BAB II PEMBAHASAN - abstrak.ta.uns.ac.id · 43 BAB II PEMBAHASAN Dalam pembahasan ini akan...

102
43 BAB II PEMBAHASAN Dalam pembahasan ini akan dipaparkan mengenai penanda kohesi (baik itu gramatikal maupun leksikal) dan penanda koherensi dalam wacana Antologi Cerkak “Puber Kedua” karya Ary Nurdiana. Untuk lebih jelasnya, berikut ini penjelasannya. A. Penanda Kohesi Dalam penelitian terhadap Antologi Cerkak “Puber Kedua” karya Ary Nurdiana ditemukan dua jenis penanda kohesi, yaitu penanda kohesi gramatikal dan penanda kohesi leksikal. Penanda kohesi gramatikal yang ditemukan berupa pengacuan (referensi) yang menggunakan pronomina, penyulihan (substitusi), pelesapan (elipsis), dan perangkaian (konjungsi). Penanda kohesi leksikal berupa repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), antonimi (oposisi makna), kolokasi (sanding kata), hiponimi (hubungan atas-bawah), dan ekuivalensi (kesepadanan). Secara lebih detail, dapat dilihat uraiannya sebagai berikut. 1. Kohesi Gramatikal a. Pengacuan (Referensi) Referensi merupakan pengacuan terhadap sesuatu hal yang sedang dibicarakan atau ditulis sebelum atau sesudahnya baik di dalam atau di luar satuan gramatikal. Referensi ini diwujudkan dalam bentuk pronomina yaitu pronomina persona (kata ganti orang), pronomina demonstratif (kata ganti penunjuk waktu atau tempat), dan prononima komparatif (kata ganti perbandingan).

Transcript of BAB II PEMBAHASAN - abstrak.ta.uns.ac.id · 43 BAB II PEMBAHASAN Dalam pembahasan ini akan...

43

BAB II

PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini akan dipaparkan mengenai penanda kohesi (baik

itu gramatikal maupun leksikal) dan penanda koherensi dalam wacana Antologi

Cerkak “Puber Kedua” karya Ary Nurdiana. Untuk lebih jelasnya, berikut ini

penjelasannya.

A. Penanda Kohesi

Dalam penelitian terhadap Antologi Cerkak “Puber Kedua” karya Ary

Nurdiana ditemukan dua jenis penanda kohesi, yaitu penanda kohesi gramatikal

dan penanda kohesi leksikal. Penanda kohesi gramatikal yang ditemukan berupa

pengacuan (referensi) yang menggunakan pronomina, penyulihan (substitusi),

pelesapan (elipsis), dan perangkaian (konjungsi). Penanda kohesi leksikal berupa

repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), antonimi (oposisi makna), kolokasi

(sanding kata), hiponimi (hubungan atas-bawah), dan ekuivalensi (kesepadanan).

Secara lebih detail, dapat dilihat uraiannya sebagai berikut.

1. Kohesi Gramatikal

a. Pengacuan (Referensi)

Referensi merupakan pengacuan terhadap sesuatu hal yang sedang

dibicarakan atau ditulis sebelum atau sesudahnya baik di dalam atau di luar satuan

gramatikal. Referensi ini diwujudkan dalam bentuk pronomina yaitu pronomina

persona (kata ganti orang), pronomina demonstratif (kata ganti penunjuk waktu

atau tempat), dan prononima komparatif (kata ganti perbandingan).

44

1) Pronomina Persona

Pronomina persona (kata ganti orang) yang meliputi persona pertama

(persona I), kedua (persona II), dan ketiga (persona III), baik tunggal maupun

jamak. Pronomina persona I tunggal, II tunggal, dan III tunggal ada yang berupa

bentuk bebas (morfem bebas) dan ada pula yang bentuk terikat (morfem terikat).

Kepaduan wacana yang ditandai dengan kohesi gramatikal yang berupa

pengacuan pronomina persona dapat dilihat pada data berikut.

1.1 Pronomina Persona I

Penanda pronomina persona I bentuk bebas yang ditemukan dalam

penelitian ini adalah aku ‘aku’, kula ‘saya’, dan dalem ‘saya’. Penanda pronomina

persona I bentuk terikat yang ditemukan dalam penelitian ini adalah enklitik dak-

‘ku-‘, enklitik -ku ‘-ku’, dan enklitik tak- ‘ku-‘. Penanda pronomina persona I

jamak yang ditemukan dalam penelitian ini adalah awake dhewe ‘kita berdua’.

Berikut ini penjelasannya.

(4) “Dhik Ana kok nyawang terus ana apa ta? Mengko lek kesandhung

lho,” suarane Mbak Anti sing empuk nyadharake aku saka lamunan.

(MK/H60/P8).

‘Dhik Ana mengapa melihat terus ada apa ya? Nanti malah tersandung

lho, suaranya Mbak Anti yang lembut menyadarkan aku dari

melamun.’

Pronomina yang terdapat pada data (4) yaitu aku ‘aku’ yang merupakan

pronomina I tunggal bentuk bebas mengacu pada tokoh yang bernama Ana. Maka

termasuk pengacuan endofora anaforis karena acuannya berada di dalam teks

dengan acuan yaitu Ana yang disebutkan di sebelah kiri pronomina aku ‘aku’.

Kemudian data (4) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(4a) “Dhik Ana kok nyawang terus ana apa ta?

45

‘Dhik Ana mengapa melihat terus ada apa ya?

(4b) Mengko lek kesandhung lho,”

‘Nanti malah tersandung lho,’

(4c) suarane Mbak Anti sing empuk nyadharake aku saka lamunan.

‘suaranya Mbak Anti yang lembut menyadarkan aku dari melamun.’

Kemudian data (4c) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(4d) suarane Mbak Anti sing empuk nyadharake Ø saka lamunan.

‘suaranya Mbak Anti yang lembut menyadarkan Ø dari melamun.’

Hasil analisis data (4d) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona

aku ‘aku’ wajib hadir. Jika pronomina tersebut dilesapkan, data tersebut tidak

gramatikal dan tidak berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca

menjadi tidak lengkap dan kurang jelas.

Data (4c) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona I

tunggal bentuk bebas aku ‘aku’, menjadi sebagai berikut.

(4e) suarane Mbak Anti sing empuk nyadharake aku saka lamunan.

awakku

‘suaranya Mbak Anti yang lembut menyadarkan aku dari melamun.’

aku

Dari data (4e) di atas, pronomina persona I tunggal bentuk bebas aku ‘aku’

ternyata dapat digantikan dengan pronomina persona lainnya seperti awakku

‘aku’ karena pronomina tersebut masih dalam tataran yang sama yaitu ngoko.

Data lain yang merupakan pronomina persona I adalah sebagai berikut.

(125) “Ah... Mas Han remenane guyon. Kula nyuwun pirsa saestu.

(MK/H63/P27).

‘Ah... Mas Han sukanya bercanda. Saya benar-benar ingin tahu.’

Pada data (125) menunjukkan pronomina persona I tunggal bentuk bebas

yaitu kula ‘saya‘ yang mengacu pada tokoh yang bernama Anti. Maka pengacuan

46

tersebut merupakan endofora anaforis karena mengacu pada tokoh yang bernama

Anti yang telah disebut terdahulu.

Kemudian data (125) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(125a) “Ah... Mas Han remenane guyon.

‘Ah...’ Mas Han sukanya bercanda.

(125b) Kula nyuwun pirsa saestu.

‘Saya benar-benar ingin tahu.’

Kemudian data (125b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(125c) Ø nyuwun pirsa saestu.

‘Ø benar-benar ingin tahu.’

Hasil analisis data (125c) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona

I tunggal bentuk bebas kula ‘saya’ wajib hadir. Jika pronomina tersebut

dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima karena informasi

yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap dan kurang jelas.

Data (125b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona

I tunggal bentuk bebas kula ‘saya’, menjadi sebagai berikut.

(125d) Kula nyuwun pirsa saestu.

*kita

‘Saya benar-benar ingin tahu.’

*kita

Dari data (125e) di atas, pronomina persona I tunggal bentuk bebas kula

‘saya’ ternyata tidak dapat digantikan dengan pronomina kita ‘kita’ karena

pronomina tersebut merupakan pronomina persona I jamak, sedangkan konteks

kalimatnya merujuk kepada persona I tunggal.

Data lain yang merupakan pronomina persona I adalah sebagai berikut.

(129) “Lho... nanging kala sedasa dinten kepengker taksih telepon dalem,

bu.” (SBIMK/H202/P87).

47

‘Lho... tetapi sekitar sepuluh hari yang lalu masih telepon saya, bu.’

Pronomina yang terdapat pada data (129) yaitu dalem ‘saya’ yang

merupakan pronomina I tunggal bentuk bebas mengacu pada tokoh yang bernama

Wisnu. Maka termasuk pengacuan endofora anaforis karena acuannya berada di

dalam teks dengan acuan yaitu Wisnu yang disebutkan terdahulu.

Kemudian data (129) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(129a) “Lho... nanging kala sedasa dinten kepengker

‘Lho... tetapi sekitar sepuluh hari yang lalu

(129b) taksih telepon dalem, bu.”

‘masih telepon saya, bu’

Kemudian data (129b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(129c) taksih telepon Ø, bu.

‘tetapi sekitar sepuluh hari yang lalu masih telepon Ø, bu.’

Hasil analisis data (129c) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona

dalem ‘saya’ wajib hadir. Jika pronomina tersebut dilesapkan, data tersebut tidak

gramatikal dan tidak berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca

menjadi tidak lengkap dan kurang jelas.

Data (129b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona

I tunggal bentuk bebas dalem ‘saya’, menjadi sebagai berikut.

(129d) taksih telepon dalem, ,bu

kula

‘masih telepon saya,’ ,bu.

saya

Dari data (129d) di atas, pronomina persona I tunggal bentuk bebas dalem

‘saya’ ternyata dapat digantikan dengan pronomina persona kula ‘saya’, karena

pronomina tersebut masih dalam tingkat tataran yang sama yaitu krama.

48

Data lain yang merupakan pronomina persona I adalah sebagai berikut.

(131) Mripatku enggal-enggal dakinger saka praupane Mbak Anti, nyawang

menyang kedhokan-kedhokan sawah sing ana ngisor kana.

(MK/H60/P8).

‘Mataku cepat-cepat kuputar dari wajah Mbak Anti, memandang ke

petakan-petakan sawah yang ada di bawah sana.’

Pada data (131) menunjukkan pronomina persona I tunggal bentuk terikat

lekat kiri yaitu dak- ‘ku-‘ pada satuan lingual dakinger ‘kuputar’ yang mengacu

pada tokoh yang bernama Ana. Maka pengacuan tersebut merupakan endofora

anaforis karena mengacu pada tokoh yang bernama Ana yang telah disebut

terdahulu.

Kemudian data (131) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(131a) Mripatku enggal-enggal dakinger saka praupane Mbak Anti,

‘Mataku cepat-cepat kuputar dari wajahnya Mbak Anti,’

(131b) nyawang menyang kedhokan-kedhokan sawah sing ana ngisor kana.

‘memandang ke petakan-petakan sawah yang ada di bawah sana.’

Kemudian data (131a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(131c) Mripatku enggal-enggal Øinger saka praupane Mbak Anti.

‘Mataku cepat-cepat Øputar dari wajahnya Mbak Anti,’

Hasil analisis data (131c) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona

I tunggal bentuk terikat lekat kiri dak- ‘ku-’ pada satuan lingual dakinger

‘kuputar’ wajib hadir. Jika pronomina tersebut dilesapkan, data tersebut tidak

gramatikal dan tidak berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca

menjadi tidak lengkap dan kurang jelas.

Data (131a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona

I tunggal bentuk terikat lekat kiri dak- ‘ku-’, menjadi sebagai berikut.

49

(131d) Mripatku enggal-enggal dakinger saka praupane Mbak Anti.

takinger

‘Mataku cepat-cepat kuputar dari wajahnya Mbak Anti.’

kuputar

Dari data (131d) di atas, pronomina persona I tunggal bentuk terikat lekat

kiri dak- ‘ku-’ pada satuan lingual dakinger ‘ku putar’ ternyata bisa digantikan

dengan pronomina tak- ‘ku-‘ karena dak- ‘ku-‘ dan tak- ‘ku-‘ merupakan sama-

sama ragam ngoko.

Data lain yang merupakan pronomina persona I adalah sebagai berikut.

(145) “Dhik Ana, kok kaya ana sing dipikir, apa ana sing isa tak bantu?!

Suara alus saka mburiku ngagetne aku saka lamunan. (MK/H64/P37).

‘Dhik Ana, seperti ada yang dipikir, apa ada yang bisa kubantu?! Suara

halus dari belakangku mengagetkan aku dari melamun.’

Pada data (145) menunjukkan pronomina persona I tunggal bentuk terikat

lekat kanan yaitu enklitik -ku yang melekat pada satuan lingual mburiku

‘belakangku’. Maka termasuk pengacuan endofora anaforis karena acuannya

berada di dalam teks yang mengacu pada tokoh yang bernama Ana.

Kemudian data (145) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(145a) “Dhik Ana,

‘Dhik Ana,’

(145b) kok kaya ana sing dipikir,

‘seperti ada yang dipikir,’

(145c) apa ana sing isa tak bantu?!

‘apa ada yang bisa kubantu?!’

(145d) suaran alus saka mburiku ngagetne aku saka lamunan.

‘suara halus dari belakangku mengagetkan aku dari melamun.’

Kemudian data (145d) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(145e) suara alus saka mburiØ ngagetne aku saka lamunan.

‘suara halus dari belakangØ mengagetkan aku dari melamun.’

50

Hasil analisis data (145e) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona

I tunggal bentuk terikat lekat kanan -ku ‘-ku’ pada satuan lingual mburiku

‘belakangku’ wajib hadir. Jika pronomina tersebut dilesapkan, data tersebut tidak

gramatikal dan tidak berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca

menjadi tidak lengkap dan kurang jelas.

Data (145d) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona

I tunggal bentuk terikat lekat kanan -ku ‘saya’, menjadi sebagai berikut.

(145f) suara alus saka mburi -ku ngagetne aku saka lamunan.

*-ne

‘suara halus dari belakang -ku mengagetkan aku dari melamun.’

*-nya

Dari data (145f) di atas, pronomina persona I tunggal bentuk terikat lekat

kanan -ku ‘saya’ ternyata tidak dapat digantikan dengan pronomina persona -ne ‘-

nya’ karena pronomina tersebut merupakan pronomina persona III tunggal bentuk

terikat lekat kanan, sedangkan konteks kalimatnya merujuk kepada persona I

tunggal bentuk terikat lekat kanan.

Data lain yang merupakan pronomina persona I adalah sebagai berikut.

(156) “Ya jelas ta, Dhi. Kabeh takdaftarke.” (PSAD/H130/P18).

‘Ya jelaslah, Dik. Semua kudaftarkan.’

Pada data (156) menunjukkan pronomina persona I tunggal bentuk terikat

lekat kiri yaitu enklitik tak- yang melekat pada satuan lingual takdaftarke

‘kudaftarkan’. Maka termasuk pengacuan endofora anaforis karena acuannya

berada di dalam teks yang mengacu pada tokoh yang bernama Dewi.

Kemudian data (156) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

51

(156a) “Ya jelas ta, Dhi

‘Ya jelaslah, Dik’

(156b) Kabeh takdaftarke.”

‘Semua kudaftarkan.’

Kemudian data (156b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(156c) Kabeh Ødaftarke.”

‘Semua Ødaftarkan.’

Hasil analisis data (156c) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona

I tunggal bentuk terikat lekat kiri tak- ‘ku-’ pada satuan lingual takdaftarke

‘kudaftarkan’ wajib hadir. Jika pronomina tersebut dilesapkan, data tersebut tetap

gramatikal dan berterima, tetapi makna wacana tersebut menjadi wacana

bermakna perintah.

Data (156b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona

I tunggal bentuk terikat lekat kiri tak- ‘ku-’, menjadi sebagai berikut.

(156d) Kabeh tak- daftarke.”.

dak-

‘Semua ku- daftarkan.’

ku-

Dari data (156d) di atas, pronomina persona I tunggal bentuk terikat lekat

kiri tak- ‘ku-’ ternyata dapat digantikan dengan pronomina persona dak- ‘ku-’

karena pronomina persona tak- ‘ku-’ dan dak- ‘ku-‘ termasuk ragam ngoko.

Data lain yang merupakan pronomina persona I adalah sebagai berikut.

(157) “Ora ngono Mas. Aku sumelang, mengko awake dhewe ki rak dikira

ana apa-apa ana kene. (MK/H65/P46).

‘Jangan begitu Mas. Aku khawatir, nanti diri kita malah dikira ada apa-

apa di sini.’

Pada data (157) menunjukkan pronomina persona I jamak yaitu awake

dhewe ‘diri kita‘ yang mengacu pada tokoh yang bernama Ana dan Nanang. Maka

52

pengacuan tersebut merupakan endofora anaforis karena mengacu pada tokoh

yang bernama Ana dan Nanang yang telah disebut terdahulu.

Kemudian data (157) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(157a) “Ora ngono Mas.

‘Tidak begitu Mas.’

(157b) Aku sumelang,

‘Aku khawatir,’

(157c) mengko awake dhewe ki rak dikira ana apa-apa

‘nanti diri kita malah dikira ada apa-apa’

(157d) ana kene.

‘di sini.’

Kemudian data (157c) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(157e) mengko Ø ki rak dikira ana apa-apa

‘nanti Ø malah dikira ada apa-apa’

Hasil analisis data (157e) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona

I jamak awake dhewe ‘diri kita’ wajib hadir. Jika pronomina tersebut dilesapkan,

data tersebut tetap gramatikal dan berterima, tetapi informasi yang diterima oleh

pembaca menjadi kurang lengkap.

Data (157c) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona

I jamak awake dhewe ‘diri kita’, menjadi sebagai berikut.

(157f) mengko awake dhewe ki rak dikira ana apa-apa

kita

aku lan kowe

‘nanti diri kita malah dikira ada apa-apa’

kita

aku dan kamu

Dari data (157f) di atas, pronomina persona I jamak awake dhewe ‘diri

kita’ ternyata dapat digantikan dengan pronomina kita ‘kita’ dan aku lan kowe

53

‘aku dan kamu’ karena pronomina tersebut berada dalam ragam bahasa yang sama

yaitu ragam ngoko.

Data mengenai pronomina persona I dapat dilihat pada lampiran data

nomor 1 sampai 159.

1.2 Pronomina Persona II

Penanda pronomina persona II bentuk bebas yang ditemukan dalam

penelitian ini adalah kowe ‘kamu’, panjenengan ‘Anda’, dan awakmu ‘kamu’.

Penanda pronomina persona II bentuk terikat yang ditemukan dalam penelitian ini

adalah enklitik -mu ‘-mu‘. Berikut ini penjelasannya.

(160) “Pancen kowe ki bocah apik lho Dhik, aku mundhak dhemen marang

awakmu, [...] (MK/H65/P47).

‘Memang kamu itu orang baik lho Dhik, aku makin senang dengan

dirimu,’ [...]

Pada data (160) menunjukkan pronomina persona II tunggal bentuk bebas

yaitu kowe ‘kamu‘ yang mengacu pada tokoh yang bernama Ana. Maka

pengacuan tersebut merupakan endofora anaforis karena mengacu pada tokoh

yang bernama Ana yang telah disebut terdahulu.

Kemudian data (160) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(160a) “Pancen kowe ki bocah apik lho Dhik,

‘Memang kamu itu orang baik lho Dhik,’

(160b) aku mundhak dhemen marang awakmu, [...]

‘aku makin senang dengan dirimu,’ [...]

Kemudian data (160a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(160c) Pancen Ø ki bocah apik lho Dhik,

‘Memang Ø itu orang baik lho Dhik,’

Hasil analisis data (160c) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona

II tunggal bentuk bebas kowe ‘kamu’ wajib hadir. Jika pronomina tersebut

54

dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima karena informasi

yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap dan kurang jelas.

Data (160a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona

II tunggal bentuk bebas kowe ‘kamu’, menjadi sebagai berikut.

(160d) Pancen kowe ki bocah apik lho Dhik,

sampeyan

Memang kamu itu orang baik lho Dhik,

kamu

Dari data (160d) di atas, pronomina persona II tunggal bentuk bebas kowe

‘kamu’ ternyata dapat digantikan dengan pronomina sampeyan ‘kamu’ karena

sampeyan ‘kamu’ bersifat netral sehingga masih berterima.

Data lain yang merupakan pronomina persona II adalah sebagai berikut.

(165) “Lha panjenengan saking tindak pundi? Enjing-enjing kok sampun

wonten mriki.” (MK/H62/P25).

‘Lha Anda mau pergi ke mana? Pagi-pagi sudah berada di sini.’

Pada data (165) menunjukkan pronomina persona II tunggal bentuk bebas

yaitu panjenengan ‘Anda‘ yang mengacu pada tokoh yang bernama Handoyo.

Maka pengacuan tersebut merupakan endofora anaforis karena mengacu pada

tokoh yang bernama Handoyo yang telah disebut terdahulu.

Kemudian data (165) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(165a) “Lha panjenengan saking tindak pundi?

‘Lha Anda mau pergi ke mana?’

(165b) Enjing-enjing kok sampun wonten mriki.

‘Pagi-pagi sudah berada di sini.’

Kemudian data (165a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(165c) “Lha Ø saking tindak pundi?

‘Lha Ø mau pergi ke mana?’

55

Hasil analisis data (165c) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona

II tunggal bentuk bebas panjenengan ‘Anda’ wajib hadir. Jika pronomina tersebut

dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima karena informasi

yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap dan kurang jelas.

