BAB II pare

18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Uraian tumbuhan meliputi daerah tumbuh, sistematika tumbuhan, nama daerah, nama asing, morfologi tumbuhan, kandungan kimia dan kegunaan dari tumbuhan. 2.1.1 Sistematika Tumbuhan Sistematika tumbuhan pare adalah sebagai berikut : (Depkes RI,2001) Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Cucurbitales Suku : Cucurbitaceae Marga : Momordica Jenis : Momordica charantia L. 2.1.2 Nama Daerah Tumbuhan Berikut ini beberapa nama daerah tumbuhan pare: Sumatera : prien(gayo), paria(batak toba), kambeh (Minangkabau); Jawa : papare (Jakarta), paria (Sunda), pepareh (Madura); Bali : paya; Nusa Tenggara : truwok (Sasak), paria (Bima); Sulawesi : popari (Manado), beleng gede (Gorontalo), paria (Bugis); Maluku : papariane (Seram), papari (Buru), kepari (Ternate) (Depkes RI,2001).

Transcript of BAB II pare

Page 1: BAB II pare

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi daerah tumbuh, sistematika tumbuhan, nama

daerah, nama asing, morfologi tumbuhan, kandungan kimia dan kegunaan dari

tumbuhan.

2.1.1 Sistematika Tumbuhan

Sistematika tumbuhan pare adalah sebagai berikut : (Depkes RI,2001)

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Cucurbitales

Suku : Cucurbitaceae

Marga : Momordica

Jenis : Momordica charantia L.

2.1.2 Nama Daerah Tumbuhan

Berikut ini beberapa nama daerah tumbuhan pare: Sumatera : prien(gayo),

paria(batak toba), kambeh (Minangkabau); Jawa : papare (Jakarta), paria (Sunda),

pepareh (Madura); Bali : paya; Nusa Tenggara : truwok (Sasak), paria (Bima);

Sulawesi : popari (Manado), beleng gede (Gorontalo), paria (Bugis); Maluku :

papariane (Seram), papari (Buru), kepari (Ternate) (Depkes RI,2001).

Universitas Sumatera Utara2.1.3 Nama Asing Tumbuhan

Page 2: BAB II pare

Berikut ini beberapa nama asing tumbuhan pare: kǔguā (Mandarin);

pavayka atau kappayka (Melayu); goya atau nigguri (Jepang); paakharkaai

(Tamil); karela/karella (India); ampalaya (Tagalog); muop dang atau kho qua

(Vietnam); caraille/carilley (Trinidan dan Tobago); carilla (Guyana); cerasee

(Amerika Selatan dan Karibean) (Wikipedia,2011 ).

2.1.4 Morfologi Tumbuhan

Pare adalah sejenis tumbuhan merambat dengan buah yang panjang dan

runcing pada ujungnya serta permukaan bergerigi. Pare tumbuh baik di dataran

rendah dan dapat ditemukan tumbuh liar di tanah terlantar, tegalan,

dibudidayakan, atau ditanam di pekarangan dengan dirambatkan di pagar.

Tanaman ini tumbuh merambat atau memanjat dengan sulur berbentuk spiral,

banyak bercabang, berbau tidak enak serta batangnya berusuk. Daun tunggal,

bertangkai dan letaknya berseling, berbentuk bulat panjang, dengan panjang 3,5 -

8,5 cm, lebar 4 cm, berbagi menjari 5-7, pangkalnya berbentuk jantung, serta

warnanya hijau tua. Bunga merupakan bunga tunggal, berkelamin dua dalam satu

pohon, bertangkai panjang, mahkotanya berwarna kuning. Buahnya bulat

memanjang, dengan 8-10 rusuk memanjang, berbintil-bintil tidak beraturan,

panjangnya 8-30 cm, rasanya pahit, warna buah hijau, bila masak menjadi warna

jingga yang terbagi tiga (Anonim,2010).

