BAB II PEMBAHASAN - abstrak.ta.uns.ac.id · 43 BAB II PEMBAHASAN Dalam pembahasan ini akan...
Transcript of BAB II PEMBAHASAN - abstrak.ta.uns.ac.id · 43 BAB II PEMBAHASAN Dalam pembahasan ini akan...
43
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam pembahasan ini akan dipaparkan mengenai penanda kohesi (baik
itu gramatikal maupun leksikal) dan penanda koherensi dalam wacana Antologi
Cerkak “Puber Kedua” karya Ary Nurdiana. Untuk lebih jelasnya, berikut ini
penjelasannya.
A. Penanda Kohesi
Dalam penelitian terhadap Antologi Cerkak “Puber Kedua” karya Ary
Nurdiana ditemukan dua jenis penanda kohesi, yaitu penanda kohesi gramatikal
dan penanda kohesi leksikal. Penanda kohesi gramatikal yang ditemukan berupa
pengacuan (referensi) yang menggunakan pronomina, penyulihan (substitusi),
pelesapan (elipsis), dan perangkaian (konjungsi). Penanda kohesi leksikal berupa
repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), antonimi (oposisi makna), kolokasi
(sanding kata), hiponimi (hubungan atas-bawah), dan ekuivalensi (kesepadanan).
Secara lebih detail, dapat dilihat uraiannya sebagai berikut.
1. Kohesi Gramatikal
a. Pengacuan (Referensi)
Referensi merupakan pengacuan terhadap sesuatu hal yang sedang
dibicarakan atau ditulis sebelum atau sesudahnya baik di dalam atau di luar satuan
gramatikal. Referensi ini diwujudkan dalam bentuk pronomina yaitu pronomina
persona (kata ganti orang), pronomina demonstratif (kata ganti penunjuk waktu
atau tempat), dan prononima komparatif (kata ganti perbandingan).
44
1) Pronomina Persona
Pronomina persona (kata ganti orang) yang meliputi persona pertama
(persona I), kedua (persona II), dan ketiga (persona III), baik tunggal maupun
jamak. Pronomina persona I tunggal, II tunggal, dan III tunggal ada yang berupa
bentuk bebas (morfem bebas) dan ada pula yang bentuk terikat (morfem terikat).
Kepaduan wacana yang ditandai dengan kohesi gramatikal yang berupa
pengacuan pronomina persona dapat dilihat pada data berikut.
1.1 Pronomina Persona I
Penanda pronomina persona I bentuk bebas yang ditemukan dalam
penelitian ini adalah aku ‘aku’, kula ‘saya’, dan dalem ‘saya’. Penanda pronomina
persona I bentuk terikat yang ditemukan dalam penelitian ini adalah enklitik dak-
‘ku-‘, enklitik -ku ‘-ku’, dan enklitik tak- ‘ku-‘. Penanda pronomina persona I
jamak yang ditemukan dalam penelitian ini adalah awake dhewe ‘kita berdua’.
Berikut ini penjelasannya.
(4) “Dhik Ana kok nyawang terus ana apa ta? Mengko lek kesandhung
lho,” suarane Mbak Anti sing empuk nyadharake aku saka lamunan.
(MK/H60/P8).
‘Dhik Ana mengapa melihat terus ada apa ya? Nanti malah tersandung
lho, suaranya Mbak Anti yang lembut menyadarkan aku dari
melamun.’
Pronomina yang terdapat pada data (4) yaitu aku ‘aku’ yang merupakan
pronomina I tunggal bentuk bebas mengacu pada tokoh yang bernama Ana. Maka
termasuk pengacuan endofora anaforis karena acuannya berada di dalam teks
dengan acuan yaitu Ana yang disebutkan di sebelah kiri pronomina aku ‘aku’.
Kemudian data (4) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(4a) “Dhik Ana kok nyawang terus ana apa ta?
45
‘Dhik Ana mengapa melihat terus ada apa ya?
(4b) Mengko lek kesandhung lho,”
‘Nanti malah tersandung lho,’
(4c) suarane Mbak Anti sing empuk nyadharake aku saka lamunan.
‘suaranya Mbak Anti yang lembut menyadarkan aku dari melamun.’
Kemudian data (4c) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(4d) suarane Mbak Anti sing empuk nyadharake Ø saka lamunan.
‘suaranya Mbak Anti yang lembut menyadarkan Ø dari melamun.’
Hasil analisis data (4d) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona
aku ‘aku’ wajib hadir. Jika pronomina tersebut dilesapkan, data tersebut tidak
gramatikal dan tidak berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca
menjadi tidak lengkap dan kurang jelas.
Data (4c) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona I
tunggal bentuk bebas aku ‘aku’, menjadi sebagai berikut.
(4e) suarane Mbak Anti sing empuk nyadharake aku saka lamunan.
awakku
‘suaranya Mbak Anti yang lembut menyadarkan aku dari melamun.’
aku
Dari data (4e) di atas, pronomina persona I tunggal bentuk bebas aku ‘aku’
ternyata dapat digantikan dengan pronomina persona lainnya seperti awakku
‘aku’ karena pronomina tersebut masih dalam tataran yang sama yaitu ngoko.
Data lain yang merupakan pronomina persona I adalah sebagai berikut.
(125) “Ah... Mas Han remenane guyon. Kula nyuwun pirsa saestu.
(MK/H63/P27).
‘Ah... Mas Han sukanya bercanda. Saya benar-benar ingin tahu.’
Pada data (125) menunjukkan pronomina persona I tunggal bentuk bebas
yaitu kula ‘saya‘ yang mengacu pada tokoh yang bernama Anti. Maka pengacuan
46
tersebut merupakan endofora anaforis karena mengacu pada tokoh yang bernama
Anti yang telah disebut terdahulu.
Kemudian data (125) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(125a) “Ah... Mas Han remenane guyon.
‘Ah...’ Mas Han sukanya bercanda.
(125b) Kula nyuwun pirsa saestu.
‘Saya benar-benar ingin tahu.’
Kemudian data (125b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(125c) Ø nyuwun pirsa saestu.
‘Ø benar-benar ingin tahu.’
Hasil analisis data (125c) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona
I tunggal bentuk bebas kula ‘saya’ wajib hadir. Jika pronomina tersebut
dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima karena informasi
yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap dan kurang jelas.
Data (125b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona
I tunggal bentuk bebas kula ‘saya’, menjadi sebagai berikut.
(125d) Kula nyuwun pirsa saestu.
*kita
‘Saya benar-benar ingin tahu.’
*kita
Dari data (125e) di atas, pronomina persona I tunggal bentuk bebas kula
‘saya’ ternyata tidak dapat digantikan dengan pronomina kita ‘kita’ karena
pronomina tersebut merupakan pronomina persona I jamak, sedangkan konteks
kalimatnya merujuk kepada persona I tunggal.
Data lain yang merupakan pronomina persona I adalah sebagai berikut.
(129) “Lho... nanging kala sedasa dinten kepengker taksih telepon dalem,
bu.” (SBIMK/H202/P87).
47
‘Lho... tetapi sekitar sepuluh hari yang lalu masih telepon saya, bu.’
Pronomina yang terdapat pada data (129) yaitu dalem ‘saya’ yang
merupakan pronomina I tunggal bentuk bebas mengacu pada tokoh yang bernama
Wisnu. Maka termasuk pengacuan endofora anaforis karena acuannya berada di
dalam teks dengan acuan yaitu Wisnu yang disebutkan terdahulu.
Kemudian data (129) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(129a) “Lho... nanging kala sedasa dinten kepengker
‘Lho... tetapi sekitar sepuluh hari yang lalu
(129b) taksih telepon dalem, bu.”
‘masih telepon saya, bu’
Kemudian data (129b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(129c) taksih telepon Ø, bu.
‘tetapi sekitar sepuluh hari yang lalu masih telepon Ø, bu.’
Hasil analisis data (129c) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona
dalem ‘saya’ wajib hadir. Jika pronomina tersebut dilesapkan, data tersebut tidak
gramatikal dan tidak berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca
menjadi tidak lengkap dan kurang jelas.
Data (129b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona
I tunggal bentuk bebas dalem ‘saya’, menjadi sebagai berikut.
(129d) taksih telepon dalem, ,bu
kula
‘masih telepon saya,’ ,bu.
saya
Dari data (129d) di atas, pronomina persona I tunggal bentuk bebas dalem
‘saya’ ternyata dapat digantikan dengan pronomina persona kula ‘saya’, karena
pronomina tersebut masih dalam tingkat tataran yang sama yaitu krama.
48
Data lain yang merupakan pronomina persona I adalah sebagai berikut.
(131) Mripatku enggal-enggal dakinger saka praupane Mbak Anti, nyawang
menyang kedhokan-kedhokan sawah sing ana ngisor kana.
(MK/H60/P8).
‘Mataku cepat-cepat kuputar dari wajah Mbak Anti, memandang ke
petakan-petakan sawah yang ada di bawah sana.’
Pada data (131) menunjukkan pronomina persona I tunggal bentuk terikat
lekat kiri yaitu dak- ‘ku-‘ pada satuan lingual dakinger ‘kuputar’ yang mengacu
pada tokoh yang bernama Ana. Maka pengacuan tersebut merupakan endofora
anaforis karena mengacu pada tokoh yang bernama Ana yang telah disebut
terdahulu.
Kemudian data (131) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(131a) Mripatku enggal-enggal dakinger saka praupane Mbak Anti,
‘Mataku cepat-cepat kuputar dari wajahnya Mbak Anti,’
(131b) nyawang menyang kedhokan-kedhokan sawah sing ana ngisor kana.
‘memandang ke petakan-petakan sawah yang ada di bawah sana.’
Kemudian data (131a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(131c) Mripatku enggal-enggal Øinger saka praupane Mbak Anti.
‘Mataku cepat-cepat Øputar dari wajahnya Mbak Anti,’
Hasil analisis data (131c) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona
I tunggal bentuk terikat lekat kiri dak- ‘ku-’ pada satuan lingual dakinger
‘kuputar’ wajib hadir. Jika pronomina tersebut dilesapkan, data tersebut tidak
gramatikal dan tidak berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca
menjadi tidak lengkap dan kurang jelas.
Data (131a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona
I tunggal bentuk terikat lekat kiri dak- ‘ku-’, menjadi sebagai berikut.
49
(131d) Mripatku enggal-enggal dakinger saka praupane Mbak Anti.
takinger
‘Mataku cepat-cepat kuputar dari wajahnya Mbak Anti.’
kuputar
Dari data (131d) di atas, pronomina persona I tunggal bentuk terikat lekat
kiri dak- ‘ku-’ pada satuan lingual dakinger ‘ku putar’ ternyata bisa digantikan
dengan pronomina tak- ‘ku-‘ karena dak- ‘ku-‘ dan tak- ‘ku-‘ merupakan sama-
sama ragam ngoko.
Data lain yang merupakan pronomina persona I adalah sebagai berikut.
(145) “Dhik Ana, kok kaya ana sing dipikir, apa ana sing isa tak bantu?!
Suara alus saka mburiku ngagetne aku saka lamunan. (MK/H64/P37).
‘Dhik Ana, seperti ada yang dipikir, apa ada yang bisa kubantu?! Suara
halus dari belakangku mengagetkan aku dari melamun.’
Pada data (145) menunjukkan pronomina persona I tunggal bentuk terikat
lekat kanan yaitu enklitik -ku yang melekat pada satuan lingual mburiku
‘belakangku’. Maka termasuk pengacuan endofora anaforis karena acuannya
berada di dalam teks yang mengacu pada tokoh yang bernama Ana.
Kemudian data (145) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(145a) “Dhik Ana,
‘Dhik Ana,’
(145b) kok kaya ana sing dipikir,
‘seperti ada yang dipikir,’
(145c) apa ana sing isa tak bantu?!
‘apa ada yang bisa kubantu?!’
(145d) suaran alus saka mburiku ngagetne aku saka lamunan.
‘suara halus dari belakangku mengagetkan aku dari melamun.’
Kemudian data (145d) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(145e) suara alus saka mburiØ ngagetne aku saka lamunan.
‘suara halus dari belakangØ mengagetkan aku dari melamun.’
50
Hasil analisis data (145e) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona
I tunggal bentuk terikat lekat kanan -ku ‘-ku’ pada satuan lingual mburiku
‘belakangku’ wajib hadir. Jika pronomina tersebut dilesapkan, data tersebut tidak
gramatikal dan tidak berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca
menjadi tidak lengkap dan kurang jelas.
Data (145d) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona
I tunggal bentuk terikat lekat kanan -ku ‘saya’, menjadi sebagai berikut.
(145f) suara alus saka mburi -ku ngagetne aku saka lamunan.
*-ne
‘suara halus dari belakang -ku mengagetkan aku dari melamun.’
*-nya
Dari data (145f) di atas, pronomina persona I tunggal bentuk terikat lekat
kanan -ku ‘saya’ ternyata tidak dapat digantikan dengan pronomina persona -ne ‘-
nya’ karena pronomina tersebut merupakan pronomina persona III tunggal bentuk
terikat lekat kanan, sedangkan konteks kalimatnya merujuk kepada persona I
tunggal bentuk terikat lekat kanan.
Data lain yang merupakan pronomina persona I adalah sebagai berikut.
(156) “Ya jelas ta, Dhi. Kabeh takdaftarke.” (PSAD/H130/P18).
‘Ya jelaslah, Dik. Semua kudaftarkan.’
Pada data (156) menunjukkan pronomina persona I tunggal bentuk terikat
lekat kiri yaitu enklitik tak- yang melekat pada satuan lingual takdaftarke
‘kudaftarkan’. Maka termasuk pengacuan endofora anaforis karena acuannya
berada di dalam teks yang mengacu pada tokoh yang bernama Dewi.
Kemudian data (156) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
51
(156a) “Ya jelas ta, Dhi
‘Ya jelaslah, Dik’
(156b) Kabeh takdaftarke.”
‘Semua kudaftarkan.’
Kemudian data (156b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(156c) Kabeh Ødaftarke.”
‘Semua Ødaftarkan.’
Hasil analisis data (156c) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona
I tunggal bentuk terikat lekat kiri tak- ‘ku-’ pada satuan lingual takdaftarke
‘kudaftarkan’ wajib hadir. Jika pronomina tersebut dilesapkan, data tersebut tetap
gramatikal dan berterima, tetapi makna wacana tersebut menjadi wacana
bermakna perintah.
Data (156b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona
I tunggal bentuk terikat lekat kiri tak- ‘ku-’, menjadi sebagai berikut.
(156d) Kabeh tak- daftarke.”.
dak-
‘Semua ku- daftarkan.’
ku-
Dari data (156d) di atas, pronomina persona I tunggal bentuk terikat lekat
kiri tak- ‘ku-’ ternyata dapat digantikan dengan pronomina persona dak- ‘ku-’
karena pronomina persona tak- ‘ku-’ dan dak- ‘ku-‘ termasuk ragam ngoko.
Data lain yang merupakan pronomina persona I adalah sebagai berikut.
(157) “Ora ngono Mas. Aku sumelang, mengko awake dhewe ki rak dikira
ana apa-apa ana kene. (MK/H65/P46).
‘Jangan begitu Mas. Aku khawatir, nanti diri kita malah dikira ada apa-
apa di sini.’
Pada data (157) menunjukkan pronomina persona I jamak yaitu awake
dhewe ‘diri kita‘ yang mengacu pada tokoh yang bernama Ana dan Nanang. Maka
52
pengacuan tersebut merupakan endofora anaforis karena mengacu pada tokoh
yang bernama Ana dan Nanang yang telah disebut terdahulu.
Kemudian data (157) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(157a) “Ora ngono Mas.
‘Tidak begitu Mas.’
(157b) Aku sumelang,
‘Aku khawatir,’
(157c) mengko awake dhewe ki rak dikira ana apa-apa
‘nanti diri kita malah dikira ada apa-apa’
(157d) ana kene.
‘di sini.’
Kemudian data (157c) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(157e) mengko Ø ki rak dikira ana apa-apa
‘nanti Ø malah dikira ada apa-apa’
Hasil analisis data (157e) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona
I jamak awake dhewe ‘diri kita’ wajib hadir. Jika pronomina tersebut dilesapkan,
data tersebut tetap gramatikal dan berterima, tetapi informasi yang diterima oleh
pembaca menjadi kurang lengkap.
Data (157c) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona
I jamak awake dhewe ‘diri kita’, menjadi sebagai berikut.
(157f) mengko awake dhewe ki rak dikira ana apa-apa
kita
aku lan kowe
‘nanti diri kita malah dikira ada apa-apa’
kita
aku dan kamu
Dari data (157f) di atas, pronomina persona I jamak awake dhewe ‘diri
kita’ ternyata dapat digantikan dengan pronomina kita ‘kita’ dan aku lan kowe
53
‘aku dan kamu’ karena pronomina tersebut berada dalam ragam bahasa yang sama
yaitu ragam ngoko.
Data mengenai pronomina persona I dapat dilihat pada lampiran data
nomor 1 sampai 159.
1.2 Pronomina Persona II
Penanda pronomina persona II bentuk bebas yang ditemukan dalam
penelitian ini adalah kowe ‘kamu’, panjenengan ‘Anda’, dan awakmu ‘kamu’.
Penanda pronomina persona II bentuk terikat yang ditemukan dalam penelitian ini
adalah enklitik -mu ‘-mu‘. Berikut ini penjelasannya.
(160) “Pancen kowe ki bocah apik lho Dhik, aku mundhak dhemen marang
awakmu, [...] (MK/H65/P47).
‘Memang kamu itu orang baik lho Dhik, aku makin senang dengan
dirimu,’ [...]
Pada data (160) menunjukkan pronomina persona II tunggal bentuk bebas
yaitu kowe ‘kamu‘ yang mengacu pada tokoh yang bernama Ana. Maka
pengacuan tersebut merupakan endofora anaforis karena mengacu pada tokoh
yang bernama Ana yang telah disebut terdahulu.
Kemudian data (160) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(160a) “Pancen kowe ki bocah apik lho Dhik,
‘Memang kamu itu orang baik lho Dhik,’
(160b) aku mundhak dhemen marang awakmu, [...]
‘aku makin senang dengan dirimu,’ [...]
Kemudian data (160a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(160c) Pancen Ø ki bocah apik lho Dhik,
‘Memang Ø itu orang baik lho Dhik,’
Hasil analisis data (160c) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona
II tunggal bentuk bebas kowe ‘kamu’ wajib hadir. Jika pronomina tersebut
54
dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima karena informasi
yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap dan kurang jelas.
Data (160a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona
II tunggal bentuk bebas kowe ‘kamu’, menjadi sebagai berikut.
(160d) Pancen kowe ki bocah apik lho Dhik,
sampeyan
Memang kamu itu orang baik lho Dhik,
kamu
Dari data (160d) di atas, pronomina persona II tunggal bentuk bebas kowe
‘kamu’ ternyata dapat digantikan dengan pronomina sampeyan ‘kamu’ karena
sampeyan ‘kamu’ bersifat netral sehingga masih berterima.
Data lain yang merupakan pronomina persona II adalah sebagai berikut.
(165) “Lha panjenengan saking tindak pundi? Enjing-enjing kok sampun
wonten mriki.” (MK/H62/P25).
‘Lha Anda mau pergi ke mana? Pagi-pagi sudah berada di sini.’
Pada data (165) menunjukkan pronomina persona II tunggal bentuk bebas
yaitu panjenengan ‘Anda‘ yang mengacu pada tokoh yang bernama Handoyo.
Maka pengacuan tersebut merupakan endofora anaforis karena mengacu pada
tokoh yang bernama Handoyo yang telah disebut terdahulu.
Kemudian data (165) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(165a) “Lha panjenengan saking tindak pundi?
‘Lha Anda mau pergi ke mana?’
(165b) Enjing-enjing kok sampun wonten mriki.
‘Pagi-pagi sudah berada di sini.’
Kemudian data (165a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(165c) “Lha Ø saking tindak pundi?
‘Lha Ø mau pergi ke mana?’
55
Hasil analisis data (165c) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona
II tunggal bentuk bebas panjenengan ‘Anda’ wajib hadir. Jika pronomina tersebut
dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima karena informasi
yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap dan kurang jelas.
Data (165a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona
II tunggal bentuk bebas panjenengan ‘Anda’, menjadi sebagai berikut.
(165d) “Lha panjenengan saking tindak pundi?
sampeyan
‘Lha Anda mau pergi ke mana?’
kamu
Dari data (165d) di atas, pronomina persona II tunggal bentuk bebas
panjenengan ‘Anda’ ternyata dapat digantikan dengan pronomina sampeyan
‘kamu’ karena sampeyan ‘kamu’ bersifat netral sehingga masih berterima.
Data lain yang merupakan pronomina persona II adalah sebagai berikut.
(175) “Yen ana apa-apane, sapa sing arep nulungi awakmu?”
(MK/H64/P38).
‘Jika ada apa-apanya, siapa yang akan menolong kamu?’
Pada data (175) menunjukkan pronomina persona II tunggal bentuk bebas
yaitu awakmu ‘kamu‘ yang mengacu pada tokoh yang bernama Ana. Maka
pengacuan tersebut merupakan endofora anaforis karena mengacu pada tokoh
yang bernama Ana yang telah disebut terdahulu.
Kemudian data (175) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(175a) “Yen ana apa-apane,
‘Jika ada apa-apanya,’
(175b) sapa sing arep nulungi awakmu?”
‘siapa yang akan menolong kamu?’