Data (165a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona

II tunggal bentuk bebas panjenengan ‘Anda’, menjadi sebagai berikut.

(165d) “Lha panjenengan saking tindak pundi?

sampeyan

‘Lha Anda mau pergi ke mana?’

kamu

Dari data (165d) di atas, pronomina persona II tunggal bentuk bebas

panjenengan ‘Anda’ ternyata dapat digantikan dengan pronomina sampeyan

‘kamu’ karena sampeyan ‘kamu’ bersifat netral sehingga masih berterima.

Data lain yang merupakan pronomina persona II adalah sebagai berikut.

(175) “Yen ana apa-apane, sapa sing arep nulungi awakmu?”

(MK/H64/P38).

‘Jika ada apa-apanya, siapa yang akan menolong kamu?’

Pada data (175) menunjukkan pronomina persona II tunggal bentuk bebas

yaitu awakmu ‘kamu‘ yang mengacu pada tokoh yang bernama Ana. Maka

pengacuan tersebut merupakan endofora anaforis karena mengacu pada tokoh

yang bernama Ana yang telah disebut terdahulu.

Kemudian data (175) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(175a) “Yen ana apa-apane,

‘Jika ada apa-apanya,’

(175b) sapa sing arep nulungi awakmu?”

‘siapa yang akan menolong kamu?’

Kemudian data (175b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

56

(175c) sapa sing arep nulungi Ø?”

‘siapa yang akan menolong Ø?’

Hasil analisis data (175c) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona

II tunggal bentuk bebas awakmu ‘kamu’ wajib hadir. Jika pronomina tersebut

dilesapkan, data tersebut tetap gramatikal dan berterima, tetapi informasi yang

diterima oleh pembaca menjadi bersifat umum.

Data (175a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona

II tunggal bentuk bebas awakmu ‘kamu’, menjadi sebagai berikut.

(175d) sapa sing arep nulungi awakmu?”

sampeyan

‘siapa yang akan menolong kamu?’

kamu

Dari data (175d) di atas, pronomina persona II tunggal bentuk bebas

awakmu ‘kamu’ ternyata dapat digantikan dengan pronomina sampeyan ‘kamu’

karena sampeyan ‘kamu’ bersifat netral sehingga masih berterima.

Data lain yang merupakan pronomina persona II adalah sebagai berikut.

(182) “Kowe ki pancen neka-neka lho Dhik. Apa rumangsamu kowe ki elek?

(MK/H61/P16).

‘Kamu itu memang ada-ada saja lho Dhik. Apa menurutmu kamu itu

jelek?’

Pada data (182) menunjukkan pronomina persona II tunggal bentuk terikat

lekat kanan yaitu enklitik -mu ‘kamu‘ pada satuan lingual rumangsamu

‘menurutmu’ yang mengacu pada tokoh yang bernama Ana. Maka pengacuan

tersebut merupakan endofora anaforis karena mengacu pada tokoh yang bernama

Ana yang telah disebut terdahulu.

Kemudian data (182) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

57

(182a) “Kowe ki pancen neka-neka lho Dhik.

‘Kamu itu memang ada-ada saja lho Dhik.’

(182b) Apa rumangsamu kowe ki elek?

‘Apa menurutmu kamu itu jelek?’

Kemudian data (182b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(182c) Apa rumangsaØ kowe ki elek?

‘Apa menurutØ kamu itu jelek?’

Hasil analisis data (182c) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona

II tunggal bentuk terikat lekat kanan -mu ‘kamu’ wajib hadir. Jika pronomina

tersebut dilesapkan, data tersebut tetap gramatikal dan berterima karena -mu

‘kamu’ yang mereferen pada kata kowe ‘kamu’ memiliki satu kelas persona II.

Data (182b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona

II tunggal bentuk terikat lekat kanan -mu ‘kamu’, menjadi sebagai berikut.

(182d) “Apa rumangsa -mu kowe ki elek?

sampeyan

‘Apa menurut -mu kamu itu jelek?’

kamu

Dari data (182d) di atas, pronomina persona II tunggal bentuk terikat lekat

kanan -mu ‘kamu’ ternyata dapat digantikan dengan pronomina sampeyan ‘kamu’

karena pronomina tersebut masih dalam tataran yang sama.

Data mengenai pronomina persona II dapat dilihat pada lampiran data

nomor 160 sampai 186.

1.3 Pronomina Persona III

Penanda pronomina persona III bentuk bebas yang ditemukan dalam

penelitian ini adalah dheweke ‘dia’ dan slirane ‘dia’. Penanda pronomina persona

III bentuk terikat yang ditemukan dalam penelitian ini adalah enklitik -e ‘-nya‘

dan enklitik -ne ‘-nya’. Berikut ini penjelasannya

58

Data yang merupakan pronomina persona III adalah sebagai berikut.

(190) Mas Handoyo ngguyu, untune katon rata apik-apik. Dheweke

manggone ana kecamatan. (MK/H62/P25).

‘Mas Handoyo tertawa, giginya terlihat rata bagus-bagus. Dia

bertempat di kecamatan.’

Pada data (190) menunjukkan pronomina persona III tunggal bentuk bebas

yaitu dheweke ‘dia‘ yang mengacu pada tokoh yang bernama Handoyo. Maka

pengacuan tersebut merupakan endofora anaforis karena mengacu pada tokoh

yang bernama Handoyo yang telah disebutkan pada kalimat pertama.

Kemudian data (190) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(190a) Mas Handoyo ngguyu,

‘Mas Handoyo tertawa,’

(190b) untune katon rata apik-apik.

‘giginya terlihat rata bagus-bagus.’

(190c) Dheweke manggone ana kecamatan.

‘Dia bertempat di kecamatan.’

Kemudian data (190c) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(190d) Ø manggone ana kecamatan.

‘Øbertempat di kecamatan.’

Hasil analisis data (190d) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona

III tunggal bentuk bebas dheweke ‘dia’ wajib hadir. Jika pronomina tersebut

dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima karena informasi

yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap dan kurang jelas.

Data (190b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona

III tunggal bentuk bebas dheweke ‘dia’, menjadi sebagai berikut.

(190d) Dheweke manggone ana kecamatan.

slirane

59

‘Dia bertempat di kecamatan.’

dia

Dari data (190d) di atas, pronomina persona III tunggal bentuk bebas

dheweke ‘dia’ ternyata dapat digantikan dengan pronomina slirane ‘dia’ karena

masih dalam tataran yang sama yaitu ngoko.

Data lain yang merupakan pronomina persona III adalah sebagai berikut.

(227) “Matur nuwun cah ayu... gene kok slirane ora jatuh cinta marang

Trisanto. (PSAD/H136/P62).

‘Terima kasih anak cantik... kenapa dia tidak jatuh cinta kepada

Trisanto.’

Pada data (227) menunjukkan pronomina persona III tunggal bentuk bebas

yaitu slirane ‘dia‘ yang mengacu pada adiknya bapak jendral. Maka pengacuan

tersebut merupakan eksofora karena mengacu pada adiknya bapak jendral yang

tidak disebutkan dalam teks.

Kemudian data (227) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(227a) “Matur nuwun cah ayu...

‘Terima kasih anak cantik...’

(227b) gene kok slirane ora jatuh cinta marang Trisanto.

‘kenapa dia tidak jatuh cinta kepada Trisanto.’

Kemudian data (227b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(227c) gene kok Ø ora jatuh cinta marang Trisanto.

‘kenapa Ø tidak jatuh cinta kepada Trisanto.’

Hasil analisis data (227c) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona

III tunggal bentuk bebas slirane ‘dia’ wajib hadir. Jika pronomina tersebut

dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima karena informasi

yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap dan kurang jelas.

60

Data (227b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona

III tunggal bentuk bebas slirane ‘dia’, menjadi sebagai berikut.

(227d) gene kok slirane ora jatuh cinta marang Trisanto.

dheweke

Dari data (227d) di atas, pronomina persona III tunggal bentuk bebas

slirane ‘dia’ ternyata dapat digantikan dengan pronomina dheweke ‘dia’ karena

masih dalam tataran yang sama yaitu ngoko.

Data lain yang merupakan pronomina persona III adalah sebagai berikut.

(230) Saiki wis ora nggandheng lengenku maneh. Dalane wis ora munggah-

mudhun, dadi ora perlu digondheli. (MK/H67/P56).

‘Sekarang sudah tidak menggandeng lenganku lagi. Jalannya sudah

tidak naik-turun, jadi tidak perlu dipegangi.’

Pada data (230) menunjukkan pronomina persona III tunggal bentuk

terikat lekat kanan yaitu -e ‘-nya’ pada satuan lingual dalane ‘jalannya’ yang

merupakan pengacuan eksofora karena acuannya berada di luar teks.

Kemudian data (230) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(230a) Saiki wis ora nggandheng lengenku maneh.

‘Sekarang sudah tidak menggandeng lenganku lagi.’

(230b) Dalane wis ora munggah-mudhun,

‘Jalannya sudah tidak naik-turun,’

(230c) dadi ora perlu digondheli.

‘jadi tidak perlu dipegangi.’

Kemudian data (230b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(230d) DalanØ wis ora munggah-mudhun,

‘JalanØ sudah tidak naik-turun,’

Hasil analisis data (230d) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona

III tunggal bentuk terikat lekat kanan -e ‘-nya’ wajib hadir. Jika pronomina

61

tersebut dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima karena

informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap dan kurang jelas.

Data (230b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona

III tunggal bentuk terikat lekat kanan -e ‘-nya’, menjadi sebagai berikut.

(230e) Dalane wis ora munggah-mudhun, dadi ora perlu digondheli.

*dalan kae

‘Jalannya sudah tidak naik-turun, jadi tidak perlu dipegangi.’

*jalan itu

Dari data (230e) di atas, pronomina persona III tunggal bentuk terikat lekat

kanan -e ‘-nya’ pada satuan lingual dalane ‘jalannya’ ternyata tidak dapat

digantikan dengan pronomina kae ‘itu’ karena pronomina tersebut merupakan

pronomina demonstratif tempat yang merujuk ke tempat jauh dengan penutur,

sehingga tidak sesuai dengan konteks kalimat di atas.

Data lain yang merupakan pronomina persona III adalah sebagai berikut.

(231) [...] lambene Mas Nang sing taksenengi kuwi obah-obah lucu.

(MK/H65/P40).

[...] ‘bibir Mas Nang yang kusukai itu bergerak-gerak lucu.’

Pada data (231) menunjukkan pronomina persona III tunggal bentuk

terikat lekat kanan yaitu -ne ‘-nya’ pada satuan lingual lambene ‘bibirnya’. Maka

pengacuan tersebut merupakan endofora kataforis karena mengacu pada tokoh

yang bernama Nanang yang disebutkan kemudian.

Kemudian data (231) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(231a) [...] lambene Mas Nang sing taksenengi kuwi

[...] ‘bibir Mas Nang yang kusukai itu’

(231b) obah-obah lucu.

‘bergerak-gerak lucu.’

62

Kemudian data (231a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(231c) [...] lambeØ Mas Nang sing taksenengi kuwi

[...] ‘bibirØ Mas Nang yang kusukai itu,’

Hasil analisis data (231c) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona

III tunggal bentuk terikat lekat kanan -ne ‘-nya’ wajib hadir. Jika pronomina

tersebut dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima karena

informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap dan kurang jelas.

Data (231a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona

III tunggal bentuk terikat lekat kanan -ne ‘-nya’, menjadi sebagai berikut.

(231d) [...] lambene Mas Nang sing taksenengi kuwi

*lambeku

[...] ‘bibir Mas Nang yang kusukai itu’

*bibirku

Dari data (231d) di atas, pronomina persona III tunggal bentuk terikat lekat

kanan -ne ‘-nya’ pada satuan lingual lambene ‘bibir’ ternyata tidak dapat

digantikan dengan pronomina ku ‘ku’ pada satuan lingual lambeku ‘bibirku’

karena pronomina tersebut merupakan pronomina persona I tunggal bentuk terikat

lekat kanan sehingga tidak sesuai dengan konteks kalimatnya.

Data mengenai pronomina persona III dapat dilihat pada lampiran data

nomor 187 sampai 289.

2) Pronomina Demonstatif

Pronomina demonstratif dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu

pronomina demonstratif waktu dan pronomina demonstratif tempat. Pronomina

demonstratif waktu yang ditemukan dalam penelitian ini adalah pronomina

demonstratif waktu kini, waktu lampau, waktu yang akan datang, dan waktu

netral. Pronomina demonstratif tempat yang ditemukan dalam penelitian ini

63

adalah pronomina demonstratif tempat dekat dengan penutur, agak jauh dengan

penutur, jauh dengan penutur, dan menunjuk secara eksplisit.

2.1 Pronomina Demonstratif Waktu

Penanda pronomina demonstratif waktu kini yang ditemukan dalam

penelitian ini adalah saiki ‘sekarang’. Penanda pronomina demonstratif waktu

lampau yang ditemukan dalam penelitian ini adalah kepengker ‘yang lalu’.

Penanda pronomina demonstratif waktu yang akan datang yang ditemukan dalam

penelitian ini adalah mengko ‘nanti’, mangke ‘nanti’, dan sesuk ‘besok’. Penanda

pronomina demonstratif waktu netral yang ditemukan dalam penelitian ini adalah

esuk ‘pagi’, awan ‘siang’, sore ‘sore’, dan wengi ‘malam’. Berikut ini

penjelasannya.

(292) Saiki kari Retno, dheweke nyawang awakku sajak gemreget.

(SBIMK/H195/P41).

‘Sekarang tinggal Retno, dia melihat diriku dengan agak jengkel.’

Pada data (292) menunjukkan pronomina demonstratif waktu sekarang

saiki ‘sekarang’. Mengacu pada hari itu ketika Retno melihat tokoh utama yaitu

Wisnu dengan agak jengkel.

Kemudian data (292) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(292a) Saiki kari Retno,

‘Sekarang tinggal Retno,’

(292b) Dheweke nyawang awakku sajak gemreget.

‘Dia melihat diriku dengan agak jengkel.’

Kemudian data (292a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(292c) Ø kari Retno,

‘Ø tinggal Retno,’

64

Hasil analisis data (292c) dengan teknik lesap ternyata dapat dinyatakan

bahwa kalimat tersebut masih tetap gramatikal dan berterima. Tetapi informasi

yang disampaikan kurang lengkap dan akan lebih lengkap jika pronomina

demonstratif waktu tersebut tidak dilesapkan.

Data (292a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina

demonstratif waktu sekarang saiki ‘sekarang’, menjadi sebagai berikut.

(292d) Saiki kari Retno.

*mengko

‘Sekarang tinggal Retno.’

*nanti

Dari data (292d) di atas, pronomina demonstratif waktu sekarang saiki

’sekarang’ ternyata tidak dapat digantikan dengan pronomina mengko ‘nanti’

karena merupakan pronomina demonstratif waktu yang akan datang sehingga

tidak sesuai dengan konteks kalimat di atas.

Data lain yang merupakan pronomina demonstratif waktu adalah sebagai

berikut.

(294) “Kula kancanipun Puput, bu.” (SBIMK/H202/P85).

“Napa dereng mireng yen Puput sampun tilar seminggu kepengker.”

(SBIMK/H202/P86).

‘Saya temannya Puput, bu.’

‘Apa belum mendengar bahwa Puput telah meninggal seminggu yang

lalu.’

Pada data (294) menunjukkan pronomina demonstratif waktu lampau

kepengker ‘yang lalu’. Pronomina tersebut merupakan pronomina endofora

anaforis yang mengacu pada kata seminggu ‘seminggu’ yang disebutkan sebelum

kata kepengker ‘yang lalu’.

Kemudian data (294) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

65

(294a) “Kula kancanipun Puput, bu.”

‘Saya temannya Puput, bu.’

(294b) “Napa dereng mireng yen Puput sampun tilar seminggu kepengker.”

‘Apa belum mendengar bahwa Puput telah meninggal seminggu yang

lalu.’

Kemudian data (294b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(294c) “Napa dereng mireng yen Puput sampun tilar seminggu Ø,

‘Apa belum mendengar bahwa Puput telah meninggal seminggu Ø.’

Hasil analisis data (294c) dengan teknik lesap, ternyata pronomina

demonstratif waktu lampau yaitu kata kepengker ‘yang lalu’ wajib hadir. Karena

apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima karena

informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap dan kurang jelas.

Data (294b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina

demonstratif waktu lampau kepengker ‘yang lalu’, menjadi sebagai berikut.

(294d) Napa dereng mireng yen Puput sampun tilar seminggu kepengker.

kepungkur

‘Apa belum mendengar bahwa Puput telah meninggal seminggu

yang lalu.’

yang lalu

Dari data (294d) di atas, pronomina demonstratif waktu kepengker ’yang

lalu’ ternyata dapat digantikan dengan pronomina kepungkur ‘yang lalu’ yang

termasuk ragam ngoko. Karena kalimat di atas menggunakan ragam krama,

sehingga tidak dapat digantikan dengan kata ragam ngoko kepungkur ‘yang lalu’.

Data lain yang merupakan pronomina demonstratif waktu adalah sebagai

berikut.

(295) Mengko yen kepethuk, Dewi janji arep njaluk sepura.

(PSAD/H132/P30).

‘Nanti jika bertemu, Dewi janji akan minta maaf.’

66

Pada data (295) menunjukkan pronomina demonstratif waktu yang akan

datang mengko ’nanti’. Pronomina tersebut merupakan pronomina endofora

anaforis yang mengacu pada waktu nanti di mana Dewi akan meminta maaf.

Kemudian data (295) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(295a) Mengko yen kepethuk,

‘Nanti jika bertemu,’

(295b) Dewi janji arep njaluk sepura.

‘Dewi jantji akan minta maaf.’

Kemudian data (295a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(295c) “Ø yen kepethuk,

‘Ø jika bertemu,’

Hasil analisis data (295c) dengan teknik lesap, ternyata pronomina

demonstratif waktu yang akan datang yaitu kata mengko ‘nanti’ wajib hadir.

Karena apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima

karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap dan kurang

jelas.

Data (295a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina

demonstratif waktu yang akan datang mengko ‘nanti’, menjadi sebagai berikut.

(295d) Mengko yen kepethuk,

*wingi

‘Nanti jika bertemu,’

*kemarin

Dari data (295d) di atas, pronomina demonstratif waktu yang akan datang

mengko ’nanti’ ternyata tidak dapat digantikan dengan pronomina wingi

‘kemarin’ karena merupakan konteks kalimat di atas menggunakan pronomina

67

demonstratif waktu yang akan datang, bukan menggunakan pronomina

demonstratif waktu lampau.

Data lain yang merupakan pronomina demonstratif waktu adalah sebagai

berikut.

(297)“Mangke siang, Bu,” Mas Nanang enggal nyaut. (MK/H63/P33).

‘Nanti siang, Bu, Mas Nanang segera menyahut.’

Pada data (297) menunjukkan pronomina demonstratif waktu yang akan

datang mangke ’nanti’. Pronomina tersebut merupakan pronomina endofora

anaforis yang mengacu pada waktu yang akan datang yaitu nanti siang.

Kemudian data (297) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(297a) “Mangke siang, bu

‘Nanti siang, bu’

(297b) Mas Nanang enggal nyaut.”

‘Mas Nanang segera menyahut.’

Kemudian data (297a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(297c) “Ø siang, bu

‘Ø siang, bu’

Hasil analisis data (297c) dengan teknik lesap, ternyata pronomina

demonstratif waktu yang akan datang yaitu kata mangke ‘nanti’ wajib hadir.

Karena apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima

karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap dan kurang

jelas.

Data (297a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina

demonstratif waktu yang akan datang mangke ‘nanti’, menjadi sebagai berikut.

(297d) Mangke siang, bu

mengke

68

‘Nanti siang, bu’

nanti

Dari data (297d) di atas, pronomina demonstratif waktu yang akan datang

mangke ’nanti’ ternyata dapat digantikan dengan pronomina mengke ‘nanti’

karena pronomina tersebut masih dalam tataran yang sama yaitu krama.

Data lain yang merupakan pronomina demonstratif waktu adalah sebagai

berikut.

(298) “Mula wiwit dina iki Anggara dak pasrahake marang awakmu. Sesuk

aku sing medhot hubungan karo Anggara.” (IAKA/H182/P35).

‘Maka dari itu mulai hari ini Anggara aku pasrahkan pada dirimu.

Besok aku yang memutus hubungan dengan Anggara.’

Pada data (298) menunjukkan pronomina demonstratif waktu yang akan

datang sesuk ’besok’. Pronomina tersebut merupakan pronomina endofora

anaforis yang mengacu pada hari esok ketika tokoh utama yang bernama Rita

yang akan memutus hubungan dengan Anggara.

Kemudian data (298) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(298a) “Mula wiwit dina iki

‘Maka dari itu mulai hari ini’

(298b) Anggara dak pasrahake marang awakmu.”

‘Anggara aku pasrahkan pada dirimu.’

(298c) “Sesuk aku sing medhot hubungan karo Anggara.”

‘Besok aku yang memutus hubungan dengan Anggara.’

Kemudian data (298c) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(298d) “Ø aku sing medhot hubungan karo Anggara.”

‘Ø aku yang memutus hubungan dengan Anggara’

Hasil analisis data (298d) dengan teknik lesap, ternyata pronomina

demonstratif waktu yang akan datang yaitu kata sesuk ‘besok’ apabila dilesapkan,

69

data tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima karena informasi yang diterima

oleh pembaca menjadi tidak lengkap dan kurang jelas.

Data (298c) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina

demonstratif waktu yang akan datang sesuk ‘besok’, menjadi sebagai berikut.