2.1.5 Kandungan Kimia Tumbuhan

Buah pare mengandung senyawa-senyawa seperti momorkarin,

momordenol, momordisilin, momordisin, momordisinin, momordin, momordolol,

karantin, karin, kriptoxantin, diosgenin, asam elaeostearat, eritrodiol, asam

Universitas Sumatera Utaragalakturonat, asam gentisik, goyaglikosida dan goyasaponin, asam kafeat dan

asam ferulat, fisetin dan isoramnetin,3b,25-dihydroxy-7b-methoxycucurbita-

Page 3: BAB II pare

5,23(E)-diene,3b-hydroxy-7,25,dimethoxycucur-bita-5,23(E)-diene dan 3-O-b-D-

allopyranosyl-7b,25-dihydroxycucurbita-5,23(E)-dien-19-al (Shu-Jing Wu,2007).

2.1.6 Kegunaan Tumbuhan

Berikut ini adalah beberapa kegunaan tumbuhan pare:

a. Pada saluran pencernaan

Buah pare dikatakan juga sebagai perangsang saluran pencernaan dan

membantu menyembuhkan dispepsia dan konstipasi.

b. Efek antihelmintik

Di Togo, buah pare digunakan sebagai obat tradisional untuk penyakit-

penyakit saluran pencernaan, dan ekstraknya juga mempunyai aktivitas

melawan cacing nematoda Caenorhabditis elegans secara in vitro.

c. Efek antimalaria

Buah pare banyak digunakan secara tradisional di Asia sebagai pencegah dan

obat untuk penyakit malaria. Di Guyana, buah pare direbus dan dimasak

dengan bumbu dan bawang. Makanan yang populer ini dikenal sebagai corilla

dan merupakan pencegah malaria. Pengujian di laboratorium juga telah

memastikan bahwa spesies-spesies buah pare memiliki aktivitas antimalaria,

walaupun belum pernah dipublikasikan adanya pengujian pada manusia.

d. Efek antivirus

Uji laboratorium menunjukkan bahwa senyawa-senyawa di dalam buah pare

mungkin efektif untuk menangani infeksi Human Immunodeficiency Virus

(HIV). Senyawa-senyawa yang diisolasi di dalam buah pare memiliki efek

Universitas Sumatera Utarapada HIV, konsumsi buah pare akan memperlambat perkembangan virus HIV

pada orang yang terinfeksi.

e. Efek Antidiabetes.

Page 4: BAB II pare

Buah pare mencegah atau melawan diabetes mellitus tipe 2. Pada tahun 1962,

Lolitkar dan Rao mengekstraksi suatu zat dari tumbuhan, yang mereka beri

nama karantin, dimana zat ini memiliki efek hipoglikemik pada kelinci normal

dan kelinci yang terkena diabetes. Pendapat lain menyatakan bahwa zat

tersebut hanya aktif pada kelinci yang terkena diabetes, diisolasi oleh Visarata

dan Ungsurungsie pada tahun 1981. Buah pare meingkatkan sensitifitas

insulin. Pada tahun 2007, suatu studi oleh Departemen Kesehatan Filipina

menyatakan bahwa konsumsi dosis harian buah pare sebesar 100 mg/kg berat

badan setara dengan 2.5 mg/kg dari obat antidiabetes glibenklamid yang

diminum dua kali sehari. Tablet dari ekstrak buah pare dijual di Filipina

sebagai suplemen makanan dengan nama dagang Charantia dan diekspor ke

banyak negara. Buah pare juga mengandung lektin yang memiliki aktivitas

seperti insulin. Lektin ini menurunkan konsentrasi glukosa darah dengan

bekerja pada jaringan periferal, dan sama seperti efek insulin pada otak,

menekan nafsu makan.

f. Efek Antikanker

Senyawa 15,16-dihydroxy-α-eleostearic acid yang diekstraksi dari buah pare,

telah diteliti dapat menginduksi apoptosis dari sel leukimia secara in vitro.

g. Kegunaan-kegunaan lain

Buah pare juga digunakan secara tradisional untuk menyembuhkan

disentri,kolik, demam, luka bakar, nyeri pada menstruasi dan beberapa

Universitas Sumatera Utaramasalah pada kulit. Juga digunakan untuk mengontrol kelahiran

