BAB II PEMBAHASAN A. TINJAUAN PUSTAKA - UKSW€¦ · Hak penguasaan atas tanah Negara sebagai...
Transcript of BAB II PEMBAHASAN A. TINJAUAN PUSTAKA - UKSW€¦ · Hak penguasaan atas tanah Negara sebagai...
11
BAB II
PEMBAHASAN
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Hak-hak Barat dan Ketentuan Konversi
Kata “Konversi” berasal dari Bahasa latin Convertera yang berarti
membalikan atau mengubah nama dengan pemberian nama baru atau sifat baru
sehingga mempunyai isi dan makna yang baru. Sedangkan pengertian konversi dalam
hukum agraria adalah perubahan hak lama atas tanah menjadi hak baru. Dalam hal ini
yang dimaksud hak-hak baru adalah hak-hak yang termuat dalam UUPA Khususnya
Pasal 16 ayat (1), c.q Hak milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha dan Hak
pakai1.
Menurut A.P Parlindungan bahwa konversi secara umum dapat dikatakan
penyesuaian atau perubahan dari hak-hak yang diatur oleh peraturan lama
disesuaikan dengan hak-hak baru2. Konversi hak atas tanah dapat dipahamkan
sebagai pengubahan dan penyesuaian dari hak-hak lama atas tanah yaitu hak adat
maupun hak perdata barat (BW) menjadi hak-hak atas tanah menurut UUPA. Dalam
Pasal 55 UUPA diatur bahwa :
“Hak-hak yang ada sekarang ini menurut ketentuan konversi ini semuanya
menjadi hak-hak baru menurut Undang-Undang Pokok Agraria”
Dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1965 , mengatur bahwa :
1 H. Ali Ahmad Chomzah, Op.Cit hlm.80. 2 A.P. Parlindungan, Pedoman Pelaksanaan UUPA dan Tata Cara Pejabat Pembuat Akta Tanah,
Bandung: Alumni, 1982, hlm.49.
12
Hak penguasaan atas tanah Negara sebagai maksud dalam Peraturan
Pemerintah No 8 tahun 1953, yang diberikan kepada departemen-
departemen, Direktorat-direktorat dan daerah-daerah Swatantra sebelum
berlakunya peraturan ini sepanjang tanah-tanah tersebut hanya
dipergunakan untuk kepentingan instansi-instansi itu sendiri dikonversi
menjadi hak pakai sebagai dimaksud dalam Undang-Undang Pokok
Agraria, yang berlangsung selama tanah tersebut dipergunakan untuk
keperluan itu oleh instansi yang bersangkutan”
Hak-hak Barat atas tanah yang diberlakukan di Indonesia ada yang diatur dalam
Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seperti Hak Eigendom, Erfacht,
Opstal dan lain-lain, yang di daftar pada Kantor Pendaftaran Tanah menurut
Overschrivingordonnatie atau Ordonansi Balik Nama (S.1834-27), serta yang diatur
di luar Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seperti Hak Concessie atau
hak sewa dan Hak Agrarisch Eigendom (suatu hak yang mirip Hak Eigendom) yaitu
suatu hak ciptaan Belanda yang merupakan Konversi tanah-tanah yang tunduk
kepada hak adat (S. 1873-38).
Sejak Indonesia merdeka, banyak tanah-tanah bekas hak asing yang
ditinggalkan oleh Belanda. Sehingga mengakibatkan banyak tanah-tanah berstatus
hak asing. Sebelum berlakunya UUPA ketentuan mengenai penguasaan tanah tunduk
kepada hukum adat dan hukum barat yakni Burgerlijk Wetboek (BW). Hal tersebut
mengakibatkan adanya dualisme sistem hukum tanah di Indonesia. Maka dari itu
lahirlah UUPA guna memberlakukan satu sistem hukum tanah untuk seluruh wilayah
tanah air bukan lagi menggunakan ketentuan BW maupun Hukum Adat. UUPA
menganut asas unifikasi dimana hukum agraria untuk wilayah tanah air hanya berlaku
satu sistem yaitu yang ditetapkan yaitu yang tertuang dalam Pasal 5 UUPA yang
berbunyi sebagai berikut :
13
Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum
adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang
berdasarkan atas persatuan bangsa dengan sosialisme Indonesia serta dengan
peraturan-peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan
unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama 3.
Dari ketentuan diatas menjelaskan bahwa ketentuan konversi hanya akan
berlaku pada satu sistem hukum untuk seluruh wilayah tanah air. Ketentuan mengenai
konversi tidak lagi tunduk pada ketentuan BW maupun hukum adat yang bersifat
kedaerahan di seluruh tanah air, ataupun di samping ketentuan yang lama menurut
BW maupun ketentuan baru berdasar pada UUPA/PP 10/61. Pelaksanaan Konversi
didasarkan pada filosofi yaitu 5 prinsip sebagai berikut :
1. Prinsip Nasionaliltas
2. Prinsip Pengakuan hak-hak tanah terdahulu
3. Kepentingan hukum
4. Penyesuaian kepada ketentuan konversi
5. Status quo hak-hak tanah terdahulu
Ketentuan konversi UUPA ini sekaligus mempunyai tujuan guna untuk
melikuidasi hak-hak asing4. Dengan kata lain hak-hak orang lain atau badan asing
atas tanah. Dalam Pasal 55 ayat (1) UUPA berbunyi :
“Hak-hak asing yang menurut ketentuan Pasal 1, 2, 3, 4 dan 5 dikonversi
menjadi hak guna usaha dan hak guna bangunan hanya berlaku untuk
sementara waktu selama sisa waktu hak tersebut dengam jangka
waktu paling lama 20 tahun”
3 A.P Parlindungan, Konversi Hak-hak Atas Tanah, Bandung:Penerbit Mandar Maju, 1999,hlm 1. 4 Sri Harini, Op.cit.hlm 87.
14
Kutipan dalam Pasal 55 ayat (1) menjelaskan bahwa dalam kurun waktu
paling lama 20 tahun bekas hak barat yang dikonversi masih diakui. Namun setelah
jangka waktu habis yaitu pada tanggal 24 September 1980, Pemerintah akan
mengatur pemakaian tanah tersebut sesuai dengan Policy Negara.
Salah satu diberlakukannya UUPA adalah untuk melakukan penyatuan dan
penyederhanaan hukum agraria nasional. Dalam rangka penyatuan dan
penyederhanaan tersebut maka dilakukan konversi hak atas tanah. Konversi hak atas
tanah adalah perubahan hak atas tanah yang lama menjadi hak atas tanah yang sesuai
dengan ketentuan UUPA. Di bagian kedua UUPA tentang Ketentuan-ketentuan
Konversi pada Pasal 1 hingga Pasal VII, secara garis besar, konversi hak atas tanah
terbagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Konversi hak atas tanah yang berasal dari tanah hak barat
2. Konversi hak atas tanah yang berasal dari tanah bekas hak Indonesia
3. Konversi hak atas tanah yang berasal dari tanah bekas swapraja.5
Dari ketiga jenis konversi hak atas tanah diatas, dalam masih dibagi lagi menjadi
beberapa jenis hak atas tanah :
1. Berasal dari hak atas tanah hak barat terdiri dari :
a. Hak Eigendom, adalah hak untuk membuat suatu barang secara leluasa
dan untuk berbuat terhadap barang itu secara bebas sepenuhnya, asalkan
tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang
ditetapkan oleh kuasa yang berwenang dan asal tidak menganggu hak-
5 H. Ali Achmad Chomzah, Op.cit.hlm 80.
15
hak orang lain.6 Hak eigendom dapat di Konversikan menjadi hak milik,
hak guna bangunan, atau hak pakai.
b. Hak Opstal, adalah hak kebendaan untuk memiliki bangunan dan
tanaman-tanaman di atas sebidang tanah orang lain (Pasal 711 KUH
Perdata). Hak postal dapat dikonversi menjadi hak guna bangunan.7
c. Hak Erfpacht, adalah hak untuk memetik kenikmatan seluas-luasnya dari
tanah milik orang lain dan mengusahakannya untuk waktu yang sangat
lama (Pasal 820 KUH Perdata). Hak Erfpacht terbagi menjadi 3 jenis
yaitu untuk perusahaan kebun besar yang dapat dikonversikan menjadi
hak guna usaha, untuk perumahan yang dapat dikonversikan menjadi hak
guna bangunan, untuk pertanian tidak dapat dikonversi dan dihapus. 8
d. Hak Gebruik (Recht Van Gebruik), adalah hak kebendaan atas benda
orang lain bagi seseorang tertentu untuk mengambil benda sendiri dan
memakai apabila ada hasilmya, sekedar buat keperluannya sendiri beserta
keluarganya. Hak Gerbuik dikonversi menjadi hak pakai.9
e. Bruikleen, adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu menyerahkan
benda dengan cuma-cuma kepada pihak lain untuk dipakainya dengan
disertai kewajiban untuk mengembalikan benda tersebut pada waktu yang
ditentukan. Bruikleen dikonversi menjadi hak pakai.10
6 Op.cit., Hlm.86. 7Op.cit., Hlm.95-96. 8Op.cit., Hlm. 98-101.
9Op.cit., Hlm.104-106. 10Op.cit., Hlm.106-107
16
2. Berasal dari tanah bekas hak Indonesia terbagi menjadi tiga jenis yaitu :
a. Hak erfpacht yang altijddurend, adalah hak erfpacht yang diberikan
sebagai pengganti hak usaha diatas bekas partikulir menurut S. 1913 – 702.
Hak ini dapat dikonversi menjadi hak milik, hak guna usaha, atau hak guna
bangunan, tergantung pada subyek hak dan peruntukkannya.11
b. Hak agrarische eigendom, adalah hak buatan semasa pemerintahan colonial
Belanda yang memberikan kaum bumiputera suatu hak baru yang kuat atas
sebidang tanah. Hak agrarische eigendom juga dapat dikonversi menjadi
hak milik, hak guna usaha atau hak guna bangunan, sesuai dengan subyek
hak dan peruntukkannya.12
c. Hak gogolan, adalah hak seorang gogol (kuli) atas komunal desa. Hak
gogolan juga sering disebut hak sanggao atau hak pekulen. 13
3. Berasal dari hak atas tanah yang berasal dari tanah bekas swapraja terdiri
dari:
a. Hak Hanggaduh, adalah hak untuk memakai tanah kepunyaan raja. Hak
hanggaduh ini dikonversi menjadi hak pakai.14
b. Hak Grant, adalah hak atas tanah atas pemberian hak raja kepada bangsa
asing. 15
c. Hak Konsesi dan sewa untuk perusahaan kebun besar, adalah hak-hak
untuk mengusahakan tanah swapraja yang diberikan oleh kepala swapraja.
11Op.cit., Hlm.109-111 12Op.cit., Hlm.115-118 13Op.cit., Hlm.119. 14Op.cit., Hlm.130-132. 15Op.cit., Hlm.133
17
Sedangkan hak sewa untuk perusahaan besar adalah hak sewa atas tanah
Negara, termasuk tanah bekas swapraja untuk dipergunakan sebagai
perkebunan yang luasnya 25 Hak atau lebih. Hak ini dikonversi menjadi
hak guna usaha.16
2. Permohonan Hak atas Tanah
Permohonan Hak atas tanah dapat dilakukan terhadap17 :
a. Tanah Negara bebas ; belum pernah melekat sesuatu hak diatasnya
b. Tanah Negara asalnya masih melekat sesuatu hak dan jangka waktunya
belum berakhir, namun dimintakan perpanjangannya
c. Tanah Negara asalnya pernah melekat sesuatu hak dan jangka waktunya
telah berakhir untuk dimintakan pembaharuannya, temasuk tanah-tanah
Hak barat, sebagai mana dijelaskan dalam Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pokok-pokok kebijaksanaan
dalam rangka pemberian hak baru atas tanah asal konversi hak barat, Pasal
1 ayat (1) “ Tanah Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak pakai
asak Konversi hak barat ,yang jangka waktunya akan berakhir selambat-
lambatnya pada tanggal 24 September 1980, sebagimana yang dimaksud
dalam UUPA, pada saat berakhirnya hak, yang bersangkutan menjadi
tanah yang dikuasai langsung oleh Negara” maupun tanah-tanah yang
telah terdaftar menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)
16Op.cit., Hlm.141-142. 17 1Ulfa Hasanah, Status Kepemilikan Tanah Hasil Konversi Hak Barat Berdasarkan UU No.5 Tahun
1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Dihubungkan dengan PP. No 24 Tahun 1997
Tentang Pendaftaran Tanah”. Vol.3 No 1, Jalan Garuda Tangkerang Tengah Marpoyan Damai
Pekanbaru, hlm. 13.
18
Dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1999
Tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara menyatakan
bahwa :
“Sebelum mengajukan permohonan Hak, pemohon harus menguasai
tanah yang dimohon dibuktikan dengan data yuridis dan data fisik
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.”
Pada bagian kedua tentang pemberian hak milik Paragraf I Syarat-syarat
Permohonan Hak milik menerangkan bahwa :
Pasal 9
(1) Permohonan Hak milik atas Tanah Negara diajukan secara tertulis
(2) Permohonan Hak milik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat :
1. Keterangan mengenai pemohon :
a. Apabila perorangan : nama, umur, kewarganegaraan, tempat
tinggal dan pekerjaan serta keterangan mengenai istri/suami dan
anaknya yang masih menajdi tanggungannya;
b. Apabila badan hukum : Nama, tempat kedudukan, akta atau
peraturan pendiriannya, tanggal dan nomor surat keputusan
pengesahannya oleh pejabat yang berwenang tentang
penujukannya sebagai badan hukum yang mempunyai Hak milik
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
2. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data
fisik :
a. Dasar penguasaan atau alas haknya dapat berupa sertifikat, girik,
surat kapling, surat-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan
tanah dan rumah dan atau tanah yang telah dibeli pemerintah,
putusan pengadilan, akta PPAT, akta pelepasan hak, dan surat-
surat bukti perolehan tanah lainnya;
b. Letak, batas-batas dan luasnya (jika ada surat ukur atau gambar
situasi sebutkan tanggal dan nomornya)
c. Jenis tanah (pertanian dan non pertanian)
d. Rencana penggunaan tanah
e. Status tanahnya (tanah hak atau tanah Negara)
Dalam Pasal 10 angka 2 lampiran mengenai tanah :
a. Data Yuridis : sertifikat, girik, surat kapling, surat-surat bukti
pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah dan atau tanah
yang telah dibeli dari pemerintah, PPAT,akta pelepasan hak,
19
putusan pengadilan, dan surat-surat bukti perolehan tanah
lainnya;
b. Data fisik : surat ukur, gambar situasi dan IMB apabila ada
3. Pendaftaran Tanah
Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menentukan
bahwa :
Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur,
meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta
pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan
daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah
susus, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-
bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik satuan rumah
susun serta hak-hak tertentu yang membelinya.
Dalam Pasal 19 UUPA menyatakan bahwa :
Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan
Pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut
ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Dari ketentuan diatas menjelaskan bahwa guna menjamin kepastian hukum
bagi seseorang yang hendak memiliki tanah, secara legal formal pendaftaran tanah
menjadi dasar bagi status/kepemilikan tanah bagi individual atau badan hukum selaku
pemegang hak yang sah secara hukum.
Dari ketentuan diatas menjelaskan bahwa guna menjamin kepastian hukum
bagi seseorang yang hendak memiliki tanah, secara legal formal pendaftaran tanah
menjadi dasar bagi status/kepemilikan tanah bagi individual atau badan hukum selaku
pemegang hak yang sah secara hukum. Guna menjamin kepastian hukum ini dikenal
dengan sebutan Recht cadaster/legal cadaster18. Jaminan kepastian hukum yang
18 Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif :Kencana Prenada media Group, 2012,
hlm.278.
20
hendak diwujudkan dalam pendaftaran tanah, meliputi dari kepastian status hak yang
didaftar, kepastian subjek hak, dan kepastian objek hak. Dari pendaftaran tanah ini
akan menghasilkan sertifikat sebagai tanda bukti haknya. Bachtiar Effendi
mengatakan bahwa pendaftaran tanah merupakan recht cadaster yang bertujuan
memberikan kepastian hak, yakni untuk memungkinkan orang-orang yang
mempunyai tanah dengan mudah membuktikan bahwa dialah yang berhak atas
sebidang tanah, apa hak yang dipunyainya, letak dan luas tanah. Serta memungkinkan
kepada siapapun guna mengetahui hal-hal yang ia ketahui berkenaan dengan sebidang
tanah, misalnya calon pembeli, calon kreditur, dan sebagainya.19
Pelaksanaan konversi hak atas tanah,khususnya yang berasal dari hak barat
sebagaimana diatur dalam UUPA, pendaftaran tanah menjadi dasar bagi
terselenggaranya konversi, karena konversi bukan peralihan hak secara otomatis,
tetapi harus dimohonkan dan didaftarkan ke Kepala Kantor Pendaftaran Tanah
(BPN), Dilihat dari ketentuan konversi, maka jelas bahwa prinsipnya hak-hak atas
tanah sepanjang pemegang haknya pada saat ketentuan konversi berlaku adalah
Warga Negara Indonesia Tunggal maka hak itu akan dikonversikan menjadi hak
milik menurut UUPA. Konsekuensi dari berlakunya ketentuan konversi (UUPA)
mengharuskan semua bukti kepemilikan sebelum berlakunya UUPA harus diubah
status hak atas tanah menurut ketentuan konversi yang diatur dalam UUPA. Cara
mengubah status hak atas tanah tersebut yaitu dengan mendaftarkan tanah tersebut
untuk diberikan bukti kepemilikan yang baru, yaitu sertifikat hak atas tanah, dengan
catatan hal itu dilakukan sebelum jangka waktu ditetapkan yakni sampai 24
19 Bachtiar Effendi, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya, Alumni, Bandung,
1983, hlm. 7
21
September 1980, jika permohonan atau pendaftaran hak atas tanah tidak dilakukan
maka hak atas tanah akan dikuasai langsung Negara.20
Pendaftaran tanah juga menjadi dasar bagi terselenggaranya konversi, karena
konversi bukan peralihan hak secara otomatis, tetapi harus dimohonkan dan
didaftarkan ke Kepala Lantor Pendaftaran Tanah (BPN). Cara melakukan Pendaftaran
tanah untuk mengubah status hak atas tanah dibagi atas 2 cara yaitu21:
1) Jika pemohon memiliki bukti hak atas tanah yang diakui berdasarkan
Pasal 23 dan 24 PP No 24 Tahun 1997, maka dapat ditempuh proses
konversi langsung yaitu dengan cara mengajukan permohonan dan
menyerahkan bukti kepemilikan hak atas tanah kepada Kantor
Pertanahan.
2) Jika pemohon tidak memiliki atau kehilangan bukti kepemilikan hak atas
tanah, maka cara yang ditempuh adalah melaui penegasan konversi atau
melalui pengakuan hak.
Terdapat 3 bukti tertulis yang dapat diajukan oleh pemilik tanah, yaitu22 :
1. Bukti tertulis Lengkap
2. Bukti tertulisnya sebagian tidak ada lagi
3. Bukti tertulisnya semua tidak ada lagi
Dalam kondisi bukti tertulis lengkap, maka tidak lagi memerlukan tambahan
alat bukti, jika buktinya sebagian maka harus diperkuat dengan keterangan saksi atau
pernyataan yang bersangkutan. Sedangkan jika bukti tertulisnya semuanya tidak ada
lagi maka harus diganti keterangan saksi atau pernyataan yang bersangkutan. 20 Ulfia Hasanah, Op.Cit.,hlm. 13. 21 Op.Cit.,hlm. 13. 22Op.Cit.,hlm 14.
22
Penegasan konversi dilakukan jika ada surat pernyataan kepemilikan tanah dari
pemohon dan dilakukan oleh keterangan saksi tentang kepemilikan tanah tersebut,
tapi juga tergantung pada lamanya penguasaan fisik tanah tersebut oleh pemohon.
Penguasaan Fisik atas suatu tanah diatur dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 yang mengatur sebagai berikut :
(1) Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari
konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai
adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan
atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh
Panitia ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau
oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam Pendaftaran tanah secara
sporadik dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan
hak-hak pihak lain yang membebaninya.
(2) Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat
pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembuktian hak
dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang
tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih
secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-
pendahulunya, dengan syarat :
a. Penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara
terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah,
serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya;
b. Penguasaan tersebut baik sebelumn maupun selama pengumuman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan
oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang
bersangkutan ataupun pihak lainnya.
