BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX … · daerah yang bernama Purworejo dengan arti (da...

28
22 BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX SAMPAI AWAL ABAD XX (TAHUN 1830-1920AN) Protes buruh yang terjadi pada awal abad XX dilatarbelakangi oleh keadaan di mana berkurangnya ketersediaan lapangan pekerjaan dan memburuknya keadaan ekonomi masyarakat Purworejo yang pada saat itu sebagian besar bekerja sebagai buruh. Ketersediaan lapangan pekerjaan tentu saja di pengaruhi oleh pekerja dan daerah penyedia lapangan kerja. Oleh karena itu untuk melihat latar belakang terjadinya protes buruh, perlu untuk mengetahui bagaimana kondisi geografis, kondisi demografis hingga perubahan sistem ekonomi yang menciptakan perburuhan, yang akan dijelaskan sebagai berikut: A. Kondisi Geografis dan Demografis Kota Purworejo 1. Potret Kota Purworejo Purworejo merupakan wilayah di bawah kepemimpinan Kasunanan Surakarta, hingga kemudian dilepaskan paksa dan dimasukkan dalam wilayah administrasi pemerintah Belanda setelah terjadinya perang Jawa. Pelepasan paksa daerah Bagelen dan Banyumas dari Surakarta membuat Kasunanan Surakarta seperti kehilangan tangan dan kaki. Alasan dari pelepasan daerah itu sendiri dikarenakan Sunan dianggap melanggar kontrak dan akan merencanakan perlawanan terhadap Belanda

Transcript of BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX … · daerah yang bernama Purworejo dengan arti (da...

Page 1: BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX … · daerah yang bernama Purworejo dengan arti (da erah yang subur), nama yang diberikan atas usulan Bupati Resodiwiryo ( masa jabatan

22

BAB II

PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX SAMPAI

AWAL ABAD XX (TAHUN 1830-1920AN)

Protes buruh yang terjadi pada awal abad XX dilatarbelakangi oleh keadaan di

mana berkurangnya ketersediaan lapangan pekerjaan dan memburuknya keadaan

ekonomi masyarakat Purworejo yang pada saat itu sebagian besar bekerja sebagai

buruh. Ketersediaan lapangan pekerjaan tentu saja di pengaruhi oleh pekerja dan

daerah penyedia lapangan kerja. Oleh karena itu untuk melihat latar belakang

terjadinya protes buruh, perlu untuk mengetahui bagaimana kondisi geografis,

kondisi demografis hingga perubahan sistem ekonomi yang menciptakan perburuhan,

yang akan dijelaskan sebagai berikut:

A. Kondisi Geografis dan Demografis Kota Purworejo

1. Potret Kota Purworejo

Purworejo merupakan wilayah di bawah kepemimpinan Kasunanan Surakarta,

hingga kemudian dilepaskan paksa dan dimasukkan dalam wilayah administrasi

pemerintah Belanda setelah terjadinya perang Jawa. Pelepasan paksa daerah Bagelen

dan Banyumas dari Surakarta membuat Kasunanan Surakarta seperti kehilangan

tangan dan kaki. Alasan dari pelepasan daerah itu sendiri dikarenakan Sunan

dianggap melanggar kontrak dan akan merencanakan perlawanan terhadap Belanda

Page 2: BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX … · daerah yang bernama Purworejo dengan arti (da erah yang subur), nama yang diberikan atas usulan Bupati Resodiwiryo ( masa jabatan

23

setelah terjadinya perang Jawa.17 Menurut catatan resmi yang dibuat oleh pemerintah

Belanda perang Jawa menimbulkan setidaknya 8000 korban prajurit Belanda dan

7000 orang Indonesia yang bekerja di pihak Belanda dengan total kerugian sebesar 20

juta gulden, sedangkan rakyat Jawa yang terbunuh dalam perang Jawa sekitar

200.000 orang.18

Perang yang berlangsung tahun 1825-1830 itu membuahkan kekalahan di

pihak Pangeran Diponegoro, kekalahan di pihak pangeran Diponegoro kemudian juga

mempengaruhi kedudukan Karesidenan Bagelen. Daerah yang termasuk dalam

wilayah Bagelen kemudian dipecah karena dianggap terlalu besar. Tanah Bagelen

pada waktu itu meliputi Kebumen, Purworejo dan Wonosobo.19 Sejak saat itulah ada

daerah yang bernama Purworejo dengan arti (daerah yang subur), nama yang

diberikan atas usulan Bupati Resodiwiryo ( masa jabatan 1838-1856), atau menurut

buku memori DPRD Tingkat II adalah (masa jabatan1831-1836).

Setelah pemecahan wilayah Karesidenan Bagelen maka masing-masing daerah

yang dahulu di bawah Karesidenan Bagelen, sekarang bernaung di bawah

kepemimpinan Bupati daerah masing-masing, begitu pula dengan Purworejo

(Brengkelan) yang dahulunya merupakan ibukota Karesidenan Bagelen.

17 Radix Penadi, Riwayat Kota Purworejo dan Perang Baratayudha di TanahBagelen Abad XIX, (Purworejo: Lembaga Studi dan Pengembagan Sosial Budaya,2000), hlm.66.

18 Ibid., hlm.12.

19 Ibid.

Page 3: BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX … · daerah yang bernama Purworejo dengan arti (da erah yang subur), nama yang diberikan atas usulan Bupati Resodiwiryo ( masa jabatan

24

Pembangunan kota Purworejo disesuaikan dengan perkembangan yang

direncanakan dalam bidang ekonomi, mengingat pada waktu itu kondisi kas

pemerintah Belanda dan Hindia Belanda sedang mengalami kekosongan akibat

Perang Jawa. Oleh karena itu, untuk mengatasi krisis keuangan maka ditetapkan

Cultuurstelsel atau politik tanam paksa yang konsepnya berasal dari Letnan Jendral

Van den Bosch yang kemudian menjadi Gubernur Jendral Hindia Belanda.20

Demi melaksanakan rencana pemulihan kas pemerintahan yang terkuras habis

karena perang, maka dilaksanakanlah Cultuurstelsel (tanam paksa). Perkebunan

merupakan satu aspek yang berperan penting dalam memulihkan kas negara. Tujuan

utamanya adalah untuk kepentingan negeri Belanda. Cara pemeliharaan kepentingan

tersebut dengan mempertahankan surplus ekspor. Produksi hasil tanaman yang

berorientasi ekspor secara besar-besaran menjadi pokok perhatian utama

pemerintah.21

2. Kondisi Geografis Kota Purworejo

Bagelen merupakan wilayah di pesisir selatan Jawa Tengah yang sekarang

lebih dikenal sebagai Purworejo. Nama Purworejo sendiri merupakan nama pengganti

dari Brengkelan, ibukota Karesidenan Bagelen. Karesidenan Bagelen terletak diantara