(Wikipedia,2011)..

h. Sebagai Antioksidan

Ekstrak buah pare yang direbus menunjukkan aktivitas antioksidan. Ekstrak

Page 5: BAB II pare

dari buah pare menunjukkan perbedaan penting dalam aktivitas menangkap

radikal bebas antara ekstrak yang diperoleh dengan maserasi dingin dengan

ekstrak yang diperoleh dengan cara panas, karena adanya perubahan pada

komposisi kimia tumbuhan selama proses pemanasan, yang kemudian

meningkatkan jumlah komponen antioksidan (Anonim,2006).

2.2 Ekstraksi

Ekstrasi adalah kegiatan penarikan kandungan senyawa kimia yang dapat

larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair

(Depkes, 2000).

2.2.1 Cara Dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman

menggunakan pelarut dengan pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi

yang dilakukan dengan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi

kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah

dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut

remaserasi.

Universitas Sumatera Utarab. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian semplisia dengan pelarut yang selalu baru

sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur

kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pelembaban bahan, tahap

perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan

Page 6: BAB II pare

ekstrak) terus-menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali

bahan.

2.2.2 Cara Panas

a. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada

temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas

yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

b. Digesti

Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur

lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada

temperatur 40-50⁰C.

c. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu

baru, dilakukan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinu

dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin baik.

d. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 90⁰C selama 15 menit.

Universitas Sumatera Utarae. Dekok

Dekok adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 90⁰C selama 30 menit.

2.3 Radikal Bebas

Radikal bebas ialah atom atau molekul dengan susunan elektron tak

Page 7: BAB II pare

lengkap atau tidak berpasangan misalnya Cl*, CH3*,HO* sehingga bersifat tidak

stabil dan kecenderungan kuat untuk berpasangan. Radikal bebas bertendensi kuat

memperoleh elektron dari atom lain, sehingga atom lain yang kekurangan satu

elektron ini menjadi radikal bebas pula yang disebut radikal bebas sekunder.

Proses ini akan berlangsung berantai dan menyebabkan kerusakan biologik.

Radikal bebas menyebabkan efek samping invivo sehingga terjadi injury sel atau

disfungsi dan diikuti inflamasi dan pada akhirnya terjadi penyakit degeneratif.

Karena pengaruh atmosfer yang berisi oksigen, terjadilah metabolisme aerobik

sehingga terbentuk radikal bebas dari molekul oksigen dan molekul aktif

(Kosasih,2004).

Pembentukan radikal bebas dan reaksi oksidasi pada biomolekul akan

berlangsung sepanjang hidup. Inilah penyebab utama dari proses penuaan dan

berbagai penyakit degeneratif. Tubuh memiliki mekanisme pertahanan

antioksidan (antioxidant defense) dalam bentuk enzim antioksidan dan zat

antioksidan untuk menetralisir radikal bebas. Akan tetapi karena perkembangan

industri yang pesat, manusia berkontak dengan berbagai sumber radikal bebas

yang berasal dari lingkungan dan dari kegiatan fisik yang tinggi sehingga sistem

pertahanan antioksidan dalam tubuh tidak memadai (Silalahi,2006).

Universitas Sumatera UtaraRadikal bebas yang ada di dalam tubuh berasal dari hasil metabolisme

tubuh dan faktor eksternal seperti asap rokok, hasil penyinaran ultra violet, zat

pemicu radikal dalam makanan dan polutan lain. Penyakit yang disebabkan oleh

radikal bebas bersifat kronis, yaitu dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk

penyakit tersebut menjadi nyata. Contoh penyakit yang sering dihubungkan

dengan radikal bebas adalah serangan jantung, kanker, katarak dan menurunnya

fungsi ginjal. Untuk mencegah atau mengurangi penyakit kronis yang disebabkan

Page 8: BAB II pare

oleh radikal bebas diperlukan antioksidan. (Wikipedia,2011).

