Bab II Mery -...
Transcript of Bab II Mery -...
7
BAB II
DAKWAH DAN MUSIK A. Penelusuran Literatur
Dengan melihat beberapa literatur yang ada di fakultas dakwah,
beberapa di antaranya terdapat kaitanya dengan skripsi yang penulis angkat,
yaitu:
1. Pengaruh Lagu Wajib Belajar Puput Novel Terhadap Perilaku
Keagamaan Anak-Anak Di Kodya Magelang yang dilakukan oleh Nur
Chasanah pada tahun 1986, hasil penelitiannya adalah:
a. Frekwensi anak-anak yang mendengarkan lagu "Wajib Belajar"
termasuk dalam kategori yang cukup tinggi sebagaimana ditunjukan
dalam tabel hasil angket yang membuktikan bahwa 60 responden
diperoleh hasil 26,6 % tergolong tinggi, 63,3 % tergolong cukup
tinggi, dan 10 % tergolong rendah.
b. Akibat dari frekwensi anak-anak dalam mendengarkan lagu Wajib
Belajar tersebut, perilaku keagamaan anak-anak menjadi lebih baik,
terbukti dengan 60 anak yang menjadi responden diperoleh hasil 30 %
tergolong berperilaku mulia, 60 % responden berperilaku cukup mulia,
dan 10 % tergolong berperilaku rendah (kurang baik). Dengan
demikian pengaruh lagu-lagu " Wajib Belajar " tersebut sedikit banyak
8
telah merubah perilaku keagamaan anak-anak di kodya Magelang
menjadi lebih kuat.1
2. Pesan Dakwah dalam Syair Lagu Neno Warisman yang dilakukan oleh
Titi Nurhayati pada tahun 1997, skripsi tersebut mengkaji tentang hal-hal
yang berkaitan dengan pesan-pesan yang disampaikan oleh Neno
Warisman melalui lagu-lagu diwujudkan dalam segi aqidah, syari'ah, dan
akhlakul karimah.
Pesan-pesan yang disampaikan lebih banyak ditujukan kepada
anak kecil. Karena pesan-pesan dakwah yang disampaikan oleh Neno
Warisman tersebut mempunyai nilai educatif yang efektif memberi
motivasi kepada mereka yang mendengarkan.2
3. "Aspek Dakwah Dalam Lagu-Lagu Kantata Takwa" yang dilakukan oleh
Nur Cholid G.A pada tahun 1991, hasil penelitiannya adalah:
a. Tema-tema lagu Kantata Takwa adalah mengungkapkan kekuasaan
Allah, yang di dalam lirik-liriknya terdapat unsur-unsur tauhid,
akhlak, kebesaran Allah, kekuasaan Allah, dan sebagainya. Disamping
itu lirik-lirik lagu Kantata Takwa juga berbicara tentang keadilan
manusia.
b. Dakwah melalui musik dan lagu akan mempunyai nilai efektif bila
berorientasi pada kemaslahatan ketuhanan, cara membawakan lagu
1 Nur chasanah, 1986, Pengaruh Lagu "Wajib Belajar" Puput Novel Terhadap Perilaku:
Keagamaan Anak-Anak Di Kodya Magelang, Semarang: Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang,
2 Titi Nurhayati, 1997, Pesan Dakwah Dalam Syair Lagu Neno Warisman, Semarang: Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang
9
atau penghayatan serta kepandaian mengendalikan audien agar dapat
berkonsentrasi pada liriknya.3
Dari beberapa judul penelitian yang sudah penulis sampaikan di atas
jelas terlihat perbedaannya dengan penelitian ini. Perbedaan itu terlihat jelas
pada daerah penelitian serta fokus penelitian.
Perbedaan ini juga terlihat dari daerah yang berbeda maka akan terlihat
pula perbedaan dari segi karakteristik masyarakat, budaya, pendidikan, serta
permasalahan yang dihadapi di lingkungan sekitar, yang kemungkinan besar
juga akan mendapatkan hasil penelitian yang berbeda pula.
B. Landasan Teori
1. Remaja
“Remaja”, kata mengandung aneka kesan. Ada orang berkata bahwa
remaja merupakan kelompok yang biasa saja, tiada beda dengan kelompok
manusia yang lain. Sementara pihak lain menganggap bahwa remaja adalah
kelompok orang-orang yang sering menyusahkan orang tua. Pada pihak lain
lagi, menganggap bahwa remaja sebagai potensi manusia yang perlu
dimanfaatkan. Tetapi, manakala remaja sendiri yang dimintai kesannya maka
mereka akan menyatakan yang lain. Mungkin mereka akan berbicara tentang
ketak-acuhan, atau ketidak-pedulian orang-orang dewasa terhadap kelompok
mereka. Atau mungkin ada pula remaja yang mendapat kesan bahwa
kelompknya adalah kelompok minoritas yang punya warna tersendiri, yang
3 Nur Cholid G.A, 1991, Aspek Dakwah Dalam Lagu-Lagu Kantata Takwa, Semarang:
Fakultas Dakwah LAIN Walisongo Semarang
10
punya ”dunia” tersendiri yang sukar dijamah oleh orang-orang tua. Tidak
mustahil adanya kesan remaja bahwa kelompoknya adalah kelompok yang
bertanggung jawab terhadap bangsa dalam masa depan.
Untuk mendapatkan gambaran pertumbuhan manusia dari masa kanak-kanak
sampai adolesen, menurut Agus Sujanto sebagai berikut:
Pertama, masa Kanak-kanak, yaitu sejak lahir sampai 5 tahun Kedua, masa Anak, yaitu umur 6 sampai 12 tahun Ketiga, masa Pubertas, yaitu umur 13 tahun sampai kurang lebih 18 tahun bagi anak putri dan sampai umur 22 tahun bagi anak putra Keempat, masa Adolesen, sebagai masa transisi ke masa dewasa.4
Jersild, et.al., dalam salah satu buku mereka, tidak memberikan
batasan pasti rentangan usia masa remaja. Mereka membicarakan remaja
(adolescence) dalam usia rentangan sebelas tahun sampai usia duapuluhan-
awal. Menurut Jersild, et al
Masa remaja melingkupi periode atau masa bertumbuhnya seseorang dalam masa tansisi dari masyarakat kanak-kanak ke masa dewasa. Secara kasarnya, masa remaja dapat ditinjau sejak mulainya seseorang menunjukkan masa pubertas dan berlanjut hingga dicapainya kematangan seksual, telah dicapai tinggi badan secara maksimum, dan pertumbuhan mentalnya secara penuh yang dapat diramalkan melalui pengukuran tes-tes intelegensi.5) dengan “pembatasan” semacam itu, para ahli ini lebih lanjut ada menyebut masa “preadolescence,” “early adolescence,” “middle and late adolescence.”6) Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa remaja merupakan
sosok manusia yang penuh gejolak sekaligus potensi untuk mengembangkan
dan mencari dirinya sendiri.
4 Agus Sujanto, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Rineka Cipta, 1996, hlm. 1. 5Arthur T. Jersild, Judith S. Brook, dan David W. Brook; The Psychology of Adolescence,
(edisi ketiga) Macmillan New York: Publishing Co., Inc 1978 hlm. 85 6 Ibid. hlm 94, 95, 111 dan 115.
11
2. Pengertian Dakwah Kata dakwah berasal dari bahasa Arab dalam bentuk masdar (infinitif)
dari kata kerja faala (فعل ) da'aa ( دعا ) yad'u (يدعو ) dimana kata dakwah
ini sekarang sudah umum dipakai oleh pemakai Bahasa Indonesia, sehingga
menambah perbendaharaan Bahasa Indonesia.
Kata da'wah ( عوةد ) secara harfiyah bisa diterjemahkan menjadi:
"seruan, ajakan, panggilan, undangan".7 Moh.Natsir menterjemahkan-nya
dengan: "panggilan".8 Zafry Zamzam menterjemahkan dengan: "Panggilan,
ajakan, atau seruan ke arah tujuan tertentu".9
Mahmud Yunus menterjemahkan kata dakwah dengan: "menyeru,
mengajak, menghasung, menganjurkan dan memanggil".10 Sedangkan Toha
yahya Umar, di samping menterjemahkan dengan kata "ajakan, seruan,
panggilan, undangan", juga menjelaskan bahwa kata yang hampir sama
dengan dakwah ialah penerangan, pendidikan, pengajaran, indoktrinasi dan
propaganda".11 Sedangkan menurut ahli bahasa, maka kata dakwah diambil
dari perkataan: ( الدعاءالى شئ ) yang artinya: menyeru/mengajak kepada
sesuatu.12
7 H. Masdar Helmy, 1970, Problematika Dakwah Islam dan Pedoman Mubaligh,
Semarang, Thoha Putra. hlm.16. 8 Moh. Natsir, tth, Dakwah dalam Praktek, Dewan Dakwah Islamiah Indonesia,
Kalimantan Selatan, Banjarmasin, hlm. 56 9 Zafry Zamzam, 1963, Pengantar Ilmu Dakwah Etika, Fakultas Publistik UNISAN,
Banjarmasin, hlm.3 10 H.Mahmud Yunus, 1986, Pedoman Dakwah Islamiyah, Padang Panjang al-Maktabah
Sa’diyah, hlm.5. 11 Toha Yahya, 1967, Ilmu Dakwah, Jakarta, Wijaya, hlm.1 12 Salahuddin Sanusi, 1964, Pembahasan Sekitar Prinsip-prinsip Dakwah Islam ,
Semarang, CV.Ramadhani, hlm.1
12
Dakwah dalam pengertian tersebut dapat dijumpai dalam ayat-ayat
al-Qur’an antara lain Qur’an surat Yunus ayat 25 dan al-Baqarah ayat 221.
