BAB II PENGKODEAN 2.1 Sistem Komunikasi...

20
BAB II PENGKODEAN 2.1 Sistem Komunikasi Digital Dalam sistem telekomunikasi digital tedapat dua jenis sistem telekomunikasi, yaitu sistem komunikasi analog dan sistem komunikasi digital. Perbedaan keduanya adalah pada sinyal yang digunakan untuk melakukan hubungan komunikasi. Pada sistem komunikasi analog, sinyal yang dikirimkan berupa sinyal yang bervariasi dan tidak tetap, sedangkan pada sistem komunikasi digital, sinyal yang dikirimkan adalah sinyal tertentu yang sudah tetap bentuknya. Sinyal digital merupakan sinyal data dalam bentuk pulsa yang dapat mengalami perubahan yang tiba–tiba dan mempunyai besaran 0 dan 1. Sinyal digital, seperti Gambar 2.1 hanya memiliki dua keadaan, yaitu 0 dan 1, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh derau, tetapi transmisi dengan sinyal digital hanya mencapai jarak jangkau pengiriman data yang relatif dekat. Biasanya sinyal ini juga dikenal dengan sinyal diskret. Sinyal yang mempunyai keadaan ini biasa disebut dengan bit. Bit merupakan istilah khas pada sinyal digital. Sebuah bit dapat berupa no; ( 0 ) atau ( 1 ), sehingga kemungkinan nilai untuk sebuah bit adalah 2 buah ( ). Kemungkinan nilai untuk 2 bit adalah sebanyak 4 , berupa 00, 01, 10, 11. Secara umum, jumlah kemungkinan nilai yang terbentuk oleh kombinasi n bit adalah sebesar buah. Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB II PENGKODEAN 2.1 Sistem Komunikasi...

BAB II

PENGKODEAN

2.1 Sistem Komunikasi Digital

Dalam sistem telekomunikasi digital tedapat dua jenis sistem telekomunikasi, yaitu

sistem komunikasi analog dan sistem komunikasi digital. Perbedaan keduanya adalah pada sinyal

yang digunakan untuk melakukan hubungan komunikasi. Pada sistem komunikasi analog, sinyal

yang dikirimkan berupa sinyal yang bervariasi dan tidak tetap, sedangkan pada sistem

komunikasi digital, sinyal yang dikirimkan adalah sinyal tertentu yang sudah tetap bentuknya.

Sinyal digital merupakan sinyal data dalam bentuk pulsa yang dapat mengalami

perubahan yang tiba–tiba dan mempunyai besaran 0 dan 1. Sinyal digital, seperti Gambar 2.1

hanya memiliki dua keadaan, yaitu 0 dan 1, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh derau, tetapi

transmisi dengan sinyal digital hanya mencapai jarak jangkau pengiriman data yang relatif dekat.

Biasanya sinyal ini juga dikenal dengan sinyal diskret. Sinyal yang mempunyai keadaan ini biasa

disebut dengan bit. Bit merupakan istilah khas pada sinyal digital. Sebuah bit dapat berupa no; (

0 ) atau ( 1 ), sehingga kemungkinan nilai untuk sebuah bit adalah 2 buah ( ). Kemungkinan

nilai untuk 2 bit adalah sebanyak 4 , berupa 00, 01, 10, 11. Secara umum, jumlah

kemungkinan nilai yang terbentuk oleh kombinasi n bit adalah sebesar buah.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 Sinyal Digital

Secara universal, sistem komunikasi digital yang baik adalah memiliki standar khusus

yang seyogianya mengatur hubungan inter-koneksi antar entitas, dimana kaidah tersebut

dinamakan protokol. Protokol adalah sebuah aturan yang mendefinisikan beberapa fungsi yang

ada dalam sebuah jaringan komputer, misalnya mengirim pesan, data, informasi dan fungsi lain

yang harus dipenuhi oleh si pengirim dan si penerima agar komunikasi dapat berlangsung benar,

walaupun sistem yang ada dalam jaringan tersebut berbeda sama sekali. Protokol ini mengurusi

perbedaan format data pada kedua sistem hingga pada masalah koneksi listrik. Untuk ini,

terdapat standar protokol yang terkenal yaitu OSI ( Open System Interconnecting ) yang

ditentukan oleh ISO ( International Standard Organization ) [1].