Berdasarkan Penjelasan Pasal 24 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 tentang
pendaftaran tanah, dijelaskan bahwa :
Bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri dari bukti kepemilikan atas nama
pemegang hak pada waktu berlakunya UUPA dan apabila hak tersebut kemudian
beralih, bukti peralihan hak berturut-turut sampai ke tangan pemegang hak pada
23
waktu dilakukan pembukuan hak. Alat -alat bukti tertulis yang dimaksudkan dapat
berupa :
a. Grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan
Overschrijvings Ordonnantie (S.1834-27), yang telah dibubuhi
catatan, bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi
hak milik ; atau
b. Grosse akta hak eigendom yang diterbirkan berdasarkan
Overschrijvings Ordionnantie (S.1834-27) sejak berlakunnya UUPA
sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 di daerah yang bersangkutan; atau
c. Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan
Swapraja yang bersangkutan;atau
d. Sertifikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri
Agraria Nomor 9 Tahun 1959;atau
e. Surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang,
baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai
kewajiban untuk mendaftarkan hak yan diberikan, tetapi telah
dipenuhi semua kewajiban yang disebut didalamnya;atau
f. Akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi
tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat
sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini;atau
g. Akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat PPAT, yang tanahnya
belum dibukukan;atau
24
h. Akta Ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak
mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977;atau
i. Risalah lelang yang dibuat oleh pejabat lelang yang berwenang, yang
tanahnya belum dibukukan;atau
j. Surat penunjukan atau pembelian kaveing tanah pengganti tanah yang
diambil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah;atau
k. Petuk Pajak Bumi/Landrete, girik, pipil,kekitir dan Verponding
Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1961;atau
l. Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan;atau
m. Lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, VI dan VII Ketentuan-
ketentuan Konversi UUPA.
Dalam Penjelasan Pasal 24 ayat (2) PP No 24 Tahun 1997 menjelaskan bahwa
Ketentuan ini memberikan solusi bagi pemegang hak yang tidak dapat menyediakan
bukti , berupa bukti tertulis maupun bentuk bukti lain yang dapat dipercaya. Bukti
penguasaan fisik bisa menjadi alternatif sebagai alat bukti penguasaan atas tanah.
Dari ketentuan diatas persyaratan pengakuan hak tersebut dapat dirincikan sebagai
berikut23 :
1. Bahwa pemohon telah menguasai tanah selama 20 tahun atau lebih
secara berturut-turut atau dari pihak lain yang telah menguasainya
23Op.cit. hlm 14-15.
25
2. Penguasaan dilakukan dengan itikad baik
3. Penguasaan tanah itu tidak pernah diganggu gugat dan diakui serta
dibenarkan oleh masyarakat di kelurahan atau tempat objek hak
tersebut
4. Bahwa tanah tersebut sekarang tidak dalam sengketa
5. Bahwa jika pernyataan tersebut memuat hal-hak yang tidak sesuai
dengan kenyataan maka pemohon dapat dituntut secara pidana
maupun perdata dimuka pengadilan karena memberikan keterangan
palsu.
4. Pembatalan Pemberian Hak atas Tanah
Dalam Pasal 125 Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 3 Tahun 1997 tentang ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997, dimana dalam Pasal 125 mengatur bahwa :
(1) Pencatatan perubahan data pendaftaran tanah berdasarkan putusan
Pengadilan atau penetapan Hakim/Ketua Pengadilan oleh Kepala
Kantor Pertanahan dalam daftar buku tanah yang bersangkutan dan
daftar umum lainnya dilakukan setelah diterimanya penetapan
hakim/Ketua Pengadilan atau Putusan Pengadilan yang memperoleh
kekuatan hukum tetap dan Salinan Berita Acara eksekusi dari
Panitera Pengadilan Negeri yang bersangkutan
(2) Pencatatan yang dimaksud pada ayat (1) dapat pula dilakukan atas
permohonan pihak yang berkepentingan dengan melampirkan :
a. Salinan resmi penetapan atau putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap dan Salinan Berita acara
eksekusi
b. Sertifikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah
susun yang bersangkutan
c. Identitas pemohon
(3) Pendaftaran pencatatan hapusnya suatu hak atas tanah atau Hak
Pengelolaan atau Hak milik atas Satuan Rumah Susun berdasarkan
Putusan pengadilan dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pertanahan
26
setelah diterimanya Salinan keputusan mengenai hapusnya hak
bersangkutan dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuk
Dari Pasal diatas menerangkan bahwa putusan pengadilan dapat menjadi dasar
untuk merubah data dalam pendaftaran tanah, disamping itu berlaku pula Peraturan
Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang
Pelimpahan dan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak
atas Tanah Negara, dimana Pasal 2 mengatur bahwa Kepala Kantor Wilayah BPN
memberi Surat Keputusan pembatalan hak atas tanah yang telah dikeluarkan oleh
Kepala Kantor Pertanahan baik yang terdadpat cacat hukum dalam penerbitannya
maupun untuk melaksanakan putusan Pengadilan.
5. Penguasaan Hak atas Tanah
a. Pengertian Penguasaan
Pengertian penguasaan dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti yuridis.
Ada penguasaan beraspek privat dan beraspek publik. Penguasaan dalam arti yuridis
adalah penguasaan yang dilandasi hak yang dilindungi oleh hukum dan pada
umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik
tanah yang dihaki, misalnya pemilik tanah mempergunakan atau mengambil manfaat
dari tanah yang dihaki, tidak diserahkan kepada pihak lain.
Penguasaan dalam arti fisik secara nyata pemegang hak menguasai tanah.
Namun ada juga penguasaan yuridis yang memberikan kewenangan untuk menguasai
tanah haknya secara fisik, namun pada kenyataannya penguasaan fisiknya dilakukan
pihak lain, misalnya tanah yang dimiliki dan disewakan kepada pihak lain dan
penyewa yang menguasai secara fisik,atau tanah tersebut dikuasai pihak lain tanpa
hak. Dengan demikian pemilik tanah (penguasaan yuridis) berhak menuntut
27
diserahkannya kembali tanah itu secara fisik kepadanya. Pengertian penguasaan dan
menguasai ini dipakai dalam aspek perdata.
Dalam aspek publik tercantum dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dinyatakan
bahwa
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”
Kemudian dalam Pasal 2 UUPA menyatakan bahwa :
(1)Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan hal-hal
sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi,air dan ruang angkasa,
termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan
tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi seluruh rakyat”
a. Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) Pasal ini memberi
wewenang untuk :
b. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan
dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dengan bumi,air dan ruang angkasa;
d.Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan
ruang angkasa.
e. Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut
pada ayat (2) Pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan,kesejahteraan dan
kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang
merdeka, berdaulat, adil dan makmur;
f. Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaanya dapat
dikuasakan kepada daerah-daerah swantantra dan masyarakat-
masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan
dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan peraturan
pemerintah.
28
UUPA menetapkan tata jenjang/hierarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam
Hukum Tanah Nasional yaitu :
1. Hak Bangsa,
Hak bangsa merupakan hak penguasaan tanah tertinggi dimana hak-
hak penguasaan atas tanah yang lain, secara langsung ataupun tidak
langsung bersumber padanya. Hak bangsa mengandung 2 unsur, yaitu unsur
kepunyaan dan unsur tugas kewenangan untuk mengatur dan memimpin
penguasaan serta penggunaan tanah Bersama yang dimilikinya. Hak bangsa
atas tanah Bersama tesebut bukan hak pemilikan dalam pengertian yuridis
yang menjadi subjek Hak bangsa adalah seluruh rakyat Indonesia sepanjang
masa yang bersatu sebagai Bangsa Indonesia, yaitu generasi-generasi
terdahulu, sekarang dan generasi-generasi yang akan datang.
2. Hak menguasai dari Negara,
Mengacu pada ketentuan Pasal 33 UUD 1945 berarti hak menguasai
Negara meliputi semua tanah, tanpa terkecuali. Notonagoro menetapkan
adanya tiga macam bentuk hubungan langsung antara Negara dengan bumi,
air dan ruang angkasa, yaitu 24 :
a. Negara sebagai subjek, yang dipersamakan dengan
perseorangan,sehingga dengan demikian hubungan antara Negara
24 Notonagoro, 1984, Politik Hukum Dan Pembangunan Agraria Di Indonesia, PT. Bina Aksara,
Jakarta, h. 101.
29
dengan tanah itu mempunyai sifat privat-rechtelijk. Hak Negara
terhadap tanah sama dengan hak perseorangan dengan tanah.
b. Negara sebagai subjek, diberi kedudukan tidak sebagai perorangan,
tetapi sebagai Negara. Dengan demikian Negara sebagai badan
kenegaraann, sebagai badan yang publiek-rechtelijk. Dalam hal ini
negara tidak mempunyai kedudukan yang sama dengan perorangan.
c. Hubungan antara Negara langsung dengan tanah ini tidak sebagai
subjek perseorangan dan tidak dalam kedudukannya sebagai Negara
yang memiliki akan tetapi sebagai Negara yang menjadi personifikasi
dari rakyat seluruhnya sehingga dalam konsepsi ini Negara tidak
terlepas dari rakyat, Negara hanya menjadi pendiri,menjadi
pendukung kesatuan dan persatuan rakyat. Bentuk ini masih dapat
diadakan dua macam bentuk yaitu :
1. Memegang kekuasaan terhadap tanahnya atau
2. Hanya memegang kekuasaan terhadap pemakaiannya.
Dalam penjelasan Pasal 2 UUPA menyatakan bahwa permasalahan Agraria
menurut sifatnya dan pada dasarnya merupakan tugas Pemerintah Pusat. Asas ini
sangat penting untuk mempertahankan dan melestarikan persatuan dan kesatuan
bangsa serta wilayah Nasional Indonesia. Oleh karena itu tugas dan wewenang di
bidang agraria/pertanahan tidak boleh diotonomkan kepada daerah dan harus tetap
ada pada pemerintah Pusat.25
25 Samun Ismaya, Hukum Administrasi Pertanahan:Graha Ilmu,2013,hlm.148
30
Subyek hak menguasai dari Negara adalah Negara sebagai organisasi kekuasaan
seluruh rakyat Indonesia, dan yang dikuasai adalah tanah-tanah yang ada di wilayah
RI baik tanah-tanah yang tidak atau belum dihaki dengan hak-hak perseorangan26.
Tanah yang belum dihaki dengan hak-hak perseorangan menurut UUPA disebut
tanah-tanah yang dikuasai oleh Negara atau Tanah Negara.27 Dari penjelasan diatas,
dapat dipahami bahwa dalam UUPA menganut konsep menguasai dan bukan
memiliki dalam hubungan antara negara dengan tanah. Negara tidak memiliki tanah
namun menguasai tanah. Dengan demikian yang disebut Tanah Negara adalah tanah-
tanah yang tidak dilekati dengan sesuatu hak yaitu hak milik, HGU, HGB, Hak pakai
atas tanah negara, hak pengelolaan, tanah ulayat serta tanah wakaf28.
3. Hak Ulayat masyarakat Hukum Adat,
Dalam UUPA pengertian hak ulayat secara eksplisit tidak ditemukan. Hanya
saja dalam Pasal 3 UU PA menyatakan bahwa :
“Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2
pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak serupa dengan itu dari
masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut
kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai
dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas
persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-
undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi”
Menurut Sumardjono mengatakan bahwa hak ulayat merupakan hak yang
melekat sebagai kompetensi khas pada masyarakat hukum adat, berupa wewenang
26 Ibid., hlm.149. 27 Ibid.,hlm.149. 28 Ibid., hlm 151.
31
atau kekuasaan untuk mengurus dan mengatur tanah dan isinya dengan daya laku ke
dalam maupun keluar masyarakat hukum adat itu.29
4. Hak-hak Perorangan /Individual
Hak atas tanah sebagai individual yang memberi kewenangan untuk memakai,
dalam arti menguasai, menggunakan, dan/atau mengambil manfaat tertentu dari suatu
bidang tanah tertentu. Hak-hak perorangan atas tanah baik secara langsung maupun
tidak langsung bersumber pada hak bangsa Indonesia atas tanah. Karena semua tanah
dalam wilayah NKRI baik yang berupa tanah hak maupun tanah Negara
keseluruhannya diliputi oleh hak bangsa Indonesia maupun hak menguasai Negara
tanpa kecuali. Boedi Harsono berpendapat bahwa tanah adalah kepunyaan Bersama
rakyat Indonesia.30 Negara mempunyai kewenangan penuh atas tanah yang
bersangkutan dan oleh karenanya Negara dapat pula memberikan tanah-tanah
tersebut kepada pihak lain dengan sesuatu ha katas tanh, yaitu hak-hak atas tanah
yang primer seperti Hak milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai,
dan Hak Pengelolaan.
6. Hak atas tanah
a. Pengertian Hak atas Tanah
Hak atas tanah merupakan hak penguasaan atas tanah yang berisikan
serangkaian wewenang kewajiban dan /atau larangan bagi pemegang haknya untuk
29 Maria S.W. Soemardjono, 1998, Kewenangan Negara Untuk Mengatur Dalam Konsep Penguasaan
Tanah Oleh Negara, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah
Mada, 14 Februari, Yogyakarta,(Selanjutnya disebut Maria S.W. Soemardjono II),hlm 26 30 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria,
Djambatan, Jakarta, 2003, hlm. 24.
32
berbuat sesuatu mengenai tanah yang menjadi haknya. Sesuatu yang boleh, wajib
atau dilarang untuk diperbuat, yang merupakan isi hak penguasaan inilah yang
menjadi kriteria atau tolak ukur diantara hak-hak penguasaan atas tanah yang diatur
dalam Hukum Tanah.31
Diatur pula mengenai hak menguasai dari Negara sebagaimana dinyatakan
dalam Pasal 2 ayat (1) UUPA, yaitu :
“atas dasar ketentuan Pasal 33 aat (3) UUD 1945 dan hal-hal
sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa,
termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada
tingkatan yang tertinggi dikusai oleh Negara sebagai organisasi
kekuasaan seluruh masyarakat”.
Dari ketentuan diatas, Negara mempunyai wewenang untuk menentukan hak-
hak atas tanah yang dimiliki oleh dan atau diberikan kepada perseorangan badan
hukum yang memenuhi persyaratan yang ditentukan. Kewenangan ini diatur dalam
Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) UUPA, yaitu :
(1) Atas dasar hak meguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam
Pasal ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi,
yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh
orang-orang baik sendiri maupun Bersama dengan orang lain serta
badan-badan hukum’.
(2) Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini
memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang
bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang
ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung
berhubungan dengan penggunaan tanah itu, dalam batas-bats
menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain
yang lebih tinggi”
31 Ibid, hlm. 24.
33
Dari ketentuan di atas, maka Negara menentukan hak-hak atas tanah
sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA, yaitu :
1. Hak milik
2. Hak Guna Usaha
3. Hak Guna Bangunan
4. Hak Pakai
5. Hak sewa
6. Hak Membuka Tanah
7. Hak memungut hasil Hutan
Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak diatas akan diterapkan
dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana disebut
dalam Pasal 53. Hak-hak atas tanah tersebut di atas yang bersifat sementara diatur
lebih lanjut dalam Pasal 53 ayat (1) , yaitu :
“Hak-hak yang bersifat sementara sebagai yang dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (1) huruh h, ialah Hak Gadai , Hak Usaha bagi
Hasil,Hak Menumpang dan Hak sewa tanah Pertanian diatur untuk
membatasi sifat-sifatnya yang bertentangan dengan undang-
undang ini dan hak-hak tersebut diusahakan hapusnya dalam
waktu yang singkat”
b. Macam-macam Hak atas Tanah
Hak atas Tanah yang bersifat Tetap
1. Hak Milik
Hak milik adalah hak turun menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat
dimiliki orang atas tanah serta mempunyai fungsi sosial. Hak ini memliki
beberapa keistimewaan, antara lain seperti : jangka waktunya tak terbatas
(berlangsung terus menerus), dapat diwariskan terkuat dan terpenuh.
2. Hak Guna Usaha
Berdasarkan Pasal 28 UUPA Hak Guna Usaha adalah untuk mengusahakan
kegiatan Pertanian (perkebunan, pertenakan, perikanan) diatas Tanah Negara
selama-lamanua 25 Tahun. Hak ini dapat dialihkan kepada pihak lain, dan
hanya WNI atau Badan Hukum Indonesia saja yang dapat memilikinya
34
3. Hak Guna Bangunan
Berdasarkan Pasal 30 UUPA, Hak Guna Bangunan adalah hak untuk
mendirikan bangunan diatas Tanah Negara selama-lamanya 30 tahun dan dapat
diperpanjang selama-lamanya 25 tahun, dapat dijadikan kepada pihak lain dan
hanya WNI/Badan Hukum Indonesia saja yang dapat memilikinya.
4. Hak Pakai
Berdasarkan Pasal 41 UUPA hak untuk menggunakan dan/atau memungut
hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang
lain.
5. Hak Sewa
Hak sewa adalah hak yang memberi wewenang untuk mempergunakan tanah
milik orang lain dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai
sewanya.
Hak atas Tanah bersifat sementara
1. Hak Gadai
Hak Gadai adalah menyerahkan tanah dengan pembayaran sejumlah uang
dengan ketentuan bahwa orang yang menyerahkan tanah mempunyai hak
untuk meminta kembali tanahnya tersebut dengan memberikan uang yang
besarnya sama.
35
2. Hak usaha bagi hasil
Hak usaha bagi hasil merupakan hak seseorang atau badan hukum untuk
menggarap di atas tanah pertanian orang lain dengna perjanjian bahwa
hasilnya akan dibagi di antara kedua belah pihak menurut perjajian yang telah
disetujui sebelumnya.
3. Hak sewa Tanah Pertanian
Hak sewa tanah pertanian adalah penyerahan tanah pertanian kepada orang
lain yang memberi sejumlah uang kepada pemilik tanah dengan perjanjian
bahwa setelah pihak yang memberi uang menguasai tanah selama waktu
tertentu, tanahnya akan dikembalikan kepada pemiliknya.
4. Hak menumpang
Hak menumpang adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang
untuk mendirikan dan menempati rumah diatas pekarangan oran lain.
Pemegang hak menumpang tidak wajib membayar sesuatu kepada yang
empunya tanah, hubungan hukum dengan tanah tersebut bersifat sangat lemah
artinya sewaktu-waktu dapat diputuskan oleh yang empunya tanah, jika yang
bersangkutan memerlukan sendiri tanah tersebut. Hak menumpang dilakukan
hanya terhadap tanah pekarangan dan tidak terhadap tanah pertanian.
7. Ketentuan tentang Hak Milik
a. Pengertian Hak Milik
Menurut Pasal 20 UUPA mengatur bahwa :
36
(1) Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpeuh yang dapat
dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal
6.
(2) Hak milik dapat beralih ke orang lain.
Dari ketentuan diatas menerangkan bahwa sifat-sifat yang dimiliki hak milik
membedakan dengan hak-hak lainnya. Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat
dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Dalam penjelasan Pasal 20,
menyatakan bahwa pemberian dari sifat ini tidak bersifat mutlak, tak terbatas dan
tidak dapat dingganggu gugat, sebagai hak eigendom menurut pengertiannya yang
asli dulu. Kata-kata “terkuat dan terpenuh” itu bermaksud untuk membedakannya
dengan hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai dan lain-lainya, yaitu untuk
menunjukan bahwa di antara hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai orang hak
miliklah yang terkuat dan terpenuh serta pemegang hak milik atas tanah ini memiliki
wewenang yang luas untuk menggunakan tanahnya.
b. Subyek Hak milik
Dalam Pasal 21 UUPA yang dimaksud sebagai subyek hak milik adalah
sebagai berikut :
1.Hanya warganegara Indonesia dapat mempunyai hak milik;
2. Oleh pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat
mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya;
3. Orang asing yang sesudah berlakunya undang-undang ini
memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau
pencampuran hartak karena wahaarisan atau pencampuran harta
karena perkawinan, demikian pula warganegara Indonesia yang
mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini
kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu di
dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut
atau hilang kewarganegaraannya itu. Jika sesudah jangka waktu
tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut
hapus karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan
37
ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap
berlangsung.
4. Selama seseorag di samping kewarganegaraan Indonesia
mempunyai kewarganegaraan asing maka ia dapat mempunyai
tanah dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan ayat (3)
Pasal ini
Berdasarkan ketentuan pada ayat (2) hak milik dapat dipunyai oleh badan
hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
1963, Yaitu sebagai berikut :
a. Bank-bank yang didirikan oleh Negara
b. Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 79 Tahun 1958 (Lembaran
Negara Tahun 1958 Nomor 139)
c. Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri
Pertanian/Agraria setelah mendengar Menteri Agama
d. Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria
setelah ditunjuk Menteri Sosial yang terkait
8. Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan
terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 tahun 1985
tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 12 Tahun 1994. Berdasarkan Pasal 4 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985
sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 12 tahun 1994 Yang menjadi
Subjek pajak bumi dan/atau bangunan adalah :
38
(1) Yang menjadi subyek pajak adalah orang atau badan yang secara
nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh
manfaat atas bumi, dan/atau memiliki,menguasai,dan/atau
memperoleh manfaat atas bangunan
9. Pertimbangan Hakim
Penelitian ini terfokus kepada dasar pertimbangan hakim dalam memutus
perkara No Nomor : 10/Pdt.G/2017/PN Unr. Menurut Cik Hasan Bisri ,Hakim secara
etimologi berarti “orang yang memutuskan hukum”. Hakim merupakan unsur utama
di dalam pengadilan. Bahkan ia “identik” dengan pengadilan itu sendiri. Kebebasan
kekuasaan kehakiman seringkali diidentikkan dengan kebebasan hakim. Demikian
halnya, keputusan pengadilan diidentikkan dengan keputusan hakim. Oleh karena itu,
pencapaian penegakkan hukum dan keadilan terletak pada kemampuan dan kearifan
hakim dalam merumuskan keputusan yang mencerminkan keadilan.
