BAB II PENYELENGGARAAN SUPERVISI PENDIDIKAN ISLAM …digilib.uinsby.ac.id/3140/5/Bab 2.pdf ·...
Transcript of BAB II PENYELENGGARAAN SUPERVISI PENDIDIKAN ISLAM …digilib.uinsby.ac.id/3140/5/Bab 2.pdf ·...
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
20
BAB II
PENYELENGGARAAN SUPERVISI PENDIDIKAN ISLAM PADA
MADRASAH DI ERA OTONOMI DAERAH
A. Supervisi Pendidikan
1. Pengertian Supervisi Pendidikan
Supervisi pendidikan merupakan suatu aktivitas pembinaan yang
terencana untuk membantu para guru dan pegawai sekolah melakukan
pekerjaan mereka secara efektif.1 Istilah supervisi pendidikan P1F
2P dibangun
dari dua kata: supervisi dan pendidikan, namun dalam uraian pembahasan
berikut, istilah supervisi lebih banyak dibicarakan dari pada istilah
pendidikan itu sendiri, karena istilah supervisi dalam pembahasan ini
sudah memiliki makna supervisi pendidikan, dan ia merupakan fokus
utama penelitian dan merupakan istilah yang relatif baru dalam dunia
pendidikan di Indonesia. Untuk itu perlu uraian yang lebih lengkap
tentang pengertian supervisi. Dengan keberadaan supervisi yang relatif
baru di Indonesia, maka peneliti melihat makna supervisi dari tiga sudut
pandang, yaitu dari sudut etimologis, morfologis, dan semantik.
1 Mariono, Dasar-dasar dan Teknik Menjadi Supervisor Pendidikan (Yogjakarta: Ar-Ruz Media, 2011), 17. 2 Secara bahasa pendidikan berasal dari bahasa yunani, paedagogy, yang mengandung makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah diantar oleh seorang pelayan (paedagogos). Dalam bahasa romawi pendidikan diistilahkan sebagai educate yang berarti mengeluarkan sesuatu dari dalam. Dalam arti luas pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Lihat, Abdul Kadir, dkk., Dasar-Dasar Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012), 59.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
21
Secara etimologis, supervisi berasal dari bahasa Inggris, yaitu
supervision, artinya pengawas atau kepengawasan.3 Sedangkan orang yang
mengawasi disebut supervisor4. Dulu konsep supervisi adalah sebagai
pekerjaan inspeksi, mengawasi dalam arti mencari dan menemukan
kesalahan untuk kemudian diperbaiki.5
Secara morfologis, supervisi terdiri atas dua kata, super dan visi
(super and vision). Menurut Jamal Ma’mur kedua kata ini memiliki arti
melihat dan meninjau dari atas, atau menilik dan menilai dari atas, yang
dilakukan oleh pihak atasan terhadap aktivitas, kreativitas dan kinerja
bawahan.6
Secara semantik, para ahli memberikan berbagai corak definisi,
namun pada prinsipnya mengandung makna yang sama. Menurut Kimbal
Willes "Supervision is assistance in the development of a better teaching
learning situation" (supervisi adalah bantuan dalam pengembangan situasi
belajar mengajar yang lebih baik).7 Neagley dalam Pidarta menyebutkan
bahwa supervisi adalah layanan kepada guru-guru di sekolah yang
bertujuan untuk menghasilkan perbaikan instruksional, belajar, dan
kurikulum.8 Menurut Mc. Nerney dalam Sahertian, mengartikan supervisi
sebagai prosedur dalam memberi arah serta mengadakan penilaian secara
3 John. Echols, M. Hassan Shadily, Kamus Bahasa Inggeris Indonesia (Jakarta : PT. Gramedia, 1983), 569. 4 Posisi supervisor bisa diibratkan sebagai kawah candradimuka untuk mengolah kemampuan managerialnya sekaligus kemampuan kepemimpinannya. Lihat, A.M. Lilik Agung, Cara Cepat Menjadi Supervisor Unggul (Jakarta: PT. Gramedia, 2009), 3. 5 Maryono, Dasar-Dasar dan Tekhnik Menjadi Supervisor Pendidikan, 17. 6 Jamal Ma’mur A., Tips Efektif Supervisi Pendidikan Sekolah (Jogjakarta: DIVA Press, 2012), 19. 7 Kimball Willes. Supervision for Better School (New Yersey: Printice Hall Inc, Engwwood Cliffs, 1987), 8. 8 Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia (Bandung: PT. Bina Aksara. 1988), 2.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
22
kritis terhadap proses pengajaran.9 Sedangkan Poerwanto menyatakan,
supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk
membantu guru dan pegawai sekolah dalam melakukan pekerjaan mereka
secara efektif.10 Pengertian ini relevan dengan pengertian pengawas yang
tertera dalam Keputusan Menteri Negara Pendayaan Aparatur Negara
Nomor 18 Tahun 1996 yaitu: pegawai negri sipil yang diberi tugas,
tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang
untuk melakukan pengawasan dengan melaksanakan penilaian dan
pembinaan dari segi teknis pendidikan pra sekolah, dasar, dan
menengah.11
Berangkat dari pengertian di atas, supervisi pendidikan mengacu
kepada kegiatan memperbaiki proses pembelajaran, yang sudah barang
tentu berkaitan dengan kegiatan-kegiatan lainnya, seperti meningkatkan
kepribadian guru, meningkatkan profesinya, kemampuan berkomunikasi
dan bergaul baik dengan warga sekolah maupun masyarakat, dan upaya
membantu meningkatkan kesejahteraan mereka. Kegiatan-kegiatan di atas
juga tidak bisa terlepas dari tujuan akhir setiap sekolah, yakni menghasil
kan lulusan yang berkualitas.12
Dari beberapa pendapat para pakar di atas, dapat disimpulkan
bahwa supervisi pendidikan adalah merupakan usaha supervisor untuk
9 Piet A. Sahertian, Kosep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan ; Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2000), 17. 10 M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1986), 84. 11 Depag RI, Profesionalisme Pengawas Pendais (Jakarta: Depag RI, 2003), 5. 12 Made Pidarta, Supervisi Pendidikan Kontekstual (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 1.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
23
membantu, membina, membimbing, dan mengarahkan seluruh staf
sekolah, agar mereka dapat meningkatkan kemampuan (profesionalisme)
untuk mengembangkan situasi belajar mengajar dengan lebih baik.
2. Dasar Yuridis Supervisi Pendidikan
Secara yuridis masalah supervisi pendidikan mendapat perhatian
yang cukup proporsional oleh pemerintah, hal ini didasari atas pemahaman
betapa pentingnya supervisi pendidikan dalam upaya penyelenggaraan
pendidikan dan pengajaran di sekolah atau madrasah dalam rangka
efektivitas dan efisiensi untuk pencapaian tujuan pendidikan.
Sebagai bentuk kongkrit perhatian pemerintah terhadap masalah
supervisi pendidikan, bahwa pemerintah telah mengeluarkan regulasi
kepengawasan dalam bentuk kebijakan Keputusan Menteri Agama
Republik Indonesia Nomor 381 Tahun 1999 tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas Pendidikan Agama dan Angka
Kreditnya. Untuk melaksanakan tugas supervisi pendidikan di sekolah/
madrasah yang dilakukan oleh kepala Sekolah/Madrasah dan Pengawas;
Bab I huruf C point (2) Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia
Nomor 381 Tahun 1999 menyebutkan, yang dimaksud Pengawas sekolah
atau madrasah adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen
Agama (Kementerian Agama) yang diberi tugas, tanggungjawab, dan
wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan
pengawasan pendidikan agama di sekolah umum dan di madrasah dengan
melaksanakan penilaian dan pembinaan dari segi teknis pendidikan dan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
administrasi pada satuan pendidikan pra sekolah, sekolah dasar, dan
menengah.13
Jabatan fungsional pengawas sekolah dan angka kreditnya juga
diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan
Nasional14, Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010, Peraturan Menteri
Agama RI Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengawas Madrasah dan
Pengawas Pendidikan Agama Islam (PAI) pada sekolah. Konten dalam
peraturan ini adalah membahas dan membagi Tupoksi antara Pengawas
Madrasah dan Pengawas Pendidikan Agama Islam (PAI). Pengawas
Madrasah adalah Pengawas pada lembaga madrasah di lingkungan
Kementerian Agama sedangkan Pegawas Pendidikan Agama Islam (PAI)
adalah Pengawas Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam pada lembaga
sekolah di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan Bab IV pasal 19 ayat (3) menyebut
kan bahwa setiap tahun pendidikan melakukan perencanaan proses
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembe
lajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya pembe
lajaran yang lebih efektif dan efisien.
13 Dep. Agama RI, Standar Supervisi dan Evaluasi Pendidikan RA/BA/TA dan PAI pada TK (Jakarta: Dep. Agama RI, 2004), 2. 14 Pupuh F. dan Suryana, Supervisi Pendidikan (Bandung: Refika Aditama, 2011), 141.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
Ayat di atas dipertegas lagi oleh pasal 23 dan pasal 24, yang secara
lebih spesifik pasal 23 menyatakan bahwa pengawasan dalam proses
pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (3) meliputi
pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah
tindak lanjut yang diperlukan. Pasal ini dengan tegas menggunakan kata
supervisi. Selanjutnya pasal 24 menyatakan bahwa standar perencanaan
proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil
pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran dikembangkan oleh
BSNP dan ditetapkan oleh Peraturan Menteri. Pasal ini mengamanatkan
kepada BSNP untuk mengembangkan standar pengawasan proses
pembelajaran yang selanjutnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Atas amanat Peraturan Pemerintah, Menteri Pendidikan Nasional
telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12
Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah. Peraturan
tersebut mengatur dua hal pokok yaitu: Pertama, tentang kualifikasi yang
menentukan syarat-syarat tertentu untuk dapat diangkat dalam jabatan
Pengawas. Kedua, tentang kompetensi yang mengatur kompetensi apa saja
yang harus dimiliki oleh seorang Pengawas.
Dasar yuridis pelaksanaan supervisi dipertegas lagi dengan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tentang
Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan
Menenggah. Dalam Permendiknas tersebut, sebagaimana tertuang dalam
huruf C. Pengawasan dan Evaluasi, pada angka 1. Program pengawasan,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
point f menyebutkan bahwa supervisi pengelolaan akademik dilakukan
secara teratur dan berkelanjutan oleh Kepala Sekolah atau Madrasah dan
Pengawas Sekolah atau Madrasah.
Selanjutnya dalam Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, juga
meneguhkan eksistensi pengawasan di sekolah, sebagaimana termaktub
pada angka V. Pengawasan Proses Pembelajaran, Huruf B. Supervisi
menyebutkan :
a. Supervisi proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran.
b. Supervisi pembelajaran dilakukan dengan cara pemberian contoh,
diskusi, pelatihan, dan konsultasi.
c. Kegiatan supervisi dilakukan oleh kepala sekolah dan pengawas satuan
pendidikan.
Berdasarkan ketentuan di atas jelaslah bahwa tidak ada satupun
proses penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pembelajaran yang
terlepas dari kegiatan supervisi, dengan kata lain baik secara teoritis
maupun yuridis, masalah supervisi pendidikan menempati posisi yang
strategis dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
3. Tujuan, Fungsi dan Tugas Supervisi Pendidikan
Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan utama pendidikan di
sekolah atau madrasah, sehingga seluruh aktivitas organisasi sekolah atau
madrasah muaranya pada pencapaian efisiensi dan efektifitas pembela-
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
jaran. Oleh sebab itu, salah satu tugas dari kepala sekolah adalah berperan
sebagai supervisor yakni mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh
tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.
Supervisi merupakan suatu proses yang dirancang secara khusus
untuk membantu para guru dan supervisor dalam mempelajari tugas
sehari-hari di sekolah, dan diharapkan agar guru dan supervisor mampu
menggunakan dan memanfaatkan pengetahuan dan kemampuannya untuk
memberikan layanan yang lebih baik pada orang tua, peserta didik, dan
sekolah, serta berupaya menjadikan sekolah sebagai masyarakat belajar
yang lebih efektif. Untuk itu peranan supervisor sendiri adalah memberi
dukungan (support), membantu (assisting), dan mengikut sertakan
(sharing). Jadi peranan seorang supervisor adalah menciptakan suasana
sedemikian rupa agar guru-guru merasa aman dan bebas dalam mengem
bangkan potensi dan daya kreasi mereka dengan penuh tanggung jawab.
Suasana yang demikian hanya dapat terjadi apabila kepemimpinan
supervisor mampu berlaku secara demokratis bukan sebaliknya berlaku
otokratis. Kebanyakan guru seolah-olah mengalami kelumpuhan tanpa
inisiatif dan daya kreatif kalau supervisor dalam melakukan interaksi
bersifat mematikan. 15
Supervisor juga mempunyai tugas untuk memberikan stimulasi
kepada guru-guru agar nantinya para guru punya keinginan untuk
menyelesaikan problema pengajaran dan mengembangkan kurikulum.
15 Piet A. Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2008), 25.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
Sehingga keberadaan supervisor diharapkan bisa mengidentifikasikan
kebutuhan guru sebagai bahan in-service, mengumpulkan fakta dan
informasi melalui survei dan observasi sebagai bahan untuk memecahkan
masalah pembelajaran. Hal ini senada dengan pendapat Olivia bahwa
tujuan supervisi adalah16:
a. Membantu guru dalam mengembangkan proses kegiatan belajar
mengajar.
b. Membantu guru dalam menterjemahkan dan mengembangkan
kurikulum dalam proses belajar mengajar
c. Membantu sekolah (guru) dalam mengembangkan staf.
Berdasarkan pandangan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan
dari supervisi pendidikan adalah untuk membantu para guru dalam
pencapaian tujuan pendidikan.
Bidang tugas Supervisor menurut Ben. M. Haris membutuhkan
banyak pemikiran, karena supervisor perlu menggunakan strategi-strategi
yang nantinya digunakan dalam banyak prosedur ilmiah seperti
pengembangan kurikulum, pengorganisasian pengajaran, penggunaan
fasilitas untuk belajar dan sebagainya. Kondisi tersebut memberikan
gambaran keberadaan pengawas sebagai supervisor. Tanggungjawab
pengawas sebagai supervisor adalah untuk memajukan pengajaran dan
16 Sri Banun Muslim, Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru (Mataram: Alfabeta, 2008), 42.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
29
menjamin kualitas pelayanan belajar mengajar, serta mampu melakukan
administrasi sekolah dengan baik dan benar.
Dalam peranannya sebagai supervisor, maka seorang pengawas
madrasah ataupun pengawas PAI sekaligus berperan sebagai 17:
a. Koordinator; sebagai koordinator, ia harus dapat mengkoor dinasikan program belajar mengajar, tugas-tugas anggota staf, dan berbagai kegiatan yang berbeda-beda diantara guru-guru.
b. Konsultan; sebagai konsultan, seorang supervisor diharapkan mampu memberikan bantuan berupa layanan konsultasi terhadap masalah yang sedang dialami guru, baik secara individu maupun secara kelompok.
c. Pemimpin Kelompok; sebagai pemimpin kelompok, supervisor harus mampu memimpin sejumlah staf dan guru untuk mengembangkan sejumlah potensi yang dimiliki oleh kelompok dalam menyusun dan mengembangkan kurikulum. Keberadaan supervisor diharapkan mampu memimpin kelompok untuk melakukan pengembangan materi pelajaran dan pemenuhan kebutuhan professional guru secara bersama.
Dalam memimpin sejumlah staf guru agar dalam mengembangkan potensinya dalam menyusun dan mengem bangkan kurikulum, materi pelajaran, dan kebutuhan profesional guru-guru yang dilakukan secara bersama, maka seorang supervisor hendaknya mengenal masing–masing pribadi anggota staf guru, baik kelemahan maupun kelebih annya, menimbulkan, dan memelihara sikap percaya antar sesama anggota maupun antar anggota dengan yang lainnya, memupuk sikap dan kesediaan saling tolong menolong, serta memperbesar rasa tanggungjawab para anggota.
d. Evaluator; sebagai evaluator, supervisor harus mampu membantu guru-guru dalam menilai hasil dan proses belajar, dapat pula menilai kurikulum yang dikembangkan.
Dalam mengevaluasi, seorang supervisor hendaknya mampu menguasai teknik pengumpulan data untuk mem-peroleh data yang lengkap, benar, dan dapat diolah menurut norma-norma yang ada, serta menafsirkan dan menyimpulkan hasil-hasil penilaian yang nantinya mampu memberikan gambaran tentang kemungkinan-kemungkinan adanya per-baikan. Pelaksanaan proses evaluasi seharusnya mengikut sertakan peran guru, karena dengan adanya peran guru dalam
17 Piet A. Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, 25-26.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
30
proses evaluasi nantinya akan mampu membantu guru untuk menyadari akan adanya kelemahan dalam dirinya, sehingga mereka dapat berusaha meningkatkan kemampuannya tanpa suatu paksaan atau tekanan dari orang lain. Selain itu ia juga akan dibantu dalam merefleksikan dirinya sendiri, yaitu dengan konsep dirinya (self concept), idea atau cita-citanya (self idea), realitas dirinya (self reality). Misalnya pada akhir semester ia dapat mengadakan evaluasi diri sendiri dengan memperoleh umpan balik dari siswa yang dapat dipakai sebagai bahan untuk memperbaiki dan meningkatkan dirinya.18
Jadi peranan seorang supervisor, adalah membantu, memberi
support, dan mengikut sertakan guru-guru untuk dapat menyelesaikan
masalahnya sendiri. Tidak hanya terus-menerus mengarahkan, tetapi
bersifat demokratis, dan juga tetap memberi kesempatan guru-guru utuk
belajar berdiri sendiri atas tugas dan tanggung jawabnya. Sedangkan
diantara ciri-ciri guru profesional, ialah guru yang memiliki otonomi
dalam arti bebas mengembangkan diri sendiri atas kesadaran diri sendiri.
Terkait dengan fungsi supervisi pendidikan ini, lebih spesifik
Sweringen menyebutkan ada 8 fungsi, yaitu:19
a. Mengkoordinasi semua usaha sekolah. b. Memperlengkapi kepemimpinan sekolah c. Memperluas pengalaman guru d. Menstimulir usaha-usaha kreatif e. Memberikan fasilitas dan penilaian yang terus menerus f. Menganalisis situasi belajar dan mengajar g. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada setiap
anggota staf h. Mengintegrasikan tujuan pendidikan dan membantu meningkat
kan kemampuan mengajar guru-guru.
18 Mukhtar dan Iskandar, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan (Jakarta : Gaung Persada Press, 2009), 45-46. 19 Ary H. Gunawan, Administrasi Sekolah (Jakarata: PT. Rineka Cipta, 1996), 199.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
31
Adapun tugas seorang supervisior atau pengawas akademik,
mencakup hal-hal berikut:
a. Mengupayakan agar sistem pembelajaran ditata sedemikian rupa
sehingga berlaku prinsip belajar tuntas, yaitu guru harus berupaya agar
murid benar-benar menguasai apa yang telah diajarkan dan tidak
begitu saja melanjutkan pengajaran ke tingkat yang lebih tinggi jika
murid belum tuntas penguasaannya.
b. Memberikan tekanan (pressure) terhadap guru untuk mencapai tujuan
pengajarannya, dengan disertai bantuan (support) yang memadai untuk
keberhasilan tugasnya.
c. Membuat kesepakatan dengan guru maupun dengan sekolah mengenai
jenis dan tingkatan dari target output yang harus mereka capai
sehubungan dengan keberhasilan pengajaran.
d. Secara berkala melakukan pemantauan dan penilaian (assessment)
terhadap keberhasilan (efektifitas) mengajar guru, khususnya dalam
kaitannya dengan kesepakatan yang dibuat pada 4 (empat) hal di atas.
e. Membuat persiapan dan perencanaan kerja dalam rangka pelaksanaan
butir-butir di atas, menyusun dokumentasi dan laporan bagi setiap
kegiatan, serta mengembangkan sistem pengelolaan data hasil
pengawasan.
f. Melakukan atau mengadakan koordinasi serta membuat kesepakatan-
kesepakatan yang diperlukan dengan kepala sekolah, khususnya dalam
hal yang berkenaan dengan pemantauan dan pengendalian efektifitas
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
32
pengajaran serta hal yang berkenaan dengan akreditas sekolah yang
bersangkutan.
Tujuan supervisi pendidikan bukanlah menyodorkan suatu teori,
tetapi menganjurkan sesuatu sesuai dengan kebutuhan untuk mengungkap
kan beberapa karakteristik esensial teori. Supervisi pendidikan sebagai
salah satu instrumen yang dapat mengukur dan menjamin terpenuhinya
kualitas penyelenggaraan pendidikan maupun pembelajaran yang
bertujuan membantu guru untuk lebih memahami peranannya di sekolah
dan memperbaiki caranya mengajar, kemudian membantu kepala sekolah
dalam memperbaiki manajemen sekolah.
Mengacu pada tujuan supervisi tersebut diatas, maka perlu
diketahui fungsi supervisi pendidikan. Supervisi pendidikan mempunyai
fungsi penilaian (evaluation) yaitu penilaian kinerja guru dengan jalan
penilitian (research) yaitu pengumpulan informasi dan fakta-fakta
mengenai kinerja guru dengan cara melakukan penelitian. Kegiatan
evaluasi dan research ini merupakan usaha perbaikan (improvement),
sehingga berdasarkan data dan informasi yang diperoleh oleh supervisor
dapat dilakukan perbaikan kinerja guru sebagaimana mestinya dan
akhirnya dapat meningkatkan kualitas kinerja guru dalam melaksanakan
tugas mengajar.
Beberapa fungsi supervisor tersebut di atas sejalan dengan
pendapat Ametembun (1995) yang membagi fungsi supervisi menjadi
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
33
empat:20 a) Fungsi penelitian, b) Fungsi penilaian, c) Fungsi perbaikan, d)
Fungsi peningkatan. Keempat fungsi tersebut merupakan suatu kesatuan
yang secara resiprokal dapat digambarkan sebagai berikut:
Bagan 2.1: Fungsi-fungsi Supervisi Pendidikan
Fungsi dan tugas supervisor memberi petunjuk bahwa manajemen
pendidikan pada intinya adalah mengelola pembelajaran dan memberikan
layanan yang berkualitas. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran bisa
memenuhi kualitas yang dipersyaratkan, maka peran kepala sekolah secara
otomatis berfungsi sebagai supervisor, dibantu oleh supervisor pengawas
sekolah atau pengawas madrasah yang ditunjuk oleh pemerintah.
Tanggung-jawab mereka sebagai supervisor adalah memajukan pengajaran
dan menjamin kualitas pelayanan belajar untuk memenuhi standar yang
20 Ara Hidayat dan Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan (Yogyakarta: Kaukaba 2012), 114.
PENELITIAN
PERBAIKAN
PENINGKATAN PENILAIAN
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
34
dipersyaratkan, dan melakukan kegiatan administrasi dengan terkontrol
secara baik dan benar.
Fungsi supervisi merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan, dan keberadaannya digunakan untuk membantu memecahkan
berbagai kesulitan dalam melaksanakan tugas pembelajaran dengan
memanfaatkan teknik-teknik supervisi yang sesuai kebutuhan guru. Peran
dan fungsi supervisi pendidikan adalah korektif, preventif, konstruktif,
kreatif, dengan sasaran untuk memperbaiki situasi belajar mengajar dan
meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Oleh karena itu,
supervisor perlu memahami fungsi-fungsi supervisi dengan menghindari
praktik-praktik pembinaan yang dapat membuat guru yang disupervisi
merasa terkungkung terus dalam masalah yang dihadapinya, karena
supervisi tidak sama dengan pelaksanaan inspeksi.