Sistem komunikasi digital yang baik adalah suatu sistem yang mampu mengantisipasi

nilai kerusakan yang memungkinkan terjadi dalam proses pengiriman bit informasi, kemampuan

penanganan sedini mungkin, dan dapat mengurangi dampak kesalahan bias yang dapat saja

muncul seperti gangguan yang ada (noise). Meskipun demikian ada beberapa hal yang masih

menerapkan sejumlah metode dari sistem komunikasi analog, karena sebelum perkembangannya

yang begitu pesat, sistem komunikasi digital masih memerlukan metode yang memang harus

mengadopsi sedikit perancangannya dari teknologi analog.

Universitas Sumatera Utara

Pada kenyataannya, kita dapat melihat bahwa perkembangan teknologi sistem

komunikasi digital lebih banyak mengalami kemajuan bila dibandingkan dengan teknologi

analog, hal ini jelas saja terjadi karena kebanyakan dari perangkat sistem komunikasi digital

lebih menggunakan teknologi yang lebih maju dan banyak melibatkan kinerja dari

mikroprosessor dan mikrokontroller, sehingga akan lebih efisien dalam pengoperasiannya.

Seiring dengan semakin cepatnya kebutuhan akan kecepatan pengiriman data dan kebutuhan

sarana dan prasarana yang dapat menunjang aktivitas dan kinerja sistem yang baik.

Untuk itu ada beberapa pertimbangan yang tentang teknologi digital dibandingkan

dengan analog, antara lain:

1. Sinyal digital mudah untuk dilakukan rekonstruksi menjadi bentuk yang semula,

dibandingkan dengan sinyal analog.

2. Tingkat distorsi dan interferensi pada sistem komunikasi digital lebih rendah

dibandingkan dengan teknologi analog.

3. Dari segi ekonomis, rangkaian digital lebih murah dan gampang untuk dijumpai di

pasaran, karena ketersediaan supply alat–alat maupun perangkat digital yang memadai.

4. Perangkat digital lebih mudah untuk dilakukan reassembly dengan perangkat lain bila

dibandingkan dengan perangkat analog.

2.1.1 Komponen Dasar Sistem Komunikasi Digital

Kinerja suatu sistem akan berjalan dengan baik jika didukung oleh beberapa elemen–

elemen yang dapat bekerja sama satu dengan yang lain dan melakukan tugasnya masing–masing,

sehingga membentuk satu blok diagram sistem komunikasi yang konkret dan memiliki nilai

utilitas yang baik dan performansi yang handal pula. Untuk itu ada baiknya kita harus

mengetahui terlebih dahulu komponen apa saja yang berkaitan dengan sistem komunikasi digital

Kanal enkoding

Digital modulator

Sumber enkoder

Pusat informasi dan perangkat

Universitas Sumatera Utara

yang sederhana, dan dapat dilihat dari blok diagram sistem komunikasi digital ( Gambar 2.2 )

[2].

[ 1 ] [ 2 ] [ 3 ]

[ 4 ]

[ 5 ]

[ 9 ] [ 8 ] [ 7 ] [ 6 ]

Gambar 2.2 Bagan Komponen Dasar Sistem Komunikasi Digital

Komponen dasar sistem komunikasi dapat dillihat dari blok Gambar 2.2 diatas, dimana

blok tersebut diatas memperlihatkan proses transmisi data yang terjadi dalam suatu sistem

komunikasi digital. Blok diagram yang pertama [ 1 ] adalah dapur untuk proses inputan

(masukan) data yang akan dikirimkan, dimana data tersebut berisikan pesan yang ingin

disampaikan oleh si pengirim. Inputan dari sistem tersebut adalah berupa sinyal analog maupun

sinyal digital. Untuk ini, dalam sistem komunikasi digital, maka yang digunakan adalah sinyal

digital. Adapun sinyal inputan yang masih berupa bentuk sinyal masukan analog, harus terlebih

dahulu diubah ke dalam bentuk sinyal digital, tentunya dengan menggunakan perangkat

tambahan yang disebut dengan ADC ( Analog to Digital Converter). Selain itu, sinyal digital

juga perlu untuk dikompresi atau diminimalisasikan ukuran bit informasinya. Hal ini dilakukan

untuk melakukan penyesuaian dengan Bandwidth transmisi yang tersedia. Proses konversi dan

Digital demodulator

Digital decoder

Digital encoder

Destinasi ( tujuan)

kanal

Universitas Sumatera Utara

kompresi ini disebut juga source coding atau data compression, pada blok diatas terlihat pada

blok [2] dimana terdapat perangkat source encoder.