Kemudian data (175b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
56
(175c) sapa sing arep nulungi Ø?”
‘siapa yang akan menolong Ø?’
Hasil analisis data (175c) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona
II tunggal bentuk bebas awakmu ‘kamu’ wajib hadir. Jika pronomina tersebut
dilesapkan, data tersebut tetap gramatikal dan berterima, tetapi informasi yang
diterima oleh pembaca menjadi bersifat umum.
Data (175a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona
II tunggal bentuk bebas awakmu ‘kamu’, menjadi sebagai berikut.
(175d) sapa sing arep nulungi awakmu?”
sampeyan
‘siapa yang akan menolong kamu?’
kamu
Dari data (175d) di atas, pronomina persona II tunggal bentuk bebas
awakmu ‘kamu’ ternyata dapat digantikan dengan pronomina sampeyan ‘kamu’
karena sampeyan ‘kamu’ bersifat netral sehingga masih berterima.
Data lain yang merupakan pronomina persona II adalah sebagai berikut.
(182) “Kowe ki pancen neka-neka lho Dhik. Apa rumangsamu kowe ki elek?
(MK/H61/P16).
‘Kamu itu memang ada-ada saja lho Dhik. Apa menurutmu kamu itu
jelek?’
Pada data (182) menunjukkan pronomina persona II tunggal bentuk terikat
lekat kanan yaitu enklitik -mu ‘kamu‘ pada satuan lingual rumangsamu
‘menurutmu’ yang mengacu pada tokoh yang bernama Ana. Maka pengacuan
tersebut merupakan endofora anaforis karena mengacu pada tokoh yang bernama
Ana yang telah disebut terdahulu.
Kemudian data (182) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
57
(182a) “Kowe ki pancen neka-neka lho Dhik.
‘Kamu itu memang ada-ada saja lho Dhik.’
(182b) Apa rumangsamu kowe ki elek?
‘Apa menurutmu kamu itu jelek?’
Kemudian data (182b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(182c) Apa rumangsaØ kowe ki elek?
‘Apa menurutØ kamu itu jelek?’
Hasil analisis data (182c) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona
II tunggal bentuk terikat lekat kanan -mu ‘kamu’ wajib hadir. Jika pronomina
tersebut dilesapkan, data tersebut tetap gramatikal dan berterima karena -mu
‘kamu’ yang mereferen pada kata kowe ‘kamu’ memiliki satu kelas persona II.
Data (182b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona
II tunggal bentuk terikat lekat kanan -mu ‘kamu’, menjadi sebagai berikut.
(182d) “Apa rumangsa -mu kowe ki elek?
sampeyan
‘Apa menurut -mu kamu itu jelek?’
kamu
Dari data (182d) di atas, pronomina persona II tunggal bentuk terikat lekat
kanan -mu ‘kamu’ ternyata dapat digantikan dengan pronomina sampeyan ‘kamu’
karena pronomina tersebut masih dalam tataran yang sama.
Data mengenai pronomina persona II dapat dilihat pada lampiran data
nomor 160 sampai 186.
1.3 Pronomina Persona III
Penanda pronomina persona III bentuk bebas yang ditemukan dalam
penelitian ini adalah dheweke ‘dia’ dan slirane ‘dia’. Penanda pronomina persona
III bentuk terikat yang ditemukan dalam penelitian ini adalah enklitik -e ‘-nya‘
dan enklitik -ne ‘-nya’. Berikut ini penjelasannya
58
Data yang merupakan pronomina persona III adalah sebagai berikut.
(190) Mas Handoyo ngguyu, untune katon rata apik-apik. Dheweke
manggone ana kecamatan. (MK/H62/P25).
‘Mas Handoyo tertawa, giginya terlihat rata bagus-bagus. Dia
bertempat di kecamatan.’
Pada data (190) menunjukkan pronomina persona III tunggal bentuk bebas
yaitu dheweke ‘dia‘ yang mengacu pada tokoh yang bernama Handoyo. Maka
pengacuan tersebut merupakan endofora anaforis karena mengacu pada tokoh
yang bernama Handoyo yang telah disebutkan pada kalimat pertama.
Kemudian data (190) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(190a) Mas Handoyo ngguyu,
‘Mas Handoyo tertawa,’
(190b) untune katon rata apik-apik.
‘giginya terlihat rata bagus-bagus.’
(190c) Dheweke manggone ana kecamatan.
‘Dia bertempat di kecamatan.’
Kemudian data (190c) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(190d) Ø manggone ana kecamatan.
‘Øbertempat di kecamatan.’
Hasil analisis data (190d) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona
III tunggal bentuk bebas dheweke ‘dia’ wajib hadir. Jika pronomina tersebut
dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima karena informasi
yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap dan kurang jelas.
Data (190b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona
III tunggal bentuk bebas dheweke ‘dia’, menjadi sebagai berikut.
(190d) Dheweke manggone ana kecamatan.
slirane
59
‘Dia bertempat di kecamatan.’
dia
Dari data (190d) di atas, pronomina persona III tunggal bentuk bebas
dheweke ‘dia’ ternyata dapat digantikan dengan pronomina slirane ‘dia’ karena
masih dalam tataran yang sama yaitu ngoko.
Data lain yang merupakan pronomina persona III adalah sebagai berikut.
(227) “Matur nuwun cah ayu... gene kok slirane ora jatuh cinta marang
Trisanto. (PSAD/H136/P62).
‘Terima kasih anak cantik... kenapa dia tidak jatuh cinta kepada
Trisanto.’
Pada data (227) menunjukkan pronomina persona III tunggal bentuk bebas
yaitu slirane ‘dia‘ yang mengacu pada adiknya bapak jendral. Maka pengacuan
tersebut merupakan eksofora karena mengacu pada adiknya bapak jendral yang
tidak disebutkan dalam teks.
Kemudian data (227) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(227a) “Matur nuwun cah ayu...
‘Terima kasih anak cantik...’
(227b) gene kok slirane ora jatuh cinta marang Trisanto.
‘kenapa dia tidak jatuh cinta kepada Trisanto.’
Kemudian data (227b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(227c) gene kok Ø ora jatuh cinta marang Trisanto.
‘kenapa Ø tidak jatuh cinta kepada Trisanto.’
Hasil analisis data (227c) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona
III tunggal bentuk bebas slirane ‘dia’ wajib hadir. Jika pronomina tersebut
dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima karena informasi
yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap dan kurang jelas.
60
Data (227b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona
III tunggal bentuk bebas slirane ‘dia’, menjadi sebagai berikut.
(227d) gene kok slirane ora jatuh cinta marang Trisanto.
dheweke
Dari data (227d) di atas, pronomina persona III tunggal bentuk bebas
slirane ‘dia’ ternyata dapat digantikan dengan pronomina dheweke ‘dia’ karena
masih dalam tataran yang sama yaitu ngoko.
Data lain yang merupakan pronomina persona III adalah sebagai berikut.
(230) Saiki wis ora nggandheng lengenku maneh. Dalane wis ora munggah-
mudhun, dadi ora perlu digondheli. (MK/H67/P56).
‘Sekarang sudah tidak menggandeng lenganku lagi. Jalannya sudah
tidak naik-turun, jadi tidak perlu dipegangi.’
Pada data (230) menunjukkan pronomina persona III tunggal bentuk
terikat lekat kanan yaitu -e ‘-nya’ pada satuan lingual dalane ‘jalannya’ yang
merupakan pengacuan eksofora karena acuannya berada di luar teks.
Kemudian data (230) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(230a) Saiki wis ora nggandheng lengenku maneh.
‘Sekarang sudah tidak menggandeng lenganku lagi.’
(230b) Dalane wis ora munggah-mudhun,
‘Jalannya sudah tidak naik-turun,’
(230c) dadi ora perlu digondheli.
‘jadi tidak perlu dipegangi.’
Kemudian data (230b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(230d) DalanØ wis ora munggah-mudhun,
‘JalanØ sudah tidak naik-turun,’
Hasil analisis data (230d) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona
III tunggal bentuk terikat lekat kanan -e ‘-nya’ wajib hadir. Jika pronomina
61
tersebut dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima karena
informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap dan kurang jelas.
Data (230b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona
III tunggal bentuk terikat lekat kanan -e ‘-nya’, menjadi sebagai berikut.
(230e) Dalane wis ora munggah-mudhun, dadi ora perlu digondheli.
*dalan kae
‘Jalannya sudah tidak naik-turun, jadi tidak perlu dipegangi.’
*jalan itu
Dari data (230e) di atas, pronomina persona III tunggal bentuk terikat lekat
kanan -e ‘-nya’ pada satuan lingual dalane ‘jalannya’ ternyata tidak dapat
digantikan dengan pronomina kae ‘itu’ karena pronomina tersebut merupakan
pronomina demonstratif tempat yang merujuk ke tempat jauh dengan penutur,
sehingga tidak sesuai dengan konteks kalimat di atas.
Data lain yang merupakan pronomina persona III adalah sebagai berikut.
(231) [...] lambene Mas Nang sing taksenengi kuwi obah-obah lucu.
(MK/H65/P40).
[...] ‘bibir Mas Nang yang kusukai itu bergerak-gerak lucu.’
Pada data (231) menunjukkan pronomina persona III tunggal bentuk
terikat lekat kanan yaitu -ne ‘-nya’ pada satuan lingual lambene ‘bibirnya’. Maka
pengacuan tersebut merupakan endofora kataforis karena mengacu pada tokoh
yang bernama Nanang yang disebutkan kemudian.
Kemudian data (231) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(231a) [...] lambene Mas Nang sing taksenengi kuwi
[...] ‘bibir Mas Nang yang kusukai itu’
(231b) obah-obah lucu.
‘bergerak-gerak lucu.’
62
Kemudian data (231a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(231c) [...] lambeØ Mas Nang sing taksenengi kuwi
[...] ‘bibirØ Mas Nang yang kusukai itu,’
Hasil analisis data (231c) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona
III tunggal bentuk terikat lekat kanan -ne ‘-nya’ wajib hadir. Jika pronomina
tersebut dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima karena
informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap dan kurang jelas.
Data (231a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona
III tunggal bentuk terikat lekat kanan -ne ‘-nya’, menjadi sebagai berikut.
(231d) [...] lambene Mas Nang sing taksenengi kuwi
*lambeku
[...] ‘bibir Mas Nang yang kusukai itu’
*bibirku
Dari data (231d) di atas, pronomina persona III tunggal bentuk terikat lekat
kanan -ne ‘-nya’ pada satuan lingual lambene ‘bibir’ ternyata tidak dapat
digantikan dengan pronomina ku ‘ku’ pada satuan lingual lambeku ‘bibirku’
karena pronomina tersebut merupakan pronomina persona I tunggal bentuk terikat
lekat kanan sehingga tidak sesuai dengan konteks kalimatnya.
Data mengenai pronomina persona III dapat dilihat pada lampiran data
nomor 187 sampai 289.
2) Pronomina Demonstatif
Pronomina demonstratif dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
pronomina demonstratif waktu dan pronomina demonstratif tempat. Pronomina
demonstratif waktu yang ditemukan dalam penelitian ini adalah pronomina
demonstratif waktu kini, waktu lampau, waktu yang akan datang, dan waktu
netral. Pronomina demonstratif tempat yang ditemukan dalam penelitian ini
63
adalah pronomina demonstratif tempat dekat dengan penutur, agak jauh dengan
penutur, jauh dengan penutur, dan menunjuk secara eksplisit.
2.1 Pronomina Demonstratif Waktu
Penanda pronomina demonstratif waktu kini yang ditemukan dalam
penelitian ini adalah saiki ‘sekarang’. Penanda pronomina demonstratif waktu
lampau yang ditemukan dalam penelitian ini adalah kepengker ‘yang lalu’.
Penanda pronomina demonstratif waktu yang akan datang yang ditemukan dalam
penelitian ini adalah mengko ‘nanti’, mangke ‘nanti’, dan sesuk ‘besok’. Penanda
pronomina demonstratif waktu netral yang ditemukan dalam penelitian ini adalah
esuk ‘pagi’, awan ‘siang’, sore ‘sore’, dan wengi ‘malam’. Berikut ini
penjelasannya.
(292) Saiki kari Retno, dheweke nyawang awakku sajak gemreget.
(SBIMK/H195/P41).
‘Sekarang tinggal Retno, dia melihat diriku dengan agak jengkel.’
Pada data (292) menunjukkan pronomina demonstratif waktu sekarang
saiki ‘sekarang’. Mengacu pada hari itu ketika Retno melihat tokoh utama yaitu
Wisnu dengan agak jengkel.
Kemudian data (292) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(292a) Saiki kari Retno,
‘Sekarang tinggal Retno,’
(292b) Dheweke nyawang awakku sajak gemreget.
‘Dia melihat diriku dengan agak jengkel.’
Kemudian data (292a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(292c) Ø kari Retno,
‘Ø tinggal Retno,’
64
Hasil analisis data (292c) dengan teknik lesap ternyata dapat dinyatakan
bahwa kalimat tersebut masih tetap gramatikal dan berterima. Tetapi informasi
yang disampaikan kurang lengkap dan akan lebih lengkap jika pronomina
demonstratif waktu tersebut tidak dilesapkan.
Data (292a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina
demonstratif waktu sekarang saiki ‘sekarang’, menjadi sebagai berikut.
(292d) Saiki kari Retno.
*mengko
‘Sekarang tinggal Retno.’
*nanti
Dari data (292d) di atas, pronomina demonstratif waktu sekarang saiki
’sekarang’ ternyata tidak dapat digantikan dengan pronomina mengko ‘nanti’
karena merupakan pronomina demonstratif waktu yang akan datang sehingga
tidak sesuai dengan konteks kalimat di atas.
Data lain yang merupakan pronomina demonstratif waktu adalah sebagai
berikut.
(294) “Kula kancanipun Puput, bu.” (SBIMK/H202/P85).
“Napa dereng mireng yen Puput sampun tilar seminggu kepengker.”
(SBIMK/H202/P86).
‘Saya temannya Puput, bu.’
‘Apa belum mendengar bahwa Puput telah meninggal seminggu yang
lalu.’
Pada data (294) menunjukkan pronomina demonstratif waktu lampau
kepengker ‘yang lalu’. Pronomina tersebut merupakan pronomina endofora
anaforis yang mengacu pada kata seminggu ‘seminggu’ yang disebutkan sebelum
kata kepengker ‘yang lalu’.
Kemudian data (294) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
65
(294a) “Kula kancanipun Puput, bu.”
‘Saya temannya Puput, bu.’
(294b) “Napa dereng mireng yen Puput sampun tilar seminggu kepengker.”
‘Apa belum mendengar bahwa Puput telah meninggal seminggu yang
lalu.’
Kemudian data (294b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(294c) “Napa dereng mireng yen Puput sampun tilar seminggu Ø,
‘Apa belum mendengar bahwa Puput telah meninggal seminggu Ø.’
Hasil analisis data (294c) dengan teknik lesap, ternyata pronomina
demonstratif waktu lampau yaitu kata kepengker ‘yang lalu’ wajib hadir. Karena
apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima karena
informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap dan kurang jelas.
Data (294b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina
demonstratif waktu lampau kepengker ‘yang lalu’, menjadi sebagai berikut.
(294d) Napa dereng mireng yen Puput sampun tilar seminggu kepengker.
kepungkur
‘Apa belum mendengar bahwa Puput telah meninggal seminggu
yang lalu.’
yang lalu
Dari data (294d) di atas, pronomina demonstratif waktu kepengker ’yang
lalu’ ternyata dapat digantikan dengan pronomina kepungkur ‘yang lalu’ yang
termasuk ragam ngoko. Karena kalimat di atas menggunakan ragam krama,
sehingga tidak dapat digantikan dengan kata ragam ngoko kepungkur ‘yang lalu’.
Data lain yang merupakan pronomina demonstratif waktu adalah sebagai
berikut.
(295) Mengko yen kepethuk, Dewi janji arep njaluk sepura.
(PSAD/H132/P30).
‘Nanti jika bertemu, Dewi janji akan minta maaf.’
66
Pada data (295) menunjukkan pronomina demonstratif waktu yang akan
datang mengko ’nanti’. Pronomina tersebut merupakan pronomina endofora
anaforis yang mengacu pada waktu nanti di mana Dewi akan meminta maaf.
Kemudian data (295) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(295a) Mengko yen kepethuk,
‘Nanti jika bertemu,’
(295b) Dewi janji arep njaluk sepura.
‘Dewi jantji akan minta maaf.’
Kemudian data (295a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(295c) “Ø yen kepethuk,
‘Ø jika bertemu,’
Hasil analisis data (295c) dengan teknik lesap, ternyata pronomina
demonstratif waktu yang akan datang yaitu kata mengko ‘nanti’ wajib hadir.
Karena apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima
karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap dan kurang
jelas.
Data (295a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina
demonstratif waktu yang akan datang mengko ‘nanti’, menjadi sebagai berikut.
(295d) Mengko yen kepethuk,
*wingi
‘Nanti jika bertemu,’
*kemarin
Dari data (295d) di atas, pronomina demonstratif waktu yang akan datang
mengko ’nanti’ ternyata tidak dapat digantikan dengan pronomina wingi
‘kemarin’ karena merupakan konteks kalimat di atas menggunakan pronomina
67
demonstratif waktu yang akan datang, bukan menggunakan pronomina
demonstratif waktu lampau.
Data lain yang merupakan pronomina demonstratif waktu adalah sebagai
berikut.
(297)“Mangke siang, Bu,” Mas Nanang enggal nyaut. (MK/H63/P33).
‘Nanti siang, Bu, Mas Nanang segera menyahut.’
Pada data (297) menunjukkan pronomina demonstratif waktu yang akan
datang mangke ’nanti’. Pronomina tersebut merupakan pronomina endofora
anaforis yang mengacu pada waktu yang akan datang yaitu nanti siang.
Kemudian data (297) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(297a) “Mangke siang, bu
‘Nanti siang, bu’
(297b) Mas Nanang enggal nyaut.”
‘Mas Nanang segera menyahut.’
Kemudian data (297a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(297c) “Ø siang, bu
‘Ø siang, bu’
Hasil analisis data (297c) dengan teknik lesap, ternyata pronomina
demonstratif waktu yang akan datang yaitu kata mangke ‘nanti’ wajib hadir.
Karena apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima
karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap dan kurang
jelas.
Data (297a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina
demonstratif waktu yang akan datang mangke ‘nanti’, menjadi sebagai berikut.
(297d) Mangke siang, bu
mengke
68
‘Nanti siang, bu’
nanti
Dari data (297d) di atas, pronomina demonstratif waktu yang akan datang
mangke ’nanti’ ternyata dapat digantikan dengan pronomina mengke ‘nanti’
karena pronomina tersebut masih dalam tataran yang sama yaitu krama.
Data lain yang merupakan pronomina demonstratif waktu adalah sebagai
berikut.
(298) “Mula wiwit dina iki Anggara dak pasrahake marang awakmu. Sesuk
aku sing medhot hubungan karo Anggara.” (IAKA/H182/P35).
‘Maka dari itu mulai hari ini Anggara aku pasrahkan pada dirimu.
Besok aku yang memutus hubungan dengan Anggara.’
Pada data (298) menunjukkan pronomina demonstratif waktu yang akan
datang sesuk ’besok’. Pronomina tersebut merupakan pronomina endofora
anaforis yang mengacu pada hari esok ketika tokoh utama yang bernama Rita
yang akan memutus hubungan dengan Anggara.
Kemudian data (298) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(298a) “Mula wiwit dina iki
‘Maka dari itu mulai hari ini’
(298b) Anggara dak pasrahake marang awakmu.”
‘Anggara aku pasrahkan pada dirimu.’
(298c) “Sesuk aku sing medhot hubungan karo Anggara.”
‘Besok aku yang memutus hubungan dengan Anggara.’
Kemudian data (298c) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(298d) “Ø aku sing medhot hubungan karo Anggara.”
‘Ø aku yang memutus hubungan dengan Anggara’
Hasil analisis data (298d) dengan teknik lesap, ternyata pronomina
demonstratif waktu yang akan datang yaitu kata sesuk ‘besok’ apabila dilesapkan,
69
data tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima karena informasi yang diterima
oleh pembaca menjadi tidak lengkap dan kurang jelas.
Data (298c) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina
demonstratif waktu yang akan datang sesuk ‘besok’, menjadi sebagai berikut.
(298e) “Sesuk aku sing medhot hubungan karo Anggara.”
dina ngarep
‘Besok aku yang memutus hubungan dengan Anggara.’
hari esok
Dari data (298e) di atas, pronomina demonstratif waktu yang akan datang
sesuk ’besok’ ternyata dapat digantikan dengan pronomina dina ngarep ‘hari
esok’ karena pronomina tersebut masih dalam tataran yang sama yaitu ngoko..
Data lain yang merupakan pronomina demonstratif waktu adalah sebagai
berikut.
(300) Srengenge esuk katon gumebyar. Aku mlangkah alon-alon napaki
dalan-dalan desa sing lagi wae diurug. (MK/H59/P5).
‘Matahari pagi tampak berkilauan. Aku melangkah pelan-pelan
menapaki jalan-jalan desa yang baru saja ditimbun.’
Pada data (300) menunjukkan pronomina demonstratif waktu netral esuk
‘pagi’ mengacu pada waktu netral yaitu pada waktu pagi hari.
Kemudian data (300) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(300a) Srengenge esuk katon gumebyar.
‘Matahari pagi tampak berkilauan.’