Sedangkan orang yang melakukan seruan atau ajakan tersebut disebut da'i
(isim fa'il) artinya orang yang menyeru. Tetapi karena proses memanggil atau
menyeru tersebut juga merupakan suatu proses penyampaian (tabligh) atas
pesan-pesan tertentu maka pelakunya dikenal juga dengan istilah muballigh.
Dengan demikian secara etimologi pengertian dakwah dan tabligh itu
merupakan suatu proses penyampaian (tabligh) pesan-pesan tertentu yang
berupa ajakan atau seruan dengan tujuan agar orang lain memenuhi ajakan
tersebut.
Sedangkan secara terminologi, banyak pendapat tentang definisi
dakwah, antara lain: pendapat Syekh Ali Makhfuz dalam kitabnya Hidayat al-
Mursyidin bahwa dakwah mendorong manusia agar memperbuat kebaikan dan
menurut petunjuk, menyeru mereka berbuat kebajikan dan melarang mereka
dari perbuatan munkar, agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan
akherat.13
Sementara Muhammad Natsir menegaskan dakwah adalah usaha
menyeru dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh umat
tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia ini yang meliputi amar
makruf nahi munkar, dengan berbagai macam media dan cara yang
diperbolehkan akhlak dan membimbing pengalamannya dalam pri kehidupan
13 Syekh Ali Makhfuz, Hidayat al-Mursyidin, Terj. Khodijah Nasution,(Yogyakarta, 3A,
1970), hlm. 17
13
perseorangan, rumah tangga (usrah) bermasyarakat dan bernegara.14
Sedangkan Thoha Yahya Umar mendefinisikan dakwah yakni mengajak
manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan
perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan
akherat.15
Dari berbagai definisi tersebut meskipun nampak adanya perbedaan
dalam perumusan, namun esensinya dapat dipadukan dalam kesimpulan
sebagai berikut, bahwa dakwah adalah mengajak umat manusia dengan hikmat
kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
Dengan demikian dakwah merupakan bagian yang sangat penting
dalam kehidupan seorang Muslim, di mana intinya berada pada ajakan
dorongan (motivasi, rangsangan serta bimbingan terhadap orang lain untuk
menerima ajaran agama dengan penuh kesadaran demi keuntungan dirinya dan
bukan untuk kepentingan pengajaknya. Jadi berbeda (bertolak belakang)
dengan propaganda.
Di sisi lain, agama Islam sebagai suatu ajaran tidaklah berarti
manakala ia tidak diwujudkan dalam action amaliah. Ini merupakan aspek
konsekuensial dari keberadaan Islam yang bukan semata-mata menyoroti satu
sisi saja dari kehidupan manusia, melainkan menyoroti semua persoalan hidup
manusia secara total dan universal.
14 Muhammad Natsir, 1971, Fiqh al-Dakwah Dalam Majalah Islam, (Kiblat Jakarta, 1971), hlm. 7
15 Thoha Yahya Umar, 1981, Ilmu Dakwah, (Jakarta, Wijaya), hlm. 1
14
3. Pesan Dakwah dan Unsur-Unsur Dakwah Membahas pesan dakwah adalah membahas ajaran Islam itu sendiri,
sebab semua ajaran Islam yang sangat luas itu bisa dijadikan pesan dakwah
Islam. Akan tetapi, ajaran Islam yang dijadikan pesan dakwah itu pada garis
besarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Akidah, yang meliputi:
a. Iman kepada Allah; b. Iman kepada Malaikat-Nya; c. Iman kepada
Kitab-kitab-Nya; d. Iman kepada Rasul-rasul-Nya; e. Iman kepada
hari akhir; f. Iman kepada qadha-qadhar.
2. Syari'ah
a. Ibadah (dalam arti khusus): Thaharah, Sholat, Zakat, Shaum, Haji.
b. Muamallah (dalam arti luas) meliputi: al-Qanunul Khas (hukum
Perdata), dan al-Qanunul 'am Muamalah (hukum niaga). Al-Qanunul
Khas (hukum Perdata) meliputi: Munakahat (hukum nikah),
Waratsah (hukum waris), dan sebagainya. Al-Qanunul 'am (hukum
publik) meliputi: Hinayah (hukum pidana), Khilafah (hukum negara),
Jihad (hukum perang dan damai), dan lain-lain
3. Akhlaq, yaitu meliputi:
a. Akhlak terhadap khaliq
b. Akhlak terhadap makhluk yang meliputi:
a).Akhlaq terhadap manusia :
a) Diri sendiri
b). Tetangga
15
c). Masyarakat lainnya
b).Akhlaq terhadap bukan manusia :
a). Flora
b). Fauna
c). Dan lain sebagainya.16
a. Masalah Keimanan (akidah)
Masalah pokok yang menjadi pesan dakwah adalah akidah Islamiah.
Karena akidah mengikat kalbu manusia dan menguasai batinnya. Dari akidah
inilah yang akan membentuk moral (akhlaq) manusia. Oleh karena itu, yang
pertama kali dijadikan materi dalam dakwah Islam adalah akidah atau
keimanan. Dengan iman yang kukuh akan lahir keteguhan dan pengorbanan
yang selalu menyertai setiap langkah dakwah.17 Akidah yang menjadi pesan
utama dakwah ini mempunyai ciri-ciri yang membedakan kepercayaan dengan
agama lain, yaitu:
1. Keterbukaan melalui persaksian (syahadat). Dengan demikian seorang
Muslim selalu jelas identitasnya dan bersedia mengakui identitas
keagamaan orang lain.
2. Cakrawala pandangan yang luas dengan memperkenalkan bahwa Allah
adalah Tuhan seluruh alam, bukan Tuhan kelompok atau bangsa tertentu.
Dan soal kemanusiaan juga diperkenalkan kesatuan asal-usul manusia.
16 Endang Saifuddin Anshari, 1996, Wawasan Islam, Jakarta: Rajawali, hlm. 71 17 Ali Yafie, 1992, Dakwah dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, (makalah seminar), Jakarta:
16
Hal ini dapat kita lihat dalam (QS. An-Nisa' ayat 1 dan QS. al-Hujarat:
13).
3. Kejelasan dan kesederhanaan diartikan bahwa seluruh ajaran akidah baik
soal ketuhanan, kerasulan, ataupun alam gaib sangat mudah untuk
dipahami.
4. Ketahanan antara iman dan Islam atau antara iman dan amal perbuatan.
Dalam ibadah-ibadah pokok yang merupakan manifestasi dari iman
dipadukan dengan segi-segi pengembangan diri dan kepribadian seseorang
dengan kemaslahatan masyarakat yang menuju pada kesejahteraannya.
Karena akidah memiliki keterlibatan dengan soal-soal kemasyarakatan.
b. Masalah Syar'iah
Syariat Allah yang ditujukan untuk umat manusia itu pada dasarnya
satu, dan risalah yang ditujukan untuk para nabi bersifat kekal dan abadi.
Pangkalnya dimulai sejak Nabi Adam sedangkan cabang-cabangnya berakhir
sampai manusia terakhir, yaitu hingga terjadinya hari kiamat. Nabi
Muhammad sebagai Khatam al-Ambiya wa al-Mursalin (penutup para nabi
dan rasul), sesungguhnya risalahnya tetap terkait hingga sekarang ini dan
sampai hari kiamat. Dan karenanya Allah telah memberi syariat kepada
manusia berupa agama itu yang esensinya satu, yaitu "Islam" dan tidak akan
berubah dengan bergantinya nabi, serta tidak akan berubah dengan
berubahnya masa. Prinsip dasar utamanya adalah menebarkan nilai keadilan di
antara manusia, membuat sistem hubungan yang baik antara kepentingan
17
individual dan sosial, mendidik hati agar mau menerima sebuah undang-
undang untuk menjadi hukum yang ditaati.18
Secara umum agar tujuan tersebut dapat tercapai adalah ada syarat-
syarat tertentu yang harus dipenuhi dalam syariat. Pertama, isi ketentuan
Tuhan harus diketahui, atau setidaknya dapat diketahui. Kedua, manusia harus
mampu bertindak, mengaktualisasikan ketentuan Tuhan dalam ruang waktu,
alam atau ciptaan, harus dapat dibentuk, yaitu dapat diubah melalui perbuatan
manusia menjadi seperti yang dikehendaki. Ketiga, harus ada penilaian,
sehingga tindakan tidak sia-sia, namun membawa konsekuensi yang penting.
Keempat, perhitungan pelaksanaan ketentuan Allah oleh manusia harus
dilakukan berdasarkan neraca keadilan.19
c. Masalah Muamalah
Islam ternyata agama yang menekankan urusan muamalah lebih besar
daripada urusan ibadah. Islam lebih banyak memperhatikan aspek kehidupan
sosial daripada aspek kehidupan ritual. Islam adalah agama yang menjadikan
seluruh bumi ini masjid, tempat mengabdi kepada Allah. Ibadah dalam
muamalah di sini diartikan sebagai ibadah yang mencakup hubungan dengan
Allah dalam rangka mengabdi kepada Allah swt. Dan muamalah jauh lebih
luas daripada ibadah. Hal demikian dengan alasan:20
18 Muhammad Alwi Al-Maliki, 2003, Syariat Islam Pergumulan Teks dan Realitas,
Jogyakarta: eLSQ Press, hlm. 123-124. 19 Ibid., hlm.295 20 Jalaludin Rachmat, 1998, Islam Alternatif; Ceramah-ceramah di Kampus, Bandung:
Mizan, hlm. 46.
