasi

sekaligus prioritas yang diperlukan untuk perbaikannya.

Page 10: BAB II Revisii

20

OHSAS 18001 menyaratkan adanya prsedur untuk menangani

ketidaksesuaian ini yang memuat sekurangnya hal sebagai berikut:

1) Identifikasi ketidaksesuaian dan langkah koreksi yang diperukan untuk

mengurangi dampak Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang ditimbulkan.

2) Melakukan penyelidikan atas semua ketidaksesuaian untuk mengetahui

penyebab dasar (rootcauses) sehingga dapat diambil tindakan koreksi dan

pncegahan yang tepat.

3) Menentukan tindakan koreksi dan pencegahan agar kondisi serupa tidak

terjadi kembali.

4) Melakukan evaluasi apakah langkah pencegahan atau koreksi telah berjalan

baik dan efektif untuk menghilangkan ketidaksesuaian yang ada.

c. Tindakan Koreksi

Tindakan koreksi dimaksudkan untuk mengambil langkah menghilangkan

fakto dasar penyebab ketidaksesuaian, insiden atau kecelakaan yang ditemukan untuk

mencegah terulangnya kejadian serupa. Untuk mengembangkan prosedur mengenai

tindakan koreksi ini ada beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan :

1) Identifikasi dan pelaksanaan tindakan koreksi dan perbaikannya baik untuk

jangka pendek maupun jangka panjang.

2) Evauasi mengenai dampak atau efek yang timbul dari ketidaksesuaian

terhadap hasil identifikasi, penilaian dan pengendalian risiko yang ada.

Page 11: BAB II Revisii

21

3) Rekaman dari seluruh perubahan yang diperlukan dari tindakan koreksi yang

dilakukan dan terhadap laporan analisa risiko dan bahaya.

4) Penerapan upaya pengendalian risiko, termasuk jika diperlukan adanya

perubahan atau modifikasi untuk memastikan bahaya langkah koreksi telah

dijalankan dan efektif.

d. Tindakan Pencegahan

Dari hasil temuan ketidaksesuaian dan setelah melakukan tindakan koreksi

organisasi harus mengambil langkah pecegahan untuk mencegah hal serupa tidak

terulang kembali.Langkah pencegahan harus bersifat umum dan mendasar, baik yang

bersifat teknis ataupun manajemen seperti perbaiakan dalam sistem pelatihan,

organisasi, prosedur kerja, dokumentasi, komunikasi dan lainnya.

12. Pengendalian Rekaman

Pengolahan dokumen dan data sangat penting dalam sistem manajemen

Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Banyak data dan informasi dalam Kesehatan

dan Keselamatan Kerja yang perlu dipelihara dan di simpan dengan baik karena

suatu ketika akan diperlukan dalam program pencegahan kecelakaan atau penyakit

akibat kerja.

Data pemeriksaan kesehatan pekerjaaan diperlukan jika suatu ketika yang

bersangkutan mengalami penyakit akibat kerja.Karena itu, OHSAS 18001

menyaratkan untuk mengelola data dengan baik sehingga mudah dilacak, dicari dan

Page 12: BAB II Revisii

22

aman.Organisasi juga diminta untuk menentukan waktu retensi dari data atau arsip

yang disimpan tergantung jenis dan urgensinya.

Mengingat pentingnya aspek pengelolaan data ini, OHSAS 18001

menyaratkan adanya prosedur manajemen untuk mengidentifikasi, menyimpan atau

memusnahkan data atau catatan mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

13. Internal Audit

Suatu organisasi memerlukan alat atau cara untuk menilai apakah

pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja telah berhasil atau tidak. Salah satu

cara penilaian adalah dengan melakukan audit Kesehatan dan Keselamatan Kerja

sebagai bagian dari siklus plant-do-check-action. Melalui audit, organisasi akan

mengetahui kelebihan dan kekurangannyasehingga dapat melakukan langkah-

langkah penyemprnaan berkesinambungan.Tujuan internal audit Kesehatan dan

Keselamatan Kerja antara lain:

a. Untuk memastikan apakah sisyem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja

yang dijalankan telah memenuhi prosedur yang telah ditetapkan dan sesuai

denagan persyatan dan standar OHSAS 18001

b. Untuk mengetahui apakah sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja

tersebut telah berjalan sebagaimana mestinya diseluruh jajaran sesuai dengan

lingkup pelaksanaannya.

Page 13: BAB II Revisii

23

c. Memastikan apakah sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja

dijalankan teah efektif untuk menjawab semua isu Kesehatan dan Keselamatan

Kerja yang ada dalam organisasi guna menghindarkan SMK3 yang salah arah,

virtual, atau random.

14. Tinjauan Manajemen

OHSAS 18001 mensyaratkan untuk melaukan tinjauan manajemen secara

berkala oleh manajemen puncak.Tinjauan manajemen ini merupakan bagian

penting dalam mata rantai SMK3 untuk memastikan bahwa penerapan SMK3 telah

berjalan sesuai dengan rencana yang diharapkan, sehingga jika terjadi

penyimpangan dapat segera dilakukan penyempurnaan.