Pengambilan keputusan sangat diperlukan oleh hakim atas sengketa yag
diperiksa dan diadili. Hakim harus dapat mengolah dan memproses data-data yang
diperoleh selama proses persidangan, baik dari bukti surat, saksi, persangkaan,
pengakuan, maupun sumpah yang terungkap dalam persidangan (lihat Pasal 164
HIR). Sehingga keputusan yang dijatuhkan dapat didasari oleh rasa tanggung jawab,
keadilan,kebijaksanaan, profesionalisme dan bersifat obyektif. Pada Pasal 5 Undang-
Undang No.48 Tahun 2009 Tentang kekuasaan kehakiman, dalam memutus perkara
yang terpenting adalah kesimpilan hukum atas fakta yang terungkap dipersidangkan.
Untuk itu Hakim harus menggali nilai-nilai, mengikuti, dan memahami nilai-nilai
hukum dan rasa keadilan yang hidup di masyarakat. Menurut R. Soeparmono (1946:
39
146), sumber hukum yang dapat diterapkan oleh hakim dapat berupa peraturan
perundang-undangan berikut peraturan pelaksanaanya, hukum tidak tertulis(hukum
adat), putusan desa, yurisprudensi, ilmu pengetahuan maupun doktrin/ajaran para
ahli. Hakim dalam memutuskan suatu perkara harus didasarkan pada berbagai
pertimbangan yang dapat diterima semua pihak dan tidak menyimpang dari kaidah-
kaidah hukum yang ada.
Putusan yang baik harus memenuhi 2 unsur yaitu memenuhi kebutuhan teoritis
dan praktis. Kebutuhan teoritis bahwa mengacu pada isinya, maka putusan tersebut
harus dapat dipertanggungjawabkan dari sudut ilmu hukum (Juridis Verantwoord),
bahkan tidak jarang melalui putusannya hakim dapat membentuk atau menentukan
yang baru (penemuan hukum). Kebutuhan praktis adalah dengan putusannya
diharapkan Hakim dapat menyelesaikan persoalan/sengketa hukum yang ada dan
sejauh mungkin dapat diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan khususnya,
masyarakat umumnya karena dirasakan adil, benar dan berdasarkan hukum32. Suatu
putusan hakim juga harus mengandung unsur keadilan (ex aequo et bono),unsur
kepastian hukum, serta mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan
sehingga pertimbangan hakim ini harus disikapi dengan teliti, baik dan cermat.
Sebelum menjatuhkan putusan, Hakim perlu mencari dasar-dasar atau alasan-
alasan secara hukum sebelum sampai kepada putusan. Legal reasoning diartikan
sebgai “reason” tentang hukum atau pencarian dasar tentang bagaimana hakim
memutuskan perkara/kasus hukum, seorang pengacara meng-argumentasikan hukum
32 Ateng Afandi dan Wahyu fandi, Tentang Melaksanakan Putusan Hakim Perdata, Bandung, Penerbit
Alumni,1983,hlm.10.
40
dan bagaimana seorang ahli hukum menalar hukum33. Menurut Sudikno
Mertukusumo bagi para Hakim Legal reasoning ini berguna dalam mengambil
pertimbangan untuk memutuskan suatu kasus. Sebelum menjatuhkan putusannya
harus memperhatikan serta mengusahakan agar jangan sampai putusan yang akan
dijatuhkan nanti kemungkinan akan menimbulkan perkara baru.
Menurut Sudikno Mertokusumo , Legal reasoning atau ratio decidendi atau
pertimbangan hakim adalah bagian dari putusan pengadilan Indonesia yang
mempertimbangkan dasar hukum yang dipakai dalam memutuskan suatu perkara.
Menurut Peter Mahmud Marzuki untuk mememukan ratio decidendi dalam suatu
putusan biasanya dapat dilihat pada bagian-bagian tertentu. Untuk sampai pada salah
satu putusan itu hakim harus menuliskan alasan-alasanya.
Tugas hakim pada dasarnya34 :
a. Mengkonstatir artinya melihat, mengakui atau membenarkan telah terjadinya
suatu peristiwa yang diajukan oleh para pihak yang berperkara. Hakim harus
pasti akan konstateringnya, sehingga ia harus pasti akan kebenarannya itu,
tidak sekedar dugaan atau kesimpulan yang dangkal atau gegabah tentang
adanya peristiwa yang bersangkutan. Selanjutnya hakim harus melakukan
pembuktian dengan alat-alat bukti dengan tujuan untuk mendapatkan
kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukannya. Dan peristiwa yang
telah dikonstatir sebagai peristiwa tersebut, lalu “Mengkualifisir” nya
33 Tim Peneliti Komisi Yudisial RI, Profesionalisme Hakim : Studi Tentang Putusan Pengadilan
Tingkat Pertama dalam Perkara Perdata dan Pidana di Indonesia, Jakarta, Riset: Komisi Yudisial,
Jakarta, 2009,hlm.27. 34 1Nur Iftitah Isnantiana, “Legal Reasoning Hakim Dalam Pengambilan Putusan Perkara di
Pengadilan”. Vol XVIII No 2, 2017, Universitas Muhammadiyah Purwokerto, hlm. 47 - 48
41
b. Mengkualifisir artinya menilai peristiwa yang telah dianggap benar-benar
terjadi dengan cara memilih kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa
hukum dari hasil pemeriksaan di persidangan. Selanjutnya hasil penilaian
peristiwa hukum tersebut dihubungkan dengan norma hukumnya. Dengan
demikian setelah tahapan ini seorang Hakim harus dapat menemukan
hukumnya terhadap peristiwa yang telah dikonstatirnya. Hakim setelah
mengkonstatir peristiwa atau kejadian berarti Hakim tersebut mempunyai
“solving legal problems” dan ia wajib mencari solusinya atau jawabannya,
memang sebenarnya tidak mudah untuk mendapat jawabannya. Tetapi
Hakim sebagai seorang yang mempunyai kompetensi memberikan
jawabannya harus dapat menemukan hukumya. Oleh karena itu Hakim
sebelumnya harus mampu menyeleksi masalahnya dan kemudian
merumuskan hukumnya. Setelah itu baru ia menemukan hukumnya. Setelah
menemukan hukum dari peristiwa/kejadian itu seorang Hakim harus
melakukan pemecahan hukum (legal problems solving)
10. Menemukan Hukum oleh Hakim
Menurut Bernard Arif Sidharta , proses-proses pembuatan putusan tidak dapat
dilepaskan dari kegiatan bernalar Hakim. Kegiatan bernalar dari Hakim dengan
beragam motivering yang menopangnya, selalu berada dalam pusaran tarikan
keanekaragaman kerangka orientasi berpikir yuridis yang terpelihara dalam sebuah
sistem autopoesis, sehingga dapat berkembang menurut logika sendiri, dan eksis
sebagai sebuah model penalaran yang khas sesuai dengan tugas-tugas
42
profesionalnya35. Proses bernalar dari seorang Hakim harus berdasarkan pada
argument dan alasan. Dalam kamus istilah “argument” diberikan arti sebagai alasan
yang dapat dipakai untuk memperkuat atau menolak suatau pendapat, pendirian, atau
gagasan . Istilah Argumentasi diartikan sebagai pemberian alasan untuk memperkuat
atau menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan. Bergargumentasi berarti
memberikan alasan untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau
gagasan.36
Argumentasi dapat diartikan sebagai mengajukan alasan berupa uraian
penjelasan yang diuraikan secara jelas, berupa serangkaian pernyataan yang secara
logis berkaitan dengan pernyataan berikutnya yang disebut konklusi, untuk
memperkuat menolak suatu pendapat pendirian atau gagasan. Berkaitan tugas Hakim
maka dalam hal ini argumentasi yang dimaksud adalah argumentasi hukum, yang
berkaitan dengan asas hukum, norma hukum dan peraturan hukum konkret,serta
sistem hukum dan penemuan hukum. Suatu argumentasi bermakna, hanya dibangun
atas dasar logika,adalah suatu “conditio sine qua non” agar suatu keputusan dapat
diterima , yakni apabila didasarkan pada proses nalar, sesuai dengan sistem logika
formal yang merupakan syarat mutlak dalam berargumentasi37. Argumentasi yang
merupakan hasil ijtihad Hakim dari pada putusan itu harus dicantumkan dengan jelas
dalam pertimbangan hukumnya, dan sesuai dengan sistem penalaran hukum dalam
membuat putusan. Hakim dalam membuat argumentasi pada putusannya senantiasa
akan menggunakan logika formal dengan menarik kesimpulan dari premis mayor dan
35 Bernard Arif Sidharta. Penalaran Hukum dalam Sudut Pandang Keluarga Sistem Hukum dan
Penstudi Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000. hlm. 206. 36 Sudarsono, Kamus Hukum. Jakarta: Rineka Cipta, 2005.hlm. 36 37 1Nur Iftitah Isnantiana. Op.cit. hlm 50.
43
premis minor38. Selain menarik fakta atau peristiwa hukum Hakim harus
mensinergikan norma-norma hukum yang berlaku di masyarakat, baik dari hukum
positif, hukum kebiasaan dan norma-norma hukum lainnya. Sehingga putusan
tersebut akan terjadi sistematis dan logis dan apabila dibaca dapat diketahui atau
dipahami dengan jelas argumen-argumen atau alasan-alasannya.
11. Asas-asas Putusan
Dalam Pasal 178 HIR/189 RGB dan Pasal 50 UU No. 48 Tahun 2009 Tentang
Kekuasaan Kehakiman, memuat tentang asas-asas yang harus diterapkan dalam
putusan, yaitu sebagai berikut 39 :
1.Memuat Dasar alasan yang Jelas dan Rinci
Putusan yang dijatuhkan oleh Hakim harus berdasarkan pertimbangan yang
cukup dan jelas. Alasan yang dijadikan pertimbangan dapat berupa pasal-pasal
tertentu peraturan perundang-undangan, hukum kebiasaan, yurisprudensi atau
doktrin hukum. Dalam Pasal 50 UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman mengatur bahwa Putusan pengadilan selain harus memuat alasan
dan dasar putusan, juga memuat Pasal tertentu dari peraturan perundang-
undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan
dasar untuk mengadili. Untuk memenuhi kewajiban itulah Pasal 5 UU
Kekuasaan Kehakiman memerintahkan Hakim untuk menggali nilai-nilai,
38 Algra, K. van Duyvendijk. terjemah J.C.T. Simorangkir. Mula Hukum, Beberapa Bab Mengenai
Hukum dan Ilmu Hukum untuk Pendidikan Hukum dalam PengantaruIlmu Hukum, Jakarta: Bina
Cipta, 1983.hlm 65. 39 Syarif Mappiasse, Logika Hukum Pertimbangan Putusan Hakim, (Jakarta: Penerbit Prenadamedia
Group, 2015) Edisi Pertama, hlm, 48.
44
mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan dalam
masyarakat.
2. Wajib mengadili seluruh bagian gugatan
Asas kedua yang digariskan oleh Pasal 178 ayat (2) HIR/Pasal 189 ayat (2)
RGB dan Pasal 50 RV adalah putusan harus secara total dan menyeluruh
memeriksa dan mengadili setiap segi gugatan yang diajukan. Tidak boleh
hanya memeriksa dan memutus sebagian saja dan mengabaikan gugatan
selebihnya. Cara mengadili yang demikian bertentangan dengan asas yang
digariskan oleh undang-undang
3. Tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan
Berdasarkan Pasal 178 ayat (2) HIR/Pasal 189 ayat (2) RGB dan Pasal 50 RV,
putusan tidak boleh mengabulkan melebihi tuntunan yang dikemukakan
dalam gugatan. Larangan itu disebut ultra petitum partium. Hakim yang
mengabulkan posita maupun petitum gugatan, dianggap telah melampaui
batas wewenang atau ultra vires yakni bertindak melampaui wewenangnya.
Apabila putusan mengandung ultra petitum, harus dinyatakan cacat (invalid)
meskipun hal itu dilakukan Hakim dengan itikad baik maupun sesuai dengan
kepentingan umum.
4. Diucapkan di muka umum
Persidangan dan putusan diucapkan dalam siding pengadilan yang terbuka
untuk umum atau di muka umum merupakan salah satu bagian yang tidak
terpisahkan dari asas Fair trial. Melaui asas ini, pemeriksaan persidangan
45
harus berdasarkan proses yang jujur sejak awal sampai akhir. Prinsip
peradilan terbuka un tuk umum mulai dari awal pemeriksaan sampai putusan
dijatuhkan. Hal itu tentunya dikecualikan untuk perkara tertentu, misalnya
perkara perceraian. Akan tetapi walaupun dilakukan dalam persidangan
tertutup untuk umum, putusan wajib diucapkan dalam sidang yang terbuka
untuk umum. Dalam Pasal 13 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman yang
berbunyi “Putusan Pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum
apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum”. Berdasarkan
ketentuan tersebut, maka putusan yang tidak diucapkan di muka umum
berakibat putusan batal demi hukum.
12. Putusan Hakim atas Gugatan Cacat Formil dan Gugatan Tidak Terbukti
1. Gugatan Mengandung Cacat Formil
Dalam Pasal 123 ayat (1) HIR jo SEMA No. 4 Tahun 1996, gugatan tidak memiliki
dasar hukum, gugatan error in persona dalam bentuk diskualifikasi atau Plurium litis
consortium, mengandung cacat obscuur libel atau melanggar yuridiksi (kompetensi) absolut
atau relative dan sebagainya.40
- Jika cacat formilnya dengan alasan surat kuasa, error in persona, obscuur libel,
premature, kadaluwarsa, ne bis in idem, maka amar putusannya berbunyi :
“Menyatakan Gugatan Tidak Dapat Diterima”
- Jika cacat formilnya dengan alasan mengenai yuridiksi atau kompetensi, maka
amar putusannya berbunyi :
40 M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian
dan Putusan Pengadilan, Jakarta:Sinar Grafika,2009, hlm 811.
46
(1) “Menyatakan Tidak Berwenang Mengadili” atau
(2) Gugatan Tidak Dapat Diterima
2. Gugatan Tidak Terbukti
Apabila penggugat tidak mampu mengajukan alat buti yang cukup memenuhi batas
minimal pembuktian atau tergugat mengajukan bukti lawan yang melumpuhkan atau
menyingkirkan eksistensi dan nilai kekuatan pembuktian yang diajukan penggugat maka
secara teknis yustisial, penggugat dianggap tidak berhasil membuktikan dalil gugatannya,
akibat hukum yang harus ditanggungnya atas kegagalan membuktikan dalil gugatannya ,
gugatannya mesti ditolak seluruhnya, maka dengan demikian amar putusannya berbunyi :
“ Menolak Gugatan Penggugat Seluruhnya”41
41 Ibid., hlm 812.
47
B. HASIL PENELITIAN
1. Asal Usul Tanah
Pada awalnya Tanah beserta bangunan (rumah) diatasnya merupakan milik
warga Belanda bernama Mr.Kroes. Yang kemudian tanah tersebut dialihkan kepada
PANGDAM VII DIPONEGORO PANGKO KAMTIB JATENG & DIY, dan Mr.
Kroes kembali ke Negara Belanda. Pada tanggal 17 Mei 1972 seorang Veteran
bernama Hadikusumo mendapat surat keterangan prioritas untuk membeli tanah
berdasarkan surat perintah PANGDAM VII/DIPONEGORO PANGKO KAMTIB
JATENG & DIY. Nomor :16 /KAMDA/6/1972. Namun sejak tanggal 12 februari
1973 di non aktifkan dan dikembalikan kepada masyarakat. Pada tanggal 03 Mei
1973, Hadikusumo kembali menyewa rumah yang berada diatas tanah dengan
membayar sewa untuk tahun 1967-1972 sebesar Rp. 7200,00 ( tujuh ribu dua ratus
rupiah), dan untuk sewa tanah pada tahun 1973 sebesar. 3600,00 (tiga ribu enam ratus
ribu rupiah). Pada tanggal 24 Mei 1973 Hadikusumo menjual tanah kepada Jasmin
(Veteran). Pada tanggal 23 Februari 2002 Jasmin sebagai yang menguasai tanah
setelah Hadikusumo mewariskan Tanah tersebut kepada anaknya yang bernama Budi
Santoso (penggugat).Bagan 1. Asal Usul Tanah
Mr. Kroes (orang Belanda)
Mengalihkan tanah ke
PANGDAM
Tahun 1972 Menjual
Tanah ke
Hadikusumo
(Veteran)
Tahun 1973
Menjual
Tanah ke
Jasmin
Tahun 2002 Mewariskan Tanah ke
Budi Santoso (Penggugat)
48
2. Duduk Perkara
Tanah yang menjadi objek sengketa adalah tanah P3MB (Panitia Pelaksanaan
Penguasaan Milik belanda) tanah bekas hak eigendom Verp.No 2146 seluas 172 M2
berkedudukan di Lingkungan Bandungan RT.001/RW. 007 Kecamatan Bandungan,
Kabupaten Semarang dengan batas-batas sebagai berikut:
- Sebelah Utara : LVRI Maran Bandungan
- Sebelah Timur : Sdr. Ramelan
- Sebelah Selatan : Sdr Hendro Susanto dan Sdr Slamet Hadjo
Prawito (Wr. Slamet)
- Sebelah Barat : Jalan Sukorini
Duduk perkara dalam sengketa ini bermula dari Hadikusumo menjual tanah
tersebut kepada Jasmin (Veteran dan ayah Penggugat) pada tanggal 24 Mei 1973,
dengan harga Rp. 55.400,00 (lima puluh lima ribu empat ratus rupiah). Hadikusumo
memberikan kuasa ke Jasmin untuk menyelesaikan pengurusan sertifikat dan
peralihan hak balik nama. Pada tanggal 15 April 1951 Jasmin melangsungkan
perkawinan dengan E. Ngateni dan memiliki 7 orang anak. Pada tanggal 24 April
Jasmin meninggal Dunia. Dengan meninggalnya Jasmin pihak yang menguasai tanah,
ia mewariskan tanah tersebut kepada Budi Santoso Religius (Penggugat) pada
tanggal 23 Februari 2002 dan telah disepakati oleh ahli waris lainnya. Tanah tersebut
telah beralih kepada Budi Santoso Religius (Penggugat) dengan proses pewarisan dari
Jasmin kepada Budi Santoso Religius (Penggugat). Disaat Hadikusumo menempati
rumah tersebut, telah berdiri pula kios-kios diatasnya. Kios-kios ini berdiri pada
tahun1972 dan dikuasai oleh para Veteran. Pada Tanggal 5 Juli 1977 terjadi Jual beli
kios antara Orang tua Bagus Arya (Tergugat I) dengan Sunarto (Veteran). Jual beli
kios terjadi pula pada tahun 1999 antara Hadiyitno selaku Sekretaris Veteran dengan
49
Alm.Sinah Selaku istri dari Yitno Sukoyo (Tergugat 2). Budi Santoso (Penggugat)
merasa dirugikan oleh Para Tergugat karena sejak bulan Desember 2000 Para
Tergugat masih menguasai dan menempati kios-kios yang berdiri diatas rumah,
sehingga Penggugat tidak dapat menikmati dan menguasai seluruhnya (kios-kios
diatas rumah) dan mendalilkan bahwa tergugat telah melakukan perbuatan melawan
hukum. Dari penjelasan diatas diketahui bahwa diatas tanah tersebut terdapat 2 objek
berupa rumah dan Kios-kios, rumah berada di lantai 1 dan Kios-kios berada di lantai
2. Rumah yang berada di lantai 1 dikuasai oleh Penggugat (Budi Santoso) ,sementara
kios-kios yang berada di lantai 2 dikuasai oleh Tergugat 1 (Bagus Arya) dan Tergugat
2 (Yitno Sukoyo). Dimana Penggugat (BS) tidak bisa menguasai kios-kios diatas
rumah dengan alasan Para tergugat masih menempatinya sejak Penggugat (BS) mulai
menempati rumah tersebut sekitar tahun 2001 hingga saat ini. Penggugat (BS)
mendalilkan bahwa ia yang berhak atas tanah dan mempunyai bukti-bukti formil atas
tanah tersebut, selain itu Penggugat (BS) sedang dalam pengurusan permohonan atas
tanah sehingga menurut Penggugat rumah dan kios-kios diatasnya adalah hak nya
karena pada tanah tersebut terdapat 2 objek yang berdiri diatasnya yaitu rumah dan
kios-kios. Sementara di sisi lain Para Tergugat yakni Tergugat 1 (Bagus Arya) dan
Tergugat 2 (Yitno Sukoyo) sudah menempati kios-kios diatas rumah sejak lama.
