BAB II PENYELENGGARAAN SUPERVISI PENDIDIKAN ISLAM …digilib.uinsby.ac.id/3140/5/Bab 2.pdf ·...

123
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 20 BAB II PENYELENGGARAAN SUPERVISI PENDIDIKAN ISLAM PADA MADRASAH DI ERA OTONOMI DAERAH A. Supervisi Pendidikan 1. Pengertian Supervisi Pendidikan Supervisi pendidikan merupakan suatu aktivitas pembinaan yang terencana untuk membantu para guru dan pegawai sekolah melakukan pekerjaan mereka secara efektif. 1 Istilah supervisi pendidikan2 dibangun dari dua kata: supervisi dan pendidikan, namun dalam uraian pembahasan berikut, istilah supervisi lebih banyak dibicarakan dari pada istilah pendidikan itu sendiri, karena istilah supervisi dalam pembahasan ini sudah memiliki makna supervisi pendidikan, dan ia merupakan fokus utama penelitian dan merupakan istilah yang relatif baru dalam dunia pendidikan di Indonesia. Untuk itu perlu uraian yang lebih lengkap tentang pengertian supervisi. Dengan keberadaan supervisi yang relatif baru di Indonesia, maka peneliti melihat makna supervisi dari tiga sudut pandang, yaitu dari sudut etimologis, morfologis, dan semantik. 1 Mariono, Dasar-dasar dan Teknik Menjadi Supervisor Pendidikan (Yogjakarta: Ar-Ruz Media, 2011), 17. 2 Secara bahasa pendidikan berasal dari bahasa yunani, paedagogy, yang mengandung makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah diantar oleh seorang pelayan (paedagogos). Dalam bahasa romawi pendidikan diistilahkan sebagai educate yang berarti mengeluarkan sesuatu dari dalam. Dalam arti luas pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Lihat, Abdul Kadir, dkk., Dasar-Dasar Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012), 59.

Transcript of BAB II PENYELENGGARAAN SUPERVISI PENDIDIKAN ISLAM …digilib.uinsby.ac.id/3140/5/Bab 2.pdf ·...

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

BAB II

PENYELENGGARAAN SUPERVISI PENDIDIKAN ISLAM PADA

MADRASAH DI ERA OTONOMI DAERAH

A. Supervisi Pendidikan

1. Pengertian Supervisi Pendidikan

Supervisi pendidikan merupakan suatu aktivitas pembinaan yang

terencana untuk membantu para guru dan pegawai sekolah melakukan

pekerjaan mereka secara efektif.1 Istilah supervisi pendidikan P1F

2P dibangun

dari dua kata: supervisi dan pendidikan, namun dalam uraian pembahasan

berikut, istilah supervisi lebih banyak dibicarakan dari pada istilah

pendidikan itu sendiri, karena istilah supervisi dalam pembahasan ini

sudah memiliki makna supervisi pendidikan, dan ia merupakan fokus

utama penelitian dan merupakan istilah yang relatif baru dalam dunia

pendidikan di Indonesia. Untuk itu perlu uraian yang lebih lengkap

tentang pengertian supervisi. Dengan keberadaan supervisi yang relatif

baru di Indonesia, maka peneliti melihat makna supervisi dari tiga sudut

pandang, yaitu dari sudut etimologis, morfologis, dan semantik.

1 Mariono, Dasar-dasar dan Teknik Menjadi Supervisor Pendidikan (Yogjakarta: Ar-Ruz Media, 2011), 17. 2 Secara bahasa pendidikan berasal dari bahasa yunani, paedagogy, yang mengandung makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah diantar oleh seorang pelayan (paedagogos). Dalam bahasa romawi pendidikan diistilahkan sebagai educate yang berarti mengeluarkan sesuatu dari dalam. Dalam arti luas pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Lihat, Abdul Kadir, dkk., Dasar-Dasar Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012), 59.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

Secara etimologis, supervisi berasal dari bahasa Inggris, yaitu

supervision, artinya pengawas atau kepengawasan.3 Sedangkan orang yang

mengawasi disebut supervisor4. Dulu konsep supervisi adalah sebagai

pekerjaan inspeksi, mengawasi dalam arti mencari dan menemukan

kesalahan untuk kemudian diperbaiki.5

Secara morfologis, supervisi terdiri atas dua kata, super dan visi

(super and vision). Menurut Jamal Ma’mur kedua kata ini memiliki arti

melihat dan meninjau dari atas, atau menilik dan menilai dari atas, yang

dilakukan oleh pihak atasan terhadap aktivitas, kreativitas dan kinerja

bawahan.6

Secara semantik, para ahli memberikan berbagai corak definisi,

namun pada prinsipnya mengandung makna yang sama. Menurut Kimbal

Willes "Supervision is assistance in the development of a better teaching

learning situation" (supervisi adalah bantuan dalam pengembangan situasi

belajar mengajar yang lebih baik).7 Neagley dalam Pidarta menyebutkan

bahwa supervisi adalah layanan kepada guru-guru di sekolah yang

bertujuan untuk menghasilkan perbaikan instruksional, belajar, dan

kurikulum.8 Menurut Mc. Nerney dalam Sahertian, mengartikan supervisi

sebagai prosedur dalam memberi arah serta mengadakan penilaian secara

3 John. Echols, M. Hassan Shadily, Kamus Bahasa Inggeris Indonesia (Jakarta : PT. Gramedia, 1983), 569. 4 Posisi supervisor bisa diibratkan sebagai kawah candradimuka untuk mengolah kemampuan managerialnya sekaligus kemampuan kepemimpinannya. Lihat, A.M. Lilik Agung, Cara Cepat Menjadi Supervisor Unggul (Jakarta: PT. Gramedia, 2009), 3. 5 Maryono, Dasar-Dasar dan Tekhnik Menjadi Supervisor Pendidikan, 17. 6 Jamal Ma’mur A., Tips Efektif Supervisi Pendidikan Sekolah (Jogjakarta: DIVA Press, 2012), 19. 7 Kimball Willes. Supervision for Better School (New Yersey: Printice Hall Inc, Engwwood Cliffs, 1987), 8. 8 Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia (Bandung: PT. Bina Aksara. 1988), 2.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

kritis terhadap proses pengajaran.9 Sedangkan Poerwanto menyatakan,

supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk

membantu guru dan pegawai sekolah dalam melakukan pekerjaan mereka

secara efektif.10 Pengertian ini relevan dengan pengertian pengawas yang

tertera dalam Keputusan Menteri Negara Pendayaan Aparatur Negara

Nomor 18 Tahun 1996 yaitu: pegawai negri sipil yang diberi tugas,

tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang

untuk melakukan pengawasan dengan melaksanakan penilaian dan

pembinaan dari segi teknis pendidikan pra sekolah, dasar, dan

menengah.11

Berangkat dari pengertian di atas, supervisi pendidikan mengacu

kepada kegiatan memperbaiki proses pembelajaran, yang sudah barang

tentu berkaitan dengan kegiatan-kegiatan lainnya, seperti meningkatkan

kepribadian guru, meningkatkan profesinya, kemampuan berkomunikasi

dan bergaul baik dengan warga sekolah maupun masyarakat, dan upaya

membantu meningkatkan kesejahteraan mereka. Kegiatan-kegiatan di atas

juga tidak bisa terlepas dari tujuan akhir setiap sekolah, yakni menghasil

kan lulusan yang berkualitas.12

Dari beberapa pendapat para pakar di atas, dapat disimpulkan

bahwa supervisi pendidikan adalah merupakan usaha supervisor untuk

9 Piet A. Sahertian, Kosep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan ; Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2000), 17. 10 M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1986), 84. 11 Depag RI, Profesionalisme Pengawas Pendais (Jakarta: Depag RI, 2003), 5. 12 Made Pidarta, Supervisi Pendidikan Kontekstual (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 1.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

membantu, membina, membimbing, dan mengarahkan seluruh staf

sekolah, agar mereka dapat meningkatkan kemampuan (profesionalisme)

untuk mengembangkan situasi belajar mengajar dengan lebih baik.

2. Dasar Yuridis Supervisi Pendidikan

Secara yuridis masalah supervisi pendidikan mendapat perhatian

yang cukup proporsional oleh pemerintah, hal ini didasari atas pemahaman

betapa pentingnya supervisi pendidikan dalam upaya penyelenggaraan

pendidikan dan pengajaran di sekolah atau madrasah dalam rangka

efektivitas dan efisiensi untuk pencapaian tujuan pendidikan.

Sebagai bentuk kongkrit perhatian pemerintah terhadap masalah

supervisi pendidikan, bahwa pemerintah telah mengeluarkan regulasi

kepengawasan dalam bentuk kebijakan Keputusan Menteri Agama

Republik Indonesia Nomor 381 Tahun 1999 tentang Petunjuk Teknis

Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas Pendidikan Agama dan Angka

Kreditnya. Untuk melaksanakan tugas supervisi pendidikan di sekolah/

madrasah yang dilakukan oleh kepala Sekolah/Madrasah dan Pengawas;

Bab I huruf C point (2) Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia

Nomor 381 Tahun 1999 menyebutkan, yang dimaksud Pengawas sekolah

atau madrasah adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen

Agama (Kementerian Agama) yang diberi tugas, tanggungjawab, dan

wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan

pengawasan pendidikan agama di sekolah umum dan di madrasah dengan

melaksanakan penilaian dan pembinaan dari segi teknis pendidikan dan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

administrasi pada satuan pendidikan pra sekolah, sekolah dasar, dan

menengah.13

Jabatan fungsional pengawas sekolah dan angka kreditnya juga

diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan

Nasional14, Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara

dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010, Peraturan Menteri

Agama RI Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengawas Madrasah dan

Pengawas Pendidikan Agama Islam (PAI) pada sekolah. Konten dalam

peraturan ini adalah membahas dan membagi Tupoksi antara Pengawas

Madrasah dan Pengawas Pendidikan Agama Islam (PAI). Pengawas

Madrasah adalah Pengawas pada lembaga madrasah di lingkungan

Kementerian Agama sedangkan Pegawas Pendidikan Agama Islam (PAI)

adalah Pengawas Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam pada lembaga

sekolah di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005

tentang Standar Nasional Pendidikan Bab IV pasal 19 ayat (3) menyebut

kan bahwa setiap tahun pendidikan melakukan perencanaan proses

pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembe

lajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya pembe

lajaran yang lebih efektif dan efisien.

13 Dep. Agama RI, Standar Supervisi dan Evaluasi Pendidikan RA/BA/TA dan PAI pada TK (Jakarta: Dep. Agama RI, 2004), 2. 14 Pupuh F. dan Suryana, Supervisi Pendidikan (Bandung: Refika Aditama, 2011), 141.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

Ayat di atas dipertegas lagi oleh pasal 23 dan pasal 24, yang secara

lebih spesifik pasal 23 menyatakan bahwa pengawasan dalam proses

pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (3) meliputi

pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah

tindak lanjut yang diperlukan. Pasal ini dengan tegas menggunakan kata

supervisi. Selanjutnya pasal 24 menyatakan bahwa standar perencanaan

proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil

pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran dikembangkan oleh

BSNP dan ditetapkan oleh Peraturan Menteri. Pasal ini mengamanatkan

kepada BSNP untuk mengembangkan standar pengawasan proses

pembelajaran yang selanjutnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Atas amanat Peraturan Pemerintah, Menteri Pendidikan Nasional

telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12

Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah. Peraturan

tersebut mengatur dua hal pokok yaitu: Pertama, tentang kualifikasi yang

menentukan syarat-syarat tertentu untuk dapat diangkat dalam jabatan

Pengawas. Kedua, tentang kompetensi yang mengatur kompetensi apa saja

yang harus dimiliki oleh seorang Pengawas.

Dasar yuridis pelaksanaan supervisi dipertegas lagi dengan

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tentang

Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan

Menenggah. Dalam Permendiknas tersebut, sebagaimana tertuang dalam

huruf C. Pengawasan dan Evaluasi, pada angka 1. Program pengawasan,

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

point f menyebutkan bahwa supervisi pengelolaan akademik dilakukan

secara teratur dan berkelanjutan oleh Kepala Sekolah atau Madrasah dan

Pengawas Sekolah atau Madrasah.

Selanjutnya dalam Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang

Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, juga

meneguhkan eksistensi pengawasan di sekolah, sebagaimana termaktub

pada angka V. Pengawasan Proses Pembelajaran, Huruf B. Supervisi

menyebutkan :

a. Supervisi proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan,

pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran.

b. Supervisi pembelajaran dilakukan dengan cara pemberian contoh,

diskusi, pelatihan, dan konsultasi.

c. Kegiatan supervisi dilakukan oleh kepala sekolah dan pengawas satuan

pendidikan.

Berdasarkan ketentuan di atas jelaslah bahwa tidak ada satupun

proses penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pembelajaran yang

terlepas dari kegiatan supervisi, dengan kata lain baik secara teoritis

maupun yuridis, masalah supervisi pendidikan menempati posisi yang

strategis dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.

3. Tujuan, Fungsi dan Tugas Supervisi Pendidikan

Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan utama pendidikan di

sekolah atau madrasah, sehingga seluruh aktivitas organisasi sekolah atau

madrasah muaranya pada pencapaian efisiensi dan efektifitas pembela-

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

jaran. Oleh sebab itu, salah satu tugas dari kepala sekolah adalah berperan

sebagai supervisor yakni mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh

tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.

Supervisi merupakan suatu proses yang dirancang secara khusus

untuk membantu para guru dan supervisor dalam mempelajari tugas

sehari-hari di sekolah, dan diharapkan agar guru dan supervisor mampu

menggunakan dan memanfaatkan pengetahuan dan kemampuannya untuk

memberikan layanan yang lebih baik pada orang tua, peserta didik, dan

sekolah, serta berupaya menjadikan sekolah sebagai masyarakat belajar

yang lebih efektif. Untuk itu peranan supervisor sendiri adalah memberi

dukungan (support), membantu (assisting), dan mengikut sertakan

(sharing). Jadi peranan seorang supervisor adalah menciptakan suasana

sedemikian rupa agar guru-guru merasa aman dan bebas dalam mengem

bangkan potensi dan daya kreasi mereka dengan penuh tanggung jawab.

Suasana yang demikian hanya dapat terjadi apabila kepemimpinan

supervisor mampu berlaku secara demokratis bukan sebaliknya berlaku

otokratis. Kebanyakan guru seolah-olah mengalami kelumpuhan tanpa

inisiatif dan daya kreatif kalau supervisor dalam melakukan interaksi

bersifat mematikan. 15

Supervisor juga mempunyai tugas untuk memberikan stimulasi

kepada guru-guru agar nantinya para guru punya keinginan untuk

menyelesaikan problema pengajaran dan mengembangkan kurikulum.

15 Piet A. Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2008), 25.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

Sehingga keberadaan supervisor diharapkan bisa mengidentifikasikan

kebutuhan guru sebagai bahan in-service, mengumpulkan fakta dan

informasi melalui survei dan observasi sebagai bahan untuk memecahkan

masalah pembelajaran. Hal ini senada dengan pendapat Olivia bahwa

tujuan supervisi adalah16:

a. Membantu guru dalam mengembangkan proses kegiatan belajar

mengajar.

b. Membantu guru dalam menterjemahkan dan mengembangkan

kurikulum dalam proses belajar mengajar

c. Membantu sekolah (guru) dalam mengembangkan staf.

Berdasarkan pandangan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan

dari supervisi pendidikan adalah untuk membantu para guru dalam

pencapaian tujuan pendidikan.

Bidang tugas Supervisor menurut Ben. M. Haris membutuhkan

banyak pemikiran, karena supervisor perlu menggunakan strategi-strategi

yang nantinya digunakan dalam banyak prosedur ilmiah seperti

pengembangan kurikulum, pengorganisasian pengajaran, penggunaan

fasilitas untuk belajar dan sebagainya. Kondisi tersebut memberikan

gambaran keberadaan pengawas sebagai supervisor. Tanggungjawab

pengawas sebagai supervisor adalah untuk memajukan pengajaran dan

16 Sri Banun Muslim, Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru (Mataram: Alfabeta, 2008), 42.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

menjamin kualitas pelayanan belajar mengajar, serta mampu melakukan

administrasi sekolah dengan baik dan benar.

Dalam peranannya sebagai supervisor, maka seorang pengawas

madrasah ataupun pengawas PAI sekaligus berperan sebagai 17:

a. Koordinator; sebagai koordinator, ia harus dapat mengkoor dinasikan program belajar mengajar, tugas-tugas anggota staf, dan berbagai kegiatan yang berbeda-beda diantara guru-guru.

b. Konsultan; sebagai konsultan, seorang supervisor diharapkan mampu memberikan bantuan berupa layanan konsultasi terhadap masalah yang sedang dialami guru, baik secara individu maupun secara kelompok.

c. Pemimpin Kelompok; sebagai pemimpin kelompok, supervisor harus mampu memimpin sejumlah staf dan guru untuk mengembangkan sejumlah potensi yang dimiliki oleh kelompok dalam menyusun dan mengembangkan kurikulum. Keberadaan supervisor diharapkan mampu memimpin kelompok untuk melakukan pengembangan materi pelajaran dan pemenuhan kebutuhan professional guru secara bersama.

Dalam memimpin sejumlah staf guru agar dalam mengembangkan potensinya dalam menyusun dan mengem bangkan kurikulum, materi pelajaran, dan kebutuhan profesional guru-guru yang dilakukan secara bersama, maka seorang supervisor hendaknya mengenal masing–masing pribadi anggota staf guru, baik kelemahan maupun kelebih annya, menimbulkan, dan memelihara sikap percaya antar sesama anggota maupun antar anggota dengan yang lainnya, memupuk sikap dan kesediaan saling tolong menolong, serta memperbesar rasa tanggungjawab para anggota.

d. Evaluator; sebagai evaluator, supervisor harus mampu membantu guru-guru dalam menilai hasil dan proses belajar, dapat pula menilai kurikulum yang dikembangkan.

Dalam mengevaluasi, seorang supervisor hendaknya mampu menguasai teknik pengumpulan data untuk mem-peroleh data yang lengkap, benar, dan dapat diolah menurut norma-norma yang ada, serta menafsirkan dan menyimpulkan hasil-hasil penilaian yang nantinya mampu memberikan gambaran tentang kemungkinan-kemungkinan adanya per-baikan. Pelaksanaan proses evaluasi seharusnya mengikut sertakan peran guru, karena dengan adanya peran guru dalam

17 Piet A. Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, 25-26.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

30

proses evaluasi nantinya akan mampu membantu guru untuk menyadari akan adanya kelemahan dalam dirinya, sehingga mereka dapat berusaha meningkatkan kemampuannya tanpa suatu paksaan atau tekanan dari orang lain. Selain itu ia juga akan dibantu dalam merefleksikan dirinya sendiri, yaitu dengan konsep dirinya (self concept), idea atau cita-citanya (self idea), realitas dirinya (self reality). Misalnya pada akhir semester ia dapat mengadakan evaluasi diri sendiri dengan memperoleh umpan balik dari siswa yang dapat dipakai sebagai bahan untuk memperbaiki dan meningkatkan dirinya.18

Jadi peranan seorang supervisor, adalah membantu, memberi

support, dan mengikut sertakan guru-guru untuk dapat menyelesaikan

masalahnya sendiri. Tidak hanya terus-menerus mengarahkan, tetapi

bersifat demokratis, dan juga tetap memberi kesempatan guru-guru utuk

belajar berdiri sendiri atas tugas dan tanggung jawabnya. Sedangkan

diantara ciri-ciri guru profesional, ialah guru yang memiliki otonomi

dalam arti bebas mengembangkan diri sendiri atas kesadaran diri sendiri.

Terkait dengan fungsi supervisi pendidikan ini, lebih spesifik

Sweringen menyebutkan ada 8 fungsi, yaitu:19

a. Mengkoordinasi semua usaha sekolah. b. Memperlengkapi kepemimpinan sekolah c. Memperluas pengalaman guru d. Menstimulir usaha-usaha kreatif e. Memberikan fasilitas dan penilaian yang terus menerus f. Menganalisis situasi belajar dan mengajar g. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada setiap

anggota staf h. Mengintegrasikan tujuan pendidikan dan membantu meningkat

kan kemampuan mengajar guru-guru.

18 Mukhtar dan Iskandar, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan (Jakarta : Gaung Persada Press, 2009), 45-46. 19 Ary H. Gunawan, Administrasi Sekolah (Jakarata: PT. Rineka Cipta, 1996), 199.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

31

Adapun tugas seorang supervisior atau pengawas akademik,

mencakup hal-hal berikut:

a. Mengupayakan agar sistem pembelajaran ditata sedemikian rupa

sehingga berlaku prinsip belajar tuntas, yaitu guru harus berupaya agar

murid benar-benar menguasai apa yang telah diajarkan dan tidak

begitu saja melanjutkan pengajaran ke tingkat yang lebih tinggi jika

murid belum tuntas penguasaannya.

b. Memberikan tekanan (pressure) terhadap guru untuk mencapai tujuan

pengajarannya, dengan disertai bantuan (support) yang memadai untuk

keberhasilan tugasnya.

c. Membuat kesepakatan dengan guru maupun dengan sekolah mengenai

jenis dan tingkatan dari target output yang harus mereka capai

sehubungan dengan keberhasilan pengajaran.

d. Secara berkala melakukan pemantauan dan penilaian (assessment)

terhadap keberhasilan (efektifitas) mengajar guru, khususnya dalam

kaitannya dengan kesepakatan yang dibuat pada 4 (empat) hal di atas.

e. Membuat persiapan dan perencanaan kerja dalam rangka pelaksanaan

butir-butir di atas, menyusun dokumentasi dan laporan bagi setiap

kegiatan, serta mengembangkan sistem pengelolaan data hasil

pengawasan.

f. Melakukan atau mengadakan koordinasi serta membuat kesepakatan-

kesepakatan yang diperlukan dengan kepala sekolah, khususnya dalam

hal yang berkenaan dengan pemantauan dan pengendalian efektifitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

32

pengajaran serta hal yang berkenaan dengan akreditas sekolah yang

bersangkutan.

Tujuan supervisi pendidikan bukanlah menyodorkan suatu teori,

tetapi menganjurkan sesuatu sesuai dengan kebutuhan untuk mengungkap

kan beberapa karakteristik esensial teori. Supervisi pendidikan sebagai

salah satu instrumen yang dapat mengukur dan menjamin terpenuhinya

kualitas penyelenggaraan pendidikan maupun pembelajaran yang

bertujuan membantu guru untuk lebih memahami peranannya di sekolah

dan memperbaiki caranya mengajar, kemudian membantu kepala sekolah

dalam memperbaiki manajemen sekolah.

Mengacu pada tujuan supervisi tersebut diatas, maka perlu

diketahui fungsi supervisi pendidikan. Supervisi pendidikan mempunyai

fungsi penilaian (evaluation) yaitu penilaian kinerja guru dengan jalan

penilitian (research) yaitu pengumpulan informasi dan fakta-fakta

mengenai kinerja guru dengan cara melakukan penelitian. Kegiatan

evaluasi dan research ini merupakan usaha perbaikan (improvement),

sehingga berdasarkan data dan informasi yang diperoleh oleh supervisor

dapat dilakukan perbaikan kinerja guru sebagaimana mestinya dan

akhirnya dapat meningkatkan kualitas kinerja guru dalam melaksanakan

tugas mengajar.

Beberapa fungsi supervisor tersebut di atas sejalan dengan

pendapat Ametembun (1995) yang membagi fungsi supervisi menjadi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

33

empat:20 a) Fungsi penelitian, b) Fungsi penilaian, c) Fungsi perbaikan, d)

Fungsi peningkatan. Keempat fungsi tersebut merupakan suatu kesatuan

yang secara resiprokal dapat digambarkan sebagai berikut:

Bagan 2.1: Fungsi-fungsi Supervisi Pendidikan

Fungsi dan tugas supervisor memberi petunjuk bahwa manajemen

pendidikan pada intinya adalah mengelola pembelajaran dan memberikan

layanan yang berkualitas. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran bisa

memenuhi kualitas yang dipersyaratkan, maka peran kepala sekolah secara

otomatis berfungsi sebagai supervisor, dibantu oleh supervisor pengawas

sekolah atau pengawas madrasah yang ditunjuk oleh pemerintah.