(300b) Aku mlangkah alon-alon
‘Aku melangkah pelan-pelan’
(300c) napaki dalan-dalan desa sing lagi wae diurug.
‘menapaki jalan-jalan desa yang baru saja ditimbun.’
Kemudian data (300a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(300d) Srengenge Ø katon gumebyar.”
70
‘Matahari Ø tampak berkilauan’
Hasil analisis data (300d) dengan teknik lesap, ternyata pronomina
demonstratif waktu netral yaitu kata esuk ‘pagi’ kehadirannya tidak wajib. Karena
apabila dilesapkan, data tersebut masih gramatikal dan berterima karena informasi
yang diterima oleh pembaca masih lengkap dan jelas.
Data (300a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina
demonstratif waktu netral esuk ‘pagi’, menjadi sebagai berikut.
(300e) Srengenge esuk katon gumebyar.
*sore
‘Matahari pagi tampak berkilauan.’
*sore
Dari data (300e) di atas, pronomina demonstratif waktu netral esuk ’pagi’
ternyata tidak dapat digantikan dengan pronomina sore ‘sore’ karena pronomina
tersebut tidak sesuai dengan konteks kalimat di atas, sehingga tidak dapat
menggantikan pronomina esuk ‘pagi’.
Data mengenai pronomina demonstratif waktu dapat dilihat pada lampiran
data nomor 290 sampai 304.
2.2 Pronomina Demonstratif Tempat
Penanda pronomina demonstratif tempat dekat dengan penutur yang
ditemukan dalam penelitian ini adalah kene ‘sini’. Penanda pronomina
demonstratif tempat agak jauh dengan penutur yang ditemukan dalam penelitian
ini adalah kono ‘situ’ dan iku ‘situ’. Penanda pronomina demonstratif tempat jauh
dengan penutur yang ditemukan dalam penelitian ini adalah kae ‘sana’ dan kana
‘sana’. Penanda pronomina demonstratif tempat yang menunjuk secara eksplisit
71
yang ditemukan dalam penelitian ini adalah Malang dan Maospati. Berikut ini
penjelasannya.
(307) “Radio Mas? Aku nduwe nanging pancen aku seneng karo suasanane
studio kene kok.” Puput nyawang awakku katon geli.
(SBIMK/H191/P17).
‘Radio Mas? Aku punya tetapi memang aku suka dengan suasana studio
sini.” Puput memandang diriku tampak geli.’
Pada data (307) menunjukkan pronomina demonstratif tempat dekat
dengan penutur yaitu kata kene ‘sini’. Maka pengacuan tersebut merupakan
endofora anaforis karena mengacu pada yang mengacu pada studio radio telah
disebutkan sebelum kata kene ‘sini’.
Kemudian data (307) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(307a) “Radio Mas?
‘Radio Mas?’
(307b) Aku nduwe
‘Aku punya’
(307c) nanging pancen aku seneng karo suasanane studio kene kok.”
‘tetapi memang aku suka dengan suasana studio sini.’
(307d) Puput nyawang awakku katon geli
‘Puput memandang diriku tampak geli.’
Kemudian data (307c) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(307e) nanging pancen aku seneng karo suasanane studio Ø kok.”
‘tetapi memang aku suka dengan suasana studio Ø.’
Hasil analisis data (307e) dengan teknik lesap, ternyata pronomina
demonstratif tempat dekat dengan penutur yaitu kata kene ‘sini’ kehadirannya
tidak wajib. Karena apabila dilesapkan, data tersebut masih gramatikal dan
berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca masih lengkap dan jelas.
Data (307c) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina
demonstratif tempat dekat dengan penutur kene ‘sini’, menjadi sebagai berikut.
72
(307f) nanging pancen aku seneng karo suasanane studi kene
iki
‘tetapi memang aku suka dengan suasana studio sini’
ini
Dari data (307f) di atas, pronomina demonstratif tempat dekat dengan
penutur kene ’sini’ ternyata dapat digantikan dengan pronomina iki ‘sini’ karena
pronomina tersebut masih dalam tataran yang sama yaitu ngoko.
Data lain yang merupakan pronomina demonstratif tempat adalah sebagai
berikut.
(310) “Dhik Puput lenggah kono dhisik lho, Kae tepungna dhisik mbak
kae...” (SBIMK/H194/P30).
‘Dhik Puput duduk dulu sana lho, Itu kenalan dulu dengan mbak itu...’
Pada data (310) menunjukkan pronomina demonstratif tempat agak jauh
dengan penutur yaitu kata kono ‘situ’. Pengacuan tersebut merupakan endofora
karena mengacu pada tempat duduk yang ada di studio radio. Ada pula pronomina
demonstratif tempat jauh dengan penutur yaitu kata kae ‘itu’. Maka termasuk
pengacuan endofora anaforis karena mengacu pada letak tokoh mbak ‘kakak
perempuan’ yang berada jauh dari penutur.
Kemudian data (310) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(310a) “Dhik Puput lenggah kono dhisik lho,
‘Dhik Puput duduk dulu sana lho,’
(310b) Kae tepungna dhisik mbak kae...”
‘Itu kenalan dulu dengan mbak itu...’
Kemudian data (310a) dan data (310b) diuji dengan teknik lesap akan
menjadi berikut.
(310c) “Dhik Puput lenggah Ø dhisik lho,”
‘Dhik Puput duduk dulu Ø lho,’
73
(310d) Kae tepungna dhisik mbak Ø...”
‘Itu kenalan dulu dengan mbak Ø...’
Hasil analisis data (310c) dan data (310d) dengan teknik lesap, ternyata
pronomina demonstratif tempat agak jauh dengan penutur yaitu kata kono ‘sana’
dan pronomina demonstratif tempat jauh dengan penutur yaitu kata kae ‘itu’
kehadirannya wajib. Karena apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan
tidak berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak
lengkap dan kurang jelas.
Data (310) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina
demonstratif tempat agak jauh dengan penutur kono ‘sana’ dan pronomina
demonstratif tempat jauh dengan penutur kae ‘itu’, menjadi sebagai berikut.
(310e) “Dhik Puput lenggah kono dhisik lho,
kene
‘Dhik Puput duduk sana dulu lho,’
*sana
(310f) Kae tepungna dhisik mbak kae...”
iku
‘Itu kenalan dulu sama mbak itu...’
itu
Dari data (310e) di atas, pronomina demonstratif tempat agak jauh dengan
penutur kono ’sana’ ternyata tidak dapat digantikan dengan pronomina kene ‘sini’
karena telah berbeda tempat. Pronomina kono ‘sana’ merujuk ke tempat yang
agak jauh dengan penutur, sementara pronomina kene ‘sini’ merujuk ke tempat
yang dekat dengan penutur. Dari data (310f) di atas, pronomina demonstratif
tempat jauh dengan penutur kae ‘itu’ ternyata tidak dapat digantikan dengan
pronomina iku ‘itu’ karena telah berbeda tempat. Pronomina kae ‘itu’ merujuk ke
74
tempat yang jauh dengan penutur, sementara pronomina iku ‘itu’ merujuk ke
tempat yang agak jauh dengan penutur.
Data lain yang merupakan pronomina demonstratif tempat adalah sebagai
berikut.
(315) Nasib pancen, sajake Retno nesu tenan. Dheweke mulih menyang
Malang ora pamitan. (SBIMK/H197/P50).
‘Memang nasib, sepertinya Retno benar-benar marah. Dia pulang ke
Malang tanpa pamitan.’
Pada data (315) menunjukkan pronomina demonstratif tempat yang
menunjuk secara eksplisit pada nama sebuah kota di Jawa Timur yaitu Malang.
Kemudian data (315) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(315a) Nasib pancen,
‘Memang nasib,’
(315b) sajake Retno nesu tenan.
‘sepertinya Retno benar-benar marah.’
(315c) Dheweke mulih menyang Malang ora pamitan.
‘Dia pulang ke Malang tanpa pamitan.’
Kemudian data (315c) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(315d) Dheweke mulih menyang Ø ora pamitan.”
‘Dia pulang ke Ø tanpa pamitan.’
Hasil analisis data (315d) dengan teknik lesap, ternyata pronomina
demonstratif tempat yang menunjuk secara eksplisit Malang dilesapkan, data
tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima karena informasi yang diterima oleh
pembaca menjadi tidak lengkap dan kurang jelas.
Data (315c) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina
demonstratif tempat yang menunjuk secara eksplisit Malang, menjadi sebagai
berikut.
75
(315e) Dheweke mulih menyang Malang ora pamitan”
*Madiun
‘Dia pulang ke Malang tanpa pamitan.’
*Madiun
Dari data (315d) di atas, pronomina demonstratif tempat yang menunjuk
secara eksplisit Malang ternyata tidak dapat digantikan dengan Madiun. Karena
tempat kuliah tokoh yang bernama Retno adalah di Malang, bukan di tempat lain.
Data mengenai pronomina demonstratif tempat dapat dilihat pada lampiran
data nomor 305 sampai 316.
3) Pronomina Komparatif
Pronomina komparatif (perbandingan) yaitu salah satu jenis kohesi
gramatikal yang membandingkan dua hal atau lebih yang memiliki kemiripan atau
kesamaan dari segi bentuk/wujud, sikap, sifat, watak, dan sebagainya. Penanda
pronomina komparatif yang ditemukan dalam penelitian ini adalah kaya ‘seperti’
dan persis ‘persis’. Berikut ini penjelasannya.
(323) “Wah, Mas iki pancen cerewet ya kaya yen ngasuh acara sahabat
udara wae.” Puput gedheg-gedheg karo mesem. (SBIMK/H192/P20).
‘Wah, Mas ini memang cerewet seperti ketika mengasuh acara sahabat
udara saja,” Puput geleng-geleng sambil tersenyum.’
Pada data (323) menunjukkan pronomina komparatif yaitu pada kata kaya
‘seperti’. Pronomina komparatif tersebut membandingkan dua hal yang memiliki
kemiripan yaitu cerewetnya tokoh yang bernama Wisnu ketika mengasuh acara
sahabat udara dan ketika sedang berbicara dengan Puput.
Kemudian data (323) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(323a) “Wah,
‘Wah,’
76
(323b) Mas iki pancen cerewet ya kaya yen ngasuh acara sahabat udara
wae.”
‘Mas ini memang cerewet seperti ketika mengasuh acara sahabat udara
saja,’
(323c) Puput gedheg-gedheg karo mesem.
‘Puput geleng-geleng sambil tersenyum.’
Kemudian data (323b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(323d) Mas iki pancen cerewet ya Ø yen ngasuh acara sahabat udara wae,”
‘Mas ini memang cerewet Ø ketika mengasuh acara sahabat udara saja,’
Hasil analisis data (323d) dengan teknik lesap, ternyata pronomina
komparatif kaya ‘seperti’ dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak
berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap
dan kurang jelas.
Data (323b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina
komparatif kaya ‘seperti’, menjadi sebagai berikut.
(323e) Mas iki pancen cerewet ya kaya yen ngasuh acara
mirip
sahabat udara wae.
‘Mas ini memang cerewet seperti ketika mengasuh
mirip
acara sahabat udara saja.’
Dari data (323e) di atas, pronomina komparatif kaya ’seperti’ ternyata
dapat digantikan dengan pronomina mirip ‘mirip’ karena pronomina tersebut
masih dalam tataran yang sama yaitu ngoko.
Data lain yang merupakan pronomina komparatif adalah sebagai berikut.
(326) Nanging ati iki persis wong lagi patah hati wae. Seeepiii banget.
(SBIMK/H200/P69).
‘Tetapi hati ini persis orang lagi patah hati saja. Seeepiii sekali.’
77
Pada data (326) menunjukkan pronomina komparatif yaitu pada kata
persis ‘persis’. Pronomina komparatif tersebut membandingkan dua hal yang
memiliki kesamaan yaitu hati tokoh yang bernama Wisnu yang sama dengan
orang yang lagi patah hati.
Kemudian data (326) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(326a) Nanging ati iki persis wong lagi patah hati wae.
‘Tetapi hati ini persis orang lagi patah hati saja.’
(326b) Seeepiii banget.
‘Seeepiii sekali.’
Kemudian data (326a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(326c) Nanging ati iki Ø wong lagi patah hati wae.
‘Tetapi hati ini Ø orang lagi patah hati saja.’
Hasil analisis data (326c) dengan teknik lesap, ternyata pronomina
komparatif persis ‘persis’ dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak
berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap
dan kurang jelas.
Data (326a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina
komparatif persis ‘persis’, menjadi sebagai berikut.
(326d) Nanging ati iki persis wong lagi patah hati wae.
kaya
‘Tetapi hati ini persis orang lagi patah hati saja.’
seperti
Dari data (326d) di atas, pronomina komparatif persis ’persis’ ternyata
dapat digantikan dengan pronomina kaya ‘seperti’. Karena pronomina kaya
‘seperti’ termasuk ragam ngoko.
78
Data mengenai pronomina komparatif dapat dilihat pada lampiran data
nomor 317 sampai 326.
b. Penyulihan (Substitusi)
Substitusi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa
penggantian satuan lingual tertentu, dengan satuan lingual lain dalam wacana
untuk memperoleh unsur pembeda. Substitusi dibedakan menjadi empat yaitu
substitusi nominal, verbal, frasal, dan substitusi klausal. Dalam penelitian ini
ditemukan dua macam substitusi yaitu substitusi frasal dan substitusi klausal.
1) Substitusi Frasal
Penanda substitusi frasal yang ditemukan dalam penelitian ini adalah Mas
Nanang dan Mas Handoyo yang bersubstitusi dengan frasa loro-lorone ‘dua-
duanya’, frasa durung kagungan pacar ‘belum punya pacar’ yang bersubstitusi
dengan jomblo ‘jomblo’, Rita dan Aldo yang bersubstitusi dengan frasa loro-
lorone ‘dua-duanya’, dan Puput yang bersubstitusi dengan frasa bocah ireng
manis kuwi ‘anak hitam manis itu’. Berikut ini penjelasannya.
(327) Wong lanang loro mau jebule Mas Nanang karo Mas Handoyo. Loro-
lorone mesem nalika weruh aku lan Mbak Anti, [...] (MK/H62/P23).
Dua pemuda itu ternyata Mas Nanang dan Mas Handoyo. Dua-
duanya tersenyum ketika tahu aku dan Mbak Anti, [...]
Pada data (327) menunjukkan substitusi frasal. Tampak pada data tersebut
adanya penggantian satuan lingual antara Mas Nanang dan Mas Handoyo
dengan satuan lingual lain yang berkategori frasa yaitu loro-lorone ‘dua-duanya’.
Mas Nanang dan Mas Handoyo merupakan unsur terganti sedangkan frasa loro-
lorone ‘dua-duanya’ merupakan unsur pengganti.
Kemudian data (327) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
79
(327a) Wong lanang loro mau jebule Mas Nanang karo Mas Handoyo
‘Dua pemuda itu ternyata Mas Nanang dan Mas Handoyo.’
(327b) Loro-lorone mesem nalika weruh aku lan Mbak Anti, [...]
‘Dua-duanya tersenyum ketika tahu aku dan Mbak Anti,’ [...]
Kemudian data (327a) dan data (327b) diuji dengan teknik lesap akan
menjadi berikut.
(327c) Wong lanang loro mau jebule Ø karo Ø.
‘Dua pemuda itu ternyata Ø dan Ø’
(327d) Ø mesem nalika weruh aku lan Mbak Anti, [...]
‘Ø tersenyum ketika tahu aku dan Mbak Anti,’ [...]
Hasil analisis data (327c) dan data (327d) dengan teknik lesap ternyata
dapat dinyatakan bahwa wacana tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima.
Oleh karena itu, kedua kata verbal tersebut wajib hadir dalam wacana supaya
informasinya jelas. Dengan demikian, kadar keintian kohesi tersebut sangat tinggi.
Data ini menampilkan adanya substitusi, maka dalam analisis ini dipandang tidak
perlu diuji dengan teknik ganti, karena unsur pengganti dan unsur yang terganti
sudah dicantumkan.
Data lain yang merupakan substitusi frasal adalah sebagai berikut.
(331) Ah, iki uga lagu senengane Puput. Bocah ireng manis kuwi saiki wis
ora tau anguk-anguk ana walike kaca ruang penyiar maneh, [...]
(SBIMK/H201/P72).
Ah, ini juga lagu kesukaan Puput. Anak hitam manis itu sekarang sudah
tidak pernah melihat-lihat di balik kaca ruang penyiar lagi, [...]
Pada data (331) menunjukkan substitusi frasal. Tampak pada data tersebut
adanya penggantian satuan lingual antara Puput dengan satuan lingual lain yang
berkategori frasa yaitu bocah ireng manis kuwi ‘anak hitam manis itu’. Puput
merupakan unsur terganti sedangkan frasa bocah ireng manis kuwi ‘anak hitam
manis itu’ merupakan unsur pengganti.
80
Kemudian data (331) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(331a) Ah,
‘Ah,’
(331b) iki uga lagu senengane Puput.
‘ini juga lagu lagu kesukaannya Puput.’
(331c) Bocah ireng manis kuwi saiki wis ora tau anguk-anguk ana walike
kaca ruang penyiar maneh, [...]
‘Anak hitam manis itu sekarang sudah tidak pernah melihat-lihat di
balik kaca ruang penyiar lagi, [...]’
Kemudian data (331b) dan data (331c) diuji dengan teknik lesap akan
menjadi berikut.
(331d) iki uga lagu senengane Ø.
‘ini juga lagu lagu kesukaannya Ø.’
(331e) Ø saiki wis ora tau anguk-anguk ana walike kaca ruang penyiar
maneh, [...]
‘Ø sekarang sudah tidak pernah melihat-lihat di balik kaca ruang
penyiar lagi,’ [...]
Hasil analisis data (331d) dan data (331e) dengan teknik lesap ternyata
dapat dinyatakan bahwa wacana tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima.
Oleh karena itu, kedua kata verbal tersebut wajib hadir dalam wacana supaya
informasinya jelas. Dengan demikian, kadar keintian kohesi tersebut sangat tinggi.
Data ini menampilkan adanya substitusi, maka dalam analisis ini dipandang tidak
perlu diuji dengan teknik ganti, karena unsur pengganti dan unsur yang terganti
sudah dicantumkan.
Data mengenai substitusi frasal dapat dilihat pada lampiran data nomor
327 sampai 331.
2) Substitusi Klausal
Penanda substitusi klausal yang ditemukan dalam penelitian ini adalah
klausa aku ora bisa pisah karo sliramu... Sasuwene iki dak coba, aku saya
81
tresna... ‘aku tidak bisa pisah dengan dirimu... Selama ini kucoba, aku semakin
sayang...’ yang bersubstitusi dengan satuan lingual ngono ‘begitu’ dan klausa
sajake yen basa ki malih kaya ngadhepi wong liya ‘agaknya jika berbahasa itu
malah seperti menghadapi orang lain’ yang bersubstitusi dengan satuan lingual
ngono ‘begitu’. Berikut ini penjelasannya.
(332) “Wis ta... mengalir wae kaya iline banyu... aku ora bisa pisah karo
sliramu... Sasuwene iki dak coba, aku saya tresna...”
(IAKA/H186/P72).
“Aku ya ngono, Ang...” (IAKA/H186/P73).
‘Sudahlah... mengalir saja seperti aliran air... aku tidak bisa pisah
dengan dirimu... Selama ini kucoba, aku semakin sayang...’
‘Aku juga begitu, Ang...’
Pada data (332) menunjukkan substitusi klausal. Tampak pada data
tersebut adanya penggantian satuan lingual berupa klausa aku ora bisa pisah karo
sliramu... Sasuwene iki dak coba, aku saya tresna... ‘aku tidak bisa pisah dengan
dirimu... Selama ini kucoba, aku semakin sayang...’ dengan satuan lingual lain
yaitu kata ngono ‘begitu’.
Kemudian data (332) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(332a) “Wis ta...
‘Sudahlah...’
(332b) mengalir wae kaya iline banyu...
‘mengalir saja seperti aliran air...’
(332c) aku ora bisa pisah karo sliramu...
‘aku tidak bisa pisah dengan dirimu...’
(332d) Sasuwene iki dak coba, aku saya tresna...”
‘Selama ini kucoba, aku semakin sayang...’
(332e) “Aku ya ngono, Ang...
‘Aku juga begitu, Ang...’
Kemudian data (332c), data (332d), dan data (332e) diuji dengan teknik
lesap akan menjadi berikut.
82
(332f) Ø...
‘Ø...’
(332g) Ø...
‘Ø...’
(332h) Aku ya Ø, Ang...
‘Aku juga Ø, Ang...’
Hasil analisis data (332f), data (332g), dan data (332h) dengan teknik lesap
ternyata dapat dinyatakan bahwa wacana tersebut tidak gramatikal dan tidak
berterima. Oleh karena itu, substitusi klausal tersebut wajib hadir dalam wacana
supaya informasinya jelas. Dengan demikian, kadar keintian kohesi tersebut
tinggi. Data ini menampilkan adanya substitusi, maka dalam analisis ini
dipandang tidak perlu diuji dengan teknik ganti, karena unsur pengganti dan unsur
yang terganti sudah dicantumkan.
Data lain yang merupakan substitusi klausal adalah sebagai berikut.
(333) Pancen bener apa sing dingendikake Mas Nang. Sajake yen basa ki
malih kaya ngadhepi wong liya. (MK/H65/P41).
“Yen kersane Mas Nang ngono, aku setuju,” (MK/H65/P42).