Tinjauan manajemen dilakukan secara menyeluruh dan tidak bersifat detail

untuk isu tertentu. Aspek yang dibahas dalam tinjauan manajemen antar lain:

a. Kesesuaian kebijakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang sedang berjalan

b. Penyempurnaan objektf Kesehatan dan Keselamatan Kerja untuk peningkatan

berkelanjutan

c. Kecukupan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan proses pengendalian bahaya

d. Tingkat risiko saat ini dan efektifitas dari sistem pengendalan

e. Kecukupan sumberdaya yang disediakan

f. Evaluasi kecelakaan dalam kuru waktu tertentu

Page 14: BAB II Revisii

24

g. Evaluasi penerapan prosedur Kesehatan dan Keselamatan Kerja Hasil dari audit

Kesehatan dan Keselamatan Kerja baik interna maupun eksternal dan lainnya.

15. Road Map Implementasi

Penerapan sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja menurut

pendekatan PDCA adalah sebagai berikut:

a. Plant : rencanakan sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja

b. Do : tentukan sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja

c. Check : evaluasi penerapannya

d. Act : tingkatkan sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Untuk menerapkan sistem manajemen tersebut OHSAS 18001 telah

memberikan persyaratan-persyaratan yang tertuang dalam masing-masing

elemen.Namun untuk memahami persyaratan tersebut tidak mudah sehingga

banyak organisasi mengalami kesulitan dalam peerapannya.

B. Tinjauan Umum Pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Menurut Nitisemito (86:1988), “Pendidikan dan pelatihan adalah suatu

kegiatan dari perusahaan yang bermaksud untuk dapat memperbaiki dan

mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan bagi karyawan,

sesuai dengan keinginan dari perusahaan yang bersangkutan” (Elfina, 2007).

Page 15: BAB II Revisii

25

Pelatihan merupakan proses membantu tenaga kerja untuk memperoleh

efektifitas dalam pekerjaan mereka yang sekarang atau yang akan datang melalui

pengembangan kebiasaan tentang pikiran, tindakan, kecakapan, pengetahuan dan

sikap yang layak (Sastrohadiwiryo, 2002 dalam Lidya, 2011).

Pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek bagi para karyawan

operasional untuk memperoleh keterampilan teknis operasional secara sistematis.

Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan langkah penting dalam

meningkatkan kemampuan dan prestasi kerja karyawan.Untuk meningkatkan sumber

daya manusia diperlukan sebuah pelatihan.Pelatihan merupakan salah satu alat

penting dalam menjamin kompetisi kerja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan

keselamatan dan kesehatan kerja (Sastrohadiwiryo, 2002 dalam Lidya, 2011).

Program pelatihan merupakan suatu keharusan bagi sebuah industri /

perusahaan bila menghendaki hasil yang lebih maksimal dari kinerja para pekerjanya.

Pelatihan K3 adalah pengertian yang seksama tentang prosedur pelaksanaan tugas

dan pengetahuan tentang bahaya-bahaya yang menyertai kinerja akan mengeliminasi

berbagai kecelakaan (Sukarmin, 1997 dalam Lidya 2011).

Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja sangat penting mengingat

kebanyakan kecelakaan terjadi pada pekerja yang belum terbiasa bekerja secara

selamat. Penyebabnya adalah ketidaktahuan tentang bahaya atau cara mencegahnya

meskipun tahu tentang adanya suatu risiko (Santoso,2002 dalam Lidya 2011).

Page 16: BAB II Revisii

26

Program pelatihan bagi tenaga kerja diusahakan agar tenaga kerja mendengar,

memahami dan menghayati pekerjanya dalam usaha untuk menaikkan kinerja serta

meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam usaha menanamkan

kesadaran dan pemahaman cara kerja yang aman, sehat dan selamat. Pelatihan ini

dapat dilakukan berupa kursus, ceramah, diskusi, pemutaran slide,bulletin atau

majallah dan dapat dilakukan baik didalam maupun diluar perusahaan, bekerjasama

dengan lembaga dan instansi terkait lainnya (Sahrial Angkat, 2008).

Pelatihan yang diterima pekerja harus dapat diimplementasikan dalam sistem

kerja, sehingga pekerjaan yang dilakukan dapat menghasilkan produk yang lebih

baik dari sebelumnya, serta lebih mampu meningkatkan keselamatan dan kesehatan

kerja para pekerja (Sahrial Angkat, 2008).

Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan pelatihan yang

diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan

mengembangkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan tenaga kerja.

Kebutuhan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja antara satu perusahaan dengan

perusahaan lain berbeda sesuai sifat bahaya, skala kegiatan dan kondisi pekerja

(Soehatman Ramli, 2010).

Organisasi harus mengembangkan standar pelatihana bagi seluruh individu di

lingkungannya.sesuai dengan philosofi Kesehatan dan Keselamatan Kerja dari IASP

(International Association Of Safety Professional) pekerja harus dilatih mengenai

Page 17: BAB II Revisii

27

Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Pemahaman atau budaya Kesehatan dan

Keselamatan Kerja tidak datang dengan sendirinya, namun harus dibentuk melalui

pelatihan dan pembinaan. Sebagai contoh, untuk mengemudi kendaraan bermotor di

jalan raya tidak bisa sekedar otodidak, namun lebih efektif jika dilakukan melalui

pendidikan mengemudi (safe driving) (Soehatman Ramli, 2010).