Tergugat 1(BA) menempati kios sejak tahun 1977 dan Tergugat 2(YS) menempati
kios sejak 1973. Menurut Para Tergugat, mereka mempunyai hak atas kios-kios
diatas rumah atas dasar jual beli kios, dan menempatinya secara fisik. Selain itu Para
Tergugat mempunyai bukti berupa setoran pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
atas kios-kios.
50
Kios BA (Tergugat 1)
Tahun 1977
Bagan 2. Duduk Perkara
Agar Pembaca lebih memahami, penulis sajikan dalam bentuk gambar :
Lantai 1
Lantai 2
Tanah bekas Hak Asing
Keterangan : Bangunan dan Kios berdiri diatas Tanah dengan alas Bekas Hak Asing .
Kios BA (Tergugat 1) dan Kios YS (Tergugat 2) berada diatas Bangunan BS
(Penggugat).
(1973) terdapat Kios-kios
yang berada
diatas rumah
yang dikuasai oleh Veteran bernama
Darmanto dan
Sunarto
Terjadi peralihan jual beli kios antara
Darmanto kepada Sinah ( Istri Tergugat 2
Yitno Sukoyo : YS ) dan Sunarto
kepadaTrimo ( ayah Tergugat 1 Bagus Arya
: BA)
Para Tergugat 1 (BA) dan Tergugat 2
(YS) menguasai kios-kios diatas Rumah
sampai sekarang
1972 Hadikusumo
mendapat Surat
Keterangan Prioritas dari
PANGDAM untuk
membeli tanah
1973 Hadikusumo menjual Tanah kepada
Jasmin (ayah Penggugat (Budi Santoso)
Tahun 2002
diwariskan
kepada Budi
Santoso
(Penggugat)
Sehingga BS
(Penggugat) mendalilkan
bahwa Para Tergugat
melakukan perbuatan
hukum dan
menyebabkan kerugian
karena Penggugat (BS)
tidak bisa menikmati
objek sengketa secara
menyeluruh.
Rumah
(Ditempati oleh BS (Penggugat) Tahun 2001
Kios YS (Tergugat 2)
Tahun 1973
51
3. Dalil Penggugat (Budi Santoso)
a. Penggugat (BS) mendalilkan bahwa ia berhak atas tanah dengan bukti formil
berupa surat keterangan prioritas untuk membeli tanah pemerintah
berdasarkan surat perintah PANGDAM yang diberikan kepada Hadikusumo
b. Hadikusumo menyewa rumah tanah P.3.M.B bekas R.v.E. Verp. No. 2146 ,
dan membayar sewa rumah untuk tahun 1967 -1972 sebesar Rp. 7200 dan
sewa rumah dan tanah pada tahun 1973 sebesar Rp 3600 tanggal 03 mei
1973
c. Berdasarkan surat ketetapan iuran pembangunan daerah Desa Bandungan,
Kecamatan Ambarawa, Jenis Tanah adalah leter D dengan Luas : 0,020 ha.
Atas nama wajib bayar : R.M.A Hadikusumo
d. Pada tanggal 07 maret 1974, Hadikusumo telah mengajukan permohonan
kepada P.3.M.B bekas R.v.E Verp. No. 2146 di Bandungan, Ambarawa
seluas 198 M2 Provinsi Jateng. d/a Direktorat Agraria di Semarang.
e. Bukti formil dari pihak penggugat adalah R.M.A Hadikusumo, menjual
tanah kepada Jasmin ( Ayah Penggungat sebagai yang menguasai Tanah
kedua setelah Hadikusumo melalui proses jual beli dengan Hadikusumo)
dengan Harga Rp 55.400,00 pembayaran angsuran Tanah bekas R.v.E Verp.
No. 2146 di Bandungan Ambarawa seluas 198 M2,setelah menjualnya
Hadikusumo, memberikan kuasa kepada Jasmin untuk mengurus dan
menyelesaikan pengurusan sertifikat dan peralihan hak balik nama dari
pemberi kuasa kepada penerima kuasa, tahun 1974
f. Sesuai dengan Surat Keterangan Waris yang dikeluarkan oleh Kepala Desa
Bandungan, Kecamatan Ambarawa pada tanggal 23 Februari 2002, dan Ahli
waris sepakat untuk memberikan Kepada Budi Santoso Religius ( Penggugat
dan/atau pihak yang menguasai tanah ketiga setelah Jasmin melalui proses
pewarisan)
g. Desember tahun 2000 Para tergugat telah menguasai dan menempati kios-
kios yang berada diatas rumah. Perbuatan yang dilakukan para tergugat
tersebut adalah perbuatan melawan hukum dan menyebabkan kerugian bagi
52
Penggugat karena Penggugat Tidak bisa menikmati dan menguasai objek
sengketa tersebut sejak desember tahun 2000.
4. Aspek Alat Bukti
a. Bukti Surat dari Pihak Penggugat
Untuk menguatkan dalil gugatannya Penggugat mengajukan bukti- bukti surat
sebagai berikut :
Penggugat (Budi Santoso yang selanjutnya disingkat BS) mendalilkan
mempunyai alas hak atas tanah dari Ayahnya yang bernama Jasmin karena proses
pewarisan. Jasmin mendapat tanah yang menjadi objek sengketa atas dasar Jual beli
dengan Hadikusumo (Veteran). Hadikusumo (Veteran) mendapat Surat Keterangan
Priotitas dari PANDAM untuk membeli tanah yang menjadi objek sengketa. Karena
sebelumnya Tanah yang menjadi objek sengketa adalah milik orang Belanda bernama
Mr. Kroes yang kemudian dialihkan ke PANGDAM. Berikut bukti-bukti surat yang
diajukan penggugat dalam persidangan yang akan sekaligus penulis analisis :
1. Surat Keterangan Prioritas untuk membeli tanah pemerintah berdasarkan
surat Perintah PANGDAM VII/DIPONEGORO PANGKO KAMTIB
JATENG & DIY Nomor : 16 /KAMDA/6/1972. Tanggal 4 Juni 1972.
Surat Keterangan Prioritas tidak memberikan alas hak untuk menjadi bukti
bahwa Seseorang memiliki tanah. Tanah yang menjadi objek sengketa merupakan
Tanah bekas Hak Eigendom yang berarti telah melekat Hak Barat pada tanah
tersebut. Seharusnya terhadap Tanah tersebut dilakukan konversi bukan melalui jual
beli. Selain itu tidak ada surat bukti bahwa Hadikusumo memang benar nyata
membeli tanah tersebut. Hal ini diperkuat lagi dengan bukti.
53
2. Tanggal 14 Mei 1973 Hadikusumo membayar sewa rumah/tanah P.3.M.B
untuk tahun 1967-1972, dan membayar Iuran Pembangunan Daerah atas
tanah tersebut.
Dari bukti diatas mengambarkan bahwa Hadikusumo telah menyewa
tanah/rumah yang menjadi objek sengketa, jika Hadikusumo benar telah membeli
tanah, seharusnya ia tidak dalam status menyewa tanah. Ini artinya tanah tersebut
pada saat itu masih berstatus Hak Eigendom dan belum dikonversi. Serta
Hadikusumo menguasai tanah dengan status sewa.
3. Tanggal 24 Mei 1973 Hadikusumo menjual tanah kepada Jasmin, dan bukti
kwitansi angsuran pembayaran tanah dari Jasmin ke Hadikusumo.
Hadikusumo yang tidak memiliki bukti alas hak atas tanah, justru menjual
tanah tersebut kepada pihak lain. Disinilah letak ketidaksahannya jual beli tanah
antara Hadikusumo dengan Jasmin karena Hadikusumo tidak memiliki alas hak untuk
menjual atau membeli tanah.
4. Tanggal 7 maret 1974, Hadikusumo telah mengajukan permohonan kepada
P.3.M.B atas tanah bekas R.v.E Verp.
Hadikusumo lebih dulu menjual tanah sebelum dimohonkan, ini menunjukan
bahwa Tanah tersebut memang masih bekas Hak barat yang seharusnya dikonversi
menjadi hak atas tanah menurut UUPA, bukan menjual belikan tanah tersebut.
5. Tahun 1974 Hadikusumo juga memberikan kuasa kepada Jasmin untuk
mengurus dan menyelesaikan pengurusan dan sertifikat dan perlaihan hak
balik nama.
Namun proses pengurusan sertifikat pada faktanya belum terselesaikan, Pihak
Penggugat tidak bisa membuktikan bahwa pengurusan sertifikat tersebut sudah
terselesaikan. Dari bukti diatas membuktikan bahwa tanah tersebut masih berstatus
hak barat.
54
6. Asli dan fotokopi dari Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi
Jawa Tengah, Perihal Permohonan atas Tanah dari Pihak Penggugat (Budi
Santoso) dengan Surat Keterangan Nomor :0457/10-33.360/I/2012, tanggal
28 januari 2012
Meski Pihak penggugat (BS) telah mengajukan permohonan atas tanah ke BPN
, belum menjadikan dasar kuat bahwa Penggugat (BS)yang berhak atas tanah dan
menyatakan bahwa Penggugat (BS) mempunyai alas hak atas tanah. Karena
permohonan atas tanah dapat Dibatalkan apabila terdapat cacat administratif. Hal ini
diatur dalam Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1999, bahwa
yang dimaksud pembatalan hak atas tanah adalah pembatalan keputusan pemberian
hak atas tanah karena keputusan tersebut mengandung cacat hukum administrasi
dalam penerbitannya atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap. Yang dimaksud cacat hukum administrative
adalah adanya :
1.Kesalahan Prosedur
2. Kesalahan penerapan Undang-undang
3.Kesalahan subyek hak
4.Kesalahan objek hak
5.Kesalahan jenis hak
6.Kesalahan perhitungan luas
7.Terdapat tumpeng tindih hak atas tanah
8.Data yuridis dan fisik yang tidak benar
9.Kesalahan lain yang bersifat administrative
Menurut pendapat penulis letak cacat administrative dari pihak Penggugat
(BS) terletak pada Data Yuridis, karena secara hukum Penggugat (BS) tidak memiliki
alas hak atas tanah.
7.Fotokopi dari kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa
Tengah Perihal Permohonan Atas Tanah dengan Surat Keterangan a.n. PIETER
KROES Wn. Belanda, Nomor : W13.Fa-GR.04.01.625, tanggal 19 maret 2013
55
Surat mengenai permohonan atas tanah dengan surat keterangan Tanah
a.n Pieter Kroes ,membuktikan bahwa tanah tersebut masih atas nama warga
Belanda benama Mr.Kroes, dan bukan Hadikusumo ataupun PANGDAM, maka
masih melekat Hak barat pada tanah tersebut. Maka menurut Penulis
Hadikusumo bukan pemilik tanah yang menjadi objek sengketa, karena belum
adanya bukti konversi atas tanah dan saat Penggugat (BS) mengajukan
permohonan atas tanah, masih tertera atas nama PIETER KROES. Dari
penafsiran penulis terhadap bukti surat yang diajukan Penggugat diatas dapat
diketahui bahwa tidak adanya alas hak yang dimiliki oleh Penggugat (BS),
Bahwa surat keterangan prioritas bukan merupakan bukti kepemilikan atas tanah,
maka sejak awal Hadikusumo tidak mempunyai alas hak untuk memiliki tanah.
Dibuktikan lagi dengan bukti bahwa Hadikusumo menempati rumah diatas tanah
tersebut dengan dasar sewa dan membayar IPEDA,ini menunjukan bahwa
Hadikusumo bukanlah pemilik atas tanah tersebut.
b. Bukti Saksi dari Pihak Penggugat.
Untuk menguatkan dalil gugatannya tersebut Penggugat mengajukan bukti-bukti
saksi sebagai berikut :
1. Saksi Sunarto (Veteran)
Saksi menerangkan bahwa ia mengontrak kios yang sekarang ditempati oleh
Tergugat 1. Saksi menerima Rp. 225.000,00 dari Trimo (ayah tergugat 1) sebagai
ganti rugi kios. Saksi mengontrak kios dengan membayar kas Rp 2000,- ke
Darmanto Selaku Veteran, Sunarto pada saat itu mendapat informasi dari
Darmanto (Veteran) bahwa siapapun boleh memakai kios dengan mengisi kas Rp.
56
2000. Saksi Mengontrak tahun 1977-1979 dan saat menempati kios tidak ada
surat perjanjian hanya lisan saja ke Darmanto Veteran), Begitu Juga dengan
Trimo (ayah Tergugat 1(Bagus Arya) juga mengontrak kios secara lisan kepada
Darmanto (Veteran). Menurut Keterangan Saksi, Saksi merasa tidak menjual
kios, saksi juga mengetahui asal-usul tanah hanya saja saksi pada saat itu
mendapat informasi bahwa tanah tersebut milik Jasmin. Saat Saksi menempati
Kios, rumah sudah dimanfaatkan sebagai kantor Veteran. Menurut keterangan
saksi didepan kios terdapat tanah DPU dengan ukuran 3 meter.
Bagan 3. Keterangan Saksi Sunarto untuk (Bagus Arya/BA) mengenai kios
Tergugat 1
1977Mengontrak Kios dari Darmanto (Veteran) secara lisan
Sunarto
2. Saksi Sriyati
Saksi mengontrak kios ke Ngateni (ibu dari Penggugat) pada tahun 1999.
Saksi Sriyati mengontrak kios selama 3 periode, dimana 1 periode berlaku untuk 5
Tahun ,maka Sriyati mengontrak kios selama 15 tahun sejak 1999-2014. Harga
sewa/kontrak periode 1 sebesar Rp. 3000.000,- ,kemudian naik Rp. 5000.000,- dan
periode terakhir Rp. 7000.000,-. Saat mengontrak Sriyati membayar ke Ngateni,
Mengalihkan kios ke Trimo (Ayah BA Tergugat 1) dengan
menerima ganti rugi sebesar
Rp. 225.000,-
Sunarto tidak tahu asal-usul tanah, hanya mendapat informasi
bahwa Tanah tersebut milik Jasmin
Saat mengontrak kios, rumah dibawah kios dimanfaatkan Para
Veteran sebagai Markas/Kantor Veteran
Didepan kios terdapat Tanah DPU dengan ukuran 3 meter
57
namun setelah Ngateni meninggal tahun 2006 , pembayaran kios dilakukan ke Ning
anak dari Ngateni. Saat saksi kontrak/sewa Kios sudah berbentuk bangunan. Saksi
juga menerangkan bahwa rumah diatas tanah bekas hak asing (objek sengketa)
terdapat mushola, kamar mandi, dan dapur. Rumah diatas tanah bekas hak asing
tersebut dikuasai oleh Budi Santoso (Penggugat). Saksi tidak mengetahui tentang
adanya sengketa tanah. Saksi tidak mengetahui tentang kios Sinah (Alm. Istri Yitno
Sukoyo Tergugat 2) dan Kotin(Bagus Arya Tergugat 1). Pada bukti P-23 tentang
Surat Pernyataan dari Saksi yang menerangkan bahwa Saksi mengontrak kios ke
Jasmin untuk menjalankan usaha, dan dalam surat tersebut terdapat tanda tangan
saksi, namun bukan tulisan saksi.
Bagan 4. Keterangan Saksi Sriyati mengenai kontrak kios dengan Ngateni (Ibu
Budi Santoso (BS): Penggugat)
Sriyati
3. Saksi Sukrisno Siswo Utomo
Saksi menerangkan bahwa Tanah yang menjadi sengketa adalah milik orang
Belanda bernama Mr.Kroes. Setelah Mr.Kroes pergi Rumah tersebut ditempati oleh
Mengontrak Kios dari Ngateni (Ibu BS) tahun 1994 – 2014.
Kontrak kios dilakukan selama 3 Periode dimana 1 periode selama
5 Tahun
Periode 1 Rp. 3000.000,- , Periode 2 Rp. 5000.000,- ,Periode 3
Rp. 7000.000,-
Orang yang menempati Rumah adalah Budi Santoso (Penggugat)
Mengontrak kios dengan Jasmin guna menjalankan usaha
Saksi tidak mengetahui tentang sengketa Tanah dan Saksi juga
tidak mengetahui tentang Kios Kotin dan Sinah
58
Supardi (Veteran) beberapa waktu kemudian setelah Supardi pergi didepan Rumah
terdapat Plang Biru bertuliskan “ Tanah Milik Sersan Jasmin”. Setelah Supardi pergi
rumah kosong selama 5 Tahun lalu ditempati Haryono (Veteran) dan Saksi pun tidak
tahu atas dasar apa Haryono menempati rumah tersebut, hanya saksi pernah
dilihatkan Surat Kontrak Haryono ke Jasmin. Menurut keterangan saksi, tahun 1978
Haryono pergi dan rumah tersebut dipinjam ke RT untuk Pos kampling. Tahun 1979
Rumah tersebut digunakan untuk Kantor Veteran. Saksi mengetahui bahwa Jasmin
memiliki Istri bernama Ngateni dan mempunyai 7 orang anak. Saksi menerangkan
bahwa Jasmin tidak pernah menempati bangunan diatas tanah bekas hak asing yang
menjadi objek sengketa. Jasmin tinggal rumah yang dekat dengan bangunan tersebut.
Menurut saksi yang pernah menempati adalah anak dari Jasmin yaitu Budi Santoso
(Penggugat), dan yang saksi tahu bahwa Budi Santoso menempati sekitar 15 Tahun
hingga sekarang dan saksi tidak mengetahui atas dasar apa Budi Santoso (Penggugat)
menempati bangunan diatas tanah bekas hak asing tersebut. Saksi mengetahui bahwa
diatas bangunan terdapat kios-kios yang ditempati oleh Sunarto (Veteran) dan
Sukoyo (Suami Sinah), Sunarto dan Sinah sudah meninggal dan yang menempati kios
Sunarto adalah Trimo(ayah Bagus Arya) dan sekarang ditempati oleh Bagus Arya
(Tergugat 1). Saksi tidak mengetahui siapa yang mengecor bangunan tersebut
sehingga terdapat kios-kios diatasnya, karena sepengetahuan saksi bahwa dari dulu
sudah terdapat kios-kios. diatas bangunan. Saksi mengetahui tentang bukti P-11
mengenai Berita Acara Hasil Musyawarah dan Mufakat Penyelesaian Masalah
Sengketa Tanah Bekas RVE Verponding No. 2146.
59
Bagan 5. Keterangan Saksi Sukrisno tentang pihak-pihak yang pernah
menempati bangunan (objek sengketa)
Sukrisno
Pembuktian penguasaan atas tanah dapat pula dibuktikan dengan keterangan
saksi, seperti yang telah diatur dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 yang mengatur hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama
dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti
tertulis dan keterangan saksi.
Awalnya Tanah Milik Mr. kroes (orang Belanda) kemudian Pergi
Setelah Mr.kroes pergi bangunan diatas tanah ditempati oleh Supardi
(Veteran) atas dasar apa Saksi tidak tahu, setelah Supardi pergi
didepan bangunan terdapat plang biru bertuliskan “Tanah ini Milik
Sersan Jasmin”
Bangunan kosong selama 5 Tahun, tahun lalu ditempati oleh
Haryono (Veteran) dengan dasar Kontrak ke Jasmin
Tahun 1978 Haryono pergi, bangunan dimanfaatkan untuk Pos
Kampling
Tahun 1979 dimanfaatkan Para Veteran untuk Kantor Veteran
Sekitar 15 tahun Budi Santoso (Penggugat menempati Bangunan
Kios-kios ditempati oleh Kotin (Bagus Arya) atas dasar Kontrak
antara Sunarto dengan Trimo (ayah BA) dan Kios Sinah atas dasar
Kontrak antara Darmanto dengan Sinah (Yitno Sukoyo)
Mengetahui Berita Acara Hasil Musyawarah dan Mufakat
Penyelesaian Masalah Sengketa Tanah Bekas RVE Verponding No.
2146.
60
Dari ketentuan tersebut menjelaskan bahwa pembuktian hak atas tanah yang
berasal dari hak-hak lama selain dibuktikan dari bukti tertulis, harus dibuktikan juga
dengan keterangan saksi-saksi, Pihak Penggugat (BS) mengajukan 3 saksi yang
bernama Sriyati, Sunarto dan Sukrisno. Dari ketiganya menerangkan bahwa Tanah
tersebut milik Jasmin atas dasar :
a. Saksi Sunarto tidak mengetahui asal-usul tanah hanya saja saksi pada saat itu
mendapat informasi bahwa tanah tersebut milik Jasmin. Tidak mengetahui
bukti-bukti atas dasar apa tanah tersebut menjadi milik Jasmin.
b. Saksi Sukrisno mengetahui bahwa tanah itu milik Jasmin dengan alasan
pernah melihat Plang bertuliskan “ Tanah ini Milik Sersan Yasmin” namun
menurut keterangan saksi Jasmin tidak pernah tinggal di rumah tersebut,
justru pihak lain yaitu Supardi, Haryono kemudian dipakai untuk Pos Hansip
dan terakhir dipakai untuk Kantor Veteran. Namun Saksi Sukrino juga
mengetahui tentang kios-kios diatas rumah yang ditempati oleh Para
Tergugat,dan mengetahui dasar Para Tergugat menempatinya. Saksi juga
tidak mengetahui dasar Penggugat menempati rumah diatas tanah yang
menjadi objek sengketa. Penggugat (BS) menempati sekitar 15 tahun.
c. Saksi Sriyati hanya memberikan keterangan mengenai kontrak kios dengan
Jasmin dan Ngateni, Ia mengontrak kios didekat Tanah yang menjadi objek
sengketa. Saksi Sriyati tidak mengetahui mengenai sengketa Tanah, Ia hanya
menerangkan yang menempati rumah diatas tanah adalah Penggugat atas
dasar apa Sriyati tidak mengetahui.