109o 21’-110o 11’ Bujur Timur dan di 7o - 7o 57’ Lintang Selatan. Karesiden Bagelen

utara berbatasan dengan Samudera Hindia, sebelah barat berbatasan dengan

20 Ibid., hlm.90.

21 Ibid., hlm.101-103.

Page 4: BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX … · daerah yang bernama Purworejo dengan arti (da erah yang subur), nama yang diberikan atas usulan Bupati Resodiwiryo ( masa jabatan

25

Karesidenan Banyumas dam Tegal, sebelah timur berbatasan dengan Karesidenan

Kedu dan Yogyakarta. Luas wilayahnya 3831 km2 dan jumlah penduduk 238.764

jiwa, Bagelen pada tahun 1830 termasuk dalam wilayah yang tingkat penduduknya

sedang.

Bagelen memiliki dataran tinggi yang terdiri dari pegunungan Kendeng yang

memanjang dari timur ke barat pada perbatasan utara Karesidenan Bagelen. Dataran

rendahnya terdiri atas rawa-rawa dan deretan desa di sepanjang pantai. Deretan desa

dimulai dari Kadilangu di tepi sungai Bogowonto memanjang ke barat sampai sungai

Cincingguling di Perbukitan Karangbolong yang dikenal dengan nama Urut Sewu.22

Letak Bagelen yang merupakan pintu gerbang sebelum memasuki Kasultanan

Yogyakarta dari arah barat menjadikan wilayah ini sangat strategis. Letak daerah

Purworejo sangat menguntungkan terutama di bidang ekonomi, yaitu sebagai lalu

lintas perdagangan. Daerah pegunungan di sebelah utara dan dataran rendah di

sebelah selatan menjadikan wilayah Purworejo sebagai daerah agraris. Produksi di

bidang pertanian masih menjadi komoditas utama. Kondisi agraris ini didukung

dengan adanya 4 sungai besar di daerah Bagelen yaitu sungai Jali, Bendono, Lebang

dan yang paling terkenal adalah sungai Bogowonto.23

22 P.M. Laksono, Tradisi dalam Struktur Masyarakat Jawa Kerajaan danPedesaan: Alih –Ubah Model Berpikir Jawa, (Yogyakarta: Gadjah Mada UniversityPress, 1985), hlm.64.

23 http: //eprints.uny.ac.id/8646/3/bab%202%20-20%2008406241020.pdf//(diakses tanggal 21 Juni 2016).

Page 5: BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX … · daerah yang bernama Purworejo dengan arti (da erah yang subur), nama yang diberikan atas usulan Bupati Resodiwiryo ( masa jabatan

26

Terdorong oleh kepentingan ekonomi dan perdagangan diperlukan berbagai

sarana, maka di daerah Karesidenan Bagelen pun dibangun pasar-pasar, toko, gudang,

tempat penjualan garam, jalan-jalan umum dan saluran irigasi. Pembangunan sarana

angkutan kereta api dilakukan pada tahun 1885 ketika jalur kereta api Yogyakarta

Purwokerto dikerjakan. Pembangunan itu dilanjutkan tahun 1890 antara Kutoarjo dan

Purworejo.24

Gambar.1. Stasiun Purworejo Tahun 1910

Sumber: Tropenmuseum

Pembangunan sarana transportasi menjadi hal yang sangat penting untuk

memudahkan pengangkutan dan pengiriman hasil tanaman komoditas ekspor, yang

kemudian akan diekspor melalui jalur laut. Hasil tanaman ekspor sebagian besar

masih berupa bahan mentah, oleh karena itu untuk menjaga kualitas dan harganya,

24 Radix Penadi., loc.cit.

26

Terdorong oleh kepentingan ekonomi dan perdagangan diperlukan berbagai

sarana, maka di daerah Karesidenan Bagelen pun dibangun pasar-pasar, toko, gudang,

tempat penjualan garam, jalan-jalan umum dan saluran irigasi. Pembangunan sarana

angkutan kereta api dilakukan pada tahun 1885 ketika jalur kereta api Yogyakarta

Purwokerto dikerjakan. Pembangunan itu dilanjutkan tahun 1890 antara Kutoarjo dan

Purworejo.24

Gambar.1. Stasiun Purworejo Tahun 1910

Sumber: Tropenmuseum

Pembangunan sarana transportasi menjadi hal yang sangat penting untuk

memudahkan pengangkutan dan pengiriman hasil tanaman komoditas ekspor, yang

kemudian akan diekspor melalui jalur laut. Hasil tanaman ekspor sebagian besar

masih berupa bahan mentah, oleh karena itu untuk menjaga kualitas dan harganya,

24 Radix Penadi., loc.cit.

26

Terdorong oleh kepentingan ekonomi dan perdagangan diperlukan berbagai

sarana, maka di daerah Karesidenan Bagelen pun dibangun pasar-pasar, toko, gudang,

tempat penjualan garam, jalan-jalan umum dan saluran irigasi. Pembangunan sarana

angkutan kereta api dilakukan pada tahun 1885 ketika jalur kereta api Yogyakarta

Purwokerto dikerjakan. Pembangunan itu dilanjutkan tahun 1890 antara Kutoarjo dan

Purworejo.24

Gambar.1. Stasiun Purworejo Tahun 1910

Sumber: Tropenmuseum

Pembangunan sarana transportasi menjadi hal yang sangat penting untuk

memudahkan pengangkutan dan pengiriman hasil tanaman komoditas ekspor, yang

kemudian akan diekspor melalui jalur laut. Hasil tanaman ekspor sebagian besar

masih berupa bahan mentah, oleh karena itu untuk menjaga kualitas dan harganya,

24 Radix Penadi., loc.cit.

Page 6: BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX … · daerah yang bernama Purworejo dengan arti (da erah yang subur), nama yang diberikan atas usulan Bupati Resodiwiryo ( masa jabatan

27

pengiriman harus dilakukan dengan cepat supaya dapat segera diolah. Maka

tersedianya sarana transportasi seperti kereta api sangatlah penting.