Pelatihan dimaksudkan untuk meningkatkan Knowledge, Skill, Dan Attitute

(KSA) sehingga harus dirancang sesuai atau spesifik dengan kebutuhan masing-

masing pekerja.

Kebutuhan pelatihan Kesehatan dan Keselmatan Kerja antara satu perusahaan

dengan perusahaan lain pasti berbeda sesuai sifat bahaya, skala kegiatan dan kondisi

pekerja. Karena itu pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja dikembangkan untuk

menjawab kebutuhan organisasi bukan sekedar formalitas belaka.

Untuk mengetahui apakah organisasi memerlukan pelatihan Kesehatan dan

Keselamatan Kerja dilakukan melalui proses sebagai berikut (Soehatman Ramli,

2010).

Page 18: BAB II Revisii

2. IDENTIFIKASI KERJA KRITIS

5. ANALISA KEBUTUHAN PELATIHAN

6. TUJUAN DAN OBJEKTIF

7. TUJUAN PEMBELAJARAN

8. LAKSANAKAN PELATIHAN

ANALISA JABATAN

10. PENINGKATAN

9. EVALUASI

3. Catatan Kecelakaan

4. Survey

28

Gambar 2.1 Proses Penentuan Pelatihan

1. Analisa jabatan atau pekerja

Setiap individu dalam organisasi pasti memiliki tugas atau pekerjaan yang

harus dilakukannya sesuai denagan jabatannya masing-masing. Lakukan

identifikasi dan analisa semua pekerjaan yang dilakukan oleh setiap individu atau

kelompok kerja.

2. Identifikasi pekerjaan atau tugas kritis (critikal task)

Dari berbagai macam pekerjaan atau tugas yang dijalankan seseorang pasti

ada diantaranya yang bersifat kritis dan mengandung potensi bahaya besar.semua

pekerjaan kritis harus didefinisikan.

Page 19: BAB II Revisii

29

3. Kaji data-data kecelakaan

Informasi kecelakaan yang pernah terjadi merupakan masukan penting

dalam merancang pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja.Kecelakaan

mengindentifikasikan adanya penyimpangan atau kelemahan dalam sistem

manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja, salah satu diantaranya kurangnya

kompetensi atau kepedulian. Sebagai contoh,dari pengalaman sebelumnya tercatat

3 kasus kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan pengelasan atau masuk ruang

tertutup. Hal ini mengidentifikasikan perlu dilakukan pelatihan tentang bekerja di

ruang tertutup bagi pekerja terkait.

4. Survei kebutuhan pelatihan

Langkah berikutnya adalah melakukan survei mengenai kebutuhan

pelatihan di masing tempat kerja atau departemen.Apa saja aktifitas atau pekerjaan

yang memerlukan pelatihan dan apa saja aktivitas atau pekerjaan yang

memerlukan pelatihan dan apa jenis pelatihan yang diperlukan. Dari pengamatan

dapat pula terlihat apa saja pelatihan yang diperlukan untuk meningkatkan

keterampilannya sehingga dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan selamat.

5. Analisa kebutuhan pelatihan (training need analysis)

Lakukan analisa keselamatan pekerjaan (job safety analysis) untuk

mengetahui apa saja potensi bahaya yang ada dalam suatu pekerjaan atau tugas.

Page 20: BAB II Revisii

30

a. Dari hasil JSA dapat diidentifikasikan jenis bahaya dan tingkat risiko dari setiap

pekerjaan. Pekerjaan yang memiliki risiko tinggi (critikal task) menjadi prioritas

untuk program pelatihan.

b. Kaji rekaman kecelakaan atau kejadian sebelumnya untuk mendapat informasi

jenis pekerjaan apa yang mendukung bahaya dan berisiko tinggi. Angka

kecelakaan yang tinggi menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem manajemen

Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang perlu ditingkatkan melalui pelatihan.

c. Identifikasi kebutuhan pelatihan. Siapa saja yang perlu diberi pelatihan Kesehatan

dan Keselamatan Kerja? untuk itu lakukan survei atau observasi lapangan. Jika

perlu adakan wawancara dengan pekerja mengenai cara kerja yang aman. Dari

hasil observasi pelatihan data individu yang memerlukan pelatihan Kesehatan dan

Keselamatan Kerja tertentu yang akan menentukan format pembelajaran dan

tekhnik penyajiannya.

6. Tentukan sasaran dan target pelatihan

Pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja tentu dimaksudkan untuk

memenuhi gap antara kompetensi yang disyaratkan dengan kondisi pekerja.

Pelatihan diharapkan akan memperbaiki atau meningkatkan pengetahuan

(knowledge), keterampilan (skill), dan perilaku (attitude). Sasaran dan target

pelatihan ini harus diterapkan sebagai masukan untuk merancang format dan

sialabus pelatihan.