‘Memang benar apa yang diucapkan Mas Nang. Agaknya jika
berbahasa itu malah seperti mengadapi orang lain.
Jika memang inginnya Mas Nang begitu, aku setuju,’
Pada data (333) menunjukkan substitusi klausal. Tampak pada data
tersebut adanya penggantian satuan lingual berupa klausa sajake yen basa ki
malih kaya ngadhepi wong liya ‘agaknya jika berbahasa itu malah seperti
mengadapi orang lain’ dengan satuan lingual lain yaitu kata ngono ‘begitu’.
Kemudian data (333) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(333a) Pancen bener apa sing dingendikake Mas Nang.
‘Memang benar apa yang diucapkan Mas Nang.’
(333b) Sajake yen basa ki malih kaya ngadhepi wong liya.
‘Agaknya jika berbahasa itu malah seperti mengadapi orang lain.’
83
(333c) “Yen kersane Mas Nang ngono,
‘Jika memang inginnya Mas Nang begitu,’
(333d) aku setuju,”
‘aku setuju,’
Kemudian data (333b) dan data (333c) diuji dengan teknik lesap akan
menjadi berikut.
(333e) Ø.
‘Ø’
(333f) Yen kersane Mas Nang Ø,
‘Jika memang inginnya Mas Nang Ø,’
Hasil analisis data (333e) dan data (333f) dengan teknik lesap ternyata
dapat dinyatakan bahwa wacana tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima.
Oleh karena itu, substitusi klausal tersebut wajib hadir dalam wacana supaya
informasinya jelas. Dengan demikian, kadar keintian kohesi tersebut tinggi. Data
ini menampilkan adanya substitusi, maka dalam analisis ini dipandang tidak perlu
diuji dengan teknik ganti, karena unsur pengganti dan unsur yang terganti sudah
dicantumkan.
c. Pelesapan (Elipsis)
Pelesapan yaitu salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa
penghilangan atau pelesapan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan
sebelumnya. Unsur yang dilesapkan itu dapat berupa kata, frasa, klausa, atau
kalimat. Penanda pelesapan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah pelesapan
satuan lingual Mbak Anti, pelesapan satuan lingual sopir kuwi ‘sopir itu’,
pelesapan satuan lingual pak sopir mau ‘pak sopir tadi’, pelesapan satuan lingual
Anggara, dan pelesapan satuan lingual bocah kuwi ‘anak itu’. Berikut ini
penjelasannya.
84
(334) Daksawang-sawang, jebule Mbak Anti ki ya ayu tenan. Pipine sing
alus mung kepoles wedhak Viva bungkusan plastik rega seketan. Alise
asli kandel mlengkung apik. Njur idepe sing uga ketel sajak dhemenake.
Saupama lambene sing tipis iku dipoles lipstik mungkin tambah
dhemenake. (MK/H59/P6).
‘Kupandang-pandang, ternyata Mbak Anti itu memang cantik sekali.
Pipinya yang halus hanya terpoles bedak Viva bungkus plastik seharga
limapuluh ribuan. Alisnya asli tebal melengkung indah. Lalu bulu
matanya yang juga tebal agaknya menawan. Seumpama bibirnya yang
tipis itu dipoles dengan lipstik mungkin semakin menawan.’
Pada data (334) terdapat satuan lingual yang dilesapkan yaitu satuan
lingual Mbak Anti yang dilesapkan sebelum klausa sing alus mung kepoles
wedhak Viva bungkusan plastik rega seketan ‘yang halus hanya terpoles bedak
Viva bungkus plastik seharga limapuluh ribuan’, sebelum klausa asli kandel
mlengkung apik ‘asli tebal melengkung indah’, sebelum klausa sing uga ketel
sajak dhemenake ‘yang juga tebal agaknya menawan’, dan sebelum klausa sing
tipis iku dipoles lipstik mungkin tambah dhemenake ‘yang tipis itu dipoles dengan
lipstik mungkin semakin menawan’. Pelesapan ini dibutuhkan demi efektivitas
kalimat, kepraktisan dan efisiensi bahasa, maka pada data (334) dilakukan
pelesapan dan apabila kata tersebut tidak dilesapkan justru akan menghasilkan
kalimat yang tidak efektif.
Kemudian data (334) akan dibagi menjadi dua bentuk yaitu bentuk yang
dilesapkan dan bentuk utuhnya. Adapun bentuk data tersebut dapat dilihat berikut
ini.
(334a) Daksawang-sawang, jebule Mbak Anti ki ya ayu tenan. Pipine Ø sing
alus mung kepoles wedhak Viva bungkusan plastik rega seketan. Alise Ø
asli kandel mlengkung apik. Njur idepe Ø sing uga ketel sajak
dhemenake. Saupama lambene Ø sing tipis iku dipoles lipstik mungkin
tambah dhemenake.
‘Kupandang-pandang, ternyata Mbak Anti itu memang cantik sekali.
Pipinya Ø yang halus hanya terpoles bedak Viva bungkus plastik seharga
limapuluh ribuan. Alisnya Ø asli tebal melengkung indah. Lalu bulu
85
matanya Ø yang juga tebal agaknya menawan. Seumpama bibirnya Ø
yang tipis itu dipoles dengan lipstik mungkin semakin menawan.’
(334b) Daksawang-sawang, jebule Mbak Anti ki ya ayu tenan. Pipine Mbak
Anti sing alus mung kepoles wedhak Viva bungkusan plastik rega
seketan. Alise Mbak Anti asli kandel mlengkung apik. Njur idepe Mbak
Anti sing uga ketel sajak dhemenake. Saupama lambene Mbak Anti sing
tipis iku dipoles lipstik mungkin tambah dhemenake.
‘Kupandang-pandang, ternyata Mbak Anti itu memang cantik sekali.
Pipinya Mbak Anti yang halus hanya terpoles bedak Viva bungkus
plastik seharga limapuluh ribuan. Alisnya Mbak Anti asli tebal
melengkung indah. Lalu bulu matanya Mbak Anti yang juga tebal
agaknya menawan. Seumpama bibirnya Mbak Anti yang tipis itu dipoles
dengan lipstik mungkin semakin menawan.’
Pada data (334a) terjadi peristiwa pelesapan, sehingga kalimat menjadi
efektif, efisien, dan wacana menjadi lebih padu dan praktis. Sedangkan pada data
(334b) dari segi informasi lebih jelas tetapi kurang efektif karena terlalu banyak
mengulang satuan lingual Mbak Anti.
Data lain yang merupakan elipsis adalah sebagai berikut.
(335) Sawise iwut karepe dhewe, sopir kuwi banjur ngadhepi Dewi maneh.
Isih grapyak, ora rumangsa babar pisan yen disrengeni.
(PSAD/H129/P9).
‘Sesudah sibuk sendiri, sopir itu lalu menghadapi Dewi lagi. Masih
ramah, tidak merasa sama sekali jika dimarahi.’
Pada data (335) terdapat satuan lingual yang dilesapkan yaitu frasa sopir
kuwi ‘sopir itu’ yang dilesapkan sebelum frasa isih grapyak ‘masih ramah’ dan
sebelum klausa ora rumangsa babar pisan yen disrengeni ‘tidak merasa sama
sekali jika dimarahi’. Pelesapan ini dibutuhkan demi efektivitas kalimat,
kepraktisan dan efisiensi bahasa, maka pada data (335) dilakukan pelesapan dan
apabila kata tersebut tidak dilesapkan justru akan menghasilkan kalimat yang
tidak efektif.
86
Kemudian data (335) akan dibagi menjadi dua bentuk yaitu bentuk yang
dilesapkan dan bentuk utuhnya. Adapun bentuk data tersebut dapat dilihat berikut
ini.
(335a) Sawise iwut karepe dhewe, sopir kuwi banjur ngadhepi Dewi maneh.
Ø Isih grapyak, Ø ora rumangsa babar pisan yen disrengeni.
‘Sesudah sibuk sendiri, sopir itu lalu menghadapi Dewi lagi. Ø Masih
ramah, Ø tidak merasa sama sekali jika dimarahi.’
(335b) Sawise iwut karepe dhewe, sopir kuwi banjur ngadhepi Dewi maneh.
Sopir kuwi isih grapyak, sopir kuwi ora rumangsa babar pisan yen
disrengeni.
‘Sesudah sibuk sendiri, sopir itu lalu menghadapi Dewi lagi. Sopir itu
masih ramah, sopir itu tidak merasa sama sekali jika dimarahi.’
Pada data (335a) terjadi peristiwa pelesapan, sehingga kalimat menjadi
efektif, efisien, dan wacana menjadi lebih padu dan praktis. Sedangkan pada data
(335b) dari segi informasi lebih jelas tetapi kurang efektif karena terlalu banyak
mengulang frasa sopir kuwi ‘sopir itu’.
Data mengenai elipsis dapat dilihat pada lampiran data nomor 334 sampai
339.
d. Perangkaian (Konjungsi)
Konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan
dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam
wacana untuk menimbulkan pertalian semantik antarunsur yang dihubungkan.
Dengan kata lain, konjungsi yaitu hubungan bentuk yang ditandai dengan kata
sambung di antara dua kata, frasa, klausa, atau paragraf. Berikut ini penjelasan
data yang berupa konjungsi dalam wacana Antologi Cerkak “Puber Kedua” karya
Ary Nurdiana.
87
1) Konjungsi Sebab-Akibat (Kausalitas)
Konjungsi sebab-akibat (kausalitas) adalah konjungsi yang menerangkan
hubungan sebab-akibat (hubungan kausalitas) antara dua proposisi yang
dihubungkan tersebut. Penanda konjungsi sebab-akibat yang ditemukan dalam
penelitian ini adalah merga ‘karena’, jalaran ‘sebab’, marga ‘karena’, dan
amarga ‘karena’. Berikut ini penjelasannya.
(344) Mesthi wae aku gragapan merga wis kadhung kesengsem marang
bocah manis kuwi. Atiku dadi aras-arasen arep maca kartu-kartu,
pilihan pendengar. (SBIMK/H190/P6).
‘Pastinya aku gelagapan karena sudah telanjur terpikat dengan anak
manis itu. Hatiku jadi malas untuk membaca kartu-kartu, pilihan
pendengar.’
Pada data (344) menunjukkan konjungsi kausalitas yaitu pada kata merga
‘karena’. Konjungsi tersebut menyatakan hubungan sebab-akibat antara mesthi
wae aku gragapan ‘pastinya aku gelagapan’ sebagai akibat dengan wis kadhung
kesengsem marang bocah manis kuwi ‘sudah telanjur terpikat dengan anak manis
itu’ sebagai akibatnya.
Kemudian data (344) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(344a) Mesthi wae aku gragapan merga wis kadhung kesengsem marang
bocah manis kuwi.
‘Pastinya aku gelagapan karena sudah telanjur terpikat dengan anak
manis itu.’
(344b) Atiku dadi aras-arasen arep maca kartu-kartu,
‘Hatiku jadi malas untuk membaca kartu-kartu,’
(344c) pilihan pendengar.
‘pilihan pendengar.’
Kemudian data (344a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(344d) Mesthi wae aku gragapan Ø wis kadhung kesengsem marang bocah
manis kuwi.
88
‘Pastinya aku gelagapan Ø sudah telanjur terpikat dengan anak manis
itu.’
Hasil analisis data (344d) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi sebab-
akibat merga ‘karena’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak
berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap
dan kurang jelas.
Data (344a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi sebab-
akibat merga ‘karena’, menjadi sebagai berikut.
(344e) Mesthi wae aku gragapan merga wis kadhung kesengsem
jalaran
marang bocah manis kuwi.
‘Pastinya aku gelagapan karena sudah telanjur terpikat
sebab
dengan anak manis itu.’
Dari data (344e) di atas, ternyata konjungsi sebab ‘sebab’ dapat
menggantikan konjungsi jalaran ‘sebab’ tanpa mengubah makna wacana tersebut.
Data lain yang merupakan konjungsi sebab-akibat adalah sebagai berikut.
(347) Awakmu ngerti ta, ibu gerah jantung, aja nganti keputusanku
ndadekake jalaran sedane ibu. (IAKA/H183/P40).
‘Dirimu mengerti kan, ibu sakit jantung, jangan sampai keputusanku
menjadikan sebab meninggalnya ibu.’
Pada data (347) menunjukkan konjungsi kausalitas yaitu pada kata jalaran
‘sebab’. Konjungsi tersebut menyatakan hubungan sebab-akibat antara aja nganti
keputusanku ‘jangan sampai keputusanku’ sebagai sebab dengan sedane ibu
‘meninggalnya ibu’ sebagai akibatnya.
Kemudian data (347) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
89
(347a) Awakmu ngerti ta,
‘Dirimu mengerti kan,’
(347b) ibu gerah jantung,
‘ibu sakit jantung,’
(347c) aja nganti keputusanku ndadekake jalaran sedane ibu.
‘jangan sampai keputusanku menjadikan sebab meninggalnya ibu.’
Kemudian data (347c) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(347d) aja nganti keputusanku ndadekake Ø sedane ibu.
‘jangan sampai keputusanku menjadikan Ø meninggalnya ibu.’
Hasil analisis data (347d) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi sebab-
akibat jalaran ‘sebab’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak
berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap
dan kurang jelas.
Data (347c) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi sebab-
akibat jalaran ‘sebab’, menjadi sebagai berikut.
(347e) aja nganti keputusanku ndadekake jalaran sedane ibu
sebab
‘jangan sampai keputusanku menjadikan sebab meninggalnya ibu.’
sebab
Dari data (347e) di atas, ternyata konjungsi sebab ‘sebab’ dapat
menggantikan konjungsi jalaran ‘sebab’ tanpa mengubah makna wacana tersebut.
Data mengenai konjungsi sebab-akibat dapat dilihat pada lampiran data
nomor 340 sampai 348.
2) Konjungsi Pertentangan
Konjungsi pertentangan adalah konjungsi yang menyambungkan dua
klausa yang menyatakan makna kontra atau bertentangan antarunsur. Penanda
konjungsi pertentangan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah ning ‘tetapi’
dan nanging ‘tetapi’. Berikut ini penjelasannya.
90
(356) “Ya, ning aja lali rokoke lho...” (SBIMK/H190/P8).
‘Ya, tapi jangan lupa rokoknya lho...’
Pada data (356) menunjukkan konjungsi pertentangan yaitu pada kata ning
‘tapi’. Konjungsi tersebut berfungsi untuk menghubungkan kata ya ‘ya’ yang
bertentangan dengan klausa aja lali rokoke lho ‘jangan lupa rokoknya lho...’
Kemudian data (356) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(356a) “Ya,
‘Ya,’
(356b) ning aja lali rokoke lho...”
‘tapi jangan lupa rokoknya lho...’
Kemudian data (356b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(356c) Ø aja lali rokoke lho...”
‘Ø jangan lupa rokonya lho...’
Hasil analisis data (356c) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi
pertentangan ning ‘tapi’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan
tidak berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak
lengkap dan kurang jelas.
Data (356b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi
pertentangan ning ‘tapi’, menjadi sebagai berikut.
(356d) ning aja lali rokoke lho...”
nanging
‘tapi jangan lupa rokoknya lho...’
tetapi
Dari data (356e) di atas, ternyata konjungsi ning ‘tapi’ dapat digantikan
dengan konjungsi nanging ‘tetapi’ karena secara semantis tidak mengubah makna
dan masih berterima.
91
Data lain yang merupakan konjungsi pertentangan adalah sebagai berikut.
(357) Ah... gak salah maneh iki Retno, bocahe katon rada susut awake,
nanging tambah ayu. (SBIMK/H201/P73).
‘Ah... tidak salah lagi ini Retno, dia terlihat agak kurus, tetapi tambah
cantik.’
Pada data (357) menunjukkan konjungsi pertentangan yaitu pada kata
nanging ‘tetapi’. Konjungsi tersebut berfungsi untuk menghubungkan klausa
bocahe katon rada susut awake ‘dia terlihat agak kurus’ yang bertentangan
dengan frasa tambah ayu ‘tambah cantik’.
Kemudian data (357) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(357a) Ah... gak salah maneh iki Retno,
‘Ah... tidak salah lagi ini Retno.’
(357b) bocahe katon rada susut awake,
‘dia terlihat agak kurus,’
(357c) nanging tambah ayu.
‘tetapi tambah cantik.’
Kemudian data (357c) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(357d) Ø tambah ayu.
‘Ø tambah cantik.’
Hasil analisis data (357d) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi
pertentangan nanging ‘tapi’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan
tidak berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak
lengkap dan kurang jelas.
Data (357c) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi
pertentangan nanging ‘tetapi’, menjadi sebagai berikut.
(357e) nanging tambah ayu.
ning
92
‘tetapi tambah cantik.’
tapi
Dari data (357e) di atas, ternyata konjungsi nanging ‘tetapi’ dapat
digantikan dengan konjungsi ning ‘tetapi’ karena secara semantis tidak mengubah
makna dan masih berterima.
Data mengenai konjungsi pertentangan dapat dilihat pada lampiran data
nomor 349 sampai 357.
3) Konjungsi Kelebihan (Eksesif)
Konjungsi kelebihan (eksesif) ditandai dengan adanya makna perangkaian
kata malah ‘malah’. Penanda konjungsi kelebihan yang ditemukan dalam
penelitian ini adalah malah ‘malah’. Berikut ini penjelasannya.
(359) Ora memba-memba wong liya, malah wis kaya putrane dhewe karo
sing duwe omah. (PSAD/H58/P2).
‘Tidak seperti orang lain, malah sudah seperti anak sendiri oleh yang
punya rumah.’
Pada data (359) menunjukkan konjungsi kelebihan yaitu pada kata malah
‘malah’. Konjungsi tersebut berfungsi untuk menghubungkan klausa ora memba-
memba wong liya ‘tidak seperti orang lain’ dengan klausa yang mengandung kata
malah ‘malah’ itu sendiri, yaitu malah wis kaya putrane dhewe karo sing duwe
omah ‘malah sudah seperti anak sendiri oleh yang punya rumah’.
Kemudian data (359) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(359a) Ora memba-memba wong liya,
‘Tidak seperti orang lain,’
(359b) malah wis kaya putrane dhewe karo sing duwe omah.
‘malah sudah seperti anak sendiri oleh yang punya rumah.’
Kemudian data (359b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(359c) Ø wis kaya putrane dhewe karo sing duwe omah.
93
‘Ø sudah seperti anak sendiri oleh yang punya rumah.’
Hasil analisis data (359c) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi
kelebihan malah ‘malah’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan
tidak berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak
lengkap dan kurang jelas.
Data (359b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi
kelebihan malah ‘malah’, menjadi sebagai berikut.
(359d) malah wis kaya putrane dhewe karo sing duwe omah.
*sabubare
‘malah sudah seperti anak sendiri oleh yang punya rumah.’
*sesudah
Dari data (359d) di atas, ternyata konjungsi malah ‘malah’ tidak dapat
digantikan dengan konjungsi sabubare ‘sesudah’ karena konteks kalimatnya
berbeda yaitu menggunakan konjungsi kelebihan bukan konjungsi temporal.
Data lain yang merupakan konjungsi kelebihan adalah sebagai berikut.
(360) Lah, kabeh kok malah bubrah ngene? (SBIMK/H196/P49).
‘Lah, mengapa semua malah hancur begini?’
Pada data (360) menunjukkan konjungsi kelebihan yaitu pada kata malah
‘malah’. Konjungsi tersebut berfungsi untuk menghubungkan kabeh kok
‘mengapa semua’ dengan klausa yang mengandung kata malah ‘malah’ itu
sendiri, yaitu malah bubrah ngene? ‘malah hancur begini?’.
Kemudian data (360) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(360a) Lah,
‘Lah,’
(360b) kabeh kok malah bubrah ngene?
‘mengapa semua malah hancur begini?’
Kemudian data (360b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
94
(360c) kabeh kok Ø bubrah ngene?
‘mengapa semua Ø hancur begini?’
Hasil analisis data (360c) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi
kelebihan malah ‘malah’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan
tidak berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak
lengkap dan kurang jelas.
Data (360b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi
kelebihan malah ‘malah’, menjadi sebagai berikut.
(360d) kabeh kok malah bubrah ngene?
*sawise
‘mengapa semua malah hancur begini?’
*setelah
Dari data (360d) di atas, ternyata konjungsi malah ‘malah’ tidak dapat
digantikan dengan konjungsi sawise ‘setelah’ karena konteks kalimatnya berbeda
yaitu menggunakan konjungsi kelebihan bukan konjungsi temporal.
Data mengenai konjungsi kelebihan dapat dilihat pada lampiran data
nomor 358 sampai 360.
4) Konjungsi Konsesif
Konjungsi konsesif adalah suatu konjungsi yang menghubungkan secara
konsesif dalam sebuah kalimat, biasanya ditandai dengan kata senadyan
‘meskipun’ dan nadyan ‘meski’. Penanda konjungsi konsesif yang ditemukan
dalam penelitian ini adalah nadyan ‘meski’. Berikut ini penjelasannya.
(361) Mbak Anti mbengok nalika aku tetep mlaku ndhisiki setengah mlayu
nadyan ora pati banter... (MK/H62/P22).
‘Mbak Anti berteriak ketika aku tetap berjalan mendahului setengah
berlari meski tidak begitu cepat...
95
Pada data (361) menunjukkan konjungsi konsesif yaitu pada kata nadyan
‘meski’ yang menghubungkan secara konsesif, sehingga data di atas menerangkan
bahwa tokoh aku yang berjalan setengah berlari meski tidak begitu cepat.