4. Wewenang dan Tanggung Jawab Supervisi Pendidikan
Untuk mengetahui apa saja yang menjadi tanggung jawab dan
wewenang pengawas, kita dapat merujuk pada beberapa peraturan atau
kebijakan yang mengatur tentang kepengawasan pendidikan sebagai
berikut:
a. Peraturan Menteri Negara Penberdayaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Funsional
Pengawas Sekolah dan angka kreditnya. Dalam pasal 8 pengawas
sekolah bertanggungjawab melaksanakan tugas pokok dan kewajiban
sesuai dengan yang dibebankan. Dalam pasal 9 disebutkan bahwa
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
35
pengawas sekolah berwenang memilih dan menentukan metode kerja,
menilai kinerja guru dan kepala sekolah, menentukan dan atau
mengusulkan program pembinaan serta melakukan pembinaan.
b. Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012
tentang Pengawas Madrasah dan Pengawas Pendidikan Agama Islam
pada sekolah. Dalam pasal 5 menjelaskan tentang tanggung jawab dan
wewenang pengawas sebagai berikut:
1) Pengawas Madrasah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
bertanggungjawab terhadap peningkatan kualitas perencanaan,
proses, dan hasil pendidikan dan atau pembelajaran pada RA, MI,
MTs, MA, dan atau MAK.
2) Pengawas PAI pada Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (2) bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas perenca
naan, proses, dan hasil pendidikan dan/atau pembelajaran PAI pada
TK, SD/SDL:B, SMP/SMPLB, SMA/SMALB, dan/atau SMK.
3) Pengawas Madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang:
a) memberikan masukan, saran, dan bimbingan dalam
penyusunan, pelaksanaan, dan evaluasi program pendidikan
dan/atau pembelajaran kepada kepala Madrasah, Kepala Kantor
Kementerian Agama Kabupaten/Kota atau Kepala Kantor
Wilayah Kementerian Agama Provinsi;
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
36
b) memantau dan menilai kinerja Kepala Madrasah serta
merumuskan saran tindak lanjut yang diperlukan;
c) melakukan pembinaan terhadap pendidik dan tenaga
kependidikan di madrasah; dan
d) memberikan pertimbangan dalam penilaian pelaksanaan tugas,
dan penempatan Kepala Madrasah serta guru kepada Kepala
Kantor Kementerian Agama Kabupaten/ Kota.
4) Pengawas Pendidikan Agama Islam pada Sekolah sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) berwenang:
a) Memberikan masukan, saran, dan bimbingan dalam
penyusunan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan dan/atau
pembelajaran Pendidikan Agama Islam kepada Kepala sekolah
dan instansi yang membidangi urusan pendidikan di
Kabupaten/Kota;
b) Memantau dan menilai kinerja Guru pAI serta merumuskan
saran tindak lanjut yang diperlukan;
c) Melakukan pembinaan terhadap Guru PAI;
d) Memberikan pertimbangan dalam penilaian pelaksanaan tugas
guru PAI kepada pejabat yang berwenang; dan
e) Memberikan pertimbangan dalam penilaian pelaksanaan tugas
dan penempatan Guru PAI kepada Kepala sekolah dan pejabat
yang berwenang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
37
c. Sesuai dengan bunyi SK Menpan Nomor 118 Tahun 1996 Bab I pasal
1 angka (1) yang menyatakan bahwa pengawas sekolah adalah
pegawai negeri sipil (PNS) yang diberi tugas, tanggungjawab, dan
wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk
melakukan pengawasan di sekolah dengan melaksanakan penilaian dan
pembinaan dari segi teknis pendidikan dan administrasi pada satuan
pendidikan pra sekolah dasar dan menengah. Maka wewenang dan
tanggung jawab pengawas dapat dirumuskan sebagai berikut21:
1) Wewenang pengawas
Adapun penjabaran wewenang pengawas antara lain adalah:
a) Memilih dan menentukan metode kerja untuk mencapai hasil
yang optimal dalam melaksanakan tugas dengan sebaik-
baiknya sesuai dengan kode etik profesi.
b) Menetapkan tingkat kinerja guru dan tenaga lainnya di sekolah
atau madrasah serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
c) Menentukan dan mengusulkan program-program pembinaan
serta melakukan pembinaan .
2) Tanggungjawab pengawas
a) Terlaksananya kegiatan supervisi atau pengawasan atas
pelaksanaan pendidikan di sekolah/madrasah sesuai dengan
penugasannya pada TK, RA, BA, SD/MI atau SMP/MTs,
SMU/SMK/MA, MAK dan MD.
21 Depag RI, Pedoman Pengembangan Administrasi dan Supervisi (Jakarta: Depag, 2004), 60-62.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
38
b) Meningkatnya kualitas proses belajar mengajar dalam rangka
pencapaian tujuan pendidikan di sekolah, termasuk kualitas
pendidikan agama.
c) Meningkatnya kualitas guru, siswa, kepala sekolah atau madra-
sah dan seluruh staf sekolah yang berada dibawah wilayah
pembinaannya. Meningkatnya kualitas dan kuantitas sarana
pendidikan di sekolah/madrasah di wilayah pembinaannya.
d) Terhimpunnya data lengkap tentang:
(1) Jumlah sekolah umum/madrasah,
(2) Jumlah guru, baik NIP 15 maupun NIP 13,
(3) Jumlah siswa muslim dan non muslim,
(4) Jumlah sekolah yang memiliki ruang ibadah dan yang
belum memiliki,
(5) Jumlah pengawas, dan lain sebagainya
5. Pendekatan dan Prinsip-Prinsip Supervisi Pendidikan
a. Pendekatan Supervisi Pendidikan
Pendekatan berasal dari kata approach adalah cara
mendekatkan diri kepada obyek atau langkah-langkah menuju objek,
atau pola perilaku yang tepat untuk mempengaruhi orang lain.22
Menurut Piet A. Suhertian, bahwa suatu pendekatan pemberian
supervisi sangat tergantung kepada prototipe guru. Adapun prototipe
guru, menurut Glickman (1981) dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:
22 Sri Banun Muslim, Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru, 77
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
39
guru yang profesional, guru tukang kritik, guru yang selalu sibuk, dan
guru yang tidak bermutu. Keempat prototipe tersebut dipilah
berdasarkan dua kemampuan guru yaitu berpikir abstrak dan
komitmen.23
Pendekatan yang digunakan dalam menerapkan supervisi
modern didasarkan pada prinsip-prinsip psikologis. Suatu pendekatan
atau teknik pemberian supervisi, sangat bergantung kepada prototipe
guru. Sahertian mengemukakan beberapa pendekatan perilaku
supervisor sebagai berikut:24
1) Pendekatan Langsung (Direktif)
Pendekatan direktif adalah cara pendekatan terhadap masalah
yang bersifat langsung. Supervisor memberikan arahan langsung,
sudah tentu pengaruh perilaku supervisor lebih dominan.
Pendekatan direktif ini berdasarkan pada pemahaman terhadap
psikologis behavioristis. Prinsip behaviorisme ialah bahwa segala
perbuatan berasal dari refleks, yaitu respons terhadap rangsangan
atau stimulus. Oleh karena guru memiliki kekurangan, maka perlu
diberikan rangsangan agar ia bisa bereaksi lebih baik. Supervisor
dapat menggunakan penguatan (reinforcement) atau hukuman
(punishment).
23Piet A Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan, 44-45. 24 Ibid., 46.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
40
Pendekatan seperti ini dapat dilakukan dengan perilaku supervisor
seperti: Menjelaskan, Menyajikan, Mengarahkan, Memberi contoh,
Menerapkan tolok ukur, dan Menguatkan.
2) Pendekatan Tidak Langsung (Non-Direktif)
Yang dimaksud dengan pendekatan tidak langsung (non-
direktif) adalah cara pendekatan terhadap permasalahan yang
sifatnya tidak langsung. Supervisor tidak secara langsung
menunjukkan permasalahan, tapi ia terlebih dulu mendengarkan
secara aktif apa yang dikemukakan oleh guru. Ia memberi
kesempatan sebanyak mungkin kepada guru untuk mengemukakan
permasalahan yang mereka hadapi. Pendekatan non-direktif ini
berdasarkan pada pemahaman psikologis humanistik. Psikologi
humanistik sangat menghargai orang yang akan dibantu. Oleh
karena pribadi guru yang dibina begitu dihormati, maka ia lebih
banyak mendengarkan permasalahan yang dihadapi guru-guru.
Guru mengemukakan masalahnya. Supervisor mencoba mendengar
kan dan memahami apa yang dialami.
Perilaku supervisor dalam pendekatan non-direktif adalah:
Mendengarkan, Memberi penguatan, Menjelaskan, Menyajikan
dan Memecahkan masalah.
3) Pendekatan Kolaboratif
Pendekatan kolaboratif adalah cara pendekatan yang
memadukan cara pendekatan direktif dan non-direktif menjadi
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
41
suatu cara pendekatan baru. Pada pendekatan ini, baik supervisor
maupun guru bersama-sama bersepakat untuk menetapkan struktur
proses dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan
terhadap masalah yang dihadapi guru.
Pendekatan ini didasarkan pada psikologi kognitif. Psikologi
kognitif beranggapan bahwa belajar adalah perpaduan antara
kegiatan individu dengan lingkungan yang pada gilirannya akan
berpengaruh dalam pembentukan aktivitas individu. Dengan
demikian, pendekatan dalam supervisi berhubungan pada dua arah;
dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Perilaku supervisor
dalam pendekatan ini adalah: Menyajikan, Menjelaskan,
Mendengarkan, Memecahkan masalah, dan Negosiasi.
Ketiga macam pendekatan itu dilakukan dengan melalui tahap-
tahap kegiatan pemberian supervisi sebagai : a) Percakapan awal (pre-
conference); b) Observasi; c) Analisis/interpretasi; d) Percakapan akhir
(pasconference); e) Analisis akhir; dan f) Diskusi.
b. Prinsip-prinsip Supervisi Pendidikan
Secara maknawi istilah prinsip berarti suatu pegangan hidup
yang diyakini mampu membantu diri seseorang mencapai tujuan hidup
yang dia inginkan atau diprogramkan.
Supervisi pendidikan diartikan sebagai bimbingan profesional
bagi guru-guru. Bimbingan profesional yang dimaksud adalah segala
usaha yang dilakukan mampu memberikan kesempatan bagi guru-guru
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
42
agar berkembang secara profesional, agar lebih maju lagi dalam
melaksanakan tugas pokok seperti memperbaiki dan meningkatkan
proses belajar murid-murid. Oleh karena itu keberadaan suatu
pengajaran sangat tergantung pada kemampuan mengajar guru, jadi
perhatian utama kegiatan supervisi terdapat pada peningkatan
kemampuan profesional guru dan peningkatan mutu anak didik dalam
proses belajar mengajar.
Sebagai seorang supervisor akan menghadapi beberapa
masalah dalam melaksanakan tugasnya. Untuk itu dalam memecahkan
masalah-masalah tersebut, supervisor hendaknya berpegang teguh
pada nilai-nilai Pancasila yang keberadaannya merupakan prinsip asasi
dan landasan utama dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
Disamping prinsip asasi ini, dapat dibedakan juga prinsip-
prinsip positif dan prinsip-prinsip negatif.25
1) Diantara prinsip-prinsip positif ini adalah:
a) Supervisi harus dilaksanakan secara demokratis dan kooperatif
b) Supervisi harus kreatif dan konstruktif
c) Supervisi harus scientific dan efektif
d) Supervisi harus dapat memberi perasaan aman kepada guru-
guru
e) Supervisi harus berdasarkan kenyataan
25 Hendiyat Soetopo dan Wasty Soemanto, Kepemimpinan dan supervisi pendidikan (Jakarta: PT. Bina Akara, 1988), 42-44.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
43
f) Supervisi harus memberikan kesempatan kepada supervisor
dan guru-guru untuk mengadakan self evaluation.
2) Prinsip-prinsip negatif ini merupakan larangan bagi seorang
supervisor; prinsip-prinsip negatifnya adalah sebagai berikut:
a) Supervisor tidak boleh bersikap otoriter.
b) Supervisor tidak boleh mencari kesalahan pada guru-guru.
c) Supervisor bukan inspektur yang ditugaskan untuk memeriksa
apakah peraturan-peraturan dan instruksi-instruksi yang
diberikan sudah dilaksanakan atau tidak.
d) Supervisor tidak boleh menganggap dirinya lebih dari guru-
guru, karena adanya tingkatan level jabatan .
e) Supervisor tidak boleh terlalu banyak memperhatikan hal-hal
kecil yang terdapat dalam cara-cara guru mengajar.
f) Supervisor tidak boleh lekas kecewa, bila ia mengalami
kegagalan.
Menurut Soebagio upaya dalam mengembangkan prestasi guru
dibutuhkan adanya feedback26 dari seorang supervisor, maka dari itu
dalam pengawasan dibutuhkan beberapa prinsip berikut:27
26 Feedback atau memberikan balikan merupakan bagian dari pembelajaran yang amat penting, guna mendapatkan hasil belajar yang maksimal. Menurut Degeng (1989) bahwa suatu balikan hendaknya bersifat informative. Feed back ini juga berfungsi sebagi perbaikan atas tidak sesuainya tingkah laku penerima balikan juga sebagai penguat jika balikan itu sesuai dengan tingkah laku penerima balikan. Lihat Made Wena, Strategi Pembelajara Inovatif Kontemporer (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 242. 27 Soebagio Atmodiwiryo, Manajemen Pengawas dan Supervisi Sekolah (Jakarta: Ardadizya Jaya, 2011), 231-232.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
44
1) Prinsip ilmiah (sains); Kegiatan supervisi dilakukan berdasarkan
data obyektif yang diperoleh dari pelaksanaan proses belajar
mengajar. Untuk memper oleh data, diperlukan pengamatan,
angket dan wawancara. Setiap kegiatan supervisi dilakukan dengan
rasional, logis, sistematis dan kontinyu, didahului dengan
perencanaan, pelaksanaan kemudian evaluasi.
2) Prinsip demokratis; Demokrasi mengandung makna menjunjung
tinggi harga diri dan marabat orang lain dalam hal ini guru, bukan
berdasarkan hubungan atasan dengan bawahan, tetapi atas dasar
rasa kesejawatan.
3) Prinsip kerjasama; Adanya sharing ideas, sharing of experiences,
memberi dorongan, menstimulasi guru sehingga merasa tumbuh
bersama.
4) Prinsip konstruktif dan kreatif; Supervisi diharapkan mampu
menciptakan suasana kerja yang menyenangkan.
Kualitas supervisi akan direfleksikan pada peningkatan hasil
belajar anak didik. Jadi seorang supervisor apakah dia kepala
madrasah, atau pengawas madrasah, hendaknya dalam melaksanakan
perannya sebagai supervisor harus didasarkan pada prinsip-prinsip
supervisi seperti tersebut di atas agar hasil yang diharapkan yakni
perbaikan situasi belajar mengajar melalui penimgkatan kualitas guru
selaku pendidik dan tenaga kependidikan lainnya yang mendukung
pelaksanaan tugas guru dapat dicapai secara optimal.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
45
6. Urgensi Supervisi Pendidikan
Tugas pokok pengawas madrasah adalah melakukan penilaian dan
pembinaan dengan melaksanakan fungsi-fungsi supervisi, baik supervisi
akademik maupun supervisi manajerial. Berdasarkan tugas pokok dan
fungsi di atas minimal ada tiga kegiatan yang harus dilaksanakan oleh
pengawas yakni:
a. Melakukan pembinaan pengembangan kualitas sekolah, kinerja kepala
sekolah, kinerja guru, dan kinerja seluruh staf sekolah,
b. Melakukan evaluasi dan monitoring pelaksanaan program sekolah
beserta pengembangannya,
c. Melakukan penilaian terhadap proses dan hasil program pengem-
bangan madrasah secara kolaboratif dengan stakeholder.
Pendapat di atas menunjukkan bahwa supervisi mengandung
beberapa makna, dan bisa juga mengandung makna yang sama, misalnya
bantuan, pelayanan, pemberian arah, penilaian, pembinaan, meningkatkan,
mengembangkan dan perbaikan. Dengan kata lain, istilah supervisi
dipertentangkan dengan makna mengawasi, menindak, memeriksa,
menghukum, mengadili, inspeksi, mengoreksi, dan menyalahkan.
Dengan demikian, istilah supervisi tidak sama dengan istilah
controlling, inspection (inspeksi), dan directing (mengarahkan). Perlu
ditegaskan bahwa yang menjadi objek utama supervisi di sekolah atau
madrasah adalah guru, walaupun semua orang di sekolah dikenai
supervisi, namun itu semua hanyalah objek perantara. Isyarat lain dari
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
46
pendapat-pendapat di atas, adalah penting adanya administrasi yang baik,
karena dalam supervisi diperlukan suatu administrasi, terutama yang
menyangkut fungsi utamanya, yaitu perencanaan, pengorganisian,
penyelenggaraan dan pengawasan dari supervisi itu sendiri.
Menurut Jones dalam Mulyasa, supervisi merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari seluruh proses administrasi pendidikan karena
tujuan utama dari supervisi adalah untuk mengembangkan keefektifitasan
kinerja personalia sekolah yang berhubungan dengan tugas-tugas utama
pendidikan.28 Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan
Thomas dan Robert “supervision is seen not as a separepate function
removed from the dynamics of institusional reinvention that is going on in
schools”.29 Adapun mekanisme dari supervisi disuatu sekolah/madrasah
digambarkan sebagai berikut30:
Bagan 2.2: Mekanisme Supervisi di Sekolah/Madrasah
28 E. Mulyasa. Menjadi Kepala Sekolah Profesional (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), 155. 29 Thomas J.S. dan Robert J.S., Supervision (New York: McGraw Hills Companies, 2002), xvi. 30 Ahmad Azhari, Supervisi Rencana Program Pembelajaran (Ciputat: Rian Putra, 2004), 2.
KAKANWIL
SEKOLAH/MADRASAH
PENGAWAS KABID PENDIDIKAN
KET: = Garis Komando
= Garis Konsultatif
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
47
Menurut Carter, supervisi adalah usaha dari petugas-petugas
sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas-petugas lain dalam
memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulasi, menyeleksi,
pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru serta merevisi tujuan-tujuan
pendidikan, bahan pengajaran, dan metode serta evaluasi pengajaran.31
Dari definisi diatas menunjukkan bahwa orang yang menjalankan
tugas supervisor hendaknya pandai meneliti, mencari, dan menentukan
syarat-syarat yang diperlukan bagi kemajuan sekolahnya, sehingga tujuan
pendidikan di sekolah itu secara maksimal dapat tercapai. Sweringen
mengungkapkan sejumlah latar belakang perlunya supervisi terletak dan
berakar mendalam dalam kebutuhan riel masyarakat:32
a. Latar belakang Budaya
Pendidikan adalah bagian integral dari kebudayaan. Sejak dini
pengalaman belajar dan kegiatan belajar mengajar harus diangkat dari
isi kebudayaan yang hidup di masyarakat itu. Sekolah sebagai salah
satu pusat kebudayaan bertugas menyeleksi pengaruh faktor-faktor
yang mempengaruhi pribadi peserta didik. Perlunya supervisi bagi
yang bertugas adalah: 1) untuk mengembangkan potensi kreativitas
para peserta didik, 2) untuk mengkoordinasikan segala usaha dalam
rangka mengembangkan budaya sekolah. Sekolah bukan hanya tempat
untuk mengisi pengetahuan saja, melainkan harus berfungsi sebagai
31 Piet A. Sahertian, dan Ida Aleida Sahertian,. Supervisi pendidikan dalam rangka Inservice Education (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 17. 32 Piet A. Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), 4.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
48
laboratorium sosiologis dan pusat kebudayaan yang dapat
mengembangkan ide, karya, dan potensi peserta didik.
b. Latar belakang filsafat
Sistem pendidikan yang berhasil dan berdaya guna adalah jika ia
berakar mendalam pada nilai-nilai yang ada dalam pandangan hidup
suatu bangsa. Di indonesia terdapat system among yang dipelopori
oleh ki hajar dewantara melalui taman siswa. Sistem ini mendasarkan
pendidikannya pada filsafat dan budaya nasional. Ki Hajar Dewantara
mendasarkan pendidikan pada asas: 1) Kodrat alam, 2) Kebebasan,
3)Kemanusiaan, 4) Kebudayaan, dan 5) Kebangsaan. Suatu sistem
pendidikan harus berakar pada sistem filsafat dan nilai-nilai yang
dijunjung tinggi oleh bangsa itu.
c. Latar belakang psikologis
Secara psikologis supervisi itu terletak dan berakar mendalam
pada pengalaman manusia. Pengalaman dapat diartikan sebagai
kegiatan atau usaha yang mengembangkan arti dari sebuah peristiwa
atau situasi sehingga orang dapat memiliki cara pemecahan suatu
masalah baik sekarang maupun yang akan datang. Pengalaman yang
luas memungkinkan untuk memperoleh pengertian yang mendalam
tentang suatu masalah sehingga memperbesar kemampuan untuk
mempraktekannya. Dalam hal ini, pendidikan bertugas memberikan
dorongan untuk mencipta dan membina kreativitas. Berdasarkan
pengamatan dilapangan, masalah yang timbul dalam proses
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
49
pembelajaran di kelas bukan berasal dari kurangnya pengetahuan
tentang teknik mengajar, melainkan karena putusnya mata rantai, yaitu
hubungan-hubungan kemanusiaan yang terputus antara guru dan
murid. Oleh karena itu, secara psikologis situasi belajar mengajar yang
baik adalah dengan membangkitkan dorongan emosional berupa
lambang-lambang dalam bentuk kata persetujuan, seperti senyum,
memberi hormat, dan tertawa. Dengan begitu, semangat baru dalam
proses belajar mengajar di kelas akan muncul.
d. Latar belakang Sosial
Setiap tugas pemimpin sebagai supervisor berfungsi membantu,
mendorong, dan menstimulasi tiap anggota untuk bekerja bersama.
Mackenzie mengemukakan ada enam fungsi kepemimpinan sebagai
supervisor:33
1) Setiap pemikiran yang diberikan oleh anggota kelompok harus
dilihat sebagai sumbangan bagi kelompok dan perlu diterima
dengan sikap terbuka dan positif.
2) Pemimpin harus memiliki pemikiran yang mantap.
3) Pemimpin membantu dalam mengembangkan ketrampilan dan
memperlengkapi stafnya.
4) Pemimpin bertugas menumbuhkan kepercayaan pada diri sendiri
dan menumbuhkan rasa aman pada diri orang lain.
33 Ibid., 10.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
50
5) Pemimpin bertugas menentukan batas kebebasan (autonomy) dan
saling berinteraksi.
6) Pemimpin harus berani mengunakan cara pendekatan yang bersifat
mencoba.
Seorang supervisor dalam melakukan tanggungjawabnya, harus
mampu mengembangkan potensi kreatifitas dari orang yang dibina
melalui cara mengikutsertakan orang lain untuk berpartisipasi bersama.
Supervisi harus bersumber pada kondisi masyarakat.
e. Latar belakang sosiologis
Pada era globalisasi ini telah terjadi pergeseran tata nilai. Dahulu
orang hanya mengukur nilai suatu pendidikan dari nilai moral, akhlaq,
dan budi luhur. Namun seiring dengan berkembangnya zaman, alat
ukur suatu pendidikan adalah juga termasuk nilai ekonomis. Siapa
yang memiliki berlebih finansial atau uang, maka ia akan mampu
menyekolahkan anaknya di sekolah unggulan. Dengan demikian,
sekolah atau madrasah bukan lagi membentuk seorang manusia dalam
pengertian pribadi dan moralitas, melainkan juga membentuk sebuah
figur manusia dalam pengertian nilai finansial. Perubahan masyarakat
secara sosiologis menimbulkan dampak terhadap tata nilai. Oleh
karena itu, untuk menghadapi perubahan seperti ini, guru sebagai
tenaga pendidik memerlukan seorang supervisor untuk bertukar ide,
pemikiran, dan pengalaman, tentang ukuran tata nilai mana yang lebih
baik dalam menghadapi perubahan tata nilai yang serba meragukan.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
51
f. Latar belakang pertumbuhan jabatan
Guru harus tumbuh dan berkembang dalam jabatannya, yaitu
dengan cara harus selalu terlihat bugar dalam penampilan, gemar
membaca, terbuka untuk menerima ide-ide baru, inovasi dan sadar
akan tanggungjawab profesionalnya. Menurut Sahertian, ada beberapa
usaha dalam membantu pertumbuhan dan pengembangan profesi guru,
antara lain sebagai berikut34:
1) Selalu belajar dan mengembangkan dorongan ingin tahu.