Page 21: BAB II Revisii

31

7. Kembangkan objektif pembelajaran

Setiap manusia memiliki kemampuan dan daya serap berbeda dalam

belajar yang dipengaruhi antara lain tingkat pendidikan, pengalaman dan latar

belakangnya. Untuk itu program pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja harus

dapat menjangkau semua tingkat dan perbedaan yang ada dalam organisasi. Jika

perlu program pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja diberi peringkat

misalnya tingkat pemula, menengah atau lanjutan (advanced).

8. Laksanakan pelatihan

Setiap program peltihan disusun dan dirancang temasuk silabus, peserta

dan proses pembelajaran maka pelatihan dapat dimulai. Pelatihan dapat dilakukan

secara eksternal melalui lembaga pelatihan atau secara internal yang dirancang

sesuai dengan kebutuhan .

Pelatihan eksternal dan internal memiliki kelebihan dan kelemahan masing-

masing.Mengikuti pelatihan eksternal melalui lembaga pelatihan yang dilakukan

untuk program-program Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang bersifat umum

yang tidak dapat dilakukan sendiri atau jumlah peserta terbatas.Misalnya pelatihan

ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang mungkin pesertanya terbatas satu atau

dua orang. Untuk pelatihan yang bersifat spesifik sebaiknya dilakukan secara

internal, misalnya pelatihan cara kerja aman, karena akan lebih hemat sekaligus

dengan diaplikasi secara langsung.

Page 22: BAB II Revisii

32

9. Lakukan evaluasi

Hasil pelatihan harus dievaluasi untuk menentukan efektivitasnya.Evaluasi

dilakukan terhadap seluruh aspek pelatihan seperti sistem pembelajaran, materi,

instruktur, serta dampak terhadap peserta setelah kembali ketemoat kerja masing-

masing.

10. Lakukan perbaikan

Langkah terakhir dalam proses pelatihan adalah melakukan perbaikan

berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan.

Berdasarkan SMK3, pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja dapat

diklasifikasi sebagai berikut (Soehatman Ramli, 2010):

a. Induksi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (Safety Induction) yaitu pelatihan yang

diberikan sebelum seseorang mulai bekerja atau memasuki suatu tempat kerja.

Pelatihan ini ditujukan untuk pekerja baru, pindahan, mutasi, kontraktor dan tamu

yang berada di tempat kerja.

b. Pelatihan khusus Kesehatan dan Keselamatan Kerja yaitu berkaitan dengan tugas

dan pekerjaanya masing-masing. Misalnya pekerja dilingkungan pabrik kimia

harus diberi pelatihan mengenai bahaya-bahaya bahan kimia dan

pengendaliannya. Pekerja yanag bertugas sebagai safety officer harus diberi

pelatihan misalnya mengenai manajemen risiko Kesehatan dan Keselamatan

Page 23: BAB II Revisii

33

Kerja atau mengenai manajemen risiko. Harus diingat bahwa pelatihan hendaknya

disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing.

c. Pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja umum, yaitu program pelatihan yang

bersifat umum dan diberikanpada semua pekerja mulai level terbawah sampai

manajemen puncak. Pelatihan ini umumnya bersifat awareness yaitu untuk

menanamkan budaya atau kulturKesehatan dan Keselamatan Kerja dikalangan

pekerja. Temasuk dalam pelatihan ini misalnya mengenai dasar Kesehatan dan

Keselamatan Kerja dan petunjuk keselamatan seperti keadaan darurat dan

pemadaman kebakaran.

Pelatihan bertujuan agar para pengikut latihan dapat cepat berkembang. Sukar

bagi seseorang untuk mengembangkan dirinya tanpa ada pelatihan khusus.

Pengembangan diri dengan hanya melalui pengalaman lebih lambat jika

dibandingkan dengan melalui pelatihan. Ini membuktikan bahwa pengembangan diri

seseorang akan lebih cepat melalui pelatihan. Itulah sebabnya mengapa pelatihan

bertujuan pula untuk mempercepat perkembangan para pekerja. Sebagaimana Allah

berfirman dalam Al-Quran dalam surat At Taubah ayat 105 :

و م�ن��� م� �ه� و� ول س��� � و�ر� �ك ه� ع�م�ل لل��� ى �ر� ي � ف�س��� وا م�ل��� ل� ��و�ق��� ن ؤ� ؤ� ٱ ۥ ؤ ٱ ؤ ٱ

� �نت ا ك �م���� �م ب �ك "ئ �ب �ن ه�&د�ة� ف�ي لش���� ب� و� غ� � �م �ى& ع�&ل �ل د.ون� إ �ر� ت ؤو�س���� ٱ ؤ� ؤ� ٱ

م�ل�ون� � ١٠٥ؤت

Page 24: BAB II Revisii

34

Terjemahannya:“Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS. At Taubah: 105).

Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah menjelaskan setelah ayat yang lalu

menganjurkan kegiatan nyata bertaubat dan melakukan kegiatan nyata, antara lain

membayar zakat dan bersedekah, kini mereka diminta untuk melakukan aneka

aktivitas lain, baik yang nyata maupun yang tersembunyi.

