BAB II Revisii
-
Upload
fitria-dwi-khaerunnisa -
Category
Documents
-
view
213 -
download
1
description
Transcript of BAB II Revisii
11
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Tinjauan Umum OHSAS 18001
1. Latar Belakang
Beragamnya sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang
berbagai lembaga atau institusi, mendorong timbulnya keinginan untuk menetapkan
suatu standar yang dapat digunakan secara global. Dengan demikian penerapan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam organisasi dapat diukur satu dengan yang
lainnya dengan mnggunakan tolok ukur yang sama. OHSAS 18001 dikembangkan
oleh OHSAS Project Group, konsorsium 43 organisasi dari 28 negara.
Tim ini melahirkan kesepakatan menetapkan sistem penilaian (assessment)
yang dinamakan OHSAS 18001yang terdiri atas 2 bagian yaitu:
a. OHSAS 18001 : Memuat Spesifikasi SMK3
b. OHSAS 18002 : Pedoman Implementasi
2. Referensi dan Publikasi
OHSAS 18001 disusum dengan pendekatan untuk dapat dijalankan bersamaan
dengan standar lainnya, khusus manajemen mutu (ISO 9000) dan lingkungan (ISO
14000) referensi dan acuan yang digunakan untuk OHSAS 18001 antara lain ILO-
OSH:2001 guidelines on occupational safety and healt management systems.
11
12
3. Persyaratan Umum
Setiap organisasi harus memeiliki suatu kesisteman Kesehatan dan
Keselamatan Kerja yang baik.Karena itu OHSAS 18001 menyaratkan organisasi
untuk membuat persyaratan umum mengenai penetapan dan pengembangan SMK3
dalam organisasi. Bagi organisasi yang sama sekali belum memiliki sistem
manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja, terlebih dahulu harus menetapkan
posisi penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam organisasi melalui suatu
tinjauan awal SMK3.
Sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja tersebut harus
terintegrasi dengan manajemen organisasi lainnya dan disesuaikan dengan kebutuhan
masing-masing serta dengan mempertimbangkan jenis usaha skala dan bentuk
organisasi. Sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja tersebut harus terus
menerus dijalankan, dipelihara dan didokumentasikan sepanjang daur hidup
organisasi sejak awal didirikan sampai suatu saat ditutup.
4. Lingkup SMK3
OHSAS 18001 tidak menyaratkan bagaimana lingkup penerapan Kesehatan
dan Keselamatan Kerja, tergantung kondisi dan kebijakan masing-masing organisasi.
Karena itu, lingkup SMK3 harus ditetapkan oleh manajemen sebagai acuan bagi
semua pihak terkait. Lingkup penerapan SMK3 dapat ditetapkan berdasarkan lokasi
kegiatan, proses atau lingkup kegiatan. Misalnya manajemen untuk tahap awal hanya
13
akan mengembangkan SMK3 untuk unit produksi atau pada lokasi kerja tertentu
yang dinilai memiliki risiko tinggi atau strategis.
Lingkup ini harus didokumentasikan sehingga dapat diketahui oleh semua
pihak terkait dengan penerapan SMK3.
Penetapan lingkup sebaiknya dilakukan dengan hati-hati dan pertimbangan
strategis, jangan sekedar ingin memudahkan sebagai contoh manajemen hanya
memasukkan lingkup penerapan SMK3 pada bagian atau unit kegiatan tertentu yang
lebih sederhana dan rendah risikonya sehingga mudah tercapai kinerja Kesehatan dan
Keselamatan Kerja yang baik.namun hal ini tentu tidak mencapai hakikat penerapan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja yaitu mengendalikan risiko Kesehatan dan
Keselamatan Kerja secara menyeluruh.
5. Tinjau Awal
Sebelum mulai mengembangkan sistem manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja, organisasi perlu melakukan tinjau awal sebagai base line
assessment untuk mengetahui kondisi Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam
organisasi dibanding dengan persyaratan menurut OHSAS 18001 atau peryaratan
lainnya.dalam tinjau awal ini dipertimbangkan apa saja risiko Kesehatan dan
Keselamatan Kerja yang dihadapi, serta sasaran umum Kesehatan dan Keselamatan
Kerja yang ingin dicapai.
14
Tinjau awal dapat dilakukan melalui suatu observasi, daftar periksa,
wawancara, inspeksi lapangan atau kajian dokumen yang ada. Hasil tinjau awal ini
merupakan titik awal pengembangan SMK3.
6. Kebijakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Kebijakan merupakan persyaratan utama dalam semua system manajemen
seperti manajemen lingkungan, manajemen mutu dan lainnya. Kebijakan
merupakan roh dari semua sistem,yang mampu mmberikan spirit dan daya gerak
untuk keberhasilan suatu usaha. Karena itu OHSAS 18001 menyaratkan
ditetapkannya kebijakan K3 dalam organisasi oleh manajemen puncak.
Kebijakan K3 (OH&S policy) merupakan perwujudan dan komitmen pucuk
pimpinan yang menurut visi dan tujuan organisasi, komitmen dan tekad untuk
melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja, kerangka dan program kerja.
Berbagai bentuk komitmen yang dapat ditunjukkan oleh pimpinan dan
manajemen dalam Kesehatan dan Keselamatan Kerja antara lain:
a. Dengan memenuhi semua ketentuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang
berlaku dengan organisasi, seperti penggunaan alat keselamatan yang diwajibkan
dan persyaratann Kesehatan dan Keselamatan Kerja lainnya.
b. Memasukkan isu Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam setiap kesempatan,
rapat manajemen dan pertemuan lainnya.
15
c. Secara berkala dan konsisten mengkomunikasikan keinginan dan harapannya
mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja kepada semua pemangku
kepentingan.
d. Melibatkan diri dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja seperti pertemuan keselamatan dan kesehatan kerja,
pertemuan audit Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
e. Memberikan dukungan nyata dalam bentuk sumberdaya yang diperlukan untuk
terlaksananya Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam organisasi.
f. Memberikan keteladanan Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang baik dengan
menjadikan sebagai bagian integral dalam setiap kebijakan organisasi.
7. Perencanaan SMK3
Proses berikutnya dalam sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan
Kerja menurut OHSAS 18001 adalah perencanaan (planning). OHSAS 18001
mewajibkan organisasi untuk membuat prosedur perencanaan yang baik. Tampa
perencanaan, sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja tidak akan
berjalan dan memberikan hasil optimal.