Segera setelah diproses pada blok kedua tersebut, akan dihasilkan suatu deretan digit

biner yang disebut sebagai deretan bit informasi. Deretan inilah yang selanjutnya kemudian

diarahkan menuju blok [3] yaitu channel encoder, dimana di blok ini akan terjadi proses

mengkodekan sinyal agar pada sisi penerima dapat melakukan penterjemahan kembali atau

decoding untuk melakukan pendeteksian terhadap error dan meminimalisasikan kemungkinan

adanya error yang muncul. Selanjutnya, sinyal yang telah dikodekan tersebut dimodulasi pada

blok [4] dengan menggunakan sebuah perangkat digital modulator, yaitu sebuah perangkat yang

berfungsi untuk mengubah bentuk sinyal informasi dalam bentuk analog menjadi bentuk sinyal

digital, didalamnya termasuk proses kuantisasi sinyal. Adapun tujuan dari fungsi modulasi

digital tersebut adalah untuk melakukan penyesuaian dengan kondisi dari kanal yang digunakan.

Dapat kita lihat pada kanal transmisi yang ditunjukkan pada blok [5], sinyal yang

dikirimkan akan dipengaruhi oleh adanya kehadiran beberapa gangguan ( noise) ataupun

interferensi. Kemudian pada sisi pengirim sinyal akan terjadi proses untuk memodulasikan

kembali (demodulasi) oleh digital demodulator, seperti yang ditampilkan pada blok [6].

Selanjutnya, setelah sinyal tersebut didemodulasikan, sinyal tersebut mengalami proses

didekodekan sesuai dengan teknik yang dipakai ataupun diaplikasikan pada encoder pada sisi

pengirim untuk dilakukan pemeriksaan dan dideteksi error yang kemungkinan muncul.

Kemudian sinyal didekodekan kembali oleh source decoder yang disesuaikan dengan teknik

yang diaplikasikan oleh source encoder pada sisi pengirim untuk mendapatkan sinyal informasi

yang asli dan sesuai yang diinginkan oleh perangkat receiver.

Universitas Sumatera Utara

2.2 Komunikasi Data

Proses komunikasi pada jaringan yang telah memiliki bentuk topologi yang saling

bersesuaian antara pihak – pihak yang terlibat dalam proses pentransmisian data memiliki sifat

fleksibilitas dan visibilitas yang sangat baik didalam melakukan fungsi dan tugas yang

seharusnya dilakukan. Dalam hal ini, komunikasi data adalah suatu pemrosesan dalam

pentransmisian data yang telah di-encode dengan perantaraan melalui media transmisi, baik

bersifat media fisik, seperti kabel twisted pair, kabel opened wire, fiber optik ataupun media non

fisik seperti gelombang elektromagnetik, radio, satelit dan sebagainya [3].

Utamanya, komunikasi adalah merupakan bagian dari telekomunikasi yang secara khusus

berkenaan dengan transmisi atau pemindahan data dan informasi diantara komputer–komputer

dan piranti–piranti yang lain dalam bentuk digital yang dikirimkan melalui media komunikasi

data [4]. Data berarti informasi yang disajikan oleh isyarat digital. Komunikasi data merupakan

bagian virtual dari suatu masyarakat informasi karena sistem ini menyediakan infrastruktur yang

memungkinkan komputer–komputer dapat berkomunikasi satu sama lain.