Dapat juga dikatakan bahwa ayat yang lalu bagaikan menyaratkan:

“Katakanlah, wahai Muhammad saw., bahwa Allah menerima taubat ,” dan

katakanlah juga: “Bekerjalah kamu, demi karena Allah semata dengan aneka amal

yang shaleh dan bermanfaat, baik untuk diri kamu maupun untuk masyarakat umum,

maka Allah akan melihat, yakni menilai dan memberi ganjaran amal kamu itu, dan

rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan diihat dan menilainya juga, kemudian

menyesuaikan perlakuan mereka dengan amal-amal kamu itu dan selanjutnya kamu

akan dikembalikan melalui kematian kepada Allah swt. Yang maha mengetahui

yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu sanksi dan ganjaran

atas apa yang telah kamu kerjakan, baik yang tampak dipermukaan maupun yang

kamu sembunyikan dalam hati .”

Terbaca di atas bahwa, setelah penyampaian harapan tentang pengampunan

Allah swt., ayat ini melanjutkan dengan perintah beramal shaleh. Agaknya hal ini

Page 25: BAB II Revisii

35

perlu karena, walaupun taubat telah diperoleh, tetapi waktu yang telah lalu dan yang

pernah diisi dengan kedurhakaan, kini tidak mungkin kembali lagi. Manusia telah

mengalami kerugian dengan berlaulunya waktu itu tampa diisi oleh kebajikan. Karena

itu, ia perlu giat melakukan aneka kebajikan agar kerugian tidak terlalu besar

( Shihab, )

Dari ayat di atas menjelaskan “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya

serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu” maka dari itu pelatihan

sangat penting di lakukan bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan pengetahuan

dan kompetensi para pekerja.

Dengan demikian bahwa pelatihan bagi pekerja dalam organisasi sangat

penting, artinya untuk memajukan organisasi atau perusahaan bersangkutan.Dimana

melalui pelatihan, terjadinya perubahan pola fikir pekerja yang pada awalnya tidak

mengetahui bagaimana mengimplementasikan keselamatan dan kesehatan kerja pada

saat bekerja menjadi tahu.

Pekerja yang mendapatkan pelatihan secara berencana akan memberikan

kemungkinan untuk mengembangkan diri sendiri. Dengan adanya pelatihan yang

didapatkan pekerja, maka pekerja dapat memenuhi indikator kompetensi tertentu

yang dipersyaratkan perusahaan dalam melaksanakan tugas.Melalui pelatihan,

pekerja dapat melaksanakan tugas sesuai dengan prosedur-prosedur kerja yang telah

diajarkan pada saat pelatihan sehingga kemungkinan terjadinya kesalahan-kesalahan

dalam bekerja dapat terhindarkan sehingga perusahaan tidak harus mengeluarkan

biaya untuk melakukan perbaikan.

Page 26: BAB II Revisii

36

C. Tinjauan Umum Kompetensi Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Dessler (2004:713) dalam MC Clelland menyatakan bahwa kompetensi kerja

adalah mengacu pada pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan kepribadian

(attitude) individu yang secara langsung mempengaruhi kinerja karyawan (Khairul,

2009)

Sedarmayanti (2001) mengemukakan bahwa kompetensi kerja adalah

kemampuan yang dimiliki seorang karyawan dalam melakukan tindakan yang

berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab agar dapat mencapai tujuan

perusahaan (Khairul, 2009).

Kompetensi adalah kemampuan seseorang dalam melaksanakan suatu aktifitas

merujuk pada beberapa karakteristik, baik yang bersifat dasar, pengetahuan,

keterampilan maupun perilaku dengan tingkat kemampuan yang dapat berubah-ubah,

tergantung sejauh mana pengetahuan, keterampilan, maupun perilaku tersebut diasah

(Kemenaker, 2015: 5)

Muhammad Surya mengungkapkan bahwa kompetensi adalahkeseluruan

kemampuan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yangdiperlukan oleh seseorang

dalam kaitan dengan tugas tertentu.Sejalandengan itu, Finch dan Cruncilton

sebagaimana dikutip oleh Mulyana mengartikan kompetensi sebagai penguasaan

terhadap suatu tugas,keterampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk

menunjang keberhasilan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kompetensi mencakup

tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang harus dimiliki oleh guru atau pendidik

Page 27: BAB II Revisii

37

untuk menjalankan tugas-tugasnya guna mencapai suatu tugas tertentu yang telah

ditentukan (Susmanto, 2005)

Menurut Boyatzis, ompetensi adalah karakteristik-karakteristik yang

berhubungan dengan kinerja unggul dan atu efektif di dalam pekerjaan. Sedangkan

menurut Green, kompetensi adalah deskripsi tertulis dari kebiasaan kerja yang dapat

di ukur dan keahlian seseorang untuk mencapai sasaran kerja. Sementara itu menurut

Mathis and Jackson dalam Tjutju dan Suwatno (2008) mendefinisikan bahwa

kompetensi adalah karakteristik dasar yang dapat di hubungkan dengan peningkatan

kinerja individu atau tim. Pengelompokkan kompetensi terdiri dari Pengetahuan,

Keterampilan dan Kemampuan. Kompetensi sebagai pengetahuan keahlian,

kemampuan atau karakteristik pribadi individu yang mempengaruhi secara langsung

kinerja pekerjaan. Sedangkan menurut Klemp (Sudarmanto 2009 dalam Zuchri, 2013)