Gambar.2. Stasiun Jenar

Sumber: Tropenmuseum

Stasiun Jenar merupakan stasiun penghubung antara Purworejo dan

Yogyakarta. Wilayah Jenar yang berada di antara Purworejo dan Yogyakarta

membuat wilayah ini menjadi wilayah yang cukup strategis, bukan hanya di bidang

ekonomi namun juga di bidang transportasi.

3. Kondisi Demografis Kota Purworejo Awal Abad XX

a. Kondisi Kependudukan

Kondisi kependudukan sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat

Purworejo pada saat itu. Kepadatan penduduk akan sangat mempengaruhi pendapatan

masyarakatnya. Meskipun di Purworejo termasuk dalam daerah yang kepadatan

Page 7: BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX … · daerah yang bernama Purworejo dengan arti (da erah yang subur), nama yang diberikan atas usulan Bupati Resodiwiryo ( masa jabatan

28

penduduknya sedang akibat dari pelaksanaan kebijakan emigrasi dan transmigrasi.

Namun persaingan berat dalam mendapatkan pekerjaan ditambah dengan datangnya

pekerja dari luar daerah menyebabkan munculnya permasalahan tentang

pengangguran.25 Setelah dikeluarkannya UU 1870, kehidupan masyarakat menjadi

bertambah sulit, petani kehilangan lahan sebagai sektor pendapatan dan penghidupan

masyarakat Purworejo yang utama akibat disewakan kepada pemodal Eropa.

Kemudian sebagian besar masyarakat Purworejo menggantungkan hidupnya dari

upah menjadi buruh, baik itu sebagai buruh upahan maupun buruh harian.

Sebuah wilayah dengan penduduk yang padat akan meyebabkan terjadinya

persaingan ketat untuk mendapatkan pekerjaan dan sulitnya mendapatkan pekerjaan

menyebabkan tingginya angka pengangguran. Kondisi ini menyebabkan

bertambahnya keresahan di kalangan masyarakat maupun buruh di Purworejo.

Jumlah Penduduk daerah Purworejo tahun 1920 akan ditunjukkan melalui tabel.1

sebagai berikut:

25 Sartono Kartodirdjo, Memori Serah Jabatan tahun 1921-1930 (JawaTengah), (Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 1977), hlm.CXVI.

Page 8: BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX … · daerah yang bernama Purworejo dengan arti (da erah yang subur), nama yang diberikan atas usulan Bupati Resodiwiryo ( masa jabatan

29

Tabel. 1

Jumlah Penduduk Purworejo Tahun 1920

ADMINISTRA-TIVE

INDEELING

Europa-Nen Inlanders Arabieren Chinee

Zen

AndereVreemde

Ooterlingen

DE DRIEBEVOLKINGSGROEPENTEZAM

ENPurworedjo 707 27.654 14 1.401 1 29.777Bajan - 27.859 - 5 - 27.864Banjoeoerip - 22.470 - - - 22.470Kledoeng 9 25.579 - 3 - 25.591Loano 2 19.564 - 11 - 19.577Bener - 30.383 - - - 30.383Banjoeasin - 19.958 - - - 19.958Gebang - 21.722 - - - 21.722Tjangkrep - 17.242 - - - 17.242Koewadja - 16.887 - 3 - 16.890Kaligesing - 18.283 - - - 18.283Soko - 19.271 - - - 19.271Koetoardjo 94 26.994 29 1.806 3 28.206Doekoehdoengoes

- 17.480 - 4 - 17.484

Grabag - 22.767 - 1 - 22.768Ketawang - 21.576 - - - 21.576

Sumber: Uitkomsten Der In de Maand November 1920 Gehounden Volksteeling deelI, Koleksi Perpustakaan Pusat Kependudukan UGM.

Tabel.1. menunjukkan penduduk di afdeeling Purworejo memiliki jumlah

penduduk yang cukup padat. Jumlah pendatang yang tinggal di Purworejo cukup

banyak, misalnya pendatang dari bangsa Eropa dan Cina, ada pula orang-orang

Jepang meskipun jumlahnya tidak sebanyak orang-orang dari bangsa Eropa maupun

Cina, serta ada pula bangsa lainnya. Orang Cina menjadi penyumbang sebagian besar

pendatang yang tinggal di Purworejo.

Page 9: BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX … · daerah yang bernama Purworejo dengan arti (da erah yang subur), nama yang diberikan atas usulan Bupati Resodiwiryo ( masa jabatan

30

Penduduk Purworejo sebagian besar menggantungkan hidupnya terhadap

tanah sawah. Dataran rendah Bagelen tanahnya subur, salah satunya adalah daerah

Purworejo. Purworejo memiliki persediaan air yang melimpah dan penduduk yang

padat, oleh karena itu tanah pertanian di Purworejo kemudian diusahakan secara

intensif. Pengairan untuk persawahan di daerah ini memang tidak teratur, pembagian

air dari sungai induk ke saluran-saluran selanjutnya diatur oleh petugas dari Dinas

Pengairan, dan pembagian hanya berdasarkan kebijakan yang dirundingkan dengan

pangrehpraja setempat. Pertentangan akan terjadi antara petani dengan perusahaan

perkebunan (pabrik gula) pada musim kemarau yang sangat panjang.26 Penghasilan

penduduk pribumi Bagelen sebagian besar diperoleh dari usaha pertanian di sawah,

di kebun kelapa dan pabrik gula dan sebagainya. Karesidenan Bagelen tanahnya

produktif dan dapat diusahan secara intensif dan dapat membuka lapangan kerja

sebagai buruh harian.

Purworejo, Kutoarjo dan Kebumen terkenal akan kebun kelapanya. Pada

tahun 1917 afdeeling Purworejo jumlah pohon kelapa tiap kilometernya tergolong

yang paling banyak di Jawa. Kemudian menyusul daerah Kebumen. Pendapatan

lainnya berasal dari sewa tanah, upah dari pekerjaannya di pabrik-pabrik gula di

Bagelen ± f 3.961.000,- setiap tahun. Pabrik gula Purworejo pada musim tanam dan

panen tebu biasanya kekurangan tenaga kerja. Hal ini dikarenakan pekerja di daerah

Bagelen seringkali merantau ke Karesidenan di sekitar Bagelen dan menjadi buruh

26 Sartono Kartodirdjo., Ibid., hlm.CXIII.

Page 10: BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX … · daerah yang bernama Purworejo dengan arti (da erah yang subur), nama yang diberikan atas usulan Bupati Resodiwiryo ( masa jabatan

31

harian. Kemudian untuk menutup kekurangan didatangkanlah pekerja dari daerah

Wates.27 Pekerjaan para buruh dan petani yang menggarap sawah sehari-hari tidak

dapat mencukupi kebutuhan. Pemenuhan kebutuhan merupakan fakor pendorong

yang paling dominan bagi petani atau buruh untuk mencari pekerjaan lain hingga

kemudian bersedia menjadi buruh upahan.

b. Pemerintahan Desa

Desa-desa mempunyai dana yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

Pemeliharaan dan pembangunan jembatan, saluran dan sarana pengairan, gardu dan

sebagainya dibiayai terutama oleh kas desa. Hanya pada keadaan luar biasa penduduk

dimintai sumbangan berupa tenaga, uang ataupun bahan bangunan. Kas desa berasal

dari pungutan masyarakat, sumbangan pemerintah atau berasal dari hasil sewa tanah-

tanah milik desa yang tidak digunakan.