(298e) “Sesuk aku sing medhot hubungan karo Anggara.”

dina ngarep

‘Besok aku yang memutus hubungan dengan Anggara.’

hari esok

Dari data (298e) di atas, pronomina demonstratif waktu yang akan datang

sesuk ’besok’ ternyata dapat digantikan dengan pronomina dina ngarep ‘hari

esok’ karena pronomina tersebut masih dalam tataran yang sama yaitu ngoko..

Data lain yang merupakan pronomina demonstratif waktu adalah sebagai

berikut.

(300) Srengenge esuk katon gumebyar. Aku mlangkah alon-alon napaki

dalan-dalan desa sing lagi wae diurug. (MK/H59/P5).

‘Matahari pagi tampak berkilauan. Aku melangkah pelan-pelan

menapaki jalan-jalan desa yang baru saja ditimbun.’

Pada data (300) menunjukkan pronomina demonstratif waktu netral esuk

‘pagi’ mengacu pada waktu netral yaitu pada waktu pagi hari.

Kemudian data (300) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(300a) Srengenge esuk katon gumebyar.

‘Matahari pagi tampak berkilauan.’

(300b) Aku mlangkah alon-alon

‘Aku melangkah pelan-pelan’

(300c) napaki dalan-dalan desa sing lagi wae diurug.

‘menapaki jalan-jalan desa yang baru saja ditimbun.’

Kemudian data (300a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(300d) Srengenge Ø katon gumebyar.”

70

‘Matahari Ø tampak berkilauan’

Hasil analisis data (300d) dengan teknik lesap, ternyata pronomina

demonstratif waktu netral yaitu kata esuk ‘pagi’ kehadirannya tidak wajib. Karena

apabila dilesapkan, data tersebut masih gramatikal dan berterima karena informasi

yang diterima oleh pembaca masih lengkap dan jelas.

Data (300a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina

demonstratif waktu netral esuk ‘pagi’, menjadi sebagai berikut.

(300e) Srengenge esuk katon gumebyar.

*sore

‘Matahari pagi tampak berkilauan.’

*sore

Dari data (300e) di atas, pronomina demonstratif waktu netral esuk ’pagi’

ternyata tidak dapat digantikan dengan pronomina sore ‘sore’ karena pronomina

tersebut tidak sesuai dengan konteks kalimat di atas, sehingga tidak dapat

menggantikan pronomina esuk ‘pagi’.

Data mengenai pronomina demonstratif waktu dapat dilihat pada lampiran

data nomor 290 sampai 304.

2.2 Pronomina Demonstratif Tempat

Penanda pronomina demonstratif tempat dekat dengan penutur yang

ditemukan dalam penelitian ini adalah kene ‘sini’. Penanda pronomina

demonstratif tempat agak jauh dengan penutur yang ditemukan dalam penelitian

ini adalah kono ‘situ’ dan iku ‘situ’. Penanda pronomina demonstratif tempat jauh

dengan penutur yang ditemukan dalam penelitian ini adalah kae ‘sana’ dan kana

‘sana’. Penanda pronomina demonstratif tempat yang menunjuk secara eksplisit

71

yang ditemukan dalam penelitian ini adalah Malang dan Maospati. Berikut ini

penjelasannya.

(307) “Radio Mas? Aku nduwe nanging pancen aku seneng karo suasanane

studio kene kok.” Puput nyawang awakku katon geli.

(SBIMK/H191/P17).

‘Radio Mas? Aku punya tetapi memang aku suka dengan suasana studio

sini.” Puput memandang diriku tampak geli.’

Pada data (307) menunjukkan pronomina demonstratif tempat dekat

dengan penutur yaitu kata kene ‘sini’. Maka pengacuan tersebut merupakan

endofora anaforis karena mengacu pada yang mengacu pada studio radio telah

disebutkan sebelum kata kene ‘sini’.

Kemudian data (307) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(307a) “Radio Mas?

‘Radio Mas?’

(307b) Aku nduwe

‘Aku punya’

(307c) nanging pancen aku seneng karo suasanane studio kene kok.”

‘tetapi memang aku suka dengan suasana studio sini.’

(307d) Puput nyawang awakku katon geli

‘Puput memandang diriku tampak geli.’

Kemudian data (307c) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(307e) nanging pancen aku seneng karo suasanane studio Ø kok.”

‘tetapi memang aku suka dengan suasana studio Ø.’

Hasil analisis data (307e) dengan teknik lesap, ternyata pronomina

demonstratif tempat dekat dengan penutur yaitu kata kene ‘sini’ kehadirannya

tidak wajib. Karena apabila dilesapkan, data tersebut masih gramatikal dan

berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca masih lengkap dan jelas.

Data (307c) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina

demonstratif tempat dekat dengan penutur kene ‘sini’, menjadi sebagai berikut.

72

(307f) nanging pancen aku seneng karo suasanane studi kene

iki

‘tetapi memang aku suka dengan suasana studio sini’

ini

Dari data (307f) di atas, pronomina demonstratif tempat dekat dengan

penutur kene ’sini’ ternyata dapat digantikan dengan pronomina iki ‘sini’ karena

pronomina tersebut masih dalam tataran yang sama yaitu ngoko.

Data lain yang merupakan pronomina demonstratif tempat adalah sebagai

berikut.

(310) “Dhik Puput lenggah kono dhisik lho, Kae tepungna dhisik mbak

kae...” (SBIMK/H194/P30).

‘Dhik Puput duduk dulu sana lho, Itu kenalan dulu dengan mbak itu...’

Pada data (310) menunjukkan pronomina demonstratif tempat agak jauh

dengan penutur yaitu kata kono ‘situ’. Pengacuan tersebut merupakan endofora

karena mengacu pada tempat duduk yang ada di studio radio. Ada pula pronomina

demonstratif tempat jauh dengan penutur yaitu kata kae ‘itu’. Maka termasuk

pengacuan endofora anaforis karena mengacu pada letak tokoh mbak ‘kakak

perempuan’ yang berada jauh dari penutur.

Kemudian data (310) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(310a) “Dhik Puput lenggah kono dhisik lho,

‘Dhik Puput duduk dulu sana lho,’

(310b) Kae tepungna dhisik mbak kae...”

‘Itu kenalan dulu dengan mbak itu...’

Kemudian data (310a) dan data (310b) diuji dengan teknik lesap akan

menjadi berikut.

(310c) “Dhik Puput lenggah Ø dhisik lho,”

‘Dhik Puput duduk dulu Ø lho,’

73

(310d) Kae tepungna dhisik mbak Ø...”

‘Itu kenalan dulu dengan mbak Ø...’

Hasil analisis data (310c) dan data (310d) dengan teknik lesap, ternyata

pronomina demonstratif tempat agak jauh dengan penutur yaitu kata kono ‘sana’

dan pronomina demonstratif tempat jauh dengan penutur yaitu kata kae ‘itu’

kehadirannya wajib. Karena apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan

tidak berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak

lengkap dan kurang jelas.

Data (310) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina

demonstratif tempat agak jauh dengan penutur kono ‘sana’ dan pronomina

demonstratif tempat jauh dengan penutur kae ‘itu’, menjadi sebagai berikut.

(310e) “Dhik Puput lenggah kono dhisik lho,

kene

‘Dhik Puput duduk sana dulu lho,’

*sana

(310f) Kae tepungna dhisik mbak kae...”

iku

‘Itu kenalan dulu sama mbak itu...’

itu

Dari data (310e) di atas, pronomina demonstratif tempat agak jauh dengan

penutur kono ’sana’ ternyata tidak dapat digantikan dengan pronomina kene ‘sini’

karena telah berbeda tempat. Pronomina kono ‘sana’ merujuk ke tempat yang

agak jauh dengan penutur, sementara pronomina kene ‘sini’ merujuk ke tempat

yang dekat dengan penutur. Dari data (310f) di atas, pronomina demonstratif

tempat jauh dengan penutur kae ‘itu’ ternyata tidak dapat digantikan dengan

pronomina iku ‘itu’ karena telah berbeda tempat. Pronomina kae ‘itu’ merujuk ke

74

tempat yang jauh dengan penutur, sementara pronomina iku ‘itu’ merujuk ke

tempat yang agak jauh dengan penutur.

Data lain yang merupakan pronomina demonstratif tempat adalah sebagai

berikut.

(315) Nasib pancen, sajake Retno nesu tenan. Dheweke mulih menyang

Malang ora pamitan. (SBIMK/H197/P50).

‘Memang nasib, sepertinya Retno benar-benar marah. Dia pulang ke

Malang tanpa pamitan.’

Pada data (315) menunjukkan pronomina demonstratif tempat yang

menunjuk secara eksplisit pada nama sebuah kota di Jawa Timur yaitu Malang.

Kemudian data (315) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(315a) Nasib pancen,

‘Memang nasib,’

(315b) sajake Retno nesu tenan.

‘sepertinya Retno benar-benar marah.’

(315c) Dheweke mulih menyang Malang ora pamitan.

‘Dia pulang ke Malang tanpa pamitan.’

Kemudian data (315c) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(315d) Dheweke mulih menyang Ø ora pamitan.”

‘Dia pulang ke Ø tanpa pamitan.’

Hasil analisis data (315d) dengan teknik lesap, ternyata pronomina

demonstratif tempat yang menunjuk secara eksplisit Malang dilesapkan, data

tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima karena informasi yang diterima oleh

pembaca menjadi tidak lengkap dan kurang jelas.

Data (315c) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina

demonstratif tempat yang menunjuk secara eksplisit Malang, menjadi sebagai

berikut.

75

(315e) Dheweke mulih menyang Malang ora pamitan”

*Madiun

‘Dia pulang ke Malang tanpa pamitan.’

*Madiun

Dari data (315d) di atas, pronomina demonstratif tempat yang menunjuk

secara eksplisit Malang ternyata tidak dapat digantikan dengan Madiun. Karena

tempat kuliah tokoh yang bernama Retno adalah di Malang, bukan di tempat lain.

Data mengenai pronomina demonstratif tempat dapat dilihat pada lampiran

data nomor 305 sampai 316.

3) Pronomina Komparatif

Pronomina komparatif (perbandingan) yaitu salah satu jenis kohesi

gramatikal yang membandingkan dua hal atau lebih yang memiliki kemiripan atau

kesamaan dari segi bentuk/wujud, sikap, sifat, watak, dan sebagainya. Penanda

pronomina komparatif yang ditemukan dalam penelitian ini adalah kaya ‘seperti’

dan persis ‘persis’. Berikut ini penjelasannya.

(323) “Wah, Mas iki pancen cerewet ya kaya yen ngasuh acara sahabat

udara wae.” Puput gedheg-gedheg karo mesem. (SBIMK/H192/P20).

‘Wah, Mas ini memang cerewet seperti ketika mengasuh acara sahabat

udara saja,” Puput geleng-geleng sambil tersenyum.’

Pada data (323) menunjukkan pronomina komparatif yaitu pada kata kaya

‘seperti’. Pronomina komparatif tersebut membandingkan dua hal yang memiliki

kemiripan yaitu cerewetnya tokoh yang bernama Wisnu ketika mengasuh acara

sahabat udara dan ketika sedang berbicara dengan Puput.

Kemudian data (323) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(323a) “Wah,

‘Wah,’

76

(323b) Mas iki pancen cerewet ya kaya yen ngasuh acara sahabat udara

wae.”

‘Mas ini memang cerewet seperti ketika mengasuh acara sahabat udara

saja,’

(323c) Puput gedheg-gedheg karo mesem.

‘Puput geleng-geleng sambil tersenyum.’

Kemudian data (323b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(323d) Mas iki pancen cerewet ya Ø yen ngasuh acara sahabat udara wae,”

‘Mas ini memang cerewet Ø ketika mengasuh acara sahabat udara saja,’

Hasil analisis data (323d) dengan teknik lesap, ternyata pronomina

komparatif kaya ‘seperti’ dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak

berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap

dan kurang jelas.

Data (323b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina

komparatif kaya ‘seperti’, menjadi sebagai berikut.

(323e) Mas iki pancen cerewet ya kaya yen ngasuh acara

mirip

sahabat udara wae.

‘Mas ini memang cerewet seperti ketika mengasuh

mirip

acara sahabat udara saja.’

Dari data (323e) di atas, pronomina komparatif kaya ’seperti’ ternyata

dapat digantikan dengan pronomina mirip ‘mirip’ karena pronomina tersebut

masih dalam tataran yang sama yaitu ngoko.

Data lain yang merupakan pronomina komparatif adalah sebagai berikut.

(326) Nanging ati iki persis wong lagi patah hati wae. Seeepiii banget.

(SBIMK/H200/P69).

‘Tetapi hati ini persis orang lagi patah hati saja. Seeepiii sekali.’

77

Pada data (326) menunjukkan pronomina komparatif yaitu pada kata

persis ‘persis’. Pronomina komparatif tersebut membandingkan dua hal yang

memiliki kesamaan yaitu hati tokoh yang bernama Wisnu yang sama dengan

orang yang lagi patah hati.

Kemudian data (326) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(326a) Nanging ati iki persis wong lagi patah hati wae.

‘Tetapi hati ini persis orang lagi patah hati saja.’

(326b) Seeepiii banget.

‘Seeepiii sekali.’

Kemudian data (326a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(326c) Nanging ati iki Ø wong lagi patah hati wae.

‘Tetapi hati ini Ø orang lagi patah hati saja.’

Hasil analisis data (326c) dengan teknik lesap, ternyata pronomina

komparatif persis ‘persis’ dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak

berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap

dan kurang jelas.

Data (326a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada pronomina

komparatif persis ‘persis’, menjadi sebagai berikut.

(326d) Nanging ati iki persis wong lagi patah hati wae.

kaya

‘Tetapi hati ini persis orang lagi patah hati saja.’

seperti

Dari data (326d) di atas, pronomina komparatif persis ’persis’ ternyata

dapat digantikan dengan pronomina kaya ‘seperti’. Karena pronomina kaya

‘seperti’ termasuk ragam ngoko.

78

Data mengenai pronomina komparatif dapat dilihat pada lampiran data

nomor 317 sampai 326.

b. Penyulihan (Substitusi)

Substitusi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa

penggantian satuan lingual tertentu, dengan satuan lingual lain dalam wacana

untuk memperoleh unsur pembeda. Substitusi dibedakan menjadi empat yaitu

substitusi nominal, verbal, frasal, dan substitusi klausal. Dalam penelitian ini

ditemukan dua macam substitusi yaitu substitusi frasal dan substitusi klausal.

1) Substitusi Frasal

Penanda substitusi frasal yang ditemukan dalam penelitian ini adalah Mas

Nanang dan Mas Handoyo yang bersubstitusi dengan frasa loro-lorone ‘dua-

duanya’, frasa durung kagungan pacar ‘belum punya pacar’ yang bersubstitusi

dengan jomblo ‘jomblo’, Rita dan Aldo yang bersubstitusi dengan frasa loro-

lorone ‘dua-duanya’, dan Puput yang bersubstitusi dengan frasa bocah ireng

manis kuwi ‘anak hitam manis itu’. Berikut ini penjelasannya.

(327) Wong lanang loro mau jebule Mas Nanang karo Mas Handoyo. Loro-

lorone mesem nalika weruh aku lan Mbak Anti, [...] (MK/H62/P23).

Dua pemuda itu ternyata Mas Nanang dan Mas Handoyo. Dua-

duanya tersenyum ketika tahu aku dan Mbak Anti, [...]

Pada data (327) menunjukkan substitusi frasal. Tampak pada data tersebut

adanya penggantian satuan lingual antara Mas Nanang dan Mas Handoyo

dengan satuan lingual lain yang berkategori frasa yaitu loro-lorone ‘dua-duanya’.

Mas Nanang dan Mas Handoyo merupakan unsur terganti sedangkan frasa loro-

lorone ‘dua-duanya’ merupakan unsur pengganti.

Kemudian data (327) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

79

(327a) Wong lanang loro mau jebule Mas Nanang karo Mas Handoyo

‘Dua pemuda itu ternyata Mas Nanang dan Mas Handoyo.’

(327b) Loro-lorone mesem nalika weruh aku lan Mbak Anti, [...]

‘Dua-duanya tersenyum ketika tahu aku dan Mbak Anti,’ [...]

Kemudian data (327a) dan data (327b) diuji dengan teknik lesap akan

menjadi berikut.

(327c) Wong lanang loro mau jebule Ø karo Ø.

‘Dua pemuda itu ternyata Ø dan Ø’

(327d) Ø mesem nalika weruh aku lan Mbak Anti, [...]

‘Ø tersenyum ketika tahu aku dan Mbak Anti,’ [...]

Hasil analisis data (327c) dan data (327d) dengan teknik lesap ternyata

dapat dinyatakan bahwa wacana tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima.

Oleh karena itu, kedua kata verbal tersebut wajib hadir dalam wacana supaya

informasinya jelas. Dengan demikian, kadar keintian kohesi tersebut sangat tinggi.

Data ini menampilkan adanya substitusi, maka dalam analisis ini dipandang tidak

perlu diuji dengan teknik ganti, karena unsur pengganti dan unsur yang terganti

sudah dicantumkan.

Data lain yang merupakan substitusi frasal adalah sebagai berikut.

(331) Ah, iki uga lagu senengane Puput. Bocah ireng manis kuwi saiki wis

ora tau anguk-anguk ana walike kaca ruang penyiar maneh, [...]

(SBIMK/H201/P72).

Ah, ini juga lagu kesukaan Puput. Anak hitam manis itu sekarang sudah

tidak pernah melihat-lihat di balik kaca ruang penyiar lagi, [...]

Pada data (331) menunjukkan substitusi frasal. Tampak pada data tersebut

adanya penggantian satuan lingual antara Puput dengan satuan lingual lain yang

berkategori frasa yaitu bocah ireng manis kuwi ‘anak hitam manis itu’. Puput

merupakan unsur terganti sedangkan frasa bocah ireng manis kuwi ‘anak hitam

manis itu’ merupakan unsur pengganti.

80

Kemudian data (331) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(331a) Ah,

‘Ah,’

(331b) iki uga lagu senengane Puput.

‘ini juga lagu lagu kesukaannya Puput.’

(331c) Bocah ireng manis kuwi saiki wis ora tau anguk-anguk ana walike

kaca ruang penyiar maneh, [...]

‘Anak hitam manis itu sekarang sudah tidak pernah melihat-lihat di

balik kaca ruang penyiar lagi, [...]’

Kemudian data (331b) dan data (331c) diuji dengan teknik lesap akan

menjadi berikut.

(331d) iki uga lagu senengane Ø.

‘ini juga lagu lagu kesukaannya Ø.’

(331e) Ø saiki wis ora tau anguk-anguk ana walike kaca ruang penyiar

maneh, [...]

‘Ø sekarang sudah tidak pernah melihat-lihat di balik kaca ruang

penyiar lagi,’ [...]

Hasil analisis data (331d) dan data (331e) dengan teknik lesap ternyata

dapat dinyatakan bahwa wacana tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima.

Oleh karena itu, kedua kata verbal tersebut wajib hadir dalam wacana supaya

informasinya jelas. Dengan demikian, kadar keintian kohesi tersebut sangat tinggi.

Data ini menampilkan adanya substitusi, maka dalam analisis ini dipandang tidak

perlu diuji dengan teknik ganti, karena unsur pengganti dan unsur yang terganti

sudah dicantumkan.

Data mengenai substitusi frasal dapat dilihat pada lampiran data nomor

327 sampai 331.

2) Substitusi Klausal

Penanda substitusi klausal yang ditemukan dalam penelitian ini adalah

klausa aku ora bisa pisah karo sliramu... Sasuwene iki dak coba, aku saya

81

tresna... ‘aku tidak bisa pisah dengan dirimu... Selama ini kucoba, aku semakin

sayang...’ yang bersubstitusi dengan satuan lingual ngono ‘begitu’ dan klausa

sajake yen basa ki malih kaya ngadhepi wong liya ‘agaknya jika berbahasa itu

malah seperti menghadapi orang lain’ yang bersubstitusi dengan satuan lingual

ngono ‘begitu’. Berikut ini penjelasannya.

(332) “Wis ta... mengalir wae kaya iline banyu... aku ora bisa pisah karo

sliramu... Sasuwene iki dak coba, aku saya tresna...”

(IAKA/H186/P72).

“Aku ya ngono, Ang...” (IAKA/H186/P73).

‘Sudahlah... mengalir saja seperti aliran air... aku tidak bisa pisah

dengan dirimu... Selama ini kucoba, aku semakin sayang...’

‘Aku juga begitu, Ang...’

Pada data (332) menunjukkan substitusi klausal. Tampak pada data

tersebut adanya penggantian satuan lingual berupa klausa aku ora bisa pisah karo

sliramu... Sasuwene iki dak coba, aku saya tresna... ‘aku tidak bisa pisah dengan

dirimu... Selama ini kucoba, aku semakin sayang...’ dengan satuan lingual lain

yaitu kata ngono ‘begitu’.

Kemudian data (332) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(332a) “Wis ta...

‘Sudahlah...’

(332b) mengalir wae kaya iline banyu...

‘mengalir saja seperti aliran air...’

(332c) aku ora bisa pisah karo sliramu...

‘aku tidak bisa pisah dengan dirimu...’

(332d) Sasuwene iki dak coba, aku saya tresna...”

‘Selama ini kucoba, aku semakin sayang...’

(332e) “Aku ya ngono, Ang...

‘Aku juga begitu, Ang...’

Kemudian data (332c), data (332d), dan data (332e) diuji dengan teknik

lesap akan menjadi berikut.

82

(332f) Ø...

‘Ø...’

(332g) Ø...

‘Ø...’

(332h) Aku ya Ø, Ang...

‘Aku juga Ø, Ang...’