Kemudian data (361) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(361a) Mbak Anti mbengok
‘Mbak Anti berteriak’
(361b) nalika aku
‘ketika aku’
(361c) tetep mlaku ndhisiki setengah mlayu nadyan ora pati banter...
‘tetap berjalan mendahului setengah berlari meski tidak begitu cepat...’
Kemudian data (361c) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(361d) tetep mlaku ndhisiki setengah mlayu Ø ora pati banter...
‘tetap berjalan mendahului setengah berlari Ø tidak begitu cepat...’
Hasil analisis data (361d) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi konsesif
nadyan ‘meski’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak
berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap
dan kurang jelas.
Data (361c) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi konsesif
nadyan ‘meski’, menjadi sebagai berikut.
(361e) tetep mlaku ndhisiki setengah mlayu nadyan
senadyan
ora pati banter...
‘tetap berjalan mendahului setengah berlari meski
meskipun
tidak begitu cepat...’
96
Dari data (361e) di atas, ternyata konjungsi nadyan ‘meski’ dapat
digantikan dengan konjungsi senadyan ‘meskipun’ karena kata senadyan
‘meskipun’ dan kata nadyan ‘meski’ masih dalam tataran yang sama yaitu ngoko.
5) Konjungsi Tujuan
Konjungsi tujuan adalah konjungsi yang menyatakan makna tujuan dalam
sebuah kalimat. Konjungsi tujuan biasanya ditandai dengan kata supaya/supados
‘supaya’ dan amrih ‘agar’. Penanda konjungsi tujuan yang ditemukan dalam
penelitian ini adalah amrih ‘agar’. Berikut ini penjelasannya.
(362) “Aku wegah dadi anak durhaka... nanging aku uga isih sayang
awakmu. Mula aku butuh wektu kanggo golek dalan amrih kabeh bisa
dadi apik...” (IAKA/H183/P40).
‘Aku tidak mau menjadi anak durhaka... tetapi aku juga masih sayang
dirimu. Maka aku butuh waktu untuk mencari jalan agar semua bisa
menjadi baik...’
Pada data (362) menunjukkan konjungsi tujuan yaitu pada kata amrih
‘agar’. Kata amrih ‘agar’ menghubungkan makna tujuan yaitu supaya tokoh aku
bisa mencapai jalan agar semua bisa menjadi baik.
Kemudian data (362) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(362a) “Aku wegah dadi anak durhaka...
‘Aku tidak mau menjadi anak durhaka...’
(362b) nanging aku uga isih sayang awakmu.
‘tetapi aku juga masih sayang dirimu.’
(362c) Mula aku butuh wektu
‘Maka aku butuh waktu’
(362d) kanggo golek dalan amrih kabeh bisa dadi apik...”
‘untuk mencari jalan agar semua bisa menjadi baik...’
Kemudian data (362d) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(362e) kanggo golek dalan Ø kabeh bisa dadi apik...”
‘untuk mencari jalan Ø semua bisa menjadi baik...’
97
Hasil analisis data (362e) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi tujuan
amrih ‘agar’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak
berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap
dan kurang jelas.
Data (362d) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi tujuan
amrih ‘agar’, menjadi sebagai berikut.
(362f) kanggo golek dalan amrih kabeh bisa dadi apik...”
supaya
‘untuk mencari jalan agar semua bisa menjadi baik...’
supaya
Dari data (362f) di atas, ternyata konjungsi amrih ‘agar’ dapat digantikan
dengan konjungsi supaya ‘supaya’ karena kata amrih ‘agar’ dan kata supaya
‘supaya’ masih dalam tataran yang sama yaitu ngoko.
6) Konjungsi Penambahan (Aditif)
Konjungsi penambahan (aditif) ditandai dengan adanya makna
perangkaian lan ‘dan’, ugi/uga ‘juga’, dan sarta ‘serta’. Penanda konjungsi
penambahan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah uga ‘dan’ dan lan ‘juga’.
Berikut ini penjelasannya.
(363) Dheweke mesam-mesem karo nglirik Mas Nang sing uga mesam-
mesem. Dhuh! Aku rumangsa isin yen kaya mengkene. (MK/H69/P69).
‘Dia senyam-senyum sambil melirik Mas Nang yang juga senyam-
senyum. Duh! Aku merasa malu jika seperti ini.’
Pada data (363) menunjukkan konjungsi aditif yaitu pada kata uga ‘juga’
yaitu untuk menghubungkan antara dheweke mesam-mesem karo nglirik Mas
Nang ‘dia senyam-senyum sambil melirik Mas Nang’ dengan mesam-mesem
‘senyam-senyum’.
98
Kemudian data (363) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(363a) Dheweke mesam-mesem
‘Dia senyam-senyum’
(363b) karo nglirik Mas Nang sing uga mesam-mesem.
‘sambil melirik Mas Nang yang juga senyam-senyum.’
(363c) Dhuh! Aku rumangsa isin yen kaya mengkene.
‘Duh! Aku merasa malu jika seperti ini.’
Kemudian data (363b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(363d) karo nglirik Mas Nang sing Ø mesam-mesem.
‘sambil melirik Mas Nang yang Ø senyam-senyum.’
Hasil analisis data (363d) dengan teknik lesap, ternyata wacana di atas
masih gramatikal dan berterima. Meskipun konjungsi aditif uga ‘juga’ dilesapkan,
informasi kalimat tetap jelas dan padu karena informasi yang diterima oleh
pembaca masih lengkap dan jelas. Dengan demikian, kadar keintian konjungsi
aditif uga ‘juga’ pada data tersebut rendah.
Data (363b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi aditif
uga ‘juga’, menjadi sebagai berikut.
(363e) karo nglirik Mas Nang sing uga mesam-mesem.
sok
‘sambil melirik Mas Nang yang juga senyam-senyum.’
juga
Dari data (363e) di atas, ternyata konjungsi uga ‘juga’ dapat digantikan
dengan konjungsi sok ‘juga’ karena konjungsi tersebut masih dalam tataran yang
sama yaitu ngoko.
Data lain yang merupakan konjungsi aditif adalah sebagai berikut.
(366) Dewi njur nimpal reseg lan nutugake olehe resik-resik omah karo
kanca kost sing cacahe papat kuwi. (PSAD/H129-130/P13).
99
‘Dewi lalu mengumpulkan kotoran dan menyelesaikan bersih-bersih
rumah dengan teman kost yang berjumlah empat itu.’
Pada data (366) menunjukkan konjungsi aditif yaitu pada kata lan ‘dan’
yaitu untuk menghubungkan antara klausa Dewi njur nimpal reseg ‘Dewi lalu
mengumpulkan kotoran’ dengan klausa nutugake olehe resik-resik omah karo
karo kanca kost sing cacahe papat kuwi ‘menyelesaikan bersih-bersih rumah
dengan teman kost yang berjumlah empat itu’.
Kemudian data (366) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(366a) Dewi njur nimpal reseg lan nutugake olehe resik-resik omah
‘Dewi lalu mengumpulkan kotoran dan menyelesaikan bersih-bersih
rumah’
(366b) karo kanca kost sing cacahe papat kuwi.
‘dengan teman kost yang berjumlah empat itu.’
Kemudian data (366a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(366c) Dewi njur nimpal reseg Ø nutugake olehe resik-resik omah”
‘Dewi lalu mengumpulkan kotoran Ø menyelesaikan bersih-bersih
rumah’
Hasil analisis data (366c) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi aditif
lan ‘dan’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima
karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap dan kurang
jelas.
Data (366a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi aditif lan
‘dan’, menjadi sebagai berikut.
(366d) Dewi njur nimpal reseg lan nutugake olehe resik-resik omah
sarta
‘Dewi lalu mengumpulkan kotoran dan menyelesaikan
serta
bersih-bersih rumah’
100
Dari data (366d) di atas, ternyata konjungsi lan ‘dan’ dapat digantikan
dengan konjungsi sarta ‘serta’ karena kata lan ‘dan’ dan kata sarta ‘serta’ karena
masih dalam tataran yang sama yaitu ngoko.
Data mengenai konjungsi penambahan dapat dilihat pada lampiran data
nomor 363 sampai 375.
7) Konjungsi Pilihan (Alternatif)
Konjungsi pilihan (alternatif) merupakan konjungsi yang menyatakan dua
proposisi berurutan yang menunjukkan hubungan pilihan. Penanda konjungsi
pilihan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah utawa ‘atau’. Berikut ini
penjelasannya.
(376) Bocah manis kuwi males sawanganku tanpa wedi utawa isin, antep
banget. (SBIMK/H190-191/P10).
‘Anak manis itu membalas pandanganku tanpa takut atau malu, mantap
sekali.’
Pada data (376) menunjukkan konjungsi alternatif yaitu pada kata utawa
‘atau’ yaitu untuk menghubungkan suatu pilihan antara wedi ‘takut’ dengan isin
‘malu’.
Kemudian data (376) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(376a) Bocah manis kuwi males sawanganku tanpa wedi utawa isin,
‘Anak manis itu membalas pandanganku tanpa takut atau malu,’
(376b) antep banget.
‘mantap sekali.’
Kemudian data (376a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(376c) Bocah manis kuwi males sawanganku tanpa wedi Ø isin,
‘Anak manis itu membalas pandanganku tanpa takut Ø malu,’
101
Hasil analisis data (376c) dengan teknik lesap, ternyata wacana di atas
menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Informasi kalimat menjadi kurang
jelas karena tidak padunya hubungan antarklausa. Oleh karena itu, konjungsi
alternatif utawa ‘atau’ wajib hadir dalam wacana. Dengan demikian, kadar
keintian konjungsi alternatif utawa ‘atau’ pada data tersebut sangat tinggi.
Data (376b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi alternatif
utawa ‘atau’, menjadi sebagai berikut.
(376d) Bocah manis kuwi males sawanganku tanpa wedi utawa isin,
*lan
‘Anak manis itu membalas pandanganku tanpa takut atau malu,’
*dan
Dari data (376d) di atas, ternyata konjungsi utawa ‘atau’ tidak dapat
digantikan dengan konjungsi lan ‘dan’ karena konteks kalimatnya berbeda yaitu
menggunakan konjungsi pilihan bukan konjungsi penambahan.
Data lain yang merupakan konjungsi pilihan adalah sebagai berikut.
(377) Biasane ngeneki ana sing ngewangi aku ngresiki kertas-kertas sing wis
dakwaca. Utawa nyiapake kaset kanggo pilihan pendhengar mengko
sore. (SBIMK/H198/P53).
‘Biasanya gini-gini ada yang membantuku membersihkan kertas-kertas
yang sudah kubaca. Atau menyiapkan kaset untuk pilihan pendengar
nanti sore.’
Pada data (377) menunjukkan konjungsi alternatif yaitu pada kata utawa
‘atau’ yaitu untuk menghubungkan suatu pilihan antara ngresiki kertas-kertas sing
wis dak waca ‘membersihkan kertas-kertas yang sudah kubaca’ dengan nyiapake
kaset kanggo pilihan pendhengar ‘menyiapkan kaset untuk pilihan pendengar’.
Kemudian data (377) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
102
(377a) Biasane ngeneki ana sing ngewangi aku ngresiki kertas-kertas sing
wis dak waca.
‘Biasanya gini-gini ada yang membantuku membersihkan kertas-kertas
yang sudah kubaca.’
(377b) Utawa nyiapake kaset kanggo pilihan pendhengar mengko sore.
‘Atau menyiapkan kaset untuk pilihan pendengar nanti sore.’
Kemudian data (377b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(377c) Ø nyiapake kaset kanggo pilihan pendhengar mengko sore.
‘Ø menyiapkan kaset untuk pilihan pendengar nanti sore.’
Hasil analisis data (377c) dengan teknik lesap, ternyata wacana di atas
menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Informasi kalimat menjadi kurang
jelas karena tidak padunya hubungan antarklausa. Oleh karena itu, konjungsi
alternatif utawa ‘atau’ wajib hadir dalam wacana. Dengan demikian, kadar
keintian konjungsi alternatif utawa ‘atau’ pada data tersebut sangat tinggi.
Data (377b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi alternatif
utawa ‘atau’, menjadi sebagai berikut.
(377d) Utawa nyiapake kaset kanggo pilihan pendhengar mengko sore.
*suwalike
‘Atau menyiapkan kaset untuk pilihan pendengar nanti sore.’
*sebaliknya
Dari data (377d) di atas, ternyata konjungsi utawa ‘atau’ tidak dapat
digantikan dengan konjungsi suwalike ‘sebaliknya’ karena konteks kalimatnya
berbeda yaitu menggunakan konjungsi pilihan bukan konjungsi perlawanan.
8) Konjungsi Harapan (Optatif)
Konjungsi harapan (optatif) merupakan konjungsi yang menyatakan suatu
keinginan atau harapan. Penanda konjungsi harapan yang ditemukan dalam
penelitian ini adalah muga-muga ‘semoga’. Berikut ini penjelasannya.
103
(378) Muga-muga wae aku iso mbedakne lan mbagi kahanan atiku antarane
rasa pribadi karo wektu aku dibutuhake marang bocah-bocah kuwi.
(SBIMK/H193/P25).
‘Semoga saja aku bisa membedakan dan membagi keadaan hatiku
antara rasa pribadi dan waktu aku dibutuhkan oleh anak-anak itu.’
Pada data (378) menunjukkan konjungsi optatif yaitu pada kata muga-
muga ‘semoga’ yang berfungsi menghubungkan suatu keinginan/harapan melalui
kata muga-muga ‘semoga’. Konjungsi ini menyatakan keinginan seorang tokoh
yang bernama Wisnu agar ia bisa membedakan dan membagi waktunya kepada
anak-anak itu.
Kemudian data (378) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(378a) Muga-muga wae aku iso mbedakne lan mbagi kahanan atiku
‘Semoga saja aku bisa membedakan dan membagi keadaan hatiku’
(378b) antarane rasa pribadi karo wektu aku dibutuhake marang bocah-
bocah kuwi.
‘antara rasa pribadi dan waktu aku dibutuhkan oleh anak-anak itu.’
Kemudian data (378a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(378c) Ø wae aku iso mbedakne lan mbagi kahanan atiku
‘Ø saja aku bisa membedakan dan membagi keadaan hatiku’
Hasil analisis data (378c) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi optatif
muga-muga ‘semoga’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak
berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap
dan kurang jelas.
Data (378a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi optatif
muga-muga ‘semoga’, menjadi sebagai berikut.
(378d) Muga-muga wae aku iso mbedakne lan mbagi kahanan atiku
*nadyan
104
‘Semoga saja aku bisa membedakan dan membagi keadaan hatiku’
*meski
Dari data (378d) di atas, ternyata konjungsi muga-muga ‘semoga’ tidak
dapat digantikan dengan konjungsi nadyan ‘meski’ karena konteks kalimatnya
berbeda yaitu menggunakan konjungsi optatif bukan konjungsi konsesif.
Data lain yang merupakan konjungsi harapan adalah sebagai berikut.
(379) Muga-muga panjenengan nemokake kebahagiaan karo Puput, pancen
dheweke luwih enom... (SBIMK/H196/P49).
‘Semoga Anda menemukan kebahagiaan dengan Puput, memang dia
lebih muda...’
Pada data (379) menunjukkan konjungsi optatif yaitu pada kata muga-
muga ‘semoga’ yang berfungsi menghubungkan suatu keinginan/harapan melalui
kata muga-muga ‘semoga’. Konjungsi ini menyatakan keinginan seorang tokoh
yang bernama Retno agar tokoh yang bernama Wisnu bisa menemukan
kebahagiaan dengan Puput.
Kemudian data (379) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(379a) Muga-muga panjenengan nemokake kebahagiaan karo Puput,
‘Semoga Anda menemukan kebahagiaan dengan Puput,’
(379b) pancen dheweke luwih enom...
‘memang dia lebih muda...’
Kemudian data (379a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(379c) Ø panjenengan nemokake kebahagiaan karo Puput,
‘Ø Anda menemukan kebahagiaan dengan Puput,’
Hasil analisis data (379c) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi optatif
muga-muga ‘semoga’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak
berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap
dan kurang jelas.
105
Data (379a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi optatif
muga-muga ‘semoga’, menjadi sebagai berikut.
(379d) Muga-muga panjenengan nemokake kebahagiaan karo Puput,
*kanthi
‘Semoga Anda menemukan kebahagiaan dengan Puput,’
*dengan
Dari data (379d) di atas, ternyata konjungsi muga-muga ‘semoga’ tidak
dapat digantikan dengan konjungsi kanthi ‘dengan’ karena konteks kalimatnya
berbeda yaitu menggunakan konjungsi optatif bukan konjungsi cara.
9) Konjungsi Urutan (Sekuensial)
Konjungsi urutan (sekuensial) merupakan konjungsi yang menyatakan
suatu urutan atau rentetan kejadian. Penanda konjungsi urutan yang ditemukan
dalam penelitian ini adalah terus ‘terus’, banjur ‘lalu’, dan njur ‘lalu’. Berikut ini
penjelasannya.
(381) Karo maneh yen kabeh-kabeh ora gelem mulang ana desa sing kepencil
iki, terus kapan bisane maju desa iki?! (MK/H64/P36).
‘Apa lagi jika semua tidak mau mengajar di desa yang terpencil ini,
terus kapan majunya desa ini?!’
Pada data (381) menunjukkan konjungsi sekuensial yaitu pada kata terus
‘terus’ yang berfungsi menyatakan urutan perkembangan mengenai kemajuan
desa yang terpencil ketika tidak ada yang mau mengajar.
Kemudian data (381) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(381a) Karo maneh yen kabeh-kabeh ora gelem mulang ana desa sing
kepencil iki,
‘Apa lagi jika semua tidak mau mengajar di desa yang terpencil ini,’
(381b) terus kapan bisane maju desa iki?!
‘terus kapan majunya desa ini?!’
106
Kemudian data (381b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(381c) Ø kapan bisane maju desa iki?!
‘Ø terus kapan majunya desa ini?!’
Hasil analisis data (381c) dengan teknik lesap, ternyata wacana di atas
masih gramatikal dan berterima karena tetap menunjukkan makna urutan
perkembangan meskipun konjungsi sekuensial terus ‘terus’ dilesapkan. Sehingga
penanda konjungsi terus ‘terus’ tidak wajib hadir dalam wacana. Dengan
demikian, kadar keintian konjungsi sekuensial terus ‘terus’ pada data tersebut
adalah rendah.
Data (381b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi
sekuensial terus ‘terus’, menjadi sebagai berikut.
(381d) terus kapan bisane maju desa iki?!
banjur
‘terus kapan majunya desa ini?!’
lalu
Dari data (381d) di atas, ternyata konjungsi terus ‘terus’ dapat digantikan
dengan konjungsi banjur ‘lalu’ karena masih dalam tataran yang sama yaitu
ngoko.
Data lain yang merupakan konjungsi sekuensial adalah sebagai berikut.
(399) Ora let suwe Aldo mandheg ana kamar VIP. Swasanane tenang banget,
sajak ora ana sing nunggu. Aldo banjur mlebu. (IAKA/H185-186/P62).
‘Tidak berselang lama Aldo berhenti di kamar VIP. Suasana tenang
sekali, agaknya tidak ada yang menunggu. Aldo lalu masuk.’
Pada data (399) menunjukkan konjungsi sekuensial yaitu pada kata banjur
‘lalu’ yang berfungsi menyatakan urutan dari tokoh yang bernama Aldo yang
berhenti di kamar VIP, lalu kemudian masuk.
107
Kemudian data (399) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(399a) Ora let suwe Aldo mandheg ana kamar VIP.
‘Tidak berselang lama Aldo berhenti di kamar VIP.’
(399b) Swasanane tenang banget,
‘Suasana tenang sekali,’
(399c) Aldo banjur mlebu.
‘Aldo lalu masuk.’
Kemudian data (399c) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(399d) Aldo Ø masuk.
‘Aldo Ø masuk.’
Hasil analisis data (399d) dengan teknik lesap, ternyata wacana di atas
masih gramatikal dan berterima karena tetap menunjukkan makna urutan
meskipun konjungsi sekuensial banjur ‘lalu’ dilesapkan. Sehingga penanda
konjungsi banjur ‘lalu’ tidak wajib hadir dalam wacana. Dengan demikian, kadar
keintian konjungsi sekuensial banjur ‘lalu’ pada data tersebut adalah rendah.
Data (399c) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi
sekuensial banjur ‘lalu’, menjadi sebagai berikut.
(399e) Aldo banjur mlebu.
terus
‘Aldo lalu masuk.’
lalu
Dari data (399e) di atas, ternyata konjungsi banjur ‘lalu’ dapat digantikan
dengan konjungsi terus ‘lalu’ karena masih dalam tataran yang sama yaitu ngoko.
Data mengenai konjungsi urutan dapat dilihat pada lampiran data nomor
380 sampai 404.
108
10) Konjungsi Waktu (Temporal)
Konjungsi waktu (temporal) merupakan konjungsi yang menyatakan dan
menunjukkan suatu waktu. Penanda konjungsi waktu yang ditemukan dalam
penelitian ini adalah sabubare ‘sesudah’ dan sawise ‘sesudah’. Berikut ini
penjelasannya.
(405) Aku wis ora isa budi sabubare nampa surat tugas. Aku kudu nedha
nrima marang apa sing dadi pepringe sing gawe urip. Mbok menawa
iki wis dadi pepasthenku. (MK/H58/P3).
‘Aku sudah tidak bisa budi sesudah menerima surat tugas. Aku harus
menerima kepada apa yang telah diberikan oleh Yang Maha Kuasa. Jika
ini sudah menjadi takdirku.’