18
a. Dalam al-Qur'an atau kitab-kitab hadits, proporsi terbesar sumber hukum
itu berkenaan dengan urusan muamalah.
b. Adanya sebuah realita bahwa jika urusan ibadah bersamaan waktunya
dengan urusan muamalah yang penting maka ibadah boleh diperpendek
atau ditangguhkan (bukan ditinggalkan).
c. Ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar
daripada ibadah yang bersifat perorangan. Karena itu sholat jamaah lebih
tinggi nilainya daripada shalat munfarid (sendirian) dua puluh tujuh
derajat.
d. Bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar
pantangan tertentu, maka kifarat-nya (tebusannya) ialah melakukan
sesuatu yang berhubungan dengan muamalah. Sebaliknya, bila orang tidak
baik dalam urusan muamalah, maka urusan ibadah tidak dapat
menutupinya.
e. Melakukan amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapatkan
ganjaran lebih besar daripada ibadah sunnah.
d. Masalah Akhlak
Ajaran tentang nilai etis dalam Islam disebut akhlak. Wilayah akhlak
Islam memiliki cakupan luas, sama luasnya dengan perilaku dan sikap
manusia. Nabi Muhammad saw. bahkan menempatkan akhlak sebagai pokok
kerasulannya. Melalui akal dan kalbunya, manusia mampu memainkan
perannya dalam menentukan baik dan buruknya tindakan dan sikap yang
ditampilkannya. Ajaran Islam secara keseluruhan mengandung nilai akhlak
19
yang luhur, mencakup akhlak terhadap Tuhan, diri sendiri, sesama manusia,
dan alam sekitar.
Adapun yang dimaksud dengan unsur-unsur dakwah adalah
komponen-komponen yang selalu ada dalam setiap kegiatan dakwah. Unsur-
unsur tersebut adalah da'i (pelaku dakwah), mad'u (mitra dakwah), maddah
(materi dakwah), wasilah (media dakwah), thariqah (metode), dan atsar (efek
dakwah).
a. Da'i (pelaku dakwah)
Kata da'i ini secara umum sering disebut dengan sebutan mubaligh
(orang yang menyempurnakan ajaran Islam) namun sebenarnya sebutan ini
konotasinya sangat sempit karena masyarakat umum cenderung mengartikan
sebagai orang yang menyampaikan ajaran Islam melalui lisan seperti
penceramah agama, khatib (orang yang berkhutbah), dan sebagainya.
Sehubungan dengan hal tersebut terdapat pengertian para pakar dalam
bidang dakwah, yaitu:
1. Hasyimi, juru dakwah adalah Penasihat, para pemimpin dan pemberi ingat,
yang memberi nasihat dengan baik yang mengarah dan berkhotbah, yang
memusatkan jiwa dan raganya dalam wa'ad dan wa'id (berita gembira dan
berita siksa) dan dalam membicarakan tentang kampung akhirat untuk
melepaskan orang-orang yang karam dalam gelombang dunia.21
21 A. Hasyimi, 1974, Dustur dakwah Menurut Al-Qur'an, Jakarta: Bulan Bintang, hlm.
162.
20
2. Nasaraddin Lathief mendefinisikan bahwa da'i itu ialah Muslim dan
Muslimat yang menjadikan dakwah sebagai suatu amaliah pokok bagi
tugas ulama. Ahli dakwah ialah wa'ad, mubaligh mustamain (juru
penerang) yang menyeru mengajak dan memberi pengajaran dan pelajaran
agama Islam.22
3. M. Natsir, pembawa dakwah merupakan orang yang memperingatkan atau
memanggil supaya memilih, yaitu memilih jalan yang membawa pada
keuntungan.23
Namun pada dasarnya semua pribadi Muslim itu berperan secara
otomatis sebagai mubaligh atau orang yang menyampaikan atau dalam bahasa
komunikasi dikenal sebagai komunikator. Untuk itu dalam komunikasi
dakwah yang berperan sebagai da'i atau mubaligh ialah:24
Secara umum adalah setiap Muslim atau Muslimat yang mukallaf
(dewasa) di mana bagi mereka kewajiban dakwah merupakan suatu yang
melekat tidak terpisahkan dari misinya sebagai penganut Islam, sesuai dengan
perintah; "Sampaikan walaupun hanya satu ayat."
Secara khusus adalah mereka yang mengambil spesialisasi khusus
(mutakhasis) dalam bidang agama Islam yang dikenal panggilan dengan
ulama.
Dalam kegiatan dakwah peranan da'i sangatlah esensial, sebab tanpa
da'i ajaran Islam hanyalah ideologi yang tidak terwujud dalam kehidupan
22 HMS. Nasaruddin Lathief, tth, Teori dan Praktek Dakwah, Jakarta: Firma Dara, hlm.
20 23 M. Natsir, tth, Fiqhud Dakwah, Jakarta: Dengan Islamiah Indonesia, hlm. 125. 24 Toto Tasmara, 1997, Komunikasi Dakwah, Jakarta: Gaya Media Pertama, hlm. 41-42.
21
masyarakat. "Biar bagaimanapun baiknya ideologi Islam yang harus
disebarkan di masyarakat, ia akan tetap sebagai ide, ia akan tetap sebagai cita-
cita yang tidak terwujud jika tidak ada manusia yang menyebarkannya.25 Di
antara sifat da'i yang disebutkan dalam al-Qur'an adalah:
b. Mad'u (mitra dakwah)
Unsur dakwah yang kedua adalah mad'u, yaitu manusia yang menjadi
sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik sebagai individu
maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama Islam maupun tidak;
atau dengan kata lain manusia secara keseluruhan. Sesuai dengan firman Allah
QS. Saba' 28:
)28: سبأ (وما أرسلناك إلا كافة للناس بشريا ونذيرا ولكن أكثر الناس لا يعلمون
Artinya: Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui. (QS. Saba: 28)
Kepada manusia yang belum beragama Islam, dakwah bertujuan untuk
mengajak mereka mengikuti agama Islam; sedangkan kepada orang-orang
yang telah beragama Islam dakwah bertujuan meningkatkan kualitas iman,
Islam, dan ihsan.
Mereka yang menerima dakwah ini lebih tepat disebut mad'u dakwah
daripada sebutan objek dakwah, sebab sebutan yang kedua lebih
mencerminkan kepasifan penerima dakwah; padahal sebenarnya dakwah
25 Hamzah Ya'qub, 1981, Publistik Islam, Bandung: cet II, hlm. 37
22
adalah suatu tindakan menjadikan orang lain sebagai kawan berpikir tentang
keimanan, syari'ah, dan akhlak kemudian untuk diupayakan dihayati dan
diamalkan bersama-sama.
Al-Qur'an mengenalkan kepada kita beberapa tipe mad'u. Secara
umum mad'u terbagi tiga, yaitu: mukmin, kafir, dan munafik.26 Dan dari tiga
klasifikasi besar ini mad'u masih bisa dibagi lagi dalam berbagai macam
pengelompokan seperti kafir bisa dibagi menjadi kafir zimmi dan kafir harbi.27
Di dalam al-Qur 'an digambarkan bahwa, setiap Rasul menyampaikan
risalah, kaum yang dihadapinya akan terbagi dua: mendukung dakwah dan
menolak. Cuma kita tidak menemukan metode yang mendetail di dalam al-
Qur'an bagaimana berinteraksi dengan pendukung dan bagaimana menghadapi
penentang. Tetapi, isyarat bagaimana corak mad'u sudah tergambar cukup
signifikan dalam al-Qur'an.28
Mad'u (mitra dakwah) terdiri dari berbagai macam golongan manusia.
Oleh karena itu, menggolongkan mad'u sama dengan menggolongkan manusia
itu sendiri, profesi, ekonomi, dan seterusnya. Penggolongan mad'u tersebut
antara lain sebagai berikut:
1. Dari segi sosiologis, masyarakat terasing, pedesaan, perkotaan, kota kecil,
serta masyarakat di daerah marjinal dari kota besar.
2. Dari struktur kelembagaan, ada golongan priyayi, abangan dan santri,
terutama pada masyarakat Jawa.
26 Lihat al-Qur'an surah al-Baqarah: 2-20. 27 lihat surat al-Mumtahanah: 8-9.. 28 Lihat al-Qur'an surah al-Kahfi: 57, surah Fushilat: 5.
23
3. Dari segi tingkatan usia, ada golongan anak-anak, remaja, dan golongan
orang tua.
4. Dari segi profesi, ada golongan petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai
negeri.
5. Dari segi tingkatan sosial ekonomis, ada golongan kaya, menengah, dan
miskin.
6. Dari segi jenis kelamin, ada golongan pria dan wanita.
7. Dari segi khusus ada masyarakat tunasusila, tunawisma, tuna-karya,
narapidana, dan sebagainya.29
c. Wasilah (media dakwah)
Wasilah (media) dakwah, yaitu alat yang dipergunakan untuk
menyampaikan materi dakwah (ajaran Islam) kepada mad'u.