2.4 Antioksidan

Antioksidan adalah zat yang dapat menetralisir radikal bebas sehingga

atom dengan elektron yang tidak berpasangan mendapat pasangan elektron.

Antioksidan melumpuhkan radikal bebas dengan memberikan elektron kepadanya

sehingga tidak lagi radikal terhadap bagian-bagian dari tubuh. Antioksidan

menumpas radikal bebas. Peran postitif dari antioksidan adalah membantu sistem

pertahanan tubuh bila ada unsur pembangkit penyakit memasuki dan menyerang

tubuh (Kosasih,2004).

Terdapat tiga macam antioksidan yaitu 1). Antioksidan yang dibuat oleh

tubuh kita sendiri yang berupa enzim antara lain superoksida dismutase,

glutathione peroxidase dan katalase. 2). Antioksidan alamai yang dapat diperoleh

dari tanaman atau hewan, yaitu tokoferol, vitamin C, betakaroten, flavonoid dan

senyawa fenolik. 3). Antioksidan sintetik, yang dibuat dari bahan-bahan kimia

yaitu Butylated Hydroxyanisole (BHA), Butylated Hydroxytoluen (BHT), Tertier

Butylhydroquinone (TBHQ), Propylgallate (PG) dan NordihydroGuaiaretic Acid

Universitas Sumatera Utara(NDGA) yang ditambahkan dalam makanan untuk mencegah kerusakan lemak

(Kumalaningsih,2006).

2.4.1 Antioksidan Alami

Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari (a) senyawa

antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, (b) senyawa

antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, (c)

senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke

makanan sebagai bahan tambahan pangan (Kumalaningsih,2006).

Page 9: BAB II pare

Jaringan tumbuhan mengandung sangat banyak jenis senyawa yang

memiliki aktivitas antioksidan. Senyawa fenolik (flavonoid dan asam fenolik),

senyawa nitrogen (alkaloid, turunan-turunan klorofil, asam-asam amino dan

amina), karotenoid, lignan dan terpen semuanya memiliki aktivitas antioksidan

dalam menekan pembentukan rantai reaksi radikal bebas. Flavonoid dan senyawa

fenolik adalah antioksidan utama dalam buah-buahan dan sayur-sayuran (Shu-Jing

Wu,2006).

Ada banyak bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami,

seperti rempah-rempah, dedaunan, teh, kokoa, biji-bijian, serealia, buah-buahan,

sayur-sayuran dan tumbuhan/alga laut (Kumalaningsih,2006).

2.4.2 Flavonoid

Flavonoid terdiri atas struktur dasar inti flavan di mana dua cincin benzen

dihubungkan oleh cincin piran yang mengandung oksigen. Flavonoid dibagi atas

flavonol, flavon, flavan dan isoflavon. Beberapa contoh yang terdapat dalam

pangan adalah mirisetin, quersetin, luteolin, apigenin, genistein dan krisin

(Silalahi,2006).

Universitas Sumatera Utara Flavonoid memiliki sifat antioksidan. Senyawa ini berperan sebagai

penangkap radikal bebas karena mengandung gugus hidroksil. Flavonoid bersifat

sebagai reduktor sehingga bertindak sebagai donor hidrogen terhadap radikal

bebas. Flavonoid banyak terdapat di dalam tumbuhan. Konsumsi banyak sayur-

sayuran dan buah-buahan yang kaya akan flavonoid akan menurunkan risiko

kanker dan penyakit jantung koroner (Silalahi,2006).

2.4.3 BHT

Gambar 2.1. Rumus Bangun BHT

Page 10: BAB II pare

Butylated Hydroxytoluen mempunyai berat molekul 220,35 dengan rumus

bangun C15H24O. Butylated Hydroxytoluen mengandung tidak kurang dari 99,0%.

Pemerian: Hablur padat, putih; bau khas, lemah. Kelarutan: Tidak larut dalam air

dan propilen glikol, mudah larut dalam etanol, kloroform dan eter. Penyimpanan

dalam wadah tertutup baik (Ditjen POM, 1995).