Pada data (405) menunjukkan konjungsi temporal yaitu pada kata
sabubare ‘sesudah’ yang berfungsi menjelaskan setelah menerima surat tugas,
tokoh aku harus menerima apa yang telah ditakdirkan oleh Yang Maha Kuasa
kepadanya.
Kemudian data (405) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(405a) Aku wis ora isa budi sabubare nampa surat tugas.
‘Aku sudah tidak bisa budi sesudah menerima surat tugas.’
(405b) Aku kudu nedha nrima
‘Aku harus menerima’
(405c) marang apa sing dadi pepringe sing gawe urip.
‘kepada apa yang telah diberikan oleh Yang Maha Kuasa.’
(405d) Mbok menawa iki wis dadi pepasthenku.
‘Jika ini sudah menjadi takdirku.’
Kemudian data (405a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(405e) Aku wis ora isa budi Ø nampa surat tugas.
‘Aku sudah tidak bisa budi Ø menerima surat tugas’
Hasil analisis data (405e) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi waktu
sabubare ‘sesudah’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak
109
berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap
dan kurang jelas.
Data (405a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi temporal
sabubare ‘sesudah’, menjadi sebagai berikut.
(405f) Aku wis ora isa budi sabubare nampa surat tugas.
sawise
‘Aku sudah tidak bisa budi sesudah menerima surat tugas’
sesudah
Dari data (405f) di atas, ternyata konjungsi sabubare ‘sesudah’ dapat
digantikan dengan konjungsi sawise ‘setelah’ karena masih dalam ragam ngoko.
Data lain yang merupakan konjungsi temporal adalah sebagai berikut.
(407) Ora let suwe sawise ngebel ping telu, ana wong wadon ayu sing metu
saka omah mbukakake lawang. (SBIMK/H202/P81).
‘Tidak berselang lama sesudah membunyikan bel tiga kali, ada
perempuan cantik yang keluar dari rumah membukakan pintu.’
Pada data (407) menunjukkan konjungsi temporal yaitu pada kata sawise
‘sesudah’ yang berfungsi menjelaskan bahwa setelah membunyikan bel tiga kali,
ana perempuan cantik yang membukakan pintu.
Kemudian data (407) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(407a) Ora let suwe sawise ngebel ping telu,
‘Tidak berselang lama sesudah membunyikan bel tiga kali,’
(407b) ana wong wadon ayu
‘ada perempuan cantik’
(407c) sing metu saka omah mbukakake lawang.
‘yang keluar dari rumah membukakan pintu.’
Kemudian data (407a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(407d) Ora let suwe Ø ngebel ping telu,
‘Tidak berselang lama Ø membunyikan bel tiga kali,’
110
Hasil analisis data (407d) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi waktu
sawise ‘sesudah’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak
berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap
dan kurang jelas.
Data (407a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi temporal
sawise ‘sesudah’, menjadi sebagai berikut.
(407e) Ora let suwe sawise ngebel ping telu,
sabubare
‘Tidak berselang lama sesudah membunyikan bel tiga kali,’
sesudah
Dari data (407e) di atas, ternyata konjungsi sawise ‘sesudah’ dapat
digantikan dengan konjungsi sabubare ‘sesudah’ karena masih dalam ragam
ngoko.
Data mengenai konjungsi temporal dapat dilihat pada lampiran data nomor
405 sampai 408.
11) Konjungsi Syarat
Konjungsi syarat merupakan konjungsi yang menyatakan makna
perangkaian syarat. Penanda konjungsi syarat yang ditemukan dalam penelitian
ini adalah yen ‘jika’ dan menawi ‘jika’. Berikut ini penjelasannya.
(409) Mbak Anti katon gregeten bareng ngerti yen dakjarag. Pipine sing rada
abang merga isin dak elem, nambah ayune. (MK/H61/P15).
‘Mbak Anti terlihat kesal ketika tahu jika aku goda. Pipinya yang agak
merah malu karena aku puji, semakin cantik.’
Pada data (409) menunjukkan konjungsi syarat yaitu pada kata yen ‘jika’
yang merupakan penghubung syarat bahwa ketika tokoh bernama Anti digoda, dia
menjadi terlihat kesal.
111
Kemudian data (409) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(409a) Mbak Anti katon gregeten
‘Mbak Anti terlihat kesal’
(409b) bareng ngerti yen dakjarag.
‘ketika tahu jika aku goda.’
(409c) Pipine sing rada abang merga isin dak elem,
‘Pipinya yang agak merah malu karena aku puji,’
(409d) nambah ayune.
‘semakin cantik.’
Kemudian data (409b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(409e) bareng ngerti Ø dakjarag.
‘ketika tahu Ø aku goda’
Hasil analisis data (409e) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi syarat
yen ‘jika’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima
karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap dan kurang
jelas.
Data (409b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi syarat
yen ‘jika’, menjadi sebagai berikut.
(409f) bareng ngerti yen dakjarag.
menawa
‘ketika tahu jika aku goda.’
jika
Dari data (409f) di atas, ternyata konjungsi yen ‘jika’ dapat digantikan
dengan konjungsi menawa ‘jika’ karena masih dalam ragam ngoko.
Data lain yang merupakan konjungsi syarat adalah sebagai berikut.
(411) “Wonten. Mangga menawi badhe mampir,” (MK/H63/P29).
‘Ada. Silakan jika mau berkunjung.’
112
Pada data (411) menunjukkan konjungsi syarat yaitu pada kata menawi
‘jika’ yang merupakan penghubung syarat bahwa mempersilakan jika mau
berkunjung.
Kemudian data (411) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(411a) “Wonten.
‘Ada.’
(411b) Mangga menawi badhe mampir,”
‘Silakan jika mau berkunjung,’
Kemudian data (411b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(411c) Mangga Ø badhe mampir,”
‘Silakan Ø mau berkunjung,’
Hasil analisis data (411c) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi syarat
menawi ‘jika’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak
berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap
dan kurang jelas.
Data (411b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi syarat
menawi ‘jika’, menjadi sebagai berikut.
(411d) Mangga menawi badhe mampir,”
*mugi-mugi
‘Silakan jika mau berkunjung,’
*semoga
Dari data (411d) di atas, ternyata konjungsi menawi ‘jika’ tidak dapat
digantikan dengan konjungsi mugi-mugi ‘semoga’ karena konteks kalimatnya
berbeda yaitu menggunakan konjungsi syarat bukan konjungsi harapan.
Data mengenai konjungsi syarat dapat dilihat pada lampiran data nomor
409 sampai 419.
113
12) Konjungsi Cara
Konjungsi cara merupakan konjungsi yang menyatakan makna
perangkaian cara. Penanda konjungsi cara yang ditemukan dalam penelitian ini
adalah kanthi ‘dengan’. Berikut ini penjelasannya.
(422) Sikile Rita mlangkah kanthi entheng, kaya ora ngambah lemah.
(IAKA/H179/P1).
‘Kaki Rita melangkah dengan ringan, seperti tanpa menjejak tanah.’
Pada data (422) menunjukkan konjungsi cara yaitu pada kata kanthi
‘dengan’ yang merupakan penghubung cara dengan menjelaskan bahwa cara
melangkah atau berjalannya Rita begitu ringan sampai-sampai seperti tanpa
menjejak tanah.
Kemudian data (422) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(422a) Sikile Rita mlangkah kanthi entheng,
‘Kaki Rita melangkah dengan ringan,’
(422b) kaya ora ngambah lemah.
‘seperti tanpa menjejak tanah.’
Kemudian data (422a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.
(422c) Sikile Rita mlangkah Ø entheng,
‘Kaki Rita melangkah Ø ringan,’
Hasil analisis data (422c) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi cara
kanthi ‘dengan’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak
berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap
dan kurang jelas.
Data (422a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi cara
kanthi ‘dengan’, menjadi sebagai berikut.
(422d) Sikile Rita mlangkah kanthi entheng,
Sarana
114
‘Kaki Rita melangkah dengan ringan,’
dengan
Dari data (422d) di atas, ternyata konjungsi kanthi ‘dengan’ dapat
digantikan dengan konjungsi sarana ‘dengan’ karena masih dalam tataran yang
sama yaitu ngoko.
Data mengenai konjungsi cara dapat dilihat pada lampiran data nomor 420
sampai 424.
2. Kohesi Leksikal
a. Repetisi (Pengulangan)
Repetisi adalah pengulangan pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata,
kata, atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam
sebuah konteks yang sesuai.
1) Repetisi Epizeuksis
Repetisi epizeuksis merupakan pengulangan satuan lingual (kata) yang
dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut. Penanda repetisi epizeuksis yang
ditemukan dalam penelitian ini adalah dandan ‘berhias’, budhal ‘berangkat’,
semester ‘semester’, lagu ‘lagu’, dan bocah ‘anak’. Berikut ini penjelasannya.
(425) Ora tau dandan kaya yen ana omahku dhewe. Neng kene yen dandan
rasane malah kaya tledhek, lan dadi tontonan bocah cilik-cilik. Merga
apa? Neng desa kene arang-arang ana wong dandan sing kaya dandane
wong kutha. (MK/H59/P7).
‘Tidak pernah berhias seperti ketika sedang di rumahku sendiri. Di sini
jika berhias rasanya malah seperti penghibur, dan jadi tontonan anak-
anak kecil. Karena apa? Di desa sini jarang-jarang ada orang berhias
seperti berhiasnya orang kota.’
Pada data (425) menunjukkan repetisi epizeuksis yang ditunjukkan dengan
kata dandan ‘berhias’ yang diulang sebanyak empat kali untuk menekankan
bahwa kedudukan kata tersebut sangat penting dalam wacana.
115
Kemudian data (425) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(425a) Ora tau dandan kaya yen ana omahku dhewe.
‘Tidak pernah berhias seperti ketika sedang di rumahku sendiri.’
(425b) Neng kene yen dandan rasane malah kaya tledhek,
‘Di sini jika berhias rasanya malah seperti penghibur,’
(425c) Merga apa?
‘Karena apa?’
(425d) Neng desa kene arang-arang ana wong dandan sing kaya dandane
wong kutha.
‘Di desa sini jarang-jarang ada orang berhias seperti berhiasnya orang
kota.’
Kemudian data (425a), data (425b), dan data (425d) diuji dengan teknik
lesap akan menjadi berikut.
(425e) Ora tau Ø kaya yen ana omahku dhewe.
‘Tidak pernah Ø seperti ketika sedang di rumahku sendiri’
(425f) Neng kene yen Ø rasane malah kaya tledhek.
‘Di sini jika Ø rasanya malah seperti penghibur’
(425g) Neng desa kene arang-arang ana wong Ø sing kaya Øe wong kutha.
‘Di desa sini jarang-jarang ada orang Ø seperti Ønya orang kota.’
Hasil analisis data (425e), data (425f), dan data (425g) dengan teknik
lesap, ternyata wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal
ini dikarenakan unsur yang penting dalam wacana ketika dilesapkan, menjadikan
wacana tidak kohesif. Oleh karena itu, kata dandan ‘berhias’ memiliki kadar
keintian yang sangat tinggi serta wajib hadir dalam wacana.
Data lain yang merupakan repetisi adalah sebagai berikut.
(426) “Beres! Yen pancen budhal, budhal siji ya budhal kabeh.”
(PSAD/H130/P20).
‘Beres! Jika memang berangkat, berangkat satu ya berangkat
semua.’
116
Pada data (426) menunjukkan repetisi epizeuksis yang ditunjukkan dengan
kata budhal ‘berangkat’ yang diulang sebanyak tiga kali untuk menjelaskan
bahwa kedudukan kata tersebut sangat penting dalam kalimat. Kata budhal
‘berangkat’ sangat penting karena berfungsi menjelaskan bahwa jika memang
berangkat, semua juga ikut.
Kemudian data (426) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(426a) “Beres!
‘Beres!’
(426b) Yen pancen budhal,
‘Jika memang berangkat,’
(426c) budhal siji ya budhal kabeh.”
‘berangkat satu ya berangkat semua.’
Kemudian data (426b) dan data (426c) diuji dengan teknik lesap akan
menjadi berikut.
(426d) Yen pancen Ø,
‘Jika memang Ø,’
(426e) Ø siji ya Ø kabeh.”
‘Ø satu ya Ø semua’
Hasil analisis data (426d) dan data (426e) dengan teknik lesap, ternyata
wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini dikarenakan
unsur yang penting dalam kalimat ketika dilesapkan, membuat wacana tidak
kohesif. Oleh karena itu, kata budhal ‘berangkat’ wajib hadir dalam wacana serta
memiliki kadar keintian yang sangat tinggi.
Data mengenai repetisi epizeuksis dapat dilihat pada lampiran data nomor
425 sampai 431.
117
2) Repetisi Tautotes
Repetisi tautotes merupakan pengulangan satuan lingual (sebuah kata)
beberapa kali dalam sebuah konstruksi. Penanda repetisi tautotes yang ditemukan
dalam penelitian ini adalah umurku ‘umurku’. Berikut ini penjelasannya.
(432) Umurku karo Puput kacek telulas taun. Umurku dhewe isih nem likur
taun, durung rabi, ning wis duwe pacar sing isih kuliah ana Unibraw.
(SBIMK/H193/P27).
‘Usiaku dengan Puput selisih tiga belas tahun. Usiaku sendiri masih
dua puluh enam tahun, belum menikah, tetapi sudah punya pacar yang
sekarang masih kuliah di Unibraw.’
Pada data (432) menunjukkan repetisi tautotes yang ditunjukkan dengan
kata umurku ‘usiaku’ yang diulang sebanyak dua kali untuk menekankan bahwa
kedudukan kata tersebut sangat penting dalam wacana.
Kemudian data (432) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(432a) Umurku karo Puput kacek telulas taun.
‘Usiaku dengan Puput selisih tiga belas tahun.’
(432b) Umurku dhewe isih nem likur taun,
‘Usiaku sendiri masih enam puluh tahun,’
(432c) durung rabi,
‘belum menikah,’
(432d) ning wis duwe pacar sing isih kuliah ana Unibraw.
‘tetapi sudah punya pacar yang sekarang masih kuliah di Unibraw.’
Kemudian data (432a) dan data (432b) diuji dengan teknik lesap akan
menjadi berikut.
(432e) Ø karo Puput kacek telulas taun.
‘Ø dengan Puput selisih tiga belas tahun.’
(432f) Ø dhewe isih nem likur taun,
‘Ø sendiri masih enam puluh tahun,’
Hasil analisis data (432e) dan data (432f) dengan teknik lesap, ternyata
wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini dikarenakan
118
unsur yang penting dalam wacana ketika dilesapkan, menjadikan wacana tidak
kohesif. Oleh karena itu, kata umurku ‘usiaku’ memiliki kadar keintian yang
sangat tinggi serta wajib hadir dalam wacana.
3) Repetisi Anafora
Repetisi anafora merupakan pengulangan satuan lingual berupa kata atau
frasa pertama pada baris atau kalimat berikutnya. Penanda repetisi anafora yang
ditemukan dalam penelitian ini adalah nanging ‘tetapi’. Berikut ini penjelasannya.
(433) Nanging ya nyayangne tindakane Retno sing isih kekanak-kanakan
atase dheweke kuliah wis ana semester enem, kudune ya luwih dhewasa
dibandhingne karo Puput sing umure lagi telulas taun mlaku. Nanging
arep kepriye maneh, Retno pancen keras atine, atos ngluwih-ngluwihi
wesi. Nanging biasane yen wis pirang ndina ngono nesune njur suda,
ananging saiki kok? (SBIMK/H197/P50).
‘Tetapi ya menyayangkan tindakannya Retno yang masih kekanak-
kanakan meski jelas dia kuliah sudah semester enam, harusnya ya lebih
dewasa dibandingkan dengan Puput yang umurnya baru berusia tiga
belas tahun. Tetapi mau bagaimana lagi, Retno memang keras hatinya,
keras melebihi besi. Tetapi biasanya jika sudah beberapa hari marahnya
lalu reda, tetapi sekarang kok?’
Pada data (433) menunjukkan repetisi anafora yang ditunjukkan dengan
kata nanging ‘tetapi’ yang diulang sebanyak tiga kali di awal kalimat untuk
menekankan bahwa kedudukan kata tersebut sangat penting dalam wacana.
Kemudian data (433) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(433a) Nanging ya nyayangne tindakane Retno sing isih kekanak-kanakan
atase dheweke kuliah wis ana semester enem,
‘Tetapi ya menyayangkan tindakannya Retno yang masih kekanak-
kanakan meski jelas dia kuliah sudah semester enam,’
(433b) kudune ya luwih dhewasa dibandhingne karo Puput sing umure lagi
telulas taun mlaku.
‘harusnya ya lebih dewasa dibandingkan dengan Puput yang umurnya
baru berusia tiga belas tahun.’
(433c) Nanging arep kepriye maneh,
‘Tetapi mau bagaimana lagi,’
119
(433d) Retno pancen keras atine,
‘Retno memang keras hatinya,’
(433e) atos ngluwih-ngluwihi wesi.
‘keras melebihi besi.’
(433f) Nanging biasane yen wis pirang ndina ngono nesune njur suda,
‘Tetapi biasanya jika sudah beberapa hari marahnya lalu reda,’
(433g) ananging saiki kok?
‘tetapi sekarang kok?’
Kemudian data (433a), data (433c), dan data (433f) diuji dengan teknik
lesap akan menjadi berikut.
(433h) Ø ya nyayangne tindakane Retno sing isih kekanak-kanakan atase
dheweke kuliah wis ana semester enem,
‘Ø ya menyayangkan tindakannya Retno yang masih kekanak-kanakan
meski jelas dia kuliah sudah semester enam,’
(433i) Ø arep kepriye maneh,
‘Ø mau bagaimana lagi,’
(433j) Ø biasane yen wis pirang ndina ngono nesune njur suda,
‘Ø biasanya jika sudah beberapa hari marahnya lalu reda.’
Hasil analisis data (433h), data (433i), dan data (433j) dengan teknik lesap,
ternyata wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini
dikarenakan unsur yang penting dalam wacana ketika dilesapkan, menjadikan
wacana tidak kohesif. Oleh karena itu, kata nanging ‘tetapi’ memiliki kadar
keintian yang sangat tinggi serta wajib hadir dalam wacana.
4) Repetisi Epistrofa
Repetisi epistrofa merupakan pengulangan satuan lingual kata/frasa pada
akhir baris (dalam puisi) atau akhir kalimat (dalam prosa) secara berturut-turut.
Penanda repetisi epistrofa yang ditemukan dalam penelitian ini adalah krasan
‘nyaman’. Berikut ini penjelasannya.
(434) “Pancen tak akoni Mas, bareng lagi teka ana kene kae aku kaget tur
ora pati krasan. Nanging tak rasak-rasakne, suwe-suwe aku dadi
krasan. (MK/H66/P50).
120
‘Memang aku akui Mas, ketika baru datang di sini aku kaget dan tidak
begitu nyaman. Tetapi aku rasa-rasakan, lama-lama aku jadi nyaman.’
Pada data (434) menunjukkan repetisi epistrofa yang ditunjukkan dengan
kata krasan ‘nyaman’ yang diulang sebanyak dua kali pada akhir kalimat untuk
menekankan bahwa kedudukan kata tersebut sangat penting dalam wacana.
Kemudian data (434) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(434a) “Pancen tak akoni Mas,
‘Memang aku akui Mas,’
(434b) bareng lagi teka ana kene kae aku kaget tur ora pati krasan.
‘ketika baru datang di sini aku kaget dan tidak begitu nyaman.’
(434c) Nanging tak rasak-rasakne,
‘Tetapi aku rasa-rasakan,’
(434d) suwe-suwe aku dadi krasan.
‘lama-lama aku jadi nyaman.’
Kemudian data (434b) dan data (434d) diuji dengan teknik lesap akan
menjadi berikut.
(434e) bareng lagi teka ana kene kae aku kaget tur ora pati Ø.
‘ketika baru datang di sini aku kaget dan tidak begitu Ø.’
(434f) suwe-suwe aku dadi Ø.
‘lama-lama aku jadi Ø.’
Hasil analisis data (434e) dan data (434f) dengan teknik lesap, ternyata
wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini dikarenakan
unsur yang penting dalam wacana ketika dilesapkan, menjadikan wacana tidak
kohesif. Oleh karena itu, kata krasan ‘nyaman’ memiliki kadar keintian yang
sangat tinggi serta wajib hadir dalam wacana.
5) Repetisi Mesodiplosis
Repetisi mesodiplosis merupakan pengulangan satuan lingual di tengah-
tengah baris atau kalimat berturut-turut. Penanda repetisi mesodiplosis yang
121
ditemukan dalam penelitian ini adalah semangatku ‘semangatku’ dan nyawang
‘melihat’. Berikut ini penjelasannya.
(435) Dheweke sempat kaget nalika nyawang aku, menehi alasan yen
awakmu lara, njur dak tinggal ngalih. Aku ora kepenak karo ceweke
sing nyawang aku karo mrengut.” (IAKA/H181/P19).
‘Dia sempat kaget ketika melihat aku, memberi alasan jika dirimu
sakit, lalu kutinggal pergi. Aku tidak enak dengan ceweknya yang
melihat aku dengan merengut.’
Pada data (435) menunjukkan repetisi mesodiplosis yang ditunjukkan
dengan kata nyawang ‘melihat’ yang diulang sebanyak dua kali di tengah kalimat
untuk menekankan bahwa kedudukan kata tersebut sangat penting dalam wacana.