2) Selalu ada kesediaan untuk memperoleh pengetahuan dan
informasi yang baru.
3) Selalu peka dan peduli terhadap tuntutan kemanusiaan serta
kepekaan sosial sehingga dapat menyesuaikan diri dengan
masyarakat sekitar.
4) Menumbuhkan minat dan gairah terhadap tugas mengajar, karena
tugas mengajar sudah menyatu dengan hidupnya.
Dalam hal ini, peran supervisi pendidikan adalah merawat,
memelihara, dan menstimulasi pertumbuhan jabatan guru. Dengan
demikian dapat diharapkan guru menjadi semakin profesional dalam
mengemban amanat jabatannya, dan dapat meningkatkan posisi tawar
guru di masyarakat dan pemerintah, bahwa guru punya peranan utama
dalam pembentukan dan peningkatan harkat dan martabat manusia.
34 Ibid., 12.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
52
B. Pedidikan Islam
1. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan
mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama
sekali, mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang sejalan
dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera dan bahagia menurut
konsep pandangan hidup mereka.35 Karena tujuan umum dari pada
pendidikan adalah pengembangan pribadi dewasa mandiri yang mampu
menata kehidupan dan penghidupannya dengan tanggungjawab moral dan
sosial.36
Memahami pendidikan Islam tidak semudah mengurai kata
“Islam” dari kata ”Pendidikan” karena selain menjadi predikat, Islam juga
merupakan satu subtansi dan subjek penting yang cukup kompleks.
Karenanya untuk memahami Pendidikan Islam berarti kita harus melihat
aspek utama misi agama Islam yang diturunkan kepada umat manusia dari
sisi pedagogis.
Islam sebagai ajaran yang datang dari Allah sesungguhnya
merefleksikan nilai-nilai pendidikan yang mampu membimbing dan
mengarahkan manusia sehingga menjadi manusia sempurna. Islam sebagai
agama unirversal telah memberikan pedoman hidup bagi manusia menuju
kehidupan bahagia, yang pencapaiannya bergantung pada pendidikan.
Pendidikan merupakan kunci penting untuk membuka jalan kehidupan
35 Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan (Jakarta: PT. Rineka Cipta tt), 2. 36 Bahrul Hayat dan Suhendra Yusuf, Mutu Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), 22.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
53
manusia. Dengan demikian, Islam sangat berhubungan erat dengan
pendidikan. Hubungan antara keduanya bersifat organis-fungsional;
pendidikan berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan Islam, dan Islam
menjadi kerangka dasar pengembangan pendidikan Islam.37
Pendidikan merupakan suatu sistem yang teratur dan mengemban
misi yang cukup luas yaitu segala sesuatu bertalian dengan perkembangan
fisik, kesehatan, keterampilan, pikiran, perasaan, kemauan, sosial sampai
masalah kepercayaan atau keimanan.38 Pendidikan juga disebut
education, istilah dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin educere
berarti memasukkan sesuatu atau memasukkan ilmu ke kepala seseorang.
Pengertian istilah ini ada tiga hal yang terlibat yaitu ilmu, proses
memasukkan dan kepala orang, kalau ilmu masuk dalam kepala.39
Frederick Y. Mc. Donald memberikan batasan pengertian
pendidikan sebagai berikut: “Education is the process or an activity which
is directed at producing desirable in the behaviour of human being.”40
“Pendidikan proses atau aktivitas yang berlangsung untuk menghasilkan
perubahan yang diperlukan dalam tingkah laku manusia”.
Bahasa agama dijumpai beberapa istilah yang biasa dipergunakan,
yaitu taklim, tarbiyah dan takdib. Taklim, tarbiyah dan takdib menurut
beberapa ahli pendidikan, terdapat perbedaan antara ketiga istilah itu.
37 Tedi Priatna, Reaktualisasi Paradigma Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), 1. 38 Depag., Kendali Mutu Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Depag., Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2003), 10. 39 Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1992), 4. 40 Frederick Y. Mc. Donald, Educational Psychologi (Tokyo: Overseas Publication LTD, 1959), 4.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
54
Taklim berarti pengajaran, lebih sempit dari pendidikan. Kata tarbiyah
yang sering digunakan di negara-negara berbahasa Arab, terlalu luas.
Sebab kata tarbiyah juga digunakan untuk binatang, tumbuh-tumbuhan
dengan pengertian memelihara atau membela atau beternak. Sementara
pendidikan yang diambil dari istilah education itu hanya untuk manusia
saja.41 Takdib menurut al-Attas, lebih tepat, sebab tidak terlalu sempit
sekedar mengajar saja dan tidak meliputi makhluk-makhluk selain
manusia. Ta’dib sudah meliputi ta’lim dan tarbiyah. Selain itu kata ta’dib
erat hubungannya dengan kondisi ilmu Islam yang termasuk isi
pendidikan.42 Kamus Kontemporer Bahasa Indonesia, pendidikan
diartikan sebagai proses pengubahan cara berpikir atau tingkah laku
dengan cara pengajaran, penyuluhan dan latihan proses mendidik.43
Sedangkan Islam adalah nama dari suatu agama yang dibawa oleh nabi
Muhammad Saw. Pengertian yang agak luas, pendidikan diartikan sebagai
sebuah proses, yang menerapkan metode-metode tertentu sehingga orang
memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang
sesuai dengan kebutuhan.44
Kata Islam pada pendidikan Islam menunjukkan warna pendidikan
tertentu, pendidikan yang berwarna Islam yang secara normatif
berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah. Menurut Ahmad Tafsir pendidikan
41 Ibid., 4-5. 42 Muhaimin, dkk., Kontroversi Pemikiran Fazlur Rahman Studi Kritis Pembaharuan Pendidikan Islam (Cirebon: Pustaka Dinamika, 1999), 9-10. 43 Peter Salim dan Penny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (Jakarta: Modern English Press, 1991), 353. 44 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dalam Pendekatan Baru (Bandung: PT. Rosdakarya, 1992), 10.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
55
Islam adalah bimbingan terhadap seseorang agar ia menjadi muslim
semaksimal mungkin.45 Beberapa pendapat lain yang membahas tentang
pendidikan Islam, antara lain:
a. Hailami dan Syamsul memberikan definisi Pendidikan Islam adalah
segala upaya atau proses pendidikan yang dilakukan untuk
membimbing tingkah laku manusia, baik individu, maupun sosial
untuk mengarahkan potensi, baik potensi dasar, maupun ajar sesuai
dengan fitrahnya melalui proses intelektual dan spiritual berlandaskan
nilai Islam untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.46
b. Arifin memberikan definisi sebagai berikut: Pendidikan Islam
merupakan sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan
seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita
Islam, karena nilai-nilai Islam telah menjiwai dan mewarnai corak
kepribadiannya.47 Manusia muslim yang telah mendapatkan
pendidikan Islam, harus mampu hidup damai, sejahtera, sebagaimana
yang diharapkan oleh cita-cita Islam.48
c. Muhaimin dan Abdul Mujib, mendefinisikan: Pendidikan Islam adalah
proses transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai
pada diri anak didik melalui penumbuhan dan pengembangan potensi
45 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), 32. 46 M. Hailami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012) , 33. 47 M.Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner (Jakarta: Bumi aksara, 1990), 10. 48 Ibid., 10.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
56
fitrahnya guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam
segala aspeknya. 49
d. Zuhairini, dkk., mendefinisikan: Pendidikan Islam adalah usaha yang
diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan
ajaran Islam, memikirkan, memutuskan dan berbuat berdasarkan nilai-
nilai Islam, serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.50
Pendidikan Islam merupakan usaha untuk merealisasikan fungsi ajaran
agama dalam kehidupan manusia dan sosial. Islam memformulasikan
hal tersebut dalam konsep al-Amr bi al-Ma’ruf al-Nahy’an al-Munkar
sesuai dengan firman Allah dalam QS. Ali Imran ayat 104:
Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran: 104).51
Penulis menyimpulkan, pendidikan Islam ialah bimbingan yang
diberikan oleh seseorang atau guru kepada orang lain atau murid, agar
dapat berkembang secara maksimal sesuai syari’at Islam.
Mengenai ruang lingkup pendidikan Islam memiliki konsep dari
pokok pembahasan yang menjadi satu garapan dalam pendidikan Islam.
Salah satu yang menjadi karakteristik isi atau pun cakupan dari pendidikan
49 Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung: Trigenda Karya, 1993), 136. 50 Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 152. 51 Departemen Agama, RI., Al-Quran dan Terjemahnya (Jakarta: CV. Nala Dana, 2005), 79.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
57
Islam pertama tampak pada kriteria pemilihannya yaitu iman, ilmu, amal,
akhlak dan sosial. Dengan kriteria tersebut pendidikan merupakan
pendidikan tentang keimanan, ilmiah, amaliah, moral dan sosial.52
Sementara itu menurut Abdullah Nasikh Ulwan secara umum
ruang lingkup materi pendidikan Islam terdiri dari tujuh unsur yaitu:
pendidikan keimanan, pendidikan moral, pendidikan jasmani, pendidikan
akal, pendidikan kejiwaan, dan pendidikan seksual.53 Dengan melihat hal
di atas tentunya dapat ditarik satu benang merah, bahwa sesungguhnya
obyek dan ruang lingkup pendidikan Islam sangatlah luas sekali, karena
mencakup semua aspek yang berkaitan dengan kehidupan ini, baik urusan
kehidupan di dunia saat ini maupun kehidupan kelak di akhirat.
2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam
a. Dasar Pendidikan Islam
Setiap aktivitas yang disengaja untuk mencapai tujuan harus
mempunyai dasar atau landasan tempat berpijak yang kukuh dan kuat.
Dasar adalah pangkal tolak suatu aktivitas. Di dalam menetapkan dasar
suatu aktivitas, manusia selalu berpedoman kepada pandangan hidup
dan hukumng-hukum dasar yang dianutnya, karena hal ini akan
menjadi pegangan dasar alam kehidupan. Apabila pandangan hidup
dan hukum dasar yang dianut manusia berbeda, berbeda pulalah dasar
52 Hery Noer Aly, Munzeir S, Watak Pendidikan Islam (Jakarta: Friska Agung Insani, 2003), 68. 53 Heri Jauhari Muhtar, Fikih Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), 15.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
58
dan tujuan aktivitasnya.54 Adapun dasar-dasar dalam pendidikan Islam
adalah55:
1) Dasar ibadah (ta’abud)
Ibadah dalam Islam tumbuh dari naluri dan fitrah manusia itu
sendiri. Kecenderungan untuk hidup teratur tercermin dalam
ibadah sholat, keteraturan makan dan minum tercermin dalam
puasa, kecukupan dalam ekonomi tercermin dalam zakat dan
kecenderungan untuk hidup bermasyarakat dalam rangka menjalin
tali silaturrahim tercermin dalam ibadah haji dan lain-lain. Ibadah
ini merupakan wasilah yang dapat menyatukan dan menghubung
kan antar individu dengan menjalankan perintah Allah dan
menjauhi segala larangan-Nya. Allah berfirman:
dan Dia (Allah) yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu menginfaqkan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka, Sungguh, Dia Mahaperkasa, Mahabijaksana. (Q.S. Al-Anfal: 63)56
Ibadah yang dilakukan manusia mempunyai pengaruh
terhadap terhadap pendidikan jiwa, diantaranya:
a) Mengajarkan kesadaran berpikir
54 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), 121. 55 Hailami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam (Yoyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), 36-39. 56 Departemen Agama, RI, Al-Quran dan Terjemahnya, 250.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
59
b) Menanamkan rasa solidaritas yang didasarkan atas ketulusan,
toleran, kejujuran dan keterbukaan
c) Mendidik jiwa menjadi mulia, terhormat, menjauhi perbuatan
tercela dan menganggap segala kemuliaan hanya pada Allah
Swt.
d) Ibadah berjama’ah secara rutin menimbulkan saling mengenal
dan mengingatkan
e) Mendidik orang Islam untuk mencari kemuliaan yang abadi
untuk kemaslahatan umat
f) Memberikan kekuatan psikologis sehingga percaya diri dan
optimis yang disandarkan atas pertolongan Allah serta pahala
yang dijanjikan
g) Memberikan dorongan dan semangat secara aktif.
2) Dasar Syari’at
Syari’at dalam pandangan Al-Qur’an adalah cara atau
metode untuk mengajarkan agama, penjelasan hal-hal yang
berkaitan dengan akidah, tata cara ibadah yang benar, ketentuan
asal-usul perintah dan larangan yang bersumber dari Tuhan.57
Syari’at yang dijadikan landasan pendidikan mempunyai
hubungan dengan intelektual, diantaranya:
a) Sebagai landasan berpikir yang mencakup segala yang dilihat
oleh bayangan otak terhadap alam dan kehidupan.
57 HM. Suyudi, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an: integrasi epistimlogi bayani, burhani dan irfani (Yogyakarta: MIKRAJ, 2005), 60.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
60
b) Menjadikan orang Islam berpikir sebelum berbuat.
c) Syari’at menjadikan masyarakat berbudaya
3) Dasar Rasional
Al-Qur’an sering memberikan gambaran tenteng kehidupan
manusia beserta alam sekitarnya yang sering diulang dalam
beberapa ayat dengan berbagai gaya retorika. Gambaran ini tidak
hanya untuk memberikan pengetahuan dalam tataran budi daya
pikir dan bukan pula sekadar mendemonstrasikan keindahan
retorika, melainkan agar pengetahuan (Ma’rifah) tersebut dapat
pula menggugah pikiran dan perasaan kemudian dapat memberikan
keyakinan dalam penghambaan kepada Rab al-‘alamin sebagai
penciptanya.58
Maka seyogyanya segala gerak-gerik manusia diniatkan
sebagai pengabdian kepada pemilik alam yang akan membuahkan
kemakmuran dan keadilan pada diri dan kehidupan manusia.
Tujuan Tuhan menunjukkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar
mereka berpikir rasional tentang fenomena alam kehidupan,
selanjutnya mereka kembali kepada-Nya dan kepada aturan yang
dapat memberi kemuliaan diri dan kehidupannya.
b. Tujuan Pendidikan Islam
Berbicara tentang tujuan pendidikan, maka kita juga bicara
tentang tujuan hidup manusia. Sebab pendidikan hanyalah suatu alat
58 Ibid., 62.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
61
yang digunakan oleh manusia untuk memelihara kelanjutan hidupnya
(survival), baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat.59 Tujuan
pendidikan Islam adalah ubudiyah (beribadat) menghambakan diri
pada Allah. Pendapat ini beralasan kepada firman Allah:
Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar). (QS. Al-Bayyinah: 5).60
Tujuan pendidikan Islam ialah menyiapkan anak-anak supaya
di waktu dewasa kelak mereka cakap melakukan pekerjaan dunia dan
amalan akhirat sehingga tercipta kebahagiaan bersama dunia-akhirat.61
Perumusan ini ringkas dan pendek, tetapi isinya dalam dan luas.
Supaya anak-anak cakap melaksanakan amalan akhirat mereka harus
dididik, supaya beriman teguh dan beramal sholeh. Untuk pendidikan
itu harus diajarkan: keimanan, akhlak, ibadat dan isi-isi Al-Qur’an
yang berhubungan dengan yang wajib dikerjakan dan yang haram yang
mesti ditinggalkan. Supaya anak-anak cakap melaksanakan pekerjaan
dunia, mereka harus dididik untuk mengerjakan salah satu dari macam-
macam perusahaan, seperti bertani, berdagang, berternak, bertukang,
menjadi guru, pegawai negeri, buruh (pekerja), dan sebagainya yaitu
59 Hasan Langugulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan (Jakarta: PT Al Husna zikra, 1995), 147. 60 Departemen Agama, RI, Al-Quran dan Terjemahnya, 907. 61 Mahmud Yunus, Pendidikan dan Pengajaran (Jakarta: Hidakarya Agung, 1978), 10.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
62
menurut bakat dan pembawaan masing-masing anak. Untuk
menghasilkan semua itu anak-anak harus belajar ilmu pengetahuan
yang berhubungan dengan pekerjaan dunia dan ilmu pengetahuan yang
berhubungna dengan amalan akhirat.
Sedangkan menurut Ali Asraf, tujuan pendidikan Islam adalah:
Pertama, mengembangkan wawasan spiritual yang semakin mendalam
dan mengembangkan pemahaman rasional mengenai Islam dalam
konteks kehidupan modern. Kedua, membekali peserta didik dengan
berbagai kemampuan pengetahuan dan kebajikan, baik pengetahuan
praktis, kesejahteraan lingkungan sosial, dan pembangunan nasional.
Ketiga, mengembangkan kemampuan pada diri peserta didik, untuk
menghargai dan membenarkan superioritas komparatif kebudayaan
dan peradaban Islami diatas semua peradaban dan kebudayaan lain.
Keempat, memperbaikidapat berkembang dan berfungsi mengetahui
norma-norma Islam yang benar dan yang salah. Kelima, membantu
anak yang sedang tumbuh untuk belajar berpikir secara logis dan
membimbing proses pemikirannya dengan berpijak pada hipotesis dan
konsep-konsep pengetahuan yang dituntut. Keenam, mengembangkan,
mengharuskan, dan mendalami kemampuan berkomunikasi dalam
bahasa tulis dan bahasa latin (asing). 62
Banyak tokoh-tokoh Islam lain yang merumuskan tujuan
pendidikan Islam diantaranya Abudin Nata yang merumuskan bahwa
62 Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam (Jakarta: Firdaus, 1989), 130.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
63
tujuan dari pendidikan Islam adalah: mengarahkan manusia agar
menjadi khalifah Tuhan di muka bumi ini dengan sebaik-baiknya,
mengarahkan manusia agar tugas yang diemban dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya dalam rangka hanya untuk beribadah kepada Allah
SWT, mengarahkan agar manusia mempunyai akhlak yang mulia,
membina dan mengarahkan potensi akal serta mengarahkan manusia
agar dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.63
Dengan melihat tujuan pendidikan di atas, maka jelaslah bahwa
tujuan yang ingin dicapai bukan hanya agar umat Islam mampu
melaksanakan ajaran agamanya saja, namun lebih dari itu supaya
mereka dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya dalam
rangka membentuk pribadi yang bisa bertanggungjawab pada dirinya
sendiri, orang lain maupun kepada Tuhannya.
3. Kelembagaan Pendidikan Islam
Proses pendidikan sebenarnya telah berlangsung sepanjang sejarah
sejalan dengan perkembangan sosial budaya manusia di bumi. Pendidikan
Islam mempunyai sejarah yang panjang, dalam pengertian seluas-luasnya,
pendidikan Islam berkembang seiring dengan kemunculan Islam itu
sendiri. Dalam konteks masyarakat arab, tempat Islam lahir dan pertama
kali Islam berkembang, kedatangan Islam lengkap dengan usaha-usaha
pendidikan untuk tidak menyebut system merupakan taransformasi besar.
Sebab, masyarakat arab pra Islam pada dasarnya tidak mempunyai system
63 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta; Logos Wacana Ilmu, 1997), 53-54.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
64
pendidikan formal.64 Bayard Dodge, dalam penelitiannya tentang
pendidikan Islam pada periode awal, menyebutkan bahwa Al-Qur’an
sebagai “the foundation stone” pendidikan Islam. Ia bahkan menyamakan
pendidikan Islam dengan pendidikan Al-Qur’an.65 Pernyataan dari Bayard
tersebut sangatlah relevan untuk menggambarkan wajah pendidikan Islam
di periode awal, yang kesemuanya memang berdasar pada Al-Qur’an yang
di lanjutkan dengan penjelasan oleh Nabi Muhammad SAW.
Lembaga66 Pendidikan Islam muncul dari pemikiran-pemikiran
yang selaras dengan kebutuhan masyarakat, tuntutan perkembangan
zaman, didasari, digerakan dan dikembangkan oleh Al-Quran dan Sunah.
Karena itu Lembaga Pendidikan Islam tumbuh dan berkembang seiring
dengan pertumbuhan dan perkembangan ajaran Islam itu sendiri. Lembaga
Pendidikan Islam dikenal sejak detik-detik awal turunnya wahyu kepada
Nabi Muhammad SAW. Setelah banyak orang memeluk Islam, lalu Nabi
menyediakan rumah Al-Arqam bin Abil Arqam untuk tempat pertemuan
sahabat-sahabat dan pengikut-pengikutnya, dan tempat itulah pendidikan
Islam pertama dalam sejarah pendidian Islam.
Disanalah Nabi mengajarkan dasar-dasar atau pokok-pokok agama
Islam kepada sahabat-sahabatnya dan membacakan wahyu (ayat-ayat) Al-
64 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam:Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Millennium III (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012), V. 65 Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad ke-20 (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), 35. 66 Dalam bahasa Inggris lembaga disebut institute (dalam pengertian fisik), yaitu sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, dan lembaga dalam pengertian non-fiksi atau abstrak disebut institution yaitu suatu sistem norma untuk memenuhi kebutuhan. Lembaga dalam pengertian fisik disebut juga dengan bangunan, dan lembaga dalam pengertian non-fisik disebut dengan pranata. Lihat Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), 277.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
65
Qur’an kepada para pengikutnya serta Nabi menerima tamu dan orang-
orang yang hendak memeluk agama Islam atau menanyakan hal-hal yang
berhubungan dengan agama islam. Bahkan disanalah Nabi beribadah
(sholat) bersama sahabat-sahabatnya.67 Rumah Al-Arqam (Darul Arqam)
merupakan lembaga pendidikan yang pertama, kemudian muncul istilah
Kuttab, Masjid, Salon, Madrasah dan Pesantren.
a. Kuttab;
menurut Asma Hasan Fahni yang dikutip Samsul Nizar dkk
menjelaskan:68 Al-Kuttab didirikan oleh seorang Arab untuk mengajarkan
Al-Quran kepada anak-anak dimasa Nabi Saw karena perkembangan umat
Islam yang semakin banyak belajar agama, termasuk anak-anak. Yang
dikhawatirkan akan mengotori masjid, maka didirikan lembaga pendidikan
di samping masjid yang bernama “Al-Kuttab”.
Lembaga ini dipandang sebagai media utama untuk mengajarkan
membaca dan menulis A1-Qur’an kepada anak-anak sampai pada era
pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Dilihat dan fungsinya Kuttab ada dua
macam:69 1) Kuttab berfungsi sebagai tempat pendidikan yang
mempokuskan pada baca-tulis. 2) Kuttab tempat pendidikan yang
mengajarkan Al-Qur’an dan dasar-dasar keagamaan. Materi yang
diajarkan untuk kuttab adalah belajar membaca dan menulis, membaca Al-
qur’an dan menghafal, belajar poko-pokok Agama Islam.