Hasil analisis data (332f), data (332g), dan data (332h) dengan teknik lesap

ternyata dapat dinyatakan bahwa wacana tersebut tidak gramatikal dan tidak

berterima. Oleh karena itu, substitusi klausal tersebut wajib hadir dalam wacana

supaya informasinya jelas. Dengan demikian, kadar keintian kohesi tersebut

tinggi. Data ini menampilkan adanya substitusi, maka dalam analisis ini

dipandang tidak perlu diuji dengan teknik ganti, karena unsur pengganti dan unsur

yang terganti sudah dicantumkan.

Data lain yang merupakan substitusi klausal adalah sebagai berikut.

(333) Pancen bener apa sing dingendikake Mas Nang. Sajake yen basa ki

malih kaya ngadhepi wong liya. (MK/H65/P41).

“Yen kersane Mas Nang ngono, aku setuju,” (MK/H65/P42).

‘Memang benar apa yang diucapkan Mas Nang. Agaknya jika

berbahasa itu malah seperti mengadapi orang lain.

Jika memang inginnya Mas Nang begitu, aku setuju,’

Pada data (333) menunjukkan substitusi klausal. Tampak pada data

tersebut adanya penggantian satuan lingual berupa klausa sajake yen basa ki

malih kaya ngadhepi wong liya ‘agaknya jika berbahasa itu malah seperti

mengadapi orang lain’ dengan satuan lingual lain yaitu kata ngono ‘begitu’.

Kemudian data (333) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(333a) Pancen bener apa sing dingendikake Mas Nang.

‘Memang benar apa yang diucapkan Mas Nang.’

(333b) Sajake yen basa ki malih kaya ngadhepi wong liya.

‘Agaknya jika berbahasa itu malah seperti mengadapi orang lain.’

83

(333c) “Yen kersane Mas Nang ngono,

‘Jika memang inginnya Mas Nang begitu,’

(333d) aku setuju,”

‘aku setuju,’

Kemudian data (333b) dan data (333c) diuji dengan teknik lesap akan

menjadi berikut.

(333e) Ø.

‘Ø’

(333f) Yen kersane Mas Nang Ø,

‘Jika memang inginnya Mas Nang Ø,’

Hasil analisis data (333e) dan data (333f) dengan teknik lesap ternyata

dapat dinyatakan bahwa wacana tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima.

Oleh karena itu, substitusi klausal tersebut wajib hadir dalam wacana supaya

informasinya jelas. Dengan demikian, kadar keintian kohesi tersebut tinggi. Data

ini menampilkan adanya substitusi, maka dalam analisis ini dipandang tidak perlu

diuji dengan teknik ganti, karena unsur pengganti dan unsur yang terganti sudah

dicantumkan.

c. Pelesapan (Elipsis)

Pelesapan yaitu salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa

penghilangan atau pelesapan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan

sebelumnya. Unsur yang dilesapkan itu dapat berupa kata, frasa, klausa, atau

kalimat. Penanda pelesapan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah pelesapan

satuan lingual Mbak Anti, pelesapan satuan lingual sopir kuwi ‘sopir itu’,

pelesapan satuan lingual pak sopir mau ‘pak sopir tadi’, pelesapan satuan lingual

Anggara, dan pelesapan satuan lingual bocah kuwi ‘anak itu’. Berikut ini

penjelasannya.

84

(334) Daksawang-sawang, jebule Mbak Anti ki ya ayu tenan. Pipine sing

alus mung kepoles wedhak Viva bungkusan plastik rega seketan. Alise

asli kandel mlengkung apik. Njur idepe sing uga ketel sajak dhemenake.

Saupama lambene sing tipis iku dipoles lipstik mungkin tambah

dhemenake. (MK/H59/P6).

‘Kupandang-pandang, ternyata Mbak Anti itu memang cantik sekali.

Pipinya yang halus hanya terpoles bedak Viva bungkus plastik seharga

limapuluh ribuan. Alisnya asli tebal melengkung indah. Lalu bulu

matanya yang juga tebal agaknya menawan. Seumpama bibirnya yang

tipis itu dipoles dengan lipstik mungkin semakin menawan.’

Pada data (334) terdapat satuan lingual yang dilesapkan yaitu satuan

lingual Mbak Anti yang dilesapkan sebelum klausa sing alus mung kepoles

wedhak Viva bungkusan plastik rega seketan ‘yang halus hanya terpoles bedak

Viva bungkus plastik seharga limapuluh ribuan’, sebelum klausa asli kandel

mlengkung apik ‘asli tebal melengkung indah’, sebelum klausa sing uga ketel

sajak dhemenake ‘yang juga tebal agaknya menawan’, dan sebelum klausa sing

tipis iku dipoles lipstik mungkin tambah dhemenake ‘yang tipis itu dipoles dengan

lipstik mungkin semakin menawan’. Pelesapan ini dibutuhkan demi efektivitas

kalimat, kepraktisan dan efisiensi bahasa, maka pada data (334) dilakukan

pelesapan dan apabila kata tersebut tidak dilesapkan justru akan menghasilkan

kalimat yang tidak efektif.

Kemudian data (334) akan dibagi menjadi dua bentuk yaitu bentuk yang

dilesapkan dan bentuk utuhnya. Adapun bentuk data tersebut dapat dilihat berikut

ini.

(334a) Daksawang-sawang, jebule Mbak Anti ki ya ayu tenan. Pipine Ø sing

alus mung kepoles wedhak Viva bungkusan plastik rega seketan. Alise Ø

asli kandel mlengkung apik. Njur idepe Ø sing uga ketel sajak

dhemenake. Saupama lambene Ø sing tipis iku dipoles lipstik mungkin

tambah dhemenake.

‘Kupandang-pandang, ternyata Mbak Anti itu memang cantik sekali.

Pipinya Ø yang halus hanya terpoles bedak Viva bungkus plastik seharga

limapuluh ribuan. Alisnya Ø asli tebal melengkung indah. Lalu bulu

85

matanya Ø yang juga tebal agaknya menawan. Seumpama bibirnya Ø

yang tipis itu dipoles dengan lipstik mungkin semakin menawan.’

(334b) Daksawang-sawang, jebule Mbak Anti ki ya ayu tenan. Pipine Mbak

Anti sing alus mung kepoles wedhak Viva bungkusan plastik rega

seketan. Alise Mbak Anti asli kandel mlengkung apik. Njur idepe Mbak

Anti sing uga ketel sajak dhemenake. Saupama lambene Mbak Anti sing

tipis iku dipoles lipstik mungkin tambah dhemenake.

‘Kupandang-pandang, ternyata Mbak Anti itu memang cantik sekali.

Pipinya Mbak Anti yang halus hanya terpoles bedak Viva bungkus

plastik seharga limapuluh ribuan. Alisnya Mbak Anti asli tebal

melengkung indah. Lalu bulu matanya Mbak Anti yang juga tebal

agaknya menawan. Seumpama bibirnya Mbak Anti yang tipis itu dipoles

dengan lipstik mungkin semakin menawan.’

Pada data (334a) terjadi peristiwa pelesapan, sehingga kalimat menjadi

efektif, efisien, dan wacana menjadi lebih padu dan praktis. Sedangkan pada data

(334b) dari segi informasi lebih jelas tetapi kurang efektif karena terlalu banyak

mengulang satuan lingual Mbak Anti.

Data lain yang merupakan elipsis adalah sebagai berikut.

(335) Sawise iwut karepe dhewe, sopir kuwi banjur ngadhepi Dewi maneh.

Isih grapyak, ora rumangsa babar pisan yen disrengeni.

(PSAD/H129/P9).

‘Sesudah sibuk sendiri, sopir itu lalu menghadapi Dewi lagi. Masih

ramah, tidak merasa sama sekali jika dimarahi.’

Pada data (335) terdapat satuan lingual yang dilesapkan yaitu frasa sopir

kuwi ‘sopir itu’ yang dilesapkan sebelum frasa isih grapyak ‘masih ramah’ dan

sebelum klausa ora rumangsa babar pisan yen disrengeni ‘tidak merasa sama

sekali jika dimarahi’. Pelesapan ini dibutuhkan demi efektivitas kalimat,

kepraktisan dan efisiensi bahasa, maka pada data (335) dilakukan pelesapan dan

apabila kata tersebut tidak dilesapkan justru akan menghasilkan kalimat yang

tidak efektif.

86

Kemudian data (335) akan dibagi menjadi dua bentuk yaitu bentuk yang

dilesapkan dan bentuk utuhnya. Adapun bentuk data tersebut dapat dilihat berikut

ini.

(335a) Sawise iwut karepe dhewe, sopir kuwi banjur ngadhepi Dewi maneh.

Ø Isih grapyak, Ø ora rumangsa babar pisan yen disrengeni.

‘Sesudah sibuk sendiri, sopir itu lalu menghadapi Dewi lagi. Ø Masih

ramah, Ø tidak merasa sama sekali jika dimarahi.’

(335b) Sawise iwut karepe dhewe, sopir kuwi banjur ngadhepi Dewi maneh.

Sopir kuwi isih grapyak, sopir kuwi ora rumangsa babar pisan yen

disrengeni.

‘Sesudah sibuk sendiri, sopir itu lalu menghadapi Dewi lagi. Sopir itu

masih ramah, sopir itu tidak merasa sama sekali jika dimarahi.’

Pada data (335a) terjadi peristiwa pelesapan, sehingga kalimat menjadi

efektif, efisien, dan wacana menjadi lebih padu dan praktis. Sedangkan pada data

(335b) dari segi informasi lebih jelas tetapi kurang efektif karena terlalu banyak

mengulang frasa sopir kuwi ‘sopir itu’.

Data mengenai elipsis dapat dilihat pada lampiran data nomor 334 sampai

339.

d. Perangkaian (Konjungsi)

Konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan

dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam

wacana untuk menimbulkan pertalian semantik antarunsur yang dihubungkan.

Dengan kata lain, konjungsi yaitu hubungan bentuk yang ditandai dengan kata

sambung di antara dua kata, frasa, klausa, atau paragraf. Berikut ini penjelasan

data yang berupa konjungsi dalam wacana Antologi Cerkak “Puber Kedua” karya

Ary Nurdiana.

87

1) Konjungsi Sebab-Akibat (Kausalitas)

Konjungsi sebab-akibat (kausalitas) adalah konjungsi yang menerangkan

hubungan sebab-akibat (hubungan kausalitas) antara dua proposisi yang

dihubungkan tersebut. Penanda konjungsi sebab-akibat yang ditemukan dalam

penelitian ini adalah merga ‘karena’, jalaran ‘sebab’, marga ‘karena’, dan

amarga ‘karena’. Berikut ini penjelasannya.

(344) Mesthi wae aku gragapan merga wis kadhung kesengsem marang

bocah manis kuwi. Atiku dadi aras-arasen arep maca kartu-kartu,

pilihan pendengar. (SBIMK/H190/P6).

‘Pastinya aku gelagapan karena sudah telanjur terpikat dengan anak

manis itu. Hatiku jadi malas untuk membaca kartu-kartu, pilihan

pendengar.’

Pada data (344) menunjukkan konjungsi kausalitas yaitu pada kata merga

‘karena’. Konjungsi tersebut menyatakan hubungan sebab-akibat antara mesthi

wae aku gragapan ‘pastinya aku gelagapan’ sebagai akibat dengan wis kadhung

kesengsem marang bocah manis kuwi ‘sudah telanjur terpikat dengan anak manis

itu’ sebagai akibatnya.

Kemudian data (344) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(344a) Mesthi wae aku gragapan merga wis kadhung kesengsem marang

bocah manis kuwi.

‘Pastinya aku gelagapan karena sudah telanjur terpikat dengan anak

manis itu.’

(344b) Atiku dadi aras-arasen arep maca kartu-kartu,

‘Hatiku jadi malas untuk membaca kartu-kartu,’

(344c) pilihan pendengar.

‘pilihan pendengar.’

Kemudian data (344a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(344d) Mesthi wae aku gragapan Ø wis kadhung kesengsem marang bocah

manis kuwi.

88

‘Pastinya aku gelagapan Ø sudah telanjur terpikat dengan anak manis

itu.’

Hasil analisis data (344d) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi sebab-

akibat merga ‘karena’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak

berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap

dan kurang jelas.

Data (344a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi sebab-

akibat merga ‘karena’, menjadi sebagai berikut.

(344e) Mesthi wae aku gragapan merga wis kadhung kesengsem

jalaran

marang bocah manis kuwi.

‘Pastinya aku gelagapan karena sudah telanjur terpikat

sebab

dengan anak manis itu.’

Dari data (344e) di atas, ternyata konjungsi sebab ‘sebab’ dapat

menggantikan konjungsi jalaran ‘sebab’ tanpa mengubah makna wacana tersebut.

Data lain yang merupakan konjungsi sebab-akibat adalah sebagai berikut.

(347) Awakmu ngerti ta, ibu gerah jantung, aja nganti keputusanku

ndadekake jalaran sedane ibu. (IAKA/H183/P40).

‘Dirimu mengerti kan, ibu sakit jantung, jangan sampai keputusanku

menjadikan sebab meninggalnya ibu.’

Pada data (347) menunjukkan konjungsi kausalitas yaitu pada kata jalaran

‘sebab’. Konjungsi tersebut menyatakan hubungan sebab-akibat antara aja nganti

keputusanku ‘jangan sampai keputusanku’ sebagai sebab dengan sedane ibu

‘meninggalnya ibu’ sebagai akibatnya.

Kemudian data (347) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

89

(347a) Awakmu ngerti ta,

‘Dirimu mengerti kan,’

(347b) ibu gerah jantung,

‘ibu sakit jantung,’

(347c) aja nganti keputusanku ndadekake jalaran sedane ibu.

‘jangan sampai keputusanku menjadikan sebab meninggalnya ibu.’

Kemudian data (347c) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(347d) aja nganti keputusanku ndadekake Ø sedane ibu.

‘jangan sampai keputusanku menjadikan Ø meninggalnya ibu.’

Hasil analisis data (347d) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi sebab-

akibat jalaran ‘sebab’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak

berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap

dan kurang jelas.

Data (347c) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi sebab-

akibat jalaran ‘sebab’, menjadi sebagai berikut.

(347e) aja nganti keputusanku ndadekake jalaran sedane ibu

sebab

‘jangan sampai keputusanku menjadikan sebab meninggalnya ibu.’

sebab

Dari data (347e) di atas, ternyata konjungsi sebab ‘sebab’ dapat

menggantikan konjungsi jalaran ‘sebab’ tanpa mengubah makna wacana tersebut.

Data mengenai konjungsi sebab-akibat dapat dilihat pada lampiran data

nomor 340 sampai 348.

2) Konjungsi Pertentangan

Konjungsi pertentangan adalah konjungsi yang menyambungkan dua

klausa yang menyatakan makna kontra atau bertentangan antarunsur. Penanda

konjungsi pertentangan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah ning ‘tetapi’

dan nanging ‘tetapi’. Berikut ini penjelasannya.

90

(356) “Ya, ning aja lali rokoke lho...” (SBIMK/H190/P8).

‘Ya, tapi jangan lupa rokoknya lho...’

Pada data (356) menunjukkan konjungsi pertentangan yaitu pada kata ning

‘tapi’. Konjungsi tersebut berfungsi untuk menghubungkan kata ya ‘ya’ yang

bertentangan dengan klausa aja lali rokoke lho ‘jangan lupa rokoknya lho...’

Kemudian data (356) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(356a) “Ya,

‘Ya,’

(356b) ning aja lali rokoke lho...”

‘tapi jangan lupa rokoknya lho...’

Kemudian data (356b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(356c) Ø aja lali rokoke lho...”

‘Ø jangan lupa rokonya lho...’

Hasil analisis data (356c) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi

pertentangan ning ‘tapi’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan

tidak berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak

lengkap dan kurang jelas.

Data (356b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi

pertentangan ning ‘tapi’, menjadi sebagai berikut.

(356d) ning aja lali rokoke lho...”

nanging

‘tapi jangan lupa rokoknya lho...’

tetapi

Dari data (356e) di atas, ternyata konjungsi ning ‘tapi’ dapat digantikan

dengan konjungsi nanging ‘tetapi’ karena secara semantis tidak mengubah makna

dan masih berterima.

91

Data lain yang merupakan konjungsi pertentangan adalah sebagai berikut.

(357) Ah... gak salah maneh iki Retno, bocahe katon rada susut awake,

nanging tambah ayu. (SBIMK/H201/P73).

‘Ah... tidak salah lagi ini Retno, dia terlihat agak kurus, tetapi tambah

cantik.’

Pada data (357) menunjukkan konjungsi pertentangan yaitu pada kata

nanging ‘tetapi’. Konjungsi tersebut berfungsi untuk menghubungkan klausa

bocahe katon rada susut awake ‘dia terlihat agak kurus’ yang bertentangan

dengan frasa tambah ayu ‘tambah cantik’.

Kemudian data (357) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(357a) Ah... gak salah maneh iki Retno,

‘Ah... tidak salah lagi ini Retno.’

(357b) bocahe katon rada susut awake,

‘dia terlihat agak kurus,’

(357c) nanging tambah ayu.

‘tetapi tambah cantik.’

Kemudian data (357c) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(357d) Ø tambah ayu.

‘Ø tambah cantik.’

Hasil analisis data (357d) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi

pertentangan nanging ‘tapi’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan

tidak berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak

lengkap dan kurang jelas.

Data (357c) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi

pertentangan nanging ‘tetapi’, menjadi sebagai berikut.

(357e) nanging tambah ayu.

ning

92

‘tetapi tambah cantik.’

tapi

Dari data (357e) di atas, ternyata konjungsi nanging ‘tetapi’ dapat

digantikan dengan konjungsi ning ‘tetapi’ karena secara semantis tidak mengubah

makna dan masih berterima.

Data mengenai konjungsi pertentangan dapat dilihat pada lampiran data

nomor 349 sampai 357.

3) Konjungsi Kelebihan (Eksesif)

Konjungsi kelebihan (eksesif) ditandai dengan adanya makna perangkaian

kata malah ‘malah’. Penanda konjungsi kelebihan yang ditemukan dalam

penelitian ini adalah malah ‘malah’. Berikut ini penjelasannya.

(359) Ora memba-memba wong liya, malah wis kaya putrane dhewe karo

sing duwe omah. (PSAD/H58/P2).

‘Tidak seperti orang lain, malah sudah seperti anak sendiri oleh yang

punya rumah.’

Pada data (359) menunjukkan konjungsi kelebihan yaitu pada kata malah

‘malah’. Konjungsi tersebut berfungsi untuk menghubungkan klausa ora memba-

memba wong liya ‘tidak seperti orang lain’ dengan klausa yang mengandung kata

malah ‘malah’ itu sendiri, yaitu malah wis kaya putrane dhewe karo sing duwe

omah ‘malah sudah seperti anak sendiri oleh yang punya rumah’.

Kemudian data (359) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(359a) Ora memba-memba wong liya,

‘Tidak seperti orang lain,’

(359b) malah wis kaya putrane dhewe karo sing duwe omah.

‘malah sudah seperti anak sendiri oleh yang punya rumah.’

Kemudian data (359b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(359c) Ø wis kaya putrane dhewe karo sing duwe omah.

93

‘Ø sudah seperti anak sendiri oleh yang punya rumah.’

Hasil analisis data (359c) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi

kelebihan malah ‘malah’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan

tidak berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak

lengkap dan kurang jelas.

Data (359b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi

kelebihan malah ‘malah’, menjadi sebagai berikut.

(359d) malah wis kaya putrane dhewe karo sing duwe omah.

*sabubare

‘malah sudah seperti anak sendiri oleh yang punya rumah.’

*sesudah

Dari data (359d) di atas, ternyata konjungsi malah ‘malah’ tidak dapat

digantikan dengan konjungsi sabubare ‘sesudah’ karena konteks kalimatnya

berbeda yaitu menggunakan konjungsi kelebihan bukan konjungsi temporal.

Data lain yang merupakan konjungsi kelebihan adalah sebagai berikut.

(360) Lah, kabeh kok malah bubrah ngene? (SBIMK/H196/P49).

‘Lah, mengapa semua malah hancur begini?’

Pada data (360) menunjukkan konjungsi kelebihan yaitu pada kata malah

‘malah’. Konjungsi tersebut berfungsi untuk menghubungkan kabeh kok

‘mengapa semua’ dengan klausa yang mengandung kata malah ‘malah’ itu

sendiri, yaitu malah bubrah ngene? ‘malah hancur begini?’.

Kemudian data (360) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(360a) Lah,

‘Lah,’

(360b) kabeh kok malah bubrah ngene?

‘mengapa semua malah hancur begini?’

Kemudian data (360b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

94

(360c) kabeh kok Ø bubrah ngene?

‘mengapa semua Ø hancur begini?’

Hasil analisis data (360c) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi

kelebihan malah ‘malah’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan

tidak berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak

lengkap dan kurang jelas.

Data (360b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi

kelebihan malah ‘malah’, menjadi sebagai berikut.

(360d) kabeh kok malah bubrah ngene?

*sawise

‘mengapa semua malah hancur begini?’

*setelah

Dari data (360d) di atas, ternyata konjungsi malah ‘malah’ tidak dapat

digantikan dengan konjungsi sawise ‘setelah’ karena konteks kalimatnya berbeda

yaitu menggunakan konjungsi kelebihan bukan konjungsi temporal.

Data mengenai konjungsi kelebihan dapat dilihat pada lampiran data

nomor 358 sampai 360.

4) Konjungsi Konsesif

Konjungsi konsesif adalah suatu konjungsi yang menghubungkan secara

konsesif dalam sebuah kalimat, biasanya ditandai dengan kata senadyan

‘meskipun’ dan nadyan ‘meski’. Penanda konjungsi konsesif yang ditemukan

dalam penelitian ini adalah nadyan ‘meski’. Berikut ini penjelasannya.