Tanggung-jawab mereka sebagai supervisor adalah memajukan pengajaran

dan menjamin kualitas pelayanan belajar untuk memenuhi standar yang

20 Ara Hidayat dan Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan (Yogyakarta: Kaukaba 2012), 114.

PENELITIAN

PERBAIKAN

PENINGKATAN PENILAIAN

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

34

dipersyaratkan, dan melakukan kegiatan administrasi dengan terkontrol

secara baik dan benar.

Fungsi supervisi merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat

dipisahkan, dan keberadaannya digunakan untuk membantu memecahkan

berbagai kesulitan dalam melaksanakan tugas pembelajaran dengan

memanfaatkan teknik-teknik supervisi yang sesuai kebutuhan guru. Peran

dan fungsi supervisi pendidikan adalah korektif, preventif, konstruktif,

kreatif, dengan sasaran untuk memperbaiki situasi belajar mengajar dan

meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Oleh karena itu,

supervisor perlu memahami fungsi-fungsi supervisi dengan menghindari

praktik-praktik pembinaan yang dapat membuat guru yang disupervisi

merasa terkungkung terus dalam masalah yang dihadapinya, karena

supervisi tidak sama dengan pelaksanaan inspeksi.

4. Wewenang dan Tanggung Jawab Supervisi Pendidikan

Untuk mengetahui apa saja yang menjadi tanggung jawab dan

wewenang pengawas, kita dapat merujuk pada beberapa peraturan atau

kebijakan yang mengatur tentang kepengawasan pendidikan sebagai

berikut:

a. Peraturan Menteri Negara Penberdayaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Funsional

Pengawas Sekolah dan angka kreditnya. Dalam pasal 8 pengawas

sekolah bertanggungjawab melaksanakan tugas pokok dan kewajiban

sesuai dengan yang dibebankan. Dalam pasal 9 disebutkan bahwa

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

35

pengawas sekolah berwenang memilih dan menentukan metode kerja,

menilai kinerja guru dan kepala sekolah, menentukan dan atau

mengusulkan program pembinaan serta melakukan pembinaan.

b. Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012

tentang Pengawas Madrasah dan Pengawas Pendidikan Agama Islam

pada sekolah. Dalam pasal 5 menjelaskan tentang tanggung jawab dan

wewenang pengawas sebagai berikut:

1) Pengawas Madrasah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)

bertanggungjawab terhadap peningkatan kualitas perencanaan,

proses, dan hasil pendidikan dan atau pembelajaran pada RA, MI,

MTs, MA, dan atau MAK.

2) Pengawas PAI pada Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

ayat (2) bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas perenca

naan, proses, dan hasil pendidikan dan/atau pembelajaran PAI pada

TK, SD/SDL:B, SMP/SMPLB, SMA/SMALB, dan/atau SMK.

3) Pengawas Madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

berwenang:

a) memberikan masukan, saran, dan bimbingan dalam

penyusunan, pelaksanaan, dan evaluasi program pendidikan

dan/atau pembelajaran kepada kepala Madrasah, Kepala Kantor

Kementerian Agama Kabupaten/Kota atau Kepala Kantor

Wilayah Kementerian Agama Provinsi;

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

36

b) memantau dan menilai kinerja Kepala Madrasah serta

merumuskan saran tindak lanjut yang diperlukan;

c) melakukan pembinaan terhadap pendidik dan tenaga

kependidikan di madrasah; dan

d) memberikan pertimbangan dalam penilaian pelaksanaan tugas,

dan penempatan Kepala Madrasah serta guru kepada Kepala

Kantor Kementerian Agama Kabupaten/ Kota.

4) Pengawas Pendidikan Agama Islam pada Sekolah sebagaimana

dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) berwenang:

a) Memberikan masukan, saran, dan bimbingan dalam

penyusunan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan dan/atau

pembelajaran Pendidikan Agama Islam kepada Kepala sekolah

dan instansi yang membidangi urusan pendidikan di

Kabupaten/Kota;

b) Memantau dan menilai kinerja Guru pAI serta merumuskan

saran tindak lanjut yang diperlukan;

c) Melakukan pembinaan terhadap Guru PAI;

d) Memberikan pertimbangan dalam penilaian pelaksanaan tugas

guru PAI kepada pejabat yang berwenang; dan

e) Memberikan pertimbangan dalam penilaian pelaksanaan tugas

dan penempatan Guru PAI kepada Kepala sekolah dan pejabat

yang berwenang

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

37

c. Sesuai dengan bunyi SK Menpan Nomor 118 Tahun 1996 Bab I pasal

1 angka (1) yang menyatakan bahwa pengawas sekolah adalah

pegawai negeri sipil (PNS) yang diberi tugas, tanggungjawab, dan

wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk

melakukan pengawasan di sekolah dengan melaksanakan penilaian dan

pembinaan dari segi teknis pendidikan dan administrasi pada satuan

pendidikan pra sekolah dasar dan menengah. Maka wewenang dan

tanggung jawab pengawas dapat dirumuskan sebagai berikut21:

1) Wewenang pengawas

Adapun penjabaran wewenang pengawas antara lain adalah:

a) Memilih dan menentukan metode kerja untuk mencapai hasil

yang optimal dalam melaksanakan tugas dengan sebaik-

baiknya sesuai dengan kode etik profesi.

b) Menetapkan tingkat kinerja guru dan tenaga lainnya di sekolah

atau madrasah serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

c) Menentukan dan mengusulkan program-program pembinaan

serta melakukan pembinaan .

2) Tanggungjawab pengawas

a) Terlaksananya kegiatan supervisi atau pengawasan atas

pelaksanaan pendidikan di sekolah/madrasah sesuai dengan

penugasannya pada TK, RA, BA, SD/MI atau SMP/MTs,

SMU/SMK/MA, MAK dan MD.

21 Depag RI, Pedoman Pengembangan Administrasi dan Supervisi (Jakarta: Depag, 2004), 60-62.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

38

b) Meningkatnya kualitas proses belajar mengajar dalam rangka

pencapaian tujuan pendidikan di sekolah, termasuk kualitas

pendidikan agama.

c) Meningkatnya kualitas guru, siswa, kepala sekolah atau madra-

sah dan seluruh staf sekolah yang berada dibawah wilayah

pembinaannya. Meningkatnya kualitas dan kuantitas sarana

pendidikan di sekolah/madrasah di wilayah pembinaannya.

d) Terhimpunnya data lengkap tentang:

(1) Jumlah sekolah umum/madrasah,

(2) Jumlah guru, baik NIP 15 maupun NIP 13,

(3) Jumlah siswa muslim dan non muslim,

(4) Jumlah sekolah yang memiliki ruang ibadah dan yang

belum memiliki,

(5) Jumlah pengawas, dan lain sebagainya

5. Pendekatan dan Prinsip-Prinsip Supervisi Pendidikan

a. Pendekatan Supervisi Pendidikan

Pendekatan berasal dari kata approach adalah cara

mendekatkan diri kepada obyek atau langkah-langkah menuju objek,

atau pola perilaku yang tepat untuk mempengaruhi orang lain.22

Menurut Piet A. Suhertian, bahwa suatu pendekatan pemberian

supervisi sangat tergantung kepada prototipe guru. Adapun prototipe

guru, menurut Glickman (1981) dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:

22 Sri Banun Muslim, Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru, 77

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

39

guru yang profesional, guru tukang kritik, guru yang selalu sibuk, dan

guru yang tidak bermutu. Keempat prototipe tersebut dipilah

berdasarkan dua kemampuan guru yaitu berpikir abstrak dan

komitmen.23

Pendekatan yang digunakan dalam menerapkan supervisi

modern didasarkan pada prinsip-prinsip psikologis. Suatu pendekatan

atau teknik pemberian supervisi, sangat bergantung kepada prototipe

guru. Sahertian mengemukakan beberapa pendekatan perilaku

supervisor sebagai berikut:24

1) Pendekatan Langsung (Direktif)

Pendekatan direktif adalah cara pendekatan terhadap masalah

yang bersifat langsung. Supervisor memberikan arahan langsung,

sudah tentu pengaruh perilaku supervisor lebih dominan.

Pendekatan direktif ini berdasarkan pada pemahaman terhadap

psikologis behavioristis. Prinsip behaviorisme ialah bahwa segala

perbuatan berasal dari refleks, yaitu respons terhadap rangsangan

atau stimulus. Oleh karena guru memiliki kekurangan, maka perlu

diberikan rangsangan agar ia bisa bereaksi lebih baik. Supervisor

dapat menggunakan penguatan (reinforcement) atau hukuman

(punishment).

23Piet A Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan, 44-45. 24 Ibid., 46.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

40

Pendekatan seperti ini dapat dilakukan dengan perilaku supervisor

seperti: Menjelaskan, Menyajikan, Mengarahkan, Memberi contoh,

Menerapkan tolok ukur, dan Menguatkan.

2) Pendekatan Tidak Langsung (Non-Direktif)

Yang dimaksud dengan pendekatan tidak langsung (non-

direktif) adalah cara pendekatan terhadap permasalahan yang

sifatnya tidak langsung. Supervisor tidak secara langsung

menunjukkan permasalahan, tapi ia terlebih dulu mendengarkan

secara aktif apa yang dikemukakan oleh guru. Ia memberi

kesempatan sebanyak mungkin kepada guru untuk mengemukakan

permasalahan yang mereka hadapi. Pendekatan non-direktif ini

berdasarkan pada pemahaman psikologis humanistik. Psikologi

humanistik sangat menghargai orang yang akan dibantu. Oleh

karena pribadi guru yang dibina begitu dihormati, maka ia lebih

banyak mendengarkan permasalahan yang dihadapi guru-guru.

Guru mengemukakan masalahnya. Supervisor mencoba mendengar

kan dan memahami apa yang dialami.

Perilaku supervisor dalam pendekatan non-direktif adalah:

Mendengarkan, Memberi penguatan, Menjelaskan, Menyajikan

dan Memecahkan masalah.

3) Pendekatan Kolaboratif

Pendekatan kolaboratif adalah cara pendekatan yang

memadukan cara pendekatan direktif dan non-direktif menjadi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

41

suatu cara pendekatan baru. Pada pendekatan ini, baik supervisor

maupun guru bersama-sama bersepakat untuk menetapkan struktur

proses dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan

terhadap masalah yang dihadapi guru.

Pendekatan ini didasarkan pada psikologi kognitif. Psikologi

kognitif beranggapan bahwa belajar adalah perpaduan antara

kegiatan individu dengan lingkungan yang pada gilirannya akan

berpengaruh dalam pembentukan aktivitas individu. Dengan

demikian, pendekatan dalam supervisi berhubungan pada dua arah;

dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Perilaku supervisor

dalam pendekatan ini adalah: Menyajikan, Menjelaskan,

Mendengarkan, Memecahkan masalah, dan Negosiasi.

Ketiga macam pendekatan itu dilakukan dengan melalui tahap-

tahap kegiatan pemberian supervisi sebagai : a) Percakapan awal (pre-

conference); b) Observasi; c) Analisis/interpretasi; d) Percakapan akhir

(pasconference); e) Analisis akhir; dan f) Diskusi.

b. Prinsip-prinsip Supervisi Pendidikan

Secara maknawi istilah prinsip berarti suatu pegangan hidup

yang diyakini mampu membantu diri seseorang mencapai tujuan hidup

yang dia inginkan atau diprogramkan.

Supervisi pendidikan diartikan sebagai bimbingan profesional

bagi guru-guru. Bimbingan profesional yang dimaksud adalah segala

usaha yang dilakukan mampu memberikan kesempatan bagi guru-guru

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

42

agar berkembang secara profesional, agar lebih maju lagi dalam

melaksanakan tugas pokok seperti memperbaiki dan meningkatkan

proses belajar murid-murid. Oleh karena itu keberadaan suatu

pengajaran sangat tergantung pada kemampuan mengajar guru, jadi

perhatian utama kegiatan supervisi terdapat pada peningkatan

kemampuan profesional guru dan peningkatan mutu anak didik dalam

proses belajar mengajar.

Sebagai seorang supervisor akan menghadapi beberapa

masalah dalam melaksanakan tugasnya. Untuk itu dalam memecahkan

masalah-masalah tersebut, supervisor hendaknya berpegang teguh

pada nilai-nilai Pancasila yang keberadaannya merupakan prinsip asasi

dan landasan utama dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.

Disamping prinsip asasi ini, dapat dibedakan juga prinsip-

prinsip positif dan prinsip-prinsip negatif.25

1) Diantara prinsip-prinsip positif ini adalah:

a) Supervisi harus dilaksanakan secara demokratis dan kooperatif

b) Supervisi harus kreatif dan konstruktif

c) Supervisi harus scientific dan efektif

d) Supervisi harus dapat memberi perasaan aman kepada guru-

guru

e) Supervisi harus berdasarkan kenyataan

25 Hendiyat Soetopo dan Wasty Soemanto, Kepemimpinan dan supervisi pendidikan (Jakarta: PT. Bina Akara, 1988), 42-44.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

43

f) Supervisi harus memberikan kesempatan kepada supervisor

dan guru-guru untuk mengadakan self evaluation.

2) Prinsip-prinsip negatif ini merupakan larangan bagi seorang

supervisor; prinsip-prinsip negatifnya adalah sebagai berikut:

a) Supervisor tidak boleh bersikap otoriter.

b) Supervisor tidak boleh mencari kesalahan pada guru-guru.

c) Supervisor bukan inspektur yang ditugaskan untuk memeriksa

apakah peraturan-peraturan dan instruksi-instruksi yang

diberikan sudah dilaksanakan atau tidak.

d) Supervisor tidak boleh menganggap dirinya lebih dari guru-

guru, karena adanya tingkatan level jabatan .

e) Supervisor tidak boleh terlalu banyak memperhatikan hal-hal

kecil yang terdapat dalam cara-cara guru mengajar.

f) Supervisor tidak boleh lekas kecewa, bila ia mengalami

kegagalan.

Menurut Soebagio upaya dalam mengembangkan prestasi guru

dibutuhkan adanya feedback26 dari seorang supervisor, maka dari itu

dalam pengawasan dibutuhkan beberapa prinsip berikut:27

26 Feedback atau memberikan balikan merupakan bagian dari pembelajaran yang amat penting, guna mendapatkan hasil belajar yang maksimal. Menurut Degeng (1989) bahwa suatu balikan hendaknya bersifat informative. Feed back ini juga berfungsi sebagi perbaikan atas tidak sesuainya tingkah laku penerima balikan juga sebagai penguat jika balikan itu sesuai dengan tingkah laku penerima balikan. Lihat Made Wena, Strategi Pembelajara Inovatif Kontemporer (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 242. 27 Soebagio Atmodiwiryo, Manajemen Pengawas dan Supervisi Sekolah (Jakarta: Ardadizya Jaya, 2011), 231-232.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

44

1) Prinsip ilmiah (sains); Kegiatan supervisi dilakukan berdasarkan

data obyektif yang diperoleh dari pelaksanaan proses belajar

mengajar. Untuk memper oleh data, diperlukan pengamatan,

angket dan wawancara. Setiap kegiatan supervisi dilakukan dengan

rasional, logis, sistematis dan kontinyu, didahului dengan

perencanaan, pelaksanaan kemudian evaluasi.

2) Prinsip demokratis; Demokrasi mengandung makna menjunjung

tinggi harga diri dan marabat orang lain dalam hal ini guru, bukan

berdasarkan hubungan atasan dengan bawahan, tetapi atas dasar

rasa kesejawatan.

3) Prinsip kerjasama; Adanya sharing ideas, sharing of experiences,

memberi dorongan, menstimulasi guru sehingga merasa tumbuh

bersama.

4) Prinsip konstruktif dan kreatif; Supervisi diharapkan mampu

menciptakan suasana kerja yang menyenangkan.

Kualitas supervisi akan direfleksikan pada peningkatan hasil

belajar anak didik. Jadi seorang supervisor apakah dia kepala

madrasah, atau pengawas madrasah, hendaknya dalam melaksanakan

perannya sebagai supervisor harus didasarkan pada prinsip-prinsip

supervisi seperti tersebut di atas agar hasil yang diharapkan yakni

perbaikan situasi belajar mengajar melalui penimgkatan kualitas guru

selaku pendidik dan tenaga kependidikan lainnya yang mendukung

pelaksanaan tugas guru dapat dicapai secara optimal.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

45

6. Urgensi Supervisi Pendidikan

Tugas pokok pengawas madrasah adalah melakukan penilaian dan

pembinaan dengan melaksanakan fungsi-fungsi supervisi, baik supervisi

akademik maupun supervisi manajerial. Berdasarkan tugas pokok dan

fungsi di atas minimal ada tiga kegiatan yang harus dilaksanakan oleh

pengawas yakni:

a. Melakukan pembinaan pengembangan kualitas sekolah, kinerja kepala

sekolah, kinerja guru, dan kinerja seluruh staf sekolah,

b. Melakukan evaluasi dan monitoring pelaksanaan program sekolah

beserta pengembangannya,

c. Melakukan penilaian terhadap proses dan hasil program pengem-

bangan madrasah secara kolaboratif dengan stakeholder.

Pendapat di atas menunjukkan bahwa supervisi mengandung

beberapa makna, dan bisa juga mengandung makna yang sama, misalnya

bantuan, pelayanan, pemberian arah, penilaian, pembinaan, meningkatkan,

mengembangkan dan perbaikan. Dengan kata lain, istilah supervisi

dipertentangkan dengan makna mengawasi, menindak, memeriksa,

menghukum, mengadili, inspeksi, mengoreksi, dan menyalahkan.

Dengan demikian, istilah supervisi tidak sama dengan istilah

controlling, inspection (inspeksi), dan directing (mengarahkan). Perlu

ditegaskan bahwa yang menjadi objek utama supervisi di sekolah atau

madrasah adalah guru, walaupun semua orang di sekolah dikenai

supervisi, namun itu semua hanyalah objek perantara. Isyarat lain dari

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

46

pendapat-pendapat di atas, adalah penting adanya administrasi yang baik,

karena dalam supervisi diperlukan suatu administrasi, terutama yang

menyangkut fungsi utamanya, yaitu perencanaan, pengorganisian,

penyelenggaraan dan pengawasan dari supervisi itu sendiri.

Menurut Jones dalam Mulyasa, supervisi merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari seluruh proses administrasi pendidikan karena

tujuan utama dari supervisi adalah untuk mengembangkan keefektifitasan

kinerja personalia sekolah yang berhubungan dengan tugas-tugas utama

pendidikan.28 Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan

Thomas dan Robert “supervision is seen not as a separepate function

removed from the dynamics of institusional reinvention that is going on in

schools”.29 Adapun mekanisme dari supervisi disuatu sekolah/madrasah

digambarkan sebagai berikut30:

Bagan 2.2: Mekanisme Supervisi di Sekolah/Madrasah

28 E. Mulyasa. Menjadi Kepala Sekolah Profesional (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), 155. 29 Thomas J.S. dan Robert J.S., Supervision (New York: McGraw Hills Companies, 2002), xvi. 30 Ahmad Azhari, Supervisi Rencana Program Pembelajaran (Ciputat: Rian Putra, 2004), 2.

KAKANWIL

SEKOLAH/MADRASAH

PENGAWAS KABID PENDIDIKAN

KET: = Garis Komando

= Garis Konsultatif

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

47

Menurut Carter, supervisi adalah usaha dari petugas-petugas

sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas-petugas lain dalam

memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulasi, menyeleksi,

pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru serta merevisi tujuan-tujuan

pendidikan, bahan pengajaran, dan metode serta evaluasi pengajaran.31

Dari definisi diatas menunjukkan bahwa orang yang menjalankan

tugas supervisor hendaknya pandai meneliti, mencari, dan menentukan

syarat-syarat yang diperlukan bagi kemajuan sekolahnya, sehingga tujuan

pendidikan di sekolah itu secara maksimal dapat tercapai. Sweringen

mengungkapkan sejumlah latar belakang perlunya supervisi terletak dan

berakar mendalam dalam kebutuhan riel masyarakat:32

a. Latar belakang Budaya

Pendidikan adalah bagian integral dari kebudayaan. Sejak dini

pengalaman belajar dan kegiatan belajar mengajar harus diangkat dari

isi kebudayaan yang hidup di masyarakat itu. Sekolah sebagai salah

satu pusat kebudayaan bertugas menyeleksi pengaruh faktor-faktor

yang mempengaruhi pribadi peserta didik. Perlunya supervisi bagi

yang bertugas adalah: 1) untuk mengembangkan potensi kreativitas

para peserta didik, 2) untuk mengkoordinasikan segala usaha dalam

rangka mengembangkan budaya sekolah. Sekolah bukan hanya tempat

untuk mengisi pengetahuan saja, melainkan harus berfungsi sebagai

31 Piet A. Sahertian, dan Ida Aleida Sahertian,. Supervisi pendidikan dalam rangka Inservice Education (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 17. 32 Piet A. Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), 4.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

48

laboratorium sosiologis dan pusat kebudayaan yang dapat

mengembangkan ide, karya, dan potensi peserta didik.

b. Latar belakang filsafat

Sistem pendidikan yang berhasil dan berdaya guna adalah jika ia

berakar mendalam pada nilai-nilai yang ada dalam pandangan hidup

suatu bangsa. Di indonesia terdapat system among yang dipelopori

oleh ki hajar dewantara melalui taman siswa. Sistem ini mendasarkan

pendidikannya pada filsafat dan budaya nasional. Ki Hajar Dewantara

mendasarkan pendidikan pada asas: 1) Kodrat alam, 2) Kebebasan,

3)Kemanusiaan, 4) Kebudayaan, dan 5) Kebangsaan. Suatu sistem

pendidikan harus berakar pada sistem filsafat dan nilai-nilai yang

dijunjung tinggi oleh bangsa itu.

c. Latar belakang psikologis

Secara psikologis supervisi itu terletak dan berakar mendalam

pada pengalaman manusia. Pengalaman dapat diartikan sebagai

kegiatan atau usaha yang mengembangkan arti dari sebuah peristiwa

atau situasi sehingga orang dapat memiliki cara pemecahan suatu

masalah baik sekarang maupun yang akan datang. Pengalaman yang

luas memungkinkan untuk memperoleh pengertian yang mendalam

tentang suatu masalah sehingga memperbesar kemampuan untuk

mempraktekannya. Dalam hal ini, pendidikan bertugas memberikan

dorongan untuk mencipta dan membina kreativitas. Berdasarkan

pengamatan dilapangan, masalah yang timbul dalam proses

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

49

pembelajaran di kelas bukan berasal dari kurangnya pengetahuan

tentang teknik mengajar, melainkan karena putusnya mata rantai, yaitu

hubungan-hubungan kemanusiaan yang terputus antara guru dan

murid. Oleh karena itu, secara psikologis situasi belajar mengajar yang

baik adalah dengan membangkitkan dorongan emosional berupa

lambang-lambang dalam bentuk kata persetujuan, seperti senyum,

memberi hormat, dan tertawa. Dengan begitu, semangat baru dalam

proses belajar mengajar di kelas akan muncul.

d. Latar belakang Sosial

Setiap tugas pemimpin sebagai supervisor berfungsi membantu,

mendorong, dan menstimulasi tiap anggota untuk bekerja bersama.

Mackenzie mengemukakan ada enam fungsi kepemimpinan sebagai

supervisor:33

1) Setiap pemikiran yang diberikan oleh anggota kelompok harus

dilihat sebagai sumbangan bagi kelompok dan perlu diterima

dengan sikap terbuka dan positif.

2) Pemimpin harus memiliki pemikiran yang mantap.

3) Pemimpin membantu dalam mengembangkan ketrampilan dan

memperlengkapi stafnya.

4) Pemimpin bertugas menumbuhkan kepercayaan pada diri sendiri

dan menumbuhkan rasa aman pada diri orang lain.

33 Ibid., 10.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

50

5) Pemimpin bertugas menentukan batas kebebasan (autonomy) dan

saling berinteraksi.

6) Pemimpin harus berani mengunakan cara pendekatan yang bersifat

mencoba.