61
Dari Ketiga saksi yang dihadirkan oleh Penggugat, diketahui bahwa :
1. Pada tahun 1979 bangunan diatas tanah sengketa dipakai oleh para
Veteran untuk Markas,
2. Tidak ada yang tahu pasti tentang dasar Penggugat menempati bangunan
tersebut.
3. Saksi Sukrisno juga memberikan keterangan bahwa Jasmin (ayah
Penggugat) tidak pernah menempati rumah tersebut, yang pernah
menempati adalah anak dari Jasmin yaitu Budi Santoso selaku Penggugat
sekitar 15 Tahun.
Dari keterangan ketiga saksi yang dihadirkan oleh Penggugat (BS) tidak ada
satupun yang mengetahui atas dasar apa Jasmin (ayah Penggugat (BS) bisa memiliki
hak atas Tanah dan rumah, dan tidak mengetahui adanya transaksi jual beli tanah.
Para Saksi juga mengatakan bahwa setelah Mr. Kroes pergi Rumah di tanah yang
menjadi objek sengketa dimanfaatkan oleh Para Veteran sebagi Markas. Bahkan
Jasmin (ayah Penggugat (BS) tidak pernah menempati rumah tersebut. Hal inilah
yang menjadi kelemahan dari Pihak Penggugat (BS) karena pada faktanya Jasmin
(ayah Penggugat BS) tidak pernah menempati rumah tersebut. Menurut Keterangan
Saksi pula Penggugat (BS) mulai menempati rumah sekitar Tahun 2000, maka sekitar
17 Tahun Penggugat menempati rumah tersebut, Dalam Pasal 24 ayat (2) PP No 24
Tahun 1997 mengatur bahwa penguasaan atas tanah dapat dibuktikan dengan
penguasaan fisik selama 20 tahun berturut-turut. Namun pada faktanya Penggugat
(BS) baru menempati Rumah tersebut selama 17 Tahun. Maka secara hukum,
penguasaan fisik atas Tanah oleh Penggugat (BS) belum terpenuhi.
62
5.Jawaban Tergugat
Atas dalil gugatan yang diajukan oleh Pihak Penggugat, Para Tergugat dan Turut
Tergugat menanggapinya sebagai berikut :
a. Menurut Para Tergugat Tanah tersebut merupakan Tanah bekas Hak asing
yang harus di Konversi. kedalam hak atas tanah berdasarkan Undang-
undang Pokok Agraria tahun 1960 jo. Pasal 1 Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor : 3 Tahun 1979 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai
Permohonan dan Pemberian Hak Baru Atas Tanah asal Konversi Hak-Hak
Barat diatur sebagai berikut :
“Tanah Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai asal
Konversi Hak Barat yang menurut Ketentuan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1980 berlakhir masa berlakunya, selambat-lambatnya pada tanggal 24
September 1980, pada saaat berakhirnya hak yang bersangkutan menjadi
tanah yang dikuasai oleh Negara dan diselesaikan menurut ketentuan-
ketentuan dalan Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1979 dan Peraturan
ini”.
b. Pada faktanya sampai sekarang tanah sengketa tersebut tidak pernah
dikonversi menjadi hak atas tanah menurut UUPA, maka secara hukum,
tanah sengketa tersebut adalah Tanah Negara.
c. Berdasarkan ketentuan diatas maka dalam perkara a quo menurut pendapat
tergugat surat perintah PANGDAM VII DIPONEGORO tersebut tidak
memiliki alas hukum untuk menjual atau memberi prioritas untuk membeli
tanpa sengketa karena tanah sengketa telah berubah ,menjadi Tanah Negara
yang akibatnya terhadap Tanah Negara tersebut haruslah diajukan
permohonan hak atas tanah kepada Negara bukan jual beli. Surat ketetapan
iuran Pembangunan Daerah bukanlah bukti kepemilikan tanah. Demikian
pula Para Tergugat juga telah membayar pajak sejak tahun 1972 sampai
d. Para tergugat telah membeli bangunan di atas tanah bekas hak asing (R.v.E.
Verp) yang sekarang Tanah Negara pada tahun 1972 berdasarkan Surat
Perjanjian Jual Beli Tanggal 5 Juni 1977 yang dilakukan dihadapan Kepala
63
Desa Bandungan secara terang tunai sehingga sah menurut hukum yang
berlaku secara adat.
e. Para Tergugat menyatakan penguasaan atas tanah dapat didasarkan pada
penguasaan fisik seperti yang tercantum dalam Pasal 24 Ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor : 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran Tanah diatur
sebagai berikut : “Dalam Hal tidak atau tidak lagi bersedia secara lengkap
alat-alat pembuktian sebagaimana pada ayat (1) pembuktian hak dapat
dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang
bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara berturut -turut oleh
pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya dengan syarat :
a. Penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara
terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah,
serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya.
b. Penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh
masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan
ataupun pihak lainnya;
f. Legium Veteran RI anak Ranting Bandungan/ Ambarawa memanfaatkan
bangunan (objek sengketa) sebagai Markas Ranting guna tempat
pertemuan. Di sebelah barat dan utara terdapat kios-kios yang didirikan
oleh para anggota Legium Veteran dan dalam perkembangannya terdapat
pergantian kios dikarenakan proses jual beli. sejak tahun 2000 Markas
Ranting dan 1 kios didepan marka dikuasai oleh Penggugat (Budi
Santoso) dengan Dalil bahwa Penggugat mempunyai alas hak atas Tanah
dan Bangunan tersebut.
6.Aspek Alat Bukti
a. Bukti Surat dari Pihak Tergugat 1 , Tergugat 2 dan Turut Tergugat.
Untuk menguatkan jawaban atas dalil gugatan dari Penggugat, Tergugat 1, 2 dan
Turut Tergugat mengajukan bukti-bukti surat sebagai berikut :
Para Tergugat memberikan jawaban atas Dalil Penggunggat (BS) yang
menyatakan bahwa Pihak Para Tergugat melakukan perbuatan melawan Hukum
64
karena menempati kios-kios diatas Rumah tanpa alas hak. Namun Para Tergugat
memberikan jawaban bahwa Tanah yang menjadi objek sengketa merupakan Tanah
Bekas Hak Eigendom yang mana harus dilakukan konversi atas Tanah tersebut
namun belum ada bukti bahwa Tanah yang menjadi objek sengketa dikonversi, maka
menurut Para Tergugat Tanah tersebut merupakan Tanah Negara. Para Tergugat juga
mengajukan bukti-bukti bahwa mereka mempunyai alas hak saat menguasai kios-kios
diatas rumah. Bukti-bukti surat yang diajukan Para Tergugat sebagai berikut :
1. Surat Perjanjian Jual Beli Kios, tanggal 5 Juni 1977 antara Sunarto
dengan Trimo (ayah Tergugat 1 : Bagus Arya)
2. Surat Keterangan Kepala Desa Bandungan, tanggal 2 April 1980
3. Surat dan Pernyataan S. Hadiyitno tanggal 20 November mengenai Jual
beli kios
Dari Pihak Tergugat 1 (BA) mempunyai bukti surat jual beli kios antara
Trimo (ayah Tergugat 1 BA) dengan Sunarto (Veteran), yang kemudian ditulis
kembali pada tahun 1980 melalui Surat Keterangan Kepala Desa Bandungan
sehingga jual beli kios dilakukan secara terang tunai sehingga sah menurut hukum
yang berlaku secara adat. Dari Pihak Tergugat 2 (YS) menerangkan bahwa tahun
1999 terjadi jual beli kios antara seorang Veteran bernama Hadiyitno kepada Alm.
Sinah Istri Tergugat 2 (YS). Dari ketiga bukti diatas menunjukan bahwa Para
Tergugat mempunyai dasar untuk menempati kios.
4. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan No
SPPT : 33.22.100.014.040-0140.0/99-01 atas nama TRIMO DJUMIATI
Tahun 1999, 2000, 2011, 2013, 2015, 2016
5. Surat Tanda Terima Setoran (STTS) PBB Tahun 1999, 2000, 2011,
2013, 2015, 2016.
6. Surat dan Pernyataan dari S. Hadiyitno Tanggal 20 November 1999
mengenai Jual Beli Kios.
7. Surat Tanda Terima Setoran STTS PBB atas nama Ny.SINAH
,No.SPPT : 33.22.101.004.040-0088.0 Tahun 2012, 2013, 2015, 2016
65
8. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan atas
nama Ny.Sinah , No. SPPT : 33.22.101.004.040-0139.0, tahun 2012,
2013, 2015, 2016
Selain bukti surat Jual beli kios, para Tergugat juga menunjukan Bukti surat
berupa Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan. Dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-
undang nomor 12 tahun 1985 sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 12
Tahun 1994, bahwa yang menjadi subjek pajak bumi dan bangunan adalah orang atau
badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi, dan /atau memperoleh manfaat
atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas
bangunan. Dari ketentuan diatas menjelaskan bahwa orang yang membayar pajak
bumi dan bangunan (PBB) memiliki keterlibatan langsung dengan tanah/bangunan.
Pembayaran PBB ini menjadi dasar penguasaan atas tanah/bangunan. PBB bukan
bukti pemilikan hak atas tanah, karena bukti atas kepemilikan suatu tanah adalah
dengan adanya Sertifikat. Namun dengan adanya bukti PBB ini memberikan dasar
bahwa seseorang telah nyata memiliki penguasaan atas tanah, atau memperoleh
manfaat atas bangunan
b.Bukti Saksi dari Pihak Tergugat 1, Tergugat 2, serta Turut Tergugat
Untuk menguatkan jawaban atas dalil gugatan dari Penggugat, Tergugat 1, 2
dan Turut Tergugat mengajukan bukti-bukti saksi sebagai berikut :
1. Saksi Sugiyarti
Saksi Sugiyarti menerangkan bahwa kios diatas Rumah adalah milik Kotin
dan sebelahnya milik Sinah , dibawah kios terdapat rumah yang ditempati Budi
Santoso (Penggugat) yang dahulu milik orang Belanda bernama Mr. kroes. Menurut
keterangan saksi setelah Mr. Kroes pergi lalu rumah tersebut ditempati sebagai Pos
66
Hansip dan setelahnya menjadi Kantor Veteran. Saksi memiliki kios di sebelah
Penggugat (Budi Santoso), Saksi menempati kios bersamaan dengan Penggugat (Budi
Santoso) sejak tahun 2010, Saksi mengetahui bahwa Penggugat (Budi Santoso)
menempati rumah karena ayahnya yang bernama Jasmin membeli dari Hadikusumo.
Menurut keterangan saksi Penggugat (Budi Santoso) menempati rumah sekitar tahun
2000. Saksi menerangkan bahwa pada tahun 1975 pernah ada yang mengatakan
bahwa rumah (bangunan diatas tanah bekas hak asing yang menjadi objek sengketa)
siapa saja boleh memakainya. Saksi menempati kios yang sekarang atas saran dari
Veteran dan saksi membayar kios dengan Veteran, saksi kontrak selama 5 Tahun dan
setiap tahunnya membayar 50.000,- (lima puluh ribu rupiah), jika lima tahun menjadi
Rp 250.000,- dan saksi mengontak dengan seorang Veteran bernama Darmanto.
Setelah Darmanto (Veteran) meninggal, saksi membayar dengan Hatman (Veteran),
namun Pak Hatman (Veteran) meninggal tahun 2000. Setelah itu saksi tidak dapat
menempati kios karena kunci kios dibawa oleh Penggugat dengan alasan karena
saksi tidak punya kios dan tidak boleh menempati, dan yang menempati sekarang
orang Ngasem dan Penggugat. Pada saat diusir oleh Penggugat, Penggugat berkata “
Kamu tidak punya tanah, kamu harus pergi dari sini, dan saksi juga tidak mendapat
Ganti rugi. Saksi menerangkan pula bahwa pada tahun 2000 Veteran masih
menempati bangunan tersebut dan Veteran menempatinya sekitar 10 Tahun, pada saat
itu pula di sebelah bangunan sudah ada mushola dan kamar mandi dan yang
mengelola Pak Hatman (Veteran). Saksi tidak mengetahui tentang jual beli kios dan
bukti-buktinya.
67
Bagan 6. Keterangan Saksi Sugiyarti tentang pemanfaatan Bangunan dan
kontrak kios dengan Darmanto dan Hatman
Sugiyarti
2. Saksi Emi Kristina
Saksi Emi tinggal sekitar 1 Km dengan objek sengketa. Saksi menerangkan
bahwa sepengetahuan saksi, tanah yang menjadi sengketa adalah milik Veteran.
Saksi memiliki kios yang bersebelahan dengan Kios Kotin (Tergugat 1 : Bagus
Arya), saksi mengontrak kios pada tahun 1973 dan membangun kios Bersama Trimo
(ayah Tergugat 1: Bagus Arya) pada Tahun 1973, tanah disekitar kios masih kosong
dan belum ada yang menempati. Saksi membangun kios atas saran dari Sadiyem
(Veteran). Saksi mengontrak 5 Tahun dengan membayar Rp 450.000,- , namun pada
suatu waktu saksi tidak memiliki uang untuk membayar sewa kios, kemudian
Tanah dan Rumah awalnya milik orang Belanda bernama
Mr.Kroes
Setelah Mr. Kroes pergi, Rumah tersebut dimanfaatkan untuk Pos
Hansip, kemudian Kantor Veteran.
Tahun 1975, saksi mendengar bahwa rumah tersebut boleh
dipakai siapa saja
Mengontrak kios dari Darmanto (Veteran), setelah Darmanto
meninggal, pembayaran kios ke Hatman (Veteran)
Kios-Kios ditempati oleh Bagus Arya Tergugat 1 dan Sinah
(Alm. Istri Yitno Sukoyo Tergugat2) namun tidak mengetahui
tentang bukti jual beli kios
Bangunan di bawah kios Kotin dan Sinah ditempati oleh
Penggugat sekitar tahun 2000
Tahun 2000 masih ada beberapa Veteran yang menempati rumah
Saksi tidak bisa menempati kios , karena kunci kios diambil oleh
Penggugat dan kios tersebut disewakan kepada Pihak lain.
Tahun 2000 Veteran masih menempati bangunan tersebut,
68
dilimpahkan kepada Sinah, dan Sinah pergi ke Darmanto (Veteran) untuk sewa kios
yang sebelumnya ditempati oleh Saksi Emi. Sinah Memberikan Saksi uang Rp
25.000,- untuk pulang ke Semarang. Menurut keterangan Saksi Pak Darmanto
(Veteran) meminta uang atas dasar bahwa beliau yang mengurus tanah Veteran.
Sepengetahuan saksi Darmanto (Veteran) meminta uang sewa kios atas dasar ia yang
mengurus tanah Veteran, dan beliau juga berkata bahwa siapapun yang ingin
membangun kios diharuskan membayar dengan beliau. Sekitar Tahun 1975 Saksi
kembali ke Bandungan dan diberi ijin oleh Agus Budiman untuk berjualan hingga
saat ini.
Bagan 7. Keterangan Saksi Emi Kristina tentang asal usul kios yang dikuasai
oleh Sinah (Istri Yitno Sukoyo (YS) : Tergugat 2)
Mengontrak Kios ke
Darmanto (Veteran)
Emi Kristina
Tahun 1973 Mengalihkan Kontrak kios ke Sinah (YS) atas ijin
Darmanto
Tanah tersebut merupakan milik Veteran
Kios miliknya berdekatan dengan Trimo (ayah Kotin (Bagus
Arya Tergugat 1))
Saksi mengontrak atas saran dari Veteran bernama Sadiyem
Mengontrak 5 Tahun dengan sewa sebesar Rp. 450.000,- karena
tidak sanggup membayar maka dialihkan ke Sinah (Istri YS
Tergugat 2)
Saksi membayar sewa kepada Darmanto karena beliau yang
mengurus tanah Veteran
Tahun 1975 kembali ke Bandungan dan kembali Menjalankan
usaha.
69
Keterangan Saksi dari Pihak Turut Tergugat
1. Gatot Kustanto
Saksi adalah seorang staf di Kelurahan Bandungan. Saksi menerangkan
bahwa ia tidak mengetahui mengenai asal-usul tanah , Sepengetahuan saksi bahwa
tanah yang menjadi objek sengketa adalah peninggalan orang Belanda bernama Mr.
Kroes. Sepengetahuan saksi bangunan yang menjadi objek sengketa ditempati oleh
Penggugat dan para Tergugat. Bagian atas bangunan adalah kios Bagus Arya
(Tergugat 1) dan Kios Sinah (Istri Yitno Sukoyo : Tergugat 2) sedangkan bagian
bawah ditempati oleh Budi Santoso (penggugat). Saksi menerangkan pula bahwa
bangunan sempat dikuasai oleh warga dan yang menempati pertama kali adalah
seorang Veteran bernama Darmanto (Veteran) dan Suratman. Saksi tidak
mengetahui asal usul Penggugat menempati bangunan, sepengetahuan saksi
Penggugat menempati sekitar tahun 2001. Sebelumnya juga telah ditempati oleh
Ramelan (Veteran), Kusdarmanto (Veteran) dan Suherman (Suherman), karena
Ramelan, Kusdarmanto, dan Suherman sudah meninggal dunia maka disekitar
bangunan dibangun sebuah kamar mandi. Saksi tidak mengetahui mengenai sewa
menyewa kios , saksi hanya mengetahui tentang pembayaran Pajak. Pajak sewa kios
atas nama Trimo (ayah Tergugat 1 (BAgus Arya), Sinah (alm. Istri Yitno Sukoyo
Tergugat 2) dan Bagus Arya (Tergugat 1). SPPT dibayar sejak tahun 1993 atas tanah
no 141 milik Veteran. Dahulu terdapat pajak atas Tanah Veteran namun tahun 2016-
2017 tidak keluar. Saksi juga mengetahui bahwa ayah Penggugat bernama Jasmin,
Jasmin tidak tinggal di Rumah yang berada ditanah bekas hak asing namun di dekat
indomaret, sedikit jauh dari tanah sengketa. Saksi menerangkan pula bahwa Tanah
70
no 137 dan 138 yang menempati Bagus Arya dan Sinah, dan dibawahnya ada sebuah
kamar mandi. Menurut keterangan saksi, Tanah sengketa tidak tercatat di buku C
desa karena merupakan tanah sengketa, dan terdapat tanah milik DPU sekitar 3
meter di depan bangunan. Saksi juga menerangkan bahwa pihak BPN (Badan
Pertanahan Nasional) pernah mengukur bangunan tersebut untuk sertifikat namun
dari Aset Daerah Pengukuran Milik belanda. Mengenai sengketa ini pernah diadakan
mediasi namun tidak menemukan solusinya, dan saksi pun tidak mengetahui hasil
dari mediasi tersebut.
Bagan 8. Keterangan Saksi Gatot tentang Pihak-pihak yang pernah menempati
Bangunan
Gatot
(Staf Kelurahan
Bandungan)
Tanah dan bangunan merupakan peninggalan Belanda
bernama Mr. Kroes
Diatas tanah terdapat 2 bangunan, Bangunan bawah
dikuasai oleh Penggugat (Budi Santoso), dan Kios-kios
diatas Bangunan dikuasai oleh Para Tergugat (Bagus Arya
dn Yitno Sukoyo)
Pernah dikuasai warga , setelahnya ditempati oleh Para
Veteran yaitu Darmanto, Suratman, Suherman, Ramelan dan
Kusdarmanto
Pembayaran SPPT atas nama Trimo (ayah Tergugat 1 Bagus
Arya) dan Sinah ( Alm. Istri Yitno Sukoyo Tergugat 2)
Tahun 2001 Penggugat (Budi Santoso) menguasai
Bangunan diatas Tanah bekas hak asing,atas dasar anak dari
Jasmin
Pernah diadakan Mediasi namun tidak menemukan solusi
Tanah tersebut tidak tercatat dalam buku C desa
Pihak BPN pernah mengukur bangunan tersebut untuk
sertifikat namun dari Aset Daerah Pengukuran Milik
belanda
71
Pembuktian mengenai penguasan atas tanah tidak hanya terbatas pada
pembuktian tertulis saja, harus dikuatkan pula dengan Keterangan saksi , sperti yang
telah diamanatkan dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang
mengatur bahwa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan
dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis,
keterangan saksi. Maka dari itu Pihak para Tergugat mendatangkan 3 orang saksi
untuk memperkuat jawaban atas bantahan dari Dalil Penggugat. Berikut keterangan
Saksi-saksi yang dihadirkan oleh Para Tergugat :
1. Saksi Sugiyarti menerangkan bahwa ia mengontrak kios didekat objek
sengketa dari Darmanto (Veteran), saksi sugiyarti mengetahui bahwa kios
diatas rumah adalah milik Sinah (Istri Tergugat 2 (YS) dan Kotin (Tergugat 1
BA), bahkan Para Tergugat sudah sejak lama menempati kios, Saksi Sugiyarti
pernah mendapat informasi pada tahun 1975 bahwa Rumah (Di atas Tanah
yang disengketakan) siapa saja bisa menempati. Sekitar tahun 2000 Saksi
tidak bisa menempati kiosnya, dengan alasan Kunci kios diambil oleh
Penggugat (BS). Rumah diatas tanah yang disengketakan dimanfaatkan oleh
Para Veteran untuk Markas. Sekitar tahun 2000 beberapa Veteran masih
menempati rumah tersebut, sampai akhirnya ditempati oleh Penggugat (BS).