Hasil dari sewa tanah juga menjadi sumber untuk menambah kas desa.

Beberapa desa di tanah Bagelen mempunyai tanah yang tidak dipergunakan untuk

tanah jabatan. Tanah ini dinamakan tanah gantungan. Tanah gantungan ini disewakan

tahunan dan hasil sewanya dimasukkan ke kas desa. Nama jabatan dalam

pemerintahan desa di Bagelen adalah sebagai berikut: lurah atau bekel, carik,

bekelburi, kamituwo, kebayan, kepetengan atau tamping, kaum dan ili-ili.

27 Ibid., hlm.CXVIII.

Page 11: BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX … · daerah yang bernama Purworejo dengan arti (da erah yang subur), nama yang diberikan atas usulan Bupati Resodiwiryo ( masa jabatan

32

Gaji untuk pejabat daerah berupa tanah untuk digarap, hasil dari penanaman

itu yang kemudian menjadi gaji atau biasa disebut dengan tanah bengkok.28 Ili-ili

merupakan lembaga baru bentukan pemerintah desa. Daerah Purworejo dan Kebumen

jabatan ili-ili sedang dalam tahap perkembangan sedangkan di Kutoarjo baru dimulai

± 4 tahun. Semula urusan pengairan desa tidak ada yang menangani secara khusus.

Urusan pengairan desa diserahkan kepada anggota pemerintahan yang ada atau

kepada pekerja wajib.29 Kas desa menjadi bagian penting dalam operasional desa.

Berikut merupakan kas desa di Karesidenan Bagelen awal abad XX yang akan

dijelaskan dalam tabel. 2.

28 Sartono Kartodirdjo., Ibid., hlm.CXIX.

29 Ibid., hlm.CXX.

Page 12: BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX … · daerah yang bernama Purworejo dengan arti (da erah yang subur), nama yang diberikan atas usulan Bupati Resodiwiryo ( masa jabatan

33

Tabel. 2

Kas desa di Karesidenan Bagelen per distrik

Distrik Jumlah Kas

Purworedjo f 33.300

Tjangkrep f 4.400

Loano f 6.600

f 44.300

Koetoardjo f 17.200

Kemiri f 10.200

Pitoeroeh f 17.500

Poerwodadi f 41.900

f 86.800

Keboemen f 19.500

Alian f 5.000

Koetowinangoen f 8.000

Premboen f 27.300

f 59.800

Sumber: M.v.O Residen Bagelen tahun 1921-1930, Koleksi Perpustakaan NasionalRepublik Indonesia.

Selain kas desa, pungutan juga berlaku di dearah-daerah Karesidenan

Bagelen. Beban dan pungutan desa yang biasanya berlaku di desa-desa Karesidenan

Bagelen seperti yang dijabarkan oleh Sartono Kartodirdjo dalam buku Memori Serah

Jabatan 1921-1930 (Jawa Tengah) adalah sebagai berikut:30

1. Pancen: kerja wajib pada kepala desa. Kerja wajib ini dijalankan tiap 6

atau 100 hari sekali. Lamanya bekerja satu hari atau sebagai gantinya

membayar antara f 1,- sampai f 2,- setahun atau 2 gedeng.

30 Sartono Kartodirdjo., Ibid., hlm.CXX-CXXII.

Page 13: BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX … · daerah yang bernama Purworejo dengan arti (da erah yang subur), nama yang diberikan atas usulan Bupati Resodiwiryo ( masa jabatan

34

2. Gondal: kerja wajib pada lurah dan carik pada waktu pejabat

pemerintahan desa itu berkeliling (tourne) atau menghadap pembesar.

3. Gamel: kerja wajib pada lurah itu mempunyai kuda. Tiap hari tersisa

pekerja wajib yang mengurusi kuda.

4. Pologoro atau Totodeso: pungutan pada waktu ada perkawinan salah

seorang penduduk desa. Pungutan ini diberikan kepada lurah, berupa uang

sebesar f 1,-, seekor ayam jantan (bopongan) atau diganti uang sebanyak

50 sen dan 2 beruk (takaran beras). Selain kepada lurah, pungutan itu juga

diberikan kepada carik berupa uang sebanyak 50 sen, bekelburi,

kamituwo, kebayan dan kepeteng, berupa uang masing-masing 0,165.

5. Pekiyek: ayam atau uang f 0,25 yang harus diberikan pengantin laki-laki

kepada kepala dukuh.

6. Berkat Suci: seperangkat nasi beserta lauk pauknya (ambeng) yang harus

diberikan kepada lurah dan pejabat-pejabat pemerintahan desa lainnya

pada hari raya Maulud, Ruwah, Selikuran dan Rejepan.

7. Punjungan: seperangkat nasi beserta lauk-pauknya (ambeng) yang harus

diberikan kepada lurah dan anggota pemerintahan lainnya pada waktu

adanya pesta (harga tiap ambeng sampai f 1,50).

8. Kuduran: kewajiban kerja pada lurah sebanyak-banyaknya 4 kali setahun.

Mereka dipekerjakan di sawah jabatan lurah tanpa dibayar tetapi mendapat

makan pagi dan siang. Pekerja yang memiliki lembu diharuskan membawa

lembu, dengan membawa lembu mereka mendapatkan tambahan upah

Page 14: BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX … · daerah yang bernama Purworejo dengan arti (da erah yang subur), nama yang diberikan atas usulan Bupati Resodiwiryo ( masa jabatan

35

sebanyak f 0,25. Selain bekerja kepada lurah, dibeberapa desa pekerja

wajib juga bekerja di tempat prabot desa.

