BAB II - mcdens14 – learning and working is worship · Web viewBerdasarkan pernyataan di atas...

30

Click here to load reader

Transcript of BAB II - mcdens14 – learning and working is worship · Web viewBerdasarkan pernyataan di atas...

Page 1: BAB II - mcdens14 – learning and working is worship · Web viewBerdasarkan pernyataan di atas belajar dapat dipandang sebagai proses dalam melihat apa yang terjadi selama siswa

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kesulitan Belajar Matematika

1. Pengertian Belajar

Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri

seseorang. Winkel (1995: 53) menyatakan bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas

mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang

menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan

dan nilai-sikap. Perubahan itu bersikap secara relatif konstan dan berbekas”.

Berdasarkan psikologi, Usman dan Setiawati (Neti, 2003: 11) mendefinisikan

bahwa “Belajar adalah suatu proses usaha untuk memperoleh perubahan tingkah laku

yang terjadi karena adanya interaksi baik antara individu dengan individu maupun

antara individu dengan lingkungannya”. Perubahan tingkah laku tersebut meliputi

perubahan dalam kebiasaan (habit), kecakapan-kecakapan (skills), ataupun dalam tiga

aspek yaitu pengetahuan (kognitif), sikap (apektif), dan keterampilan (psikomotor).

Sadirman (1990: 22) menyatakan bahwa “Belajar dimaksudkan sebagai usaha

penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju

terbentuknya kepribadian seutuhnya”. Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan

bahwa belajar akan membawa suatu perubahan tingkah laku individu-individu yang

belajar.

18

Page 2: BAB II - mcdens14 – learning and working is worship · Web viewBerdasarkan pernyataan di atas belajar dapat dipandang sebagai proses dalam melihat apa yang terjadi selama siswa

Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai

bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku,

keterampilan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu

yang belajar. Sejalan dengan hal itu, Sudjana (1989: 6) menyatakan bahwa “Apabila

kita bicara tentang belajar, maka kita bicara tentang cara mengubah tingkah laku

seseorang atau individu melalui berbagai pengalaman yang ditempuhnya”.

Berdasarkan pernyataan di atas belajar dapat dipandang sebagai proses dalam melihat

apa yang terjadi selama siswa mengalami pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan

tertentu.

Siswa, guru, dan tujuan adalah tiga hal penting yang saling terkait selama

proses belajar mengajar berlangsung. Secara skematik (Abin Syamsudin: 155)

interrelasi antara ketiga komponen tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1.HUBUNGAN ANTARA SISWA, TUJUAN, DAN GURU

19

GURU

RencanaEvaluasi

TUJUANBelajarSISWA

Mengajar

Page 3: BAB II - mcdens14 – learning and working is worship · Web viewBerdasarkan pernyataan di atas belajar dapat dipandang sebagai proses dalam melihat apa yang terjadi selama siswa

Dari gambar di atas, dapat dijelaskan bahwa hubungan antara siswa, tujuan,

dan guru adalah sebagai berikut:

a. Siswa berusaha mengembangkan dirinya seoptimal mungkin melalui belajar

untuk mencapai tujuannya.

b. Tujuan merupakan seperangkat tugas atau tuntutan yang harus dipenuhi atau

sistem nilai yang harus tampak dalam perilaku dan merupakan karakteristik

kepribadian siswa yang dapat dievaluasi (terukur).

c. Guru selalu mengusahakan terciptanya situasi yang tepat (mengajar) sehingga

memungkinkan terjadinya proses pengalaman belajar pada diri siswa dengan

mengarahkan segala sumber dan strategi belajar mengajar yang tepat.