Untuk menyampaikan ajaran Islam kepada umat, dakwah dapat
menggunakan berbagai wasilah. Hamzah Ya'qub membagi wasilah dakwah
menjadi lima macam, yaitu lisan, tulisan, lukisan, audio visual, dan akhlak:
1. Lisan, inilah wasilah dakwah yang paling sederhana yang menggunakan
lidah dan suara, dakwah dengan wasilah ini dapat berbentuk pidato,
ceramah, kuliah, bimbingan, penyuluhan, dan sebagainya.
2. Tulisan, buku, majalah, surat kabar, surat menyurat (korespondensi)
spanduk, flash-card, dan sebagainya.
3. Lukisan, gambar, karikatur, dan sebagainya.
29 H.M, Arifin, 1977, Psikologi Dakwah, Jakarta: Bulan Bintang, hlm. 13-14.
24
4. Audio visual, yaitu alat dakwah yang merangsang indra pendengaran atau
penglihatan dan kedua-duanya, televisi, film, slide, ohap, internet, dan
sebagainya.
5. Akhlak, yaitu perbuatan-perbuatan nyata yang mencerminkan ajaran Islam
dapat dinikmati serta didengarkan oleh mad'u.30
Pada dasarnya dakwah dapat menggunakan berbagai wasilah yang
dapat merangsang indra-indra manusia serta dapat menimbulkan perhatian
untuk menerima dakwah. Semakin tepat dan efektif wasilah yang dipakai
semakin efektif pula upaya pemahaman ajaran Islam pada masyarakat yang
menjadi sasaran dakwah.
Media (terutama media massa) telah meningkatkan intensitas,
kecepatan, dan jangkauan komunikasi dilakukan umat manusia begitu luas
sebelum adanya media massa seperti pers, radio, televisi, internet dan
sebagainya. Bahkan dapat dikatakan alat-alat tersebut telah melekat tak
terpisahkan dengan kehidupan manusia di abad ini.
Dari segi pesan penyampaian dakwah dibagi tiga golongan yaitu:
a. The Spoken Words (yang berbentuk ucapan)
Yang termasuk kategori ini ialah alat yang dapat mengeluarkan bunyi.
Karena hanya dapat ditangkap oleh telinga; disebut juga dengan the audial
media yang biasa dipergunakan sehari-hari seperti telepon, radio, dan
sejenisnya termasuk dalam bentuk ini.
b. The Printed Writing (yang berbentuk tulisan)
30Hamzah Ya'qub, 1973, Publisistik Islam, Bandung: CVDiponegoro, hlm. 42-43
25
Yang termasuk di dalamnya adalah barang-barang tercetak, gambar-
gambar tercetak, lukisan-lukisan, buku, surat kabar, majalah, brosur, pamplet,
dan sebagainya.
c. The Audio Visual (yang berbentuk gambar hidup);
Yaitu merupakan penggabungan dari golongan di atas, yang termasuk
ini adalah film, televisi, video, dan sebagainya.31
d. Thariqah (metode)
Hal yang sangat erat kaitannya dengan metode wasilah adalah metode
dakwah thariqah (metode) dakwah. Kalau wasilah adalah alat-alat yang
dipakai untuk mengoperkan atau menyampaikan ajaran Islam maka thariqah
adalah metode yang digunakan dalam dakwah.
Sebelum kita membicarakan metode dakwah, terlebih dahulu akan
dijelaskan tentang pengertian metode. Kata metode berasal dari bahasa Latin
methodus yang berarti cara. Dalam bahasa Yunani, methodhus berarti cara
atau jalan. Sedangkan dalam bahas Inggris method dijelaskan dengan metode
atau cara.32 Kata metode telah menjadi bahasa Indonesia yang memiliki
pengertian "Suatu cara yang bisa ditempuh atau cam yang ditentukan secara
jelas untuk mencapai dan menyelesaikan suatu tujuan, rencana sistem, tata
pikir manusia.33
31 Moh. Ali Aziz, 2004, Ilmu Dakwah, Jakarta: Prenada Media, hlm. 121 32 Soejono Soemargono, 1983, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Nur Cahaya, hlm.
17. 33 M. Syafaat Habib, 1992, Buku Pedoman Dakwah, Jakarta: Wijaya, Cet 1, hlm. 160.
26
Abdul Kadir Munsyi, mengartikan metode sebagai cara untuk
menyampaikan sesuatu.34 Sedangkan dalam metodologi pengajaran ajaran
Islam disebutkan bahwa metode adalah "Suatu cara yang sistematis dan umum
terutama dalam mencari kebenaran ilmiah".35 Dalam kaitannya dengan
pengajaran ajaran Islam, maka pembahasan selalu berkaitan dengan hakikat
penyampaian materi kepada peserta didik agar dapat diterima dan dicerna
dengan baik.
Metode adalah cara yang sistematis dan teratur untuk pelaksanaan
suatu atau cara kerja.36 Dakwah adalah cara yang digunakan subjek dakwah
untuk menyampaikan materi dakwah atau bisa diartikan metode dakwah
adalah cara-cara yang dipergunakan oleh seorang da'i untuk menyampaikan
materi dakwah yaitu al-Islam atau serentetan kegiatan untuk mencapai tujuan
tertentu.
Sementara itu dalam komunikasi metode dakwah ini lebih dikenal
sebagai approach, yaitu cara-cara yang dilakukan oleh seorang da'i atau
komunikator untuk mencapai suatu tujuan tertentu atas dasar hikmah dan
kasih sayang.37 Dengan kata lain, pendekatan dakwah harus bertumpu pada
satu pandangan human oriented menetapkan penghargaan yang mulia pada
diri manusia. Hal tersebut didasari karena Islam sebagai agama salam yang
menebarkan rasa damai menempatkan manusia pada prioritas utama, artinya
34 Abd. Kadir Munsy, 1982, Metode Diskusi dalam Dakwah, Surabaya: Al-Ihlash, Cet ,
hlm. 29. 35 Soeleman Yusuf dan Slamet Soesanto, 1981, Pengantar Pendidikan Sosial, Surabaya:
Usaha Nasional, hlm.38. 36 Paus A. Partanto, M. Dahlan Al Barri, 1994, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arloka,
hlm.461. 37 Toto Tasmara, Ibid, h. 43.
27
penghargaan manusia itu tidaklah dibeda-bedakan menurut ras, suku, dan lain
sebagainya. Sebagaimana yang tersirat dalam QS. al-Isra' 70; "Kami telah
muliakan Bani Adam (manusia) dan Kami bawa mereka itu di daratan dan di
lautan. Kami juga memberikan kepada mereka dan segala rezeki yang baik-
baik. Mereka juga Kami lebihkan kedudukannya dari seluruh makhluk yang
lain".
Metode dakwah adalah jalan atau cara yang dipakai juru dakwah untuk
menyampaikan ajaran materi dakwah (Islam). Dalam menyampaikan suatu
pesan dakwah, metode sangat penting peranannya, suatu pesan walaupun baik,
tetapi disampaikan lewat metode yang tidak benar, pesan itu bisa saja ditolak
oleh si penerima pesan. Dalam "Ilmu Komunikasi" ada ungkapan "the
Methode is message." Maka dari itu kejelian dan kebijakan juru dakwah dalam
memilih dalam memakai metode sangat memengaruhi kelancaran dan
keberhasilan dakwah. Ketika membahas tentang metode dakwah pada
umumnya merujuk pada surah an-Nahl (QS.16:125)
ادع إلى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي أحسن إن
دينتهبالم لمأع وهبيله ون سل عن ضبم لمأع وه كب125: النحل (ر(
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
28
Dalam ayat ini, metode dakwah ada tiga, yaitu: a) hikmah b) mau'izah
al-hasanah c) mujadalah billati hiya ahsan
e. Atsar (efek dakwah)
Setiap aksi dakwah akan menimbulkan reaksi. Demikian jika dakwah
telah dilakukan oleh seorang da'i dengan materi dakwah, wasilah, thariqah
tertentu maka akan timbul respons dan efek (atsar) pada mad'u,
(mitra/penerima dakwah). Atsar itu sendiri sebenarnya berasal dari bahasa
Arab yang berarti bekasan/sisa, atau tanda. Istilah ini selanjutnya digunakan
untuk menunjukkan suatu ucapan atau perbuatan yang berasal dari sahabat
atau tabi'in yang pada perkembangan selanjutnya dianggap sebagai hadits,
karena memiliki ciri-ciri sebagai hadits. 38
Atsar (efek) sering disebut dengan feed back (umpan balik) dari proses
dakwah ini sering kali dilupakan atau tidak banyak menjadi perhatian para
da'i. Kebanyakan mereka menganggap bahwa setelah dakwah disampaikan
maka selesailah dakwah. Padahal, atsar sangat besar artinya dalam penentuan
langkah-langkah dakwah berikutnya. Tanpa menganalisis atsar dakwah maka
kemungkinan kesalahan strategi yang sangat merugikan pencapaian tujuan
dakwah akan terulang kembali. Sebaliknya, dengan menganalisis atsar dakwah
secara cermat dan tepat maka kesalahan strategis dakwah akan segera
diketahui untuk diadakan penyempurnaan pada langkah-langkah berikutnya
38 Abuddin Nata, 1998, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm.
363.
29
(corrective action) demikian juga strategi dakwah termasuk dalam penentuan
unsur-unsur dakwah yang dianggap baik dapat ditingkatkan.
Evaluasi dan koreksi terhadap atsar dakwah harus dilaksanakan secara
radikal dan komprehensif, artinya tidak secara parsial atau setengah-setengah.