Pada komunikasi data, kita mengenal adanya suatu protokol yang bertindak sebagai

glandmaster yang bertanggung jawab untuk memberlakukan suatu aturan agar sistem

komunikasi yang terjalin dapat berjalan sebagaimana baiknya dan memiliki relibilitas yang

mencakup [1]:

1. Tingkat kemudahan untuk melakukan konfigurasi ( kompatibilitas ) dengan peralatan lain

yang setara.

2. Kemampuan untuk memberikan pelayanan dengan akurasi kemampuan yang berbeda

pula.

Universitas Sumatera Utara

3. Kemudahan untuk diteliti, dipelajari, dan diamati lebih lanjut untuk pengkajian yang

lebih baik lagi dalam memecahkan masalah komunikasi.

4. Kemampuan dalam memberikan alternatif pilihan kepada para user yang ingin melakukan

koneksi yang kompeherensif dan progresif yang handal.

2.2.1 Komponen Komunikasi Data

Seperti yang terlihat pada Gambar 2.3, adapun beberapa entitas yang tergolong sebagai

komponen komunikasi data dan harus ada dalam suatu kesatuan sistem yang membentuk suatu

hubungan jaringan komunikasi yang baik antara lain [1]:

1.Media Pengirim, adalah piranti yang berkenaan dengan proses pengiriman data yang

dikirimkan oleh si pengirim ( user ).

2. Media Penerima, adalah piranti yang berkenaan dengan proses penerimaan data yang

akan diterima oleh user receiver.

3. Data, adalah paket informasi baik berupa data, suara ataupun gambar yang akan

dipindahkan.

4. Media Pengiriman, adalah piranti atau saluran yang dijadikan sebagai media saluran

pengiriman data.

5. Protokol, adalah suatu aturan atau kaidah yang berfungsi utnuk menyelaraskan

hubungan antar entitas.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 Gambar Blok Sederhana Komunikasi Data

2.2.2 Noise transmisi.

Pada tingkat komunikasi data yang baik, kadangkala permasalahan yang paling riskan

yang sering dihadapi adalah Noise pada proses transmisi, terutama dalam lalu lintas komunikasi

data antara perangkat fisik pada transmitter, media transmisi atau biasanya pada perangkat

receiver. Adapun noise atau kendala dalam sistem transmisi data yang sering dialami antara lain

interferensi, derau, distorsi, atenuasi dan sebagainya.

2.2.3 Derau

Dalam suatu proses transmisi data, adapun sinyal yang diterima oleh perangkat receiver

memungkinkan telah mengalami penambahan sejumlah sinyal-sinyal tambahan yang tidak

dikehendaki keberadaannya, namun hal tersebut justru selalu terjadi. Baik yang telah mengalami

sedikit perubahan pada susunan bit informasinya akibat pengaruh distorsi ataupun berkat

pengaruh yang lain.

2.2.4 Distorsi

Pada sistem transmisi media guided yang memiliki daerah spektrum frekuensi tersendiri,

terkadang dipandang tidak selalu seimbang dengan kecepatan transmisi sinyal yang berjalan

dalam media transmisi tersebut. Pada kenyataannya, signal band terbatasi, kecepatannya sangat

Universitas Sumatera Utara

tinggi mendekati pusat frekuensi dan akan turun mengarah pada kedua sisi band. Pada saat

frekuensi sinyal yang berlainan terhadap konstanta waktu, hal ini mengakibatkan fasenya akan

berubah diantara daerah frekuensi yang berbeda–beda pula.

2.2.5 Atenuasi

Masalah atenuasi atau penyimpangan akibat berbagai faktor yang menghalangi proses

pengiriman dalam media transmisi sebenarnya dapat diatasi dengan pemilihan metode yang tepat

untuk mengatasinya. Biasanya dalam perhitungannya dapat dinyatakan dalam jumlah desibel

konstan per satuan unit jarak. Fungsi yang lebih kompleks dari jarak inilah yang seharusnya

mendapat perhatian yang serius untuk memperoleh pertimbangan yang baik dalam membangun

suatu sistem transmisi.