2. Kesulitan Belajar

Kesulitan belajar dapat dikatakan sebagai ketidakmampuan belajar atau

kemampuan belajar yang tidak sempurna. Moh. Surya (Imas, 2003: 10)

mengemukakan bahwa ciri-ciri tingkah laku yang merupakan pernyataan gejala

kesulitan belajar, antara lain:

a. Menunjukkan hasil belajar yang rendah. b. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan.c. Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar.d. Menunjukkan sikap-sikap yang kurang wajar seperti acuh tak acuh,

menentang, dusta dan sebagainya.e. Menunjukkan tingkah laku yang berkelainan seperti membolos, datang

terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah dan sebagainya.f. Menunjukkan gejala-gejala emosional yang kurang wajar seoerti mudah

tersinggung, pemarah dan sebagainya.

20

Page 4: BAB II - mcdens14 – learning and working is worship · Web viewBerdasarkan pernyataan di atas belajar dapat dipandang sebagai proses dalam melihat apa yang terjadi selama siswa

Lebih lanjut Mohammad Ali (Imas, 2003: 11) mengemukakan bahwa

kesulitan belajar dalam matematika bersumber pada hal-hal berikut ini:

a. Kesulitan dalam membaca kalimat.b. Kesulitan dalam angka.c. Kesulitan mengerti dan memahami konsep-konsep matematika.d. Kesulitan menggunakan alat.e. Kesulitan karena pribadi siswa itu sendiri.

Burton dalam Abin Syamsudin Makmun (2000: 307) kegagalan belajar itu

dapat didefinisikan sebagai berikut:

a. Siswa dikatakan gagal apabila dalam batas waktu tertentu

yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau

tingkat penguasaan minimal dalam pelajaran tertentu seperti yang telah

ditetapkan oleh guru.

b. Siswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak dapat

mengerjakan atau mencapai prestasi yang semestinya (berdasarkan ukuran

tingkat kemampuannya, intelegensia, bakat). Ia diramalkan dapat

mengerjakannya atau mencapai suatu prestasi, namun ternyata tidak

sesuai dengan kemampuannya.

c. Siswa dikatakan gagal kalau yang bersangkutan tidak mewujudkan tugas-

tugas perkembangan, termasuk penyesuaian sosial sesuai dengan pola

organismiknya, pada fase perkembangan tertentu seperti yang berlaku

bagi kelompok sosial dan usia yang bersangkutan.

21

Page 5: BAB II - mcdens14 – learning and working is worship · Web viewBerdasarkan pernyataan di atas belajar dapat dipandang sebagai proses dalam melihat apa yang terjadi selama siswa

d. Siswa dikatakan gagal kalau yang bersangkutan dalam pencapaian

penguasaan yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan pada

tingkat berikutnya.

Dari keempat definisi di atas dapat disimpulkan bahwa seorang siswa dapat

diduga mengalami kesulitan belajar, kalau yang bersangkutan tidak berhasil mencapai

taraf kualifikasi hasil belajar tertentu (berdasarkan ukuran kriteria keberhasilan

seperti dinyatakan dalam TPK atau ukuran tingkat kemampuan dalam program

pengajaran.

Lebih lanjut Mohammad Ali (Imas, 2003: 11) mengemukakan bahwa

kesulitan belajar dalam matematika bersumber pada hal-hal berikut ini:

a. Kesulitan dalam membaca kalimat.b. Kesulitan dalam angka.c. Kesulitan mengerti dan memahami konsep-konsep matematika.d. Kesulitan menggunakan alat.e. Kesulitan karena pribadi siswa itu sendiri.

B. Diagnosis Kesulitan Belajar

Dalam proses belajar mengajar, siswa dan guru mempunyai tujuan yang sama

yaitu ingin berhasil sesuai dengan apa yang diharapkan. Seorang guru selalu berharap

agar siswanya dapat mencapai hasil yang sebaik-baiknya sesuai dengan tuntutan

kurikulum. Kenyataannya tidak sedikit dijumpai siswa yang mengalami kesulitan

belajar dalam memahami materi pelajaran, sehingga hasil belajar yang tidak

memuaskan, akibatnya menimbulkan kesulitan dalam memecahkan masalah-masalah

belajar. Kesulitan yang dialami ini dapat menjadi suatu hambatan dalam proses

belajar mengajar selanjutnya.