2. Saksi Emi Kristina, menerangkan bahwa ia mengontrak kios dari
Darmanto(Veteran) yang kemudian Kios tersebut dialihkan kepada Sinah
(Istri Tergugat 2 YS), pelimpahan kios terjadi sekitar tahun 1975, ini
membuktikan bahwa Tergugat 2 (YS) telah menguasainya secara fisik sejak
tahun 1975.
72
3. Saksi Gatot memberikan keterangan bahwa Tanah yang disengketakan tidak
tercatat dalam buku C desa, ia juga menerangkan pembayaran PBB atas nama
Trimo (ayah Tergugat 1 BA) dan Sinah (Alm. Istri Tergugat 2 YS), dari
keterangan Gatot membuktikan bahwa pembayaran PBB atas kios-kios diatas
Rumah benar adanya. Selain itu Saksi Gatot juga menerangkan bahwa Rumah
diatas tanah bekas hak barat tidak pernah ditempati oleh Jasmin, namun
digunakan untuk kantor Para Veteran.
Dari Ketiga saksi yang dihadirkan oleh Tergugat 1, Tergugat 2 dan Turut
Tergugat memberikan keterangan bahwa :
1. Tanah peninggalan Belanda tersebut, merupakan tanah sengketa
2. Tanah tersebut tidak tercatat dalam Buku C desa
3. Rumah diatas tanah bekas hak asing dikuasai oleh Veteran sebagai Markas
4. Kios-kios diatas rumah (yang berada diatas tanah bekas hak asing) dikuasai
oleh para Veteran (Darmanto dan Sunarto) sejak tahun 1973
5. Saksi mengetahui tanah milik Jasmin, namun Jasmin tidak pernah tinggal di
bangunan itu, namun anaknya yang bernama Budi Santoso (Penggugat)
telah menempati sekitar tahun 2000
Dari ketiga saksi yang dihadirkan Para Tergugat memperkuat alasan Tergugat
1 (BA) dan Tergugat 2 (YS) bahwa pihak Para Tergugat memang benar nyata
menguasai kios-kios secara fisik Tergugat 1 (BA) dan Tergugat 2(YS) menguasai
kios-kios selama kurang lebih 45 Tahun. Pasal 24 ayat (2) PP No 24 Tahun 1997
mengatur bahwa penguasaan atas tanah dapat dibuktikan dengan penguasaan fisik
73
selama 20 tahun, ini artinya Pihak Tergugat 1(BA) dan Tergugat 2(YS) telah sah
secara hukum memenuhi persyaratan penguasaan fisik atas tanah.
7.Pertimbangan Hakim
Putusan Hakim Nomor : 10/Pdt.G/2017/PN Unr. tidak diterima (NO) dengan
alasan gugatan Penggugat premature dan kurangnya alasan formil yang belum
dipenuhi. Putusan NO didasarkan pada pertimbangan :
Pokok sengketa para pihak :
a. Apakah Tergugat telah melakukan Perbuatan melawan hukum yang
mengakibatkan kerugian pada penggugat
b. Siapakah yang berhak atas bangunan terletak di atas tanah P3MB (Panitia
Pelaksanaan Penguasaan Milik Belanda) tanah bekas hak eigendom
Verp. No. 2146 seluas 172 m2?
Penggugat ataukah tergugat?
a. Pertimbangan mengenai perbuatan melawan hukum
Dalam kitab Undang-undang Hukum perdata Pasal 1365, sebagai berikut :
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada
seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan
kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”
Untuk dipertanggungjawabkan orang yang melakukan perbuatan hukum, ada
3 syarat yang merupakan unsur-unsur perbuatan melawan hukum :
- Adanya perbuatan melawan hukum, artinya ada perbuatan atau tindakan
dari pelaku yang melanggar hukum,baik melanggar Undang-undang,
melanggar hak subyektif orang lain, bertentangan dengan kewajiban
74
hukum si pelaku, bertentangan dengan kesusilaan,bertentangan sikap
kehati-hatian yang sepatutnya dalam masyarakat
- Adanya kesalahan, bisa karena kesengajaan atau karena kesalahan
- Adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan perbuatan
b. Pertimbangan Hakim atas Dalil Penggugat
(1) Penggugat berhak atas objek sengketa atas dasar jual beli antara
Hadikusumo dengan Jasmin (ayah penggugat)
(2) Tanah yang disengketakan adalah Eigendom Verponding
(3) Dari saksi Sunarto dan Sriyati tidak mengetahui permasalahan sengketa
atas tanah antara penggugat dan tergugat, hanya menerangkan bahwa
kedua saksi pernah mengontrak kios. Sunarto kontrak kios dari Darmanto
dan Sriyati mengontrak kios dari Ngateni.
(4) Dari saksi Sukrisno mengetahui bahwa objek sengketa merupakan
peninggalan orang Belanda bernama Mr. Kroes, yang kemudian dipakai
Supardi, setelah Supardi pergi kemudian dipakai oleh Haryono, setelah
Haryono pergi, rumah dipakai untuk pos ronda dan markas Veteran,
rumah tersebut sekarang ditempati oleh Penggugat atas dasar apa saksi
tidak tahu , dan penggugat sudah menempati bangunan tersebut sekitar 15
tahun. Dari saksi-saksi yang diajukan Penggugat tidak ada yang tahu atas
dasar apa penggugat bisa menempati bangunan tersebut.
(5) Sampai dengan sekarang permohonan sertifikat peralihan tanah yang
dimohonkan penggugat belum selesai, dan sekarang tanah tersebut masih
atas nama tanah Veteran, maka disini belum jelas status tanah tersebut
apakah masih tanah Veteran, tanah penggugat atau tanah negara
75
(6) Untuk memperoleh status kejelasan tentang status tanah serta peralihan
tanah tersebut, majelis hakim meminta kepada saksi ahli dari Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional di Semarang sebanyak 2 (dua) kali
pada tanggal 26 Juli 2017 dan 9 agustus 2017, namun saksi ahli BPN tidak
datang tanpa keterangan.
c. Pertimbangan Hakim atas Jawaban Para Tergugat dan Turut tergugat :
(1) Tanah bekas R.v.E Verp adalah tanah bekas hak asing yang harus
dikonversi kedalam hak atas tanah berdasarkan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria jo Pasal 1
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1979 tentang Ketentuan-
ketentuan Mengenai Permohonan dan Pemberian Hak baru atas Tanah
asal Konversi Hak-Hak Barat diatur sebagai berikut : Tanah hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai asal Konversi hak barat yang
menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 berakhir masa
berlakunya, selambat-lambatnya pada tanggal 24 september 1980, pada
saat berakhirnya hak yang bersangkutan menjadi tanah yang dikuasai
Negara dan diselesaikan menurut Ketentuan-ketentuan dalam Keputusan
presiden Nomor 32 Tahun1979 dan peraturan ini :
a. Bahwa ternyata sampai sekarang tanah sengketa tersebut tidak pernah
dikonversi menjadi hak atas tanah menurut UUPA, maka secara hukum
tanah sengketa tersebut adalah tanah negara
76
b. Bahwa ketentuan Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor : 24
tahun 1997 tentang pendaftaran tanah diatur sebagai berikut :
Dalam hal tidak atau tidak lagi bersedia secara lengkap alat-
alat pembuktian sebagimana pada ayat (1) pembuktian hak dapat
dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah
yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara bertutut-
turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya
dengan syarat :
▪ Penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan
secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang
berhak atas tanah , serta diperkuat oleh kesaksian
orang yang dapat dipercaya
▪ Penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama
pengumuman sebagaimana dimaksud dala Pasal 26
tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat
atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak
lainnya
(2) Pada PT-1 (Asli dan Fotokopi Surat Perjanjian Jual Beli Tanggal 5 Juni 1977
antara Sunarto dengan Trimo (ayah Tergugat 1 Bagus Arya) menerangkan
bahwa sejak tahun 1977 telah terjadi jual beli kios yang berada di atas objek
sengketa
(3) Pada PT-2( Asli dan fotokopi Surat Keterangan Desa Bandungan tanggal 2
April 1980) menerangkan bahwa keterangan dari Kepala Desa Bahwa Trimo
(ayah Tergugat 1 (Bagus Arya) benar membeli kios di Objek sengketa
(4) Pada PT-13 (Asli dan fotokopi Surat Pernyataan dari Hadiyitmo selaku
sekretaris Veteran) menerangkan bahwa Hadiyitno pada tahun 1999 telah
menerima uang dari Sinah untuk pembayaran kios
(5) Masing-masing pihak membayar Pajak Bumi dan Bangunan, sebagaimana
bukti pada PT-17 sampai PT- 21
- PT-17 ( STTS PBB Tahun 2012 atas Nama Sinah)
77
- PT-18 (SPPT PBB Tahun 2013 atas Nama Sinah)
- PT-19 (SPPT PBB Tahun 2015 atas Nama Sinah)
- PT-20 (SPPT PBB Tahun 2016 atas Nama Sinah)
- PT-21 (STTS PBB Tahun 2016 atas Nama Sinah)
(6) Saksi Sugiyarti menerangkan bahwa ia mengontrak kios dengan Pak Hatman,
setelah Pak Hatman meninggal kemudian saksi diusir oleh penggugat tanpa
ganti rugi, selain itu saksi tidak mengetahui tentang asal-usul objek sengketa
(7) Saksi Emi Kristina menerangkan bahwa ia pernah mengontrak kios ke
Darmanto, namun karena saksi tidak punya uang maka kemudian dialihkan ke
ibu Sinah
(8) Saksi Gatot menerangkan SPPT Terbit atas nama Amin, Sinah, Trimo, dan
Tanah Veteran, dan penggugat menempati objek sengketa sejak tahun 2001
(9) Bukti TT-4(Himpunan Ketetapan Pajak Tahun 2015) menunjukkan nomor
petak 0138 sampai 0141 ketetapan Pajak atas nama Amin, Sinah, Trimo
Djumiati, dan tanah Veteran
(10) Dari uraian diatas Majelis Hakim berpendapat bahwa Para Tergugat tidak
melakukan perbuatan melawan hukum dan Para Tergugat adalah orang-
orang yang pernah membeli objek sengketa dan menempatinya hingga
sekarang
d. Kesimpulan Pertimbangan Hakim atas Dalil Penggugat dan Jawaban Tergugat:
(1) Berdasarkan pemeriksaan setempat tanggal 19 mei 2017 didapatkan fakta
bahwa Penggugat dan tergugat tinggal didalam satu objek sengketa,
penggugat dibawah dan tergugat diatas objek sengketa.
78
(2) Masing-masing pihak mempunyai hak yang sama atas objek sengketa,
sampai bisa dibuktikan siapakah yang paling berhak atas objek sengketa
(3) Sesuai faktanya belum ada surat bukti yang bisa membuktikan kepemilikan
yang sah atas objek sengketa
(4) Diperoleh fakta bahwa tanah sengketa tersebut adalah tanah P3MB (Panitia
Pelaksana Penguasaan Milik Belanda) tanah bekas Hak Eigendom Verp.
No 2146 seluas 172 m2 berkedudukan di Lingkungan Bandungan RT 001/
RW 007 Kec. Bandungan Kab Semarang dimana pihak Penggugat
mengajukan konversi hak atas tanah tersebut atas permohonan kepada
Pihak BPN belum keluar/diterbitkan sehingga belum menentukan apakah
ditolak atau dikabulkan dan sebagaimana fakta yang terungkap selain pihak
penggugat pihak tergugat juga menguasai tanah
(5) Belum disetujuinya permohonan konversi hak penggugat dari BPN , maka
Majelis hakim tidak dapat menentukan tanah mana yang disetujui untuk
dikonversi seluruhnya atau sebagian karena ada tanah yang dikuasai oleh
para Tergugat, sehingga gugatan penggugat masih terlalu dini dan
premature, maka terhadap gugatan yang diajukan penggugat haruslah
dinyatakan tidak dapat diterima.
79
Berdasarkan uraian Dalil Penggugat Jawaban Para Tergugat dan Pertimbangan
Hakim diatas agar mudah memahaminya maka disajikan dalam tabel berikut ini :
Tabel 1.
Dalil Penggugat, Jawaban Tergugat 1 dan Tergugat 2, serta
Pertimbangan Hakim
Dalil Penggugat (Budi
Santosa)
Jawaban Tergugat
Bagus Arya selaku Tergugat 1 ,
Yitno Sukoyo selaku Tergugat 2
dan Totok Yulianto selaku Turut
Tergugat menyatakan jawaban
atas Dalil-dalil Penggugat sebagai
berikut :
Pertimbangan Hakim
Hakim memutus NO (tidak
diterima) dengan dasar
pertimbangan sebagai berikut :
1. Melakukan perbuatan
melawan Hukum
karena menguasai
Kios-kios diatas rumah
(Objek Sengketa)
Tanpa dasar /alas Hak
2. Menyebabkan
kerugian bagi
Penggugat (Budi
Santoso) karena Sejak
tahun 2000 Penggugat
(Budi Santoso) tidak
bisa menguasai objek
sengketa
1. Para Tergugat memiliki kios
diatas rumah (objek sengketa)
dengan Bukti :
- Jual Beli Kios Tanggal 5 Juni
1977 antara Sunarto (Veteran
dengan Trimo (Ayah
Tergugat 1 Bagus Arya)
- Alm. Sinah (Istri Tergugat 2
Yitno Sukoyo): secara fisik
sudah menguasai kios sejak
tahun 1973
1. Pembuktian hak dapat
dilakukan berdasarkan
kenyataan penguasaan fisik
(20 tahun) dengan itikad baik
dan tidak dipermasalahkan
oleh masyarakat hukum adat
atau desa yang bersangkutan
(Pasal 24 ayat (2) PP No 24
Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Tanah)
2. Selain penguasaan fisik
adanya ketetapan pajak dan
pembayaran Pajak Bumi dan
rumah atas nama Sinah ( istri
Tergugat 2 Yitno Sukoyo) dan
Trimo (ayah Tergugat1 Bagus
Arya) menjadi dasar bahwa
Para Tergugat beritikad baik
80
Alas hak atas Tanah dan
rumah (Objek Sengketa)
yang berasal dari :
3. Surat Keterangan
Prioritas dari
PANGDAM 17 mei
1972 untuk membeli
Tanah
4. Tanah tersebut dijual
oleh Hadikusumo
(Veteran) kepada
Jasmin (Veteran dan
Ayah dari Budi
Santoso : Penggugat)
pada Tanggal 24 Mei
1973
5. Pada tanggal 7 Maret
1974 Hadikusumo
(Veteran) mengajukan
permohonan atas
Tanah tersebut)
6. Hadikusumo (
Veteran) memberikan
kuasa kepada Jasmin
untuk mengurus dan
menyelesaikan
Sertifikat dan
peralihan hak balik
nama
7. Jasmin (ayah Budi
Santoso : Penggugat)
mewariskan Tanah
kepada Budi Santoso
(Penggugat)
8. Pihak Penggugat (Budi
Santoso) sedang dalam
proses pengurusan
peralihan hak atas
Tanah ke Badan
Pertanahan Nasional di
1. Menurut Ketentuan dalam
Undang-undang Pokok Agraria
Tahun 1960 jo. Pasal 1
Peraturan Menteri dalam
Negeri Nomor 3 Tahun 1979
mengatur bahwa Tanah dengan
bekas Hak asing harus
dikonversi selambat-lambatnya
pada tanggal 24 September
1980, melewati jangka waktu
tersebut maka tanah dengan
Bekas Hak asing akan menjadi
Tanah yang dikuasi oleh
Negara
Sampai dengan sekarang Tanah
tersebut belum dikonversi maka
secara hukum tanah sengketa
tersebut berubah menjadi Tanah
Negara
2. Surat Keterangan Prioritas dari
PANGDAM tidak memiliki
alas hukum untuk menjual atau
memberi prioritas untuk
membeli karena tanah tersebut
sudah berubah menjadi Tanah
Negara dan haruslah diajukan
permohonan hak atas tanah
kepada Negara.
1. Penggugat (Budi Santoso)
dalam dalil gugatannya bisa
menyatakan dirinya yang
berhak atas objek sengketa
karena dasar jual beli antara
Hadikusumo (Veteran) kepada
Jasmin (ayah Penggugat)
2. Berdasarkan pemeriksaan
setempat didapatkan fakta
bahwa Penggugat dan Para
Tergugat (Bagus Arya
Tergugat 1, dan Yitno Sukoyo
Tergugat 2) berada dalam satu
objek sengketa, Penggugat
berada dibawah, dan Para
Tergugat berada di atas
(menempati kios-kios)
3. Tanah yang disengketakan
adalah tanah peninggalan
Belanda (Eigendom
Verponding)Hakim
sependapat dengan Para
Tergugat bahwa Tanah yang
disengketakan merupakan
tanah bekas hak asing yang
mana harus dikonversi. Dan
pada faktanya tanah tersebut
belum pernah dikonversi
maka secara hukum tanah
tersebut merupakan Tanah
Negara
4. Dari saksi-saksi yang
dihadirkan Penggugat (Budi
Santoso) tidak ada yang
mengetahui atas dasar apa
penggugat bisa menempati
objek sengketa
5. Hakim juga mendatangkan
Pihak BPN terkait Status
Tanah yang menjadi objek
sengketa namun Pihak BPN
81
Semarang
tidak dapat hadir
6. Dari bukti-bukti dari kedua
belah pihak Majelis hakim
berpendapat bahwa Penggugat
(Budi Santoso dan Para
Tergugat ( Bagus Arya:
Tergugat 1 dan Yitno Sukoyo
: Tergugat 2) memiliki hak
yang sama atas objek
sengketa.
7. Sesuai faktanya belum ada
surat bukti yang bisa
membuktikan kepemilikan
yang sah atas objek sengketa.
8. Belum disetujuinya
Permohonan dari Badan
Pertanahan Nasional, maka
belum diketahui tanah mana
yang disetujui untuk
dikonversi, maka Gugatan
Penggugat Masih premature.
82
Berdasarkan uraian dari Keterangan Saksi, Dalil Penggugat, dan Jawaban
Tergugat 1 dan Tergugat 2 maka dapat diketahui dasar penguasaan atas objek
sengketa dari masing-masing pihak sebagai berikut :
Tabel 2.
Dasar Penguasaan dari Pihak Penggugat ,Tergugat 1 dan Tergugat 2
No. Dasar
Penguasaan
Pihak Penggugat Pihak Tergugat
1. Penguasaan
Tertulis
1. Surat Keterangan Prioritas dari
PANGDAM VII
DIPONEGORO untuk
membeli tanah yang diberikan
kepada Hadikusumo
2. Kwitansi pembayaran Tanah
R.v.E Verp No 2146 dari
Jasmin ke Hadikusumo
3. Surat Keterangan Waris
Tanggal 23 Februari 2002, yang
menyatakan bahwa
Penggugat(BS) yang mewarisi
Tanah.
1 Surat Jual Beli Kios tanggal 5
Juli 1977 antara orang Tua
Tergugat 1 dengan Sunarto
(Veteran)
2 Tahun 1999 terjadi Jual beli
kios antara Hadiyitno selaku
sekretaris Veteran dengan
alm. Sinah selaku istri dari
Yitno Sukoyo (Tergugat 2)
2. Penguasaan
Fisik
Sejak Tahun 2000 hingga Putusan
ini keluar kurang lebih 17 tahun
Sejak Tahun 1973 hingga Putusan
ini keluar kurang lebih 45 tahun
83
C. ANALISIS
1. Status Tanah Sengketa menurut fakta hukum
Dari hasil penelitian diatas diketahui bahwa tanah yang menjadi objek sengketa
adalah tanah bekas hak Eigendom. Hal ini dapat dilihat dari Petitum Penggugat (Budi
Santoso selanjutnya disingkat BS) yang meminta agar Hakim menyatakan secara
hukum bahwa tanah yang disengketakan adalah Tanah bekas Hak Eigendom, ini
menunjukan bahwa Penggugat (BS) menyatakan dan menyetujui bahwa tanah yang
menjadi objek sengketa adalah Tanah dengan bekas Hak Eigendom.