Kemudian data (435) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(435a) Dheweke sempat kaget nalika nyawang aku,
‘Dia sempat kaget ketika melihat aku,’
(435b) menehi alasan yen awakmu lara,
‘memberi alasan jika dirimu sakit,’
(435c) njur daktinggal ngalih.
‘lalu kutinggal pergi.’
(435d) Aku ora kepenak karo ceweke sing nyawang aku karo mrengut.”
‘Aku tidak enak dengan ceweknya yang melihat aku dengan merengut.’
Kemudian data (435a) dan data (435d) diuji dengan teknik lesap akan
menjadi berikut.
(435e) Dheweke sempat kaget nalika Ø aku,
‘Dia sempat kaget ketika Ø aku,’
(435f) Aku ora kepenak karo ceweke sing Ø aku karo mrengut.”,
‘Aku tidak enak dengan ceweknya yang Ø aku dengan merengut.’
Hasil analisis data (435e) dan data (435f) dengan teknik lesap, ternyata
wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini dikarenakan
unsur yang penting dalam wacana ketika dilesapkan, menjadikan wacana tidak
122
kohesif. Oleh karena itu, kata nyawang ‘melihat’ memiliki kadar keintian yang
sangat tinggi serta wajib hadir dalam wacana.
Data lain yang merupakan repetisi adalah sebagai berikut.
(436) Aku rak malih isin yen semangatku mlempem. Mula nemoni Mas Nang
semangatku kaya digelak, tambah gedhe. (MK/H68/P61).
‘Aku malah malu jika semangatku melemah. Maka menemui Mas
Nang semangatku seperti dipompa, tambah besar.’
Pada data (436) menunjukkan repetisi mesodiplosis yang ditunjukkan
dengan kata semangatku ‘semangatku’ yang diulang sebanyak dua kali di tengah
kalimat untuk menekankan bahwa kedudukan kata tersebut sangat penting dalam
wacana.
Kemudian data (436) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(436a) Aku rak malih isin yen semangatku mlempem.
‘Aku malah malu jika semangatku melemah.’
(436b) Mula nemoni Mas Nang semangatku kaya digelak,
‘Maka menemui Mas Nang semangatku seperti dipompa,’
(436c) tambah gedhe.
‘tambah besar.’
Kemudian data (436a) dan data (436b) diuji dengan teknik lesap akan
menjadi berikut.
(436d) Aku rak malih isin yen Ø mlempem.
‘Aku malah malu jika Ø melemah’
(436e) Mula nemoni Mas Nang Ø kaya digelak,
‘Maka menemui Mas Nang Ø seperti dipompa,’
Hasil analisis data (436d) dan data (436e) dengan teknik lesap, ternyata
wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini dikarenakan
unsur yang penting dalam wacana ketika dilesapkan, menjadikan wacana tidak
123
kohesif. Oleh karena itu, kata semangatku ‘semangatku’ memiliki kadar keintian
yang sangat tinggi serta wajib hadir dalam wacana.
6) Repetisi Anadiplosis
Repetisi anadiplosis merupakan pengulangan satuan lingual atau frasa
terakhir dari baris atau kalimat itu menjadi kata atau fasa pertama pada baris atau
kalimat berikutnya. Penanda repetisi anadiplosis yang ditemukan dalam penelitian
ini adalah pak lurah ‘pak kepala desa’ dan katresnan ‘percintaan’. Berikut ini
penjelasannya.
(437) Sing marahi atiku rada tentrem, aku manggon ana daleme pak lurah.
Pak lurah uga kagungan putra-putri sing dadi guru. (MK/H58-59/P4).
‘Yang membuat hatiku agak tenteram, aku tinggal di rumah pak kepala
desa. Pak kepala desa juga memiliki putra-putri yang menjadi guru.’
Pada data (437) menunjukkan repetisi anadiplosis yang ditunjukkan pada
kata pak lurah ‘pak kepala desa’ yang diulang sebanyak dua kali yaitu pada akhir
kalimat pertama dan awal kalimat kedua untuk menekankan bahwa kedudukan
kata tersebut sangat penting dalam wacana.
Kemudian data (437) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(437a) Sing marahi atiku rada tentrem,
‘Yang membuat hatiku agak tenteram,’
(437b) aku manggon ana daleme pak lurah.
‘aku tinggal di rumah pak kepala desa.’
(437c) Pak lurah uga kagungan putra-putri sing dadi guru.
‘Pak kepala desa juga memiliki putra-putri yang menjadi guru.’
Kemudian data (437b) dan data (437c) diuji dengan teknik lesap akan
menjadi berikut.
(437d) aku manggon ana daleme Ø.
‘aku tinggal di rumahnya Ø.’
(437e) Ø uga kagungan putra-putri sing dadi guru.
124
‘Ø juga memiliki putra-putri yang menjadi guru.’
Hasil analisis data (437d) dan data (437e) dengan teknik lesap, ternyata
wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini dikarenakan
unsur yang penting dalam wacana ketika dilesapkan, menjadikan wacana tidak
kohesif. Oleh karena itu, kata pak lurah ‘pak kepala desa’ memiliki kadar
keintian yang sangat tinggi serta wajib hadir dalam wacana.
Data lain yang merupakan repetisi adalah sebagai berikut.
(438) “Mas! Aku ora seneng yen awakmu arep dadi pengkhianat bab
katresnan. Katresnan kuwi larang mas regane...” (SBIMK/H199/P62).
‘Mas! Aku tidak suka jika dirimu akan menjadi pengkhianat bab
percintaan. Percintaan itu mahal mas harganya.
Pada data (438) menunjukkan repetisi anadiplosis yang ditunjukkan pada
kata katresnan ‘percintaan’ yang diulang sebanyak dua kali yaitu pada akhir
kalimat pertama dan awal kalimat kedua untuk menekankan bahwa kedudukan
kata tersebut sangat penting dalam wacana.
Kemudian data (438) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(438a) “Mas!
‘Mas!’
(438b) Aku ora seneng yen awakmu arep dadi pengkhianat bab katresnan.
‘Aku tidak suka jika dirimu akan menjadi pengkhianat bab percintaan.’
(438c) Katresnan kuwi larang mas regane...”
‘Percintaan itu mahal mas harganya...’
Kemudian data (438b) dan data (438c) diuji dengan teknik lesap akan
menjadi berikut.
(438d) Aku ora seneng yen awakmu arep dadi pengkhianat bab Ø.
‘Aku tidak suka jika dirimu akan menjadi pengkhianat bab Ø.’
(438e) Ø kuwi larang mas regane...
‘Ø itu mahal mas harganya...’
125
Hasil analisis data (438d) dan data (438e) dengan teknik lesap, ternyata
wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini dikarenakan
unsur yang penting dalam wacana ketika dilesapkan, menjadikan wacana tidak
kohesif. Oleh karena itu, kata katresnan ‘percintaan’ memiliki kadar keintian
yang sangat tinggi serta wajib hadir dalam wacana.
b. Sinonimi (Padan Kata)
Sinonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang
sama atau ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan ungkapan lain.
Sinonimi merupakan salah satu aspek leksikal untuk mendukung kepaduan
wacana. Sinonimi berfungsi menjalin hubungan makna yang sepadan antara
satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana.
1) Sinonimi Kata dengan Kata
Penanda sinonimi kata dengan kata yang ditemukan dalam penelitian ini
adalah sinonimi kata papan ‘tempat’ dengan panggonan ‘tempat’, sinonimi kata
mlangkah ‘melangkah’ dengan mlaku ‘berjalan’, sinonimi kata nyawang
‘memandang’ dengan nglirik ‘melirik’, sinonimi kata pendhudhuk ‘penduduk’
dengan masyarakat ‘masyarakat’, sinonimi kata njarag ‘menggoda’ dengan
nggodha ‘menggoda’, sinonimi kata pangayomanku ‘pengayomanku’ dengan
perhatianku ‘perhatianku’, sinonimi kata bali ‘pulang’ dengan mulih ‘pulang’,
sinonimi kata cinta dengan katresnan ‘cinta’, sinonimi kata putus ‘putus’ dengan
pedhot ‘putus’, dan sinonimi kata kabar ‘kabar’ dengan warta ‘berita’. Berikut ini
penjelasannya.
(440) Aku mlangkah alon-alon napaki dalan-dalan desa sing lagi wae
diurug. Ana sandhingku Mbak Anti uga mlaku seglah-segleh, sajak
ayem atine. (MK/H59/P5).
126
‘Aku melangkah pelan-pelan menapaki jalan-jalan desa yang baru saja
ditimbun. Di sampingku Mbak Anti juga berjalan lenggak-lenggok,
agaknya tenteram hatinya.’
Pada data (440) menunjukkan sinonimi kata dengan kata yang ditunjukkan
pada kata mlangkah ‘melangkah’ bersinonim dengan kata mlaku ‘berjalan’.
Kedua kata tersebut memiliki makna yang sepadan.
Kemudian data (440) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(440a) Aku mlangkah alon-alon napaki dalan-dalan desa sing lagi wae
diurug.
‘Aku melangkah pelan-pelan menapaki jalan-jalan desa yang baru saja
ditimbun.’
(440b) Ana sandhingku Mbak Anti uga mlaku seglah-segleh,
‘Di sampingku Mbak Anti juga berjalan lenggak-lenggok,’
(440c) sajak ayem atine.
‘agaknya tenteram hatinya.’
Kemudian data (440a) dan data (440b) diuji dengan teknik lesap akan
menjadi berikut.
(440d) Aku Ø alon-alon napaki dalan-dalan desa sing lagi wae diurug.
‘Aku Ø pelan-pelan menapaki jalan-jalan desa yang baru saja
ditimbun.’
(440e) Ana sandhingku Mbak Anti uga Ø seglah-segleh,
‘Di sampingku Mbak Anti juga Ø lenggak-lenggok,’
Hasil analisis data (440d) dan data (440e) dengan teknik lesap, ternyata
wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini dikarenakan
unsur yang penting dalam kalimat ketika dilesapkan, membuat wacana tidak
kohesif. Oleh karena itu, kedua penanda kohesi leksikal berupa sinonimi tersebut
wajib hadir dalam wacana.
Data lain yang merupakan sinonimi adalah sebagai berikut.
127
(444) Mbak Anti sing wis nyegat ana ngarepan, lirak-lirik njarag aku.
(MK/H68-69/P568).
[...] Dhik Ana sida ndang kondur?” Mbak Anti nggodha aku.
(MK/H69/P69).
‘Mbak Anti yang sudah mencegat di depan, melirak-lirik menggoda
aku.
[...] Dhik Ana jadi segera pulang? Mbak Anti menggoda aku.’
Pada data (444) menunjukkan sinonimi kata dengan kata yang ditunjukkan
pada kata njarag ‘menggoda’ bersinonim dengan kata nggodha ‘menggoda’.
Kedua kata tersebut memiliki makna yang sepadan.
Kemudian data (444) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(444a) Mbak Anti sing wis nyegat ana ngarepan,
‘Mbak Anti yang sudah mencegat di depan,’
(444b) lirak-lirik njarag aku.
‘melirak-lirik menggoda aku.’
(444c) [...] Dhik Ana sida ndang kondur?”
[...] ‘Dhik Ana jadi segera pulang?’
(444d) Mbak Anti nggodha aku.
‘Mbak Anti menggoda aku.’
Kemudian data (444b) dan data (444d) diuji dengan teknik lesap akan
menjadi berikut.
(444e) lirak-lirik Ø aku.
‘melirak-lirik Ø aku.’
(444f) Mbak Anti Ø aku.
‘Mbak Anti Ø aku.’
Hasil analisis data (444e) dan data (444f) dengan teknik lesap, ternyata
wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini dikarenakan
unsur yang penting dalam kalimat ketika dilesapkan, membuat wacana tidak
kohesif. Oleh karena itu, kedua penanda kohesi leksikal berupa sinonimi tersebut
wajib hadir dalam wacana.
128
Data mengenai sinonimi kata dengan kata dapat dilihat pada lampiran data
nomor 439 sampai 449.
2) Sinonimi Kata dengan Frasa
Penanda sinonimi kata dengan frasa yang ditemukan dalam penelitian ini
adalah sinonimi frasa babar pisan ‘sama sekali’ dengan kata blas ‘sama sekali’.
Berikut ini penjelasannya.
(450) Kabar saka Malang babar pisan ora dak tampa. Semono uga warta
saka Puput, blas ora ana. (SBIMK/H200/P68).
‘Kabar dari Malang sama sekali tidak kuterima. Begitu juga kabar dari
Puput, sama sekali tidak ada.’
Pada data (450) menunjukkan sinonimi kata dengan frasa yang
ditunjukkan pada kata babar pisan ‘sama sekali’ pada kalimat pertama
bersinonim dengan kata blas ‘sama sekali’ pada kalimat kedua. Kedua satuan
lingual tersebut memiliki makna yang sepadan.
Kemudian data (450) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(450a) Kabar saka Malang babar pisan ora dak tampa.
‘Kabar dari Malang sama sekali tidak kuterima.’
(450b) Semono uga warta saka Puput,
‘Begitu juga kabar dari Puput,’
(450c) blas ora ana.
‘sama sekali tidak ada.’
Kemudian data (450a) dan data (450c) diuji dengan teknik lesap akan
menjadi berikut.
(450d) Kabar saka Malang Ø ora dak tampa.
‘Kabar dari Malang Ø tidak kuterima.’
(450e) Ø ora ana.
‘Øtidak ada.’
129
Hasil analisis data (450d) dan data (450e) dengan teknik lesap, ternyata
wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini dikarenakan
unsur yang penting dalam kalimat ketika dilesapkan, membuat wacana tidak
kohesif. Oleh karena itu, kedua penanda kohesi leksikal berupa sinonimi tersebut
wajib hadir dalam wacana.
c. Antonimi (Oposisi Makna)
Antonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang lain
atau satuan lingual yang maknanya berlawanan/beroposisi dengan satuan lingual
yang lain. Antonimi disebut juga oposisi makna. Pengertian oposisi makna
mencakup konsep yang betul-betul berlawanan sampai kepada yang hanya kontras
makna saja.
1) Oposisi Mutlak
Oposisi mutlak adalah pertentangan makna secara mutlak. Penanda oposisi
mutlak yang ditemukan dalam penelitian ini adalah oposisi antara kata ngapusi
‘berbohong’ dengan kata jujur ‘jujur’, oposisi antara kata medhun ‘turun’ dengan
kata munggah ‘naik’, dan oposisi antara kata ngetokake ‘mengeluarkan’ dengan
kata nglebokne ‘memasukkan’. Berikut ini penjelasannya.
(451) “Ati ora gelem ngapusi, Rit. Sasuwene iki aku ora bisa ngalih saka
atimu... Aku pancen salah ora gelem jujur marang sliramu, nanging...”
(IAKA/H186/P70).
‘Hati tidak mau berbohong, Rit. Selama ini aku tidak bisa berpaling
dari hatimu... Aku memang salah tidak mau jujur kepada dirimu,
tetapi...’
Pada data (451) menunjukkan antonimi berupa oposisi mutlak antara kata
ngapusi ‘berbohong’ dengan kata jujur ‘jujur’. Kehadiran antonimi yang berupa
oposisi mutlak tersebut dalam wacana, menghasilkan kalimat yang kohesif.
130
Kemudian data (451) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(451a) “Ati ora gelem ngapusi, Rit.
‘Hati tidak mau berbohong, Rit’
(451b) Sasuwene iki aku ora bisa ngalih saka atimu...
‘Selama ini aku tidak bisa berpaling dari hatimu...’
(451c) Aku pancen salah ora gelem jujur marang sliramu,
‘Aku memang salah tidak mau jujur kepada dirimu,’
(451d) nanging...
‘tetapi...’
Kemudian data (451a) dan data (451c) diuji dengan teknik lesap akan
menjadi berikut.
(451e) “Ati ora gelem Ø. Rit
‘Hati tidak mau Ø. Rit’
(451f) Aku pancen salah ora gelem Ø marang sliramu,
‘Aku memang salah tidak mau Ø kepada dirimu.’
Hasil analisis data (451e) dan data (451f) dengan teknik lesap, ternyata
wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini dikarenakan
unsur yang penting dalam kalimat ketika dilesapkan, membuat wacana tidak
kohesif. Oleh karena itu, kedua penanda kohesi leksikal berupa antonimi tersebut
wajib hadir dalam wacana.
Data lain yang merupakan sinonimi adalah sebagai berikut.
(453) Sopir mau njur ngetokake jurigen cacah papat gedhe-gedhe, saka
njero mobil. [...] (PSAD/H129/P7).
[...] Mula Dewi mung nyawang thok nalika sopir kuwi nglebokne
jurigen menyang ruang tamu. (PSAD/H129/P8).
‘Sopir itu lalu mengeluarkan jurigen besar-besar berjumlah empat, dari
dalam mobil. [...]
[...] Maka Dewi hanya memandang saja ketika sopir itu memasukkan
jurigen ke ruang tamu.’
Pada data (453) menunjukkan antonimi berupa oposisi mutlak antara kata
ngetokake ‘mengeluarkan’ dengan kata nglebokne ‘memasukkan’. Kehadiran
131
antonimi yang berupa oposisi mutlak tersebut dalam wacana, menghasilkan
kalimat yang kohesif.
Kemudian data (453) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(453a) Sopir mau njur ngetokake jurigen cacah papat gedhe-gedhe,
‘Sopir itu lalu mengeluarkan jurigen besar-besar berjumlah empat,’
(453b) saka njero mobil. [...]
‘dari dalam mobil. [...]’
(453c) [...] Mula Dewi mung nyawang thok nalika sopir kuwi nglebokne
jurigen menyang ruang tamu.
‘[...] Maka Dewi hanya memandang saja ketika sopir itu memasukkan
jurigen ke ruang tamu.’
Kemudian data (453a) dan data (453c) diuji dengan teknik lesap akan
menjadi berikut.
(453d) Sopir mau njur Ø jurigen cacah papat gedhe-gedhe.
‘Sopir itu lalu Ø jurigen besar-besar berjumlah empat,’
(453e) [...] Mula Dewi mung nyawang thok nalika sopir kuwi Ø jurigen
menyang ruang tamu.
‘[...] Maka Dewi hanya memandang saja ketika sopir itu Ø jurigen ke
ruang tamu.’
Hasil analisis data (453d) dan data (453e) dengan teknik lesap, ternyata
wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini dikarenakan
unsur yang penting dalam kalimat ketika dilesapkan, membuat wacana tidak
kohesif. Oleh karena itu, kedua penanda kohesi leksikal berupa antonimi tersebut
wajib hadir dalam wacana.
Data mengenai oposisi mutlak dapat dilihat pada lampiran data nomor 451
sampai 453.
132
2) Oposisi Kutub
Oposisi kutub adalah pertentangan makna yang tidak bersifat mutlak,
tetapi bersifat gradasi (ada tingkatan makna). Penanda oposisi kutub yang
ditemukan dalam penelitian ini adalah oposisi antara kata adoh ‘jauh’ dengan kata
cedhak ‘dekat’, oposisi antara kata lanang ‘laki-laki’ dengan kata wadon
‘perempuan’, oposisi antara kata esemmu ‘senyummu’ dengan kata mbesengutmu
‘cemberutmu’, oposisi antara kata susah ‘susah’ dengan kata seneng ‘senang’, dan
oposisi antara kata priya ‘pria’ dengan kata wanita ‘wanita’. Berikut ini
penjelasannya.
(454) Mlakune rumangsaku ya rada adoh, nanging kanggone Mbak Anti sing
wis kulina ya cedhak. (MK/H62/P21).
‘Jarak tempuhnya perasaanku ya agak jauh, tetapi buat Mbak Anti yang
sudah terbiasa ya dekat.’
Pada data (454) menunjukkan antonimi berupa oposisi kutub antara kata
adoh ‘jauh’ dengan kata cedhak ‘dekat’. Kedua kata tersebut dikatakan beroposisi
kutub karena terdapat gradasi di antara kedua oposisi tersebut, yaitu adanya
realitas adoh banget ‘sangat jauh’, adoh ‘jauh’, rada adoh ‘agak jauh’, cedhak
banget ‘sangat dekat’, cedhak ‘dekat’, dan rada cedhak ‘agak dekat’.
Kemudian data (454) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(454a) Mlakune rumangsaku ya rada adoh,
‘Jarak tempuhnya perasaanku ya agak jauh,’
(454b) nanging kanggone Mbak Anti sing wis kulina ya cedhak.
‘tetapi buat Mbak Anti yang sudah terbiasa ya dekat.’
Kemudian data (454a) dan data (454b) diuji dengan teknik lesap akan
menjadi berikut.
(454c) Mlakune rumangsaku ya rada Ø.
‘Jarak tempuhnya perasaanku ya agak Ø.’
133
(454d) nanging kanggone Mbak Anti sing wis kulina ya Ø.
‘tetapi buat Mbak Anti yang sudah terbiasa ya Ø.’
Hasil analisis data (454c) dan data (454d) dengan teknik lesap, ternyata
wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini dikarenakan
unsur yang penting dalam kalimat ketika dilesapkan, membuat wacana tidak
kohesif. Oleh karena itu, kedua penanda kohesi leksikal berupa antonimi tersebut
wajib hadir dalam wacana.
Data lain yang merupakan oposisi kutub adalah sebagai berikut.
(458) “Sepurane, Rit, aku gawe atimu susah.” [...] (IAKA/H181/P24).
“Aku malah seneng ndang weruh babagan iki, Din. (IAKA/H181/P25).