22

Page 6: BAB II - mcdens14 – learning and working is worship · Web viewBerdasarkan pernyataan di atas belajar dapat dipandang sebagai proses dalam melihat apa yang terjadi selama siswa

Menurut Mohammad Surya (Suherlina, 1999: 15) diagnostik kesulitan belajar

siswa dapat diketahui dengan melihat beberapa patokan yang dianggap dapat

mengidentifikasikan kesulitan siswa. Adapun beberapa patokan tersebut dinyatakan

sebagai berikut:

1. Tingkat Pencapaian Tujuan Pendidikan.

Tujuan pendidikan baik bersifat umum maupun khusus merupakan salah satu

komponen penting karena akan memberikan arah proses kegiatan pendidikan. Siswa

dianggap berhasil apabila dapat mencapai tujuan-tujuan sebagaimana yang telah kita

rumuskan. Sebaliknya mereka yang tidak dapat mencapai tujuan karena mendapat

hambatan dalam mencapainya, diperkirakan mengalami kesulitan belajar.

2. Kedudukan dalam kelompok

Kedudukan seseorang dalam kelompok merupakan ukuran dalam pencapaian

hasil belajar. Seorang siswa mendapat nilai 7 mungkin dianggap terpandai jika murid-

muridnya mendapat nilai 6 ke bawah, dan sebaliknya siswa tersebut terendah jika

nilai teman-temannya di atas 7. Jadi dengan demikian nilai yang dapat dicapai

seseorang baru dapat memberi arti yang lebih jelas setelah dibandingkan dengan

kelompoknya. Dengan patokan ini siswa-siswa yang memperoleh nilai di bawah rata-

rata kelompok (kelas) diperkirakan mengalami kesulitan belajar.

3. Perbandingan antara Potensi dan Prestasi

Prestasi belajar yang dicapai seseorang tergantung dari tingkat

kemampuannya baik kecerdasan maupun bakat. Anak yang berpotensi tinggi

cenderung memperoleh prestasi belajar yang tinggi pula, demikian juga sebaliknya.

23

Page 7: BAB II - mcdens14 – learning and working is worship · Web viewBerdasarkan pernyataan di atas belajar dapat dipandang sebagai proses dalam melihat apa yang terjadi selama siswa

Dengan membandingkan antara potensi dan prestasi yang dicapainya kita dapat

memperkirakan sampai sejauh mana anak dapat mewujudkan potensinya. Anak yang

mempunyai kesulitan belajar ialah jika terdapat perbedaan yang besar antara potensi

dan prestasi.

4. Tingkah Laku

Hasil belajar yang dicapai seseorang akan nampak dalam tingkah lakunya.

Setiap proses belajar akan menghasilkan perubahan dalam aspek-aspek tingkah

lakunya. Siswa yang berhasil dalam belajar akan menunjukkan pola-pola tingkah laku

tertentu sesuai dengan tujuan yang ditetapkan sebalinya dengan siswa yang

mengalami kesulitan belajar akan menunjukkan pola-pola tingkah laku yang

menyimpang, misalnya menunjukkan sikap tak acuh, menentang, menyendiri,

melalaikan tugas, sering bolos, berdusta, kurang motivasi, menentang, gangguan

emosional dan sebagainya.

Dengan adanya hal-hal sebagaimana diuraikan di atas, maka yang penting

adalah bagaimana peranan dan tugas guru. Dalam proses belajar mengajar guru

mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing dan memberi fasilitas belajar

kepada siswa untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan sesuai dengan

tuntutan kurikulum.