Perencanaan ini merupakan tindak lanjut dan penjabaran kebijakan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang telah ditetapkan oleh manajemen puncak
dengan mempertimbangkan hasil audit yang pernah dilakukan dan masukan dari
berbagai pihak termasuk hasil pengukuran kinerja. Hasil dari perencanaan ini
16
selnjutnya menjadi masukan dalam pelaksanaan dan operasional Kesehatan dan
Keselamatan Kerja.
Perencanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang baik, dimulai dengan
melakukan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan penentuan pengendaliannya.
Dalam melakukan hal tersebut, harus dipertimbangkan berbagai persyaratan
perundangan Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang berlaku bagi organisasi serta
persyaratan lainnya seperti standar, kode, atau pedoman industri yang terkait atau
berlaku bagi organisasi.
8. Perundangan dan persyaratan lainnya
OHSAS 18001 menyaratkan organisasi untuk melakukan identifikasi semua
perundangan, peraturan atau standar yang terkait dengan bisnis atau operasinya
sebagi landasan dalam menerapkan Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Persyaratan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja tentunya tidak sama untik setiap organisasi
misalnya untuk industri kimia berbeda dengan industri manufaktur, migas atau
konstruksi.
Di Indonesia banyak dikeluarkan perundangan berkaitan dengan Kesehatan
dan Keselamatan Kerja.Sebagai payung hukum adalah undang-undang No. 1 tahun
1970 tentang keselamatan kerja.selanjutnya pemerintah melalui departemen tekhnis
mengeluarkan berbagai peraturan pelaksana.
17
Untuk itu, OHSAS 18001 menyaratkan adanya prosedur manajemen untuk
mengidentifikasi semua perundangan, peraturan atau standar yang terkait dengan
risiko yang terdapat dalam organisasi. Prosedur ini memuat antara lain prosedur
mendapatkan akses ke sumber perundangan, proses kajian serta dampak hokum
sekaligus menentukan tanggung jawab pemenuhannya.
9. Objektif dan program Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Tujuan utama klausul ini adalah untuk memastikan bahwa organsasi telah
menetapkan objektif Kesehatan dan Keselamatan Kerja untuk memenuhi kebijakan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Tanpa objektif Kesehatan dan Keselamatan
Kerja yang jelas dan terarah, implementasi SMK3 tidak akan berhasil dengan
baik.objektif Kesehatan dan Keselamatan Kerja harus memiliki kaitan dengan hasil
identifikasi bahaya yang telah dilakukan dan sellaras dengan kebijakan organisasi
serta strategi bisnis yang dijalankan.
10. Pemeriksaan
a. Pemantauan
Proses pelaksanaan sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
harus dipantau secara berkala dari waktu ke waktu untuk memastikan bahwa sistem
berjalan sesuai dengan rencana. Sama halnya dengan berbagai petunjuk yang ada di
dash board mobil, pemantauan akan membantu pengemudi sepanjang perjalanannya.
18
b. Pengukuran kinerja
Pengukuran kinerja Kesehatan dan Keselamatan Kerja, sejalan dengan konsep
manajemen modern, dilakukan sepanjang proses SMK3 sejak tahap perencanaan
sampai pelaksanaannya.
Pengukuran dilakukan secara konsepsional agar dapat memberikan makna dan
manfaat bagi manajemen. Frank bird dalam loss control management menyesuaikan
taha pengukuran kinerja dengan proses kecelakaan yang meliputi 3 tahap yaitu
pengukuran sebelum kejadian (pre-contact), saat kejadian (contact) dan dan sesuai
kejadian (post-contact).
11. Penyelidikan Insiden, Ketidaksesuain dan Langkah Koreksi Dan Pencegahan
a. Penyelidikan Insiden
OHSAS 18001 menyaratkan diadakannya penyelidikan disetiap insiden yang
terjadi dalam organisasi. Insiden adalah semua kejadian yang menimbulkan atau
dapat menimbulkan kerugian baik materi, kerusakan atau cedera pada
manusia.Insiden meliputi semua kecelakaan, kebakaran, penyakit akibat kerja,
kerusakan dan hamper celaka (near miss).Penyelidikan bertujuan untuk :
1) Mencari faktor utama peneyebab kejadian untuk mencegah terulangnya
kejadian serupa.
19
2) Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja yang mengalami kecelakaan
dengan mekukan penyelidikan dapat diketahui fektor penyebab utama, dan
tidak menjadikan pekerja sebagai kambing hitam peneybab kecelakaan.
3) Sebagai bahan laporan kecelakaan kepadaa institusi terkai termasuk
kepetingan asuransi kecelakaan.
4) Menegetahui kelemahan yang ada dalam sistem manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja setiap kecelekaan mengindikasikan adanya kelemahan
dalam sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja organisasi.
b. Ketidaksesuaian
Dalam program Kesehatan dan Keselamatan Kerja sangat penting untuk
melakukan langkah perbaikan dan peningkatan jika ditemukan adanya kondisi
dibawah standar seperti tindakan dan kondisi tidak aman yang dapat menjurus
terjadinya kecelakaan. Kondisi dibawah standar (substandard condition) ini dapat
ditemukan melalui kegiatan audit, inspeksi, atau assessment.
Ketidaksesuaian dapat berdsumber dari sistem manajemen, kondisi fisik
tempat kerja, individu, lingkungan dan faktor non tekhnis lainnya.Semua
ketidaksesuaian harus diidentifikasi dan dievaluasi dan dikelompokkan misalnya
menurut jenis, loksi, kejadian atau keparahan yang ditimbulkannya. Dengan adanya
data yang mengenai ketidaksesuaian ini, manajmen akan memeperoleh gambaran
menegenai kondisi pelaksaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam organisasi
sekaligus prioritas yang diperlukan untuk perbaikannya.
20
OHSAS 18001 menyaratkan adanya prsedur untuk menangani
ketidaksesuaian ini yang memuat sekurangnya hal sebagai berikut:
1) Identifikasi ketidaksesuaian dan langkah koreksi yang diperukan untuk
mengurangi dampak Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang ditimbulkan.
2) Melakukan penyelidikan atas semua ketidaksesuaian untuk mengetahui
penyebab dasar (rootcauses) sehingga dapat diambil tindakan koreksi dan
pncegahan yang tepat.
3) Menentukan tindakan koreksi dan pencegahan agar kondisi serupa tidak
terjadi kembali.