Seorang supervisor dalam melakukan tanggungjawabnya, harus

mampu mengembangkan potensi kreatifitas dari orang yang dibina

melalui cara mengikutsertakan orang lain untuk berpartisipasi bersama.

Supervisi harus bersumber pada kondisi masyarakat.

e. Latar belakang sosiologis

Pada era globalisasi ini telah terjadi pergeseran tata nilai. Dahulu

orang hanya mengukur nilai suatu pendidikan dari nilai moral, akhlaq,

dan budi luhur. Namun seiring dengan berkembangnya zaman, alat

ukur suatu pendidikan adalah juga termasuk nilai ekonomis. Siapa

yang memiliki berlebih finansial atau uang, maka ia akan mampu

menyekolahkan anaknya di sekolah unggulan. Dengan demikian,

sekolah atau madrasah bukan lagi membentuk seorang manusia dalam

pengertian pribadi dan moralitas, melainkan juga membentuk sebuah

figur manusia dalam pengertian nilai finansial. Perubahan masyarakat

secara sosiologis menimbulkan dampak terhadap tata nilai. Oleh

karena itu, untuk menghadapi perubahan seperti ini, guru sebagai

tenaga pendidik memerlukan seorang supervisor untuk bertukar ide,

pemikiran, dan pengalaman, tentang ukuran tata nilai mana yang lebih

baik dalam menghadapi perubahan tata nilai yang serba meragukan.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

51

f. Latar belakang pertumbuhan jabatan

Guru harus tumbuh dan berkembang dalam jabatannya, yaitu

dengan cara harus selalu terlihat bugar dalam penampilan, gemar

membaca, terbuka untuk menerima ide-ide baru, inovasi dan sadar

akan tanggungjawab profesionalnya. Menurut Sahertian, ada beberapa

usaha dalam membantu pertumbuhan dan pengembangan profesi guru,

antara lain sebagai berikut34:

1) Selalu belajar dan mengembangkan dorongan ingin tahu.

2) Selalu ada kesediaan untuk memperoleh pengetahuan dan

informasi yang baru.

3) Selalu peka dan peduli terhadap tuntutan kemanusiaan serta

kepekaan sosial sehingga dapat menyesuaikan diri dengan

masyarakat sekitar.

4) Menumbuhkan minat dan gairah terhadap tugas mengajar, karena

tugas mengajar sudah menyatu dengan hidupnya.

Dalam hal ini, peran supervisi pendidikan adalah merawat,

memelihara, dan menstimulasi pertumbuhan jabatan guru. Dengan

demikian dapat diharapkan guru menjadi semakin profesional dalam

mengemban amanat jabatannya, dan dapat meningkatkan posisi tawar

guru di masyarakat dan pemerintah, bahwa guru punya peranan utama

dalam pembentukan dan peningkatan harkat dan martabat manusia.

34 Ibid., 12.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

52

B. Pedidikan Islam

1. Pengertian Pendidikan Islam

Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan

mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama

sekali, mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang sejalan

dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera dan bahagia menurut

konsep pandangan hidup mereka.35 Karena tujuan umum dari pada

pendidikan adalah pengembangan pribadi dewasa mandiri yang mampu

menata kehidupan dan penghidupannya dengan tanggungjawab moral dan

sosial.36

Memahami pendidikan Islam tidak semudah mengurai kata

“Islam” dari kata ”Pendidikan” karena selain menjadi predikat, Islam juga

merupakan satu subtansi dan subjek penting yang cukup kompleks.

Karenanya untuk memahami Pendidikan Islam berarti kita harus melihat

aspek utama misi agama Islam yang diturunkan kepada umat manusia dari

sisi pedagogis.

Islam sebagai ajaran yang datang dari Allah sesungguhnya

merefleksikan nilai-nilai pendidikan yang mampu membimbing dan

mengarahkan manusia sehingga menjadi manusia sempurna. Islam sebagai

agama unirversal telah memberikan pedoman hidup bagi manusia menuju

kehidupan bahagia, yang pencapaiannya bergantung pada pendidikan.

Pendidikan merupakan kunci penting untuk membuka jalan kehidupan

35 Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan (Jakarta: PT. Rineka Cipta tt), 2. 36 Bahrul Hayat dan Suhendra Yusuf, Mutu Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), 22.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

53

manusia. Dengan demikian, Islam sangat berhubungan erat dengan

pendidikan. Hubungan antara keduanya bersifat organis-fungsional;

pendidikan berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan Islam, dan Islam

menjadi kerangka dasar pengembangan pendidikan Islam.37

Pendidikan merupakan suatu sistem yang teratur dan mengemban

misi yang cukup luas yaitu segala sesuatu bertalian dengan perkembangan

fisik, kesehatan, keterampilan, pikiran, perasaan, kemauan, sosial sampai

masalah kepercayaan atau keimanan.38 Pendidikan juga disebut

education, istilah dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin educere

berarti memasukkan sesuatu atau memasukkan ilmu ke kepala seseorang.

Pengertian istilah ini ada tiga hal yang terlibat yaitu ilmu, proses

memasukkan dan kepala orang, kalau ilmu masuk dalam kepala.39

Frederick Y. Mc. Donald memberikan batasan pengertian

pendidikan sebagai berikut: “Education is the process or an activity which

is directed at producing desirable in the behaviour of human being.”40

“Pendidikan proses atau aktivitas yang berlangsung untuk menghasilkan

perubahan yang diperlukan dalam tingkah laku manusia”.

Bahasa agama dijumpai beberapa istilah yang biasa dipergunakan,

yaitu taklim, tarbiyah dan takdib. Taklim, tarbiyah dan takdib menurut

beberapa ahli pendidikan, terdapat perbedaan antara ketiga istilah itu.

37 Tedi Priatna, Reaktualisasi Paradigma Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), 1. 38 Depag., Kendali Mutu Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Depag., Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2003), 10. 39 Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1992), 4. 40 Frederick Y. Mc. Donald, Educational Psychologi (Tokyo: Overseas Publication LTD, 1959), 4.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

54

Taklim berarti pengajaran, lebih sempit dari pendidikan. Kata tarbiyah

yang sering digunakan di negara-negara berbahasa Arab, terlalu luas.

Sebab kata tarbiyah juga digunakan untuk binatang, tumbuh-tumbuhan

dengan pengertian memelihara atau membela atau beternak. Sementara

pendidikan yang diambil dari istilah education itu hanya untuk manusia

saja.41 Takdib menurut al-Attas, lebih tepat, sebab tidak terlalu sempit

sekedar mengajar saja dan tidak meliputi makhluk-makhluk selain

manusia. Ta’dib sudah meliputi ta’lim dan tarbiyah. Selain itu kata ta’dib

erat hubungannya dengan kondisi ilmu Islam yang termasuk isi

pendidikan.42 Kamus Kontemporer Bahasa Indonesia, pendidikan

diartikan sebagai proses pengubahan cara berpikir atau tingkah laku

dengan cara pengajaran, penyuluhan dan latihan proses mendidik.43

Sedangkan Islam adalah nama dari suatu agama yang dibawa oleh nabi

Muhammad Saw. Pengertian yang agak luas, pendidikan diartikan sebagai

sebuah proses, yang menerapkan metode-metode tertentu sehingga orang

memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang

sesuai dengan kebutuhan.44

Kata Islam pada pendidikan Islam menunjukkan warna pendidikan

tertentu, pendidikan yang berwarna Islam yang secara normatif

berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah. Menurut Ahmad Tafsir pendidikan

41 Ibid., 4-5. 42 Muhaimin, dkk., Kontroversi Pemikiran Fazlur Rahman Studi Kritis Pembaharuan Pendidikan Islam (Cirebon: Pustaka Dinamika, 1999), 9-10. 43 Peter Salim dan Penny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (Jakarta: Modern English Press, 1991), 353. 44 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dalam Pendekatan Baru (Bandung: PT. Rosdakarya, 1992), 10.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

55

Islam adalah bimbingan terhadap seseorang agar ia menjadi muslim

semaksimal mungkin.45 Beberapa pendapat lain yang membahas tentang

pendidikan Islam, antara lain:

a. Hailami dan Syamsul memberikan definisi Pendidikan Islam adalah

segala upaya atau proses pendidikan yang dilakukan untuk

membimbing tingkah laku manusia, baik individu, maupun sosial

untuk mengarahkan potensi, baik potensi dasar, maupun ajar sesuai

dengan fitrahnya melalui proses intelektual dan spiritual berlandaskan

nilai Islam untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.46

b. Arifin memberikan definisi sebagai berikut: Pendidikan Islam

merupakan sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan

seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita

Islam, karena nilai-nilai Islam telah menjiwai dan mewarnai corak

kepribadiannya.47 Manusia muslim yang telah mendapatkan

pendidikan Islam, harus mampu hidup damai, sejahtera, sebagaimana

yang diharapkan oleh cita-cita Islam.48

c. Muhaimin dan Abdul Mujib, mendefinisikan: Pendidikan Islam adalah

proses transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai

pada diri anak didik melalui penumbuhan dan pengembangan potensi

45 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), 32. 46 M. Hailami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012) , 33. 47 M.Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner (Jakarta: Bumi aksara, 1990), 10. 48 Ibid., 10.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

56

fitrahnya guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam

segala aspeknya. 49

d. Zuhairini, dkk., mendefinisikan: Pendidikan Islam adalah usaha yang

diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan

ajaran Islam, memikirkan, memutuskan dan berbuat berdasarkan nilai-

nilai Islam, serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.50

Pendidikan Islam merupakan usaha untuk merealisasikan fungsi ajaran

agama dalam kehidupan manusia dan sosial. Islam memformulasikan

hal tersebut dalam konsep al-Amr bi al-Ma’ruf al-Nahy’an al-Munkar

sesuai dengan firman Allah dalam QS. Ali Imran ayat 104:

Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran: 104).51

Penulis menyimpulkan, pendidikan Islam ialah bimbingan yang

diberikan oleh seseorang atau guru kepada orang lain atau murid, agar

dapat berkembang secara maksimal sesuai syari’at Islam.

Mengenai ruang lingkup pendidikan Islam memiliki konsep dari

pokok pembahasan yang menjadi satu garapan dalam pendidikan Islam.

Salah satu yang menjadi karakteristik isi atau pun cakupan dari pendidikan

49 Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung: Trigenda Karya, 1993), 136. 50 Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 152. 51 Departemen Agama, RI., Al-Quran dan Terjemahnya (Jakarta: CV. Nala Dana, 2005), 79.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

57

Islam pertama tampak pada kriteria pemilihannya yaitu iman, ilmu, amal,

akhlak dan sosial. Dengan kriteria tersebut pendidikan merupakan

pendidikan tentang keimanan, ilmiah, amaliah, moral dan sosial.52

Sementara itu menurut Abdullah Nasikh Ulwan secara umum

ruang lingkup materi pendidikan Islam terdiri dari tujuh unsur yaitu:

pendidikan keimanan, pendidikan moral, pendidikan jasmani, pendidikan

akal, pendidikan kejiwaan, dan pendidikan seksual.53 Dengan melihat hal

di atas tentunya dapat ditarik satu benang merah, bahwa sesungguhnya

obyek dan ruang lingkup pendidikan Islam sangatlah luas sekali, karena

mencakup semua aspek yang berkaitan dengan kehidupan ini, baik urusan

kehidupan di dunia saat ini maupun kehidupan kelak di akhirat.

2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam

a. Dasar Pendidikan Islam

Setiap aktivitas yang disengaja untuk mencapai tujuan harus

mempunyai dasar atau landasan tempat berpijak yang kukuh dan kuat.

Dasar adalah pangkal tolak suatu aktivitas. Di dalam menetapkan dasar

suatu aktivitas, manusia selalu berpedoman kepada pandangan hidup

dan hukumng-hukum dasar yang dianutnya, karena hal ini akan

menjadi pegangan dasar alam kehidupan. Apabila pandangan hidup

dan hukum dasar yang dianut manusia berbeda, berbeda pulalah dasar

52 Hery Noer Aly, Munzeir S, Watak Pendidikan Islam (Jakarta: Friska Agung Insani, 2003), 68. 53 Heri Jauhari Muhtar, Fikih Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), 15.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

58

dan tujuan aktivitasnya.54 Adapun dasar-dasar dalam pendidikan Islam

adalah55:

1) Dasar ibadah (ta’abud)

Ibadah dalam Islam tumbuh dari naluri dan fitrah manusia itu

sendiri. Kecenderungan untuk hidup teratur tercermin dalam

ibadah sholat, keteraturan makan dan minum tercermin dalam

puasa, kecukupan dalam ekonomi tercermin dalam zakat dan

kecenderungan untuk hidup bermasyarakat dalam rangka menjalin

tali silaturrahim tercermin dalam ibadah haji dan lain-lain. Ibadah

ini merupakan wasilah yang dapat menyatukan dan menghubung

kan antar individu dengan menjalankan perintah Allah dan

menjauhi segala larangan-Nya. Allah berfirman:

dan Dia (Allah) yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu menginfaqkan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka, Sungguh, Dia Mahaperkasa, Mahabijaksana. (Q.S. Al-Anfal: 63)56

Ibadah yang dilakukan manusia mempunyai pengaruh

terhadap terhadap pendidikan jiwa, diantaranya:

a) Mengajarkan kesadaran berpikir

54 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), 121. 55 Hailami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam (Yoyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), 36-39. 56 Departemen Agama, RI, Al-Quran dan Terjemahnya, 250.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

59

b) Menanamkan rasa solidaritas yang didasarkan atas ketulusan,

toleran, kejujuran dan keterbukaan

c) Mendidik jiwa menjadi mulia, terhormat, menjauhi perbuatan

tercela dan menganggap segala kemuliaan hanya pada Allah

Swt.

d) Ibadah berjama’ah secara rutin menimbulkan saling mengenal

dan mengingatkan

e) Mendidik orang Islam untuk mencari kemuliaan yang abadi

untuk kemaslahatan umat

f) Memberikan kekuatan psikologis sehingga percaya diri dan

optimis yang disandarkan atas pertolongan Allah serta pahala

yang dijanjikan

g) Memberikan dorongan dan semangat secara aktif.

2) Dasar Syari’at

Syari’at dalam pandangan Al-Qur’an adalah cara atau

metode untuk mengajarkan agama, penjelasan hal-hal yang

berkaitan dengan akidah, tata cara ibadah yang benar, ketentuan

asal-usul perintah dan larangan yang bersumber dari Tuhan.57

Syari’at yang dijadikan landasan pendidikan mempunyai

hubungan dengan intelektual, diantaranya:

a) Sebagai landasan berpikir yang mencakup segala yang dilihat

oleh bayangan otak terhadap alam dan kehidupan.

57 HM. Suyudi, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an: integrasi epistimlogi bayani, burhani dan irfani (Yogyakarta: MIKRAJ, 2005), 60.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

60

b) Menjadikan orang Islam berpikir sebelum berbuat.

c) Syari’at menjadikan masyarakat berbudaya

3) Dasar Rasional

Al-Qur’an sering memberikan gambaran tenteng kehidupan

manusia beserta alam sekitarnya yang sering diulang dalam

beberapa ayat dengan berbagai gaya retorika. Gambaran ini tidak

hanya untuk memberikan pengetahuan dalam tataran budi daya

pikir dan bukan pula sekadar mendemonstrasikan keindahan

retorika, melainkan agar pengetahuan (Ma’rifah) tersebut dapat

pula menggugah pikiran dan perasaan kemudian dapat memberikan

keyakinan dalam penghambaan kepada Rab al-‘alamin sebagai

penciptanya.58

Maka seyogyanya segala gerak-gerik manusia diniatkan

sebagai pengabdian kepada pemilik alam yang akan membuahkan

kemakmuran dan keadilan pada diri dan kehidupan manusia.

Tujuan Tuhan menunjukkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar

mereka berpikir rasional tentang fenomena alam kehidupan,

selanjutnya mereka kembali kepada-Nya dan kepada aturan yang

dapat memberi kemuliaan diri dan kehidupannya.

b. Tujuan Pendidikan Islam

Berbicara tentang tujuan pendidikan, maka kita juga bicara

tentang tujuan hidup manusia. Sebab pendidikan hanyalah suatu alat

58 Ibid., 62.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

61

yang digunakan oleh manusia untuk memelihara kelanjutan hidupnya

(survival), baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat.59 Tujuan

pendidikan Islam adalah ubudiyah (beribadat) menghambakan diri

pada Allah. Pendapat ini beralasan kepada firman Allah:

Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar). (QS. Al-Bayyinah: 5).60

Tujuan pendidikan Islam ialah menyiapkan anak-anak supaya

di waktu dewasa kelak mereka cakap melakukan pekerjaan dunia dan

amalan akhirat sehingga tercipta kebahagiaan bersama dunia-akhirat.61

Perumusan ini ringkas dan pendek, tetapi isinya dalam dan luas.

Supaya anak-anak cakap melaksanakan amalan akhirat mereka harus

dididik, supaya beriman teguh dan beramal sholeh. Untuk pendidikan

itu harus diajarkan: keimanan, akhlak, ibadat dan isi-isi Al-Qur’an

yang berhubungan dengan yang wajib dikerjakan dan yang haram yang

mesti ditinggalkan. Supaya anak-anak cakap melaksanakan pekerjaan

dunia, mereka harus dididik untuk mengerjakan salah satu dari macam-

macam perusahaan, seperti bertani, berdagang, berternak, bertukang,

menjadi guru, pegawai negeri, buruh (pekerja), dan sebagainya yaitu

59 Hasan Langugulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan (Jakarta: PT Al Husna zikra, 1995), 147. 60 Departemen Agama, RI, Al-Quran dan Terjemahnya, 907. 61 Mahmud Yunus, Pendidikan dan Pengajaran (Jakarta: Hidakarya Agung, 1978), 10.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

62

menurut bakat dan pembawaan masing-masing anak. Untuk

menghasilkan semua itu anak-anak harus belajar ilmu pengetahuan

yang berhubungan dengan pekerjaan dunia dan ilmu pengetahuan yang

berhubungna dengan amalan akhirat.

Sedangkan menurut Ali Asraf, tujuan pendidikan Islam adalah:

Pertama, mengembangkan wawasan spiritual yang semakin mendalam

dan mengembangkan pemahaman rasional mengenai Islam dalam

konteks kehidupan modern. Kedua, membekali peserta didik dengan

berbagai kemampuan pengetahuan dan kebajikan, baik pengetahuan

praktis, kesejahteraan lingkungan sosial, dan pembangunan nasional.

Ketiga, mengembangkan kemampuan pada diri peserta didik, untuk

menghargai dan membenarkan superioritas komparatif kebudayaan

dan peradaban Islami diatas semua peradaban dan kebudayaan lain.

Keempat, memperbaikidapat berkembang dan berfungsi mengetahui

norma-norma Islam yang benar dan yang salah. Kelima, membantu

anak yang sedang tumbuh untuk belajar berpikir secara logis dan

membimbing proses pemikirannya dengan berpijak pada hipotesis dan

konsep-konsep pengetahuan yang dituntut. Keenam, mengembangkan,

mengharuskan, dan mendalami kemampuan berkomunikasi dalam

bahasa tulis dan bahasa latin (asing). 62

Banyak tokoh-tokoh Islam lain yang merumuskan tujuan

pendidikan Islam diantaranya Abudin Nata yang merumuskan bahwa

62 Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam (Jakarta: Firdaus, 1989), 130.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

63

tujuan dari pendidikan Islam adalah: mengarahkan manusia agar

menjadi khalifah Tuhan di muka bumi ini dengan sebaik-baiknya,

mengarahkan manusia agar tugas yang diemban dilaksanakan dengan

sebaik-baiknya dalam rangka hanya untuk beribadah kepada Allah

SWT, mengarahkan agar manusia mempunyai akhlak yang mulia,

membina dan mengarahkan potensi akal serta mengarahkan manusia

agar dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.63

Dengan melihat tujuan pendidikan di atas, maka jelaslah bahwa

tujuan yang ingin dicapai bukan hanya agar umat Islam mampu

melaksanakan ajaran agamanya saja, namun lebih dari itu supaya

mereka dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya dalam

rangka membentuk pribadi yang bisa bertanggungjawab pada dirinya

sendiri, orang lain maupun kepada Tuhannya.

3. Kelembagaan Pendidikan Islam

Proses pendidikan sebenarnya telah berlangsung sepanjang sejarah

sejalan dengan perkembangan sosial budaya manusia di bumi. Pendidikan

Islam mempunyai sejarah yang panjang, dalam pengertian seluas-luasnya,

pendidikan Islam berkembang seiring dengan kemunculan Islam itu

sendiri. Dalam konteks masyarakat arab, tempat Islam lahir dan pertama

kali Islam berkembang, kedatangan Islam lengkap dengan usaha-usaha

pendidikan untuk tidak menyebut system merupakan taransformasi besar.

Sebab, masyarakat arab pra Islam pada dasarnya tidak mempunyai system

63 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta; Logos Wacana Ilmu, 1997), 53-54.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

64

pendidikan formal.64 Bayard Dodge, dalam penelitiannya tentang

pendidikan Islam pada periode awal, menyebutkan bahwa Al-Qur’an

sebagai “the foundation stone” pendidikan Islam. Ia bahkan menyamakan

pendidikan Islam dengan pendidikan Al-Qur’an.65 Pernyataan dari Bayard

tersebut sangatlah relevan untuk menggambarkan wajah pendidikan Islam

di periode awal, yang kesemuanya memang berdasar pada Al-Qur’an yang

di lanjutkan dengan penjelasan oleh Nabi Muhammad SAW.

Lembaga66 Pendidikan Islam muncul dari pemikiran-pemikiran

yang selaras dengan kebutuhan masyarakat, tuntutan perkembangan

zaman, didasari, digerakan dan dikembangkan oleh Al-Quran dan Sunah.

Karena itu Lembaga Pendidikan Islam tumbuh dan berkembang seiring

dengan pertumbuhan dan perkembangan ajaran Islam itu sendiri. Lembaga

Pendidikan Islam dikenal sejak detik-detik awal turunnya wahyu kepada

Nabi Muhammad SAW. Setelah banyak orang memeluk Islam, lalu Nabi

menyediakan rumah Al-Arqam bin Abil Arqam untuk tempat pertemuan

sahabat-sahabat dan pengikut-pengikutnya, dan tempat itulah pendidikan

Islam pertama dalam sejarah pendidian Islam.

Disanalah Nabi mengajarkan dasar-dasar atau pokok-pokok agama

Islam kepada sahabat-sahabatnya dan membacakan wahyu (ayat-ayat) Al-

64 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam:Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Millennium III (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012), V. 65 Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad ke-20 (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), 35. 66 Dalam bahasa Inggris lembaga disebut institute (dalam pengertian fisik), yaitu sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, dan lembaga dalam pengertian non-fiksi atau abstrak disebut institution yaitu suatu sistem norma untuk memenuhi kebutuhan. Lembaga dalam pengertian fisik disebut juga dengan bangunan, dan lembaga dalam pengertian non-fisik disebut dengan pranata. Lihat Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), 277.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

65

Qur’an kepada para pengikutnya serta Nabi menerima tamu dan orang-

orang yang hendak memeluk agama Islam atau menanyakan hal-hal yang

berhubungan dengan agama islam. Bahkan disanalah Nabi beribadah

(sholat) bersama sahabat-sahabatnya.67 Rumah Al-Arqam (Darul Arqam)

merupakan lembaga pendidikan yang pertama, kemudian muncul istilah

Kuttab, Masjid, Salon, Madrasah dan Pesantren.

a. Kuttab;

menurut Asma Hasan Fahni yang dikutip Samsul Nizar dkk

menjelaskan:68 Al-Kuttab didirikan oleh seorang Arab untuk mengajarkan

Al-Quran kepada anak-anak dimasa Nabi Saw karena perkembangan umat

Islam yang semakin banyak belajar agama, termasuk anak-anak. Yang

dikhawatirkan akan mengotori masjid, maka didirikan lembaga pendidikan

di samping masjid yang bernama “Al-Kuttab”.