Banyak faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar. Menurut Muhibbin

(1995: 173) faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua

macam, yaitu:

24

Page 8: BAB II - mcdens14 – learning and working is worship · Web viewBerdasarkan pernyataan di atas belajar dapat dipandang sebagai proses dalam melihat apa yang terjadi selama siswa

a. Faktor intern siswa, yaitu hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri siswa sendiri yang meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik siswa seperti rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi siswa, labilnya emosi dan sikap, serta terganggunya indera-indera penglihat dan pendengar (mata dan telinga).

b. Faktor ekstern siswa, yaitu hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari luar diri siswa yang meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas siswa seperti lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah.

Guru perlu meneliti faktor-faktor itu agar dapat memberikan diagnosis dan

menganalisis kesulitan-kesulitan itu. Cara untuk mengetahui kesulitan tersebut

Ruseffendi (1991: 467) menyatakan bahwa “Kita dapat mengetahui kelemahan anak

melalui pengamatan guru sehari-hari di dalam atau di luar kelas, tanya jawab, tes

yang dilakukan guru, tes diagnostik, tes dari buku, tugas-tugas dan semacamnya”.

Jika kita ingin melihat kelemahan anak itu sangat tergantung kepada keterampilan

dan kemampuan guru sendiri, artinya salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh

guru adalah mampu mendiagnosis kesulitan siswa dalam belajar dan mampu

mengadakan pengajaran remidial.

Diagnosis merupakan istilah teknis yang diambil dari bidang medis. Menurut

Thorndike dan Hagen (Abin Syamsudin, 2000: 307), diagnosis diartikan sebagai:

1. Upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit (weakness, disease)

apa yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang seksama

mengenai gejala-gejalanya (symptons).

2. Studi yang seksama terhadap fakta tentang suatu hal untuk menemukan

karakteristik atau kelemahan-kelemahan dan sebagainya yang esensial.

25

Page 9: BAB II - mcdens14 – learning and working is worship · Web viewBerdasarkan pernyataan di atas belajar dapat dipandang sebagai proses dalam melihat apa yang terjadi selama siswa

3. Keputusan yang dicapai setelah dilakukan suatu studi yang seksama atas

gejala-gejala atau fakta tentang suatu hal.

Dari pengertian di atas, terlihat bahwa dalam pekerjaan mendiagnosis bukan

hanya mengidentifikasi jenis, karakteristiknya dan latar belakang dari suatu

kelemahan atau penyakit tertentu, melainkan juga mengimplikasikan suatu upaya

untuk meramalkan kemungkinan dan menyarankan tindakan pemecahannya.

Sejalan dengan hal itu, perlu adanya upaya seorang guru untuk memahami

jenis dan karakteristik kesulitan belajar yang dialami siswa, yaitu dengan

menghimpun dan mempergunakan berbagai data dan informasi selengkap dan

seobjektif mungkin. Hal ini memungkinkan untuk mengambil kesimpulan serta

alternatif pemecahannya yang disebut diagnosis kesulitan belajar.

C. Pemecahan Masalah Menurut G. Polya

1. Pengertian Masalah Dalam Pembelajaran Matematika

Sebelum menjelaskan pengertian tentang pemecahan masalah, terlebih dahulu

akan dijelaskan pengertian masalah itu sendiri. Menurut Ansari, B. (Dida, 2003: 2)

mengemukakan bahwa “untuk dapat memecahkan masalah, siswa terlebih dahulu

harus memiliki kemampuan memahami konsep, memahami masalah, mampu

mengkaitkan konsep yang satu dengan yang lainnya, mampu menerapkan konsep-

konsep yang dimiliki pada situasi baru, dan mampu mengevaluasi tugas yang telah

dikerjakannya”. Bell (Hamzah: 31) mengemukakan bahwa “Suatu situasi dikatakan

masalah bagi seseorang jika ia menyadari keberadaan situasi tersebut, mengakui

26

Page 10: BAB II - mcdens14 – learning and working is worship · Web viewBerdasarkan pernyataan di atas belajar dapat dipandang sebagai proses dalam melihat apa yang terjadi selama siswa

bahwa situasi tersebut memerlukan tidakan dan tidak dengan segera dapat

menemukan pemecahannya”. Carpenter dkk (Lia, 2003: 19) menemukan bahwa

“Siswa yang diarahkan untuk menyelesaikan masalah (problem solving), tidak hanya

menjadi seorang problem solver yang lebih baik saja, tetapi juga akan mampu

menguasai kemampuan lainnya daripada siswa yang hanya diarahkan untuk latihan

saja (drill and practice)”.