2.3 Konsep Dasar Teori Pengkodean

Konsep dari sebuah teori dasar pengkodean adalah untuk mengurangi dampak kesalahan

( error ) yang bisa diakibatkan oleh masalah pengamanan dari informasi digital terhadap

kesalahan yang kerap muncul karena pada saat proses transmisi tersebut, justru mengakibatkan

sistem menjadi salah pengertian dalam melakukan interpretasi tehadap simbol data–data yang

akan diterjemahkan untuk kemudian diproses menjadi sebuah pesan. Hal ini merupakan kendala

yang serius terutama dalam proses penyimpanan data. Perlu mendapat perhatian yang serius pula

dari seorang insinyur telekomunikasi agar pengontrolan terhadap kesalahan sehingga dapat

dilakukan rekonstruksi informasi dan data yang diterima akan memiliki kehandalan dan aktual.

Universitas Sumatera Utara

Untuk itu, dalam mengatasi masalah kesalahan yang tentunya tidak diinginkan tersebut,

diperlukanlah suatu sistem pengkodean. Secara sederhana dapat kita lihat pada blok diagram

pada Gambar 2.4:

pesan

sinyal Tx sinyal Rx

Gambar 2.4 Gambaran Umum Model Komunikasi

Gambar 2.4 diatas mendeskripsikan bahwa kesatuan sistem komunikasi yang baik

adalah suatu sistem yang mampu melakukan tingkat akurasi penyampaian sinyal informasi,

dengan meminimalisasikan tingkat kesalahan ( error) data yang dikirimkan oleh si pengirim data

melalui perangkat Transmitter, dan dalam proses transmisi data melalui media baik fisik maupun

non fisik adalah sangat dijaga kompleksitas kebenaran pengkodean datanya [3].

Kesalahan ( error ) adalah masalah yang paling sering dihadapi dalam sistem

komunikasi, sebab selain dapat mengurangi kinerja dari suatu sistem, juga dapat mengakibatkan

kehandalan suatu sistem dalam enkripsi data menjadi berkurang. Untuk mengatasi masalah

tersebut, diperlukan suatu sistem yang dapat mengoreksi error, dimana solusinya adalah dengan

metode penanganan error dalam pemeriksaan bit. Adapun metode yang dapat dilakukan ada dua,

yaitu [4]:

1.Backward Error Control ( BEC )

Sumber Informasi

Transmiter ( Pengirim ) (P i i )

Receiver ( Penerima )

Sumber Noise

Tujuan

Universitas Sumatera Utara

Yaitu metode dimana perangkat pada sisi penerima akan segera mengirimkan sinyal

kepada perangkat pengirim untuk melakukan pengiriman ulang jika pada data yang diterima

terjadi kesalahan.

2. Forward Error Control ( FEC )

Yaitu metode dimana sebelum proses pengiriman data dilakukan, data tersebut

terlebih dahulu dikodekan dengan suatu pembangkit kode ( encoder ), kemudian dikirimkan ke

perangkat penerima. Pada sisi penerima tersebut, telah tersedia sebuah penerjemah kode (

decoder ) yang mengkodekan data tersebut, dan apabila terjadi error pada data akan dilakukan

pengkoreksian data. Selanjutnya, bit dari sumber data akan masuk ke encoder untuk dikodekan,

selanjutnya bit yang telah dikodekan tesebut dikirimkan melalui kanal, langkah akhirnya akan

kembali dikodekan oleh decoder dan data tersebut dikirimkan ke user.

2.4 Teknik Pengkodean Hamming

Teknik pengkodean Hamming memiliki beberapa keunggulan dimana dapat tepat

mengoreksi satu kesalahan bit yang timbul. Selain itu masih memiliki keunggulan lainnya yaitu

sebagai berikut[5]:

1. Mendeteksi semua kesalahan bit tunggal dan ganda yang dilakukan dengan

membandingkan codeword hasil enkoding dengan codeword hasil deteksi decoding,

dimana kemampuan untuk mendeteksi error pada kode Hamming dapat dinyatakan

dengan rumus = - 1.

2. Mengoreksi semua kesalahan bit tunggal. Jika terdeteksi adanya kesalahan bit dalam blok

codeword pada proses decoding, maka dengan operasi XOR akan diperbaiki sebanyak 1

Universitas Sumatera Utara

bit error yang terdeteksi. Kemampuan koreksi error Hamming dinyatakan dengan rumus :

=

Untuk menentukan matriks generator dari kode Hamming yaitu pertama dengan

menentukan nilai jumlah bit blok codeword ( anggap sebagai variabel n ) dan Jumlah bit

informasinya ( misalkan sebagai variabel k ).