4) Melakukan evaluasi apakah langkah pencegahan atau koreksi telah berjalan
baik dan efektif untuk menghilangkan ketidaksesuaian yang ada.
c. Tindakan Koreksi
Tindakan koreksi dimaksudkan untuk mengambil langkah menghilangkan
fakto dasar penyebab ketidaksesuaian, insiden atau kecelakaan yang ditemukan untuk
mencegah terulangnya kejadian serupa. Untuk mengembangkan prosedur mengenai
tindakan koreksi ini ada beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan :
1) Identifikasi dan pelaksanaan tindakan koreksi dan perbaikannya baik untuk
jangka pendek maupun jangka panjang.
2) Evauasi mengenai dampak atau efek yang timbul dari ketidaksesuaian
terhadap hasil identifikasi, penilaian dan pengendalian risiko yang ada.
21
3) Rekaman dari seluruh perubahan yang diperlukan dari tindakan koreksi yang
dilakukan dan terhadap laporan analisa risiko dan bahaya.
4) Penerapan upaya pengendalian risiko, termasuk jika diperlukan adanya
perubahan atau modifikasi untuk memastikan bahaya langkah koreksi telah
dijalankan dan efektif.
d. Tindakan Pencegahan
Dari hasil temuan ketidaksesuaian dan setelah melakukan tindakan koreksi
organisasi harus mengambil langkah pecegahan untuk mencegah hal serupa tidak
terulang kembali.Langkah pencegahan harus bersifat umum dan mendasar, baik yang
bersifat teknis ataupun manajemen seperti perbaiakan dalam sistem pelatihan,
organisasi, prosedur kerja, dokumentasi, komunikasi dan lainnya.
12. Pengendalian Rekaman
Pengolahan dokumen dan data sangat penting dalam sistem manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Banyak data dan informasi dalam Kesehatan
dan Keselamatan Kerja yang perlu dipelihara dan di simpan dengan baik karena
suatu ketika akan diperlukan dalam program pencegahan kecelakaan atau penyakit
akibat kerja.
Data pemeriksaan kesehatan pekerjaaan diperlukan jika suatu ketika yang
bersangkutan mengalami penyakit akibat kerja.Karena itu, OHSAS 18001
menyaratkan untuk mengelola data dengan baik sehingga mudah dilacak, dicari dan
22
aman.Organisasi juga diminta untuk menentukan waktu retensi dari data atau arsip
yang disimpan tergantung jenis dan urgensinya.
Mengingat pentingnya aspek pengelolaan data ini, OHSAS 18001
menyaratkan adanya prosedur manajemen untuk mengidentifikasi, menyimpan atau
memusnahkan data atau catatan mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
13. Internal Audit
Suatu organisasi memerlukan alat atau cara untuk menilai apakah
pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja telah berhasil atau tidak. Salah satu
cara penilaian adalah dengan melakukan audit Kesehatan dan Keselamatan Kerja
sebagai bagian dari siklus plant-do-check-action. Melalui audit, organisasi akan
mengetahui kelebihan dan kekurangannyasehingga dapat melakukan langkah-
langkah penyemprnaan berkesinambungan.Tujuan internal audit Kesehatan dan
Keselamatan Kerja antara lain:
a. Untuk memastikan apakah sisyem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
yang dijalankan telah memenuhi prosedur yang telah ditetapkan dan sesuai
denagan persyatan dan standar OHSAS 18001
b. Untuk mengetahui apakah sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
tersebut telah berjalan sebagaimana mestinya diseluruh jajaran sesuai dengan
lingkup pelaksanaannya.
23
c. Memastikan apakah sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
dijalankan teah efektif untuk menjawab semua isu Kesehatan dan Keselamatan
Kerja yang ada dalam organisasi guna menghindarkan SMK3 yang salah arah,
virtual, atau random.
14. Tinjauan Manajemen
OHSAS 18001 mensyaratkan untuk melaukan tinjauan manajemen secara
berkala oleh manajemen puncak.Tinjauan manajemen ini merupakan bagian
penting dalam mata rantai SMK3 untuk memastikan bahwa penerapan SMK3 telah
berjalan sesuai dengan rencana yang diharapkan, sehingga jika terjadi
penyimpangan dapat segera dilakukan penyempurnaan.
Tinjauan manajemen dilakukan secara menyeluruh dan tidak bersifat detail
untuk isu tertentu. Aspek yang dibahas dalam tinjauan manajemen antar lain:
a. Kesesuaian kebijakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang sedang berjalan
b. Penyempurnaan objektf Kesehatan dan Keselamatan Kerja untuk peningkatan
berkelanjutan
c. Kecukupan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan proses pengendalian bahaya
d. Tingkat risiko saat ini dan efektifitas dari sistem pengendalan
e. Kecukupan sumberdaya yang disediakan
f. Evaluasi kecelakaan dalam kuru waktu tertentu
24
g. Evaluasi penerapan prosedur Kesehatan dan Keselamatan Kerja Hasil dari audit
Kesehatan dan Keselamatan Kerja baik interna maupun eksternal dan lainnya.
15. Road Map Implementasi
Penerapan sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja menurut
pendekatan PDCA adalah sebagai berikut:
a. Plant : rencanakan sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
b. Do : tentukan sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
c. Check : evaluasi penerapannya
d. Act : tingkatkan sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Untuk menerapkan sistem manajemen tersebut OHSAS 18001 telah
memberikan persyaratan-persyaratan yang tertuang dalam masing-masing
elemen.Namun untuk memahami persyaratan tersebut tidak mudah sehingga
banyak organisasi mengalami kesulitan dalam peerapannya.
B. Tinjauan Umum Pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Menurut Nitisemito (86:1988), “Pendidikan dan pelatihan adalah suatu
kegiatan dari perusahaan yang bermaksud untuk dapat memperbaiki dan
mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan bagi karyawan,
sesuai dengan keinginan dari perusahaan yang bersangkutan” (Elfina, 2007).
25
Pelatihan merupakan proses membantu tenaga kerja untuk memperoleh
efektifitas dalam pekerjaan mereka yang sekarang atau yang akan datang melalui
pengembangan kebiasaan tentang pikiran, tindakan, kecakapan, pengetahuan dan
sikap yang layak (Sastrohadiwiryo, 2002 dalam Lidya, 2011).
Pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek bagi para karyawan
operasional untuk memperoleh keterampilan teknis operasional secara sistematis.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan langkah penting dalam
meningkatkan kemampuan dan prestasi kerja karyawan.Untuk meningkatkan sumber
daya manusia diperlukan sebuah pelatihan.Pelatihan merupakan salah satu alat
penting dalam menjamin kompetisi kerja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan
keselamatan dan kesehatan kerja (Sastrohadiwiryo, 2002 dalam Lidya, 2011).