Hudoyo (1990) lebih tertarik melihat masalah, dalam kaitannya dengan

prosedur yang digunakan seseorang untuk menyelesaikannya berdasarkan kapasitas

kemampuan yang dimilikinya. Ditegaskan bahwa seseorang mungkin dapat

menyelesaikan suatu masalah dengan prosedur rutin, namun orang lain dengan cara

tidak rutin. JICA (2001: 86): “Suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang

mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung

apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya”.

Berdasarkan beberapa pengertian tentang masalah (problem) yang telah

dikemukakan di atas, maka dapat dikatakan pada suatu situasi tertentu dapat

merupakan masalah bagi orang tertentu, tetapi belum tentu merupakan masalah bagi

orang lain. Dengan kata lain, suatu situasi mungkin merupakan masalah bagi

seseorang pada waktu tertentu. Akan tetapi, belum tentu merupakan masalah baginya

pada saat yang berbeda.

2. Pemecahan Masalah Menurut G. Polya

Pemecahan masalah merupakan suatu cara belajar yang dianggap sangat

efisien dalam usaha untuk mencapai tujuan pengajaran. Dahar (Rika, 2001: 11),

mengatakan bahwa “Bila seorang siswa memecahkan suatu masalah maka secara

27

Page 11: BAB II - mcdens14 – learning and working is worship · Web viewBerdasarkan pernyataan di atas belajar dapat dipandang sebagai proses dalam melihat apa yang terjadi selama siswa

tidak langsung mereka terlibat dalam perilaku berpikir”. Hal ini mengandung

pengertian bahwa dalam proses belajar melalui pemecahan masalah bertolak dari

pandangan bahwa siswa sebagai subjek dan objek dalam belajar yang mempunyai

kemampuan untuk memecahkan masalah pada dasarnya merupakan tujuan

pendidikan, siswa dituntut untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan atau memecahkan

masalah mereka sehingga siswa termotivasi untuk belajar keras.

Polya (Hamzah: 30) mengartikan “Pemecahan masalah sebagai suatu usaha

mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak

begitu mudah segera dapat dicapai”. McGivney dan DeFranco (Hamzah: 30)

mengemukakan bahwa “Pemecahan masalah meliputi dua aspek, yaitu masalah untuk

menemukan (problem to find) dan masalah membuktikan (problem to prove)

pemecahan masalah dapat juga diartikan sebagai penemuan langkah-langkah untuk

mengatasi kesenjangan (gap) yang ada”. Polya (Rika, 2001: 12) menggarisbawahi

bahwa “untuk pemecahan masalah yang berhasil harus selalu disertakan upaya-upaya

khusus yang dihubungkan dengan jenis-jenis persoalan sendiri serta pertimbangan-

pertimbangan mengenai isi yang dimaksudkan”. Konsep-konsep dan aturan-aturan

harus disintesis menjadi bentuk-bentuk kompleks yang baru agar siswa dapat

menghadapi situasi-situasi masalah yang baru.

Utari (1994) menegaskan bahwa “Pemecahan masalah dapat berupa

menciptakan ide baru, menemukan teknik atau produk baru. Bahkan di dalam

pembelajaran matematika, selain pemecahan masalah mempunyai arti khusus, istilah

tersebut juga mempunyai interpretasi yang berbeda. Misalnya menyelesaikan soal

28

Page 12: BAB II - mcdens14 – learning and working is worship · Web viewBerdasarkan pernyataan di atas belajar dapat dipandang sebagai proses dalam melihat apa yang terjadi selama siswa

cerita atau soal yang tidak rutin dan mengaplikasikan matematika dalam kehidupan

sehari-hari”.