Setelah diperoleh nilai (n) dan (k) tersebut, selanjutnya menentukan nilai polinomials

sesuai dengan Tabel 2.1 Polinomial Galois Field GF (2) :

Tabel 2.1 Tabel Polinomial Galois Field (GF) 2

Jumlah Bit Parity ( m ) Polynomials 3 1 1 0 1 4 1 1 0 0 1 5 1 0 1 0 0 1 6 1 1 0 0 0 0 1 7 1 0 0 1 0 0 0 1

Setelah diketahui nilai dari polynomial sesuai dengan Tabel 2.1 diatas lalu

disusun matriksnya dengan susunan sebagai berikut, misalkan generator Hamming dengan parity

(m) = 3

N = - 1 = 7

K = - 1 – m = 4

Maka langkah pengerjaannya adalah sebagai berikut :

1. Gunakan polinomials dalam Tabel 2.1 diatas sebagai baris pertama dan menambahkan

nilai 0 hingga n dengan nama g(x), dimana nilai g (x) = 1 1 0 1 0 0 0

Universitas Sumatera Utara

2. Membuat baris kedua dengan menggeser baris pertama ke kanan, prosesnya x.g(x),

dimana nilai x.g(x) = 0 1 1 0 1 0 0.

3. Membuat baris ketiga dengan menggeser baris kedua ke kanan dengan proses .g(x),

dan baris tersebut diteruskan selanjutnya hingga sejumlah nilai k. Setelah

meneruskannya hingga mencapai nilai k tertentu,maka akan terbentuk matriks

generator seperti berikut

g (x) 1 1 0 1 0 0 0 x.g(x) 0 1 1 0 1 0 0

.g(x) = 0 0 1 1 0 1 0

.g(x) 0 0 0 1 1 0 1 Terlihat pada matriks generator diatas, generator yang terbentuk adalah generator non

sistematik. Maka untuk mengubahnya menjadi sistematik diperlukan teknik tertentu yang baik

dan efisien dilakukan adalah dengan operasi baris elementer. Matriks dari G sistematik

merupakan generator dari kode Hamming (7,4).

Adapun laju aliran data bit dari sumber data yang masuk ke encoder akan dikodekan

dengan menggunakan suatu generator. Oleh karena itu dalam proses pengkodean Kode

Hamming diperlukan suatu generator matriks untuk mengubah sejumlah susunan bit stream data

yang diterima sebelum dilakukan pengkodean kembali untuk kemudian dikirimkan ke sisi

penerima.

Generator matriks dari Kode Hamming yang dipilih adalah generator matriks Kode

hamming yang sistematik, dimana hal ini diperoleh dari hasil multiplikasi antara bit stream

dengan generator matriks Kode Hamming. Kode Hamming hasil perkalian tersebut selanjutnya

disimpan dalam bentuk matriks array 2 dimensi. Sebagai contoh kode Hamming (7,4) yang

mengkodekan 4 bit stream menjadi 7 bit kode yang akan dikirimkan menjadi sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

G =

Matriks dari generator diatas dapat diperoleh dari operasi sebagai berikut:

Jika kita misalkan bahwa n1, n2, n3 adalah bit parity dari Kode Hamming dan m1,

m2, m3 dan m4 adalah bit data yang akan ditransmisikan maka akan diperoleh suatu hubungan

antara bit pariti dan bit datanya. Secara eksplisit dapat diterangkan bahwa bit pariti n1

melakukan suatu pengoperasian dan pengecekan terhadap bit data m2, m3, m4, bit pariti n2

melakukan pengoperasian dan pengecekan terhadap bit data m1, m3, m4 dan bit parity n3 juga

melakukan demikian pengoperasian dan pengecekan terhadap bit data m1, m2, m4, sehingga

proses operasi bitnya sebagai berikut :

n1 = m2 + m3 + m4

n2 = m1 + m3 + m4

n3 = m1 + m2 + m4

untuk mencari bit–bit pariti dari data tersebut, maka dapat dilakukan dengan

memisalkan data yang dikirimkan adalah

m1 = m2 = m3 = m4 =

Maka dapat diperoleh nilai matriks untuk masing–masing nilai n1, n2, dan n3 adalah

sebagai berikut:

n1 = = n2 = =

Universitas Sumatera Utara

n3 = =

Sehingga dari pariti diatas dapat kita bentuk suatu matriks generator yang sistematis

dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

G = [ N | M ] …………………………………………….. 2.1 )