Program pelatihan merupakan suatu keharusan bagi sebuah industri /
perusahaan bila menghendaki hasil yang lebih maksimal dari kinerja para pekerjanya.
Pelatihan K3 adalah pengertian yang seksama tentang prosedur pelaksanaan tugas
dan pengetahuan tentang bahaya-bahaya yang menyertai kinerja akan mengeliminasi
berbagai kecelakaan (Sukarmin, 1997 dalam Lidya 2011).
Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja sangat penting mengingat
kebanyakan kecelakaan terjadi pada pekerja yang belum terbiasa bekerja secara
selamat. Penyebabnya adalah ketidaktahuan tentang bahaya atau cara mencegahnya
meskipun tahu tentang adanya suatu risiko (Santoso,2002 dalam Lidya 2011).
26
Program pelatihan bagi tenaga kerja diusahakan agar tenaga kerja mendengar,
memahami dan menghayati pekerjanya dalam usaha untuk menaikkan kinerja serta
meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam usaha menanamkan
kesadaran dan pemahaman cara kerja yang aman, sehat dan selamat. Pelatihan ini
dapat dilakukan berupa kursus, ceramah, diskusi, pemutaran slide,bulletin atau
majallah dan dapat dilakukan baik didalam maupun diluar perusahaan, bekerjasama
dengan lembaga dan instansi terkait lainnya (Sahrial Angkat, 2008).
Pelatihan yang diterima pekerja harus dapat diimplementasikan dalam sistem
kerja, sehingga pekerjaan yang dilakukan dapat menghasilkan produk yang lebih
baik dari sebelumnya, serta lebih mampu meningkatkan keselamatan dan kesehatan
kerja para pekerja (Sahrial Angkat, 2008).
Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan pelatihan yang
diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan
mengembangkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan tenaga kerja.
Kebutuhan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja antara satu perusahaan dengan
perusahaan lain berbeda sesuai sifat bahaya, skala kegiatan dan kondisi pekerja
(Soehatman Ramli, 2010).
Organisasi harus mengembangkan standar pelatihana bagi seluruh individu di
lingkungannya.sesuai dengan philosofi Kesehatan dan Keselamatan Kerja dari IASP
(International Association Of Safety Professional) pekerja harus dilatih mengenai
27
Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Pemahaman atau budaya Kesehatan dan
Keselamatan Kerja tidak datang dengan sendirinya, namun harus dibentuk melalui
pelatihan dan pembinaan. Sebagai contoh, untuk mengemudi kendaraan bermotor di
jalan raya tidak bisa sekedar otodidak, namun lebih efektif jika dilakukan melalui
pendidikan mengemudi (safe driving) (Soehatman Ramli, 2010).
Pelatihan dimaksudkan untuk meningkatkan Knowledge, Skill, Dan Attitute
(KSA) sehingga harus dirancang sesuai atau spesifik dengan kebutuhan masing-
masing pekerja.
Kebutuhan pelatihan Kesehatan dan Keselmatan Kerja antara satu perusahaan
dengan perusahaan lain pasti berbeda sesuai sifat bahaya, skala kegiatan dan kondisi
pekerja. Karena itu pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja dikembangkan untuk
menjawab kebutuhan organisasi bukan sekedar formalitas belaka.
Untuk mengetahui apakah organisasi memerlukan pelatihan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja dilakukan melalui proses sebagai berikut (Soehatman Ramli,
2010).
2. IDENTIFIKASI KERJA KRITIS
5. ANALISA KEBUTUHAN PELATIHAN
6. TUJUAN DAN OBJEKTIF
7. TUJUAN PEMBELAJARAN
8. LAKSANAKAN PELATIHAN
ANALISA JABATAN
10. PENINGKATAN
9. EVALUASI
3. Catatan Kecelakaan
4. Survey
28
Gambar 2.1 Proses Penentuan Pelatihan
1. Analisa jabatan atau pekerja
Setiap individu dalam organisasi pasti memiliki tugas atau pekerjaan yang
harus dilakukannya sesuai denagan jabatannya masing-masing. Lakukan
identifikasi dan analisa semua pekerjaan yang dilakukan oleh setiap individu atau
kelompok kerja.
2. Identifikasi pekerjaan atau tugas kritis (critikal task)
Dari berbagai macam pekerjaan atau tugas yang dijalankan seseorang pasti
ada diantaranya yang bersifat kritis dan mengandung potensi bahaya besar.semua
pekerjaan kritis harus didefinisikan.
29
3. Kaji data-data kecelakaan
Informasi kecelakaan yang pernah terjadi merupakan masukan penting
dalam merancang pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja.Kecelakaan
mengindentifikasikan adanya penyimpangan atau kelemahan dalam sistem
manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja, salah satu diantaranya kurangnya
kompetensi atau kepedulian. Sebagai contoh,dari pengalaman sebelumnya tercatat
3 kasus kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan pengelasan atau masuk ruang
tertutup. Hal ini mengidentifikasikan perlu dilakukan pelatihan tentang bekerja di
ruang tertutup bagi pekerja terkait.
4. Survei kebutuhan pelatihan
Langkah berikutnya adalah melakukan survei mengenai kebutuhan
pelatihan di masing tempat kerja atau departemen.Apa saja aktifitas atau pekerjaan
yang memerlukan pelatihan dan apa saja aktivitas atau pekerjaan yang
memerlukan pelatihan dan apa jenis pelatihan yang diperlukan. Dari pengamatan
dapat pula terlihat apa saja pelatihan yang diperlukan untuk meningkatkan
keterampilannya sehingga dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan selamat.
5. Analisa kebutuhan pelatihan (training need analysis)
Lakukan analisa keselamatan pekerjaan (job safety analysis) untuk
mengetahui apa saja potensi bahaya yang ada dalam suatu pekerjaan atau tugas.
30
a. Dari hasil JSA dapat diidentifikasikan jenis bahaya dan tingkat risiko dari setiap
pekerjaan. Pekerjaan yang memiliki risiko tinggi (critikal task) menjadi prioritas
untuk program pelatihan.
b. Kaji rekaman kecelakaan atau kejadian sebelumnya untuk mendapat informasi
jenis pekerjaan apa yang mendukung bahaya dan berisiko tinggi. Angka
kecelakaan yang tinggi menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang perlu ditingkatkan melalui pelatihan.
c. Identifikasi kebutuhan pelatihan. Siapa saja yang perlu diberi pelatihan Kesehatan
dan Keselamatan Kerja? untuk itu lakukan survei atau observasi lapangan. Jika
perlu adakan wawancara dengan pekerja mengenai cara kerja yang aman. Dari
hasil observasi pelatihan data individu yang memerlukan pelatihan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja tertentu yang akan menentukan format pembelajaran dan
tekhnik penyajiannya.