Lembaga ini dipandang sebagai media utama untuk mengajarkan

membaca dan menulis A1-Qur’an kepada anak-anak sampai pada era

pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Dilihat dan fungsinya Kuttab ada dua

macam:69 1) Kuttab berfungsi sebagai tempat pendidikan yang

mempokuskan pada baca-tulis. 2) Kuttab tempat pendidikan yang

mengajarkan Al-Qur’an dan dasar-dasar keagamaan. Materi yang

diajarkan untuk kuttab adalah belajar membaca dan menulis, membaca Al-

qur’an dan menghafal, belajar poko-pokok Agama Islam.

67 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1992), 6. 68 Samsul Nizar dkk., Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), 112. 69 Lihat Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad ke-20, 37.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

66

b. Zawiyah;

Az-Zawiyah secara harfiyah berarti sayap atau samping, sedangkan

dalam arti umum, az-zawiyah adalah tempat yang berada di bagian pinggir

masjid yang digunakan untuk melakukan bimbingan wirid dan dzikir

untuk mendapatkan kepuasan spiritual. Dengan demikian az-zawiyah dan

al-ribath fungsinya sama namun dari segi organisasinya al-ribath lebih

khusus dari pada az-zawiyah.70

Ada juga yang mengatakan bahwa kata az-Zawiyah secara harfiah

berasal dari kata inzawa, yanzawi yang berarti mengambil tempat tertentu

dari sudut masjid yang digunakan untuk i’tikaf dan beribadah. Dengan

demikian Zawiyah merupakan tempat berlangsung nya pengajian-

pengajian yang mempelajari dan membahas dalil-dalil naqliyah dan

aqliyah yang berkaitan dengan aspek agama serta digunakan para kaum

sufi sebagai tempat untuk halaqah dzikir dan tafakur mengingat dan

merenungkan keagungan Allah SWT.

c. Al-Ribath;

Al-Ribath merupakan lembaga pendidikan yang secara khusus

dibangun untuk mendidik para calon sufi atau guru spiritual. Di dalam Al-

Ribath terdapat berbagai aturan yang berkaitan dengan urutan jabatan

dalam pendidik mulai dari yang terendah sampai yang tinggi yakni mulai

dari al-mufid (fasilitator), al-mu’id (asisten), al-mursyid (lektor/guru),

sampai kepada al-syaikh (mahaguru/guru besar). Untuk tingkatan pada

70 Abudin Nata, Sejarah Pendidikan islam (Jakarta: Kencana, 2011), 161-162.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

67

murid mulai dari tingkat dasar (al-mubtadi), tingkat menengah (al-

mutawasith) sampai tingkat akhir (‘aliyah).

d. Khanaqah;

Asma Hasan Fahmi menambahkan lembaga-lembaga kesufian

sebagai lembaga pendidikan Islam pra-Madrasah selain zawiyah dan ribath

yaitu, Khanaqah yang merupakan suatu lembaga pengajaran berasrama

bagi kaum sufi yang muncul pertama kali di Iran (Persia) pada akhir abad

ke-10 bersamaan dengan adanya formalisasi aktivitas sufistik.71

e. Majlis;

Istilah majlis dipakai dalam pendidikan sejak abad pertama Islam.

Mulanya ia merujuk pada arti tempat-tempat pelakasanaan belajar

mengajar. Pada perkembangan berikutnya di saat dunia pendidikan Islam

mengalami zaman keemasan, majlis berarti sesi di mana aktivitas

pengajaran atau diskusi berlangsung. Dan belakangan majlis diartikan

sebagai sejumlah aktivitas pengajaran atau diskusi berlangsung, sebagai

contoh, majlis Al-nabi, artinya majlis yang dilaksanakan oleh Nabi, atau

majlis Al-Syafi’i artinya majlis yang mengajarkan Fiqh Imam Syafi’i.

Seiring dengan perkemabangan pengetahuan dalam Islam, majlis

digunakan sebagai kegiatan transfer ilmu pengetahuan sehingga majlis

banyak ragamnya.

71 Asma Hasan Fahmi, Mabaadiut Tarbiyatil Islaamiyah (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), 46.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

68

Menurut Muniruddin Ahmed ada 7 macam majlis, yaitu :72

1) Majlis al-Hadits; Majlis ini biasanya diselenggarakan oleh ulama/

guru yang ahli dalam bidang hadits. Ulama tersebut membentuk

majlis utuk mengajarkan ilmunya kepada murid-muridnya.

2) Majlis al-Tadris; Majlis ini biasanya menunjuk kepada majlis

selain dari pada hadits, sepeerti fiqh, nahwu atau majlis kalam.

3) Majlis al-Munazharah; Majlis ini biasanya dipergunakan sebagai

sarana untuk perdebatan mengenai suatu maslah oleh para ulama.

4) Majlis al-Muzakarah; Majlis ini merupakan inovasi dari murid-

murid yang belajar hadits.

5) Majlis al-Syu’ara; Majlis ini adalah lembaga untuk belajar syair

dan juga sering dipakai untuk kontes para ahli syair.

6) Majlis al-Adab; Majlis ini adalah tempat unuk membahas masalah

adab yang meliputi puisi, silsilah dan laporan bersejarah bagi

orang-orang yang terkenal.

7) Majlis al-fatwa dan al-Nazar; Majlis ini merupakan sarana

pertemuan untuk mencari keputusan suatu maslaah di bidang

hukum kemudian difatwakan.

f. Pendidikan Rendah di Istana atau Al-Qushur

Timbulnya pendidikan rendah di istana untuk anak-anak para

pejabat, adalah berdasarkan pemikiran bahwa pendidikan itu harus bersifat

menyiapkan anak didik agar mampu melaksanakan tugas-tugasnya kelak

72 Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: PT Rajawali Pers, Cet.I, 2004), 36-37.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

69

setelah ia dewasa. Pendapat lain mengatakan bahwa latar belakang

munculnya pendidikan rendah di istana merupakan upaya membentuk

rencana pelajaran yang selaras dengan kebutuhan masa depan murid serta

perkerjaan-pekerjaan yang akan mereka hadapi dalam masyarakat dimana

fungsinya memberikan sejenis kecerdasan dan ilmu pengetahuan. Jenis

penidikan dalam kategori ini lebih khsusus dimana orang tua muridlah

yang membuat rencana pelajaran, agar rencana itu selaras dengan

kebutuhan anaknya, dan guru disini tidak disebut “guru kanak-kanak” atau

“guru kutaab” melainkan disebut “muaddib” (pendidik). Kemudian

seorang murid itu akan terus belajar hingga ia telah melewati masa kanak-

kanak dan berpindah dari taraf murid kuttab ke taraf pelajar di tingkat

sekolah. Untuk muaddib diberikan tempat di dekat istana, agara terjangkau

dalam mengawasi proses pendidikan terhadap putera raja.73

g. Toko-Toko Kitab

Toko-toko kitab bukan hanya sebagai tempat berjual beli saja,

tetapi juga sebagi tempat berkumpulnya para ulama, pujangga, dan ahli-

ahli ilmu pengetahuan untuk berdiskusi, berdebat, bertukar pikiran dalam

berbagai masalah ilmiah atau sekaligus sebagai sebuah lembaga

pendidikan dalam rangka pengembangan berbagai macam ilmu

pengetahuan dan kebudayaan Islam.

Di pasar mereka mendeklamasikan syair-syair, mengadakan

munazharah-munazharah (diskusi-diskusi) dan juga pidato. Demikian

73 A. Syalabi, Sejarah pendidikan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), 48.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

70

pula dengan kedai menjadi gelanggang kecerdasan dan seminar keilmuan,

ketika kedai-kedai dikunjungi oleh para cendekiawan dan ahli sastra maka

mereka menjadikan sebagai tempat untuk mengada kan sidang-sidang dan

pembahasan-pembahasan keilmuan. Akan tetapi terdapat perbedaan antara

pasar-pasar Arab di zaman jahiliyyah dengan kedai-kedai kitab yaitu:

sidang-sidang ilmiah di kedai-kedai kitab itu terjadi setiap hari sedangkan

pertemuan-pertemuan di pasar-pasar Arab itu hanyalah diadakan sekali

dalam setahun.74

h. Rumah-rumah Para Ulama atau al- Manazil al-Ulama

Pada masa kejayaan perkembangan ilmu pengetahuan dan

kebudayaan Islam, rumah-rumah para ulama dan ahli ilmu pengetahuan

menjadi tempat belajar dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Di

antaranya, rumah Ibnu Sina, al Ghazali, Ali Ibnu Muhammad al Fashihi,

Ya`qub Ibnu Killis, Wazir Khalifah, dan al Aziz Billah al Fathimy.

i. Salon Kesusastraan atau al-Shalunat al-Adabiyah (sanggar sastra)

Secara harfiah al-shalunat al-adabiyah dapat diartikan sebagai

tempat untuk melakukan kegiatan pertunjukkan pembacaan dan

pengkajian sastra atau sebagai sanggar atau teater budaya.

Dengan majlis atau salon kesusastraan, dimaksudkan adalah suatu

majlis khusus yang diadakan oleh khalifah untuk membahas berbagai

macam ilmu pengetahuan. Majlis ini bermula sejak zaman khulafa’ al

rasyidin yang biasanya memberikan fatwa dan musyawarah serta diskusi

74 Ibid

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

71

dengan para sahabat untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi

pada masa itu.

j. Badiah (Padang pasir, Dusun Tempat Tinggal Baduwi)

Secara harfiah dapat diartikan sebagai tempat mengajarkan bahasa

Arab asli, yaitu bahasa Arab yang belum tercampur oleh pengaruh

berbagai dialek bahasa asing, oleh karena itu, khalifah-khalifah biasanya

mengirimkan anak-anaknya ke badiah-badiah ini untuk mempelajari

bahasa arab yang fasih lagi murni dan mempelajari pula syair-syair serta

sastra Arab dari sumbernya yang asli.

Banyak ulama-ulama dan ahli ilmu pengetahuan lainnya yang pergi

ke badiah-badiah dengan tujuan untuk mempelajari bahasa dan

kesusastraan arab yang asli lagi murni tersebut. Badiah-badiah tersebut

lalu menjadi sumber ilmu pengetahuan terutama bahasa dan sastra arab

dan berfungsi sebagai lembaga pendidikan islam. Di samping itu di

badiah-badiah ini biasanya berdiri ribath-ribath atau zawiyah-zawiyah

yang merupakan pusat-pusat kegiatan dari pada ahli sufi. Disanalah para

sufi mengembangkan metode khusus dalam mencapai makrifah, suatu

ilmu pengetahuan yang mereka anggap paling tinggi nilainya.

k. Rumah Sakit atau Al-Maristan

Maristan dikenal sebagai lembaga ilmiyah yang paling penting dan

sebagai tempat penyembuhan dan pengobatan pada zaman keemasan

islam, didalamnya para dokter mengajar ilmu kedokteran dan mereka

secara tekun mengadakan studi penelitian secara menyeluruh. Diantara

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

72

para dokter yang paling terkenal dan kemasyhuran di dunia islam dan di

dunia barat ialah Muhammad bin Zakaria Ar-Razi, dimana beliau

dipercaya memimpin Maristan di Bagdad.75

l. Perpustakaan atau Al-Maktabat

Perpustakaan menjadi aspek budaya yang penting dan sebagai

tempat belajar serta sumber pengembangan ilmu pengetahuan Islam. Pada

zaman perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam, buku

mempunyai nilai yang sangat tinggi. Buku adalah merupakan sumber

informasi berbagai macam ilmu pengetahuan yang ada dan telah

dikembangkan oleh para ahlinya. Orang dengan mudah dapat belajar dan

mengajarkan ilmu pengetahuan yang telah tertulis dalam buku. Dengan

demikian buku merupakan sarana utama dalam usaha pengembangan dan

penyebaran ilmu pengetahuan.

Para ulama dan sarjana dari berbgai macam keahlian, pada

umumnya menulis buku-buku dalam bidangnya masing-masing dan

selanjutnya untuk diajarkan atau disampaikan kepada para penuntut ilmu.

Bahkan para ulama dan sarjana tersebut memberikan kesempatan kepada

para penuntut ilmu untuk belajar di perpustakaan pribadi mereka. Darul

Hikmah, adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun Ar-Rasyid dan ini

merupakan perpustakaan terbesar yang di dalamnya juga disediakan

tempat ruangan belajar.

75 Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), hal. 97-98

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

73

m. Masjid.

Sejarah pendidikan Islam sangat erat pertaliannya dengan Masjid

sebelum dinasti Abbasiyah, pusat kegiatan dunia Islam selalu bermuara

pada masjid. Masjid dijadikan Centre of Education, karena masjid

merupakan tempat yang asasi untuk menyiarkan ilmu pengetahuan dan

kebudayaan Islam.76 Hal ini sependapat dengan An-Nahlawi yang

menyatakan bahwa masjid berfungsi sebagai tempat memberi pelajaran

dan juga markas tentara, pusat gerakan pembebasan umat Islam dari

taghut. Menurut pendapat Kuntowijoyo masjid merupakan pusat kegiatan

keagamaan umat Islam, baik yang bersifat ibadah ataupun mu’amalah.77

Bahkan di dalam encyclopedia of islam disebutkan bahwa masjid yang di

dalamnya dilaksanakan majelis dengan pembelajaran Al-Qur’an sebagai

materi utamanya merupakan pusat pembelajaran yang muncul paling

awal.78 Masjid dalam peranannya sebagai pusat pengajaran dan

pendidikan, senantiasa terbuka lebar dan didatangi oleh orang-orang yang

merasa dirinya mampu untuk memberikan pelajaran pada masyarakat.

n. Madrasah.

Lahirnya lembaga pendidikan formal dalam bentuk madrasah

merupakan pengembangan dari sistem pengajaran dan pendidikan yang

pada awalnya berlangsung di masjid-masjid.

76 Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam (Jakarta: PT Rajagrafindo persada, 2004), 50. 77 Kuntowijiyo, Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia (Yogyakarta: Shalahuddin Press, 1985), 125. 78 J. Pedersen dan George Makdisi, ‘’Madrasa’’ Encyclopedia of Islam (Leiden: Koniklijke Brill NV, 1999), selanjutnya disebut El, CD Room Edition v.10.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

74

Meskipun madrasah sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran di

dunia islam baru timbul sekitar abad ke-14 H, ini bukan berarti bahwa

sejak awal perkembangannya islam tidak mempunyai lembaga pendidikan

dan pengajaran. Pada awal telah berdiri madrasah yang menjadi cikal

bakal munculnya madrasah Nizamiyah79, madrasah tersebut berada

diwilayah Persia, tepatnya di daerah Nisyapur, misalnya madrasah al-

Baihaqiyah, madrasah Sa’idiyah dan madrasah yang terdapat di

Khurasan.80

o. Universitas atau al-Jami’at

Pada tahun 859 Masehi Fatimah al-Fihri mendirikan Jami’ah al-

Qarawiyyin atau Universitas Qarawiyyin di kota Fas, Maroko. Universitas

ini merupakan universitas pertama dan tertua di dunia. Di susul kemudian

oleh Universitas Al Azhar di Kairo, Mesir yang didirikan pada tahun 959

Masehi.

Universitas Nizamiyyah Baghdad, Irak didirikan pada 1091 Masehi

yang merupakan universitas terbesar dunia pada abad pertengahan.

Disusul kemudian oleh Universitas Mustansiriya yang didirikan oleh

khalifah Abbasiyah Al Mustansir pada 1233 M. Universitas-universitas ini

selain mengajarkan bidang-bidang agama, juga menyediakan bidang studi

filsafat, matematika dan ilmu sains. Al Hakam ibnu Abdul Rahman

79 Madrasah Nizamiyah yang dibangun oleh Nizam Al-Muluk dibangun tidak semata-mata karena Nizam Al-Muluk seorang yang memiliki concern terhadap intelektualitas dan pendidikan tetapi di dalamnya telah terkandung muatan-muatan lain seperti untuk mempertahankan madhab dan mengembalikkan kemurnian ajaran sunnidan kepentingan politis untuk memperkuat struktur birokrasi pemerintahannya. Lihat Hasan Asari, Menyingkap Zaman Keemasan Islam (Bandung: Mizan 1994), 54. 80 Lihat Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad ke-20, 38-39.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

75

mendirikan universitas Kordoba di Spanyol yang kemudian menjadi salah

satu universitas internasional terkemuka pada zamannya.

4. Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia

Pendidikan Islam di Indonesia mulai ada dan berkembang sejak

masuknya Islam di Indonesia. Pendidikan Islam pada awalnya dimulai dari

kontrak pribadi maupun kolektif antara pendidik (lebih dikenal dengan

sebutan mubaligh) dengan peserta didiknya. Setelah komunitas Muslim

terbentuk di suatu daerah, maka mulailah mereka membangun masjid.

Masjid difungsikan sebagai tempat ibadah dan pendidikan.

Masjid merupakan lembaga pendidikan Islam yang pertama

muncul di samping rumah tempat kediaman ulama atau mubaligh. Setelah

itu, muncullah lembaga–lembaga pendidikan Islam lainnya seperti

Pesantren81, Rangkang, Surau82. Nama-nama tersebut walaupun berbeda,

tetapi hakikatnya sama yakni sebagai tempat menuntut ilmu pengetahuan

agama. Perbedaan nama adalah dipengaruhi oleh perbedaan tempat.

Masa kerajaan Islam, merupakan salah satu dari periodesasi

perjalanan Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, sebab sebagaimana

81 Pondok pesantren adalah suatu lambaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) diamana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari leadership seorang atau beberapa orang kiai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal. Lihat H.M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum) (Jakarta, Bumi Aksara, 1991), 204. 82 Secara bahasa surau berarti tempat atau tempat penyembahan. Menurut pengertian asalnya surau adalah bangunan kecil yang dipakai untuk penyembahan arwah nenek moyang. Dengan datangnya Islam, surau juga mengalami proses Islamisasi, tanpa harus merubah nama aslinya. Dibeberapa wilayah, surau-sarau Hindu-Budha, khususnya yang terletak di tempat terpencil, seperti di puncak bukit, dengan cepat menghilang dibawah pengaruh Islam. Lihat Azyumardi Azra, Pendidikan Islam:Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Millennium III, 150.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

76

lahirnya kerajaan Islam yang disertai dengan berbagai kebijakan dari

penguasanya saat itu, sangat mewarnai Sejarah Islam di Indonesia, terlebih

agama Islam juga pernah dijadikan sebagai agama resmi Negara atau

Kerajaan pada saat itu. Karena itulah, bila kita berbicara tentang

perjalanan sejarah pendidikan Islam di Indonesia, tentu saja kita tidak bisa

mengenyampingkan bagaimana keadaan Islam itu sendiri pada masa

kerajaan Islam. Berikut ini akan dikemukakan beberapa kerajaan Islam di

Indonesia, serta bagaimana peranya dalam pendidikan Islam dan dakwah

islamiyah tentunya. Kemudian pada masa penjajahan pendidikan islam

mendapatkan perhatian khusus dari kolonial Belanda dan Jepang. Mereka

berusaha untuk melumpuhkan Islam pada masa saat itu dengan membuat

kebijakan yang membatasi proses berlangsungnya pendidikan Islam di

Indonesia dan yang terakhir pada masa kemerdekaan.83

Setelah merdeka pendidikan Islam di Indonesia mendapatkan

kedudukan dalam menjalankan proses pendidiakan nasional. Pada saat

itulah pendidikan Islam mulai mendapat sorotan. Hingga munculah

lembaga-lembaga pendidikan Islam dari zaman kerajaaan Islam hingga

kemerdekaan, seperti: pesantren, madrasah, Perguruan Tinggi Islam

Negeri, Instititut Islam Agama Negeri.

a. Pendidikan Zaman Kerajaan Islam

Berdasarkan kunjungan Ibn Batutah pada tahun 1354,

Samudera Pasai merupakan tempat studi Islam paling tua. Rajanya

83 Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia (Jakarta: PT Grafindo Persada ,2012), 10.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

77

selalu mengadakan halaqah setelah shalat jum’at sampai waktu Ashar.

Didalam halaqah tersebut para ulama berdiskusi tentang masalah

keagamaan dan keduniawian sekaligus yang mana biasa dilakukan di

istana bagi anak-anak raja, di mesjid-masjid, di rumah-rumah guru dan

surau-surau untuk masyarakat umum. Dari sinilah awal mula

terbentuknya lembaga pendidikan islam.

Pendidikan Agama Islam di kerajaan Samudera Pasai semakin

berkembang pesat. Samudera Pasai terus berfungsi sebagai pusat studi

Islam di asia tenggara. Selain di Samudera Pasai, Kerajaan Malaka dan

Kerajaan Aceh juga menjadi salah satu pusat studi islam pada saat itu.

Sistem pengajaran bagi setiap muslim sama seperti negara-negara

muslim yang lain, yaitu dengan pengajian Al-Qur’an dengan

mempelajari tajwid, juz ‘Amma untuk tahap pemula. Untuk tahap

selanjutnya merek membahas tentang persoalan fiqih dan tasawuf.

Selain kegiatan diatas para ulama juga mengajarkan kepada murid-

muridnya menerjemahkan bahasa Arab ke dalam bahasa Melayu.84

Pendidikan Islam terus berkembang setelah para ulama

mengarang buku-buku pelajaran ke-Islaman menggunakan bahasa

melayu. Ulama yang berperan antara lain, Hamzah Fansuri, Nuruddin

Al-Raniri, Abd. Rauf singkel dan masih banyak ulama lainnya. Seiring

dengan berkembangnya zaman, setiap daerah mempunyai istilah untuk

lembaga pendidikannya. Di Jawa lembaga pendidikan islam disebut

84 Redja Mudyaharjo, Pengantar Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), 201.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

78

“pesantren”, di Aceh dikenal dengan sebutan “dayah” atau “rangkang”,

di Minangkabau disebut “surau”, di Kalimantan dikenal dengan

“langgar”.

Di Jawa sebelum Islam datang, pesantren sudah dikenal

sebagai lembaga pendidikan agama Hindu. Namun, setelah Islam

masuk nama itu menjadi lembaga pendidikan Islam yang didirikan

oleh para penyiar agama Islam. Dari lembaga inilah Islam menyebar

keberbagai pelosok Jawa dan wilayah Indonesia Bagian Timur.

Senada dengan pandangan Nurcholis Madjid yang mengatakan

bahwa eksistensi pesantren, lebih dikarenakan pesantren tidak hanya

identik dengan makna ke-Islaman, tetapi karakteristik eksistensialnya

mengandung arti keaslian Indonesia (indigenous).85 Contoh pesantren

yang didirikan pada saat itu adalah, Pesantren Giri yang didirikan oleh

Sunan Giri pada tahun 1485, dan Pesantren Gresik yang didirikan oleh

Maulana Malik Ibrahim merupakan pesantren pertama di Jawa,

pesantren Gunung Jati Cirebon. Semua ilmu pendidikan islam di

Nusantara ditulis dengan huruf Arab Melayu. Metode pengajaran di

lembaga-lembaga pendidikan islam itu adalah sorogan dan bandungan.

Sorogan adalah sistem pengajaran yang bersifat individual, biasanya

bagi muri pemula. Sedangkan metode bandungan adalah sekelompok

santri mendengarkan seorang guru membaca, menerjemahkan,

85 Abdul Chalik, Kiparah Tradisionalis yang Tersisih (Yogyakarta: Interpena, 2011), xi.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

79

mengulas buku-buku islam dalam bahasa Arab yang disebut “kitab

kuning” dengan cepat.

Ada beberapa kebudayaan Hindu-Budha yang disesuaikan

dengan agama dan kebudayaan islam seperti;

1) Gerebeg disesuaikan dengan Hari Raya Idul Fitri dan Maulid nabi

disebut Gerebeg poso dan Gerebeg Mulud.

2) Gamelan Sekaten yang dibunyikan pada Gerebeg Maulud dipukul

di halaman masjid Agung.

3) Acara tepung tawar yang diiringi denga salawat Nabi, dan lainya.

b. Pendidikan Islam pada Zaman Penjajahan

1) Pendidikan Islam pada Zaman Belanda

Penaklukan bangsa barat atas Indonesia/Nusantara dimulai

dalam bidang perdagangan, dengan kekuatan militer. Kedatangan

mereka memang membawa kemajuan dibidang teknologi, tetapi tujuan

sebenarnya adalah untuk meningkatkan hasil jajahan. Tidak ada hal

baru yang mereka ajarkan untuk perkembangan pendi- dikan, akan

tetapi westernisasi dan kristenisasi yang mereka kenalkan.