Seluruh komponen sistem (unsur-unsur) dakwah harus dievaluasi secara
komprehensif. Sebaliknya, evaluasi itu dilakukan oleh beberapa da'i, para
tokoh masyarakat, dan para ahli. Para da'i harus memiliki jiwa inklusif untuk
pembaruan dan perubahan di samping bekerja dengan menggunakan ilmu.
Jika proses evaluasi ini telah menghasilkan beberapa konklusi dan keputusan,
maka segera diikuti dengan tindakan korektif (corrective action). Kalau yang
demikian dapat terlaksana dengan baik, maka terciptalah suatu mekanisme
perjuangan dalam bidang dakwah. Dalam bahasa agama inilah sesungguhnya
disebut dengan ihtiar insani. Bersama dengan itu haruslah diiringi dengan doa
mohon taufik dan hidayah Allah untuk kesuksesan dakwah.
Apa saja yang seharusnya dievalusi dari pelaksanaan dakwah tidak lain
adalah seluruh komponen dakwah yang dikaitkan dengan tujuan dakwah yang
ingin dicapai.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam upaya mencapai tujuan dakwah
maka kegiatan dakwah selalu diarahkan untuk memengaruhi tiga aspek
perubahan diri objeknya, yakni perubahan pada aspek pengetahuannya
(knowledge), aspek sikapnya (attitude) dan aspek perilakunya (behavioral).
Berkenaan dengan ke tiga tersebut, Jalaluddin Rahmat, menyatakan:
30
Efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan, atau informasi. Efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci khalayak, yang meliputi segala yang berhubungan dengan emosi, sikap, serta nilai. efek behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati, yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku.39 Sedangkan dalam buku Strategi Komunikasi Anwar Arifin
memperjelas efek di atas sebagai berikut:
Sesungguhnya suatu ide yang menyentuh dan yang merangsang
individu dapat diterima atau ditolak dan pada umumnya melalui proses:
1. Proses mengerti (proses kognitif).
2. Proses menyetujui (proses objektif).
3. Proses pembuatan (proses sencemotorik).
Atau dapat dikatakan melalui proses:
1. Terbentuknya suatu pengertian atau pengetahuan (knowledge).
2. Proses suatu sikap menyetujui atau tidak menyetujui (attitude).
3. Proses terbentuknya gerak pelaksanaan (prectice).40
4. Tujuan Dakwah
Bisri Afandi mengatakan bahwa yang diharapkan oleh dakwah adalah
terjadinya perubahan dalam diri manusia, baik kelakuan adil maupun aktual,
baik pribadi maupun keluarga masyarakat, way of thinking atau cara
39 Jalaluddin Rahmat, 1982, Retorika Modern, Sebuah Kerangka Teori dan Praktik
Berpidato, Bandung: Akademika, hlm. 269. 40 Anwar Arifin, 1984, Strategi Komunikasi, Bandung: Amico, Cet II, hlm. 41.
31
berpikirnya berubah, way of life atau cara hidupnya berubah menjadi lebih
baik ditinjau dari segi kualitas maupun kuantitas. Yang dimaksud adalah nilai-
nilai agama sedangkan kualitas adalah bahwa kebaikan yang bernilai agama
itu semakin dimiliki banyak orang dalam segala situasi dan kondisi.41
Ketika merumuskan pengertian dakwah, Amrullah Ahmad
menyinggung tujuan dakwah adalah untuk memengaruhi cara merasa,
berpikir, bersikap, dan bertindak manusia pada dataran individual dan
sosiokultural dalam rangka terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi
kehidupan.42
Kedua pendapat di atas menekankan bahwa dakwah bertujuan untuk
mengubah sikap mental dan tingkah laku manusia yang kurang baik menjadi
lebih baik atau meningkatkan kualitas iman dan Islam seseorang secara sadar
dan timbul dari kemauannya sendiri tanpa merasa terpaksa oleh apa dan siapa
pun.
Salah satu tugas pokok dari Rasulullah adalah membawa mission sacre
(amanah suci) berupa menyempurnakan akhlak yang mulia bagi manusia. Dan
akhlak yang dimaksudkan ini tidak lain adalah al-Qur 'an itu sendiri sebab
hanya kepada al-Qur'an-lah setiap pribadi muslim itu akan berpedoman. Atas
dasar ini tujuan dakwah secara luas, dengan sendirinya adalah menegakkan
ajaran Islam kepada setiap insan baik individu maupun masyarakat, sehingga
41 Bisri Affandi, 1984, Beberapa Percikan Jalan Dakwah, Surabaya, Fak Dakwah
Surabaya, hlm.3. 42 Amrullah Ahmad, 1983, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, Yogyakarta: Primaduta,
hlm. 2.
32
ajaran tersebut mampu mendorong suatu perbuatan sesuai dengan ajaran
tersebut.43 Adapun karakteristik44 tujuan dakwah itu adalah:
1. Sesuai (suitable), tujuan dakwah bisa-selaras dengan misi dan visi dakwah
itu sendiri.
2. Berdimensi waktu (measurable time), tujuan dakwah haruslah konkret dan
bisa diantisipasi kapan terjadinya.
3. Layak (feasible) tujuan dakwah hendaknya berupa suatu tekad yang bisa
diwujudkan (realistis).
4. Luwes (fleksible) itu senantiasa bisa disesuaikan atau peka (sensitif)
terhadap perubahan situasi dan kondisi umat atau peka (sensitif) terhadap
perubahan situasi dan kondisi umat.
5. Bisa dipahami (understandable), tujuan dakwah haruslah mudah dipahami
dan dicerna.
Namun secara umum tujuan dakwah dalam al-Qur'an adalah:
1. Dakwah bertujuan untuk menghidupkan hati yang mati.
Allah berfirman:
)14:األنفال...( يحييكملله وللرسول إذا دعاكم لمالذين آمنوااستجيبوااياأيها
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, patuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kamu ...". (QS. al Anfal: 24)
43 Toto Tasmara, 1997, Komunikasi Dakwah, Jakarta: Gaya Baru Pertama, hlm. 47. 44 Sedangkan karakteristik dari sasaran adalah: 1. Merupakan citra ideal yang hendak
dicapai di masa mendatang tapi dimensi waktu spesifik. 2. Mengarahkan pembuatan keputusan dakwah dan kegiatan konkret yang rasional dalam aktivitas dakwah. 3. Sasaran dakwah itu tidak harus dikaitkan dengan kinerja yang bisa kuantifikasi.
33
2. Agar manusia mendapat ampunan dan menghindarkan azab dari Allah.
مله فرغلت مهتوعا دي كلمإن7: نوح(... و(
Artinya: Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada
iman) agar Engkau mengampuni mereka ... (QS Nuh: 7)
3. Untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya.
هضعب نكرن ياب مزاألح منو كا أنزل إليون بمحفري ابالكت ماهنيآت الذينو
)36الرعد ( إليه أدعو وإليه مآبقل إنما أمرت أن أعبد الله وال أشرك به
Artinya: Orang-orang yang telah kami berikan kitab kepada mereka,
bergembira dengan kitab yang telah diturunkan kepadamu, dan di antara golongan-golongan Yahudi Jang bersekutu ada yang mengingkari sebagiannya. Katakanlah: "Sesungguhnya aku hanya diperintah untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Hanya kepada-Nya aku seru (manusia) dan hanya kepada-Nya aku kembali". (QS. ar Ra'd: 36)
4. Untuk menegakkan agama dan tidak terpecah-belah.
اهيمرا به إبنيصا ومو كا إلينيحالذي أووحا وى به نصا وين مالد نلكم م
وموسى وعيسى أن أقيموا الدين ولا تتفرقوا فيه كبر على المشركني ما
)13: الشورى(... تدعوهم إليه
Artinya: Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa Jang telah Kami wasiatkan kepada
34
Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya..." (QS Asy Syura: 13)
5. Mengajak dan menuntun ke jalan yang lurus.
)73:املؤمنون (وإنك لتدعوهم إلى صراط مستقيم
Artinya: Dan sesungguhnya kamu benar-benar menyeru mereka ke jalan
yang lurus. (QS. al-Mukminun: 73)
6. Untuk menghilangkan pagar penghalang sampainya ayat-ayat Allah ke
dalam lubuk hati masyarakat.
من نكونلا تو كبإلى ر عادو كإلي إذ أنزلت دعات الله بآي نع كندصلا يو
ركنيش87: القصص (الم(
Artinya: Dan janganlah sekali-kali mereka dapat menghalangimu dari (menyampaikan) ayat-ayat Allah, sesudah ayat-ayat itu diturunkan kepadamu, dan serulah mereka kepada (jalan) Tuhanmu, dan janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (QS. al-Qashshas: 87)
C. Musik Sebagai Dakwah Musik merupakan bagian dari seni. Seni atau kesenian adalah
manifestasi budaya (priksa, rasa, karsa, intuisi dan karya) manusia yang
memenuhi syarat-syarat estetik.45 Menurut Herbert Read yang dikutip Sidi
Gazalba, seni katanya adalah usaha untuk menciptakan bentuk-bentuk yang
menyenangkan.46 Pada garis besarnya kesenian dapat dibeda-bedakan atas:
45 Endang Saifuddin Anshari, 1986, Wawasan Islam, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Islam
dan Ummatnya, Jakarta: CV Rajawali, hlm. 116. 46 Sidi Gazalba, 1989, Asas Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, hlm. 299.