9. Prepot: pungutan untuk lurah, terkadang juga carik untuk mendapatkan

ijin mengadakan pesta. Pungutannya sebesar f 0,50.

10. Rapak: pungutan untuk seorang istri yang meminta cerai, untuk kaum

sebesar f 0,25 dan untuk kaum sebesar f 0,50.

Pungutan-pungutan tersebut dapat memberatkan rakyat dengan upah yang

tidak banyak yang diterimanya dari pekerjaan sebagai buruh, maupun untuk yang

menggarap lahan sawah karena juga memiliki beban membayar pajak. Besarnya

pungutan dan jenisnya ditentukan melalui rapat desa yang diadakan setaip 35 hari

sekali.

c. Kesehatan

Masih penjelasan Sartono Kartodirdjo dalam Memori Serah Jabatan 1921-

1930 (Jawa Tengah) mengenai daerah Bagelen, sebagian besar wilayah di daerah

Bagelen memiliki iklim yang cukup baik dan kondisi lingkungan yang sehat, hanya

saja di daerah Bagelen Selatan yaitu daerah dekat pantai keadannya masih kurang

baik untuk kesehatan karena masih berupa rawa-rawa. Keberadaan rawa-rawa ini

yang menimbulkan permasalahan kesehatan yaitu penyakit Malaria yang disebabkan

oleh nyamuk.

Pemerintah mengatasi permasalahan kesehatan ini dengan menempatkan

beberapa dokter dan menyediakan beberapa rumah sakit. Terdapat Rumah Sakit yang

tersedia di setiap distrik. Purworejo memiliki 2 Rumah Sakit yaitu Rumah Sakit

Page 15: BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX … · daerah yang bernama Purworejo dengan arti (da erah yang subur), nama yang diberikan atas usulan Bupati Resodiwiryo ( masa jabatan

36

Militer dengan seorang dokter dan milik Zending yang memiliki 2 dokter.31 Setiap

Ibukota Kabupaten ditempatkan seorang dokter pemerintah.Poliklinik terdapat di

berbagai tempat dan dipegang oleh dokter Zending. Gedung poliklinik di daerah

Bagelen banyak yang sudah baik tetapi beberapa ada yang masih berupa gedung semi

permanen. Daerah Bruno memiliki gedung poliklinik bekas gudang garam. Berikut

merupakan tabel.3 yaitu Poliklinik yang berada di daerah Purworejo:

Tabel. 3

Poliklinik yang ditempatkan di Purworejo

Dokter Zending Balai PengobatanPemerintah Hindia

Mantri PemerintahDaerah

Purworejo 1 1 1Kaligesing 1Koetoardjo 1 1 1Ketawang 1Pitoeroeh 1 1Broeno 1Boeboetan 1Poerwodadi 1 1

Sumber: M.v.O Residen Bagelen tahun 1921-1930, Koleksi Arsip Nasional RepublikIndonesia.

B. Industri Perkebunan dan Pabrik di Purworejo

1. Perekonomian Masa Cultuurstelsel

Sistem tanam paksa yang diterapkan di Indonesia oleh pemerintah Kolonial

berupa penanaman komoditas ekspor. Usaha dilakukan oleh pemerintah Belanda

untuk menjamin kerja sama yang baik antara Belanda dan Penguasa Jawa yaitu

31 Sartono Kartodirdjo., Ibid., hlm.CXXV.

Page 16: BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX … · daerah yang bernama Purworejo dengan arti (da erah yang subur), nama yang diberikan atas usulan Bupati Resodiwiryo ( masa jabatan

37

dengan cara memberikan cultuur procenten, yang merupakan prosentase hasil-hasil

ekspor tadi kepada Bupati dan Lurah.32 Usaha penanaman komoditas ekspor

ditunjang dengan membangun dan memperkeras jalan-jalan, serta membuka jalan-

jalan baru, mula-mula dari Kedung Kebo ke Gombong untuk sampai ke Cilacap, kota

pelabuhan untuk mengekspor komoditi pertanian dan perkebunan untuk pasar Eropa.

Tabel. 4

Hasil Tanaman Wajib (per-pikul/ 1 pikul = 61,76kg) antara tahun 1839-184233

HASIL 1839 1840 1841 1842

Teh 800 330 281 656

Kopi 46.812 24.188 48.045 47.664

Indigo 3.536 5.661 8.420 4.800

Kayumanis 40 120 140 240

Sumber: Radix Penadi (2000) Riawayat Kota Purworejo dan Perang Baratayudha diTanah Bagelen Abad XIX. Purworejo: Lembaga Studi dan Pengembagan SosialBudaya.

Pertengahan abad XIX, Purworejo pernah menjadi salah satu daerah yang

menghasilkan tanaman komoditas ekspor terbesar di Indonesia. Keadaan geografis

Purworejo sangat strategis untuk dijadikan lahan penanaman komoditas ekspor, teh

dapat ditanam di daerah dataran tinggi seperti daerah Bener dan Loano, sedangkan

32 Soegijanto Padmo, Bunga Rampai Sejarah Sosial Ekonomi Indonesia,(Yogyakarta: Aditya Media, 2004), hlm.87.

33 Radix Penadi, Riwayat Kota Purworejo dan Perang Baratayudha di TanahBagelen Abad XIX, (Purworejo: Lembaga Studi dan Pengembagan Sosial Budaya,2000), hlm.112.

Page 17: BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX … · daerah yang bernama Purworejo dengan arti (da erah yang subur), nama yang diberikan atas usulan Bupati Resodiwiryo ( masa jabatan

38

untuk kopi, nila dan kayumanis dapat ditanam di daerah dataran rendah. Wilayah

Purworejo yang luas dan subur sangat potensial untuk dijadikan lahan penanaman

komoditas ekspor. Hasil dari penanaman kopi merupakan yang terbanyak

dibandingkan komoditas lainnya, seperti: nila, teh dan kayumanis, kemudian mulai

diperkenalkan penanaman gula sebagai salah satu komoditas ekspor. Hasil panen

tanaman teh dari tahun 1839-1842 kurang stabil namun pada tahun 1842 mengalami

kenaikan, untuk tanaman kopi cukup mengalami peningkatan, tanaman indigo pada

awalnya mengalami peningkatan namun pada tahun 1842 mengalami penurunan

cukup drastis, hasil panen kayu manis dari tahun 1839-1842 selalu mengalami

peningkatan yang cukup signifikan. Masa tanam paksa ini berakhir setelah

dikeluarkannya Undang-Undang Agraria tahun 1870 yang mengatur tentang politik

ekonomi liberal.