Dari pengertian diatas disimpulkan kompetensi kerja merupakan kemampuan

yang dimiliki seorang karyawan dalam melakukan tugas dan tanggung jawab yang

dilandasi pengetahuan, keterampilan dan kepribadian. Untuk mencapai tujuan.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam dalam al-Qur’an surat al-Qhasas ayat77:

�ك� م�ن� يب �ص��� �نس� ن ر� و�ال� ت ;خ��� أ ل��د�ار� ه� لل��� ك� �ى��& ا ء�ات �غ� ف�يم��� ت ��و� ن ؤ� ٱ ٱ ٱ ؤ ٱ

� أ اد� ف�ي ف�س� غ� � � و�ال� ت �ل �ه� إ لل س�ن� � �م�ا أ س�ن ك � � و�أ ي ��لد. ن ؤ� ؤ� ٱ ؤ� ٱ ؤ �� ن ؤ� ٱ ؤ� ؤ� ن� ؤ� ٱ

د�ين� س� م� �ح�ب. �ه� ال� ي لل �ن� ؤ�إ ؤ� ٱ ٧٧ٱ

Page 28: BAB II Revisii

38

Terjemahannya:“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”(Al- Qasas : 77).

Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah menjelaskan beberapa orang dari

kaum Nabi Musa as. Itu melanjutkan nasihatnya kepada Qarun bahwa nasihat itu

bukan berarti engkau hanya boleh beribadah murni dan melarangmu memerhatikan

dunia. Tidak! Berusahalah sekuat tenaga dan fikiranmu dalam batas yang dibenarkan

Allah untuk memperoleh harta dan hiasan duniawi dan carilah secara bersunggu-

sunggu pada, yakni melalui apa yang telah di anugerahkan Allah kepadamu dari

hasil usahamu itu kebahagiaan nageri akhirat, dengan menginfakkan dan

menggunakannya sesuai petunjuk Allah dan dalam saat yang sama janganlah

melupakan, yakni mengabaikan, bagianmu dari kenikmatan dunia dan berbuat

baiklah kepada semua pihak, sebagaimana atau disebabkan karena Allah telah

berbuat baik kepadamu dengan aneka nikmat-Nya, dan janganlah kamu berbuat

kerusakan dalam bentuk apa pun di bagian mana pun di bumi ini, sesungguhnya Allah

tidak menyukai para pembuat kerusakan ( Shihab, )

Dari ayat diatas menjelaskan “Dan carilah pada apa yang telah

dianugerahkan Allah kepadamu” sebagaimana para pekerja dituntut dalam

melaksanakan pekerjaan harus dibekali dengan kemampuan / kompetensi agar

pekerja dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan tidak membuat kerusakan

Page 29: BAB II Revisii

39

pada saat melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, semua itu didapatkannya

melalui pelatihan yang memperoleh para pekerja yang profesional dan berkompeten.

Menurut Wibowa (2007:86) terdapat lima karakteristik kompetensi, yaitu

sebagai berikut (Khairul, 2009):

1. Motif adalah sesuatu yang secara konsisten dipikirkan atau diinginkan orang

yang menyebabkan tindakan. Motif mendorong, mengarahkan, dan memilih

perilaku menuju tindakan atau tujuan tertentu.

2. Sifat adalah karakteristik fisik dan respons yang konsisten terhadap situasi

atau informasi. Kecepatan reaksi dan ketajaman mata merupakan ciri fisik

kompetensi seorang pilot tempur.

3. Konsep diri adalah sikap, nila-nilai, atau citra diri seseorang. Percaya diri

merupakan keyakinan orang bahwa mereka dapat efektif dalam hampir setiap

situasi adalah bagian dari konsep diri orang.

4. Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki orang dalam bidang spesifik.

Pengetahuan adalah kompetensi yang kompleks. Skor pada tes pengetahuan

sering gagal memprediksi prestasi kerja karena gagal mengukur pengetahuan

dan keterampilan dengan cara yang sebenarnya dipergunakan dalam

pekerjaan.

Page 30: BAB II Revisii

40

5. Keterampilan adalah kemampuan mengerjakan tugas fisik atau mental

tertentu. Kompetensi mental atau keterampilan kognitif termasuk berpikir

analitis dan konseptual.

Banyak kecelakaan terjadi karena pekerja tidak memiliki kompetensi yang

cukup dalam melakukan pekerjaan.OHSAS 18001, menyaratkan organisasi untuk

memastikan bahwa setiap individu yang menjalankan pekerjaan atau aktivitas yang

memiliki dampak Kesehatan dan Keselamatan Kerja telah memiliki kompetensi

dalam menjalankan pekerjaannya (Soehatman Ramli, 2013).

Kompetensi merupakan persyaratan penting untuk menjamin agar pekerjaan

dilakukan dengan baik, mengikuti standar kerja yang berlaku serta memenuhi

persyaratan keselamatan. Kompetensi dapat diperoleh melalui pendidkan., pelatihan

serta pengalaman yang memadai dalam melakukan sesuatu atau aktivitas.