(361) Mbak Anti mbengok nalika aku tetep mlaku ndhisiki setengah mlayu

nadyan ora pati banter... (MK/H62/P22).

‘Mbak Anti berteriak ketika aku tetap berjalan mendahului setengah

berlari meski tidak begitu cepat...

95

Pada data (361) menunjukkan konjungsi konsesif yaitu pada kata nadyan

‘meski’ yang menghubungkan secara konsesif, sehingga data di atas menerangkan

bahwa tokoh aku yang berjalan setengah berlari meski tidak begitu cepat.

Kemudian data (361) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(361a) Mbak Anti mbengok

‘Mbak Anti berteriak’

(361b) nalika aku

‘ketika aku’

(361c) tetep mlaku ndhisiki setengah mlayu nadyan ora pati banter...

‘tetap berjalan mendahului setengah berlari meski tidak begitu cepat...’

Kemudian data (361c) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(361d) tetep mlaku ndhisiki setengah mlayu Ø ora pati banter...

‘tetap berjalan mendahului setengah berlari Ø tidak begitu cepat...’

Hasil analisis data (361d) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi konsesif

nadyan ‘meski’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak

berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap

dan kurang jelas.

Data (361c) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi konsesif

nadyan ‘meski’, menjadi sebagai berikut.

(361e) tetep mlaku ndhisiki setengah mlayu nadyan

senadyan

ora pati banter...

‘tetap berjalan mendahului setengah berlari meski

meskipun

tidak begitu cepat...’

96

Dari data (361e) di atas, ternyata konjungsi nadyan ‘meski’ dapat

digantikan dengan konjungsi senadyan ‘meskipun’ karena kata senadyan

‘meskipun’ dan kata nadyan ‘meski’ masih dalam tataran yang sama yaitu ngoko.

5) Konjungsi Tujuan

Konjungsi tujuan adalah konjungsi yang menyatakan makna tujuan dalam

sebuah kalimat. Konjungsi tujuan biasanya ditandai dengan kata supaya/supados

‘supaya’ dan amrih ‘agar’. Penanda konjungsi tujuan yang ditemukan dalam

penelitian ini adalah amrih ‘agar’. Berikut ini penjelasannya.

(362) “Aku wegah dadi anak durhaka... nanging aku uga isih sayang

awakmu. Mula aku butuh wektu kanggo golek dalan amrih kabeh bisa

dadi apik...” (IAKA/H183/P40).

‘Aku tidak mau menjadi anak durhaka... tetapi aku juga masih sayang

dirimu. Maka aku butuh waktu untuk mencari jalan agar semua bisa

menjadi baik...’

Pada data (362) menunjukkan konjungsi tujuan yaitu pada kata amrih

‘agar’. Kata amrih ‘agar’ menghubungkan makna tujuan yaitu supaya tokoh aku

bisa mencapai jalan agar semua bisa menjadi baik.

Kemudian data (362) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(362a) “Aku wegah dadi anak durhaka...

‘Aku tidak mau menjadi anak durhaka...’

(362b) nanging aku uga isih sayang awakmu.

‘tetapi aku juga masih sayang dirimu.’

(362c) Mula aku butuh wektu

‘Maka aku butuh waktu’

(362d) kanggo golek dalan amrih kabeh bisa dadi apik...”

‘untuk mencari jalan agar semua bisa menjadi baik...’

Kemudian data (362d) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(362e) kanggo golek dalan Ø kabeh bisa dadi apik...”

‘untuk mencari jalan Ø semua bisa menjadi baik...’

97

Hasil analisis data (362e) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi tujuan

amrih ‘agar’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak

berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap

dan kurang jelas.

Data (362d) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi tujuan

amrih ‘agar’, menjadi sebagai berikut.

(362f) kanggo golek dalan amrih kabeh bisa dadi apik...”

supaya

‘untuk mencari jalan agar semua bisa menjadi baik...’

supaya

Dari data (362f) di atas, ternyata konjungsi amrih ‘agar’ dapat digantikan

dengan konjungsi supaya ‘supaya’ karena kata amrih ‘agar’ dan kata supaya

‘supaya’ masih dalam tataran yang sama yaitu ngoko.

6) Konjungsi Penambahan (Aditif)

Konjungsi penambahan (aditif) ditandai dengan adanya makna

perangkaian lan ‘dan’, ugi/uga ‘juga’, dan sarta ‘serta’. Penanda konjungsi

penambahan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah uga ‘dan’ dan lan ‘juga’.

Berikut ini penjelasannya.

(363) Dheweke mesam-mesem karo nglirik Mas Nang sing uga mesam-

mesem. Dhuh! Aku rumangsa isin yen kaya mengkene. (MK/H69/P69).

‘Dia senyam-senyum sambil melirik Mas Nang yang juga senyam-

senyum. Duh! Aku merasa malu jika seperti ini.’

Pada data (363) menunjukkan konjungsi aditif yaitu pada kata uga ‘juga’

yaitu untuk menghubungkan antara dheweke mesam-mesem karo nglirik Mas

Nang ‘dia senyam-senyum sambil melirik Mas Nang’ dengan mesam-mesem

‘senyam-senyum’.

98

Kemudian data (363) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(363a) Dheweke mesam-mesem

‘Dia senyam-senyum’

(363b) karo nglirik Mas Nang sing uga mesam-mesem.

‘sambil melirik Mas Nang yang juga senyam-senyum.’

(363c) Dhuh! Aku rumangsa isin yen kaya mengkene.

‘Duh! Aku merasa malu jika seperti ini.’

Kemudian data (363b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(363d) karo nglirik Mas Nang sing Ø mesam-mesem.

‘sambil melirik Mas Nang yang Ø senyam-senyum.’

Hasil analisis data (363d) dengan teknik lesap, ternyata wacana di atas

masih gramatikal dan berterima. Meskipun konjungsi aditif uga ‘juga’ dilesapkan,

informasi kalimat tetap jelas dan padu karena informasi yang diterima oleh

pembaca masih lengkap dan jelas. Dengan demikian, kadar keintian konjungsi

aditif uga ‘juga’ pada data tersebut rendah.

Data (363b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi aditif

uga ‘juga’, menjadi sebagai berikut.

(363e) karo nglirik Mas Nang sing uga mesam-mesem.

sok

‘sambil melirik Mas Nang yang juga senyam-senyum.’

juga

Dari data (363e) di atas, ternyata konjungsi uga ‘juga’ dapat digantikan

dengan konjungsi sok ‘juga’ karena konjungsi tersebut masih dalam tataran yang

sama yaitu ngoko.

Data lain yang merupakan konjungsi aditif adalah sebagai berikut.

(366) Dewi njur nimpal reseg lan nutugake olehe resik-resik omah karo

kanca kost sing cacahe papat kuwi. (PSAD/H129-130/P13).

99

‘Dewi lalu mengumpulkan kotoran dan menyelesaikan bersih-bersih

rumah dengan teman kost yang berjumlah empat itu.’

Pada data (366) menunjukkan konjungsi aditif yaitu pada kata lan ‘dan’

yaitu untuk menghubungkan antara klausa Dewi njur nimpal reseg ‘Dewi lalu

mengumpulkan kotoran’ dengan klausa nutugake olehe resik-resik omah karo

karo kanca kost sing cacahe papat kuwi ‘menyelesaikan bersih-bersih rumah

dengan teman kost yang berjumlah empat itu’.

Kemudian data (366) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(366a) Dewi njur nimpal reseg lan nutugake olehe resik-resik omah

‘Dewi lalu mengumpulkan kotoran dan menyelesaikan bersih-bersih

rumah’

(366b) karo kanca kost sing cacahe papat kuwi.

‘dengan teman kost yang berjumlah empat itu.’

Kemudian data (366a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(366c) Dewi njur nimpal reseg Ø nutugake olehe resik-resik omah”

‘Dewi lalu mengumpulkan kotoran Ø menyelesaikan bersih-bersih

rumah’

Hasil analisis data (366c) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi aditif

lan ‘dan’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima

karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap dan kurang

jelas.

Data (366a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi aditif lan

‘dan’, menjadi sebagai berikut.

(366d) Dewi njur nimpal reseg lan nutugake olehe resik-resik omah

sarta

‘Dewi lalu mengumpulkan kotoran dan menyelesaikan

serta

bersih-bersih rumah’

100

Dari data (366d) di atas, ternyata konjungsi lan ‘dan’ dapat digantikan

dengan konjungsi sarta ‘serta’ karena kata lan ‘dan’ dan kata sarta ‘serta’ karena

masih dalam tataran yang sama yaitu ngoko.

Data mengenai konjungsi penambahan dapat dilihat pada lampiran data

nomor 363 sampai 375.

7) Konjungsi Pilihan (Alternatif)

Konjungsi pilihan (alternatif) merupakan konjungsi yang menyatakan dua

proposisi berurutan yang menunjukkan hubungan pilihan. Penanda konjungsi

pilihan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah utawa ‘atau’. Berikut ini

penjelasannya.

(376) Bocah manis kuwi males sawanganku tanpa wedi utawa isin, antep

banget. (SBIMK/H190-191/P10).

‘Anak manis itu membalas pandanganku tanpa takut atau malu, mantap

sekali.’

Pada data (376) menunjukkan konjungsi alternatif yaitu pada kata utawa

‘atau’ yaitu untuk menghubungkan suatu pilihan antara wedi ‘takut’ dengan isin

‘malu’.

Kemudian data (376) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(376a) Bocah manis kuwi males sawanganku tanpa wedi utawa isin,

‘Anak manis itu membalas pandanganku tanpa takut atau malu,’

(376b) antep banget.

‘mantap sekali.’

Kemudian data (376a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(376c) Bocah manis kuwi males sawanganku tanpa wedi Ø isin,

‘Anak manis itu membalas pandanganku tanpa takut Ø malu,’

101

Hasil analisis data (376c) dengan teknik lesap, ternyata wacana di atas

menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Informasi kalimat menjadi kurang

jelas karena tidak padunya hubungan antarklausa. Oleh karena itu, konjungsi

alternatif utawa ‘atau’ wajib hadir dalam wacana. Dengan demikian, kadar

keintian konjungsi alternatif utawa ‘atau’ pada data tersebut sangat tinggi.

Data (376b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi alternatif

utawa ‘atau’, menjadi sebagai berikut.

(376d) Bocah manis kuwi males sawanganku tanpa wedi utawa isin,

*lan

‘Anak manis itu membalas pandanganku tanpa takut atau malu,’

*dan

Dari data (376d) di atas, ternyata konjungsi utawa ‘atau’ tidak dapat

digantikan dengan konjungsi lan ‘dan’ karena konteks kalimatnya berbeda yaitu

menggunakan konjungsi pilihan bukan konjungsi penambahan.

Data lain yang merupakan konjungsi pilihan adalah sebagai berikut.

(377) Biasane ngeneki ana sing ngewangi aku ngresiki kertas-kertas sing wis

dakwaca. Utawa nyiapake kaset kanggo pilihan pendhengar mengko

sore. (SBIMK/H198/P53).

‘Biasanya gini-gini ada yang membantuku membersihkan kertas-kertas

yang sudah kubaca. Atau menyiapkan kaset untuk pilihan pendengar

nanti sore.’

Pada data (377) menunjukkan konjungsi alternatif yaitu pada kata utawa

‘atau’ yaitu untuk menghubungkan suatu pilihan antara ngresiki kertas-kertas sing

wis dak waca ‘membersihkan kertas-kertas yang sudah kubaca’ dengan nyiapake

kaset kanggo pilihan pendhengar ‘menyiapkan kaset untuk pilihan pendengar’.

Kemudian data (377) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

102

(377a) Biasane ngeneki ana sing ngewangi aku ngresiki kertas-kertas sing

wis dak waca.

‘Biasanya gini-gini ada yang membantuku membersihkan kertas-kertas

yang sudah kubaca.’

(377b) Utawa nyiapake kaset kanggo pilihan pendhengar mengko sore.

‘Atau menyiapkan kaset untuk pilihan pendengar nanti sore.’

Kemudian data (377b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(377c) Ø nyiapake kaset kanggo pilihan pendhengar mengko sore.

‘Ø menyiapkan kaset untuk pilihan pendengar nanti sore.’

Hasil analisis data (377c) dengan teknik lesap, ternyata wacana di atas

menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Informasi kalimat menjadi kurang

jelas karena tidak padunya hubungan antarklausa. Oleh karena itu, konjungsi

alternatif utawa ‘atau’ wajib hadir dalam wacana. Dengan demikian, kadar

keintian konjungsi alternatif utawa ‘atau’ pada data tersebut sangat tinggi.

Data (377b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi alternatif

utawa ‘atau’, menjadi sebagai berikut.

(377d) Utawa nyiapake kaset kanggo pilihan pendhengar mengko sore.

*suwalike

‘Atau menyiapkan kaset untuk pilihan pendengar nanti sore.’

*sebaliknya

Dari data (377d) di atas, ternyata konjungsi utawa ‘atau’ tidak dapat

digantikan dengan konjungsi suwalike ‘sebaliknya’ karena konteks kalimatnya

berbeda yaitu menggunakan konjungsi pilihan bukan konjungsi perlawanan.

8) Konjungsi Harapan (Optatif)

Konjungsi harapan (optatif) merupakan konjungsi yang menyatakan suatu

keinginan atau harapan. Penanda konjungsi harapan yang ditemukan dalam

penelitian ini adalah muga-muga ‘semoga’. Berikut ini penjelasannya.

103

(378) Muga-muga wae aku iso mbedakne lan mbagi kahanan atiku antarane

rasa pribadi karo wektu aku dibutuhake marang bocah-bocah kuwi.

(SBIMK/H193/P25).

‘Semoga saja aku bisa membedakan dan membagi keadaan hatiku

antara rasa pribadi dan waktu aku dibutuhkan oleh anak-anak itu.’

Pada data (378) menunjukkan konjungsi optatif yaitu pada kata muga-

muga ‘semoga’ yang berfungsi menghubungkan suatu keinginan/harapan melalui

kata muga-muga ‘semoga’. Konjungsi ini menyatakan keinginan seorang tokoh

yang bernama Wisnu agar ia bisa membedakan dan membagi waktunya kepada

anak-anak itu.

Kemudian data (378) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(378a) Muga-muga wae aku iso mbedakne lan mbagi kahanan atiku

‘Semoga saja aku bisa membedakan dan membagi keadaan hatiku’

(378b) antarane rasa pribadi karo wektu aku dibutuhake marang bocah-

bocah kuwi.

‘antara rasa pribadi dan waktu aku dibutuhkan oleh anak-anak itu.’

Kemudian data (378a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(378c) Ø wae aku iso mbedakne lan mbagi kahanan atiku

‘Ø saja aku bisa membedakan dan membagi keadaan hatiku’

Hasil analisis data (378c) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi optatif

muga-muga ‘semoga’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak

berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap

dan kurang jelas.

Data (378a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi optatif

muga-muga ‘semoga’, menjadi sebagai berikut.

(378d) Muga-muga wae aku iso mbedakne lan mbagi kahanan atiku

*nadyan

104

‘Semoga saja aku bisa membedakan dan membagi keadaan hatiku’

*meski

Dari data (378d) di atas, ternyata konjungsi muga-muga ‘semoga’ tidak

dapat digantikan dengan konjungsi nadyan ‘meski’ karena konteks kalimatnya

berbeda yaitu menggunakan konjungsi optatif bukan konjungsi konsesif.

Data lain yang merupakan konjungsi harapan adalah sebagai berikut.

(379) Muga-muga panjenengan nemokake kebahagiaan karo Puput, pancen

dheweke luwih enom... (SBIMK/H196/P49).

‘Semoga Anda menemukan kebahagiaan dengan Puput, memang dia

lebih muda...’

Pada data (379) menunjukkan konjungsi optatif yaitu pada kata muga-

muga ‘semoga’ yang berfungsi menghubungkan suatu keinginan/harapan melalui

kata muga-muga ‘semoga’. Konjungsi ini menyatakan keinginan seorang tokoh

yang bernama Retno agar tokoh yang bernama Wisnu bisa menemukan

kebahagiaan dengan Puput.

Kemudian data (379) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(379a) Muga-muga panjenengan nemokake kebahagiaan karo Puput,

‘Semoga Anda menemukan kebahagiaan dengan Puput,’

(379b) pancen dheweke luwih enom...

‘memang dia lebih muda...’

Kemudian data (379a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(379c) Ø panjenengan nemokake kebahagiaan karo Puput,

‘Ø Anda menemukan kebahagiaan dengan Puput,’

Hasil analisis data (379c) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi optatif

muga-muga ‘semoga’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak

berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap

dan kurang jelas.

105

Data (379a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi optatif

muga-muga ‘semoga’, menjadi sebagai berikut.

(379d) Muga-muga panjenengan nemokake kebahagiaan karo Puput,

*kanthi

‘Semoga Anda menemukan kebahagiaan dengan Puput,’

*dengan

Dari data (379d) di atas, ternyata konjungsi muga-muga ‘semoga’ tidak

dapat digantikan dengan konjungsi kanthi ‘dengan’ karena konteks kalimatnya

berbeda yaitu menggunakan konjungsi optatif bukan konjungsi cara.

9) Konjungsi Urutan (Sekuensial)

Konjungsi urutan (sekuensial) merupakan konjungsi yang menyatakan

suatu urutan atau rentetan kejadian. Penanda konjungsi urutan yang ditemukan

dalam penelitian ini adalah terus ‘terus’, banjur ‘lalu’, dan njur ‘lalu’. Berikut ini

penjelasannya.

(381) Karo maneh yen kabeh-kabeh ora gelem mulang ana desa sing kepencil

iki, terus kapan bisane maju desa iki?! (MK/H64/P36).

‘Apa lagi jika semua tidak mau mengajar di desa yang terpencil ini,

terus kapan majunya desa ini?!’

Pada data (381) menunjukkan konjungsi sekuensial yaitu pada kata terus

‘terus’ yang berfungsi menyatakan urutan perkembangan mengenai kemajuan

desa yang terpencil ketika tidak ada yang mau mengajar.

Kemudian data (381) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(381a) Karo maneh yen kabeh-kabeh ora gelem mulang ana desa sing

kepencil iki,

‘Apa lagi jika semua tidak mau mengajar di desa yang terpencil ini,’

(381b) terus kapan bisane maju desa iki?!

‘terus kapan majunya desa ini?!’

106

Kemudian data (381b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(381c) Ø kapan bisane maju desa iki?!

‘Ø terus kapan majunya desa ini?!’

Hasil analisis data (381c) dengan teknik lesap, ternyata wacana di atas

masih gramatikal dan berterima karena tetap menunjukkan makna urutan

perkembangan meskipun konjungsi sekuensial terus ‘terus’ dilesapkan. Sehingga

penanda konjungsi terus ‘terus’ tidak wajib hadir dalam wacana. Dengan

demikian, kadar keintian konjungsi sekuensial terus ‘terus’ pada data tersebut

adalah rendah.

Data (381b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi

sekuensial terus ‘terus’, menjadi sebagai berikut.

(381d) terus kapan bisane maju desa iki?!

banjur

‘terus kapan majunya desa ini?!’

lalu

Dari data (381d) di atas, ternyata konjungsi terus ‘terus’ dapat digantikan

dengan konjungsi banjur ‘lalu’ karena masih dalam tataran yang sama yaitu

ngoko.

Data lain yang merupakan konjungsi sekuensial adalah sebagai berikut.

(399) Ora let suwe Aldo mandheg ana kamar VIP. Swasanane tenang banget,

sajak ora ana sing nunggu. Aldo banjur mlebu. (IAKA/H185-186/P62).

‘Tidak berselang lama Aldo berhenti di kamar VIP. Suasana tenang

sekali, agaknya tidak ada yang menunggu. Aldo lalu masuk.’

Pada data (399) menunjukkan konjungsi sekuensial yaitu pada kata banjur

‘lalu’ yang berfungsi menyatakan urutan dari tokoh yang bernama Aldo yang

berhenti di kamar VIP, lalu kemudian masuk.

107

Kemudian data (399) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(399a) Ora let suwe Aldo mandheg ana kamar VIP.

‘Tidak berselang lama Aldo berhenti di kamar VIP.’

(399b) Swasanane tenang banget,

‘Suasana tenang sekali,’

(399c) Aldo banjur mlebu.

‘Aldo lalu masuk.’

Kemudian data (399c) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(399d) Aldo Ø masuk.

‘Aldo Ø masuk.’

Hasil analisis data (399d) dengan teknik lesap, ternyata wacana di atas

masih gramatikal dan berterima karena tetap menunjukkan makna urutan

meskipun konjungsi sekuensial banjur ‘lalu’ dilesapkan. Sehingga penanda

konjungsi banjur ‘lalu’ tidak wajib hadir dalam wacana. Dengan demikian, kadar

keintian konjungsi sekuensial banjur ‘lalu’ pada data tersebut adalah rendah.

Data (399c) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi

sekuensial banjur ‘lalu’, menjadi sebagai berikut.

(399e) Aldo banjur mlebu.

terus

‘Aldo lalu masuk.’

lalu

Dari data (399e) di atas, ternyata konjungsi banjur ‘lalu’ dapat digantikan

dengan konjungsi terus ‘lalu’ karena masih dalam tataran yang sama yaitu ngoko.

Data mengenai konjungsi urutan dapat dilihat pada lampiran data nomor

380 sampai 404.

108

10) Konjungsi Waktu (Temporal)

Konjungsi waktu (temporal) merupakan konjungsi yang menyatakan dan

menunjukkan suatu waktu. Penanda konjungsi waktu yang ditemukan dalam

penelitian ini adalah sabubare ‘sesudah’ dan sawise ‘sesudah’. Berikut ini

penjelasannya.