Sejak penerapan Agrarische Wet tahun 1870, Undang-undang Gula (21 Juli, S

136) menyatakan pula berakhirnya politik tanam paksa (Cultuurstelsel), sedangkan

Undang-undang Agraria (9 April 1870, S 55) dan Dekrit Agraria (KB 20 Juli 1870, S

118) memudahkan hibah tanah jangka panjang bagi perusahaan Eropa yang akan

menanamkan modal di Indonesia, dan isinya merupakan sebuah ketentuan tentang

kepemilikan tanah pribumi yang lebih sesuai dengan hak atas tanah pra-1800.34

Undang-undang baru ini kemudian mengubah wajah baru perekonomian masa

kolonial di Indonesia. Masuknya modal asing dan penyewaan tanah milik penduduk

34 Peter Boomgard, Anak Jajahan Belanda Sejarah Sosial Ekonomi JawaTahun 1795-1880, (Jakarta: Djambatan, 2004), hlm.61.

Page 18: BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX … · daerah yang bernama Purworejo dengan arti (da erah yang subur), nama yang diberikan atas usulan Bupati Resodiwiryo ( masa jabatan

39

ini kemudian memunculkan banyak perkebunan dan pabrik di Jawa. Di Purworejo

misalnya, didirikan Suikerfabriken atau pabrik gula. Suikerfabriken sendiri dibangun

pada tahun 1909 oleh N.V. Suikeronderneming “Purworedjo” yaitu sebuah PT

(Perusahaan Terbuka) yang dibentuk di Ansterdam pada tahun 1908. Berdirinya

pabrik gula tersebut menghabiskan dana sebanyak 5 juta gulden. Pertumbuhan pabrik

gula di Jawa berkembang pesat hingga mencapai jumlah 180 pabrik pada akhir tahun

1920. Saat itu Indonesia menjadi salah satu pengekspor gula terbesar di dunia

bersanding dengan Kuba.35

Perusahaan dan pabrik-pabrik yang telah berdiri ini tentu saja membutuhkan

tenaga kerja, dan untuk mendapatkannya peran pemimpin-pemimpin lokal sangat

dibutuhkan. Tenaga kerja sendiri terdiri dari dua jenis yaitu tenaga kerja wajib dan

tenaga kerja lepas. Pada tahun 1880, tenaga kerja wajib perlahan-lahan dihapuskan

dan bersamaan dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan

meningkatnya persediaan tenaga kerja upahan “lepas”.36 Tenaga kerja lepas ini yang

kemudian memunculkan istilah buruh. Namun sejak digunakannya mesin uap dalam

produksi, menyebabkan pengurangan terhadap tenaga kerja, yang artinya jumlah

pengangguran juga meningkat. Jumlah pengangguran yang meningkat, itu berarti

menciptakan masalah perekonomian baru di Jawa pada awal abad XX.

35 http://belovedhometown.wordpress.com/2011/07/09/pabrik-gula-jenar-era-kolonial-belanda.html (diakses tanggal 4 Maret 2016 ).

36 Peter Boogard., op.cit., hlm.67.

Page 19: BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX … · daerah yang bernama Purworejo dengan arti (da erah yang subur), nama yang diberikan atas usulan Bupati Resodiwiryo ( masa jabatan

40

2. Perekonomian di Masa Liberal

Di Kedu Selatan (Bagelen) ada dua pabrik gula besar yaitu pabrik gula

“Purworedjo” dan pabrik gula “Rembun”. Luas areal tebunya hampir 2.500 bau.

Kedua pabrik tersebut tidak dapat bekerja dengan kapasitas penuh karena tidak

mampu meluaskan areal perkebunan tebunya sampai 4.000 bau seperti yang telah

ditetapkan oleh Departemen Urusan Negara, karena hal-hal sebagai berikut37:

a. Harga sewa tanah yang tinggi. Harga sewa yang tinggi ini dikarenakan

tanahnya yang subur yang dan produktivitasnya tinggi. Selain tanah yang

subur, sawah di daerah ini juga mendapat pengairan yang cukup.

b. Kekurangan tenaga kerja. Kekurangan ini dikarenakan tenaga di pabrik

gula itu 60% berasal dari daerah Yogyakarta.

Semula harga sewa tanah ditetapkan atas dasar harga minimum padi yaitu f 4,-

harga itu kemudian ditetapkan menurut harga padi seperti yang ditetapkan oleh pajak

tanah. Upah tenaga kerja kebun dan pegawai pabrik-pabrik gula dinaikkan ketika

terjadi kemahalan umum namun terjadi keresahan setelah masa malaise. Harga-harga

barang yang semakin menurun, upah pun ikut diturunkan.38

Pabrik gula Purworejo berada di daerah Jenar. Pada awal berdiri luas pabrik

gula di Purworejo dan Rembun di Prembun mencapai 2.500 bau. Pada tahun 1926

pabrik gula Purworejo luas areal kebun tebunya 4.049 bau, luas maksimum adalah

37 Sartono Kartodirdjo, Memori Serah Jabatan 1921-1930 (Jawa Tengah),(Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 1977), hlm. CXLIV.

38 Ibid., hlm.CXLV.

Page 20: BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX … · daerah yang bernama Purworejo dengan arti (da erah yang subur), nama yang diberikan atas usulan Bupati Resodiwiryo ( masa jabatan

41

4.700 bau sesuai dengan ijin peraturan Departemen Urusan Negara tertanggal 23

Maret 1912 no.36. Pabrik gula di Karesidenan Kedu sudah menggarap sawah dengan

menggunakan traktor sehingga dapat mengatasi masalah tenaga kerja.39

Pabrik gula Purworejo terdapat di Jenar, distrik Purwodadi. Distrik Purwodadi

memiliki areal tanah seluas 476 bau (1 bau = 0,7096 Ha) hanya boleh dipakai apabila

pabrik bersedia untuk memompa air sendiri dari kali Bogowonto. Areal tanah yang

dapat disewa oleh pabrik untuk dijadikan lahan penanaman tebu telah diatur dan

dijelaskan dalam tabel. 5 sebagai berikut:

Tabel. 5

Ketentuan Maksimum Tanah Sewa Perdistrik

Jumlah Maksimal Tanah Wilayah

1.800 bau di distrik Poerworedjo Regentschap Poerworedjo

600 bau di distrik Tjangkrep Regentschap Poerworedjo

500 bau di distrik Loano Regentschap Poerworedjo

1.400 bau di distrik Poerwodadi Regentschap Koetoardjo

400 bau di distrik Koetoardjo Regentschap Koetoardjo

Sumber: M.v.O Afdeeling Purworejo Tahun 1921-1930, Koleksi Arsip NasionalRepublik Indonesia.