Untuk mencapai hal tersebut, perusahaan harus memiliki standar kompetensi

untuk setiap job atau pekerjaan, misalnya standar kompetensi untuk tukan las,

operator mesin, operator bejana uap termasuk ahli keselamatan dan kesehatan kerja.

Pengembangan sumber daya manusia adalah konsep pendidikan dan

pembangunan. Pendidikan dikatakan sebagai proses sadar pengembangan kecakapan

manusia. Dalam pengertian ini pendidikan berfungsi untuk mengembangkan semua

potensi manusia yang dimilkinya secara individual.

Page 31: BAB II Revisii

41

Mengembangkan sumber daya manusia didalam organisasi dapat membantu

menyediakan dukungan kelebihan kompetensi sejauh ketiga tuntutan dasar ini

terpenuhi (Sa’diyah, 2014):

1. Karyawan yang berkembang menghasilkan nilai ekonomi yang lebih positif

bagi organisasi dibandingkan dengan karyawan yang tidak dikembangkan.

2. Kemampuan dari karyawan memberikan kelebihan dibandingkan dengan

competitor.

3. Kemampuan tersebut tidak mudah diduplikasi oleh kompotitor

Spencer and Spencer menyatakan bahwa ada lima karakteristik kompetensi,

yaitu sebagai berikut (Zuchri, 2013) :

1. Keterampilan (skill), kemampuan untuk mampu melaksanakan tugas-tugas

fisik dan mental tertentu.

2. Pengetahuan (knowledge), yaitu suatu informasi yang dimiliki seseorang

khususnya pada bidang spesifik. Pengetahuan merupakan kompetensi yang

kompleks. Biasanya tes pengetahuan mengukur kemampuan untuk memilih

jawaban yang paling benar, tetapi tidak bisa melihat apakah seseorang dapat

melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahuan yang di milikinya itu.

3. Konsep diri (self concept), sikap, nilai, atau self image dari orang-orang.

Konsep diri yaitu semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang

Page 32: BAB II Revisii

42

diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam

berhubungan dengan orang lain.

4. Motif (motive), apa yang secara konsisten di pikirkan atau keinginan-

keinginan yang menyebabkan melakukan tindakan. Apa yang mendorong

perilaku yang mengarah dan di pilih terhadap kegiatan atau tujuan tertentu.

5. Sifat / ciri bawaan (trait), cirri fisik dan reaksi-reaksi yang bersifat konsisten

terhadap situasi atau informasi

Organisasi dapat mengembangkan standar kompetensi sesuai dengan

kebutuhannya, atau menggunakan standar kompetensi yang telah dikembangkan oleh

organisasi atau lembaga sertifikasi kompetensi lainnya (Soehatman Ramli, 2013).

Setelah penilaian kompetensi gambarn kompetensi kerja yang dibutuhan

dilaksankan, program peltihan harus dikembangkan sesuai dengan hasil

penilaiannya.Prosedur dokumentasi pelatihan yang telah dilaksasnkan dan dievaluasi

efektivitasnya harus ditetapkan.Kompetensi kerja harus diintegrasikan kedalam

rangkaian kegiatan perusahaan mulai dari penerimaan, seleksi dan penilaian kinerja

tenaga kerja sera pelatihan (Rudi Suardi, 2007).

Memiliki personel yang berkompeten merupakan hal yang sangat penting

untukn mencapai sasaran perusahaan. Tanpa kompetensi yang jelas maka perusahaan

akan mengalami kemunduran dalam menyikapi perkembangan zaman, perubahan

teknologi dan pemintaan pasar yang semakin cepat. Seorang personel yang tidak

Page 33: BAB II Revisii

43

berkompeten tentu akan memiliki kecenderungan untuk melakukan kesalahan

semakin banyak dibandingkan personel yang berkompeten. Hal ini pasti akan

berakibat terjadinya risikokerja yang semakin besar pula. Karena itu klausul ini

ditujukan pada sesuai personel dan pada semua level dalam lingkup penerapan

standar ini.

Dalam menetapkan persyaratan kompetensi, seorang personel sebaiknya

memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Rudi Suardi, 2007):

a. Realistik, persyaratan kompetensi harus merefleksikan kebutuhan yang

sebenarnya dari kegiatan yang dilakukan. Untuk menentukannya, kita dapat

melakukan analisis atas pekerjaan yang dilakukan dan bertanya pada

supervisiornya. Kita perlu juga mendapatkan input dari pihak terkait peaturan-

peraturan yang berlaku.

b. Dapat dirunjukkan, personel yang melakukan aktifitas harus bisa menunjukkan

kompetensinya, terutama sekali jika berhubungan dengan keterampilan. Ini berarti

bagian HRD harus spesifik dan deskriptif dalam mendefinisikan kompetensi.

Misalnya, “excellent communication skill” adalah persyaratan yang samar-samar

atau sulit diukur. Sedangkan “ dapat menggunakan fork lift dengan lisensi dari

depnaker”. Atau “ mampu memberikan presentasi dengan menggunakan program

power point” lebih dapat ditunjukkan dan lebih mudah dalam mengidentifikasi

adanya kesenjangan kompetensi.