Awal mulanya, Belanda (tahun 1610) membiarkan saja

pendidikan Islam di Nusantara. Akan tetapi, lambat laun mereka

mengubah pendidikan Islam sedikit demi sedikit. Belanda mulai

berusaha melumpuhkan pengaruh Islam, dimulai dari daerah yang

dikuasai di Yogya dan Surakarta. Yang kemudian mendapat

perlawanan dari masyarakat dan alim ulama Diponegoro. Akan tetapi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

80

mereka dapat ditaklukkan. kemudian belanda berusaha menaklukkan

organisasi-organisasi Islam, Zakat, Wakaf, iuran untuk biaya

pendidikan dihapuskan. Belanda juga orang yang tidak tahu soal

agama menjadi tuan kadi, dan menjadi anggota Mahkamah Tinggi.

Karena usaha-usaha inilah, pendidikan Islam lama kelamaan menjadi

mundur dan makin terdesak oleh pendidikan barat.

Di Jakarta, ketika Van den bosch menjadi gubernur jenderal di

jakarta tahun 1831, ia mengeluarkan kebijakan bahwa sekolah gereja

diperlukan sebagai sekolah pemerintah belanda. Departemen

pendidikan menjadi satu. Disetiap daerah didirikan satu sekolah agama

kristen. Pada tahun 1819 Van den Capellen merencanakan berdirinya

sekolah dasar untuk penduduk pribumi agar dapat membantu

pemerintah Belanda. Akan tetapi dia menganggap bahwa pendidikan

Islam tidak membantu pemerintah Belanda. Belanda ingin mendirikan

sekolah-sekolah dasar untuk menyaingi pesantren, madrasah,

pengajian dan lembaga-lembaga pendidikan islam lainnya.

Pada tahun 1900 Masehi kemunduran pendidikan di Nusantara

mencapai puncaknya. Tahun 1925, Belanda mengeluar kan peraturan

lebih ketat, bahwa tidak semua Kyai boeh mengajar pengajian.

Peraturan ini muncul karena tumbuhnya organisasi pendidikan pada

saat itu, seperti Muhammadiyah, Syarikat Islam, Al-Irsyad, Nahdhatul

Wathan, dan lain-lain, masih banyak lagi kebijakan-kebijakan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

81

pemerintah Belanda terhadap bangsa pribumi khususnya muslim

pribumi.

Jika kita melihat peraturan-peraturan Belanda ini, seolah-olah

pendidikan Islam akan lumpuh. Akan tetapi apa yang kita saksikan

sebaliknya. Pada tahun 1901 Belanda melakukan politik etis, yaitu

mendirikan pendidikan rakyat sampai ke desa yang memberikan hak-

hak pendidikan bagi pribumi dengan tujuan mempersiapkan pegawai-

pegawai yang bekerja untuk Belanda. Belanda tidak mengakui lulusan-

lulusan pendidikan tradisional. Di luar dugaan dengan didirikan

sekolah rakyat orang pribumi dapat mengenal sistem pendidikan

modern yang kemudian mereka terapkan untuk mengadakan

pembaharuan dibidang agama dan pendidikan, maka lahirlah gerakan

pembaharuan pendidikan Islam.

2) Pendidikan Islam pada Zaman Jepang

Jepang menjajah Indonesia setelah mengalahkan Belanda

dalam perang Dunia II pada tahun 1942 dengan semboyan Asia Timur

Raya atau Asia Untuk Asia.

Pada masa awalnya pemerintah Jepang seakan-akan membela

kepentingan islam sebagai siasat untukmemenangkan perang. Untuk

menarik dukungan rakyat Indonesia, pemerintah membolehkan

didirikannya sekolah-sekolah agama dan oesantren-pesantren yang

terbebas dari pengawasan Jepang. Kebijakannya sebagai berikut:

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

82

a) Kantor Urusan Agama pada masa belanda disebut kantor Voor

islamistische Saken diubah menjadi Sumubu yang dipimpin

oleh ulama islam itu sendiri, yaitu K.H. Hasyim Asy’ari dari

Jombang dan didaerah-daerah disebut Sumuka.

b) Pondok pesantren mendapat bantuan dari pembesar Jepang

c) Sekolah-sekolah Negeri diberi pelajaran budi pekerti/agama

d) Membentuk berisan Hizbullah yang memberi latihan dasar

kemiliteran pemuda islam

e) Jepang mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam

f) Ulama Islam bekerja sama dengan pemimpin nasionalis

membentuk barisan Pembela Tanah Air (PETA)

g) Umat Islam mendirikan Majlis Syuro Muslim Indonesia

(Masyumi), maksud dari pemerintah Jepang agar kekuatan

umat Islam dan nasionalis bisa diarahkan untuk kepentingan

memenangkan perang yang dipimpin oleh Jepang.

Dalam bidang pendidikan, guru-guru mengikuti pelatihan yang

diadakan oleh Jepang untuk mendoktrinisasi dalam kemakmuran

bersama. Yang mana para guru diambil dari tiap-tiap kabupaten.

Bahasa Indonesia juga dijadikan sebagai bahasa pengantar semua

sekolah dan menjadi mata pelajaran utama. Pihak Jepang juga

mewajibkan para murid untuk mempelajari adat istiadat Jepang.

mereka juga diharuskan melakukan kerja bakti seperti mengumpulkan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

83

bahan-bahan untuk perang, menanam bahan makanan, membersihkan

asrama, memperbaiki jalan dan lain-lain

Demikianlah sekolah-sekolah pada masa jepang mengalami

kemunduran dibandingkan dengan masa Belanda. Namun,masalah

yang paling penting pada sekolah-sekolah itu adalah nasionalisasi,

bahsa pengantar, serta pembentukan kader-kader muda untuk tugas

berat dimasa mendatang.

c. Pendidikan Islam pada Zaman Kemerdekaan

Setelah Indonesia merdeka, pendidikan Islam mulai mendapat

kedudukan yang sangat penting dalam sistem pendidikan nasional.

Selain itu pendidikan agama disekolah juga mendapat tempat yang

lebih teratur, seksama dan penuh perhatian. Pendidikan Islam setahap

demi setahap dimajukan. Upaya ini merupakan usaha untuk menata

diri ditengah-tengah realitas sosial era modern dan kompleks.

Sekolah agama termasuk madrasah, ditetapkan sebagai model

dan sumber pendidikan nasional yang berdasarkan UUD 1945.

Pendidikan Islam terus ditingkatkan dan tuntutan untuk mendirikan

Perguruan Tinggi juga meningkat.86 Muncul ide-ide pembaharuan

pendidikan Islam di Indonesia disebabkan sudah mulai banyak orang

yang tidak puas dengan sistem pendidikan yang berlaku saat itu, oleh

karenanya ada sistem yang harus diperbaharui. Ide dan inti

86 Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2012), 1.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

84

pembaharuan ini adalah berupaya meninggalkan pola pemikiran lama

yang tidak sesuai lagi dengan kamajuan zaman dan berupaya meraih

aspek-aspek baru yang menopang untuk menyesuikan diri dengan

kemajuan zaman. Berdasarkan dua daya dorong itulah maka mulai

muncul ide untuk memasukkan mata pelajaran umum ke lembaga-

lembaga pendidikan islam serta merubah metode pengjaran lama

kepada metode yang lebih adktif dengan perkembangan zaman.87

C. Pendidikan Islam pada Madrasah

1. Pengertian Madrasah

Jika dikaji dari pengertian bahasa, istilah madrasah berasal dari

bahasa Arab dari akar kata ( ومد رسة –د رسا –ید رس –د رس ) darosa-

yadrusu-darsan dan madrosatan, yang berarti belajar. Kata madrasah

dalam bahasa Arab adalah bentuk kata “keterangan tempat” (dzaraf

makan) bermakna tempat belajar. P87 F

88P Dari akar makna tersebut kemudian

berkembang menjadi istilah yang kita pahami sebagai tempat pendidikan,

khususnya yang bernuansa agama Islam. P88 F

89P Pengertian ini selaras dengan

pendapat Abuddin Nata yang menyatakan bahwa kata madrasah dalam

bahasa Arab berarti tempat atau wahana untuk mengenyam proses

pembelajaran. P89F

90P Dalam bahasa Indonesia madrasah disebut dengan sekolah

87 Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam di Indonesia, 1-3. 88 Ara Hidayat dan Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan, 127. 89 Nurul Huda, Madrasah Sebuah Perjalanan untuk Eksis, edit. Isma'il, Dinamika Pesantren dan Madrasah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), 211. 90 Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam pada Periode Klasik dan Pertengahan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), 50.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

85

yang berarti bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberi

pengajaran.91 Karenanya, istilah madrasah tidak hanya diartikan sekolah

dalam arti sempit, tetapi juga bisa dimaknai rumah, istana, kuttab,

perpustakaan, surau, masjid, dan lain-lain, bahkan seorang ibu juga bisa

dikatakan madrasah pemula.92 Sementara Karel A. Steenbrik justru

membedakan antara madrasah dan sekolah, dia beralasan bahwa antara

madrasah dan sekolah mempunyai ciri yang berbeda.93 Sedangkan

menurut Azyumardi Azra:

Madrasah adalah sebagai sekolah umum plus. Karena pada prinsipnya tidak ada pertanyaan tertulis apakah eksistensi sekolah sekolah umum dengan madrasah atau pesantren. Oleh karena itu perbedaan antara sekolah umum dengan madrasah, yang pada prinsipnya madrasah adalah sekolah umum, yang eksistensinya madrasah adalah sekolah umum plus. Madrasah harus 100% mengikuti kurikulum yang ada pada tingkat SD-SMP-SMA untuk madrasah yang sejajar kemudian ditambah dengan pengajaran umum, pengajaran agama.94

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa madrasah berasal dari ajaran

Islam sebagai wadah atau tempat belajar menuntut ilmu-imu keislaman

dan ilmu pengetahuan keahlian lainnya. Dalam perkembangannya

madrasah menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah selaras dengan

tuntutan kebutuhan masyarakat dan dunia pendidikan, sehingga

kecenderungan penulis untuk menyamakan madrasah dengan sekolah.

91 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), 889. 92 Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2005), 214. 93 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), 160. 94 Azyumardi Azra, Paradigma Baru Pendidikan Nasional (Rekonstruksi dan Demokratisasi), (Jakarta: Buku Kompas, 2002), 116.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

86

2. Tujuan Pokok dan Fungsi Madrasah

Berbicara tentang tujuan pokok madrasah pada hakikatnya sama

dengan membahas tujuan pendidikan agama Islam karena pada dasarnya

madrasah adalah bagian dari pada pendidikan Islam itu sendiri. Adapun

tujuan pendidikan Islam adalah ingin membentuk manusia yang taat dan

patuh kepada Allah. Sebagaimana firman Allah adalah Q.S. Az-Zariyat

ayat 56 yang artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan Manusia

melainkan supaya mereka menyembahku.”95 Ayat ini menunjukkan bahwa

Pendidikan Agama Islam adalah memberikan suatu petunjuk agar hidup

manusia semata-mata untuk mengabdi dan beribadah kepada Allah SWT.

Tentunya dengan usaha yang maksimal untuk mencapai tujuan tersebut,

dengan bekerja keras dan beribadah, sehingga terjelma suatu keimanan

dan ketaqwaan yang sebenar-benarnya yaitu melaksanakan perintah Allah

dan menjauhi semua larangan-Nya.

Pendidikan Agama Islam menurut Zuhairini adalah:” Membimbing

anak agar mereka menjadi muslim sejati, beriman teguh, beramal saleh,

dan berakhlak mulia, serta berguna bagi masyarakat, agama dan negara”.

Sedangkan tujuan Pendidikan Agama Islam menurut Athiyah al-Abrasy

adalah: “Tujuan pokok dari pendidikan Agama Islam adalah mendidik

budi pekerti dan pendidikan jiwa”.96 Dari kedua pendapat tersebut, maka

penulis menyimpulkan bahwa tujuan madrasah atau pendidikan agama

Islam adalah mendidik anak, agar mereka menjadi muslim sejati, beriman

95 H. Martinis Yamin dan Maisah, Orientasi Baru Ilmu Pendidikan (Jakarta: Referensi), 24-25. 96 Athiyah Al Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, 1.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

87

teguh, dan beramal saleh serta berakhlak mulia, sehingga dapat berdiri

sendiri, mengabdi kepada Allah SWT, berbakti kepada bangsa, negara

serta tanah air, agama dan bahkan sesama umat manusia.

Hidayat dalam bukunya menjelaskan acuan dalam perumusan dan

menetapkan tujuan dari madrasah yaitu:97

a. Menggambarkan tingkat kualitas yang perlu dicapai dalam jangka

menengah (empat tahunan)

b. Mengacu pada visi, misi dan tujuan pendidikan nasional serta relevan

dengan kebutuhan masyarakat

c. Mengacu pada standar kompetensi lulusan yang sudah ditetapkan

d. Mengakomodasi masukan dari berbagai pihak yang berkepentingan

e. Disosialisasikan kepada warga madrasah dan semua pihak yang

berkepentingan.

Untuk melihat fungsi madrasah, bisa merujuk pada UU RI Nomor

20 Tahun 2003 tentang SisKemendikbud, Pasal 30 ayat 2:98 “Pendidikan

keagamaan berfungsi” mempersiapkan peserta didik menjadi anggota

masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran

agamanya dan atau menjadi ahli ilmu agama”.

Dari bunyi pasal tersebut, bisa disimpulkan bahwa Pendidikan

keagamaan Islam dalam konteks ini adalah madrasah berfungsi

mempersiapkan generasi muda bangsa menjadi anggota masyarakat yang

97 Ara Hidayat dan Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan, 162. 98 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang System Pendidikan Nasional (Jakarta: Laksana), 27.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

88

memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan atau

menjadi ahli ilmu agama.

3. Jenjang Pendidikan Madrasah

Madrasah sebagai salah satu bagian dari lembaga pendidikan

formal di Indonesia terbagi menjadi 2 tingkatan yaitu tingkat dasar dan

menengah. Hal ini telah diatur pemerintah dalam UU Nomor 20 Tahun

2003 tentang sistem pendidikan nasional. Dalam Pasal 17 berbunyi:

a) Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi

jenjang pendidikan menengah.

b) Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah

Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah

Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau

bentuk lain yang sederajat.

c) Ketentuan mengenai pendidikan dasar sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Dan dalam Pasal 18 berbunyi:

a) Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.

b) Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan

pendidikan menengah kejuruan.

c) Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA),

Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan

Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

89

d) Ketentuan mengenai pendidikan menengah sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Pemerintah.

Dari Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS)

di atas dapat kita ketahui bahwa lembaga madrasah dalam konteks

pendidikan formal di Indonesia terbagi menjadi 2 tingkatan yaitu tingkat

dasar yang terdiri dari Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah

Tsanawiyah (MTs) dan tingkat menengah yang terdiri dari Madrasah

Aliyah (MA) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK).

4. Perkembangan Madrasah di Indonesia

Lembaga pendidikan dalam bentuk madrasah sudah ada sejak

agama Islam berkembang di Indonesia. Madrasah itu tumbuh dan

berkembang dari bawah, dalam arti masyarakat (umat) yang didasari oleh

rasa tanggung jawab untuk menyampaikan ajaran Islam kepada generasi

penerus. Karena itu madrasah pada waktu itu lebih menekankan pada

pendalaman ilmu-ilmu Islam. Madrasah dalam bentuk tersebut tercatat

dalam sejarah bahwa keberadaannya telah berperan serta dalam mencerdas

kan kehidupan bangsa. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia,

pemerintah mengambil langkah-langkah untuk mengadakan penyempur

naan dan peningkatan mutu madrasah.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

90

Madrasah telah mengalami tiga fase perkembangan sejak Indonesia

merdeka.99 Fase pertama, madrasah periode pertama dibatasi dengan

pengertian yang tertulis pada peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun

1946 dan peraturan Menteri Agama Nomor 7 Tahun 1950, bahwa

madrasah mengandung makna:

a. Tempat pendidikan yang diatur sebagai sekolah dan membuat

pendidikan dan ilmu pengetahuan agama Islam menjadi pokok

pengajarannya.

b. Pondok dan pesantren yang memberikan pendidikan setingkat dengan

madrasah.

Fase kedua, madrasah berdasarkan Surat Keputusan Bersama

(SKB) Tiga menteri 1975. Pada fase ini telah terjadi konsentrasi

keilmuannya dalam bidang agama, berubah menjadi konsentrasinya ada

pengetahuan umum. Batasan madrasah SKB Tiga Menteri adalah

“lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam

sebagai dasar yang diberikan sekurang-kurangnya 30 % di samping mata

pelajaran umum”.

Dalam Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri Tahun 1975 telah

dicantumkan pengakuan kesetaraan antara madasah dengan sekolah:

(1)Ijazah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan ijazah

sekolah umum yang setingkat; (2) Lulusan madrasah dapat melanjutkan ke

99 Daulay, Haidar Putra, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2004), 47-48.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

91

sekolah umum setingkat lebih atas; (3) Siswa madrasah dapat berpindah ke

sekolah umum yang setingkat.

Fase ketiga, setelah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang

Sistem Pendidikan Nasional, yang mana Madrasah disebutkan sebagai

sekolah yang berciri khas Islam. Pengertiannya bahwa seluruh programnya

sama dengan sekolah yang ditambah dengan mata pelajaran agama Islam

sebagai ciri keislamannya.

Madrasah dalam perkembangannya yang panjang dari kehidupan

bangsa Indonesia, banyak hal positif maupun negatif yang telah lahir dari

sejarah keberadaannya. Analisis mengenai kekuatan, kelemahan, anomali-

anomali kebijakan yang terjadi hingga saat ini mengharuskan madrasah

merumuskan kembali paradigma baru agar peran madrasah lebih tajam

dan terarah di dalam memasuki millennium ke tiga yang penuh dengan

tantangan.100 Karena itu madrasah sebagai lembaga pendidikan yang

keberadaan pendidikannya merupakan solusi yang bersifat preventif ketika

suatu bangsa mengalami problem kebangsaan dan kemanusiaan, sebab

pendidikan adalah usaha membangun generasi bangsa yang lebih baik.101

Untuk itu prospek madrasah di masa depan yang lebih cerah harus

dipersiapkan untuk memenuhi tuntutan-tuntutan dari masyarakat baru serta

tuntutan-tuntutan global. Tuntutan tersebut sebagian besar merupakan

reaktualisasi potensi madrasah yang kaya dalam pengalaman terutama

didalam memenuhi kebutuhan masyarakat serta memberdayakan masya-

100 H.A.R. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasioanal (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 165. 101 KemKemendikbud, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa; Pedoman Sekolah, (Jakarta: Balitbang Puskur, 2010), 1.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

92

rakat, ditambah pula dengan tradisi ikut sertanya masyarakat didalam

pembinaan, penyelenggaraan, dan pemanfaatan hasil-hasil lembaga

pendidikan madrasah.

5. Kedudukan Madrasah dalam Sistem Pendidikan Nasional

Kedudukan madrasah atau integrasi madrasah ke dalam sistem

pendidikan nasional menemukan momentumnya pada akhir dekade

1980an ketika pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun

1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN). Implikasi penting

terhadap pendidikan madrasah dapat diamati pada kurikulum dan semua

jenjang madrasah, mulai Ibtidaiyah, Tsanawiyah, hingga Aliyah. Secara

umum penjenjangan itu paralel dengan penjenjangan pada pendidikan

sekolah, mulai SD, SLTP, hingga SMA. Kurikulum madrasah juga sama

dengan sekolah, dengan pengecualian mata pelajaran agama yang lebih

banyak.102 Dengan kata lain, madrasah dapat disebut sebagai sekolah

umum plus agama. Sebenarnya sebutan tersebut menunjukkan bahwa

secara normatif madrasah memiliki kelebihan karena kurikulum untuk

mata pelajaran umum sama persis dengan sekolah umum (100%),

sementara kurikulum mata pelajaran agamanya lebih banyak, hanya

persoalannnya adalah dalam tataran pragmatis belum banyak madrasah

yang mampu menunjukkan kelebihan tersebut.

102 Husni Rahim, Sejarah Pendidikan Guru Agama Islam: dalam Guru di Indonesia (Ed. Dedi Supriadi), (Jakarta : DepKemendikbud, 2003), 758.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

93

Secara operasional integrasi ke dalam sistem pendidikan nasional

diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang

Pendidikan Dasar, serta Surat Keputusan Mendikbud No.0487/UU/1992

dan No.054/UU/1993 yang antara lain menetapkan bahwa MI atau MTs

wajib memberikan bahan kajian sekurang-sekurangnya sama dengan SD

atau SLTP.

Surat Keputusan ini ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan

Menteri Agama Nomor 638 dan 369 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan

MI dan MTs. Sementara itu status Madrasah Aliyah (MA) diperkuat

dengan PP Nomor 29 Tahun 1990 tentang pendidikan menengah, Surat

Keputusan Mendikbud No. 0489/UU/1992 (yang menyatakan bahwa MA

sebagai SMU berciri khas agama Islam) dan Surat Keputusan Menteri

Agama RI Nomor 370 Tahun 1993. Pengakuan ini mengakibatkan tidak

adalagi perbedaan antara MI, MTs dan MA dengan SD, SLTP dan SMU

selain ciri khas agama Islamnya.

Dengan demikian, integrasi madrasah ke dalam sistem pendidikan

nasional bukan merupakan integrasi dalam arti penyelenggaraan dan

pengelolaan madrasah oleh Depdikbud (sekarang DepKemendikbud),

melainkan lebih pada pengakuan yang lebih mantap bahwa madrasah

adalah bagian dari sistem pendidikan nasional walaupun pengelolaannya

dilimpahakan kepada Departemen Agama (sekarang Kementerian

Agama). 103

103 Ibid, 759.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

94

D. Era Otonomi Daerah

1. Pokok-Pokok Pengertian Otonomi Daerah

Otonomi atau autonomy berasal dari bahasa Yunani yaitu authos

yang berarti sendiri dan namos yang berarti hukum atau aturan.104

Beberapa pendapat para ahli yang dikutip Hasbullah

mengemukakan bahwa:105

a. F. Sugeng Istianto, mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan

wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.

b. Ateng Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai

makna kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan (tidak

terikat atau tidak bergantung kepada orang lain atau pihak tertentu).

Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian

kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.

c. Syarif Saleh, berpendapat bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur

dan memerintah daerah sendiri. Hak mana diperoleh dari pemerintah

pusat.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat 5,

pengertian otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah

otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan

kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.106 Sedangkan menurut Suparmoko mengartikan otonomi daerah

104 Hasbullah, Otonomi Pendidikan: kebijakan otonomi daerah dan implikasinya terhadap penyelengagaraan pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010),7. 105 Ibid, 17-18. 106 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

95

adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan

aspirasi masyarakat.107

Berbagai definisi tentang Otonomi Daerah telah banyak

dikemukakan oleh para pakar, dapat disimpulkan bahwa Otonomi Daerah

yaitu hak atau kewenangan daerah otonom untuk mengambil kebijakan

dalam mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa

(inisiatif) sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan daerah otonom itu sendiri

adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu

berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Ikatan

Negara Kesatuan Republik Indonesia.108

2. Landasan Yuridis Otonomi Daerah

Landasan yuridis atau dasar Hukum Otonomi Daerah berpijak pada

dasar Perundang-undangan yang kuat, yakni:

a. Undang-undang Dasar. Sebagaimana telah disebut di atas Undang-

Undang Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat untuk

menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pasal 18 UUD menyebutkan

adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah.

107 Suparmoko, Ekonomi Publik (Yogyakarta: ANDI, 2002), 61. 108 Sugeng Priyanto, Pendidikan Kewarganegaraan (Semarang: Aneka Ilmu, 2008), 40.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

96

b. Ketetapan MPR-RI Tap. MPR-RI Nomor: XV/MPR/1998 tentang

penyelenggaraan Otonomi Daerah: Pengaturan, Pembagian dan

Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan, serta

perimbangan keuangan Pusat dan Daerah dalam rangka Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

c. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang

lebih mengutamakan pelaksanaan asas Desentralisasi. Hal-hal yang

mendasar dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 adalah mendorong untuk

pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas,

meningkatkan peran masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi

DPRD.