Muhibbin Syah (1995: 122) menyatakan bahwa “Belajar pemecahan masalah

pada dasarnya adalah belajar menggunakan metode-metode ilmiah atau secara

sistematis, logis, teratur, dan teliti”. Tujuannya ialah untuk memperoleh kemampuan

dan kecakapan kognitif untuk memecahkan masalah secara rasional, lugas dan tuntas.

Dari pernyataan tadi dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan belajar pemecahan

masalah siswa dibiasakan untuk menggunakan metode ilmiah atau berpikir secara

sistematis, logis, teratur dan teliti untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi

secara rasional, lugas dan tuntas. Kemampuan siswa dalam menguasai konsep-konsep

dan prinsip-prinsip dalam matematika sangat diperlukan.

Gagne (Ruseffendi, 1991: 16) menyatakan bahwa “Pemecahan masalah

adalah tipe belajar yang lebih tinggi derajatnya dan lebih kompleks dibandingkan tipe

belajar lainnya”. Dengan demikian, kemungkinan besar siswa mengalami kesulitan

menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah merupakan hal yang wajar sebab pada

soal-soal sederhana pun masih banyak mengalami kesulitan.

Menurut G. Polya (Rika, 2001: 13) ada empat langkah di dalam memecahkan

suatu masalah yaitu pertama mengerti terhadap masalah, kedua buatlah rencana

untuk menyelesaikan masalah, ketiga cobalah atau jalankan rencana tersebut, dan

yang keempat lihatlah kembali hasil yang telah diperoleh secara keseluruhan.

Secara garis besar tahap-tahap pemecahan masalah menurut G. Polya dapat

digambarkan sebagai berikut:

29

Page 13: BAB II - mcdens14 – learning and working is worship · Web viewBerdasarkan pernyataan di atas belajar dapat dipandang sebagai proses dalam melihat apa yang terjadi selama siswa

Gambar 2.2.TAHAP-TAHAP PEMECAHAN MASALAH MENURUT G. POLYA

Adapun penjabaran dari keempat langkah yang diajukan Polya yang

digunakan sebagai landasan dalam memecahkan suatu masalah, dapat diuraikan

sebagai berikut:

a. Tahap Pemecahan Soal (Understanding)

Yang dimaksud tahap pemahaman soal menurut Polya ialah bahwa siswa

harus dapat memahami kondisi soal atau masalah yang ada pada soal tersebut.

Menurutnya ciri bahwa siswa paham terhadap isi soal ialah siswa dapat

mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan beserta jawabannya seperti berikut:

Data atau informasi apa yang dapat diketahui dari soal?

Apa inti permasalahan dari soal yang memerlukan pemecahan?

Adakah dalam soal itu rumus-rumus, gambar, grafik, tabel, atau tanda-tanda

khusus?

Adakah syarat-syarat penting yang perlu diperhatikan dalam soal?

30

Pemahaman Soal (Understanding)

Pemikiran Suatu Rencana (Planning)

Pelaksanaan Suatu Rencana (Solving)

Peninjauan Kembali (Checking)

Page 14: BAB II - mcdens14 – learning and working is worship · Web viewBerdasarkan pernyataan di atas belajar dapat dipandang sebagai proses dalam melihat apa yang terjadi selama siswa

Sasaran penilaian pada tahap pemahaman soal meliputi:

1) Siswa mampu menganalisis soal. Hal ini dapat terlihat apakah siswa tersebut

paham dan mengerti terhadap apa yang diketahui dan yang ditanyakan dalam

soal.