67 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1992), 6. 68 Samsul Nizar dkk., Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), 112. 69 Lihat Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad ke-20, 37.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
66
b. Zawiyah;
Az-Zawiyah secara harfiyah berarti sayap atau samping, sedangkan
dalam arti umum, az-zawiyah adalah tempat yang berada di bagian pinggir
masjid yang digunakan untuk melakukan bimbingan wirid dan dzikir
untuk mendapatkan kepuasan spiritual. Dengan demikian az-zawiyah dan
al-ribath fungsinya sama namun dari segi organisasinya al-ribath lebih
khusus dari pada az-zawiyah.70
Ada juga yang mengatakan bahwa kata az-Zawiyah secara harfiah
berasal dari kata inzawa, yanzawi yang berarti mengambil tempat tertentu
dari sudut masjid yang digunakan untuk i’tikaf dan beribadah. Dengan
demikian Zawiyah merupakan tempat berlangsung nya pengajian-
pengajian yang mempelajari dan membahas dalil-dalil naqliyah dan
aqliyah yang berkaitan dengan aspek agama serta digunakan para kaum
sufi sebagai tempat untuk halaqah dzikir dan tafakur mengingat dan
merenungkan keagungan Allah SWT.
c. Al-Ribath;
Al-Ribath merupakan lembaga pendidikan yang secara khusus
dibangun untuk mendidik para calon sufi atau guru spiritual. Di dalam Al-
Ribath terdapat berbagai aturan yang berkaitan dengan urutan jabatan
dalam pendidik mulai dari yang terendah sampai yang tinggi yakni mulai
dari al-mufid (fasilitator), al-mu’id (asisten), al-mursyid (lektor/guru),
sampai kepada al-syaikh (mahaguru/guru besar). Untuk tingkatan pada
70 Abudin Nata, Sejarah Pendidikan islam (Jakarta: Kencana, 2011), 161-162.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
67
murid mulai dari tingkat dasar (al-mubtadi), tingkat menengah (al-
mutawasith) sampai tingkat akhir (‘aliyah).
d. Khanaqah;
Asma Hasan Fahmi menambahkan lembaga-lembaga kesufian
sebagai lembaga pendidikan Islam pra-Madrasah selain zawiyah dan ribath
yaitu, Khanaqah yang merupakan suatu lembaga pengajaran berasrama
bagi kaum sufi yang muncul pertama kali di Iran (Persia) pada akhir abad
ke-10 bersamaan dengan adanya formalisasi aktivitas sufistik.71
e. Majlis;
Istilah majlis dipakai dalam pendidikan sejak abad pertama Islam.
Mulanya ia merujuk pada arti tempat-tempat pelakasanaan belajar
mengajar. Pada perkembangan berikutnya di saat dunia pendidikan Islam
mengalami zaman keemasan, majlis berarti sesi di mana aktivitas
pengajaran atau diskusi berlangsung. Dan belakangan majlis diartikan
sebagai sejumlah aktivitas pengajaran atau diskusi berlangsung, sebagai
contoh, majlis Al-nabi, artinya majlis yang dilaksanakan oleh Nabi, atau
majlis Al-Syafi’i artinya majlis yang mengajarkan Fiqh Imam Syafi’i.
Seiring dengan perkemabangan pengetahuan dalam Islam, majlis
digunakan sebagai kegiatan transfer ilmu pengetahuan sehingga majlis
banyak ragamnya.
71 Asma Hasan Fahmi, Mabaadiut Tarbiyatil Islaamiyah (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), 46.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
68
Menurut Muniruddin Ahmed ada 7 macam majlis, yaitu :72
1) Majlis al-Hadits; Majlis ini biasanya diselenggarakan oleh ulama/
guru yang ahli dalam bidang hadits. Ulama tersebut membentuk
majlis utuk mengajarkan ilmunya kepada murid-muridnya.
2) Majlis al-Tadris; Majlis ini biasanya menunjuk kepada majlis
selain dari pada hadits, sepeerti fiqh, nahwu atau majlis kalam.
3) Majlis al-Munazharah; Majlis ini biasanya dipergunakan sebagai
sarana untuk perdebatan mengenai suatu maslah oleh para ulama.
4) Majlis al-Muzakarah; Majlis ini merupakan inovasi dari murid-
murid yang belajar hadits.
5) Majlis al-Syu’ara; Majlis ini adalah lembaga untuk belajar syair
dan juga sering dipakai untuk kontes para ahli syair.
6) Majlis al-Adab; Majlis ini adalah tempat unuk membahas masalah
adab yang meliputi puisi, silsilah dan laporan bersejarah bagi
orang-orang yang terkenal.
7) Majlis al-fatwa dan al-Nazar; Majlis ini merupakan sarana
pertemuan untuk mencari keputusan suatu maslaah di bidang
hukum kemudian difatwakan.
f. Pendidikan Rendah di Istana atau Al-Qushur
Timbulnya pendidikan rendah di istana untuk anak-anak para
pejabat, adalah berdasarkan pemikiran bahwa pendidikan itu harus bersifat
menyiapkan anak didik agar mampu melaksanakan tugas-tugasnya kelak
72 Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: PT Rajawali Pers, Cet.I, 2004), 36-37.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
69
setelah ia dewasa. Pendapat lain mengatakan bahwa latar belakang
munculnya pendidikan rendah di istana merupakan upaya membentuk
rencana pelajaran yang selaras dengan kebutuhan masa depan murid serta
perkerjaan-pekerjaan yang akan mereka hadapi dalam masyarakat dimana
fungsinya memberikan sejenis kecerdasan dan ilmu pengetahuan. Jenis
penidikan dalam kategori ini lebih khsusus dimana orang tua muridlah
yang membuat rencana pelajaran, agar rencana itu selaras dengan
kebutuhan anaknya, dan guru disini tidak disebut “guru kanak-kanak” atau
“guru kutaab” melainkan disebut “muaddib” (pendidik). Kemudian
seorang murid itu akan terus belajar hingga ia telah melewati masa kanak-
kanak dan berpindah dari taraf murid kuttab ke taraf pelajar di tingkat
sekolah. Untuk muaddib diberikan tempat di dekat istana, agara terjangkau
dalam mengawasi proses pendidikan terhadap putera raja.73
g. Toko-Toko Kitab
Toko-toko kitab bukan hanya sebagai tempat berjual beli saja,
tetapi juga sebagi tempat berkumpulnya para ulama, pujangga, dan ahli-
ahli ilmu pengetahuan untuk berdiskusi, berdebat, bertukar pikiran dalam
berbagai masalah ilmiah atau sekaligus sebagai sebuah lembaga
pendidikan dalam rangka pengembangan berbagai macam ilmu
pengetahuan dan kebudayaan Islam.
Di pasar mereka mendeklamasikan syair-syair, mengadakan
munazharah-munazharah (diskusi-diskusi) dan juga pidato. Demikian
73 A. Syalabi, Sejarah pendidikan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), 48.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
70
pula dengan kedai menjadi gelanggang kecerdasan dan seminar keilmuan,
ketika kedai-kedai dikunjungi oleh para cendekiawan dan ahli sastra maka
mereka menjadikan sebagai tempat untuk mengada kan sidang-sidang dan
pembahasan-pembahasan keilmuan. Akan tetapi terdapat perbedaan antara
pasar-pasar Arab di zaman jahiliyyah dengan kedai-kedai kitab yaitu:
sidang-sidang ilmiah di kedai-kedai kitab itu terjadi setiap hari sedangkan
pertemuan-pertemuan di pasar-pasar Arab itu hanyalah diadakan sekali
dalam setahun.74
h. Rumah-rumah Para Ulama atau al- Manazil al-Ulama
Pada masa kejayaan perkembangan ilmu pengetahuan dan
kebudayaan Islam, rumah-rumah para ulama dan ahli ilmu pengetahuan
menjadi tempat belajar dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Di
antaranya, rumah Ibnu Sina, al Ghazali, Ali Ibnu Muhammad al Fashihi,
Ya`qub Ibnu Killis, Wazir Khalifah, dan al Aziz Billah al Fathimy.
i. Salon Kesusastraan atau al-Shalunat al-Adabiyah (sanggar sastra)
Secara harfiah al-shalunat al-adabiyah dapat diartikan sebagai
tempat untuk melakukan kegiatan pertunjukkan pembacaan dan
pengkajian sastra atau sebagai sanggar atau teater budaya.
Dengan majlis atau salon kesusastraan, dimaksudkan adalah suatu
majlis khusus yang diadakan oleh khalifah untuk membahas berbagai
macam ilmu pengetahuan. Majlis ini bermula sejak zaman khulafa’ al
rasyidin yang biasanya memberikan fatwa dan musyawarah serta diskusi
74 Ibid
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
71
dengan para sahabat untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi
pada masa itu.
j. Badiah (Padang pasir, Dusun Tempat Tinggal Baduwi)
Secara harfiah dapat diartikan sebagai tempat mengajarkan bahasa
Arab asli, yaitu bahasa Arab yang belum tercampur oleh pengaruh
berbagai dialek bahasa asing, oleh karena itu, khalifah-khalifah biasanya
mengirimkan anak-anaknya ke badiah-badiah ini untuk mempelajari
bahasa arab yang fasih lagi murni dan mempelajari pula syair-syair serta
sastra Arab dari sumbernya yang asli.
Banyak ulama-ulama dan ahli ilmu pengetahuan lainnya yang pergi
ke badiah-badiah dengan tujuan untuk mempelajari bahasa dan
kesusastraan arab yang asli lagi murni tersebut. Badiah-badiah tersebut
lalu menjadi sumber ilmu pengetahuan terutama bahasa dan sastra arab
dan berfungsi sebagai lembaga pendidikan islam. Di samping itu di
badiah-badiah ini biasanya berdiri ribath-ribath atau zawiyah-zawiyah
yang merupakan pusat-pusat kegiatan dari pada ahli sufi. Disanalah para
sufi mengembangkan metode khusus dalam mencapai makrifah, suatu
ilmu pengetahuan yang mereka anggap paling tinggi nilainya.
k. Rumah Sakit atau Al-Maristan
Maristan dikenal sebagai lembaga ilmiyah yang paling penting dan
sebagai tempat penyembuhan dan pengobatan pada zaman keemasan
islam, didalamnya para dokter mengajar ilmu kedokteran dan mereka
secara tekun mengadakan studi penelitian secara menyeluruh. Diantara
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
72
para dokter yang paling terkenal dan kemasyhuran di dunia islam dan di
dunia barat ialah Muhammad bin Zakaria Ar-Razi, dimana beliau
dipercaya memimpin Maristan di Bagdad.75
l. Perpustakaan atau Al-Maktabat
Perpustakaan menjadi aspek budaya yang penting dan sebagai
tempat belajar serta sumber pengembangan ilmu pengetahuan Islam. Pada
zaman perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam, buku
mempunyai nilai yang sangat tinggi. Buku adalah merupakan sumber
informasi berbagai macam ilmu pengetahuan yang ada dan telah
dikembangkan oleh para ahlinya. Orang dengan mudah dapat belajar dan
mengajarkan ilmu pengetahuan yang telah tertulis dalam buku. Dengan
demikian buku merupakan sarana utama dalam usaha pengembangan dan
penyebaran ilmu pengetahuan.
Para ulama dan sarjana dari berbgai macam keahlian, pada
umumnya menulis buku-buku dalam bidangnya masing-masing dan
selanjutnya untuk diajarkan atau disampaikan kepada para penuntut ilmu.
Bahkan para ulama dan sarjana tersebut memberikan kesempatan kepada
para penuntut ilmu untuk belajar di perpustakaan pribadi mereka. Darul
Hikmah, adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun Ar-Rasyid dan ini
merupakan perpustakaan terbesar yang di dalamnya juga disediakan
tempat ruangan belajar.
75 Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), hal. 97-98
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
73
m. Masjid.
Sejarah pendidikan Islam sangat erat pertaliannya dengan Masjid
sebelum dinasti Abbasiyah, pusat kegiatan dunia Islam selalu bermuara
pada masjid. Masjid dijadikan Centre of Education, karena masjid
merupakan tempat yang asasi untuk menyiarkan ilmu pengetahuan dan
kebudayaan Islam.76 Hal ini sependapat dengan An-Nahlawi yang
menyatakan bahwa masjid berfungsi sebagai tempat memberi pelajaran
dan juga markas tentara, pusat gerakan pembebasan umat Islam dari
taghut. Menurut pendapat Kuntowijoyo masjid merupakan pusat kegiatan
keagamaan umat Islam, baik yang bersifat ibadah ataupun mu’amalah.77
Bahkan di dalam encyclopedia of islam disebutkan bahwa masjid yang di
dalamnya dilaksanakan majelis dengan pembelajaran Al-Qur’an sebagai
materi utamanya merupakan pusat pembelajaran yang muncul paling
awal.78 Masjid dalam peranannya sebagai pusat pengajaran dan
pendidikan, senantiasa terbuka lebar dan didatangi oleh orang-orang yang
merasa dirinya mampu untuk memberikan pelajaran pada masyarakat.
n. Madrasah.
Lahirnya lembaga pendidikan formal dalam bentuk madrasah
merupakan pengembangan dari sistem pengajaran dan pendidikan yang
pada awalnya berlangsung di masjid-masjid.
76 Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam (Jakarta: PT Rajagrafindo persada, 2004), 50. 77 Kuntowijiyo, Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia (Yogyakarta: Shalahuddin Press, 1985), 125. 78 J. Pedersen dan George Makdisi, ‘’Madrasa’’ Encyclopedia of Islam (Leiden: Koniklijke Brill NV, 1999), selanjutnya disebut El, CD Room Edition v.10.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
74
Meskipun madrasah sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran di
dunia islam baru timbul sekitar abad ke-14 H, ini bukan berarti bahwa
sejak awal perkembangannya islam tidak mempunyai lembaga pendidikan
dan pengajaran. Pada awal telah berdiri madrasah yang menjadi cikal
bakal munculnya madrasah Nizamiyah79, madrasah tersebut berada
diwilayah Persia, tepatnya di daerah Nisyapur, misalnya madrasah al-
Baihaqiyah, madrasah Sa’idiyah dan madrasah yang terdapat di
Khurasan.80
o. Universitas atau al-Jami’at
Pada tahun 859 Masehi Fatimah al-Fihri mendirikan Jami’ah al-
Qarawiyyin atau Universitas Qarawiyyin di kota Fas, Maroko. Universitas
ini merupakan universitas pertama dan tertua di dunia. Di susul kemudian
oleh Universitas Al Azhar di Kairo, Mesir yang didirikan pada tahun 959
Masehi.
Universitas Nizamiyyah Baghdad, Irak didirikan pada 1091 Masehi
yang merupakan universitas terbesar dunia pada abad pertengahan.
Disusul kemudian oleh Universitas Mustansiriya yang didirikan oleh
khalifah Abbasiyah Al Mustansir pada 1233 M. Universitas-universitas ini
selain mengajarkan bidang-bidang agama, juga menyediakan bidang studi
filsafat, matematika dan ilmu sains. Al Hakam ibnu Abdul Rahman
79 Madrasah Nizamiyah yang dibangun oleh Nizam Al-Muluk dibangun tidak semata-mata karena Nizam Al-Muluk seorang yang memiliki concern terhadap intelektualitas dan pendidikan tetapi di dalamnya telah terkandung muatan-muatan lain seperti untuk mempertahankan madhab dan mengembalikkan kemurnian ajaran sunnidan kepentingan politis untuk memperkuat struktur birokrasi pemerintahannya. Lihat Hasan Asari, Menyingkap Zaman Keemasan Islam (Bandung: Mizan 1994), 54. 80 Lihat Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad ke-20, 38-39.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
75
mendirikan universitas Kordoba di Spanyol yang kemudian menjadi salah
satu universitas internasional terkemuka pada zamannya.
4. Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia
Pendidikan Islam di Indonesia mulai ada dan berkembang sejak
masuknya Islam di Indonesia. Pendidikan Islam pada awalnya dimulai dari
kontrak pribadi maupun kolektif antara pendidik (lebih dikenal dengan
sebutan mubaligh) dengan peserta didiknya. Setelah komunitas Muslim
terbentuk di suatu daerah, maka mulailah mereka membangun masjid.
Masjid difungsikan sebagai tempat ibadah dan pendidikan.
Masjid merupakan lembaga pendidikan Islam yang pertama
muncul di samping rumah tempat kediaman ulama atau mubaligh. Setelah
itu, muncullah lembaga–lembaga pendidikan Islam lainnya seperti
Pesantren81, Rangkang, Surau82. Nama-nama tersebut walaupun berbeda,
tetapi hakikatnya sama yakni sebagai tempat menuntut ilmu pengetahuan
agama. Perbedaan nama adalah dipengaruhi oleh perbedaan tempat.
Masa kerajaan Islam, merupakan salah satu dari periodesasi
perjalanan Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, sebab sebagaimana
81 Pondok pesantren adalah suatu lambaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) diamana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari leadership seorang atau beberapa orang kiai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal. Lihat H.M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum) (Jakarta, Bumi Aksara, 1991), 204. 82 Secara bahasa surau berarti tempat atau tempat penyembahan. Menurut pengertian asalnya surau adalah bangunan kecil yang dipakai untuk penyembahan arwah nenek moyang. Dengan datangnya Islam, surau juga mengalami proses Islamisasi, tanpa harus merubah nama aslinya. Dibeberapa wilayah, surau-sarau Hindu-Budha, khususnya yang terletak di tempat terpencil, seperti di puncak bukit, dengan cepat menghilang dibawah pengaruh Islam. Lihat Azyumardi Azra, Pendidikan Islam:Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Millennium III, 150.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
76
lahirnya kerajaan Islam yang disertai dengan berbagai kebijakan dari
penguasanya saat itu, sangat mewarnai Sejarah Islam di Indonesia, terlebih
agama Islam juga pernah dijadikan sebagai agama resmi Negara atau
Kerajaan pada saat itu. Karena itulah, bila kita berbicara tentang
perjalanan sejarah pendidikan Islam di Indonesia, tentu saja kita tidak bisa
mengenyampingkan bagaimana keadaan Islam itu sendiri pada masa
kerajaan Islam. Berikut ini akan dikemukakan beberapa kerajaan Islam di
Indonesia, serta bagaimana peranya dalam pendidikan Islam dan dakwah
islamiyah tentunya. Kemudian pada masa penjajahan pendidikan islam
mendapatkan perhatian khusus dari kolonial Belanda dan Jepang. Mereka
berusaha untuk melumpuhkan Islam pada masa saat itu dengan membuat
kebijakan yang membatasi proses berlangsungnya pendidikan Islam di
Indonesia dan yang terakhir pada masa kemerdekaan.83
Setelah merdeka pendidikan Islam di Indonesia mendapatkan
kedudukan dalam menjalankan proses pendidiakan nasional. Pada saat
itulah pendidikan Islam mulai mendapat sorotan. Hingga munculah
lembaga-lembaga pendidikan Islam dari zaman kerajaaan Islam hingga
kemerdekaan, seperti: pesantren, madrasah, Perguruan Tinggi Islam
Negeri, Instititut Islam Agama Negeri.
a. Pendidikan Zaman Kerajaan Islam
Berdasarkan kunjungan Ibn Batutah pada tahun 1354,
Samudera Pasai merupakan tempat studi Islam paling tua. Rajanya
83 Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia (Jakarta: PT Grafindo Persada ,2012), 10.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
77
selalu mengadakan halaqah setelah shalat jum’at sampai waktu Ashar.
Didalam halaqah tersebut para ulama berdiskusi tentang masalah
keagamaan dan keduniawian sekaligus yang mana biasa dilakukan di
istana bagi anak-anak raja, di mesjid-masjid, di rumah-rumah guru dan
surau-surau untuk masyarakat umum. Dari sinilah awal mula
terbentuknya lembaga pendidikan islam.
Pendidikan Agama Islam di kerajaan Samudera Pasai semakin
berkembang pesat. Samudera Pasai terus berfungsi sebagai pusat studi
Islam di asia tenggara. Selain di Samudera Pasai, Kerajaan Malaka dan
Kerajaan Aceh juga menjadi salah satu pusat studi islam pada saat itu.
Sistem pengajaran bagi setiap muslim sama seperti negara-negara
muslim yang lain, yaitu dengan pengajian Al-Qur’an dengan
mempelajari tajwid, juz ‘Amma untuk tahap pemula. Untuk tahap
selanjutnya merek membahas tentang persoalan fiqih dan tasawuf.
Selain kegiatan diatas para ulama juga mengajarkan kepada murid-
muridnya menerjemahkan bahasa Arab ke dalam bahasa Melayu.84
Pendidikan Islam terus berkembang setelah para ulama
mengarang buku-buku pelajaran ke-Islaman menggunakan bahasa
melayu. Ulama yang berperan antara lain, Hamzah Fansuri, Nuruddin
Al-Raniri, Abd. Rauf singkel dan masih banyak ulama lainnya. Seiring
dengan berkembangnya zaman, setiap daerah mempunyai istilah untuk
lembaga pendidikannya. Di Jawa lembaga pendidikan islam disebut
84 Redja Mudyaharjo, Pengantar Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), 201.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
78
“pesantren”, di Aceh dikenal dengan sebutan “dayah” atau “rangkang”,
di Minangkabau disebut “surau”, di Kalimantan dikenal dengan
“langgar”.
Di Jawa sebelum Islam datang, pesantren sudah dikenal
sebagai lembaga pendidikan agama Hindu. Namun, setelah Islam
masuk nama itu menjadi lembaga pendidikan Islam yang didirikan
oleh para penyiar agama Islam. Dari lembaga inilah Islam menyebar
keberbagai pelosok Jawa dan wilayah Indonesia Bagian Timur.
Senada dengan pandangan Nurcholis Madjid yang mengatakan
bahwa eksistensi pesantren, lebih dikarenakan pesantren tidak hanya
identik dengan makna ke-Islaman, tetapi karakteristik eksistensialnya
mengandung arti keaslian Indonesia (indigenous).85 Contoh pesantren
yang didirikan pada saat itu adalah, Pesantren Giri yang didirikan oleh
Sunan Giri pada tahun 1485, dan Pesantren Gresik yang didirikan oleh
Maulana Malik Ibrahim merupakan pesantren pertama di Jawa,
pesantren Gunung Jati Cirebon. Semua ilmu pendidikan islam di
Nusantara ditulis dengan huruf Arab Melayu. Metode pengajaran di
lembaga-lembaga pendidikan islam itu adalah sorogan dan bandungan.
Sorogan adalah sistem pengajaran yang bersifat individual, biasanya
bagi muri pemula. Sedangkan metode bandungan adalah sekelompok
santri mendengarkan seorang guru membaca, menerjemahkan,
85 Abdul Chalik, Kiparah Tradisionalis yang Tersisih (Yogyakarta: Interpena, 2011), xi.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
79
mengulas buku-buku islam dalam bahasa Arab yang disebut “kitab
kuning” dengan cepat.
Ada beberapa kebudayaan Hindu-Budha yang disesuaikan
dengan agama dan kebudayaan islam seperti;
1) Gerebeg disesuaikan dengan Hari Raya Idul Fitri dan Maulid nabi
disebut Gerebeg poso dan Gerebeg Mulud.
2) Gamelan Sekaten yang dibunyikan pada Gerebeg Maulud dipukul
di halaman masjid Agung.
3) Acara tepung tawar yang diiringi denga salawat Nabi, dan lainya.
b. Pendidikan Islam pada Zaman Penjajahan
1) Pendidikan Islam pada Zaman Belanda
Penaklukan bangsa barat atas Indonesia/Nusantara dimulai
dalam bidang perdagangan, dengan kekuatan militer. Kedatangan
mereka memang membawa kemajuan dibidang teknologi, tetapi tujuan
sebenarnya adalah untuk meningkatkan hasil jajahan. Tidak ada hal
baru yang mereka ajarkan untuk perkembangan pendi- dikan, akan
tetapi westernisasi dan kristenisasi yang mereka kenalkan.
Awal mulanya, Belanda (tahun 1610) membiarkan saja
pendidikan Islam di Nusantara. Akan tetapi, lambat laun mereka
mengubah pendidikan Islam sedikit demi sedikit. Belanda mulai
berusaha melumpuhkan pengaruh Islam, dimulai dari daerah yang
dikuasai di Yogya dan Surakarta. Yang kemudian mendapat
perlawanan dari masyarakat dan alim ulama Diponegoro. Akan tetapi
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
80
mereka dapat ditaklukkan. kemudian belanda berusaha menaklukkan
organisasi-organisasi Islam, Zakat, Wakaf, iuran untuk biaya
pendidikan dihapuskan. Belanda juga orang yang tidak tahu soal
agama menjadi tuan kadi, dan menjadi anggota Mahkamah Tinggi.