Dari ketiga dasar perundang-undangan tersebut diatas tidak

diragukan lagi bahwa pelaksanaan otonomi daerah memiliki dasar hukum

yang kuat; permasalahannya adalah bagaimana dengan dasar hukum yang

kuat tersebut pelaksanaan otonomi daerah bisa dijalankan secara optimal.

Pokok-pokok pikiran otonomi daerah isi dan jiwa yang terkandung

dalam pasal 18 UUD 1945 beserta penjelasannya menjadi pedoman dalam

penyusunan UU Nomor 22 Tahun 1999 dengan pokok-pokok pikiran

sebagai berikut :

a. Sistim ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip-prinsip

pembagian kewenangan berdasarkan asas konsentrasi dan desen-

tralisasi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

97

b. Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekon-

sentrasi adalah daerah propinsi, sedangkan daerah yang dibentuk

berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah Kabupaten dan Kota.

Daerah yang dibentuk dengan asas desentralisasi berwenang untuk

menentukan dan melaksanakan kebijakan atas prakarsa sendiri

berdasarkan aspirasi masyarakat.

c. Pembagian daerah diluar propinsi dibagi habis ke dalam daerah

otonom. Dengan demikian, wilayah administrasi yang berada dalam

daerah Kabupaten dan daerah Kota dapat dijadikan Daerah Otonom

atau dihapus.

d. Kecamatan yang menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974

sebagai wilayah administrasi dalam rangka dekonsentrasi, menurut UU

Nomor 22 Tahun 1999 kedudukanya diubah menjadi perangkat daerah

Kabupaten atau Kota.

Perlu diketahui bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

sebagai dasar dari penyelenggarahan pemerintahan otonomi daerah sudah

disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Dalam

pasal 10 ayat (3) UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,

urusan-urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah pusat

meliputi:109 (1) politik luar negeri, (2) pertahanan, (3) keamanan, (4)

yustisi, (5) moneter dan fiscal nasional, dan (5) agama.

109 Hasbullah, Otonomi Pendidikan: kebijakan otonomi daerah dan implikasinya terhadap penyelengagaraan pendidikan, 17.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

98

3. Tujuan Otonomi Daerah

Menurut pengalaman dalam pelaksanaan bidang-bidang tugas

tertentu sistem Sentralistik tidak dapat menjamin kesesuaian tindakan-

tindakan Pemerintah Pusat dengan keadaan di daerah-daerah. Maka untuk

mengatasi hal ini, pemerintah menganut sistem Desentralisasi atau

Otonomi Daerah. Hal ini disebabkan wilayah Indonesia yang terdiri dari

berbagai daerah yang masing-masing memiliki sifat-sifat khusus tersendiri

yang dipengaruhi oleh faktor geografis (keadaan alam, iklim, flora-fauna,

adat-istiadat, kehidupan ekonomi dan bahasa), tingkat pendidikan dan lain

sebagainya. Dengan sistem desentralisasi diberikan keleluasaan kepada

daerah untuk melaksanakan kebijakan pemerintah sesuai dengan keadaan

khusus di daerah masing-masing, dengan catatan tetap tidak boleh

menyimpang dari garis-garis aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah

pusat. Jadi pada dasarnya, maksud dan tujuan diselenggarakannya

pemerintahan di daerah adalah untuk mencapai efektivitas pemerintahan.

Otonomi yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah ini

bersifat mandiri dan bebas. Pemerintah daerah bebas dan mandiri untuk

membuat peraturan bagi wilayahnya. Namun, harus tetap memper-

tanggungjawabkannya dihadapan negara dan pemerintahan pusat.

Selain tujuan diatas, masih terdapat beberapa point sebagai tujuan

dari otonomi daerah. Di bawah ini adalah beberapa tujuan dari otonomi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

99

daerah dilihat dari segi politik, ekonomi, pemerintahan dan sosial budaya,

yaitu sebagai berikut:110

a. Dilihat dari segi politik, penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk

mencegah penumpukan kekuasaan di pusat dan membangun

masyarakat yang demokratis, untuk menarik rakyat ikut serta dalam

pemerintahan dan melatih diri dalam menggunakan hak-hak

demokrasi.

b. Dilihat dari segi pemerintahan, penyelenggaraan otonomi daerah untuk

mencapai pemerintahan yang lebih effektif dan efisien

c. Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaran otonomi daerah

diperlukan agar perhatian lebih fokus kepada daerah dengan berbagai

ragam perbedaan.

d. Dilihar dari segi ekonomi, otonomi daerah perlu diselengarakan agar

masyarakat dapat turut berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi di

daerah masing-masing.

Untuk mencapai tujuan otonomi daerah tersebut, hendaknya para

pejabat harus memiliki kesadaran penuh bahwa tugas yang diembannya

merupakan amanah yang harus dijalankan dan dipertanggungjawabkan.

Selain itu, semua pihak juga harus memiliki kewajiban untuk

berpartisipasi dalam rangka tercapainya tujuan. Untuk mewujudkan hal

tersebut tentunya bukan hal yang mudah karena tidak mungkin dilakukan

secara instan, butuh proses dan berbagai upaya serta partisipasi dari

110 Srijanti, dkk, Pendidikan Kewarganegaraan untuk Mahasiswa, (Jakarta: Graha Ilmu, 2009), hal.179.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

100

banyak pihak. Oleh karena itu, diperlukan kesungguhan serta kerjasama

berbagai pihak untuk mencapai tujuan tersebut.

4. Tugas dan Peran Pemerintah Daerah Dalam Desain Pendidikan di

Era Otomi Daerah

Desentralisasi pendidikan memiliki makna yang mendalam dalam

pembahasan pada studi politik dan pemerintahan. Setidaknya ada empat

perkembangan mengapa kekuasaan politik (pemerintahan) dan kekuasaan

pendidikan saling bertautan:111

a. Budget pendidikan yang dikeluarkan, baik oleh pemerintah pusat

maupun pemerintahan daerah, semakin lama semakin besar. Alokasi

budget tersebut merupakan keputusan politik. Sektor pendidikan harus

bersaing dengan sektor-sektor lainnya untuk memperoleh bagian yang

besar dari budget, baik budget nasional maupun budget pemerintah

daerah.

b. Kebijakan pendidikan selalu akan menyangkut masalah nasional.

c. Masalah pendidikan menjadi bahan kontrol dari tingkat-tingkat

pemerintahan. Hal ini mudah dimengerti karena budget yang semakin

besar yang dialokasikan untuk pendidikan. Hal tersebut menuntut

adanya kontrol atau campur tangan kekuasaan politik dalam

manajemen pendidikan.

111 H.A.R., Tilaar, Kekuasaan dan Pendidikan: Manajemen Pendidikan dalam Pusaran Kekuasaan (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 225-226.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

101

d. Masyarakat menyadari bahwa keputusan-keputusan pemerintah sangat

berpengaruh terhadap kualitas pendidikan anak-anaknya. Oleh sebab

itu, masyarakat tidak dapat melepaskan diri dari urusan-urusan

pendidikan.

Paqueo dan Lammaert menunjukkan alasan-alasan desentralisasi

penyelenggaraan pendidikan yang sangat cocok untuk kondisi Indonesia,

yaitu112:

a. Kemampuan daerah dalam membiayai pendidikan,

b. Peningkatan efektivitas dan efesiensi penyelenggaraan pendidikan dari

masing-masing daerah,

c. Redistribusi kekuatan politik,

d. Peningkatan kualitas pendidikan,

e. Peningkatan inovasi dalam rangka pemuasan harapan seluruh warga.

Seberapa besar capaian dari tujuan desentralisasi pendidikan yang

telah ditetapkan menurut Paqueo dan Lammaert akan dipengaruhi oleh

berbagai faktor, baik dalam internal pemerintahan, kondisi dan sumber

daya daerah serta masyarakat sebagai bagian dari unsur desentralisasi.

Tuntutan dan kebutuhan desentralisasi pendidikan muncul dan

berkembang sebagai bagian dari agenda global tentang demokratisasi dan

desentralisasi pemerintahan dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan

112 Paqueo V. & Lammert. J. Decentarlization in Education (New York: Education Reform dan Management Thematic Goup, 2000), 23.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

102

yang baik (good governance).113 Artinya desentralisasi pendidikan

merupakan suatu keadaan dan tuntutan perubahan dalam penyelenggaran

urusan pemerintahan bidang pendidikan yang tak bisa terhindarkan dari

adanya tuntutan global. Desentralisasi menjadi agenda politik yang

strategis untuk pendidikan negara-negara di dunia terutama pada dua

dekade sebelumnya. Terkait dengan desentralisasi pendidikan ini, dalam

pandangan Rondinelli dapat dilihat dari empat pendekatan yakni

dekonsentrasi, delegasi, devolusi, dan privatisasi.114

Pemahaman terhadap keempat pendekatan tersebut membutuhkan

pendalaman lebih jauh karena masing-masing bermakna berbeda.

a. Dekonsentrasi, yaitu menyerahkan sebagian kewenangan administratif

atau tanggungjawab kepada yang lebih rendah dalam suatu

pemerintahan yang dipimpin oleh seorang menteri (Departemen) atau

Badan.

b. Delegasi, yaitu mengalihkan tanggungjawab fungsi-fungsi tertentu

kepada organsasi di luar birokrasi dan dikontrol secara tidak langsung

oleh pemerintah pusat.

c. Devolusi, yaitu menyelenggarakan dan memperkuat unit-unit

pemerintah sub-nasional, yang kegiatannya secara substansial di luar

kontrol pemerintah pusat

113 Rohman, A. & Wiyono, T., Education Policy In Deceantralization Era (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 17. 114 Rondinelli, D.A. & Chemaa, G.S. (eds), Decentralization and Development : Policy Implementation in Developing Countris (Beverly Hills/London/New Delhi: Sage Publications, 1983), 29.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

103

d. Privatisasi, menyerahkan seluruh tanggungjawab kegiatan kepada

organsiasi swasta yang tidak berafiliasi kepada masyarakat

Konsep desentralisasi pendidikan sebagai suatu proses dimana

suatu lembaga yang lebih rendah kedudukannya menerima pelimpahan

kewenangan untuk melaksanakan segala tugas pelaksanaan pendidikan,

termasuk pemanfaatan segala fasilitas yang ada serta penyusunan

kebijakan dan pembiayaan. Lembaga yang lebih rendah dalam

pemahaman ini adalah pemerintahan daerah otonom yang berada di

bawahnya.

Salah satu wujud dari desentralisasi pendidikan ialah terlaksana

nya proses otonomi dalam penyelenggaraan pendidikan.115 Dalam hal ini

mengindikasikan bahwa penyerahan kewenangan dalam penyelenggaraan

pendidikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang ada di

bawahnya sebagai pemahaman dari desentralisasi pendidikan. Melalui

desentralisasi yang dalam pelaksanaannya disebutkan sebagai otonomi

daerah adalah upaya melalui mana masyarakat memegang peranan dalam

penyelenggaraan pendidikan di daerah. Pada kontek ini keberdayaan

masyarakat pada penyelenggaraan urusan pendidikan di daerah menjadi

penting. Masyarakat memegang posisi sebagai salah satu unsur yang

berperanan dalam penyelenggaraan desentralisasi pendidikan. Beberapa

penelitian mengenai desentralisasi pendidikan seperti yang dilakukan oleh

Ikoya bahwa desentralisiasi pendidikan bertujuan untuk melihat efisiensi

115 Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan: Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia (Jakarta: PT Bumi Aksara, Cet, II, 2008), 35.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

104

dan efektivitas sumberdaya manusia dan pembangunan ekonomi di

daerah.116

Desentralisasi pendidikan sebagai upaya untuk mendelegasikan

sebagian atau seluruh wewenang di bidang pendidikan yang seharusnya

dilakukan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.117 Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa salah satu wujud dari desentralisasi

pendidikan ialah terlaksananya proses otonomi dalam penyelenggaraan

pendidikan. Armida Alisyahbana menjelaskan bahwa desentralisasi

pendidikan yang dilakukan di banyak negara merupakan bagian dari

proses reformasi pendidikan secara keseluruhan dan tidak sekedar

merupakan bagian dari proses otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.118

Desentralisasi pendidikan meliputi suatu proses pemberian kewenangan

yang lebih luas di bidang kebijakan pendidikan dan aspek pendanaannya

dari pemerintah pusat ke pemerintahan daerah dan pada saat yang

bersamaan kewenangan yang lebih besar juga diberikan pada tingkat

sekolah. Rohman dan Wiyono melihat makna dari desentralisasi

pendidikan dari dua aspek. Desentralisasi pendidikan dapat dipahami

secara kritis sebagai pelepasan tanggungjawab pemerintah pusat terhadap

116 Ikoya, P.O.“Decentralization of Educational Development reforms in Nigeria: a Comparative Perspective”. Jurnal of Educational Administration, Vol. 45 No.2, 2007, 190-203. 117 Uno, H. B., Profesi Kependidikan: Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), 35. 118 Alisjahbana, A., Otonomi Daerah dan Desentralisasi Pendidikan (Bandung : FE Universitas Padjadjaran, 2000), 2-3.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

105

proses pendidikan masyarakat dan dinilai lebih melanggengkan proses

privatisasi pendidikan di Indonesia.119

Desentralisasi pendidikan menjadi bentuk penerapan neo-

liberalisme disatu sisi, tetapi di sisi lain adalah pengurangan hak negara

terhadap intervensi yang terlalu kuat dalam proses pendidikan dengan

mengembalikan pada rakyat untuk lebih berperan dalam proses

pendidikan. Dua hal yang menjadi makna desentralisasi pendidikan

tersebut berimplikasi pada perubahan dalam penyelenggaraan pendidikan

pada pemerintahan daerah. Berkurangnya peranan negara (pemerintah) di

satu sisi mengandung makna bahwa tuntutan partisipasi masyarakat

menjadi semakin diperlukan. Menguatkan pernyataan dari Rohman dan

Wiyono di atas terkait dengan pentingnya partisipasi masyarakat dalam

desentralisasi pendidikan, Tilaar menjelaskan ada tiga hal yang berkaitan

dengan urgensi desentralisasi pendidikan yaitu pembangunan masyarakat

demokrasi, pengembangan sosial capital, dan peningkatan daya saing

bangsa. Dengan demikian dalam desentralisasi pendidikan yang

dilaksanakan berdampak pada peningkatan kualitas demokrasi, sumber

daya modal sosial dan juga daya saing bangsa semakin meningkat.

Menurut Tilaar dengan adanya disentralisasi pendidikan ini akan

melahirkan warga Negara yang kompetitif, inovatif dan kooperatif dalam

membangun masyarakat yang demokratis.120 Desentralisasi pendidikan

119 Rohman, A. & Wiyono, T., Education Policy In Deceantralization Era (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 17. 120 H.A.R. Tialar, Analisis Kebijakan Pendidikan di Era Otomi Daerah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), 8-10.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

106

mempunyai makna yang sangat besar sebagai perwujudan penghargaan

atas hak dan kewajiban rakyat untuk memutuskan sendiri pendidikan bagi

anak-anaknya.

Desentralisasi pendidikan berkaitan dengan proses demokratisasi,

intinya ialah memberikan kesempatan kepada rakyat untuk mengambil

keputusan di lapangan mengenai bentuk, proses, keberadaan lembaga

pendidikan yang sesuai dengan tuntutan kehidupannya. Dengan kata lain

desentralisasi dan otonomi pendidikan bertujuan memberdayakan rakyat.

Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa desentralisasi pendidikan

mempunyai dua makna, yaitu : Pertama, pengambilan keputusan dari

rakyat secara langsung atau partisipasi dalam pengambilan keputusan.

Kedua, partisipasi dalam manajemen situasional atau manajemen

kepemimpinan oleh rakyat dalam pendidikan. Dalam konteks yang

dikemukakan oleh Armida Alisjahbana desentralisasi pendidikan

bermakna desentralisasi kewenangan bidang pendidikan. Kewenangan

bidang pendidikan yang penyelenggaraannya menjadi tanggungjawab

pemerintahan daerah.

Desentralisasi pendidikan memberikan kesempatan kepada

pemerintah daerah untuk mengambil keputusan terbaik tentang penyeleng

garaan pendidikan di daerah yang bersangkutan berdasarkan potensi

daerah dan stakeholders. Oleh karenanya, desentralisasi pendidikan

disamping diakui sebagai kebijakan politis yang berkaitan dengan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

107

pendidikan, juga merupakan kebijakan yang berkait dengan banyak hal

seperti kemampuan pembiayaan dan adanya partisipasi masyarakat.

Berbagai persoalan terkait dengan kebijakan desentralisasi pendi

dikan dikemukakan oleh Rohman dan Wiyono, bahwa121:

Apakah yang sedang atau sudah pernah dibuat untuk mengatasi masalah pendidikan dan apa sajakah hasilnya? Apakah yang menjadi tujuan kebijakan pendidikan? Bagi siapakah kebijakan pendidikan diformulasikan dan diimplementasikan? Bagaimana cara perumusan dan impelemntasi kebijakan pendidikan dilakukan? Siapa sajakah yang terlibat dalam perumusan dan implementasi kebijakan pendidikan? Seberapa efektifkah kebijakan pendidikan dijalankan dalam rangka untuk memecahkan masalah pendidikan? Seberapa bermakna hasil yang diperoleh dari implementasi kebijakan bagi masyarakat?

Beberapa pertanyaan yang dikemukakan oleh Rohman dan Wiyono

di atas merupakan hal-hal penting untuk melihat keberhasilan penye

lenggaraan desentralisasi pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia. Jika

disederhanakan dari pertanyaan tersebut didalamnya mengandung

beberapa variabel penting yaitu: kebijakan pendidikan; tingkat

keberhasilan implementasi kebijakan desentralisasi pendidikan; tujuan

kebijakan desentralisasi pendidikan; Target group desentralisasi

pendidikan; Cara formulasi dan implementasi kebijakan desentralisasi

pendidikan dilakukan; unsur-unsur yang terlibat dalam formulasi dan

implementasi kebijakan desentralisasi pendidikan; efektivitas kebijakan

desentralisasi pendidikan dalam memecahkan masalah pendidikan; dan

makna pencapaian kebijakan desentralisasi pendidikan bagi masyarakat.

121 Rohman, A. & Wiyono, T., Education Policy In Deceantralization Era, 15.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

108

Dalam hal implementasi kebijakan desentralisasi pendidikan di

tingkat daerah baik kabupaten maupun kota, tedapat beberapa persoalan

penting terkait dengan penyelenggaraan desentralisasi pendidikan.

Rohman dan Wiyono menjelaskan bahwa 122

Dampak dari kompleksitas dinamika kebijakan desentralisasi pendidikan selanjutnya memunculkan aneka persoalan yang cukup kompleks. Kompleksitas persoalan pendidikan misalnya menyangkut seberapa jauh semua golongan masyarakat memiliki akses yang sama untuk memperoleh pendidikan? Apakah pendidikan telah dapat melayani secara merata terhadap semua warga bangsa Indonesia? Mengapa mutu pendidikan belum beranjak naik secara signifikan? Seberapa tinggi tingkat relevansi program pendidikan yang diselenggarakan dengan kebutuhan masyarakat dan dunia usaha? Bagaimana upaya efisiensi manajemen penyelenggarakan system pendidikan?

Ujung dari kompleksitas kebijakan desentralisasi pendidikan

seperti diuraikan di atas adalah seberapa mampu kebijakan pendidikan di

Indonesia tersebut dapat melayani masyarakat tanpa membedakan status

sosial dari masyarakat.

Secara empirik, sejak awal tahun 2000-an Negara Indonesia

banyak menghasilkan peraturan dan perundangan mengenai pendidikan,

namun banyak terjadi overlapping dan kesalahan dalam implementasi

program-program pendidikan. Dalam kondisi tersebut menunjukkan

bahwa kebijakan desentralisasi pendidikan yang telah dikeluarkan oleh

pemerintah Indonesia belum optimal mencapai tujuan yang ditetapkan.

Rohman dan Wiyono menjelaskan123:

122 Ibid. 3-4. 123 Ibid., 16.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

109

…In-efektifitas akan terus terjadi jika para politisi, birokrat, dan masyarakat kurang memiliki komitmen tentang arah tujuan dan sasasaran pendidikan. Pembaruan kebijakan pendidikan melalui pengembangan komitmen dan konsensus para birokrat, politisi, dan masyarakat adalah sesuatu yang menjadi prioritas. Komitmen dan konsensus dalam bidang pendidikan sangat diperlukan dalam rangka mengetahui harapan (expectations) masyarakat terhadap suatu isu dan menyepakati (consensus) bagaimana melakukannya.

Birokrat, politisi dan masyarakat memegang peranan penting

dalam mencapai efektivitas penyelenggaraan desentralisasi pendidikan di

Indonesia. Fasli Jalal dan Dedi Supriadi menjelaskan bahwa di Indonesia,

kebijakan desentralisasi pendidikan diupayakan melibatkan banyak pihak,

yaitu124: (1) Pemimpin politik dan pengambil kebijakan, (2) Pegawai

Departemen, (3) Guru, (4) Persatuan guru, (5) Universitas, (6) Orang tua,

(7) siswa atau mahasiswa, (8) Masyarakat lokal.

Kedelapan pihak (aktor) tersebut masing-masing mempunyai

peranan dan berkontribusi terhadap penyelenggaraan desentralisasi

pendidikan di Indonesa. Hanya yang menjadi pertanyaan penting adalah

seberapa besar masing-masing berperanan dan berkontribusi terhadap

keberhasilan penyelenggaraan desentralisasi pendidikan di Indonesia?

Pertanyaan ini memerlukan analisis dan jawaban yang medalam dalam

kajian desentralisasi pendidikan. Keberhasilan penyelenggaraan desen-

tralisasi pendidikan di Indonesia tidak ditentukan oleh variabel tunggal,

melainkan oleh banyak variabel.

124 Jalal, F & Supriadi, D. (Ed)., Reformasi pendidikan dalam konteks otonomi daerah (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2001), 121.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

110

Pelaksanaan desentralisasi pendidikan di Indonesia ternyata tidak

lah semudah membalikkan tangan. Akan tetapi banyak kendala-kendala

yang dihadapi, terutama kesiapan daerah dalam menerima pelimpahan

pengelolaan aspek-aspek pendidikan, sehingga masing-masing daerah

melaksanakan desentralisasi pendidikan sebatas kemampuan menginter-

pretasikan konsep-konsep desentralisasi pendidikan tersebut. Untuk

mewujudkan tercapainya tujuan desentralisasi pendidikan di Indonesia

memerlukan dukungan dari berbagai faktor yang saling berhubungan dan

saling berpengaruh.

Keberhasilan penyelenggaraan desentralisasi pendidikan di

Indonesia salah satunya ditentukan oleh adanya peran serta (partisipasi

masyarakat). Desentralisasi menawarkan ruang yang luas bagi rakyat

untuk berpartisipasi dalam wilayah politik lokal. Disini artinya, harus ada

langkah-langkah sinergis dari seluruh komponen bangsa, baik pemerintah

pusat, pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan, dan masyarakat

secara keseluruhan. Mereka harus bergerak saling menopang dan

mengatasi kesulitan bersama-sama sesuai kapasitas masing-masing.

Apabila seluruh komponen bangsa mampu bergerak dan bekerja

secara terpadu serta searah berarti solid dan sinergis dalam mengatasi

berbagai persoalan yang timbul akibat implementasi desentralisasi

pendidikan. Manakala model bekerja ini yang ditempuh oleh mereka,

sangat memungkinkan desentralisasi pendidikan menjadi sangat efektif

dalam mengangkat martabat pendidikan Indonesia. Implementasi desen-

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

111

tralisasi pendidikan akan menjadi lebih efektif lagi manakala disertai

managemen berbasis sekolah (MBS).125

5. Pengelolaan Pendidikan Madrasah pada Era Otomi Daerah

Pengembangan Madrasah yang dilakukan sejak diberlakukannya

UU Nomor 2 tahun 1989 telah menunjukkan banyak kemajuan. Menurut

Hasbullah, 126 ada beberapa indikator yang menunjukkan hal itu. Misalnya

kondisi fisik madrasah (terutama negeri) sudah banyak yang bagus,

bahkan ada beberapa madrasah yang dijadikan model dilengkapi dengan

sarana pendidikan yang memadahi seperti pusat belajar, laboratorium,

perpustakaan. Guru-guru madrasah juga telah ditingkatkan kompetensi dan

kemampuannya melalui berbagai pendidikan dan pelatihan baik di dalam

maupun di luar negeri. Sejak berlakunya UU Nomor 2 Tahun 1989

tersebut, pendidikan madrasah telah menjadi bagian dari sistem

pendidikan nasional. Oleh karena itu, visi pendidikan madrasah tentunya

sejalan dengan visi pendidikan nasional.