Dimana G adalah matriks generator, N adalah matriks kolom pariti yang sudah dibuat diatas, dan

M adalah matriks identitas.

2.5 Pengdekodean pada Sistem Pengkodean Hamming

Pengdekodean pada sistem pengkodean Hamming dapat dilakukan dengan cara

menghitung sindrom yang dihasilkan dengan cara melakukan perkalian antara bit Kode

Hamming yang diterima dengan matriks cek pariti yang disesuaikan dengan generator Kode

Hamming yang digunakan pada sisi penerima. Contohnya, jika matriks cek pariti yang

bersesuaian dengan contoh generator matriks untuk Kode hamming (7,4) diatas adalah sebagai

berikut :

H =

Matriks untuk cek pariti diatas dapat diperoleh dari rumus sebagai berikut :

H = [ M | ……………………………………………… 2.2 )

Dimana H merupakan matriks cek parity, M merupakan matriks identitas dan

merupakan hasil transpose dari matriks pariti N. Dari matriks pariti diatas dapat dihitung sindrom

dengan rumus :

S = r . …………………………………………………… 2.3)

Universitas Sumatera Utara

Dimana : S = sindrom

r = bit kode hamming yang diterima

= transposisi dari matriks cek pariti

Adapun untuk metode dan langkah tertentu dalam pengoperasian dengan

menggunakan Kode Hamming ini, khususnya untuk operasi penjumlahan maka gunakanlah

Tabel 2.2 GF ( )

Tabel 2.2 Tabel Galois Field ( ) untuk Generator Polinomial Hamming

Setelah diperoleh sindromnya, maka dapat diketahui apakah kode yang diterima

terdapat kesalahan ( error ) atau tidak dan dicari dimana letak kesalahan yang terjadi bila ada.

Jika sindrom yang dihasilkan adalah bernilai 0, artinya tidak terjadi kesalahan, selain itu, berarti

ada terjadi kesalahan, sehingga metode yang dipakai untuk mengetahui letak kesalahan tersebut

harus disesuaikan dengan matriks , dan bila sindrom tersebut sesuai dengan salah satu kode

pada matriks maka dapat disimpulkan bahwa pada posisi tesebut terjadi kesalahan. Kemudian

Universitas Sumatera Utara

ubahlah posisi yang salah tesebut dengan melakukan invertasi dari kode yang diterima, dan

mengambil 4 bit dari susunan kode yang terakhir sebagai bit data.

2.6 Teknik Pengkodean BCH

Metode pengkodean BCH merupakan salah satu dari sekian cara yang digunakan

untuk mendeteksi dan mengoreksi kesalahan yang terjadi secara random yang mampu untuk

mengoreksi beberapa kesalahan ( multiple error ) sekaligus merupakan pengembangan dari

metode Hamming Code. Metode ini sendiri ditemukan oleh Bose dan Ray-Chaudhuri pada tahun

1960 dan secara terpisah juga mengalami invensi yang mendalam oleh Hocquenghem pada 1959.

Pada awalnya, metode ini diterapkan untuk beberapa nilai m pada kode biner dengan panjang

- 1. Kemudian metode ini dikembangkan lebih modern lagi oleh Gorenstein dan Zierler pada

tahun 1961 dengan menggunakan simbol dari Galois Field ( GF ) [6].