39 Ibid., hlm. CLIII.

Page 21: BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX … · daerah yang bernama Purworejo dengan arti (da erah yang subur), nama yang diberikan atas usulan Bupati Resodiwiryo ( masa jabatan

42

a. Profil Pabrik Gula Purworejo (N.V. Suikeronderneming “Purworedjo”)

Pabrik gula “Purworedjo” dibangun pada tahun 1909 oleh N.V.

Suikeronderneming “Purworedjo” yaitu sebuah PT (Perusahaan Terbuka) yang

dibentuk di Amsterdam pada tahun 1908. Berdirinya pabrik gula tersebut

menghabiskan dana sebanyak 5 juta gulden. Pabrik gula Purworejo terdapat di halte

Jenar, distrik Purwodadi. Distrik Purwodadi memiliki areal tanah seluas 476 bau

(1 bau = 0,7096 Ha) hanya boleh dipakai kalau pabrik bersedia untuk memompa air

sendiri dari kali Bogowonto. Areal bruto tanaman tebu yang dimiliki seluruhnya

adalah 4.700 bau, sesuai ijin yang diberikan oleh Departemen Urusan Negara pada

tanggal 23 Maret 1912 No. 336.

Gambar.3. Pabrik Gula “Purworedjo”

Sumber: Tropenmuseum

Berdirinya pabrik gula tentu saja didukung dengan jalur pengangkutan dari

perkebunan yang memadai. Menurut ketentuan Residen, tebu dari kebun ke pabrik

harus diangkut dengan menggunakan lori. Jalan beserta bangunan-bangunan yang

Page 22: BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX … · daerah yang bernama Purworejo dengan arti (da erah yang subur), nama yang diberikan atas usulan Bupati Resodiwiryo ( masa jabatan

43

dipergunakan untuk rel lori harus dilebarkan agar tidak mengganggu lalulintas dan

biaya pelebaran ditanggung oleh pabrik. Ketentuan ini juga berlaku rel lori yang

bersifat sementara (hanya dipasang pada saat panen tebu). Pabrik gula Purworejo dan

Purwodadi areal tanaman tebunya luasnya ± ¼ dari seluruh areal tanaman tebunya.40

Berikut ini merupakan gambar lori yang berada pada jalur pengangkutan tebu ke

pabrik gula Purworejo.

Gambar.4. Gambar Lori di Jalur Pengangkutan Tebu

Sumber: Tropenmuseum

Pada tahun 1922 pabrik gula Purworejo mengikuti cara pabrik gula rembun

yang mengadakan perjanjian sewa-menyewa tanah berjangka panjang. Harga sewa

tanah ditentukan oleh harga padi, seperti yang ditentukan oleh pajak tanah terakhir

dan disesuaikan dengan harga tanah yang sebenarnya. Pabrik gula Purworejo

berencana untuk melakukan penggarapan tanah secara mekanis, hal ini bertujuan

untuk mengatasi permasalahan kekurangan pekerja saat musim panen sekaligus

40 Ibid., hlm.CXXVIII.

Page 23: BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX … · daerah yang bernama Purworejo dengan arti (da erah yang subur), nama yang diberikan atas usulan Bupati Resodiwiryo ( masa jabatan

44

menghemat pengeluaran untuk upah buruh. Selain itu perusahaan juga menyediakan

laboratorium untuk meneliti serta menjaga kualitas bahan yang akan diolah menjadi

gula.

Gambar.5. Laboratorium Penelitian milik Pabrik Gula Purworejo

Sumber: Tropenmuseum

Laboratorium milik pabrik gula Purworejo berguna untuk meneliti kualitas

bahan yang akan diolah menjadi gula. Hal ini menjadi penting karena sasaran dari

pemasaran gula hasil produksi adalah pasar dunia. Persaingan ketat di bidang industri

dan perdagangan mengharuskan para pengusaha memastikan kualitas barang yang

dijual agar tidak jatuh di pasaran dunia. Namun akibat memburuknya harga gula di

pasaran dunia, maka perusahaan gula “Purworejo” mengalami kerugian.41

41 Ibid., hlm.CXLIV

Page 24: BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX … · daerah yang bernama Purworejo dengan arti (da erah yang subur), nama yang diberikan atas usulan Bupati Resodiwiryo ( masa jabatan

45

C. Terbentuknya Kelas Buruh dan Latar Belakang Terjadinya Protes

Semenjak Undang-undang Agraria 1870 dan Undang-undang gula

diberlakukan maka politik tanam paksa diberhentikan dan digantikan dengan politik

pasar terbuka. Politik liberal ini menarik banyak investor asing menanam modal di

Indonesia. Penyewaan lahan/tanah oleh pribumi kepada investor mulai gencar

dilakukan, lahan yang disewa akan dijadikan sebagai pabrik dan perkebunan.

Industri-industri baru bermunculan di dunia Barat yang didukung oleh

mekanisme pengangkutan, baik itu melalui jalur darat, laut maupun udara.

Industrialisasi ini merupakan salah satu penyebab timbulnya imperialisme modern.

Negara-negara Barat itu membutuhkan daerah-daerah yang dapat menjual bahan

mentah dan membeli barang-barang jadi. Politik liberal kemudian dijadikan sebagai

cara untuk memperlancar pemasaran sekaligus membuka peluang yang menghasilkan

banyak keuntungan bagi pemerintah Kolonial. Pemerintah Belanda kemudian

memberi kesempatan bagi orang-orang asing untuk menyewa tanah di Indonesia.

Kesempatan yang baik itu kemudian diambil oleh perusahaan-perusahaan Belanda

untuk mengambil lahan dan dijadikan areal penanaman tebu dan usaha lainnya.42

Ekspansi besar-besaran dari perusahaan-perusahaan perkebunan dan

pengusaha tanaman perdagangan antara 1870-1920, terutama gula dan tembakau di

Jawa (juga teh dan kopi dan sedikit untuk karet) dan kemudian karet dan kelapa sawit

42 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Sejarah Perlawanan TerhadapImperialisme dan Kolonialisme di Daerah Istimewa Yogyakarta, (Jakarta: Tumaritis,1990), hlm.118-119.