35
1. Seni sastra atau kesusastraan, seni dengan alat bahasa.
2. Seni musik, seni dengan alat bunyi atau suara.
3. Seni rupa, seni dengan alat garis, bentuk, warna dan lain sebagainya.
4. Seni drama atau teater, seni dengan alat kombinasi: sastra, musik, tari atau
gerak dan rupa.47
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, musik berarti nada atau suara
yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan
keharmonisan (terutama yang menggunakan alat-alat yang dapat
menghasilkan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi).48 Sutan
Muhammad Zain dengan singkat mengatakan, musik adalah bunyi-bunyian.49
Pengertian ini tidak berbeda dengan WJS Poerwadarminta, musik berarti
bunyi-bunyian.50
Sepanjang sejarah belum pernah ditemukan umat yang menjauhkan
diri dari nyanyian dan musik. Perbedaannya hanya dalam waktu yang mereka
gunakan untuk menikmati lagu atau kapasitas lagu yang mereka nikmati, ada
yang banyak dan ada juga yang sedikit, bahkan ada juga yang berlebihan,
sehingga lagu sudah merupakan prinsip hidupnya. Hal ini sangat dipengaruhi
oleh suasana hati mereka. Ketika bahagia misalnya, tentu berbeda dengan
nyanyian dalam suasana duka.51
47 Endang Saifuddin Anshari, loc. cit. 48 Depdiknas, 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002, edisi III, Cet 2, Jakarta: Balai
Pustaka, hlm. 766 49 Sutan Muhammad Zain, tth, Kamus Modern Bahasa Indonesia, Jakarta : Grafika, hlm.
614. 50 W.J.S. Poerwadarminta, 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : PN Balai
Pustaka, Cet. 5, hlm. 664. 51 Yusuf al-Qardhawi, 2001, Nasyid Versus Musik Jahiliyah, terj. Achmad Fulex Bisyri
dan Awan Sumarna, Bandung: Mujahid, hlm. 9.
36
Itulah sebabnya ada madzhab revalationism yang mempercayai bahwa
musik berasal dan bersumber dari alam metafisika melalui tersibaknya tabir
(draw back the veil) atau pewahyuan. Teori ini berpangkal dari pemikiran
bahwa musik merupakan bunyi yang dihasilkan oleh gerakan jagat raya. Oleh
Tuhan, jagat raya ini diciptakan dan disusun dengan komposisi termulia.
Seluruh gerakannya memiliki komposisi yang termulia juga. Gerakan-gerakan
itu menimbulkan suara yang indah (nyanyian), yang harmonis, terpadu, silih
berganti, dan enak didengar.52
Terlepas apakah pendapat itu logis atau tidak, yang jelas musik dan
nyanyian (Ar.: taganni dan al-ghina') berarti nada yang disusun demikian rupa
sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan (terutama)
menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi). Musik ialah seni
menyusun suara atau bunyi, Dari pengertian ini terlihat bahwa musik tidak
terbatas pada penyusunan suara yang indah saja, tetapi juga pada penyusunan
bunyi-bunyian. Adapun nyanyi berarti mengeluarkan suara bernada, berlagu,
baik dengan lirik maupun tidak. Baik musik maupun nyanyi, keduanya hanya
merupakan sebagian saja dari sekian banyak dan luasnya jenis dan lingkup
seni/kesenian. Musik merupakan salah satu naluri universal kemanusiaan yang
wajar. Unsur umum bagi musik dalam berbagai kebudayaan adalah "irama".53
Masyarakat kaum muslimin dewasa ini umumnya menghadapi
kesenian sebagai suatu masalah sehingga timbul berbagai pertanyaan,
52 Abdul Muhaya, 2003, Bersufi Melalui Musik Sebuah Pembelaan Musik Sufi Oleh
Ahmad Al-Ghazali, Yogyakarta: Gama Media, hlm. 22 53 Abdul Aziz Dahlan, dkk (Ed.)., 1997, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ikhtiar Baru
van Hoeve, Jilid 4, hlm. 1257
37
bagaimana hukum tentang bidang yang satu ini, boleh, makruh atau haram? Di
samping itu dalam praktek kehidupan sehari-hari, sadar atau tidak, mereka
juga telah terlibat dengan masalah seni musik. Bahkan sekarang ini bidang
tersebut telah menjadi bagian dari gaya hidup mereka dan bukan pula bagi
yang berdomisili di kota.54
Dalam kehidupan sehari-hari ketika terdengar alunan musik, maka
kelompok pertama ada yang membuka telinganya untuk semua jenis lagu, dan
semua corak musik, karena beranggapan bahwa itu dibolehkan dan termasuk
kepada kebaikan duniawi yang dibolehkan oleh Allah bagi hamba-Nya.
Kelompok kedua ada yang mematikan radio atau menutup telinganya ketika
mendengar sayup-sayup suara nyanyian dengan mengatakan: "Nyanyian
adalah serulingnya setan dan perkataan yang sia-sia, penghalang dzikir dan
shalat, apalagi jika penyanyinya seorang wanita, menurutnya suara wanita itu
aurat. Mereka berargumentasi dengan ayat Al-Qur'an, AI-Hadis dan beberapa
pendapat ulama. Mereka ada yang menolak segala macam jenis
musik/walaupun sebagai musik pengantar (intro) warta berita.55
Kelompok ketiga termasuk yang ragu. Kadang mengikuti kelompok
pertama, kadang mengikuti kelompok yang lain. Mereka mengikuti pendapat
yang pas dan jawaban yang luas dari ulama tentang masalah yang
kontroversial ini, yang berhubungan dengan perasaan manusia dan kehidupan
sehari-hari, khususnya setelah masuknya siaran multimedia ke rumah-rumah
54 Abdurrahman al-Baghdadi, 1991, Seni Dalam Islam, Seni Vokal, Musik, Tari, Jakarta:
Gema Insani, hlm. 9. 55 Yusuf Al-Qardhawy, 2002, Fiqih Musik & Lagu Perspektif Al-Qur'an dan As-Sunnah,
Bandung: Mujahid, hlm. 25
38
mereka sebagai hiburan maupun acara lainnya. Mereka tidak
mempermasalahkan lagu dan musiknya, baik ataupun buruk.
Adapun orang yang menghalalkam lagu atau musik berargumentasi
dengan dalil naqli sebagai berikut:
Al-Quran surat Shad ayat 42 menyatakan:
لكبرج كض42:ص...(ار(
Artinya: Hantamkanlah kakimu. 56 Menurut para ulama ayat di atas menunjukkan kebolehan menari di
mana menari seringkali diiringi dengan musik. Dengan demikian musik
hukumnya jaiz (boleh). Alasan dari mereka yang membolehkan musik adalah
karena musik sepanjang bernuansa islami justrumempunyai manfaat yang
besar. Di antaranya sebagai hiburan untuk menghilangkan ketegangan saraf
dan untuk menikmati keindahan yang menyentuh kerohanian.
Sabda Rasulllah SAW:
كاح رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم أعلنواهذاالن قالعن عائشة قالت 57)سنن الترمذي(واجعلوه يف املساجدواضربواعليه بالدفوف
Artinya: Dari Aisyah ia berkata Rasulullah saw bersabda umumkanlah
pernikahan ini, dan lakukan itu di masjid. Lalu ramaikanlah dengan menabuh rebana.
56Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya,
Depag RI, 1986, hlm. 738 57 Al- Imam Abu Isa Muhammad ibn Isa ibn Saurah ibn Musa ibn ad -Dahak as-Salmi at-
Turmuzi, 1931, Sunan at-Turmuzi, Kairo: Dar al-Kutub al-Misriyyah, juz 2, hlm. 149
39
Hadits di atas menjadi petunjuk bahwa musik itu dibolehkan sepanjang
tidak membawa madarat bagi diri sendiri dan umat manusia. Bila mengandung
manfaat maka musik bisa tetap didukung dalam pertumbuhan dan
perkembangannya.
Nyanyian yang disertai dengan alat musik atau tanpa alat musik
Mengundang kontroversi antara para ulama sejak periode pertama. Mereka
sependapat dalam satu sisi, dan berbeda pada sisi lain.
Mereka sepakat atas keharaman lagu yang mengandung keburukan
atau kefasikan dan mengundang kemaksiatan, walaupun lagu hanya sebatas
ucapan. Jika lagu itu baik, maka dibolehkan. Namun jika buruk maka
dipandang buruk, karena setiap perkataan yang mengandung keharaman
adalah haram. Tergantung pengaruh terhadap dirinya, baik syairnya, liriknya
maupun pengaruh unsur lainnya.
Mereka bersepakat atas kebolehan lagu natural (accapella/nyanyian
Mulut saja) yang terlepas dari alat-alat musik dan Instrumen lainnya. Dan
hanya dibolehkan pada waktu-waktu gembira yang disyari'atkan, seperti
resepsi pernikahan dan acara penyambutan tamu serta hari raya dan
sejenisnya, dengan syarat penyanyinya bukan seorang ;wanita ketika
pengunjungnya bukan muhrim.
Adapun yang menjadi perbedaan antara lain; sebagian membolehkan
setiap lagu yang disertai dengan alat musik ataupun tidak, ini dikategorikan
sunnah, dan sebagian lagi melarang lagu yang disertai alat musik dan hanya
40
membolehkannya nyanyian tanpa alat musik, dan sebagian lagi melarangnya
sama sekali/baik dengan alat musik maupun tidak, mereka memandang haram,
bahkan termasuk dosa besar.