Tidak dapat disangkal bahwa pendidikan Islam, di antaranya

madrasah, lahir dari dan oleh masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan

madrasah pada hakikatnya dimiliki dan dikelola oleh masyarakat secara

demokratis. Meskipun dalam perkembangannya madrasah dikelola oleh

yayasan, pengurus, bahkan perorangan, kehidupan madrasah tetap

125 Mujamil Qomar, Kesadaran Pendidikan Sebuah Penentu Keberhasilan Pendidikan (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), 54. 126 Hasbullah, Otonomi Pendidikan “Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya terhadap Penyelenggraan Pendidikan” (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 163.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

112

ditopang dan dibesarkan oleh masyarakat yang memilikinya. Ketika

sekarang banyak pihak berbicara strategi pendidikan dengan pendekatan

pendidikan yang dikelola oleh masyarakat, madrasah khususnya dan

pendidikan Islam pada umumnya telah memiliki pengalaman dan sejarah

panjang mengenai hal tersebut. Inilah kekuatan utama yang dimiliki oleh

madrasah. Selanjutnya, CBM (community based management) akan

bermuara pada manajemen madrasah (school based management) yakni

pengelolaan pendidikan yang dilakukan oleh madrasah secara otonom.

Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

pada pasal 1 ayat (5), 127 dikemukakan bahwa otonomi daerah adalah hak,

wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

dengan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom yang dimaksud

disini adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas

wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan

dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Kehadiran UU Nomor 32 Tahun 2004 (dimulai dengan UU

Nomor 22 Tahun 1999) tentang Pemerintahan Daerah, di mana sejumlah

kewenangan telah diserahkan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

Daerah, memungkinkan daerah untuk melakukan kreasi, inovasi dan

improvisasi dalam upaya pembangunan daerahnya, termasuk dalam bidang

127 Ibid.,, 2.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

113

pendidikan. Berubahnya kewenangan dari sistem sentralisasi ke

desentralisasi dalam pengelolaan pendidikan mengandung pengertian

terjadinya pelimpahan kekuasaan dan wewenang yang lebih luas kepada

daerah untuk membuat perencanaan dan mengambil keputusannya sendiri

yang dihadapi di bidang pendidikan.

Mengenai bidang pendidikan, khususnya yang secara kelembagaan

adalah pendidikan Islam, seperti madrasah, maka dengan bergulirnya UU

tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian berlanjut pada otonomi

pendidikan, sesungguhnya sebagai bentuk reposisi madrasah itu sendiri.

Hal ini karena sejak semula madrasah merupakan community based

education. Oleh sebab itu, di era otonomi daerah dan otonomi pendidikan,

reposisi kelembagaan Islam yang dalam hal ini diwakili madrasah,

ditujukan pada berkembangnya identitas lembaga tersebut yang pada

akhirnya akan melahirkan pribadi peserta didiknya yang mempunyai

identitas karena pembinaan madrasah dengan ciri khas yang dimilikinya.

Bertolak dari arah baru tersebut, maka pemberdayaan madrasah

dapat dilaksanakan melalui:

a. Pemberdayaan manajemen, yang meliputi pemberdayaan Sumber

Daya Manusia (SDM), manusia pengelola pendidikan, kepala sekolah,

guru, tenaga administrasi, dan lain sebagainya dan siap mengembang

kan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

b. Pemberdayaan sistemnya; dari top down ke bottom up, atau dari

sentralisasi ke desentralisasi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

114

c. Pemberdayaan kebijakan, yaitu dengan tidak membuat kebijakan yang

memarjinalkan madrasah

d. Pemberdayaan masyarakat untuk ikut serta menjadi bagian inti dalam

pemberdayaan madrasah.

e. Cara yang dilakukan adalah dengan meningkatkan peran serta

stakeholder dan prinsip akuntabilitas.

Atas pandangan tersebut, maka dapat diharapkan bahwa madrasah

akan survive sesuai dengan jati dirinya, yaitu sebagai:

a. Lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat, yakni menyeleng

garakan pendidikan berdasar kekhasan agama Islam serta sosial,

budaya, aspirasi dan potensi masyarakat Islam, sebagai perwujudan

pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat Islam

b. Pendidikan umum, yakni pendidikan dasar (MI &MTs) dan menengah

(MA) yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan

peserta didik untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, dan atau

untuk hidup di masyarakat

c. Pendidikan keagamaan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat

menjalankan peranan yang menuntut penguasaan dan penggunaan

nilai-nilai ajaran agama Islam.

Berkaitan dengan pandangan di atas, maka sudah saatnya masya

rakat berperan aktif, apalagi dengan digulirkan otonomi daerah, dimana

kemampuan dalam mengelola tata kehidupan suatu masyarakat tidak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

115

bersifat sentralistik lagi, termasuk juga dalam hal manajemen

pengembangan madrasah.

Sebagaimana diketahui, bahwa munculnya kebijakan tentang

desentralisasi pendidikan, merupakan implikasi dari Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan

Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 mengenai Kewenangan Pemerintah dan

Kewenangan Propinsi terhadap pelaksanaan Daerah Otonom. Dengan

demikian, kebijakan desentralisasi pendidikan berarti merupakan peluang

yang sangat berharga bagi madrasah, karena dengan sendirinya madrasah

dikembalikan kepada habitatnya. Persoalan yang muncul ketika madrasah

mereposisi diri atau kembali ke habitatnya setelah berlakunya desen-

tralisasi pendidikan adalah berkaitan dengan intensitas pemberdayaan

masyarakat. Hal ini cukup beralasan karena masyarakat mempunyai peran

strategis dalam meningkatkan pendidikan, termasuk madrasah, dan

mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mengelolanya. Namun

kesempatan untuk menjalankan amanah desentralisasi pendidikan tersebut

pada kenyataannya masih jauh dari yang diharapkan, maka mau tidak mau

optimalisasi pemberdayaan masyarakat harus diwujudkan. Sebagai bentuk

pemberdayaan masyarakat, maka dikeluarkanlah Keputusan Mendiknas

Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.

Komite Sekolah berkedudukan di setiap satuan pendidikan, maka

untuk penamaan badan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-

masing satuan pendidikan, seperti Komite Sekolah, Majelis Madrasah,

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

116

Majelis Sekolah, Komite TK atau nama lain yang disepakati. Sementara

itu. tujuan dari Komite Sekolah adalah:

a. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam

melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan

pendidikan

b. Meningkatkan tanggungjawab dan peran masyarakat dalam

penyelenggaraan pendidikan

c. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan

demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang

bermutu di satuan pendidikan

Tujuan pertama dan kedua Komite Sekolah di atas, jelas sekali

dapat dipahami bahwa sebenarnya masyarakat mempunyai ruang aspirasi

yang harus tertampung oleh Komite Sekolah atau Majelis Madrasah,

karena mereka adalah (juga) bertanggung jawab atas kelangsungan

penyelenggaraan pendidikan. Karena itu, dalam pasal 56 ayat 1 UU

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, misalnya,

disebutkan bahwa di masyarakat ada Dewan Pendidikan dan Komite

Sekolah atau Komite Madrasah, dimana “masyarakat berperan dalam

peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan,

pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan

dan komite sekolah atau madrasah”.

Reposisi terhadap madrasah sebagaimana dijelaskan sekaligus

merespon dan mengantisipasi adanya perubahan sistem pemerintah RI dari

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

117

sentralisasi kepada otonomi, dekonsentrasi, desentralisasi. Rasionalisasi

pemikiran tentang madrasah ini berkaitan lansung dengan system

pemerintah kedepan sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang isinya tentang

perlu adanya penetapan kebijakan dengan pernyataan bahwa:

a. Penyelenggaraan madarasah tetap dilakukan oleh masyarakat,

beberapa hal mengenai penyelenggaraan menjadi tanggung jawab

Pemerintah Daerah, terutama pada aspek pembiayaan, tenaga

kependidikan, dan sarana prasarana kelembagaan serta manajerial

sesuai dengan kewenangan yang dimiliki. Sedangkan penyiapan dan

pengembangan materi pembelajaran yang bersifat substansi

keagamaan dan ciri khas keislaman dikelola oleh Kementerian Agama.

b. Pengelolaan dan penyelengaraan madrasah dilakukan oleh Pemerintah

Daerah dalam satu atap pengelolaannya dengan sekolah, yaitu dengan

membentuk Lembaga/Dinas Kependidikan (sesuai kondisi daerah)

sedangkan Kementerian Agama Kabupaten/Kota berfungsi sebagai

tugas pengendalian dan pengembangan substansi pendidikan agama

dan keagamaan.

Melalui perubahan ini maka madrasah berada pada arena

persaingan yang berorienasi kepada kualitas produk, karena tidak lagi

disibukkan dengan urusan-urusan kelengkapan sarana prasarana, tenaga

pendidik dan kependidikan lainnya yang selama ini menjadi persoalan

sebagian besar madrasah yang tidak pernah kunjung selesai.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

118

Berdasarkan kalkulasi sosial budaya masyarakat Indonesia,

madrasah seperti diatas akan lebih mudah diterima dan mendapat

dukungan dari masyarakatnya. Disisi lain, segala dinamika yang terjadi

dalam umat islam akan dengan mudah diserap oleh madrasah terutama

dinamika dibidang ilmu pengetahuan, sebab madrasah mendapat kontrol

langsung dari masyarakat pendukungnya. Dalam hal demikian lembaga

pendidikan agama dan keagamaan (Madrasah Diniyah, Pondok Pesantren)

tetap ditempatkan sebagai tanggungjawab Kementerian Agama.

Sebagai institusi pendidikan yang bernafaskan agama, maka

madrasah harus bergerak dalam mekanisme organisasi yang profesional,

dalam formulasi pengorganisasian dan penyelenggaraan sebagai berikut:

a. Pengorganisasian dan pengelolaan madrasah dalam arti penataan dan

pengaturan seluruh komponen pendidikan yang memungkinkan

tercapainya tujuan institusional, secara bertahap dilimpakan kepada

pihak madrasah (school Based management) dan didukung oleh

masyarakat(community based education), sehingga madrasah tidak

terisolasi dari komunitasnya.

b. Organisasi pengorganisasian dan pengelolaan madrasah diarahkan

kepada terciptanya hubungan timbal balik antara madrasah dan

masyarakat dalam rangka memperkuat posisi madrasah sebagai

lembaga pendidikan.

c. Struktur pengoranisasian dan pengelolaan madrasah bersifat fleksibel

sesuai dengan tuntutan kebutuhan madrasah.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

119

d. Pengelolaan madrasah dikembangkan melalui pendekatan profesional

yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya segenap potensi

madrasah, sehingga mampu mengimplementasikan prinsip-prinsip

school based management yang secara historis telah ada pada kultur

madrasah.

e. Pengelolaan madrasah bersifat terbuka dan demokratis. Pengelola

diberi kesempatan untuk menumbuh kembangkan nilai-nilai

demokratis dan hak asasi manusia (HAM) dalam membina tata

hubungan kerja di madrasah.

f. Manajemen madrasah diberi peluang yang memungkinkan terciptanya

kerja sama dengan unsur dan unit kerja lain dalam rangka peningkatan

kualitas pendidikan.

g. Pengeloaan madrasah perlu pengembangan konsep keterpaduan yang

mencakup keterpatuan lingkungan pendidikan (keluarga, sekolah, dan

masyarakat) dan keterbukaan.

h. Pengawasan atau kontrol pengorganisasian dan pengelolaan madrasah

dilakukan oleh suatu badan atau dewan sekolah yang memiliki

kompetensi sebagai pendamping pengelola madrasah.

i. Perlu dipersiapkan perangkat atau tindakan hukum bagi mereka yang

melanggar atau menyimpang dari prosedur dan etika pengelola dan

pengorganisasian madrasah.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

120

j. Diperlukan adanya upaya bersama untuk mengembalikan image

madrasah sebagai lembaga pendidikan umum yang bercirikan khas

Agama Islam

E. Penyelenggaraan Supervisi Pendidikan Islam pada Madrasah di Era

Otonomi Daerah

1. Program Supervisi Pendidikan Islam pada Madrasah di Era Otonomi

Daerah

Program supervisi pendidikan adalah sebuah rincian kegiatan yang

akan dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu dari pada

proses dan hasil belajar. Kegiatan tersebut secara umum menggambarkan

hal-hal apa yang akan dilakukan, bagaimana melakukannya, fasilitas apa

yang diperlukan, kapan dilakukan dan cara untuk mengetahui berhasil

tidaknya usaha yang dilakukan itu.

Yang perlu dipahami oleh para pengawas pendidikan adalah bahwa

kegiatan apapun yang ditujukan, adalah untuk memperbaiki proses dan

hasil belajar yang berorientasi kepada terjadinya perubahan perilaku

mengajar guru kearah yang lebih baik. Program supervisi yang baik berisi

kegiatan untuk membentuk pribadi guru yang ideal128 dan meningkatkan

kemampuan profesionalisme guru.

128 Seorang guru yang ideal seyogianya dapat berperan sebagai berikut: a. Konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan. b. Innovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan c. Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam pribadinya dan

perilakunya, dalam proses interaksi kepada peserta didik.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

121

Untuk mengetahui program supervisi pendidikan islam pada

madrasah di era otonomi daerah, bisa merujuk pada pedoman pelaksanaan

tugas guru dan pengawas yang tercantum dalam Dirjen PMPTK tahun

2009. Adapun program kepengawasan disini dibagi menjadi 3:129

a. Program pengawasan tahunan, ialah program pengawasan tahunan

pengawas mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran yang disusun

oleh kelompok pengawas mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran

di Kabupaten/Kota melalui diskusi terprogram.

b. Program pengawasan semester, ialah teknis operasional kegiatan yang

dilakukan oleh setiap pengawas mata pelajaran atau kelompok mata

pelajaran pada setiap sekolah di mana guru binaannya berada.

c. Rencana kepengawasan akademik (RKA) merupakan penjabaran dari

program semester yang lebih rinci dan sistematis sesuai dengan

aspek/masalah prioritas yang harus segera dilakukan kegiatan super

visi. Penyusunan RKA ini diperkirakan berlangsung 1 (satu) minggu.

Program tahunan, program semester, dan RKA sekurang-

kurangnya memuat aspek atau masalah, tujuan, indikator keberhasilan,

strateg atau metode kerja (tekhnik supervisi), scenario kegiatan,

sumberdaya yang diperlukan, penilaian, penilaian dan instrument

pengawasan. Terkait dengan konten program pengawasan ini, menurut

d. Organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggung jawabkan, baik moral maupun formal

Lihat Jamil Suprihatiningrum, Guru Professional Pedoman Kerja, Kualifikasi, dan Kompetensi Guru (Jakarta; Ar-Ruzz Media, 2012), 27.

129 Dirjen PMPTK , Pedoman Pelaksanaan Tugas Guru dan Pengawas (Jakarta; Dirjen PMPTK, 2009), 37.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

122

Ahmad Azhari harus tercermin: jenis kegiatan, sasaran, pelaksanaan,

waktu dan instrument.130

Agar kegiatan supervisi yang dilakukan supervisor sesuai dengan

kebutuhan lapangan maka seorang supervisor harusnya menempuh

beberapa langkah berikut:131

a. Mengidentifikasi masalah

Mengidentifikasi masalah-masalah proses pembelajaran yang

dihadapi guru sehari-hari yang ada di sekolah atau di wilayah

pembinaan. Untuk mengenal dan memahami masalah yang sedang

dirasakan guru sehari-hari, pengawas dapat melakukan berbagai cara,

misalnya melakukan observasi kelas, menyelenggarakan rapat sekolah,

wawancara informal atau pertemuan pribadi dengan guru.

b. Menganalisa masalah

Masalah-masalah profesional yang berhasil diidentifikasi, selan-

jutnya perlu dikaji lebih lanjut dengan maksud untuk memahami esensi

masalah sesungguhnya dan faktor-faktor penyebabnya, selanjutnya

masalah-masalah tersebut diklasifikasikan dengan maksud untuk

menemukan masalah yang mana yang dihadapi oleh kebanyakan guru

di sekolah atau di wilayah itu.

c. Merumuskan cara-cara pemecahan masalah.

Dalam proses pengkajian terhadap berbagai cara pemecahan

masalah yang mungkin dilakukan, setiap alternatif pemecahan

130 Ahmad Azhari, Supervisi:Rencana Program Pembelajaran (Jakarta: Rian Putra, 2007), 7. 131 Sri Banun Muslim, Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Professional Guru (Mataram: Alfabeta, 2008), 134.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

123

dipelajari kemungkinan keterlaksanaannya dengan cara mempertim-

bangkan faktor-faktor peluang yang dimiliki, seperti fasilitas dan

kendala-kendala yang mungkin dihadapi. Alternatif pemecahan

masalah yang terbaik adalah alternatif yang paling mungkin dilakukan,

dalam arti lebih banyak faktor-faktor pendukungnya dibanding dengan

kendala yang dihadapi. Disamping itu, alternatif pemecahan yang

terbaik memiliki nilai tambah yang paling besar bagi peningkatan

mutu proses dan hasil belajar siswa.

d. Implementasi pemecahan masalah

Saat yang paling kritis dalam setiap upaya perbaikan penga jaran

adalah apakah guru mempraktekkan gagasan yang telah dipahaminya

di kelas. Hasil pemecahan masalah bukan sekedar untuk dipahami,

akan tetapi yang lebih penting adalah pelaksanaannya di kelas. Hal ini

sangat penting, karena upaya perbaikan atau pembaharuan pengajaran

apapun tidak akan mempunyai dampak terhadap peningkatan dan

proses hasil belajar mengajar apabila tidak dipraktekkan di kelas.

e. Evaluasi dan tindak lanjut.

Evaluasi dalam supervisi adalah proses pengumpulan informasi

yang diperlukan untuk selanjutnya digunakan bagi upaya perbaikan

pengajaran lebih lanjut. Bahan-bahan yang diperoleh, selanjutnya

dimanfaatkan untuk menyusun kegiatan tindak lanjut yang sekaligus

menjadi masukan penyusunan program pembinaan selanjutnya

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

124

Lantip Diat Prasojo memberikan beberapa prinsip dalam peren-

canaan program supervisi:132

a. Obyektif (data apa adanya)

b. Bertanggung jawab

c. Berkelanjutan

d. Didasarkan pada Standar Nasioanal Pendidikan

e. Didasarkan pada kebutuhan dan kondisi sekolah atau madrasah

Adapun manfaat dari perencanaan program supervisi ini adalah:

a. Pedoman pelaksanaan dan pengawasan

b. Untuk menyamakan persepsi seluruh warga sekolah tentang progam

supervisi

c. Penjamin penghematan dan keefektifan penggunaan sumber daya

sekolah (tenaga, waktu dan biaya)

Langkah-langkah tersebut diatas diharapkan akan dihasilkan satu

program yang komprehensif dan realistik. Komprehensif dimaksud disini

adalah menyangkut seluruh aspek pengajaran, sedangkan yang dimasud

realistik disini artinya adalah benar-benar bisa menjawab tantangan dan

permasalahan yang ada di lapangan.

2. Rekrutmen Supervisor Madrasah di Era Otonomi Daerah

Upaya peningkatan mutu layanan pendidikan di satuan pendidikan,

tidak lepas dari peran seorang pengawas sekolah/madrasah. Tak dapat

dibayangkan apa yang akan terjadi jika kompetensi pengawas madrasah

132 Lantip Diat Prasojo, Supervisi Pendidikan (Yogyakarta: Gava Media, 2011), 96.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

125

ternyata bermutu lebih rendah dibandingkan dengan mutu guru atau kepala

sekolah. Sebab hal itu berarti, sekelompok orang yang tak bermutu

memberkan penilaian terhadap sekelompok orang lain yang lebih bermutu

dalam kancah dunia pendidikan. Tentunya hal ini sangat bertolak belakang

dengan maksud dari pengawas pendidikan itu sendiri yaitu, supervisi

pendidikan adalah supervisi kearah perbaikan situasi pendidikan.

Pendidikan dimaksud dalam hal ini adalah berupa bimbingan atau tuntutan

kearah perbaikan situasi pendidikan pada umumnya dan peningkatan mutu

mengajar dan belajar pada khususnya.133

Tak dapat dibantah, bahwa rendahnya mutu pengawas sekolah itu

merupakan potret nyata carut-marutnya pendidikan nasional. Pada satu

sisi, pengawas sekolah atau madrasah merupakan elemen penting

pendidikan. Kelemahan dan kekurangan yang mewarnai dunia pendidikan

dapat diteliti secara seksama melalui keberadaan pengawas sekolah. Tapi

pada lain sisi, pengawas sekolah yang tak bermutu hanya memperburuk

keadaan oleh tidak jelasnya format dan substansi evaluasi pendidikan.

Tidak aneh pula jika kemudian para pengawas sekolah hadir hanya untuk

mencari-cari kesalahan yang sifatnya subyektif dan tak beralasan.

Adanya fakta berkenaan dengan rendahnya mutu pengawas,

semestinya dijadikan momentum untuk mengubah keadaan menjadi lebih

baik, karena sampai kapanpun institusi pengawas tetap dibutuh kan untuk

dapat menyimak dan menyibak keberadaan mutu sekolah atau madrasah.

133 Pupuh F. dan AA Suryana, Supervisi Pendidikan (Bandung: Refika Aditama, 2011), 7.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

126

Tantangannya adalah sejauhmana setiap sekolah atau madrasah dapat

diteropong secara obyektif melalui sebuah mekanisme yang melekat

dengan pengawasan. Pada titik persoalan ini lalu dibutuhkan pemikir dan

atau pakar pendidikan yang secara fungsional bekerja sebagai pengawas

sekolah atau madrasah.

Mengenai banyaknya pengawas sekolah yang mutunya rendah ini

juga dimuat di harian kompas yang menuliskan bahwa:134

Kinerja pengawas sekolah di jenjang SD hingga SMA sederajat dikeluhkan para guru. Pengawas dinilai justru menjadi penghambat sekolah dan guru, untuk melakukan terobosan dalam meningkatkan mutu dan layanan pendidikan pada masyarakat. Persoalan kinerja pengawas sekolah yang dinilai belum baik, bukan hanya dari segi kompetensi yang memang ternyata rendah. Proses rekrutmen pengawas juga disoroti karena ada yang tidak melalui proses pemilihan dan pelatihan. Dari hasil uji kompetensi awal (UKA) guru yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kompetensi pengawas justru paling rendah dibandingkan guru-guru yang mereka awasi. Rata-rata nilai ujian para pengawas yang ikut dalam UKA 32,58, sedangkan rata-rata nasional 42,25 Rata-rata Guru TK 58,9; guru SD 36, guru SMP 46, dan guru SMA 51,35. Iwan Hermawan, Sekretaris Jenderal Federasi Guru Independen Indonesia, Sabtu (5/5/2012), mengatakan, pengawas semestinya diangkat dari guru-guru dan kepala sekolah berkualitas, yang memang disiapkan memiliki kompetensi sebagai pengawas.