Page 34: BAB II Revisii

44

c. Forward – looking., organisasi sebaiknya mempertimbangkan kebutuhan yang

akan datang, sejauh kita dapat melakukan prediksi

d. Didokumentasikan, OHSAS 18001:1999 mempertahankan adanya dokumentasi.

Hal ini sangat penting untuk memastikan konsistensi dari penerapannya.

Adapun yang menjadi indikator kompetensi kerja menurut Wibowo (2007)

yaitu (Khairul, 2009):

1. Pengetahuan (knowledge) adalah pengetahuan yang dimilki oleh seorang

karyawan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan

bidang atau divisi yang dikerjakannya.

2. Keterampilan (skill) adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh

setiapkaryawan untuk melaksanakan suatu tugas dan tanggung jawab yang

diberikan oleh perusahaan secara maksimal.

3. Perilaku (attitude) adalah pola tingkah laku karyawan dalam melaksanakan

tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan peraturan perusahaan

Kompetensi yang nantinya disusun harus dilakukan pada semua level dan

tingkatan pada lingkup sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jadi

semua training dan tindakan lainnya yang sesuai diperlukan untuk memastikan

adanya kompetensi yang nyata dalam menyelesaikan aktivitas kerja.

Page 35: BAB II Revisii

45

Organisasi harus mengidentifiksikan apakah tindakan diperlukan untuk setiap

personel yang terlibat sisitem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja agar

tercapai kompetensi yang diperlukan. Hal ini tidak sama dengan menentukan

persyaratan kerja. Kompetensi dapat ditentukan dengan membandingkan antara

persyaratan kerja yang harus dilakukan oleh personel dengan kemampuan yang

mereka miliki.Bila hasil perbandingan tersebut mempersyaratkan adanya pelatihan

sebagai kebutuhan, maka organisasi harus menyediakannya.

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk memenuhi kompetensi (Rudi

Suardi, 2007):

a. On-the-job training

b. Classroom training

c. Pembelajaran mandiri (tradisional, audio, video dan dari internet)

d. Pendidikan

e. Konseling

f. Seminar atau menghadiri konferensi

g. Sebagai observer dalam suatu pekerjaan

h. Role models

Ajaran islam telah mengajarkan tentang bersikap amanah dan berperilaku

profisional dalam melaksanakan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat kutipan hadits HR.

Bukhari.s

Page 36: BAB II Revisii

46

Terjemahannya:“Dari Abu Hurairah r.a ia berkata, Rasulullah S.a.w bersabda: Jika amanah telah hilang (sudah tidak dipegang lagi dengan teguh), maka tunggulah saat kehancurannya. Ia bertanya: Ya Rasul, bagaimana orang menghilangkan amanah itu? Rasul menjawab: (Yaitu) apabila suatu urusan (amanah) diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya. (HR. Bukhari)”

Hadits Rasul tersebut menerangkan bahwa hilangnya amanah terutama

disebabkan oleh suatu urusan yang dipegang, ditangani atau dikelola oleh orang yang

bukan ahlinya, yaitu orang yang tidak mengenal dan menguasai bidang

pekerjaannya.Asumsinya adalah, apabila kita menyerahkan kendali kemudi pesawat

terbang kepada seorang supir bus, maka dapat dibayangkan akibatnya; pesawat dan

para penumpangnya akan ikut hancur-binasa (Sa’diyah, 2014)

Oleh karena itu, kompetensi pekerja harus dipastikan sebelum melaksanakan

tugas karena tanpa kompetensi yang jelas maka perusahaan akan mengalami kesulitan

dalam menyikapi perkembangan zaman, perubahan teknologi dan pemintaan pasar

yang semakin cepat sehingga pekerja dituntut harus memiliki kompetensi berdasarkan

perkembangan teknologi yang digunakan oleh perusahaan.

Page 37: BAB II Revisii

Peningkatan Berkelanjutan

Kebijakan K3

(PLAN)Perencanaan

2. Identifikasi bahaya, penilaian, dan pengendalian.

3. Persyaratan legal dan lainnya.

4. Objektif dan program K3

(DO)Implementasi dan Operasi

5. Sumberdaya, peran, tanggung jawab, tanggung gugat,dan wewenang.6. Kompetensi, pelatihan, dan kepedulian7. Komunikasi,partisipasi dan konsultasi.8. Dokumentasi.9. Pengendalian dokumen.10. Pengendalian operasi.11. Tanggap darurat.

(CHECK)Pemeriksaan

12. Pengukuran kinerja dan pemantauan.

13. Evaluasi pmenuhan 14. Penyelidikan

insiden, ketidaksesuaian, koreksi

dan pencegahan.15. Pengendalian

rekaman16. Audit internal.

(ACT)17. Tinjauan manajemen

47

D. Kerangka Teori

Gambar 2.1: kerangka teori penelitian berdasarkan OHSAS 18001 tahun 2007

Page 38: BAB II Revisii

Kompetensi

Pelatihan

Gambaran kompetensi dan pelatihan kesehatan dan keselamatan kerja pada pekerja di dapertemen MaintenanceUtilities PT Vale Indonesia Tbk

48

F .kerangka konsep

Keterangan :

: variabel independen

: variabel dependen