2.5 Metode DPPH

Salah satu metode untuk memperkirakan efisiensi zat-zat yang berperan

sebagai antioksidan yang sering digunakan adalah yang berdasarkan pada

penggunaan radikal bebas yang stabil diphenylpicrylhydrazyl (DPPH). Molekul

DPPH (1,1-diphenyl-2-picryl-hydrazyl) dikarakterisasi sebagai radikal bebas

yang stabil dengan delokalisasi dari elektron bebas melalui molekulnya secara

Universitas Sumatera Utarakeseluruhan, sehingga molekulnya tidak berdimerisasi, yang mana terjadi

biasanya pada kebanyakan radikal bebas. Delokalisasi ini juga meningkatkan

warna ungu yang pekat, dikarakterisasi dengan pita absorpsi dalam larutan etanol

pada kira-kira panjang gelombang 520 nm (Molyneux,2003).

Ketika larutan DPPH dicampur dengan zat yang dapat memberikan atom

hidrogen, dan kemudian meningkatkan bentuk yang tereduksi dengan kehilangan

warna ungu. Jika Z* adalah DPPH radikal dan molekul donor adalah AH, maka

reaksi dasarnya adalah

Z* + AH = ZH + A*

dimana ZH adalah bentuk tereduksi dan A* adalah radikal bebas yang dihasilkan

pada tahap pertama (Molyneux,2003).

Gambar 2.2. Rumus bangun DPPH

Page 11: BAB II pare

2.5.1 Pelarut

Metode ini dapat bekerja dengan baik dengan metanol atau etanol, karena

tidak ada di antara keduanya yang menganggu reaksi tersebut. Penggunaan pelarut

lain, seperti ekstrak dalam air atau aseton, memberikan hasil yang lebih rendah

(Molyneux,2004).

Universitas Sumatera Utara2.5.2 Pengukuran Panjang Gelombang

Panjang gelombang dari absorbansi maksimum yang dapat digunakan, λ

maks untuk digunakan untuk pengukuran dengan metode DPPH cukup beragam

mulai dari 515 nm, 516 nm, 517 nm, 518 nm dan 520 nm. Namun, dalam

prakteknya, yang memberikan puncak maksimum, dibulatkan ke atas dan nilai

absorbansi tidaklah begitu penting, panjang gelombang dapat diatur sehingga

memberikan absorbansi maksimum dari alat yang digunakan (Molyneux,2003).

Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang

maksimal, yaitu: pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal

karena perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling

besar; di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar;

jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh

pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali (Rohman,2007).

2.5.3 Waktu Pengukuran

Pada metode awalnya digunakan waktu reaksi selama 30 menit dan sudah

dilakukan juga pada beberapa penelitian terbaru. Beberapa penelitian lain juga

menggunakan waktu yang lebih singkat, seperti 5 menit atau 10 menit. Namun

bagaimanapun, faktanya laju reaksi berbeda-beda pada setiap substrat, cara terbaik

Page 12: BAB II pare

ialah mengikuti reaksi hingga mencapai stabil (“plateau”) (Molyneux,2003).

2.6 Spektrofotometri UV-Visibel

Data yang diperoleh dari spektroskopi UV dan visibel adalah panjang

gelombang maksimal, intensitas, efek pH dan pelarut; yang kesemuanya itu dapat

diperbandingkan dengan data yang sudah dipublikasikan. Dalam aspek kuantitatif,

Universitas Sumatera Utarasuatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan sampel) dan intensitas sinar

radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh cuplikan

ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan dengan

intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies penyerap lainnya.

Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah spektrum

ultraviolet dan sinar tampak terdiri atas suatu sistem optik dengan kemampuan

menghasilkan sifat monokromatis dalam jangkauan panjang gelombang 200-800

nm. Spektrofotometer UV-Vis memiliki komponen-komponen antara lain sumber-

sumber sinar, monokromator dan sistem optik (Rohman,2007).

Page 13: BAB II pare

Universitas Sumatera Utara