Dari pihak Tergugat 1 (Bagus Arya selanjutnya disingkat BA) ,Tergugat 2
(Yitno Sukoyo selanjutnya disingkat YS) dan Turut Tergugat (Totok Yulianto
disingkat TY) memberikan jawaban bahwa tanah degan bekas Eigendom adalah
tanah dengan bekas hak asing yang harus dikonversi ke dalam hak atas tanah
berdasarkan UUPA. Dari Petitum dan Jawaban Para Tergugat, keduanya menyetujui
bahwa Tanah yang menjadi objek sengketa merupakan Tanah bekas Eigendom.
Hakim juga menyetujui bahwa Tanah yang menjadi objek sengketa
merupakan tanah bekas Hak Eigendom, terbukti dari dasar pertimbangan hakim yang
menyatakan bahwa “ Menimbang, bahwa tanah yang disengketakan adalah Tanah
Peninggalan Belanda (Eigendom Verponding) ” Pertimbangan tersebut
menggambarkan bahwa Hakim mempertimbangan bahwa tanah tersebut merupakan
Tanah bekas Hak Eigendom. Dari Petitum Penggugat, jawaban Para Tergugat dan
Pertimbangan Hakim, dapat disimpulkan bahwa tanah yang menjadi objek sengketa
merupakan Tanah dengan bekas Hak Eigendom.
84
Tanah dengan bekas Hak Eigendom telah melekat hak barat pada Tanah
tersebut.
“Hak Eigendom, adalah hak untuk membuat suatu barang
secara leluasa dan untuk berbuat terhadap barang itu secara
bebas sepenuhnya, asalkan tidak bertentangan dengan undang-
undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh kuasa yang
berwenang dan asal tidak menganggu hak-hak orang lain.42
Hak eigendom dapat di Konversikan menjadi hak milik, hak
guna bangunan, atau hak pakai.”
Dari kutipan diatas menjelaskan bahwa tanah dengan bekas Hak Eigendom
harus dikonversi. Konversi ini dapat menjadikan Hak milik, Hak Guna Bangunan
atau Hak Pakai. Selain itu diatur dalam Undang-Undang Dalam Pasal 55 ayat (1)
UUPA berbunyi :
“Hak-hak asing yang menurut ketentuan Pasal 1, 2, 3, 4 dan 5
dikonversi menjadi hak guna usaha dan hak guna bangunan
hanya berlaku untuk sementara waktu selama sisa waktu hak
tersebut dengam jangka waktu palinglama 20 tahun”
Dari bunyi Pasal diatas memberi penjelasan bahwa Tanah dengan Hak asing
harus dikonversi dalam jangka waktu paling lama 20 Tahun. Hadirnya UUPA ini
sekaligus mempunyai tujuan guna melikuidasi hak-hak asing43. Selain itu pengaturan
tentang Konversi diatur pada Pasal 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3
Tahun 1979 Tentang Ketentuan-ketentuan Mengenai Permohonan dan Pemberian
Hak Baru atas Tanah Asal Konversi Hak-hak Barat yang mengatur bahwa :
Tanah Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai
asal Konversi hak barat yang menurut Ketentuan Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1980 berakhir masa berlakunya, selambat-
lambatnya pada tanggal 24 September 1980, pada saat berakhirnya
hak yang bersangkutan menjadi tanah yang dikuasai oleh Negara
42 A.P Parlindungan, Konversi Hak-hak Atas Tanah, Bandung:Penerbit Mandar Maju, 1999,hlm 1. 43 Sri Harini, Hukum Agraria, Sejarah Penyusunan, Isi dan Pelaksanaannya:Fakultas Hukum UKSW,
2014, hlm 87.
85
dan diselesaikan menurut ketentuan-ketentuan dalam Keputusan
ini.
Dari ketentuan diatas, memberi penjelasan bahwa Tanah asal hak barat harus
dikonversi menurut ketentuan UUPA selambat-lambatnya tanggal 24 september 1980
akan berakhir hak yang bersangkutan dan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh
Negara.
Tanah yang menjadi objek sengketa pada faktanya belum pernah dikonversi
menurut UUPA. Ini terlihat dari jawaban Para Tergugat yang menyatakan bahwa
“Sampai Sekarang tanah sengketa tidak pernah dikonversi menjadi hak atas tanah
menurut UUPA, maka secara hukum tanah sengketa adalah tanah Negara”
Jawaban tergugat diatas menjadi bahan dasar pertimbangan hakim. Selain itu
dalam Posita Pihak Penggugat meminta agar Hakim menyatakan secara hukum tanah
sengketa adalan tanah dengan bekas hak eigendom ini artinya Penggugat mengakui
bahwa tanah tersebut bekas hak Eigendom dan belum dikonversi menjadi hak atas
tanah menurut UUPA.
Dalam pengaturan penguasaan atas tanah dikenal Hak menguasai Negara atas
Tanah yang diatur dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”
Selain itu diatur pula dalam Pasal 2 UUPA yang menyatakan bahwa
(1)“Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan hal-
hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi,air dan ruang
angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya
itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai
organisasi seluruh rakyat”
86
(2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) Pasal ini
memberi wewenang untuk :
i. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,
penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan
ruang angkasa tersebut;
ii. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dengan bumi,air dan ruang angkasa;
iii. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang
mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
(3)Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara
tersebut pada ayat (2) Pasal ini digunakan untuk mencapai
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dalam arti
kebahagiaan,kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat
dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan
makmur;
(4)Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaanya dapat
dikuasakan kepada daerah-daerah swantantra dan masyarakat-
masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan
dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan
peraturan pemerintah.
Dalam penjelasan Pasal 2 UUPA menyatakan bahwa permasalahan Agraria
menurut sifatnya dan pada dasarnya merupakan tugas Pemerintah Pusat. Asas ini
sangat penting untuk mempertahankan dan melestarikan persatuan dan kesatuan
bangsa serta wilayah Nasional Indonesia. Oleh karena itu tugas dan wewenang di
bidang agraria/pertanahan tidak boleh diotonomkan kepada daerah dan harus tetap
ada pada pemerintah Pusat.44 Subyek hak menguasai dari Negara adalah Negara
sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia, dan yang dikuasai adalah
tanah-tanah yang ada di wilayah RI baik tanah-tanah yang tidak atau belum dihaki
dengan hak-hak perseorangan45. Tanah yang belum dihaki dengan hak-hak
perseorangan menurut UUPA disebut tanah-tanah yang dikuasai oleh Negara atau
44 Samun Ismaya, Hukum Administrasi Pertanahan:Graha Ilmu,2013,hlm.148 45 Ibid., hlm.149.
87
Tanah Negara.46 Dari penjelasan diatas, dapat dipahami bahwa dalam UUPA
menganut konsep menguasai dan bukan memiliki dalam hubungan antara negara
dengan tanah. Negara tidak memiliki tanah namun menguasai tanah. Dengan
demikian yang disebut Tanah Negara adalah tanah-tanah yang tidak dilekati dengan
sesuatu hak yaitu hak milik, HGU, HGB, Hak pakai atas tanah negara, hak
pengelolaan, tanah ulayat serta tanah wakaf47.
Dari penjelasan fakta hukum diatas memberi gambaran bahwa Tanah yang
menjadi objek sengketa merupakan Tanah Negara, karena Tanah dengan bekas hak
Eigendom tersebut seharusnya dikonversi menjadi hak atas tanah menurut UUPA.
Namun fakta dalam Putusan No. 10/Pdt.G/2017/PN Unr. belum ada surat bukti yang
menyatakan bahwa Tanah tersebut sudah dikonversi menurut UUPA. Dan dari Pihak
Penggugat (BS) sebagai pihak yang mendalilkan mempunyai hak atas tanah
menyetujui dan mengakui bahwa Tanah tersebut merupakan Tanah dengan Bekas
Hak Eigendom, dan dalam Pertimbangannya Hakim menyatakan bahwa Tanah yang
menjadi sengketa adalah tanah dengan bekas Hak Eigendom. Dalam konsep UUPA
tanah yang tidak dilekati dengan sesuatu hak maka disebut Tanah Negara, hal ini juga
ditegaskan Dalam penjelasan Pasal 55 UUPA juga menyatakan bahwa setelah
tanggal 24 September 1980 tanah dengan bekas Hak-hak Barat yang belum
dikonversi akan beralih menjadi tanah yang dikuasai oleh Negara, atau dengan kata
lain Tanah Negara.
46 Ibid.,hlm.149. 47 Ibid., hlm 151.
88
2. Akibat Hukum Tanah sengketa merupakan Tanah Negara
a. Permohonan
Dalam konsep Hak menguasai Negara, tanah yang berubah statusnya menjadi
Tanah Negara tidap dapat dipindahkan kepada pihak lain. Tetapi tanah negara dapat
diberikan kepada sesuatu hak atas tanah kepada pihak lain.48 Terjadinya hak atas
tanah karena Penetapan pemerintah dilakukan dengan Permohonan hak atas tanah.
Permohonan Hak atas tanah dapat dilakukan terhadap49 :
(1) Tanah Negara bebas;belum pernah melekat sesuatu hak diatasnya
(2) Tanah Negara asalnya masih melekat sesuatu hak dan jangka waktunya
belum berakhir, namun dimintakan perpanjangannya
(3) Tanah Negara asalnya pernah melekat sesuatu hak dan jangka waktunya
telah berakhir untuk dimintakan pembaharuannya, temasuk tanah-tanah
Hak barat, sebagai mana dijelaskan dalam Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pokok-pokok kebijaksanaan
dalam rangka pemberian hak baru atas tanah asal konversi hak barat, Pasal
1 ayat (1) “ Tanah Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak pakai
asak Konversi hak barat ,yang jangka waktunya akan berakhir selambat-
lambatnya pada tanggal 24 September 1980, sebagimana yang dimaksud
dalam UUPA, pada saat berakhirnya hak, yang bersangkutan menjadi tanah
48 Ibid,. hlm 151. 49 1Ulfa Hasanah, Status Kepemilikan Tanah Hasil Konversi Hak Barat Berdasarkan UU No.5 Tahun
1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Dihubungkan dengan PP. No 24 Tahun 1997
Tentang Pendaftaran Tanah”. Vol.3 No 1, Jalan Garuda Tangkerang Tengah Marpoyan Damai
Pekanbaru, hlm. 13.
89
yang dikuasai langsung oleh Negara” maupun tanah-tanah yang telah
terdaftar menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)
Dari penjelasan diatas menerangkan bahwa Tanah bekas hak barat yang telah
berubah statusnya menjadi Tanah Negara, harus dimohonkan kepada Negara dalam
hal ini Badan Pertanahan Nasional untuk mendapat sesuatu hak atas tanah yang
melekat pada Tanah Negara tersebut. Dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri
Agraria Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak
atas Tanah Negara menyatakan bahwa :
“Sebelum mengajukan permohonan Hak, pemohon harus menguasai
tanah yang dimohon dibuktikan dengan data yuridis dan data fisik
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.”
Pada Pasal diatas mengatur bahwa untuk mengajukan permohonan hak atas
tanah, pemohon harus mempunyai bukti berupa data yuridis dan data fisik, sebagai
bukti bahwa pemohon menguasai Tanah yang akan dimohonkan. Pada bagian kedua
tentang pemberian hak milik Paragraf I Pasal 9 Syarat-syarat Permohonan Hak milik
menerangkan bahwa :
a. Permohonan Hak milik atas Tanah Negara diajukan secara tertulis
b.Permohonan Hak milik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat :
3. Keterangan mengenai pemohon :
a. Apabila perorangan : nama, umur, kewarganegaraan,
tempat tinggal dan pekerjaan serta keterangan mengenai
istri/suami dan anaknya yang masih menajdi
tanggungannya;
b. Apabila badan hukum : Nama, tempat kedudukan, akta atau
peraturan pendiriannya, tanggal dan nomor surat keputusan
pengesahannya oleh pejabat yang berwenang tentang
penujukannya sebagai badan hukum yang mempunyai Hak
milik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
90
4. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik :
a. Dasar penguasaan atau alas haknya dapat berupa sertifikat,
girik, surat kapling, surat-surat bukti pelepasan hak dan
pelunasan tanah dan rumah dan atau tanah yang telah dibeli
pemerintah, putusan pengadilan, akta PPAT, akta
pelepasan hak, dan surat-surat bukti perolehan tanah
lainnya;
b. Letak, batas-batas dan luasnya (jika ada surat ukur atau
gambar situasi sebutkan tanggal dan nomornya)
c. Jenis tanah (pertanian dan non pertanian)
d. Rencana penggunaan tanah
e. Status tanahnya (tanah hak atau tanah Negara)
Dalam Pasal 10 angka 2 lampiran mengenai tanah :
c. Data Yuridis : sertifikat, girik, surat kapling, surat-surat
bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah dan
atau tanah yang telah dibeli dari pemerintah, PPAT,akta
pelepasan hak, putusan pengadilan, dan surat-surat bukti
perolehan tanah lainnya;
d. Data fisik : surat ukur, gambar situasi dan IMB apabila ada
b. Pendaftaran
Langkah berikutnya setelah Tanah dimohonkan agar mendapat hak atas tanah
terhadap Tanah tersebut adalah dengan cara didaftarkan. Dalam Pasal 19 UUPA
menyatakan bahwa :
Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan
Pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut
ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Dari ketentuan diatas menjelaskan bahwa guna menjamin kepastian hukum
bagi seseorang yang hendak memiliki tanah, secara legal formal pendaftaran tanah
menjadi dasar bagi status/kepemilikan tanah bagi individual atau badan hukum selaku
pemegang hak yang sah secara hukum. Guna menjamin kepastian hukum ini dikenal
91
dengan sebutan Recht cadaster/legal cadaster50. Jaminan kepastian hukum yang
hendak diwujudkan dalam pendaftaran tanah, meliputi dari kepastian status hak yang
didaftar, kepastian subjek hak, dan kepastian objek hak. Dari pendaftaran tanah ini
akan menghasilkan sertifikat sebagai tanda bukti haknya. Seperti yang dikatakan oleh
Bachtiar Effendi yang menyatakan bahwa pendaftaran tanah merupakan recht
cadaster yang bertujuan memberikan kepastian hak, yakni untuk memungkinkan
orang-orang yang mempunyai tanah dengan mudah membuktikan bahwa dialah yang
berhak atas sebidang tanah, apa hak yang dipunyainya, letak dan luas tanah. Serta
memungkinkan kepada siapapun guna mengetahui hal-hal yang ia ketahui berkenaan
dengan sebidang tanah, misalnya calon pembeli, calon kreditur, dan sebgainya.51
Pelaksanaan konversi hak atas tanah,khususnya yang berasal dari hak barat
sebagaimana diatur dalam UUPA, pendaftaran tanah menjadi dasar bagi
terselenggaranya konversi, karena konversi bukan peralihan hak secara otomatis,
tetapi harus dimohonkan dan didaftarkan ke Kepala Kantor Pendaftaran Tanah
(BPN), Dilihat dari ketentuan konversi, maka jelas bahwa prinsipnya hak-hak atas
tanah sepanjang pemegang haknya pada saat ketentuan konversi berlaku adalah
Warga Negara Indonesia Tunggal maka hak itu akan dikonversikan menjadi hak
milik menurut UUPA. Konsekuensi dari berlakunya ketentuan konversi (UUPA)
mengharuskan semua bukti kepemilikan sebelum berlakunya UUPA harus diubah
status hak atas tanah menurut ketentuan konversi yang diatur dalam UUPA. Cara
mengubah status hak atas tanah tersebut yaitu dengan mendaftarkan tanah tersebut
50 Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif :Kencana Prenada media Group, 2012,
hlm.278. 51 Bachtiar Effendi, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya, Alumni, Bandung,
1983, hlm. 7
92
untuk diberikan bukti kepemilikan yang baru, yaitu sertifikat hak atas tanah, dengan
catatan hal itu dilakukan sebelum jangka waktu ditetapkan yakni sampai 24
September 1980, jika permohonan atau pendaftaran hak atas tanah tidak dilakukan
maka hak atas tanah akan dikuasai langsung Negara.52
Cara melakukan Pendaftaran tanah untuk mengubah status hak atas tanah
dibagi atas 2 cara yaitu53 :
a. Jika pemohon memiliki bukti hak atas tanah yang diakui berdasarkan Pasal
23 dan 24 PP No 24 Tahun 1997, maka dapat ditempuh proses konversi
langsung yaitu dengan cara mengajukan permohonan dan menyerahkan
bukti kepemilikan hak atas tanah kepada Kantor Pertanahan.
b. Jika pemohon tidak memiliki atau kehilangan bukti kepemilikan hak atas
tanah, maka cara yang ditempuh adalah melaui penegasan konversi atau
melalui pengakuan hak.
Terdapat 3 bukti tertulis yang dapat diajukan oleh pemilik tanah, yaitu54 :
1) Bukti tertulis Lengkap
2) Bukti tertulisnya sebagian tidak ada lagi
3) Bukti tertulisnya semua tidak ada lagi
Dalam kondisi bukti tertulis lengkap, maka tidak lagi memerlukan tambahan
alat bukti, jika buktinya sebagian maka harus diperkuat dengan keterangan saksi atau
pernyataan yang bersangkutan. Sedangkan jika bukti tertulisnya semuanya tidak ada
lagi maka harus diganti keterangan saksi atau pernyataan yang bersangkutan.
Penegasan konversi dilakukan jika ada surat pernyataan kepemilikan tanah dari 52 Ulfia Hasanah, Op.Cit.,hlm. 13. 53 Op.Cit.,hlm. 13. 54Op.Cit.,hlm 14.
93
pemohon dan dilakukan oleh keterangan saksi tentang kepemilikan tanah tersebut,
juga dilihat dari jangka waktu penguasaan fisik tanah tersebut oleh pemohon.
Penguasaan Fisik atas suatu tanah diatur dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 yang mengatur sebagai berikut :
(1)Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal
dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti
mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis,
keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang
kadar kebenarannya oleh Panitia ajudikasi dalam pendaftaran
tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan
dalam Pendaftaran tanah secara sporadik dianggap cukup
untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain
yang membebaninya.
(2)Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat
pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembuktian
hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik
bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun
atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan
pendahulu-pendahulunya, dengan syarat :
a. Penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan
secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang
berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang
yang dapat dipercaya;
b. Penguasaan tersebut baik sebelumn maupun selama
pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak
dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau
desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.
Berdasarkan Penjelasan Pasal 24 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 tentang
pendaftaran tanah, dijelaskan bahwa :
Bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri dari bukti kepemilikan atas nama
pemegang hak pada waktu berlakunya UUPA dan apabila hak tersebut kemudian
beralih, bukti peralihan hak berturut-turut sampai ketangan pemegang hak pada
waktu dilakukan pembukuan hak.
94
Dalam Penjelasan Pasal 24 ayat (2) PP No 24 Tahun 1997 menjelaskan bahwa
Ketentuan ini memberikan solusi bagi pemegang hak yang tidak dapat menyediakan
bukti , berupa bukti tertulis maupun bentuk bukti lain yang dapat dipercaya. Bukti
penguasaan fisik bisa menjadi alternatif sebagai alat bukti penguasaan atas tanah.
Dari ketentuan diatas persyaratan pengakuan hak tersebut dapat dirincikan sebagai
berikut55:
1. Bahwa pemohon telah menguasai tanah selama 20 tahun atau lebih
secara berturut-turut atau dari pihak lain yang telah menguasainya
2. Penguasaan dilakukan dengan itikad baik.
3. Penguasaan tanah itu tidak pernah diganggu gugat dan diakui serta
dibenarkan oleh masyarakat di kelurahan atau tempat objek hak tersebut
4. Bahwa tanah tersebut sekarang tidak dalam sengketa
5. Bahwa jika pernyataan tersebut memuat hal-hak yang tidak sesuai
dengan kenyataan maka pemohon dapat dituntut secara pidana maupun
perdata dimuka pengadilan karena memberikan keterangan palsu.
3.Alas Hak dari Masing-masing Pihak
Dari penjelasan pada point 2 mengenai Akibat Hukum Tanah sengketa
merupakan Tanah Negara, menerangkan bahwa tanah bekas hak Eigendom yang
belum dikonversi dan beralih menjadi Tanah Negara harus dimohonkan untuk
mendapat hak atas tanah terhadap tanah negara tersebut. Namun dalam mengajukan
permohonan atas Tanah Negara,perlu diperhatikan bukti yuridis serta bukti fisiknya,
55 Ibid. hlm 14-15.
95
dalam hal ini perlu dilihat lagi alas hak dari pihak yang memohonkan hak atas tanah.