(405) Aku wis ora isa budi sabubare nampa surat tugas. Aku kudu nedha

nrima marang apa sing dadi pepringe sing gawe urip. Mbok menawa

iki wis dadi pepasthenku. (MK/H58/P3).

‘Aku sudah tidak bisa budi sesudah menerima surat tugas. Aku harus

menerima kepada apa yang telah diberikan oleh Yang Maha Kuasa. Jika

ini sudah menjadi takdirku.’

Pada data (405) menunjukkan konjungsi temporal yaitu pada kata

sabubare ‘sesudah’ yang berfungsi menjelaskan setelah menerima surat tugas,

tokoh aku harus menerima apa yang telah ditakdirkan oleh Yang Maha Kuasa

kepadanya.

Kemudian data (405) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(405a) Aku wis ora isa budi sabubare nampa surat tugas.

‘Aku sudah tidak bisa budi sesudah menerima surat tugas.’

(405b) Aku kudu nedha nrima

‘Aku harus menerima’

(405c) marang apa sing dadi pepringe sing gawe urip.

‘kepada apa yang telah diberikan oleh Yang Maha Kuasa.’

(405d) Mbok menawa iki wis dadi pepasthenku.

‘Jika ini sudah menjadi takdirku.’

Kemudian data (405a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(405e) Aku wis ora isa budi Ø nampa surat tugas.

‘Aku sudah tidak bisa budi Ø menerima surat tugas’

Hasil analisis data (405e) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi waktu

sabubare ‘sesudah’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak

109

berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap

dan kurang jelas.

Data (405a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi temporal

sabubare ‘sesudah’, menjadi sebagai berikut.

(405f) Aku wis ora isa budi sabubare nampa surat tugas.

sawise

‘Aku sudah tidak bisa budi sesudah menerima surat tugas’

sesudah

Dari data (405f) di atas, ternyata konjungsi sabubare ‘sesudah’ dapat

digantikan dengan konjungsi sawise ‘setelah’ karena masih dalam ragam ngoko.

Data lain yang merupakan konjungsi temporal adalah sebagai berikut.

(407) Ora let suwe sawise ngebel ping telu, ana wong wadon ayu sing metu

saka omah mbukakake lawang. (SBIMK/H202/P81).

‘Tidak berselang lama sesudah membunyikan bel tiga kali, ada

perempuan cantik yang keluar dari rumah membukakan pintu.’

Pada data (407) menunjukkan konjungsi temporal yaitu pada kata sawise

‘sesudah’ yang berfungsi menjelaskan bahwa setelah membunyikan bel tiga kali,

ana perempuan cantik yang membukakan pintu.

Kemudian data (407) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(407a) Ora let suwe sawise ngebel ping telu,

‘Tidak berselang lama sesudah membunyikan bel tiga kali,’

(407b) ana wong wadon ayu

‘ada perempuan cantik’

(407c) sing metu saka omah mbukakake lawang.

‘yang keluar dari rumah membukakan pintu.’

Kemudian data (407a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(407d) Ora let suwe Ø ngebel ping telu,

‘Tidak berselang lama Ø membunyikan bel tiga kali,’

110

Hasil analisis data (407d) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi waktu

sawise ‘sesudah’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak

berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap

dan kurang jelas.

Data (407a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi temporal

sawise ‘sesudah’, menjadi sebagai berikut.

(407e) Ora let suwe sawise ngebel ping telu,

sabubare

‘Tidak berselang lama sesudah membunyikan bel tiga kali,’

sesudah

Dari data (407e) di atas, ternyata konjungsi sawise ‘sesudah’ dapat

digantikan dengan konjungsi sabubare ‘sesudah’ karena masih dalam ragam

ngoko.

Data mengenai konjungsi temporal dapat dilihat pada lampiran data nomor

405 sampai 408.

11) Konjungsi Syarat

Konjungsi syarat merupakan konjungsi yang menyatakan makna

perangkaian syarat. Penanda konjungsi syarat yang ditemukan dalam penelitian

ini adalah yen ‘jika’ dan menawi ‘jika’. Berikut ini penjelasannya.

(409) Mbak Anti katon gregeten bareng ngerti yen dakjarag. Pipine sing rada

abang merga isin dak elem, nambah ayune. (MK/H61/P15).

‘Mbak Anti terlihat kesal ketika tahu jika aku goda. Pipinya yang agak

merah malu karena aku puji, semakin cantik.’

Pada data (409) menunjukkan konjungsi syarat yaitu pada kata yen ‘jika’

yang merupakan penghubung syarat bahwa ketika tokoh bernama Anti digoda, dia

menjadi terlihat kesal.

111

Kemudian data (409) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(409a) Mbak Anti katon gregeten

‘Mbak Anti terlihat kesal’

(409b) bareng ngerti yen dakjarag.

‘ketika tahu jika aku goda.’

(409c) Pipine sing rada abang merga isin dak elem,

‘Pipinya yang agak merah malu karena aku puji,’

(409d) nambah ayune.

‘semakin cantik.’

Kemudian data (409b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(409e) bareng ngerti Ø dakjarag.

‘ketika tahu Ø aku goda’

Hasil analisis data (409e) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi syarat

yen ‘jika’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak berterima

karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap dan kurang

jelas.

Data (409b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi syarat

yen ‘jika’, menjadi sebagai berikut.

(409f) bareng ngerti yen dakjarag.

menawa

‘ketika tahu jika aku goda.’

jika

Dari data (409f) di atas, ternyata konjungsi yen ‘jika’ dapat digantikan

dengan konjungsi menawa ‘jika’ karena masih dalam ragam ngoko.

Data lain yang merupakan konjungsi syarat adalah sebagai berikut.

(411) “Wonten. Mangga menawi badhe mampir,” (MK/H63/P29).

‘Ada. Silakan jika mau berkunjung.’

112

Pada data (411) menunjukkan konjungsi syarat yaitu pada kata menawi

‘jika’ yang merupakan penghubung syarat bahwa mempersilakan jika mau

berkunjung.

Kemudian data (411) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(411a) “Wonten.

‘Ada.’

(411b) Mangga menawi badhe mampir,”

‘Silakan jika mau berkunjung,’

Kemudian data (411b) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(411c) Mangga Ø badhe mampir,”

‘Silakan Ø mau berkunjung,’

Hasil analisis data (411c) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi syarat

menawi ‘jika’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak

berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap

dan kurang jelas.

Data (411b) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi syarat

menawi ‘jika’, menjadi sebagai berikut.

(411d) Mangga menawi badhe mampir,”

*mugi-mugi

‘Silakan jika mau berkunjung,’

*semoga

Dari data (411d) di atas, ternyata konjungsi menawi ‘jika’ tidak dapat

digantikan dengan konjungsi mugi-mugi ‘semoga’ karena konteks kalimatnya

berbeda yaitu menggunakan konjungsi syarat bukan konjungsi harapan.

Data mengenai konjungsi syarat dapat dilihat pada lampiran data nomor

409 sampai 419.

113

12) Konjungsi Cara

Konjungsi cara merupakan konjungsi yang menyatakan makna

perangkaian cara. Penanda konjungsi cara yang ditemukan dalam penelitian ini

adalah kanthi ‘dengan’. Berikut ini penjelasannya.

(422) Sikile Rita mlangkah kanthi entheng, kaya ora ngambah lemah.

(IAKA/H179/P1).

‘Kaki Rita melangkah dengan ringan, seperti tanpa menjejak tanah.’

Pada data (422) menunjukkan konjungsi cara yaitu pada kata kanthi

‘dengan’ yang merupakan penghubung cara dengan menjelaskan bahwa cara

melangkah atau berjalannya Rita begitu ringan sampai-sampai seperti tanpa

menjejak tanah.

Kemudian data (422) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(422a) Sikile Rita mlangkah kanthi entheng,

‘Kaki Rita melangkah dengan ringan,’

(422b) kaya ora ngambah lemah.

‘seperti tanpa menjejak tanah.’

Kemudian data (422a) diuji dengan teknik lesap akan menjadi berikut.

(422c) Sikile Rita mlangkah Ø entheng,

‘Kaki Rita melangkah Ø ringan,’

Hasil analisis data (422c) dengan teknik lesap, ternyata konjungsi cara

kanthi ‘dengan’ apabila dilesapkan, data tersebut tidak gramatikal dan tidak

berterima karena informasi yang diterima oleh pembaca menjadi tidak lengkap

dan kurang jelas.

Data (422a) selanjutnya diuji dengan teknik ganti pada konjungsi cara

kanthi ‘dengan’, menjadi sebagai berikut.

(422d) Sikile Rita mlangkah kanthi entheng,

Sarana

114

‘Kaki Rita melangkah dengan ringan,’

dengan

Dari data (422d) di atas, ternyata konjungsi kanthi ‘dengan’ dapat

digantikan dengan konjungsi sarana ‘dengan’ karena masih dalam tataran yang

sama yaitu ngoko.

Data mengenai konjungsi cara dapat dilihat pada lampiran data nomor 420

sampai 424.

2. Kohesi Leksikal

a. Repetisi (Pengulangan)

Repetisi adalah pengulangan pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata,

kata, atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam

sebuah konteks yang sesuai.

1) Repetisi Epizeuksis

Repetisi epizeuksis merupakan pengulangan satuan lingual (kata) yang

dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut. Penanda repetisi epizeuksis yang

ditemukan dalam penelitian ini adalah dandan ‘berhias’, budhal ‘berangkat’,

semester ‘semester’, lagu ‘lagu’, dan bocah ‘anak’. Berikut ini penjelasannya.

(425) Ora tau dandan kaya yen ana omahku dhewe. Neng kene yen dandan

rasane malah kaya tledhek, lan dadi tontonan bocah cilik-cilik. Merga

apa? Neng desa kene arang-arang ana wong dandan sing kaya dandane

wong kutha. (MK/H59/P7).

‘Tidak pernah berhias seperti ketika sedang di rumahku sendiri. Di sini

jika berhias rasanya malah seperti penghibur, dan jadi tontonan anak-

anak kecil. Karena apa? Di desa sini jarang-jarang ada orang berhias

seperti berhiasnya orang kota.’

Pada data (425) menunjukkan repetisi epizeuksis yang ditunjukkan dengan

kata dandan ‘berhias’ yang diulang sebanyak empat kali untuk menekankan

bahwa kedudukan kata tersebut sangat penting dalam wacana.

115

Kemudian data (425) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(425a) Ora tau dandan kaya yen ana omahku dhewe.

‘Tidak pernah berhias seperti ketika sedang di rumahku sendiri.’

(425b) Neng kene yen dandan rasane malah kaya tledhek,

‘Di sini jika berhias rasanya malah seperti penghibur,’

(425c) Merga apa?

‘Karena apa?’

(425d) Neng desa kene arang-arang ana wong dandan sing kaya dandane

wong kutha.

‘Di desa sini jarang-jarang ada orang berhias seperti berhiasnya orang

kota.’

Kemudian data (425a), data (425b), dan data (425d) diuji dengan teknik

lesap akan menjadi berikut.

(425e) Ora tau Ø kaya yen ana omahku dhewe.

‘Tidak pernah Ø seperti ketika sedang di rumahku sendiri’

(425f) Neng kene yen Ø rasane malah kaya tledhek.

‘Di sini jika Ø rasanya malah seperti penghibur’

(425g) Neng desa kene arang-arang ana wong Ø sing kaya Øe wong kutha.

‘Di desa sini jarang-jarang ada orang Ø seperti Ønya orang kota.’

Hasil analisis data (425e), data (425f), dan data (425g) dengan teknik

lesap, ternyata wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal

ini dikarenakan unsur yang penting dalam wacana ketika dilesapkan, menjadikan

wacana tidak kohesif. Oleh karena itu, kata dandan ‘berhias’ memiliki kadar

keintian yang sangat tinggi serta wajib hadir dalam wacana.

Data lain yang merupakan repetisi adalah sebagai berikut.

(426) “Beres! Yen pancen budhal, budhal siji ya budhal kabeh.”

(PSAD/H130/P20).

‘Beres! Jika memang berangkat, berangkat satu ya berangkat

semua.’

116

Pada data (426) menunjukkan repetisi epizeuksis yang ditunjukkan dengan

kata budhal ‘berangkat’ yang diulang sebanyak tiga kali untuk menjelaskan

bahwa kedudukan kata tersebut sangat penting dalam kalimat. Kata budhal

‘berangkat’ sangat penting karena berfungsi menjelaskan bahwa jika memang

berangkat, semua juga ikut.

Kemudian data (426) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(426a) “Beres!

‘Beres!’

(426b) Yen pancen budhal,

‘Jika memang berangkat,’

(426c) budhal siji ya budhal kabeh.”

‘berangkat satu ya berangkat semua.’

Kemudian data (426b) dan data (426c) diuji dengan teknik lesap akan

menjadi berikut.

(426d) Yen pancen Ø,

‘Jika memang Ø,’

(426e) Ø siji ya Ø kabeh.”

‘Ø satu ya Ø semua’

Hasil analisis data (426d) dan data (426e) dengan teknik lesap, ternyata

wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini dikarenakan

unsur yang penting dalam kalimat ketika dilesapkan, membuat wacana tidak

kohesif. Oleh karena itu, kata budhal ‘berangkat’ wajib hadir dalam wacana serta

memiliki kadar keintian yang sangat tinggi.

Data mengenai repetisi epizeuksis dapat dilihat pada lampiran data nomor

425 sampai 431.

117

2) Repetisi Tautotes

Repetisi tautotes merupakan pengulangan satuan lingual (sebuah kata)

beberapa kali dalam sebuah konstruksi. Penanda repetisi tautotes yang ditemukan

dalam penelitian ini adalah umurku ‘umurku’. Berikut ini penjelasannya.

(432) Umurku karo Puput kacek telulas taun. Umurku dhewe isih nem likur

taun, durung rabi, ning wis duwe pacar sing isih kuliah ana Unibraw.

(SBIMK/H193/P27).

‘Usiaku dengan Puput selisih tiga belas tahun. Usiaku sendiri masih

dua puluh enam tahun, belum menikah, tetapi sudah punya pacar yang

sekarang masih kuliah di Unibraw.’

Pada data (432) menunjukkan repetisi tautotes yang ditunjukkan dengan

kata umurku ‘usiaku’ yang diulang sebanyak dua kali untuk menekankan bahwa

kedudukan kata tersebut sangat penting dalam wacana.

Kemudian data (432) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(432a) Umurku karo Puput kacek telulas taun.

‘Usiaku dengan Puput selisih tiga belas tahun.’

(432b) Umurku dhewe isih nem likur taun,

‘Usiaku sendiri masih enam puluh tahun,’

(432c) durung rabi,

‘belum menikah,’

(432d) ning wis duwe pacar sing isih kuliah ana Unibraw.

‘tetapi sudah punya pacar yang sekarang masih kuliah di Unibraw.’

Kemudian data (432a) dan data (432b) diuji dengan teknik lesap akan

menjadi berikut.

(432e) Ø karo Puput kacek telulas taun.

‘Ø dengan Puput selisih tiga belas tahun.’

(432f) Ø dhewe isih nem likur taun,

‘Ø sendiri masih enam puluh tahun,’

Hasil analisis data (432e) dan data (432f) dengan teknik lesap, ternyata

wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini dikarenakan

118

unsur yang penting dalam wacana ketika dilesapkan, menjadikan wacana tidak

kohesif. Oleh karena itu, kata umurku ‘usiaku’ memiliki kadar keintian yang

sangat tinggi serta wajib hadir dalam wacana.

3) Repetisi Anafora

Repetisi anafora merupakan pengulangan satuan lingual berupa kata atau

frasa pertama pada baris atau kalimat berikutnya. Penanda repetisi anafora yang

ditemukan dalam penelitian ini adalah nanging ‘tetapi’. Berikut ini penjelasannya.

(433) Nanging ya nyayangne tindakane Retno sing isih kekanak-kanakan

atase dheweke kuliah wis ana semester enem, kudune ya luwih dhewasa

dibandhingne karo Puput sing umure lagi telulas taun mlaku. Nanging

arep kepriye maneh, Retno pancen keras atine, atos ngluwih-ngluwihi

wesi. Nanging biasane yen wis pirang ndina ngono nesune njur suda,

ananging saiki kok? (SBIMK/H197/P50).

‘Tetapi ya menyayangkan tindakannya Retno yang masih kekanak-

kanakan meski jelas dia kuliah sudah semester enam, harusnya ya lebih

dewasa dibandingkan dengan Puput yang umurnya baru berusia tiga

belas tahun. Tetapi mau bagaimana lagi, Retno memang keras hatinya,

keras melebihi besi. Tetapi biasanya jika sudah beberapa hari marahnya

lalu reda, tetapi sekarang kok?’

Pada data (433) menunjukkan repetisi anafora yang ditunjukkan dengan

kata nanging ‘tetapi’ yang diulang sebanyak tiga kali di awal kalimat untuk

menekankan bahwa kedudukan kata tersebut sangat penting dalam wacana.

Kemudian data (433) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(433a) Nanging ya nyayangne tindakane Retno sing isih kekanak-kanakan

atase dheweke kuliah wis ana semester enem,

‘Tetapi ya menyayangkan tindakannya Retno yang masih kekanak-

kanakan meski jelas dia kuliah sudah semester enam,’

(433b) kudune ya luwih dhewasa dibandhingne karo Puput sing umure lagi

telulas taun mlaku.

‘harusnya ya lebih dewasa dibandingkan dengan Puput yang umurnya

baru berusia tiga belas tahun.’

(433c) Nanging arep kepriye maneh,

‘Tetapi mau bagaimana lagi,’

119

(433d) Retno pancen keras atine,

‘Retno memang keras hatinya,’

(433e) atos ngluwih-ngluwihi wesi.

‘keras melebihi besi.’

(433f) Nanging biasane yen wis pirang ndina ngono nesune njur suda,

‘Tetapi biasanya jika sudah beberapa hari marahnya lalu reda,’

(433g) ananging saiki kok?

‘tetapi sekarang kok?’

Kemudian data (433a), data (433c), dan data (433f) diuji dengan teknik

lesap akan menjadi berikut.

(433h) Ø ya nyayangne tindakane Retno sing isih kekanak-kanakan atase

dheweke kuliah wis ana semester enem,

‘Ø ya menyayangkan tindakannya Retno yang masih kekanak-kanakan

meski jelas dia kuliah sudah semester enam,’

(433i) Ø arep kepriye maneh,

‘Ø mau bagaimana lagi,’

(433j) Ø biasane yen wis pirang ndina ngono nesune njur suda,

‘Ø biasanya jika sudah beberapa hari marahnya lalu reda.’

Hasil analisis data (433h), data (433i), dan data (433j) dengan teknik lesap,

ternyata wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini

dikarenakan unsur yang penting dalam wacana ketika dilesapkan, menjadikan

wacana tidak kohesif. Oleh karena itu, kata nanging ‘tetapi’ memiliki kadar

keintian yang sangat tinggi serta wajib hadir dalam wacana.

4) Repetisi Epistrofa

Repetisi epistrofa merupakan pengulangan satuan lingual kata/frasa pada

akhir baris (dalam puisi) atau akhir kalimat (dalam prosa) secara berturut-turut.

Penanda repetisi epistrofa yang ditemukan dalam penelitian ini adalah krasan

‘nyaman’. Berikut ini penjelasannya.

(434) “Pancen tak akoni Mas, bareng lagi teka ana kene kae aku kaget tur

ora pati krasan. Nanging tak rasak-rasakne, suwe-suwe aku dadi

krasan. (MK/H66/P50).

120

‘Memang aku akui Mas, ketika baru datang di sini aku kaget dan tidak

begitu nyaman. Tetapi aku rasa-rasakan, lama-lama aku jadi nyaman.’

Pada data (434) menunjukkan repetisi epistrofa yang ditunjukkan dengan

kata krasan ‘nyaman’ yang diulang sebanyak dua kali pada akhir kalimat untuk

menekankan bahwa kedudukan kata tersebut sangat penting dalam wacana.

Kemudian data (434) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(434a) “Pancen tak akoni Mas,

‘Memang aku akui Mas,’

(434b) bareng lagi teka ana kene kae aku kaget tur ora pati krasan.

‘ketika baru datang di sini aku kaget dan tidak begitu nyaman.’

(434c) Nanging tak rasak-rasakne,

‘Tetapi aku rasa-rasakan,’

(434d) suwe-suwe aku dadi krasan.

‘lama-lama aku jadi nyaman.’

Kemudian data (434b) dan data (434d) diuji dengan teknik lesap akan

menjadi berikut.

(434e) bareng lagi teka ana kene kae aku kaget tur ora pati Ø.

‘ketika baru datang di sini aku kaget dan tidak begitu Ø.’

(434f) suwe-suwe aku dadi Ø.

‘lama-lama aku jadi Ø.’

Hasil analisis data (434e) dan data (434f) dengan teknik lesap, ternyata

wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini dikarenakan

unsur yang penting dalam wacana ketika dilesapkan, menjadikan wacana tidak

kohesif. Oleh karena itu, kata krasan ‘nyaman’ memiliki kadar keintian yang

sangat tinggi serta wajib hadir dalam wacana.

5) Repetisi Mesodiplosis

Repetisi mesodiplosis merupakan pengulangan satuan lingual di tengah-

tengah baris atau kalimat berturut-turut. Penanda repetisi mesodiplosis yang

121

ditemukan dalam penelitian ini adalah semangatku ‘semangatku’ dan nyawang

‘melihat’. Berikut ini penjelasannya.

(435) Dheweke sempat kaget nalika nyawang aku, menehi alasan yen

awakmu lara, njur dak tinggal ngalih. Aku ora kepenak karo ceweke

sing nyawang aku karo mrengut.” (IAKA/H181/P19).