2) Siswa dapat menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam

bentuk rumus, simbol, atau kata-kata sederhana.

b. Tahap Pemikiran Suatu Rencana (Planning)

Menurut G. Polya pada tahap pemikiran suatu rencana, siswa harus dapat

memikirkan langkah-langkah apa saja yang penting dan saling menunjang untuk

dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Menurutnya pula kemampuan

berpikir yang tepat hanya dapat dilakukan jika siswa telah dibekali sebelumnya

dengan pengetahuan-pengetahuan yang cukup memadai dalam arti masalah yang

dihadapi siswa bukan hal yang baru sama sekali tetapi sejenis atau mendekati. Yang

harus dilakukan siswa pada tahap ini adalah siswa dapat:

Mencari konsep-konsep atau teori-teori yang saling menunjang.

Mencari rumus-rumus yang diperlukan.

Pada jenjang kemampuan siswa tahap ini menempati urutan tertinggi. Hal ini

didasarkan atas perkembangan bahwa pada tahap ini siswa dituntut untuk memikirkan

langkah-langkah apa yang seharusnya dikerjakan.

31

Page 15: BAB II - mcdens14 – learning and working is worship · Web viewBerdasarkan pernyataan di atas belajar dapat dipandang sebagai proses dalam melihat apa yang terjadi selama siswa

c. Pelaksanaan Rencana (Solving)

Yang dimaksud tahap pelaksanaan rencana adalah siswa telah siap melakukan

perhitungan dengan segala macam data yang diperlukan termasuk konsep dan rumus

atau persamaan yang sesuai. Pada tahap ini siswa harus dapat membentuk sistematika

soal yang lebih baku, dalam arti rumus-rumus yang akan digunakan sudah merupakan

rumus yang siap untuk digunakan sesuai dengan apa yang digunakan dalam soal,

kemudian siswa mulai memasukkan data-data hingga menjurus ke rencana

pemecahannya, setelah itu baru siswa melaksanakan langkah-langkah rencana

sehingga akan diharapkan dari soal dapat dibuktikan atau diselesaikan.

Tahap pelaksanaan rencana ini mempunyai bobot lebih tinggi lagi dari tahap

pemahaman soal namun lebih rendah dari tahap pemikiran suatu rencana.

Pertimbangan yang diambil berkenaan dengan pernyataan tersebut bahwa pada tahap

ini siswa melaksanakan proses perhitungan sesuai dengan rencana yang telah

disusunnya, dilengkapi pula dengan segala macam data dan informasi yang

diperlukan, hingga siswa dapat menyelesaikan soal yang dihadapinya dengan baik

dan benar.

d. Tahap Peninjauan Kembali (Checking)

Yang diharapkan dari keterampilan siswa dalam memecahkan masalah untuk

tahap ini adalah siswa harus berusaha mengecek ulang dan menelaah kembali dengan

teliti setiap langkah pemecahan yang dilakukannya.

Tahap peninjauan kembali ini mempunyai bobot paling rendah dalam

klasifikasi tingkat berpikir siswa. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa pada

32

Page 16: BAB II - mcdens14 – learning and working is worship · Web viewBerdasarkan pernyataan di atas belajar dapat dipandang sebagai proses dalam melihat apa yang terjadi selama siswa

tahap ini subjek hanya mengecek kebenaran dari hasil perhitungan yang telah

dikerjakannya, serta mengecek sistematika dan tahap-tahap penyelesaiannya apakah

sudah baik dan benar atau belum.

Kesulitan yang dihadapi siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kesalahan yang dilakukan oleh siswa

dalam memecahkan masalah soal cerita bentuk uraian pada pokok bahasan Program

Linear pada setiap tahap pemecahan masalah menurut heuristik Polya.

Kesalahan penyelesaian soal-soal pada setiap tahap pemecahan masalah

menurut heuristik Polya pada pokok bahasan Program Linear:

1) Kesalahan pada tahap pemahaman soal adalah ketidakmampuan siswa

menuliskan secara lengkap apa yang diketahui dan ditanyakan soal. Misalnya

siswa tidak memahami soal/tidak ada jawaban, tidak mengindahkan syarat-

syarat soal/cara interpretasi soal kurang tepat.