Karena usaha-usaha inilah, pendidikan Islam lama kelamaan menjadi
mundur dan makin terdesak oleh pendidikan barat.
Di Jakarta, ketika Van den bosch menjadi gubernur jenderal di
jakarta tahun 1831, ia mengeluarkan kebijakan bahwa sekolah gereja
diperlukan sebagai sekolah pemerintah belanda. Departemen
pendidikan menjadi satu. Disetiap daerah didirikan satu sekolah agama
kristen. Pada tahun 1819 Van den Capellen merencanakan berdirinya
sekolah dasar untuk penduduk pribumi agar dapat membantu
pemerintah Belanda. Akan tetapi dia menganggap bahwa pendidikan
Islam tidak membantu pemerintah Belanda. Belanda ingin mendirikan
sekolah-sekolah dasar untuk menyaingi pesantren, madrasah,
pengajian dan lembaga-lembaga pendidikan islam lainnya.
Pada tahun 1900 Masehi kemunduran pendidikan di Nusantara
mencapai puncaknya. Tahun 1925, Belanda mengeluar kan peraturan
lebih ketat, bahwa tidak semua Kyai boeh mengajar pengajian.
Peraturan ini muncul karena tumbuhnya organisasi pendidikan pada
saat itu, seperti Muhammadiyah, Syarikat Islam, Al-Irsyad, Nahdhatul
Wathan, dan lain-lain, masih banyak lagi kebijakan-kebijakan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
81
pemerintah Belanda terhadap bangsa pribumi khususnya muslim
pribumi.
Jika kita melihat peraturan-peraturan Belanda ini, seolah-olah
pendidikan Islam akan lumpuh. Akan tetapi apa yang kita saksikan
sebaliknya. Pada tahun 1901 Belanda melakukan politik etis, yaitu
mendirikan pendidikan rakyat sampai ke desa yang memberikan hak-
hak pendidikan bagi pribumi dengan tujuan mempersiapkan pegawai-
pegawai yang bekerja untuk Belanda. Belanda tidak mengakui lulusan-
lulusan pendidikan tradisional. Di luar dugaan dengan didirikan
sekolah rakyat orang pribumi dapat mengenal sistem pendidikan
modern yang kemudian mereka terapkan untuk mengadakan
pembaharuan dibidang agama dan pendidikan, maka lahirlah gerakan
pembaharuan pendidikan Islam.
2) Pendidikan Islam pada Zaman Jepang
Jepang menjajah Indonesia setelah mengalahkan Belanda
dalam perang Dunia II pada tahun 1942 dengan semboyan Asia Timur
Raya atau Asia Untuk Asia.
Pada masa awalnya pemerintah Jepang seakan-akan membela
kepentingan islam sebagai siasat untukmemenangkan perang. Untuk
menarik dukungan rakyat Indonesia, pemerintah membolehkan
didirikannya sekolah-sekolah agama dan oesantren-pesantren yang
terbebas dari pengawasan Jepang. Kebijakannya sebagai berikut:
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
82
a) Kantor Urusan Agama pada masa belanda disebut kantor Voor
islamistische Saken diubah menjadi Sumubu yang dipimpin
oleh ulama islam itu sendiri, yaitu K.H. Hasyim Asy’ari dari
Jombang dan didaerah-daerah disebut Sumuka.
b) Pondok pesantren mendapat bantuan dari pembesar Jepang
c) Sekolah-sekolah Negeri diberi pelajaran budi pekerti/agama
d) Membentuk berisan Hizbullah yang memberi latihan dasar
kemiliteran pemuda islam
e) Jepang mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam
f) Ulama Islam bekerja sama dengan pemimpin nasionalis
membentuk barisan Pembela Tanah Air (PETA)
g) Umat Islam mendirikan Majlis Syuro Muslim Indonesia
(Masyumi), maksud dari pemerintah Jepang agar kekuatan
umat Islam dan nasionalis bisa diarahkan untuk kepentingan
memenangkan perang yang dipimpin oleh Jepang.
Dalam bidang pendidikan, guru-guru mengikuti pelatihan yang
diadakan oleh Jepang untuk mendoktrinisasi dalam kemakmuran
bersama. Yang mana para guru diambil dari tiap-tiap kabupaten.
Bahasa Indonesia juga dijadikan sebagai bahasa pengantar semua
sekolah dan menjadi mata pelajaran utama. Pihak Jepang juga
mewajibkan para murid untuk mempelajari adat istiadat Jepang.
mereka juga diharuskan melakukan kerja bakti seperti mengumpulkan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
83
bahan-bahan untuk perang, menanam bahan makanan, membersihkan
asrama, memperbaiki jalan dan lain-lain
Demikianlah sekolah-sekolah pada masa jepang mengalami
kemunduran dibandingkan dengan masa Belanda. Namun,masalah
yang paling penting pada sekolah-sekolah itu adalah nasionalisasi,
bahsa pengantar, serta pembentukan kader-kader muda untuk tugas
berat dimasa mendatang.
c. Pendidikan Islam pada Zaman Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka, pendidikan Islam mulai mendapat
kedudukan yang sangat penting dalam sistem pendidikan nasional.
Selain itu pendidikan agama disekolah juga mendapat tempat yang
lebih teratur, seksama dan penuh perhatian. Pendidikan Islam setahap
demi setahap dimajukan. Upaya ini merupakan usaha untuk menata
diri ditengah-tengah realitas sosial era modern dan kompleks.
Sekolah agama termasuk madrasah, ditetapkan sebagai model
dan sumber pendidikan nasional yang berdasarkan UUD 1945.
Pendidikan Islam terus ditingkatkan dan tuntutan untuk mendirikan
Perguruan Tinggi juga meningkat.86 Muncul ide-ide pembaharuan
pendidikan Islam di Indonesia disebabkan sudah mulai banyak orang
yang tidak puas dengan sistem pendidikan yang berlaku saat itu, oleh
karenanya ada sistem yang harus diperbaharui. Ide dan inti
86 Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2012), 1.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
84
pembaharuan ini adalah berupaya meninggalkan pola pemikiran lama
yang tidak sesuai lagi dengan kamajuan zaman dan berupaya meraih
aspek-aspek baru yang menopang untuk menyesuikan diri dengan
kemajuan zaman. Berdasarkan dua daya dorong itulah maka mulai
muncul ide untuk memasukkan mata pelajaran umum ke lembaga-
lembaga pendidikan islam serta merubah metode pengjaran lama
kepada metode yang lebih adktif dengan perkembangan zaman.87
C. Pendidikan Islam pada Madrasah
1. Pengertian Madrasah
Jika dikaji dari pengertian bahasa, istilah madrasah berasal dari
bahasa Arab dari akar kata ( ومد رسة –د رسا –ید رس –د رس ) darosa-
yadrusu-darsan dan madrosatan, yang berarti belajar. Kata madrasah
dalam bahasa Arab adalah bentuk kata “keterangan tempat” (dzaraf
makan) bermakna tempat belajar. P87 F
88P Dari akar makna tersebut kemudian
berkembang menjadi istilah yang kita pahami sebagai tempat pendidikan,
khususnya yang bernuansa agama Islam. P88 F
89P Pengertian ini selaras dengan
pendapat Abuddin Nata yang menyatakan bahwa kata madrasah dalam
bahasa Arab berarti tempat atau wahana untuk mengenyam proses
pembelajaran. P89F
90P Dalam bahasa Indonesia madrasah disebut dengan sekolah
87 Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam di Indonesia, 1-3. 88 Ara Hidayat dan Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan, 127. 89 Nurul Huda, Madrasah Sebuah Perjalanan untuk Eksis, edit. Isma'il, Dinamika Pesantren dan Madrasah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), 211. 90 Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam pada Periode Klasik dan Pertengahan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), 50.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
85
yang berarti bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberi
pengajaran.91 Karenanya, istilah madrasah tidak hanya diartikan sekolah
dalam arti sempit, tetapi juga bisa dimaknai rumah, istana, kuttab,
perpustakaan, surau, masjid, dan lain-lain, bahkan seorang ibu juga bisa
dikatakan madrasah pemula.92 Sementara Karel A. Steenbrik justru
membedakan antara madrasah dan sekolah, dia beralasan bahwa antara
madrasah dan sekolah mempunyai ciri yang berbeda.93 Sedangkan
menurut Azyumardi Azra:
Madrasah adalah sebagai sekolah umum plus. Karena pada prinsipnya tidak ada pertanyaan tertulis apakah eksistensi sekolah sekolah umum dengan madrasah atau pesantren. Oleh karena itu perbedaan antara sekolah umum dengan madrasah, yang pada prinsipnya madrasah adalah sekolah umum, yang eksistensinya madrasah adalah sekolah umum plus. Madrasah harus 100% mengikuti kurikulum yang ada pada tingkat SD-SMP-SMA untuk madrasah yang sejajar kemudian ditambah dengan pengajaran umum, pengajaran agama.94
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa madrasah berasal dari ajaran
Islam sebagai wadah atau tempat belajar menuntut ilmu-imu keislaman
dan ilmu pengetahuan keahlian lainnya. Dalam perkembangannya
madrasah menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah selaras dengan
tuntutan kebutuhan masyarakat dan dunia pendidikan, sehingga
kecenderungan penulis untuk menyamakan madrasah dengan sekolah.
91 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), 889. 92 Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2005), 214. 93 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), 160. 94 Azyumardi Azra, Paradigma Baru Pendidikan Nasional (Rekonstruksi dan Demokratisasi), (Jakarta: Buku Kompas, 2002), 116.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
86
2. Tujuan Pokok dan Fungsi Madrasah
Berbicara tentang tujuan pokok madrasah pada hakikatnya sama
dengan membahas tujuan pendidikan agama Islam karena pada dasarnya
madrasah adalah bagian dari pada pendidikan Islam itu sendiri. Adapun
tujuan pendidikan Islam adalah ingin membentuk manusia yang taat dan
patuh kepada Allah. Sebagaimana firman Allah adalah Q.S. Az-Zariyat
ayat 56 yang artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan Manusia
melainkan supaya mereka menyembahku.”95 Ayat ini menunjukkan bahwa
Pendidikan Agama Islam adalah memberikan suatu petunjuk agar hidup
manusia semata-mata untuk mengabdi dan beribadah kepada Allah SWT.
Tentunya dengan usaha yang maksimal untuk mencapai tujuan tersebut,
dengan bekerja keras dan beribadah, sehingga terjelma suatu keimanan
dan ketaqwaan yang sebenar-benarnya yaitu melaksanakan perintah Allah
dan menjauhi semua larangan-Nya.
Pendidikan Agama Islam menurut Zuhairini adalah:” Membimbing
anak agar mereka menjadi muslim sejati, beriman teguh, beramal saleh,
dan berakhlak mulia, serta berguna bagi masyarakat, agama dan negara”.
Sedangkan tujuan Pendidikan Agama Islam menurut Athiyah al-Abrasy
adalah: “Tujuan pokok dari pendidikan Agama Islam adalah mendidik
budi pekerti dan pendidikan jiwa”.96 Dari kedua pendapat tersebut, maka
penulis menyimpulkan bahwa tujuan madrasah atau pendidikan agama
Islam adalah mendidik anak, agar mereka menjadi muslim sejati, beriman
95 H. Martinis Yamin dan Maisah, Orientasi Baru Ilmu Pendidikan (Jakarta: Referensi), 24-25. 96 Athiyah Al Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, 1.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
87
teguh, dan beramal saleh serta berakhlak mulia, sehingga dapat berdiri
sendiri, mengabdi kepada Allah SWT, berbakti kepada bangsa, negara
serta tanah air, agama dan bahkan sesama umat manusia.
Hidayat dalam bukunya menjelaskan acuan dalam perumusan dan
menetapkan tujuan dari madrasah yaitu:97
a. Menggambarkan tingkat kualitas yang perlu dicapai dalam jangka
menengah (empat tahunan)
b. Mengacu pada visi, misi dan tujuan pendidikan nasional serta relevan
dengan kebutuhan masyarakat
c. Mengacu pada standar kompetensi lulusan yang sudah ditetapkan
d. Mengakomodasi masukan dari berbagai pihak yang berkepentingan
e. Disosialisasikan kepada warga madrasah dan semua pihak yang
berkepentingan.
Untuk melihat fungsi madrasah, bisa merujuk pada UU RI Nomor
20 Tahun 2003 tentang SisKemendikbud, Pasal 30 ayat 2:98 “Pendidikan
keagamaan berfungsi” mempersiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran
agamanya dan atau menjadi ahli ilmu agama”.
Dari bunyi pasal tersebut, bisa disimpulkan bahwa Pendidikan
keagamaan Islam dalam konteks ini adalah madrasah berfungsi
mempersiapkan generasi muda bangsa menjadi anggota masyarakat yang
97 Ara Hidayat dan Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan, 162. 98 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang System Pendidikan Nasional (Jakarta: Laksana), 27.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
88
memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan atau
menjadi ahli ilmu agama.
3. Jenjang Pendidikan Madrasah
Madrasah sebagai salah satu bagian dari lembaga pendidikan
formal di Indonesia terbagi menjadi 2 tingkatan yaitu tingkat dasar dan
menengah. Hal ini telah diatur pemerintah dalam UU Nomor 20 Tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional. Dalam Pasal 17 berbunyi:
a) Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi
jenjang pendidikan menengah.
b) Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah
Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau
bentuk lain yang sederajat.
c) Ketentuan mengenai pendidikan dasar sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Dan dalam Pasal 18 berbunyi:
a) Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.
b) Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan
pendidikan menengah kejuruan.
c) Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA),
Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan
Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
89
d) Ketentuan mengenai pendidikan menengah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Dari Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS)
di atas dapat kita ketahui bahwa lembaga madrasah dalam konteks
pendidikan formal di Indonesia terbagi menjadi 2 tingkatan yaitu tingkat
dasar yang terdiri dari Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah
Tsanawiyah (MTs) dan tingkat menengah yang terdiri dari Madrasah
Aliyah (MA) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK).
4. Perkembangan Madrasah di Indonesia
Lembaga pendidikan dalam bentuk madrasah sudah ada sejak
agama Islam berkembang di Indonesia. Madrasah itu tumbuh dan
berkembang dari bawah, dalam arti masyarakat (umat) yang didasari oleh
rasa tanggung jawab untuk menyampaikan ajaran Islam kepada generasi
penerus. Karena itu madrasah pada waktu itu lebih menekankan pada
pendalaman ilmu-ilmu Islam. Madrasah dalam bentuk tersebut tercatat
dalam sejarah bahwa keberadaannya telah berperan serta dalam mencerdas
kan kehidupan bangsa. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia,
pemerintah mengambil langkah-langkah untuk mengadakan penyempur
naan dan peningkatan mutu madrasah.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
90
Madrasah telah mengalami tiga fase perkembangan sejak Indonesia
merdeka.99 Fase pertama, madrasah periode pertama dibatasi dengan
pengertian yang tertulis pada peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun
1946 dan peraturan Menteri Agama Nomor 7 Tahun 1950, bahwa
madrasah mengandung makna:
a. Tempat pendidikan yang diatur sebagai sekolah dan membuat
pendidikan dan ilmu pengetahuan agama Islam menjadi pokok
pengajarannya.
b. Pondok dan pesantren yang memberikan pendidikan setingkat dengan
madrasah.
Fase kedua, madrasah berdasarkan Surat Keputusan Bersama
(SKB) Tiga menteri 1975. Pada fase ini telah terjadi konsentrasi
keilmuannya dalam bidang agama, berubah menjadi konsentrasinya ada
pengetahuan umum. Batasan madrasah SKB Tiga Menteri adalah
“lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam
sebagai dasar yang diberikan sekurang-kurangnya 30 % di samping mata
pelajaran umum”.
Dalam Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri Tahun 1975 telah
dicantumkan pengakuan kesetaraan antara madasah dengan sekolah:
(1)Ijazah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan ijazah
sekolah umum yang setingkat; (2) Lulusan madrasah dapat melanjutkan ke
99 Daulay, Haidar Putra, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2004), 47-48.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
91
sekolah umum setingkat lebih atas; (3) Siswa madrasah dapat berpindah ke
sekolah umum yang setingkat.
Fase ketiga, setelah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, yang mana Madrasah disebutkan sebagai
sekolah yang berciri khas Islam. Pengertiannya bahwa seluruh programnya
sama dengan sekolah yang ditambah dengan mata pelajaran agama Islam
sebagai ciri keislamannya.
Madrasah dalam perkembangannya yang panjang dari kehidupan
bangsa Indonesia, banyak hal positif maupun negatif yang telah lahir dari
sejarah keberadaannya. Analisis mengenai kekuatan, kelemahan, anomali-
anomali kebijakan yang terjadi hingga saat ini mengharuskan madrasah
merumuskan kembali paradigma baru agar peran madrasah lebih tajam
dan terarah di dalam memasuki millennium ke tiga yang penuh dengan
tantangan.100 Karena itu madrasah sebagai lembaga pendidikan yang
keberadaan pendidikannya merupakan solusi yang bersifat preventif ketika
suatu bangsa mengalami problem kebangsaan dan kemanusiaan, sebab
pendidikan adalah usaha membangun generasi bangsa yang lebih baik.101
Untuk itu prospek madrasah di masa depan yang lebih cerah harus
dipersiapkan untuk memenuhi tuntutan-tuntutan dari masyarakat baru serta
tuntutan-tuntutan global. Tuntutan tersebut sebagian besar merupakan
reaktualisasi potensi madrasah yang kaya dalam pengalaman terutama
didalam memenuhi kebutuhan masyarakat serta memberdayakan masya-
100 H.A.R. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasioanal (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 165. 101 KemKemendikbud, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa; Pedoman Sekolah, (Jakarta: Balitbang Puskur, 2010), 1.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
92
rakat, ditambah pula dengan tradisi ikut sertanya masyarakat didalam
pembinaan, penyelenggaraan, dan pemanfaatan hasil-hasil lembaga
pendidikan madrasah.
5. Kedudukan Madrasah dalam Sistem Pendidikan Nasional
Kedudukan madrasah atau integrasi madrasah ke dalam sistem
pendidikan nasional menemukan momentumnya pada akhir dekade
1980an ketika pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN). Implikasi penting
terhadap pendidikan madrasah dapat diamati pada kurikulum dan semua
jenjang madrasah, mulai Ibtidaiyah, Tsanawiyah, hingga Aliyah. Secara
umum penjenjangan itu paralel dengan penjenjangan pada pendidikan
sekolah, mulai SD, SLTP, hingga SMA. Kurikulum madrasah juga sama
dengan sekolah, dengan pengecualian mata pelajaran agama yang lebih
banyak.102 Dengan kata lain, madrasah dapat disebut sebagai sekolah
umum plus agama. Sebenarnya sebutan tersebut menunjukkan bahwa
secara normatif madrasah memiliki kelebihan karena kurikulum untuk
mata pelajaran umum sama persis dengan sekolah umum (100%),
sementara kurikulum mata pelajaran agamanya lebih banyak, hanya
persoalannnya adalah dalam tataran pragmatis belum banyak madrasah
yang mampu menunjukkan kelebihan tersebut.
102 Husni Rahim, Sejarah Pendidikan Guru Agama Islam: dalam Guru di Indonesia (Ed. Dedi Supriadi), (Jakarta : DepKemendikbud, 2003), 758.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
93
Secara operasional integrasi ke dalam sistem pendidikan nasional
diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Dasar, serta Surat Keputusan Mendikbud No.0487/UU/1992
dan No.054/UU/1993 yang antara lain menetapkan bahwa MI atau MTs
wajib memberikan bahan kajian sekurang-sekurangnya sama dengan SD
atau SLTP.
Surat Keputusan ini ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan
Menteri Agama Nomor 638 dan 369 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan
MI dan MTs. Sementara itu status Madrasah Aliyah (MA) diperkuat
dengan PP Nomor 29 Tahun 1990 tentang pendidikan menengah, Surat
Keputusan Mendikbud No. 0489/UU/1992 (yang menyatakan bahwa MA
sebagai SMU berciri khas agama Islam) dan Surat Keputusan Menteri
Agama RI Nomor 370 Tahun 1993. Pengakuan ini mengakibatkan tidak
adalagi perbedaan antara MI, MTs dan MA dengan SD, SLTP dan SMU
selain ciri khas agama Islamnya.
Dengan demikian, integrasi madrasah ke dalam sistem pendidikan
nasional bukan merupakan integrasi dalam arti penyelenggaraan dan
pengelolaan madrasah oleh Depdikbud (sekarang DepKemendikbud),
melainkan lebih pada pengakuan yang lebih mantap bahwa madrasah
adalah bagian dari sistem pendidikan nasional walaupun pengelolaannya
dilimpahakan kepada Departemen Agama (sekarang Kementerian
Agama). 103
103 Ibid, 759.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
94
D. Era Otonomi Daerah
1. Pokok-Pokok Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi atau autonomy berasal dari bahasa Yunani yaitu authos
yang berarti sendiri dan namos yang berarti hukum atau aturan.104
Beberapa pendapat para ahli yang dikutip Hasbullah
mengemukakan bahwa:105
a. F. Sugeng Istianto, mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan
wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.
b. Ateng Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai
makna kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan (tidak
terikat atau tidak bergantung kepada orang lain atau pihak tertentu).
Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian
kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.
c. Syarif Saleh, berpendapat bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur
dan memerintah daerah sendiri. Hak mana diperoleh dari pemerintah
pusat.
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat 5,
pengertian otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.106 Sedangkan menurut Suparmoko mengartikan otonomi daerah
104 Hasbullah, Otonomi Pendidikan: kebijakan otonomi daerah dan implikasinya terhadap penyelengagaraan pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010),7. 105 Ibid, 17-18. 106 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
95
adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat.107
Berbagai definisi tentang Otonomi Daerah telah banyak
dikemukakan oleh para pakar, dapat disimpulkan bahwa Otonomi Daerah
yaitu hak atau kewenangan daerah otonom untuk mengambil kebijakan
dalam mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
(inisiatif) sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan daerah otonom itu sendiri
adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu
berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Ikatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.108
2. Landasan Yuridis Otonomi Daerah
Landasan yuridis atau dasar Hukum Otonomi Daerah berpijak pada
dasar Perundang-undangan yang kuat, yakni:
a. Undang-undang Dasar. Sebagaimana telah disebut di atas Undang-
Undang Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat untuk
menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pasal 18 UUD menyebutkan
adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah.
107 Suparmoko, Ekonomi Publik (Yogyakarta: ANDI, 2002), 61. 108 Sugeng Priyanto, Pendidikan Kewarganegaraan (Semarang: Aneka Ilmu, 2008), 40.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
96
b. Ketetapan MPR-RI Tap. MPR-RI Nomor: XV/MPR/1998 tentang
penyelenggaraan Otonomi Daerah: Pengaturan, Pembagian dan
Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan, serta
perimbangan keuangan Pusat dan Daerah dalam rangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
c. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang
lebih mengutamakan pelaksanaan asas Desentralisasi. Hal-hal yang
mendasar dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 adalah mendorong untuk
pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas,
meningkatkan peran masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi
DPRD.
Dari ketiga dasar perundang-undangan tersebut diatas tidak
diragukan lagi bahwa pelaksanaan otonomi daerah memiliki dasar hukum
yang kuat; permasalahannya adalah bagaimana dengan dasar hukum yang
kuat tersebut pelaksanaan otonomi daerah bisa dijalankan secara optimal.
Pokok-pokok pikiran otonomi daerah isi dan jiwa yang terkandung
dalam pasal 18 UUD 1945 beserta penjelasannya menjadi pedoman dalam
penyusunan UU Nomor 22 Tahun 1999 dengan pokok-pokok pikiran
sebagai berikut :
a. Sistim ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip-prinsip
pembagian kewenangan berdasarkan asas konsentrasi dan desen-
tralisasi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
97
b. Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekon-
sentrasi adalah daerah propinsi, sedangkan daerah yang dibentuk
berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah Kabupaten dan Kota.