Adapun metode ini dapat diimplementasikan untuk nilai m ≥ 3 dan t < dan

memiliki keterangan sebagai berikut :

Panjang blok yang dikirimkan : n = – 1 …………………… 2.4)

Bit informasi : k

Jumlah error maksimal : t

Checkbit : c = mt dengan ketentuan n – k ≤ mt

2.7 Proses Enkoding Sistem Pengkodean BCH

Merupakan proses pembentukan kumpulan checkbit yang akan dikirimkan bersama

informasi yang diproses. Langkah – langkahnya sebagai berikut :

i. Bentuk Galois Field, GF ( )

Universitas Sumatera Utara

ii. Tentukan nilai 2t – 1 buah minimal Polinomial, karena bilangan polinomial pangkat

genap adalah penggandaan dari polinomial pangkat ganjil, maka polinomial

pangkat ganjil saja yang diambil.

iii. Bentuk generator polinomial yang merupakan kelipatan persekutuan terkecil (

KPK ) dari hasil multiplikasi semua minimal Polinomial yang dipilih.

iv. Bubuhkan bit 0 pada belakang bit biner dari pesan dengan panjang sebesar

derajat dari generator polinomial.

v. Lakukan operasi pembagian biner terhadap gabungan dari pesan dan bit 0

dengan generator polinomial.

vi. Sisa bagi dari operasi pembagian biner tersebut diatas merupakan checkbit.

vii. Bit informasi + checkbit dikirimkan.

2.8 Proses Pengdekodean pada teknik pengkodean BCH

Sedikit memiliki perbedaan dengan pengdekodean pada teknik pengkodean Hamming,

pada metode BCH yaitu proses pendeteksian dan pengoreksian kesalahan apabila ditemukan

kesalahan. Adapun prosedur pendeteksian kesalahan pada proses dekoding adalah sebagai

berikut [10] :

a. Prosedur pendeteksian kesalahan ( error detection ).

i. Lakukan operasi pembagian tehadap gabungan dari bit informasi dan checkbit

dengan generator polinomial.

ii. Jika sisa pembagian = 0, berarti tidak dideteksi adanya kesalahan.

iii. Jika tidak, berarti ditemukan adanya kesalahan.

a. Prosedur pengkoreksian kesalahan ( error correction ).

Universitas Sumatera Utara

i. Tentukan 2t buah minimal polinomial.

ii. Hitung sindrom ( …. ) dari codeword ( bit informasi + checkbit) yang

diterima. Dalam hal ini, terdapat 2t komponen dalam vektor.

iii. Bentuk tabel BCH dengan menggunakan algoritma Peterson-berlekamp

berikut :

1. Set nilai awal dari beberapa variabel berikut:

= 0

2. jika , maka

…….. 2.5)

3. Jika , maka carilah sebelum sedemikian rupa

sehingga , 1 ≤ m ≤ n, dan nilai m - akan mempunyai nilai

yagn maksimum, dimana kemudian dapat digunakan untuk menghitung

nilai berikut:

= max [ , .

iv. Untuk setiap atau , maka variansi dari berikutnya menjadi:

Universitas Sumatera Utara

……….. 2.6)

Dimana adalah koefisien ke-I dari dan memenuhi syarat 1 ≤ I ≤

.

v. Hasil akhir merupakan polynomial pendeteksi lokasi ditemukannya

kesalahan.

vi. Setelah proses tersebut diatas selesai lalu akan dicari akar dari persamaan

polynomial tersebut dengan metode trial and error, yaitu dengan mencoba

semua nilai elemen dari GF (2m). Nilai tersebut merupakan akar apabila hasil

proses perhitungan polynomial = 0.

vii. Kemudian carilah nilai kebalikan dari akar – akar tersebut. Nilai ini

merupakan posisi bit error.

Untuk menghitung nilai probabilitas kesalahan yang dinilai pada Error Rate

Calculation setelah melewati kanal noise, maka secara matematis dapat dihitung sebagai berikut

:

= erfc …………………………2.7)

Dimana : = Probabilitas kesalahan bit tidak dikode

,tidak dikode = 1- = 4 dimana << 1

Untuk nilai perbandingan dari Eb/No berdasarkan blok kode [7,4] tidak efektif memperbaiki

kesalahan hingga = atau kurang, maka digunakanlah kode yang panjang untuk

memperbaiki kesalahan cukup besar.

Universitas Sumatera Utara