Page 25: BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX … · daerah yang bernama Purworejo dengan arti (da erah yang subur), nama yang diberikan atas usulan Bupati Resodiwiryo ( masa jabatan

46

di Sumatera. Dalam kurun waktu itu, industri petanian/perkebunan mengalami

perkembangan pesat. Perkembangan tersebut terus belangsung sampai dengan

pecahnya Perang Dunia Pertama, tetapi sejak 1915-1919, produksi tembakau

menurun karena kesulitan dalam pengapalan komoditas ke pasar dunia.43

Penyediaan modal perkebunan oleh Bank Perkebunan (cultuur banken) serta

permintaan akan komoditas di pasar dunia menyebabkan semakin banyaknya

perusahaan menanamkan modal di berbagai industri di Indonesia pada waktu itu.

Kurun waktu 1890-1910 membawa dampak ketatnya persaingan antar perusahaan.

Suasana di pasar Intenasional diwarnai dengan persaingan yang ketat, semua

perusahaan swasta di Belanda memerlukan suatu sistem ekonomi murah dan buruh

dengan upah yang rendah, hingga pada akhirnya pemerintah Kolonial mengeluarkan

kebijakan yang mengatur mengenai hal ini.44

Uang yang berasal dari sewa tanah dan upah dari pabrik-pabrik gula di

Bagelen ± 3.961.000,- setiap tahun. Banyak penduduk di Karesidenan Bagelen yang

merantau ke Karesidenan sekitar Bagelen untuk menjadi buruh harian, misalnya

buruh di daerah Alian yang bekerja di Semarang, Yogyakarta dan Solo. Penduduk

Kutowinangun yang bekerja di daerah Kutoarjo dan Purworejo menjadi buruh harian

di kebun-kebun tebu pada musim tanam dan musim panen. Pabrik gula Purworejo

43 Soegijanto Padmo, Bunga Rampai Sejarah Sosial Ekonomi Indonesia,(Yogyakarta: Aditya Media, 2004), hlm.87.

44 Ibid.

Page 26: BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX … · daerah yang bernama Purworejo dengan arti (da erah yang subur), nama yang diberikan atas usulan Bupati Resodiwiryo ( masa jabatan

47

biasanya seringkali mendatangkan pekerja dari daerah lain seperti daerah Wates atau

Banyumas pada saat panen tiba. Penduduk Purworejo sendiri sebagian besar lebih

memilih untuk menjadi buruh di daerah lain, buruh penggarap sawah dan ada pula

yang menjadi buruh di perkebunan. Apabila kurang mencukupi maka penduduk lebih

memilih beremigrasi dan menjadi buruh di Deli.45 Buruh harian merupakan jalan

keluar untuk mendapatkan buruh murah.

Sistem tanam paksa gula sebenarnya telah menandai awal perkembangan pola

baru perusahaan perkebunan dengan skala besar, karena perusahaan tersebut

merupakan skala produksi yang luas, dengan mesin besar dan mahal dengan

melibatkan penguasaan tanah dan tenaga kerja yang besar oleh pabrik gula. Setelah

tahun 1870, ciri serupa bisa dijumpai pada perusahaan swasta Belanda dan

perusahaan yang menghasilnya karet tembakau dan teh, dan dalam derajat tertentu

kopi.46

Sehubungan dengan membesarnya jumlah pemilik perkebunan dan

perusahaan maka terciptalah pula sebuah undang-undang yang mengatur mengenai

tenaga kerja atau buruh. Mekanisme agar buruh murah tersedia dalam jangka panjang

juga diciptakan, antara lain undang-undang oleh pemerintah yang berupa ancaman

45 Sartono Kartodirdjo, Memori Serah Jabatan tahun 1921-1930 (JawaTengah), (Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 1977), hlm.CXIII-CXIX.

46 Soegijanto Padmo., op.cit., hlm.107.

Page 27: BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX … · daerah yang bernama Purworejo dengan arti (da erah yang subur), nama yang diberikan atas usulan Bupati Resodiwiryo ( masa jabatan

48

bagi kuli atau kerja yang melarikan diri dari perkebunan. Kondisi perkebunan

terkendali dengan sistem kontrak dan pengawasan yang ketat.47

Pemanfaatan priyayi seperti demang atau lurah dilakukan oleh pemerintah

Belanda untuk bertanggung jawab dalam menyediakan tenaga kerja bagi perkebunan

maupun pabrik-pabrik yang mulai banyak dibangun di Indonesia setelah munculnya

sistem ekonomi liberal. Hal tersebut dikarenakan mereka yang dianggap sebagai

pemimpin tradisional lebih mudah mengkoordinasi pekerja. Semua urusan mengenai

tenaga kerja, mencari bahan bakar untuk produksi di pabrik, pengangkutan tebu dari

ladang ke pabrik dan penanaman tebu, perusahaan tidak ikut campur karena semua

itu adalah tanggung jawab pejabat pemerintah dari tingkat atas ke tingkat yang paling

bawah yaitu dari bupati sampai ke kepala desa.48

Pendirian pabrik-pabrik gula di Jawa sebenarnya memberikan peluang ekonomi

kepada masyarakat pada saat itu, namun karena peraturan-peraturan yang ada tidak

sesuai dengan kenyataan dalam praktek dan di sana-sini terdapat penyalahgunaan

serta kecurangan-kecurangan dalam memberikan apa yang menjadi hak dan

wewenang masyarakat, khususnya para buruh tani dan pekerja pabrik, maka yang

terjadi adalah semakin rendahnya ekonomi petani dan buruh. Rakyat tetap menderita

47 Ibid., hlm.112.

48 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Sejarah Perlawanan TerhadapImperialisme dan Kolonialisme di Daerah Istimewa Yogyakarta, (Jakarta: Tumaritis,1990), hlm.119.

Page 28: BAB II PURWOREJO PADA PERTENGAHAN ABAD XIX … · daerah yang bernama Purworejo dengan arti (da erah yang subur), nama yang diberikan atas usulan Bupati Resodiwiryo ( masa jabatan

49

karena tekanan dan paksaan dari aparat, baik itu dari pemerintah Kolonial maupun

para priyayi.49

Seiring berkembangnya Purworejo menjadi afdeeling yang diperhitungkan

karena letaknya yang strategis, perburuhan bukan hanya berkembang di perkebunan

maupun pabrik gula. Perkembangan masa dan kemajuan di bidang transportasi kereta

api, muncullah buruh perkereta apian dan buruh pegadaian.

49 Ibid., hlm.124.