"Tetapi kenyataan di lapangan, kebanyakan jabatan pengawas hanya tempat parkir kepala sekolah yang habis masa tugasnya, tetapi malas untuk mejadi guru lagi. Lalu, mereka diangkat menjadi pengawas tanpa seleksi," kata Iwan. Menurut Iwan, suatu ironi jika mutu pengawas sekolah yang justru berperan untuk mengawasi kinerja guru dan sekolah justru jauh lebih rendah daripada para guru yang diawasi. "Soal pengangkatan dan kinerja pengawas ini harus dikembalaikan lagi sesuai aturan yang ada. Kemendikbud harus turun tangan untuk memaksa dinas pendidikan daerah memperbaiki rekrutmen dan kinerja pengawas," kata Iwan. Keberadaan pengawas sekolah juga sering dikeluhkan, karena dinilai justru sering mencari-cari kesalahan daripada mendukung sekolah dan para guru yang punya ide untuk melakukan terobosan. Para guru menjadi terhambat untuk

134 Kompas.com edisi sabtu 5 mei 2012, di posting 2 Februari 2014 (12.54 WIB).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

127

bisa mengembangkan ide-ide kreatif atau berimprovisasi dalam kuri kulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), karena indikator penilaian yang dibuat pengawas tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan sekolah. Pengawas sekolah di Indonesia berjumlah sekitar 23.000 orang. Setiap pengawas bertugas mengawasi 10-15 sekolah atau setara 60 guru. Rolande H Hofman, Guru Besar Pendidikan Universitas Groningen Belanda, dalam suatu seminar di Indonesia, mengatakan, dari hasil penelitiannya pengawas yang efektif dapat mendorong performa sekolah. Namun, bukan pengawas yang mendikte atau mendominasi pilihan sekolah, tetapi yang mampu merangsang sekolah untuk proaktif. "Peran pengawas dibutuhkan untuk menilai kualitas sekolah secara keseluruhan agar dihasilkan sekolah berkualitas sesuai standar nasional pendidikan. Pengawas yang profesional dapat mendorong sekolah memberikan layanan pendidikan bermutu pada siswa," kata Rolande.

Oleh karena itu sangat relevan gagasan kebijakan pemerintah yang

dituang dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun

2007 tentang Standar Pengawas Sekolah atau Madrasah. Dalam Permen

tersebut jelas terlihat bahwa ada standar yang harus dimiliki pengawas

baik dari segi kualifikasi maupun kompetensi-kompetensinya.

Adapun persyaratan menjadi seorang pengawas sekolah yang

tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun

2007 tentang Standar Pengawas Sekolah atau Madrasah antara lain:135

a. Kualifikasi Pengawas Sekolah Menengah Pertama/Madrasah

Tsanawiyah (SMP/MTs), Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah

(SMA/MA), dan Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah

Kejuruan (SMK/MAK) adalah Memiliki pendidikan minimum

magister (S2) kependidikan dengan berbasis sarjana (S1) dalam

135 Lihat Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah, 3-4.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

128

rumpun mata pelajaran yang relevan pada perguruan tinggi

terakreditasi;

b. Memiliki pangkat minimum penata, golongan ruang III/c;

c. Berusia setinggi-tingginya 50 tahun, sejak diangkat sebagai pengawas

satuan pendidikan;

d. Memenuhi kompetensi sebagai pengawas satuan pendidikan yang

dapat diperoleh melalui uji kompetensi dan atau pendidikan dan

pelatihan fungsional pengawas, pada lembaga yang ditetapkan

pemerintah; dan

e. Lulus seleksi pengawas satuan pendidikan.

Kualifikasi akademik yang dijelaskan di atas dijadikan dasar dalam

melaksanakan rekrutmen dan seleksi calon pengawas. Artinya dalam

pengangkatan pengawas satuan pendidikan rekrutmen atau penjaringan

calon pengawas harus memenuhi kualifikasi tersebut di atas untuk

selanjutnya mengikuti seleksi atau penyaringan secara khusus.

Seleksi melalui tes yang terdiri atas tes tertulis, tes performance

dan porto folio. Tes tertulis meliputi:

a. Tes potensi akademik dan kecerdasan emosional

b. Tes penguasaan kepengawasan dan

c. Tes kreatifitas dan motivasi berprestasi.

Tes performance dilaksanakan melalui presentasi makalah kepe-

ngawasan dilanjutkan dengan wawancara. Sedangkan porto folio

dilaksanakan melalui penilaian terhadap karya-karya tulis ilmiah yang

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

129

dihasilkan calon pengawas serta bukti fisik keterlibatan dalam kegiatan

ilmiah seperti seminar, workshop, pelatihan, dan sebagainya.

Ada enam dimensi kompetensi yang harus dikuasai pengawas

sekolah yakni:136

a. Kompetensi kepribadian,

b. Kompetensi supervisi manajerial,

c. Kompetensi supervisi akademik,

d. Kompetensi evaluasi pendidikan,

e. Kompetensi penelitian dan pengembangan,

f. Kompetensi sosial.

PermenKemendikbud Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar

Pengawas Sekolah atau Madrasah, menyatakan bahwa jenis pengawas

terdiri dari :137

a. Pengawas Taman Kanak-Kanak/Raudatul Athfal (TK/RA) dan

Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI),

b. Pengawas Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah

(SMP/MTs) dan Pengawas Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah

(SMA/MA) dalam Rumpun Mata Pelajaran yang Relevan (MIPA dan

TIK, IPS, Bahasa, Olahraga Kesehatan, atau Seni Budaya),

c. Pengawas Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan

(SMK/MAK) dalam Rumpun Mata Pelajaran yang relevan (MIPA dan

TIK, IPS, Bahasa, Olahraga Kesehatan, Seni Budaya, Teknik dan

136 Ibid, 4-16. 137 Ibid, 3.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

130

Industri, Pertanian dan Kehutanan, Bisnis dan Manajemen, Pariwisata,

Kesejahteraan Masyarakat, atau Seni dan Kerajinan).

Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Agama RI Nomor 12

Tahun 2012, secara spesifik Kementerian Agama sendiri juga mengatur

tentang kualifikasi dalam rekrutmen Pengawas Pendidikan Agama Islam

dan Pengawas Madrasah. Dalam Bab IV pasal 6, Pengawas Madrasah dan

Pengawas PAI pada Sekolah mempunyai kualifikasi sebagai berikut:

a. Berpendidikan minimal sarjana (S1) atau diploma IV dari perguruan

tinggi terakreditasi

b. Berstatus sebagai guru bersertifikat pendidik pada madrasah atau

sekolah

c. Memiliki pengalaman mengajar paling sedikit 8 (delapan) tahun

sebagai Guru Madrasah atau Guru PAI di Sekolah

d. Memiliki pangkat minimum Penata, golongan ruang III/c;

e. Memiliki kompetensi sebagai pengawas yang dibuktikan dengan

Sertifikat Kompetensi Pengawas

f. Berusia setinggi-tingginya 55 (lima puluh lima) tahun

g. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan setiap unsurnya paling rendah

bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir

h. Tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang dan/atau tingkat

berat selama menjadi PNS.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

131

3. Sasaran Supervisi Pendidikan Islam pada Madrasah di Era Otonomi

Daerah

Supervisi diartikan sebagai aktifitas yang menentukan kondisi atau

syarat-syarat yang esensial yang akan menjamin tercapainya tujuan-tujuan

pendidikan, sehingga dari sini seorang supervisor dituntut tepat dalam

memilih sasaran-saran pengawasan. Sasaran supervisi pendidikan Islam

pada madrasah di era otonomi daerah dapat dilihat dari beberapa aspek,

yaitu:

a. Aspek edukatif, meliputi kurikulum, proses belajar mengajar, evaluasi

dan kegiatan extrakulikuler.

b. Aspek administratif, meliputi administrasi madrasah, lembaga

administrasi ketenagaan, administrasi kesiswaan, administrasi

perpestakaan.

c. Aspek orang yang disupervisi, meliputi kepala madrasah, guru mata

peljaran umum, guru rumpun mata pelajaran agama islam, guru

pembimbing, tenaga administrasi di sekolah dan siswa siswi.

d. Dari aspek kebijakan, meliputi pemerataan pendidikan, tenaga

kependidikan, dan kesiswaan, pengembangan kurikulum, pengem-

bangan sarana dan prasarrana pendidikan, pengembangan, kegiatan

ekstrakurikuler dan pola pembinaan pendidikan Islam terpadu.

Piet Sahertian dalam bukunya menuliskan bahwa sasaran dalam

pengawasan pendidikan adalah pembinaan kurikulum, perbaikan proses

pembelajaran, pengembangan staf dan pemeliharaan serta perawatan moral

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

132

dan semangat kerja guru.138 Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa

sasaran dari kegiatan supervisi pendidikan atau pengawasan ini meliputi

bidang akademik bidang administratif, ketenagaan dan kesiswaan.

Karena supervisi dalam pelaksanaannya melibatkan banyak pihak

(pengawas, kepala sekolah atau madrasah dan guru pemandu bidang

studi), maka tujuan supervisi tersebut harus dipahami dan dipersepsi sama

oleh mereka-mereka yang terlibat dalam berbagai aktivitas pegawasan

tersebut, sehingga dalam pelaksanaannya dapat terarah dan tertuju pada

suatu tujuan yang diharapkan bersama.139

Agar tujuan supervisi pendidikan, khususnya berkaitan erat dengan

tujuan pendidikan di sekolah atau madrasah, yaitu dalam rangka

membantu pihak sekolah utamamanya tenaga pendidikan yakni guru-guru,

dan tenaga kependidikan lainnya dapat melaksanakan tugasnya secara

lebih baik, sehingga tujuan (pembelajaran) yang diharapkan bisa dicapai

secara optimal, maka semua pihak yang terkait harus benar-benar

memengang prinsip-prinsip pelaksanaan supervisi.

Dalam realitas di sekolah-sekolah atau madrasah-madrasah tidak

sedikit guru masih memiliki persepsi yang kurang tepat tentang supervisi.

Masih banyak diantara guru yang memahami supervisi sebagai suatu

pengawasan (inspeksi). Istilah supervisi dan inspeksi, sebagaimana telah

diuraikan di depan, memiliki makna yang berbeda dan memiliki kawasan

manajemen yang berbeda pula. Supervisi cenderung kepada usaha

138 Piet A. Sahertian, Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, 27. 139 Sri Banun Muslim, Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Professional Guru, 43.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

133

pelayanan dan pemberian bantuan guru dalam rangka memajukan dan

meningkatkan proses belajar mengajar (PBM) sedangkan inspeksi

cenderung kepada usaha atau kegiatan menyelidiki dan memeriksa

penyimpangan-penyimpangan serta kekeliruan-kekeliruan yang sengaja

atau tidak sengaja dibuat oleh para guru dan kepala sekolah dalam rangka

melaksanakan program pengajaran di sekolah.

4. Pelaporan Supervisi Pendidikan Islam pada Madrasah di Era

Otonomi Daerah

Terkait pelaporan pelaksanaan tugas kepengawasan, bisa merujuk

pada beberapa peraturan berikut:

a. Peraturan Permen PAN dan RB Nomor 21 Tahun 2010 pasal 12.

Diantaranya berisi kewajiban pengawas untuk melakukan evaluasi

hasil pelaksanaan program pengawasan.

b. PMA Nomor 2 Tahun 2012 pasal 4, diantaranya berisi kewajiban

pengawas untuk melakukan penilaian hasil pelaksanaan program

pengawasan dan pelaporan pelaksanaan tugas kepengawasan.

c. Dirjen PMPTK (2009) menyatakan tugas pengawas satuan pendidikan,

melaksanakan pembinaan, pemantauandan penilaian, menyusun

laporan pelaksanaan program.

Mencermati beberapa indikator tersebut di atas, sebenarnya ada

dua item yang bersinggungan, yaitu evaluasi atau penilaian pelaksanaan

program pengawasan dan pelaporan pelaksanaan program pengawasan.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

134

Dua hal tersebut secara tidak langsung telah menyatu menjadi satu.

Evaluasi pelaksanaan program pengawasan tidak ubahnya seperti

penilaian pelaksanaan program pengawasan, menyatu terdapat dalam

sistematika dari pelaporan hasil pengawasan yang telah dilakukan oleh

pengawas tersebut.

Pengertian pelaporan program pengawasan adalah penyampaian

informasi yang dilakukan secara teratur tentang proses dan hasil suatu

kegiatan pada pihak yang berwenang dan bertanggungjawab terhadap

kelancaran kegiatan pengawasan.140 Dalam laporan tersebut berisi tentang

sistematika pelaksanaan program pembinaan, pemantauan, dan penilaian,

serta pembimbingan dan pelatihan professional guru. Dalam tahapan

pelaporan berikutnya pengawas menyampaikan laporan semester dan

tahunan kepada dinas pendidikan provinsi atau dinas pendidikan

Kabupaten/Kota, serta sekolah yang dibinanya.141 Binti Maunah

menjelaskan laporan pengawas sebagai bukti pertanggungjawaban

terhadap pelaksanaan tugas kepengawasannya.142 Dalam hal ini, pengawas

membuat laporan secara berkala laporan bulanan, semesteran, dan laporan

tahunan, dibuat secara objektif dilengkapi dengan data pendukung.

Dengan demikian dalam sistem pelaporan pelaksanaan program

pengawasan ini terdiri dari laporan bulanan, laporan semesteran, dan

140 Kemendikbud, Dimensi Kompetensi Supervisi Manajerial (Bahan Belajar Mandiri Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah), (Jakarta: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan, 2009), 78. 141 KemenKemendikbud, Buku Kerja Pengawas Sekolah (Jakarta: Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan Nasional, 2011), 29. 142Binti Maunah, Supervisi Pendidikan Islam: Teori dan Praktek (Yogyakarta: Teras, 2009), 278.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

135

laporan tahunan. Laporan bulanan diharapkan para pengawas madrasah ini

mempresentasikan laporannya pada Rapat Dinas Tetap (Radintap) yang

dilaksanakan pada setiap awal bulan di Kantor Kemenag Kabupaten/Kota,

yang dipimpin oleh ketua Pokjawas. Kemudian laporan semesteran atau

tahunan sebagai bagian dari rekapitulasi laporan bulanan yang

dipresentasikan pada akhir semester dan akhir tahun pelajaran. Semua

laporan pengawas tersebut disampaikan kepada ketua Pokjawas dengan

tembusannya disampaikan kepada pejabat struktural terkait.143

Berkaitan dengan lingkup kegiatan laporan pelaksanaan program

pengawasan, terdapat 2 jenis laporan hasil pengawasan yang disusun

pengawas pada setiap semester, yaitu: (1) Setiap pengawas sekolah

membuat laporan per sekolah dan seluruh sekolah binaan. Laporan ini

lebih ditekankan kepada pencapaian tujuan dari setiap butir kegiatan

pengawasan sekolah yang telah dilasanakan pada setiap sekolah binaan,

(2) laporan hasil-hasil pengawasan di semua sekolah binaannya sebanyak

satu laporan untuk semua sekolah binaan dengan sistematika yang telah

ditetapkan. Laporan ini lebih merupakan informasi komprehensip tentang

keterlaksanaan, hasil yang dicapai, serta kendala yang dihadapi oleh

pengawas yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas pokok pada

semua sekolah binaan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan laporan adalah:

a. Obyektifitas

143 Binti Maunah, Supervisi Pendidikan Islam: Teori dan Praktek, 278-279.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

136

b. Psikologis (melakukan usaha-usaha perbaikan dan peningkatan)

c. Etis (sikap bersahabat dan saling menghormati, mencegah ekses-ekses

yang negatif)144

5. Evaluasi Program Supervisi Pendidikan Islam pada Madrasah di Era

Otonomi Daerah

Kegiatan evaluasi merupakan kegiatan untuk menelaah keber-

hasilan proses dan hasil pelaksanaan supervisi. Evaluasi dilaksanakan

secara komprehensip. Sasaran evaluasi supervisi ditujukan kepada semua

orang yang terlibat dalam proses pelaksanaan supervisi. Hasil dari evaluasi

supervisi akan dijadikan pedoman untuk menyusun program perencanan

berikutnya.

Soetopo dan Soemanto mengemukakan evaluasi berpedoman pada

tujuan yang telah ditetapkaknikn dan tujuan supervisi dirumuskan sesuai

dengan corak dan tujuan sekolah.145 Penggunaan data-data yang diperoleh

dari tekhnik-tekhnik evaluasi sebenarnya bergantung pada tujuan-tujuan

yang akan dicapai atau yang akan dikehendaki. Perencanaan yang matang

adalah dasar bagi penggunaan yang bijaksana dari informasi yang

diperoleh/dilakukan dengan bermacam-macam alat evaluasi.146

144 Ary H. Gunawan, Administrasi Sekolah, 213. 145 Hendiyat Soetopo dan Wasty Soemanto, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan (Jakarta: Bina Akasara, 1984), 84-85. 146 Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Tekhnik Evaluasi Pengajaran (Bandung: PT. Rosda Karya), 12.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

137

Dengan demikian kita dapat mengklasifikasikan penggunaan data

yang diperoleh dengan bermacam-macam tekhnik evaluasi itu kedalam

empat golongan sebagai berikut:

a. Penggunaan administrative.

Administrator dapat menggunakan data evaluasi untuk melengkapi

laporan-laporan periodik tentang kemajuan suatu lembaga kepada

instansi-instansi atasan yang memerlukan.

b. Penggunaan instruksional.

Supervisor dapat menggunakan data atau hasil-hasil evaluasi itu untuk

berbagai keperluan seperti:147

1) Untuk membantu atau menolong guru-guru dalam cara mengajar

yang lebih baik.

2) Untuk menentukan status kelas atau murid dalam hubungannya

dengan tujuan-tujuan pokok kurikulum. Hal ini akan memungkin

kan supervisor mengevaluasi metode-metode mengajar dan bahan-

bahan pelajaran yang diberikan dan selanjutnya bagaimana

merubah dan memperbaiki cara-cara mengajar dan hubungan guru-

murid yang sebaik-baiknya.

c. Penggunaan bagi bimbingan dan penyuluhan.

Dewasa ini bimbingan dan penyuluhan sebagai suatu bagian

yang integral dari program pendidikan. Kecakapan sebagai petugas

bimbingan telah menjadi sebagian dari tugas dan tanggungjawab guru

147 Ibid., 13.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

138

terhadap murid-muridnya, seperti halnya dengan tugas dan tanggung

jawab para konselor bimbingan.

d. Penggunaan bagi penyelidikan

Data-data yang dikumpulkan dengan berbagai tekhnik evaluasi

dapat pula digunakan bagi keperluan tujuan penyelidikan. Seperti

misalnya, diperlukan dalam penyelidikan tentang bagaimana

keefektifan metode-metode mengajar.

Suatu program evaluasi yang baik dapat diketahui dari cirri-cirinya

yang tertentu. Beberapa yang dapat dianggap sebagai ciri pokok untuk

menilai sampai dimana suatu program evaluasi disuatu lembaga

pendidikan dikatakan baik, antara lain:

a. Desain atau rancangan program evaluasi itu komprehensip. Suatu

desain evaluasi dikatakan komprehensip jika mencakup nilai-nilai dan

tujuan-tujuan pokok yang akan dicapai.

b. Perubahan tingkah laku individu harus mendasari penilaian

pertumbuhan dan perkembangannya. Tingkah laku total dari suatu

individu, intelektual, fisik, emosional dan sosial tingkah harus menjadi

perhatian.

c. Hasil-hasil evaluasi harus disusun dan dikelompokkan sedemikian

rupa sehingga memudahkan interpretasi yang berarti. Hasil-hasil

kuantitatif dan kualitatif yang diperoleh dari program evaluasi harus

disimpulkan kedalam pola penskoran yang jelas, secara statistik, grafik

ataupun secara verbal, sehingga dari data evaluasi itu gambaran atau

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

139

lukisan individu dapat dilihat dan dipahami dengan mudah dan dapat

dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Dengan demikian, dapat

dilihat bagaimana atau kearah mana perkembangan individu tersebut.

d. Program evaluasi haruslah berkesinambungan. Suatu evaluasi haruslah

berkesinambungan dan dilakukan secara terus menerus, karena hasil

dari evaluasi dapat digunakan dalam perencanaan dan perbaikan

sebuah kegiatan yang akan dilakukan selanjutnya.

Adapun manfaat dari adanya evaluasi adalah:

1) Mengidentifikasi keberhasilan atau kegagalan suatu program

2) Menunjukkan kekuatan atau potensi dapat ditingkatkan

3) Membantu melihat konteks dan implikasi program yang lebih luas

4) Memberikan informasi dalam membuat perencanaan dan

pengambilan keputusan

5) Pengetahuan dan pengembangan program

6. Peran Supervisi Pendidikan Islam pada Madrasah di Era Otonomi

Daerah

Kegiatan utama pendidikan di madrasah adalah kegiatan pembe-

lajaran, sehingga seluruh aktivitas organisasi sekolah bermuara pada

pencapaian efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Salah satu tugas

supervisor yaitu mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh guru dan

tenaga kependidikan lainnya di madrasah agar berjalan seefisien dan

seefektif mungkin. Supervisi merupakan suatu proses yang dirancang

secara khusus untuk membantu para guru dan kepala madrasah dalam

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

140

mempelajari tugas sehari-hari di sekolah, agar dapat menggunakan

pengetahuan dan kemampuannya untuk memberikan layanan yang lebih

baik pada peserta didik dan madrasah serta berupaya menjadikan

madrasah sebagai masyarakat belajar yang lebih efektif.

Maka peranan supervisor adalah memberi dukungan (support),

membantu (assisting), dan mengikut sertakan (shearing). Selain itu

peranan seorang supervisor adalah menciptakan suasana sedemikian rupa

sehingga tenaga pendidikan merasa aman dan bebas dalam

mengembangkan potensi dan daya kreasi mereka dengan penuh tanggung

jawab. Suasana yang demikian hanya dapat terjadi apabila kepemimpinan

dari supervisor itu bercorak demokratis bukan otokraris. Kebanyakan

tenaga kependidikan seolah-olah mengalami kelumpuhan tanpa inisiatif

dan daya kreatif karena supervisor dalam meletakkan interaksi bersifat

mematikan.

Mukhtar dan Iskandar dalam bukunya menyebutkan bahwa peran

seorang supervisor adalah sebagai berikut:148

a. Koordinator; Sebagai koordinator ia dapat mengkoordinasi program

belajar mengajar, tugas-tugas anggota staf berbagai kegiatan yang

berbeda-eda diantara guru-guru.

b. Konsultan; Sebagai konsultan ia dapat memberi bantuan, bersama

mengkonsultasi kan masalah yang dialami guru baik secara individual

maupun kelompok

148 Mukhtar dan Iskandar, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan, 45.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

141

c. Pemimpin kelompok; Sebagai pemimpin kelompok ia dapat

memimpin sejumlah staf guru dalam mengembangkan potensi

kelompok, pada saat mengembangkan kurikulum, materi pelajaran dan

kebutuhan professional guru-guru secara bersama. Sebagai pemimpin

kelompok ia dapat mengembang kan keterampilan dan kiat-kiat dalam

bekerja untuk kelompok (working for the grup), bekerja dengan

kelompok (working with the group) dan bekerja melalui kelompok

(working through the group).

d. Evaluator; Sebagai evaluator dapat membantu guru-guru dalam

menilai hasil dan proses belajar, dapat menilai kurikulum yang sedang

dikembangkan, ia juga belajar menatap dirinya sendiri. Ia dibantu

dalam merefleksikan dirinya sendiri, yaitu konsep dirinya (self

concept), idea atau cita-citanya (self idea), realitas dirinya (self

reality).

Secara substansial, eksekutor supervisi di lapangan adalah kepala

sekolah atau madrasah, penilik dan pengawas, namun tugas pengawas

lebih tinggi daripada kepala sekolah maupun penilik. Menurut Priyo,

seorang pengawas itu mempunyai tugas yang berat, yaitu quality control

and quality insurance. Menurut Dedy Mulyasana, dengan system

penjaminan mutu, tatakelola akan berkembang sesuai dengan standar mutu

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

142

yang diharapkan. Sistem penjaminan mutu diatur dalam Permendiknas

Nomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan.149

Mereka bertiga adalah supervisor yang bertanggungjawab terhadap

eksistensi dan dinamika sekolah atau madrasah.150 Dari sini jelaslah

bahwa, ketiga supervisi tersebut haruslah kompak dalam banyak hal,

termasuk dalam visi maupun visi. Jika ketiganya bisa bekerja sama secara

sinergis maka akan mampu menciptakan perubahan yang dahsyat dalam

dunia pendidikan.

149 Jamal Ma’mur A., Tips Efektif Supervisi Pendidikan Sekolah, 75. 150 Ibid. , 52