Daerah yang dibentuk dengan asas desentralisasi berwenang untuk
menentukan dan melaksanakan kebijakan atas prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat.
c. Pembagian daerah diluar propinsi dibagi habis ke dalam daerah
otonom. Dengan demikian, wilayah administrasi yang berada dalam
daerah Kabupaten dan daerah Kota dapat dijadikan Daerah Otonom
atau dihapus.
d. Kecamatan yang menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
sebagai wilayah administrasi dalam rangka dekonsentrasi, menurut UU
Nomor 22 Tahun 1999 kedudukanya diubah menjadi perangkat daerah
Kabupaten atau Kota.
Perlu diketahui bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
sebagai dasar dari penyelenggarahan pemerintahan otonomi daerah sudah
disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Dalam
pasal 10 ayat (3) UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,
urusan-urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah pusat
meliputi:109 (1) politik luar negeri, (2) pertahanan, (3) keamanan, (4)
yustisi, (5) moneter dan fiscal nasional, dan (5) agama.
109 Hasbullah, Otonomi Pendidikan: kebijakan otonomi daerah dan implikasinya terhadap penyelengagaraan pendidikan, 17.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
98
3. Tujuan Otonomi Daerah
Menurut pengalaman dalam pelaksanaan bidang-bidang tugas
tertentu sistem Sentralistik tidak dapat menjamin kesesuaian tindakan-
tindakan Pemerintah Pusat dengan keadaan di daerah-daerah. Maka untuk
mengatasi hal ini, pemerintah menganut sistem Desentralisasi atau
Otonomi Daerah. Hal ini disebabkan wilayah Indonesia yang terdiri dari
berbagai daerah yang masing-masing memiliki sifat-sifat khusus tersendiri
yang dipengaruhi oleh faktor geografis (keadaan alam, iklim, flora-fauna,
adat-istiadat, kehidupan ekonomi dan bahasa), tingkat pendidikan dan lain
sebagainya. Dengan sistem desentralisasi diberikan keleluasaan kepada
daerah untuk melaksanakan kebijakan pemerintah sesuai dengan keadaan
khusus di daerah masing-masing, dengan catatan tetap tidak boleh
menyimpang dari garis-garis aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah
pusat. Jadi pada dasarnya, maksud dan tujuan diselenggarakannya
pemerintahan di daerah adalah untuk mencapai efektivitas pemerintahan.
Otonomi yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah ini
bersifat mandiri dan bebas. Pemerintah daerah bebas dan mandiri untuk
membuat peraturan bagi wilayahnya. Namun, harus tetap memper-
tanggungjawabkannya dihadapan negara dan pemerintahan pusat.
Selain tujuan diatas, masih terdapat beberapa point sebagai tujuan
dari otonomi daerah. Di bawah ini adalah beberapa tujuan dari otonomi
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
99
daerah dilihat dari segi politik, ekonomi, pemerintahan dan sosial budaya,
yaitu sebagai berikut:110
a. Dilihat dari segi politik, penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk
mencegah penumpukan kekuasaan di pusat dan membangun
masyarakat yang demokratis, untuk menarik rakyat ikut serta dalam
pemerintahan dan melatih diri dalam menggunakan hak-hak
demokrasi.
b. Dilihat dari segi pemerintahan, penyelenggaraan otonomi daerah untuk
mencapai pemerintahan yang lebih effektif dan efisien
c. Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaran otonomi daerah
diperlukan agar perhatian lebih fokus kepada daerah dengan berbagai
ragam perbedaan.
d. Dilihar dari segi ekonomi, otonomi daerah perlu diselengarakan agar
masyarakat dapat turut berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi di
daerah masing-masing.
Untuk mencapai tujuan otonomi daerah tersebut, hendaknya para
pejabat harus memiliki kesadaran penuh bahwa tugas yang diembannya
merupakan amanah yang harus dijalankan dan dipertanggungjawabkan.
Selain itu, semua pihak juga harus memiliki kewajiban untuk
berpartisipasi dalam rangka tercapainya tujuan. Untuk mewujudkan hal
tersebut tentunya bukan hal yang mudah karena tidak mungkin dilakukan
secara instan, butuh proses dan berbagai upaya serta partisipasi dari
110 Srijanti, dkk, Pendidikan Kewarganegaraan untuk Mahasiswa, (Jakarta: Graha Ilmu, 2009), hal.179.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
100
banyak pihak. Oleh karena itu, diperlukan kesungguhan serta kerjasama
berbagai pihak untuk mencapai tujuan tersebut.
4. Tugas dan Peran Pemerintah Daerah Dalam Desain Pendidikan di
Era Otomi Daerah
Desentralisasi pendidikan memiliki makna yang mendalam dalam
pembahasan pada studi politik dan pemerintahan. Setidaknya ada empat
perkembangan mengapa kekuasaan politik (pemerintahan) dan kekuasaan
pendidikan saling bertautan:111
a. Budget pendidikan yang dikeluarkan, baik oleh pemerintah pusat
maupun pemerintahan daerah, semakin lama semakin besar. Alokasi
budget tersebut merupakan keputusan politik. Sektor pendidikan harus
bersaing dengan sektor-sektor lainnya untuk memperoleh bagian yang
besar dari budget, baik budget nasional maupun budget pemerintah
daerah.
b. Kebijakan pendidikan selalu akan menyangkut masalah nasional.
c. Masalah pendidikan menjadi bahan kontrol dari tingkat-tingkat
pemerintahan. Hal ini mudah dimengerti karena budget yang semakin
besar yang dialokasikan untuk pendidikan. Hal tersebut menuntut
adanya kontrol atau campur tangan kekuasaan politik dalam
manajemen pendidikan.
111 H.A.R., Tilaar, Kekuasaan dan Pendidikan: Manajemen Pendidikan dalam Pusaran Kekuasaan (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 225-226.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
101
d. Masyarakat menyadari bahwa keputusan-keputusan pemerintah sangat
berpengaruh terhadap kualitas pendidikan anak-anaknya. Oleh sebab
itu, masyarakat tidak dapat melepaskan diri dari urusan-urusan
pendidikan.
Paqueo dan Lammaert menunjukkan alasan-alasan desentralisasi
penyelenggaraan pendidikan yang sangat cocok untuk kondisi Indonesia,
yaitu112:
a. Kemampuan daerah dalam membiayai pendidikan,
b. Peningkatan efektivitas dan efesiensi penyelenggaraan pendidikan dari
masing-masing daerah,
c. Redistribusi kekuatan politik,
d. Peningkatan kualitas pendidikan,
e. Peningkatan inovasi dalam rangka pemuasan harapan seluruh warga.
Seberapa besar capaian dari tujuan desentralisasi pendidikan yang
telah ditetapkan menurut Paqueo dan Lammaert akan dipengaruhi oleh
berbagai faktor, baik dalam internal pemerintahan, kondisi dan sumber
daya daerah serta masyarakat sebagai bagian dari unsur desentralisasi.
Tuntutan dan kebutuhan desentralisasi pendidikan muncul dan
berkembang sebagai bagian dari agenda global tentang demokratisasi dan
desentralisasi pemerintahan dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan
112 Paqueo V. & Lammert. J. Decentarlization in Education (New York: Education Reform dan Management Thematic Goup, 2000), 23.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
102
yang baik (good governance).113 Artinya desentralisasi pendidikan
merupakan suatu keadaan dan tuntutan perubahan dalam penyelenggaran
urusan pemerintahan bidang pendidikan yang tak bisa terhindarkan dari
adanya tuntutan global. Desentralisasi menjadi agenda politik yang
strategis untuk pendidikan negara-negara di dunia terutama pada dua
dekade sebelumnya. Terkait dengan desentralisasi pendidikan ini, dalam
pandangan Rondinelli dapat dilihat dari empat pendekatan yakni
dekonsentrasi, delegasi, devolusi, dan privatisasi.114
Pemahaman terhadap keempat pendekatan tersebut membutuhkan
pendalaman lebih jauh karena masing-masing bermakna berbeda.
a. Dekonsentrasi, yaitu menyerahkan sebagian kewenangan administratif
atau tanggungjawab kepada yang lebih rendah dalam suatu
pemerintahan yang dipimpin oleh seorang menteri (Departemen) atau
Badan.
b. Delegasi, yaitu mengalihkan tanggungjawab fungsi-fungsi tertentu
kepada organsasi di luar birokrasi dan dikontrol secara tidak langsung
oleh pemerintah pusat.
c. Devolusi, yaitu menyelenggarakan dan memperkuat unit-unit
pemerintah sub-nasional, yang kegiatannya secara substansial di luar
kontrol pemerintah pusat
113 Rohman, A. & Wiyono, T., Education Policy In Deceantralization Era (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 17. 114 Rondinelli, D.A. & Chemaa, G.S. (eds), Decentralization and Development : Policy Implementation in Developing Countris (Beverly Hills/London/New Delhi: Sage Publications, 1983), 29.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
103
d. Privatisasi, menyerahkan seluruh tanggungjawab kegiatan kepada
organsiasi swasta yang tidak berafiliasi kepada masyarakat
Konsep desentralisasi pendidikan sebagai suatu proses dimana
suatu lembaga yang lebih rendah kedudukannya menerima pelimpahan
kewenangan untuk melaksanakan segala tugas pelaksanaan pendidikan,
termasuk pemanfaatan segala fasilitas yang ada serta penyusunan
kebijakan dan pembiayaan. Lembaga yang lebih rendah dalam
pemahaman ini adalah pemerintahan daerah otonom yang berada di
bawahnya.
Salah satu wujud dari desentralisasi pendidikan ialah terlaksana
nya proses otonomi dalam penyelenggaraan pendidikan.115 Dalam hal ini
mengindikasikan bahwa penyerahan kewenangan dalam penyelenggaraan
pendidikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang ada di
bawahnya sebagai pemahaman dari desentralisasi pendidikan. Melalui
desentralisasi yang dalam pelaksanaannya disebutkan sebagai otonomi
daerah adalah upaya melalui mana masyarakat memegang peranan dalam
penyelenggaraan pendidikan di daerah. Pada kontek ini keberdayaan
masyarakat pada penyelenggaraan urusan pendidikan di daerah menjadi
penting. Masyarakat memegang posisi sebagai salah satu unsur yang
berperanan dalam penyelenggaraan desentralisasi pendidikan. Beberapa
penelitian mengenai desentralisasi pendidikan seperti yang dilakukan oleh
Ikoya bahwa desentralisiasi pendidikan bertujuan untuk melihat efisiensi
115 Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan: Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia (Jakarta: PT Bumi Aksara, Cet, II, 2008), 35.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
104
dan efektivitas sumberdaya manusia dan pembangunan ekonomi di
daerah.116
Desentralisasi pendidikan sebagai upaya untuk mendelegasikan
sebagian atau seluruh wewenang di bidang pendidikan yang seharusnya
dilakukan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.117 Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa salah satu wujud dari desentralisasi
pendidikan ialah terlaksananya proses otonomi dalam penyelenggaraan
pendidikan. Armida Alisyahbana menjelaskan bahwa desentralisasi
pendidikan yang dilakukan di banyak negara merupakan bagian dari
proses reformasi pendidikan secara keseluruhan dan tidak sekedar
merupakan bagian dari proses otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.118
Desentralisasi pendidikan meliputi suatu proses pemberian kewenangan
yang lebih luas di bidang kebijakan pendidikan dan aspek pendanaannya
dari pemerintah pusat ke pemerintahan daerah dan pada saat yang
bersamaan kewenangan yang lebih besar juga diberikan pada tingkat
sekolah. Rohman dan Wiyono melihat makna dari desentralisasi
pendidikan dari dua aspek. Desentralisasi pendidikan dapat dipahami
secara kritis sebagai pelepasan tanggungjawab pemerintah pusat terhadap
116 Ikoya, P.O.“Decentralization of Educational Development reforms in Nigeria: a Comparative Perspective”. Jurnal of Educational Administration, Vol. 45 No.2, 2007, 190-203. 117 Uno, H. B., Profesi Kependidikan: Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), 35. 118 Alisjahbana, A., Otonomi Daerah dan Desentralisasi Pendidikan (Bandung : FE Universitas Padjadjaran, 2000), 2-3.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
105
proses pendidikan masyarakat dan dinilai lebih melanggengkan proses
privatisasi pendidikan di Indonesia.119
Desentralisasi pendidikan menjadi bentuk penerapan neo-
liberalisme disatu sisi, tetapi di sisi lain adalah pengurangan hak negara
terhadap intervensi yang terlalu kuat dalam proses pendidikan dengan
mengembalikan pada rakyat untuk lebih berperan dalam proses
pendidikan. Dua hal yang menjadi makna desentralisasi pendidikan
tersebut berimplikasi pada perubahan dalam penyelenggaraan pendidikan
pada pemerintahan daerah. Berkurangnya peranan negara (pemerintah) di
satu sisi mengandung makna bahwa tuntutan partisipasi masyarakat
menjadi semakin diperlukan. Menguatkan pernyataan dari Rohman dan
Wiyono di atas terkait dengan pentingnya partisipasi masyarakat dalam
desentralisasi pendidikan, Tilaar menjelaskan ada tiga hal yang berkaitan
dengan urgensi desentralisasi pendidikan yaitu pembangunan masyarakat
demokrasi, pengembangan sosial capital, dan peningkatan daya saing
bangsa. Dengan demikian dalam desentralisasi pendidikan yang
dilaksanakan berdampak pada peningkatan kualitas demokrasi, sumber
daya modal sosial dan juga daya saing bangsa semakin meningkat.
Menurut Tilaar dengan adanya disentralisasi pendidikan ini akan
melahirkan warga Negara yang kompetitif, inovatif dan kooperatif dalam
membangun masyarakat yang demokratis.120 Desentralisasi pendidikan
119 Rohman, A. & Wiyono, T., Education Policy In Deceantralization Era (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 17. 120 H.A.R. Tialar, Analisis Kebijakan Pendidikan di Era Otomi Daerah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), 8-10.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
106
mempunyai makna yang sangat besar sebagai perwujudan penghargaan
atas hak dan kewajiban rakyat untuk memutuskan sendiri pendidikan bagi
anak-anaknya.
Desentralisasi pendidikan berkaitan dengan proses demokratisasi,
intinya ialah memberikan kesempatan kepada rakyat untuk mengambil
keputusan di lapangan mengenai bentuk, proses, keberadaan lembaga
pendidikan yang sesuai dengan tuntutan kehidupannya. Dengan kata lain
desentralisasi dan otonomi pendidikan bertujuan memberdayakan rakyat.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa desentralisasi pendidikan
mempunyai dua makna, yaitu : Pertama, pengambilan keputusan dari
rakyat secara langsung atau partisipasi dalam pengambilan keputusan.
Kedua, partisipasi dalam manajemen situasional atau manajemen
kepemimpinan oleh rakyat dalam pendidikan. Dalam konteks yang
dikemukakan oleh Armida Alisjahbana desentralisasi pendidikan
bermakna desentralisasi kewenangan bidang pendidikan. Kewenangan
bidang pendidikan yang penyelenggaraannya menjadi tanggungjawab
pemerintahan daerah.
Desentralisasi pendidikan memberikan kesempatan kepada
pemerintah daerah untuk mengambil keputusan terbaik tentang penyeleng
garaan pendidikan di daerah yang bersangkutan berdasarkan potensi
daerah dan stakeholders. Oleh karenanya, desentralisasi pendidikan
disamping diakui sebagai kebijakan politis yang berkaitan dengan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
107
pendidikan, juga merupakan kebijakan yang berkait dengan banyak hal
seperti kemampuan pembiayaan dan adanya partisipasi masyarakat.
Berbagai persoalan terkait dengan kebijakan desentralisasi pendi
dikan dikemukakan oleh Rohman dan Wiyono, bahwa121:
Apakah yang sedang atau sudah pernah dibuat untuk mengatasi masalah pendidikan dan apa sajakah hasilnya? Apakah yang menjadi tujuan kebijakan pendidikan? Bagi siapakah kebijakan pendidikan diformulasikan dan diimplementasikan? Bagaimana cara perumusan dan impelemntasi kebijakan pendidikan dilakukan? Siapa sajakah yang terlibat dalam perumusan dan implementasi kebijakan pendidikan? Seberapa efektifkah kebijakan pendidikan dijalankan dalam rangka untuk memecahkan masalah pendidikan? Seberapa bermakna hasil yang diperoleh dari implementasi kebijakan bagi masyarakat?
Beberapa pertanyaan yang dikemukakan oleh Rohman dan Wiyono
di atas merupakan hal-hal penting untuk melihat keberhasilan penye
lenggaraan desentralisasi pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia. Jika
disederhanakan dari pertanyaan tersebut didalamnya mengandung
beberapa variabel penting yaitu: kebijakan pendidikan; tingkat
keberhasilan implementasi kebijakan desentralisasi pendidikan; tujuan
kebijakan desentralisasi pendidikan; Target group desentralisasi
pendidikan; Cara formulasi dan implementasi kebijakan desentralisasi
pendidikan dilakukan; unsur-unsur yang terlibat dalam formulasi dan
implementasi kebijakan desentralisasi pendidikan; efektivitas kebijakan
desentralisasi pendidikan dalam memecahkan masalah pendidikan; dan
makna pencapaian kebijakan desentralisasi pendidikan bagi masyarakat.
121 Rohman, A. & Wiyono, T., Education Policy In Deceantralization Era, 15.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
108
Dalam hal implementasi kebijakan desentralisasi pendidikan di
tingkat daerah baik kabupaten maupun kota, tedapat beberapa persoalan
penting terkait dengan penyelenggaraan desentralisasi pendidikan.
Rohman dan Wiyono menjelaskan bahwa 122
Dampak dari kompleksitas dinamika kebijakan desentralisasi pendidikan selanjutnya memunculkan aneka persoalan yang cukup kompleks. Kompleksitas persoalan pendidikan misalnya menyangkut seberapa jauh semua golongan masyarakat memiliki akses yang sama untuk memperoleh pendidikan? Apakah pendidikan telah dapat melayani secara merata terhadap semua warga bangsa Indonesia? Mengapa mutu pendidikan belum beranjak naik secara signifikan? Seberapa tinggi tingkat relevansi program pendidikan yang diselenggarakan dengan kebutuhan masyarakat dan dunia usaha? Bagaimana upaya efisiensi manajemen penyelenggarakan system pendidikan?
Ujung dari kompleksitas kebijakan desentralisasi pendidikan
seperti diuraikan di atas adalah seberapa mampu kebijakan pendidikan di
Indonesia tersebut dapat melayani masyarakat tanpa membedakan status
sosial dari masyarakat.
Secara empirik, sejak awal tahun 2000-an Negara Indonesia
banyak menghasilkan peraturan dan perundangan mengenai pendidikan,
namun banyak terjadi overlapping dan kesalahan dalam implementasi
program-program pendidikan. Dalam kondisi tersebut menunjukkan
bahwa kebijakan desentralisasi pendidikan yang telah dikeluarkan oleh
pemerintah Indonesia belum optimal mencapai tujuan yang ditetapkan.
Rohman dan Wiyono menjelaskan123:
122 Ibid. 3-4. 123 Ibid., 16.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
109
…In-efektifitas akan terus terjadi jika para politisi, birokrat, dan masyarakat kurang memiliki komitmen tentang arah tujuan dan sasasaran pendidikan. Pembaruan kebijakan pendidikan melalui pengembangan komitmen dan konsensus para birokrat, politisi, dan masyarakat adalah sesuatu yang menjadi prioritas. Komitmen dan konsensus dalam bidang pendidikan sangat diperlukan dalam rangka mengetahui harapan (expectations) masyarakat terhadap suatu isu dan menyepakati (consensus) bagaimana melakukannya.
Birokrat, politisi dan masyarakat memegang peranan penting
dalam mencapai efektivitas penyelenggaraan desentralisasi pendidikan di
Indonesia. Fasli Jalal dan Dedi Supriadi menjelaskan bahwa di Indonesia,
kebijakan desentralisasi pendidikan diupayakan melibatkan banyak pihak,
yaitu124: (1) Pemimpin politik dan pengambil kebijakan, (2) Pegawai
Departemen, (3) Guru, (4) Persatuan guru, (5) Universitas, (6) Orang tua,
(7) siswa atau mahasiswa, (8) Masyarakat lokal.
Kedelapan pihak (aktor) tersebut masing-masing mempunyai
peranan dan berkontribusi terhadap penyelenggaraan desentralisasi
pendidikan di Indonesa. Hanya yang menjadi pertanyaan penting adalah
seberapa besar masing-masing berperanan dan berkontribusi terhadap
keberhasilan penyelenggaraan desentralisasi pendidikan di Indonesia?
Pertanyaan ini memerlukan analisis dan jawaban yang medalam dalam
kajian desentralisasi pendidikan. Keberhasilan penyelenggaraan desen-
tralisasi pendidikan di Indonesia tidak ditentukan oleh variabel tunggal,
melainkan oleh banyak variabel.
124 Jalal, F & Supriadi, D. (Ed)., Reformasi pendidikan dalam konteks otonomi daerah (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2001), 121.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
110
Pelaksanaan desentralisasi pendidikan di Indonesia ternyata tidak
lah semudah membalikkan tangan. Akan tetapi banyak kendala-kendala
yang dihadapi, terutama kesiapan daerah dalam menerima pelimpahan
pengelolaan aspek-aspek pendidikan, sehingga masing-masing daerah
melaksanakan desentralisasi pendidikan sebatas kemampuan menginter-
pretasikan konsep-konsep desentralisasi pendidikan tersebut. Untuk
mewujudkan tercapainya tujuan desentralisasi pendidikan di Indonesia
memerlukan dukungan dari berbagai faktor yang saling berhubungan dan
saling berpengaruh.
Keberhasilan penyelenggaraan desentralisasi pendidikan di
Indonesia salah satunya ditentukan oleh adanya peran serta (partisipasi
masyarakat). Desentralisasi menawarkan ruang yang luas bagi rakyat
untuk berpartisipasi dalam wilayah politik lokal. Disini artinya, harus ada
langkah-langkah sinergis dari seluruh komponen bangsa, baik pemerintah
pusat, pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan, dan masyarakat
secara keseluruhan. Mereka harus bergerak saling menopang dan
mengatasi kesulitan bersama-sama sesuai kapasitas masing-masing.
Apabila seluruh komponen bangsa mampu bergerak dan bekerja
secara terpadu serta searah berarti solid dan sinergis dalam mengatasi
berbagai persoalan yang timbul akibat implementasi desentralisasi
pendidikan. Manakala model bekerja ini yang ditempuh oleh mereka,
sangat memungkinkan desentralisasi pendidikan menjadi sangat efektif
dalam mengangkat martabat pendidikan Indonesia. Implementasi desen-
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
111
tralisasi pendidikan akan menjadi lebih efektif lagi manakala disertai
managemen berbasis sekolah (MBS).125
5. Pengelolaan Pendidikan Madrasah pada Era Otomi Daerah
Pengembangan Madrasah yang dilakukan sejak diberlakukannya
UU Nomor 2 tahun 1989 telah menunjukkan banyak kemajuan. Menurut
Hasbullah, 126 ada beberapa indikator yang menunjukkan hal itu. Misalnya
kondisi fisik madrasah (terutama negeri) sudah banyak yang bagus,
bahkan ada beberapa madrasah yang dijadikan model dilengkapi dengan
sarana pendidikan yang memadahi seperti pusat belajar, laboratorium,
perpustakaan. Guru-guru madrasah juga telah ditingkatkan kompetensi dan
kemampuannya melalui berbagai pendidikan dan pelatihan baik di dalam
maupun di luar negeri. Sejak berlakunya UU Nomor 2 Tahun 1989
tersebut, pendidikan madrasah telah menjadi bagian dari sistem
pendidikan nasional. Oleh karena itu, visi pendidikan madrasah tentunya
sejalan dengan visi pendidikan nasional.