‘Maafkan, Rit, aku membuat hatimu susah. Andin merangkul Rita.’
‘Aku malah senang segera tahu tentang ini, Din.’
Pada data (458) menunjukkan antonimi berupa oposisi kutub antara kata
susah ‘susah’ dengan kata seneng ‘senang’. Kedua kata tersebut dikatakan
beroposisi kutub karena terdapat gradasi di antara kedua oposisi tersebut, yaitu
adanya realitas susah banget ‘sangat susah’, susah ‘susah’, rada susah ‘agak
susah’, seneng banget ‘sangat senang’, seneng ‘senang’, dan rada seneng ‘agak
senang’.
Kemudian data (458) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
(458a) “Sepurane, Rit,
‘Maafkanlah, Rit,’
(458b) aku gawe atimu susah.”
‘aku membuat hatimu susah.’
(458c) Andin ngrangkul Rita.
‘Andin merangkul Rita.’
(458d) “Aku malah seneng ndang weruh babagan iki, Din.
‘Aku malah senang segera tahu tentang ini, Din.’
134
Kemudian data (458b) dan data (458d) diuji dengan teknik lesap akan
menjadi berikut.
(458e) aku gawe atimu Ø.”
‘aku membuat hatimu Ø.’
(458f) “Aku malah Ø ndang weruh babagan iki, Din.”
‘Aku malah Ø segera tahu tentang ini, Din.’
Hasil analisis data (458e) dan data (458f) dengan teknik lesap, ternyata
wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini dikarenakan
unsur yang penting dalam kalimat ketika dilesapkan, membuat wacana tidak
kohesif. Oleh karena itu, kedua penanda kohesi leksikal berupa antonimi tersebut
wajib hadir dalam wacana.
Data mengenai oposisi kutub dapat dilihat pada lampiran data nomor 454
sampai 459.
3) Oposisi Hirarkial
Oposisi hirarkial adalah oposisi makna yang menyatakan deret jenjang
atau tingkatan. Penanda oposisi hirarkial yang ditemukan dalam penelitian ini
adalah oposisi antara kata sekolahan ‘sekolah’ dengan kata kuliah ‘kuliah’.
Berikut ini penjelasannya.
(460) Dheweke repot golek sekolahan. Wis mantheng atine nerusake kuliah
dadi guru. (IAKA/H184/P46).
‘Dia repot mencari sekolah. Sudah mantap hatinya meneruskan kuliah
untuk menjadi guru.’
Pada data (460) menunjukkan antonimi berupa oposisi hirarkial antara kata
sekolahan ‘sekolah’ dengan kata kuliah ‘kuliah’. Kedua kata tersebut
menyatakan adanya hubungan suatu jenjang pendidikan.
Kemudian data (460) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung
(BUL) menjadi berikut.
135
(460a) Dheweke repot golek sekolahan.
‘Dia repot mencari sekolah.’
(460b) Wis mantheng atine nerusake kuliah dadi guru.
‘Sudah mantap hatinya meneruskan kuliah untuk menjadi guru.’
Kemudian data (460a) dan data (460b) diuji dengan teknik lesap akan
menjadi berikut.
(460c) Dheweke repot golek Ø.
‘Dia repot mencari Ø.’
(460d) Wis mantheng atine nerusake Ø dadi guru.
‘Sudah mantap hatinya meneruskan Ø untuk menjadi guru.’
Hasil analisis data (460c) dan data (460d) dengan teknik lesap, ternyata
wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini dikarenakan
unsur yang penting dalam kalimat ketika dilesapkan, membuat wacana tidak
kohesif. Oleh karena itu, kedua penanda kohesi leksikal berupa antonimi tersebut
wajib hadir dalam wacana.
d. Kolokasi (Sanding Kata)
Kolokasi merupakan asosiasi tertentu dalam menggunakan pilihan kata
yang cenderung digunakan secara berdampingan. Kata-kata yang berkolokasi
adalah kata-kata yang cenderung dipakai dalam suatu domain atau jaringan
tertentu, misalnya dalam jaringan pendidikan akan digunakan kata-kata yang
berkaitan dengan masalah pendidikan dan orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Penanda kolokasi yang ditemukan dalam penelitian ini adalah kolokasi antara
satuan lingual tentara-tentara ‘tentara-tentara’, pangkalan ‘pangkalan’, bapak
jendral ‘bapak jenderal’, dan AU; kolokasi antara satuan lingual jajan ‘camilan’,
unjukan ‘minuman’, catering ‘catering’, dan panganan ‘makanan’; kolokasi
antara satuan lingual pacaran ‘pacaran’, lamaran ‘lamaran’, tukar cincin ‘tukar
cincin’, asmara ‘asmara’, tunangan ‘tunangan’, dan jodho ‘jodoh’; kolokasi
136
antara satuan lingual penyiar ‘penyiar’, lagu ‘lagu’, penggemar ‘penggemar’, dan
siaran ‘siaran’; serta kolokasi antara satuan lingual jagongan ‘berbincang’,
ngomonge ‘bicaranya’, omongane ‘omongannya’, dan nyritakake ‘menceritakan’.
Berikut ini penjelasannya.
(463) Ya ngene iki resikone pacaran jarak jauh, apa maneh yen durung keiket
dening tali lamaran apa dene tukar cincin, babagan loro iku durung
bisa dadi jaminan kanggo langgenge sawijining hubungan asmara.
Wong sing wis tunangan wae durung mesthi yen dadi. Apa maneh sing
durung. Ya kuwi jenenge jodho, kabeh dipesthi dening kang gawe urip.
(PSAD/H133-134/P47).
‘Ya begini resikonya pacaran jarak jauh, apa lagi jika belum terikat
oleh tali lamaran apa lagi tukar cincin, dua perihal itu belum bisa
menjadi jaminan untuk kelanggengan hubungan asmara. Orang yang
sudah tunangan saja belum tentu jadi. Apa lagi yang belum. Ya itu
namanya jodoh, semua ditentukan oleh Sang Pencipta.’
Pada data (463) menunjukkan kolokasi yaitu pemakaian kata pacaran
‘pacaran’, lamaran ‘lamaran’, tukar cincin ‘tukar cincin’, asmara ‘asmara’,
tunangan ‘tunangan’, dan jodho ‘jodoh’ yang saling berkolokasi dan mendukung
kepaduan wacana dalam paragraf tersebut. Istilah-istilah tersebut berkaitan dalam
hal asmara.
Pada data (463) di atas jika diterapkan dengan teknik lesap dan teknik
ganti, kalimat menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Apabila salah satu
unsur kata saja dilesapkan, akan mengurangi kebermaknaan wacana yang ada.
Demikian juga dengan penggantian salah satu unsurnya, maka maknanya akan
berubah.
Data lain yang merupakan kolokasi adalah sebagai berikut.
(464) Nanging tugasku ana kene ki dadi penyiar, dadi ya ngladeni wong
akeh. Masia kuwi mau lagu sing dak pegeli, ya kepeksa dak ladeni. Ora
oleh pilih kasih, marang sapa wae kudu adhil ora oleh mbedak-
mbedakne penggemar. Ya kuwi salah sijine tugase penyiar kanggo
ningkatake mutu siaran lan narik penggemar sing akeh.
(SBIMK/H189/P2).
137
‘Tetapi tugasku di sini ya menjadi penyiar, jadi ya melayani banyak
orang. Meskipun itu tadi lagu yang tak kusukai, ya terpaksa aku layani.
Tidak boleh pilih kasih, kepada siapa saja harus adil tidak boleh
membeda-bedakan penggemar. Ya itu salah satu tugas penyiar untuk
meningkatkan mutu siaran dan menarik penggemar yang banyak.’
Pada data (464) menunjukkan kolokasi yaitu pemakaian kata penyiar
‘penyiar’, lagu ‘lagu’, penggemar ‘penggemar’, dan siaran ‘siaran’ yang saling
berkolokasi dan mendukung kepaduan wacana dalam paragraf tersebut. Istilah-
istilah tersebut berkaitan dalam hal kepenyiaran khususnya kepenyiaran radio.
Pada data (464) di atas jika diterapkan dengan teknik lesap dan teknik
ganti, kalimat menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Apabila salah satu
unsur kata saja dilesapkan, akan mengurangi kebermaknaan wacana yang ada.
Demikian juga dengan penggantian salah satu unsurnya, maka maknanya akan
berubah.
Data mengenai kolokasi dapat dilihat pada lampiran data nomor 461
sampai 465.
e. Hiponimi (Hubungan Atas-Bawah)
Hiponimi dapat diartikan sebagai satuan bahasa (kata, frasa, kalimat) yang
maknanya dianggap merupakan bagian dari satuan lingual yang lain. Unsur atau
satuan lingual yang mencakupi beberapa unsur atau satuan lingual yang
berhiponim itu disebut hipernim atau superordinat. Penanda hiponimi yang
ditemukan dalam penelitian ini adalah penerangan ‘penerangan’ sebagai hipernim
dengan lampu teplok ‘lampu pelita’ dan lampu petromax ‘lampu petromax’
sebagai hiponimnya; jurusan ‘jurusan’ sebagai hipernim dengan matematika dan
sastra lan bahasa Indonesia ‘sastra dan bahasa Indonesia’ sebagai hiponimnya;
138
dan pesawat tempur ‘pesawat tempur’ sebagai hipernim dengan Sky Hawk dan F-
16 sebagai hiponimnya. Berikut ini penjelasannya.
(466) Yen ana penerangane iya mung lampu teplok, utawa yen ana
penduduke sing mampu ya lagi kuwi sing duwe lampu petromax.
(MK/H58/P1).
‘Jika ada penerangan ya hanya lampu pelita, atau jika ada penduduk
yang mampu yaitu yang punya lampu petromax.’
Pada data (466) menunjukkan hiponimi yaitu kata penerangan
‘penerangan’ pada satuan lingual penerangane ‘penerangan’ yang merupakan
seperordinat atau hipernimnya, sedangkan hiponimnya adalah lampu teplok
‘lampu pelita’ dan lampu petromax ‘lampu petromax’. Untuk lebih jelasnya,
dapat dilihat pada bagan berikut.
Bagan 2: Hiponimi kata penerangan ‘penerangan’
Data lain yang merupakan hiponimi adalah sebagai berikut.
(468) Alhamdulilah Rita ketampa ana jurusan matematika, Anggara
ketampa ana jurusan sastra lan bahasa Indonesia. (IAKA/H184/P47).
‘Alhamdulilah Rita diterima di jurusan matematika, Anggara diterima
di jurusan sastra dan bahasa Indonesia.’
Pada data (468) menunjukkan hiponimi yaitu kata jurusan ‘jurusan’ yang
merupakan seperordinat atau hipernimnya, sedangkan hiponimnya adalah
matematika dan sastra lan bahasa Indonesia ‘sastra dan bahasa Indonesia’.
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada bagan berikut
penerangan
lampu teplok lampu petromax
139
Bagan 3: Hiponimi kata jurusan ‘jurusan’
Data mengenai hiponimi dapat dilihat pada lampiran data nomor 466
sampai 468.
f. Ekuivalensi (Kesepadanan)
Ekuivalensi adalah hubungan kesepadanan antara satuan lingual tertentu
dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah paradigma. Dalam hal ini, sejumlah
kata hasil proses afiksasi dari morfem asal yang sama menunjukkan adanya
hubungan kesepadanan. Penanda ekuivalensi yang ditemukan dalam penelitian ini
adalah mikir ‘memikirkan’ dengan mikirake ‘memikirkan’, sambungane
‘hubungannya’ dengan nyambungake ‘menyambungkan’, mikir ‘memikirkan’
dengan pikiren ‘pikirkan’, dan katresnan ‘percintaan’ dengan nresnani
‘mencintai’. Berikut ini penjelasannya.
(471) “Wah, ya aja mung mikir murid thok ta Dhik! Sok-sok ya pikiren Mas
Nang barang iki!” (MK/H68/P64).
‘Wah, ya jangan hanya memikirkan murid Dhik!’ Kadang-kadang ya
pikirkan Mas Nang juga!’
Pada data (471) menunjukkan ekuivalensi yaitu berupa kata mikir
‘memikirkan’ dengan pikiren ‘pikirkan’ yang menunjukkan adanya kesepadanan
karena proses afiksasi yang berasal dari morfem dasar yang sama yaitu kata pikir
‘pikir’.
Data lain yang merupakan ekuivalensi adalah sebagai berikut.
jurusan
matematika sastra lan bahasa Indonesia
140
(472) Rita yakin, sejatine katresnan ora bakal owah, semono uga atine
Anggara, sih kenceng nresnani dheweke. (IAKA/H188/P74).
‘Rita yakin, sejatinya percintaan tidak bakal berubah, begitu juga hati
Anggara, masih kuat mencintai dia.’
Pada data (472) menunjukkan ekuivalensi yaitu berupa kata katresnan
‘percintaan’ dengan nresnani ‘mencintai’ yang menunjukkan adanya kesepadanan
karena proses afiksasi yang berasal dari morfem dasar yang sama yaitu kata
tresna ‘cinta’.
Data mengenai ekuivalensi dapat dilihat pada lampiran data nomor 469
sampai 472.
B. Penanda Koherensi
Penanda koherensi dianalisis untuk mengetahui sebuah wacana tersebut
koheren atau tidak. Koherensi wacana dapat dicapai dengan memanfaatkan
penanda hubungan yang ada. Dalam wacana Antologi Cerkak “Puber Kedua”
karya Ary Nurdiana ditemukan beberapa penanda koherensi yaitu penanda
koherensi berupa penekanan, penanda koherensi berupa simpulan/hasil, serta
penanda koherensi berupa contoh. Berikut uraian analisis data penanda koherensi
dalam wacana Antologi Cerkak “Puber Kedua” karya Ary Nurdiana.
1. Penanda Koherensi Berupa Penekanan
Penanda koherensi berupa penekanan dalam sebuah wacana bertujuan
untuk menyatakan penekanan terhadap sesuatu maksud yang telah dinyatakan
dalam kalimat sebelumnya. Penanda koherensi berupa penekanan yang ditemukan
dalam penelitian ini adalah mesthi ‘pasti’, dan mesthine ‘pastinya’, pancen
‘memang’, dan nyatane ‘bahwasanya’. Berikut ini penjelasannya.
(474) [...] Ya ora maido, dheweke asli pendhudhuk kene. Mesthi wae
krasan.” (MK/H67/P60).
[...] ‘Ya tidak menyalahkan, dia penduduk asli sini. Pasti nyaman.’
141
Pada data (474) menunjukkan penanda koherensi berupa penekanan yaitu
pada kata mesthi ‘pasti’ yang berfungsi menyatakan penekanan bahwa tokoh yang
bernama Anti pasti nyaman berada di desa karena penduduk asli. Maksud dari
wacana tersebut adalah memberikan penjelasan kepada pembaca bahwa Anti pasti
nyaman di desanya karena dia memang penduduk asli desa tersebut.
Data lain yang merupakan koherensi berupa penekanan adalah sebagai
berikut.
(490) Wiwit kenalan karo Puput dak rasak-rasakne studio tambah sumringah.
Saben aku siaran Puput ora let suwe wis ana ngarep kaca lungguh karo
maca-maca majalah. Sok-sok nggawa kanca, kadhang dhewe. Tibakane
bocah iki pancen wis parah tenan olehe broken home, nyatane sekolah
barang ya wis aras-arasen. Aku nyoba nyadharake dheweke, lan
Alhamdulilah, aku digatekake marang Puput, saiki dheweke wis sregep
sekolah maneh. (SBIMK/H193/P26).
‘Sejak berkenalan dengan Puput aku rasa-rasakan studio tambah
berseri-seri. Setiap aku siaran tidak berselang lama Puput sudah ada di
depan kaca duduk sambil membaca majalah. Terkadang membawa
teman, terkadang sendirian. Ternyata anak ini memang sudah parah
sekali broken home, bahwasanya juga sudah malas sekolah. Aku
mencoba menyadarkan dia, dan alhamdulilah, aku diperhatikan oleh
Puput, sekarang dia sudah rajin sekolah lagi.’
Pada data (490) menunjukkan penanda koherensi berupa penekanan yaitu
pada kata pancen ‘memang’ dan nyatane ‘bahwasanya’ yang berfungsi
menyatakan penekanan maksud dalam wacana tersebut. Maksud dari kata pancen
‘memang’ dalam wacana tersebut adalah tokoh yang bernama Puput memang
benar-benar sudah parah broken home. Kata pancen ‘memang’ memberikan
penekanan pada konteks kalimat Puput yang mengalami broken home. Kata
nyatane ‘bahwasanya’ juga memberikan penekanan bahwa ketika Puput broken
home, dia menjadi malas sekolah.
142
Data mengenai penanda koherensi berupa penekanan dapat dilihat pada
lampiran data nomor 473 sampai 495.
2. Penanda Koherensi Berupa Simpulan atau Hasil
Penanda koherensi berupa simpulan atau hasil berfungsi memberikan hasil
atau kesimpulan dari suatu perkara. Penanda koherensi berupa simpulan atau hasil
yang ditemukan dalam penelitian ini adalah ngono iku ‘memang itu’ dan dadi
‘jadi’. Berikut ini penjelasannya.
(499) [...] “Dak wenehi weruh ya cah ayu... sopir mau sejatine adhiku. Pas e
kuwi iparku. Lagi telung sasi dadi garwane adhikku. Sejatine ngono
iku anak buahku. Aku seneng marang Tri amarga olehe nyambut gawe
nyenengake, mula dak olehake adhiku.” (PSAD/H136/P62).
[...] ‘Kuberi tahu ya anak cantik... sopir itu sejatinya adikku. Tepatnya
iparku. Baru tiga bulan menjadi suami adikku. Sejatinya memang itu
anak buahku. Aku senang kepada Tri karena kerjanya memuaskan,
maka aku jodohkan dengan adikku.’
Pada data (499) menunjukkan penanda koherensi berupa kesimpulan yaitu
pada kata ngono iku ‘memang itu’ yang berfungsi memberikan kesimpulan
bahwa tokoh yang bernama Tri adalah anak buah dari pak jendral. Selain anak
buah dari pak jendral, Tri juga iparnya, baru tiga bulan menjadi suami adiknya. Ini
memberikan simpulan bahwa sejatinya Tri adalah anak buah dan juga ipar dari
pak jendral.
Data lain yang merupakan koherensi berupa simpulan/hasil adalah sebagai
berikut.
(500) Jebul Anggara uga kuliah ana UM. Dadi Rita isih kerep kepethuk karo
Anggara. (IAKA/H184/P47).
‘Ternyata Anggara juga kuliah di UM. Jadi Rita masih sering bertemu
dengan Anggara.
Pada data (500) menunjukkan penanda koherensi berupa kesimpulan yaitu
pada kata dadi ‘jadi’ yang berfungsi memberikan kesimpulan bahwa tokoh yang
143
bernama Rita masih sering bertemu dengan Anggara karena memang dua-duanya
kuliah di UM. Ini memberikan simpulan bahwa ketika Rita dan Anggara sama-
sama kuliah di UM, dua-duanya jadi sering bertemu.
Data mengenai penanda koherensi berupa simpulan/hasil dapat dilihat
pada lampiran data nomor 496 sampai 503.
3. Penanda Koherensi Berupa Contoh
Penanda koherensi berupa contoh memiliki fungsi untuk memberi
keterangan atau memberi penjelasan dari sebuah wacana sehingga wacana
tersebut menjadi jelas maksudnya. Penanda koherensi berupa contoh yang
ditemukan dalam penelitian ini adalah saupama ‘semisal’, kayata ‘seperti halnya’,
dan upama ‘semisal’. Berikut ini penjelasannya.
(505) “Wah, banjur kepriye upama ujug-ujug ana layang tugas kanggo
awakmu, lan dipindhah ana kecamatan kana?” (MK/H67/P56).
‘Wah, lalu bagaimana semisal tiba-tiba ada surat tugas untuk kamu, dan
dipindah ke kecamatan sana?’
Pada data (505) menunjukkan penanda koherensi berupa contoh yaitu pada
kata upama ‘semisal’. Penanda tersebut berfungsi memberikan penjelasan atau
keterangan mengenai contoh atau perumpamaan yaitu bahwa bagaimana semisal
tokoh bernama Ana tiba-tiba menerima surat tugas dan dipindah ke kecamatan.
Dengan hadirnya penanda koherensi upama ‘semisal’ maka wacana menjadi
padu.
Data lain yang merupakan koherensi berupa contoh adalah sebagai berikut.
(506) Mula bocah sing kost ana daleme Bu Ridwan ya sregep mbiyantu resik-
resik omah, kayata nyapu latar lan siram-siram kembang.
(PSAD/H128/P2).
‘Memang anak yang mengekos di rumah Bu Ridwan juga rajin
membantu membersihkan rumah, seperti halnya menyapu halaman dan
menyiram bunga.
144
Pada data (506) menunjukkan penanda koherensi berupa contoh yaitu pada
kata kayata ‘seperti halnya’ yang menerangkan contoh dari resik-resik omah
‘bersih-bersih rumah’ seperti nyapu latar ‘menyapu halaman’ dan siram-siram
kembang ‘menyiram bunga’. Penanda tersebut berfungsi memberikan penjelasan
atau keterangan mengenai contoh bahwa anak yang mengekos di rumah Bu
Ridwan rajin menyapu halaman dan menyiram bunga. Dengan hadirnya penanda
koherensi kayata ‘seperti halnya’ maka wacana menjadi padu.
Data mengenai penanda koherensi berupa contoh dapat dilihat pada
lampiran data nomor 504 sampai 506.