2) Kesalahan pada tahap pemikiran suatu rencana adalah ketidakmampuan siswa

menuliskan rumus Program Linear, konsep-konsep yang berhubungan dengan

soal yang diajukan, dan meyusun langkah-langkah yang berhubungan dengan

soal yang diajukan, dan menyusun langkah-langkah perencanaan soal agar

soal dapat diselesaikan secara sistematis. Misalnya siswa tidak membuat

rencana strategi penyelesaian, strategi yang dijalankan kurang relevan,

menggunakan satu strategi tertentu tetapi tidak dapat dilanjutkan/salah

langkah, dan siswa salah melakukan perhitungan.

3) Kesalahan pada tahap pelaksanaan rencana adalah ketidakmampuan siswa

dalam membentuk sistematika soal yang lebih baku dan melaksanakan proses

33

Page 17: BAB II - mcdens14 – learning and working is worship · Web viewBerdasarkan pernyataan di atas belajar dapat dipandang sebagai proses dalam melihat apa yang terjadi selama siswa

perhitungan sesuai dengan rencana yang telah disusunnya, dilengkapi dengan

segala macam data dan informasi yang diperlukan.

4) Kesalahan pada tahap peninjauan kembali adalah siswa tidak berusaha

mengecek ulang dan menelaah kembali dengan teliti setiap langkah yang

dilakukan dan hasil jawaban yang diperoleh. Misalnya siswa tidak terbiasa

memeriksa kembali jawabannya, mereka yakin dengan jawabannya, dan

merasa waktu yang tersedia tidak cukup untuk memeriksa kembali hasil

jawabannya.

Soal cerita adalah soal yang disajikan dalam bentuk kalimat sehari-hari dan

umumnya merupakan aplikasi dari konsep matematika yang dipelajari. Soal cerita

mempunyai karakteristik/ciri-ciri sebagai berikut:

1) Soal dalam bentuk ini merupakan suatu uraian yang memuat satu/beberapa

konsep matematika sehingga siswa ditugaskan untuk merinci konsep-konsep

yang terkandung dalam soal tersebut. Umumnya uraian soal merupakan

aplikasi konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari/keadaan nyata,

sehingga siswa seakan-akan menghadapi keadaan sebenarnya.

2) Siswa dituntut menguasai materi tes dan bisa mengungkapkannya dalam

bahasa tulisan yang baik dan benar.

3) Baik untuk menarik hubungan antara pengetahuan yang telah dimiliki siswa

dengan materi yang sedang dipikirkannya.

Penyajian soal matematika dalam bentuk soal cerita mempunyai beberapa

kelebihan, diantaranya:

34

Page 18: BAB II - mcdens14 – learning and working is worship · Web viewBerdasarkan pernyataan di atas belajar dapat dipandang sebagai proses dalam melihat apa yang terjadi selama siswa

1) Soal bisa disajikan dalam tes tipe subyektif dan obyektif.

2) Soal dalam bentuk ini dapat digunakan untuk menilai proses berpikir siswa

sekaligus hasil akhirnya.

3) Meningkatkan kreatifitas dan aktivitas siswa karena soal cerita menuntut

siswa berpikir secara sistematik dan mengaitkan fakta-fakta yang relevan.

4) Siswa akan mengetahui kegunaan dari konsep matematika yang dipelajarinya

karena diterapkan langsung dalam kehidupan sehari-hari.

Di samping kelebihan soal cerita, ada pula kelemahannya. Beberapa

kelemahan dari soal cerita diantaranya:

1) Perlu kajian secara mendalam dan cermat sebelum menentukan jawaban

sehingga siswa terpaku pada pokok masalah yang cukup panjang dan

kompleks.

2) Memerlukan waktu yang relatif lama dalam mengerjakannya.

3) Bahasa dan kalimat yang digunakan kadang-kadang kurang tepat (tidak

efisien dan efektif) sehingga membingungkan dan menimbulkan salah tafsir

bagi siswa.

35