Tidak dapat disangkal bahwa pendidikan Islam, di antaranya
madrasah, lahir dari dan oleh masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan
madrasah pada hakikatnya dimiliki dan dikelola oleh masyarakat secara
demokratis. Meskipun dalam perkembangannya madrasah dikelola oleh
yayasan, pengurus, bahkan perorangan, kehidupan madrasah tetap
125 Mujamil Qomar, Kesadaran Pendidikan Sebuah Penentu Keberhasilan Pendidikan (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), 54. 126 Hasbullah, Otonomi Pendidikan “Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya terhadap Penyelenggraan Pendidikan” (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 163.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
112
ditopang dan dibesarkan oleh masyarakat yang memilikinya. Ketika
sekarang banyak pihak berbicara strategi pendidikan dengan pendekatan
pendidikan yang dikelola oleh masyarakat, madrasah khususnya dan
pendidikan Islam pada umumnya telah memiliki pengalaman dan sejarah
panjang mengenai hal tersebut. Inilah kekuatan utama yang dimiliki oleh
madrasah. Selanjutnya, CBM (community based management) akan
bermuara pada manajemen madrasah (school based management) yakni
pengelolaan pendidikan yang dilakukan oleh madrasah secara otonom.
Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
pada pasal 1 ayat (5), 127 dikemukakan bahwa otonomi daerah adalah hak,
wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom yang dimaksud
disini adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas
wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Kehadiran UU Nomor 32 Tahun 2004 (dimulai dengan UU
Nomor 22 Tahun 1999) tentang Pemerintahan Daerah, di mana sejumlah
kewenangan telah diserahkan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah
Daerah, memungkinkan daerah untuk melakukan kreasi, inovasi dan
improvisasi dalam upaya pembangunan daerahnya, termasuk dalam bidang
127 Ibid.,, 2.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
113
pendidikan. Berubahnya kewenangan dari sistem sentralisasi ke
desentralisasi dalam pengelolaan pendidikan mengandung pengertian
terjadinya pelimpahan kekuasaan dan wewenang yang lebih luas kepada
daerah untuk membuat perencanaan dan mengambil keputusannya sendiri
yang dihadapi di bidang pendidikan.
Mengenai bidang pendidikan, khususnya yang secara kelembagaan
adalah pendidikan Islam, seperti madrasah, maka dengan bergulirnya UU
tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian berlanjut pada otonomi
pendidikan, sesungguhnya sebagai bentuk reposisi madrasah itu sendiri.
Hal ini karena sejak semula madrasah merupakan community based
education. Oleh sebab itu, di era otonomi daerah dan otonomi pendidikan,
reposisi kelembagaan Islam yang dalam hal ini diwakili madrasah,
ditujukan pada berkembangnya identitas lembaga tersebut yang pada
akhirnya akan melahirkan pribadi peserta didiknya yang mempunyai
identitas karena pembinaan madrasah dengan ciri khas yang dimilikinya.
Bertolak dari arah baru tersebut, maka pemberdayaan madrasah
dapat dilaksanakan melalui:
a. Pemberdayaan manajemen, yang meliputi pemberdayaan Sumber
Daya Manusia (SDM), manusia pengelola pendidikan, kepala sekolah,
guru, tenaga administrasi, dan lain sebagainya dan siap mengembang
kan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
b. Pemberdayaan sistemnya; dari top down ke bottom up, atau dari
sentralisasi ke desentralisasi
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
114
c. Pemberdayaan kebijakan, yaitu dengan tidak membuat kebijakan yang
memarjinalkan madrasah
d. Pemberdayaan masyarakat untuk ikut serta menjadi bagian inti dalam
pemberdayaan madrasah.
e. Cara yang dilakukan adalah dengan meningkatkan peran serta
stakeholder dan prinsip akuntabilitas.
Atas pandangan tersebut, maka dapat diharapkan bahwa madrasah
akan survive sesuai dengan jati dirinya, yaitu sebagai:
a. Lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat, yakni menyeleng
garakan pendidikan berdasar kekhasan agama Islam serta sosial,
budaya, aspirasi dan potensi masyarakat Islam, sebagai perwujudan
pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat Islam
b. Pendidikan umum, yakni pendidikan dasar (MI &MTs) dan menengah
(MA) yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan
peserta didik untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, dan atau
untuk hidup di masyarakat
c. Pendidikan keagamaan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat
menjalankan peranan yang menuntut penguasaan dan penggunaan
nilai-nilai ajaran agama Islam.
Berkaitan dengan pandangan di atas, maka sudah saatnya masya
rakat berperan aktif, apalagi dengan digulirkan otonomi daerah, dimana
kemampuan dalam mengelola tata kehidupan suatu masyarakat tidak
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
115
bersifat sentralistik lagi, termasuk juga dalam hal manajemen
pengembangan madrasah.
Sebagaimana diketahui, bahwa munculnya kebijakan tentang
desentralisasi pendidikan, merupakan implikasi dari Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 mengenai Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi terhadap pelaksanaan Daerah Otonom. Dengan
demikian, kebijakan desentralisasi pendidikan berarti merupakan peluang
yang sangat berharga bagi madrasah, karena dengan sendirinya madrasah
dikembalikan kepada habitatnya. Persoalan yang muncul ketika madrasah
mereposisi diri atau kembali ke habitatnya setelah berlakunya desen-
tralisasi pendidikan adalah berkaitan dengan intensitas pemberdayaan
masyarakat. Hal ini cukup beralasan karena masyarakat mempunyai peran
strategis dalam meningkatkan pendidikan, termasuk madrasah, dan
mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mengelolanya. Namun
kesempatan untuk menjalankan amanah desentralisasi pendidikan tersebut
pada kenyataannya masih jauh dari yang diharapkan, maka mau tidak mau
optimalisasi pemberdayaan masyarakat harus diwujudkan. Sebagai bentuk
pemberdayaan masyarakat, maka dikeluarkanlah Keputusan Mendiknas
Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Komite Sekolah berkedudukan di setiap satuan pendidikan, maka
untuk penamaan badan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-
masing satuan pendidikan, seperti Komite Sekolah, Majelis Madrasah,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
116
Majelis Sekolah, Komite TK atau nama lain yang disepakati. Sementara
itu. tujuan dari Komite Sekolah adalah:
a. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam
melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan
pendidikan
b. Meningkatkan tanggungjawab dan peran masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan
c. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan
demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang
bermutu di satuan pendidikan
Tujuan pertama dan kedua Komite Sekolah di atas, jelas sekali
dapat dipahami bahwa sebenarnya masyarakat mempunyai ruang aspirasi
yang harus tertampung oleh Komite Sekolah atau Majelis Madrasah,
karena mereka adalah (juga) bertanggung jawab atas kelangsungan
penyelenggaraan pendidikan. Karena itu, dalam pasal 56 ayat 1 UU
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, misalnya,
disebutkan bahwa di masyarakat ada Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah atau Komite Madrasah, dimana “masyarakat berperan dalam
peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan,
pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan
dan komite sekolah atau madrasah”.
Reposisi terhadap madrasah sebagaimana dijelaskan sekaligus
merespon dan mengantisipasi adanya perubahan sistem pemerintah RI dari
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
117
sentralisasi kepada otonomi, dekonsentrasi, desentralisasi. Rasionalisasi
pemikiran tentang madrasah ini berkaitan lansung dengan system
pemerintah kedepan sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang isinya tentang
perlu adanya penetapan kebijakan dengan pernyataan bahwa:
a. Penyelenggaraan madarasah tetap dilakukan oleh masyarakat,
beberapa hal mengenai penyelenggaraan menjadi tanggung jawab
Pemerintah Daerah, terutama pada aspek pembiayaan, tenaga
kependidikan, dan sarana prasarana kelembagaan serta manajerial
sesuai dengan kewenangan yang dimiliki. Sedangkan penyiapan dan
pengembangan materi pembelajaran yang bersifat substansi
keagamaan dan ciri khas keislaman dikelola oleh Kementerian Agama.
b. Pengelolaan dan penyelengaraan madrasah dilakukan oleh Pemerintah
Daerah dalam satu atap pengelolaannya dengan sekolah, yaitu dengan
membentuk Lembaga/Dinas Kependidikan (sesuai kondisi daerah)
sedangkan Kementerian Agama Kabupaten/Kota berfungsi sebagai
tugas pengendalian dan pengembangan substansi pendidikan agama
dan keagamaan.
Melalui perubahan ini maka madrasah berada pada arena
persaingan yang berorienasi kepada kualitas produk, karena tidak lagi
disibukkan dengan urusan-urusan kelengkapan sarana prasarana, tenaga
pendidik dan kependidikan lainnya yang selama ini menjadi persoalan
sebagian besar madrasah yang tidak pernah kunjung selesai.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
118
Berdasarkan kalkulasi sosial budaya masyarakat Indonesia,
madrasah seperti diatas akan lebih mudah diterima dan mendapat
dukungan dari masyarakatnya. Disisi lain, segala dinamika yang terjadi
dalam umat islam akan dengan mudah diserap oleh madrasah terutama
dinamika dibidang ilmu pengetahuan, sebab madrasah mendapat kontrol
langsung dari masyarakat pendukungnya. Dalam hal demikian lembaga
pendidikan agama dan keagamaan (Madrasah Diniyah, Pondok Pesantren)
tetap ditempatkan sebagai tanggungjawab Kementerian Agama.
Sebagai institusi pendidikan yang bernafaskan agama, maka
madrasah harus bergerak dalam mekanisme organisasi yang profesional,
dalam formulasi pengorganisasian dan penyelenggaraan sebagai berikut:
a. Pengorganisasian dan pengelolaan madrasah dalam arti penataan dan
pengaturan seluruh komponen pendidikan yang memungkinkan
tercapainya tujuan institusional, secara bertahap dilimpakan kepada
pihak madrasah (school Based management) dan didukung oleh
masyarakat(community based education), sehingga madrasah tidak
terisolasi dari komunitasnya.
b. Organisasi pengorganisasian dan pengelolaan madrasah diarahkan
kepada terciptanya hubungan timbal balik antara madrasah dan
masyarakat dalam rangka memperkuat posisi madrasah sebagai
lembaga pendidikan.
c. Struktur pengoranisasian dan pengelolaan madrasah bersifat fleksibel
sesuai dengan tuntutan kebutuhan madrasah.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
119
d. Pengelolaan madrasah dikembangkan melalui pendekatan profesional
yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya segenap potensi
madrasah, sehingga mampu mengimplementasikan prinsip-prinsip
school based management yang secara historis telah ada pada kultur
madrasah.
e. Pengelolaan madrasah bersifat terbuka dan demokratis. Pengelola
diberi kesempatan untuk menumbuh kembangkan nilai-nilai
demokratis dan hak asasi manusia (HAM) dalam membina tata
hubungan kerja di madrasah.
f. Manajemen madrasah diberi peluang yang memungkinkan terciptanya
kerja sama dengan unsur dan unit kerja lain dalam rangka peningkatan
kualitas pendidikan.
g. Pengeloaan madrasah perlu pengembangan konsep keterpaduan yang
mencakup keterpatuan lingkungan pendidikan (keluarga, sekolah, dan
masyarakat) dan keterbukaan.
h. Pengawasan atau kontrol pengorganisasian dan pengelolaan madrasah
dilakukan oleh suatu badan atau dewan sekolah yang memiliki
kompetensi sebagai pendamping pengelola madrasah.
i. Perlu dipersiapkan perangkat atau tindakan hukum bagi mereka yang
melanggar atau menyimpang dari prosedur dan etika pengelola dan
pengorganisasian madrasah.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
120
j. Diperlukan adanya upaya bersama untuk mengembalikan image
madrasah sebagai lembaga pendidikan umum yang bercirikan khas
Agama Islam
E. Penyelenggaraan Supervisi Pendidikan Islam pada Madrasah di Era
Otonomi Daerah
1. Program Supervisi Pendidikan Islam pada Madrasah di Era Otonomi
Daerah
Program supervisi pendidikan adalah sebuah rincian kegiatan yang
akan dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu dari pada
proses dan hasil belajar. Kegiatan tersebut secara umum menggambarkan
hal-hal apa yang akan dilakukan, bagaimana melakukannya, fasilitas apa
yang diperlukan, kapan dilakukan dan cara untuk mengetahui berhasil
tidaknya usaha yang dilakukan itu.
Yang perlu dipahami oleh para pengawas pendidikan adalah bahwa
kegiatan apapun yang ditujukan, adalah untuk memperbaiki proses dan
hasil belajar yang berorientasi kepada terjadinya perubahan perilaku
mengajar guru kearah yang lebih baik. Program supervisi yang baik berisi
kegiatan untuk membentuk pribadi guru yang ideal128 dan meningkatkan
kemampuan profesionalisme guru.
128 Seorang guru yang ideal seyogianya dapat berperan sebagai berikut: a. Konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan. b. Innovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan c. Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam pribadinya dan
perilakunya, dalam proses interaksi kepada peserta didik.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
121
Untuk mengetahui program supervisi pendidikan islam pada
madrasah di era otonomi daerah, bisa merujuk pada pedoman pelaksanaan
tugas guru dan pengawas yang tercantum dalam Dirjen PMPTK tahun
2009. Adapun program kepengawasan disini dibagi menjadi 3:129
a. Program pengawasan tahunan, ialah program pengawasan tahunan
pengawas mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran yang disusun
oleh kelompok pengawas mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran
di Kabupaten/Kota melalui diskusi terprogram.
b. Program pengawasan semester, ialah teknis operasional kegiatan yang
dilakukan oleh setiap pengawas mata pelajaran atau kelompok mata
pelajaran pada setiap sekolah di mana guru binaannya berada.
c. Rencana kepengawasan akademik (RKA) merupakan penjabaran dari
program semester yang lebih rinci dan sistematis sesuai dengan
aspek/masalah prioritas yang harus segera dilakukan kegiatan super
visi. Penyusunan RKA ini diperkirakan berlangsung 1 (satu) minggu.
Program tahunan, program semester, dan RKA sekurang-
kurangnya memuat aspek atau masalah, tujuan, indikator keberhasilan,
strateg atau metode kerja (tekhnik supervisi), scenario kegiatan,
sumberdaya yang diperlukan, penilaian, penilaian dan instrument
pengawasan. Terkait dengan konten program pengawasan ini, menurut
d. Organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggung jawabkan, baik moral maupun formal
Lihat Jamil Suprihatiningrum, Guru Professional Pedoman Kerja, Kualifikasi, dan Kompetensi Guru (Jakarta; Ar-Ruzz Media, 2012), 27.
129 Dirjen PMPTK , Pedoman Pelaksanaan Tugas Guru dan Pengawas (Jakarta; Dirjen PMPTK, 2009), 37.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
122
Ahmad Azhari harus tercermin: jenis kegiatan, sasaran, pelaksanaan,
waktu dan instrument.130
Agar kegiatan supervisi yang dilakukan supervisor sesuai dengan
kebutuhan lapangan maka seorang supervisor harusnya menempuh
beberapa langkah berikut:131
a. Mengidentifikasi masalah
Mengidentifikasi masalah-masalah proses pembelajaran yang
dihadapi guru sehari-hari yang ada di sekolah atau di wilayah
pembinaan. Untuk mengenal dan memahami masalah yang sedang
dirasakan guru sehari-hari, pengawas dapat melakukan berbagai cara,
misalnya melakukan observasi kelas, menyelenggarakan rapat sekolah,
wawancara informal atau pertemuan pribadi dengan guru.
b. Menganalisa masalah
Masalah-masalah profesional yang berhasil diidentifikasi, selan-
jutnya perlu dikaji lebih lanjut dengan maksud untuk memahami esensi
masalah sesungguhnya dan faktor-faktor penyebabnya, selanjutnya
masalah-masalah tersebut diklasifikasikan dengan maksud untuk
menemukan masalah yang mana yang dihadapi oleh kebanyakan guru
di sekolah atau di wilayah itu.
c. Merumuskan cara-cara pemecahan masalah.
Dalam proses pengkajian terhadap berbagai cara pemecahan
masalah yang mungkin dilakukan, setiap alternatif pemecahan
130 Ahmad Azhari, Supervisi:Rencana Program Pembelajaran (Jakarta: Rian Putra, 2007), 7. 131 Sri Banun Muslim, Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Professional Guru (Mataram: Alfabeta, 2008), 134.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
123
dipelajari kemungkinan keterlaksanaannya dengan cara mempertim-
bangkan faktor-faktor peluang yang dimiliki, seperti fasilitas dan
kendala-kendala yang mungkin dihadapi. Alternatif pemecahan
masalah yang terbaik adalah alternatif yang paling mungkin dilakukan,
dalam arti lebih banyak faktor-faktor pendukungnya dibanding dengan
kendala yang dihadapi. Disamping itu, alternatif pemecahan yang
terbaik memiliki nilai tambah yang paling besar bagi peningkatan
mutu proses dan hasil belajar siswa.
d. Implementasi pemecahan masalah
Saat yang paling kritis dalam setiap upaya perbaikan penga jaran
adalah apakah guru mempraktekkan gagasan yang telah dipahaminya
di kelas. Hasil pemecahan masalah bukan sekedar untuk dipahami,
akan tetapi yang lebih penting adalah pelaksanaannya di kelas. Hal ini
sangat penting, karena upaya perbaikan atau pembaharuan pengajaran
apapun tidak akan mempunyai dampak terhadap peningkatan dan
proses hasil belajar mengajar apabila tidak dipraktekkan di kelas.
e. Evaluasi dan tindak lanjut.
Evaluasi dalam supervisi adalah proses pengumpulan informasi
yang diperlukan untuk selanjutnya digunakan bagi upaya perbaikan
pengajaran lebih lanjut. Bahan-bahan yang diperoleh, selanjutnya
dimanfaatkan untuk menyusun kegiatan tindak lanjut yang sekaligus
menjadi masukan penyusunan program pembinaan selanjutnya
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
124
Lantip Diat Prasojo memberikan beberapa prinsip dalam peren-
canaan program supervisi:132
a. Obyektif (data apa adanya)
b. Bertanggung jawab
c. Berkelanjutan
d. Didasarkan pada Standar Nasioanal Pendidikan
e. Didasarkan pada kebutuhan dan kondisi sekolah atau madrasah
Adapun manfaat dari perencanaan program supervisi ini adalah:
a. Pedoman pelaksanaan dan pengawasan
b. Untuk menyamakan persepsi seluruh warga sekolah tentang progam
supervisi
c. Penjamin penghematan dan keefektifan penggunaan sumber daya
sekolah (tenaga, waktu dan biaya)
Langkah-langkah tersebut diatas diharapkan akan dihasilkan satu
program yang komprehensif dan realistik. Komprehensif dimaksud disini
adalah menyangkut seluruh aspek pengajaran, sedangkan yang dimasud
realistik disini artinya adalah benar-benar bisa menjawab tantangan dan
permasalahan yang ada di lapangan.
2. Rekrutmen Supervisor Madrasah di Era Otonomi Daerah
Upaya peningkatan mutu layanan pendidikan di satuan pendidikan,
tidak lepas dari peran seorang pengawas sekolah/madrasah. Tak dapat
dibayangkan apa yang akan terjadi jika kompetensi pengawas madrasah
132 Lantip Diat Prasojo, Supervisi Pendidikan (Yogyakarta: Gava Media, 2011), 96.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
125
ternyata bermutu lebih rendah dibandingkan dengan mutu guru atau kepala
sekolah. Sebab hal itu berarti, sekelompok orang yang tak bermutu
memberkan penilaian terhadap sekelompok orang lain yang lebih bermutu
dalam kancah dunia pendidikan. Tentunya hal ini sangat bertolak belakang
dengan maksud dari pengawas pendidikan itu sendiri yaitu, supervisi
pendidikan adalah supervisi kearah perbaikan situasi pendidikan.
Pendidikan dimaksud dalam hal ini adalah berupa bimbingan atau tuntutan
kearah perbaikan situasi pendidikan pada umumnya dan peningkatan mutu
mengajar dan belajar pada khususnya.133
Tak dapat dibantah, bahwa rendahnya mutu pengawas sekolah itu
merupakan potret nyata carut-marutnya pendidikan nasional. Pada satu
sisi, pengawas sekolah atau madrasah merupakan elemen penting
pendidikan. Kelemahan dan kekurangan yang mewarnai dunia pendidikan
dapat diteliti secara seksama melalui keberadaan pengawas sekolah. Tapi
pada lain sisi, pengawas sekolah yang tak bermutu hanya memperburuk
keadaan oleh tidak jelasnya format dan substansi evaluasi pendidikan.
Tidak aneh pula jika kemudian para pengawas sekolah hadir hanya untuk
mencari-cari kesalahan yang sifatnya subyektif dan tak beralasan.
Adanya fakta berkenaan dengan rendahnya mutu pengawas,
semestinya dijadikan momentum untuk mengubah keadaan menjadi lebih
baik, karena sampai kapanpun institusi pengawas tetap dibutuh kan untuk
dapat menyimak dan menyibak keberadaan mutu sekolah atau madrasah.
133 Pupuh F. dan AA Suryana, Supervisi Pendidikan (Bandung: Refika Aditama, 2011), 7.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
126
Tantangannya adalah sejauhmana setiap sekolah atau madrasah dapat
diteropong secara obyektif melalui sebuah mekanisme yang melekat
dengan pengawasan. Pada titik persoalan ini lalu dibutuhkan pemikir dan
atau pakar pendidikan yang secara fungsional bekerja sebagai pengawas
sekolah atau madrasah.
Mengenai banyaknya pengawas sekolah yang mutunya rendah ini
juga dimuat di harian kompas yang menuliskan bahwa:134
Kinerja pengawas sekolah di jenjang SD hingga SMA sederajat dikeluhkan para guru. Pengawas dinilai justru menjadi penghambat sekolah dan guru, untuk melakukan terobosan dalam meningkatkan mutu dan layanan pendidikan pada masyarakat. Persoalan kinerja pengawas sekolah yang dinilai belum baik, bukan hanya dari segi kompetensi yang memang ternyata rendah. Proses rekrutmen pengawas juga disoroti karena ada yang tidak melalui proses pemilihan dan pelatihan. Dari hasil uji kompetensi awal (UKA) guru yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kompetensi pengawas justru paling rendah dibandingkan guru-guru yang mereka awasi. Rata-rata nilai ujian para pengawas yang ikut dalam UKA 32,58, sedangkan rata-rata nasional 42,25 Rata-rata Guru TK 58,9; guru SD 36, guru SMP 46, dan guru SMA 51,35. Iwan Hermawan, Sekretaris Jenderal Federasi Guru Independen Indonesia, Sabtu (5/5/2012), mengatakan, pengawas semestinya diangkat dari guru-guru dan kepala sekolah berkualitas, yang memang disiapkan memiliki kompetensi sebagai pengawas.