Hal terpenting dalam masalah ini, kita harus melihat benang merah
Yang membedakannya dan kita cari penjelasan yang dapat menyingkap titik
permasalahan, sehingga dapat membedakan mana yang halal dari yang haram
dengan mengikuti argumentasi yang benar, bukan taqlid kepada orang lain,
dengan demikian akan jelas duduk permasalahannya dan terbukalah mata hati
untuk menerima kebenaran agama.
Inilah kewajiban para ulama dalam menghadapi perbedaan, konflik
dan pendapat yang kontroversial akibat kesalahpahaman, karena manusia
membutuhkan rambu-rambu yang dapat dijadikan panduan dalam
perjalanannya. Kapan harus berjalan, dan kapan harus berhenti.58
Musik adalah bekal yang telah diberikan Allah Swt semenjak manusia
lahir. Jika diperhatikan setiap tangisan bayi, maka tangisan bayi selalu
mengeluarkan nada-nada merdu merasuk qolbu. Semuanya dilantunkan
dengan penuh perasaan melalui kontrol nada yang cermat. Jauh melampaui
kecermatan seorang penyanyi "metal" yang biasa bernyanyi dalam lengkingan
nada-nada tinggi.
Dari musik, orang dapat dengan mudah menyampaikan pesan dakwah.
Musik dan dakwah merupakan naluri manusia sejak ia dilahirkan, oleh sebab
itu beruntunglah bagi mereka yang bisa melakukan hal itu di saat ia dewasa.
58 Yusuf Al-Qardhawi, op. cit, hlm. 25-26
41
Sejak dilahirkan, Allah Swt telah membekali manusia dua belahan otak. Otak
kiri adalah bagian otak yang berhubungan dengan fungsi berpikir, sedangkan
otak kanan berhubungan dengan fungsi intuisi. Descartes, Nicolas Copernicus,
Newton, atau Galileo Galilei, adalah tokoh-tokoh yang memiliki kemampuan
otak kiri yang luar biasa. Bahkan berbagai hasil pemikiran mereka sangat
berpengaruh sekali terhadap Revolusi Ilmiah yang terjadi pada abad ke-16 dan
ke-17.
Revolusi Ilmiah yang terjadi selama dua abad itu, di antaranya
merubah pandangan tentang bumi yang semula berfungsi sebagai pusat alam
semesta, menjadi seperti sebuah mesin. Eksploitasi terhadap penduduk bumi
dan seisinya termasuk terhadap manusia serta materialisme dan mental
kapitalisme yang dianggap kurang mendukung kesetaraan alam, adalah
metafora dari kenyataan sejarah yang disebut Revolusi Ilmiah.59
Peranan otak kanan yang berhubungan dengan peranan intuitif baru
mulai dianggap perlu oleh sebagian penduduk dunia di akhir abad ke-20.
Berpikir hanya dengan satu otak saja ternyata tidak cukup. Banyak ahli yang
berpendapat bahwa berbagai kerusakan, bencana, kerusuhan, kesengsaraan,
dan krisis yang terjadi selama ini disebabkan para elit pemikirnya
mengabaikan salah satu bekal Ilahiah, yaitu otak kanan. Para pemikir aliran
post modern bahkan secara terang-terangan menyalahkan para pemikir zaman
modern karena dinilai telah terlampau memuja ilmu pengetahuan, sehingga
59 Adjie Esa Poetra, 2004, Revolusi Nasyid, Bandung: MQS Publishing, hlm. 3-4
42
mengabaikan prinsip kemajemukan, prinsip-prinsip dasar kemanusiaan,
bahkan mengabaikan norma-norma keagamaan.60
Sudah menjadi kesepakatan para ahli bahwa musik memiliki arti
penting dari sudut pandang spiritual, tidak hanya bagi musik itu sendiri.
melainkan juga dalam hubungannya dengan syair, sebagaimana ditunjukkan
dengan amat menarik oleh Maulana Jalaluddin Rumi.
Kalau melihat sejarah, sesungguhnya upaya-upaya menyampaikan
ajaran Islam melalui media seni sudah memiliki umur yang relatif tua. Sunan
Kalijaga dan Sunan Bonang, misalnya adalah dua dari sekian banyak tokoh
penyebar Islam yang menjadikan musik sebagai media dakwah.
"Sunan Kalijaga abad ke-21," yakni Emha Ainun Nadjib. juga
melakukan hal yang sama melalui musikalisasi kelompok musik Kiai
Kanjengnya. la sanggup mengubah gamelan yang berasal dari tradisi Jawa
tersebut menjadi sarana pengungkapan dan penyampaian pesan-pesan dakwah
kepada masyarakat.
Musik Kiai Kanjeng dan puisi Emha Ainun Nadjib tidak memfokuskan
perhatiannya kepada musik dan puisi itu sendiri. Hal ini karena musik dan
puisi bukan pusat kehidupan manusia melainkan fasilitas estetika dalam
kebudayaan masyarakat. Musik dan puisi mempermudah komunikasi,
memperindah pergaulan, memperdalam cinta. mempercepat keharuan
keilahian.
60 Ibid, hlm. 4
43
Musik dan puisi bukan "tuhan' yang disembah, difokuskan, dan
dinomorsatukan. melainkan kendaraan yang dahsyat untuk memproses
kemandirian hidup, kenikmatan ketuhanan, keadilan pergaulan, kedahsyatan
keakraban, kedamaian, persatuan, dan kemesraan. Kelompok musik Kiai
Kanjeng sangat mencintai musik, sebagaimana mereka sangat mencintai
Tuhan dan kehidupan. Kalau mereka memakai musik dan puisi hanya sebagai
alat komunikasi, itu merupakan pengingkaran terhadap cinta dan
tanggungjawab mereka terhadap kesenian.
Dengan demikian, maka dakwah dengan kesenian termasuk seni musik
merupakan kebutuhan yang sangat mendesak saat ini, sebab dakwah dengan
media musik selain bermakna sebagai amar makruf nahyi munkar, juga dalam
rangka membangun kemampuan intuisi umat. Apabila dakwah dengan musik
semakin populer, maka keuntungannya tidak hanya sebatas beramar makruf
nahyi munkar, melainkan juga sebagai aktivitas olah rasa atau olah qolbu, baik
bagi pelaku maupun pendengarnya. Kegiatan olah qolbu nantinya akan
menghasilkan kepekaan dan kualitas hati nurani.
Budaya musik dan dakwah bukanlah soal baru di Indonesia. Bahkan
yang lebih mempesona lagi, oleh para penyebar agama Islam di Indonesia seni
musik (dimainkan dengan media musik gamelan) dipandang sebagai sama
pentingnya dengan dakwah itu sendiri.
D. Musik Nasyid Sebagai Dakwah
Di antara keindahan yang dapat dirasakan telinga adalah musik.
Keindahan musik dapat membangkitkan semangat atau memberikan gairah.
44
Musik juga yang mendorong manusia menciptakan perangkat lunak dan
perangkat keras yang beraneka ragam saat ini. Dunia menjadi hingar bingar
dan penuh rona.61 Musik sebagai seni dan seni yang merupakan hasil budaya
manusia tidaklah sekedar mempunyai nilai keindahan, tetapi juga mengandung
makna simbolis. Hal yang demikian itu tidaklah semata-mata berlaku pada
masyarakat yang tingkat budayanya masih rendah, tetapi juga pada
masyarakat yang budayanya sudah maju.62
Dalam kehidupan manusia, bersyair dan berlagu telah ada jauh
sebelum agama Islam yang dibawa oleh Baginda Rasul saw diturunkan. Itulah
sebabnya mengapa pada setiap suku bangsa di dunia didapati berbagai macam
jenis lagu atau nyanyian. Dan, jenis-jenis lagu tersebut meliputi seluruh aspek
kehidupan manusia, baik dari bentuk yang sederhana dalam kehidupan sehari-
hari dan berkembang ke aspek lain dalam kehidupan. Ada jenis lagu yang
disebut Nyanyian Pengantar Tidur (Lullaby), Hymne, Senandung, Mars, Lagu
Gembira seperti: Pesso Dabia di Spanyol, Joget di Tanah Melayu, Samba di
Amerika Latin, Chalte di India dan lain-lain.
Seiring dengan turun dan berkembangnya Islam, bertambah pulalah
satu jenis nyanyian yang mengisi kekayaan khasanah Islamiyah. Bermula dari
masa hayatnya Rasulullah Saw. sendiri di mana Baginda tidak melarang syair-
syair yang berkembang pada diri para sahabat, sebagai kelanjutan dari zaman
pra-Islam. Hanya saja dengan datangnya Islam isi syair dan lagu berubah ke
61 Yusuf al-Qardhawi, 2001, Nasyid Versus Musik Jahiliyah, terj. Achmad Fulex Bisyri
dan Awan Sumarna, Bandung: Mujahid, hlm. 5. 62 Ridin Sofwan, dkk, 2004, Merumuskan Kembali Interelasi Islam – Jawa, Yogyakarta:
IAIN Walisongo Gama Media, hlm. 78.
45
arah yang positif. Dengan artian tidak lagi memuja-muja syahwat dan
kemusyrikan.
Satu syair dan nyanyian yang dapat dikatakan sebagai lagu tertua
dalam Islam adalah Thala 'al Badru 'Alaina yang dinyanyikan secara beramai-
ramai oleh masyarakat Madinah, diiringi alunan suara rebana yang dipukul
secara bersama-sama pula menyambut datangnya Rasul berhijrah dari Makkah
ke Madinah. Masa itu kini telah berlalu selama 1425 tahun lamanya.