6. Tentukan sasaran dan target pelatihan
Pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja tentu dimaksudkan untuk
memenuhi gap antara kompetensi yang disyaratkan dengan kondisi pekerja.
Pelatihan diharapkan akan memperbaiki atau meningkatkan pengetahuan
(knowledge), keterampilan (skill), dan perilaku (attitude). Sasaran dan target
pelatihan ini harus diterapkan sebagai masukan untuk merancang format dan
sialabus pelatihan.
31
7. Kembangkan objektif pembelajaran
Setiap manusia memiliki kemampuan dan daya serap berbeda dalam
belajar yang dipengaruhi antara lain tingkat pendidikan, pengalaman dan latar
belakangnya. Untuk itu program pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja harus
dapat menjangkau semua tingkat dan perbedaan yang ada dalam organisasi. Jika
perlu program pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja diberi peringkat
misalnya tingkat pemula, menengah atau lanjutan (advanced).
8. Laksanakan pelatihan
Setiap program peltihan disusun dan dirancang temasuk silabus, peserta
dan proses pembelajaran maka pelatihan dapat dimulai. Pelatihan dapat dilakukan
secara eksternal melalui lembaga pelatihan atau secara internal yang dirancang
sesuai dengan kebutuhan .
Pelatihan eksternal dan internal memiliki kelebihan dan kelemahan masing-
masing.Mengikuti pelatihan eksternal melalui lembaga pelatihan yang dilakukan
untuk program-program Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang bersifat umum
yang tidak dapat dilakukan sendiri atau jumlah peserta terbatas.Misalnya pelatihan
ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang mungkin pesertanya terbatas satu atau
dua orang. Untuk pelatihan yang bersifat spesifik sebaiknya dilakukan secara
internal, misalnya pelatihan cara kerja aman, karena akan lebih hemat sekaligus
dengan diaplikasi secara langsung.
32
9. Lakukan evaluasi
Hasil pelatihan harus dievaluasi untuk menentukan efektivitasnya.Evaluasi
dilakukan terhadap seluruh aspek pelatihan seperti sistem pembelajaran, materi,
instruktur, serta dampak terhadap peserta setelah kembali ketemoat kerja masing-
masing.
10. Lakukan perbaikan
Langkah terakhir dalam proses pelatihan adalah melakukan perbaikan
berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan.
Berdasarkan SMK3, pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja dapat
diklasifikasi sebagai berikut (Soehatman Ramli, 2010):
a. Induksi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (Safety Induction) yaitu pelatihan yang
diberikan sebelum seseorang mulai bekerja atau memasuki suatu tempat kerja.
Pelatihan ini ditujukan untuk pekerja baru, pindahan, mutasi, kontraktor dan tamu
yang berada di tempat kerja.
b. Pelatihan khusus Kesehatan dan Keselamatan Kerja yaitu berkaitan dengan tugas
dan pekerjaanya masing-masing. Misalnya pekerja dilingkungan pabrik kimia
harus diberi pelatihan mengenai bahaya-bahaya bahan kimia dan
pengendaliannya. Pekerja yanag bertugas sebagai safety officer harus diberi
pelatihan misalnya mengenai manajemen risiko Kesehatan dan Keselamatan
33
Kerja atau mengenai manajemen risiko. Harus diingat bahwa pelatihan hendaknya
disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing.
c. Pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja umum, yaitu program pelatihan yang
bersifat umum dan diberikanpada semua pekerja mulai level terbawah sampai
manajemen puncak. Pelatihan ini umumnya bersifat awareness yaitu untuk
menanamkan budaya atau kulturKesehatan dan Keselamatan Kerja dikalangan
pekerja. Temasuk dalam pelatihan ini misalnya mengenai dasar Kesehatan dan
Keselamatan Kerja dan petunjuk keselamatan seperti keadaan darurat dan
pemadaman kebakaran.
Pelatihan bertujuan agar para pengikut latihan dapat cepat berkembang. Sukar
bagi seseorang untuk mengembangkan dirinya tanpa ada pelatihan khusus.
Pengembangan diri dengan hanya melalui pengalaman lebih lambat jika
dibandingkan dengan melalui pelatihan. Ini membuktikan bahwa pengembangan diri
seseorang akan lebih cepat melalui pelatihan. Itulah sebabnya mengapa pelatihan
bertujuan pula untuk mempercepat perkembangan para pekerja. Sebagaimana Allah
berfirman dalam Al-Quran dalam surat At Taubah ayat 105 :
و م�ن��� م� �ه� و� ول س��� � و�ر� �ك ه� ع�م�ل لل��� ى �ر� ي � ف�س��� وا م�ل��� ل� ��و�ق��� ن ؤ� ؤ� ٱ ۥ ؤ ٱ ؤ ٱ
� �نت ا ك �م���� �م ب �ك "ئ �ب �ن ه�&د�ة� ف�ي لش���� ب� و� غ� � �م �ى& ع�&ل �ل د.ون� إ �ر� ت ؤو�س���� ٱ ؤ� ؤ� ٱ
م�ل�ون� � ١٠٥ؤت
34
Terjemahannya:“Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS. At Taubah: 105).
Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah menjelaskan setelah ayat yang lalu
menganjurkan kegiatan nyata bertaubat dan melakukan kegiatan nyata, antara lain
membayar zakat dan bersedekah, kini mereka diminta untuk melakukan aneka
aktivitas lain, baik yang nyata maupun yang tersembunyi.
Dapat juga dikatakan bahwa ayat yang lalu bagaikan menyaratkan:
“Katakanlah, wahai Muhammad saw., bahwa Allah menerima taubat ,” dan
katakanlah juga: “Bekerjalah kamu, demi karena Allah semata dengan aneka amal
yang shaleh dan bermanfaat, baik untuk diri kamu maupun untuk masyarakat umum,
maka Allah akan melihat, yakni menilai dan memberi ganjaran amal kamu itu, dan
rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan diihat dan menilainya juga, kemudian
menyesuaikan perlakuan mereka dengan amal-amal kamu itu dan selanjutnya kamu
akan dikembalikan melalui kematian kepada Allah swt. Yang maha mengetahui
yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu sanksi dan ganjaran
atas apa yang telah kamu kerjakan, baik yang tampak dipermukaan maupun yang
kamu sembunyikan dalam hati .”