"Tetapi kenyataan di lapangan, kebanyakan jabatan pengawas hanya tempat parkir kepala sekolah yang habis masa tugasnya, tetapi malas untuk mejadi guru lagi. Lalu, mereka diangkat menjadi pengawas tanpa seleksi," kata Iwan. Menurut Iwan, suatu ironi jika mutu pengawas sekolah yang justru berperan untuk mengawasi kinerja guru dan sekolah justru jauh lebih rendah daripada para guru yang diawasi. "Soal pengangkatan dan kinerja pengawas ini harus dikembalaikan lagi sesuai aturan yang ada. Kemendikbud harus turun tangan untuk memaksa dinas pendidikan daerah memperbaiki rekrutmen dan kinerja pengawas," kata Iwan. Keberadaan pengawas sekolah juga sering dikeluhkan, karena dinilai justru sering mencari-cari kesalahan daripada mendukung sekolah dan para guru yang punya ide untuk melakukan terobosan. Para guru menjadi terhambat untuk
134 Kompas.com edisi sabtu 5 mei 2012, di posting 2 Februari 2014 (12.54 WIB).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
127
bisa mengembangkan ide-ide kreatif atau berimprovisasi dalam kuri kulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), karena indikator penilaian yang dibuat pengawas tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan sekolah. Pengawas sekolah di Indonesia berjumlah sekitar 23.000 orang. Setiap pengawas bertugas mengawasi 10-15 sekolah atau setara 60 guru. Rolande H Hofman, Guru Besar Pendidikan Universitas Groningen Belanda, dalam suatu seminar di Indonesia, mengatakan, dari hasil penelitiannya pengawas yang efektif dapat mendorong performa sekolah. Namun, bukan pengawas yang mendikte atau mendominasi pilihan sekolah, tetapi yang mampu merangsang sekolah untuk proaktif. "Peran pengawas dibutuhkan untuk menilai kualitas sekolah secara keseluruhan agar dihasilkan sekolah berkualitas sesuai standar nasional pendidikan. Pengawas yang profesional dapat mendorong sekolah memberikan layanan pendidikan bermutu pada siswa," kata Rolande.
Oleh karena itu sangat relevan gagasan kebijakan pemerintah yang
dituang dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun
2007 tentang Standar Pengawas Sekolah atau Madrasah. Dalam Permen
tersebut jelas terlihat bahwa ada standar yang harus dimiliki pengawas
baik dari segi kualifikasi maupun kompetensi-kompetensinya.
Adapun persyaratan menjadi seorang pengawas sekolah yang
tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun
2007 tentang Standar Pengawas Sekolah atau Madrasah antara lain:135
a. Kualifikasi Pengawas Sekolah Menengah Pertama/Madrasah
Tsanawiyah (SMP/MTs), Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah
(SMA/MA), dan Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah
Kejuruan (SMK/MAK) adalah Memiliki pendidikan minimum
magister (S2) kependidikan dengan berbasis sarjana (S1) dalam
135 Lihat Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah, 3-4.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
128
rumpun mata pelajaran yang relevan pada perguruan tinggi
terakreditasi;
b. Memiliki pangkat minimum penata, golongan ruang III/c;
c. Berusia setinggi-tingginya 50 tahun, sejak diangkat sebagai pengawas
satuan pendidikan;
d. Memenuhi kompetensi sebagai pengawas satuan pendidikan yang
dapat diperoleh melalui uji kompetensi dan atau pendidikan dan
pelatihan fungsional pengawas, pada lembaga yang ditetapkan
pemerintah; dan
e. Lulus seleksi pengawas satuan pendidikan.
Kualifikasi akademik yang dijelaskan di atas dijadikan dasar dalam
melaksanakan rekrutmen dan seleksi calon pengawas. Artinya dalam
pengangkatan pengawas satuan pendidikan rekrutmen atau penjaringan
calon pengawas harus memenuhi kualifikasi tersebut di atas untuk
selanjutnya mengikuti seleksi atau penyaringan secara khusus.
Seleksi melalui tes yang terdiri atas tes tertulis, tes performance
dan porto folio. Tes tertulis meliputi:
a. Tes potensi akademik dan kecerdasan emosional
b. Tes penguasaan kepengawasan dan
c. Tes kreatifitas dan motivasi berprestasi.
Tes performance dilaksanakan melalui presentasi makalah kepe-
ngawasan dilanjutkan dengan wawancara. Sedangkan porto folio
dilaksanakan melalui penilaian terhadap karya-karya tulis ilmiah yang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
129
dihasilkan calon pengawas serta bukti fisik keterlibatan dalam kegiatan
ilmiah seperti seminar, workshop, pelatihan, dan sebagainya.
Ada enam dimensi kompetensi yang harus dikuasai pengawas
sekolah yakni:136
a. Kompetensi kepribadian,
b. Kompetensi supervisi manajerial,
c. Kompetensi supervisi akademik,
d. Kompetensi evaluasi pendidikan,
e. Kompetensi penelitian dan pengembangan,
f. Kompetensi sosial.
PermenKemendikbud Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar
Pengawas Sekolah atau Madrasah, menyatakan bahwa jenis pengawas
terdiri dari :137
a. Pengawas Taman Kanak-Kanak/Raudatul Athfal (TK/RA) dan
Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI),
b. Pengawas Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah
(SMP/MTs) dan Pengawas Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah
(SMA/MA) dalam Rumpun Mata Pelajaran yang Relevan (MIPA dan
TIK, IPS, Bahasa, Olahraga Kesehatan, atau Seni Budaya),
c. Pengawas Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan
(SMK/MAK) dalam Rumpun Mata Pelajaran yang relevan (MIPA dan
TIK, IPS, Bahasa, Olahraga Kesehatan, Seni Budaya, Teknik dan
136 Ibid, 4-16. 137 Ibid, 3.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
130
Industri, Pertanian dan Kehutanan, Bisnis dan Manajemen, Pariwisata,
Kesejahteraan Masyarakat, atau Seni dan Kerajinan).
Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Agama RI Nomor 12
Tahun 2012, secara spesifik Kementerian Agama sendiri juga mengatur
tentang kualifikasi dalam rekrutmen Pengawas Pendidikan Agama Islam
dan Pengawas Madrasah. Dalam Bab IV pasal 6, Pengawas Madrasah dan
Pengawas PAI pada Sekolah mempunyai kualifikasi sebagai berikut:
a. Berpendidikan minimal sarjana (S1) atau diploma IV dari perguruan
tinggi terakreditasi
b. Berstatus sebagai guru bersertifikat pendidik pada madrasah atau
sekolah
c. Memiliki pengalaman mengajar paling sedikit 8 (delapan) tahun
sebagai Guru Madrasah atau Guru PAI di Sekolah
d. Memiliki pangkat minimum Penata, golongan ruang III/c;
e. Memiliki kompetensi sebagai pengawas yang dibuktikan dengan
Sertifikat Kompetensi Pengawas
f. Berusia setinggi-tingginya 55 (lima puluh lima) tahun
g. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan setiap unsurnya paling rendah
bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir
h. Tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang dan/atau tingkat
berat selama menjadi PNS.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
131
3. Sasaran Supervisi Pendidikan Islam pada Madrasah di Era Otonomi
Daerah
Supervisi diartikan sebagai aktifitas yang menentukan kondisi atau
syarat-syarat yang esensial yang akan menjamin tercapainya tujuan-tujuan
pendidikan, sehingga dari sini seorang supervisor dituntut tepat dalam
memilih sasaran-saran pengawasan. Sasaran supervisi pendidikan Islam
pada madrasah di era otonomi daerah dapat dilihat dari beberapa aspek,
yaitu:
a. Aspek edukatif, meliputi kurikulum, proses belajar mengajar, evaluasi
dan kegiatan extrakulikuler.
b. Aspek administratif, meliputi administrasi madrasah, lembaga
administrasi ketenagaan, administrasi kesiswaan, administrasi
perpestakaan.
c. Aspek orang yang disupervisi, meliputi kepala madrasah, guru mata
peljaran umum, guru rumpun mata pelajaran agama islam, guru
pembimbing, tenaga administrasi di sekolah dan siswa siswi.
d. Dari aspek kebijakan, meliputi pemerataan pendidikan, tenaga
kependidikan, dan kesiswaan, pengembangan kurikulum, pengem-
bangan sarana dan prasarrana pendidikan, pengembangan, kegiatan
ekstrakurikuler dan pola pembinaan pendidikan Islam terpadu.
Piet Sahertian dalam bukunya menuliskan bahwa sasaran dalam
pengawasan pendidikan adalah pembinaan kurikulum, perbaikan proses
pembelajaran, pengembangan staf dan pemeliharaan serta perawatan moral
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
132
dan semangat kerja guru.138 Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa
sasaran dari kegiatan supervisi pendidikan atau pengawasan ini meliputi
bidang akademik bidang administratif, ketenagaan dan kesiswaan.
Karena supervisi dalam pelaksanaannya melibatkan banyak pihak
(pengawas, kepala sekolah atau madrasah dan guru pemandu bidang
studi), maka tujuan supervisi tersebut harus dipahami dan dipersepsi sama
oleh mereka-mereka yang terlibat dalam berbagai aktivitas pegawasan
tersebut, sehingga dalam pelaksanaannya dapat terarah dan tertuju pada
suatu tujuan yang diharapkan bersama.139
Agar tujuan supervisi pendidikan, khususnya berkaitan erat dengan
tujuan pendidikan di sekolah atau madrasah, yaitu dalam rangka
membantu pihak sekolah utamamanya tenaga pendidikan yakni guru-guru,
dan tenaga kependidikan lainnya dapat melaksanakan tugasnya secara
lebih baik, sehingga tujuan (pembelajaran) yang diharapkan bisa dicapai
secara optimal, maka semua pihak yang terkait harus benar-benar
memengang prinsip-prinsip pelaksanaan supervisi.
Dalam realitas di sekolah-sekolah atau madrasah-madrasah tidak
sedikit guru masih memiliki persepsi yang kurang tepat tentang supervisi.
Masih banyak diantara guru yang memahami supervisi sebagai suatu
pengawasan (inspeksi). Istilah supervisi dan inspeksi, sebagaimana telah
diuraikan di depan, memiliki makna yang berbeda dan memiliki kawasan
manajemen yang berbeda pula. Supervisi cenderung kepada usaha
138 Piet A. Sahertian, Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, 27. 139 Sri Banun Muslim, Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Professional Guru, 43.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
133
pelayanan dan pemberian bantuan guru dalam rangka memajukan dan
meningkatkan proses belajar mengajar (PBM) sedangkan inspeksi
cenderung kepada usaha atau kegiatan menyelidiki dan memeriksa
penyimpangan-penyimpangan serta kekeliruan-kekeliruan yang sengaja
atau tidak sengaja dibuat oleh para guru dan kepala sekolah dalam rangka
melaksanakan program pengajaran di sekolah.
4. Pelaporan Supervisi Pendidikan Islam pada Madrasah di Era
Otonomi Daerah
Terkait pelaporan pelaksanaan tugas kepengawasan, bisa merujuk
pada beberapa peraturan berikut:
a. Peraturan Permen PAN dan RB Nomor 21 Tahun 2010 pasal 12.
Diantaranya berisi kewajiban pengawas untuk melakukan evaluasi
hasil pelaksanaan program pengawasan.
b. PMA Nomor 2 Tahun 2012 pasal 4, diantaranya berisi kewajiban
pengawas untuk melakukan penilaian hasil pelaksanaan program
pengawasan dan pelaporan pelaksanaan tugas kepengawasan.
c. Dirjen PMPTK (2009) menyatakan tugas pengawas satuan pendidikan,
melaksanakan pembinaan, pemantauandan penilaian, menyusun
laporan pelaksanaan program.
Mencermati beberapa indikator tersebut di atas, sebenarnya ada
dua item yang bersinggungan, yaitu evaluasi atau penilaian pelaksanaan
program pengawasan dan pelaporan pelaksanaan program pengawasan.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
134
Dua hal tersebut secara tidak langsung telah menyatu menjadi satu.
Evaluasi pelaksanaan program pengawasan tidak ubahnya seperti
penilaian pelaksanaan program pengawasan, menyatu terdapat dalam
sistematika dari pelaporan hasil pengawasan yang telah dilakukan oleh
pengawas tersebut.
Pengertian pelaporan program pengawasan adalah penyampaian
informasi yang dilakukan secara teratur tentang proses dan hasil suatu
kegiatan pada pihak yang berwenang dan bertanggungjawab terhadap
kelancaran kegiatan pengawasan.140 Dalam laporan tersebut berisi tentang
sistematika pelaksanaan program pembinaan, pemantauan, dan penilaian,
serta pembimbingan dan pelatihan professional guru. Dalam tahapan
pelaporan berikutnya pengawas menyampaikan laporan semester dan
tahunan kepada dinas pendidikan provinsi atau dinas pendidikan
Kabupaten/Kota, serta sekolah yang dibinanya.141 Binti Maunah
menjelaskan laporan pengawas sebagai bukti pertanggungjawaban
terhadap pelaksanaan tugas kepengawasannya.142 Dalam hal ini, pengawas
membuat laporan secara berkala laporan bulanan, semesteran, dan laporan
tahunan, dibuat secara objektif dilengkapi dengan data pendukung.
Dengan demikian dalam sistem pelaporan pelaksanaan program
pengawasan ini terdiri dari laporan bulanan, laporan semesteran, dan
140 Kemendikbud, Dimensi Kompetensi Supervisi Manajerial (Bahan Belajar Mandiri Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah), (Jakarta: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan, 2009), 78. 141 KemenKemendikbud, Buku Kerja Pengawas Sekolah (Jakarta: Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan Nasional, 2011), 29. 142Binti Maunah, Supervisi Pendidikan Islam: Teori dan Praktek (Yogyakarta: Teras, 2009), 278.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
135
laporan tahunan. Laporan bulanan diharapkan para pengawas madrasah ini
mempresentasikan laporannya pada Rapat Dinas Tetap (Radintap) yang
dilaksanakan pada setiap awal bulan di Kantor Kemenag Kabupaten/Kota,
yang dipimpin oleh ketua Pokjawas. Kemudian laporan semesteran atau
tahunan sebagai bagian dari rekapitulasi laporan bulanan yang
dipresentasikan pada akhir semester dan akhir tahun pelajaran. Semua
laporan pengawas tersebut disampaikan kepada ketua Pokjawas dengan
tembusannya disampaikan kepada pejabat struktural terkait.143
Berkaitan dengan lingkup kegiatan laporan pelaksanaan program
pengawasan, terdapat 2 jenis laporan hasil pengawasan yang disusun
pengawas pada setiap semester, yaitu: (1) Setiap pengawas sekolah
membuat laporan per sekolah dan seluruh sekolah binaan. Laporan ini
lebih ditekankan kepada pencapaian tujuan dari setiap butir kegiatan
pengawasan sekolah yang telah dilasanakan pada setiap sekolah binaan,
(2) laporan hasil-hasil pengawasan di semua sekolah binaannya sebanyak
satu laporan untuk semua sekolah binaan dengan sistematika yang telah
ditetapkan. Laporan ini lebih merupakan informasi komprehensip tentang
keterlaksanaan, hasil yang dicapai, serta kendala yang dihadapi oleh
pengawas yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas pokok pada
semua sekolah binaan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan laporan adalah:
a. Obyektifitas
143 Binti Maunah, Supervisi Pendidikan Islam: Teori dan Praktek, 278-279.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
136
b. Psikologis (melakukan usaha-usaha perbaikan dan peningkatan)
c. Etis (sikap bersahabat dan saling menghormati, mencegah ekses-ekses
yang negatif)144
5. Evaluasi Program Supervisi Pendidikan Islam pada Madrasah di Era
Otonomi Daerah
Kegiatan evaluasi merupakan kegiatan untuk menelaah keber-
hasilan proses dan hasil pelaksanaan supervisi. Evaluasi dilaksanakan
secara komprehensip. Sasaran evaluasi supervisi ditujukan kepada semua
orang yang terlibat dalam proses pelaksanaan supervisi. Hasil dari evaluasi
supervisi akan dijadikan pedoman untuk menyusun program perencanan
berikutnya.
Soetopo dan Soemanto mengemukakan evaluasi berpedoman pada
tujuan yang telah ditetapkaknikn dan tujuan supervisi dirumuskan sesuai
dengan corak dan tujuan sekolah.145 Penggunaan data-data yang diperoleh
dari tekhnik-tekhnik evaluasi sebenarnya bergantung pada tujuan-tujuan
yang akan dicapai atau yang akan dikehendaki. Perencanaan yang matang
adalah dasar bagi penggunaan yang bijaksana dari informasi yang
diperoleh/dilakukan dengan bermacam-macam alat evaluasi.146
144 Ary H. Gunawan, Administrasi Sekolah, 213. 145 Hendiyat Soetopo dan Wasty Soemanto, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan (Jakarta: Bina Akasara, 1984), 84-85. 146 Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Tekhnik Evaluasi Pengajaran (Bandung: PT. Rosda Karya), 12.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
137
Dengan demikian kita dapat mengklasifikasikan penggunaan data
yang diperoleh dengan bermacam-macam tekhnik evaluasi itu kedalam
empat golongan sebagai berikut:
a. Penggunaan administrative.
Administrator dapat menggunakan data evaluasi untuk melengkapi
laporan-laporan periodik tentang kemajuan suatu lembaga kepada
instansi-instansi atasan yang memerlukan.
b. Penggunaan instruksional.
Supervisor dapat menggunakan data atau hasil-hasil evaluasi itu untuk
berbagai keperluan seperti:147
1) Untuk membantu atau menolong guru-guru dalam cara mengajar
yang lebih baik.
2) Untuk menentukan status kelas atau murid dalam hubungannya
dengan tujuan-tujuan pokok kurikulum. Hal ini akan memungkin
kan supervisor mengevaluasi metode-metode mengajar dan bahan-
bahan pelajaran yang diberikan dan selanjutnya bagaimana
merubah dan memperbaiki cara-cara mengajar dan hubungan guru-
murid yang sebaik-baiknya.
c. Penggunaan bagi bimbingan dan penyuluhan.
Dewasa ini bimbingan dan penyuluhan sebagai suatu bagian
yang integral dari program pendidikan. Kecakapan sebagai petugas
bimbingan telah menjadi sebagian dari tugas dan tanggungjawab guru
147 Ibid., 13.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
138
terhadap murid-muridnya, seperti halnya dengan tugas dan tanggung
jawab para konselor bimbingan.
d. Penggunaan bagi penyelidikan
Data-data yang dikumpulkan dengan berbagai tekhnik evaluasi
dapat pula digunakan bagi keperluan tujuan penyelidikan. Seperti
misalnya, diperlukan dalam penyelidikan tentang bagaimana
keefektifan metode-metode mengajar.
Suatu program evaluasi yang baik dapat diketahui dari cirri-cirinya
yang tertentu. Beberapa yang dapat dianggap sebagai ciri pokok untuk
menilai sampai dimana suatu program evaluasi disuatu lembaga
pendidikan dikatakan baik, antara lain:
a. Desain atau rancangan program evaluasi itu komprehensip. Suatu
desain evaluasi dikatakan komprehensip jika mencakup nilai-nilai dan
tujuan-tujuan pokok yang akan dicapai.
b. Perubahan tingkah laku individu harus mendasari penilaian
pertumbuhan dan perkembangannya. Tingkah laku total dari suatu
individu, intelektual, fisik, emosional dan sosial tingkah harus menjadi
perhatian.
c. Hasil-hasil evaluasi harus disusun dan dikelompokkan sedemikian
rupa sehingga memudahkan interpretasi yang berarti. Hasil-hasil
kuantitatif dan kualitatif yang diperoleh dari program evaluasi harus
disimpulkan kedalam pola penskoran yang jelas, secara statistik, grafik
ataupun secara verbal, sehingga dari data evaluasi itu gambaran atau
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
139
lukisan individu dapat dilihat dan dipahami dengan mudah dan dapat
dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Dengan demikian, dapat
dilihat bagaimana atau kearah mana perkembangan individu tersebut.
d. Program evaluasi haruslah berkesinambungan. Suatu evaluasi haruslah
berkesinambungan dan dilakukan secara terus menerus, karena hasil
dari evaluasi dapat digunakan dalam perencanaan dan perbaikan
sebuah kegiatan yang akan dilakukan selanjutnya.
Adapun manfaat dari adanya evaluasi adalah:
1) Mengidentifikasi keberhasilan atau kegagalan suatu program
2) Menunjukkan kekuatan atau potensi dapat ditingkatkan
3) Membantu melihat konteks dan implikasi program yang lebih luas
4) Memberikan informasi dalam membuat perencanaan dan
pengambilan keputusan
5) Pengetahuan dan pengembangan program
6. Peran Supervisi Pendidikan Islam pada Madrasah di Era Otonomi
Daerah
Kegiatan utama pendidikan di madrasah adalah kegiatan pembe-
lajaran, sehingga seluruh aktivitas organisasi sekolah bermuara pada
pencapaian efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Salah satu tugas
supervisor yaitu mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh guru dan
tenaga kependidikan lainnya di madrasah agar berjalan seefisien dan
seefektif mungkin. Supervisi merupakan suatu proses yang dirancang
secara khusus untuk membantu para guru dan kepala madrasah dalam
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
140
mempelajari tugas sehari-hari di sekolah, agar dapat menggunakan
pengetahuan dan kemampuannya untuk memberikan layanan yang lebih
baik pada peserta didik dan madrasah serta berupaya menjadikan
madrasah sebagai masyarakat belajar yang lebih efektif.
Maka peranan supervisor adalah memberi dukungan (support),
membantu (assisting), dan mengikut sertakan (shearing). Selain itu
peranan seorang supervisor adalah menciptakan suasana sedemikian rupa
sehingga tenaga pendidikan merasa aman dan bebas dalam
mengembangkan potensi dan daya kreasi mereka dengan penuh tanggung
jawab. Suasana yang demikian hanya dapat terjadi apabila kepemimpinan
dari supervisor itu bercorak demokratis bukan otokraris. Kebanyakan
tenaga kependidikan seolah-olah mengalami kelumpuhan tanpa inisiatif
dan daya kreatif karena supervisor dalam meletakkan interaksi bersifat
mematikan.
Mukhtar dan Iskandar dalam bukunya menyebutkan bahwa peran
seorang supervisor adalah sebagai berikut:148
a. Koordinator; Sebagai koordinator ia dapat mengkoordinasi program
belajar mengajar, tugas-tugas anggota staf berbagai kegiatan yang
berbeda-eda diantara guru-guru.
b. Konsultan; Sebagai konsultan ia dapat memberi bantuan, bersama
mengkonsultasi kan masalah yang dialami guru baik secara individual
maupun kelompok
148 Mukhtar dan Iskandar, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan, 45.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
141
c. Pemimpin kelompok; Sebagai pemimpin kelompok ia dapat
memimpin sejumlah staf guru dalam mengembangkan potensi
kelompok, pada saat mengembangkan kurikulum, materi pelajaran dan
kebutuhan professional guru-guru secara bersama. Sebagai pemimpin
kelompok ia dapat mengembang kan keterampilan dan kiat-kiat dalam
bekerja untuk kelompok (working for the grup), bekerja dengan
kelompok (working with the group) dan bekerja melalui kelompok
(working through the group).
d. Evaluator; Sebagai evaluator dapat membantu guru-guru dalam
menilai hasil dan proses belajar, dapat menilai kurikulum yang sedang
dikembangkan, ia juga belajar menatap dirinya sendiri. Ia dibantu
dalam merefleksikan dirinya sendiri, yaitu konsep dirinya (self
concept), idea atau cita-citanya (self idea), realitas dirinya (self
reality).
Secara substansial, eksekutor supervisi di lapangan adalah kepala
sekolah atau madrasah, penilik dan pengawas, namun tugas pengawas
lebih tinggi daripada kepala sekolah maupun penilik. Menurut Priyo,
seorang pengawas itu mempunyai tugas yang berat, yaitu quality control
and quality insurance. Menurut Dedy Mulyasana, dengan system
penjaminan mutu, tatakelola akan berkembang sesuai dengan standar mutu
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
142
yang diharapkan. Sistem penjaminan mutu diatur dalam Permendiknas
Nomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan.149
Mereka bertiga adalah supervisor yang bertanggungjawab terhadap
eksistensi dan dinamika sekolah atau madrasah.150 Dari sini jelaslah
bahwa, ketiga supervisi tersebut haruslah kompak dalam banyak hal,
termasuk dalam visi maupun visi. Jika ketiganya bisa bekerja sama secara
sinergis maka akan mampu menciptakan perubahan yang dahsyat dalam
dunia pendidikan.
149 Jamal Ma’mur A., Tips Efektif Supervisi Pendidikan Sekolah, 75. 150 Ibid. , 52