Inilah titik awal dari berkembangnya syair dan lagu Islami, satu hal
yang terkadang dinafikan keberadaannya oleh sebagian kelompok kaum
muslimin yang menolak adanya budaya bernyanyi dan bersyair dalam Islam.
Seiring dengan meluasnya daerah berpenduduk Islam, meluas pulalah
pengaruh nyanyian islami sebagai sebuah budaya dalam kehidupan kaum
muslimin. Pada masa dinasti Turki menguasai dunia berkembang satu irama
yang disebut zapin. Paduan antara irama Turki Arabia dan Spanyol ini
berkembang dan melebar dari belahan dunia Barat sampai ke belahan Timur di
negeri-negeri Asia Tenggara.
Di negeri Thailand, Malaysia, Singapura, Sumatera dan Brunai nama
jenis irama ini tetap tidak berubah. Masyarakat mengenalnya dengan nama
aslinya zapin. Di Maluku dan Filipina irama ini dikenal dengan nama Dhana-
dhana. Namun, yang perlu dicatat bahwa isi syairnya tidak keluar dari perkara-
perkara yang mubah diperbincangkan. Tidak menggambarkan syahwat atau
kemusyrikan. Beberapa contoh lagu dan syair berirama zapin yang sempat
46
terkenal di negeri Nusantara adalah: Lancang Kuning, Laksamana Hang Tuah,
Laksamana Raja di Laut, Bunga Melur dan lain-lain.63
Di samping zapin ini masih ada juga jenis irama dan lagu yang
islami,dan dimainkan tanpa alat musik yang bernada, seperti hadhrah,
marawis, dan lain-lain.
Di Jakarta, masyarakat Betawi mengenal Orkes Gambus, sementara di
Sumatera Utara disebut dengan Irama Padang Pasir dan di Jawa disebut
Qasidahan. Meskipun beberapa alat pengiringnya menggunakan alat yang
bernada, seperti Biola, 'Od, Ganun, dan Accordion, yang hukumnya masih
ikhtilaf di sisi para ulama. Sehingga ada yang mendukung dan ada yang
menentang. Pada pertengahan tahun 60-an di Sumatera Utara, seorang juara
MTQ tingkat Internasional di Malaysia yang bernama Hj Nur Aisyah Djamil
pertama sekali membentuk group Qasidah dan menyanyikan lagu-lagu yang
syairnya disebut sebagai syair Islami. Group Qasidah ini diberi nama Nasyid,
diambil dari singkatan nama sang pemimpin yaitu "Nur Aisyah Djamil". Di
sinilah awal dikenalnya nama "Nasyid" di Indonesia. Alat pengiring yang
dipakai semuanya tidak ada yang bernada, hanya terdiri dari gendang berbagai
jenis dan rebana saja. Meskipun demikian, ada juga sebahagian orang yang
berpendapat bahwa kata Nasyid tersebut berasal dari kata "Nasyd", yang
berarti "Hymne.64
63 Adjie Esa Poetra, 2004, Revolusi Nasyid, Bandung: MQS Publishing, hlm. xiv-xvi 64 http://www .raihan .com .my
47
Pada tahun 80-an di Jakarta ada Grup Qasidah yang cukup populer dan
selalu tampil di layar televisi memakai nama grup mereka dengan nama
Nasyidaria. Hanya saja alat pengiringnya memakai alat-alat modern yang
bernada, seperti gitar, organ, dan lain-lain.
Pada awal tahun 90-an Jama 'ah al-Arqam mengetengahkan lagu-lagu
Nasyid, yang sebagian memakai alat pengiring tanpa nada. Bahkan, sebagian
lagi dinyanyikan tanpa alat pengiring sama sekali. Gebrakan al-Arqam ini
sempat membahana di negeri-negeri Asia Tenggara. Beberapa lagu mereka
yang populer adalah Asma ul 'Husna, Sunnahnya Orang Berjuang, Di Pondok
Kecil, dan lain-lain. Grup mereka yang paling populer disebut Grup Nada
Murni.
Kini, di tahun 2000-an lagu-lagu Nasyid kembali membahana. Ada
beberapa kemajuan yang mewarnai budaya Nasyid ini. Yang paling menonjol
adalah semakin dekatnya mereka pada syariat Islam. Para penyanyi yang
muncul didominasi oleh kaum pria, berbeda dengan sebelumnya yang lebih
didominasi oleh kaum wanita. Dan, kalau dahulu alat musik yang dipakai
masih beragam, kini yang muncul adalah alat musik tanpa nada. Bahkan,
tehnik acapella pun mulai muncul dan digarap dengan apik.65
Derasnya lagu-lagu yang bersyair "porno" dan percintaan bebas yang
menabrak budaya serta moral agama menyebabkan Nasyid kini berkembang
dan mendapat tempat tersendiri di hati kaum muslimin. Aa Gym misalnya,
telah mengarang sebuah lagu yang berjudul "Jagalah Hati" dan sempat
65 http://www .videohat .com
48
membelah angkasa bumi pertiwi sampai ke negara tetangga. Agaknya sikap
pemerintah yang kurang tanggap terhadap lagu-lagu yang "tidak bermoral"
menyebabkan mengentalnya perlawanan kaum muslimin untuk membendung
usaha perusakan moral lewat lagu tersebut.
Pengamat musik Islam, Drs Hilman Farouq, pernah mengutip
keterangan al-Farabi-seorang ahli musik Islam yang hidup antara 878-950 M-
bahwa nasyd (dieja dengan N-A-S-Y-D) digolongkan sebagai hymne. Jika oleh
bangsa Yunani Kuno hymne selalu diidentikan dengan kegiatan sakral kepada
tuhannya, namun oleh kalangan Islam menurut al-Farabi musik difungsikan
bukan sekadar untuk itu. Nasyd atau hymne oleh kalangan Islam biasa
difungsikan juga bagi kegiatan-kegiatan kebudayaan atau non ritual semacam
upacara panen, hajatan keluarga, serta kegiatan bajik lainnya.
Dengan memperhatikan keterangan al-Farabi tadi, sudah bisa
dipastikan bahwa sesungguhnya seni nasyd sudah sangat populer sejak zaman
Rasul. Antara konsep musik nasyd yang huruf-hurufnya dieja berdasarkan
temuan al-Farabi dengan konsep Nasyid (yang dieja dengan N-A-S-Y-I-D)
sesungguhnya memiliki fungsi yang sama, yakni menebarkan kebesaran
Ilahi.66
Namun secara teknis, pada akhirnya memang terdapat perbedaan
teknis Nasyid (N-A-S-Y-I-D) yang kita kenal saat ini adalah sebuah jenis musik
yang tidak terikat oleh suasana hymne yang lazimnya selalu bertempo lambat
(atau paling tidak sedang), bersuasana syahdu, khusyuk, khidmat, atau agung.
66 http://www.arabicdance.ru
49
Nasyid atau yang juga sering di tulis dalam gaya barat Nasheed adalah bentuk
performance musik yang lebih bebas. la bisa menyajikan lagu lambat, sedang,
cepat hingga tempo de marcia atau mars yang cepat dan gagah.
Namun begitu secara budaya musik, Nasyd yang lahir sejak zaman
Rasulullah saw bisa disebut sebagai sokoguru bagi berbagai nyanyian Islam di
mana pun. Sedangkan Nasyid sebagai mana yang sering kita saksikan akhir-
akhir ini tak lain adalah generasi nyanyian Islami kesekian yang mulai populer
di Indonesia beberapa tahun sebelum memasuki abad ke-21
Penulisan Nasyd dengan Nasyid ternyata juga sekaligus bisa
dimanfaatkan untuk membedakan karakter atau performance di antara
keduanya. Sebagaimana yang dijelaskan al-Farabi dalam bukunya al- Musiqa
al-Kabir, nasyd adalah sejenis lagu hymne. Berarti bahwa nasyd merupakan
istilah atau sebutan untuk lagu-lagu pemujaan yang khidmat, khusyuk, syahdu,
atau agung dalam tempo lambat atau sedang. Adapun Nasyid saat ini
tampaknya lebih memandang fleksibilitas dalam penggunaan iringan. la bisa
tampil secara acapella atau pun tampil dengan iringan instrumen musik. Malah
akhir-akhir ini di Indonesia dan Malaysia sudah semakin banyak grup Nasyid
yang tampil dengan iringan musik. Termasuk diiringi instrumen musik
diatonik barat.67
Terlepas dari ada atau-tidaknya unsur kesengajaan dalam melahirkan
tulisan nasyd di satu sisi dengan Nasyid di lain sisi, namun perbedaan kedua
penulisan itu cukup bermanfaat dalam membedakan mana yang sifatnya klasik
67 http://www.placidodomingo.com
50
dan mana yang bukan. Atau setidaknya untuk lebih bisa memberikan pertanda
bahwa seni musik Islam dari waktu ke waktu tidak pernah mandek melainkan
terus berkembang dalam metafora yang tetap mendukung kejayaan Islam. Di
akhir tahun 1990-an, terutama di saat awal terjadinya krisis moneter di
Indonesia, pertumbuhan seni Nasyid seperti jamur di musim hujan. Jenis
kesenian yang satu ini berbentuk nyanyian bersama untuk melagukan beragam
lagu bernuansa religius. Dilihat dari sudut waktu populasinya di Indonesia,
seni Nasyid merupakan generasi yang datang setelah era kasidah, gambus dan
lain-lain.