‘Dia sempat kaget ketika melihat aku, memberi alasan jika dirimu

sakit, lalu kutinggal pergi. Aku tidak enak dengan ceweknya yang

melihat aku dengan merengut.’

Pada data (435) menunjukkan repetisi mesodiplosis yang ditunjukkan

dengan kata nyawang ‘melihat’ yang diulang sebanyak dua kali di tengah kalimat

untuk menekankan bahwa kedudukan kata tersebut sangat penting dalam wacana.

Kemudian data (435) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(435a) Dheweke sempat kaget nalika nyawang aku,

‘Dia sempat kaget ketika melihat aku,’

(435b) menehi alasan yen awakmu lara,

‘memberi alasan jika dirimu sakit,’

(435c) njur daktinggal ngalih.

‘lalu kutinggal pergi.’

(435d) Aku ora kepenak karo ceweke sing nyawang aku karo mrengut.”

‘Aku tidak enak dengan ceweknya yang melihat aku dengan merengut.’

Kemudian data (435a) dan data (435d) diuji dengan teknik lesap akan

menjadi berikut.

(435e) Dheweke sempat kaget nalika Ø aku,

‘Dia sempat kaget ketika Ø aku,’

(435f) Aku ora kepenak karo ceweke sing Ø aku karo mrengut.”,

‘Aku tidak enak dengan ceweknya yang Ø aku dengan merengut.’

Hasil analisis data (435e) dan data (435f) dengan teknik lesap, ternyata

wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini dikarenakan

unsur yang penting dalam wacana ketika dilesapkan, menjadikan wacana tidak

122

kohesif. Oleh karena itu, kata nyawang ‘melihat’ memiliki kadar keintian yang

sangat tinggi serta wajib hadir dalam wacana.

Data lain yang merupakan repetisi adalah sebagai berikut.

(436) Aku rak malih isin yen semangatku mlempem. Mula nemoni Mas Nang

semangatku kaya digelak, tambah gedhe. (MK/H68/P61).

‘Aku malah malu jika semangatku melemah. Maka menemui Mas

Nang semangatku seperti dipompa, tambah besar.’

Pada data (436) menunjukkan repetisi mesodiplosis yang ditunjukkan

dengan kata semangatku ‘semangatku’ yang diulang sebanyak dua kali di tengah

kalimat untuk menekankan bahwa kedudukan kata tersebut sangat penting dalam

wacana.

Kemudian data (436) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(436a) Aku rak malih isin yen semangatku mlempem.

‘Aku malah malu jika semangatku melemah.’

(436b) Mula nemoni Mas Nang semangatku kaya digelak,

‘Maka menemui Mas Nang semangatku seperti dipompa,’

(436c) tambah gedhe.

‘tambah besar.’

Kemudian data (436a) dan data (436b) diuji dengan teknik lesap akan

menjadi berikut.

(436d) Aku rak malih isin yen Ø mlempem.

‘Aku malah malu jika Ø melemah’

(436e) Mula nemoni Mas Nang Ø kaya digelak,

‘Maka menemui Mas Nang Ø seperti dipompa,’

Hasil analisis data (436d) dan data (436e) dengan teknik lesap, ternyata

wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini dikarenakan

unsur yang penting dalam wacana ketika dilesapkan, menjadikan wacana tidak

123

kohesif. Oleh karena itu, kata semangatku ‘semangatku’ memiliki kadar keintian

yang sangat tinggi serta wajib hadir dalam wacana.

6) Repetisi Anadiplosis

Repetisi anadiplosis merupakan pengulangan satuan lingual atau frasa

terakhir dari baris atau kalimat itu menjadi kata atau fasa pertama pada baris atau

kalimat berikutnya. Penanda repetisi anadiplosis yang ditemukan dalam penelitian

ini adalah pak lurah ‘pak kepala desa’ dan katresnan ‘percintaan’. Berikut ini

penjelasannya.

(437) Sing marahi atiku rada tentrem, aku manggon ana daleme pak lurah.

Pak lurah uga kagungan putra-putri sing dadi guru. (MK/H58-59/P4).

‘Yang membuat hatiku agak tenteram, aku tinggal di rumah pak kepala

desa. Pak kepala desa juga memiliki putra-putri yang menjadi guru.’

Pada data (437) menunjukkan repetisi anadiplosis yang ditunjukkan pada

kata pak lurah ‘pak kepala desa’ yang diulang sebanyak dua kali yaitu pada akhir

kalimat pertama dan awal kalimat kedua untuk menekankan bahwa kedudukan

kata tersebut sangat penting dalam wacana.

Kemudian data (437) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(437a) Sing marahi atiku rada tentrem,

‘Yang membuat hatiku agak tenteram,’

(437b) aku manggon ana daleme pak lurah.

‘aku tinggal di rumah pak kepala desa.’

(437c) Pak lurah uga kagungan putra-putri sing dadi guru.

‘Pak kepala desa juga memiliki putra-putri yang menjadi guru.’

Kemudian data (437b) dan data (437c) diuji dengan teknik lesap akan

menjadi berikut.

(437d) aku manggon ana daleme Ø.

‘aku tinggal di rumahnya Ø.’

(437e) Ø uga kagungan putra-putri sing dadi guru.

124

‘Ø juga memiliki putra-putri yang menjadi guru.’

Hasil analisis data (437d) dan data (437e) dengan teknik lesap, ternyata

wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini dikarenakan

unsur yang penting dalam wacana ketika dilesapkan, menjadikan wacana tidak

kohesif. Oleh karena itu, kata pak lurah ‘pak kepala desa’ memiliki kadar

keintian yang sangat tinggi serta wajib hadir dalam wacana.

Data lain yang merupakan repetisi adalah sebagai berikut.

(438) “Mas! Aku ora seneng yen awakmu arep dadi pengkhianat bab

katresnan. Katresnan kuwi larang mas regane...” (SBIMK/H199/P62).

‘Mas! Aku tidak suka jika dirimu akan menjadi pengkhianat bab

percintaan. Percintaan itu mahal mas harganya.

Pada data (438) menunjukkan repetisi anadiplosis yang ditunjukkan pada

kata katresnan ‘percintaan’ yang diulang sebanyak dua kali yaitu pada akhir

kalimat pertama dan awal kalimat kedua untuk menekankan bahwa kedudukan

kata tersebut sangat penting dalam wacana.

Kemudian data (438) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(438a) “Mas!

‘Mas!’

(438b) Aku ora seneng yen awakmu arep dadi pengkhianat bab katresnan.

‘Aku tidak suka jika dirimu akan menjadi pengkhianat bab percintaan.’

(438c) Katresnan kuwi larang mas regane...”

‘Percintaan itu mahal mas harganya...’

Kemudian data (438b) dan data (438c) diuji dengan teknik lesap akan

menjadi berikut.

(438d) Aku ora seneng yen awakmu arep dadi pengkhianat bab Ø.

‘Aku tidak suka jika dirimu akan menjadi pengkhianat bab Ø.’

(438e) Ø kuwi larang mas regane...

‘Ø itu mahal mas harganya...’

125

Hasil analisis data (438d) dan data (438e) dengan teknik lesap, ternyata

wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini dikarenakan

unsur yang penting dalam wacana ketika dilesapkan, menjadikan wacana tidak

kohesif. Oleh karena itu, kata katresnan ‘percintaan’ memiliki kadar keintian

yang sangat tinggi serta wajib hadir dalam wacana.

b. Sinonimi (Padan Kata)

Sinonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang

sama atau ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan ungkapan lain.

Sinonimi merupakan salah satu aspek leksikal untuk mendukung kepaduan

wacana. Sinonimi berfungsi menjalin hubungan makna yang sepadan antara

satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana.

1) Sinonimi Kata dengan Kata

Penanda sinonimi kata dengan kata yang ditemukan dalam penelitian ini

adalah sinonimi kata papan ‘tempat’ dengan panggonan ‘tempat’, sinonimi kata

mlangkah ‘melangkah’ dengan mlaku ‘berjalan’, sinonimi kata nyawang

‘memandang’ dengan nglirik ‘melirik’, sinonimi kata pendhudhuk ‘penduduk’

dengan masyarakat ‘masyarakat’, sinonimi kata njarag ‘menggoda’ dengan

nggodha ‘menggoda’, sinonimi kata pangayomanku ‘pengayomanku’ dengan

perhatianku ‘perhatianku’, sinonimi kata bali ‘pulang’ dengan mulih ‘pulang’,

sinonimi kata cinta dengan katresnan ‘cinta’, sinonimi kata putus ‘putus’ dengan

pedhot ‘putus’, dan sinonimi kata kabar ‘kabar’ dengan warta ‘berita’. Berikut ini

penjelasannya.

(440) Aku mlangkah alon-alon napaki dalan-dalan desa sing lagi wae

diurug. Ana sandhingku Mbak Anti uga mlaku seglah-segleh, sajak

ayem atine. (MK/H59/P5).

126

‘Aku melangkah pelan-pelan menapaki jalan-jalan desa yang baru saja

ditimbun. Di sampingku Mbak Anti juga berjalan lenggak-lenggok,

agaknya tenteram hatinya.’

Pada data (440) menunjukkan sinonimi kata dengan kata yang ditunjukkan

pada kata mlangkah ‘melangkah’ bersinonim dengan kata mlaku ‘berjalan’.

Kedua kata tersebut memiliki makna yang sepadan.

Kemudian data (440) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(440a) Aku mlangkah alon-alon napaki dalan-dalan desa sing lagi wae

diurug.

‘Aku melangkah pelan-pelan menapaki jalan-jalan desa yang baru saja

ditimbun.’

(440b) Ana sandhingku Mbak Anti uga mlaku seglah-segleh,

‘Di sampingku Mbak Anti juga berjalan lenggak-lenggok,’

(440c) sajak ayem atine.

‘agaknya tenteram hatinya.’

Kemudian data (440a) dan data (440b) diuji dengan teknik lesap akan

menjadi berikut.

(440d) Aku Ø alon-alon napaki dalan-dalan desa sing lagi wae diurug.

‘Aku Ø pelan-pelan menapaki jalan-jalan desa yang baru saja

ditimbun.’

(440e) Ana sandhingku Mbak Anti uga Ø seglah-segleh,

‘Di sampingku Mbak Anti juga Ø lenggak-lenggok,’

Hasil analisis data (440d) dan data (440e) dengan teknik lesap, ternyata

wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini dikarenakan

unsur yang penting dalam kalimat ketika dilesapkan, membuat wacana tidak

kohesif. Oleh karena itu, kedua penanda kohesi leksikal berupa sinonimi tersebut

wajib hadir dalam wacana.

Data lain yang merupakan sinonimi adalah sebagai berikut.

127

(444) Mbak Anti sing wis nyegat ana ngarepan, lirak-lirik njarag aku.

(MK/H68-69/P568).

[...] Dhik Ana sida ndang kondur?” Mbak Anti nggodha aku.

(MK/H69/P69).

‘Mbak Anti yang sudah mencegat di depan, melirak-lirik menggoda

aku.

[...] Dhik Ana jadi segera pulang? Mbak Anti menggoda aku.’

Pada data (444) menunjukkan sinonimi kata dengan kata yang ditunjukkan

pada kata njarag ‘menggoda’ bersinonim dengan kata nggodha ‘menggoda’.

Kedua kata tersebut memiliki makna yang sepadan.

Kemudian data (444) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(444a) Mbak Anti sing wis nyegat ana ngarepan,

‘Mbak Anti yang sudah mencegat di depan,’

(444b) lirak-lirik njarag aku.

‘melirak-lirik menggoda aku.’

(444c) [...] Dhik Ana sida ndang kondur?”

[...] ‘Dhik Ana jadi segera pulang?’

(444d) Mbak Anti nggodha aku.

‘Mbak Anti menggoda aku.’

Kemudian data (444b) dan data (444d) diuji dengan teknik lesap akan

menjadi berikut.

(444e) lirak-lirik Ø aku.

‘melirak-lirik Ø aku.’

(444f) Mbak Anti Ø aku.

‘Mbak Anti Ø aku.’

Hasil analisis data (444e) dan data (444f) dengan teknik lesap, ternyata

wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini dikarenakan

unsur yang penting dalam kalimat ketika dilesapkan, membuat wacana tidak

kohesif. Oleh karena itu, kedua penanda kohesi leksikal berupa sinonimi tersebut

wajib hadir dalam wacana.

128

Data mengenai sinonimi kata dengan kata dapat dilihat pada lampiran data

nomor 439 sampai 449.

2) Sinonimi Kata dengan Frasa

Penanda sinonimi kata dengan frasa yang ditemukan dalam penelitian ini

adalah sinonimi frasa babar pisan ‘sama sekali’ dengan kata blas ‘sama sekali’.

Berikut ini penjelasannya.

(450) Kabar saka Malang babar pisan ora dak tampa. Semono uga warta

saka Puput, blas ora ana. (SBIMK/H200/P68).

‘Kabar dari Malang sama sekali tidak kuterima. Begitu juga kabar dari

Puput, sama sekali tidak ada.’

Pada data (450) menunjukkan sinonimi kata dengan frasa yang

ditunjukkan pada kata babar pisan ‘sama sekali’ pada kalimat pertama

bersinonim dengan kata blas ‘sama sekali’ pada kalimat kedua. Kedua satuan

lingual tersebut memiliki makna yang sepadan.

Kemudian data (450) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(450a) Kabar saka Malang babar pisan ora dak tampa.

‘Kabar dari Malang sama sekali tidak kuterima.’

(450b) Semono uga warta saka Puput,

‘Begitu juga kabar dari Puput,’

(450c) blas ora ana.

‘sama sekali tidak ada.’

Kemudian data (450a) dan data (450c) diuji dengan teknik lesap akan

menjadi berikut.

(450d) Kabar saka Malang Ø ora dak tampa.

‘Kabar dari Malang Ø tidak kuterima.’

(450e) Ø ora ana.

‘Øtidak ada.’

129

Hasil analisis data (450d) dan data (450e) dengan teknik lesap, ternyata

wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini dikarenakan

unsur yang penting dalam kalimat ketika dilesapkan, membuat wacana tidak

kohesif. Oleh karena itu, kedua penanda kohesi leksikal berupa sinonimi tersebut

wajib hadir dalam wacana.

c. Antonimi (Oposisi Makna)

Antonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang lain

atau satuan lingual yang maknanya berlawanan/beroposisi dengan satuan lingual

yang lain. Antonimi disebut juga oposisi makna. Pengertian oposisi makna

mencakup konsep yang betul-betul berlawanan sampai kepada yang hanya kontras

makna saja.

1) Oposisi Mutlak

Oposisi mutlak adalah pertentangan makna secara mutlak. Penanda oposisi

mutlak yang ditemukan dalam penelitian ini adalah oposisi antara kata ngapusi

‘berbohong’ dengan kata jujur ‘jujur’, oposisi antara kata medhun ‘turun’ dengan

kata munggah ‘naik’, dan oposisi antara kata ngetokake ‘mengeluarkan’ dengan

kata nglebokne ‘memasukkan’. Berikut ini penjelasannya.

(451) “Ati ora gelem ngapusi, Rit. Sasuwene iki aku ora bisa ngalih saka

atimu... Aku pancen salah ora gelem jujur marang sliramu, nanging...”

(IAKA/H186/P70).

‘Hati tidak mau berbohong, Rit. Selama ini aku tidak bisa berpaling

dari hatimu... Aku memang salah tidak mau jujur kepada dirimu,

tetapi...’

Pada data (451) menunjukkan antonimi berupa oposisi mutlak antara kata

ngapusi ‘berbohong’ dengan kata jujur ‘jujur’. Kehadiran antonimi yang berupa

oposisi mutlak tersebut dalam wacana, menghasilkan kalimat yang kohesif.

130

Kemudian data (451) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(451a) “Ati ora gelem ngapusi, Rit.

‘Hati tidak mau berbohong, Rit’

(451b) Sasuwene iki aku ora bisa ngalih saka atimu...

‘Selama ini aku tidak bisa berpaling dari hatimu...’

(451c) Aku pancen salah ora gelem jujur marang sliramu,

‘Aku memang salah tidak mau jujur kepada dirimu,’

(451d) nanging...

‘tetapi...’

Kemudian data (451a) dan data (451c) diuji dengan teknik lesap akan

menjadi berikut.

(451e) “Ati ora gelem Ø. Rit

‘Hati tidak mau Ø. Rit’

(451f) Aku pancen salah ora gelem Ø marang sliramu,

‘Aku memang salah tidak mau Ø kepada dirimu.’

Hasil analisis data (451e) dan data (451f) dengan teknik lesap, ternyata

wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini dikarenakan

unsur yang penting dalam kalimat ketika dilesapkan, membuat wacana tidak

kohesif. Oleh karena itu, kedua penanda kohesi leksikal berupa antonimi tersebut

wajib hadir dalam wacana.

Data lain yang merupakan sinonimi adalah sebagai berikut.

(453) Sopir mau njur ngetokake jurigen cacah papat gedhe-gedhe, saka

njero mobil. [...] (PSAD/H129/P7).

[...] Mula Dewi mung nyawang thok nalika sopir kuwi nglebokne

jurigen menyang ruang tamu. (PSAD/H129/P8).

‘Sopir itu lalu mengeluarkan jurigen besar-besar berjumlah empat, dari

dalam mobil. [...]

[...] Maka Dewi hanya memandang saja ketika sopir itu memasukkan

jurigen ke ruang tamu.’

Pada data (453) menunjukkan antonimi berupa oposisi mutlak antara kata

ngetokake ‘mengeluarkan’ dengan kata nglebokne ‘memasukkan’. Kehadiran

131

antonimi yang berupa oposisi mutlak tersebut dalam wacana, menghasilkan

kalimat yang kohesif.

Kemudian data (453) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(453a) Sopir mau njur ngetokake jurigen cacah papat gedhe-gedhe,

‘Sopir itu lalu mengeluarkan jurigen besar-besar berjumlah empat,’

(453b) saka njero mobil. [...]

‘dari dalam mobil. [...]’

(453c) [...] Mula Dewi mung nyawang thok nalika sopir kuwi nglebokne

jurigen menyang ruang tamu.

‘[...] Maka Dewi hanya memandang saja ketika sopir itu memasukkan

jurigen ke ruang tamu.’

Kemudian data (453a) dan data (453c) diuji dengan teknik lesap akan

menjadi berikut.

(453d) Sopir mau njur Ø jurigen cacah papat gedhe-gedhe.

‘Sopir itu lalu Ø jurigen besar-besar berjumlah empat,’

(453e) [...] Mula Dewi mung nyawang thok nalika sopir kuwi Ø jurigen

menyang ruang tamu.

‘[...] Maka Dewi hanya memandang saja ketika sopir itu Ø jurigen ke

ruang tamu.’

Hasil analisis data (453d) dan data (453e) dengan teknik lesap, ternyata

wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini dikarenakan

unsur yang penting dalam kalimat ketika dilesapkan, membuat wacana tidak

kohesif. Oleh karena itu, kedua penanda kohesi leksikal berupa antonimi tersebut

wajib hadir dalam wacana.

Data mengenai oposisi mutlak dapat dilihat pada lampiran data nomor 451

sampai 453.

132

2) Oposisi Kutub

Oposisi kutub adalah pertentangan makna yang tidak bersifat mutlak,

tetapi bersifat gradasi (ada tingkatan makna). Penanda oposisi kutub yang

ditemukan dalam penelitian ini adalah oposisi antara kata adoh ‘jauh’ dengan kata

cedhak ‘dekat’, oposisi antara kata lanang ‘laki-laki’ dengan kata wadon

‘perempuan’, oposisi antara kata esemmu ‘senyummu’ dengan kata mbesengutmu

‘cemberutmu’, oposisi antara kata susah ‘susah’ dengan kata seneng ‘senang’, dan

oposisi antara kata priya ‘pria’ dengan kata wanita ‘wanita’. Berikut ini

penjelasannya.

(454) Mlakune rumangsaku ya rada adoh, nanging kanggone Mbak Anti sing

wis kulina ya cedhak. (MK/H62/P21).

‘Jarak tempuhnya perasaanku ya agak jauh, tetapi buat Mbak Anti yang

sudah terbiasa ya dekat.’

Pada data (454) menunjukkan antonimi berupa oposisi kutub antara kata

adoh ‘jauh’ dengan kata cedhak ‘dekat’. Kedua kata tersebut dikatakan beroposisi

kutub karena terdapat gradasi di antara kedua oposisi tersebut, yaitu adanya

realitas adoh banget ‘sangat jauh’, adoh ‘jauh’, rada adoh ‘agak jauh’, cedhak

banget ‘sangat dekat’, cedhak ‘dekat’, dan rada cedhak ‘agak dekat’.

Kemudian data (454) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(454a) Mlakune rumangsaku ya rada adoh,

‘Jarak tempuhnya perasaanku ya agak jauh,’

(454b) nanging kanggone Mbak Anti sing wis kulina ya cedhak.

‘tetapi buat Mbak Anti yang sudah terbiasa ya dekat.’

Kemudian data (454a) dan data (454b) diuji dengan teknik lesap akan

menjadi berikut.

(454c) Mlakune rumangsaku ya rada Ø.

‘Jarak tempuhnya perasaanku ya agak Ø.’

133

(454d) nanging kanggone Mbak Anti sing wis kulina ya Ø.

‘tetapi buat Mbak Anti yang sudah terbiasa ya Ø.’

Hasil analisis data (454c) dan data (454d) dengan teknik lesap, ternyata

wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini dikarenakan

unsur yang penting dalam kalimat ketika dilesapkan, membuat wacana tidak

kohesif. Oleh karena itu, kedua penanda kohesi leksikal berupa antonimi tersebut

wajib hadir dalam wacana.

Data lain yang merupakan oposisi kutub adalah sebagai berikut.

(458) “Sepurane, Rit, aku gawe atimu susah.” [...] (IAKA/H181/P24).