Alas hak ini dapat berupa Penguasaan Yuridis dan/atau Penguasaan Fisik. Maka
dalam analisis point 3 ini penulis akan menjabarkan kekuatan bukti-bukti dari
masing-masing pihak baik Penggunggat maupun Para Tergugat dan untuk mencari
siapakah pihak dengan alas hak terkuat dalam menguasai tanah yang menjadi objek
sengketa.
a. Alas Hak dari Pihak Penggugat
Dari hasil penelitian mengenai aspek alat bukti yang telah Penulis tafsirkan
maka, Penulis berpendapat bahwa Pihak Penggugat tidak memiliki alas hak atas tanah
dengan alasan :
1) Surat Keterangan Prioritas tidak memberikan alas hak untuk menjadi bukti
bahwa Seseorang memiliki tanah. Seperti yang sudah penulis uraikan diatas
bahwa Tanah yang menjadi objek sengketa merupakan Tanah bekas Hak
Eigendom ini berarti telah melekat Hak Barat pada tanah tersebut. Seharusnya
terhadap Tanah tersebut dilakukan konversi bukan melalui jual beli. Selain itu
tidak ada surat bukti bahwa Hadikusumo memang benar nyata membeli tanah
tersebut. Maka sejak awal Hadikusumo tidsk memiliki alas hak atas Tanah.
2) Saat menempati rumah, Hadikusumo dalam status sewa, dan dibuktikan
dengan adanya pembayaran IPEDA, hal ini menunjukan bahwa tidak ada
status kepemilikan Tanah yang dimiliki oleh Hadikusumo. Maka dari itu
Penulis berpendapat bahwa Jual beli antara Hadikusumo dengan Jasmin
96
secara hukum adalah tidak sah, karena dilakukan oleh orang yang tidak
memiliki alas hak atas Tanah.
3) Saat Penggugat mengajukan permohonan, keterangan atas tanah masih atas
nama Mr.Kroes, maka jelaslah bahwa bukan Hadikusumo pemilik Tanah yang
menjadi objek sengketa dan hal ini menunjukan bahwa masih melekat hak
barat terhadap Tanah yang menjadi objek sengketa, dimana menurut
Ketentuan dalam UUPA bahwa batas waktu untuk mengajukan konversi atas
tanah adalah 20 tahun dan berakhir tanggal 24 September 1980, maka secara
hukum Tanah yang menjadi objek sengketa telah berubah statusnya menjadi
Tanah yang dikuasai langusng oleh Negara atau disebut dengan Tanah
Negara.
4) Secara fisik, Penggugat hanya menguasai Tanah yang menjadi objek sengketa
selama 17 tahun yaitu sejak tahun 2001.
5) Dari keterangan saksi tidak ada yang mengetahui atas dasar apa penggugat
menempati rumah yang berada di atas Tanah yang menjadi objek sengketa
b. Alas Hak dari Pihak Tergugat 1 (Bagus Arya), Tergugat 2(Yitno Sukoyo)
dan Turut Tergugat (Totok Yulianto)
4) Adanya Surat Jual Beli Kios tahun 1977 antara Trimo (ayah BA Tergugat 1)
dengan Sunarto (Veteran) yang kemudian ditulis kembali pada tahun 1980
dengan Surat Keterangan Kepala Desa Bandungan sehingga menurut Penulis
jual beli kios dilakukan secara terang tunai sehingga sah menurut yang
berlaku secara adat.
97
5) Dari keterangan saksi Emi Kristina menerangkan bahwa Ia mengalihkan kios
ke Sinah (alm.Istri YS Tergugat 2) tahun 1973 atas ijin Darmanto (Veteran)
yang kala itu sebagai pihak yang menguasai kios-kios diatas Rumah, maka
secara Fakta Tergugat 2 telah menguasainya secara fisik sejak tahun 1973
atau sekitar 45 tahun. Yang kemudian dikukuhkan kembali tahun 1999
dengan Surat Pernyataan dari Hadiyitno (Sekretaris Veteran) mengenai Jual
beli kios.
6) Adanya pembayaran SPPT PBB atas nama Trimo (ayah BA Tergugat 1) dan
Sinah (alm. Istri YS Tergugat 2), dalam Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 12
Tahun 1985 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 1994, bahwa
yang menjadi subjek pajak bumi dan bangunan adalah orang atau badan yang
secara nyata mempunyai hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas
bangunan. Selain itu Pembayran PBB bisa menjadi bukti bahwa adanya
keterlibatan langsung dengan Tanah/Bangunan, dan hal ini dapat menjadi
dasar Penguasaan atas Tanah/Bangunan. Meski PBB bukan bukti
kepemilikan tanah, namun dengan adanya bukti SPPT PBB ini memberikan
dasar bahwa Pihak Tergugat 1 dan Tergugat 2 telah nyata menguasai Tanah.
7) Dari Ketiga saksi yang dihadirkan oleh Tergugat 1 dan Tergugat 2
memberikan keterangan bahwa :
a. Tanah Peninggalan belanda merupakan Tanah Sengketa
b. Tanah tersebut tidak tercatat dalam Buku C desa
c. Rumah diatas bekas hak asing dikuasai oleh Veteran sebagai Markas
98
d. Kios-kios diatas rumah dikuasai oleh Para Veteran bernama Darmanto dan
Sunarto sejak tahun 1973
e. Saksi Emi membernarkan adanya pengalihan kios antara dirinya dengan
Sinah (alm Istri YS Tergugat 1)
f. Saksi Gatot membenarkan adanya pembayaran SPPT PBB atas nama
Trimo (ayah BA Tergugat 1) dan Sinah (alm Istri YS Tergugat 2) .
g. Dari Keterangan Saksi memperkuat alasan Tergugat 1 dan Tergugat 2
bahwa benar mereka nyata menguasai kios-kios secara fisik.
Dari bukti-bukti surat dan saksi-saksi yang diajukan oleh Masing-masing
pihak diketahui bahwa :
Tanah yang menjadi objek sengketa merupakan peninggalan Orang Belanda
yang bernama Mr. Kroes. Dari bukti surat pihak Penggugat (BS) tidak ada yang
menunjukan bahwa pernah dilakukan Konversi atas tanah, ataupun kepemilikan tanah
atas nama Hadikusumo. Hal tersebut menunjukan bahwa Hadikusumo bukan pemilih
sah atas tanah, maka jual beli antara Hadikusumo dengan Jasmin secara hukum tidak
sah, karena dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai alas hak atas tanah tersebut.
Dari keterangan saksi dikatehui pula bahwa setelah Mr. Kroes pergi, Rumah
diatas Tanah tersebut dimanfaatkan oleh Para Veteran sebagai markas. Dari 6 saksi
yang dihadirkan oleh kedua belah pihak, 4 saksi memberikan Keterangan yang sama
yakni bahwa Rumah diatas Tanah bekas hak barat tersebut dimanfaatkan oleh Para
Veteran sebagai Markas. 2 Saksi Dari pihak Penggugat (BS) bernama Sunarto dan
Sukrisno, dan 2 saksi dari Pihak Para Tergugat bernama Sugiyarti dan Gatot. Dari 4
Keterangan Saksi tersebut membuktikan bahwa Pihak Penggugat (BS) tidak
99
menguasai rumah secara fisik. Menurut keterangan saksi Gatot Pihak Penggugat (BS)
menempati rumah tersebut sekitar tahun 2000, ini artinya Penggugat (BS) baru
menempati rumah selama 17 Tahun. Maka secara hukum, Penguasan fisik Penggugat
(BS) belum terpenuhi.
Saksi dari pihak Para Tergugat memberikan keterangan bahwa benar Tergugat
1(BA) dan Tergugat 2(YS) sudah menempati kios sejak tahun 1973, dibuktikan pula
dengan Surat jual beli tahun 1977 dan 1999, mengenai pembayaran PBB juga telah
diklarifikasi dari Saksi yang dihadirkan Para Tergugat yakni Saksi Gatot, yang
menerangkan bahwa Pembayaran PBB benar adanya, PBB bukanlah bukti alas hak ,
namun memberikan bukti bahwa Pihak Tergugat 1 dan Tergugat nyata menguasai
dan mendapat manfaat dari bangunan dalam hal ini Kios-kios. Dalam hal ini
seharusnya para Tergugat lah yang mempunyai prioritas utama untuk mengajukan
permohonan atas tanah yang menjadi objek segketa yang kini beralih statusnya
menjadi Tanah Negara.
4. Pihak yang berhak atas Tanah
a) Penggugat Tidak berhak atas Tanah
Dari beberapa argumen dan penafsiran terhadap bukti surat dan saksi dari
masing-masing pihak, Penulis berpendapat bahwa Penggugat tidak berhak atas
Tanah dengan alasan :
1) Surat Keterangan Prioritas tidak merubah status Tanah menjadi hak milik
kepada seseorang
2) Tidak adanya bukti bahwa Hadikusumo membeli Tanah
100
3) Tidak adanya bukti Konversi atas Tanah, maka secara Hukum Tanah yang
menjadi objek sengketa berubah statusnya menjadi Tanah Negara
4) Hadikusumo menempati rumah (diatas tanah yang menjadi objek sengketa)
dalam status sewa dibuktikan dengan pembayaran IPEDA
5) Menurut Fakta Hukum Jual Beli Tanah antara Hadikusumo dengan Jasmin
adalah Tidak Sah , karena dilakukan oleh pihak yang tidak memiliki alas
hak atas Tanah tersebut. Maka Jasmin tidak memiliki alas hak apapun
terhadap Tanah
6) Dari Keterangan Saksi Tidak ada bukti yang menyatakan bahwa Jasmin
pernah menempati Rumah diatas Tanah yang disengketakan
7) Maka menurut fakta hukum Penggugat (Budi Santoso) tidak memiliki alas
hak atas Tanah dan peristiwa waris yang dilakukan Jasmin kepada Budi
Santoso (Penggugat) adalah Batal demi hukum.
Dari poin-poin diatas menjadikan dasar argumen Penulis bahwa
Penggugat tidak memiliki alas hak atas Tanah yang disengketakan.
b) Para Tergugat berhak atas Tanah
Dari beberapa argumen dan penafsiran terhadap bukti surat dan saksi dari
masing-masing pihak, Penulis berpendapat bahwa Para Tergugat adalah pihak yang
secara faktual menguasai tanah. Berikut aspek hukum guna mendukung argumen
Penulis :
1) Pasal 55 ayat (1) UUPA yang menyatakan bahwa Tanah asal hak barat
harus dikonversi dalam jangka waktu 20 tahun sejak peraturan ini keluar,
101
dan setelah tanggal 24 September 1980 maka Tanah bekas Hak barat
yang belum dikonversi akan beralih menjadi Tanah Negara. Para
Tergugat dapat memohonkan Tanah tersebut dengan status Tanah
Negara, karena tidak melekat hak atas Tanah menurut ketentuan UUPA
(HGU, HGB, HP, HM dll)
2) Pasal 24 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 yang mengatur bahwa jika
tidak tersedia alat pembuktian berupa bukti-bukti tertulis, maka
pembuktian hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik
bidang tanah yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara
berturut-turut, dilakukan dengan itikad baik , secara terbuka dan
diperkuat dengan kesaksian orang yang dapat dipercaya, Penguasaan
tersebut tidak dipermasalahkan oleh Masyarakat hukum adat
desa/kelurahan.
3) Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana diubah dengan
UU Nomor 12 Tahun 1994, menerangkan bahwa yang menjadi subjek
PBB adalah orang/badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi,
dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai
dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Pihak yang membayar
PBB memiliki keterlibatan langsung dengan tanah/bangunan. PBB bukan
bukti kepemilikan suatu tanah namun menunjukan bahwa secara nyata
telah menguasai tanah/bangunan.
4) Pasal 4 ayat (1) Permenag Nomor 9 Tahun 1999 mengatur bahwa
sebelum mengajukan permohonan hak, pemohon harus menguasai tanah
102
dengan data yuridis dan data fisik. Diatur lagi dalam Pasal 9 ayat (2)
bagian 2 bahwa dasar penguasaan berupa alas hak yang diperoleh oleh
pemohon, dapat berupa surat bukti perolehan tanah ( Surat Jual Beli Kios
dan Surat Keterangan Kepala Desa dari Pihak Para Tergugat) beserta
keterangan status Tanahnya ( Tanah Negara)
Dari fakta hukum diatas menjadi dasar Penulis berargumen bahwa Para Tergugat
memilki prioritas untuk mengajukan permohonan atas Tanah ke Negara dalam hal ini
Badan Pertanahan Nasional, dimana status Tanah yang beralih menjadi Tanah Negara
sehingga tanah tersebut tidak dilekati hak-hak perseorangan menurut UUPA, dan
dengan dasar penguasaan fisik yang dikuatkan dengan keterangan saksi maka
menjadikan Para Tergugat memiliki alas hak atas tanah yaitu Penguasaan fisik.
5. Pertimbangan Hakim dan Putusan
a. Alasan Putusan Hakim Tidak Tepat
Dari fakta hukum diatas, maka menurut hemat Penulis Putusan Hakim yang
menyatakan Gugatan Penggugat Tidak Diterima (NO) dengan alasan belum
terpenuhinya alasan formil dan menyatakan Gugatan premature adalah tidak tepat
dengan dasar :
1) Penggugat tidak memiliki alas hak atas tanah tersebut sejak awal,
Hadikusumo tidak memiliki alas hak atas tanah dan menempati
rumah dengan status sewa, maka jual beli antara Hadikusumo dengan
Jasmin adalah tidak sah secara hukum, karena Jual Beli dilakukan
oleh orang yang tidak memiliki alas hak atas tanah.
103
2) Selain itu menurut fakta hukum mengenai status tanah yang telah
Penulis tafsirkan, bahwa Tanah yang menjadi objek sengketa telah
berubah statusnya menjadi Tanah Negara, karena tidak adanya bukti
konversi atas tanah dan bukti kepemilikan atas tanah. Maka dari itu
Penulis berpendapat bahwa Penggugat (BS) tidak memiliki alas hak atas
tanah, Pasal 24 ayat (2) PP No 24 Tahun 1997 mengatur bahwa
pembuktian penguasaan fisik atas tanah adalah 20 tahun secara berturut-
turut, maka secara hukum penguasaan fisik Penggugat belum terpenuhi.
3) Dari sisi Tergugat 1 (BA) dan Tergugat 2 (YS) sudah menempati kios
diatas tanah sejak tahun 1973 maka secara fisik mereka sudah
menguasai kios-kios diatas tanah selama kurang lebih 45 tahun dan
diperkuat dengan keterangan saksi. Maka secara hukum Para Tergugat
telah sah menempati kios-kios diatas Tanah Negara dengan alas hak
Penguasaan fisik.
4) Saksi-saksi yang dihadirkan oleh Pihak Penggugat tidak memperkuat
Gugatan Penggugat, karena tidak satupun dari para saksi yang
mengetahui dasar Penggugat menempati rumah, dan tidak mengetahui
Jual Beli antara Hadikusumo dengan Jasmin.
b) Kecenderungan Hakim dalam Pertimbangannya
Dari Pertimbangan Hakim memiliki kecenderungan bahwa Para
Tergugat tidak melakukan perbuatan Hukum dan mempertimbangkan bahwa
Para Tergugat yang berhak atas Tanah, berikut ulasannya :
104
1) Tanah yang disengketakan adalah Eigendom Verponding. Dari
pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa Tanah yang
disengketakan adalah Eigendom Verponding, menggambarkan bahwa
Hakim mempertimbangan bahwa tanah tersebut merupakan Tanah
bekas Hak Eigendom, dan tidak berada dalam status hak atas tanah.
Maka menurut Penulis Tanah tersebut telah berubah statusnya menjadi
Tanah Negara.
2) Dari Keterangan Saksi, tidak ada yang mengetahui atas dasar apa
Penggugat dapat menempati Rumah di atas Tanah yang menjadi
sengketa.
3) Dari Pertimbangan Hakim diatas menunjukan bahwa sebenarnya
Hakim telah mengamati bahwa dari Saksi yang dihadirkan oleh
Penggugat, tidak mengetahui dasar Penggugat menempati Rumah, Hal
ini menjadi kelemahan bagi Penggugat karena dari Keterangan Para
Saksi tidak dapat memperkuat Dalil Gugatan Penggugat, yang
menyatakan bahwa Penggugat berhak atas Tanah yang menjadi objek
sengketa.
4) Hakim mempertimbangan jawaban Para Tergugat mengenai status
tanah yang telah berubah statusnya menjadi Tanah Negara, dengan
alasan bahwa tanah tersebut belum dikonversi.
5) Hakim juga mempertimbangkan bahwa pembuktian alas hak atas
tanah dapat dilihat dari penguasaan fisik
105
6) Hakim mempertimbangkan keterangan saksi dari Pihak Para Tergugat
dan SPPT PBB atas nama Para Tergugat , dan menyimpulkan bahwa
Para Tergugat lah yang menguasainya secara fisik dengan alasan
menempati sejak tahun 1973.
c) Putusan menurut Argumen Penulis
Pengambilan keputusan sangat diperlukan oleh hakim atas sengketa yang
diperiksa dan diadili. Hakim harus dapat mengolah dan memproses data-data yang
diperoleh selama proses persidangan, baik dari bukti surat, saksi, persangkaan,
pengakuan, maupun sumpah yang terungkap dalam persidangan (lihat Pasal 164
HIR).Dalam hukum acara perdata, mengatur bahwa apabila Penggugat tidak dapat
membuktikan Dalil Gugatannya maka akibat hukum yang harus ditanggung adalah
gugatan harus ditolak seluruhnya.
Penulis berpendapat bahwa Penggugat tidak dapat membuktikan Gugatannya
dilihat dari Penggugat tidak dapat membuktikan bahwa ia memiliki alas hak atas
tanah, belum adanya surat bukti yang membuktikan bahwa Penggugat adalah pihak
yang berhak atas tanah yang menjadi objek sengketa. Selain itu dalam Dalil
Gugatannya Penggugat menyatakan bahwa Tergugat melakukan perbuatan melawan
hukum, namun dari pihak Penggugat tidak dapat membuktikan bahwa Para Tergugat
melakukan perbuatan melawan hukum. Atas dalil gugatan dari Penggugat, Para
Tergugat telah mampu membuktikan bahwa mereka tidak melakukan perbuatan
hukum, dan mampu membuktikan alas hak /penguasaan terhadap tanah yang menjadi
objek sengketa.
106
Namun dalam Pertimbangan akhir atas Dalil Penggugat dan jawaban Para
Tergugat sebelum menuju amar Putusan Hakim menyimpulkan bahwa belum ada
surat bukti yang membuktikan kepemilikan yang sah atas objek sengketa , namun
Penulis berpendapat bahwa alas hak dapat dilihat dari Penguasaan fisik seseorang
atas Tanah. Dari hasil analisis Penulis pada point 1 mengenai Status Tanah, menurut
fakta hukum Tanah yang menjadi objek sengketa telah beralih statusnya menjadi
Tanah Negara. Maka terhadap hal tersebut, haruslah diajukan permohonan atas Tanah
Negara. Dari hal inilah seharusnya Hakim dapat mempertimbangkan alas hak dari
kedua belah pihak. Alas hak tersebut dapat dipertimbangkan dari bukti-bukti surat
dan keterangan saksi yang dihadirkan oleh kedua belah pihak.
Pada amar Putusannya Hakim memutus NO atas dasar pertimbangan bahwa
Pihak Penggugat (BS) sedang dalam proses mengajukan permohonan atas tanah sejak
2012 namun sampai saat ini belum ada keputusan dari Pihak Badan Pertanahan
Nasional (BPN).
Dalam Pasal 125 Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997, dimana dalam Pasal 125 mengatur bahwa mengenai
perubahan data pendaftaran tanah berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan,
disamping itu berlaku pula Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan dan Kewenangan Pemberian dan
Pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah Negara, dimana Pasal 2 mengatur
bahwa Kepala Kantor Wilayah BPN memberi Surat Keputusan pembatalan hak atas
107
tanah yang telah dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan baik yang terdadpat
cacat hukum dalam penerbitannya maupun untuk melaksanakan putusan Pengadilan.
Dari ketentuan diatas maka Hakim berhak memberi keputusan mengenai siapa
yang berhak atas tanah atau menyatakan Penggugat tidak berhak atas tanah dengan
alasan bahwa Penggugat tidak memiliki alas hak atas tanah tersebut, maka
permohonan hak atas tanah yang dimohonkan Penggugat dapat dibatalkan karena
penetapan putusan pengadilan.
Karena status tanah telah beralih menjadi Tanah Negara, sehingga Hakim bisa
melihat siapakah pihak yang mendapat hak prioritas untuk mengajukan permohonan
dari bukti alas hak atas tanah tersebut. Dalam hal ini penulis berpendapat bahwa
Pihak Para Tergugat mempunyai prioritas untuk mengajukan hak atas tanah negara,
atas dasar/alas hak penguasaan fisik terhadap tanah, beritikad baik dalam menguasai
dan dikuatkan dengan keterangan saksi bahwa memang benar pada faktanya Tergugat
1(BA) dan Tergugat 2 (YS) menempati kios-kios diatas Tanah Negara sejak lama dan
sudah menempati selama kurang lebih 45 tahun.
Dari beberapa argumen yang telah penulis paparkan, maka penulis berpendapat
bahwa Putusan Hakim yang menyatakan “Gugatan Penggugat Tidak Diterima (NO)
adalah tidak tepat, menurut hemat Penulis Putusan sepatutnya berbunyi “ Menolak
Gugatan Penggugat Seluruhnya” atas dasar Penggugat tidak memiliki alas hak
atas tanah sejak awal dan Penggugat tidak dapat membuktikan dalil gugatannya.