Terbaca di atas bahwa, setelah penyampaian harapan tentang pengampunan
Allah swt., ayat ini melanjutkan dengan perintah beramal shaleh. Agaknya hal ini
35
perlu karena, walaupun taubat telah diperoleh, tetapi waktu yang telah lalu dan yang
pernah diisi dengan kedurhakaan, kini tidak mungkin kembali lagi. Manusia telah
mengalami kerugian dengan berlaulunya waktu itu tampa diisi oleh kebajikan. Karena
itu, ia perlu giat melakukan aneka kebajikan agar kerugian tidak terlalu besar
( Shihab, )
Dari ayat di atas menjelaskan “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya
serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu” maka dari itu pelatihan
sangat penting di lakukan bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan pengetahuan
dan kompetensi para pekerja.
Dengan demikian bahwa pelatihan bagi pekerja dalam organisasi sangat
penting, artinya untuk memajukan organisasi atau perusahaan bersangkutan.Dimana
melalui pelatihan, terjadinya perubahan pola fikir pekerja yang pada awalnya tidak
mengetahui bagaimana mengimplementasikan keselamatan dan kesehatan kerja pada
saat bekerja menjadi tahu.
Pekerja yang mendapatkan pelatihan secara berencana akan memberikan
kemungkinan untuk mengembangkan diri sendiri. Dengan adanya pelatihan yang
didapatkan pekerja, maka pekerja dapat memenuhi indikator kompetensi tertentu
yang dipersyaratkan perusahaan dalam melaksanakan tugas.Melalui pelatihan,
pekerja dapat melaksanakan tugas sesuai dengan prosedur-prosedur kerja yang telah
diajarkan pada saat pelatihan sehingga kemungkinan terjadinya kesalahan-kesalahan
dalam bekerja dapat terhindarkan sehingga perusahaan tidak harus mengeluarkan
biaya untuk melakukan perbaikan.
36
C. Tinjauan Umum Kompetensi Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Dessler (2004:713) dalam MC Clelland menyatakan bahwa kompetensi kerja
adalah mengacu pada pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan kepribadian
(attitude) individu yang secara langsung mempengaruhi kinerja karyawan (Khairul,
2009)
Sedarmayanti (2001) mengemukakan bahwa kompetensi kerja adalah
kemampuan yang dimiliki seorang karyawan dalam melakukan tindakan yang
berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab agar dapat mencapai tujuan
perusahaan (Khairul, 2009).
Kompetensi adalah kemampuan seseorang dalam melaksanakan suatu aktifitas
merujuk pada beberapa karakteristik, baik yang bersifat dasar, pengetahuan,
keterampilan maupun perilaku dengan tingkat kemampuan yang dapat berubah-ubah,
tergantung sejauh mana pengetahuan, keterampilan, maupun perilaku tersebut diasah
(Kemenaker, 2015: 5)
Muhammad Surya mengungkapkan bahwa kompetensi adalahkeseluruan
kemampuan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yangdiperlukan oleh seseorang
dalam kaitan dengan tugas tertentu.Sejalandengan itu, Finch dan Cruncilton
sebagaimana dikutip oleh Mulyana mengartikan kompetensi sebagai penguasaan
terhadap suatu tugas,keterampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk
menunjang keberhasilan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kompetensi mencakup
tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang harus dimiliki oleh guru atau pendidik
37
untuk menjalankan tugas-tugasnya guna mencapai suatu tugas tertentu yang telah
ditentukan (Susmanto, 2005)
Menurut Boyatzis, ompetensi adalah karakteristik-karakteristik yang
berhubungan dengan kinerja unggul dan atu efektif di dalam pekerjaan. Sedangkan
menurut Green, kompetensi adalah deskripsi tertulis dari kebiasaan kerja yang dapat
di ukur dan keahlian seseorang untuk mencapai sasaran kerja. Sementara itu menurut
Mathis and Jackson dalam Tjutju dan Suwatno (2008) mendefinisikan bahwa
kompetensi adalah karakteristik dasar yang dapat di hubungkan dengan peningkatan
kinerja individu atau tim. Pengelompokkan kompetensi terdiri dari Pengetahuan,
Keterampilan dan Kemampuan. Kompetensi sebagai pengetahuan keahlian,
kemampuan atau karakteristik pribadi individu yang mempengaruhi secara langsung
kinerja pekerjaan. Sedangkan menurut Klemp (Sudarmanto 2009 dalam Zuchri, 2013)
Dari pengertian diatas disimpulkan kompetensi kerja merupakan kemampuan
yang dimiliki seorang karyawan dalam melakukan tugas dan tanggung jawab yang
dilandasi pengetahuan, keterampilan dan kepribadian. Untuk mencapai tujuan.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam dalam al-Qur’an surat al-Qhasas ayat77:
�ك� م�ن� يب �ص��� �نس� ن ر� و�ال� ت ;خ��� أ ل��د�ار� ه� لل��� ك� �ى��& ا ء�ات �غ� ف�يم��� ت ��و� ن ؤ� ٱ ٱ ٱ ؤ ٱ
� أ اد� ف�ي ف�س� غ� � � و�ال� ت �ل �ه� إ لل س�ن� � �م�ا أ س�ن ك � � و�أ ي ��لد. ن ؤ� ؤ� ٱ ؤ� ٱ ؤ �� ن ؤ� ٱ ؤ� ؤ� ن� ؤ� ٱ
د�ين� س� م� �ح�ب. �ه� ال� ي لل �ن� ؤ�إ ؤ� ٱ ٧٧ٱ
38
Terjemahannya:“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”(Al- Qasas : 77).
Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah menjelaskan beberapa orang dari
kaum Nabi Musa as. Itu melanjutkan nasihatnya kepada Qarun bahwa nasihat itu
bukan berarti engkau hanya boleh beribadah murni dan melarangmu memerhatikan
dunia. Tidak! Berusahalah sekuat tenaga dan fikiranmu dalam batas yang dibenarkan
Allah untuk memperoleh harta dan hiasan duniawi dan carilah secara bersunggu-
sunggu pada, yakni melalui apa yang telah di anugerahkan Allah kepadamu dari
hasil usahamu itu kebahagiaan nageri akhirat, dengan menginfakkan dan
menggunakannya sesuai petunjuk Allah dan dalam saat yang sama janganlah
melupakan, yakni mengabaikan, bagianmu dari kenikmatan dunia dan berbuat
baiklah kepada semua pihak, sebagaimana atau disebabkan karena Allah telah
berbuat baik kepadamu dengan aneka nikmat-Nya, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan dalam bentuk apa pun di bagian mana pun di bumi ini, sesungguhnya Allah
tidak menyukai para pembuat kerusakan ( Shihab, )
Dari ayat diatas menjelaskan “Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu” sebagaimana para pekerja dituntut dalam
melaksanakan pekerjaan harus dibekali dengan kemampuan / kompetensi agar
pekerja dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan tidak membuat kerusakan
39
pada saat melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, semua itu didapatkannya
melalui pelatihan yang memperoleh para pekerja yang profesional dan berkompeten.
Menurut Wibowa (2007:86) terdapat lima karakteristik kompetensi, yaitu
sebagai berikut (Khairul, 2009):
1. Motif adalah sesuatu yang secara konsisten dipikirkan atau diinginkan orang
yang menyebabkan tindakan. Motif mendorong, mengarahkan, dan memilih
perilaku menuju tindakan atau tujuan tertentu.
2. Sifat adalah karakteristik fisik dan respons yang konsisten terhadap situasi
atau informasi. Kecepatan reaksi dan ketajaman mata merupakan ciri fisik
kompetensi seorang pilot tempur.
3. Konsep diri adalah sikap, nila-nilai, atau citra diri seseorang. Percaya diri
merupakan keyakinan orang bahwa mereka dapat efektif dalam hampir setiap
situasi adalah bagian dari konsep diri orang.
4. Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki orang dalam bidang spesifik.
Pengetahuan adalah kompetensi yang kompleks. Skor pada tes pengetahuan
sering gagal memprediksi prestasi kerja karena gagal mengukur pengetahuan
dan keterampilan dengan cara yang sebenarnya dipergunakan dalam
pekerjaan.
40
5. Keterampilan adalah kemampuan mengerjakan tugas fisik atau mental
tertentu. Kompetensi mental atau keterampilan kognitif termasuk berpikir
analitis dan konseptual.
Banyak kecelakaan terjadi karena pekerja tidak memiliki kompetensi yang
cukup dalam melakukan pekerjaan.OHSAS 18001, menyaratkan organisasi untuk
memastikan bahwa setiap individu yang menjalankan pekerjaan atau aktivitas yang
memiliki dampak Kesehatan dan Keselamatan Kerja telah memiliki kompetensi
dalam menjalankan pekerjaannya (Soehatman Ramli, 2013).
Kompetensi merupakan persyaratan penting untuk menjamin agar pekerjaan
dilakukan dengan baik, mengikuti standar kerja yang berlaku serta memenuhi
persyaratan keselamatan. Kompetensi dapat diperoleh melalui pendidkan., pelatihan
serta pengalaman yang memadai dalam melakukan sesuatu atau aktivitas.
Untuk mencapai hal tersebut, perusahaan harus memiliki standar kompetensi
untuk setiap job atau pekerjaan, misalnya standar kompetensi untuk tukan las,
operator mesin, operator bejana uap termasuk ahli keselamatan dan kesehatan kerja.
Pengembangan sumber daya manusia adalah konsep pendidikan dan
pembangunan. Pendidikan dikatakan sebagai proses sadar pengembangan kecakapan
manusia. Dalam pengertian ini pendidikan berfungsi untuk mengembangkan semua
potensi manusia yang dimilkinya secara individual.
41
Mengembangkan sumber daya manusia didalam organisasi dapat membantu
menyediakan dukungan kelebihan kompetensi sejauh ketiga tuntutan dasar ini
terpenuhi (Sa’diyah, 2014):
1. Karyawan yang berkembang menghasilkan nilai ekonomi yang lebih positif
bagi organisasi dibandingkan dengan karyawan yang tidak dikembangkan.
2. Kemampuan dari karyawan memberikan kelebihan dibandingkan dengan
competitor.
3. Kemampuan tersebut tidak mudah diduplikasi oleh kompotitor
Spencer and Spencer menyatakan bahwa ada lima karakteristik kompetensi,
yaitu sebagai berikut (Zuchri, 2013) :
1. Keterampilan (skill), kemampuan untuk mampu melaksanakan tugas-tugas
fisik dan mental tertentu.
2. Pengetahuan (knowledge), yaitu suatu informasi yang dimiliki seseorang
khususnya pada bidang spesifik. Pengetahuan merupakan kompetensi yang
kompleks. Biasanya tes pengetahuan mengukur kemampuan untuk memilih
jawaban yang paling benar, tetapi tidak bisa melihat apakah seseorang dapat
melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahuan yang di milikinya itu.
3. Konsep diri (self concept), sikap, nilai, atau self image dari orang-orang.
Konsep diri yaitu semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang
42
diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam
berhubungan dengan orang lain.
4. Motif (motive), apa yang secara konsisten di pikirkan atau keinginan-
keinginan yang menyebabkan melakukan tindakan. Apa yang mendorong
perilaku yang mengarah dan di pilih terhadap kegiatan atau tujuan tertentu.
5. Sifat / ciri bawaan (trait), cirri fisik dan reaksi-reaksi yang bersifat konsisten
terhadap situasi atau informasi
Organisasi dapat mengembangkan standar kompetensi sesuai dengan
kebutuhannya, atau menggunakan standar kompetensi yang telah dikembangkan oleh
organisasi atau lembaga sertifikasi kompetensi lainnya (Soehatman Ramli, 2013).
Setelah penilaian kompetensi gambarn kompetensi kerja yang dibutuhan
dilaksankan, program peltihan harus dikembangkan sesuai dengan hasil
penilaiannya.Prosedur dokumentasi pelatihan yang telah dilaksasnkan dan dievaluasi
efektivitasnya harus ditetapkan.Kompetensi kerja harus diintegrasikan kedalam
rangkaian kegiatan perusahaan mulai dari penerimaan, seleksi dan penilaian kinerja
tenaga kerja sera pelatihan (Rudi Suardi, 2007).