“Aku malah seneng ndang weruh babagan iki, Din. (IAKA/H181/P25).

‘Maafkan, Rit, aku membuat hatimu susah. Andin merangkul Rita.’

‘Aku malah senang segera tahu tentang ini, Din.’

Pada data (458) menunjukkan antonimi berupa oposisi kutub antara kata

susah ‘susah’ dengan kata seneng ‘senang’. Kedua kata tersebut dikatakan

beroposisi kutub karena terdapat gradasi di antara kedua oposisi tersebut, yaitu

adanya realitas susah banget ‘sangat susah’, susah ‘susah’, rada susah ‘agak

susah’, seneng banget ‘sangat senang’, seneng ‘senang’, dan rada seneng ‘agak

senang’.

Kemudian data (458) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

(458a) “Sepurane, Rit,

‘Maafkanlah, Rit,’

(458b) aku gawe atimu susah.”

‘aku membuat hatimu susah.’

(458c) Andin ngrangkul Rita.

‘Andin merangkul Rita.’

(458d) “Aku malah seneng ndang weruh babagan iki, Din.

‘Aku malah senang segera tahu tentang ini, Din.’

134

Kemudian data (458b) dan data (458d) diuji dengan teknik lesap akan

menjadi berikut.

(458e) aku gawe atimu Ø.”

‘aku membuat hatimu Ø.’

(458f) “Aku malah Ø ndang weruh babagan iki, Din.”

‘Aku malah Ø segera tahu tentang ini, Din.’

Hasil analisis data (458e) dan data (458f) dengan teknik lesap, ternyata

wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini dikarenakan

unsur yang penting dalam kalimat ketika dilesapkan, membuat wacana tidak

kohesif. Oleh karena itu, kedua penanda kohesi leksikal berupa antonimi tersebut

wajib hadir dalam wacana.

Data mengenai oposisi kutub dapat dilihat pada lampiran data nomor 454

sampai 459.

3) Oposisi Hirarkial

Oposisi hirarkial adalah oposisi makna yang menyatakan deret jenjang

atau tingkatan. Penanda oposisi hirarkial yang ditemukan dalam penelitian ini

adalah oposisi antara kata sekolahan ‘sekolah’ dengan kata kuliah ‘kuliah’.

Berikut ini penjelasannya.

(460) Dheweke repot golek sekolahan. Wis mantheng atine nerusake kuliah

dadi guru. (IAKA/H184/P46).

‘Dia repot mencari sekolah. Sudah mantap hatinya meneruskan kuliah

untuk menjadi guru.’

Pada data (460) menunjukkan antonimi berupa oposisi hirarkial antara kata

sekolahan ‘sekolah’ dengan kata kuliah ‘kuliah’. Kedua kata tersebut

menyatakan adanya hubungan suatu jenjang pendidikan.

Kemudian data (460) di atas dibagi dengan teknik bagi unsur langsung

(BUL) menjadi berikut.

135

(460a) Dheweke repot golek sekolahan.

‘Dia repot mencari sekolah.’

(460b) Wis mantheng atine nerusake kuliah dadi guru.

‘Sudah mantap hatinya meneruskan kuliah untuk menjadi guru.’

Kemudian data (460a) dan data (460b) diuji dengan teknik lesap akan

menjadi berikut.

(460c) Dheweke repot golek Ø.

‘Dia repot mencari Ø.’

(460d) Wis mantheng atine nerusake Ø dadi guru.

‘Sudah mantap hatinya meneruskan Ø untuk menjadi guru.’

Hasil analisis data (460c) dan data (460d) dengan teknik lesap, ternyata

wacana di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Hal ini dikarenakan

unsur yang penting dalam kalimat ketika dilesapkan, membuat wacana tidak

kohesif. Oleh karena itu, kedua penanda kohesi leksikal berupa antonimi tersebut

wajib hadir dalam wacana.

d. Kolokasi (Sanding Kata)

Kolokasi merupakan asosiasi tertentu dalam menggunakan pilihan kata

yang cenderung digunakan secara berdampingan. Kata-kata yang berkolokasi

adalah kata-kata yang cenderung dipakai dalam suatu domain atau jaringan

tertentu, misalnya dalam jaringan pendidikan akan digunakan kata-kata yang

berkaitan dengan masalah pendidikan dan orang-orang yang terlibat di dalamnya.

Penanda kolokasi yang ditemukan dalam penelitian ini adalah kolokasi antara

satuan lingual tentara-tentara ‘tentara-tentara’, pangkalan ‘pangkalan’, bapak

jendral ‘bapak jenderal’, dan AU; kolokasi antara satuan lingual jajan ‘camilan’,

unjukan ‘minuman’, catering ‘catering’, dan panganan ‘makanan’; kolokasi

antara satuan lingual pacaran ‘pacaran’, lamaran ‘lamaran’, tukar cincin ‘tukar

cincin’, asmara ‘asmara’, tunangan ‘tunangan’, dan jodho ‘jodoh’; kolokasi

136

antara satuan lingual penyiar ‘penyiar’, lagu ‘lagu’, penggemar ‘penggemar’, dan

siaran ‘siaran’; serta kolokasi antara satuan lingual jagongan ‘berbincang’,

ngomonge ‘bicaranya’, omongane ‘omongannya’, dan nyritakake ‘menceritakan’.

Berikut ini penjelasannya.

(463) Ya ngene iki resikone pacaran jarak jauh, apa maneh yen durung keiket

dening tali lamaran apa dene tukar cincin, babagan loro iku durung

bisa dadi jaminan kanggo langgenge sawijining hubungan asmara.

Wong sing wis tunangan wae durung mesthi yen dadi. Apa maneh sing

durung. Ya kuwi jenenge jodho, kabeh dipesthi dening kang gawe urip.

(PSAD/H133-134/P47).

‘Ya begini resikonya pacaran jarak jauh, apa lagi jika belum terikat

oleh tali lamaran apa lagi tukar cincin, dua perihal itu belum bisa

menjadi jaminan untuk kelanggengan hubungan asmara. Orang yang

sudah tunangan saja belum tentu jadi. Apa lagi yang belum. Ya itu

namanya jodoh, semua ditentukan oleh Sang Pencipta.’

Pada data (463) menunjukkan kolokasi yaitu pemakaian kata pacaran

‘pacaran’, lamaran ‘lamaran’, tukar cincin ‘tukar cincin’, asmara ‘asmara’,

tunangan ‘tunangan’, dan jodho ‘jodoh’ yang saling berkolokasi dan mendukung

kepaduan wacana dalam paragraf tersebut. Istilah-istilah tersebut berkaitan dalam

hal asmara.

Pada data (463) di atas jika diterapkan dengan teknik lesap dan teknik

ganti, kalimat menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Apabila salah satu

unsur kata saja dilesapkan, akan mengurangi kebermaknaan wacana yang ada.

Demikian juga dengan penggantian salah satu unsurnya, maka maknanya akan

berubah.

Data lain yang merupakan kolokasi adalah sebagai berikut.

(464) Nanging tugasku ana kene ki dadi penyiar, dadi ya ngladeni wong

akeh. Masia kuwi mau lagu sing dak pegeli, ya kepeksa dak ladeni. Ora

oleh pilih kasih, marang sapa wae kudu adhil ora oleh mbedak-

mbedakne penggemar. Ya kuwi salah sijine tugase penyiar kanggo

ningkatake mutu siaran lan narik penggemar sing akeh.

(SBIMK/H189/P2).

137

‘Tetapi tugasku di sini ya menjadi penyiar, jadi ya melayani banyak

orang. Meskipun itu tadi lagu yang tak kusukai, ya terpaksa aku layani.

Tidak boleh pilih kasih, kepada siapa saja harus adil tidak boleh

membeda-bedakan penggemar. Ya itu salah satu tugas penyiar untuk

meningkatkan mutu siaran dan menarik penggemar yang banyak.’

Pada data (464) menunjukkan kolokasi yaitu pemakaian kata penyiar

‘penyiar’, lagu ‘lagu’, penggemar ‘penggemar’, dan siaran ‘siaran’ yang saling

berkolokasi dan mendukung kepaduan wacana dalam paragraf tersebut. Istilah-

istilah tersebut berkaitan dalam hal kepenyiaran khususnya kepenyiaran radio.

Pada data (464) di atas jika diterapkan dengan teknik lesap dan teknik

ganti, kalimat menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Apabila salah satu

unsur kata saja dilesapkan, akan mengurangi kebermaknaan wacana yang ada.

Demikian juga dengan penggantian salah satu unsurnya, maka maknanya akan

berubah.

Data mengenai kolokasi dapat dilihat pada lampiran data nomor 461

sampai 465.

e. Hiponimi (Hubungan Atas-Bawah)

Hiponimi dapat diartikan sebagai satuan bahasa (kata, frasa, kalimat) yang

maknanya dianggap merupakan bagian dari satuan lingual yang lain. Unsur atau

satuan lingual yang mencakupi beberapa unsur atau satuan lingual yang

berhiponim itu disebut hipernim atau superordinat. Penanda hiponimi yang

ditemukan dalam penelitian ini adalah penerangan ‘penerangan’ sebagai hipernim

dengan lampu teplok ‘lampu pelita’ dan lampu petromax ‘lampu petromax’

sebagai hiponimnya; jurusan ‘jurusan’ sebagai hipernim dengan matematika dan

sastra lan bahasa Indonesia ‘sastra dan bahasa Indonesia’ sebagai hiponimnya;

138

dan pesawat tempur ‘pesawat tempur’ sebagai hipernim dengan Sky Hawk dan F-

16 sebagai hiponimnya. Berikut ini penjelasannya.

(466) Yen ana penerangane iya mung lampu teplok, utawa yen ana

penduduke sing mampu ya lagi kuwi sing duwe lampu petromax.

(MK/H58/P1).

‘Jika ada penerangan ya hanya lampu pelita, atau jika ada penduduk

yang mampu yaitu yang punya lampu petromax.’

Pada data (466) menunjukkan hiponimi yaitu kata penerangan

‘penerangan’ pada satuan lingual penerangane ‘penerangan’ yang merupakan

seperordinat atau hipernimnya, sedangkan hiponimnya adalah lampu teplok

‘lampu pelita’ dan lampu petromax ‘lampu petromax’. Untuk lebih jelasnya,

dapat dilihat pada bagan berikut.

Bagan 2: Hiponimi kata penerangan ‘penerangan’

Data lain yang merupakan hiponimi adalah sebagai berikut.

(468) Alhamdulilah Rita ketampa ana jurusan matematika, Anggara

ketampa ana jurusan sastra lan bahasa Indonesia. (IAKA/H184/P47).

‘Alhamdulilah Rita diterima di jurusan matematika, Anggara diterima

di jurusan sastra dan bahasa Indonesia.’

Pada data (468) menunjukkan hiponimi yaitu kata jurusan ‘jurusan’ yang

merupakan seperordinat atau hipernimnya, sedangkan hiponimnya adalah

matematika dan sastra lan bahasa Indonesia ‘sastra dan bahasa Indonesia’.

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada bagan berikut

penerangan

lampu teplok lampu petromax

139

Bagan 3: Hiponimi kata jurusan ‘jurusan’

Data mengenai hiponimi dapat dilihat pada lampiran data nomor 466

sampai 468.

f. Ekuivalensi (Kesepadanan)

Ekuivalensi adalah hubungan kesepadanan antara satuan lingual tertentu

dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah paradigma. Dalam hal ini, sejumlah

kata hasil proses afiksasi dari morfem asal yang sama menunjukkan adanya

hubungan kesepadanan. Penanda ekuivalensi yang ditemukan dalam penelitian ini

adalah mikir ‘memikirkan’ dengan mikirake ‘memikirkan’, sambungane

‘hubungannya’ dengan nyambungake ‘menyambungkan’, mikir ‘memikirkan’

dengan pikiren ‘pikirkan’, dan katresnan ‘percintaan’ dengan nresnani

‘mencintai’. Berikut ini penjelasannya.

(471) “Wah, ya aja mung mikir murid thok ta Dhik! Sok-sok ya pikiren Mas

Nang barang iki!” (MK/H68/P64).

‘Wah, ya jangan hanya memikirkan murid Dhik!’ Kadang-kadang ya

pikirkan Mas Nang juga!’

Pada data (471) menunjukkan ekuivalensi yaitu berupa kata mikir

‘memikirkan’ dengan pikiren ‘pikirkan’ yang menunjukkan adanya kesepadanan

karena proses afiksasi yang berasal dari morfem dasar yang sama yaitu kata pikir

‘pikir’.

Data lain yang merupakan ekuivalensi adalah sebagai berikut.

jurusan

matematika sastra lan bahasa Indonesia

140

(472) Rita yakin, sejatine katresnan ora bakal owah, semono uga atine

Anggara, sih kenceng nresnani dheweke. (IAKA/H188/P74).

‘Rita yakin, sejatinya percintaan tidak bakal berubah, begitu juga hati

Anggara, masih kuat mencintai dia.’

Pada data (472) menunjukkan ekuivalensi yaitu berupa kata katresnan

‘percintaan’ dengan nresnani ‘mencintai’ yang menunjukkan adanya kesepadanan

karena proses afiksasi yang berasal dari morfem dasar yang sama yaitu kata

tresna ‘cinta’.

Data mengenai ekuivalensi dapat dilihat pada lampiran data nomor 469

sampai 472.

B. Penanda Koherensi

Penanda koherensi dianalisis untuk mengetahui sebuah wacana tersebut

koheren atau tidak. Koherensi wacana dapat dicapai dengan memanfaatkan

penanda hubungan yang ada. Dalam wacana Antologi Cerkak “Puber Kedua”

karya Ary Nurdiana ditemukan beberapa penanda koherensi yaitu penanda

koherensi berupa penekanan, penanda koherensi berupa simpulan/hasil, serta

penanda koherensi berupa contoh. Berikut uraian analisis data penanda koherensi

dalam wacana Antologi Cerkak “Puber Kedua” karya Ary Nurdiana.

1. Penanda Koherensi Berupa Penekanan

Penanda koherensi berupa penekanan dalam sebuah wacana bertujuan

untuk menyatakan penekanan terhadap sesuatu maksud yang telah dinyatakan

dalam kalimat sebelumnya. Penanda koherensi berupa penekanan yang ditemukan

dalam penelitian ini adalah mesthi ‘pasti’, dan mesthine ‘pastinya’, pancen

‘memang’, dan nyatane ‘bahwasanya’. Berikut ini penjelasannya.

(474) [...] Ya ora maido, dheweke asli pendhudhuk kene. Mesthi wae

krasan.” (MK/H67/P60).

[...] ‘Ya tidak menyalahkan, dia penduduk asli sini. Pasti nyaman.’

141

Pada data (474) menunjukkan penanda koherensi berupa penekanan yaitu

pada kata mesthi ‘pasti’ yang berfungsi menyatakan penekanan bahwa tokoh yang

bernama Anti pasti nyaman berada di desa karena penduduk asli. Maksud dari

wacana tersebut adalah memberikan penjelasan kepada pembaca bahwa Anti pasti

nyaman di desanya karena dia memang penduduk asli desa tersebut.

Data lain yang merupakan koherensi berupa penekanan adalah sebagai

berikut.

(490) Wiwit kenalan karo Puput dak rasak-rasakne studio tambah sumringah.

Saben aku siaran Puput ora let suwe wis ana ngarep kaca lungguh karo

maca-maca majalah. Sok-sok nggawa kanca, kadhang dhewe. Tibakane

bocah iki pancen wis parah tenan olehe broken home, nyatane sekolah

barang ya wis aras-arasen. Aku nyoba nyadharake dheweke, lan

Alhamdulilah, aku digatekake marang Puput, saiki dheweke wis sregep

sekolah maneh. (SBIMK/H193/P26).

‘Sejak berkenalan dengan Puput aku rasa-rasakan studio tambah

berseri-seri. Setiap aku siaran tidak berselang lama Puput sudah ada di

depan kaca duduk sambil membaca majalah. Terkadang membawa

teman, terkadang sendirian. Ternyata anak ini memang sudah parah

sekali broken home, bahwasanya juga sudah malas sekolah. Aku

mencoba menyadarkan dia, dan alhamdulilah, aku diperhatikan oleh

Puput, sekarang dia sudah rajin sekolah lagi.’

Pada data (490) menunjukkan penanda koherensi berupa penekanan yaitu

pada kata pancen ‘memang’ dan nyatane ‘bahwasanya’ yang berfungsi

menyatakan penekanan maksud dalam wacana tersebut. Maksud dari kata pancen

‘memang’ dalam wacana tersebut adalah tokoh yang bernama Puput memang

benar-benar sudah parah broken home. Kata pancen ‘memang’ memberikan

penekanan pada konteks kalimat Puput yang mengalami broken home. Kata

nyatane ‘bahwasanya’ juga memberikan penekanan bahwa ketika Puput broken

home, dia menjadi malas sekolah.

142

Data mengenai penanda koherensi berupa penekanan dapat dilihat pada

lampiran data nomor 473 sampai 495.

2. Penanda Koherensi Berupa Simpulan atau Hasil

Penanda koherensi berupa simpulan atau hasil berfungsi memberikan hasil

atau kesimpulan dari suatu perkara. Penanda koherensi berupa simpulan atau hasil

yang ditemukan dalam penelitian ini adalah ngono iku ‘memang itu’ dan dadi

‘jadi’. Berikut ini penjelasannya.

(499) [...] “Dak wenehi weruh ya cah ayu... sopir mau sejatine adhiku. Pas e

kuwi iparku. Lagi telung sasi dadi garwane adhikku. Sejatine ngono

iku anak buahku. Aku seneng marang Tri amarga olehe nyambut gawe

nyenengake, mula dak olehake adhiku.” (PSAD/H136/P62).

[...] ‘Kuberi tahu ya anak cantik... sopir itu sejatinya adikku. Tepatnya

iparku. Baru tiga bulan menjadi suami adikku. Sejatinya memang itu

anak buahku. Aku senang kepada Tri karena kerjanya memuaskan,

maka aku jodohkan dengan adikku.’

Pada data (499) menunjukkan penanda koherensi berupa kesimpulan yaitu

pada kata ngono iku ‘memang itu’ yang berfungsi memberikan kesimpulan

bahwa tokoh yang bernama Tri adalah anak buah dari pak jendral. Selain anak

buah dari pak jendral, Tri juga iparnya, baru tiga bulan menjadi suami adiknya. Ini

memberikan simpulan bahwa sejatinya Tri adalah anak buah dan juga ipar dari

pak jendral.

Data lain yang merupakan koherensi berupa simpulan/hasil adalah sebagai

berikut.

(500) Jebul Anggara uga kuliah ana UM. Dadi Rita isih kerep kepethuk karo

Anggara. (IAKA/H184/P47).

‘Ternyata Anggara juga kuliah di UM. Jadi Rita masih sering bertemu

dengan Anggara.

Pada data (500) menunjukkan penanda koherensi berupa kesimpulan yaitu

pada kata dadi ‘jadi’ yang berfungsi memberikan kesimpulan bahwa tokoh yang

143

bernama Rita masih sering bertemu dengan Anggara karena memang dua-duanya

kuliah di UM. Ini memberikan simpulan bahwa ketika Rita dan Anggara sama-

sama kuliah di UM, dua-duanya jadi sering bertemu.

Data mengenai penanda koherensi berupa simpulan/hasil dapat dilihat

pada lampiran data nomor 496 sampai 503.

3. Penanda Koherensi Berupa Contoh

Penanda koherensi berupa contoh memiliki fungsi untuk memberi

keterangan atau memberi penjelasan dari sebuah wacana sehingga wacana

tersebut menjadi jelas maksudnya. Penanda koherensi berupa contoh yang

ditemukan dalam penelitian ini adalah saupama ‘semisal’, kayata ‘seperti halnya’,

dan upama ‘semisal’. Berikut ini penjelasannya.

(505) “Wah, banjur kepriye upama ujug-ujug ana layang tugas kanggo

awakmu, lan dipindhah ana kecamatan kana?” (MK/H67/P56).

‘Wah, lalu bagaimana semisal tiba-tiba ada surat tugas untuk kamu, dan

dipindah ke kecamatan sana?’

Pada data (505) menunjukkan penanda koherensi berupa contoh yaitu pada

kata upama ‘semisal’. Penanda tersebut berfungsi memberikan penjelasan atau

keterangan mengenai contoh atau perumpamaan yaitu bahwa bagaimana semisal

tokoh bernama Ana tiba-tiba menerima surat tugas dan dipindah ke kecamatan.

Dengan hadirnya penanda koherensi upama ‘semisal’ maka wacana menjadi

padu.

Data lain yang merupakan koherensi berupa contoh adalah sebagai berikut.

(506) Mula bocah sing kost ana daleme Bu Ridwan ya sregep mbiyantu resik-

resik omah, kayata nyapu latar lan siram-siram kembang.

(PSAD/H128/P2).

‘Memang anak yang mengekos di rumah Bu Ridwan juga rajin

membantu membersihkan rumah, seperti halnya menyapu halaman dan

menyiram bunga.

144

Pada data (506) menunjukkan penanda koherensi berupa contoh yaitu pada

kata kayata ‘seperti halnya’ yang menerangkan contoh dari resik-resik omah

‘bersih-bersih rumah’ seperti nyapu latar ‘menyapu halaman’ dan siram-siram

kembang ‘menyiram bunga’. Penanda tersebut berfungsi memberikan penjelasan

atau keterangan mengenai contoh bahwa anak yang mengekos di rumah Bu

Ridwan rajin menyapu halaman dan menyiram bunga. Dengan hadirnya penanda

koherensi kayata ‘seperti halnya’ maka wacana menjadi padu.

Data mengenai penanda koherensi berupa contoh dapat dilihat pada

lampiran data nomor 504 sampai 506.