Memiliki personel yang berkompeten merupakan hal yang sangat penting
untukn mencapai sasaran perusahaan. Tanpa kompetensi yang jelas maka perusahaan
akan mengalami kemunduran dalam menyikapi perkembangan zaman, perubahan
teknologi dan pemintaan pasar yang semakin cepat. Seorang personel yang tidak
43
berkompeten tentu akan memiliki kecenderungan untuk melakukan kesalahan
semakin banyak dibandingkan personel yang berkompeten. Hal ini pasti akan
berakibat terjadinya risikokerja yang semakin besar pula. Karena itu klausul ini
ditujukan pada sesuai personel dan pada semua level dalam lingkup penerapan
standar ini.
Dalam menetapkan persyaratan kompetensi, seorang personel sebaiknya
memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Rudi Suardi, 2007):
a. Realistik, persyaratan kompetensi harus merefleksikan kebutuhan yang
sebenarnya dari kegiatan yang dilakukan. Untuk menentukannya, kita dapat
melakukan analisis atas pekerjaan yang dilakukan dan bertanya pada
supervisiornya. Kita perlu juga mendapatkan input dari pihak terkait peaturan-
peraturan yang berlaku.
b. Dapat dirunjukkan, personel yang melakukan aktifitas harus bisa menunjukkan
kompetensinya, terutama sekali jika berhubungan dengan keterampilan. Ini berarti
bagian HRD harus spesifik dan deskriptif dalam mendefinisikan kompetensi.
Misalnya, “excellent communication skill” adalah persyaratan yang samar-samar
atau sulit diukur. Sedangkan “ dapat menggunakan fork lift dengan lisensi dari
depnaker”. Atau “ mampu memberikan presentasi dengan menggunakan program
power point” lebih dapat ditunjukkan dan lebih mudah dalam mengidentifikasi
adanya kesenjangan kompetensi.
44
c. Forward – looking., organisasi sebaiknya mempertimbangkan kebutuhan yang
akan datang, sejauh kita dapat melakukan prediksi
d. Didokumentasikan, OHSAS 18001:1999 mempertahankan adanya dokumentasi.
Hal ini sangat penting untuk memastikan konsistensi dari penerapannya.
Adapun yang menjadi indikator kompetensi kerja menurut Wibowo (2007)
yaitu (Khairul, 2009):
1. Pengetahuan (knowledge) adalah pengetahuan yang dimilki oleh seorang
karyawan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan
bidang atau divisi yang dikerjakannya.
2. Keterampilan (skill) adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh
setiapkaryawan untuk melaksanakan suatu tugas dan tanggung jawab yang
diberikan oleh perusahaan secara maksimal.
3. Perilaku (attitude) adalah pola tingkah laku karyawan dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan peraturan perusahaan
Kompetensi yang nantinya disusun harus dilakukan pada semua level dan
tingkatan pada lingkup sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jadi
semua training dan tindakan lainnya yang sesuai diperlukan untuk memastikan
adanya kompetensi yang nyata dalam menyelesaikan aktivitas kerja.
45
Organisasi harus mengidentifiksikan apakah tindakan diperlukan untuk setiap
personel yang terlibat sisitem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja agar
tercapai kompetensi yang diperlukan. Hal ini tidak sama dengan menentukan
persyaratan kerja. Kompetensi dapat ditentukan dengan membandingkan antara
persyaratan kerja yang harus dilakukan oleh personel dengan kemampuan yang
mereka miliki.Bila hasil perbandingan tersebut mempersyaratkan adanya pelatihan
sebagai kebutuhan, maka organisasi harus menyediakannya.
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk memenuhi kompetensi (Rudi
Suardi, 2007):
a. On-the-job training
b. Classroom training
c. Pembelajaran mandiri (tradisional, audio, video dan dari internet)
d. Pendidikan
e. Konseling
f. Seminar atau menghadiri konferensi
g. Sebagai observer dalam suatu pekerjaan
h. Role models
Ajaran islam telah mengajarkan tentang bersikap amanah dan berperilaku
profisional dalam melaksanakan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat kutipan hadits HR.
Bukhari.s
46
Terjemahannya:“Dari Abu Hurairah r.a ia berkata, Rasulullah S.a.w bersabda: Jika amanah telah hilang (sudah tidak dipegang lagi dengan teguh), maka tunggulah saat kehancurannya. Ia bertanya: Ya Rasul, bagaimana orang menghilangkan amanah itu? Rasul menjawab: (Yaitu) apabila suatu urusan (amanah) diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya. (HR. Bukhari)”
Hadits Rasul tersebut menerangkan bahwa hilangnya amanah terutama
disebabkan oleh suatu urusan yang dipegang, ditangani atau dikelola oleh orang yang
bukan ahlinya, yaitu orang yang tidak mengenal dan menguasai bidang
pekerjaannya.Asumsinya adalah, apabila kita menyerahkan kendali kemudi pesawat
terbang kepada seorang supir bus, maka dapat dibayangkan akibatnya; pesawat dan
para penumpangnya akan ikut hancur-binasa (Sa’diyah, 2014)
Oleh karena itu, kompetensi pekerja harus dipastikan sebelum melaksanakan
tugas karena tanpa kompetensi yang jelas maka perusahaan akan mengalami kesulitan
dalam menyikapi perkembangan zaman, perubahan teknologi dan pemintaan pasar
yang semakin cepat sehingga pekerja dituntut harus memiliki kompetensi berdasarkan
perkembangan teknologi yang digunakan oleh perusahaan.
Peningkatan Berkelanjutan
Kebijakan K3
(PLAN)Perencanaan
2. Identifikasi bahaya, penilaian, dan pengendalian.
3. Persyaratan legal dan lainnya.
4. Objektif dan program K3
(DO)Implementasi dan Operasi
5. Sumberdaya, peran, tanggung jawab, tanggung gugat,dan wewenang.6. Kompetensi, pelatihan, dan kepedulian7. Komunikasi,partisipasi dan konsultasi.8. Dokumentasi.9. Pengendalian dokumen.10. Pengendalian operasi.11. Tanggap darurat.
(CHECK)Pemeriksaan
12. Pengukuran kinerja dan pemantauan.
13. Evaluasi pmenuhan 14. Penyelidikan
insiden, ketidaksesuaian, koreksi
dan pencegahan.15. Pengendalian
rekaman16. Audit internal.
(ACT)17. Tinjauan manajemen
47
D. Kerangka Teori
Gambar 2.1: kerangka teori penelitian berdasarkan OHSAS 18001 tahun 2007
Kompetensi
Pelatihan
Gambaran kompetensi dan pelatihan kesehatan dan keselamatan kerja pada pekerja di dapertemen MaintenanceUtilities PT Vale Indonesia Tbk
48
F .kerangka konsep
Keterangan :
: variabel independen
: variabel dependen